White Book Rscm
September 25, 2017 | Author: deviarianti | Category: N/A
Short Description
dsgdgd...
Description
Latar Belakang Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia diawali Perawat (verpleger) di bantu oleh penjaga orang sakit (zieken oppaser) bekerja pertama kali di RS binnen Hospital Jakarta (1799) dengan tugas memelihara kesehatan, staf dan tentara belanda, sehingga terbentuk dinas kesehatan tentara dan dinas kesehatan rakyat Raffles (penjajahan inggris) memberi perhatian pada kesehatan rakyat dengan motto kesehatan adalah milik manusia. pada tahun 1819 mulai berdiri rumah sakit di Jakarta Stadsverband sekarang dikenal dengan RSCM. Pada tahun 1942 - 1945 terjadi kekalahan sekutu dan kedatangan tentara jepang dan dunia, keperawatan mengalami kemunduran. Pada tahun 1949 telah banyak berdiri rumah sakit dan balai pengobatan, pada tahun 1952 didirikan sekolah perawat, tahun 1962 didirikan pendidikan keperawatan setara diploma, tahun 1985 dibuka pendidikan keperawatan setara sarjana yakni S1 keperawatan Universitas Indonesia, serta perawat spesialis yang sudah ada saat, dengan makin majunya dunia keperawatan disertai dengan perkembangan teknologi maka perawat diharapkan untuk lebih dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan. Paradigma yang kemudian terbentuk karena kondisi ini adalah pandangan bahwa perawat merupakan bagian dari dokter.Dengan demikian, dokter berhak “mengendalikan” aktivitas perawat terhadap pasien.Perawat menjadi perpanjangan tangan dokter dan berada pada posisi submisif.Kondisi seperti ini sering kali ditemui dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.Salah satu penyebabnya adalah masih belum berfungsinya sistem kolaborasi antara dokter dan perawat dengan benar.Asuhan keperawatan yang diberikan pun sepanjang rentang sehatsakit.Dengan demikian, perawat adalah pihak yang paling mengetahui perkembangan kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh dan bertanggung jawab atas pasien. Sudah selayaknya jika profesi kesehatan lain meminta “izin” terlebih dahulu kepada perawat sebelum berinteraksi dengan pasien. Hal yang sama juga berlaku untuk keputusan memulangkan pasien. Pasien boleh pulang setelah perawat menyatakan kondisinya memungkinkan. Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan pelayanan kesehatan guna untuk meningkatkan kesehatan bagi
masyarakat.Keperawatan sudah ada sejak manusia itu ada dan hingga saat ini profesi keperawatan berkembang dengan pesat dan keperawatan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan etika keperawatan.Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.Tenaga keperawatan secara keseluruhan jumlahnya mendominasi tenaga kesehatan yang ada, dimana keperawatan memberikan konstribusi yang unik terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang relatif, berkelanjutan, koordinatif dan advokatif.Keperawatan sebagai suatu profesi menekankan kepada bentuk pelayanan profesional yang sesuai dengan standar dengan memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik. B. Peraturan internal staf keperawatan atau Nursing Staff Bylaws (NSBL)adalah : merupakan peraturan penyelenggaraan profesi staf keperawatan dan mekanisme tata kerja Komite Keperawatan.Staf keperawatan adalah meliputi tenaga keperawatan dan tenaga bidan.Peraturan ini dirasakan penting karena staf keperawatan merupakan jumlah terbesar dari tenaga kesehatan yang berada di rumah sakit, memiliki kualifikasi berjenjang dan sebagai profesi yang berhubungan langsung dengan klien dan keluarganya. merupakan acuan dan sebagai dasar hukum yang sah bagi komite keperawatan dan direktur rumah sakit dalam hal pengambilan keputusan tentang staf keperawatan termasuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban komite keperawatan kepada direktur utamaRSUP Nasional Dr. Cipto Mangunksumo mengenai profesionalisme staf keperawatan di rumah sakit. Tidak mengatur pengelolaan rumah sakit namun pengaturan utamanya adalah tentang kewenangan klinis, penugasan klinis, mekanisme mempertahankan, mendisiplinkandan membina perawat sebagaitenaga professional keperawatan. Untuk memastikan agar hanya staf keperawatan yang kompeten sajalah yang boleh melakukan asuhan keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunksumo. Hal ini untuk melindungi pasien agar
mendapatkan pelayanan yang aman, yang mengacu pada prinsipprinsip keselamatan pasien (patient safety). C. Manfaat Peraturan internal staf keperawatan atau Nursing Staf By Laws (NSBL): 1. Sarana untuk menjamin mutu keperawatan 2. Menentukan katagori pelimpahan kewenangan yang jelas yaitu delegasi atau mandate terhadap intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat dan bidan di rumah sakit. 3. Komite keperawatan dapat menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik melalui mekanisme kredensial, peningkatan mutu profesi, dan penegakan etik dan disiplin profesi perawat dan bidan di RSCM. 4. Sebagai acuan bagi Direktur dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perawat dan bidan oleh Komite Keperawatan 5. Sebagai acuan bagi Direktur dalam menyusun kebijakan dan prosedur dibidang klinis/Medik, penunjang medik, keperawatan, uraian tugas dalam menyelenggarakan kegiatan keperawatan. 6. Sarana untuk menjamin efektifitas, efesiensi dan mutu Keperawatan. Sarana perlindungan hukum bagi semua keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan internal staf keperawatan yang dimaksud dengan : 1. Peraturan internal staf keperawatan (Nursing Staff Bylaws) adalah aturan yang mengatur tata kelola klinik untuk menjaga profesionalisme tenaga keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo; 2. Rumah Sakit adalah Badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo: 3. Komite keperawatan adalah wadah non struktural rumah sakit yang mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme staf keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi. 4. Keperawatan/ kebidanan adalah kegiatan pemberian asuhan
keperawatan/ kebidanan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun sehat. 5. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik sehat maupun sakit. 6. Praktik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. 7. Asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi perawat denganpasien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian pasien dalam merawat dirinya. 8. Staf keperawatan RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo adalah seluruh perawatdan bidan yang bekerja di RSCM. 9. Kewenangan klinis adalah uraian intervensi keperawatan yang dilakukan oleh staf keperawatan sesuai dengan area prakteknya. 10.Penugasan klinis adalah penugasan yang diberikan oleh direktur utama RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumoterhadap staf keperawatan untuk melakukan asuhan keperawatan atau asuhan kebidanan berdasarkan daftar kewenangan klinis. 11.Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis. 12.Rekredensial adalah proses revaluasi terhadap staf keperawatan yang telah memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut. 13.Profesionalisme adalah sifat profesional dari seseorang yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus meliputi integritas diri, kejujuran, budi pekerti dan bersedia memenuhi sesuai dengan standar etik. 14.Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien serta sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan. 15.Asesmen kompetensi / uji kompetensi adalah suatu proses penilaian terhadap perawat yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang sesuai dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan. 16.Panitia Ad Hoc adalah panitia yang dibentuk oleh komite keperawatan untuk membantu melaksanakan tugas komite keperawatan dalam masa tugas tertentu. 17.Mitra bestari (Peer Group) adalah kelompok staf keperawatan dengan reputasi dan kompetensi profesi yang baik untuk menelaah segala sesuatu yang terkait dengan profesi keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo; 18.Pelimpahan wewenang delegatif adalah melakukan sesuatu tindakan medis diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab. 19.Pelimpahan wewenang secara mandate
Bab II tujuan . Sebagai pilar utama akuntabilitas kinerja profesional dan etika anggota. 2. Menjamin agar staf keperawatan dan tata laksana klinis pasien di rumah sakit dilaksanakan sesuai standar pelayanan dan dengan efisien yang tinggi. 3. Memungkinkan peran serta staf keperawatan dalam pembuatan kebijakan serta perencanaan rumah sakit. 4. Staf keperawatan dapat berperan serta dalam pendidikan dan pelatihan Keperawatan; 5. Staf keperawatan dapat berperan serta dalam pendidikan profesional pelayanan kesehatan secara berkelanjutan; 6. Menjamin bahwa tingkat keperawatan terus meningkat dengan menerapkan kaidah ilmiah dalam praktik dengan pertimbangan etika. 7. Dimilikinya suatu tatanan peraturan dasar yang mengatur staf keperawatan atau Nursing Staf Bylaws (NSBL) di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunksumo; 8. Meningkatkan profesionalisme staf keperawatan di RSUP
Nasional Dr. Cipto Mangunksumo; 9. Mengembangkan dan meningkatkan mutu profesi staf keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo: 10.Menegakan etik dan disiplin profesi staf keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunksumo; 11.Menjamin agar perawatan pasien di rumah sakit dilaksanakan secara efesien dan dengan standar yang tinggi: 12.Memberikan dasar hukum bagi mitra bestari dalam pengambilan keputusan profesi melalui komite keperawatan.
BAB III WEWENANG KLINIS Pasal 3 Tata cara penentuan wewenang klinis (clinical privilege) : 1. Wewenang klinis staf keperawatan sesuai dengan kompetensinya yang ditetapkan oleh direksi. 2. Dalam penetapan wewenang klinis tersebut, direksi mendapatkan rekomendasi dari komite keperawatan yang dibantu oleh mitra bestari (peer group) sebagai pihak yang paling mengetahui masalah keprofesian yang bersangkutan. 3. Wewenang klinis setiap staf keperawatan dapat berbeda, walaupun mereka memiliki area klinis yang sama. 4. Rincian kewenangan klinis setiap area kekhususan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo ditetapkan oleh komite keperawatan, dengan berpedoman pada referensi intervensi keperawatan (NIC) Bulechek Gloria M. At all (2013) yang sesuai dengan tindakan keperawatan yang ada di RSCM, apabila kolegium spesialisasikeperawatan di Indonesia telah menetapkan standar kompetensi yang baku maka rincian kewenangan klinis kolegium spesialisasi. 5. Komite keperawatan wajib menetapkan dan mendokumentasi syaratsyarat yang terkait kompetensi yang dibutuhkan untuk melakukan pelayanan keperawatanyang mengacu kepada jenjang karir keperawatan, apabila kolegium spesialisasi keperawatan di Indonesia telah menetapkan
persyaratan yang baku maka persyaratan yang yang terkait kompetensi akan berpedoman pada kolegium spesilaisasi keperawatan. 6. Komite Keperawatan menyusun “buku putih” (white paper) untuk pelayanan keperawatan tertentu dengan melibatkan mitra bestari (peer group) dari beberapa area kekhususan serta spesialisasi terkait. Selanjutnya pemberian wewenang klinis (clinical privilege) kepada staf keperawatan yang akan melakukan tindakan tertentu tersebut mengacu pada “buku putih” (white paper) yang telah disusun bersama. 7. Wewenang klinik seorang staf keperawatan tidak hanya didasarkan pada kredensial terhadap kompetensi keilmuan dan keterampilannya saja, akan tetapi juga didasarkan pada kesehatan jasmani, kesehatan mental, dan perilaku (behavior) staf keperawatan tersebu
BAB IV PENUGASAN KLINIS (Clinical Appointment) Pasal 4 Tata cara penentuan penugasan klinis(clinical appointment): 1. Rumah sakit bertugas mengatur wewenang klinis setiap staf keperawatan agar staf keperawatan dapat melaksanakan tugasnya dengan kualitas yang baik. 2. Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik, semua pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh setiap staf keperawatan di rumah sakit dilakukan atas penugasan klinis oleh Direksi. 3. Penugasan klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian wewenang klinis oleh Direksi melalui penerbitan surat penugasan klinis kepada staf keperawatan. 4. Surat penugasan klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direksi setelah mendapat rekomendasi dari Komite Keperawatan. 5. Rekomendasi komite keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan setelah dilakukan proses kredensial. 6. Dengan memiliki surat penugasan klinis maka seorang staf
keperawatan tergabung dalam anggota kelompok staf keperawatan yang memiliki wewenang klinis untuk melakukan pelayanan keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. 7. Dalam keadaan tertentu atau darurat Direksi dapat pula menerbitkan surat penugasan klinis sementara (temporary clinical appointment) tanpa rekomendasi Komite Keperawatan, misalnya untuk konsultan tamu yang diperlukan sementara oleh RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. 8. Direksi dapat mengubah, membekukan untuk waktu tertentu, atau mengakhiri penugasan klinis seorang staf keperawatan berdasarkan pertimbangan Komite Keperawatan atau alasan tertentu. 9. Dengan dibekukan atau diakhirinya penugasan klinis, seorang staf keperawatan tidak berwenang lagi melakukan pelayanan keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo BAB V TUGAS DAN WEWENANG Pasal 5 (1) Dalam menyelenggarakan praktik keperawatan di rumah sakit perawat bertugas sebagai : a. pemberi asuhan keperawatan; b. pengelola Pelayanan Keperawatan; c. peneliti Keperawatan; d. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; (2) Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit, perawat berwenang : a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien/pasien b. Menetapkan masalah keperawatan c. Merencanakan tindakan keperawatan d. Melaksanakan tindakan keperawatan e. Melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan; (3) Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola pelayanan keperawatan, perawat berwenang : a. Melakukan pengkajian, menetapkan maslah keperawatyan; b. Merencankana, melaksanakan dan mengevaluasi pelaynan keperawatan; dan
c. Mengelola kasus (4) Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti keperawatan, perawat berwenang; a. Melakukan penelitian sesuai dengan standar etika b. Menggunakan sumber daya pada fasilitas rumah sakit atas izin pimpinan; c. Menggunakan pasien sebagai subyek penelitian sesuai etika profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 (1) Pelaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf d, hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melalukan evaluasi pelkasanaannya. (2) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara delegatif atau mandate. (3) Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan oleh tenaga medis kepada perawat diserttai pelimpahan tanggung jawab. (4) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) hanya dapat diberikan kepada perawat profesi atau perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan. (5) Pelimpahan wewenang secara mandate diberikan oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dibawah pengawasan. (6) Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandate sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang. (7) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perawat berwenang : a. Melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas pelimpahan wewenang delegatif tenaga medis. b. Melakukan tindakan medis dibawah pengawasan atas pelimpahan wewennag mandate;
HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Pasal 7 Perawat dalam menjalankan Praktik keperawatan di rumah sakit berhak : a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari paisen dan/atau keluarganya. c. Menerima imbalan jasa atas pelayanan keperawatan yang diberikan. d. Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentauan perundang-undangan; dan e. Memperoleh fasilitas kerja sesuai standar. Pasal 8 Perawat dalam melaksnakan praktik keperawatan di rumah sakit berkewajiban : a. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan perundang-undangan; b. Merujuk pasien/klien yang tidak dapat ditangani kepada perawat atau tenaga medis serta tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya. c. Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar d. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas dan mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada pasien/klien dan /atau keluarganya sesuai dengan batas kewenanganannya. e. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga medis maupun tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi perawat Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Klien Pasal ….. Dalam prakttik keperawatan, klien berhak : a. Mendapatkan informasi secara, benar, jelas dan jujur tentang tindakan
keperawatan yang akan dilakukan b. Meminta pendapat perawat lain dan/atau tenaga medis serta tenaga kesehatan lainnya; f. Mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Member persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan yang akan diterimanya; dan d. Memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya. Pasal 9 Pengungkapan rahasia kesehatan klien sebagaimana dimaksud dalam pasl 8 huruf d dilakukan atas dasar : a. Kepentingan kesehatan klien b. Pemenuhan permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka penegakkan hukum. c. Persetujuan klien sendiri d. Kepentingan pendidikan dan penelitian; dan e. ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 10 Dalam praktik keperawatan, klien berkewajiban : a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya. b. Mematuhi nasehat dan petunjuk perawat c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di rumah sakit d. Member imbalan jasa ke rumah sakit atas pelayanan yang diterima BAB VII KOMITE KEPERAWATAN Pasal 11 (1) Komite Keperawatan merupakan organisasi non struktural yang dibentuk oleh Direktur Utama RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Ketua, Sekretaris Komite Keperawatan ditetapkan oleh Direktur Utama. (2) Jumlah Sub komite diusulkan oleh Ketua Komite Keperawatan dan ditetapkan oleh Direksi.
(3) Mekanisme pengambilan keputusan di bidang keprofesian dalam setiap kegiatan Komite Keperawatan dilaksanakan secara sehat dengan memerhatikan azas kolegialitas. (4) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya komite Keperawatan melibatkan mitra bestari untuk mengambil keputusan profesional. (5) Rumah sakit bersama Komite Keperawatan menyiapkan daftar mitra bestari yang meliputi berbagai macam bidang ilmu Keperawatan sesuai kebutuhan. Pasal 12 Keanggotaan Komite Keperawatan (1) Susunan organisasi Komite Keperawatan sekurang-kurangnya terdiri atas: a. Ketua; b. Sekretaris; dan c. Sub komite. (2) Keanggotaan Komite Keperawatan ditetapkan oleh direksi dengan mempertimbangkan sikap profesional, reputasi dan perilaku. (3) Anggota Komite Keperawatan terbagi dalam sub komite. (4) Sekretaris Komite Keperawatan dan Ketua Sub Komite ditetapkan oleh Direksi berdasarkan rekomendasi dari Ketua KomiteKeperawatan dengan memperhatikan masukan dari staf keperawatan yang bekerja di rumah sakit. (5) Sub komite yang dimaksud adalah: a. Sub Komite Kredensial bertugas menapis profesionalisme staf keperawatan; Pasal 13 (1) Secara umum Komite Keperawatan berfungsi untuk meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan RSCM dengan cara : a. Melakukan Kredensial bagi seluruh tenaga keperawatan yang akan melakukan pelayanan keperawatan dan kebidanan: b. Memelihara mutu profesi tenaga keperawatan: c. Menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi tenaga keperawatan. (2) Dalam melaksanakan fungsi Kredensial, Komite Keperawatan memiliki
tugas sebagai berikut: a. Menyusun daftar rincian Kewenangan Klinis dan Buku Putih; b. Melakukan verifikasi persyaratan Kredensial; c. Merekomendasikan kewenangan klinik tenaga keperawatan d. Merekomendasikan pemulihan Kewenangan Klinis; e. Melakukan kredensial ulang secara berkala sesuai waktu yang ditetapkan; f. Melaporkan seluruh proses Kredensial kepada Ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada Direktur Medik dan Keperawatan; (3) Dalam melaksanakan fungsi memelihara mutu profesi, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut: a. Menyusun data dasar profil tenaga keperawatan sesuai area praktik; b. Merekomendasikan perencanaan pengembangan professional berkelanjutan tenaga keperawatan; c. Melakukan audit keperawatan dan kebidanan; d. Menfasilitasi proses pendampingan sesuai kebutuhan. (4) Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin dan etika profesi tenaga keperawatan, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut a. Melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan; b. Melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi tenaga keperawatan; c. Merekomendasikan penyelesaian masalah pelanggaran disiplin dan masalah etik dalam kehidupan profesi dan pelayanan asuhan keperawatan, kebidanan dan asuhan keperawatan gigi; d. Merekomendasikan pencabutan Kewenangan Klinis; e. Memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan etis dalam asuhan keperawatan, kebidanan dan asuhan keperawatan gigi. (5) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komite keperawatan memiliki kewenangan, sebagai berikut : a. Memberikan rekomendasikan rincian Kewenagnan Klinis; b. Memberikan rekomendasi rincian perubahan Kewenangan Klinis; c. Memberikan rekomendasikan penolakan kewenangan Klinis tertentu; d. Memberikan rekomendasi surat penugasan Klinis.
e. Memberikan rekomendasikan tindak lanjut audit keperawatan dan kebidanan; f. Memberikan rekomendasikan pendidikan berkelanjutan tenaga keperawatan; g. Memberikan rekomendasikan pendampingan dan memberikan tindakan disiplin. Pasal 14 Wewenang komite keperawatan a. Memberikan rekomendasi rincian wewenang klinik; b. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinik; c. Memberikan rekomendasi penolakan wewenang klinik tertentu; d. Memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian wewenang klinik; e. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit klinik; f. Memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan berkelanjutan; g. Memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring); dan h. Memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin Pasal 15 Kedudukan Komite Keperawatan (1) Direksi menetapkan kebijakan, prosedur dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan tugas dan fungsi Komite Keperawatan; (2) Komite Keperawatan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. (3) Hubungan antara direksi dengan Komite Keperawatan terbatas pada hal yang berkaitan dengan profesionalisme staf keperawatan. (4) Hal-hal yang terkait dengan pengelolaan rumah sakit dan sumber dayanya dilakukan sepenuhnya oleh Direksi. (5) Direksi bekerja sama dengan Komite Keperawatan menyusun peraturan layanan keperawatan (nursing staff rules and regulation) agar menjamin pelayanan yang profesional mulai saat pasien masuk rumah sakit hingga keluar rumah sakit. Pasal 16 (1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan dapat dibantu oleh panitia ad hoc. (2) Panitia ad hoc ditetapkan oleh Direksi berdasarkan usulan Komite Keperawatan.
(3) Panitia ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berasal dari daftar mitra bestari yang ditetapkan oleh rumah sakit. (4) Mitra Bestari yang dimaksud dalam ayat (3) dapat berasal dari rumah sakit lain, PPNI/IBI, dan atau institusi pendidikan Keperawatan/Kebidanan. Pasal 17 (1) Anggota komite Keperawatan berhak memperoleh insentif sesuai dengan kemampuan keuangan RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. (2) Pelaksanaan kegiatan Komite Keperawatan didanai dengan anggaran RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 17 Pasal 18 Pembinaan dan Pengawasan Komite Keperawatan (1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Komite Keperawatan dilakukan oleh Direktur Utama sesuai dengan tugas dan fungsi masingmasing. (2) Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan kinerja Komite Keperawatan dalam rangka menjamin mutu pelayanan keperawatan dan keselamatan pasien di rumah sakit dan dilaksanakan melalui: a. advokasi, sosialisasi dan bimbingan teknis; b. pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; c. monitoring dan evaluasi. Pasal 19 Rapat-Rapat Komite Keperawatan (1) Rapat Komite Keperawatan terdiri atas rapat rutin, rapat khusus, dan rapat tahunan. (2) Rapat rutin adalah rapat yang memantau dan mengendalikan seluruh kegiatan komite keperawatan yang diselenggarakan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) kali dalam 1(satu) tahun. (3) Rapat khusus bertujuan untuk membahas dan memutuskan segala hal yang dianggap perlu di luar rapat rutin dan dapat
diselenggarakan setiap saat. (4) Rapat tahunan bertujuan untuk melakukan evaluasi kinerja komite keperawatan selama setahun dan menetapkan kegiatan tahunan (5) Rapat dianggap sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh anggota dan hal ini dinyatakan sebagai sudah memenuhi kuorum. (6) Bilamana rapat sudah dibuka secara resmi dan belum memenuhi kuorum maka rapat ditunda selama 30 menit, selanjutnya rapat dinyatakan sah dengan tanpa memperhatikan kuorum (7) Hasil rapat dituangkan dalam risalah rapat BAB … SUB KOMITE KREDENSIAL Pasal 20 Tujuan (1) Tujuan Umum Subkomite Kredensial adalah untuk melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf keperwatan yang akan melakukan pelayanan keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki kompetensi sesuai dengan white paper. (2) Tujuan Khusus Subkomite Kredensial adalah: a. Memastikan staf keperawatan yang profesional dan akuntabel bagi pelayanan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. b. Menyusun jenis-jenis wewenang klinis bagi setiap staf keperawatan yang melakukan pelayanan keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo sesuai dengan cabang ilmu keperawatan/kebidanan yang ditetapkan oleh Kolegium Keperawatan/Kebidanan. c. Memberikan masukan pada Komite Keperawatan untuk merekomendasi penerbitan penugasan klinis bagi setiap staf keperawatan untuk melakukan pelayanan keperawatan di rumah sakit. d. Menjamin terjaganya reputasi dan kredibilitas para staf keperawatan dan institusi rumah sakit di hadapan pasien, penyandang dana, dan pemangku kepentingan (stakeholders) lain rumah sakit. Pasal 21 (1) Sub Komite Kredensial terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang staf keperawatan yang memiliki surat penugasan klinik (clinical appointment) di rumah sakit, berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.
(2) Pengorganisasian Sub Komite Kredensial sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua Komite Keperawatan. Pasal 22 Standar Kompetensi (1) Untuk menjaga keselamatan pasien, maka dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, seorang staf keperawatan wajib menjaga standar kompetensi dengan melakukan uji standar kompetensi sesuai ketentuan kolegium. (2) Apabila standar kompetensi belum terbentuk maka dapat mengacu kepada Pedoman Kompetensi Rumah Sakit. (3) Kompetensi meliputi 2 aspek: a. Kompetensi profesi perawat terdiri atas pengetahuan, ketrampilan dan perilaku profesional. b. Kompetensi fisik dan mental. (4) Rumah sakit sebagai penyelenggara uji standar kompetensi staf keperawatan, wajib melakukan verifikasi sertifikat kompetensi terhadap keabsahan bukti kompetensi seseorang dan menetapkan wewenang klinis untuk melakukan pelayanan keperawatan dalam lingkup area kekhususan atau spesialisasi tersebut. (5) Seorang staf keperawatan dinyatakan kompeten, wajib melalui suatu proses kredensial yang dilakukan oleh rumah sakit. (6) Apabila seorang staf keperawatan dinyatakan kompeten maka rumah sakit berhak menerbitkan ijin bagi yang bersangkutan untuk melakukan serangkaian pelayanan keperawatan tertentu di rumah sakit, sesuai dengan wewenang kliniknya (clinical privilege). (7) Tanpa adanya wewenang klinis tersebut, seorang staf keperawatan tidak diperkenankan melakukan pelayanan keperawatan di rumah sakit. (8) Luasnya lingkup wewenang klinis seorang perawat/bidandapat berbeda dengan sesama koleganya dalam spesialisasi yang sama berdasarkan hasil proses kredensial. (9) Apabila seorang staf keperawatan telah melakukan pelayanan keperawatan yang membahayakan pasien, maka penugasan klinis seorang staf keperawatan tersebut dapat diakhiri untuk suatu periode
tertentu (suspend), atau dilakukan modifikasi (perubahan) terhadap penugasan klinisnya sehingga yang bersangkutan hanya diperkenankan untuk melakukan pelayanan keperawatan tertentu, atau diakhiri hubungan kerjanya. (10) Tata cara usulan pengakhiran dan modifikasi penugasan klinis tersebut di atas ditetapkan oleh Direktur atas usulan Komite Keperawatan yang akan dituangkan dalam peraturan tersendiri. (11) Apabila dipandang perlu, Direktur Rumah Sakit berhak menentukan kebutuhan dan penambahan staf keperawatan, dalam hal ini Direktur Rumah Sakit dapat meminta Komite Keperawatan untuk melakukan kajian kompetensi terhadap calon staf keperawatan yang dibutuhkan. Pasal 23 Kegiatan Kredensial (1) Proses kredensial dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, objektif, sesuai prosedur/ketentuan yg berlaku dan terdokumentasi dengan baik. (2) Rangkaian kegiatan proses kredensial diatur sebagai berikut: - Menyusun tim mitra bestari - Melakukan penilaian kompetensi seorang staf keperawatan yang meminta wewenang klinik tertentu. - Sub Komite Kredensial menyiapkan instrumen-instrumen, meliputi: a. Kebijakan tentang kredensial dan wewenang klinis. b. Pedoman penilaian kompetensi klinis c. Formulir (3) Ketentuan dan Peraturan Pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam pasal …. ayat 2 tersebut di atas, akan diatur dalam ketentuan tersendiri yang ditetapkan oleh Direktur Utama. (4) Pada akhir proses kredensial Komite Keperawatan menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Utama tentang lingkup wewenang klinis seorang staf keperawatan. Pasal 24 1) Subkomite kredensial melakukan rekredensial bagi setiap staf keperawatan dalam hal: a. masa berlaku surat penugasan klinik (clinical appointment) yang
dimiliki oleh staf keperawatan telah habis masa berlakunya (paling lama 3 tahun) b. staf keperawatan yang bersangkutan diduga melakukan kelalaian terkait tugas dan kewenangannya; c. staf keperawatan yang bersangkutan diduga terganggu kesehatannya, baik jasmani maupun mental. (2) Dalam proses rekredensial Sub Komite Kredensial dapat memberikan rekomendasi: a. kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan; b. kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah; c. kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi; d. kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk waktu tertentu; e. kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/dimodifikasi; f. kewenangan klinis yang bersangkutan diakhiri. (3) Subkomite kredensial wajib melakukan pembinaan profesi melalui mekanisme pendampingan (proctoring) bagi staf keperawatan yang kewenangan kliniknya ditambah atau dikurangi. BAB…. SUBKOMITE MUTU PROFESI Pasal 25 Tujuan Tujuan Sub Komite Mutu Profesi dalam menjaga mutu profesi keperawatan adalah: (1) Memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf keperawatan yang berkualitas, kompeten, etis, dan profesional; 2) Memberikan azas keadilan bagi staf keperawatan untuk memperoleh kesempatan memelihara kompetensi (maintaining competence) dan wewenang klinik (clinical privilege); (3) Mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan (medical mishaps); (4) Memastikan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan oleh staf keperawatan melalui upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja
profesi yang berkesinambungan (on-going professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focused professional practice evaluation). Pasal 26 Keanggotaan Sub Komite Mutu Profesi (1) Subkomite Mutu Profesi RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang staf keperawatan yang memiliki surat penugasan klinis (clinical appointment) di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. (2) Subkomite Mutu Profesi sekurang-kurangnya terdiri atas Ketua, Sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua Komite Keperawatan. Pasal 27 Audit Klinis (1) Direktur berhak menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh mekanisme kerja Subkomite Mutu Profesi berdasarkan atas masukan Komite Keperawatan. (2) Direktur bertanggungjawab atas tersedianya berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara. (3) Audit klinis a. Audit klinis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit b. Audit klinis tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf keperawatan dalam satu kasus. c. Dalam hal terdapat laporan kejadian dengan dugaan kelalaian seorang staf keperawatan, mekanisme yang digunakan adalah mekanisme disiplin profesi, bukan mekanisme audit klinis. d. Audit klinis dilakukan dengan mengedepankan respek terhadap semua staf keperawatan (no blame culture) dengan cara tidak menyebutkan nama, tidak mempersalahkan, dan tidak mempermalukan. e. Audit klinis yang dilakukan oleh RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan kegiatan evaluasi profesi secara sistemik
yang melibatkan staf keperawatan yang terdiri atas kegiatan peerreview, surveillance dan assessment terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit. f. Dalam pengertian audit klinis tersebut di atas, rumah sakit, Komite Keperawatan atau masing-masing kelompok staf keperawatan dapat menyelenggarakan evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focused professional practice evaluation). g. Pelaksanaan audit klinis harus dapat memenuhi 4 (empat) peran penting, yaitu: 1) Sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing staf keperawatan pemberi pelayanan di rumah sakit; 2) Sebagai dasar untuk pemberian wewenang klinis (clinical privilege) sesuai kompetensi yang dimiliki; 3) Sebagai dasar bagi Komite Keperawatan dalam merekomendasikan pencabutan atau penangguhan wewenang klinis (clinical privilege); 4) Sebagai dasar bagi Komite Keperawatan dalam merekomendasikan perubahan/ modifikasi rincian wewenang klinis seorang staf keperawatan. h. Langkah-langkah pelaksanaan audit klinis dilaksanakan sebagai berikut ) Pemilihan topik yang akan dilakukan audit. 2) Penetapan standar dan kriteria. 3) Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit. 4) Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan. 5) Melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria. 6) Menerapkan perbaikan. 7) Rencana re-audit. (4) Tahapan Rekomendasi Pendidikan Berkelanjutan bagi staf keperawatan: a. Subkomite Mutu Profesi menentukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang harus dilaksanakan oleh masing-masing kelompok staf keperawatan dengan pengaturan-pengaturan waktu yang disesuaikan.
b. Pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan kasus tersebut antara lain meliputi kasus kematian (death case), kasus sulit, maupun kasus langka. c. Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai risalah (notulensi), kesimpulan dan daftar hadir peserta yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi. d. Notulensi beserta daftar hadir menjadi dokumen/arsip dari Sub Komite Mutu Profesi. e. Subkomite Mutu Profesi bersama-sama dengan kelompok staf keperawatan fungsional menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang akan dibuat oleh subkomite mutu profesi yang melibatkan staf keperawatan rumah sakit sebagai narasumber dan peserta aktif. f. Setiap kelompok staf keperawatan wajib menentukan minimal satu kegiatan ilmiah yang akan dilaksanakan dengan subkomite mutu profesi per tahun. g. Subkomite Mutu Profesi bersama dengan Bagian Pendidikan dan Pelatihan rumah sakit memfasilitasi kegiatan tersebut. h. Subkomite Mutu Profesi menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang dapat diikuti oleh masing-masing staf keperawatan setiap tahun. i. Subkomite Mutu Profesi memberikan persetujuan terhadap permintaan staf keperawatan sebagai asupan kepada direksi (5) Ketentuan dalam Proses Pendampingan (Proctoring) bagi Staf keperawatan yang membutuhkan. a. Subkomite mutu profesi menentukan nama staf keperawatan yang akan mendampingi staf keperawatan yang sedang mengalami sanksi disiplin/mendapatkan pengurangan clinical privilege. b. Komite Keperawatan berkoordinasi dengan Direksi memfasilitasi semua sumber daya yang dibutuhkan untuk proses pendampingan (proctoring) tersebut. BAB …. SUB KOMITE ETIK DAN DISIPLIN PROFESI Pasal 28 Tujuan Subkomite Etik dan Disiplin Profesi pada Komite Keperawatan RSUP
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dibentuk dengan tujuan: 1 Melindungi pasien dari risiko pelayanan staf keperawatan yang tidak memenuhi syarat (unqualified) dan tidak layak (unfit/unproper) untuk melakukan asuhan klinis (clinical care). 2 Memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf keperawatan di rumah sakit. Pasal 29 Keanggotaan (1)Subkomite etik dan disiplin profesi di rumah sakit terdiri atas sekurangkurangnya 3 (tiga) orang staf keperawatan yang memiliki surat penugasan klinis(clinical appointment) di rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. (2)Pengorganisasian subkomite etik dan disiplin profesi sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite keperawatan. Pasal 30 (1) Setiap staf keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan di rumah sakit harus menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme keperawatan yang baik, agar pasien memperoleh asuhan keperawatan yang aman dan efektif. (2) Upaya peningkatan profesionalisme staf keperawatan dilakukan dengan melaksanakan program pembinaan profesionalisme keperawatan dan upaya peningkatan disiplin dan perilaku profesional staf keperawatan di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. (3) Apabila dalam penanganan asuhan keperawatan dijumpai kesulitan dalam pengambilan keputusan etis maka dapat dibentuk Tim yang dapat membantu memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis tersebut. (4) Pelaksanaan dan keputusan Subkomite Etik dan Disiplin Profesi yang diatur dalam ketentuan ini tidak terkait atau tidak ada hubungannya dengan proses penegakan disiplin profesi perawat di lembaga pemerintah, penegakan etika keperawatan di organisasi profesi, maupun penegakan hukum. (5) Pengaturan dan penerapan penegakan disiplin profesi bukan
merupakan penegakan disiplin kepegawaian sebagaimana diatur dalam tata tertib kepegawaian pada umumnya. (6) Landasan kerja Sub Komite Etik dan Disiplin Profesiadalah: a. Peraturan internal rumah sakit; b. Peraturan internal staf keperawatan; c. Etik rumah sakit; d. Norma etika medik dan norma-norma bioetika. (7) Tolok ukur dalam upaya pendisiplinan perilaku profesional staf keperawatan, antara lain: a. Pedoman pelayanan keperawatan di rumah sakit; b. Prosedur kerja pelayanan di rumah sakit; c. Daftar wewenang klinis di rumah sakit; d. Pedoman syarat-syarat kualifikasi untuk melakukan pelayanan keperawatan(white paper) di rumah sakit; e. Kode etik Keperawatan Indonesia; f. Pedoman perilaku profesional keperawatan (buku penyelenggaraan praktik keperawatan yang baik); g. Pedoman pelanggaran disiplin keperawatan yang berlaku di Indonesia; h. Pedoman pelayanan keperawatan/klinis; i. Standar prosedur operasional asuhan keperawatan. Pasal 31 Kedudukan (1) Direksi menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh mekanisme kerja Subkomite disiplin dan etik profesi berdasarkan masukan Komite Keperawatan. (2) Direksi bertanggung jawab atas tersedianya berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara. (3) Penegakan disiplin profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk oleh ketua Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi. (4) Panel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas 3 (tiga) orang staf keperawatan atau lebih dalam jumlah ganjil dengan susunan 1 (satu) orang dari subkomite etik dan disiplin profesiyang memiliki disiplin ilmu yang berbeda dari yang diperiksa dan 2 (dua) orang atau lebih staf keperawatan dari disiplin ilmu yang sama dengan yang diperiksa dapat
berasal dari dalam rumah sakit atau luar rumah sakit (5) Anggota panel yang berasal dari luar rumah sakit ditetapkan atas persetujuan Direktur Utama. Pasal 32 (1) Upaya pendisiplinan prilaku profesional dilakukan melalui mekanisme pemeriksaan berdasarkan laporan yang berasal dari perorangan maupun non perorangan. (2) Laporan yang berasal dari perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya yaitu: a. Manajemen rumah sakit. b. Staf keperawatan. c. Tenaga kesehatan. d. Tenaga non kesehatan. e. Pasien atau keluarga pasien 3) Laporan yang berasal dari non perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diantaranya yaitu: a. Hasil konferensi kematian. b. Hasil konferensi klinis Pasal 33 (1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Pasal … ayat (1) dilakukan oleh Panel Pendisiplinan Profesi melalui proses pembuktian yang dicatat oleh petugas sekretariat Komite Keperawatan. (2) Dalam proses pemeriksaan Panel dapat menggunakan keterangan ahli sesuai kebutuhan. (3) Seluruh pemeriksaan yang dilakukan oleh panel disiplin profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertutup. (4) Keputusan dan/atau hasil proses pemeriksaan bersifat internal dan rahasia. Pasal 34 Dalam menentukan dugaan pelanggaran disiplin profesi, panel memeriksa data dan keterangan yang bersumber dari: a. Kompetensi klinis; b. Penatalaksanaan kasus keperawatan; c. Pelanggaran disiplin profesi;
d. Ketidakmampuan bekerja sama dengan staf rumah sakit yang dapat membahayakan pasien; e. Penggunaan obat dan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan keperawatan di rumah sakit. Pasal 35 (1) Keputusan panel yang dibentuk oleh Sub Komite Etik dan disiplin profesidiambil berdasarkan suara terbanyak. (2) Apabila terlapor keberatan dengan keputusan panel, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan dengan memberikan bukti baru kepada Sub Komite Etik dan disiplin profesi.
View more...
Comments