Wrap up skenario 3 MPT

May 19, 2018 | Author: suci | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Wrap up skenario 3 MPT...

Description

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK MEKANISME PERTAHANAN TUBUH “

BENGKAK LUTUT KANAN



KELOMPOK B- 11

Ketua

: Putri Amelia

1102015180

Sekretaris

: Suci Puspapertiwi

1102016210

Anggota

: Muhammad Siswo Prabowo

1102016140

 Nadhifa Sekar Amalia

1102016150

 Nazla Ramadhani

1102016153

Prima Vina Resti

1102016168

Sarah Nabila

1102016200

Widatun Najah

1102016225

Yulya Mauliddina

1102016230

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI TAHUN AJARAN 2016/2017 Jl. Letjen Suprapto Kav. 13, Jakarta Pusat, 10510

DAFTAR ISI

Daftar Isi……………………………………………………………………………… 1 Skenario……………………………………………….………………………………2 Kata-kata sulit…………………………….…………………………………………...3 Brainstorming……………………………………………………………… ................4 Jawaban.......................................... Jawaban................................................................ ............................................ ............................................ ...................................5 .............5

Hipotesis……………….……………………………………………………………...6 Sasaran belajar……….………………………………………………………………..7 LI 1. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Autoimun................................. Autoimun...............................................8 ..............8 1.1 Definisi 1.2 Etiologi 1.3 Patofisiologi 1.4 Jenis-jenis 1.5 Pemeriksaan Umum LI 2. Memahami dan Menjelaskan Artritis Rheumatoid..............................................12 Rheumatoid..............................................12 2.1 Etiologi 2.2 Patofisiologi 2.3 Manifestasi Klinik 2.4 Diagnosis 2.5 Tatalaksana 2.6 Diagnosis 2.7 Prognosis LO 3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam untuk Bersabar, Ikhlas dan Ridho dalam Menghadapi Musibah............................................ Musibah.................................................................. ............................................ .......................20 .20

Daftar Pustaka…………………………...………………………………………… ....21

1

SKENARIO BENGKAK LUTUT KANAN Seorang laki-laki berusia 45 tahun, masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan bengkak dan nyeri pada lutut kanan sejak 6 hari yang lalu. Keluhan yang sama hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan lainnya kadang-kadang timbul demam dan nafsu makan manurun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan oedem dan calor pada patella joint dextra. Pemeriksaan fisi k lain tidak didapatkan kelainan. Dokter mendiagnosis pasien menderita Artristis Rheumatoid. Kemudian dokter menyarankan pemeriksaan laboratorium hematologi dan dirawat untuk follow up pemeriksaan serta terapi. Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapi pernyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup.

2

KATA-KATA SULIT 1. Calor 2. Artritis Rheumatoid 3. Patella joint dextra 4. Hematologi 5. Penyakit autoimun

: Rasa panas pada daerah yang mengalami inflamasi akibat tubuh mengkompensasi aliran darah ke daerah infeksi. : Peradangan kronis pada sendi yang menyebabkan rasa sakit, bengkak dan kaku pada persendian. : Persendian yang ada di lutut kanan. : Ilmu yang mempelajari tentang darah. : Kelompok kelainan dimana terjadi cidera jaringan yang disebabkan oleh respopn humoral atau respon yang diperantarai sel terhadap unsur-unsur pokok tubuh sendiri.

3

BRAINSTORMING 1. Mengapa terjadi calor dan oedem pada patella joint dextra? 2. Mengapa dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan hematologi? 3. Apa terapi yang diberikan dokter untuk pasien? 4. Apa saja manfaat terapi bagi pasien? 5. Mengapa pasien membutuhkan penanganan seumur hidup? 6. Apa saja faktor penyebab Artritis Rheumatoid? 7. Kadar apa saja yang diperiksa pada saat pemeriksaan hematologi? 8. Mengapa dokter mendiagnosis pasien tersebut menderita Artritis Rheumatoid? 9. Apa saja gejala Artritis Rheumatoid? 10. Mengapa pasien diminta untuk bersabar dalam menghadapi penyakit? 11. Mengapa keluhan pasien hilang timbul?

4

JAWABAN 1. Karena pada Artritis Rheumatoid terjadi inflamasi pada sinofial membran/sinofium yang dapat menyebabkan sakit akibat dari kerusakan tulang rawan dan tulang disekitarnya, pembengkakan akibat peningkatan permeabilitas vaskuler serta bone erision. 2. . 3. Terapifarmako -> NSAID (Non Steroid Anti Implamantory Drugs) untuk mengurangi nyeri dan kekakuan sendi Terapi nonfarmako -> diet makanan, kompres panas & dingin untuk mengurangi rasa 4.  –  Untuk mengurangi rasa sakit pada pasien  – Untuk menghindari terjadinya komplikasi 5. Karena terapi hanya untuk mengurangi rasa nyeri maka perlu dilakukan penanganan secara berulang dan juga karena Artritis Rheumatoid merupakan penyakit autoimun. 6.  –  Genetik  – Infeksi  – Lingkungan  – Perubahan hormon  – Usia  – Heat Shock Protein (HSP)  – Jenis kelamin 7. .. 8. Karena pada anamnesis pasien mengalami keluhan sakit yang hilang timbul dan pada  pemeriksaan fisik terdapat udem & calor pada patella joint dextra. 9. Gejalanya berupa kaku, nyeri, bengkak, kemerahan, panas pada daerah inflamasi. 10. Karena Allah memberikan ujian & cobaan tidak akan melebihi kemampuan umat-Nya dan dikarenakan pada penyakit ini pasien dibutuhkan untuk berobat seumur hidup pasti  pasien akan merasakan kejenuhan dan rasa ingin menyerah maka dari itu dokter meminta pasien untuk bersabar, karena dengan bersabar segala sesuatu yang dijalankan akan terasa lebih ringan dan mudah dilalui. 11. Karena penyakit autoimun & terapi yang diberikan bersifat simptomatis

5

HIPOTESIS Penyakit autoimun merupakan penyakit yang terjadi akibat respon imun yang  berlebihan sehingga tubuh menganggap jaringan yang normal sebagai antigen. Salah satu contohnya adalah Artritis Rheumatoid yang merupakan peradangan kronis pada sendi yang dapat disebabkan oleh genetik, infeksi, lingkungan, usia, perubahan hormon, jenis kelamin dan HSP. Dengan adanya gejala oedem karena peningkatan permeabilitas vaskuler dan nyeri karena adanya kerusakan jaringan dilakukan pemeriksaan hematologi untuk menegakan diagnosis Artritis Rheumatoid. Terapi yang diberikan kepada pasien adalah berupa pemberian  NSAID, diet makanan dan dikompres untuk mengurangi rasa nyeri pada sendi.

6

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Autoimun 1.6 Definisi 1.7 Etiologi 1.8 Patofisiologi 1.9 Jenis-jenis 1.10 Pemeriksaan Umum LI 2. Memahami dan Menjelaskan Artritis Rheumatoid 2.1 Etiologi 2.2 Patofisiologi 2.3 Manifestasi Klinik 2.4 Diagnosis 2.5 Tatalaksana 2.6 Diagnosis 2.7 Prognosis LO 3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam untuk Bersabar, Ikhlas dan Ridho dalam Menghadapi Musibah

7

LI 1 Memahami & Menjelaskan Penyakit Autoimun 1.1 Definisi Autoimun ialah reaksi sistem imun terhadap antigen jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen sedang antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi. Penyakit autoimun yaitu ketidakmampuan mengenal dan memberikan respons terhadap antigen asing tetapi tidak terhadap antigen sendiri (self-nonself discrimination). Ketidakmampuan sistem imun untuk memberikan respons terhadap antigen tubuh sendiri disebut toleransi diri (self-tolerance). (Bratawidjaja, K.G. 2001. Imunologi Dasar. Edisi keempat. Jakarta : Badan Penerbit FKUI)

1.2 Etiologi a. Pajanan antigen-diri yang dalam keadaan normal tidak dapat diakses kadangkadang memicu serangan imun terhadap antigen-antigen tersebut. Pemajanan secara tak-disengaja antigen yang secara normal tidak dapat diakses oleh sistem imun karena kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh cedera / penyakit dapat memicu serangan imun cepat terhadap jaringan yang terkena, seolah-olah proteindiri ini adalah benda asing. Contoh  Penyakit Hashimoto yang melibatkan  pembentukan antibodi terhadap trioglobulin & rusaknya kemampuan kelenjar tiroid menghasilkan hormon.  b. Antigen-diri normal mungkin mengalami modifikasi oleh faktor-f aktor (obat, bahan kimia lingkungan, virus, mutasi genetik) sehingga tidak lagi dikenal & ditoleransi. c. Terpajannya sistem imun ke suatu antigen asing yang secara struktural hampir identik dengan suatu antigen-diri dapat memicu produksi antibodi / mengaktifkan limfosit T yang tidak saja berinteraksi dengan antigen asing tersebut, tetapi juga  bereaksi silang dengan antigen tubuh yang mirip. Salah satu contoh bakteri

Streptokokus penyebab “radang tenggorokan”. d. Secara tradisional, para ilmuwan berspekulasi bahwa bias jenis kelamin pada  penyakit autoimun agaknya berkaitan dengan perbedaan hormon. Namun, temuan terakhir menunjukkan bahwa mungkin berkaitan dengan kehamilan. Menetapnya antigen janin yang serupa tetapi tidak identik yang tidak dibersihkan secara dini sebagai benda asing mungkin memicu serangan imun yang samar secara bertahap akhirnya berbalik menyerang antigen-antigen ibu yang mirip. Contohnya  systemic lupus erythematosus (serangan autoimun melawan DNA). (Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem Edisi 8. J akarta : EGC) 1.3 Patofisiologi Ada beberapa patofisiologi terjadinya autoimun, diantaran ya: Pelepasan Ag yang terasing

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan pelepasan Ag yang terasing, dikarenakan adanya kerusakan sel yang di awali suatu faktor lingkungan misalnya infeksi dan faktor lainnya seperti asap rokok sehingga menyebabkan penyakit autoimun. Beberapa contoh diantaranya:

Merokok yang dapat menyebabkan Goodpasture’s syndrome

8

Pada keadaan normal, alveolar tidak terekspose untuk sistem imun. Adanya asap rokok yang dapat merusak alveoli, menyebabkan kolagen yang terkespose. Kolagen yang terekspose tadi akan membentuk anti kolagen antigen yang dapat merusak alveoli dan jaringan ginjal. Anti-sperm Ab yang diproduksi pada beberapa pria yang telah dilakukan vasectomy. Juga merupakan suatu proses autoimun.

Gambar 2. Proses pelepasan Ag yang terasing Stimulasi imun

Mikroba dapat mengaktifkan APC untuk mengekspresikan kostimulator, dan ketika APC ini muncul sebagai  self antigen sehingga Self reactive Tcells menjadi aktif melebihi toleransi yang ada, sehingga menyebabkan autoimunitas pada jarin gan manusia.

Gambar 3. Proses stimulasi imun yang menyebabkan autoimunitas

Molecular mimicry

Beberapa antigen mikroba mempunyai reaksi silang terhadap  self antigen (Molecular mimicry). Hal ini menyebabkan respon kekebalan yang dicetuskan oleh mikroba yang dapat mengaktifkan sel T spesifik untuk self antigen.

9

Gambar 4. Proses molecular mimicry

Proses berawal pada pembentukan sel B dan sel T di sumsum tulang dan timus. Lalu setelah sel B dan sel T jadi, mereka akan “diseleksi” dengan cara dihadapkan terlebih dahulu pada autoantigen. Jika terjadi ikatan antara autoantigen dan sel B atau sel T, sel tersebut seharusnya dimusnahkan karena dapat membahayakan tubuh. Namun terkadang terjadi kesalahan mekanisme sehingga sel yang harusnya dihancurkan ini akan tetap keluar menuju perifer  bersama sel lain yang dapat berfungsi dengan baik. Sel yang seharusnya dihancurkan ini  biansanya tidak aktif walaupun sudah mencapai perifer. Tapi sel tersebut bisa aktif bila kembali  bertemu dengan autoantigen yang cocok dengannya. Autoantigen tersebut berasal dari antigen sel tubuh kita sendiri yang dipresentasikan oleh MHC sebagai antigen yang harus dihancurkan. Sehingga bila sel yang tidak aktif tersebut berikatan dengan autoantigen yang dipresentasikan MHC tersebut, sel B atau sel T yang rusak ini akan menghancurkan sel tersebut. Dan terjadilah kerusakan jaringan karena terjadi pengrusakan  jaringan tubuh sendiri. Jadi kesalahan juga terletak pada MHC yang tidak berfungsi dengan  benar. Ketidaknormalan MHC ini dikarenakan alel HLA yang juga tidak normal. Ketidaknormalan HLA ini bisa disebabkan karena mutasi dan biasanya menurun secara genetic. 1.4 Jenis-Jenis Penyakit auto imun dibagi menjadi penyakit auto imun reumatik yang menyerang otot dan sendi dan penyakit AI lainnya yang di kelompokkan berdasarkan organ utama yang terlibat.

10

Penyakit auto imun dalam kehidupan sehati-hari : 1. Artritis Reumatoid, penyakit yang ditimbulkan karena auto imun yang dapat mengakibatkan kerusakan tulang rawan serta deformitas dan gangguan fungsi. Kerusakan ini terjadi akibat pelepasan enzim hidrolitik oleh neutrofil dan makrofag. 2. Lupus Erimatosus Sistemik, penyakit AI sistemik multisistem dengan kelainan klinis yang bervariasi. Merupakan penyakit hipersesnsitivitas tipe III, ditandai dengan  produksi AA non-organ spesifik terhadap berbagai molekul dalam nukleus. 3. Sindrom Sjorgen, penyakit AI yang ditandai dengan 2 gejala utama yaitu mata dan mulut kering yang menurunkan produksi air mata dan saliva. Juga ditemukan kulit kering, vagina kering, kelenjar liur bengkak, gangguan vaskular yang berkepanjangan. 4. Sklerosis Sistemik atau skleroderma, penyakit AI yang ditandai dengan peningkatan aktivitas fibroblas yang menimbulkan pertumbuhan abnormal jaringan ikat, dimana fibrosis dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah dan kulit, paru, jantung, otot sendi, saluran cerna dan ginjal. 5. Dermatomiositis, penyakit sistemik yang mengenai kulit dan otot namun juga dapat mengenai sendi, esofagus, paru-paru dan jantung. Yang diakibatkan ka rena C5b-9 dan antibodi merusak sel yang dapat mengakibatkan mikroinfark otot, nekrosis dan degenerasi serat di seluruh otot. 6. Poliomiostis, penyakit inflamasi otot persisten yang menimbulkan kelemahan otot rangka dan dapat dikelompokkan sebagai miopati inflamatori kronis dan dapat disertai  penyakit AI lain atau infeksi. 7. Sindrom Fibromialgia 8. Vaskulitis 9. Fenomena Raynaund 10. Sindrom Antifosfolipid 11

11. Mixed Conective Tissue Disease 12. Gastritis autoimun 13. Inflammatory Bowel Disease 14. Penyakit Celiac 15. Sarkoidosis 16. Penyakit kulit autoimun 17. Diabetes melitus autoimun, terjadi akibat kerusakan sel pankreas atas pengaruh AA yang merusak sel β pankreas, 18. Penyakit Tiroid Autoimun 19. Penyakit Ginjal Autoimun 20. Penyakt Darah 21. Penyakit jantung autoimun 22. Hepatitis autoimun 23. Uveitis Autoimun 24. Penyakit Saraf Autoimun 25. Alopesia areata

1.5 Pemeriksaan Umum Didasarkan pada simtom & deteksi antibodi reaktif terhadap antigen jaringan & sel yang terlibat. Metode Imunofluoresen untuk deteksi antibodi terhadap antigen sej aringan, sedangkan ELISA / radioimmunoassay untuk deteksi antibodi terhadap antigen larut. a. Antibodi dalam serum RIA, reagens mahal ELISA, memerlukan peralatan khusus Imunofluoresensi, kurang sensitif Elektroforesis countercurrent , mudah, murah tetapi relatif insensitif  b. Imunofluoresensi Untuk menemukan banyak autoantibodi dalam serum. Spesimen biopsi diperiksa dengan cara imunohistikimia. Penting untuk diagnosis penyakit antibodi basal membran glomerulus & penyakit bulosa kulit. c. Pemeriksaan komplemen    

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Artritis Rheumatoid 2.1 Etiologi Etiologi AR belum diketahui dengan pasti. Namun kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (suarjana 2009) a. Genetik, berupa hubungan gen HLA- DRBI  b. Hormon sex c. Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya  penyakit AR d. Heat Sock Protein (HSP) merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali

12

epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis e. Faktor lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok. (IPD jilid III) 2.2 Patofisiologi Kerusakan sendi mulai terjadi dari poliferasi makrofa g dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi poliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin, interlekuin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik. Peran sel T pada AR diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada antigen-presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dan imunopatologis AR belum diketahui secara pasti (IPD jilidIII)

2.3 Manifestasi Klinis RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010). Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu (Nasution, 2011): 1. Stadium sinovitis. Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat umumnya simetris, meski pada awal  bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi (Nasution, 2011). Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, termasuk sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal (Suarjana, 2009). 2. Stadium destruksi Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan sinovial (Nasution, 2011). 3. Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap (Nasution, 2011).

Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009). Manfestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops 13

ringan (Sjamsuhidajat, 2010). Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak, kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan  perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana, 2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset terjadinya (Longo, 2012). Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup bervariasi. Tidak semua sendi  proporsinya sama, beberapa sendi lebih dominan untuk mengalami inflamasi, misalnya sendi sendi kecil pada tangan (Suarjana, 2009). Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat, 2010). Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Manifestasi ekstraartikular  pada RA, meliputi (Longo, 2012): a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan gejalanya berupa  penurunan berat badan, demam >38,3oc , kelelahan ( fatigue), malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara umum merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo, 2012).  b. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level tertinggi aktivitas  penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru, pleura, pericardium, dan peritonuem.  Nodul bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi dan gangren (Longo, 2012). c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary sjogren’s  syndrome. Sjogren’s syndrome ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry eyes) atau xerostomia (Longo, 2012). d. Paru ( pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti dengan penyakit paru interstitial (Longo,2012). e. Jantung (cardiac) pada 30 mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit. Sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10g/dL, anemia normokromik, mungkin juga normositik atau mikrositik. Mungkin meningkat. Biasanya meningkat. Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat. Hasilnya negatif pada 30% penderia AR stadium dini. Jika pemeriksaan awal negatif, dapat diulang setelah 6-12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil  positif pada beberapa penyakit seperti SLE, skleroderma, sidrom sjogren’s, penyakit keg anasan, sarkoidosis, infeksi (virus, parasit atau bakteri). Tidak akurat untuk penilaian perburukan penyakit. Mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit. Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki  penting untuk data dasar, sebagai pembanding dalam  penelitian selanjutnya. Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos, tampilan struktur sendi lebih rinci. Berkorelasi dengan perburukan penyakit, sensitivitasa meningkat bila dikombinasi dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibandingkan dengan RF. Tidak semua 16

Anti-RA33  Antinuclear antibody (ANA) Konsentrasi komplemen Imunoglobulin (Ig) Pemeriksaan cairan sendi

Fungsi ginjal Urinalisis

laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan antiCCP. Merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan antiCCP negatif. Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR. Normal atau tidak meningkat. Ig alfa-1 dan alfa-2 mungkin meningkat. Diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur negatif dan kadar glukosa rendah. Tidak ada hubungan langsung dengan AR, diperlukan untuk memonitor efek samping terapi. Hematuria mikroskopik atau proteinuria bisa ditemukan pada kebanyakan penyakit jaringan ikat.

2.5 Tatalaksana Terapi Artritis Reumatoid

RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan bahwa  penyakit ini tidak dapat disembuhkan (Sjamsuhidajat, 2010). Terapi RA harus dimulai sedini mungkin agar menurunkan angka perburukan penyakit. Penderita harus dirujuk dalam 3 bulan sejak muncul gejala untuk mengonfirmasi diganosis dan inisiasi terapi DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) (surjana, 2009). Terapi RA bertujuan untuk : a. Untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien  b. Mempertahakan status fungsionalnya c. Mengurangi inflamasi d. Mengendalikan keterlibatan sistemik e. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular f. Mengendalikan progresivitas penyakit g. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi

Terapi Farmakologik Artritis Reumatoid

Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year 2000”, Obat -obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu (Symmons, 2006) : 1. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa nyeri d an kekakuan sendi. 2. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok obat ini akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping dan harus di monitor dengan hati-hati. 17

3. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang yang serius. 4. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil untuk pasien dengan penyakit sistemik. 5. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin inflamasi. Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam terapi RA. Terapi yang dikelompokan diatas merupakan terapi piramida terbalik, dimana pemberian DMARD dilakukan sedini mungkin. Hal ini didapat dari beberapa penelitian yaitu, kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit, DMARD terbukti memberikan manfaat yang  bermakna bila diberi sedini mungkin, manfaat penggunaan DMARD akan bertambah bila diberi secara kombinasi, dan DMARD baru yang sudah tersedia terbukti memberikan efek yang menguntungkan bagi pasien. Sebelumnya, terapi yang digunakan berupa terapi piramida saja dimana terapi awal yang diberikan adalah terapi untuk mengurangi gejala saat diganosis sudah mulai ditegakkan dan perubahan terapi dilakukan bila kedaaan sudah semakin memburuk (Suarjana, 2009). DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs), pemilihan jenisnya pada pasien harus mempertimbangkan kepatuhan, berat penyakit, pengalaman dokter, dan penyakit penyerta. DMARD yang paling sering digunakan adalah MTX (Metrothexate), hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximab dan etarnecept. (Suarjana, 2009). Rekomendasi praktek klinik untuk terapi RA dengan bukti evidence paling baik adalah  penderita RA harus diterapi sedini mungkin dengan DMARD untuk mengontrol gejala dan menghambat perburukan penyakit, NSAID diberikan dengan dosis rendah dan harus diturunkan setelah DMARD mencapai respon yang baik, krotikosteroid diberikan dalam dosis rendah dan pemberian dalam waktu pendek, terapi kombinasi lebih baik dibanding dengan monoterapi (Suarjana, 2009).  NSAID yang diberikan pada RA digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan  pembengkakan. Obat ini tidak merubah perjalanan penyakit. Penggunaan NSAID pada RA mempunyai resiko komplikasi serius yang dua kali lebih besar daripada penderita OA. Penggunaan obat ini harus dipantau dengan ketat (Suarjana, 2009). Penggunaan glukokortikoid kurang dari 10 mg per hari cukup efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Pemberiannya harus diimbangi dengan pemberian kalsium dan vitamin D. Pemberian secara injeksi cukup aman bila hanya mengenai satu sendi dan RA mengakibatkan disabilitas yang bermakna (Suarjana, 2009). Terapi non-Farmakologik Artritis Reumatoid

Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi komplementer. Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan suplementasi minyak ikan cod), kompres  panas dan dingin serta massase untuk mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat, dan  penyinaran menggunakan sinar inframerah. Terapi komplementer berupa obat-obatan herbal, accupressure, dan relaxasi progressive (Afri yanti, 2009). Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi ruptur tendo. Metode bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila destruksi sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atau artroplasti. Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan untuk menunjang kehidupan seharihari (Sjamsuhidajat, 2010). 18

2.6 Komplikasi Beberapa kondisi yang mungkin dapat diderita oleh penderita rheumatoid arthritis adalah sebagai berikut: 













Peradangan menyebar luas. Peradangan dapat menjangkiti jaringan tubuh lain, seperti hati, pembuluh darah, paru-paru, dan mata. Kondisi ini jarang terjadi dengan  perawatan dini. Cervical myelopathy . Saraf tulang belakang tertekan akibat dislokasi persendian tulang  belakang bagian atas. Walau jarang terjadi, jika tidak segera dioperasi, kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan saraf tulang belakang permanen dan akan berdampak kepada aktivitas sehari-hari. Sindrom lorong karpal. Kondisi ini terjadi karena saraf median, yaitu saraf yang mengendalikan gerakan dan sensasi di pergelangan tangan tertekan dan menimbulkan gejala kesemutan, nyeri, dan mati rasa. Kondisi ini bisa diringankan dengan suntikan steroid atau menggunakan bebat untuk pergelangan tangan. Namun, umumnya operasi diperlukan untuk melepaskan tekanan pada saraf median. Penyakit kardiovaskular. Penyakit seperti stroke dan serangan jantung  bisa terjadi akibat dampak rheumatoid arthritis yang memengaruhi pembuluh darah atau jantung. Risiko terkena penyakit ini bisa dikurangi dengan mengonsumsi makanan sehat,  berolahraga secara teratur dan berhenti merokok. Kerusakan sendi. Kerusakan sendi akibat radang bisa menjadi permanen jika tidak ditangani dengan baik. Ada beberapa masalah yang dapat memengaruhi persendian, seperti kelainan bentuk persendian, penipisan tulang (osteroporosis), kerusakan pada tulang dan tulang rawan, serta tendon di area sekitar terjadinya peradangan. Sindrom Sjogren. Penderita rheumatoid arthritis rentan mengalami sindrom Sjogren, yakni kondisi dimana kelembapan pada mata dan mulut berkurang. Limfoma.  Limfoma merupakan jenis kanker darah yang menyerang getah bening di dalam tubuh

2.7 Prognosis Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antatara lain: skor fungsional yang rendah, status sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat keluarga dekat AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP dan LED meningkat saat permulaan penyakit, ada nodul rematola. 30 % penderita AR dengan manifestasi berat tidak berhasil memenuhi ACR 21 walau sudah terapi. Namun, penderita yang penyakitnya lebih ringan memberikan respon yang baik terhadap terapi. Tahun 1980 tidak ada peningkatan angka mortalitas pada 8 tahun  –  13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhanpenyebab kematian pada penderita AR banding  populasi umumadalah 1:6. Tapi hasil ini akan menurun setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.

19

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam untuk Bersabar, Ikhlas dan Ridho dalam Menghadapi Musibah





 



 





 



  







“Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut s eperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) - Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur”. [Asy Syura : 32-33]









 

 



 

“Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang- orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177] Majdi As-Sayyid Ibrahim



 





 : 









  

 

 

 : 





“Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata :”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk -ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al -Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahankesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak.

20

DAFTAR PUSTAKA Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem Edisi 8. Jakarta : EGC Bratawidjaja, K.G. 2001. Imunologi Dasar. Edisi keempat. Jakarta : Badan Penerbit FKUI Suarjana, I Nyoman. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing Bratawidjaya K G. 2012. Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

21

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF