April 27, 2019 | Author: Abdul Gofar | Category: N/A
Westlife - I Have A Dream
I have a dream, a song to sing To help me cope with anything If you see the wonder of a fairy tale You can take the future even if you fail I believe in angels Something good in everything I see I believe in angels When I know the time is right for me I'll cross the stream - I have a dream I have a dream, a fantasy To help me through reality And my destination makes it worth the while Pushing through the darkness still another mile I believe in angels Something good in everything I see I believe in angels When I know the time is right for me I'll cross the stream - I have a dream I'll cross the stream - I have a dream I hae a dream, a song to sing To help me cope with anything If you see the wonder of a fairy tale You can take the future even if you fail I believe in angels Something good in everything I see I believe in angels When I know the time is right for me I'll cross the stream - I have a dream I'll cross the stream - I have a dream LAB BIO
Eddy dan saya tegang sekali ketika kami diundang untuk mempresentasikan proyek kami. Berhubung Berhubung Eddy lebih lebih mantap dalam berbicara berbicara dan tidak gugup, gugup, maka dia akan menjadi pembicara, sementara saya akan menjadi asistennya saja. Kami berdua agak gugup karena banyak orang yang menyaksikan kami. Entah kenapa, proyek kami memenangkan juara pertama, dan kami harus memperagakan penelitian kami di depan mereka. Anehnya, yang hadir di tempat itu adalah pria semua. Tempat pertemuannya pun tertutup, berlokasi di sebuah hotel terkenal. "Baiklah, akan saya jelaskan tentang penelitian kami," kata Eddy, berdiri di mimbar, sementara saya bersiap di sampingnya. Selama hampir setengah jam, Eddy menjelaskan panjang lebar tentang penelitian kami. Ketika Ketika sesi tanya-jawab dimulai, dimulai, kami baru menyadari menyadari kenapa tidak ada perempuan yang hadir dalam acara itu. Seorang pria berusia 40-an berdiri dan mengajukan mengajukan pertanyaan. "Bagaimana cara kalian mengambil sperma? Apakah kalian saling mencoli kontol atau saling fellatio?" Tanpa malu, pria itu menggunakan kata 'kontol' dan 'coli'. Eddy dan saya langsung terkejut dengan pertanyaan itu. Tapi dengan tenangnya, Eddy berkata. "Kami saling bermasturbasi. Kami menemukan cara itu sangat santai dan menyenangkan. menyenangkan. Ada pertanyaan lain?" Seorang pria yang lain berdiri. "Kalau kalian menganggap penelitian itu menyenangkan, itu berarti kalian berdua terangsang?" terangsang?" "Ya, kami terangsang. Kalau tidak, kami takkan bisa menyemprotkan sperma kami," jawab Eddy, berusaha nampak tenang menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh tersebut. Diam-diam, kontolnya mulai ngaceng berat. Saya dapat melihat tonjolan di balik celananya dengan jelas dari tempatku berdiri. "Kami menginginkan peragaan langsung saat kalian mengambil sampel sperma kalian," minta seorang pria. "Peragakan bagaimana cara kalian saling bermasturbasi." Mendadak, seluruh penonton menjadi antusias, memaksa kami untuk memperagakannya. memperagakannya. Eddy dan saya akhirnya menuruti permintaan mereka, lagipula kami memang diharuskan untuk memperagakan sesuatu. Kami berdua sangat gugup. Dengan agak gemetaran, kami bergerak ke tengah panggung. Eddy mulai membuka celana panjangku. Saat celana panjangku merosot turun ke lantai, para hadirin bersorak ramai. Acara yang tadinya formal kini mulai berubah seperti acara strip-tease
homoseksual. Giliranku untuk melepas celana panjang Eddy, juga diiringi sorak meriah penonton. Demikianlah, pelan-pelan, kami menelanjangi tubuh kami. Entah kenapa, kami mulai berani dan percaya diri. Saat itu, Eddy dan saya sudah benar benar telanjang bulat bulat dengan kontol ngaceng. ngaceng. Kontol kami kami tertangkap kamera kamera dan ditayangkan di dalam monitor raksasa di belakang kami. Penonton berdecak kagum sambil berbisik-bisik. Beberapa di antara mereka mulai membuka pakaian mereka. Ada yang bertelanjang dada, ada yang merosotkan celana panjangnya, ada yang mengeluarkan kontol mereka, bahkan ada juga yang benar-benar bugil seperti kami. Eddy dan saya kini yakin bahwa kami telah diundang hadir dalam sebuah acara homoseksual berkedok penghargaan untuk untuk penelitian ilmiah. ilmiah. Kami sama sekali tidak merasa merasa tertipu. Bahkan kami merasa bangga sekali, dan sekaligus terangsang! ;) Beberapa pria mulai menyemangati kami. Rasa malu mulai meninggalkan kami. Saya sengaja meliuk-liukkan tubuhku agar para pria yang menonton menonton kami terangsang. terangsang. Kubungkukkan Kubungkukkan tubuhku dan dan memperlihatkan lubang anusku pada mereka. Serentak mereka bersorak sambil berdecak kagum. Di layar layar monitor raksasa terpampang terpampang jelas anusku anusku yang berkedutkedut. Eddy mendekatiku dan langsung menciumiku dengan bernafsu. Kusambut ciumannya dan penonton pun bersorak. Eddy sengaja memutar tubuhnya agar kamera dapat menangkap gerakan liar lidah kami. Eddy menciumku dengan penuh hasrat dan nafsu. Bibirku disedot-sedot dn lidahku dijilat-jilat. Air liur kami bercampur dan kami tidak merasa jijik sekalipun. Beberapa menit kemudian, adegan ciuman panas berakhir dan saya mulai bergerak turun. Bagaikan penari erotis homoseksual, saya meliuk-liukkan badanku seraya berjongkok. Pantatku Pantatku menghadap menghadap ke arah penonton, penonton, menggoda mereka untuk untuk menyodomiku. menyodomiku. Lidahku menjilat turun, menyapu tubuh Eddy yang hangat. Eddy mendesah-desah nikmat dan suaranya bergema keras di ruangan besar itu berkat mikropon besar yang bergantung di atas kami. Penonton juga ikut mendesah-desah seraya merangsang tubuh mereka sendiri. Bagi yang mempunyai partner, mereka tidak segan-segan 'make love' di tempat itu. Ada yang berciuman dan ada pula yang saling meraba-raba. "Aahh.. Oohh.. Hhoohh.. Aahh.." desah Eddy. Kembali suaranya dipantulkan ke setiap sudut ruangan oleh mikropon itu. Para penonton mendesah mendesah mengikutinya. mengikutinya. Kepala kontol Eddy Eddy sudah telanjur telanjur basah dengan cairan precum. Beberapa tetes precum telah berjatuhan ke atas lantai berkarpet. Buru buru saya memposisikan memposisikan lidahku di bawah kepala kontol kontol itu agar sisa precum dapat dapat terselamatkan. Mm.. Enak sekali. Lidahku menyapunyapu menyapunyapu bagian bawah kepala kontolnya, membuat Eddy kembali mendesahkan kenikmatan yang dirasakannya. "Oohh.. Hhoosshh.. Aahh.." Saya terus saja menjilati kepala kontol itu dan kuperas cairan kelelakiannya itu. Eddy mengerang-ngerang sambil menggenggam menggenggam pundakku. SLURP! SLURP! SLURP! Ah, nikmat sekali kontol Eddy. Precum-nya mengalir masuk ke dalam mulutku seiring dengan hisapanku. SLURP! SLURP. "Aahh.. Aahh.." erangnya, kontolnya semakin menegang. "Aahh.. Oohh.." Eddy mulai giat menggenjot mulutku. mulutku. Dengan pasif, saya hanya berjongkok di hadapannya dan membiarkannya membiarkannya memakai mulutku sebagai pelampiasan hasrat homoseksualnya. Precum yang membanjiri mulutku terasa semakin banyak seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan drastis pada tubuh Eddy mulai kurasakan. Napas yang semakin memburu dan kepala kontolnya yang membengkak adalah gejala-gejala dari orgasme. Eddy akan segera berejakulasi dan takkan dapat dihentikan. "Aahh.. Oohh.. Endy.. Aahh.. Gue mau.. Ngecret.. Aahh.. Bersiaplah.. Aahh.. Oohh.." Dan CCRROOTT!! CRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT! "AARRGGHH!! AARRGGHH!! OOHH!! UUGGHH!! AARRGGHH!!" Sperma Eddy ditembakkan bertubi-tubi tepat ke dalam kerongkonganku. Saya tak perlu bersusah-susah bersusah-susah untuk menelannya menelannya sebab pejuh hangat hangat itu langsung langsung meluncur ke dalam perutku. Penonton bersorak-sorak ramai dan menyemangati Eddy. Mereka senang sekali melihat Eddy ngecret di dalam mulutku. Kepuasan mereka dapat disamakan dengan kepuasan para penonton melihat bola ditendang masuk gawang dan gol. Eddy terus saja mengerang dan mengejang-ngejang. Tubuhnya Tubuhnya berkilat-kilat dengan keringat dan dadanya bergerak naik-turun. "Aahh.." Lalu Eddy menarik kontolnya keluar. Saya merasa seperti pelacur dengan pejuh di mulut saya, tapi saya suka. Tanpa malu, saya berbalik dan membiarkan kamera menyorot mulutku yang belepotan pejuh. Para penonton berdecak-decak berdecak-decak seraya berbisik-bisik. berbisik-bisik. Untuk acara berikutnya, pihak panitia menyediakan sebuah meja panjang yang kokoh. Sebuah kaemra tambahan juga di pasang di bagian atas panggung. Saya tidak pernha bermimpi bakal bakal menjadi bintang bintang porno homoseksual homoseksual dan disaksikan disaksikan banyak
orang. Ketenaran itu memang mengasyikkan. Dan tibalah untuk acara berikutnya. Eddy Eddy dan saya kembali kembali naik ke atas panggung. panggung. Saya berjalan agak mengangkang sebab di dalam anusku telah dipasang sebuah kamera mini. Kamera itu tersambung dengan monitor raksasa yang dikendalikan jarak jauh. Tujuannya Tujuannya adalah untuk mendapatkan mendapatkan gambaran gambaran close-up dari kontol kontol Eddy yang akan sibuk menghajar lubang anusku. Tubuhku agak menggigil. Bukan karena gugup, tapi karena AC ruangan itu yang terasa semakin dingin. Apalagi saya 'kan telanjang bulat. Para penonton menatap tubuhku dan Eddy dengan sorot bernafsu. Kini hampir sebagian besar dari para penonton sudah bertelanjang bulat. Sebagian mendapat partner kilat, sebagian lagi threesome atau orgy, dan sisanya lebih memilih untuk solo. Beberapa pria telanjang terlihat di antara bangku penonton sedang sedang sibuk menghisap menghisap kontol partner partner mereka masing-masing. masing-masing. Desahan-desahan cabul pun terdengar, padahal acara utamanya masih belum dimulai. Lampu di ruangan itu mulai diredupkan sementara lampu di panggung utama dinyalakan. Semua mata tertuju pada Eddy dan saya. Eddy telah membaringkan tubuh telanjangku di atas meja panjang yang telah disediakan. Kedua kakiku direntangkan lebar-lebar. Monitor raksasa langsung menayangkan posisis kami dari atas. Tampak wajahku tersenyum mesum dengan penuh antusiasme. Eddy berbisik padaku bahwa dia akan segera segera membor lubangku. lubangku. Saya mengangguk mengangguk dan bersiap untuk menerima kontolnya. Dan acara pun dimulai. Kontol Eddy yang menempel di lubang anusku mulai memaksa masuk. Rasanya agak sakit saat kepala kontol itu bergerak masuk. Anusku dipaksa untuk menelan kepala kontol itu. Rasa sakitku bertambah sebab kami tidak memakai pelicin. Bibir anusku anusku bergesekkan dengan dengan kontol Eddy Eddy dan saya pun mengerang. mengerang.
"AARRGGHH.." Selama bermenit-menit, Eddy berjuang untuk mendorong kontolnya masuk. Saya berusaha sekuatku untuk membuka anusku namun tetap saja susah. "AARRGGHH!!" Entah kenapa, kali ini terasa agak susah. Eddy yang mulai frustrasi langsung saja menyodomiku kuat-kuat, walaupun kontolnya belum masuk sepenuhnya. Jadi dia menyodomiku menyodomiku dengan kepala kontolnya saja. Rasanya tetap saja sakit dan nikmat. "AARRGGHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!" Saya menjerit-jerit sekuatkuat, meronta-ronta. Kudengar para penonton mulai berkasak-kusuk dan berkomnetar. "Oohh.. Hhoohh.. Aahh.." desah Eddy, terus memaksakan kontolnya. Sambil menyodomiku, menyodomiku, kontol itu terus bergerak maju. Lubang anusku ebrkedutkedut, menahan sakit. Terasa sekali bahwa bibir anusku mulai lecet. Meskipun tidak berdarah, sakitnya sangat terasa. Tapi saya malah sangat menikmatinya. Bukannya saya sado-masochist, tapi saya merasa nikmat sebab sakit itu ditimbulkan dari ngentotan kontol. Jadi tentu saja saya terangsang:. "AARRGGHH!!" Eddy berteriak saat lubangku akhirnya jebol. PLOP. "Hhoohh.. Hhoohh.. Hhoohh.." Eddy terus mendesah-desah, mendesah-desah, menahan kenikmatan yang tak terkira saat anusku menjepit batang kontolnya. Cairan precum mulai membanjiri membanjiri anusku untuk untuk melumasi jalan kontolnya. kontolnya. Di monitor raksasa, kini ditayangkan kontol Eddy yang sedang asyik menyodomiku. menyodomiku. Kamera mini did alam anusku telah dihidupkan dan menangkap setiap gerakan kontol Eddy. Saya, terengah-engah, menyaksikan monitor itu dan menjadi semakin terangsang. "Aahh.. Aahh.. Fuck me! oohh.. Ngentot.. Aahh.. Kontol.. Aahh.. Ngentotin gue.. Aahh.." Saya melontarkan kata-kata jorok seperti cowok murahan. "Aahh.. Oohh.." Para penonton mendesah-desah mendesah-desah melihat kontol Eddy menghajar anusku. Cipratan precum menempel di lensa kamera mini itu sehingga gambar di monitor menjadi agak kurang jelas.
"Aahh.. Oohh.. Eddy.. Aahh.. Gue.. Ngecret.. Aahh.." Dan kontolku pun menembakkan pejuhnya. CCRROTT!! CRROOTT!! CRROOTT!! CCRROOTT!! Badanku mengejang-ngejang dan menggeliat-geliat. Kontraksi otot anusku mencekik kontol Eddy dan membuatnya memuntahkan memuntahkan pejuhnya. "AARRGGHH!! OOHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!" erangku, terengahengah. CCROOTT!! CRROOTT!! Pejuhku menyembur menyembur ke atas dan mendarat kembali di atas wajah dan tubuhku. Tubuh Eddy juga terkena cipratan pejuh saya. Oh, pokoknya merangsang kontol, deh. Aahh.. CCRROOTT!! CRROOTT CRROOTT!! "AARRGGHH!!" Eddy mengerang keras sekali dengan kontolnya jauh di dalam badanku. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Dan Eddy-ku pun ngecret. "AARRGGHH!! OOHH!! AARRGGHH OOHH!!" Monitor raksasa menayangkan kontol Eddy yang memuncratkan pejuhnya di dalam anusku. Namun, gambarnya langsung berubah putih sebab kamera mini itu sudah dibanjiri pejuh Eddy yang putih dan hangat. Tayangannya pun segera diubah untuk menangkap ekspresi wajah Eddy yang kesakitan bercampur kenikmatan saat kontolnya berorgasme di dalam diriku. "AARRGGHH!!" CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Hampir pada saat yang bersamaan, dari barisan penonton terdengar erangan-erangan orgasme. "AARRGGHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!" Satu demi satu menggeliat-geliat. Bahkan muncratan pejuh sesekali terlihat dengan jelas. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT! "UUGGHH!! OOHH!! AARRGGHH!!" CCRROOTT!! CCRROOTT!! Para penonton berorgasme berorgasme dan berejakulasi. berejakulasi. Tanpa segan-segan, segan-segan, mereka menyuarakan kenikmatan mereka dan memuncratkan pejuh mereka. Ah, sungguh tak terbayangkan. Pelan-pelan, suasana mulai menjadi tenang kembali. Eddy membantuku bangun. Pejuhnya langsung meleleh keluar dari anusku yang menganga seperti angka 0. Aahh.. Suasana di ruangan mewah itu masih berbau pejuh dan keringat. Butuh hampir setengah jam sampai semua dari kami kembali berpakaian rapi. Sisa-sisa pejuh pun sudah sudah dibersihkan oleh tim kebersihan yang sengaja diewa oleh tim tim panitia. Eddy mengakhiri mengakhiri acara itu dengan dengan berkata. "Dan demikianlah penelitian kami tentang sperma. Saya harap Anda sekalian menikmatinya." Dan para penonton menyambutmnya dengan tepuk tangan yang riuh. Satu jam kemudian diisi dengan foto bersama dan salam-salaman. Eddy dan saya capek sekali saat semua hadirin telah meninggalkan ruangan itu. Tim panitia pun mendatangi kami. Kami diberitahu bahwa semua rekaman yang mereka ambil pada hari itu akan dikompilasikan menjadi sebuah video porno homoseksual dan akan dijual ke luar negeri. Kebayang gak sih? Jadi bintang gay porn dalam semalam? Mimpi apa kami semalam? ;) Sayangnya video porno itu tak bisa dipasarkan di dalam negeri dikarenakan KUHP anti homoseksual yang baru dan norma-norma kesusilaan dalam masyarakat kita. Beberapa bulan setelah video yang dinamakan Biology Project itu dipasarkan di Amerika dan Eropa, kami meraup banyak uang:) Seperti biasa, film yang sukses selalu diikuti dengan sekuel. Eddy dan saya telah dipastikan untuk tampil kembali dalam Biology Project bagian ke-2.
END
Saat kutolehkan kepalaku ke arah penonton, saya disuguhkan adegan-adegan adegan-adegan panas yang membuat membuat kontolku semakin ngaceng. ngaceng. Semua penonton kini kini asyik terlibat dalam adgan seks mereka masing-masing. masing-masing. Ada yang sibuk mengentot, ada yang dingentot, ada yang menghisap kontol, ada yang dihisap kontol, ada yang coli, ada yang asyik meraba-raba badannya. Semuanya sedang berhomoseks. berhomoseks. Sungguh sangat sangat erotis. "Aahh.. Oohh.. Aahh.." Suara desahan mereka bergema di ruangan itu dan dikencangkan lewat speaker. "Aahh.. Aahh.. Aahh.." Suasananya terlalu 'panas'. Saya tidak tahan lagi. Rasa nikmatku akibat disodomi kini bertambah berlipat ganda. Kurasakan anusku licin dengan precum Eddy. Kontolku yang ngaceng bergesekkan dengan perut Eddy yang rata. Kontolku berdenyut-denyut berdenyut-denyut sambil melelehkan precum. Aahh.. Saya tak tahan lagi. Anusku sedang disodokin kontol, kontolku dicoli'in perut Eddy, dan suasana di sekitarku penuh dengan kebejatan dan kecabulan. Siapa yang tahan.
Kenapa Harus Om-Om (by:
[email protected] [email protected] ) )
Sebelumx aq minta maaf bila cerita pengalaman aq ini tak berkenan soalnya baru pertama kali nie aq nulis nulis cerpen.Perkenalkan nm nm aq Madi_17th,masih Madi_17th,masih seorang pelajar pelajar kls 3 SMK d Banjarmasin.Tampang aq lumayan cakep N yg terutama manis gt,G sedikit ce2 pd naksir ma aq.Tp sayangnya aq berbeda dgn remaja_remaja lainnya,aq memiliki kcndrungan suka terhadap sejenis.N q benar2 terbuka sejak kls 1 SMK kmren.Untungx aq ngdapetin ngdapetin tmn yg baek yg ngsih tau ini_itu spya aq g trllu terjerumus,N benar spt kata2 dia kebanyakan org2 sakit yg q kenal dgn berbagai karakter namun satu tujuan yaitu sex. Dari dia aq banyak belajar supaya G gila sex ksna kmri,namun hanya dgn 1pasangan sja yg saling menyaygi.
Akupun tak pernah melakukan hal sejauh anal sex dalam brpacaran,cuman sekedar kissing,peluk ato oral sex.N yg paling aq suka yaitu pelukan kasih sayang,tp G tao knp usia aq dalam brpacaran dgn bf aq G pernah lama,2bulan aja G nyampe.Mungkin dia G betah trs milih slingkuh ma yg laen. Kejadian tragis yang menimpa diri aq satu tahun yg lalu saat pergantian tahun 2007_2008. Biasanya aq ngrayain ama temen baek aq,tapi sayangnya kali ini aq g bisa malam taon baru bareng soalnya dia dah da janji ama Bf dia.Pdhal q g punya tmn jalan selain dia,aq G suka nongkrong to kumpul2 ama tmn skul aq N ama anak2 sakit aq juga kurang berkenalan.Mungkin ini akibatnya aq terlalu milih2 temen,nyri temenspt kriteria nyri pacar.Aplagi lu dah punya Bf trllu fokus ma dia trs tmn2 pada aq kacangin,sekarang jomlo ribet sendiri deh. Malam taon baru tinggal 1hari lagi,aq belum juga dapet tmn jalan.Kemudian ada yg ngjakin aq jalan,dia kenalan aq yg G pernah aq temuin tp seneng bgt ngubungin aq..Sering ngjakin ketemuan to makan tp G pernah aq gublis soalnya dia seorang om2 berusia 28th bernama Om Fredy bekerja d Bank swasta.Katanya dapet no aq dari tmn dia Agus,tp Q g kenal siapa si Agus it.Om Fredy Ngakunya sieh cakep N sok nunjukin klu dia org kaya.Tp bagi aq tetep aja Om2,aq G tertarik. Malam taon baru bener2 mepet,aq G mungkin cari knlan bgt aja akhirnya aq bersedia jalan bareng besok malam.Kami janjian jam 8malam d depan gang aq,,, Dag...Dig....Dug.... Jantung aku semakin berdenyut kencang,aq G mungkin lagi membatalkan janji gmnpun juga kondisi Om Fredy N jantung aq seakan bener2 pengen copot ketika Om Fredy menelfon aq mengatakan bahwa ia udah mo nyampe d tempat janjian.Kemudian di seberangjalan berhenti sebuah mobil berwarna merah,Om Fredy kembali menelfon aq.Rupanya benar ia yg berada d seberang jalan menyuruh aq lekas untuk masuk kedalam mobil. Saat aq masuk kdalam mobil,wah rupanya Om Fredy emang cakep orangnya G spt yg aq bayangkan,malah nampak muda dgn baju kaos ketat memamerkan body dia N celana pensil.Yah setidaknya q bisa ngrayain malam taon baru tanpa canggung.Bahkan d perjalanan menuju t4 org2 berpesta kembang api AQ ama Om Fredy akrap spt dah bertemu sblumx. Malam taon baru yg meriah N mengasyikkan bersama org yg slma nie aq takuti. Sekitar jam 1dini hari Om Fredy ngjakin aq kerumah temen dia bernama Agus,penasaran aq mau aja.Saat bertemu Agus yg tadix happy berubah menjadi masam,Rupax Agus it si ipul 25th,gendut N item.Dulu aq sieh berteman aja,tp jd ilfeel sat aq kerumahnya aq d paksa ML ma dia.Untungnya ade dia dateng nbisa kabur. Sekarang bertemu dia lagi,aq kontan jaim N g mau masuk k rumah dia.Mungkin Om Fredy dah tao penyebab knp aq spt it.Om Fredy ajak aq tuk pulang,kok q jd ilfeel juga ama Om Fredy sehingga dia ikut aq cuekin. Om Fredy menawarin minuman dalam mobilnya dia,mungkin karena kecapean aq tertidur sat perjalanan pulang. Saat aq terbangun aq sudah berada dlm kamar yg G lain kamar Om Fredy,G tao kapan nyampe N ketika dia ngangkat aq kdlm kamar. Om Fredy hanya menggunakan boxer tanpa baju,jujur aq suka ngliat badan OM Fredy tp dia bukan spa2 aq.Aq spt punya firasat yg g nyaman shingga q gelisah untuk tdr lagi. OM Fredy rupanya mulai beraksi,dia sok memeluk tp tangan dia nakal menggerayangi tubuh aq.Kemudian aq menghelanya N menjauh membelakangi Om Fredy,, Kali ini Om Fredy menindih badan aq shg tak bisa bergerak lagi,aq memberontak tp tubuh aq kalah dgn om fredy.Dia mulai mencium bibirKu walaupun q G membalas ciuman om Fredy.Saat Om Frdy menjilat2 telinga aq barulah aq mulai merasakan darah mengalir keubun2 mengencangkan syaraf kemaluanKu. Aqpun menggeliat2 merasakan nikmat jilatan Om Fredy sambil melepas seluruh pakaian aq.Air pecum mulai mengalir d penisku kemudian Om Fredy mengoral penis aq. Om Fredy sangat nafsu N terbilang kasar,, Ketika mengoral penis aq Om Fredy mau memasukkan jarinya k dlm Anus aq,sentak aq menghindar.Tp Om Fredy makin bersemangat melakukannya,kurasakan sakit yg tak tertara saat jari Om Fredy mulai masuk.Tak lama akhirnya Om Fredy melepaskannya,rupanya dia kasihan juga ama aq. Dugaan aq meleset,Om Fredy mau memasukkan penisnya yg lumayan besar . Aqpun tak bisa berbuat banyak,hanya merengek.... Jangan Bang.......Jangan Bang.......Jangan Bang......Madi takut Bang......... Q fikir G mungkin penis om Fredy bisa masuk,rupanya kepala penis Om Fredy telah menembus anus aq.Rasanya lebih sakit daripada yg tadi spt terbakar,Om Fedy berhenti N mencium bibir aq kemudian kembali memasukkan penisnya,.Rasa sakit itu mulai hilang ketika Om fredy menggoyang penisnya keluar masuk. Mungkin sangking nafsunya G lama Om Fredy menjerit AAAaaaa...UuuhGggg..aaaaHhhh.... Petanda ia mo klimakx,Pejuh panas menembak d dalam anus aq. Sedangkan aq baru merasakan sensasi d anal,kemudian Om fredy yg mencoli penis aq yg akhirnya klimakx juga.
Croootttt....Crooootttt..... selekasnya om fredy menyapu badan aq yg berhambur pejuh dgn tisu.
D kamar mandi aq membersihkan sisa pejuh Om Fredy yg keluar lagi d anus aq,rupanya anus aq mengalami lecet N pendarahan oleh perlakuan kasar Om Fredy... Paginya,Om Fredy mengantar aq pulang d depan gg aq. Q fikir dia bakalan sayang ma aq,ternyta hanya nafsu belaka.... Sedangkan Bf aq G pernah nglakuin Anal sex dgn aq,aq selalu beralasan N menolak ktika mo d Anal. Ada penyesalan juga,coba saja dulu aq berani nyoba. kemudian aq G da kntek2an lagi dgn Om Fredy,,, Begitulah kisah pengalaman aq setahun yg lalu,Aq mengambil hikmah mungkin dgn pengertian dgn pasangan aq bakalan bisa mempertahanin suatu hubungan. Heee....aq seorang anak kecil yg mencari kasih sayang. sebelumnya aq minta maaf bila kurang suka dgn cerita N karakter aq. Banjarmasin,31 Maret 2009
END
Harapan Menjadi Kenyataan (by:
[email protected] )
Namaku Andi. Ini adalah pengalaman pertamaku dalam melakukan hubungan gay sex, dimana cerita ini berawal ketika temanku yang namanya Joko, minta bantuanku memperbaiki komputernya yang rusak. Dia datang ke rumahku bersama seorang cowok yang wajahnya putih bersih dan matanya yang agak sipit hingga terlihat bahwa ia adalah warga keturunan tionghoa. "Andi kenalkan ini Pak Alex, dia adalah pimpinan di tempat saya mengajar kursus komputer" ujar Joko memperkenalkan. "Oh, Pak Alex" sapaku. Aku terkejut melihatnya yang begitu ganteng, yang merupakan cowok impianku selama ini. "Silakan masuk Pak" ajakku. Setelah beberapa beberapa jam lamanya, akhirnya aku selesai memperbaiki komputer Joko. Sebelum pulang Pak Alex menawarkanu untuk mengajar di tempat kursusnya karena menurutnya aku mungkin bisa juga untuk mengajar sekaligus menjadi teknisi komputer. Sejak itu aku selalu terbayang wajah Pak Alex. Dalam hati aku bertanya mungkinkah Pak Alex dapat aku miliki? Beberapa hari kemudian Joko menelepon saya mengatakan bahwa kalau mau, besok aku diminta Pak Alex datang untuk mengajar kursus komputer di tempatnya dan disuruh membuat sebuah contoh makalah untuk mengajar. Semalaman aku berusaha untuk membuat makalah tersebut sebaik mungkin agar makalahnya bagus. Keesokkan harinya pukul 9.30 aku berangkat, jarak antara tempat kursus tersebut sebenarnya tidak begitu jauh dari rumahku, paling 5 menit sudah sampai. Sesampai di sana aku langsung masuk ke gedung tersebut. Ketika masuk aku langsung menemui Pak Alex yang sedang asyik membaca koran di kantor administrasi. "Selamat pagi Pak" sapaku. "Pagi, silakan duduk, gimana sudah kamu buat makalahnya?" tanya Pak Alex. "Sudah Pak, ini" jawabku sambil saya menyerahkan makalah tersebut. "Bagus, gimana kalau sore nanti kamu mulai mengajar, sudah siap belum?" tanya Pak Alex sambil membaca makalah tersebut. "Jam berapa Pak?" tanyaku. "Jam 4.30 sampai 8.00, gimana?" "Oke, aku siap Pak" "Oke, selamat bergabung, kalau gitu sore nanti kamu datang lagi ke sini" pintanya. Sebelum pulang aku berkenalan dengan para pengajar di sana, ternyata jumlah pengajar di sini ada 4 orang, satu cowok (yaitu teman saya Joko) dan tiga perempuan, terkadang Pak Alex juga ikut mengajar apabila ada seorang pengajar yang tidak bisa masuk. Sekitar jam 4.00 sore aku sudah sampai di tempat kursus tersebut. Aku diminta Pak Alex menunggu karena muridnya yang akan diajari belum datang semuanya. Sambil duduk di kursi aku membaca makalah yang akan aku ajarkan. Tepat pukul 4.30 akhirnya semua murid sudah datang dan aku pun mulai mengajar. Awalnya aku agak grogi maklum ini merupakan pengalaman pertama kaliku mengajar komputer dan akhirnya semua itu dapat aku hilangkan. Pukul 6.00 sore hari aku selesai mengajar. Semua murid akhirnya sudah pulang. Suasana saat itu cukup sepi hanya tinggal aku dan Pak Alex sedangkan para pengajar lainnya sudah pulang. Setelah mengajar aku duduk santai di ruang administrasi. Tibatiba Pak Alex duduk di dekatku sambil menawarkan makanan dia memegang pahaku sambil menggosoknya. Aku sangat terkejut, hal itu dilakukannya berulang kali. Aku diam saja ketika itu. Setelah beberapa saat sekitar jam 6.30 ada siswa yang datang untuk belajar. Akhirnya aku mulai mengajar lagi hingga jam 8.00 malam.
Ketika aku akan pulang Pak Alex menawarkan untuk mengantarku pulang ke rumah. Pertamanya aku menolak karena dia adalah pimpinanku, tapi akhirnya aku diantar Pak Alex pulang dengan mengendarai sepeda motor. Di perjalanan menuju rumah, Pak Alex kembali memegang pahaku sambil menggosoknya. Malam itu aku tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang telah dilakukan Pak Alex, aku bertanya dalam hati apakah mungkin Pak Alex juga seorang gay. Kalau ia memang seorang gay maka dia adalah merupakan cowok idamanku selama ini yang akan membuat impianku selama ini menjadi kenyataan. Aku lebih menyukai pria yang berumur 40 tahunan atau yang berwajah kebapakan. Setelah beberapa hari aku mengajar, tepatnya pada malam Minggu, seperti biasa Pak Alex selalu mengantarku. Ketika kami akan pulang, motor Pak Alex tidak mau hidup, walau pun kami telah berusaha memperbaikinya hingga tangan kami hitam, sedangkan cuaca saat itu akan turun hujan hingga akhirnya Pak Alex mengajakku untuk menginap saja di tempat kursus tersebut. Awalnya aku menolak, tapi karena aku kasihan melihat Pak Alex karena rumahnya memang cukup jauh dari situ sekitar 30 menit baru sampai ke rumahnya dan juga ini merupakan kesempatan bagus bagiku untuk membuktikan apakah Pak Alex juga seorang gay, akhirnya kami menginap di sana. Setelah memasukkan motor ke dalam, Pak Alex memintaku untuk mandi untuk membersihkan kotoran bekas motor, tapi aku hanya membersihkannya dengan sabun, begitu juga Pak Alex. Akhirnya kami duduk di kursi sambil mengobrol. Dalam obrolan itu aku bertanya kepada Pak Alex apakah ia sudah punya pacar, namun Pak Alex hanya menggelengkan kepala. Pak Alex bercerita bahwa dulu pada saat ia masih kuliah ia pernah menyukai seorang wanita akan tetapi wanita itu tidak menyukai Pak Alex hingga akhirnya sampai sekarang Pak Alex masih hidup sendiri. Dalam hati aku masih bertanya kok orang seganteng Pak Alex sampai sekarang ini belum ada yang mau, selain itu dari segi ekonomi ia sudah lebih dari cukup, maklum ia adalah warga keturunan Cina yang lebih suka membuka usaha. Tidak terasa akhirnya jam sudah menunjukan pukul 11.00 malam, akhirnya kami memutuskan untuk tidur. Sebelum tidur Pak Alex melepaskan celana panjang dan baju kemejanya hingga ia hanya memakai baju kaos dalam dan celana pendek hingga kelihatan lengan dan pahanya yang putih kemerahan dan ditumbuhi bulu tipis di lengan dan kakinya hingga membuatku terangsang, terutama di bagian selangkangnya yang terlihat menonjol. Walaupun usianya sudah 42 tahunan, namun ia masih kelihatan muda dan gagah. "Nggak kedinginan Pak, di luar kan hujan deras lho?" tanyaku. "Nggak, sudah biasa kalau mau tidur memang begini biar lebih adem" katanya. Pak Alex tidur di atas kursi rotan dan aku tidur di bawah kursi dengan beralaskan busa kursi tersebut. Saat itu aku tidak bisa tidur. Sambil berbaring aku memandangi Pak Alex dari bawah kursi. Ketika aku baru akan memejamkan mata tiba-tiba Pak Alex bangun dari kursi dan dia memegangi pahaku kembali sambil mengelusnya. Melihatku hanya diam, akhirnya Pak Alex terus beraksi meraba dadaku hingga sampai ke burungku. Aku yang awalnya hanya diam kini mulai merasakan kenikmatan, hingga aku pun membalas perbuatan Pak Alex dengan meraba-raba pantat Pak Alex yang begitu kenyal. Melihat reaksiku seperti itu, Pak Alex pun bertambah nafsu hingga ia menciumi bibirku dengan begitu lembut, aku pun membalasnya.
jariku ke pantatnya, awalnya satu jari dan kemudian dua jari. Menurutnya ini untuk menghindari luka yang merupakan pemanasan awal. Setelah merasa sudah cukup siap, barulah aku menusukkan burungku ke pantat Pak Alex dengan memberikan sedikit air ludah sebagai pelumas. Awalnya sangat sulit namun perlahan akhirnya burungku dapat juga menembus pantat Pak Alex, perlahan aku mulai menggoyangkan pantatku. "Enak baget Pak, ahh.. pantat bapak sempit sekali!" desahku. Karena rasanya semakin enak, tak terasa goyanganku semakinku cepat, tanganku pun ikut bereaksi dengan mengocok burung Pak Alex. Sesekali aku menggigit puting dada Pak Alex hingga merah diselingi dengan ciumanku ke bibirnya. Terasa hidup ini sangat indah dengan penuh sensasi. Walaupun di luar sedang hujan yang sangat deras kami tidak merasa kedinginan. "Pak Alex, aduh, ahh, enak banget!" desahku lagi. Setelah beberapa saat, kami mengubah posisi. Pak Alex berbalik membungkuk dari arah belakang dan aku menusuk pantat Pak Alex. Terasa pantat Pak Alex lebih sempit lagi, lebih kuat menjepit burungku hingga dengan cepat aku majumundurkan pantatku sehingga kenikmatan yang tiada tara kurasakan hingga ke seluruh tubuhku dan membuat Pak Alex merasa sakit bercampur nikmat. Akhirnya keluarlah air maniku yang hangat di dalam anus Pak Alex hingga beberapa kali. Belum sempat aku memulihkan tenaga, Pak Alex memintaku untuk mengoral burungnya yang hampir mendekati puncaknya. Selang beberapa menit akhirnya Pak Alex pun menembakkan air maninya ke mukaku hingga mukaku basah oleh air mani tersebut, lalu Pak Alex menjilati seluruh mukaku yang penuh air maninya hingga bersih. Akhirnya kami pun berciuman hingga aku merasakan bagaimana rasanya air mani yang begitu kental dengan rasa asin dan lengket di dalam mulut Pak Alex. Kami pun akhirnya terkulai lemas. "Pak Alex, enak sekali" ujarku. "Andi, kamu tidak hanya memilki keahlian dalam komputer tapi juga keahlian dalam sex hingga membuat Bapak merasa puas, bapak sangat sayang padamu" timpalnya. "Aku juga sayang Bapak" jawabku sambil tersenyum dan memandangi wajah Pak Alex yang masih berkeringat. Akhirnya kami pun tidur dengan menggunakan selimut sambil berpelukan karena udara malam yang mulai terasa dingin disebabkan hujan yang semakin deras disertai petir, hingga kami dapat saling merasakan kehangatan satu sama lain. Keesokan paginya kami bangun jam 6.00, dimana ketika mandi kami melakukan oral sex kembali walaupun hanya sebentar dikarenakan biasanya sebelum jam 8.00 murid yang akan belajar komputer banyak yang sudah datang. Akhirnya kegiatan ini sering kami lakukan jika kami saling membutuhkan kehangatan dan kenikmatan bersama. ***** Demikianlah cerita dariku. Kepada teman-teman yang telah membaca cerita ini saya mohon maaf kalau tulisan ini tidak begitu bagus dan baik dalam penulisan dan kata, karena ini merupakan tulisan pertama saya, silakan anda memberikan saran dan kritik ke email saya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
END
Kami pun saling memainkan lidah dan saling sedot hingga beberapa menit, tak puas dengan hal itu Pak Alex melepaskan baju dan celanaku hingga aku tidak lagi memakai sehelai kain pun. Ia pun langsung melahap burungku, dijilatinya sambil meremas bijinya, lalu dalam posisi berdiri aku pun memajumundurkan pantatku hingga kadang semua burungku masuk ke dalam mulut Pak Alex hingga ke pangkalnya sampai aku merasa nikmat sekali. Selain itu tanganku pun ikut bereaksi dengan membuka baju dan celana Pak Alex hingga telanjang bulat.
Sesuatu yang sangat sempurna kulihat di depan mataku untuk pertama kalinya, ukuran yang cukup besar dengan kepala yang mengkilap yang diapit oleh dua biji yang lumayan besar di sekitarnya hingga kelihatan uratnya. Ini adalah pengalaman pertamaku namun naluriku membimbingku untuk dapat melakukannya. Pertama kali kujilati dari leher ke dada sampai ke burungnya, sekarang ganti aku yang menyantap burung Pak Alex. Kujilati topinya yang kenyal dengan aroma yang khas laki-laki dengan r asa asin dikarenakan tercampur keringat dan precum yang keluar. Kuurut bijinya, kukocok hingga begitu tegang dan besar, sesekali meremas pantatnya dan diselingi dengan menggigit puting dadanya. Pak Alex pun merasa kenikmatan. "Oooh.., terus Andi, enak banget, ahh.., jilatan kamu mantap" desahnya. Kami pun akhirnya tidur menyamping dengan posisi 69 sehingga kami dapat saling mengoral sehingga merasakan kenikmatan bersama. Cukup lama juga kami melakukan hal ini, sehingga seluruh badan kami basah oleh keringat dan air liur yang menambah semakin nikmat. Setelah itu Pak Alex berhenti dan memintaku untuk menusukkan burungku ke pantatnya. Kami pun berpindah tempat, Pak Alex tiduran di atas meja sambil mengangkat kedua kakinya ke pundakku. Pantatnya yang begitu putih dan anusnya yang memerah siap menyambutku. Pertama kali ia menyuruhku untuk menusukkan
And That's Why.. (by:
[email protected] )
Sebelum sepuluh tahun yang lalu aku hanyalah anak laki-laki biasa yang senang bermain bola di lapangan yang becek sisa hujan semalam atau berlari-larian mengejar layangan putus sampai ke kebun orang dan dimarahi sang pemilik kebun. Tapi kemudian.. *** "Kak, mandi dulu baru makan!" teriak ibuku dari dapur. "Ntar ah, lapar nih, Bu!" balasku juga berteriak. "Kamu sih, main dari mulai pulang sekolah, baru pulang sore-sore begini." Ibuku mengomel. Habis mau bagaimana lagi aku suka sekali bermain layangan, apalagi sekarang sedang musimnya, jadi banyak sekali layang-layang yang berterbangan di atas langit sana mengajakku bermain kejar-kejaran dengannya. "Ntar Mas Agus mau ke sini lho!" ucap ibuku. "Iya, udah tahu!" balasku. Mas Agus, pamanku, adalah anak dari kakak perempuan ayahku yang tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah yang terkenal dengan candi Borobudurnya, dan di situ pulalah Mas Agus bekerja sebagai seorang tentara berpangkat sersan dua. Tapi walaupun tempat tinggal kami berjauhan, keluarga kami dan paman sudah sangat dekat. Dua atau tiga minggu sekali Mas Agus datang berkunjung ke rumah kami di
Bandung. Apabila paman datang aku pasti merasa sangat senang. Mengapa? Karena paman sangat baik, ia selalu mengajakku pergi berbelanja ke supermarket, dia membelikan banyak sekali barang yang kuminta. Ia sangat suka dengan anak kecil. Selain itu Mas Agus belum menikah padahal umurnya sudah hampir kepala tiga. Ia bilang pada ayahku bahwa ia belum siap untuk berumah tangga. "Indra sini, ada Mas Agus." panggil ibuku dari ruang tamu. "Bentar Bu, lagi mandi." teriakku dari dalam kamar mandi. Kupercepat mandiku, kubilas seluruh busa-busa sabun yang menempel di badan hingga bersih, kemudian kuambil handuk dan kukeringkan di tubuhku. Lalu aku bergegas masuk kamar. Saat pintu kamar kubuka, ternyata Mas Agus sudah ada di dalam kamar. "Udah mandinya?" tanyanya. "Udah, seger banget Mas!" jawabku. "Sini dibajuin sama Mas Agus." "Lepasin dulu handuknya, Ndra!" Kulepaskan handuk dari tubuhku. Paman menatapku dengan pandangan aneh, lurus dan tajam ke arahku, tepatnya tubuhku. "Mas Agus! Mas Agus!" kupanggil namanya beberapa kali. Dan seperti bangun dari mimpinya, dengan sedikit terhentak Mas Agus tersadar kembali. "Oh, mm, kamu ambil bajunya terus bawa ke sini, biar Mas agus yang pakein." Kupilih salah satu t-shirt di dalam lemari, juga kaus dalam, CD, dan celana pendeknya, dan kemudian memberikannya pada Mas Agus. Mas Agus menerimanya dan meletakkan semuanya di atas kasur. Kemudian ia meraih bedak powder di atas meja di samping ranjang. "Mas itu mah bedaknya ade. Aku kan udah gede udah nggak pake bedak lagi" ucapku saat itu juga. "Ah, nggak apa-apa kok biar wangi." jawabnya. Mas Agus mulai menaburkan bedak dan menggosokkannya dengan rata ke seluruh tubuhku, termasuk pantatku, dan.. penisku. "Badan kamu bagus, udah besar mau jadi apa? Mau nggak jadi tentara?" tanya pamanku masih sambil menggosok-gosokan bedak di tubuhku. "Nggak tau ah, gimana entar aja." jawabku sambil agak ketawa, habis geli banget diraba-raba sama Mas Agus. "Sebentar yah!" Mas Agus beranjak dari ranjang menuju pintu kamar kemudian menguncinya. "Kalo kamu jadi tentara nanti badan kamu bakal kebentuk seperti paman. Nih Mas Agus tunjukin badan Mas Agus." Paman mulai membuka pakaiannya helai demi helai. Diawali dengan kemeja biru langitnya, lalu kaus singletnya. Wah, badan Mas Agus memang bagus banget, dadanya keren, walaupun tidak begitu besar tapi berisi. Perutnya, wah kalau sekarang nih orang bilang six-packs. Lalu Mas Agus mulai membuka celana panjangnya. Di dalamnya terlihat CD-nya yang berwarna putih. Kemudian ia lanjutkan helai terakhir dan, wah.. besar sekali, di sekelilingnya juga ada hamparan bulu-bulu halus yang rapi terpotong pendek. "Sini coba kamu pegang badan Mas Agus." pintanya. "Nah, kalau kamu mau jadi tentara kamu harus banyak olahraga dari sekarang, jadi badan kamu akan terbentuk seperti badan Mas Agus." Dijelaskannya bagaimana ia bisa memiliki tubuh yang dibanggakannya sambil menuntun tanganku di sekitar dada dan perutnya. "Ini kamu juga bakal ikut besar." ucapnya sambil memegang penisku. "Indra! Turun dulu!" Mas Agus spontan melepaskan tangannya dari penisku dan kembali memakai pakaian yang tadi dilepasnya saat mendengar teriakan Ibuku dari bawah. "Iya!" teriakku sambil memakai pakaian yang dari tadi menunggu untuk kukenakan. Saat malam sambil menonton televisi di ruang keluarga, paman menghampiri dan menaikkanku dalam pangkuannya. "Kok nggak belajar?" tanyanya memulai percakapan. "Nggak ada PR" jawabku singkat. "Belajar kan nggak harus pas ada PR." ucapnya menasehati. Aku diam saja, tak membalas.
sedang membuka helai demi helai pakaiannya. Setelah semua pakaiannya tanggal dari tubuhnya kemudian ia mengambil sesuatu di dalam tas ransel yang dibawanya. Kemudian paman duduk di ranjang, tepat di sampingku. Segera aku kembali memejamkan mataku, berpura-pura tidur. Tapi kemudian.. "Indra.. Indra..!" terdengar paman berbisik di telingaku, membangunkanku. Kubuka mataku pelan-pelan. "A-apa?" tanyaku berdebar-debar. "Mas Agus pegal-pegal nih, kamu pijitin sebentar yah!" pintanya. "Kamu nggak kepanasan? Sini Mas Agus bukain bajunya." Tanpa mendengar jawabanku, paman langsung melucuti pakaianku satu persatu sampai telanjang sama sepertinya. Kemudian paman merebahkan tubuhnya, tengkurap di ranjang. "Kamu pijitin Mas Agus, yah! Kamu duduk di punggung Mas Agus aja biar gampang." ucapnya. Kuturuti sarannya dan lalu kemudian mulai menggerakgerakkan jariku di pundaknya. "Iya di situ Ndra, duh enak banget!" ucapnya puas. Iya Mas Agus enak, nah aku, orang lagi mengantuk malah disuruh mijit. Tak pelak hampir tiap menitnya aku menguap karena mengantuk. Tapi kemudian.. "Pantat Mas Agus juga pegel nih, pijit yah!" pintanya lagi. "Iya." jawabku singkat. Aku bergeser mundur hingga kudapat posisi terbaik untuk memijat. Dan kembalilah jari-jariku bekerja. Memijat pantatnya yang padat berisi. "Kok nggak kerasa yah, digigit aja deh!" pintanya. "Digigit?" tanyaku spontan. "Iya digigit, tapi jangan keras-keras!" jelasnya. Untuk sejenak aku terdiam. Apa? Aku harus memijat pantat Mas Agus dengan gigiku. Pantat yang berwarna lebih terang dari bagian tubuhnya yang lain itu, dengan mulutku. Namun kemudian aku tersadar kembali oleh suara Mas Agus. "Ayo dong Ndra!" pintanya. "I-iya." jawabku. Kubuka mulutku agak lebar, mendekatkan wajahku sampai akhirnya mendarat di permukaannya. Dan selanjutnya semua berjalan sesuai instruksi. "Sambil dijilat Ndra biar licin!" "Ah.." "Disedot juga dong!" "Nah.. Iya gitu!" "Terus.. Terus Ndra.." ucapnya. Beberapa saat kemudian aku terhentak ketika secara tiba-tiba Mas Agus membalikkan tubuhnya. "Sekarang yang ini!" katanya sambil menunjuk penisnya. Karena aku ingin ini segera berakhir, tanpa banyak bertanya langsung saja kulakukan perintahnya. Dan instruksi-instruksi itu pun berlanjut. Aku dapat merasakan penis itu semakin lama semakin membesar. Warnanya pun yang tadinya putih kini memerah. Sampai akhirnya mulutku hanya dapat dimasuki bagian kepalanya saja. Sementara aku yang semakin mengantuk, mendengar suara desahan-desahan Mas Agus yang kian menderu. Hingga saat dimana kurasakan penisnya menyodok-nyodok masuk ke mulutku dan membanjiri isinya dengan cairan sperma Mas Agus yang hangat. Kemudian Mas Agus menarikku ke dalam dekapannya. Memelukku erat, mencium bibirku sampai lidahnya masuk dan merebut sebagian sperma yang tadi ia berikan padaku. Lalu diciuminya leherku, dielusnya tubuhku, sementara aku telah terlelap dan membisu. Lima tahun kemudian, lima tahun sebelum hari ini Mas Agus yang sudah empat tahun tak pernah lagi berkunjung karena ditugaskan di luar kota, sore itu di hari Sabtu yang agak kelabu ia datang dengan seragam lengkapnya. Tapi kali ini ia datang tidak sendirian, ia datang bersama seorang wanita yang ia akui sebagai istrinya yang baru dinikahinya sekitar satu tahun yang lalu. Aku yang saat itu masih baru mengerti bahwa kejadian di malam dulu itu bukanlah hanya pijat-memijat biasa, merasa tidak percaya. Mungkinkah Mas Agus tidak seperti yang kupikirkan selama ini. Tapi.. aku.. aku telah telanjur 'sakit'.. Kuambil kursi itu dari tempatnya semula. Kemudian kuletakkan tepat di depan pintu. Pintu kamar dimana Mas Agus dan istrinya tidur. Sengaja aku tak tidur sampai lewat tengah malam begini hanya untuk membuktikan sesuatu. Kulihat dari celah udara yang sempit itu dan, kulihat Mas Agus di sana tepat sedang menindih tubuh istrinya. Mas agus menggerak-gerakkan penisnya keluar masuk vagina istrinya sambil tangannya mengelus-elus kedua buah dada istrinya. Sementara bibirnya sedang menggerayangi bagian leher.
Masih dalam pangkuan Mas Agus, waktu berlalu tanpa berkata sampai mataku akhirnya terpejam kelelahan, terlelap dalam pangkuannya. Tapi dalam hening malam itu, aku terusik oleh sesuatu. Tapi apa? Aku merasa ada seseorang yang meraba-raba tubuhku. Aku merasa begitu geli. Tapi kemudian rabaan-rabaan itu berhenti. Aku ingin membuka mataku.
Istri Mas Agus terlihat sangat menikmatinya, terlihat dari erangan-erangannya. Tapi tak lama kemudian semua berakhir, Mas Agus sudah berada di puncak dan melepaskan semua spermanya masuk ke dalam vagina istrinya. Kuletakkan kembali kursi kembali ke tempatnya. Lalu aku beranjak ke ruang keluarga dan menyalakan TV. Sendiri dalam temaram hanya ada cahaya televisi aku berniat untuk begadang sampai pagi dan mencoba untuk melupakan apa yang baru saja terjadi. Karena jawaban dari pertanyaanku sepertinya sudah terjawab langsung di mataku. Mungkin memang aku yang beranggapan salah..
Sedikit demi sedikit mataku terbuka. Dimana ini? Oh ini kan kamar tamu, pasti tadi Mas Agus menggotongku ke kamarnya karena aku ketiduran. Bola mataku bergerak ke arah kanan dan kulihat samar Mas Agus berdiri di samping ranjang
"Kok belum tidur?" Tiba-tiba saja kudengar suara Mas Agus di sampingku mengagetkanku. Tapi aku diam tidak bisa menjawab. Mas Agus yang datang bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek itu membuatku menjadi
gagu. "Tolong pijitin Mas Agus, dong!" Tiba-tiba kalimat itu terdengar lagi setelah sekian lama. Tapi aku tetap diam. "Ayo dong, sebentar aja kok!" lanjutnya. Kemudian pelan-pelan mulai kuangkat tanganku ke atas pundaknya, lalu menyentuhnya. Tapi kemudian aku teringat akan kejadian yang baru saja kulihat. Kali ini dengan cepat kuangkat kembali tanganku dari pundaknya.
was-wasku penyebabnya. Aku sengaja pulang lebih sore daripada biasanya, berharap tidak ada polisi yang sedang operasi. Rasa lega menyeruak, begitu memasuki kota Yogya. Namun di depan sebuah plaza, aku tersentak, ketika ada sedikit kemacetan. Ahh sial, gerutuku. Semoga hanya operasi kelengkapan surat-surat saja, bisikku dalam hati. Aku berhenti agak jauh dari tempat diberhentikannya kendaraankendaraan. Aku celingukan, mencoba mencari jalan tikus yang bisa kujadikan jalan selamat. Namun belum sempat aku mematikan motorku, seorang polisi telah mendekatiku.
"Mas Agus, maaf Indra ngantuk, mau tidur." ucapku sambil berlalu. Keesokkan malamnya aku terbangun karena tak kuasa menahan rasa untuk buang air kecil. Lalu dengan sedikit berlari, aku bergegas ke kamar mandi. Kubuka pintunya dan kuperosotkan celana dengan cepat lalu CD dan, ahh.. lega sekali, seperti melepaskan beban. Setelah tetes terakhir kusiram penis dan lubang WC dengan air. Saat aku balikkan badan, kulihat Mas Agus sudah barada tepat di depan pintu. Langsung kutarik naik CD dan celanaku cepat lalu beranjak pergi. Aku baru sampai di depan pintu kamarku ketika kurasa tangan itu menahanku dari belakang. Lalu membalikkan tubuhku. Aku tertunduk bisu. Lalu tiba-tiba ia mengangkat tubuhku, menggendongku masuk ke dalam kamarku. Setelah mengunci pintu, diturunkannya aku di tepi ranjang. Kemudian ia mengangkat wajahku yang tertunduk dan mendaratkan bibirnya tepat di bibirku. Ciuman itu begitu lembut, perlahan tapi dapat kurasakan getarannya. Tanpa sadar tubuhku terjatuh di atas ranjang sambil terus berciuman. Lidah kami saling bertemu. Kemudian ia melepaskan pakaianku sambil menikmati ciumanku di bibirnya. Lalu ia mulai menjelajah daerah leherku, dijilatnya leher dan telingaku sampai memerah. Lalu ia bangkit dan membuka T-shirt yang dipakainya. Setelah bajunya terlepas kuambil inisiatif untuk membuka sendiri celana yang dikenakannya juga CD-nya. Dan terlihat jelas kini apa yang sudah empat tahun tak pernah lagi kulihat. Tubuh itu masih tampak kekar. Sebuah penis berukuran besar yang teracung berwarna kemerahan dan di sekitarnya nampak bulu-bulu halus kini terpampang di depanku. Kujilati penis itu dengan lidahku dari buahnya sampai kepala penisnya. Lalu kulahap masuk ke dalam mulutku. Kugerakkan keluar masuk sambil kumainkan lidahku. "Oh.. terus 'Ndra!" ucapnya lembut. Kemudian ia memintaku berhenti dan melepaskan celana dan CD-ku. "Ternyata kamu udah besar, yah!" ucapnya sambil tersenyum. Lalu dikulumnya penisku sampai memerah. "Sekarang kamu masukin punya kamu ke sini, yah!" ucapnya sambil bergaya doggy style dan menunjuk lubang analnya. Kumasukkan penisku perlahan, pertama terasa sulit, tapi kemudian.. "Ah.. Ah.. Ah! Mas Aku mau keluar, nih!" ucapku dalam gairah. Mas Agus kemudian bangkit dan mengulum penisku hingga.. "Ah..!" erangku. Spermaku masuk ke dalam mulutnya terus ke tenggorokannya. Tidak berhenti sampai di situ, kemudian ia baringkan tubuh lemasku di atas tubuhnya sehingga pantatku tepat berada di atas penisnya. Kemudian ia masukkan penisnya ke dalam lubangku dengan tangannya. Nikmat sekali. Sampai akhirnya Mas Agus bangkit menyemburkan semuanya di atas wajahku. Dalam lelah dan kantuk, dengan mata sedikit terbuka kulihat Mas Agus berpakaian dan pergi meninggalkan kamarku, meninggalkan aku dalam dasar jurang yang gelap sampai hari ini..
"Selamat petang, Mas. Maaf mengganggu kenyamanan Anda. SIM dan STNK, mohon dikeluarkan?", keramahan polisi itu sedikit menyejukkanku. "Oh iya, Pak. Ada", bergegas kusodorkan. "Terima kasih, silakan melanjutkan perjalanan Anda!". Aku sedikit mengelus dada, syukur. Segera kuhidupkan motorku. Tanpa mengengok lagi, aku melaju. "Mas! Maas, berhenti!". Aku menoleh, dan polisi itu kembali melambaikan tangannya. Terpaksa aku berhenti. "Sekali lagi maaf, Mas. Ini operasi sajam dan narkoba. Saya harus memeriksa isi tas Anda!". Duerr, serasa sebuah peluru menembus kepalaku. Aku lunglai. Aku yakin, polisi itu akan mencibir atau memperkarakanku dengan semua isi di tasku. Dua batang penis buatan yang dibawakan temanku untuk melambungkan gairah istriku. Bullshit. Terngiang sindiran teman-temanku yang menjamin bahwa istriku akan klimaks 5 kali dengan benda itu. Belum lagi VCD bokep sialan itu. "Maaf, Pak. Ini pinjaman dari temanku. Kalau bapak berkenan silakan ambil, atau kuharap ini bisa membuka hati Bapak!", aku menyodorkan KTP dan secarik kertas yang telah kutuliskan nomor HP-ku. "Saya ada 3 juta, tapi di rumah. Saya mohon bapak mengerti posisi saya, lagipula barang itu tidak berbahaya dan tidak termasuk kategori operasi Bapak, kan?". Polisi itu mengangguk, sambil menerima KTP dan nomor HP-ku, lalu mempersilakanku melaju. Aku melonjak girang dalam hati. Meski sial, namun 3 juta tidak sebanding dengan nama baikku yang bakal tercoreng. Bagaimana aku harus menjelaskan kepada istriku? Bagaimana kesan keluargaku, jika tahu bahwa aku berurusan dengan polisi karena film bokep? Belum lagi pada para remaja yang menganggapku serba sempurna, saat aku memimpin rapat karang taruna mingguan mereka. 'Kutunggu di tempat kemarin kami operasi, jam setengah 7 malam, tepat. Kuharap Anda sudah siap', begitu SMS yang di kirim polisi itu, sebelum aku berangkat ke proyek. Setengah celingukan aku melambatkan laju motorku, mencari sosok polisi itu, sore itu. Hmm, jam 18:25, mungkin polisi itu belum datang, gumamku. "Selamat petang, ikuti aku!". Seseorang menjabatku. Ohh, polisi itu tidak berseragam, pantas saja aku pangling. Segera kuikuti motornya. Di kawasan yang tidak begitu padat, polisi itu menghentikan motornya. Persisnya di depan rumah yang tidak besar namun terlihat asri. Dia membuka pagar dan masuk. Tangannya melambai, menyuruh aku juga memasukkan motorku. "OK Dj, inilah rumahku!". Plak, aku serasa tertampar. Darimana dia tahu nama samaran itu? Aku bingung, ternganga. "Ada yang salah?". Senyum yang menggantung di bibirnya itu kurasa sengaja mempermainkanku. Aku makin bingung, namun kulihat di rona wajahnya seakan sedang sangat bahagia, seolah baru mendapatkan sesuatu yang lama diidamkan. "Setengah tahun lalu kamu ganti nomor polisi motormu, kan? Kenapa? Takut ada yang mengenali motormu? Takut ada yang minta jatah dan kau tidak mau? Salahmu sendiri, kenapa terlalu jujur dan mencantumkan identitas motormu di ceritamu, itu berarti kau mengumumkan kepada kaum gay bahwa ini lho aku, Dj-paijo!".
END
Rentetan kata-kata bernada menyindir itu seolah menohokku, bagaimana dia tahu?' Kenikmatan dari Sang Polisi (by:
[email protected] )
Selalu saja penyesalan terjadi belakangan. Seandainya saja aku tidak bernafsu ingin melihat VCD "Belum Ada Judul" yang sempat menghebohkan itu, tentunya aku tidak harus terkena masalah. Teman-temanku selalu tidak ketinggalan barang baru. Aku selalu jadi cemoohan, karena aku selalu yang paling akhir menikmati apa saja yang jadi santapan mereka. Entah itu perselingkuhan si mandor, tertangkap basahnya bos dengan sekretarisnya di kamar mandi, bahkan hal-hal kecil, seperti adanya blue VCD baru. Bekerja di perusahaan rancang bangun selalu kehabisan waktu, namun penuh tantangan, maka sangat dibutuhkan hiburan agar pikiran selalu fresh, apalagi aku selaku designer rancang bangunnya, sangat butuh itu. Aku penasaran ingin membuktikan kehebohan VCD itu, maka ketika akhirnya temanku ada yang membawakannya, tanpa pikir panjang aku menerimanya. Dengan Tiger kesayanganku, kupacu motorku kencang agar secepatnya bisa menonton VCD. Yogya-Magelang yang biasanya sebentar, terasa begitu lama, meski aku mempercepat laju motorku di atas 110 km/jam. Mungkin perasaan
"Kamu semakin menggemaskan kalau kebingungan begitu. Lucu, tapi menggairahkan". Aku hanya ternganga tak percaya. "Jangan begitu, dong. Dua bulan lebih aku mencari informasi siapa gerangan pemutasi nomor polisi lamamu itu, begitu aku pindah tugas ke Yogya. Aku selalu deg-degan kalau kebetulan melihat pengendara Tiger, mungkinkah kamu? Sebetulnya bisa aku percepat, tapi aku tidak mau dicurigai ada apa-apa oleh teman korpsku. Jadinya yaa harus sabar, dan memang orang sabar banyak rejeki, kan? Kita jodoh, dan bertemu". "Jadi..". "Heran ada orang sepertimu di tempatku bekerja? Banyak, cah bagus, di instansi manapun juga pasti ada!". "Jadi..". "Iya. Aku tahu kamu dari sumbercerita.com, dan kemarin sebenarnya bukan operasi sajam atau narkoba, tapi ada kecelakaan. Sepintas aku lihat Tiger metalik dengan agak ragu-ragu melaju, kucocokkan nomor polisinya dengan catatan hasil investigasiku yang sudah kuhafal di luar kepala. Begitu aku yakin kalau itu adalah nomor barumu, baru aku dekati kamu". Aku mengangguk, mulai memahami. Aku menjadi lebih tenang. Kusodorkan sejumlah uang yang kujanjikan, dan meminta KTP-ku. Namun polisi itu tersenyum, menggeleng.
"Aku tidak butuh uang itu. Aku butuh lebih dari itu". Senyuman misterius itu masih saja membuatku tak habis pikir. "Aku memang puas menyaksikan berbagai bentuk penis teman-temanku ketika mandi atau bertukar pakaian, namun perlu kau tahu, aku jarang bergumul dengan mereka, bahaya. Tidak mudah menemukan seseorang yang dalam keadaan sepertimu. Bisa saja aku menggunakan gigolo, tapi riskan. Aku bisa kehilangan pekerjaan. Aku maunya dengan yang sepertimu, yang takut kalau ketahuan, yang akan sama-sama tahu untuk tidak bekoar, dan aku yakin bukan tipemu mengumbar omongan dan ngobral privasiku ke orang lain yang mungkin saja tertarik dengan kehidupanku, demikian juga aku. Jadi akan sangat aman bagiku". Aku mengangguk kembali. Berkali mengangguk. Kulihat senyumnya masih menggantung di bibir manisnya. Dia menghela nafas panjang. Kemudian aku mendekat, berharap dia mau menerima uangku dan menyerahkan KTP-ku, agar aku tidak punya beban padanya. Namun uang itu dimasukkan kembali ke tasku. Dengan isyarat telunjuk yang ditempelkan ke bibirnya, dia menyuruhku diam. Kurasakan wajahnya begitu dekat dengan wajahku. Mulutnya membuka, mencoba menemukan mulutku. Untuk pertama kalinya, aku merasa nyaman dengan laki-laki. Mungkin karena dia adalah seorang polisi, yang selain macho, ada sensasi tersendiri yang telah sejak lama kukhayalkan. Aku mulai mengikuti aksinya. Dengan aktif kulumat bibirnya. Begitu juga dia. Nafas kami mulai berpacu, dan membakar gairah petang. Kami berpagutan lama, seolah kami benar-benar merindukan hal itu sangat lama. Lidahnya sangat nakal bermain di mulutku, kusedot balik lidahnya. Dia mulai mengerang. Tanganku mulai menggerayangi selangkangannya. Kurasakan benjolan keras di balik celana panjangnya. Aku mulai tak tahan. Kubuka kaos ketatnya, agak kesulitan memang, namun semua sebanding dengan badan tegap nan berisi yang ditawarkannya. Kekar tubuhnya yang terlatih setiap hari, semakin menggetarkan hasratku, aku semakin kesetanan. Kuraih celana panjangnya, dan mencoba melepasnya. Masih dengan berpagutan, aku berhasil menelanjanginya. Penis yang terbungkus celana dalam yang sangat ketat, kujamah dengan tanganku. Kupermainkan, agak sedikit kasar. Dia mengaduh, namun tetap membiarkan aksiku. Dia masih sibuk dengan gairah di mulutku. Tangannya mulai menuruni dadaku, mencoba mencari benda kesayanganku. Aku terpekik, ketika tangannya mulai menemukan penisku. Dia mulai gemas. Dengan kasar, dia renggut apa pun yang kupakai. Tak kalah kasarnya, kutarik celana dalamnya, sekali lagi dia mengaduh, namun tak lama aku didekapnya erat. Penisnya yang keras, menusuk perutku, begitu pula penisku, ketika kami yang sama-sama telanjang, kembali berpagutan. Aksinya yang kasar namun romantis, membuatku melambung tinggi. Mulutnya dengan ganas menyedot dua putingku bergantian. Aku mengerang. Aku dekap kepalanya yang berambut cepak, saat sensasi hebat bermain di kedua putingku. Aku semakin melambung, saat lidah kasarnya menjilati putingku. Tanganku tak kalah hebatnya mencakar daerah selangkangannya, dan merancap penis besarnya. "Uuh, Yeahh". Kata-kata itu berulang kali keluar dari mulutnya, semakin membuatku begitu menikmatinya. Apalagi ketika mulutnya mulai menemukan penisku, aku mengerang. Berkali-kali disentilnya penisku. Dua pelirku, tak luput dari gigitan nakalnya. Bergantian mulut indah itu mengulum buah pelirku. Sesekali aku mengaduh, saat dia menggigitnya. Kembali aku mengerang. Jari-jari tangannya menusuknusuk anusku, sementara mulutnya tak henti, bahkan semakin agresif menyedot penisku, seolah ingin meminum semua spermaku yang masih jauh di dalam. Sensasi di dua titik kenikmatanku, serasa melambungkan jiwaku. Aku mendesah, setengah terpekik. Tak kalah agresifnya, aku berbuat hal yang sama. Kubanting dia, kemudian kurancap penisnya. Rasa jijik ketika menjilati penis yang sebelumnya ada, entah mengapa, dengannya justru berganti nikmat. Bagai kesetanan, berkali kugigit ujung penisnya, glands penisnya yang sudah berair kumainkan dengan ujung bibirku. Aku semakin bergairah, saat kulihat wajahnya yang memang tampan dan sangat jantan melukiskan berjuta rasa. Rasa antara nikmat, sakit, dan entah apalagi. Berkali mulutnya ternganga disertai desisan penuh kenikmatan, membuat aku ingin sekali melumat bibir itu. Namun aku lebih tertarik melumat penisnya. Tanganku meremas keras dua pelirnya. Dia terpekik, mulutnya masih menganga, mengimbangi sensasi yang dirasakannya, namun matanya terpejam. Aku tak bisa menahan gairahku sendiri. Aku dekap erat dia. Aroma kelelakiannya menyebar dari tubuh kekarnya. Aku terbuai dan begitu gemas melihat reaksi yang diperlihatkannya. Begitupun dia. Kembali kami berpelukan erat. Tanganku masih bermain dengan penisnya, begitu juga dia. Kami samasama membisikkan kata yang semakin melambungkan gairah. Membisikkan kata terindah yang aku sendiri tidak tahu darimana datangnya. "Oohh. Pakai seragammu, please!". Tiba-tiba aku sangat ingin melihatnya utuh sebagai polisi dengan seragam lengkap. Aku begitu ingin, seolah ada sensasi lain yang bisa kudapatkan. Dengan berpelukan dan berciuman, dia menuntunku ke kamarnya. Seragam
yang sekiranya akan dicuci, diambilnya dari tempat pakaian kotor. Dengan gairah yang masih tinggi, dia pakai seragamnya, komplet dengan sepatu, kecuali topinya, seperti yang kupinta. Belum sepenuhnya selesai dia mengenakan seragamnya, aku sudah menubruknya. Kembali kami berpagutan, semakin panas, karena aku telah menemukan sensasi lain. Ahh, tubuhnya yang terbalut seragam penuh pesona itu benar-benar membuatku gila. Aku semakin agresif memagutnya serasa ingin melumat apapun yang dia miliki. Pantat, selangkangan dan apapun yang dia punya semakin membuatku melambung begitu dibalut seragamnya. Aku semakin gemas, mencengkeram apa pun yang ada padanya. Berkali dia mengaduh, namun tetap membiarkan aksiku. Dengan paksa kubuka retsliting celananya. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Kukeluarkan penis besarnya, berikut dua buah pelirnya. Sengaja kubiarkan tidak membuka celana panjangnya, karena aku ingin dia tetap dengan seragamnya. Semakin agresif aku mengunyah penisnya. Dua tanganku pun seolah tidak ingin melewatkan sensasi indah itu. Penis dan buah pelirnya yang menjulur dari retsliting celana coklat tua itu, membuatku kesetanan. Dia mengamuk berat saat kupercepat aksi tanganku di penisnya. Aku dibanting ke bibir tempat tidurnya. Tubuhku terhempas ke kasur, sementara pahaku menjulur ke lantai. Penisnya yang keras, memerah dan panas, mencoba menusuk pantatku. Aku terpekik, saat berkali penisnya mencoba menusuk anusku. Tangannya berkali mengambil ludah dari mulutnya, dan dilumurkan ke anusku, berharap penisnya akan sedikit gampang masuknya. Namun tetap saja sulit, dan aku merasa kesakitan, karena inilah pertama kalinya anusku tersodomi. Aku memejam, begitu kurasakan dia memperlambat aksinya. Dengan lembut jarinya menusuk-nusuk anusku, mencoba mencarikan jalan untuk penisnya. Kembali aku terpekik, saat glands penisnya mulai masuk ke anusku. Aku mengaduh, setengah mendesis. Berkali pula dia mendesis, sambil mengucapkan kata-kata indah, mencoba memberiku semangat. Gairahku semakin melambung, saat kulihat wajahnya yang mulai berkeringat, menegang. Mulutnya menganga dan mendesah saat penis yang menjulur dari retsliting seragamnya berjuang masuk ke anusku. Kulumat jemarinya, saat dia telah berhasil memasukkan hampir semua penisnya. Aku benar-benar merasakan sensasi hebat, yang baru pertama kali kurasakan. Rasa mengganjal di anusku. Penisnya yang beraksi di anusku benar-benar memberikan pengalaman pertamaku, dan sebanding dengan kenikmatan yang didatangkannya. Pelan, dia maju-mundurkan pantatnya. Kami mendesis bersahutan. Tanganku beralih ke penisku. Kurancapnya semakin kencang. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahan gairahku demi melihat wajahnya yang semakin tegang menghadirkan berjuta rasa. Kubiarkan sperma mulai memasuki ujung dalam penisku. Kurasakan sperma itu begitu kencang mengalir, memenuhi kantung spermaku. Aku mempercepat aksiku. Rasa nikmat berganda di penis dan anusku, seolah melambung ke ubun-ubunku. Aku mulai mengejang kuat seiring dengan percepatan reaksi di penisku, dan akhirnya aku mengerang panjang saat spermaku mulai muncrat deras. Saking derasnya, sperma itu muncrat ke wajahnya. Refleks dia mendekapku erat, dengan penis masih menancap di anusku, mencoba memberikan semua birahinya. "Hayoo, sayang! Ougghh!". Dia membisikkan berbagai kata di telingaku, mencoba menambah gairahku. Penisku yang baru sekali memuntahkan sperma, berdenyut di baju seragamnya. Aku yakin, seragamnya akan belepotan spermaku seperti halnya wajahnya yang belepotan muncratan spermaku, karena saat dia dekap erat aku, aku masih merasakan kejang penisku memuntahkan spermanya. Tangannya mengurut penisku dengan kasar. Belum habis sensasi yang kurasakan, dia melepas dekapannya. Wajahnya kulihat semakin tegang dan mengejang. Mulutnya ternganga, matanya berkejap-kejap. Desahan dan erangan berkali keluar dari mulutnya, saat dia mempercepat aksi penisnya di anusku. Aku sangat menikmati saat dia berada di puncak gairah. Dengan seragam lengkap, wajah menegang, mulut menganga, mendesah. Mata berkejap-kejap, membuatku menemukan sensasi indah. Akhirnya dia meraung panjang, saat spermanya mulai muncrat. Dicabutnya penisnya dari anusku, dan ditempelkan di penisku. Spermanya yang panas, dan lengket kurasakan membasahi penisku yang setengah melemas. Kurancap kuat penisnya. Berkali dia mengerang panjang. Tanganku masih mengurut penisnya, saat dia dengan erat dan mesra mendekapku. Bibirnya berkali mengecup keningku, dan aku pun membalasnya. Kuucapkan terima kasih, lirih. Dia pun mengatakan hal yang sama. Kami masih berpelukan erat, entah berapa lama. Ternyata aku mulai menemukan sensasi indah yang semula kuanggap aneh. Aku mulai menikmati lekuk tubuh lelaki, yang semula masih bisa kutahan dengan melampiaskan gairah itu pada istriku. Aah..!
END
Andai Aab Mengerti
(by:
[email protected] )
Hembusan panas nafasnya terasa di telinga ketika dari belakang kepalaku dia menjilatinya. Kumisnya yang tebal seolah memberikan tambahan energi di desahannya. Tangannya sudah meremas-remas penis di balik celanaku. Kurasakan benjolan keras di pantatku ketika dia dekap erat aku.
Rasa bersalah pada isteriku kian menggunung dengan segala rahasiaku. Ingin rasanya berterus terang selekas mungkin sebelum semuanya terlambat. Namun aku belum siap untuk bisa menerima konsekwensi terburuk yang sering menghantui. Aku tidak mau ditinggal isteri yang sangat kucintai jika dia tahu betapa bejatnya aku. Apalagi jika harus berpisah dengan anakku, aku tidak sanggup.
Aku kembali tak bisa berbuat apa-apa. Kedekatan Aab dengan keluargaku seolah memberikan gambaran mengerikan jika Aab sampai menceritakan apa yang pernah kuperbuat dengannya dan dengan lelaki lain sebagaimana di ceritaku karena dia kecewa telah kutolak kemauannya. Aku harus senatural mungkin bersikap di hadapannya. Aku masih belum tahu betul karakter Aab sebagai orang Arab, orang Irak persisnya.
Namun aku pun tertekan. Jika dokter keluargaku atau Aab Saddam (begitu aku memanggil dosen yang berasal dari Ir ak itu) meneleponku hanya sekedar tanya kabar misalnya, apalagi sampai datang mengunjungiku, rasa itu semakin menyiksaku. Aku mencoba menghilangkan rasa bersalahku, tapi biar bagaimana pun aku pernah bercinta dengan mereka dan isteriku tidak tahu bahwa telah kukhianati. Untungnya Mr. Smith si bule baik hati itu sudah kembali ke negara asalnya dan hanya setahun sekali datang ke rumah. Meski email untuknya masih sering kukirim, namun beban terhadapnya tidak terlalu berat dibandingkan yang lain.
Gairahku mulai terusik ketika dibisikkannya kata-kata indah yang entah dari mana didapatnya. Desahannya di telinga membius gairahku. Tak urung penisku yang berkali-kali diremasnya menyembul dengan bebasnya dari balik celanaku karena memang aku tidak memakai celana dalam. Bajuku, pemberian dokter keluargaku, sosok yang juga mengisi gundahku, tidak sedikit pun menyurutkan gairah Aab yang sudah membara.
Sejak pergumulanku yang sedikit bernuansa premanisme dengan Aab Saddam, lelaki itu semakin sering menghantui pikiranku. Tidak jarang dia datang ke rumahku jika aku tidak masuk kuliahnya, meski dia juga tahu bahwa aku tidak di rumah karena sedang sibuk dengan proyekku. Dia beralasan menanyakanku sekaligus menengok keluargaku, dan memang benar juga. Anakku semakin akrab dengannya karena Aab sering membawakan mainan dan makanan kesukaannya. Berbagai rasa berkecamuk jika sepulang kerja, isteriku apalagi anakku bercerita panjang lebar tentang kedatangan Aab Saddam yang setahu mereka adalah dosenku sekaligus salah satu pengurus perguruan tinggi di mana aku dulu mondok menimba ilmu. "Maaf, tidak nelepon lebih dulu, Dj. Kedatanganku mengganggu?" sapanya. Aku sedikit terkejut begitu tahu bahwa yang menekan bel rumahku adalah Aab Saddam. Aku menggeleng antara menggeleng menjawab tidak terganggu dan menggeleng karena tidak siap akan kedatangannya. "Woww, kerennya kau dengan baju itu, bikin kangenku harus segera diobati, Dj!" ujarnya. Sebelum pintu kututup rapat, Aab sudah mendekapku erat dari belakang. Aku tidak bisa beralasan lagi sebagaimana hari sebelumnya jika Aab ingin bertemu khusus denganku. Dia tahu bahwa aku sendirian saja karena siangnya tadi dia telah ikut mengantar isteri dan anakku ke bandara untuk berlebaran di kampung orang tuanya. "Aduh, aku belum makan, Ab. Jadi masih lapar!" ujarku sambil memegang perutku yang terasa lapar. "Iyaa, kebetulan sekali Dj. Aku juga belum makan, makanya aku bawakan banyak makanan untuk kita" aku sekali lagi menggeleng karena tidak tahu harus berbuat apa. Sambil mendekap erat dan sesekali menciumiku, Aab membimbingku ke meja makan. Selama makan, banyak hal yang dilakukannya yang membuatku risih. Aku yang biasanya tidak aneh-aneh jika makan dengan isteriku, merasa kikuk saat dia meminta untuk menyuapiku. Bahkan sesekali makanan yang sudah disuapkannya ke mulutku diambilnya lagi dengan mulutnya. Aku sendiri jijik membayangkan makanan yang sudah kukunyah ditelan lagi oleh orang lain. "Maaf, Ab. Aku mau mandi, sudah hampir malam" ujarku. Aku bergegas bangkit setelah merasa cukup. Kulihat rasa kecewa menggantung di wajah brewoknya yang berubah seperti wajah anakku yang merengut jika kemauannya tidak kuturuti. "Please, Dj. Hampir satu bulan aku menahan rasa ini. Aku tidak sabar menunggu waktu yang tepat seperti sekarang ini. Atau memang kau sudah siap untuk berterus terang dengan isterimu?" ujarnya. Ahh, lagi-lagi dikeluarkannya jurus itu. Aku memang sudah yakin kalau fotofoto ketika dia menjilati dan mengulum penisku sebagaimana di ceritaku sebelumnya itu sudah terekam bagus di ponselku, tapi aku belum bisa memproses foto itu tanpa aku harus minta bantuan orang lain. Resikonya terlalu besar, pikirku. "Tapi, Ab. Aku masih capek, nanti agak malam saja yaa.." ujarku merajuk. Sebenarnya sekarang atau kapan pun aku tidak yakin mau. Rasa bersalah terhadap keluargaku terlalu besar. Dia menggeleng. Bahkan semakin erat memelukku. Aku yang sudah sangat gerah seharian tadi semakin merasakan gerah di sekujur tubuhku. "Please, Dj!" ujarnya dengan nafas terengah-engah.
"Ohh, Dj. Please!". Berkali-kali desahan itu keluar dari bibir tebalnya. Lidahnya berkali-kali menjilati kedua telingaku seperti induk kucing sedang memandikan anaknya. Direnggutnya celanaku sehingga penisku yang sudah sangat tegak, bergoyang-goyang mengikuti irama gairahku. Demi melihat penisku yang telah keras dan memerah, Aab beralih ke bagian depan. Dengan mesra disandarkannya tubuhku ke dinding. Tangannya yang besar berkali-kali meremas penisku hingga menambah cepat gairahku memuncak. Aku mulai mendesah mengikuti permainannya, apalagi saat mulut Aab beradu dengan mulutku. Bibirku digigitnya hingga aku mengaduh, tapi bukannya beringsut Aab malah semakin ganas melumat bibirku. Lidahnya mencoba membuka mulutku yang ternganga merasakan sensasi gilanya. Dengan ganas lidahnya bermain di dalam mulutku. Berkali-kali aku tersedak karena merasa risih dengan kumis tebal yang melintang di atas bibirnya, namun tetap dengan ganas Aab memainkan lidahnya menyedot habis lidahku yang bahkan semakin tidak bisa kuimbangi. Setelah terenggut satu-satunya baju yang kupakai, aku dibopongnya ke kamar mandi. Ruangan berukuran 3x4 yang kudesain alami dengan segala pernak-perniknya, terasa berubah menjadi sempit dengan permainan kami. Tergesa Aab melepas segala yang dipakainya, sehingga keringat yang mengucur di tubuhnya yang sedikit gelap dan hampir dipenuhi bulu, kulihat berkilat. Aah, benjolan di pangkal paha itu seakan bertambah besar saja. Kembali Aab menciumiku. "Sejak pertama masuk di kamar mandimu dua minggu lalu, aku begitu ingin merasakan bercinta denganmu di sini, Dj. Aah, ternyata anganku tidak harus lama menunggu" ujarnya. Ucapan Aab yang tidak lebih bernada membisik, mencoba membangkitkan sensasiku. Bak mandi yang juga kudesain sendiri, sengaja kubuat agar muat dua orang, bahkan lebih bisa berendam. Dan memang sudah tidak terhitung berapa kali aku, baik sendiri maupun dengan isteriku melampiaskan gairah insani kami. Saat mulut Aab menemukan penisku, aku semakin bergairah. Aku mendesis dan kembali mendesis begitu kurasakan sensasi di batang kebanggaanku. Mulut Aab memang sangat terampil menghadirkan berbagai rasa. Bibirnya yang tebal, seolah didesain khusus untuk menjepit penisku. Aku mendesis. Rasa gerah berangsur menghilang, saat air dari kran mulai mengaliri tubuh telanjang kami, seolah memacu gairah kami agar lebih dahsyat lagi bergulat. Aku mulai mengerang saat mulut Aab semakin ganas melumat penisku. Kumisnya yang tebal sesekali digosokkannya ke penisku hingga memberikan rasa berganda di ujung ubun-ubunku. Apalagi saat jemari Aab mulai bermain di anusku. Beberapa jari, dengan cepat bergantian menusuk anusku dan bermain di dalamnya. Ada rasa yang mulai menyentak dari dalam penisku, karena dua titik gairahku digarap Aab. Saat aku mulai mengaduh, Aab mencabut mulutnya dari penisku. Mungkin dia tidak mau kenikmatanku berakhir hanya dengan permainan mulutnya. Aab bangkit dan menyodorkan penisnya ke mulutku. Aku menggeleng. Tapi tetap disodorkannya penis yang besar itu ke mulutku. Aku mencoba mengulumnya agar tidak dianggap egois, namun aku tetap tidak bisa. Penisnya terlalu besar di mulutku, sehingga berkali-kali aku mencoba untuk mengulumnya, berkali-kali pula aku tersedak. Akhirnya aku hanya menjilati batang penisnya yang hitam, keras, besar dan panjang itu. Aab mengangguk, tanda menyetujuinya. Dia mendesis berkali-kali. Kata-kata, "Yess, uugh, yess, uughh..", seperti di adegan intim di film-film porno koleksiku, berkali juga keluar dari mulutnya. Tanganku yang sudah kulumasi dengan sabun mandi kujadikan alat untuk menggantikan mulutku yang masih tidak bisa kutipu untuk tidak jijik. Aab semakin mendesah, bahkan kulihat mulutnya yang berkali-kali mendesis, ternganga seolah sedang merasakan sensasi kenikmatan yang luar biasa. Mata bulat itu berkali-kali merem melek, mengikuti irama tanganku yang sedang memainkan penisnya. "Ouugghh, ouuggh..!". Akhirnya raungan mulai keluar dari mulut Aab begitu kupercepat aksiku. Di puncak gairahnya, dia ambil alih penisnya yang sejak tadi dalam kekuasaanku. Begitu
raungan panjang terlontar dari mulutnya, dia mencoba menyodorkannya ke mulutku. Aku menggeleng dan mengunci rapat mulutku. Aku belum bisa menerima kalau spermanya masuk ke mulutku. Tak urung sperma itu muncrat ke wajahku. Rasa hangat menyentak wajahku ketika dengan kerasnya sperma Aab muncrat dari penisnya ke sekujur wajahku. Sperma yang panas dan kental kurasakan lengket hampir di semua bagian wajahku. Aku pejamkan mataku agar spermanya tidak mengenai mataku.
dijilatinya tak bersisa. Sinting, gumamku. Aku hanya menggeleng dalam kelelahan hebat. Ah, dosenku yang malang. Seandainya saja foto-foto itu bisa kuproses sendiri dan bisa kusimpan dalam komputerku, mungkin aku bisa mengandalkannya saat Aab Saddam mengancam akan membeberkan aibku ke keluargaku sehingga aku tidak harus merasa seterpaksa ini. Aab, kapan kau mengerti keadaanku?
"Sshh.. Shhss". Berkali-kali kudengar Aab mendesis saat mengurut penisnya yang masih tegang, mencoba menghabiskan sisa-sisa sperma dari batangnya. "Terima kasih, Say. Terima kasih, Dj!". Masih dengan gemetar suara Aab lirih berbisik.
END
Aku membuka mataku dan mengangguk. Aku hendak membenamkan kepalaku di bak mandi agar sperma Aab yang berserakan di wajahku menghilang. Namun Aab menangkap wajahku. Dia menggeleng tanda melarangku. Kemudian dia jilati spermanya sendiri di wajahku, mulutnya sesekali mampir di mulutku, memagutnya, sambil berkali-kali berkata terima kasih.
Prince of Scandinavia
Aku mencoba melepaskan dekapannya saat kusadari air dalam bak sudah terlalu kotor oleh busa sabun, keringat, dan sperma Aab yang terlalu banyak untuk ukuran lelaki Indonesia. Kembali Aab menggeleng.
ulisan berikut adalah kisah nyata (kurang lebih 2 tahun yang lalu) yang dialami sendiri oleh penulis yang saat ini tengah bermukim di bagian utara Eropa (Skandinavia) dan menempuh studi. Nama dan lokasi sengaja disamarkan untuk menjaga kerahasiaan.
"Tidak adil". Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya, karena secepat itu pula tangannya meraih penisku yang masih tegak. Kembali mulutnya mencoba menambah sensasi di penisku dengan permainan dahsyatnya. Aku pun mulai menemukan gairahku yang sempat terputus saat sperma Aab muncrat. "Tunjukkan padaku, seberapa dahsyat kau punya tenaga, Dj. Mungkin kalau dengan isterimu kau masih kasihan untuk melampiaskan semua tenagamu, namun denganku, keluarkan saja semua yang kau bisa". Begitu tantangnya saat dia memasang kondom di penisku, seolah membangkitkan sesuatu yang selama ini kupendam. Aab bersandar telentang di dinding kamar mandi. Pantatnya menempel di bibir bak mandi, sedang kedua kakinya dijulurkan ke luar. Tangan Aab membimbing penisku ke anusnya. Dengan posisi berhadapan, semula aku merasa kesulitan, namun Aab dengan sabar membimbingku. Penisnya kulihat sedikit demi sedikit mulai bangkit. Gambaran seorang dosen yang biasanya perlente dengan segala atribut dan gaya bicara yang dibuat sewibawa mungkin, lenyap sudah dari diri Aab. Kulihat Aab tidak lebih dari seorang preman yang sedang melampiaskan gairahnya. Aku mendesis saat penisku sudah mulai menusuk anus Aab. Kumaju mundurkan pantatku perlahan, agar penisku benar-benar tertancap ke anusnya. Saat semua batang penisku tertelan anusnya aku mulai sedikit keras memaju-mundurkan pantatku, Aab meringis, kesakitan. Aku menghentikan aksiku, namun kembali Aab menggeleng, bahkan dia mengolokku bahwa aku hanya bisa sebatas itu. Harga diriku mulai terusik saat kembali Aab mengolokku. Aku mempercepat aksiku, kujambak rambut ikalnya dengan kedua tangan. Aab mengerang, namun justru erangan kesakitannya seolah membangkitkan gairah nakalku. Bahkan kemudian penis Aab kujadikan pegangan kedua tanganku ketika semakin keras aku bereaksi. Aab meringis, namun berkali-kali juga mendesah, sama sepertiku. Desisanku berubah menjadi erangan kecil saat mulai kurasakan ada yang berdenyut-denyut di pangkal batang kebanggaanku. Mulutku ternganga sambil sesekali mengerang. Mataku kupejamkan agar bisa mendatangkan sensasi yang lebih besar. Eranganku mengeras, seiring dengan cepatnya denyutan yang kurasakan dari dalam penisku. Aku hendak mencabut penisku, saat kurasakan sperma mulai menyentak ingin muncrat, namun di saat spermaku sudah tidak bisa kutahan lagi, Aab justru membenamkan pantatku ke anusnya dalam-dalam. Aku berontak, tidak mau kondomku terlepas di dalam anusnya karena bisa jadi masalah. Namun tetap saja terlambat, aku mengejang hebat saat spermaku muncrat di dalam anus Aab. Lama aku berada dalam lambungan gairahku. Belum sempat aku tersadar dari kenikmatanku, satu tangan Aab mendekapku erat sementara satu tangannya merancap penisnya sendiri. Tubuh Aab bergetar hebat saat dia mulai mengerang. Kurasakan Aab mengejang hebat saat cairan hangat muncrat di perutku. Denyutan penisnya begitu keras sampai-sampai perutku merasa kegelian.
(by:
[email protected] )
***** Blue eyes blue I tought you would be loving me.. I tought you are the one that stays forever.. Itulah sepenggal lirik lagu Eric Clapton. Lagu itu punya arti khusus untukku karena setiap kali kudengar lagu itu, kenangan bersamanya selalu terbayang. Mungkin benar kata orang bahwa cinta tak selalu memiliki, tapi yang pasti dia pernah menempati ruang khusus di hatiku. "Please pick me up in the bus station on monday at 9 am", begitulah bunyi e-mail terakhir yang kukirimkan padanya sebelum kami bertemu untuk pertama kalinya, yang segera dibalasnya dengan satu kalimat singkat, "See you on monday at the bus station". Hari senin, pagi-pagi benar, kira-kira pukul enam, aku sudah berada di dalam bis yang membawaku ke kota Lein. Dalam hati aku merasa gelisah dan sekaligus penasaran membayangkan apa yang akan kualami nanti saat aku berjumpa dengannya. Jujur saja, aku belum begitu berpengalaman tentang seluk-beluk "dunia kecil" kami ini, dan saat ini pun aku tidak berani mengklaim bahwa di usiaku yang 28 tahun ini aku sudah berpengalaman untuk itu (ha.. ha..). Sebut saja namanya Henry, pria asli Skandinavia yang masih cukup muda, 22 tahun (kala itu), dengan postur yang cukup "mengagumkan", 190 cm, mata biru dan rambut pirang keemasan. Kombinasi yang sangat kusukai. Setelah lebih dari tiga jam duduk di dalam bis, akhirnya sampai jugalah aku di Lein. Dengan sedikit terburu-buru aku turun dari bis. Mataku sempat mencari-cari dimana gerangan dia menungguku. Kala itu akhir musim dingin di bulan Februari, dengan suhu sedikit di atas nol derajat dan hujan, sungguh sangat tidak bersahabat untuk berada di luar rumah. Seorang anak muda kemudian perlahan-lahan mendekatiku.. "Peter?" begitu ucapnya dalam nada tanya. "Yes, Henry?" jawabku sekaligus balik bertanya, dia pun hanya mengangguk sambil menjabat tanganku. Beberapa saat aku sempat terkesima dan tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, harus kuakui bahwa dalam hati aku merasakan sesuatu yang lain, ya aku telah menyukainya sejak pertama kali kami berjumpa. Kami pun berjalan berdampingan menuju halte bis terdekat untuk menuju apartemen dimana ia tinggal. Tak banyak yang kami bicarakan, hanya sedikit basa-basi. "Do you feel tired after three hours in the bus?", tanyanya. "Yes, but just a little bit" jawabku. Dia pun sempat menunjukkan kampus dimana dia kuliah di kota itu karena kebetulan bis yang kami tumpangi lewat di dalam area kampus. Lima belas menit kemudian sampailah kami di apartemennya. Ruangan itu tidaklah terlalu besar tetapi sangat tampak asri dan nyaman, terdiri dari satu ruangan utama dengan kamar mandi dan dapur yang letaknya agak sedikit memisah. Letak barang-barangnya cukup teratur, menandakan bahwa pemiliknya cukup rapi.
Kucabut segera penisku dari anus Aab saat kulihat Aab terkulai kelelahan. Untungnya penisku masih keras, sehingga kondomku juga bisa kutarik. Begitu melihat penisku yang terbungkus kondom, secepat kilat Aab meraih penisku dan dilepasnya kondom itu. Aksinya tidak berhenti di situ, karena kemudian dia menjilati sisa-sisa sperma di penisku, seolah-olah penisku adalah sebatang ice cream berbalut vanilla.
"Please sit down, you must be tired", katanya. "Thanks!", aku hanya tersenyum sambil menyeret kursi terdekat kemudian duduk di atasnya. "So how long have you been in this country?", lanjutnya. "One and half year", sahutku.
Lebih anehnya, kondom bekas pakaiku berkali diciumi dan kemudian dituangnya spermaku yang masih tersisa dalam kondom itu ke tangannya lalu dijilati. Bahkan spermaku yang masih melekat tersisa di kondom itu pun
Sebelumnya dia telah mengetahui sedikit informasi tentangku bahwa aku tengah menempuh studi di negaranya. Kami pun berbicang cukup lama tentang banyak hal, mulai yang umum sampai yang khusus bahkan sedikit menyerempet topik-topik yang sensual. Sampailah kemudian pada pertanyaannya..
"What types of guy do you like?". Tak segera kujawab, kupandangi dia beberapa detik lamanya sampai akhirnya kujawab dengan jujur apa adanya.. "Tall, blonde and blue eyes, just like you". Dia tampak terkejut dan sedikit malu namun tak mengatakan apa pun. Aku beranjak pindah dari kursi, kemudian duduk di tepi pembaringan. Dia memandangku dengan tatapan yang sukar sekali diartikan, tanpa berkedip. Kubalas tatapan matanya beberapa saat lamanya kemudian kuambil inisiatif untuk menawarkannya duduk di dekatku. "Do you want to sit here next to me?". "OK" jawabnya pendek sambil bergerak mendekatiku. Aku tidak ingat secara pasti siapa yang memulai, karena sesaat kemudian kami sudah berpelukan, pipi kami yang hangat sudah terasa begitu dekat dan dengusan nafasnya kurasakan menyentuh kulit wajahku. Suatu sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Kami pun merebahkan tubuh kami di atas tempat tidurnya sambil terus berpelukan. Kutatap lekat-lekat matanya, yang menurutku punya daya tarik yang sangat luar biasa, sampai akhirnya kukulum bibirnya, dan dia tampak menikmati apa yang kulakukan. Sesaat kemudian pakaian kami pun sudah berserakan di lantai, sehingga setiap inci tubuhnya yang putih dan penuh bulu (kontras dengan kulitku yang mulus dan kuning langsat) dapat kunikmati secara utuh, aku pun tidak tahu mengapa aku sangat menyukai pria berbulu dan bercambang. Tanganku terus bergerilya di sepanjang lekuk tubuhnya, tak terkecuali kejantanannya yang berukuran sekitar 19-20 cm (rata-rata pria Eropa memang punya ukuran kejantanan yang "wow"), putih tegak sempurna, dan ter lihat sangat menarik. Batang itu terasa memenuhi genggamanku yang kemudian kugerakkan naik turun, kadang lambat kadang cepat, yang pasti sampai membuatnya merem melek merasakan sensasi kenikmatan itu. Lama kelamaan aku menjadi gemas juga sehingga kukulum kejantanannya (ini adalah pertama kalinya aku mengulum kejantanan seorang pria). Setelah beberapa saat dia pun bergantian mengulum milikku. Napas kami begitu memburu karena terbakar nafsu, karena ini adalah pengalaman pertamanya dan bagiku itu adalah kali kedua aku bermain cinta dengan seorang pria, jadi bisa dikatakan bahwa kami masih sama-sama "hijau" dalam urusan ranjang dan percintaan sejenis sehingga bisa dimaklumi kalau kami begitu dilanda gairah birahi. Kuraih lagi batangnya dan segera kukocok-kocok, makin lama makin c epat sampai akhirnya dia melenguh agak keras di puncak kenikmatannya, sambil batang putihnya memuncratkan cairan putih kental, dia pun lalu tersenyum puas.
"That's nice!" pujinya. Kali ini diraihnya batangku yang lalu dikocok-kocoknya. Setiap detik kocokannya sangat kuresapi dan kunikmati, sampai aku pun orgasme dan cairan putihku berceceran di perutnya. Kemudian kukecup pipi dan dahinya sebagai pujian untuk "kinerjanya", dan tak lupa kulumat sebentar bibirnya. Dia hanya pasrah saja di pelukanku. Saat itu aku merasa sangat menyayanginya. Siang itu, jam di dinding menunjuk ke angka dua belas, jam makan siang.
Malam itu kami pun memadu kasih sekali lagi yang diakhiri dengan tumpahnya cairan putih kental milik kami. Aku terlelap di sisinya tanpa sehelai benang pun melekat. Semalaman aku hampir tak dapat memejamkan mata karena aku tidur di sisi seorang pria yang sanggup membuat hatiku jadi amburadul, sementara ia tampak tertidur pulas. Rasanya tak ada puasnya kupandangi wajah tampan dan tercukur rapi itu sambil kubelai lembut tangannya yang berbulu. Pagi kembali datang, ia bangun lebih dulu. "Good morning, did you sleep well?" sapanya. "Good morning, it was quite well" sahutku. Sesaat kami saling pandang lalu kuambil inisiatif mencium pipi dan lehernya sambil kupeluk dia. Kami hanya bermesraan sesaat tetapi tidak sampai terlalu jauh. Hari itu kami habiskan dengan berkeliling kota. Dengan sabar dan telaten ia tunjukkan tempat-tempat yang mungkin menarik perhatianku termasuk juga kafe tempat dimana kami makan siang berdua. Hari itu aku senang sekali dan rasanya kami berdua telah lama saling mengenal walaupun baru dua hari kami bersama. Malam itu adalah malam terakhir kami bersama, karena esok paginya aku harus kembali ke kota dimana aku tinggal. Berat rasanya untuk meninggalkannya dan perasaan itu sangat menekanku hingga akhirnya tanpa terasa air mataku meleleh saat wajahku menyentuh pipinya. Ketika dia menyadari sesuatu yang lembab dan basah menyentuh pipinya, dia ter kejut sekali dan segera membalikkan badannya ke arahku sambil bertanya dengan air muka yang sangat serius.. "Are you crying? Why?". Tanpa kujawab pun dia pasti sudah tahu, beberapa saat kemudian aku masih diam, kemudian.. "Are we going to see each other again?" tanyaku. "Because I like you" imbuhku. Kulihat wajahnya kembali cerah, mungkin dia sempat khawatir kalau-kalau aku sakit atau semacamnya. Aku juga sempat was-was karena dia tak segera bereaksi, tapi rupanya kekhawatiranku tak beralasan karena sesaat kemudian dia melumat bibirku sambil berkata lirih.. "I like you too". Air mataku mengalir lagi tapi kali ini karena perasaan bahagiaku. Dia juga berjanji akan mengunjungiku di kotaku setelah selesai musim ujian bulan depan. Malam itu kami lewati dengan sangat manis. Keesokan harinya ia mengantar keberangkatanku ke stasiun bis. Wajahnya nampak sendu dan sedikit murung, aku pun memakluminya karena aku juga merasakan hal yang sama seperti yang dirasakannya. Cukup lama kami menunggu kedatangan bis yang akan membawaku ke kota dimana aku tinggal. Kuucapkan kata selamat tinggal untuknya dan dibalasnya lirih dengan kata serupa. Saat aku hendak melangkah menaiki pintu bis, aku sempat terkejut hingga langkahku agak terhenti. Rupanya dia memelukku, sepertinya dia tak ingin melepasku pergi. Aku sangat terharu dan ingin rasanya aku menangis kalau saja aku tak merasa malu. Namun kubiarkan saja hal itu dan kupendam perasaanku. Kuberikan senyum paling manis untuknya dan kutenangkan dia dengan kata-kata.. "I'll see you soon in Genburg".
"I know you are hungry, so I will make you something to eat", tukasnya. "Do you want to do something tonight? Like to go to cinema?" tanyanya lagi. "That would be a great idea, perhaps we can have dinner before the movie" sambutku dengan gembira.
Kunjungannya ke Genburg boleh dikata adalah kombinasi pahit manis, antara cinta, tawa, dan air mata, menggoreskan kenangan yang sangat dalam untuk kami berdua. Aku sempat menangis tersedu-sedu di pelukannya sesaat sebelum dia meninggalkan Genburg.
Dia menyetujui tawaranku sambil mengawasi makanan yang dimasaknya (supaya tidak gosong tentunya). Perhatian dan kebaikannya inilah yang membuatku menyukainya, bahkan bisa dikatakan bahwa aku telah jatuh hati padanya. Sepiring pasta (makaroni rebus) dan bola daging telah mengisi perutku, beberapa kali kupergoki dia mencuri pandang ke arahku selama aku makan, dia pun hanya tersenyum saja.
Singkat cerita, kami sempat jadian tapi tidak berakhir bahagia karena jarak yang jauh dan banyak faktor yang menyebabkan kami tidak bisa bersama. Tentu saja aku sedih dan merasa kehilangan tapi apa mau dikata. Hampir dua tahun lamanya aku tersiksa oleh bayangan dirinya. Setelah putus, kami masih berteman baik dan terakhir kudengar darinya bahwa dia telah menemukan seseorang dan mereka masih bersama hingga saat ini.
Sore pun tiba, kami segera bersiap untuk datang malam itu. Dia sengaja memilih chinese restaurant yang cukup nyaman dengan tata ruang yang apik. Kami memilih tempat duduk di pojok dekat jendela, kebetulan tidak banyak tamu yang datang malam itu. Ditemani nyala lilin di meja, makan malam kami menjadi kian romantis dan aku punya banyak kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat. Setelah selesai makan, kami segera keluar dan masih punya sedikit waktu untuk berkeliling dan tidak perlu tergesa-gesa menuju bioskop karena tiket telah kami pesan sebelumnya. Henry adalah seorang yang tidak begitu banyak bicara (dan aku pun demikian), sehingga banyak jeda di antara percakapan kami, namun aku berusaha untuk memulai perbincangan tentang topik yang bermacam-macam. Malam itu kami menyaksikan aksi George Clooney dalam 'Ocean Eleven'. Film berakhir pukul 11 malam dan kami pun segera pulang ke rumahnya. Kencan malam itu sangatlah berkesan buatku hingga membuatku masih terbawa suasana romantis. Kutatap dalam-dalam matanya tanpa sepatah kata pun, lalu kudekati dan kupeluk dia. Direngkuhnya aku ke dalam dadanya dan kusandarkan kepalaku di sana sambil sesekali diciumnya dahiku.
END
Aku dan Pacarku Ricky (by:
[email protected] )
Awalnya aku berkenalan dengan Ricky, tentu saja bukan nama sebenarnya, lewat chatting. Setelah sepakat untuk bertemu, kami lalu berangkat dari tempat masingmasing. Aku lalu meninggalkan warnet WH di Jl. Perintis Kemerdekaan, Makassar. Kami janjian bertemu di Mall Ratu Indah lantai 4. Dari jauh aku sudah melihat ciriciri orang yang mirip dengan Ricky seperti foto yang ia kirimkan lewat email. Ricky, 21 tahun, memang seorang yang keren, bertubuh maskulin dengan wajah bentuk oval
putih dengan dandanan rambut seadanya namun keren dengan tinggi badan 170 cm, 60 kg. Aku lalu menyapa si cowok keren itu dengan agak ragu-ragu, apakah dia benar benar Ricky atau bukan, "Ricky ya?" sapaku sambil melemparkan senyumku. "Iya, oh ya Geofanny ya?" balasnya dengan menyunggingkan senyuman. Senyumannya kian membuat dia kelihatan manis. Kami lalu bersalaman dan ngobrol-ngobrol sebentar. Dari pembicaraan kami, ternyata aku dan Ricky satu kampus di salah satu universitas negeri di Makassar, namun kamu beda fakultas.
Singkat cerita, kami jadian pacaran setelah seminggu lebih jalan bareng. Hubungan kami kian hari kian dekat, namun sejauh itu kami belum pernah melakukan hubungan seks. Karena baik aku dan Ricky bukanlah orang yang sex oriented. Kami mengutamakan yang namanya kasih sayang dan cinta, walau cinta kami adalah cinta sesama jenis, namun kami sangat merasakan apa arti cinta itu sendiri. Kami berdua lalu ke rumah kost Ricky di salah satu rumah kost di Jl. LB. Rumah ini terkesah cukup mewah. Setelah masuk ke kamar Ricky seukuran 4 x 6 m dengan dinding bercat cream, didalam dilengkapi dengan sebuah spring bed, kulkas, dan lain-lain. Suasana kamar pun dilengkapi dengan sebuah AC di sudut ruangan. Aku lalu duduk di atas sebuah kursi rotan, sementara Ricky mengambil air dingin dari kulkas. "Geo, minum dulu!" "ok, thanks", sambil mengambil air putih itu dari tangan Ricky aku membalas senyumannya yang manis dan membuatku selalu ingin menatapnya. Ricky lalu duduk di samping aku sambil memijat-mijat lenganku. "Geo, apa rencanamu sekarang?" tanya Ricky. "Apa ya.. Aku juga nggak tahu. Kita duaan aja disini. Gimana?" kataku sambil menatap kedua bola mata coklatnya. Dia membalas tatapanku dengan senyuman. "Mandi bareng yuk!" ajakku. Ricky kembali tersenyum dan menganggukkan kepala, tanda setujunya. Ricky memang seoorang yang mudah menebarkan senyum ke orang lain. I tu salah satu hal yang menarik pada dirinya. Aku merasa beruntung sekali bisa kenalan dengan dia dan lebih beruntung lagi, aku bisa mendapatkan hatinya dan menjadi pacarnya. Aku lalu berdiri dan mengajak dia berdiri dengan memegang kedua tangannya. Sekarang kami saling berhadapan, karena tinggi kami sama, hingga pandangan kami sejajar dan aku mulai merangkul tubuh Ricky yang hangat dan mengeratkan kedua rangkulanku pada pinggangnya, sementara itu kedua tangan Ricky merangkul pada leherku. Aku mulai mendekatkan bibirku dan mulai menyentuh kulit putih bersihnya dengan bibirku. "Akh.. Muachh" Aku melekatkan ciuman pertamaku ke bibir Ricky. Ini memang pertama kalinya kami melakukan ciuman dan sentuhan birahi. Aku mulai menciumi dan merasakan kehangatan tubuh Ricky. Dengan rangkulan yang tetap erat, ciuman pun terus saja berlangsung. Kurasakan kalau kontol Ricky pun sudah mengganjal di perutku. Menurut pengakuan Ricky, aku yang pertama menyentuh tubuhnya. Selama ini dia hanya sebatas teman dengan yang lain dan tidak pernah sampai ke tingkat pacaran. Sekali lagi aku merasa bangga dan beruntung, ternyata Ricky masih perjaka. Sementara itu kami terus melakukan ciuman hangat dan penuh birahi yang membara. Aku dan Ricky sudah mulai panas dibakar api birahi masing-masing. Aku lalu melakukan adu lidah dengan Ricky. Aku memasukkan lidahku ke mulut Ricky dan disambut oleh gerakan liar lidahnya menggapai dan mengejar lidahku. Namun sesekali pula kami bermain di bibir. Aku terus saja mengulum dan mengisap bibir Ricky yang memerah. Ricky pun mulai mengenal dan mulai belajar dari ciuman ini. Aku sengaja diam sejenak dan menunggu apa yang Ricky akan lakukan, ternyata dia agresif juga. Dia lalu menjulurkan lidahnya ke r ongga mulutku dan menjelajahi seluruh ruang mulutku yang dapat digapai ujung lidahnya. Aku sendiri merasa kesulitan dalam bernafas, lidahnya terus saja menggeliat dan meliuk-liuk liar di dalam mulutku dan sesekali mengisap dan mengulum bibirku. Sejenak kemudian, Ia melepaskan ciumannya. Bibir kami basah oleh liur birahi kami.
lepas, aku lalu mencium dan menjilati dadanya yang dipenuhi bulu-bulu halus. Ricky hanya mendesah kegelian. Aku lalu melanjutkannya ke bagian celananya. Kubuka resletingnya dan merosotkan celananya hingga tertinggal celana dalamnya saja yang berwarna merah kecoklatan. Di balik celana dalamnya itu, terbayang kontol Ricky yang sudah setengah mengeras. Aku secara refleks mendekati dan menggigit kontol Ricky yang masih berada di balik celana dalamnya. Ricky mengerang dan menggeliatkan tubuhnya sambil menyahut, "Akh.. Oughh". Tapi aku hanya menggigitnya dua kali. Aku lalu berdiri dan menyuruh Ricky melakukan hal yang sama. Ricky lalu membuka bajuku dan menjilati puting susuku dan meremas-remas dadaku, aku mengerang keenakan, terus saja Ricky meremas dadaku lalu turun menjilati pusarku dan membuka celanaku. Hal yang sama pun dilakukannya kepadaku. Dia lalu menggigit dan sesekali merangsang dan meraba-raba kontolku yang masih terbungkus celana dalamku. Kedua tangan Ricky meraba-raba selangkanganku, aku terangsang dan menggeliat kegelian juga. Ricky lalu merosotkan celana dalamku. Akhirnya aku telanjang tanpa sehelai benang pun melekat pada tubuhku. Kontan saja Ricky yang sudah dibakar berahi langsung menyerang kontolku yang masih berdiri setengah keras, Ricky langsung ingin menelan batang kontolku. Dia memasukkan kontolku ke mulutnya dan mengisapnya terus sesekali menjilatinya. "Oughh, akh.. Sudah Ricky. Kita belum bersih-bersih nih, nanti dilanjutin ya" sahutku. Sesaat kemudian dia melepaskan kontolku dan menciuminya dengan bibirnya. Karena tak adil rasanya kalau aku sudah telanjang bulat lalu Ricky masih memakai celana dalamnya. Saat Ricky berdiri mengambil handuk, aku lalu merangkulnya dari belakang hingga tak bisa bergerak, lalu memerosotkan celana dalamnya dengan kedua tanganku ke bawah. Ricky hanya tersenyum memandangiku. "Woow.. Ricky. Punya kamu gede juga" bisikku ke telinganya. Kontan saja aku langsung memegang kontolnya dan mengulumnya seperti mengulum eskrim. Ricky mendesah sambil mendongakkan kepalanya ke langit-langit kamar. Aku terus saja mengerjai kontol Ricky yang sudah mulai tegang. Sesudah keras memerah, aku menghentikan aksiku, berdiri lalu dengan sekuat tenaga aku mengangkat tubuh Ricky dan membawanya ke kamar mandi ruangan itu. Di dalam kamar mandi, kami pun tergoda untuk melakukan aktifitas seks sambil membersihkan badan. Waktu ricky sedang menggosok-gosok badannya dengan busa sabun, aku lalu memeluknya dan kembali menghujamkan ciuman hangat ke badannya. Sambil ciuman mulut, tubuh Ricky terdorong ke dinding kamar mandi hingga bersandar disana dn tubuhku pun menindih dan menghimpit tubuh licin Ricky antara dinding dan tubuhku. Aku menindihnya sambil terus melakukan rangsangan ke Ricky. Kontol Ricky sudah tegang dan berdiri keras, sama dengan kontol aku. Aku lalu turun menjilati badan Ricky yang masih berlumuran busa sabun. "Ough.. Ough.. Terusin Geo. Enak!" kata Ricky dengan penuh desahan yang sangat membangkitkan gairahku. Aku dengan liar saja terus saja menjilati badannya hingga mencapai daerah sensitifnya. Aku lalu mengulum dan menjilati kontolnya sesaat lalu mengocoknya dengan tanganku. "Ricky, kita lanjutin di tempat tidur aja nanti ya?" ajakku. Kami lalu membersihkan badan hingga selesai. Aku dengan penuh nafsu kembali memanjakan Ricky dengan mengangkat dan membawanya ke kamar tidur seusai mengeringkan badan. Di atas tempat tidur aku merebahkan tubuh Ricky, dia hanya tertawa kecil sambil menyahut, "Berat ya Geo?" "Akh.. Lumayan, tapi aku lebih merasakan kenikmatannya daripada beratnya" jawabku. "Oh yeah? Hahaha" Ricky kembali tertawa kecil. "Kita mulai aja ya sayang," bisikku, "Aku sudah tidak sabar nih" lanjutku. Ricky hanya mengangguk dan sekali lagi tersenyum menatapku. Tatapan dan senyumannya kian membuatku gemas dan ingin segera menjamah tubuhnya. Aku lalu mulai menindih tubuhnya dan mulai menikmati wajahnya dari atas. Dengan kedua tanganku di samping telinganya, aku menatap dan menikmati wajah ganteng dan manis Ricky. Kemudian setelah puas memperhatikan wajah Ricky, kemudian aku mulai menikmatinya dan merasakan langsung. Aku menciumi semua bagian mukanya dan kembali melakukan ciuman mulut, adu lidah dan saling meraba-raba tubuh seadanya yang bisa digapai tangan.
Aku lalu mengusapkan tanganku ke bibirnya, "Enak ya sayang?" tanyaku. "Enak banget Geo, lanjutin yuk?" ajaknya. "Kita kan belum mandi, Ricky" "Oh, iya. Mandi bareng yuk?" "Ok. Setuju" sahutku. Kami lalu saling melepaskan pelukan.
Kurasakan kedua tangannya meremas-remas pantatku dan aku terus saja menikmati ciuman mulut dengan dia. Dia pun menikmatinya dengan memberikan reaksi atas ciumanku dengan menggerakkan lidahnya kesana kemari di dalam mulutku, sesekali mengulum dan mengisap bibirku, menangkap ujung lidahku dan mengisapnya. Aku sangat nikmat sekali dengan ciuman ini. Tapi ini baru sebatas ciuman dan aku sudah merasa puas olehnya. Kami lalu melakukan posisi 69 alias oral seks. Kami melakukannya secara menyamping.
Aku lalu mulai membuka kancing baju Ricky satu per satu. Setelah bajunya
"Akh.. Ouhghh.." kenikmatan yang diberikan Ricky sangat memuaskan aku. Aku
terus saja mengisap, menggigit-gigit kecil batang kontolnya dan sesekali mengulumnya seperti eskrim. Sesekali juga aku menjilati sela selangkangan pahanya yang putih bersih. Sekian lama sesudah puas dengan posisi ini, kami lalu kembali berdiri berhadapan berlutut di atas spring-bed empuknya saling memeluk tubuh masingmasing, merasakan kehangatan dan kasih sayang serta cinta dari dalam hati. Ricky lalu membaringkan badannya, dan aku masih dalam posisi setengah berdiri, aku hanya menunggu apa yang akan dilakukan Ricky selanjutnya. Dia kemudian meletakkan kedua tungkai bawah kakinya di atas kedua pundakku sambil memberikan kode bahwa aku akan menganalnya. "Ric, kamu yakin dengan ini?" tanyaku. Se tidaknya Ricky akan merasakan sakit dan aku tidak suka jika ia merasakan sakit. "Ric, ini sakit Ric!" lanjutku meyakinkan. "Nggak apa-apa kok Geo. Aku mau banget neh" sahutnya. Karena ini kemauan dia sendiri, aku lalu mengangkap naik pantatnya lalu meludahi dan menggosokkan air liurku yang kental ke kontolku, yakin akan melakukannya, kemudian aku mendekatkan ujung penisku ke lubang pantatnya. Aku terlebih dahulu memasukkan jari tengah tangan kiriku ke lubang pantatnya sebagai awal pengenalan dan penyesuaian. Ricky merasa keenakan dan mendesah "Ouhgg.. Akh.. Uukhhss.." Kemudian aku mulai memasukkan kedua jari tengah tangan kanan dan kiriku, lalu menarik kedua sisi lubang pantatnya ke arah yang berlawanan hingga lubang pantat Ricky agak melebar. Aku terangsang melihat lubang pantatnya yang agak melebar, "Sakit?" tanyaku. "Iya, lanjutin aja Geo, jangan peduli sakitnya ya, nanti juga enak kok," jawabnya. "Lho, kok kamu tahu? Kamu sudah pernah ya?" tanyaku lagi. "Nggak pernah, kata orang sih begitu" jawabnyya mendesah. Aku lalu dengan perlahan-lahan memasukkan ujung penisku ke dalam lubang yang sudah menganga lebar di depan kontolku. Kontolku sudah tidak siap memangsa dan menembus apa yang ada didepannya. Kini kepala kontolku menyentuh bibir pantatnya dan aku mulai mendorongnya masuk dan akhirnya, "Akh, ough, akh.. Ukhh.. Terusin pelan-pelan Mas" sahutnya. Aku terus saja melambatkan masuknya penisku menembus keperjakaannya dan merasakan setiap sensasi yang daapt dirasakan dan dinikmati. Sambil memasukkan "senjataku" menembus lubang itu, aku mendongak ke langit-langit kamar namun konsentrasiku terus tertuju pada apa yang dapat kurasakan saat itu. Dan akhirnya seluruh batang penisku masuk ke lubang anus Ricky. Aku menghentikan aktifitas saat itu juga dan kembali memandangi raut wajah Ricky yang penuh pesona. Kulihat dia agak merasa kesakitan dan ia berusaha untuk menutupi itu. "Ric, sakit kan Ric?" "Iya, tapi nggak apa-apa kok Geo. Terusin aja ya, justru disitu sensasinya" Aku hanya menaikkan alis mendengar tuturnya, "Benar juga sih" kataku dalam hati. Aku mulai dengan perlahan-lahan mengayunkan pantatku atau mengocok lubang pantatnya dengan kontolku "Akh.. Akh.. Akh.. Akh" desahku membuat Ricky pun kian horny. Sambil mengentot Rick, aku mengocok penisnya yang tegang berdiri dengan tangan kananku membuat Ricky kian merasakan sensasi yang amat membuatnya merasa dalam surga dunia seks. Sementara tangan kiriku tak ketinggalan, tangan kiriku meraba-raba, mengelus-elus paha dan perut serta dada Ricky. Aku ingin membuat Ricky merasakan semua yang bisa ia rasakan dari aku. Aku lalu berdiri lurus ke atas dan dengan kedua tanganku, aku menahan dan mengangkap bagian pantatnya ke atas untuk menjaga agar kontolku tetap berada dalam "rumah amannya" Aku ingin mengentot Ricky sambil berdiri dan dia dalam posisi terbalik. Akhirnya bisa juga aku berdiri meski dengan tubuh agak membungkuk sedikit, aku kembali mengentot Ricky secara perlahan. Tak lama kemudian aku turunkan badan dan kembali ke posisi semula. Aku kembali mengentotnya dengan kuat, karena Ricky sudah merasa keenakan dan tidak merasa kesakitan lagi. Akhirnya, "Oughh, akh.. Croott, croot, croot" Aku menghentakkan senjataku dan mengeluarkan peluru panasnya ke dalam tubuh Ricky. "Akh.. Akh.." hanya itu yang bisa keluar dari mulutku, aku merasa begitu jauh melayang dan merasakan sensasi seksual yang teramat sekali. Aku sendiri saat itu lupa perasaan apa yang dialami si Ricky saat aku sudah mulai keluar sperma dan menghujamkan cairan kental ke dalam tubuhnya. Berahiku mulai reda namun Ricky belum mencapai klimaks. Aku mengeluarkan penisku dan berbaring lemas di tempat tidur. Ricky lalu berdiri dan membuka selangkanganku lalu dengan nafsu yang masih membara, dia lalu menusukkan penisnya yang masih berdiri keras dan kuat itu ke dalam anusku.
basi langsung menembus lubang pantatku. Aku tak menyangka kalau si Ricky begitu agresif soal ini. Ricky mengentot aku dengan semangat birahinya yang masih tinggi, entot-annya luar biasa banet. Isi perutku terasa goyang semua badanku pun ikut goyang di atas spring bed itu. Dan akhirnya, croott, croot, croott.. si Ricky menghujankan cairan hangat yang banyak ke dalam lubang pantatku. "Oughh.. Akh.. Akh.. Ushh," desah Ricky dengan kepala mendongak ke langit-langit kamar. Akhirnya kami selesai mencapai puncaknya, kami sangat puas sekarang. Kami lalu terasa mengantuk dan capek, kami lalu berbaring telanjang dan tertidur hingga pagi.
END
Aku Ketahuan (by:
[email protected] )
Entah mengapa aku menjadi gagu saat membuka email. Sejak cerita berjudul DOMPET, banyak teman yang mengirimku email. Aku jadi serba salah saat harus membalas email yang memang beragam inginnya. Ada yang sekedar memberikan komentar, yang mau kenalan, yang minta no HP, ada yang ingin ketemuan, bahkan tidak sedikit yang menanyakan ciri-ciri fisikku, ukuran penisku, gayaku bercinta dengan istriku, dan lain-lain. Aku mungkin kaget dengan keadaan yang tidak kubayangkan sebelumnya, karena memang alasanku semula mengirim cerita, hanya ingin agar traumaku yang sejak kecil kupendam, bisa sedikit kubagi. Tidak mungkin aku cerita tentang apa yang kualami kepada sembarang orang, bahkan pada sahabat terdekatku sekalipun, karena menurutku, dengan membuka aibku kepada seseorang, berarti aku sudah menggadaikan hidupku padanya, dan aku tidak mau itu. Pikirku, dengan bercerita di dunia maya, maka aku bisa seekspresif mungkin. Aku tidak harus takut akan dihujat, dihina, dicemooh, bahkan dijauhi, karena toh tidak ada yang tahu sedikitpun tentang aku. Aku bingung saat harus menjawab email yang intinya mengajak ketemuan. Di satu sisi, tidak mau mengecewakan yang telah mencurahkan energinya untuk mengirimku email, tetapi aku belum siap untuk membuka diri. Terlalu banyak yang harus dipertaruhkan jika sampai ada yang tahu. Akhirnya aku hanya bisa sedikit membatasi diri. Namun kejadian selanjutnya sungguh membuatku shock berat dan tidak kubayangkan sebelumnya. Jika biasanya langsung kuhapus semua file begitu yakin ceritaku terkirim, namun setelah mengirim "Antara Dua Rasa", tidak kuhapus karena akan kukirim ke temanteman yang tidak sedikit minta kiriman ceritaku. Namun ternyata aku masih manusia, yang jauh dari alpa. ***** Setelah dari warnet, hari itu aku ke kampus. Kuliah ekstensi-Filsafat, yang dulu menjadi pilihan keduaku ketika lulus SMA, setelah Teknik Sipil, akhirnya bisa kuambil. "Hafidz..! Naah, kebetulan ketemu. Tinggal kamu yang belum mengumpulkan tugas syarat ujian. Tak tunggu sampai sore ini yaa!" Tepukan di bahuku mengejutkanku di tengah sibuknya aku mengisi segala persyaratan ujian. Aahh, aab Saddam (begitu biasa saya menyebutnya karena selain asalnya dari Irak, kumisnya yang melintang menambah tepat julukan itu). "Iyaa.. Pak, maaf. Banyak kerjaan. Nanti kukirim tugasnya!" Aku gugup, merasa bersalah, kenapa tidak sekalian ketika di warnet tadi. Namun sebelum beliau menjauh, aku baru ingat bahwa aku telah menyimpan tugas itu di disket, dan aku ingat betul tadi kumasukkan dalam tasku. Bergegas kuambil disket dan mengejarnya. Sambil berbasa-basi aku menyerahkannya. Dua hari aku disibukkan dengan proyek kantor, sampai saat menjelang malam saat tiba di rumah, istriku memberikan pesan dari aab Saddam yang katanya siangnya ke rumah. Aku berpikir keras, ada apa? Kubaca pesannya sekali lagi. Yaah.. Hanya sebuah alamat dan sepenggal tulisan, "Harap datang!". Aku masih belum bisa menebak apa gerangan, bahkan sampai ketika kupencet bel kontrakan bercat krem, sebagaimana alamat tertera. Dengan senyum mengembang, aab Saddam mempersilakanku masuk. Aku masih bingung. "Aahh, ceritamu bagus, Dj-Paijo!"
"Akh.. Oughh.. Oughh" rintihku kesakitan saat Ricky kontan saja tanpa basa-
Plaak. Seolah tamparan keras telah mengahantamku. Spontan aku gemetaran saat nama samaranku disebut. Wuiihh, disket itu. Aku baru sadar bahwa aku telah salah menyerahkan disket. Aku bengong. Keringat dingin mulai mengucur.
"Maaf, jika membuatmu salah tingkah. Buatku bukan apa-apa, dan aku tahu perasaanmu!" Sentuhan aab Saddam mengejutkan keterpakuanku. Aku mencoba menepisnya, namun aku benar-benar di batas kebimbangan.. "Perlu kau ketahui, aku mengikuti setiap ceritamu, Dj. Bayangkan, dari bulan April, aku begitu terobsesi dengan sosok yang ternyata adalah salah satu mahasiswaku, ha-ha-ha" Aku menyengir mencoba mengimbangi tawanya. Entah mengapa aku mulai sedikit lega setelah mendengar pengakuannya. "Kau pasti tahu Mr.DOT, kan?". Aahh, iyaa. Sosok itulah yang paling sering mengirimku email yang isinya berbau cabul. Diakah? "Tanpa kejadian inipun aku sudah sangat terobsesi denganmu, Dj. Setiap kau tidak masuk kelasku, kuliahku jadi hambar. Tapi kini, kuharap kau ngerti dan sedikit mau berbagi!" Aab Saddam semakin berani merajuk. Aku menggeleng, mencoba meminta pengertiannya. Tapi justru dia semakin penasaran. "Bukan tipeku pemaksa, Dj, tapi aku ingin kau ngerti, please! Aku benar-benar ingin lebih darimu" Aku semakin serba salah. Aab Saddam yang semula begitu kuhormati, kini seolah monster yang siap melahapku. Rasa tidak enakku sudah terkalahkan dengan ketidakberdayaanku. Aku hanya terdiam, pasrah. "Istrimu, keluargamu, dan yang mengenalmu tentu belum tahu sebenarnya, kan? Dan aku juga yakin kau belum siap untuk diketahui. So.. Gimana?" Nada yang begitu sopan dan lirih, justru telah mengulitiku habis. Sangat berkesan memaksa. Aku semakin membisu, ketika tangannya menyentuh wajahku. Ketidaksiapanku akan terbongkarnya rahasiaku, membuat semakin leluasa tangannya meraih apapun yang ingin disentuhnya di diriku. Aku berpikir keras dan tidak mau kalah sebelum perang. Akal sehatku berputar, mencoba menemukan apa yang bisa kuperbuat. Ahaa.. Akhirnya aku mendapatkan ide cemerlang. Lumatan bibirnya yang semula kurasakan hambar, kubalas jauh lebih ganas. Aku harus benar-benar berakting. Kugigit bibirnya, dia mengaduh, namun aku tetap mengganas. Meski terganggu dengan kumisnya yang melintang tebal, namun aku harus. Bahkan kini aku yang mengambil inisiatif, harus membuatnya terlena. Kutarik paksa kaosnya, nyaris r obek. Meski sudah menduga sebelumnya namun aku sempat terkejut juga dengan apa yang di depanku. Darah Iraknya membuat hampir semua badannya di tumbuhi rambut. Sangat lebat. Aku tak peduli. Kupagut semua yang menempel di dadanya. Dua putingnya kulumat dan kugigit. Dia meraung, mendekapku erat. Tangannya ganas mencopot bajuku, sehingga tak seberapa lama, semua yang kupakai sudah direnggutnya. Aku pun berbuat yang sama. Kutarik paksa celana dalamnya yang masih tersisa, dan aah... aku sempat ngeri melihat betapa panjang dan besar penisnya. Bayangan betapa wibawanya dia ketika sedang di kelas yang begitu rapi, berdasi, sepatu, rambut klimis suara berat, badan kekar hilang sudah. Ahh sudah kepalang. Dia menindihku, garang. Aku kelabakan menahan nafas saat mulutku dibungkam dengan mulutnya. Belum lagi gairah yang membubung di ubun-ubun seiring dengan permainan tangannya di penisku. Dijilatinya hampir sekujur tubuhku. Bahkan anusku yang aku sendiri jijik membayangkannya, tak luput dari jilatannya. Aku mendesah-desah ketika sensasi luar biasa kurasakan, setiap lidahnya menusuk-nusuk anusku. Aku rancap penisku seiring permainan gilanya. Aku mengerang, bahkan sedikit kudramatisir berharap agar dia semakin memuncak, bernafsu dan lupa diri. Ketika mulutnya menemukan penisku, kuhentikkan aksiku. Kuajukan syarat, agar dia mau ditutup matanya. Benar dugaanku, hasrat membaranya tidak lagi bisa membaca apa mauku. Dengan ganas dilumatnya penisku. Aku semakin mengerang. Aku berdiri, masih dengan mendesah kumaju-mundurkan pantatku. Semakin ganas melumatku. Rasa nikmat yang ditawarkan masih menyadarkanku untuk mengambil ponsel kameraku. Kubidik dengan pas setiap aksinya melumat penisku. Kujambak rambutnya dan kutengadahkan wajahnya agar aku bisa membidik tepat wajahnya. Kuambil pose terbagus saat dia menjilati penisku. Aku mendesah penuh kemenangan. Kukembalikan ponselku, dan kunikmati permainan. Kubuka tutup matanya. Kuraih penisnya yang sudah sangat tegang. Rasa mual
yang pernah hadir ketika harus mengulum penis, kulupakan, demi hebatnya aktingku. Dia mulai meraung, ketika semakin kupercepat mulutku. Tadinya aku hendak menyerahkan anusku yang memang sampai sekarang belum pernah termasuki penis. Namun untungnya dia sudah tidak tahan. Dia meraung semakin keras. Aku yakin geloranya sudah memuncak. Dipegangya kepalaku dengan kuat. Tapi aku tidak mau spermanya muncrat di mulut. Dengan cepat pula kucabut mulutku, dan kuraih penisnya. Kubanting dia, dan mulai kubisikkan berbagai kata di kupingnya yang bisa memacu laju spermanya. Sambil kurancap, kugigit berkali-kali kupingnya, dan akhirnya dia meraung panjang, ketika kurasakan spermanya muncrat membasahi perutku. Didekapnya tubuhku erat, seolah tidak hendak dilepasnya. Aku tersenyum. Ah, satu-satu. Aku sudah hendak beranjak, saat dia terbaring lemas. Namun ternyata dia menuntut agar bisa melihat bagaimana wajahku ketika spermaku muntah. Tanpa pikir panjang, aku berdiri. Kusodorkan penisku ke mulutnya. Sambil berjongkok, dia terus menatap wajahku. Aku meringis, merem melek, menelan ludah, mendesah dan banyak lagi aksi wajahku yang menggambarkan saat hasratku menegang. Dia semakin mempercepat aksinya. Aku mulai mengejang. Kurasakan spermaku sudah di ujung tanduk untuk dimuncratkan. Kucabut penisku dari mulutnya. Kurancap kencang di depan wajahnya, sambil mendesah keras kumuncratkan spermaku ke wajahnya. Belum habis spermaku muncrat, dia kulum penisku. Kusodokkan muncratan terakhir spermaku ke mulutnya, penuh dengan bahagia. Aku tak peduli ketika dia telan spermaku. Lebih dua jam kami habiskan berdua, dan banyak hal yang dimauninya. Aku tahu banyak darinya bahwa di negaranya, dia tidak pernah mendapatkan kenikmatan yang diingininya. Dia hanya bisa merancap diri sambil membayangkan lelaki pujaannya, tidak lebih dari itu. Namun, setelah 2 tahun di Jogja, dia mula menemukan keasyikkan baru yang semula hanya sebuah angan, dan aku bisa membayangkan bagamana bergairahnya dia setiap melampiaskan hasrat terpendamnya. Belum hilang rasa capekku, dia kembali mencoba menaikkan gairahku lagi. Sebenarnya aku tidak mau lagi, karena malamnya aku harus melayani istriku yang sudah 4 hari tidak kukabulkan hasratnya. Namun karena aku belum yakin akan keberhasilan jepretanku, maka aku hanya mengangguk dan mengangguk, karena memang aku belum tahu hasil jepretanku sebagai senjata tandingannya. Kami kembali bergumul, untuk kesekian kalinya, dan aku tidak tahu entah berapa kali aku harus bisa berbaik-baik dengannya, dan entah untuk berapa lama. Namun aku berharap semoga hasil jepretanku akan baik, dan bisa dijadikan senjata tandingan.
END
Budak Seks Pekerja Bangunan (by:
[email protected] )
Inilah cerita GAY SEX PERTAMA berbahasa Indonesia yang pernah saya tulis dalam hidupku. Mulanya, saya tidak berniat untuk mempublikasikannya tapi karena antusiasme para pembaca sumbercerita.com yang sangat besar pada ceritaku yang berbau tukang bangunan: "2 Abang Tukang Bangunan" dan "0", saya memutuskan untuk mempublikasikannya. Dalam kesempatan ini, saya ingin berterima kasih pada semua pembaca sumbercerita.com yang telah membaca kedua cerita di atas karena kedua cerita itu sampai masuk ke dalam Top 10 List cerita Sesama Pria yang paling sering dibaca. Jika ada ide cerita, Anda boleh mengirimkannya. Terima kasih juga bagi semua yang telah menghubungiku. Maaf jika tidak semuanya bisa kubalas karena jumlahnya BANYAK sekali :) Terima kasih sekali lagi. Saya akan terus menulis untuk kepuasan Anda sekalian. Tunggu apalagi? Buka celana kalian, keluarkan kontol yang menggiurkan itu, santai saja, dan nikmati cerita ini sambil mengocok kontol kalian. ***** http://www.angelfire.com/falcon/brycejlover/index.htm http://endy2004.blogspot.com ***** Sejak masa puber, saya sudah tahu kalau saya berbeda dengan para pria lainnya. Saya menyukai sesama lelaki. Tapi karena saya jarang keluar rumah, saya kurang berinteraksi dengan para pria di luar sana. Sebagai pelampiasan, saya sering masturbasi sambil melihat koleksi foto cowok bugil yang kudapat dari internet, hasil copian di warnet tiap minggu. Fantasi terbesarku adalah diperkosa oleh laki-laki jantan berbadan bagus. Saya tak pernah menyangka bahwa fantasiku akan terwujud sebentar lagi.. Pagi itu, saya sedang berjalan-jalan di sekitar lingkungan tempat tinggalku untuk mencari angin pagi. Seperti biasa, sambil berjalan, kusapukan pandanganku mencari
laki-laki ganteng untuk mencuci mata. Sesosok tubuh pria pribumi bertelanjang dada menangkap perhatianku. Tubuhnya terlihat sangat bagus dari belakang. Memang tidak sebagus tubuh binaragawan, namun tetap saja menggiurkan. Pokoknya cocoklah kalau dia memutuskan ingin menjadi model sampul majalah fitness pria. Warna kulitnya agak gelap, namun dengan tubuh seseksi itu, dia nampak semakin menarik. Otot-otot punggungnya terbentuk lumayan, nampaknya dia adalah seorang tukang bangunan atau semacamnya. Sesekali, dia menengokkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tanpa sengaja memberiku kesempatan untuk melihat wajahnya. Nampaknya dia tak terlalu tua, sekitar 30an. Tampangnya sangat jantan, tegas, dan "beringas". Tapi wajahnya lumayan menarik juga. Perlahan-lahan, batang kontolku mulai berdiri. Di dalam otakku yang mesum, kubayangkan nikmatnya diperkosa olehnya. Oohh.. Saya lalu memutuskan untuk berjalan tepat di belakangnya. Kapan lagi bisa ketemu lelaki menggiurkan seperti ini? Telanjang dada lagi ;) Setelah beberapa menit kuikuti, tiba-tiba dia berbelok arah dan masuk ke dalam sebuah gang kecil. Dengan tekad membara, kuikuti dia seperti seorang matamata. Gang itu sepi sekali. Tak ada satu pun orang di sana. Semakin kuikuti, saya menjadi semakin takut namun gairahku malah semakin tinngi. Kontolku telah basah oleh "precum" dan cairannya telah membasahi bagian depan celena pendekku yang tipis.
kecil itu remang-remang. Lantainya terbuat dari semen halus, ruangannya hanya ada dua, penerangannya tak memadai, jendelanya hanya ada satu, hampir tak ada ventilasi, dan tak ada perabotan selain beberapa meja dan kursi kayu. Saya terhentak. Ruangan ini lebih tepat disebut sebagai ruang tahanan bawah tanah, tempat para tentara menyiksa musuh-mush mereka.. Apa yang akan dilakukan pria itu terhadapku, tanyaku dalam hati. "Buka baju loe," perintahnya. "Cepat!!" sambungnya, agak kasar dan tak sabaran. Beberapa saat kemudian, saya berdiri tanpa sehelai benang pun di hadapan pria itu. Kontolku mengeras bak pelat baja. Kolam "precum" terbentuk di atas palkonku yang tertutup kulup. Pakaianku kutaruh di pojok ruangan itu. Pria itu melahap tubuhku dengan tatapan bernafsu. Kontolnya yang masih tergantung di luar mulai hidup. Pelan-pelan namun pasti, kontol itu memanjang, mengeras, dan membesar. Tak lama kemudian, kontol itu telah mencapai ukuran maksimum. Panjangnya kirakira 25 cm. Dan keliling batang kontolnya sekitar 15cm. Sungguh besar kontol yang dia miliki, seperti kontol kuda penjantan. Agar lebih nyaman, pria itu melepas celananya sehingga kini dia pun berdiri telanjang bulat. Tak ada rasa minder sedikit pun di wajahnya. Dia bangga dengan tubuhnya dan juga dengan kontolnya. "Sini loe." Dengan kasar dan bernafsu, dia menarik tubuhku mendekat padanya.
Tiba-tiba, pria itu berhenti. Otomatis, saya berhenti juga. Pada saat dia membalikkan tubuhnya dan memandangku, jantungku serasa ingin lepas. Saya takut sekali. Bagaimana jika dia sampai tahu bahwa saya mengikutinya. Namun pria itu hanya tesenyum. Senyuman itu nampaknya seperti senyuman seorang penjahat. "Mau apa loe ngikutin gue?" Nada bicaranya terdengar agak tak ramah. Saya hanya terdiam saja. Saat saya tertunduk, kulihat benjolan basah besar di celanaku. "Gawat, dia pasti melihatnya.. Aduh, bagaimana ini?", pikirku. Pria itu mendekatiku. Entah kenapa, saya hanya berdiri terpaku di situ. Saya mulai gemetar ketakutan, namun ketakutanku hanya menambah gairahku. Dalam hatiku, saya berharap dia akan memperkosaku. Saya rela memberikan keperjakaanku padanya. "Loe suka liat badan gue, yach?" tanyanya setelah mengamati benjolan di celanaku. Tangan kanannya bergerak menyapu dada bidangnya. Dadanya yang agak gelap diremas-remas. Tak ayal lagi, putingnya mulai menegang menjadi sangat lancip. Gairahku menjadi tak terbendung lagi. Ingin ra sanya saya memintanya untuk menyodomi pantatku, namun saya terlalu takut. "Loe suka ini?" tanyanya lagi, kali ini agak terdengar menantang. Dia berjalan semakin dekat.. Dekat.. Dan dekat, hingga akhirnya wajahku hampir menyentuh lehernya (Dia lebih tinggi dibanding diriku). Menundukkan kepalanya sedikit, dia berbisik.. "Pengen diperkosa nggak?" Saya hanya terdiam. Air liurku rasanya susah sekali ditelan. Tangannya meraih turun dan memegang benjolanku dengan kasar. "Kontol loe pasti bagus. Gue paling suka ama kontol yang nggak disunat.." Setelah puas meraba-raba daerah terlarangku, dia meraih resleting celananya. Dengan sekali tarik, resleting itu terbuka dan kepala kontolnya menyembulkan diri untuk memberi salam. Namun saya menjadi semakin takut. Palkon (kepala kontol) pria itu begitu besar dan ukuran itu hanya ukuran sewaktu masih lemas. Bagaimana jika kontolnya terangsang? Saya mulai berpikir untuk menolak kesempatan ini. Saya memang ingin dingetotin, tapi bukan oleh kontol kuda. Saya bersiap-siap untuk kabur namun dia dapat membaca pikiranku. Sebelum saya sempat bertindak, kedua tangannya telah mencengkeram bahuku dengan sangat kuat.
Tanpa memberiku waktu untuk berpikir, dia melumat bibirku sambil merangkul tubuh telanjangku. Kontol kami saling beradu dan cairan kenikmatan membasahi tubuh kami. Untuk sesaat, rasa takutku menghilang. Pada saat saya sedang terbuai oleh kenikmatan sentuhannya, dengan sigap dia merantai tanganku dan menariknya sekuat mungkin. Tubuhku terangkat ke atas. Dia terus menarik sampai akhirnya kontolku berada tepat di depan mulutnya. "Ini yang gue suka.. Kontol berkulup.. Mm.." Kontolku langsung disantap olehnya. Dengan liar, dipermainkannya lidahnya. Saya hanya dapat meronta-ronta kenikmatan sambil mengerang-erang. Bagiku, ini sama sekali bukan pemerkosaan. Namun, saya kemudian menyesal telah berpikir demikian.. Saya hampir saja keluar, namun pria itu menghentikan aksinya, Nampaknya, dia cukup puas dengan "precum" yang kuhasilkan. Rantai yang mengikat kedua tanganku dilepaskannya. Saya langsung dibawa ke sebuah meja kayu dan ditelentangkan di sana. Kedua tangan dan kakiku diikat pada kaki-kaki meja. Khusus untuk kakiku, Supri mengikatnya sedemikian rupa sehingga kakiku ngangkang dan memperlihatkan lubang ngentot yang kumiliki. Ikatannya benar-benar kuat. Saya tak dapat bergerak! Telentang pasrah di sana menunggu nasib. Nasib seorang budak homo. "Untuk apa tubuhku diikat seperti ini?" tanyaku, khawatir. "Untuk dientotin.. Untuk apa lagi?" tawanya, bernada mengejek. "Mulai saat ini, loe adalah budak sex gue. Budaknya Supri. Loe musti muasin nafsu seks gue, dan juga ngecret sebanyak yang loe bisa. Gue paling suka liat budak seks gue ngecret dan mengerang kesakitan akibat dientotin." Kali ini, saya benar-benar ketakutan. Pria yang bernama Supri ini nampaknya tidak main-main. Supri berjalan mengelilingi meja sambil meraba-raba tubuhku. Sentuhannya hanya membuatku semakin gila dengan gairah. Dia lalu berhenti di depanku. "Buka mulut loe, homo!" serunya. Tanpa kubantah, langsung kubuka mulutku dengan senang hati. Kontol kuda itu lalu meluncur masuk. Rasanya besar sekali, mulutku serasa ingin pecah. Kepala kontolnya bergerak maju dan mendesak langit-langit mulutku. Cairan asin mengalir keluar dari lubang kontolnya dan masuk ke dalam mulutku. Rasanya nikmat sekali. Namun sebelum saya dapat menikmatinya, Supri menarik kontolnya mundur. Sesaat kemudian, kontol itu bergerak maju lagi, lalu munder, maju, mundur. Dan begitu seterusnya. Untuk mengimbangi kepalaku, Supri memegang kepalaku menyamping agar dia lebih leluasa memperkosa mulutku. Saya hanya dapat mengerang nikmat sambil sesekali tersedak dan hampir kehilangan napas.
Sambil menatap kedua mataku dalam-dalam, dia berkata..
"Yeah.. Hisap terus.. Aahh.. Homo emang paling tau nyenengin cowok.." katanya sambil tersengal-sengal. "Uugghh.. Aahh.. Loe adalah budak homo gue.. Milik gue seorang.. Aahh.. Nikmat sekali.. Oohh yah.. Oohh.. Ahh.."
"Loe nggak bakal ke mana-mana. Kalo loe berani kabur tau teriak, gue a kan sumpah gue bakal ngabisi nyawa loe dengan kedua tangan ini.." Cengkeramannya dipererat untuk menegaskkan maksudnya.
Erangan-erangan nikmatnya sebentar pelan, dan sebentar keras. Saya sendiri mulai suka diperlakukan seperti itu. Namun mendadak, Supri semakin panas. Eranganerangannya semakin keras dan terdengar seperti sedang kesakitan.
Saya sungguh tak berdaya. Pada saat dia membawaku ke tempatnya, saya hanya dapat mengikutinya. Tak ada kesempatan untuk kabur karena dia tetap memegangi bahuku. Kontolnya masih bergoyang-goyang di luar r esleting celananya, mengikuti irama jalannya. Akhirnya kami sampai di sebuah rumah kumuh, tak jauh dari gang tempat dia menangkapku. Dari luar, rumah itu nampak tak terawat dan agak gelap.
"Aarrgghh.. Oohh.. Siap-siap, homo.. Pejuh gue mau keluar.. Aahh.. Oohh.. Telan ini..!! Aarrgghh..!! Oohh.."
Dengan kasar, dia mendorongku masuk. Pria itu ikut masuk, setelah mengunci pintu untuk memastikan saya tak dapat melarikan diri. Rumah itu memang kumuh sekali. Sinar matahari hampir tak dapat masuk. Suasana di dalam rumah
Dan dengan itu, kontol Supri pun memuntahkan isinya. Crroott.. Crroot.. Croot.. Cairan putih kental dan hangat itu membanjiri mulutku. Dengan lahap, kutelan semuanya tanpa sisa. Oohh cairan kelaki-lakian Supri memang sangat lezat.. Nikmat sekali.. "Uugghh.. Aahh.. Oohh.." Kontol Supri menembakkan pejuhnya selama kurang lebih sepuluh kali, lalu berhenti.
Keringatnya menetes membasahi wajahku. Pria jantan itu lalu mengelus-ngelus wajahku seolah sedang berterima kasih. Saya tersenyum puas sambil memejamkan mataku. Tak dapat dipercaya kalau saya telah melakukan oral sex dengan pejantan itu. Kukira saya dapat beristirahat, namun tiba-tiba kurasakan tangan Supri menjalar ke pahaku. Sewaktu kubuka mataku, Supri telah berdiri di depan kontolku. Dengan bernafsu, Supri membasahi jari-jarinya kemudian jari-jari basah itu dimain-mainkan di lubang anusku yang masih ketat. Ketika jari-jari itu menekan masuk ke dalam anus, rasanya agak nyeri dan sakit. Apalagi ketika Supri memutar-mutarnya. Katanya, dia perlu melonggarkan sedikit lubang pantatku sebab lubangku terlalu ketat. Lama-kelamaan terasa nyaman dan nikmat. Saya mulai terbuai.. "Aa!! Apa itu?!" teriakku. Rasanya luar biasa sakit. Sesuatu yang jauh lebih besar tiba-tiba menghunjam masuk. Tersadar olehku kalau benda itu adalah kontol Supri. Ya, tidak salah lagi, pikirku. Benda itu besar dan panjang, hangat, agak basah di bagian ujungnya dan berdenyut-denyut.
hebat sambil terikat di meja dengan sebuah kontol super di dalam pantat rasanya NIKMAT sekali!! Aarrgghh..!! Pada saat yang sama, Supri pun berorgasme. Begitu saya ngecret, lubang duburku menutup secara r efleks dan mencekik kontol Supri. Kontan saja, kontol itu pun menyerah dan memuntahkan laharnya untuk yang kedua kalinya Crot!! Crot!! Crot!! "aarrgghh!!" Dengan jeritan yang keras sekali, seperti lolongan serigala yang terluka, Supri pun ngecret. Badannya mengejangngejang dengan dahsyat. Pejuhnya, seperti air bah, membanjiri lubang ngentotku. Aahh.. Hangat.. Tubuh kami berdua dikuasai oleh setan orgasme dan setan nafsu seks. Saya baru pertama kali itu mengalami orgasme yang sedemikian hebat. Akhirnya orgasme itupun usai. Supri menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku. Pejuh yang kusemprotkan menodai perutku dan perutnya. Rasanya enak sekali ditimpa oleh pria segagah Supri. Afterplay kami diisi dengan tidur-tiduran seperti itu selama beberapa menit. Setelah Supri berhasil mengumpulkan tenaganya kembali, dia bangun dan menciumiku dengan mesra. Kontolnya telah melemas di dalam anusku dan tergelincir keluar dengan sendirinya. Pejuhnya yang bersarang di dalam anusku juga ikut mengalir keluar seperti tetesan air keran. Supri pun berkata..
"Aahh..!! Sakit.." erangku. "Diam loe, homo! Loe adalah budak seks gue dan loe musti mau gue ngentot. Sebentar lagi, loe udah bukan perjaka lagi.." tawanya riang. "Jarang sekali bisa perkosa cowok homo yang masih perjaka.. Aahh.. Nikmatnya.."
"Mulai saat ini, loe adalah budak gue. Kapan pun gue panggil, loe musti datang. Kalo nggak, gue bakal beberin semuanya ke orang se-RT biar semua tau loe homo." "Loe musti bersedia nyedot kontol gue, minum pejuh gue, dingentotin gue, dan juga ngelakuin apapun yang gue suruh. Ngerti?", lanjutnya lagi. Saya hanya mengangguk lemah. "Loe adalah homo gue. Hak milik Supri. Gak boleh ada cowok lain yang ngentotin loe, kecuali gue yang suruh. Mengerti?" "Ya, Bang," sahutku lemah.
Supri menarik jari-jarinya keluar dan menusukkan kontolnya lebih dalam lagi. Saya mengerang semakin keras. Sakitnya bukan kepalang. Rasanya seperti hendak terbelah dua saja. Lubang pantatku menganga lebar, tersumbat oleh kontol kuda itu. Air mata mengalir dari mataku, saya telah diperkosa oleh Supri.
Dan dimulailah hari-hariku bersama Supri. Setiap hari, saya dingentot habis-habisan oleh Supri. Tak jarang Supri mengundang teman-temannya sesama tukang bangunan untuk menghajar pantat homoku dna memuaskan nafsuku akan kontol. Dan saya bahagia untuk dapat menjadi budak seorang tukang bangunan macho seperti Supri.
Pada saat itu, saya benar-benar menyesal telah meminta permohonan konyol macam itu, namun sudah terlambat untuk menyadarinya. Supri mulai menggenjot pantatku. Masuk, keluar, masuk keluar.. Seiring dengan irama genjotannya, saya menangis dan mngerang. Lubang duburku benar-benar panas dan perih. Saya berusaha untuk berontak namun tali itu mengikatku terlalu kuat. "Aagghh!!" teriakku lagi. "Ampun, Bang.. Aacchh.. Sakit.. Ampun, Bang.." tangisku. "Aacchh!!" Namun tangisku tak dihiraukannya. Malah Supri menjadi semakin beringas dan liar. "Oohh.. Lubang loe ketat sekali.. Aahh.. Lebih ketat dibanding memek.. Uugghh.. Mimpi apa gue semalam.. Aahh.. Bisa dapatin homo kayak loe.. Aahh.." sahutnya di sela-sela aktivitas ngentotnya. Saya terkejut ketika menyadari bahwa saya menikmati rasa sakitku. Rasa sakit akibat diperkosa Supri itu terasa sangat nikmat. Gesekan kontolnya dengan dinding dalam duburku mengirim sinyal-sinyal nikmat ke otak mesumku. Perlahan namun pasti, saya terhanyut dalam irama ngentotnya. Supri nampaknya mahir sekali dalam urusan ngetot-mengentot. Dia bisa melakukannya dalam ebrbagai versi. Pertama dia bisa melakukannya dengan sangat lambat. Menusukkan kontolnya sampai masuk dalam sekali lalu dicabut seluruhnya. Kemudian, kontolnya itu dihujamkan lagi tanpa ampun dan kemudian ditarik lagi. Begitu eterusnya dan semuanya dilakukan dalam tempo lambat. Sungguh sakit, menyiksa, namun nikmat bagiku. Kedua, Surpi bisa mengentotiku dengan sangat cepat seperti laju kereta api express. Saking cepatnya, tubuhku terguncang-guncang dan lubangku terasa mulai berdarah. Ketiga, Surpi dapat memutar-mutarkan kontolnya di dalam anusku. Aahh.. Nikmatnya.. "Aahh.. Homo.. Oohh.. Ngentot.. Aarrghh..!! Nikmatnya.. Aahh.." erang Supri. Sekujur tubuhnya bsah dengan keringat. Rambutnya pun basah. Keringatnya jatuh membasahi tubuhku yang juga mulai berkeringat. Sisa pejuhnya yang tadi dia keluarkan sedikit terlumur di badanku.
END
Game of Love (by:
[email protected] )
Namaku Ari. Aku adalah siswa kelas 3 SMU di kota T. Dan saat ini aku sedang berada di kantin sekolah. Saat itu kantin penuh sesak, aku dan beberapa teman cewekku sedang makan bakso. Pada saat itu aku melihat cowok kecenganku yang bernama Jimmy datang dengan teman-teman cowoknya. "Hei lihat tuh, si banci lagi makan!" salah seorang temannya berkata keras. Aku tahu bahwa yang dimaksud adalah aku, tapi aku acuh saja. Lalu mereka tertawa, termasuk Jimmy. Setelah selesai makan, aku dan teman-teman pergi menuju kelas. Tapi Jimmy and his gank mengikuti kami dan terus mengejekku. Meski begitu, aku tetap suka sama Jimmy. Dia anak kelas 3 juga, anak basket, jangkung, putih, cute banget deh. "Udah cuek aja, yang penting lu gak gitu kan?" temanku berkata. Sepulang sekolah, aku berjalan sendiri menuju toko buku dekat sekolahku. Saat itu sebuah mobil BMW Z4 secara tak sengaja menyerempetku. Aku hendak marah, tapi kemarahanku lenyap begitu tahu Jimmy yang mengendarainya. Lalu kaca jendela mobil itu terbuka dan aku melihat Jimmy dengan wajahnya yang imut.
"Lagi, Bang.. Lagi.." mintaku, terengah-engah. "Wow, lihat ini.. Budak homoku akhirnya menunjukkan kulit aslinya.. Aahh.. Gue tau.. Loe pasti suka.. Oohh.. Dientotin ama kontol gue.. Ngentot! Arrghh.."
"Sory! Lu gak pa-pa kan?" Jimmy berkata. "Nggak sih, tapi hati-hati dong" aku menjawab. "Ya udah, aku a nter pulang yuk?" Deg! Aku langsung salah tingkah. Jimmy mengajakku pulang bersama! "Udah, masuk aja" ajaknya. Aku tak kuasa menolak ajakannya. Lalu aku masuk dan dia menutup jendela mobilnya. "Tapi ke rumah gue bentar ya, deket kok dari sini" dia berkata.
Supri kemudian memegang kontolku yang telah banjir dengan "precum"-ku dan mulai mengocoknya. Kontolnya masih terus memompa tubuhku.
Kami pun melaju dengan kecepatan sedang. Aku hanya diam, tak bisa berkata apaapa saking senangnya.
"Ngecret, ngecret, ngecret.." ulangnya berkali-kali, seperti mantra. "Oohh!!"
"Tadi sorry ya teman-teman gue ngejek lu," Jimmy berkata. "Ga pa-pa kok," aku berkata. Lalu kami diam lagi. Tak lama kemudian kami sampai di depan sebuah rumah yang amat sangat mewah dan besar. "Ini rumah gue, yuk masuk," ajak Jimmy.
Saya tidak kuat lagi. Saya harus ngecret. Saya harus mengeluarkan pejuhku.. Pejuh seorang homo.. "Aarrgghh..!! Oohh!! Aahh!! Uughh!! Oohh!!" Saya terus mengerang-erang seperti orang kesetanan. Tubuhku menggelepargelepar seperti tersengat listrik, tersengat orgasme hebat. Mengalami orgasme
Kami turun dari mobil dan aku diajak ke kamarnya. Di dalam rumah itu penuh dengan berbagai barang mahal. Kami naik ke lantai dua dan masuk ke kamar Jimmy yang luas, lengkap dengan kamar mandi, satu set TV 29", VCD, DVD, dan laser disc juga PS2.
"Bentar ya Ri, gue ganti baju dulu." Aku pikir dia akan mengganti bajunya di kamar mandi, tapi ternyata tepat di hadapanku. Aku yang duduk di tempat tidurnya sangat menikmati tontonan ini. Dia langsung membuka seluruh seragamnya dan sekarang hanya mengenakan celana dalam ketat yang seksi. Tubuhnya yang putih mulus dan cukup berotot membuat aku lemas. Dia berjalan ke lemari pakaiannya dan mengenakan baju kaos dan celana jeans.
kemudian sangat cepat sampai aku merasa tak kuat lagi. Tapi memang inilah yang selama ini kuinginkan. Aku menginginkan Jimmy! "Trus Jim.. Trus.." Tubuhnya mulai berkeringat, dan aku menjilati keringatnya yang nikmat itu. "Gimana Ri? Enak kan?" "Enak banget. Trus Jim.." Setelah lama rasanya Jimmy menggenjot pantatku, aku tak tahan lagi menahan air maniku yang sedari tadi berontak mau keluar.
"Yuk kita ke rumah lu," dia berkata setelah selesai. Jimmy mengantarku pulang tapi dia tidak bisa mampir dulu karena ada acara. Dia pun menanyakan nomor telepon HP dan rumahku. "Kapan-kapan gue telepon lu gak pa-pa kan?" Sungguh ini mimpi yang jadi kenyataan. Setelah beberapa hari berlalu kami jadi teman dekat dan sering jalan bareng berduaan. Jimmy sangat baik dan perhatian. Semakin lama kami semakin dekat. Lalu pada suatu sore Jimmy memintaku menginap di rumahnya, katanya dia lagi suntuk. Aku langsung menyanggupi. Aku senang sekali. Sore itu aku datang ke rumahnya, tapi pembantunya bilang bahwa Jimmy sedang keluar sebentar dan aku dimintanya menunggu di kamarnya. Aku masuk ke kamarnya hingga beberapa saat kemudian aku ingin pipis. Aku masuk ke kamar mandi dan langsung memenuhi panggilan alam itu. Saat hendak keluar, aku melihat sebuah majalah tergeletak di atas wastafel. Aku shock! Ternyata itu adalah majalah gay yang isinya pria-pria bugil dan berpose sangat hot. Aku ingin membacanya tapi kudengar suara Jimmy masuk kamar. Saat aku hendak keluar, kudapati Jimmy sedang telentang sambil menonton BF. Semua pemainnya cowok yang cute. Salah satu tangan Jimmy masuk ke dalam celananya. Saat itu Jimmy memang masih mengenakan pakaian lengkap.
"Jim, aku keluar nih" "Tahan Say, kita keluar bareng" Jimmy mencabut senjatanya dan mencium bibirku sambil ngos-ngosan. Aku mengocok penisnya dan dia mengocok penisku. "Ah.. Jim.. keluar nih" "Ya Say.. Aku juga" Sperma kami beradu dan bertemu saat dia memegang tanganku. "Ri, makasih ya. Aku cinta kamu." "Aku juga." Beberapa hari kemudian Jimmy menelepon ke HP-ku. "Say, malem ini ada acara gak?" "Nggak, emangnya kenapa?" "Aku mau ngajak jalan, bisa kan?" "Bisa dong, buat kamu apa sih yang gak bisa?" "OK, aku jemput jam 7 ya?" "OK, love u honey." "Love u too." Tepat pada pukul 7 Jimmy datang ke rumah. Setelannya membuatku lunglai. "Kamu cakep banget malem ini Jim", ujarku. "Makasih, kamu juga. Kita berangkat?" Kami masuk ke mobilnya. Dia terus memegang tanganku. Romantis sekali.
"Jim?" Jimmy tampak sangat terkejut hingga langsung duduk dan mematikan TV. "Sorry, gue gak bermaksud.." aku berkata. Jimmy menatapku tajam, kelihatannya sangat marah sekaligus malu. "Yah, lu udah liat semua, dan sebenarnya aku pengen ngomong sesuatu ama kamu," Jimmy berkata dan mendekatiku. "Apa yang.." Aku tak sanggup menyelesaikan pertanyaanku karena Jimmy sudah menempelkan bibir merahnya ke bibirku. Lidahnya memaksa masuk ke dalam mulutku lebih dalam lagi. Sangat nikmat! "Tunggu Jim, kamu kenapa?" dengan terpaksa aku mengakhiri ciuman mautnya itu. "Sebenarnya sudah lama aku suka ama kamu Ri, aku cinta banget ama kamu." Aku bagaikan disambar petir mendengar hal itu hingga aku tak sanggup berkata lagi. "Ari, aku suka ama kamu. Kamu baik banget ama aku, i love u. Mau gak kamu jadi pacarku?" Aku hanya terdiam. "Ayolah Ri, mau kan jadi pacarku?" "OK Jim, kita jadian. Sebenarnya aku juga sudah lama suka banget ama kamu." jawabku sambil tersenyum. Jimmy tersenyum dan langsung memeluk tubuhku dengan hangat. Dia menciumiku dengan membabi buta. Aku tak mau kalah. Dia langsung memperlihatkan tubuh telanjangnya dan si "adik" yang sudah sangat tegang. Kami berciuman lagi setelah kami telanjang bulat. Jimmy telentang di atas tempat tidur dan memintaku untuk memeluknya. Dan selanjutnya aku menindihnya hingga pedang kami beradu. Aku menciumi dada putihnya yang bidang hingga Jimmy mengerang nikmat. "Oh Ari, gak salah aku minta kamu jadi pacarku! Terus Ri!"
"Say, boleh ga a ku minta cium?" Jimmy berkata. Tanpa menjawab aku langsung mempertemukan bibir kami. "Thanks ya" Lalu dia membawa kami ke sebuah restoran mahal. Biasanya ramai, tapi saat itu tak tampak seorang pun. "Jim, yakin kita ke sini?" "Sure honey. Yuk masuk." Tanpa malu Jimmy menggandeng tanganku, padahal di tempat umum. Saat aku masuk ke restoran itu, aku tak melihat seorang pelayan pun. Sebagai gantinya, hanya ada sebuah meja dan dua kursi di tengah ruangan luas itu. Lampunya dimatikan, dan ada ratusan lilin yang menerangi tempat itu. Bunga-bunga mawar merah bertebaran di lantai. Candle Light Dinner! "Ini buat kamu sayang." Aku langsung memeluk Jimmy dan menciumnya. Kami langsung menuju meja yang sudah tersedia dan mulai menyantap makan malam sambil diiringi lagu romantis. Setelah selesai makan, Jimmy mengajakku berdansa. "Tenang sayang, aku booking tempat ini buat kita berdua. Jadi gak akan ada siapasiapa di sini." Kami berdansa pelan dan aku memeluk Jimmy dengan erat. "Makasih Jim, it's so beautiful." "Aku sayang ama kamu." "Aku juga, rasanya aku pengen meluk kamu terus dan gak ingin melepasnya." "Iya sayang. Kita kan saling memiliki." "Ironis ya Say, dulu kita musuhan, tapi sekarang pacaran." "Udah, jangan inget yang dulu lagi. Oh iya aku punya sesuatu buat kamu." Kami berhenti berdansa, dan Jimmy mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya, ternyata sepasang cincin.
Aku menciumi seluruh tubuhnya dan aku langsung menuju ke pusat kenikmatannya. Kukulum habis kontolnya yang ngaceng berat. Penis putih dengan ukuran standar tapi dahsyat itu kujilat dan kugigit sesekali. Kulihat wajah Jimmy dan tampak dia sangat menikmatinya. Buah pelirnya pun tak kulewatkan. Terasa hangat dan nikmat. Jimmy mulai beraksi. Dia memeluk erat tubuhku dan kami berciuman lagi. Nikmat sekali! Lidahnya seolah punya pikiran sendiri. Dan dia mulai menikmati burungku.
"Ini bukti cintaku, aku pengen agar kita selamanya bersama." Jimmy memakaikan salah satu cincin itu di jariku, dan satu lagi di jarinya. "I love u forever honey," Jimmy berbisik.
"Jimmy.. Oh.. Jimmy.. Don't stop honey" Jimmy begitu pintar memainkan permainan cinta ini. Lalu dia memintaku untuk berposisi doggy style. "Jim, aku belum pernah." "Aku juga Ri, aku pengen melepas keperjakaanku ama kamu. Siap kan?" "OK"
END
Jimmy mulai mengelus-elus burungnya ke lubang pantatku. Dan dia memasukannya perlahan-lahan. Ah sakit tapi enak! Inikah namanya sengsara membawa nikmat? Jimmy mulai mengeluarkan jurusnya. Pertama pelan, tapi
Dia mencium bibirku dengan mesra dan mulai melancarkan aksinya. Dan untuk selanjutnya tentunya kalian tahu apa yang kami lakukan..
Falling Autumn (by:
[email protected] )
Aku memandang jauh ke depan, menatap langit nan biru, biru yang amat sangat terang. Matahari bersinar begitu cerah. Waktu terus berlalu dan tanpa terasa sudah berlalu 2-3 tahun semenjak aku merajut setiap satu kenangan indah menjadi sebuah kenangan yang utuh. Yang bahkan aku sendiri tidak yakin apakah aku masih membutuhkannya atau tidak. Mataku kembali menatap langit. Sesekali aku menghisap dalam-dalam sebatang rokok yang menyala yang ada di bibirku sekarang ini. Dan untuk ukuran orang yang baru merokok, menakjubkan sekali bagaimana aku bisa menghabiskan setidaknya 3 bungkus sehari tanpa terbatuk sekalipun hari itu juga. Tubuhku kubaringkan dengan santai ke atas tanah berumput yang berteduhkan dahan pepohonan. Belakangan ini aku sering sekali datang ke tempat ini diwaktu luangku sekedar untuk meringankan hati yang rasanya terhimpit sesuatu yang aku sendiri tidak tahu apa itu. Terlalu berat untuk di hilangkan. Atau sekedar untuk mengisi kekosongan hati ini dengan ketenangan. Aku sudah mengisahkan sedikit mengenai kisah mengenai diriku dan kisah cintaku yang bisa di baca dari permulaan 'Am I A Gay, 1st Spring, dan Summer Breaks'. Well, memang merupakan saat-saat yang menyenangkan pada saat itu. Banyak kejadian menyenangkan yang dapat kujadikan kenangan. Bahkan setelah 2 tahun kekosongan 'status'ku dalam dunia homoseksual ini. Benar-benar 'puasa' penuh; tidak ada seks, tidak ada pasangan, tidak ngumpul, tidak ada apaapa sama sekali.
Herry kemudian langsung memelukku dan menjatuhkanku ke sofa. Dia mencium bagian-bagian tubuhku yang bisa diciumnya dengan gerakan yang cepat dan panas. Lalu aku merasakan CD-ku dilepas dari tubuhku, dan akhirnya merasakan mulutnya pada kejantananku. Dengan gerakan secepat kilat, dia menyatukan tubuh kami berdua. Rasa nyeri menyerangku; aku tidak siap. Rasa nyeri itu perlahan, amat perlahan sekali lenyap dari tubuhku. Sementara itu Herry sepertinya tidak menyadarinya, mulai menggerakkan tubuhnya dengan kekuatan penuh. Dan aku, yang tidak ingin merusak suasananya, mengikuti permainannya. Keluhan-keluhan nikmat tersembur dari mulut kami berdua. Khususnya Herry. Sepertinya dia sudah lama tidak bercinta hingga seperti ini. Pinggulnya bergerak dalam irama yang kuat dan cepat, seolah ingin berlomba mencapai puncak terlebih dahulu. Dan dalam 5 menit, aku merasakan tubuhnya mengejang. Dia sudah mencapai puncak kenikmatannya. Pelepasannya cukup lama; sepertinya benar-benar sudah tidak pernah bercinta untuk waktu yang lama. Herry melepaskan diri dariku, ter kulai lemas disampingku. Keadaan sunyi senyap untuk beberapa saat, sampai aku sadari bahwa dia sudah jatuh tertidur. Aku tertawa pahit. Aku menuju kamar mandi hotelnya dan membersihkan diri; lalu berpakaian dan meninggalkannya. Kami tidak akan betemu lagi, itu pasti. *****
Well, kisah cintaku dengan kedua mantan pacarku itu lumayan indah, sorry, sangat indah dan berkesan sebetulnya; dan kami sebenarnya akan bisa lebih banyak lagi merajut kenangan bersama seandainya mereka tidak pergi meninggalkanku. Putus, atau yang sejenisnyalah. Fung, pacarku yang pertama, pergi meninggalkanku begitu saja tanpa berita apapun. Maksudnya benar-benar menghilang seolah ia tidak ingin aku menjadi bagian dalam hidupnya. Aku mencoba untuk menelepon, tapi HP-nya tidak aktif dan nomor telepon flatnya sudah diputus. Aku ke flatnya, namun penjaga gedungnya mengatakan bahwa Fung sudah pindah entah kemana. Kutanyakan kepada teman-temannya, mereka hanya mengangkat bahu. Sedikit aneh dan menyakitkan, tentu saja. Lalu aku bertemu dengan Ran setelah sempat vakum selama lebih dari 6 bulan. Kami pacaran, menikmati masa-masa indah kami, sampai aku mengetahui bahwa dia ternyata berselingkuh. Yah, tentu saja, bagi laki-laki selingkuh itu menyenangkan dan tidak terdapat bekasnya, apalagi jika dilakukan dengan sesama lelaki; yang untungnya, ada seorang teman baikku yang membuatnya ketangkap basah tepat didepan mataku sendiri. Satu kali kesempatan, dan Ran mengabaikannya. Lalu aku memutuskan untuk meninggalkannya. Toh, Ran sendiri kelihatannya tidak keberatan. Senang malah, kalau boleh kubilang. Dan pada akhirnya, dari kedua hubungan itu, aku menyalahkan diriku sendiri. Well, jika dihitung, aku termasuk orang baru yang belum lama berkecimpung dalam dunia seperti ini. Aku yang terlalu memikirkan komitmen mengenai kesetiaan tanpa tahu bahwa sebenarnya dunia seperti ini-walaupun tidak semua orang, tentu saja-yang dibutuhkan hanyalah sekedar seks hebat, tampang, body dan uang. Mungkin jika boleh kutambahkan, banyak teman tidur yang bisa di ganti kapanpun seseorang menginginkannya.
Aku duduk berhadapan dengan seorang remaja yang baru saja menamatkan SLTAnya. Kami berdua sudah bertelanjang dada, hampir bercinta, jika saja aku tidak merasakan bahwa remaja tersebut melakukannya tidak dengan keyakinan. Tubuhnya gemetaran. Saat ini dia menunduk, tidak berani memandangku. "Pakai bajumu lagi, deh." kataku pendek. Dia memakai bajunya. Sebenarnya, dengan kemampuannya untuk melatih tubuhnya secara rutin di gim, dia cukup fit dan berbody untuk remaja seumurnya. "Maaf," katanya penuh penyesalan. "Gak pa-pa." Aku berusaha untuk tersenyum lembut menenangkan. "Gak usah khawatir. Aku terus menatapnya sampai ia selesai berpakaian. Lalu aku memegang kedua bahunya dengan kedua tanganku. "Dengarkan aku." Aku menatapnya dengan pandangan lurus dan tajam. "Coba liat aku." Dia menatapku. "Kalo kamu nggak yakin dengan semua ini, maksudku bukan cuman ML-nya aja, tapi juga dengan dunia ini, aku sarankan jangan masuk. Jangan mendekat selangkahpun kedunia seperti ini. Karena, sekali masuk maka jalan keluar akan susah nyarinya ntar. Pulanglah, pikirkan. Ingat, pikir yang baik." aku melepaskan kedua tanganku dari bahunya. "Kuantar kau pulang." "OK." katanya pendek. "Senang bisa kenalan ama kamu, Hen." aku tersenyum. Dia hanya mengangkat bahu. *****
Tapi, benarkah? Bahwa di dunia seperti ini sama sekati tidak terdapat apa yang disebut sebagai KESETIAAN, TIDAK ADA PERSELINGKUHAN, KOMITMEN YANG KUAT, CINTA dan segalanya itu seperti kisah-kisah yang ada di dunia normal? Yang jelas, kejadian ini membuatku menjadi berubah pikiran dan menutup hatiku. Segala pandanganku berubah, mengenai apa saja. Mungkin diluarnya tidak akan tampak, tapi didalamnya, sesungguhnya aku benar-benar sudah banyak berubah.
Aku kembali menatap langit biru. Kuhembuskan nafasku dengan perlahan dan panjang. Asap rokok berwarna putih tipis melayang ke udara bebas. Aku tersenyum pahit. Hatiku serasa pedih kembali. Itu adalah beberapa dari serangkaian kejadian yang kualami selama dia tahun selama masa 'vakum'ku. Aku on-line di cybernet, mencoba untuk bertemu beberapa orang, dan mencoba untuk melakukan ONS dengan mereka. Dan hasilnya adalah tidak ada hasilnya sama sekali. Aku tidak dapat berpikir bagaimana mereka yang begitu enjoy dengan kehidupan seperti itu bisa melewatinya dengan mudah.
***** Aku menunggu sudah hampir lima belas menit. Tapi orang yang ditunggu tidak kunjung datang. Aku sudah hampir meninggalkan tempat itu saat seseorang menyapaku.. "Steve?" "Ya?" Aku menatapnya dari atas ke bawah, dan ke atas lagi. "Oh, Herry?" kataku setengah tidak yakin. "Yup." dia menatapku dengan mata bersinar. "Mau duduk dulu?" "Langsung aja." sahutku cepat. "Aku nggak bisa lama-lama." Lima belas kemudian kami berdua sudah berada di dalam kamar sebuah hotel. Herry menciumku dengan ganas, seolah hasratnya tidak pernah disalurkan untuk waktu yang lama. Kami berdua membuka baju kami serampangan, akibatnya, baju-baju kami berserakan dimana saja di dalam kamar hotel ini. Dia sudah telanjang sepenuhnya dengan kejantanannya yang sudah berdiri tegak, sementara aku masih memakai CD-ku. Dia menjauh untuk bisa melihatku. Nafasnya terengah cepat, penuh dengan nafsu birahinya.
Tidakkah mereka merasakan sesuatu kekosongan yang ada dihati mereka, seperti yang kurasakan saat aku melakukan hal yang sama seperti mereka? Dan mereka juga bisa menikmati seks dengan pasangan yang berganti-ganti, sementara aku hanya bisa melakukannya dengan orang yang kucintai dengan atas dasar cinta kami berdua, tentu saja. Aku sudah mencoba, selama dua tahun ini, untuk menjadi seperti mereka. Namun yang kurasakan adalah kekosongan yang semakin membesar dan hampa. Aku tidak bisa menjadi seperti itu. Belum lagi segala macam resiko yang bakal dihadapi dengan berganti pasangan. Seperti yang kita ketahui, tentu saja bermacam-macam PMS. Namun bagiku yang terparah adalah segala macam kesakitan pada jiwaku, karena aku tidak bisa memaksakan diriku yang selalu menginginkan KESETIAAN dan CINTA - walau untuk hubungan tidak normal kepada sesama lelaki-untuk menjadi seseorang yang.. yah, 'seenaknya menikmati kebebasan!' Dan, tentu saja, bagi mereka yang senang melakukannya, apakah mereka pernah bertanya kepada diri sendiri? Misalkan pertanyaan seperti: 'Apakah aku merasa sudah puas hanya dengan seks dengan berbagai orang?' atau 'Apakah aku tidak merasakan suatu kekosongan yang selalu ingin diisi saat aku sedang melakukan 'free sex', apa sebabnya aku merasakan kekosongan itu, dan kemudian bagaimana caranya mengisi
kekosongan itu?' atau 'Apakah aku merasa bahwa kehidupan gonta-ganti pasangan cocok untukku, dan khususnya membawa kebahagiaan yang penuh dan total untuk diriku, yang mana sekali kudapatkan, tidak akan kulepas lagi?' Bagiku, CINTA SEJATI akan selalu ada. Aku kan selalu mencintai, mungkin siapapun yang akan menjadi kekasihku selanjutnya. Tapi terkadang aku menanyakan kepada diriku sendiri, 'Apakah aku akan membuka diriku kepada kesempatan berikutnya, atau aku cukup hanya sampai disini dan menutup lembaran lama, lalu memulai lembaran baru?' Egoiskah itu? Aku tidak bisa menjawabnya. Aku sudah mencintai 2 orang pria asing yang masuk ke kehidupanku sepenuh hatiku. Namun yang kudapat hanyalah sesuatu yang tidak ada artinya akibat perasaan yang bertepuk sebelah tangan. Kesetiaan dan cintaku di balas dengan pengkhianatan, khususnya Ran. Aku menjentik rokok yang sedari tadi sudah tersisa puntungnya saja. Tanganku meraih bungkus rokok yang terletak disaku dadaku dan secara naluri mencari sebatang yang lain. Aku tertawa saat menyadari bahwa bungkusnya sudah kosong. Puntung yang kubuang tadi adalah yang terakhir. Apakah ini artinya bahwa aku juga harus mengakhiri segalanya sampai di sini? Tanpa kusadari, sebulir air mata mengalir jatuh. Air mata tanpa suara kesedihan. Aku mengusapnya dengan lengan bajuku. Aku bangkit menuju motorku yang kuletakan tidak jauh dari tempat berbaringku, dan beranjak pergi.
END
Berkat Les Piano (by:
[email protected] )
"Udah, kadang-kadang. Di kamar Papa tiriku ada piano, jadi kalo Papa nggak ada, aku masuk en mencet-mencet gitu, he.. He.." Jawabnya sambil cengengesan. "Berarti udah tau not balok?" "Mungkin. Aku bisa nyanyi ibu kita kartini pake not balok. Do-re-mi-fa-sol-mi-do dst.. Dst" Setelah manggut-manggut, aku melanjutkan 'interogasi'. "Kayaknya feelingmu bagus, not balokmu juga lancar. Trus ngapain kamu les lagi?" Wah, biadab juga pertanyaanku, setelah kupikir lagi. Tapi ternyata dia tidak tersinggung dan malah menjawab. "Yah.. Aku kan biasanya asal pencet aja, lagian aku belum tau cara ngiringin lagu pake chord-chord kayak band-nya siapa gitu" "O, jadi yang kamu pengen tau tuh cara mengiringi lagu? Ok, pertama.. Bla bla bla" Begitulah, setelah beberapa kali bertemu, dia sudah mampu mengiringi lagu "Bilakah" milik Ada Band. Oya, kami bertemu di kostku seminggu 3 kali. Tentu saja seizin ibu kost karena aku memakai pianonya untuk tujuan komersil. Dia juga sring kuajak ke kamarku dan melihat-lihat koleksi lagu rekamanku yang hampir semuanya instrumental. Karena kamarku ada di bagian belakang rumah, jadi siapapun bisa langsung masuk lewat belakang rumah. Suatu sore menjelang maghrib aku sedang mengotak-atik komputer dan betapa kagetnya aku saat menoleh ke pintu ternyata Edo sudah berdiri dari tadi. "Eh, kamu! Bikin aku kaget aja. Kok aku nggak liat kamu di situ?" "Gimana bisa liat, kalo kamunya asik klak-klik dari tadi" "Eh, iya. Ada apa? Ada yang penting ya?" "Enggak, cuman pengen maen aja" "O, jadi kamu duduk di sini aja sambil nunggu aku nyelesaiin ini ya? Dikit lagi kok" "Ok dech" Lalu aku kembali mengotak-atik fruityloops yang dari tadi kubuka. Dan astaga! Aku baru sadar kalau dari tadi Edo terus memperhatikanku. Soalnya tadi kukira dia membaca buku di kasur. "Eh, kenapa? Ada yang aneh ya?"
Ini cuma cerita karanganku karena aku suka mengkhayal. Mungkin benar yang dikatakan orang bahwa pianis itu r omantis, soalnya aku sendiri sering membayangkan hal-hal yang romatis dan erotis. Ceritanya begini, beberapa hari setelah sibuk memasang iklan dan promosi lewat teman-teman, akhirnya suatu hari ada yang mengontak handphoneku dan menanyakan tentang les privat yang aku adakan. Setelah jelas dan dia tertarik, akhirnya kami memutuskan jadwal mulai les. Sore itu aku sedang memainkan piano milik ibu kost di ruang tengah sewaktu kudengar suara bel pintu depan. Setelah kubuka pintunya, di depanku telah berdiri tegak seorang lelaki yang kira-kira berumur sama denganku dan berpakaian rapi. Kulitnya sangat bersih dan wajahnya sangat membuatku terkesan karena tampan. Di bawah mulutnya terlihat bekas kumis yang telah dicukur. Bibirnya agak merah dan memberi kesan sensual. Rambutnya agak berombak mengingatkanku pada jagoan mobil Knight Rider. Dan yang paling berkesan adalah bau harum yang ditimbulkan oleh kehadirannya, tentu saja karena aku sangat sensitif terhadap bau-bauan. Setelah lama memperhatikan dia, aku baru sadar sedang menerima tamu, lalu sebagai tuan rumah yang baik aku menyapa lebih dulu.. "Silakan masuk. Cari siapa Mas?" "Mm, Om Ali ada..?", agak ragu dia menjawab. "Om Ali?" "Iya, saya Edo, kemarin saya meneleponnya dan beliau mengatakan hari ini bisa mulai ngasih les" "Saya ali, hehe.. Enak aja Om-Om, kita kan sebaya", jawabku dengan gembira. Edo ikut tersenyum ramah. "Ayo masuk aja, tuh pianonya di ruang tengah, atau mau dibikinin minum dulu?" "Eh, nggak usah.. Saya udah minum kok" "Ya udah, ayo kita mulai. Untuk pertama, kamu mau denger permainan saya?" Lalu Edo mengangguk dan aku mulai memainkan laguku yang berjudul 'Langkah'. Saat hampir mencapai akhir lagu, aku menyempatkan diri meliriknya, dan astaga! Ternyata dia memperhatikan jari-jariku dan hampir tak berkedip. Setelah lagu selesai, dia seperti baru sadar saat aku melambai-lambaikan telapak tangan di depan matanya. "Heh.. Heh, lagunya udah habis, ngantuk ya..?" "Eh, mm, enggak kok, saya cuma agak kaget begitu tau guru les saya ter nyata nggak beda usia sama saya, saya jadi.." "Walah.. Santai aja, kita kan nggak jauh beda, anggap temen aja, ntar biasa kok. En nggak usah pake Om-Om lagi, panggil ali aja". Lalu aku mulai 'menginterogasi' Edo sambil mengatur dudukku agar terlihat lebih santai sehingga terkesan akrab. "Udah sering pegang piano atau keyboard, Do?"
Aku jadi salah tingkah dan beranjak mengambil gitar di pojok kamar lalu kupetik untuk memainkan lagunya Ada Band, 'Masih'. "O nggak-nggak. Itu yang kamu buat apaan sih?" "O, aku lagi ngaransir lagu baru. Agak ngebeat nih" "O, jadi pake itu.." "Eh, ternyata kamu jago gitar juga ya. Tapi lagu itu sebenarnya kan pake piano, aku udah lama pengen bisa mainin lagu itu." "Ya udah, cari sendiri, kan udah pinter, he he.." "Ngeledek ya.? Eh Li, kok aku jarang liat orang main gitar dipetik gitu, jadi kayak piano dech" "Masa'? Ngledek lagi ya?" "Eh, nggak lah, suer.. Pasti banyak yang bilang kayak aku bilang tadi" Aku manggut-manggut karena memang benar. Tak lama kemudian aku baru sadar bahwa hari sudah berganti malam dan aku pamit hendak mandi. "Jangan lama-lama ya, ntar kena rematik" "Iya-iya, SP loe." "Apaan tuh?" "Sok perhatian, hehe" "Siapa yang perhatian sama Elu, ge-er.." Lalu aku bergegas ke kamar mandi. Setelah kurang lebih sepuluh menit, aku selesai mandi dan kagetnya aku saat melihat Edo sedang asyik di depan monitorku. "Li, ini foto-foto siapa?" Aku sangat gugup karena ternyata Edo sedang membuka koleksi foto-foto cowok keren yang kudapat dari internet meskipun bukan foto bugil. "O. Itu foto temen-temenku. Kenapa? Kamu kenal ya?" Aku tidak bohong sepenuhnya karena ada beberapa di antaranya foto teman-temanku. "Enggak, cuman kok mereka cakep-cakep ya?" Deg! Cakep! Apa Edo juga tertarik pada cowok? Saat aku membuka handukku dan memakai sarungku, ternyata Edo terus memperhatikanku. Aku jadi serba salah. "Eh, nggak usah salah tingkah gitu lah. Aku cuman liat cara kamu make sarung aja. Soalnya aku nggak pernah pake sarung." Wah berarti salah donk, pikirku. Dia straight! Dan betapa terkejutnya aku saat ada yang meraih pinggangku dan memelukku dari belakang disertai dengan bau yang kukenal. Ya tuhan! Jadi benar? Untung aku selalu mengunci pintu. Aku mencium aroma wangi yang menurutku sangat gentle. "Ed.. Edo, kamu.." "Tolong jangan berontak Li, aku cuman pengen meluk kamu aja". Katanya dengan nada tegas dan terkesan jantan. Bau badannya semakin jelas dan justru membantu
merayu nafsuku "B.. Bukan itu, aku nggak keberatan kamu peluk. Tapi kenapa?" "Karena.. Karena aku suka kamu sejak pertama kali aku les sama kamu" Deg! Dia sangat to the point. Aku tidak bisa berbuat apa-apa saat dia mulai menggesek-gesekkan tangannya di perutku lalu melepas sarungku. Aku cuma mendesah karena selain kegelian juga karena perlakuannya terasa sangat romantis. "Kok kamu diam aja, nggak berontak, kamu menikmati ya..?" Lalu perlahan-lahan kulepaskan tangannya dari pinggangku. Dia agak heran dan seperti ingin protes, tapi agak kaget saat tiba-tiba aku berbalik dan ganti memeluknya dari arah samping. Dia kegelian dan mendesah-desah. "Aku kira kamu marah Li. Eh, Kamu marah nggak kalau malam ini a ku nginep di sini?" Katanya sambil tangannya tetap kreatif mengelus punggungku. "Nggak lah. Tiap malam juga nggak pa-pa" Sambil berbicara aku terus membelai-belai dada dan pinggangnya, lalu ke bawah dan, ups! Dia menepis tanganku dan malah langsung meraih batanganku yang sudah tegang karena aku tidak pernah memakai celana dalam saat bersarung, sementara sarungku pun sudah dilucutinya. Aku merasa seperti disentak saat dia mencengkeram batanganku dengan sekuat-kuatnya lalu mulai menggesek-gesekkannya naik turun. "Oh.. Ed.. Edo.. Tolong ja.. Jangan berhenti.." Rengekku dengan suara gemetar karena bercampur nafsu. "Li, nggak ada yang di rumah kan?" Tanya Edo tak kalah gemetarnya. "Nggak ada, semua pada kerja, ibu kost di tempat embah.. Tolong jangan berhenti Do.." Edo semakin menggencarkan serangannya. Selain mengocok penisku, kepalanya mulai menyusup ke balik kemejaku lalu mulai melumati dada dan putingku. Aku cuma memejamkan mata dan tidak berbuat apa-apa selain mendesah kenikmatan. "Do.. Aku mau.. Mau keluar nih, berhenti dulu dong.." "Nggak pa-pa, keluarin aja, kan masih ada ronde kedua." Aku agak kaget karena selepas berkata begitu Edo melepaskan tangannya dari penisku. Ternyata dia mulai memasukkan penisku ke mulutnya. "Kamu tumpahin di mulutku ya..?" katanya masih dengan mulut terisi penisku. Lalu dia mulai mengocok lagi penisku dengan mulutnya. Aku merasa nikmat yang kualami bertambah. Mungkin karena kali ini dia menggunakan mulutnya dan.. "Oh, Do'.. Aku.." Crot! Crot! Cairan-cairan kental itu tumpah di dalam mulut Edo. Dengan lahapnya Edo menelannya seperti meminum teh botol. Tapi mungkin karena terlalu banyak, sebagian meleleh dari ujung bibirnya. Aku terkulai lemas. Ternyata Edo tipe orang yang sabar dan penyayang. Setelah memuaskan aku, dia ikut telentang di sampingku lalu memelukku dengan erat, masih dengan pakaian lengkap. Lantas dia mencium keningku. Aku kaget karena belum pernah dicium oleh siapapun termasuk cewekku sendiri. Dicium seperti itu entah kenapa nafsuku bangkit, aku mulai melumati bibirnya dan menggesek-gesekkan telapak tanganku pada dadanya yang masih dialasi kaos lengan panjang.
"Ayo Do, aku nggak sabar lagi" Mendengar rengekanku, Edo melepaskan mulutnya dari pantatku yang kini basah oleh liurnya. Dia ikut berbaring miring di belakangku lalu mulai memasukkan penisnya dan. "Ow.. Sakit Do'.." "Tenang aja, cuma bentar, ntar kamu malah jadi keenakan kok" Katanya berusaha membuatku tenang. "Bener?" "Iya, cayank" Dan benar, setelah beberapa kali mencoba dengan rasa sakit yang sangat, akhirnya seluruh batangan Edo memenuhi rongga pantatku. Dia berhenti, mungkin untuk ancang-ancang atau membiarkanku bernafas. Beberapa detik kemudian Edo mulai menggesek-gesekkan batangannya dan aku mulai kegelian. Makin lama makin panjang bagian yang dikeluar-masukkannya dari pantatku. Aku cuma bisa merem melek dan kakiku mengejang-ngejang. "Ayo Do.. Bantai.. Aku nggak kuat lagi nih.." Edo semakin bersemangat menggenjot pantatku, mirip seperti orang yang sedang fitness. "Oh.. Ali.. Aku mau terbang.. Oh.." "Iya, terbang, jemput aku.." aku ikut-ikutan meracau karena geli dan nikmat yang sangat, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua tangan Edo yang sedang berpacu dari belakang badanku. "Oh, Li, oh.!!" Crot! Crot! Crot! Mungkin enam kali dia memuntahkan spermanya di pantatku. Aku meraih sisa-sisa sperma yang berlepotan meleleh keluar pantatku lalu mengoleskannya ke pantat Edo. "Ali? Kamu mau ngapain?" "Do, boleh kan aku merkosa kamu juga?" tanyaku sambil gemetaran karena batanganku tak terkendali lagi. Edo mengangguk lalu berganti posisi seperti posisiku. Ah, saatnya menjalankan imajinasiku, aku ingin menusuknya dengan posisi menyamping lalu memutarmutarnya. Nah, ini dia, Ternyata tidak terlalu susah memasukkan penisku ke pantat Edo, buktinya Edo tidak sampai menjerit meskipun sempat meringis. Mungkin dia sering melakukannya. Dan, blep! Masuklah seluruh penisku. Aku mulai mempraktekkan imajinasiku, memutar-mutar penisku sampai aku sendiri keenakan. "Kok kamu pintar li, sering ya..?" "Ah, enggak, aku sering berhayal kayak gini, jadi sekarang harus beneran.." Setelah bosan dengan putaran, aku mulai memaju-mundurkan penisku sambil mencari penis Edo dan mulai mengocoknya juga. "Oh my god, punyamu udah tegang lagi ya? Cepet banget Do" "Gimana nggak tegang terus kalo aku masih ngliat kamu" Setelah beberapa menit menggoyang pantatku sambil mengocok Edo, aku merasa akan mencapai klimaks. "Do, aku mau keluar Do.." "Tunggu bentar, kita keluar bareng.." Lalu Edo mengambil alih kendali penisnya dan mengocoknya sendiri sementara tanganku kini bertumpu pada kedua pundaknya. Aku semakin beringas dan. Sesaat sebelum semuanya memuncak, aku memperdalam penggalian penisku. "Aaahh.., Doo.."
Rupanya kali ini Edo tidak tahan lagi. Dia melepas celananya sendiri lalu merangkulku erat-erat dan kembali melumati bibirku seperti binatang buas yang memangsa anak kambing. Kedua tangannya bertumpu pada lantai sementara dia terus berkonsentrasi meng-agresi wajah dan kepalaku. Aku mencoba mengimbangi permainannya dengan menggesek-gesekkan tangan kananku pada punggungnya dan mengocok penisnya dengan tangan kiriku. Desahan Edo semakin dalam dan terdengar hingar bingar di telingaku yang kini jadi objek lumatan dan jilatannya. Kini tangan kanannya mulai mengelus-elus pantatku lalu masuk ke lobangnya. Aku kegelian hingga mendesah-desah. "Li!" "Hm..?" "Boleh aku masukin anuku ke lobangmu?" "Lobang pantat?" "Iya, Ayo lah, aku nggak tahan ngeliat kamu yang.. Yang bikin aku horny abis" "Tapi aku belum.. Belum pernah disodomi Do.." "Tenang aja, aku tau caranya, nggak bakalan sakit kok" Aku mengangguk dan memposisikan badanku menyamping sehingga pantatku menonjol ke samping. Lalu Edo mulai mengarahkan mulutnya pada pantatku dan menjilatinya. Aku kegelian sampai-sampai penisku berereksi penuh. Sementara kedua tanganku kini mencari pegangan karena rasa nikmat yang sangat. Lalu aku menemukan tangan kanan Edo dan mulai meremas-remasnya.
Crot! Demikian suara spermaku, dan ternyata Edo pun mencapai klimaksnya. Aku tidak mau buru-buru mencabut penisku. Masih dengan posisi seperti tadi, aku mempererat pelukan ke pinggang Edo lalu mencium pipinya. "Do, aku happy banget malam ini. Seandainya.." "Kamu jadi pacarku aja Li" Edo cepat memotong dan kagetlah aku. Pacar? Aneh! "Ehm, mulai sekarang, kamu boleh les tiap hari dan nggak usah bayar Do'" "Ah, Ali. Aku malah maunya bayarin kamu terus biar kamu nggak usah nunggu kiriman lagi en buka-buka les segala" "Makasih Do, tapi aku suka ngajar musik." Lalu aku bangkit, memakai sarung dan melemparkan celana Edo ke arahnya. "Nih, pake celanamu. Kamu mau lagu apa?" "Terserah dech, intinya aku.. Aku sayang banget sama kamu Li" Lalu aku meraih gitar dan memainkan lagunya Melly, "Bimbang" dengan gaya instrumental. Malam itu kami mengulanginya setelah makan malam dan dia menginap di kamarku. Esok paginya setelah mandi aku mengantarnya pulang dengan membonceng motornya. Dalam perjalanan kami terus bercanda. Sekali-kali aku menggelitik pinggangnya sampai dia kegelian.
Sejak itu hampir setiap hari kami bermain piano milik ibu kostku tanpa komitmen les, tetapi hasilnya karena tanpa rasa terpaksa dan aku mengajarinya dengan senang hati, dia semakin lihai memainkan piano dan aku pun semakin lihai memainkan 'instrumen' alami kami berdua. He. He.
END
Antara Dua Rasa (by:
[email protected] )
Di ceritaku berjudul "Aah.. Hidup Ini," perjakaku hilang mengenaskan terenggut oleh 2 PSK akibat ulah para seniorku di semester enam saat sedang dalam masa permagangan, menyusul kubuang anganku menjadi ABK meski cita-cita menjadi marinir yang ditentang orang tua bisa sedikit terobati dengannya harus kandas juga aku harus rela. Aku memilih daratan. Kuputuskan untuk fokus pada kuliahku yang kuabaikan saat mengikuti pendidikan pelayaran. Jurusan teknik asyik kok, apalagi konsentrasiku di bangunan air. Aaiih, tujuh tahun kuliah, akhirnya lulus juga. Kesibukanku bertambah, seiring bertambah dinamisnya Jogja yang sedang membangun. Meski design rancang jembatan yang kupresentasikan disetujui, namun harus ada perubahan sehingga membuat kerjaanku menumpuk. Lama berkutat dengan program autocad yang pelik, membuatku stress dan mag-ku kambuh. Awalnya aku tidak enak hati atas saran istriku untuk pergi ke dokter keluarga. Jam lima pagi? Aah pastinya akan sangat menganggu dokter. Tapi perih di lambungku tidak kunjung pergi. Aku tidak mau tambah parah, dan lagi jam enam pagi aku sudah harus ke lokasi untuk pengecekan awal. Bel rumah di kawasan elit di kawasan Jogja Tengah itu sedikit ragu kupencet, berharap penghuninya segera keluar. Kubayangkan wajah tidak ramah akan menyambutku, namun ternyata tidak. Meski semula sempat masam, namun senyum itu segera mengembang, begitu tahu yang datang aku. Mungkin karena kami langganan setianya, dan sudah tidak bisa dihitung lagi seberapa sering dia ke tempat kami. "Maaf, Pak Dokter. Mag saya kambuh!" sambil memegangi lambungku bergegas aku duduk di kamar periksanya lalu dipersilahkan aku untuk berbaring. Tapi sial, karena keburu, a ku kesrimpet langkahku sendiri. Aku terhuyung dan menabrak meja kerja dokter. Aku berteriak mengaduh karena tepat di tengah selakangangku menabrak persis pojok meja itu. Aku berteriak kesakitan saat rasa sakit itu menghajar daerah selakanganku, sambil kupegang erat penisku dan buah pelirku. Rasa perih di lambungku justru berganti ke buah pelirku. Aku sempoyongan. "Hati-hati, Dik!" sang dokter menangkap tubuhku. Dipapahnya aku, lalu dibaringkan. Aku terus mengaduh, bahkan semakin keras. Kupegangi erat daerah selakanganku. Kulihat sang dokter itu sedikit gugup mencari sesuatu. Dia membuka celana jeansku setelah sebelumnya berkali berucap maaf. Rasa malu tidak sempat muncul. Aku percaya dia, apalagi sakit itu sungguh menyiksaku. Bahkan ketika dia mencopot celana dalamku, aku tidak peduli. Aku hanya ingin agar rasa itu hilang, dan benar, setelah disemprot obat, rasa itu berangsur hilang.
Aku mengangguk padanya tanda terima kasih. Ketika kusadari bahwa tangan sang dokter itu masih disibukkan dengan penisku, entah kenapa rasa malu mulai muncul. Aku mencoba menutupi penisku dengan tanganku, tapi sang dokter segera menepisnya. "Maaf, aku harus mengeceknya apakah ada yang bagian yang parah. Jangan sepelekan, karena bisa fatal. Mungkin saja impoten!" begitu kilah sang dokter. Aku mengangguk, karena aku tidak ingin jadi lelaki loyo. Berkali disentilnya penisku, ditarik-tarik, dan sesekali diremasnya. Rambut kemaluanku yang sekiranya mau kucukur saat mandi pagi dan akhirnya tidak jadi itu dijambaknya pelan. Semula memang tidak terasa apa-apa, namun begitu pengaruh obat itu memudar, rasa sakit itu kembali datang, meski tidak sesakit sebelumnya. Aku mengaduh, sambil kelejotan. "Masih sakit, Pak. Ap.., apakah ada yang parah?" "Aku tidak yakin, Dik. Aku bisa coba sesuatu, namun sedikit ekstrim, itupun kalau kau berkenan" Aku menangguk. "Aku harus pastikan apakah penismu bereaksi dengan baik atau tidak, agar aku bisa kasih jawaban pasti" Rasa nyeri dipenisku berangsur hilang, ketika dengan tekun tangan sang dokter memainkan penisku. Jelly yang diusapkan ke penisku menjadikan tangan dokter itu berubah bak pagutan liar pembangkit rasa. Aku memejamkan mata mencoba menghadirkan sosok istriku, berharap secepatnya tahu apakah penisku bisa
bereaksi, namun tidak ada reaksi. Kupejamkan mataku rapat, mencoba menghadirkan Sharon Stone yang semalam kulihat filmnya, dan akhirnya ada reaksi. Aku berucap sukur berkali, namun kemudian aku malah mulai terbius dengan permainan sang dokter, dan tanpa sadar aku mendesah, masih dengan terpejam. Mulutku membuka tanpa kusadari. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan lumatan di bibirku. Kubuka mataku, dan spontan kutepiskan kepala sang dokter. Sang dokter itu menggeleng berkali. Aku bingung, namun lalu kubiarkan dia. Aku anggap itu bagian dari terapinya. Lumatan bibir dokter itu begitu sahdu. Kumis yang membentang di atas bibirnya menghadirkan sensasi aneh. Apalagi saat lumatan itu berubah menjadi pagutan. Disedotnya berkali lidahku. Lidahnya sangat liar membelit lidahku. Aku kehabisan nafas. Namun semakin aku tercekat, dia semakin mempercepat lumatannya. Kurasakan tangannya telah berhasil membangkitkan penisku. Aku mulai mengerang dalam dekapan mulutnya. Kurasakan aksi dokter sudah bukan terapi lagi, ketika dengan ganas, dibukanya bajuku. Kenapa harus telanjang untuk itu? Apalagi kemudian dokter itu melepas baju dan celananya. Aku tambah bingung. Kembali bibir itu melumatku. Nafasnya yang panas kurasakan di telingaku ketika dia membisikkan sesuatu. "Aah, sudah lama kuimpikan ini. Aku jatuh cinta sejak pandangan pertama, ketika pertama kali aku datang ke tempatmu, sayang!" Aku terdiam, pantasan dulu kurasakan aneh ketika dia merawatku dan mata itu, gaya bahasa itu, mengingatkanku pada si bule di ceritaku yang berjudul Dompet. "Sejak menyuntik pantatmu, aku sangat terobsesi denganmu, dan betapa mobilku telah menjadi saksi, bagaimana ganasnya kurancap penisku ketika dalam perjalanan pulang dari tempatmu dulu, honey. Ahh!" bisikan itu sangat indah kudengar, dan semakin membangkitkan gairahku terdalamku. Mulut sang dokter itu beralih ke penisku. Dilumatnya penisku bak es krim rasa vanila. Berkali dijilati, bahkan aku sendiri yang punya merasa tidak enak hati. Namun seolah dokter itu begitu menikmatinya. Gigitan-gigitan nakal di penisku sungguh menghadirkan rasa nikmat. Aku mendesah pelan, dan panjang. Aku terbang ke awang-awang. Sensasi begitu melambungkanku ketika tangan dokter itu membimbing penisku ke anusnya. Apalagi saat anus sang dokter mulai menjepit penisku, aku tercekat, tanda merasakan nikmat. Aku memaksa penisku agar semakin masuk. Kudengar desahan kecil dari mulutnya, saat mulai kumainkan penisku di lubang anusnya. Aku sungguh terbuai entah kemana, seolah aku sedang terbang dilambungkan rasa yang sungguh tiada kan kulupa. Aku mendesah semakin cepat, ketika kurasakan ada sesuatu yang menyentak, berharap keluar dari penisku. Kucabut penisku, dan kudekap erat tubuh sang dokter. Tubuh itu semakin membelitku, dan eranganku memuncak, ketika akhirnya spermaku muncrat membasahi perutnya. Tak segera dilepaskannya tubuhku, dan aku tahu dia sedang pula berjuang menghadirkan rasa nikmat. Kubantu gairah dokter itu dengan membisikkan kata-kata sambil kugigit telinganya. Gigitanku beralih ke puting itu saat kurasakan tangan dokter itu semakin cepat merancap penisnya. Dia mengerang panjang, ketika cairan panas kurasakan menyembur di perutku. KAmi berpagutan erat, dan lama. Berkali dia berucap terima kasih, entah untuk apa. Kubiarkan apapun yang dia lakuan padaku, ketika aku kelelahan. Bahkan mungkin aku ketiduran sejenak, karena ketika kurasakan penisku kembali tegang karena aksi sang dokter itu, aku terbangun. Aku mengelak pelan, takut menyinggungya. Dia menggeleng, namun untuk kali ini tidak, karena aku benar-benar kecapekan. Aku tersentak, tersadar sudah jam tujuh lewat. Aku bergegas pamit karena sudah sangat telat. Dokter yang masih membujang di usia yang sudah kepala empat itu mendekapku erat, menciumiku bahkan saat aku memakai baju. Dia berkali memohon aku agar tetap tinggal, sambil tetap mendekap aku erat. Namun aku tidak bisa. Akhirnya dia menangguk, tanda setuju, namun dia memintaku agar datang lagi atau ketemuan lagi. Aku mengangguk, meski aku tidak yakin, hanya untuk menyakinkannya agar melepaskan dekapannya. Berkali berucap terima kasih, entah untuk apa. Diciumnya bibirku sekali lagi, namun kini aneh kurasakan. Aku menepisnya dengan halus, kemudian pergi. Ahh, pengalaman yang entah untuk keberapa kali bergumul dengan lelaki. Jujur, aku juga menikmati semua yang kualami, dan aku tidak mengerti, kenapa. Aku merasa di antara dua rasa. Antara menikmati dan mencoba menerima apapun yang telah terjadi denganku, dan r asa tidak ingin menghianati kepercayaan istriku, keluargaku dan smeua yang telah menganggap aku patas dihirmati. Aku masih belum yakin, bahwa ini kali terakhir aku bergumul dengan lelaki, karena perjalananku mungkin masih sangat panjang, dan kau tidak ingin membebaninya dengan segala tetek bengek yang justru menghambat langkahku. Aku akan sangat berterima kasih, apapun yang akan aku alami kelak, dan akan kujadikan warna lain dalam hidupku. AKu yakin tidak semua orang. Tidak semua laki-laki bisa mendapatkan pengalaman yang pernah aku dapatkan. Aku pantas bersukur, meski terkadang sangat perih terasa kala kejadian itu terjadi di saat aku tidak menginginkannya.
END
Percintaanku Dengan Tony
"Gini ton, sebenernya waktu itu aku cemburu karena kamu jadian sama Nining. Aku nggak tahu dapet perasaan itu darimana, yang aku tahu sejak dulu aku sudah mencintaimu" kataku.
(by:
[email protected] ) Dari mimik wajahnya aku tahu bahwa toni sedikit kaget, tapi dia tetap diam terpaku. Cerita ini sebaiknya aku mulai saat aku mulai masuk ke universitas, oh yah aku belom memperkenalkan diri. Panggil saja aku Yanu, aku anak semester 5 di sebuah universitas farmasi swasta di Semarang. Saat aku mulai masuk kampus ada 1 cowok (panggil saja dia Tony)yang bener-bener masuk kedalam hatiku (maklumlah aku ini kan gay) kalau dibilang cakep sih enggak, cuma kalau dia tersenyum itu loh maniss banget.
"Dan sampai sekarang aku masih mencintaimu, aku berani ngomong seperti ini karena aku nggak mau kehilangan kamu seperti waktu kamu diambil oleh Nining. Oleh karena itu kamu mau nggak jadi pacarku ton?" kataku.
Awal ketemunya sih aku cuma seneng-seneng biasa aja, tapi setelah 1 semester kita semakin dekat.. dekat.. And dekat. Aku nggak tahu kedekatan kami itu diartikan apa oleh Tony, yang aku tahu dengan pasti kedekatan kami itu menjadi semacam peluang yang bagus untuk menjadikan Tony pacarku. Tapi yang aku pikirkan ternyata salah, selama ini Tony mendekatiku hanya agar bisa berbicara dengan temenku yang bernama Nining.
"Yan, aku juga cinta dan sayang sama kamu. Tapi cinta dan sayangku itu hanya seperti seorang kakak mencintai adiknya sendiri, kamu bisa mengertikan maksudku?" jawabnya. "Lalu apa maksud ucapanmu waktu malam itu?" sanggahku. "Yan, itukan aku cuma bercanda! Kamu tahu kan aku ini normal jadi nggak mungkin donk kalau aku ini suka sama kamu" jawabnya. "Oh jadi kamu kira aku ini barang tontonan yang bisanya dibuat bercanda bercandaan aja!! Aku tahu kok ton kalau kamu itu normal, aku rasa cukup ampe disini aja yah. Makasih atas kebaikanmu selama ini sama aku" jawabku sambil berpaling pergi. "Yan, bukan begitu makudku.. Yan.. Jangan pergi dulu donk" jawabnya.
Awalnya aku cemburu bila melihat Nining bermesraan dengan Tony tapi aku anggap itu angin lalu karena aku tahu bahwa mereka belum benar-benar pacaran, apalagi aku tahu bahwa Nining sebenarnya sudah mempunyai pacar. Walaupun hanya jalan bertiga bahkan dengan banyak orang aku tetep seneng kok karena ada Tony disampingku, tetapi keadaan itu berubah ketika suatu hari Nining bercerita padaku bahwa kemarin dia baru saja jadian dengan Tony. Aku seperti tersambar petir, sakit.. Sakit sekali. Ingin rasanya aku menangis saat itu tetapi harus bagaimana lagi? Aku tidak mungkin merebut Tony dari Nining sahabatku sendiri, apalagi apakah mungkin Tony bisa mencintaiku seperti dirinya mencintai Nining? Memang aku akui setelah kejadian itu aku sedikit berubah, aku menjadi tidak bergairah bila ingin pergi ke kampus. Dan aku pun secara tidak langsung mulai memisahkan diri dari mereka, dan sepertinya Tony pun mulai sadar bahwa aku semakin lama semakin jauh meninggalkan mereka. Sampai suatu malam Tony pergi kerumahku untuk menanyakan hal itu. "Yan, kamu ini kenapa sih? Aku lihat akhir-akhir ini sepertinya kamu menjauhi aku, ada apa sih? Ngomong donk kita ini kan temen" kata Tony. "Aku nggak Papa kok ton, mungkin perasaanmu kali" sanggahku. "Yan, jujur donk ada apa sih" pinta Tony lagi. "Gimana yah ton, aku bener-bener nggak bisa cerita sekarang. Nanti kalau sudah waktu yang tepat aku pasti cerita ke kamu. Ok" jawabku. "Kamu sudah nggak percaya lagi sama aku" tanya Tony lagi. "Bukannya nggak percaya, tapi aku bener-bener belum bisa kasih tahu ke kamu sekarang. Ntar suatu saat aku pasti kasih tahu kamu. Ok" jawabku lagi. Setelah puas dengan jawabanku itu Tonypun segera pulang, maklum rumahnya kan ada di kendal jadi nggak bisa pulang malam-malam. Sebenernya aku menyesal tidak menjawab dengan jujur pertanyaan darinya, tapi apa boleh buat aku merasa belom siap untuk mengatakan bahwa "AKU MENCINTAIMU". Entah mukjizat dari tuhan atau apa, ternyata setelah 3bulan Tony dan Nining resmi putus hubungan. Aku gembira sekali, ada peluang pikirku(he.. he.. he). Setelah mereka berpisah aku merasa dekat sekali dengan Tony, Tony mulai mengajakku lagi ke PRpp,"Dokderan", bahkan dia selama bulan puasa selalu berbuka puasa denganku, ditambah lagi waktu lebaran dia silahturahmi kerumahku dan aku disuruh bersilahturahmi kerumahnya sekalian menginap menemani dia. Saat itu aku benar-benar gembira.. "Ton, emangnya aku nggak papa nih nginap dirumahmu?" tanyaku. "Nggak papa lagi, santai aja! Kok kamu jadi nervous gitu sih? Napa? Nggak pernah tidur sama cowok ganteng yah? He.. He.. He" ledeknya. "Huh, emangnya kamu cakep? Nggak aku cuma takut ntar kalau aku tidur sama kamu, ntar ada yang marah" jawabku. "Marah! Siapa? Orang kamu kan tahu sendiri kalau aku ini sudah nggak ada pacar. Apa kamu mau jadi pacarku?" katanya sambil tersenyum kecil. "Ach, kamu itu ton ada-ada saja, jangan bercanda ahh" jawabku pula(padahal dalam hatiku aku merasa berbunga-bunga). "Aku nggak bercanda, serius! Kamu mau nggak" jawabnya lagi. "Udah ach aku mau tidur capek" jawabku. "Yah udah, yuk tidur!" jawabnya lagi sembari mulai merebahkan diri ke kasur. Aku benar-benar kaget dengan perkataan Tony barusan, aku jadi berpikir hal itu sebenarnya sungguhan dari lubuk hati Tony atau hanya main-main saja. Belum sempat aku berpikir panjang lagi a ku sudah disapa oleh mimpi-mimpiku alias tidur. Akhirnya pada bulan desember tepatnya pada tanggal 19, aku memberanikan diri untuk bicara padanya. "Ton, sepertinya sudah saatnya kamu tahu kenapa dulu aku menjauhi kamu dan juga Nining" kataku. "Kamu udah yakin kalau ini saat yang tepat? Kamu nggak bilang juga nggak Papa, kan sekarang kita sudah baikan lagi" jawabnya. "Yach, aku rasa ini adalah saat yang tepat untuk memberitahumu kenapa dulu aku menjauhi kalian. Tapi aku minta kamu jangan marah bila nanti perkataanku ada yang menyinggung hati kamu" pintaku. "Kenapa aku harus marah? Cerita aja!" jawabnya.
Setelah terdiam beberapa lama a khirnya Tony pun mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.
Malam itu aku hanya bisa menangis meratapi nasib buruk yang menimpaku barusan, ternyata traumaku tidak hanya sampai disitu saja. Mulai saat itu aku mulai muak melihat Tony di kampus dan akibatnya ujian semester tahun ini aku tidak mengikutinya, rasanya aku ingin pindah saja dari kampus itu. Tapi bila aku pindah bagaimana aku menjelaskan pada orang tuaku? Apalagi mama dan papaku masih ada masalah dan rumah tangga mereka diambang perceraian. Aku tidak tahu harus bagaimana, disatu sisi aku harus memikirkan toni dan disisi lain keluargaku diambang kepunahan.. Tapi keadaan itu berangsur-angsur berubah ketika aku jadian dengan deni, seorang anak yang aku kenal lewat chatting. Awalnya sih kita ketemuan biasa, waktu ketemuan itu aku merasa ada sesuatu dari toni yang ada pada deni. Dan dengan waktu singkat kita langsung jadian, seperti orang pacaran-pacaran pada umumnya kita pun melakukan hal yang sama pergi ke mall, makan, jalan-jalan, pokoknya asyik-asyik aja deh bawaannya. Tapi dikeasyikanku itu ada sesuatu yang membuatku menyesal, aku menyesal karena tidak bertemu deni sejak awal. Padahal aku sudah keburu minta cuti dari kampus(aku minta cuti dari kampus karena aku sudah males ketemua sama toni lagi)Alhasil selama satu semester kedepan aku cuma sendirian dirumah. Tapi deni setia menemaniku dirumah saat aku sendiri, maklum dia khan sudah kerja dikantor jadi hari sabtu libur. Jadi setiap hari sabtu deni selalu menemaniku dari pagi hingga malam malah kadang-kadang bila hujan dia menginap dirumahku. Pada sabtu itu entah setan dari mana kami berdua melakukan oralsex dikamarku, itulah saat pertama kalinya aku merasakan enaknya sebuah sex. Maklum saja aku kan baru berumur 18 tahun dan selama aku gay aku belum pernah berhubungan badan alias masih virgin. "Yang, kamu mau nggak megangin adikku?" tanyanya. "Adik yang mana? Adikmu yang dibalik celana itu? Ihh jorok ahh" jawabku. "Iya donk, memang adik yang mana lagi? Mau kan? Pasti asyik deh" desaknya. "Gimana yah? Aku lom pernah sih, tapi kelihatannya asyik. Tapi aku ajarin yah" jawabku. "Beres sayang" jawabnya. Dan tanpa waktu lama pun kamu sudah melucuti pakaian kami, deni memang pintar bersex. Dia mulai dengan mencium bibir, leher, badanku hingga mengulum pentil dadaku sampai kontolku tegak berdiri dan disambut oleh kontolnya juga karena aku juga melakukan hal sama seperti yang dilakukan Deni. "Uhh, sayang kita pake posisi 69 yuk" desah Deni. "Ok, sayang" jawabku sambil mengambil posisi dengan Deni berada diatas. "Uuhh.. Uhh enak sayang, trus.. Trus" desah kami. "Uhh Deni kamu memang laki-laki tangguh, terus den.. Terus" desahku terus. Dan seperti yang sudah aku perkirakan aku ternyata lebih dulu keluar daripada Deni. Crott.. Crott.. Keluarlah spermaku "Terus sayang.. Isep buahnya.. Nah terus.. Terus.. Sambil kocok-kocok dikit sayang" desahnya lagi. "Nah terus.. Terus ahh" katanya lagi. Akhirnya sperma Denipun keluar. "Makasih yah sayang, enak sekali.." katanya sambil mencium bibirku. Itulah kali pertamanya aku melakukan sex oral dengan pacarku yang sudah kesekian kalinya, hari itu benar-benar membuatku bahagia dan aku bisa melupakan semua masalah-masalah yang aku hadapi. Tetapi sekali lagi pupus sudah harapanku karena ternyata Deni itu sudah bertunangan dengan seorang gadis dan dia suka sama aku
hanya karena ingin mencoba-coba bersex dengan pria. Hatiku hancur untuk kedua kali ditahun yang sama, pertama Tony sekarang Deni. Padahal aku berharap banyak pada Deni apalagi aku sudah telanjur janji sama mamaku bahwa pada semester depan aku akan masuk ke kampus kembali, padahal aku ingin sekali menunjukan pada Tony tanpa dirinya pun aku bisa mendapatkan sebuah pacar. Tapi harapanku itupun pupus sudah.. Aku merasa bingung kenapa setiap aku mengingat kampus yang akan aku masuki lagi semester depan aku selalu teringat Tony, terlebih lagi setelah aku diberitahu oleh temannya Tony bahwa selama aku cuti Tony tidak mencari pacar dan selalu menanyakan keadaanku. Aku bingung sekali sampai sekarang, mungkin bila ada Deni sekarang dan Deni tidak bertunangan mungkin aku bisa menutupi kenangan Tony dengan kenanganmu Deni. Tapi semuanya tak mungkin sekarang ini, kamu telah pergi bersama tunanganmu itu. Aku bingung sekali harus bersikap bagaimana?? Bagaimana nanti bila aku masuk ke kampus dan melihat toni? Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menjauhinya, mendekatinya lagi atau apa??
END
Pak Pardi dan Aku
Lalu dia nongkrong di atas jala untuk membersihkan beberapa kotoran sebelum mengambil ikan. Aku tak mensia-siakan kesempatan itu dan segera ikut nongkrong di depannya sambil berusaha membantu padahal tujuanku hanya ingin melihat kontolnya. Benar saja, karena kolornya basah menjadi agak berat sehingga merosot, kali ini aku bisa melihat jembutnya di bagian atas ban karet kolor tersembul keluar. "Pak Pardi, tuh jembutnya keliatan," dia kembali tersenyum lalu menaikkan celananya sedikit. "Enak ya Pak Pardi" "Enak apanya Mas" "Pak Pardi sudah jembutan, pasti lebet. Aku pengen banget punya jembut" Dia tertawa dan kemudian berkata, "Lah pasti seumur Mas sudah ada" "Iya sih, tapi pasti nggak selebat Pak Pardi" dan kulihat dia hanya tersenyum lagi. Selesai sudah tugas dia hari itu, setelah membawanya ke pondok, masih dengan celana kolornya Pak Pardi membawa ember kecil. "Mau kemana Pak?" tanyaku. "Ke pancuran," jawabnya. Di kebon ayahku ini ada pancoran air dari bambu, sumbernya dari aliran air di gunung. "Aku ikut ya Pak, serem disini sendirian" "Lah, aku mau mandi kok ikut" "Nggak apa-apa lah Pak, aku ikut yah" "Ya sudah ikut saja" Sambil berjalan aku mencoba memancing ke arah pembicaraan yang lebih saru.
(by:
[email protected] )
Waktu itu aku berumur 16 tahun dan aku adalah anak seorang pejabat daerah. Aku tinggal di tempat yang pelosok, kebetulan daerah itu sedang dalam tahap pengembangan, letaknya di dekat laut dan rumahku dekat kaki gunung yang juga tak jauh dari laut. Ayah dan ibuku setiap hari selalu pergi, entah itu rapat, penyuluhan atau apapun itu. Hari itu ayah bilang padaku untuk memberikan amplop pada Pak Pardi, tukang kebun yang berusia 40-an, berambut keriting tingginya mungkin sekitar 160 cm-an dan berbadan kekar dengan kulit kecoklatan terbakar matahari. Pak Pardi sedang mengurus kebon ayah. Sore itu sekitar jam 4-an, aku pakai sepeda pergi ke kebon. Sesampai di gubuk tempat Pak Pardi biasa istirahat dia tak ada. Jadi aku cari sambil sesekali memanggil. Ternyata dia ada di pinggir kolam ikan, sedang menanam bibit jati. Aku biasa melihat Pak Pardi bekerja hanya memakai celana panjang dan tak berbaju, badannya keren sekali. Tapi hari ini pemandangan itu berubah, kulihat Pak Pardi hanya memakai celana kolor berwarna biru yang sudah hampir pudar warnanya. Perlahan aku dekati dan berusaha tak membuat suara. Kontolku seketika ngaceng, apalagi semakin aku dekat dengannya aku semakin jelas melihat celana kolornya sudah tidak ketat lagi, karetnya sudah kendor sehingga karetnya turun dan disatu sisi aku melihat tonjolan yang lumayan besar, lalu disisi samping kiri dan kanannya aku melihat jembutnya yang menyeruak. Lalu dia mengambil bibit dan menungging untuk menanamnya. Ternyata bagian bawah celana kolornya robek lumayan besar, sehingga salah satu biji pelernya sedikit keluar. Aku menahan nafas dan kuperbaiki posisi kontolku karena terasa sangat tidak nyaman. Aku berusaha menenangkan diriku, lalu aku pura-pura memanggil namanya lagi. Dia menengok dan sedikit kaget melihat aku sudah di dekatnya. Dia memperbaiki celana kolornya dan berusaha senyum meski aku tahu dia sedikit canggung. "Pak, ini ada titipan dari ayah," ujarku sambil menyerahkan amplop dari kantong celanaku. "Oh makasih Mas," katanya dengan mimik bingung akan ditaruh dimana amplop itu. "Sini, aku bantu taruh Pak Pardi, di deket celana ya?" kataku sambil mengambil lagi amplop itu dari tangannya dan berjalan ke arah celana Pak Pardi yang di alasi daun pisang lebar tak jauh dari tempatnya menanam. "Lagi apa sih Pak Pardi?" tanyaku lagi. "Ini Mas, tanem bibit jati bapak, sudah selesai sih, bapak suruh ambil ikan buat acara besok jadi saya lepas celananya biar nggak kotor," "Oh," ujarku makfum. Lalu kulihat dia mengambil jala besar dan melemparkannya ke arah kolam. Setelah beberapa lama, dia turun ke kolam dan air kolam setengah pinggang membasahi tubuhnya. Lalu dia menarik jala itu, kelihatannya dia sedikit kesusahan sehingga aku bantu dia menarik dari atas. Banyak sekali ikannya. Pak Pardi kemudian naik ke atas, dan saat itu kepala kontol Pak Pardi menyembul dari sisi samping celana kolornya, dan karena celana kolornya basah, tercetak jelas bagian rahasia Pak Pardi. "Pak, kepalanya keluar tuh," ujarku sambil tertawa. Dia melihat ke bawah dan ikut tertawa sambil memasukkan kepala kontolnya, sungguh erotis.
"Pak Pardi masih suka ngocok nggak?" Dia terlihat kaget dengan pertanyaanku, tapi dia menjawabnya, "Ya kadang-kadang" "Berapa kali Pak sehari" "Yah nggak tiap hari. Kalo istri mau malemnya ya hari itu saya tidak ngocok". "Kamu suka ngocok," tanyanya kemudian. "Iya Pak, suka sekali. Hari ini Pak Pardi ngocok nggak" Selesai ku tanya begitu aku lihat ke arah celana kolornya dan semakin gembung saja, bahkan sudah membentuk tenda, sehingga celananya turun dan jembutnya kembali terlihat dan bentuk kepala kontolnya tercetak jelas. "Sebenernya sih saya nggak rencana ngocok, tapi.." "Tapi apa Pak?" "Mas Win sih bikin saya ngaceng nih," ujarnya sambil memperbaiki posisi batang kontolnya. "Yah kok di benerin sih Pak letaknya, saya suka sekali ngelihatnya" Pak Pardi menatapku lalu berkata, "Mas win suka ngelihat kontol?" "Iya Pak. Mm kalo boleh saya mau lihat kontol Pak Pardi, boleh nggak Pak?" Pak Pardi menghentikan langkahnya dan kemudian membalikkan badannya ke arah saya. Dia diam saja, tapi tangannya menurunkan celana kolornya hingga sebatas lutut, sehingga terlihatlah pemandangan yang sangat saya impikan. Kontol Pak Pardi gemuk dan besar, benar-benar full ngaceng dan batang kontolnya berurat-urat semakin menampakkan kesan jantan dan gagah. Pelernya tidak terlalu besar dan bulu-bulu jembutnya tumbuh lebat serta menyeruak kemana-mana, benar benar kontol yang sempurna buatku. Dengan agak sedikit gemetar aku memegang batang kontol itu, terus terang ini pertama kalinya aku megang kontol orang dewasa. Batang kontol itu terasa hangat dalam genggaman tanganku dan sesekali berkedut-kedut. Kulirik ke arah Pak Pardi dan dia juga menatapku tapi tanpa ekspresi. Aku buat gerakan mengocok seperti aku biasa mengocok kontolku dan Pak Pardi juga sangat menikmatinya, terbukti dia terus memaju mundurkan badannya. Tiba-tiba aku lepas genggamanku dari kontolnya, dan sebelum dia bertanya aku berkata, "Pak Pardi, tunjukin ke saya dong cara bapak biasa ngocok saya pengen liat orang gede ngocok kontol" "Ohh, em gitu ya," ujarnya dengan nafas yang masih dikuasai birahi. Kemudian Pak Pardi menarik daun pisang yang ada di dekat kami hingga putus, kemudian menaruhnya di tanah. Bersandar di pohon pisang itu Pak Pardi mulai mengocok kontolnya. Dia mengocok kontolnya dengan gerakan yang cepat dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya terus meraba-raba bulu jembut dia yang ampun banget lebetnya dengan mata yang tertutup dan gumaman keenakan keluar dari mulutnya. "Enak ya Pak?" tanyaku dan aku berada tepat disamping kontolnya. "I.. Iya Mas Win, enak sekali. Kenapa nggak ikut ngocok sekalian?" "Ah saya malu Pak, kontol saya nggak sebesar punya bapak" "Kenapa malu, kamu kan belum sempurna betul pertumbuhan kontolnya. Lagi pula kontol itu yang penting maennya, bukan ukurannya." "Gitu ya Pak?" jawabku gelisah karena kontolku memang pengen keluar karena sudah sangat ngaceng melihat tubuh bugil Pak Pardi yang berotot berada di atas daun pisang sedang mengocok kontolnya yang besar.
"Ah.. Shh, ayo Mas Win buka aja, a pa mau bapak bukain?" Akhirnya aku tahan juga dan segera membuka baju dan akhirnya celanaku hingga benar-benar bugil.
Crott.. Crott.. Crott spermaku menyembur berkali-kali diantara gesekan kontol kami, entah kemana saja semprotannya aku tak perduli karena rasa yang begitu enak membuatku tak berfikir apa-apa lagi. Kemudian Pak Pardi melepas pelukannya di tubuhku lalu mengocok kontolnya dengan sangat cepat dan kembali
"Wah sudah ngaceng ya Mas Win," ujar Pak Pardi sambil tersenyum melihat keadaan kontolku. "Iya Pak, abis ngeliat Pak Pardi bikin saya jadi ngaceng juga" "Sini sebelah saya saja"
Crott.. Crott.. Crott.. Crott.. Crott.. Crott, semprotan yang jauh lebih banyak dari kepala kontolnya di arahkan Pak Pardi di kontol dan jembutku. Cairan kental itu mengalir ke bawah dan Pak Pardi kembali memelukku serta kembali menggesekkan kontolnya sembari ia mengatur nafasnya yang terengah-engah.
Aku kemudian duduk di sebelahnya dan mulai mengocok kontolku. Tangan kanan Pak Pardi menggerayangi jembutku.
Kami akhirnya sudah mendapatkan kesadaran, dan dengan tubuh bugil berjalan ke arah pancuran untuk membersihkan tubuh dan sisa-sisa sperma.
"Jembut Mas Win persis kayak anak bapak, Atin, cuma kontol Mas Win ini agak panjang yah"
"Pak, kapan kita bisa ngocok bareng Atin?" tanyaku. "Yah kalo Mas Win mau, besok juga bisa disini" jawab Pak Pardi sambil tersenyum. "Nanti bapak kasih liat, bagaimana cara bapak maen sama Atin." "Maen..? Maen apa Pak?" "Pokoknya liat aja besok, di jamin Mas Win suka, malah pengen ngerasain" "Ah Pak Pardi ini bikin penasaran aja" ujarku manja. "Tapi apa Atin mau ya kalo ada aku Pak?" "Dia sih pasti mau, malah seneng. Kadang Pak Danial juga suka ikutan" "Pak Danial hansip?" tanyaku kaget. "Iya"
Aku kaget mendengar ucapan Pak Pardi. "Memangnya Pak Pardi pernah liat kontol Atin?" tanyaku penasaran menghentikan gerakanku di kontol. Atin adalah kakak kelasku di SMP, tapi dia nggak nerusin SMA mungkin karena biaya. Atin itu anak tertua dan satu-satunya dari Pak Pardi, dia juga sering membantu di rumah.
Mulutku melongo, Pak Danial adalah hansip yang suka jaga malam di rumahku. "Kenapa, Mas Win suka ya dengernya," ujar Pak Pardi yang kini membantuku mengocok.
"Ya sudah Pak, saya sudah nggak sabar nunggu besok"
Kulit tangannya terasa kasar di kontolku tapi genggaman tangannya sangat mantap, baru sekali ini juga batang kontolku di pegang orang, Aku sedikit kelojotan karena sensasinya.
Pak Pardi tertawa dan menarik jembutku sehingga aku kaget, lalu Pak Pardi berjalan cepat mendahuluiku yang berusaha mengejarnya untuk balas dendam menarik jembutnya juga. Senangnya...
"Bapak suka ngeliat si Atin ngocok di kali belakang rumah kalo sore, kadangkadang bapak juga suka ngocok bareng" Ah, darahku semakin mendidih mendengarnya, belum lagi kocokan Pak Pardi bener-bener yahud. Dia menghentikan kocokan di kontolnya dan mengalihkan kedua tangannya di kontolku. Kini aku yang nyender di batang pisang dan Pak Pardi duduk bersila di sampingku dekat di bagian kontol. Sambil tangan kanannya mengocok batang kontolku, tangan kirinya tidak henti-hentinya bergerilya di biji peler dab jembutku yang masih terbilang tipis. "Kadang bapak ngocokin kontol dia, dan dia ngocokin kontol bapak, aduh enak banget Mas Win. Persis kayak kita gini" "Ah Pak Pardi, gila bener, aku jadi pengen ngecrot dengernya" "Mas Win mau nggak kalo kapan-kapan bapak ajak ngocok bareng sama Atin?" tanya Pak Pardi sambil terus merancapiku.
END
Orang Tak Dikenal di Laut Ketang (by:
[email protected] )
Kejadian ini adalah pengalaman nyata penulis. Tidak ada adegan hubungan anal disini, karena memang seperti itulah kejadiannya. Webpage: http://www.geocities.com/hayudian/index.html
Aku tidak bisa menjawab pertanyaannya, hanya bisa melenguh enak dan kedua tanganku terangkat ke atas dan memeluk batang pisang yang kusandari.
*****
"Ahh.. Mau banget Pak, mau banget, aduh Pak.. enak, pengen keluar udah bener-bener nggak kuat"
Sore hari senin saat pemilu presiden, aku bosan di rumah dan memutuskan untuk pergi ke laut yang tidak jauh dari rumah. Tempatnya sepi apalagi kalau sudah sore dan yang ada hanya mereka yang suka memancing. Sebenarnya ini juga alasanku pergi ke laut Ketang.
Tapi sebelnya Pak Pardi menghentikan kocokan mautnya di kontolku. Aku membuka mata dan bertanya dengan tatapan mataku, "Mas Win bangun dulu" ujarnya. Aku bangun dan bersender di batang pisang yang sama dengan kontol yang masih tegak mengacung. "Kenapa Pak?" "Kalo mau ngecrot, kita ngecrotin samaan ya" "Kita ngocok berdiri Pak?" "Nggak, liat aja. Bapak biasanya kalo ngecrot bareng Atin sering yang kayak gini, Mas Win diem aja yah" Kemudian Pak Pardi mendekatiku, sebagai yang sangat tak berpengalaman jelas sekali aku deg-deganm apalagi melihat Pak Pardi sekarang hanya beberapa senti saja di depanku dan kontol kami sudah saling menyenggol. Pak Pardi kemudian memelukku, karena tubuh kami hampir setara, posisi kontol kami tak terlalu berbeda sehingga saat Pak Pardi memelukku kontol kami saling bersentuhan. Darahku seperti mengalir dengan cepat dan sensasi kontol kami yang saling berdempetan membuat tubuhku bergetar. Pak Pardi kemudian menggeol-geolkan tubuhnya dengan gerakan memutar dan sedikit naik turun. Rasanya LUAR BIASA, kontol kami bergesekan, jembut kami bersatu dan sesekali ada sedikit rasa sakit saat jembutku tertarik entah oleh gerakan gesek batang kontolnya atau tertarik oleh jembutnya. Kedua tangan Pak Pardi memeluk batang pisang dan kepalanya di rebahku di bahuku sementara kontolnya terus di gesek-gesekkan di kontolku. Aku benar-benar sudah nggak tahan lagi. Akupun mengerang keras dan..
Biasanya selesai memancing, para pemancing itu suka mandi di laut mereka berbasah-basah dan setelah selesai mereka pergi ke balik bebatuan untuk mengganti pakaiannya yang basah. Dan aku senang sekali berada di bebatuan itu bisa mengintip mereka yang tanpa malu-malu telanjang mengganti pakaiannya. Nah di hari itu laut sedang surut dan ada dua orang yang aku nggak tau apakah mereka nelayan atau hanya orang biasa yang punya hobi mancing. Mereka berdua bertubuh tegap, satunya berwajah lumayan dengan bodi kekar serta kulit tidak terlalu hitam, yang satunya lagi berkulit gelap. Yang aku incar yang berkulit tidak terlalu hitam ini yang sedang berburu ikan dengan tongkat berujung besi tajam, tingginya sekitar 165cm dan dia memakai celana training panjang warna putih yang pudar. Kalau dia mengangkat tangan untuk menghunjam tongkatnya aku menjadi gemas, karena tangannya terlihat sangat kuat dan kekar. Setelah aku mendekat, wuih pemandangannya menyenangkan. Ternyata dia sama sekali tidak memakai kolor, karena saat dia berdiri, terlihat jelas kontolnya tercetak di celana, dan bayangan hitam jembutnya juga terlihat. Aku bukan penyuka mereka yang berbadan besar, tapi badannya memang kekar dan mungkin berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari dia dan di dekat pusar bulu-bulunya terlihat lebat, kontolku ngaceng seketika. Aku kemudian berjalan menuju bebatuan tempat biasa orang berganti pakaian dan dengan sabar menunggu dia mengganti pakaian sambil berpura-pura mengambil ikan-ikan kecil. Tempat biasa mereka ganti pakaian itu terdiri dari bebatuan yang biasa ada di laut dan tinggi-tinggi. Sekelilingnya semak belukar dan tempat itu cukup terlindung kalau anda memang tidak sengaja untuk melihatnya atau memang berada di dekat situ. Ternyata kesabaranku berbuah hasil, dia berjalan ke arah bebatuan tempat aku berada sambil membawa celana jeans birunya, aku lihat dia lirik kiri kanan. Dia memperhatikan aku sebentar, aku tahu itu, lalu dia menurunkan celana panjangnya dan aku melirik, ASTAGA!
Itu kontol terbesar yang pernah aku lihat, bahkan dalam keadaan seperti itu, panjang kontolnya hampir menyamaiku kontolku kalau ngaceng, padahal aku pernah ukur kontolku kalau ngaceng sekitar 14cm. Aku berdiri dan berjalan ke arahnya sambil pura-pura memperhatikan sekitar. Lalu saat itu dia menatapku, dan aku juga menatapnya, lalu aku menurunkan pandanganku ke arah kontol yang kini terlihat sangat jelas. Kontolnya ternyata tidak berjembut lebat hanya ada sedikit saja itupun tidak terlalu panjang, tapi kepala kontolnya sangat besar sampai-sampai aku tak percaya apa yang aku lihat. Lalu aku tersadar kalau aku melakukan kesalahan dengan menatap seperti itu, lalu aku menatap dia lagi dan ternyata dia masih menatapku tanpa ekspresi. Kemudian dia melirik ke arah kontolnya dan kembali menatapku. Aku mencoba tersenyum dan ternyata dia juga tersenyum meski terlihat sangat kaku. "Maaf Mas, nggak sengaja. Soalnya baru sekali ini aku lihat ada kontol sebesar itu," ujarku dengan berani. Aku melihat ekspresi wajahnya yang terkejut dengan perkataanku. Lalu dia menjawab, "Nggak apa-apa, saya biasa mandi telanjang di kali jadi banyak yang liat juga" Aku semakin berani dan berjalan mendekatinya sambil sesekali berpura-pura melihat ikan di air.
Dengan cepat aku menempelkan bibirku di kepala kontolnya. Dia segera bereaksi dan sangat kaget dengan yang aku lakukan, dia sedikit menarik dirinya. Tapi aku tidak mau melepasnya, aku pegang pantatnya lalu mendorong kembali ke arahku. Sekarang batang kontolnya aku arahkan ke atas dan aku mulai menjilat bagian bawah batang kontolnya mulai dari bagian bawah hingga ke lobang kencingnya, memainkan ujung lidahku di kepala kontolnya yang semakin berwarna ungu, aku tahu dia sangat keenakan. Aku lirik dia sambil lidahku tetap merayap pelan mengelilingi kepala kontolnya dan bermain-main di bagian frenulumnya. Dari dahinya yang berkerut dan mata yang seperti menahan sesuatu aku sangat yakin dia merasakan kenikmatan yang sangat, karena aku juga sangat merasa nikmat jika mendapat hal yang sama. Lalu dengan beberapa kali usaha aku berhasil memasukkan kepala kontolnya ke mulutku dan langsung aku sedot-sedot dengan kencang, dan aku bisa merasakan uraturat disekeliling batang kontolnya semakin membesar dan dia juga semakin kuat mengocok mulutku. Kini tangan kananku menggenggam pangkal batang kontolnya dan tangan kiriku berada di batang atas tangan kananku. Sambil mencium-cium kecil lobang kencingnya dengan ujung bibir, kedua tanganku membuat gerakan memeras dan memelintir batang kontol itu pelan sekali, kuregangkan dan kemudian kulakukan lagi. "Ahh.." dia mendesah pelan.
"Kalau lemes aja segede gitu, gimana kalau ngaceng" Aku yakin sekali belum pernah a da laki-laki mengatakan hal seperti itu padanya, sehingga dia terlihat sangat canggung menjawab pertanyaanku. "Ah bisa aja" "Bener kok," ujarku sambil kemudian duduk di batu dan aku melihat dia agak canggung namun dia masih telanjang bulat. "Kalau punya aku segede itu, aku pasti seneng banget" Dia hanya tersenyum (lagi-lagi) canggung mendengar perkataanku barusan. "Pernah ngukur nggak Mas?" tanyaku lagi. "Nggak pernah, yah memang gini adanya" "Mas, boleh nggak aku pegang kontol Mas, aku pengen ngerasain sebesar apa kalau ngaceng" Dia terlihat kaget lagi dengan perkataanku dan sedikit menelan ludah dengan agak gugup dia berkata, "Ngapain megang kan semua kontol sama aja" "Yah nggak sama lah Mas, kontolku nggak segede itu. Bagaimana boleh ya," ujarku semakin berani dan semakin dekat dengannya. Dia menengok kiri kanan beberapa kali lalu berkata, "Yah.. Ya boleh lah, tapi kalau ada orang lepasin ya" "Beres" ujarku sambil tersenyum. Lalu aku dengan sedikit gugup memegang batang kontolnya. Hangat sekali terasa dan dalam hitungan detik kontol itu membesar di genggamanku sampai maksimal. GIla.. Gede banget!! Kepala kontolnya itu membuat aku tak tahan. Aku melirik ke arahnya, dan ternyata dia juga sedang memperhatikan aku sambil sesekali memperhatikan sekelilingnya.
Kulupaskan genggamanku dan mulai merayap pelan ke atas dan berhenti di pentil kecilnya yang kemudian ku pilin pelan dan kutarik-tarik sekali. Desahannya semakin kuat, nampaknya dia memang sangat suka pentilnya di perlakukan seperti itu. "Lepas Mas, lepas, saya mau keluar," kata dia. "Mmgrrpphh" ujarku tak jelas karena mulutku penuh dengan kontolnya sambil menggelengkan kepalaku tanda aku tak mau melepasnya, dan aku malah memasukkan seluruh batang kontolnya hingga hidungku menyentuh kulit pangkal kontolnya, aku pegang pantatnya dengan kedua tanganku untuk menahan kontol itu, dan dia masih sedikit berontak. Aku terus menggerilyakan lidahku menjilati sekenanya batang kontol yang ada dimulutku, dan sepertinya dia pasrah tak mampu berkata apa-apa lagi. Kedua tangannya memegang batu yang ada di belakang dirinya, lalu dia sedikit mengerang dan tak lama mulutku penuh dengan sperma yang menyemprot berkali-kali dengan jumlah yang banyak dari lobang kontolnya, aku telan sebanyak yang aku bisa meskipun banyak juga yang mengalir ke luar dan menetes. Aku terus menyimpan kontolnya di mulutku sampai akhirnya perlahan kontolnya mulai lemas dan aku lepaskan. Aku mendengar hembusan nafas yang terasa berat lepas dari dirinya. Setelah batang kontolnya berada di luar, aku pegang sekali lagi lalu aku jilat-jilat kepalanya dan sisa-sisa sperma yang masih ada, enak sekali. Spermanya kental, mungkin sudah lama dia nggak pernah ngocok kontolnya. Dia terduduk di bebatuan dan terlihat mengatur nafasnya pelan-pelan. Dia tersenyum kepadaku seperti senyum yang cangguh, aneh dan mungkin merasa malu melakukan hal seperti itu, kemudian dia memakai celana jeansnya tanpa memakai celana kolor. "Namanya siapa Mas?" tanyaku. "Agus," jawabnya pendek. "Kenalin aku Adi," ujarku lagi sambil mengulurkan tanganku.
Sambil terus ku elus-elus batang kontol itu aku berkata,
Setelah beberapa lama terdiam, dia berkata,
"Pernah ada yang giniin nggak Mas?" "Nggh.. Nggak pernah" "kalau pada mandi di kali apa temen-temennya nggak pada ngeliatin kontol segede ini?"
"Mas Adi ini suka ya yang beginian" "Iya, aku suka banget sama kontol apalagi kalau gede kayak punya sampean" Dia tertawa pelan, lalu aku berkata, "Temen satunya nggak ganti baju juga" Dia lagi-lagi tersenyum.
Dia masih juga ragu, entah antara enak atau canggung menjawabnya tapi dia tetap berusaha, "Yah, kadang-kadang jadi bahan lelucon aja" Aku masih mengelus-elus kepala kontolnya, lalu batangnya mulai aku kocokkocok. Semakin lama kocokanku semakin kencang dan sesekali aku memilin pelan batang kontolnya. Aku merasakan ada gerakan dia seperti sedikit maju mundur atau memompa tanganku dan juga seperti berputar. Sementara aku mengisap batangnya, jemariku bergerilya ke arah perutnya yang berotot, rasanya bergelombang-gelombang dan jantan sekali, belum lagi bulu-bulu di sekitar perut dan pusarnya yang lebat, herannya di daerah jembut dia tidak terlalu lebat. Dia pasti merapikannya. Sekarang sambil aku kocok batangnya, tanganku yang kanan mulai menjalar ke arah biji pelirnya. Biji pelernya sangat tidak sinkron karena berukuran biasa saja, sementara batangnya begitu panjang dan besar serta berurat. Seperti juga dipangkal kontolnya, biji peler dia bahkan sama sekali tidak berjembut. Aku pijat pelan biji pelernya dan dia mulai berdesah-desah pelan. Aku melihat dia memejamkan matanya, aku pikir sekarang atau tidak sama sekali.
"Kayaknya enggak, dia cuman pake celana itu" "kalau kamu pernah nggak Mad yang beginian?" "Ah nggak Mas, paling-paling ngocok aja" "Mad, jangan panggil Mas lagi ya, panggil aja Adi" "Iya deh. Emm aku pergi dulu ya di, nanti temanku nungguin" "Ya udah, tapi kalau kamu masih mau diisep lagi kapan-kapan, aku sering kok kesini. Itu mobilku, jadi kalau ada mobil itu pasti ada aku. Kalau mau ajak teman kamu itu juga nggak apa-apa" Dia hanya tertawa saja, lalu permisi dan pergi. Ah enak sekali ngisep kontol gede orang tak dikenal di laut Ketang.
END