Wrap Up Pbl Diare
February 25, 2018 | Author: Rindayu Yusticia | Category: N/A
Short Description
Download Wrap Up Pbl Diare ...
Description
DIARE Seorang mahasiswa,35 tahun,dibawa ke Puskesmas karena mengalami mencret lebih dari 12 kali dalam sehari sejak 2 hari yang lalu.Keluhan ini timbul setelah makan di warung nasi dekat kampusnya.Pemeriksaan fisik : Kesadaran komposmentis lemah,TD: 85/60 mmHg,nadi:120x/menit,pernapasan34x/menit,cepat dalam,volume urin sedikit. Di Puskesmas penderita dipasang infus dan diberikan pertolongan pertama lalu dirujuk ke RS terdekat.Dokter meminta untuk diperiksa Analisa Gas Darah. Kesannya : terdapat gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik,dengan anion gap yang normal.
Sasaran Belajar L.O.1 Memahami dan Menjelaskan Keseimbangan Asam Basa L.I.1.1 Definisi Asam dan Basa L.I.1.2 Klasifikasi Asam dan Basa L.I.1.3 Aspek biokimia dan fisiologis dalam mekanisme asam basa L.I.1.4 pH L.O.2 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Keseimbangan Asam Basa L.I.2.1 Asidosis Metabolik L.I.2.2 Alkalosis Metabolik L.I.2.3 Asidosis Respiratorik L.I.2.4 Alkalosis Respiratorik L.I.2.5 Anion Gap L.O.3 Memahami dan Menjelaskan Analisa Gas Darah L.I.3.1 Definisi Analisa Gas Darah L.I.3.2 Tujuan Analisa Gas Darah L.I.3.3 Analisis hasil pemeriksaan dalam nilai normal
L.O.1 Memahami dan Menjelaskan Keseimbangan Asam Basa L.I.1.1 Definisi Asam dan Basa Menurut Arrhenius Asam adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidrogen (atau ion hidronium, H3O+) sehingga dapat meningkatkan konsentrasi ion hidronium (H3O+). Basa adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidroksida sehingga dapat meningkatkan konsentrasi ion hidroksida. Menurut Bronsted-Lowry Asam adalah zat yang dapat memberikan ion (H+) ke zat lain (disebut sebagai donor proton) Basa adalah zat yang dapat menerima ion (H+) dari zat lain (disebut sebagai akseptor proton) Menurut Sistem Pelarut (Solvent) Definisi ini diterapkan pada pelarut yang dapat terdisosiasi menjadi kation dan anion (autodisosiasi). Asam adalah suatu kation yang berasal dari reaksi autodisosiasi pelarut yang dapat meningkatkan konsentrasi kation dalam pelarut.
Basa adalah suatu anion yang berasal dari reaksi autodisosiasi pelarut yang dapat meningkatkan konsentrasi anion pelarut.
Secara umum, reaksi autodisosiasi dapat dituliskan :
Asam sulfat meningkatkan konsentrasi ion hidronium dan merupakan asamnya. Konsep asam-basa sistem pelarut adalah kebalikan dari reaksi autodisosiasi.
Contoh : Secara umum :
Perbandingan reaksi netralisasi asam-basa menurut Arrhenius, Bronsted-Lowry dan sistem pelarut.
L.I.1.2 Klasifikasi Asam dan Basa Berdasarkan Kekuatannya Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya dan ukuran terionisasi,dibagi menjadi 2 , yaitu: 1.
Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan dalam air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh HCL, HN , S , HCl Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan dalam air dan bereaksi dengan asam.Contoh NaOH, KOH, Ba(OH
2.
Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan didalam air kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air.Contoh NaHCO3, N OH
Berdasarkan Bentuk Ion 1. Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif. Contoh :SO32. Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif. Contoh : N + 3. Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif. Contoh : Clˉ, C 4. Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif. Contoh : Na+
Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa : 1. Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan satu ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi primer) Contoh : asam monoprotik [HCl, HN , C COOH] basa monoprotik [NaOH, KOH]
2.
3.
Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal dengan ionisasi sekunder) Contoh : asam diprotik [ S H2S] basa diprotik [Mg(OH , Ca(OH)2, Ba(OH)2] Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau lebih ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi tersier) Contoh : asam poliprotik [ P ] basa poliprotik [Al(OH)3]
Asam-asam yang berasal dari proses metabolisme 1. Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk menjadi bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan hasil akhir dari metabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat. Contoh : karbondioksida, asam karbonat 2. Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat berubah bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan oleh ginjal. Contoh : asam organik, asam nonorganic L.I.1.3 Aspek biokimia dan fisiologis dalam mekanisme asam basa 1. Keseimbangan asam dan basa Keseimbangan asam dan basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion H+ yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel. Keseimbangan asam basa adalah adalah keseimbangan ion H+. pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang sangat rendah. 2. Pengaturan keseimbangan asam dan basa Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi 3 sistem: 1) System Buffer Disebut juga sebagai system penahan atau system penyangga, karena dapat menahan perubahan pH. System buffer merupakan larutan yang mengandung asam dan basa konjugasinya. Buffer ini terdiri dari asam lemah yang menjadi donor ion hydrogen dan basa lemah yang berfungsi sebagi akseptor ion hydrogen. System buffer tubuh paling baik pada konsentrasi normal ion hydrogen 40 nmol/L atau pH 7,4, adalah system buffer dengan pKa=7,4. Makin tinggi konsentrasi buffer akan semakin baik fungsinya. Fungsi utama system buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraselular.
Sebagai buffer, system ini memiliki keterbatasan, yaitu Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraselular yang disebabkan karena peningkatan CO2 System ini hanya berfungsi bila system respirasi dan pusat pengendali system pernapasan bekerja normal
Kemampuan menyelenggarakan system buffer tergantung pada tersedianya ion bikarbonat a. System buffer Asam Karbonat-Bikarbonat Merupakan suatu komponen yang paling penting pada pengaturan pH cairan ekstraselular. CO2 bereaksi dengan H2O membentuk H2CO3 yang kemudian berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat melalui suatu reaksi reversible. Karena reaksi bersifat reversible, penambahan konsentrasi dari suatu komponen menyebabkan perubahan konsentrasi komponen lainnya. Bila terjadi peningkatan konsentrasi ion hydrogen, terjadi interaksi dengan ion bikarbonat sehingga terbentuk asam karbonat (H2CO3). Berarti dalam hal ini ion bikarbonat bertindak sebagai basa lemah yang menerima keebihan ion hydrogen. Asam karbonat yang terbentuk akan mengalami disosiasi menjadi CO2 dan air, dan CO2 yang dihasilkan akan dikeluarkan melalui paru. System buffer bikarbonat merupakan system buffer istimewa, system buffer ini tetap merupakan system buffer terbaik pada pH 7,4 walaupun pKa nya 6,1, karena dapat mengeluarkan CO2 melalui paru dan jumlahnya banyak. Tubuh mempertahankan system buffer bikarbonat dengan pengaturan kadar karbondioksida di paru dan bikarbonat di ginjal. b. System buffer protein Berfungsi mengatur pH cairan ekstraselular dan interstitial. Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstensif dengan system buffer lainnya. Protein tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino akan bersifat sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion pada suasana basa. System buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstrasel dan interstitium. Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstensif dengan system buffer lainnya. Protein plasma memiliki kontribusi sebagi system buffer pada darah. Proses pengaturan melalui system buffer protein berjalan lambat karena ion hydrogen harus melalui proses difusi membrane sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium. c. System Bufer Hemoglobin Merupakan buffer intraselular yang bekerja di dalam sel darah merah. Hemoglobin dapat berfungsi sebgai buffer karena mengandung residu histidin, yaitu asam amino basa yang dapat berikatan secara reversible dengan ion hydrogen, menghasilkan Hb bentuk berproton dan tidak berproton. Pada sel darah merah, hemoglobin dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya menjadi asam karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi membrane sel darah merah tanpa memerlukan mekanisme transportasi aktif membrane sel. Kemampuan melakukan pengaturan ini dikenal sebagai system buffer hemoglobin. Buffer utama cairan ekstraselular adalah system bikarbonat dan hemoglobin. Hemoglobin (Hb) penting sebagai pengangkut oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai system buffer yang kuat. Hemoglobin sebagai buffer cukup efektif karena di dalam molekulnya terdapat beberapa kelompok buffer dengan pKa 6,5-7,8. Kelompok
imidazol pKa sekitar 6, merupakan buffer utama hemoglobin. Fosfat dan Hb penting karena pKa dekat dengan kisaran normal. d. System Bufer Fosfat Berperan pada pengaturan pH cairan interstitium dan urin. Bentuk asam lemah dari buffer fosfat ini adalah dihidrogenofosfat (H2PO4-) dan HPO42- yang berperan menstabilkan pH cairan interstitial dan urin. Kerja system buffer ini menyerupai system buffer asam karbonat-bikarbonat. 2) System paru Peranan system respirasi dalam keseimabangan asam-basa adalah mempertahankan agar PCO2 selalu konstan walaupun terdapat perubahan kadar CO2 akibat proses metabolisme tubuh. System pernapasan mengatur kadar karbon dioksida yaitu PCO2 darah arteri berkisar 40 mmHg. Ventilasi paru dikontrol oleh pH dan PCO2 darah. Terdapat 2 reseptor yang mengatur fungsi ventilasi, yaitu: Pusat pernapasan di medulla oblongata yang merespons penurunan pH cairan serebrospinal dengan meningkatkan ventilasi alveolar Carotid dan aortic bodies dekat bifurkasio arteri karotis interna dan eksterna dan pada arkus aorta. Penurunan pH meningkatan aktivitas reseptor ini untuk meningkatkan ventilasi alveolar. Keseimbangan asam basa respirasi bergantung pada keseimbangan produksi dan ekskresi CO2. Jumlah CO2 yang berada dalam darah tergantung pada metabolic rate (laju metabolisme) sedangkan proses ekskresi CO2 tergantung pada fungsi paru. Kelainan ventilasi dan perfusi paru pada dasarnya akan mengakibatkan ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sehingga pada akhirnya akan terjadi V/Q mismatch (ketidakimbangan ventilasi perfusi). Ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi paru pada akhirnya dapat menyebabkan hipoksia maupun retensi CO2 sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa. Control system ventlasi tergantung pada dua stimulus utama yaitu peningkatam PCO2 arteri dan penurunan PO2 arteri (hipoksemia). Stimulus CO2 Stimulus CO2 terhadap ventilasi terjadi pada daerah kemosensitif di daerah pusat pernapasan di medulla oblongata. Karbondioksida merupakan stimulus utama pernapasan yang dapat terjadi walaupun hanya terdapat sedikit peningkatan PaCO2. Pada kebanyakan orang normal, setiap peningkatan 1 mmHg PaCO2 terjadi peningkatan pernapasan sebesar 1-4 L/m. apabila terjadi peningkatan PaCO2 arteri seperti pada kelainan paru intrinsic dan penurunan pH akan merangsang pernapasan yang bertujuan untuk menurunkan PaCO2. Peningkatan PaCO2 adalah akibat penurunan ventilasi alveolar seperti yang terjadi pada kelainan paru obstruktif, bukan akibat peningkatan produksi CO2. Kegagalan dalam mempertahankan kadar CO2 akan mengakibatkan akumulasi CO2 dan asidosis respiratorik.
Stimulus O2 Stimulus O2 terjadi melaui perantaraan komoreseptor di badan karotis yang terletak di percabangan arteri karotis. Hipoksemia akan merangsang ventilasi apabila terjadi penurunan PaCO2 di bawah 50-60 mmHg
sehingga meningkatkan frekuensi napas yang mengakibatkan penurunan PaCO2 dan meningkatkan pH (alkalosis respiratorik)
Hipoksemia Hipoksemia adalah terjadinya penurunan tekanan parsial oksigen (PaO 11 mEq/L, berarti terjadi asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap. Nilai anion gap yang sangat tinggi (> 20 mmol/L) mengindikasikan adanya kondisi HAGMA, meski pH atau kadar [HCO3-] masih normal. Setelah diketahui nilai anion gap tinggi, maka perlu ditentukan nilai excess anion gap untuk mengidentifikasi ada/tidaknya kelainan sekunder dengan menilai ada/tidaknya kompensasi tubuh yang adekuat: Excess anion gap: ∆AG = Anion Gap – 11 Langkah selanjutnya adalah menambahkan nilai excess anion gap dengan [HCO3-] terukur. Bila total perhitungan sama dengan kadar [HCO3-] normal, berarti telah terjadi simple HAGMA. Bila total perhitungan melebihi kadar [HCO3-] normal, maka menunjukkan terlalu banyaknya [HCO3-] dalam tubuh, dan berarti juga terdapat alkalosis metabolik. Bila total perhitungan kurang dari kadar [HCO3-] normal, maka menunjukkan terlalu sedikitnya [HCO3-] dalam tubuh, dan berarti juga terdapat NAGMA. 2.5.3 Interpretasi Anion Gap Anion gap yang meningkat menunjukkan adanya penambahan anion tidak terukur yang pada dasarnya bersifat asam, dan terjadi penurunan kation yang tidak terukur (hipomagnesemia, hipokalsemia). Bila anion pada asam bukan Cl- (misalnya laktat, keton [asetoasetat, βhidroksibutirat], salisilat, format, glikolat), maka anion gap meningkat, dan disebut sebagai High Anion Gap Metabolic Acidosis (HAGMA). Penurunan [HCO3-] tidak sesuai peningkatan [Cl-], tetapi sesuai peningkatan anion tak terukur: HA + NaHCO3 → NaA + H2CO3 → CO2 + H2O Di mana A adalah anion tak terukur. Bila anion pada asam yang ditambahkan ke dalam plasma adalah [Cl-], maka anion gap akan normal, dan disebut Normal Anion Gap Metabolic Acidosis (NAGMA). Penurunan [HCO3-] sesuai dengan peningkatan [Cl-]: HCl + NaHCO3 → NaCl + H2CO3 → CO2 + H2O Penggantian elektrolit ekstraseluler dari [HCO3-] dengan [Cl-] tidak menyebabkan perubahan pada penghitungan anion gap, asalkan penjumlahan [Cl-] + [HCO3-] konstan. Namun, karena adanya kebutuhan listrik netral, maka klorida plasma akan menggantikan bikarbonat yang kurang, sehingga terdapat kelebihan kadar [Cl-], dan terjadi asidosis metabolik hiperkloremik. Anion Gap pada Asidosis Metabolik. Mekanisme Hilangnya Anion Gap yang Klorida HCO3 Diharapkan Hilangnya bikarbonat Normal Tinggi Titrasi oleh asam yang Meningkat Normal berlebih
Anion gap dapat menurun pada peningkatan kadar kation yang tidak terukur (hiperkalsemia, hipermagnesemia), penambahan kation abnormal pada darah (intoksikasi lithium), penurunan anion albumin tubuh, atau pada keadaan hiperproteinemia, hiperlipidemia, dan hiperglikemia yang menyebabkan salahnya perhitungan kadar natrium. Intoksikasi bromida dapat membuat ion Br disalahartikan sebagai ion [Cl-] oleh autoanalyzer, sehingga menyebabkan penurunan anion gap yang tidak tepat. Anion gap meningkat ketika terdapat anion atau asam berlebihan di dalam darah. Hal ini dapat disebabkan karena produksi asam terlalu banyak atau adanya hambatan pembuangan asam (baik melalui paru-paru, lambung, ataupun ginjal). Asidosis memicu pernapasan yang cepat (upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 berlebih), ketidak-mampuan untuk menahan napas (asam memicu kekuatan untuk menghembuskan napas), serta tekanan darah rendah (terkait dengan vasodilatasi). Pada tahap lanjut, asidosis menyebabkan depresi susunan saraf pusat melalui penurunan transmisi sinaptik. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan, kelemahan umum, disorientasi, bahkan koma dan kematian.
Skema patofisiologi asidosis metabolik. HAGMA dapat disebabkan oleh beberapa hal di bawah ini, yang biasa disingkat sebagai KULT dan CATMUDPILES. K = Ketoacidosis (KAD, ketoasidosis alkoholik, kelaparan). Terjadi produksi berlebih keton terkait dengan metabolisme lemak dan protein. Adanya proses glukoneogenesis menyebabkan pemecahan protein dan lemak menjadi glukosa. Metabolit dari proses tersebut adalah keton yang bermuatan negatif. Semakin banyak keton yang terbentuk akan mengakibatkan jumlah ion negatif menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan ion positif, sehingga terjadilah anion gap yang tinggi. U = Uremia (renal failure: ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin).
Uremia terkait dengan kegagalan fungsi ginjal. Fungsi ginjal yang tidak baik menyebabkan produksi ureum dari metabolit protein tidak bisa dikeluarkan dari darah, akibatnya terjadi penumpukan ureum dalam darah. Ureum bermuatan negatif, sehingga terjadi peningkatan anion gap. L = Lactic acidosis. Produksi berlebih laktat terkait dengan gagal napas (hipoksia), gangguan enzim metabolisme karbohidrat, defisiensi gizi yang mengganggu kemampuan tubuh untuk melakukan metabolisme laktat (vitamins B, terutama vitamin B1). Llaktatemia dapat terjadi akibat kondisi hipoperfusi (ketoasidosis diabetikum, syok sepsis, syok kardiogenik), intoksikasi karbon monoksida, sianida, biguanid. Dlaktatemia dapat terjadi akibat short bowel syndrome. Asidosis laktat berbeda dengan hiperlaktatemia, di mana pH pada hiperlaktatemia masih normal, namun terjadi peningkatan kadar laktat, sedangkan rasio laktat/piruvatnya tetap konstan. Asidosis laktat telah lama digunakan sebagai prediktor survival post-trauma, baik trauma tembus maupun tumpul. T = Toxins (etilen glikol, propilen glikol, metanol, metformin, paraldehid, salisilat, isoniazid). Semua senyawa tersebut menyebabkan peningkatan kadar anion dalam darah, yang akan berakibat pada peningkatan anion gap. C = Cyanide, carbon monoxide A = Alcoholic ketoacidosis T = Toluene M = Methanol, methaemoglobin U = Uremia D = DKA (juga kelaparan) P = Paraldehyde I = INH, iron (via lactic acidosis) L = Lactic asidosis E = Ethylene glycol S = Salicylate, solvent. Suatu kelainan dengan anion gap yang normal (NAGMA) yaitu terjadinya asidosis hiperkloremik, disebabkan karena menurunnya ion HCO3- dan tubuh mengkompensasi dengan meningkatkan ion Cl-. Beberapa kondisi dengan kadar ion HCO3- yang turun antara lain diare, renal tubular asidosis, hipoaldosteron, gagal ginjal, terapi ammonium klorida, nutrisi parenteral total. Penyebab NAGMA dapat pula disingkat USEDCARP: U = Ureterosigmoidostomy. Pasien ureterosigmoidostomy mengalami akumulasi urine di colon. Kandungan klorida dan amonium urine ini akan direabsorbsi dan ditukar dengan bikarbonat, akibatnya pasien akan kehilangan bikarbonat, namun terkompensasi dengan peningkatan klorida, sehingga anion gap tetap normal. S = Small bowel fistula. Mekanisme terjadinya peningkatan klorida dan hilangnya bikarbonat hampir sama dengan ureterosigmoidostomy. Bikarbonat akan hilang melalui fistula. E = Extra chloride. Pemberian makanan atau preparat dengan kadar klorida tinggi menyebabkan peningkatan klorida. D = Diarrhea. Diare terutama pada anak menyebabkan kehilangan bikarbonat dalam jumlah sangat besar, sekitar 70-80 meq/L. Sebagai kompensasi, tubuh akan mempertahankan anion klorida melalui reabsorbsi klorida dari ginjal. Mekanisme
ini akan semakin meningkat bila sudah tidak ada lagi anion lain yang digunakan untuk bereaksi dengan ion H+ dalam darah. Akibatnya terjadi asidosis metabolik dengan kadar klorida dalam darah yang meningkat. C = Carbonic anhidrase inhibitor. Adanya penghambat enzim karbonik anhidrase menyebabkan terganggunya proses perubahan asam karbonat menjadi bikarbonat dan ion [H+], sehingga tubuh akan kekurangan bikarbonat. Pada saat sudah tidak ada lagi anion yang bisa bereaksi dengan ion H+, maka tubuh akan mempertahankan anion terakhir yaitu klorida, sehingga kadar klorida akan naik dan anion gap tetap normal. A = Adrenal insufficiency. R = Renal tubular acidosis. Sering terjadi pada anak karena kelainan kongenital ginjal. Pasien dengan RTA dapat kehilangan bikarbonat dalam jumlah besar diikuti dengan kehilangan natrium. Akibatnya akan terjadi asidosis metabolik. Namun karena natrium juga ikut hilang, maka nilai anion gap tetap normal atau turun. P = Pancreatic fistula. Beberapa penyebab menurunnya anion gap antara lain : 1. Alkalosis dengan berbagai penyebab 2. Multiple myeloma 3. Hiponatremia 4. Hipoalbuminemia 5. Bromide 7. Kation darah yang meningkat (kalsium dan magnesium) 8. keracunan lithium 9. hipothyroid primer 10. penyakit ginjal 11. Polymixin B 2.5.4
Hubungan Anion Gap dengan Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer dari kadar bikarbonat palsma, sehingga terjadi penurunan PH (peningkatan H+). Ditandai dengan pH arteri darah < 7,35 dan jumlah bikarbonat plasma < 20 mmol/L. kompensasi pernafasan akan segera dimulai untuk menurunkan pCO2 melalui hiperventilasi sehingga saidosis metaboloik jarang terjadi secara akut. Umumnya peningkatan dari anion gap sering dihubungkan dengan metabolik asidosis. Secara praktis, metabolik asidosis dibagi dalam proses yang berhubungan dengan anion gap normal (3-11 mEq/L) (Normal Anion Gap Metabolic Acidosis atau NAGMA) atau peningkatan anion gap (> 11 mEq/L) (High Anion Gap Metabolic Acidosis atau HAGMA). 2.5.4.1 Asidosis Metabolik dengan Peningkatan Anion Gap Sebab – sebab dari asidosos metabolik dengan selisih anion gap yang tinggi adalah peningkatan anion yang tak terukur seperti asam sulfat, asam laktat, dan asm-asam organik lainnya. Peningkatan anion gap dihasilkan dari anorganik (misalnya fosfat, atau sulfat), organik (misalnya asam keton atau laktat), atau asam eksogen (misalnya salisilat) yang tidak dapat dinetralisir secara keseluruhan oleh bikarbonat. Penyebab terbanyak dari peningkatan anion gap dapat diingat dengan singkatan MUDPILES (box 1). Ada 4 prinsip etiologi dari asidosis anion gap tinggi yaitu lactic acidosis, ketoacidosis, toksin, dan gagal ginjal.
2.5.4.2 Asidosis Hiperkloremik dengan Anion Gap Yang Normal Jika asidosis disebabkan hilangnya bikarbonat (seperti pada diare) atau bertambahnya asam klorida (contohnya pada pemberian ammonium klorida) maka selisih anion akan normal. Pada asidosis metabolik dengan anion gap yang normal, kehilangan bikarbonat dapat terjadi mealui saluran cerna atau ginjal. Diare, fistula usus halus, dan uretrosigmoidestomi dapat menyebabkan kehilangan bikarbonat secara bermakna. Sedangkan reabsorbsi bikarbonat dapat menurun pada asidoso tubulus proksimal ginjal atau pada orang yang mendapat inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid 8. Literatur yang baru – baru ini menganjurkan perhitungan dari anion gap urin untuk membantu dalam membedakan etiologi penyebab adanya asidosis hiperkloremik. Anion gap urin yang negatif, menandakan adanya kehilangan HCO3- di saluran cerna, anion gap yang positif mengindikasikan ketidakmampuan mengeksresikan H+. Pada asidosis hiperkloremik, peningkatan [Cl-] sebanding dengan penurunan [HCO3-]. Pada kondisi dimana hubungan ini tidak muncul, harus diklasifikasikan sebagai gangguan asam basa. Etiologi asidosis ini dapat diingat dengan singkatan HARD UP (Box 2). Diare dan gangguan ginjal sejauh ini merupakan etiologi yang paling sering.
Diare terutama pada anak menyebabkan kehilangan bikarbonat dalam jumlah sangat besar, sekitar 70-80 meq/L. Sebagai kompensasi, tubuh akan mempertahankan anion klorida melalui reabsorbsi klorida dari ginjal. Mekanisme ini akan semakin meningkat bila sudah tidak ada lagi anion lain yang digunakan untuk bereaksi dengan ion H+ dalam darah. Akibatnya terjadi asidosis metabolik dengan kadar klorida dalam darah yang meningkat. Pemakaian diuretik seperti triamterene, spironolakton, dan amilorida, mempengaruhi absorpsi Na di tubulus distalis, sekresi ion hidrogen, dan sekresi K. Akibatnya, timbul keadaan hiperkalemia dan asidosis metabolik hiperkloremia seperti pada asidosis tubulus ginjal tipe 4.
L.O.3 Memahami dan Menjelaskan Analisa Gas Darah L.I.3.1 Definisi Analisa Gas Darah Analisa Gas Darah adalah Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. L.I.3.2 Tujuan Analisa Gas Darah Analisa Gas Darah (AGD) dilakukan untuk : a. Menilai tingkat keseimbangan asam basa b. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskular c. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh d. Mengevaluasi status oksigen dan karbondioksida di dalam darah arteri e. Mengukur pH darah f. Komponen analisa gas darah arteri pH, PaCO2, PaO2, Sao2, HCO3-, dan Base Excess (BE) L.I.3.3 Analisis hasil pemeriksaan dalam nilai normal Pemeriksaan gas darah di arteri dapat menunjukkan kondisi asam basa di dalam tubuh, dengan menggunakan 3 indikator : pH, PaCO2 dan HCO3. Parameter Darah Arteri untuk Analisis Keadaan Asam Basa Parameter Nilai Normal Ph 7,35 – 7,45 PaCO2 35 – 40 mmHg (rata-rata=40 mmHg) PaO2 80 – 100 mmHg HCO322 – 26 mEq/L Base excess 0 (±2) mEq/L SaO2 97 1. pH netral di dalam cairan ekstra seluler : 7,35 – 7,45 pH < 7,35 : asidosis pH > 7,45 : alkalosis 2. PaCO2, merupakan komponen respirasi : normal 35 – 45 mmHg PaCO2 > 45 mmHg : asidosis respirasi PaCO2 < 45 mmHg : alkalosis respirasi 3. HCO3, merupakan ginjal atau metabolik : normal 24 – 28 mEq/L HCO3 > 28 mmHg : alkalosis metabolik HCO3 < 24 mmHg : asidosis metabolik 4. Base Excess, nilai normalnya –2 s/d +2 berkaitan dengan nilai bikarbonat 24 – 28 mEq/L (– 2 = 24 mEq/L dan + 2 = 28 mEq/L)
Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:
pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45. PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula sebaliknya. HCO3juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 % Langkah-langkah untuk menilai gas darah: 1. Lihat pH Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis. 2. Lihat CO2 Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di bawah 35adalah alkalosis, di atas 45 asidosis. 3. Lihat HCO3 Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di bawah22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis. 4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis, maka kelainannyadisebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis respiratorik. Contoh lain jika pHalkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik alkalosis. 5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan pH.Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem pernapasan ataumetabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pHmenunjukkan adanya kompensasi dari sistem metabolik.
6. Lihat pO2 dan saturasi O2 Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka menunjukkanterjadinya hipoksemia.Untuk memudahkan mengingat mana yang searah dengan pH dan mana yang berlawanan, makakita bisa menggunakan akronim ROME : Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dansebaliknya. Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Analisa Gas Darah)
Darah
(http://id.scribd.com/doc/164576283/Interpretasi-Hasil-Analisa-Gas-
Asam dan Basa http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimiasmk/kelas_xi/definisi-asamdan-basa/ Asmadi.2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika Casaletto, Jennifer J. 2005. Differential Diagnosis of Metabolic Acidosis. USA: Department of Emergency Medicine, Maricopa Medical Center. Corwin,Elizabeth.2009.Patofisiologi.Jakarta:EGC Darwan darwis, dkk.Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa.Edisi 2. Jakarta:EGC Guyton, Arthur dkk. 2003. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta: EGC. Harrison.1999.Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:EGC Patlak J. 2000. The Anion Gap. Department of Physiology, University of Vermont. Silverthorn,et al. 2004. Human Physiology. USA: Mc. Graw Hill. Utama,Hendra.2013.Gangguan Keseimbangan Air –Elektrolit dan Asam Basa.Edisi-3 . Jakarta:FKUI
View more...
Comments