Wibowo_Penggunaan Kondom-kateter Pada Penanganan Perdarahan Postpartum

March 7, 2018 | Author: Agil Redz | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

kateter...

Description

PENGGUNAKAN KONDOM – KATETER PADA PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUM Adjar Wibowo Divisi Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unlam/RSUD ulin Banjarmasin

PENDAHULUAN Perdarahan pasca persalinan ( Postpartum Hemorrhage = PPH ) sampai saat ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Kelahiran bayi adalah suatu proses normal, tetapi adakalanya ditemui kejadian morbiditas dan mortalitas maternal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi pada kala ketiga persalinan. Kematian maternal adalah suatu tragedi dan merupakan kerugian besar bagi masyarakat dan suatu bangsa. Sekitar setengah juta wanita mati tiap tahun akibat proses kelahiran bayi dan kehamilan. Sekitar seperempat di antara mereka mengalami komplikasi yang terjadi pada kala ketiga persalinan. Di Inggris risiko kematian maternal akibat postpartum hemorrhage adalah satu per 100.000 kelahiran, sedangkan di negara berkembang adalah satu per 1000 kelahiran. Di Malaysia dari tahun 1995-1996 menunjukkan bahwa postpartum hemorrhage sebagai penyebab utama dari kematian maternal. Kala ketiga persalinan digambarkan sebagai suatu proses berlanjut yang mulai dengan lahirnya janin dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Umumnya sekitar 5 sampai 10 beberapa menit, tetapi tidak sampai melebihi dari 30 menit. Angka kematian maternal ( Maternal Mortality Rate = MMR ) di Amerika Serikat pada tahun 1995 sebanyak 7,1/100.000 kelahiran hidup. Penyebab terbanyak dari MMR tersebut adalah perdarahan, emboli, hipertensi dalam kehamilan, kardiomiopati serta karena komplikasi anastesi. Sedang di Amerika Tengah, yaitu di Meksiko dan sekitarnya, MMR terrendah adalah di Kostarika sebanyak 29/100.000 dan tertinggi di Guatemala yaitu 190/100.000. Penyebab kematian terbanyak juga adalah perdarahan. Sedang di Asia Tenggara Negara kita masih menduduki angka tertinggi yaitu sebanyak 307/100.000 ( SDKI tahun 1998-2002 ), penyebab kematian tertinggi juga sama, yaitu perdarahan Disampaikan pada Simposium “Kemajuan Pelayanan Obstetri dan Ginekologi” Swiss Belhotel Borneo Banjarmasin, 3 Nopember 2007

( 28% ) disusul Preeklamsia-eklamsia dan infeksi masing-masing sebanyak 13% dan 10%. Secara keseluruhan di seluruh dunia ini kematian maternal sebanyak 600.000 pertahun dan yang disebabkan oleh PPH sebanyak 125.000 wanita pertahun. Penanganan ada dua bagian, yaitu suportif dengan perbaikan keadaan umum, penambahan cairan, darah serta komponen-komponennya. Yang kedua adalah penanganan kausatif, yaitu melakukan identifikasi penyebab perdarahan dan usaha untuk menghentikannya. Ada beberapa cara untuk menghentikan perdarahan yaitu, pertama: pemberian uterotonika dengan oksitosin, metil ergometrin atau prostaglandin. Kedua: hemostasis secara mekanis dengan manual atau digital plasenta, kuret sisa plasenta, kompresi manual ataupun packing. Ketiga: dengan cara pembedahan, yaitu penjahitan laserasi, ligasi pembuluh darah ataupun dilakukan histerektomi. PATOFISIOLOGI PPH Perdarahan postpartum / Postpartum Hemorrhage ( PPH ) terjadi karena adanya perdarahan yang banyak yang pada umumnya berasal dari tempat implantasi plasenta atau adanya laserasi jalan lahir. Penyebab PPH terbanyak adalah atonia uteri, kelainan imlantasi plasenta dan laserasi jalan lahir. Pada PPH yang penting adalah menentukan etiologinya dan memberikan penanganan yang sesuai. Walaupun pengetahuan tentang penyebab perdarahan pasca persalinan telah banyak diketahui dan darah sudah banyak tersedia tetapi kematian yang disebabkan oleh PPH ini masih menduduki tempat yang tinggi baik di Negara maju maupun di Negara-negara berkembang. PPH dapat terjadi langsung yang disebut PPH primer / dini dan dapat pula terjadi setelah 24 jam kemudian yang disebut PPH sekunder / lambat. Definisi PPH tergantung dari jenis persalinan yang terjadi. Pada persalinan pervaginam, PPH didefinisikan sebagai terjadinya perdarahan > 500 cc, sedangkan pada seksio sesarea sebanyak > 1000 cc. PPH seringkali tidak dilaporkan, karena penilaian jumlah perdarahan cenderung underestimated, terutama bila keadaan ibu pasca salin dalam keadaan baik. Karena sukar untuk menilai berapa banyak insidens PPH yang sebenarnya, American College of Obstetricians and Gynecologist yaitu menetapkan kriteria penurunan > 10% dari kadar hematokrit sebelum dan sesudah persalinan. secara garis besar PPH mengenai 4 – 6% dari seluruh persalinan. Disampaikan pada Simposium “Kemajuan Pelayanan Obstetri dan Ginekologi” Swiss Belhotel Borneo Banjarmasin, 3 Nopember 2007

Dengan adanya peningkatan jumlah volume plasma dan sel darah merah yang meningkat pada wanita hamil ( 30 – 50% ) serta adanya peningkatan cardiac output, maka dibandingkan wanita tidak hamil, wanita hamil lebih mudah berkompensasi terhadap adanya perdarahan dengan cara meningkatkan tahanan vaskuler perifer sehingga tekanan darah tidak menurun dan dapat menjamin kelancaran perfusi organ. Baru setelah kemampuan peningkatan vaskuler terlampaui maka terjadilah penurunan tekanan darah, cardiac output dan perfusi organ sehingga menimbulkan gejala klinis dari PPH. Mekanisme penghentian perdarahan pasca persalinan berbeda dengan tempat lain dimana faktor vasospasme dan pembekuan darah sangat penting, pada perdarahan pasca persalinan penghentian perdarahan pada bekas implantasi plasenta terutama karena adanya kontraksi dan retraksi miometrium sehingga menyempitkan dan membuntu lumen pembuluh darah. Adanya sisa plasenta atau bekuan darah dalam jumlah yang banyak dapat mengganggu efektivitas kontraksi dan retraksi miometrium sehingga dapat menyebabkan perdarahan tidak berhenti. Kontraksi dan retraksi miometrium yang kurang baik dapat mengakibatkan perdarahan walaupun sistem pembekuan darahnya normal, sebaliknya walaupun sistem pembekuan darah abnormal asalkan kontraksi dan retraksi miometrium baik akan menghentikan perdarahan. FAKTOR PREDISPOSISI PERDARAHAN DARI TEMPAT IMPLANTASI PLASENTA KONTRAKSI HIPOTONIK = ATONIA UTERI -

Obat-obat anastesi

-

Uterus overdistensi – janin besar, hamil multiple, hidramnion

-

Persalinan lama

-

Persalinan terlalu cepat

-

Setelah induksi / akselerasi persalinan

-

Multi-Paritas

-

Riwayat HPP

TERTINGGALNYA JARINGAN PLASENTA -

Adanya sisa kotiledon atau adanya lobus suksenturiata

-

Kelainan implantasi – akreta, inkreta, perkreta

Disampaikan pada Simposium “Kemajuan Pelayanan Obstetri dan Ginekologi” Swiss Belhotel Borneo Banjarmasin, 3 Nopember 2007

PERDARAHAN JALAN LAHIR -

Episiotomi yang lebar atau meluas ( ekstensi )

-

Laserasi perineum, vagina, atau serviks

-

Ruptura uteri

GANGGUAN KOAGULASI

KLASIFIKASI PPH DAN RESPONS YANG TERJADI9 KELAS 1 2 3

JUMLAH 900 cc 1200 – 1500 cc 1800 – 2100 cc

% LOST 15 20 - 25 30 - 35

RESPONS asimtomatik Takikardi, takipnea, hipotensi ortostatik Takikardi dan takipnea, hipotensi,

4

> 2400 cc

40

ekstremitas dingin Syok, oliguria / anuria

Atonia uteri merupakan penyebab PPH yang terbanyak. Walau tanpa ada faktor predisposisi, atonia uteri dapat terjadi pula pada setiap persalinan, sehingga perlu selalu dilakukan observasi dan monitor kontraksi uterus pasca persalinan. Diagnosis atonia uteri dapat dibedakan secara cepat dari laserasi jalan lahir berdasarkan kontraksi uterusnya, bila kontraksi baik perdarahan banyak maka kemungkinan besar ada laserasi jalan lahir, sedang bila kontraksi kurang baik maka atonia uteri. Atonia uteri dapat pula bersamaan laserasi jalan yang merupakan penyebabnya, sehingga pemeriksaan jalan lahir, yaitu vagina, serviks dan uterus harus dikerjakan pada setiap PPH.

PENANGANAN PPH Tujuan utama penanganan PPH adalah (1) mengembalikan volume darah dan mempertahankan oksigenasi (2) menghentikan perdarahan dengan menangani penyebab PPH. Idealnya stabilisasi dilakukan lebih dulu sebelum tindakan definitif dikerjakan, tetapi hal ini kadang-kadang tidak mungkin dikerjakan sendiri-sendiri melainkan Disampaikan pada Simposium “Kemajuan Pelayanan Obstetri dan Ginekologi” Swiss Belhotel Borneo Banjarmasin, 3 Nopember 2007

seringkali dikerjakan perbaikan keadaan umum ( resusitasi ) sambil dilakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan tersebut. Pada saat awal resusitasi cairan juga diambil sample darahnya untuk diperiksakan laboratorium sederhana dahulu, yaitu paling tidak kadar Hemoglobin, Hematokrit, Lekosit, Trombosit, Faal Pembeku Darah atau dikerjakan pemeriksaan Waktu Pembekuan Darah dan Waktu Perdarahan secara langsung. Oleh karena penyebab PPH terbanyak adalah karena atonia uteri, maka langkah pertama dari penanganannya adalah dengan pemijatan uterus, kompresi bimanual, tampon utero-vaginal, sementara obat uterotonika tetap diberikan. Bila penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil baru dilakukan penanganan secara operatif secara laparotomi pemakaian metode B-Lynch, pengikatan Arteri Uterina, Ovarika atau Hipogastrika ( Iliaka Interna ). Bila dengan cara ini juga belum berhasil menghentikan perdarahan, dilakukan Histerektomi. Pemberian tampon ( packing ) uterovagina dengan kassa gulung dapat merugikan karena memerlukan waktu untuk pemasangannya, dapat menyebabkan perdarahan yang tersembunyi atau bila ada perembesan berarti banyak darah yang sudah terserab di tampon tersebut sebelumnya dan dapat menyebabkan infeksi. Tetapi dapat pula menguntungkan bila dengan tampon tersebut perdarahan bisa berhenti sehingga tidak diperlukan tindakan operatif atau tampon digunakan untuk menurunkan perdarahan sementara sambil menunggu penanganan operatif. Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa, juga dipakai beberapa cara yaitu : dengan menggunakan SengstakenBlakemore tube, Rusch urologic hydrostatic balloon catheter ( Folley catheter ) atau SOS Bakri tamponade balloon catheter. Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya 100% ( 23 berhasil dari 23 PPH ), kondom dilepas 24 – 48 jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan kondom sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Metode ini digunakan sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu perbaikan keadaan umum, atau rujukan.

Disampaikan pada Simposium “Kemajuan Pelayanan Obstetri dan Ginekologi” Swiss Belhotel Borneo Banjarmasin, 3 Nopember 2007

Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara aseptik kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum uteri. Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan Gentamisin. Kondom kateter dilepas 24 – 48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih lama.

Disampaikan pada Simposium “Kemajuan Pelayanan Obstetri dan Ginekologi” Swiss Belhotel Borneo Banjarmasin, 3 Nopember 2007

DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. AbdRabbo SA. Stepwise uterine devascularization: a novel technique for management of uncontrolled PPH with preservation of the Uterus. Am J Obstet Gynecol. 1994;171:694-700 2. Akhter S, Begum MR, Kabir Z, Rashid M, Laila TR, Zabeen F. Use of a condom to control massive PPH. Medscape General Medicine. 2003 3. Bakri YN. Tamponade-ballon for obstetrical bleeding. Int J Gynecol Obstet. 2001;74:139-42 4. B-Lynch C, Coker A, Lawal AH, Abu J, Cowen MJ. The B-Lynch surgical technique for the control of massive postpartum hemorrhage: An alternative to hysterectomy? Five cases reported. Br J Obstet Gynaecol. 1997;104:372-5 5. Chervenak FA. Perinatal health in North America. Proceedings of the 5th World Congress of Perinatal Medicine. In the perinatal medicine of the millennium. Editor : Carrera JM. 2001: 16-9 6. Cho JH, Jun HS, Lee CN. Hemostatic suturing technique for uterine bleeding during cesarean delivery. Obtet Gynecol. 2000;96:129-31 7. Clark SL, Phelan JP, Yeh SY, Bruce SR, Paul RH. Hypogastric artery ligation for obstetric hemorrhage. Obstet Gynecol. 1985;66:353-6 8. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Obstetrical hemorrhage. In:William Obstetrics.21st ed. Newyork,NY:McGaw-Hill. 2001:619-70 9. Francois KE. Postpartum hemorrhage. In Obstetric intensive care manual.2nd ed. Editor: Folley MR. NewYork, Toronto:McGraw-Hill. 2004:24-37 10. Hallak M, Dildy GA 3rd, Hurley TJ, Moise KJ Jr. Transvaginal pressure pack for life-threatening pelvic hemorrhage secondary to placenta acreta. Obstet Gynecol. 1991;78:938-40 11. Hankins GD, Clark SL, Cunningham FG, Gilstrap III LC. Management of postpartum hemorrhage. In:Operative Obstetrics. Norwalk, Connecticut: Appleton & Lange. 1995: 475-92 12. Johanson R, Kumar M, Obhrai M, Young P. Management of massive PPH: use of hydrostatic balloon catheter to avoid laparotomy. Br J Obstet Gynaecol. 2001;108:420-2 13. Karchmer KS. Perinatal health in Central America. Proceedings of the 5th World Congress of Perinatal Medicine. In the perinatal medicine of the millennium. Editor : Carrera JM. 2001: 25-32 14. Maier RC. Control of postpartum hemorrhage with uterine packing. Am J Obstet Gynecol. 1993;169:317-21 15. O’Leary JA. Uterine artery ligation in the control of postcesarean hemorrhage. J Reprod Med. 1995;40:189-93 16. Rebarber A, Roman A. Seven ways to control postpartum hemorrhage. Contemporary Ob/Gyn. 2003;3:34-5

Disampaikan pada Simposium “Kemajuan Pelayanan Obstetri dan Ginekologi” Swiss Belhotel Borneo Banjarmasin, 3 Nopember 2007

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF