Wrap Up Skenario 1

March 20, 2018 | Author: Khaulah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Sk 1 Blok IPT...

Description

WRAP UP SKENARIO 1 BLOK INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIK

DISUSUN OLEH: KELOMPOK A6 Ketua Sekretaris Anggota

: Dadi Satrio Wibisono Rachmat (1102013067) : Diah Ayu Kusuma Wardani (1102014072) : 1. Amanda Putri (1102014017) 2. Annisa Yunita Rani (1102014035) 3. Arif Rahman (1102014038) 4. Deni Rizki Kurniawan (1102014067) 5. Farizal Arief (1102014095) 6. Hanna Kumari D(1102014120) 7. Khaula Nurul Fadhilah (1102014144) 8. Laksmi Rizka Afiani (1102011140)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS YARSI 2013/2014 Skenario 1 Demam sore hari Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam

dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan sore hari. Pada pemeriksaan fisik keadaan somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat kotor (coated tongue). Dokter menyarankan pemeriksaan darah untuk membantu menegakkan diagnosis dan cara penanganannya.

Kata-Kata Sulit 1. Hiperpireksia Suhu badan meningkat di atas 41,10 C. 2. Bradikardia Denyut nadi lebih kecil dari batas normal (N = dibawah 60 X/menit) 3. Kesadaran somnolen Kesadaran menurun, respon psikomotor lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih dengan dirangsang kembali. 4. Coated tongue Warna lidah putih seperti bulu.

Pertanyaan dan jawaban 1. Kenapa demam terjadi di sore hari dan kenapa demamnya naik turun? Karena pada sore hari pertahanan tubuh seseorang menurun. 2. Mengapa pengukuran dilakukan pada malam hari? Karena demam terjadi di sore hari. 3. Tes apa saja yang dapat dilakukan untuk memeriksa Salmonella? Uji typhidot, uji leukosit, uji feses, uji widal, TUBEX, Immunoglobulin Igm Dipstick.

Hipotesis Demam adalah peningkatan suhu diatas normal dan merupakan reaksi tubuh untuk melawan kuman, salah satunya disebabkan oleh salmonella typhi yang menyebabkan terjadinya demam typhoid ditandai dengan gejala demam pada sore hari, lidah kotor, sakit pada perut. Penanganannya ialah dengan pemberian antibiotik, atipiretik serta tirah baring. Pemeriksaannya dilakukan dengan tes widal dan pemeriksaan empedu

Sasaran Belajar LO I. Memahami dan menjelaskan demam LO 1.1 Definisi LO 1.2 Etiologi LO 1.3 Mekanisme LO 1.4 klasifikasi LI II. Memahami dan menjelaskan salmonella Typhi LO 2.1 morfologi LO 2.2 siklus hidup LO 2.3 klasifikasi LI III. Memahami dan menjelaskan demam typhoid LO 3.1 Definisi LO 3.2 Etiologi LO 3.3 manifestasi LO 3.4 mekanisme LO 3.5 diagnosis LO 3.6 pencegahan LO 3.7 penatalaksanaan LO 3.8 komplikasi LO 3.9 prognosis

LI I. Memahami dan menjelaskan demam LO 1.1 Definisi Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38°C (100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C (99°F). (Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatrics Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3° C. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui. (Sherwood, 2001). LO 1.2 Etiologi Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011).Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Penyabab lainnya antara lain ada pirogen endogen endotoksemia, demam steroid (etioklonalon) dan alergi. Dimana, Pirogen merupakan suatu protein yang identik dengan interleukin-1.Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia. Endogen Pirogen Eksogen

: :

Sitokin Inter Leukin-1

Endotoksin bakteri, racun kalajengking, radiasi Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunoligi yang tidak berdasarkan suatu infeksi.Pirogen eksogen dapat menyebabkan demam dengan bekerja langsung pada pusat thermoegulasi dan atau menyebabkan produksi pirogen endogen. Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor

lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (penyakit hodgkin, limfoma non Hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).(Kaneshiro & Zieve, 2010). LO 1.3 Mekanisme Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal.Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil.Selain itu vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas.Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam.( Sherwood, 2012) LO 1.4 Klasifikasi Tipe-tipe demam : 1. Demam septik Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat dia atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2. Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan kenaikan suhu tidak sebesar demam septik.

3. Demam intermiten Suhu bdan turun ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana , dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. Contohnya malaria. 4. Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi disebut hiperpireksia. 5. Demam siklik Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. LI II. Memahami dan menjelaskan salmonella typhi LO 2.1 morfologi bakteri 1. Berbentuk batang, tidak berspora, memiliki kapsul, bersifat negatif pada pewarnaan Gram. 2. Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu. 3. Menghasikan H2S. 4. Besar koloni rata-rata 2–4 mm.-Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik. 5. Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15–41oC (suhu pertumbuhan optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6–8. 6. Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN. 7. Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa 8. Ukuran Salmonella bervariasi 1–3,5 μm x 0,5–0,8 μm. 9. Dinding selnya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun sebagai lapisan-lapisan. 10. Bakteri ini tahan hidup dalam air yang membeku unutk waktu yang lama. Struktur Antigen Enterobacteri memiliki struktur antigenik yang kompleks.Enterobakteri digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (liposakarida) yang tahan panas, lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas dan lebih dari antigen H (flagela). Pada Salmonella thypi antigen kapsular disebut antigen vi. (Jawetz, 2008) 1. Antigen O bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang.Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik.Antigen O resisten terhadap panas, alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri.Antibodi pada antigen O terutama adalah IgM. 2. Antigen K terletak diluar antigen O pada beberapa enterobakteri tetapi tidak semuanya. Beberapa antigen K merupakan polisakarida termasuk antigen K pada E.coli dan yang lain merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O dan dapat berhubungan dengan virulensi (contoh; strain E.coli yang menghasilkan anti gen K1 sering ditemui pada meningitis neonatal dan antigen K pada E.coli menyebabkan peletakan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran pencernaan / saluran kemih.)

3. Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol.Antigen ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil.Antigen H seperti ini beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG.Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagella (flagelin).Didalam satu seriotip, antigen flagel terdapat dalam satu / dua bentuk disebut fase 1 dan fase 2. Organisme ini cenderung berganti dari satu fase ke fase lainyang disebut variasi fase.Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi O.(Jawetz, 1996)



  

LO 2.2 Siklus Hidup dan Cara Transmisi Bakteri salmonella typhi Penyebaran dan Siklus hidup: Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts).Setelah bakteri tersebut masuk melalui mulut kemudian ke lambung, bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, apabila antibody turun atau terdapat luka di lambung mengakibatkan efek dan obat-obatan yang bersifat basa, sehingga bakteri dapat lolos dan menempel pada sel usus halus, masuk ke kelenjar linfe mesentrial, bakteri menyebabkan kerusakan, peradangan dan pembengkakan uratbaru masuk ke plak peyeri. Ketika bakteri ini usus halus bakteri akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka akan berproliferasi. Ketika bakteri ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi degenerasi brush border. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag lalu masuk ke dalam sirkulasi darah danmenyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak, kantong empedu, ginjal dan sumsum tulang dimana bakteri akan berkembang biak dan terjadi infeksi pada organ-organ tersebut. Melalui organ yang telah terinfeksi ini mereka terus menerus menyerang aliran darah yang menyebabkan bacterimia sekunder yang bertanggung jawab sebagai penyebab terjadinya demam atau penyakit klinis, (Johnson Arlhur G, 1994) Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

Makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan infeksi Salmonella, tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari suatu mikroorganisma, dalah hal ini bakteri Salmonella). Misalnya saja Salmonella enteriditis baru menyebabkan gejala bila sudah berkembang biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan kematian penderita.Salmonella typhimurium dengan jumlah 11.000 sudah dapat menimbulkan gejala.

Jenis Salmonella lain ada yang menyebabkan gejala hanya dengan jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50 sudah dapat menyebabkan gejala. Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada pada tubuh kita. Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri lain. Gejala dapat terjadi dengan cepat pada anak-anak, bagaimanapun pada manusia dewasa gejala datang dengan perlahan.Pada umumnya gejala tampak setelah 1-3 minggu setelah bakteri ini tertelan.Gejala terinfeksi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan panas badan yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Gejala yang timbul dapat berupa: tidak menunjukkan gejala (longterm carrier), adanya perlawanan tubuh dan mudah terserang penyakit denga gejala: inkubasi (714 hari setelah tertelan) tidak menunjukkan gejala, lalu terjadi diare. LO 2.3 Klasifikasi salmonella klasifikasi Salmonella enteric : Kingdom : Bakteria Phylum : Proteobakteria Classis : Gamma proteobakteria Ordo : Enterobakteriales Familia : Enterobakteriakceae Genus : Salmonella Species : Salmonella thyposa LI III. Memahami dan menjelaskan demam typhoid LO.3.1 Definisi Demam tifoid, atau typhoid fever adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja. Penyakit yang biasa disebut juga typhus atau types dalam bahasa awam ini, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica,, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi yang terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa.Demam tifoid hampir sama manifestasi klinisnya dengan demam paratifoid , hanya saja pada demam paratifoid manifestasinya lebih ringan. Terminologi lain yang sering digunakan adalah typhus , parathypus abdominalis atau demam enterik. LO 3.2 Etiologi Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yangmemasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksiadalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenisintestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

LO 3.3 Manifestasi Biasanya gejala mulai timbul secasra bertahap setelah 8-14 hari terinfeksi gejalannya demam, sakit kepala, nyeri sendi, sakit tenggorokan, sembelit, turunnya nafsu makan, & nyeri perut, terkadang penderita mengalami batuk . Jika tidak dilakukan pengobatan suhu akan meningkat dalam 2-3 hari menjadi 39-40˚ C selama 10-14 hari dan turun pada minggu ke 3, dan kembali normal dalam minggu ke 4.\ LO 3.4 mekanisme Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakiy infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setalah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialga, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dpat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, LO 3.5 diagnosis Sebelum mengetahui penyakit yang diderita oleh pasien dan memberikan antibiotik atau antimikroba, anamnesis harus dilakukan untuk menentukan keluhan utama dari pasien.Keluhan utama pasien dapat mengacu kepada gejala utama dari penyakit tersebut. Setelah keluhan utama didapat, dengan anamnesa akan didapat pula keluhan-keluhan tambahan untuk memperkuat diagnosis. Setelah itu, pemeriksaan fisik apakah terdapat tipoid tounge, nyeri otot dan harus dilakukan sebagai langkah kedua setelah anamnesa.Setelah melakukan pemeriksaan fisik, baru dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai penguat diagnosis.

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dan asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama, gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan suhu badan meningkat.Sifat demam adalah meningkat perlahanlahan dan terutama sore hingga malam hari. (Widodo, D. 2009). Nadi mungkin lebih lambat dari yang diharapkan.. (Jongh, Rene de. 2010) Dalam minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas berupa demam, brakardia relatif (brakardia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor koma, delirium, atau psikosis. Selama minggu ketiga tanpa pengobatan, gejala dan tanda-tanda umum dan pada perut menjadi lebih buruk.Selama minggu ketiga terjadi komplikasi.Pasien yang bertahan dari komplikasi biasanya mulai pulih dengan cepat setelah minggu ke empat.Namun, dalam beberapa kasus, setelah sekitar dua minggu, ada pengembalian gejala dan tanda, meskipun biasanya tidak parah seperti sebelumnya. Dalam kasus gizi sesuai dengan baik-orang yang telah diimunisasi dan/atau diperlakukan secara efektif, morbiditas dan mortalitasnya jarang. (Jongh, Rene de. 2010) Orang dengan demam tifoid biasanya memiliki demam berkelanjutan setinggi 103-104 derajat Fahrenheit (39-40 derajat Celsius). (Balentine J. 2008) Diagnosis penyakit Demam tifoid ini dapat ditegakkan dengan adanya gejala pokok dari demam tifoid ini, yaitu: Demam berkepanjangan. Demam berkepanjangan dimana demam terjadi lebih dari 7 hari ini merupakan gejala yang paling menonjol . Demam ini juga bisa diikuti oleh gejala yang lain seperti anorexia atau batuk. Gangguan sistem pencernaan. Gangguan yang sering terjadi itu berupa konstipasi dan ostipasi/sembelit, diare pun bisa terjadi, hal yang lain seperti mual, muntah, atau perasaan tidak enak di perut juga bisa terjadi. Gangguan kesadaran. Kalau keadaan Demam Tifoid ini semakin parah, dapat disertai gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringa, apatis, somnolen, bahkan bisa koma. Selain dengan melihat bagaiman gejala-gejala pokoknya, Diagnosis dari penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan adanya Salmonella dari darah melalui kultur. Karena isolasi Salmonella relatif sulit dan lama, maka pemeriksaan serologi Widal untuk mendeteksi antigen O dan H sering dipakai sebagai alternatif. Pemeriksaan Widal ini akan menunjukan hasil yang signifikan apabila dilakukan secara serial per minggu, dengan adanya peningkatan titer sebanyak 4 kali. Sebenarnya, apabila orang yang tidak menderita Demam Tifoid melakukan pemeriksaan widal ini, hasilnya akan positif, namun bedanya dengan penderita Demam Tifoid adalah adanya peningkatan pada antigennya. Dengan terlihatnya gejala-gejala yang timbul dan juga hasil pemeriksaan widal yang menunjukan adanya peningkatan titer, Diagnosis pun dapat ditegakkan bahwa orang tersebut menderita penyakit Demam Tifoid.(“Penyakit Tropis” oleh Widoyono)

Pemeriksaan penunjang Kultur darah positif, tes ini hanya menunjukkan positif pada 40 – 60% kasus.Biasanya perjalanan awal penyakit ini. Kultur urun dan tinja menjadi positif setelah infeksi pada akhir minggu pertama atau minggu kedua, akan tetapi sentivitasnya sangaatlah kecil. Pada kebanyakan negara berkembang, tersebanrnya antibiotik secara meluas dan pemberian antibiotik merupakan kemungkinan alasan rendahnya sensitivitas kultur darah. Walaupun kultur sumsum tulang lebih sensitif, pemeriksaan ini sulit dilakukan, karena relatf infasif, dan kurang dapat diterapkan pada pelayanan kesehatan umum. Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi.Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II : 20-25%, minggu III : 10-15%) Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat. Urinalis Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung reaksi)→dikocok→buih berwarna merah atau merah muda Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III diagnosis pasti atau sakit “carrier”. Tinja (feses) Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody stool).Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit. Kimia Klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut. Serologi Pemeriksaan Widal Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi.Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin .Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : 1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)

2. Aglutinin H (flagela kuman) 3. Aglutinin Vi (simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid.Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Widal dinyatakan positif bila : a) Titer O Widal I 1/320 atau b) Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya. Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 (1/40 masih dianggap normal) , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat.Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya. Pemeriksaan ELISA Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui.Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.( John, 2008). IDL Tubex test Tubex test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita.Serum yang dicampur 1 menit dengan larutan A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit.Tabung ditempelkan pada magnet khusus.Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan antigen dan antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna pada magnet khusus (WHO, 2003). Hasil pemeriksaan tubex : 2 = normal 3 = border line (ragu-ragu) 4-5 = + ˃6 = indikasi kuat untuk tyfoid Typhidot test Uji serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang spesifik untuk S. typhi.Uji ini lebih baik dari pada uji Widal dan merupakan uji Enzyme Immuno Assay (EIA) ketegasan (75%), kepekaan (95%). Studi evaluasi juga menunjukkan Typhidot-Mlebih baik dari pada metoda kultur. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan gold standar. Perbandingan kepekaan TyphidotMdan metode kultur adalah >93%. Typhidot-Msangat bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid.

IgM dipstick test Pengujian IgM dipstick test demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi yang dibentuk karena infeksi S. typhi dalam serum penderita. Pemeriksaan IgM dipstick dapat menggunakan serum dengan perbandingan 1:50 dan darah 1 : 25. Selanjutnya diinkubasi 3 jam pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering..Hasil dibaca jika ada warna berarti positif dan Hasil negatif jika tidak ada warna. Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika positif lemah (WHO, 2003). Mikrobiologi Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tiroid/paratifoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari).Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. (Sumarmo et al, 2010) Ketika saat pemberian obat bakteri tidak semuanya tersterilkan. Reticulum endothelial merupakan tempat dimana bacteria bersembunyi yang mengakibatkan pasien sembuh sementara, karena kuman akan berkembangbiak ketika pasien tidak melakukan terapy lagi. 

LO 3.6 Pencegahan Tindakan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi makanan dan air oleh vector pembawa salmonella

 

Unggah yang terinfeksi, daging maupun telur harus dimasak dengan sempurna Dua suntikan suspense salmonella typhi yang dimatikan dengan aseton, diikuti suntikan “booster” beberapa bulan kemudian, memberikan imunitas sebagian terhadap sejumlah kecil bakteri tifoid yang termakan



Pemberian secara oral strain mutan salmonella typhi hidup yang tidak virulen (mikrobiologi kedokteran edisi 20)

       

Penyediaan sumber air minum yang baik. Penyediaan jamban yang sehat. Sosialisasi budaya cuci tangan. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum. Pemberantasan lalat. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui. Imunisasi. (Widoyono, 2011)

LO 3.7 penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk penderita Demam Tifoid, yaitu: 1. Pemberian Antibiotik. Dengan pemberian antibiotik ini, digunakan untuk mem bunuh kuman penyebab demam tifoid ini. Obat yang digunakan berupa: Kloramfenikol (yang merupakan obat paling efektif dalam terapi demam tifoid), Kotrimoksazol, Sefalosporin generasi II dan III (cirpofloxacin, ofloxacin, ceftriaxone). Kloramfenikol : Dosis untuk orang dewasa yaitu 4x500 mg per hari secara oral atau intravena selama 7 hari. Dengan penggunaan kloramfenikol demam turun pada setelah 5 hari. Kotrimoksazol : dengan dosis 2 kali 2 tablet sehari digunakan selama 7 hari sampai bebas demam. 1 tablet nya mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol. Turun ratarata setelah 5-6 hari. Sefalosporin generasi 3 : beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ke 3 antara lain sefiperazon, seftriakson, dan cefoktasim efektif untuk demam tifoid. Tetapi lama pemberian obat yang optimal belum diketahui dengan pasti. Quinolone : efektif untuk demam tifoid, tetapi lama dan dosis belum di ketahui dengan pasti. 2. Pemberian Antipiretik. Sesuai dengan namanya, pemeberian Antipiretik ini digunakan untuk menurunkan suhu tubuh pada demam yang berkepanjangan.Obat yang dapat digunakan berupa Paracetamol (yang sudah biasa menjadi obat sehari-hari yang digunakan untuk menurunkan demam). 3. Istirahat dan perawatan. Penatalaksanaan ini dimaksudkan untuk mencegahterjadinya komplikasi. Penderita sebaiknya beristirahat total di tempat tidur selama 1 minggu setelah terlepas dari demam. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan keadaan penderita.Kebersihan perorangan pun perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan air kecil. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. 4. Terapi penunjang secara simptomatis dan suportif serta diet. Agar tidak memperberat kerja usus (karena pada penderita terjadi gangguan saluran pencernaan), pada tahap awal penderita diberi makanan berupa bubur saring.Lalu selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita. Ketika pasien kurang makan akan mengakibatkan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau 5. Edukasi. Dengan pemberian edukasi yang berupa pencegahan agar tidak terjangkit penyakit ini lagi, pasien akan lebih memperhatikan bagaimana menjalankan kehidupannya. Edukasi ini seperti cara mengompres yang benar, dll. . (Widoyono, 2011) LO 3.8 Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi adalah:  Perforasi usus  Perdarahan usus  Neuropsikiatri (koma)  Radang selaput perut/peritonitis  Radang pankreas (pankreatitis)  Gagal ginjalShock (Widoyono, 2011) Komplikasi intestinal Pendarahan intestinal Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat terbentuk luka. Bila menembus usus dan mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi pendarahan. Pendarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah.Pendarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok.Kategori pendarahan akut, jika darah yang keluar 5ml/kg bb/jam dan faktor hemostatis masih dalam batas normal. Tindakan yang harus di lakukan adalah transfusi darah.Tetapi jika transfusi yang diberikan tidak mengimbangi pendarahan, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.



Perforasi usus Biasanya timbul pada minggu ke-3, tetapi dapat juga terjadi pada minggu pertama.Penderita biasanya mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah dan menyebar ke seluruh perut dengan tanda tanda ileus. Gejala lain biasanya bising usus yang melemah, nadi cepat, tekanan darah turun, bahkan dapat syok. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama demam, modalitas pengobatan, berat penyakit, dan mobilitas penderita. Antibiotik di berikan secara selektif, umumnya diberikan antibiotik yang spekrumnya luas dengan kombinasi kloramfenikol dan amfisilin intravena.Untuk kontaminasi usus dapat di berikan gentamisin atau metronidazol.Cairan harus di berikan dalam jumlah yang cukup serta penderita di puasakan dan di pasang nasogastric tube.Transfusi darah dapat di berikan bila terdapat kehilangan darah akibat pendarahan intestinal.

Komplikasi ekstraintestinal 

Komplikasi hematologi Dapat berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan protrombin time (pt), peningkatan partial tromboplastin time (ptt), dan peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID).

Tindakan yang perlu dilakukan bila terjadi KID dekompensata adalah transfusi darah, substitusi trombusit dan atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin 

Hepatitis tifosa Pembengkakan hati dari ringan sampai berat dapat di jumpai pada demam tifoid, biasanya lebih disebabkan oleh S. typhi daripada S. paratyphi.



Pankretitis tifosa

Merupakan komplikasi yang jarang pada demam tifoid, biasanya disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi.Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi/CTscan dapat membantu diagnosis dengan akurat. Obat yang diberikan adalah antibiotik seftriakson atau kuinolon yang didepositkan secara intravena.  Miokarditis Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis dianggap sebagai demam tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg di tambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg. Komplikasi Ekstra Intestinal lainnya : a) Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatanseptik),miokarditis,trombosis, anemia dan tromboflebitis b) Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan DisseminatedIntravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik c) Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis~ Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis d) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis e) Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis f) Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.

/atau

LO 3.9 Prognosis Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%.Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau pendararahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosis demam tifoid umumnya baik asal penderita cepat berobat.Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:  Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris continual.  Kesadaran menurun sekali.  Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis



Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

DAFTAR PUSTAKA Gelfand JA, Dinarello CA. 1998. Alteration in Body Temperature. Muscari, Mari E. 2001. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC Nelwan, R.H.H. 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Sherwood, Lauralee. 2004.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta: EGC. Soeharsono. 2002. Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Kanisius. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF