Wedaran Wirid i
February 10, 2018 | Author: Lia Bali | Category: N/A
Short Description
ok...
Description
WEDARAN WIRID I
Sumber buku Wedaran Wirid III, Ki R.S. Yoedi Parto Yoewono. Surabaja : Djojobojo, 1962-64. ————————— Alang Alang Kumitir
DAT ALLAH SWT WAJIB ADANYA Kata Pengantar Mengingat bahwa bangsa Indonesia itu sebahagian besar agama Islam, mengingatkan dengan ucapan perkataan Paduka Yang Mulia Soekarno pada pertemuan musyawarah besar Islam di Solo (surakarta), supaya pemuda sama-sama mengorek (menggali) isinya Islam yang sebenarnya, maka penulis terdorong untuk saling mengeluarkan pendapat. Para pembaca; penulis menerangkan pendapat itu karena mengingat para leluhur kita yang sudah sama-sama mengijinkan pendapat ilmunya, menjadi buku-buku suluk dan Wiridan (pelajaran), yang semasa zaman para Wali sangat dirahasiakan, karena dikhawatirkan bisa salah mengerjakan (mengartikan) !. Kata Wirid itu pada suku Jawa (kejawen Jawa), mempunyai pendapat Wirid atau Rungsid, sembahyang Ikhlas (Khusyuk) serta zikir (mengingat-ingat) nama Allah serta mempelajari kitab Al-Qur’an Nul Qarim. Penulis akan memberi pelajaran tentang 4 (empat) pelajaran yang sangat sulit, artinya empat jalan tingkatan Shalat (sembahyang) yang sempurna. Untuk pelajaran bangsa kita sendiri menurut undang-undang Pancasila, maka menyatukan pelajaran oleh penulis sengaja memakai bahasa Jawa yang sopan (telah diterjemahkan). Jika nanti ada kata bahasa Arab atau bahasa Barat lainnya itu menjadi pedoman penguat (meyakinkan) saja. Karena menyatukan pelajaran Wirid itu berdasar (landasan) Dalil-dalil AlQur’an dan Hadist, maka penulis menggunakan Dalil yang terdapat pada AlQur’an dan Hadist.
Selain dari itu mengutip pendapat para sarjana (cendikiawan) Jawa di tanah Jawa dan negara lain, terutama surat/buku karangan Alm. Pujangga R. Ng. Ronggo Warsito. Dan selanjutnya mengingat kata-kata Bapak Ki. MO. Hatmoyuwono dengan saudara tertua Ki Broto Kesowo, dan artinya penulis dan pembaca harus menggunakan akal pikir yang sehat. Wedaran Wirid ini umpama makanan hanya mengambil dan memasak, maka sebelumnya harus dipikir terlebih dahulu benar salahnya keterangan ini. Bacaan ini bisa jadi ada yang tidak setuju, tetapi penulis mempunyai keyakinan; siapa saja tidak mengenal agama atau kepercayaan kebatinan, umpama mau berpikir tentang isinya dengan teliti, hasilnya akan menjadi saudara sependapat. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih. Surabaya, 30 Mei 1957 Penulis, Ki. R.S. Yudi Partojuwono
Bab 1 DAT ALLAH SWT WAJIB ADANYA. Al-Qur’an surat Al-Israa : 15 ; “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul” Keterangan tadi jika diteliti menunjukan kita, artinya seseorang harus mengetahui tentang hidup kita, walaupun hidup kita kearah jalan yang benar atau belum (salah). Keterangan semua petunjuk dari satu-satunya orang lain belum tentu benar, karena orang itu berhak menolak dan mengolok, Karena tidak mau mengakui yang dikerjakan itu salah, walaupun orang itu banyak ilmunya.
Firman Allah SWT. Surat Al-Isra : 15, memberi peringatan siapa saya, artinya ilmu yang kita kerjakan benar atau salah yang harus merasakan adalah diri sendiri. Untuk pekerjaan sehari-hari untuk semua pekerjaan orang itu seharusnya berhak memilih antara yang benar dan yang salah. Jadi kalau mau menggunakan kekuasaan itu tentu akan merasakan tenang. Umpama ada kegelisahan karena kurang waspada, umpamanya kita sudah menuju menuju yang benar ternyata masih salah, tetapi kita mau memperbaiki, pasti kita berbalik jalan kearah lurus (benar). Itu adalah contoh perjalanan hidup berkeluarga sehari-hari yang benar, dan salah dapat di perbaiki munurut keterangan (ramalan). Tetapi menurut ilmu sebenarnya tidak begitu, salah di dunia juga salah diakhirat. Jadi menurut Firman Allah SWT. Surat Al-Isra : 15 tadi, walaupun Allah sudah memberi petunjuk jalan yang benar melalui kitab-kitab yang disampaikan para Rasul-Rasul yaitu Agama. Walaupun begitu kita harus waspada, dan kitab-kitab suci itu semua isinya adalah petunjuk menuju kebenaran, maka kita harus berfikir yang benar. Jika orang yang membatah atau menyalahkan kebenaran, orang itu salah atau tidak benar. Menurut masyarakat umum, orang yang tidak mau mengikuti (memeluk) salah satu agama, mempunyai keyakinan sendiri, menurutnya “makan tidak makan aku mencari sendiri, orang lain mau apa, yang penting tidak merugikan orang lain, ya sudah!!!.” Untuk ukuran dunia, kemauan yang seperti itu memang benar, tetapi umpama dirasakan dengan isi hati kita mestinya menimbulkan pertanyaan, Tanggung jawab terhadap hidup bagaimana?, Nanti bila sudah ajal / Sekaratil maut, apa pasti bisa sempurna. Apa percaya adanya Allah dan Gaib, apa hanya mengakui hidupnya didunia dilahirkan dengan manusia. Umpamanya mengakui jika lahir itu dari kandungan ibu, mestinya kita bisa teliti lebih jauh lagi selanjutnya. Karena percaya bila lahir dari manusia lantas mempunyai ikhtikat/kepercayaan yang menyebut sebenarnya manusia itu berdiri sendiri sebelum ada Allah dan malaikat dan lain-lain yang ada didunia. Selanjutnya diceritakan manusia itu asalnya dari adam / kosong. Walaupun orang biasa (awam) jika mau memikirkan yang lebih dalam, tentunya dalam hati timbul pertanyaan sebenarnya yang menciptakan itu siapa?, kenapa bisa melahirkan manusia
lagi?, pertanyaan seperti tadi sudah tidak ada gunanya, malah menjadi perdebatan/persoalan. Sampai sekarang belum ada yang menerangkan bahwa manusia bisa membuat jangkrik atau lalat. Karena itu terpaksa mempunyai pendapat bahwa Allah itu ada tetapi hanya cerita orang terdahulu. Pikiran orang itu tambah bodoh dan juga tambah maju, terbukti adanya pendapat Allah (sang Pencipta) menyatu dengan yang diciptakan (Alam). Karena hidup dizaman modern ternyata sampai sekarang belum ada yang melihat / menyatakan Tuhan / Allah SWT. Karena sudah habis pikir / kehabisan pendapat, lantas mengatakan zat-zat atom alam seluruhnya itu adalah Allah, tetapi itu hanya pendapat segelintir orang, karena itu mempunyai pendapat dan akal yang cerdas, itupun para sarjana tidak mengetahui rahasia hidup. Artinya tidak bisa menjawab dengan tepat dari mana asalnya hidup itu. Karena habis pikir langsung timbul pendapat lagi bahwa hidup dari Allah. Itu sebenarnya hanya pendapat yang tidak ada ujungnya (buntu). Bukan karena bodoh tetapi hanya tidak bisa menjawab, buktinya menurut ilmu alam benda-benda itu terjadi dari perpaduan atom negative dan atom positif. Karena dari mana asalnya atom itu dan siapa yang membuat lalu bingung dan buntu cara berpikir langsung heran dan tegas mengatakan Allah itu sumber dari semua kekuatan / daya kekuatan gaib. Pendapat itu ibarat timbul dari keyakinan meneliti dengan keadaan daya tarik menarik dan dapat berubah-uabh menjadikan berputar, panas dan dingin, dan terjadi perputaran dunia dan bintang itu terjadi sebelum ada agama dan sangat teratur, dan manusia lahir didunia semua sudah terjadi sedemikian rupa. Sarjana yunani yaitu Heraclitus dan Thales yang hidup antara 2500 tahun yang lalu, bertanya pada diri sendiri dari mana asalnya benda-benda dan zat-zat kimia tadi?. Untuk dasar tentang zat yang maha suci wajib adanya, pertanyaan tersebut perlu dijawab berdasarkan hukum-hukum (proses) atom stelsel (kata atom) atau ilmu alam (Physica) modern, perlunya supaya tidak menimbulkan kepanatikan dan seharusnya menjadi kayakinan tentang zat yang Maha Suci wajib adanya. Karena seluruh keterangan disertai keterangan yang masuk akal, petunjuk yang mudah untuk menerangkan asal manusia itu dari Adam yaitu Kosong tetapi ada, dan berdiri sendiri sebelum adanya Allah.
Pelajaran itu umpama untuk orang awam (tidak tau apa-apa) sudah sangat tinggi, jadi seumpama ada orang yang Tanya manusia asalnya kosong (suwung dalam bahasa jawa) kenapa bisa jadi manusia? Lalu mereka diam (tidak ada jawaban). Hal demikian itu jika berdasarkan pengalaman untuk menjawab pertanyaan diatas samapai sekarang masih membingungkan. Jadi ada pendapat dari beberapa ilmuwan dari barat yaitu Heraclitus dan Thales belajar membuktikan adanya Allah (Tuhan Gop Theo) untuk mencari asalnya benda-benda sampai buntu otaknya, tetapi tidak bisa membuktikan, akhirnya memutuskan bahwa asal benda-benda itu dari air. Di abad ke 19 pendapat tadi diteliti lagi oleh seorang ilmuwan Charles Darwin Faouback Karl marx, supaya bisa terbuka berdasarkan ilmu alam (kimia), air itu terjadi dari dua paduan (warna / Hidrogenium = Waterstof) dan zat baker (Oxygenium = Brandstof). Perbandingan Hydrogenium (H) dicampur dengan 2 Oxygenium (O) bentuknya menjadi atom 2, jadi atom 2 H dan 2 atom (O) disingkat H2O bentuknya menjadi air. Ilmuwan Dimocritus yang hidup 460 tahun sebelum Muhammad SAW lahir mempunyai pendapat bila zat cair, gas, padat dll itu terjadi dari paduan zat/benda yang halus sekali, sehingga tidak bisa dihancurkan lagi. Pendapat seperti itu dibenarkan oleh ilmuwan Aris Thoteles dan juga dibenarkan oleh ilmuwan Darwin dan mengatakan benda terjadi dari dua paduan yang sangat kecil yang tidak bisa dilihat oleh mata kepala kita, zat/benda tersebut tidak bisa dipisah-pisahkan tetapi bisa menyatu sendiri antara 2 paduan (Nitrogen dan Hydrogen) dan menjadi bentuk zat/benda yang disebut Molekul/Sel-sel. Umpamanya Alkohol terjadi dari campuran atom zat pembakar 2 atom zat arang (Koolzuur) 6 atom dan air. Selanjutnya para ilmuwan langsung menguji lagi, kenapa atom itu tidak bisa dipisah-pisahkan lagi. Percobaan tadi langsung diuji menggunakan cahaya (sinar X), kalau menurut ilmu kedokteran disebut Rontgen. Sedangkan pendapat ilmuwan Thomson tahun 1895 caranya cahaya sinar X itu disinarkan keatom tersebut dan atom tersebut hancur menjadi benda-benda yang sangat kecil-kecil sekali yang asalnya dari pusatnya sendiri (pusat atom) yang disebut “uratom”. Setelah di teliti ternyata mempunyai daya listrik negatif dan dinamakan Elektron, begitupun uratom itu sampai sekarang belum bisa diketahui besar kecilnya, walaupun dilihat memakai alat Mikroskop. Sampai sekarang Elektron tidak bisa diketahui daya alam atau daya mekanis, walaupun memakai berbagai bentuk alat. Menurut penelitian para ilmuwan tadi, pecahnya zat-zat tadi
menyebabkan daya radio aktif, Radio aktif tersebut tidak bisa dibatasi dengan alat apapun. Radio aktif masih mempunyai daya tiga macam yaitu; 1. Daya Penetrasi yang bisa menimbulkan apa saja. 2. Daya Elektromagnetik 3. Lebih berat dari daya Elektron. Mengandung daya menurut kodratnya, berjalan dengan sifatnya, maka semua yang tercipta (Gumelar bahasa jawa) itu bergerak tarik menarik satu sama lain, contohnya Bumi, Bulan dan Matahari. Penelitian para ilmuwan barat membuktikan seluruh benda yang terlihat oleh mata itu mempunyai daya magnit (listrik) negatif dan positif, atom dan intinya (uratom) itu bergerak tanpa sebab dan mengherankan para ilmuwan. Ditahun 1932 ilmuwan Rutherford dan Chadwich menemukan zat yang dinamakan Neutron yang tidak mengandung daya listrik, dan Rutherford sendiri menemukan Proton, waktunya lebih dari 1836 dari pada waktunya Elektron. Tahun 1931 ilmuwan Pauli dan Fermi bisa mengalihkan daya Neutron, dan pendapat tadi disempurnakan lagi tahun 1955 karena daya Neutrino itu bukan zat ternyata sampai sekarang belum terlihat bentuknya kata Prof. Ac Lamok. Menurut keterangan Neutrino itu yang bisa menembus segala keadaan dialam ini dan bisa dihentikan/dibatasi oleh Timah, tebalnya bisa 30 juta km. Keterangan itu membuktikan daya Neutrino tidak ada bendingannya, umpamanya diukur dengan bulatnya dunia kira-kira 40.000 km, jadi jika Neutron-neutron tadi benturan/lawanan dengan anti Neutrino dibumi bisa hancur dan menimbulkan cahaya (daya gaib) yang menyebabkan seluruh makhluk dibumi tidak terguncang, walaupun bumi itu bulat dan berputar. Jadi daya tadi seumpama Lem yang melengket dibumi. Sesungguhnya daya yang timbul dari Neutrino adalah daya yang rendah, selama-lamanya tetap ada. Jika umpama daya tadi berhenti pasti akan terjadi kejadian yang luar biasa, semua benda-benda berantakan tidak tentu arahnya, semua terguncang oleh perputaran bumi. Sebab karena itu kita yakin bahwa Allah yang maha megetahui, sedang memikirkan keadaan Neutrino saja kita sudah pusing tujuh keliling/bingung apalagi untuk megetahui zat Allah. Apa yang dibicarakan tadi yang telah diketahui belum lagi yang tersimpan (belum diketahui) Gaibnya dunia itu tanpa pengetahuan. Maka timbullah pertanyaan siapa yang membuat atom-atom dan yang menimbulkan daya (kekuatan gaib)?. Jelas
Allah SWT ada. Dengan menggunakan ilmu yang disebut Spectraal Analyse yaitu ilmu yang meneliti apa yang ada dibumi dan diluar bumi. Para ilmuwan mempunyai pendapat, benda-benda itu terjadi dari campuran zat atom dan zat-zat tadi. Menurut pendapat lain bahwa asal bintang atau planet-planet juga sama. Umpama Helium campuran dan surya karena Surya mengandung Helium, Calsium berasal dari Bintang Serius. Bisa mengatahui adanya itu bisa memakai alat yang meneliti keadaan cahaya-cahaya yang asalnya dari bintang tadi. Dengan bijaksana mengatakan itu mestinya harus mengagungkan nama Allah, dan berhenti disitu saja bahwa Allah semua kekuatan, umpama di pikir lebih dalam oleh semua orang bisanya Cuma mengakui saja (mengatakan ya), dari lahir kedunia semua sudah ada, umpama ada orang bertanya pada bayi yang lahir antara 3 jam, “kamu kok nangis dan ketawa, kawanmu siapa?”, bayi itu tidak bisa jawab, umpama bayi umur 1 tahun, “kamu itu yang melahirkan siapa?”, bayi tetap tidak bisa jawab dengan tepat. Yang bisa menjawab hanya orang yang mengetahui keadaan ibunya waktu lahirnya sendirian, bisa tahu kalau dia lahir diberi tahu oleh yang melahirkan, jadi dia mengerti setelah dia bisa bicara dan dewasa. Jadi sebenarnya orang lahir itu tidak tahu apa-apa, jadi kalau dipikir dengan cermat, orang tidak bisa mengatakan kalau Allah itu tidak ada. Jadi orang dilahirkan dengan tidak tahu apa-apa sampai tua dan tetap tidak tahu apa-apa yang dinamakan hidup dan mati itu apa. Orang lahir didunia itu semua sudah ada, jadi tidak perlu membuat lagi, lalu siapa yang menyediakan?, jawabnya adalah Allah, Sembahan yang tidak tampak tapi sebetulnya ada. Begitupun para Cendikiawan (ilmuwan) yang bisa meneliti atom dan zat yang lainnya juga belum bisa menjawab dari mana asalnya semua adanya atom, Oxygen dan zat-zat hidup itu?, tetap masih meraba siapa yang membuat. Karena manusia itu dasarnya lebih sempurna dari makhluk lain, manusia mempunyai pikiran untuk memikir, bisa berusaha, itu sebabnya masingmasing merasa benar. Ada golongan mengatakan daya kekuatan itu Allah, ada mengatakan yang menciptakan kekuatan itu Allah, tetapi Dat-Nya tidak nampak. Selisih pendapat itu dari zaman ke zaman saling berebut benar. untuk menyelesaikan (menenangkan) itu semua maka Allah mengutus umatnya untuk memberi penerangan yang benar dan yang salah, dan
umatnya yang disebut Rasul, para Rasul memerintahkan umatnya untuk mengakui dan meyakini bahwa Allah itu ada. Karena zaman sekarang pikiran manusia belum berkembang maju, semua ajaran para Rasul hanya diterima begitu saja, “Allah itu ada” kata bapak dan ibu, tanpa dicari apa Allah itu, apa zat/data atau sifat dan daya kekuatan Allah. Karena masih ada yang bingung lalu timbul pikiran bahwa Allah itu hanya kumpulan bumi, matahari, udara dan air (4 anasir), ada juga yang mengatakan Anasir yang empat itu adalah sifat-Nya, jadi sampai turun temurun hingga sekarang bisa cuma percaya dan terima apa adanya. Karena itu memang benar apa kata firman Allah pada surat Al-Isra ayat 15 seperti diatas, bahwa semua kepercayaan itu tergantung diri masing-masing dan orang lain tidak turut campur.
Bab 2 KETERANGAN SIFAT 20 Manusia ditakdirkan/diciptakan sempurna karena mempunyai pikiran/akal dan alat perasa serta jasmani, Maka Ulama di zaman dahulu mempunyai pendapat bahwa Allah sebenarnya yang menciptakan, dan sebahagian besar menyebutkan sifat-sifat manusia sendiri adalah panca indra seperti Mata, Hidung, Mulut, Telinga dan Lidah. Beda dengan makhluk lain seperti binatang, walaupun mempunyai alat seperti manusia tetapi tidak lengkap, oleh karena itu hidupnya makhluk-makhluk tadi ikut kodrat masing-masing, bisa melihat, berjalan dan makan tapi tidak punya akal untuk berusaha dan sudah pasti hidupnya kurang lengkap. Berdasarkan keadaan, maka para orang bijak mempunyai pendapat ; bila manusia itu sifatnya lengkap dan tidak bisa berubah artinya Allah itu tidak kekurangan sifat seperti yang diciptakan. Walaupun semua Ulama sudah sampai disatu pendapat, tetap tidak bisa menemukan Allah SWT. Maka dalam Wirid/pelajaran, Allah itu tidak bisa dijangkau oleh alat apapun bahkan oleh pikiran/perasaan. Jadi para ulama menyebut Dat yang maha agung yang bisa menciptakan Jagad raya. Selanjutnnya keterangan sifat 20 (dua puluh) begini; Atas nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, terlebih dahulu dikutip dari buku Wirid Hidayat Jati tinggalan Ronggo Warsito;
Sebelum ada apa-apa yang ada hanya Allah yang berada dalam NUKAT GAIB yang diberi nama Qun, yaitu DAT sejati, Nukat artinya bibit, dan Gaib adalah samar/tidak nampak oleh mata yang disebut Nur Muhammad, yaitu Cahaya yang terang sekali tanpa bayangan, yang disebut sifat sejati QUN lalu FAYAQUN. Qun artinya Allah Bersabda (berkata) dan Fayaqun artinya Terjadi semua Afhngal (selamanya). Semua itu menjadi asalnya yang terjadi disebut Anasir Sejati. Jadi Allah memiliki 4 Anasir yaitu Dat, Sifat, Asma dan Afhngal. Umpama penerimaan salah, pelajaran yang diatas tadi ada kata tempat di Nukat Gaib (benih yang tidak nampak) itu pasti dapat menimbulkan pendapat bahwa Allah itu berada disuatu tempat, karena disebut Layu Kayafu, itu semua salah, Allah tidak bisa disentuh atau dijangkau oleh apa saja, tidak ada yang menyerupai, karena semua itu sifat Baru (yang sudah ada). Almarhum Kyai Agus Salim pernah berbicara; bahwa dasar agama Islam itu lebih dulu mengetahui nama Allah dan selanjutnya seluruh yang ada (Jagad Raya). Mustahil kalau tidak ada yang menciptakan, karena yang menciptakan wajib adanya (mokal dan wajib). Itu sebabnya manusia hanya menjumpai yang sudah ada dan tetap tidak bisa berubah. Kata mempunyai atau yang terjadi itu dalam bahasa Wirid/Pelajaran yaitu menyatu dan berpisah artinya sama, karena pusatnya itu Allah. Wirid Hidayat Jati tersebut diatas akan diterangkan hanya soal 4 Anasir saja, oleh sebab itu akan dijumpai dibacaan ke-2. penelitian tentang 4 Anasir menurut catatan pelajaran agama yang tersebut dibawah ini: 1. Dat Allah yang tidak bisa dilihat tetapi mencakup/meliputi seluruh yang diciptakan semua yang dijumpai makhluk. Terbukti Layu Kayafu (tidak bisa diganggu oleh apapun), semua keterangan ada dibelakang. Umpama ada ikhtikat kepercayaan menceritakan manusia dapat / jumpa atau menghadap maju mundur dengan Allah, karena lupa dengan yang disebut Layu Kayafu. 2. Sifat itu sebetulnya perkataan sesudah ada Dat, artinya kekuasaan Dat Allah yang sebenarnya bisa menciptakan apa saja dan mempunyai sifat seluruh yang diciptakan. Dengan kehendak Allah sifat itu apa yang telah diciptakan, sifat itu berjutajuta (milyaran) warnanya, seperti yang tertulis dikitab Al-Quran, yang menyebutkan kekuasaan, keagungan dan Daya keperkasaan, umpanya bisa menidurkan, membangunkan, menangiskan, menghidupkan benih. Oleh karenanya sifat-sifat yang begitu terdapat pada manusia. Para Ulama zaman
dahulu kala sama-sama membicarakan satu keputusan bahwa sifat DAT yang wajib adanya itu menguasai manusia yang banyaknya 20+20+1, maksudnya itu mempunyai sifat 20 yang wajib (tidak berubah-ubah), 20 lagi sifat Mokal (bisa rusak/berubah) dan yang 1 adalah kuasa (wenang dalam bahasa jawa). Jika difikir dengan benar bahwa sifat 20 itu menyatu dengan manusia, maka itulah disebut cukup alatnya. Oleh sebab itu manusia diwibawai dengan sifat 20 tadi, umpamanya melihat, mendengar, hidup, bicara dan lain-lain. Semua sifat-sifat Allah tersebut disebutkan dibawah ini;
SIFAT 20 ARTINYA 1. WUJUD = ADA 2. QIDAM = TIDAK ADA YG MENDAHULUI 3. BAQA = KEKAL 4. MUHALAFALIL HAWADIS = BEDA DENGAN YG BARU 5.QIYAMUH BINAFSIHI = BERDIRI SENDIRI 6. WAHDA NIYAT = MENYATU 7. QODRAT = KUASA 8. IRODAT = KEHENDAK 9. ILMU = PENGETAHUAN 10. HAYAT = HIDUP 11. SAMAK = MENDENGAR 12. BASHAR = MELIHAT 13. QALAM = BERKATA 14. QADIRAN = YANG MEMPUNYAI KUASA 15. MURIDAN = YANG MEMPUNYAI KEHENDAK 16. ALIMAN = YANG MEMPUNYAI ILMU 17. HAYAN = YANG MEMPUNYAI HIDUP
18. SAMIAN = YANG MEMPUNYAI PENDENGARAN 19. BASIRAN = YANG MEMPUNYAI PENGLIHATAN 20. MUTAKALINAN = YANG MEMPUNYAI PERKATAAN
Menurut pelajar Usuluddin bahwa sifat 20 itu diringkas menjadi 4; 1. Sifat kesatu disebut Nafsiah yaitu untuk badan (jasmani) nyata. 2. Sifat kedua sampai keenam disebut Salbiyah, yaitu sifat yang kekal. 3. Sifat Ke-7 sampai Ke-13 disebut Ma’ani, yaitu yang memiliki sifat Nafsiah, jika diteliti bekerjanya badan manusia bisa langsung bicara, mendengar dan berfikir. 4. Sifat ke-14 sampai ke-20 disebut Maknawiyah, yaitu yang memiliki sifat Ma’ani, artinya bisa bergerak, berkuasa, mempunyai kemauan dan ilmu. Itu semua sifat yang utuh untuk menggerakkan, terdapat pada sifat ke-7 sampai ke-13, yaitu yang menghidupi badan manusia sehingga bisa bergerak dan yang menggerakkan terdapat pada sifat ke-14 sampai ke-20. Supaya jelas Dat Allah bisa menciptakan apa yang dikehendaki, lalu ada bentuk (wujud) manusia yang disebut Nafsiah, Karena hidupnya manusia mempunyai sifat-sifat 20. jadi bekerjanya sifat Ma’ani untuk manusia oleh karena manusia mempunyai sifat-sifat ke-14 dan ke-20. Tanda-tanda bukti (terbukti) sifat Qodrat (kuasa) itu sifatnya tetap berkuasa. Untuk manusia kekuasaan itu hanya memakai akibatnya daya yang memiliki kekuasaan Allah, contoh salah satunya sifat DAT. Umpama sifat ke-18 : (Sami’an) yang mendengarkan itu berada ditelinga, jadi ditelinga bisanya mendengarkan memiliki sifat Samak, dan terjadinya sifat Maknawiyah itu karena mempunyai sifat Ma’ani. Jelasnya Dayanya sifat Samak langsung bisa untuk mengetahui itu sesudah mempunyai sifat Wujud (ujud)/nyata yaitu telinga yang dimiliki manusia. Kalau salah penerimaan, kadang menjadi lupa dan menganggap Allah itu bertempat pada manusia, sebenarnya manusia itu hanya memakai Hakikatnya sifat-sifat Allah. Walaupun tidak berada ditelinga, Allah itu bisa mendengar, oleh karena Allah yang memilki semua sifat tersebut. Maka dari itu membaca Hidayat Jati itu harus dikaji, karena satu-satunya induknya pengetahuan, artinya Hidayat Jati itu tidak salah, tetapi yang membacanya saja harus berfikir. Umpama membaca sifat-sifat yang disebutkan diatas harus diulang-ulang, baru dapat merasa tentram dan
terang, baru suasana menjadi merasa terbuka pikirannya, Firman Allah Qur’an surat Ar-Ra’d : 28; “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” Dipelajaran semua sifat tadi lalu diulas (dibahas) lagi nama dan perkataan dibawah ini; a. Sifat ke-1 disebut sifat Jalal, artinya Maha Agung, yang dinamakan agung itu DAT yang menyelimuti/melingkupi apa yang diciptakan. b. Sifat ke-2, 3, 4, 5 disebut sifat Jamal, artinya Maha Elok/Sempurna, yang sempurna itu sifatnya, sebab tidak ada yang sama (menyerupai). Bukan laki, bukan perempuan, bukan banci, tidak beranak, tidak diperanakan (walam yalid walam yulad walam yakullahukufuan ahad) tidak bisa dijangkau dan tidak nyata. c. Sifat ke-11, 12, 13 dan sifat ke-18, 19, 20 disebut sifat Kamal, artinya Maha Sempurna dan Afhngal yang menciptakan keadaan tanpa cacat, sebab tidak ada makhluk yang mengherankan. d. Sifat ke-6, 7, 8, 9, 10 dan ke-14, 15, 16, 17 disebut sifat Kahar, artinya Maha Wisesa (Maha Menguasai), melayani semua tanpa pilih kasih (tidak membeda-bedakan) walaupun Jin, syetan, Manusia, dan Hewan, oleh karena itu Allah disebut Suci, jadi siapa saja yang hidup bisa menyebut Allah dengan caranya masing-masing.
3. Asma/NAMA (julukan) itu hanya kata manusia, hanya untuk menyebut nama Allah wajib adanya, karena manusia berhak menolak dan menerima, hanya terbawa diri sendiri karena bisa bicara (ngomong) mengatakan penguasa tinggi adalah Allah. Yang Maha Kuasa disembah/dipuja dan tidak bisa dilihat (tidak nyata), karena Hakikatnya menyelamatkan umat manusia, lalu menyebutnya macam-macam menurut pengetahuan masing-masing. Keterangan : satu-satunya orang menyebut Allah ada. Hidayat jati menerangkan Allah hanya nama pribadinya, pribadi itu bentuk manusia yang lengkap memiliki Datnya Allah. dan Datnya Allah meliputi Jagad Raya.
Firman Allah menyatakan Qur’an surat Fushshilat (Hammim As-Sajdah) : 54 “Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” Karena Dat itu meliputi seluruh yang ada, manusia langsung mengakui bahwa Allah itu meliputi tidak diluar dan tidak didalam, seperti sirih; akar, pohon dan daun baunya sama. Oleh karena umpama Datnya Allah itu seperti rasanya sirih, karena sulit untuk ditebak, dinyatakan “tidak diluar dan tidak didalam”
4. Afhngal (geraknya Allah). Karena Afhngal (gerak) semua makhluk yang diciptakan apa saja, Atom, seluruh zat gaib; Syetan, Malaikat dan manusia. Semua mengandung zat Allah. Jadi Jagad raya itu tidak pernah berubah (tetap) geraknya. Bekerjanya Dat itu yang wajib sifatnya; tertib, Tentram, Adil, Suci, tidak membeda-bedakan, benar, tidak pernah berubah kekuasaannya. Umpama mau membuktikan setiap hari; ada orang membuat mainan dari kaleng diberi perputaran (as), minyak bensin dan roda, umpama mainan dibunyikan bisa berjalan, itu kerja yang membuat bisanya jalan barang tadi pasti sudah direncanakan dan memang pintar, kepintaran membuat barang disebut hakikatnya Dat yang membuat. Allah itu maha cerdik, lalu apa yang dikehendaki pasti jadi, pasti bergerak, itu contoh lain bagi tanda saksi bekerjanya (bergeraknya) DAT wajib adanya. Dari zaman dahulu kala jutaan tahun; bumi, matahari, bulan, bintang, udara dan lain-lainnya itu tarik menarik selamanya tanpa berubah, menjadikan daya alam (hukum-hukum alam) yang tertib seperti; siang, malam, panas, dingin tidak pernah berubah, tidak dapat diukur seberapa kekuatan DAT itu. karena sangat tertibnya dan tenang lalu timbul menuju arah satu, tidak cerai berai; terhadap manusia tiap hari tetap saling membutuhkan, contohnya begini; a. Di hutan ada lebah madu glodok, madu kesukaan manusia dan lebah. b. Karena madu lebah untuk jamu/obat, karena membutuhkan lalu mencari kehutan. c. Di Hutan banyak bunga-bunga, itu saling dibutuhkan manusia, lebah, kupu-kupu saling mengisap.
d. Adilnya Yang Maha Kuasa; supaya kupu-kupu tadi selamat dari serbuan lebah dan manusia, sayapnya diciptakan satu warna dengan bunga-bunga tadi agar manusia dan lebah tidak bisa membedakan mana yang bunga dan mana yang kupu-kupu dikarenakan sayap kupu-kupu seperti bunga-bunga yang ada dihutan. Lama-lama manusia berusaha supaya lebah tadi semua berkumpul kerumahnya, lalu dibuatkan rumah-rumahan dari kayu yang dibuat seperti sarangnya, oleh karena itu manusia juga mempunyai kekuasaan mengatur lebah. Jadi terjadinya manusia sebab dari yang satu (Allah), kalau difikir betul bentuk tentran ya DAT Allah SWT dan menuju yang satu menyebabkan terjadinya benar dan selamat. Apa buktinya bila manusia mempunyai kekuatan dari Allah, kata-kata mempunyai kekuatan bisa ditafsirkan manusia itu sama dengan Allah bagi orang yang salah tafsir (salah pendapat). Yang diatas menyatakan bila Allah itu mempunyai sifat 20 wajib, 20 mokal (sebaliknya) dan sifat berkuasa (Yang Maha Kuasa / Wenang dalam bahasa jawa), kuasa artinya yang menciptakan semua yang ada didunia ini. 1. WUJUD (Ujud) artinya ada (Allah), yang telah menciptakan Jagad Raya atau sebagai tanda saksi Bumi, Langit, Bintang, Matahari, Makhluk-makhluk semua dan Manusia Makhluk sempurna dan DAT yang tidak nampak itu wajib adanya. Keterangan itu orang bisa mengatakan ada (Ujud) karena diciptakan yaitu merupakan jasmani, hanya Cuma pinjam. Karena itu kitab Usuludin mengatakan sifat Ke-1 WUJUD untuk jasmani, itu sebabnya manusia bisa bergerak-gerak, kalau tidak ada berarti mati, sebab mati itu tidak bisa mengatakan (bicara) apa-apa.
2. QIDAM / Dulu tidak ada yang mendahului, maksudnya Allah itu Allah itu tidak ada yang lebih dulu dari padanya. Jadi jika ada sifat yang mendahului itu berarti bukan Allah. Jikalau ada yang mendahului itu pasti bukan Allah (Allah lebih dari satu), Allah 1 dan Allah 2 berebut kekuasaan, jadi manusia mengatakan Allah itu tidak ada.
3. BAQA (Abadi/kekal), maksudnya tidak bisa berubah selamanya. Jagad Raya yang diciptakan tadi tetap ujud tidak pernah berubah (abadi), Allah itu tidak seperti barang. Baru itupun yang mengatakan orang yang hidup. Sifat Allah yang bisa kita rasakan; Abadi itu sifatnya Allah sendiri sifat ke-1 sampai ke-20. Bukti untuk ukuran manusia, lidah tidak bisa merasakan manis/kelat
sawo itu bila dimakan (dirasakan). Jadi sawo manis dan kelat bisa dirasakan, tetapi manis dan kelat itu sifatnya (langeng dalam bahasa jawa) kekal walaupun tidak dimakan orang. Kekalnya manusia karena bergerak, kekalnya sawo karena manis. Abadi itu batasnya masih hidup (sebelum mati). Jadi adanya senang, susah, dingin, panas yang memiliki (merasakan) orang hidup. Walaupun orang sudah mati siabadi tetap disebut abadi oleh orang yang masih hidup.
4. MUHALAFAH LIL HAWADIS (beda dengan yang baru), artinya sifat-sifat Allah yang tidak bisa disamakan (diungguli) oleh siapa saja, karena semua itu ciptaannya. Untuk manusia semua beda bentuknya disebut sifat Baru (beda dengan yang baru). Manusia dilahirkan dengan sifat baru, bisa berubah-rubah karena namanya manusia didunia dimanapun beradanya pasti sama, bersuku-suku, mempunyai mata, kaki, telinga dan lain-lain. Walaupun kata-kata beda dengan yang Baru manusia, beda dengan hewan walau sama-sama hidupnya (lembu dan kambing), 10 juta lembu dan kambing ya bentuknya sama semua. Misal Manusia ada 10 juta ya sifatnya sama. Allah SWT itu jika menciptakan makhluk satu dan yang lain berbeda antara Manusia, Binatang, tumbuh-tumbuhan. Maha Bijaksana Allah menciptakan isi Alam ini bisa membeda-bedakan ciptaannya, itulah yang disebut MUHALIFAH LIL HAWADIS (beda dengan yang baru). Didunia banyak makhluk-makhluk yang mengherankan, semuanya berbeda-beda; Manusia, Lembu, Kambing, Lebah semuanya barang baru, beda dengan yang baru lagi. Semua tadi membuktikan (saksi) Allah menciptakan makhluknya menurut kehendaknya.
5. QIYAMUH BINAFSIHI (berdiri sendiri), artinya tidur nyeyak bangun sendiri, benih timbul sendiri dan Matahari, Bulan, Bintang, Siang, Malam bergerak sendiri tidak pernah berubah-ubah. Jadi yang bergerak itu mempunyai sifat Qiyamuhu Binafsihi, contoh lain Atom, Neutron, Positron, Elektron semua itu bisa (Makarti dalam bahasa jawa) atau bergerak karena mempunyai sifat berdiri dengan sendiri otomatis. Ilmu Kesehatan Plasma darah tetap jalan sendiri, sebab kena daya panas, umpama plasma itu bisa dipecah-pecah sampai halus walaupun tidak kena/tersentuh panas jika menempel ketubuh masih bisa berjalan sendiri. Semua ilmuwan mengakui bahwa Plasma-plasma itu hidup. Contoh lagi yang membuktikan memakai mikroskop ukuran 10,000
disitu terbukti Plasma tersebut bisa berjalan/bergerak-gerak (6 mm/jam). Ternyata habisnya pendapat tentang Allah yang menggerakkan makhluknya.
6. WAHDA NIYAT (satu), artinya tunggal, sifat itu mudah diterima karena bukan dua atau tiga, artinya satu itu meyakinkan bahwa adanya Allah. Untuk manusia adalah DAT, karena manusia asal dari DAT (zat) yang satu itu. Semua tujuannya benar, karena Dat Allah itu satu (Wahda niyat) yang memiliki sifat 20.
7. QODRAT (kuasa), keterangan itu begini; orang duduk dikursi akan berdiri dan langsung berdiri karena mempunyai sifat Qudrat /kuasa, sanggup memerintah dirinya. Qudrat air (kuasa air) tidak bisa memerintah, hanya mengalir ketempat yang lebih rendah dan merata (waterpass), bisa dilihat dari daya alam surya, panas, udara dingin menghembus, air (hydrogen) atom plus/minus bisa jadi elektrik. Yang Kuasa langsung membuat hukumhukum alam yang teratur tidak bisa mengalami benturan. Qudrat itu diberikan kepada manusia tinggal pakai. Perkataan Qudrat jauh sekali, maka alat-alat manusia; Panca indra, pikiran dan nafsu itu dikodratkan oleh Allah karena manusia tadi mempunyai sifat Qudrat. Jadi semua tadi tinggal menggunakan Qudrat tadi. Qudrat Allah yang diciptakan semua sempurna dan mempunyai daya sendiri.
8. IRODAT (Kemauan/kehendak), jadi kehendak itu yang menguasai gerak, sifat Irodatnya diam (tidak bergerak), Irodatnya Allah yang melebihi (tidak wajar), umpama bayi kembar siam, bayi berkepala duapun di ciptakan.
9. ILMU (ilmu), manusia mempunyai pengetahuan karena mempunyai ilmu, dari sifat Allah Ilmu, manusia bisa membaca, menulis karena terbuka hatinya baru menulis karena terbuka hatinya baru mempunyai ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu bisa terlaksana sempurna jika terbuka hatinya (Kijabnya), benar Firman Allah Qur’an surat An-Nissa : 126 : “Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.”
Begitupun orang yang tidak tau apa itu, bukan karena bodoh, tetapi karena memang masih belum terbuka hatinya (terbuka kijabnya). Terbukanya hati terhadap orang-orang jaman dahulu terjadinya para wali Allah. Ilmuwan/sarjana, Pujangga, yang terbuka hatinya menuju kepada ilmunya Allah yang sejati. Dan ilmu lainnya hanya untuk bermasyarakat, itu setiap orang bisa belajar (mempelajari).
10. HAYAT (hidup), yang dibilang hidup ialah makhluk yang bergerak karena memiliki sifat ke-10 (HAYAT) dan sifat mokal (sebaliknya, Mati), manusia hidup lebih sempurna sifat hidupnya dari pada makhluk lain. Manusia sifat Hayat lebih sempurna dari zat-zat hewan dan tumbuh-tumbuhan, sebab manusia apa saja yang dikehendaki mesti tercapai walaupun perlahan (tidak merasakan) walaupun sifatnya gaib, sperma, basil, molekul-molekul yang tidak nampak, tetapi bisa dilihat dengan alat mikroskop maka terlihat bergerak-gerak. Itulah tanda bahwa DAT wajib adanya, sebab sifat Hayat meliputi Jagad Raya, dimana saja sifat Hayat tadi memberi daya. Intisarinya hidup itu bukan Allah, tetapi sifatnya mendayai (memberi daya) apa saja yang nampak dan tidak nampak (gaib). Gundik (jawa) Raja rayap itu dibungkus rapat dengan tanah liat sehingga tidak ada udara tetapi Raja Rayap tadi bisa hidup dan bertelur. Itu membuktikan sifat 20 meliputi seluruh keadaan, jadi hidup itu dimiliki semua makhluk, beda dengan manusia sifat hayat itu sempurna karena memilki sifat 20 yang lengkap sehingga bisa meneliti sifat-sifat Allah; a. Tumbuh-tumbuhan hidup tetapi mempunyai sifat 20 b. Hewan hidup tetapi hanya memiliki sebahagian sifat 20.
11. SAMAK (mendengar), memilki alat telinga mokalnya (jawa)/ sebaliknya tuli. Wirid Hidayat Jati yang asli halaman 12 baris kedua dari atas; DAT Allah Yang Maha Suci itu kalau melihat memakai mata kita, kalau mendengar melalui telinga kita, DAT ke-11 itu salah satu sifat Allah, walaupun punya telinga bila tidak dialiri sifat ke-11 (Samak) hanya telinga-telingaan. Pokok kata Dat sama walaupun tidak memakai telinga tetap mendengar, karena Allah yang memilki, manusia hanya memakai. Selanjutnya Datnya manusia adalah sifatnya Allah. Sebelum ada DAT tidak bisa mengetahui sifat (tidak ada), karena DAT Allah itu berada pada manusia dan manusia itu luhur (sempurna) karena itu hanya manusia yang memiliki sifat 20.
12. BASHAR (melihat), terhadap manusia dan hewan bekerjanya melalui mata, bukan berarti Allah melihat melalui manusia dan hewan, Allah itu melihat melalui mata kita kenapa kita tidak bisa melihat sebelum terjadi, sebab Allah melihat apa yang akan terjadi. Jadi pertanyaan salah menelaah tetapi benar, sebab terhadap umum (pendapat) pasti melihat itu karena mata yang melihat, sebab setiap melakukan pekerjaan selalu nampak jadi dinamakan Bashar. Jadi mata yang terang jika tidak dialiri sifat Allah yang namanya Bashar tentu tudak bisa melihat (buta), sifat mokal namanya. Bagaimana ukuran bagi Allah tentang sifat Bashar itu artinya Allah melihat tidak memakai mata karena Dat/sifat Bashar tadi memang sudah mempunyai daya sendiri, contoh orang tidur; mata tidak bisa melihat (bekerja) kenapa bisa melihat yang belum pernah dilihat atau mimpi (diwaktu mimpi). Jadi Dat yang memiliki sifat Bashar itu sebenarnya bekerja sendiri (Makarti dalam bahasa jawa). Dat yang bisa mengetahui tadi bisa dimiliki semua orang aktif (hidup), bekerjanya (Makartinya) tidak memerlukan pelajaran dan belajar, sebab anak-anak, orang dewasa selalu melihat yang belum pernah dilihat, sebab itu terjadinya bagi orang yang sempurna, orang bisaa bisanya melihat dengan tidak sengaja menurut kehendak Yang Maha Kuasa (Dat Bashar), sebab itu Dat Bashar itu salah satunya sifat Allah, lalu disebut Allah Yang Maha Melihat.
13. QALAM (berbicara), bicaranya Allah itu menurut sifatnya manusia bicara, burung berkicau dan lain-lain. Sifat-sifat yang baru dan semua isi Jagad Raya yang baru kehendaknya (Allah) atau sifat Allah yang dimiliki para Nabi, Wali dan Rasul-rasul Allah, yang maknanya menuju kebenaran, seperti kitab AlQur’an yang mengatakan Allah itu Rasullullah (Nabi Muhammad). Ukuran manusia sifat mokalnya / sebaliknya yaitu bisu, Sabda Allah menuju kebenaran. Orang yang bisa menunjukkan kesalahan menuju kebenaran adalah orang yang sudah memiliki sifat Qalam, umpama para Rasul, contoh manusia bergaul selalu salah menyalakan, Rasul lalu meluruskan (para Nabi), karena Rasul membawa Firman Allah, contohnya sifat ke-2 Qidam; dulu tidak ada yang mendahului, sifat ke-4 Muhalafah Lil Hawadis (sifat baharu/barang baru). Kata-kata yang benar itu tidak ada yang mendahului, artinya tidak ada ulur tarik dan tidak ada sifat mokal (saleh). Al-Qur’an itu semua tujuannya tdak ada yang berlawanan, terhadap perkataan yang dimiliki manusia, Wali, Mukmin yang telah sempurna, yang dibicarakan hanya perihal tentang Allah, perkataannya pasti benar, karena itu satu orang
tidak sama oleh karena membuktikan, mereka mendapat Wahyu allah (sifat Qidam). Dan perkataan Allah beda dengan yang baru hanya terdapat pada manusia sendiri, artinya manusia berbicara berbeda dengan makhluk lain. Makhluk-makhluk yang memiliki sifat Qalam tidak hanya yang bisa bicara, tetapi semua bisaa bersuara karena dialiri oleh sifat Qalam.
14. QADIRAN (Yang Berkuasa), yang kuasa itu menurut ukuran manusia, umpama sudah mempunyai sifat Qudrat, karena memiliki sifat tadi, manusia bisa mengerjakan perintahnya, contoh mata; kalau tidur terpejam lalu bangun terbelalak-belalak, karena manusia mempunyai sifat Qadiran; bisa mejamkan mata dan membuka mata. Kuasanya manusia semua alat badan sebenarnya tidak tetap konsisten (tetap), tetapi berubah-ubah sebab manusia tidak bisa memerintah kodratnya mata, sewaktu mata tidak mengantuk; manusia tidak bisa membuka mata sampai lama dan pasti terasa pedih, memejamkan mata terus-menerus (lama) pasti tidak tahan karena tidak merasa mengantukl, jelas sifat Qadiran itu manusia bisa menundukkan alat tubuh jika tidak berlawanan demgan sipat kuasanya (kodratnya). Keterangannya sipat Qadiran itu menyebabkan manusia bisa memerintah alat-alatnya karena alat sudah tercetak ucap kerja sama (constant) tidak pernah diperintah jadi yang bisa di perintah itu hanya alat-alat yang bekerja menurut kodratnya, karena manusia bisa merintahnya, itu karena memiliki sifat Qadiran. Yang lebih tinggi tingkatannya yaitu sifat Qodrat, sebab sifat Qodrat itu yang memiliki dan sifat Qadiran yang diberi.
15. MURIDAN (yang berkehendak), sifat itu terdapat (dimiliki) oleh manusia, artinya sesudah manusia memiliki sifat Irodat, Karena diberi sifat tadi (Irodat) manusia lalu disebut memilki sifat Irodat, contoh anak menulis itu mempunyai (mengerjakan), menulis itu pekerjaan (sifat). Untuk ukuran manusia sifat Muridan tadi terbukti rasa kemauan gerak, sebab dari gerak kemauan sebenarnya mannusia mempunyai sifat Irodat (kehendak), jadi bisa bicara karena mempunyai sifat Irodat, sifat Irodat bentuknya menjadi sifat sebagai yang memiliki (manusia).
Keterangan: diatas itu termasuk sifat-sifat ke-16, 17, 18, 19 dan 20, dan keterangan yang terakhir; sifat-sifat ke-1 sampai ke-20 sebenarnya hanya
salah satu sifatnya Allah sendiri dan manusia seharusnya berterima kasih kepada Yang Maha Suci Allah, karena diciptakan memiliki sifat-sifat-Nya yang lengkap, begitu juga sifat Allah sendiri sifat 20+20+1; 20 Wajib + 20 Mokal (sebaliknya) + 1 Adil. Menurut para ahli, sifat-sifat yang dimiliki manusia itu disebut INGSUN (jawa), Purusha (Sansekerta), IKHEID (Belanda), Rabbi/Illahi (Arab), Pangeran/Gusti (jawa), Tuhanku (Indonesia).
Bab 3
MACAM-MACAM KEPERCAYAAN DAN PENDAPAT TENTANG TUHAN (ALLAH)
Qur’an surat Al-Hadiid ayat 4-6; 4-“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy) Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya). Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” 5-“Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.” 6-“Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.”
Ilmuwan zaman dahulu Anaxagoras dari Clazomini (yunani), ia adalah seorang ahli ilmu pasti yang disebut sebagai seorang kafir, karena tidak percaya dewa-dewa, dan ilmunya dinamakan Atomistik, ilmuwan itulah yang menyiarkan; bila roh-roh itu tidak ada batasnya dan mewujudkan gerak tertib, selanjutnyanya roh-roh menyatu dengan tuhan-tuhanan, dan ia bertekad mengatakan roh-roh itu maha kuasa dan maha tahu. Ilmuwan lain yang sam pada waktu itu Anacagoras yaitu Anaximander dari Milete Ionia; kepercayaannya kealam raya (benda), tujuannya; asalnya benda-benda itu dari zat tanpa awal tanpa akhir dan tidak bisa ditebak, zat itu disebut
Apeiron, artinya kekal (abadi), menurut kepercayaannya (Apeiron) adalah tentang jiwa (roh), pendapatnya bila roh-roh itu seperti Hawa dan Angin. Ilmuwan Ibnu Araby Al Halady dan syeh Siti Jenar sama pendapatnya, jika manusia itu berasal dari Hakikatnya Maha Agung, artinya penyempurna DAT, dan Faham itu disebut Widatul Wujud. Pendapat memutuskan Allah dan manusia menyatu, dalam bahasa Wiridan disebut Chaliq, dan makhluk itu satu (menyatu), begini keterangannya; DAT Yang Maha Kuasa itu meliputi adanya sifat Ujud, tidak luar tidak didalam, tidak bertempat, tidak zaman, tidak laki-laki tidak perempuan, tidak beranak tidak diberanakan, tetapi meliputi Jagat Raya, lihat firman Allah, surat Al-Hadiid : 4-6, seperti diatas. Artinya ayat-ayat tadi Al-Hadiid 4-6; kepada siapa saja yang diciptakan tidak dibeda-bedakan (pilih kasih), yang sifat baharu semua diliputi Zat Allah. Semua itu untuk membuktikan kepada orang yang berpendapat Allah itu pilih kasih dan ada yang disayang karena dari adanya pendapat yang bermacam-macam lalu ada ada golongan yang memberanikan bahwa Allah bisa dijumpai dengan manusia dengan memuja cara masing-masing. Sebelum adanya peraturan agama, ada peraturan yang menetapkan bisa jumpa dengan Allah karena menyembah kepada benda untuk perantara. Faham tadi dinamakan Animisme yang menambah kepercayaan golongan tersebut. Manusia itu mempunyai hidup terus sesudah mati, oleh karena hidup itu Hakikatnya Allah. Allah itu meliputi semua maka menjumpai memakai (memuja) kayu, batu, patung; paham (kepercayaan) itu bisa saja percaya ada DAT yang wajib adanya, tetapi tanpa keterangan, jadi pekerjaan tadi hanya yakin ada dan cinta, jadi faham yang tidak terang, tetapi didalam hati bisa menciptakan/mengarang bahwa Allah itu ada dan menyatu, faham tadi disebut Antropormophisme. Ujud/nyata disini berarti karangan-karangan yang timbul dari angan-angan lalu ada golongan yang nebak-nebak bahwa Allah itu bisa menjelma menjadi orang, dan orang itu disebut Allah. Kitab Injil, Taurat asal pertamanya terjadi Jagat Raya; • Allah menciptakan manusia melalui cahayanya. • Tidak ada orang yang bisa dekat dengan Rama (Allah), kecuali tidak keluar dari Rama aku, umpama kamu bisa mengenalku pasti kamu mengenalku (Rama). • Orang yang bisa melihatku, jadi sudah bisa melihat sang Rama, sang Rama ada berada padaku. Kata Citra tersebut diatas maksudnya sinar yang memancar, itu kata karangan, dalam perkataan Wirid disebut Hakikat, sudah sebenarnya
manusia itu asal Hakikatnya Tuhan. Menurut trilogy Kristen; Tuhan sifatnya Rama sang Putra dan Rohulkudus/Rohsuji (perkataan sang Rama lebih kurang adalah DAT yang wajib adanya) Tuhan yang disembah yang paling tinggi sekali. Sang Putra sinarnya Rama (Hakikatnya cahaya tuhan) atau yang dinamakan Citra yang sifatnya makhluk yang memiliki sifat 20, Rohul kudus itu roh suci yang menempati sifatnya manusia. Karena manusia sifatnya sempurna, lalu manusia memiliki Rohul Kudus, Rohul kudus itu bisa disebut sejatinya aku, lebih-lebih tentang kemajuan rasionalnya (akal pikir) orang saja. Surat Injil diatas tadi lalu ada perkataan; “orang yang bisa melihat aku, jadi sudah melihat sang Rama”. Keteranngannya; orang yang sudah mengetahui / melihat aku sama seperti sudah mengetahui / melihat Allah. Jadi kata melihat artinya bukan dengan mata, tetapi melihat melalui hati, yakin dengan diri sendiri, aku itu meliputi Hakikatnya Allah. Wihdatul Wujud asal dari bahasa Allah, Pembagiannya begini : • Wihda dari kata Wahdat, artinya Satu. • Wujud artinya Ada. Jadi Wihdatul Wujud itu adalah Satu dan Ada (Kahanan Tunggal = Bahasa Jawa), yang menciptakan dan yang diciptakan, bahasa Ilmu (Wirid) Chaliq dan Makhluk, artinya lebih kurang Chaliq tidak ada dan Makhluk tidak ada. Sebaliknya kalau Manusia tidak ada, maka Manusia dan Chaliq tidak ada yang menyebut. Dibagian keterangan kepercayaan Wihdatul Wujud banyak para Ulama yang tidak sepakat pendapatnya atau sama tidak percaya pendapat tadi karena keadaan tunggal itu pecahan para Pertapa, Sufi, Filsuf. Ada pendapat yang simpang siur, yang satu mengatakan Chaliq dan Makhluk itu Dua, artinya Allah disamakan berada disuatu tempat dan makhluk ada tempatnya masing-masing. Di Jawa menurut surat Wirid dan sejarah-sejarah ada seorang Wali mempunyai pendapat bahwa Wihdatul Wujud itu namanya Syeh Siti Jenar, ditanah Jawa dulu ada Wali 9 (Songo=Jawa) didemak, para Wali menurut sejarah mereka tidak suka kepada Syeh Siti Jenar, karena tidak sepaham dengan para Wali, lalu dimusuhi dan ilmunya sampai sekarang diketahui. Ditahun 858 Masehi di Persia ada pujangga namanya Al Hallaj, dia terkenal didunia barat dan timur dengan bukunya dan buku-buku tersebut ditulis dengan bahasa masing-masing negara/daerah, pendapatnya mengakui Wihdatul Wujud (Yang Kuasa) adalah Tuhan Esa, dan Al Hallaj tadi dihukum
oleh pemerintahan dizamannya, karena khawatir pengetahuan tadi berbahaya bagi masyarakat awam/umum. Kepercayaan Wihdatul Wujud disebut keadaan satu. Menurut pendapat Sarjana, Filsufi; Plato, Aristoteles, Al Hallaj, Syeh Siti Jenar dan menurut keterangan itu menebak bila Manusia sebenarnya penyempurnaan Dat Allah, keterangannya umpama Manusia dan Makhluk itu seperti Air yang jernih yang berada dibak air dan Allah di ibaratkan seperti Surya diatas langit yang memancarkan cahaya ke 1000 bak air tadi, dan isi 1000 bak air tadi jika dilihat masing-masing terdapat matahari/surya yang memancarkan sinarnya dari langit tetapi sebenarnya matahari tadi hanya satu. Leluasa artinya benda, manusia, besar, kecil bergerak karena memiliki Dat Allah, seperti Bak Air tadi ada Mataharinya, dan bergerak menurut keadaannya (kodratnya). Ada lagi kepercayaan yang berpendapat Chaliq dan Makhluk itu ada dua. Keterangannya kalau Makhluk-makhluk dilihat dari Chaliq (melihat matahari) keadaannya tetap satu, kalau dilihat dari makhluk (bak air tadi) matahari lebih dari satu, yaitu Makhluk (bak air) satu, Chaliq (tuhan) dua, artinya Matahari ada 1 (satu) dibak dan 1 (satu) dilangit. Al-Qur’an surat An-Najm : 43-44 ; 43. “dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,” 44. “dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,” Yang menyebabkan tertawa dan menangis itu Allah, artinya Manusia sudah memiliki sifat Qodrat / Irodatnya sifat 20, lalu yang memberi sifat tadi mengikuti tertawa, menangis, jadi pendapat tadi berpedoman kepada ayatayat suci Al-Qur’an, sebenarnya Allah itu meliputi kita semua (manusia); 1. Dat Allah; tidak nampak, layu Kayafu, Nukat Gaib, orang tidak bisa melihat tetapi bisa menguasai, bisa menghidupi, bisa mematikan, bisa menangiskan dan bisa mentertawakan. 2. Arti keterangan diatas mengatakan tidak diragukan lagi karena Hakikatnya DAT (sifat 20) tadi, karena umat manusia tidak berhak mengatakan bahwa manusia sama dengan Allah, walaupun memiliki DAT (sifat 20) yang lengkap, karena manusia tidak mempunyai kekuasaan (Wenang – Jawa).
Oleh karena itu lalu ada pendapat bila Allah dan Umat itu dua (Allah,Umat), ada yang mengatakan Allah dan Umat itu satu (Esa); Datnya sama, geraknya sama, Hakikatnya sama, karena semua sama-sama yang menguasai dan yang dikuasai, lalu diartiikan satu Dat Allah. umpama Siti itu bisa merubah diri apa saja, Dat Siti sama geraknya dengan Siti, tetapi Siti sulit untuk menyebut badannya sendiri, seolah-olah bertanya kepada diri sendiri “dari mana asalnya ini?”. Jadi keterangan kepercayaan Wihdatul Wujud asal dari satu DAT bisa menjelma apa saja. Mempelajari Pelajaran (Wedaran Wirid – Jawanya) Bab Sifat 20 itu memang sulit, karena yang diterangkan tentang mengenai Allah (Tuhan), jadi memang sebenarnya para leluhur dizaman dahulu memikirkan tentang yang sangat sulit, karena memikirkan kalau salah menerima bisa membahayakan hidupnya sendiri dan masyarakat umum. Almarhum Mahatma Gandhi (India) sangat memuji kepada kepribadian Nabi Muhammad SAW, karena satu tujuan yaitu menyembah kepada Satu Allah, kalau dilihat kepercayaannya, Mahatma Gandhi itu pujangga Budha, dan Nabi Muhammad penyebar Agama Islam. Kalau difikir tujuan Mahatma Gandhi tentang Tuhan (Allah) adalah satu, hanya beda nama tetapi tujuan sama. Pujangga Islam Syeh M. Abdul pernah berteman dengan pujangga Kristen Graaf leo Tolstoy, dan berpendapat Nabi Muhammad SAW tidak beda dengan Mahatma Gandhi. Menurut surat-surat M. Abdul dan Tolstoy sama-sama mempercayai agamanya masing-masing. Adanya hubungan tadi hanya menyatukan tekat yang dikatakan MONOTHISME, artinya menentukan Allah itu Satu utuh (Esa). dari contoh-contoh itu lalu jelas Kitab Allah itu bahwa walaupun beda namanya tetapi sama tujuannya, yaitu menetapkan Allah itu satu (Monothisme). Beda keterangan yang terdapat pada kitab-kitab tadi yaitu : • Agama Islam; Allah – Sifat 20; • Agama Kristen; Trimurti – Tuhan Rama; • Agama Budha; Tuhan Trimurti sang Budha. Semua itu hanya sebagai pedoman, artinya untuk contoh jalannya ilmu pengetahuan, lalu ada pendapat yang berbeda-beda, itu dapat dari turun temurun, Allah mengutus para Nabi, penganutnya sama-sama meyakini ajaran Nabi Musa pada zaman itu, dan sampai sekarang tetap tidak setuju
dengan pendapat lain, karena dihati yakin terhadap ajaran Nabi Musa yang dianggap benar; • Ajaran Nabi musa yang utuh terdapat 10 (sepuluh) ajaran, dan pada zaman dahulu masyarakat belum seperti sekarang kemajuannya, turun temurun penganutnya sama-sama membenarkan ajaran Nabi Musa, dan sampai sekarang tidak setuju pada agama lain, karena ajaran Nabi Musa dinggap paling benar. • Ajaran Nabi Isa itu menjadi ukuran masyarakat zaman dahulu sampai sekarang, turun temurun tetap menjadi kepercayaan (dianut). • Ajaran Nabi Muhammad SAW, begitu juga membenarkan pada ajaranajaran Nabi-nabi, walaupun beda-beda tempat dan kemajuan cara berfikir, ajaran-ajaran tetap bertekad membenarkan Allah itu satu (Esa). Bila demikian adanya keterangan 3 macam bisa disimpullkan dengan menurunkan kitab-kitab perantaraan Nabi-nabi Allah, menilai keadaan masyarakat bahwa Al-Qur’an itu kitab yang diturunkan untuk menutup segala kitab-kitab yang diturunkan, dengan isinya yang lengkap dan meliputi politik, ekonomi, bermasyarakat, pernikahan, hukum tata negara dan lainlain, dan semua yang terpenting Al-Qur’an itu sifatnya Allah. Seketika ada pertanyaan begini; “jika semua agama-agama itu kemauan Allah, kenapa baru sekarang menyatunya agama. Jawaban dari pertanyaan itu benar atau salah dinyatakan di Surat Al-hajj : 67 ; “Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan Syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.” Keterangan dari ayat diatas begini; Agama contoh peraturan yang dikehendaki oleh Tuhan (Allah), intisarinya menuju yang benar, walupum agama tadi harus ditaati, walaupun lebih tua (lebih dahulu mencul) atau lebih tebal kitabnya, semua perintah menurut orang zaman dahulu tetap benar (lurus), yang membenarkan adalah orang yang sudah maju, menurut pendapat pasti benar untuk orang dizaman dahulu, walupun dikotak-katik (diubah-ubah) tetap benar (lurus), walupun yang membenarkan itu orang dizaman sekarang, Allah mengatakan “hati-hati, segala urusan agama itu jangan dibuat perdebatan”, sebab yang penting agama-agama itu merupakan perkataan-perkataan Allah (Firman Allah). Allah itu pujaanmu (Sembahanmu), Allah itu ada. Bila diteliti dari agama Budha, Kristen, Islam,
Majusi, Sinta, Hindu, Tao, Zorowaster; semua itu seperti sungai yang mengalir deras, panjang, lebar dan mengalir pelan; semua mengalir kearah laut (samudra). Ada pertanyaan begini; “apakah agama tadi bisa bersatu dengan upacara !!”, ada yang mempunyai tekad menyatukan agama-agama itu, ia seorang Cendikiawan Sufi dari Persia yang terkenal, namanya Al-Hallaj, sebelum Cendikiawan tadi wafat, ia mempunyai tekad satu, yaitu peraturan Allah untuk Allah, umpamanya tercapai dan bisa menyatukan bangsa berjuta-juta. Tekadnya Anaxagoras tentang Hakikatnya Roh, itu umpama diteliti belok dari tujuannya yang berwujud benda, barang dll, itu sampai sekarang belum ada satu manusiapun yang membuktikannya, umpama ada orang yang cerita bisa melihat Roh, sebenarnya hanya bisa menjerumuskan, dan firman Allah surat Al-Isra : 85 ; “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” Kata sedikit itu tidak berarti barangnya, hanya sepengetahuan, buktinya orang bisa memilih hidup itu apa.. walaupun nanti pikiran manusia sudah maju, mengenai Esa itu belum ada Nabi, Wali, Mukmin, Sarjana, Profesor, Doktor dan lain-lain yang bisa memegang Roh, walaupun Roh semut, yaitu yang dinamakan Gaibnya Allah. Didunia modern sangat membingungkan tentang Allah, lalu ada paham Atheisme yang membantah ada Allah. Menurut Paham tadi Allah tidak ada, hanya ciptaan manusia. Penafsiran ketuhanan itu tidak bisa untuk landasan mencari hukum kejadian dan sebabnya. Francis Bacon mengatakan dizaman kemajuan ilmu, zaman makmur semakin banyak orang yang tidak percaya kepada Allah, kenapa waktu miskin, gembel, perut lapar, sakit lalu manusia mencari pegangan (kepercayaan) kepada Allah. Bacovan Ferulame berkata demikian; sorang Athist itu orang-orang yang hatinya palsu, tidak jujur. Untuk penutup tentang Ikhtikat macam-macam untuk ketuhanan, disini perlu tambahan pendapat tentang ajaran Sidarta Gaotama, yaitu Sri Budha Gaotama, begini; menurut berabad-abad kebudhaan itu bukan agama, tetapi suatu pendapat bahwa sebenarnya kebudhaan agama Tuhan, sebab yang menyiarkan adalah seorang ahli tapa, dan kata dari Tuhan melalui sang petapa Sri Budha Gaotama, bedanya apa?,
Nabi Muhammad bertapa di Gua Hira di tanah Arab, sang Gaotama bertapa di pohon Budhi dan dua-duanya mendapat kitab. Ajaran kebudhaan menghilangkan (melepaskan diri) dari kesengsaraan (kesusahan) menggunakan kekuatan diri sendiri, dan Maha Budha hanya memberi hidayah, taufik dan berkah, maksudnya pusat azas abadi atau pusatnya sumber yang ada (Jagat Raya). Pelajaran itu ternyata merupakan kebutuhannya manusia dan membenarkan bahwa kesengsaraan (penderitaan) itu sumbernya adalah Nafsu, maka nafsu itu harus dikendalikan, jalannya harus konsentrasi, meditasi, yaitu Dhiyana atau Semedi (At’tauhid bahasa arabnya) menurut keyakinan menuju kebudi (Qalbu bahasa arabnya) dan bersama melalui tata tertib susila, sesudah bisa mengendalikan Nafsu, baru bisa menerima pelajaran bila Budi (kesadaran diri) pribadi itu tiak ada, jadi hidup merasa sendiri (individu) itu salah, sebenarnya harus merasa hidup menyatu, berdiri tidak sendiri-sendiri (universalisme) dicocokan dengan sifat Afhngalnya Allah. Selanjutnya bila sudah bisa menyatu dengan keabadian tidak terikat dengan suatu sebab dan akibatnya (Karma) yang berubah-ubah, karena dengan perbuatan sendiri menyebabkan penderitaan, dengan tujuan yang baku (utama) menuju ke alam Nirwana, alam yang tidak terjamah oleh apapun. Budisme (agama Budha) itu tidak mengakui adanya roh (jiwa) pribadi, manusia itu hanya membuktikan paduan dari kumpulan zat yang hanya selalu bergerak berubah-ubah tidak kekal, karena perbuatan sendiri, dan perbuatan orang lain, keterangannya lebih kurang sebagai berikut : • Masuk Agama Budha; • Mengerjakan perintah yang Suji; • Menjalankan Puja (menyembah). Artinya ; a. Darma itu undang-undang Tarikat yang untuk ke Budhaan (agama Budha) b. Jalannya untuk menuju kebebasan kecuali semedi harus memenuhi syarat-syarat; berbicara harus yang benar, tekad yang benar, pikiran yang benar, pekerjaan, hidupnya sederhana, watak yang benar, jujur dan Suji (Ikhlas).
Keyakinan (kepercayaan) Hindu, yang disebut Trimurti atau bentuk sifatnya Allah itu : 1. Brahmana sifat yanng menciptakan Jagat Raya dan umat; 2. Whisnu sifat yang menggerakkan semua yang tercipta; 3. Shiwa, sifat yangn merusak semua yang tercipta, yaitu kalau diteliti sifat Allah yang Irodat dan Qodrat yang dimilliki manusia terdapat keadaan hidup, berkeluarga dan matinya. Jadi Trimurti tadi untuk tanda saksi, kekuasaan Dat yang wajib tadi untuk kehidupan manusia, hewan tumbuh-tumbuhan, bakteri, Jin; tidak kekal (tidak abadi) tetapi Dat yang berkuasa tadi kekal (abadi). Ajaran Budha tentang Nyuiji terhadap Allah azas abadi itu umpama diteliti dengan ajaran Islam tepat sekali; tidak salah, yaitu bahasa Arab bahasa Tauhid (ketuhanan Theologi) keterangan seperti ini; kata Tauhid dari kata hitungan Wahid (satu), lalu menjadi At’tauhid menjadi ilmu Tauhid. Wahid bahasa jawa, kalau Sunda Ngawahid, bahasa Indonesia mewahid, karena bahasa Arab menjadi menjadi Tauhid, artinya menyatukan (menyatu dengan Dat tadi). Begitupun ajaran Sariah Islam menyatukan dengan Allah, bukan menduakan Tuhan (Syirik) dan At’tauhid ilmu yang menyatakan tentang ketuhanan, ilmu tentang mengupas sifat-sifat Allah yang lengkap. Keterangan dalam Wirid, kata menyatu (menghusyukkan – Arabnya) menyatu dengan yang satu (unversalisme – Budha) menghilangkan perasaan lebih dari satu (husyuk – Arabnya) itu hilang dari perasaan. Jadi ilmu Tauhid itu suatu ilmu menyatu dengan Dat Allah wajib adanya atau ilmu yang mengatur cara-cara menghilangkan perasaan, pikiran yang bekerja sendirisendiri (individual) supaya merasa dirinya sendiri (universal – Budha). Begitu pula yang penting, ilmu yang menerangkan cara untuk menyucikan diri dengan Dat yang maha kuasa dengan cara membuktikan dengan rasa menyatunya umat-umatnya dan Tuhannya (Chaliq dan Umatnya). Lalu tidak hanya pengetahuan (cara berfikir) pasti harus membuktikan dengan Meditasi, Yoga (Semedi). Umpama saya yakin betul dengan Dat Allah tidak pisah dengan kita (manusia) itu termasuk masih dalam pengertian (pengetahuan) harus kita buktikan dengan jalan atau ilmu; semedi, Tafakur, Yoga, Meditasi, yang penting menuju ketuhannya. Tuhan itu tidak bisa dijangkau, Dat yang tidak bisa dijangkau itu disebut Tarikat, keterangannya sebagai berikut :
Kita harus berguru, membaca buku tentang ketuhanan, maksudnya pengetahuan yang menggunakan pikiran, akal bisa dikatakan ahli kitab. Ahliahli kitab itu Tarikat, walaupun berhenti dipengetahuan, jadi kalau disuruh membuktikan tidak bisa, lalu Tarikat tadi harus menjalani dulu sebelum Ma’rifat, sebab Tarikat disebut kaya pengetahuan, menuju cerdasnya pikiran (perasaan) umpama nanti bisa mencapai Ma’rifat tidak bisa ditipu. Hidup bergerak-gerak kalau sudah bisa menyingkirkan perasaan yang bermacammacam menjadi aku (ingsun-Jawa) yang satu sebenarnya, baru nama tingkatan yang kita lalui belum ada apa-apa, masih jauh. Bila memakai perasaan sendiri atau aku satu itu tadi masih merasakan. Sempurnanya tujuan harus melalui Ma’rifat.
Bab 4
DALIL, HADIST, IJEMAK DAN QIYAS
Umumnya di kampung, kota dan lain-lain; pengikut Agama walaupun berbeda Agamanya yang dituju terlebih dahulu terhadap ilmu, yang dituju terlebih dahulu pasti sempurnanya kematian, maksudnya umpama mempunyai niat ingin mencoba merasakan kematian, merasakan bagaimana mati itu. Perkataan dalam Wirid; hidup yang menyebutkan sekali, itu sebenarnya bekal ilmunya Allah SWT, itu disebut kenyataan (kasunyatan – Jawa) itu tidak dusta dan bisa dibuktikan. Bahasa Arab ilmu Haq, artinya nyata. Jadi kebisaaan jawa ilmu Kasunyatan atau nyata. Di pedesaan muridmurid disumpah (diwejang – jawa) bisa juga ditakut-takuti, umpama kalau kamu melanggar maka perutmu pecah. Bagi orang-orang yang disedikitpun belum mencapai Tarikat, benar salahnya terdapat pada perbuatan, walaupun pintar atau bodoh, karena murid itu mengerjakan karena rasa takut, jadi keadaan masyarakat menjadi tentram. Murid satu perguruan dan lain perguruan saling tidak sepaham dan sering kali berdebat soal pendapat, menyebabkan pecah dan simpang siur mencari kebenaran sendiri-sendiri, perkara ilmu yang belum pasti benarnya. Keterangan diatas untuk contoh jangan sampai tersebarnya kebatinan (ilmu Qalbu) di tengah masyarakat berlarut-larut terus menjadikan orang panatik, artinya patuh terhadap ajaran gurunya, yang tujuannya bisa salah arah
tujuan semula, menyembah selain Allah, lalu harus bersujud kepada Allah serta memohon petunjuk Allah supaya diberi petunjuk (dibukakan hatinya). Allah berfirman, Al-Qur’an surat Al-Israa : 72 “Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)” Mengingat Firman Allah itu lalu timbul pertanyaan; “Apa sudah benar pelajaran guru itu” lihat surat Al-Israa diatas, siapa yang tanggung jawab didunia dan akhirat, kalau ilmu gurunya itu salah. Terbukanya ilmu itu mesti bergaul, bertanya, membaca buku-buku tentang ketuhanan. Kita sendiri yang teliti, yaitu akal / pikiran harus digunakan, yang penting mau menjalankan, keterangan disini dan seterusnya, baru bisa jadi mendapatkan ilham dari sifat-sifat Allah. Hasilnya menjalankan dan membersihkan diri, lalu mendapat keterangan yang sejujur-jujurnya (seluruslurusnya). Sekarang mengenai belajar ilmu, yang penting si Guru harus waspada memilih, karena banyak orang yang mengaku-ngaku karena peringatan (wulangreh – jawa). Kalau berguru ilmu harus : 1. memililah manusia benar. 2. yang baik kelakuannya (terpandang). 3. Serta mengetahui hukum. 4. Yang beribadah dan mengetahui. 5. Kalau bisa orang yang sudah bertapa (menjalankan shalat Hakikat). 6. Yang sudah tekun. 7. Tidak mau mengharapkan orang lain. 8. Itu pantas kita jadikan Guru. 9. Sama-sama kita ketahui.
Nasehat di Wulangreh (syair jawa) :
1. Manusia yang jelas statusnya; bukan seperti gelandangan (Avonturer), bukan tukang tipu, yang lupa janji, tetapi orang yang pantas dipercaya perkataannya. 2. Yang baik martabatnya, yang baik budi pekertinya. 3. Yang mengetahui hukum; orang yang telah mempelajari seluruh bidang hukum; hukum pidana, hukum tata negara, hukum perdata dan hukum agama yang penting. 4. Yang beribadah (tawaduk – Arab) dan orang yang taat kepada peraturan agama Islam, Kristen, Budha dan lain-lain, Wirangi artinya orang yang segala tindak tanduknya (perbuatannya) tidak sembarangan. 5. Orang yang bertapa; orang yang bisa mengendalikan hawa nafsunya. 6. Orang yang tekun; orang yang tidak mau menjadi beban orang lain. 7. Tidak mau pemberian orang lain; artinya tidak mau jasa orang (sepi pamrih – jawa), tidak mau di puji (takabur). 8. pantas di Gurui; untuk simurid harus memilih terhadap siapa yang pantas digurui, yang memenuhi syarat-syarat seperti diatas. 9. Harus kamu ketahui, itu peringatan bagi simurid harus banyak pengalaman walaupun tidak pandai, harus menerima dan mempunyai perasaan, karena sebagai murid harus mempunyai rasa malu walaupun tidak memberi, umpamanya karena siguru tidak pernah meminta, lalu kita diamkan, itu salah seorang mempunyai perasaan pasti malu jika tidak memberi imbalan kepada gurunya. Orang salah sangka dengan umum walaupun siguru masih muda dan tidak mempunyai tempat, orang yang terbuka pikiran itu tidak perduli muda atau tua, banyak yang sudah tua tetapi kosong tidak berilmu, tetapi dizaman sekarang banyak pemuda yang mempunyai satu perguruan (membentuk suatu perguruan). Tuhan (Allah) membuka hatinya menurut kehendaknya, seperti dalil Al-Qur’an surat Yusuf : 22 ; “Dan tatkala dia cukup dewasa (29) Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” 9]. Nabi Yusuf mencapai umur antara 30 – 40 tahun. Kata dewasa (ahqil baliq) terhadap siapa saja yang sudah dewasa, pikirannya sudah dewasa, buktinya begini; sang Sidarta adalah putra mahkota kaya dan pandai, ia putra Raja dipegunungan Himalaya, Raja
Shudadana, lahirnya Sidarta lalu ibunya meninggal dunia, pada umur 29 tahun (muda belia) lalu ia bertapa memohon kepada Yang Maha Benar, sesudah terbuka pikirannya lalu menjadi Budha, pelajarannya sampai sekarang masih hebat dan benar. Dan lagi tentang Nabi Isa as. (Yesus Kristus) putra Mariyam, siapa saja langsung heran kepada Nabi Isa as. pada waktu lahir Nabi Isa umur 3 (tiga) hari langsung bisa bicara dan berdiri sebagai Nabi utusan Tuhan, ingat baru umur tiga hari belum dewasa sangat muda. Terakhir Nabi Muhammad SAW itu menjadi pengembala kambing (domba) ikut pamannya semasa Nabi Muhammad umur 30 tahun, didorong oleh kemauan sendiri lalu Nabi Muhammad bertapa di gua Hira mengendalikan semua kemauannya (nafsu) mencari Dat yang benar (Allah), langsung menjadi Rasul (utusan) sampai menjadi penegak Islam. Allah membuka pikiran para orang mencari kebenaran, ternyara orang-orang yang masih muda-muda sesudahnya memilih (membedakan) yang benar dan salah, berdasarkan dalil (firman Allah) atau tidak, artinya Dalil pedoman, tanpa Dalil (unik seperti tahayul). Jadi orang yang ingin menjadi guru harus memakai 4 landasan yaitu : 1. Dalil itu Firman-firman Allah di kitab suci Al-Qur’anul Karim. Sampai sekarang dicetak supaya tidak berubah isinya, hanya Al-Qur’an sendiri, artinya begini; Qur’an itu bahasa Arab, ayatnya 6666 dan sudah disalin beratus bahasa, siapa saja mau merubah isinya atau ditambah tulisan lain tentu ketahuan, karena asli bahasa Arab masih utuh. 2. Hadist itu pendapat/perbuatan Nabi Muhammad yang benar semua, pengetahuan yang tidak ada terdapat di Al-Qur’an, Hadist suci itu disebut Hadist Syahih, Bukhari, Muslim, Hadist selainnya, Hadist lainnya kurang dipercaya, membacaya harus dicocokan dengan angka-angkanya, apalagi AlQur’an harus dicocokkan dengan Jus, Ayat-ayat dan Surat-surat, apalagi sekarang banyak Hadist dan Al-Qur’an berbahasa Jawa. 3. Ijemak, yaitu pendapatnya para Ulama agung pada zaman Nabi Muhammad atau pendapatnya para sahabat empat yang akrab dengan Nabi Muhammad, yang teliti (cerdik), yang tidak berdasarkan Mahsab (pendapat orang yang bisa diubah-ubah). Sedang Ijemak itu dasarnya ulur tarik menurut akal pikiran, jadi Ijemak itu pendapat dimasa zaman terdahulu yang disetujui para Ulama lebih dari 5 (lima orang ulama). 4. Qiyas, yaitu pendapat berdasarkan akal/pikiran, artinya keterangannya tidak berdasarkan Al-Qur’an atau Hadist, tetapi menurut akal/pikiran saja. Intisari semua keterangan ilmu itu apa keluar dari dalil atau hanya asal
bicara saja, sebab itu harus diteliti (koreksi) berdasarkan akal/pikiran, bisa diterima atau tidak (umpama bisa) pokok utama iman, umpama tidak berarti masih sangsi-sangsi kalau sangsi-sangsi itu tidak mengenakan pikiran berarti haram atau batil. Siapa saja bisa mempelajari kenyataan sifat Allah, menjalani (melaksanakan) pasti tidak susah, memang sudah dikerjakan, umpama kurang semangatnya, tujuan hati untuk mencari ilmu Allah pasti tidak tercapai. Untuk menjadi guru itu; tua, muda bukan pekerjaan yang main-main, karena murid zaman sekarang pikirannya sudah maju, akalnya banyak dan tidak bisa menerima begitu saja tetapi hanya mendengarkan saja, apa yang kuranng dipahami (susah) atau kurang diterima oleh akal pasti akan ditanyakan, umpama mengenai wejangan (nasihat) seperti dibawah ini : “Sebenarnya tidak ada apa-apa yang dulu selain Adam”, artinya Adam itu kosong (suwung – jawa), manusia asal dari Adam tadi, itu sebabnya manusia berdiri sendiri (hidup sendiri) sebelum Allah dan Malaikat ada, adanya Allah itu dari manusia, artinya adanya Allah dari manusia karena manusia yang mengatakan, jadi wajib disimpan seperti menyimpan nyawa sendiri. Sebenarnya umat dan Allah artinya satu tidak pisah (bersatu), jadi dimana saja manusia berada pasti Allah tetap menyertainya, tidak ada manusia tidak ada Allah. Pelajaran yang disebut diatas tadi sebenarnya kurang dapat dicerna (diterima oleh murid), jadi timbul banyak pertanyaan. Menjadi guru selalu marah sebab gurunya sendiri tidak bisa menerangkan, karena siguru dapatnya hanya menerima begitu saja, jadi siguru belum pintar (mempunyai ilmu) hanya menunjukan kepanatikannya. Jadi bila ada guru yang begitu tadi bisa menjadi salah arah pada muridnya (masyarakat umum). Disebutkan dalam kitab Al-Qur’an bahwa Adam itu satu-satunya Nabi, orang yang sudah dikehendaki Allah mempunyai sifat-sifat 4 perkara : 1. Sidik, yaitu jujur atau tidak dusta; 2. Amanah, yaitu bisa dipercaya atau tidak khianat. 3. Tablik, yaitu menyampaikan perintah Allah, sifat mokalnya Kitam. 4. Pathanah, yaitu bijaksana atau tidak bertindak bodoh. Sifat wenang (kuasa) hanya Cuma satu yaitu yang disebut Aral Bashri, artinya yang tidak cacat (membuat cacat kerasulannya).
Seperti itu sifatnya Nabi yang dikehendaki oleh Allah. Beda dengan orang bisaa, orang bisaa kebanyakan hanya memakai sifat mokalnya (sebaliknya), maka dengan itu Nabi itu salah satu penuntun yang bisa menerangkan bahwa Adam itu yang disebut kosong (Suwung – jawa). Dikitab Al-Qur’an surat Al-An’aam : 98 ; “Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui” Kata-kata Seorang diri yang diatas mengandung arti jasmani, tubuh orang. Jadi kesimpulan dari arti itu bahwa asal dari Rahim ibu, lalu ada Qur’an yang menyebutkan Adam Nabi yang terdahulu umat yang mulia di Surga. Umpama dibalikan kepelajaran guru yang disebut diatas, Adam diartikan Suwung (kosong), menjadi asal usul manusia, apa tidak salah umpama diartikan orang, karena seorang diri (jasmani) masih memasang dasar asalnya dari orang. Jadi jika ada yang mengartikan (Qiyasan) asalnya dari yang kosong (suwung-jawa) itu tidak masuk akal, karena semua asalnya orang dari rahim sang ibu, oleh karena itu Adam itu asalnya dari orang. Jadi Qiyasan (pendapat) kata kosong (suwung) tadi terhadap Wedaran Wirid (buku ini) keterangannya begini; semua isi Jagad raya (alam dan makhluk) asal dari Hakikatnya DAT yang wajib adanya Allah SWT dan mereka yang menciptakan yang disebut Allah, artinya yang kita sembah tetapi tidak nampak. Karena tidak nampak jadi disebut kosong (suwung). Selanjutnya mengartikan kata ADAM, walaupun dikatakan kosong, kenyataan bisa menciptakan Jagad raya seisinya, jadi yang berasal dari Dat dikatakan kosong tidak hanya manusia saja tetapi seluruh isi alam ini; malaikat, setan dan jin, semua berasal dari Dat Allah (kosong/suwung-jawa), maka terhadap manusia dari tidak ada (kosong), bayi lahir dari ibunya tidak tahu apa-apa. Kata lahir tidak tahu apa-apa itu alamnya bayi sewaktu keluar dari rahim ibu tidak tahu apa-apa, lahir dirumah, di rumah sakit atau di hutan, toh tidak tahu apa-apa (kosong), kenapa kalau memang kosong manusia bisa lahir sendiri, kenapa tidak mau mengakui kalau asalnya dari tidak ada (kosong)?, kenapa hanya ikut saja yang dikatakan Qodrat dan Irodat. Salahnya penngetahuan (pengertian) tentang kosong tadi disebabkan kurangnya penerangan atau memang tidak tahu sama sekali (bodoh). • Menerangkan bahwa ADAM itu namanya Nabi/Rasul menurut agama Islam dalam Al-Qur’an ADAm itu nabi yang diusir dari Surga ke dunia bersama istrinya Siti Hawa, kata ADAM itu berasal dari bahasa Ibrani, yang artinya
orang laki-laki. Di Al-Qur’an tidak menerangkan bahwa Hawa itu asal dari tulang rusuk Adam. Pendapat itu sebenarnya Adam itu orang yang bergerak dari orang. • ADAM itu kosong (suwung-jawa), artinya manusia berdiri sendiri sebelum Allah dan Malaikat ada itu tidak benar, yang benar kosong itu sebenarnya adanya DAT yang satu adanya, tidak nampak tetapi ada, artinya ada tetapi tidak bisa diraba atau tidak bisa dijangkau oleh manusia, sebab sifatnya layu kayafu, sama dengan tidak ada tetapi bisa menciptakan seluruh Jagad Raya dengan kekuasaannya (Qodrat). Kata ADAM (kosong) itu sendiri sewaktu diutus hidup didunia sebenarnya memberi pengertian terhadap keterangan itu mudah jika sudah mempunyai pegangan (keyakinan). Dan bagi yang tahu sedikit-sedikit ilmu dalam menerima pelajaran dan dihati harus bisa membandingkan dengan apa sudah kita dengar dan menjadi tekadnya. Bisa menambah terang, umpama dibandingkan dengan ilmu lain (gebengan-jawa). Oleh karena ilmu itu bukan dapat dari sendiri tetapi dari tanah jawa, maka perguruan lebih baik para muridnya diberi kemudahan untuk bertanya, jangan terikat dengan peraturan yang melarang para murid menyamakan ilmu/pendapat orang lain. Maka dari itu ilmunya, Allah itu bisa diketahui hanya melalui manusia yang tujuannya hanya satu (benar). Ditanah jawa ilmu itu yang seperti bertingkat. Kata ilmu itu bahasa Arab, dalam bahasa jawa yaitu kaweruh. Menurut Prof. Dr. Hazairin, ilmu itui tingkatnya hanya nampak (melihat); Si A pernah melihat Radio tetapi belum pernah menghidupkan apalagi memperbaiki, berarti si A belum mempunyai ilmu hanya melihat (buta ilmu). si B pernah melihat Radio, bisa menghidupkan dan bisa memperbaiki kerusakannya, berarti si B mempunyai ilmu dan mengetahui rahasia-rahasia Radio tersebut.
Bab 5
TINGKATAN-TINGKATAN ILMU (KAWERUH – JAWA)
Kata Tingkatan itu artinya dari jenjang bawah sampai atas untuk menyembah (shalat) kepada Allah (Hyang Widi – Jawa), tingkatannya adalah: 1. Syari’at, artinya artinya pedoman yang sudah ditentukan harus patuh (wajibul yakin), jadi ahli Syari’at itu harus patuh keyakinannya (apa katanya) amalannya menurut hukum halal haram, yang diyakini betul-betul dan hukum membedakan halal dan haram, peraturannya, sembahyang, zakat, fitrah, puasa dan naik haji kalau mampu. Semua dijalankan berdasarkan ikutikutan menurut kemauan orang banyak, lalu ikut-ikutan menyembah kepada Allah, menurut peraturan agamanya masing-masing, jadi begitupun wajib harus begitu disebut imannya Wajibul yakin. Bung Karno presiden Indonesia asal dari Ngebang (blitar) sekarang menjadi Presiden Indonesia, dia mengetahui hanya cerita orang banyak, jadi kalau cerita itu salah, kepercayaan itu tetap salah. Umpama diteliti (telaah) pendapat tadi dengan jernih, tingkatan Syari’at setiap hari menunjukkan kedisiplinan bertindak menurut hukum yang ditentukan. Mengenai tentang pendapat Prof. Dr Usman dekan markas Angkatan Darat berbicara begini; ngerjakan rukun Islam itu pertama menanam rasa disiplin, jiwa atau jasmani, membersihkan diri , mempunyai semangat yang tinggi, watak kasih sayang, selalu sedekah (memberi pertolongan bagi yang membutuhkan), budi pekerti yang tinggi, yang saya lihat; saya bangun pagi lalu belum sembahyang (shalat) merasa malu kalau disebut bukan orang muslim, jadi berbuat karena malu. 2. Tarikat, meningkat mencapai kebathinan (Qalbu – Arab), melaksanakan puasa mengendalikan pikiran. Jadi tarikat itu melaksanakan berdasar pengetahuan mengendalikan pikiran (mengasah pikiran), membaca bukubuku agama, wirid, berguru, bertanya, dan musyawarah tentang ilmu Allah. Tarikat mempergunakan pikiran untuk mengupas (mencari) tanda-tanda saksi Allah. Jadi tahu kalau basil-basil itu hidup memiliki apa, membuat keyakinan menguat. Zaman dahulu para ahli kitab masih termasuk tingkatan Tarikat, artinya hanya tahu saja (mengerti), karena pengetahuan sudah mantap lalu imannya disebut Ainul Yakin, contohnya begini; pengetahuan (mengetahui) kalau Bung Karno itu Presiden, memang sudah melewati Istana Presiden dan mendengarkan pidatonya, jadinya kira-kira rumah Bung Karno sudah Tahu tetapi belum pernah jumpa dengan Bung Karno sendiri. Tataran (tingkat Tarikat) itu walaupun sudah mengetahui tidak pernah meninggalkan Syari’at agamanya, jadi Tarikat itu hanya naik kelas (tingkat). Pada tingkatan itu para pengikut menerima ajaran guru seperti berpuasa, tekadnya hanya meniru sifatnya Allah saja, sucinya dan adilnya, disitulah terbukanya ilmu itu supaya keterima ilmunya harus praktek (shalat Tarikat) mengendalikan pikiran. Ahli Tarikat itu bisa membedakan yang benar dan yang salah dari
orang lain ataupun diri sendiri, lalu bisa mempunyai sifat kasih sayang dan sayang kepada seluruh umat-Nya (Allah), besar wibawanya, mengetahui kemauan dirinya sendiri. Semua itu membuat terbuka hatinya. Apa sebabnya kita harus kasih sayang kepada umat-Nya (Allah), yang mengendalikan hawa nafsu (mengupas hawa nafsu). Menurut Wedaran Wirid Tarikat itu jalannya hati (Qalbu), karena hati mempunyai kemauan yang sangat cepat seperti kilat, lalu Tarikat memerangi pengaruh yang berupa keinginan yang timbul dari hati. 3. Hakikat, yang disebut Hidayat Jati, Hakikat itu Shalat sejati yang tidak merasa geraknya aku (jasmani, pikiran, perasaan sudah disingkirkan / dikendalikan), jadi gerak (makarti-jawa) aku tidak merasakan aku. Hakikat itu imannya para Mukmin (Aulia), imannya disebut Haqkul Yakin, artinya Nyata (benar). Percaya kalo Bung Karno menjadi Presiden karena sudah masuk rumahnya tetapi belum jumpa langsung/berhadapan dengan Presiden Sukarno (Qalamullah – Arab). Ditingkat itu terbukanya Kijab atau batas antara manusia dengan Allah (kawulo – jawa), cocok dengan Hadist Nabi : “siapa yang betul-betul mengetahui dirinya benar mengetahui Allahnya”, karena Hakikat itu Sembahnya (Shalat) Roh (jiwa), keadaannya diliputi tidak merasa apa-apa, lalu para ahli suluk, Sufi, tapa dan mempunyai pendapat atau keterangan begini : “aku ini tidak ada, yang ada yang mengadakan (yang menciptakan)”, keterangan atau ketentuan tadi membuktikan sempurnanya Hakikat dan bisa menguasai jasmaninya melalui Rohaninya, kata lain sifat dan Hakikatnya DAT sudah menyatu (manunggal-jawa). Di tingkat yang begitu sebutan sakit, pening/pusing, panas, dingin dan mati itu tidak ada, yang benar yang disebut menyatu (Widhatul Wujud – Arab). Di kitab Suluk disebut begini : “hatinya yang beriman berdirinya Roh kita”, Hakkikat itu menuju sejatinya kemauan, yaitu tingkatan jiwa yanng menyerahkan diri pada Allah (Hyang Widi – jawa), karena sudah tidak mempunyai perasaan tidak ikut-ikut memilki, Iktikat itu serupa dengan menyebut serupa yang disebut satu, perjalanan sehari-hari orang yang sudah begitu menurut aku pada kemauan DAT (sifatnya Dat). 4. Ma’rifat, tingkatan itu imannya para Arifin yang disebut Isbatul Yakin, artinya sudah sempurna, sempurna keterangannya begini : sudah kerumah Bung Karno, sudah salaman dan berbicara langsung/berhadapan dengan Bung Karno. Keterangannya sudah Ma’rifat semua ilmu, pengetahuan, amal ibadah, filsafat dan lain-lainnya sudah menjadi satu, sudah mengetahui sebab dan akibat, disebut diwirid Hidayat Jati : Zikir azalalah, artinya zikirnya rasa didalam alam cahaya disebut zikir Ma’rifat, sempurnanya tidak merasa apa-apa. Keterangan tersebut diatas tadi disebut tingkatan Islam. Kata Islam
sebenarnya bukan agama, itu hanya kebisaaan orang mengatakan, jadi nama-nama agama menurut yang menyiarkan, umpama agama Budha yang menyiarkan Sang Budha, Kristen yang menyiarkan Yesus Kristus, jadi agama Islam disebut agama Muhammad, artinya tidak menjadi masalah, sebab yang menyiarkan Nabi Muhammad, Islam itu kata-kata penerangan (menunjukkan) sesuatu, barangnya tidak bisa dijangkau tetapi bisa dirasakan, jadi Islam itu sesuati iktikat yang luhur (suci). Kata suci keterangan lahir dan batin, kasar dan halus (nampak dan gaib), tidak bisa berubah. Kata suci (Islam) itu artinya tidak apa-apa (tidak bisa dijangkau), itu sebabnya kata Islam disebut suci bisa dikatakan telah bersujud pada Allah. Kata bersujud (pasrah) itu bukan main-main, hanya yang bisa yang melaksanakan Nabi, Wali, Aulia, Pandita, Guru yang sudah semprna. Bukti untuk sehari walaupun hanya kata-kata (nama) sebagaimana tertera dalam wirid Hidayat Jati itu, tidak ada apa-apa, jika diteliti kata tidak ada apa-apa tadi waktu menginjak dunia yang pertama dikatakan lahir didunia melalui tidak tahu apa-apa. Jadi kata sehari-hari Islam yang kita bicarakan dari bahasa Arab, artinya bersujud suci (sunyi senyap tidak ada apa-apa), jadi bebasa dari keinginan. Dalil di kitab Al Qur’an surat Al-Baqarah : 131 : “ketika Allah berfirman, “kamu harus Islam bersujud kepada Allah”, Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”. Jadi yang namanya Islam itu umpama sudah menjalani yang empat tingkatan tadi dari yang Syari’at, lalu mencapai tingkat Ma’rifat disebut bersujud (Islam/suci) terhadap Dat yang wajib adanya, berdasarkan ukuran Layu kayafu (tidak bisa dijangkau), artinya jika kita mau bersujud (sumarah-jawa) harus memakai pakaian Layu Kayafu (tankeno kinoyo ngopo – jawa), contoh : jika tentara mau menghadap Presiden harus memakai pakaian seragam lengkap, pangkat, sikap tegak dan lain-lain baru dapat diterima, apalagi manusia menghadap Allah, harus lebih lengkap lagi, umpama Tauhid, pikiran bersih, hati bersih, pasrah, tidak ingin apa-apa (merasakan apa-apa) dan Islam, itu baru tingkat Ma’rifat. Jadi menjadi Islam itu kalau sudah bisa menyingkirkan aku pribadi, yaitu sudah diterima At-tauhidnya, sementara orang bisaa memerlukan makan, lalu belajar Ma’rifat selagi masih hidup, kalau tidak lulus (mencapai Ma’rifat) lain perkara, rahasianya begini : siapa yang (waktu) didunia belum bisa Islam (sumarah) nyerah diri, tidak bisa meninggalkan keduniaan At-tauhid (menyatu), kalau sewaktu Sekaratil maut (menjelang ajal)/koma, akan mengalami yang menakutkan dan mengalami seperti dialam kubur, sebaliknya umpama bisa At-tauhid (Islam) suci menghadap kepada Allah; itu
nanti kalau Sekaratil maut (menjelang ajal) Insya Allah langsung menghadap kepada-Nya (Allah) yang disebut Inalillahi Wa inalillahi Roji’un, kalau Budha melewati alam Nirwana. Orang yang sudah Ma’rifat itu disebut Arifin, artinya Muslim, siapa yang ingin mencapai tingkatan Ma’rifat, contohnya seperti dalil dibawah ini, pesan Nabi Ibrahim As dan Nabi Yakub kepada anak cucu; AlQur’an surat Al-Baqarah : 132 ; “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati sebelum jadi Islam (Ma’rifat)” Jadi jelas sekali yang ditakuti sewaktu Sekaratul Maut (menjelang ajal). Keterangannya begini : siapa yang hidup mencapai Islam, maka seperti sudah bisa menghadap dihadapan Allah (lihat tentang Bab pengetahuan mati), karena Islam itu bagi orang Ma’rifat menjalaninya melalui jalan yang tidak bisa dijangkau (Layu Kayafu), hanya sekali itu sudah menjadi Islam, ada yang selalu mengalami, ada yang seumur hidup hanya sekali, tergantung dengan yang menjalani. Menurut Dalil tadi para leluhur agama Islam pasti tujuannya suci. Jadi Islam suci sesungguhnya sudah diuji pada zaman sebelum Nabi Muhammad, jadi Nabi Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Isa as dan Nabi Muhammad SAW itu satu tujuan, yaitu Islam (mencapai Ma’rifat). Menurut Kyai Agus Salim, Islam berasal dari bahasa Arab, asalnya kata Salama, artinya Selamat, sentosa tidak kurang dan tidak rusak. Kata tadi menjadi kata Aslama, kata tadi berusaha menyelamatkan (menyucikan) dari yang tidak baik, pertama pada diri pribadi, kedua pada manusia dan makhluk-makhluk-Nya. Selain itu kata Aslama itu sama dengan pasrah menghadap kepada Allah, jadi kata Islam itu sudah mengandung arti keseluruhan. Dari keterangan diatas agama Islam itu Azazan, perintah untuk menyelamatkan manusia dan alam raya seisinya, selain dari itu kata Aslama artinya menyerahkan diri sepenuhnya, jadi kata Aslama itu pokoknya kata Islam. Kata Islam berarti sumber dari segala kata (pokoknya). Dari keterangan di atas, kata Islam itu bukan sekedar nama, umpama Hindu, Budha, Kristen, kata-kata tadi artinya supaya dipahami menurut buktinya (artinya).
Agama Islam itu ajaran, perintah dan petunjuk manusia dan alam seisinya tunduk kepada Allah, jadi harus dinyatakan dengan gerak, kata-kata, budi pekerti untuk menjaga keselamatan dunia dan akhirat. Kata Kyai Agus Salim seperti diatas itu umpama diteliti dengan benar, menunjukan perbedaan antara satu agama dengan agama lain, singkatnya agama-agama tadi tidak satu tujuan dengan agama Islam, jadi Islam, Budha, Kristen itu hanya nama agama. Menurut dasar surat A-Israa : 15 terdahulu (Bab I ), semua itu hanya sebutan sekedar nama, tidak beda sebutan (nama-nama), ada yang mengatakan Allah, Got Theo, Gusti Allah, Hyang Widi dan lain-lain, itu semua yang memberi nama hanya manusia sendiri. Menurut Wirid (ajaran) kata Islam itu sebutan salah satu agama, bukan kata sebutan, tetapi kata Saik yang artinya seluruh manusia tidak membedakan agamanya yang penting bisa menyatu dengan Allah (At-tauhid). Sebenarnya kata Islam itu Ma’rifat, akan tetapi ada kata Budha, Islam sejati. Islam sejati itu hanya untuk orang jika dicubit merasa sakit. Arti Rahasia hanya tanda yang digunakan oleh orang yang membutuhkan tetapi semangat saja yang sama, yaitu mencari kebenaran Allah. Kata Ma’rifat itu asal dari bahasa Arab yaitu Arafah, artinya melihat, tetapi bukan memakai mata atau pikiran (pengetahuan). Kata-kata melihat itu bukan pakai mata tetapi mengarah ke ilmu, dan Ma’rifat itu tahap mengetahui Wirid (pelajaran); melihat Allah tidak memakai alat mata dan tidak memakai pikiran. Melihat Allah terhadap Wirid artinya siapa saja bisa mencapai Ma’rifat, tetapi apa yang akan di Ma’rifati jika tidak tahu tentang hal ketuhanan (Allah), dan Ma’rifat itu bertekad, sudah pandai melakukan Zikir, Sholat Tauhid, Semadhi (Yoga) saja tetapi disertai ta’at, patuh dan yakin kepada agamanya. Umpama ta’atnya para ahli Syari’at hanya karena takut kepada peraturan; sholat, puasa, zakat, fitrah, naik haji merasa sudah menjadi Islam. Tetapi terhadap Ma’rifat selain menurut perintah agama lalu disertai tekun (kuat) terhadap sesuatu tujuan sehingga patuh (ta’at) terhadap tujuan untuk membuktikan Allah itu ada. Orang olah (melatih) batin terhadap orang Ma’rifat itu membuktikan bukam gampang, sebab orangorang itu batinnya sudah memiliki sifat Allah, umpama sifat kasihnya yang biasanya lalu menjadi watak kasih sayang terhadap sesama. Kata Kasih Sayang menurut Allah (Rahman dan Rahim- Arab), tidak beda-beda, buktinya para Nabi, Wali, Mukmin semua mempunyai sifat kasih sayang, sudah ditujukan untuk diri sendiri menjadi untuk semua (universal), walau
begitupun masih ada ingin perang dan membunuh musuh, begitulah orang yang sudah mengerti bahwa perang atau membunuh musuh itu mestinya pasti merusak rumah tangga. Tetapi terhadap orang yang sudah mengetahui rahasia alam, itu tidak mengherankan hanya menjadi kewajiban (tugas). Perang dan membunuh terdorong oleh kasih sayang dan suci, daripada menjadi hancurnya dunia (merusak ketentraman), maka harus dibunuh (dimusnahkan). Jadi para bijaksana melaksanakan tadi sama menuju keselamatan dunia, tujuannya menyelamatkan dunia dari semua penghalang, begitulah eloknya / sempurnanya Ma’rifat.
Bab 6
RAHASIA KALIMAT SAHADAT DAN HANACARAKA (CARAKAN)
Sebenarnya Ma’rifat itu terdapat pada kata kehendak, itu kehendaknya Allah, gerak, sabda, semua itu kemauan Allah (Makarti – Jawa), menurut kenyataan yang dikehendaki sebelum dikerjakan sudah siap, sebelum ditunggu sudah datang; umpama orang akan pergi ke Yogyakarta, baru berfikir mencari angkot, angkot datang mencari sewa dan tanya dimana Yogyakarta ya mas?, lalu orang tadi naik angkot ke Yogya, perjalanan itu berarti kehendak Allah, orang itu menyatu dengan Dat tadi (Allah), sehingga satu sama lain tidak merasakan hanya menurut kehendaknya. Jadi Dat yang ada pada orang tadi tidak susah-susah. Yang tadi sudah diterangkan bila Hakikatnya Dat itu ya Afhngal dan Asmanya, artinya ya aku ya kamu adalah satu, maka tidak mengherankan bila orang itu dikuasai oleh Dat Allah, kuasa mempercepat, kuasa membelokan tujuan, maka dari orang sebenarnya utusan Dat (sifat Dat), maka dari itu merasa menjadi utusan, lalu memiliki sifat kuasa-Nya, jadi harus menyembah dan memuliakan terhadap Dat Allah. Bisa melaksanakan apa saja dasar kekuasaan, jika makhluk itu utusan Dat yang wajib adanya. Dibawah ini adanya Wiridan itu artinya kalimat Sahadat yang sudah cocok dengan kebudayaan Jawa akan diterangkan untuk rumah tangga (tingkatan).
Ucapan Rasullullah terhadap Muaz : “Ma Min Ahadin Yashaduan la illaha illallahu washadu anna muhammadan rasullullahi sidqan min qalbihi illa ahrramahu allahu alla annari “, satu-satunya orang yang mengucapkan kalimat Sahadat samapai kehati terhadap Allah pasti tidak akan tersiksa dineraka.
Wiridan (ajaran) Sahadat begini : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasullullah”, yang artinya aku bersaksi sebenarnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi sebenarnya Muhammad itu utusan Allah.
Wiridan (ajaran) rahasia Carakan HO-NO-CO-RO-KO; “Honocoroko Dotosowolo Podojoyonya Mogobothongo”, artinya ada utusan dua, laki dan perempuan (wanita) berebut kekuatan, sama saktinya (kuatnya) bergumul mati sama-sama menjadi bangkai (terpuruk) lunglai. Yang akan diterangkan terlebih dahulu tentang dua kalimat Sahadat dulu, dan selanjutnya disusul dengan Carakan; I. Kalimat Sahadat Di tanah Jawa jika ada temukan (mempertemukan) pengantin umumnya mengucapkan Kalimat Sahadat, walaupun bukan bahsa Jawa tetapi sudah tradisi menjadi kebudayaan dari masa terdahulu pada zaman para wali. Dan kalimat Sahadat itu ucapan orang Islam yang belum mengetahui (pelajaran) rukun-rukun Islam. Jadi mengakui menyembah kepada Allah itu harus mengetahui arti kalimat Sahadat, lalu di zaman wali kalimat Sahadat itu dipakai pertamanya mendapat wejangan terhadap siapapun orangnya yang mau berguru, walaupun bahasa Arab kalimat Sahadat itu menjadi saksi Dat Maha Agung dan Muhammad itu utusan-Nya, artinya sudah meliputi alam semesta. Di tanah Jawa bahasa Arab itu tinggal memakai (pinjam) dan bisa dengan bahasa apa saja yang artinya sama. Dan bahasa-bahasa tadi hanya sebagai tanda. Di kalimat tadi ada kata Muhammad yang mempunyai makna sendiri, sebenarnya Nabi Muhammad namanya ada 4, dan kata syair kata Hamdun (memuji) Hamida (di puji) lengkap nama-nama tadi seperti dibawah ini : a. Hamid, artimya yang di puji.
b. Mahmud, artinya yang mendapat pujian. c. Ahmad, artinya yang lebih di puji. d. Muhammad, artinya yang memiliki pujian. Di dalam kalimat Sahadat tadi Muhammad tidak bisa di ganti dengan kata lain, walaupun ada akan tetapi artinya yang dipakai ada 2 (dua) unsur : 1. Mengartikan Umpama. 2. Mengartikan Nama. Diwirid disebut kata-kata (nama-nama) tadi Nur Muhammad, artinya cahaya yang terpuji atau cahaya yang sempurna. Kata Muhammad itu sifat yang mempunyai pujian. Kalimat mengatakan Muhammad Rasullullas, siapa yang menjadi utusan Allah , apa Muhammad putra Sayidina Abdullah di Mekah (Arab), apa Muhammad atau Nur Muhammad?. Keterangannya : pada citra (Hakikat Allah) dan pecah-pecah hanya orang hidup. Sebenarnya yang dipuji itu sifat orang hidup yang memiliki sifat 20. jadi yang begitu para Nabi, Wali, Ulama yang mukmin, orang itu semua sifat Muhammad. Dan keterangan tentang utusan (Rasul) seperti dibawah ini : Muhammad lalu menjadi utusan Allah , dan Allah itu bisa menjadi Allah-ku, Allah-mu, Allah kita semua dan seluruh alam. Jadi yang disebut utusan itu ialah utusan Allah-nya sendiri-sendiri, langsung mengakui mempunyai Allah. Utusan itu sifat hidup, kalau sudah mati (meninggal) tidak bisa menjadi utusan karena orang mati tidak mempunyai Allah. karena sifat-sifat Dat yang menghidupi sudah musnah (lihat keterangan Bab Sifat 20). Di kitab Injil Mutheus 22 (31,52,33) disebut begini : belum pernah membaca kata-kata Allah kepadamu, Allah ini Allah-nya Abraham, Ishak dan Yakub, Allah itu bukan Allah-nya orang mati tetapi Allah-nya orang hidup. Yang menjadi pertanyaan, walaupun mempunyai sifat Muhammad atau Rasul, kenapa bisa menjadi utusan Nafsu (Syetan) makhluk halus (perewangan-Jawa) atau utusan angkara murka. Semua itu bagi orang yang belum dalam ilmunya hanya sok (merasa sudah) tahu saja, hanya baru mencapai tingkat Tarikat, lalu umpama benar mengerjakan membuktikan bahwa menjadi Utusan Allah, dan harus menjadi Ma’rifat (Islam). Jadi orang itu sebetulnya sudah At-tauhid (menyatu dengan kehendak Allah), kemudian disebut seorang Islam Sejati (sarino batoro – Jawa) dan juga menjadi utusan, zaman dulu disebut Nabi, Wali dan cukup disebut Ma’rifatullah.
Pendapat yang salah golongan Wirid mengatakan Muhammad diartikan sebenarnya Muhammad itu sifatku, Rasul itu rasaku (Rahso-sangsekerta). Rasul itu utusan asal dari bahasa Arab, Rahso (rasa) asal dari bahasa Sangsekerta (sang sekrit) jadi tidak sesuai. Muhammad itu Rasul tetapi rasa (rahso) itu rasaku jadi tidak sama. Maka dari itu sudah jelas kalau Muhammad itu sifat hidup yang lengkap dan menjadi utusan. Sifat Muhammad sudah lengkap, memiliki sifat 20; Rasa, Perasaan, Pekerjaan, Pikiran (akal yang sempurna) dan lain-lain. Kenapa bermacammacam diartikan, Allah itu tidak bisa disamakan dengan makhlukmakhluk/benda-benda lain, jadi pendapat-pendapat yang salah harus dijauhi. Kata-kata tadi terdapat juga di Hidayat jati (buku hidayat jati). Jadi pengarang Hidayat jati mengutip pendapat para Wali. Kalau begitu pendapat para Wali tadi yang sudah dianut pada zaman sekarang itu apakah salah atau tidak? Tetapi semua itu harus bersandar kepada hukum Qiyas (meneliti) pendapat itu begini : Muhammad = Rasul. Rasul = Sifatnya Muhammad. Sifat Muhammad = Sifatnya Dat. Sifatnya Dat = menyertai sifat seluruh yang diciptakan dan hidup (kayu, batu, manusia dan lain-lainnya). Sifatnya Dat = Hakikatnya Dat. Hakikatnya Dat = Wujud Sempurna. Wujud Sempurna = Manusia Hidup. Manusia Hidup = Memiliki sifatnya Dat / Sifat 20. Jadi yang merasakan orang hidup (utusan) yang diutus. Jadi bukan salah satunya sifat-sifat tadi yang disebut utusan, Rasa sejati (Rosone Ingsun – jawa), sifat pribadi (Sipate Ingsun-jawa), semua itu milik Dat yang wajib adanya (Allah). Kalau diteliti atau dikaji-kaji kata-kata yang diatas tadi sama dengan Qiyasan Esa, Widhatul Wujud, artinya Chaliq dan makhluk itu satu (lihat keterangan Bab Dat, Sifat, Asma, Afhngal terdahulu) II. Carakan.
Sampai sekarang masih menjadi bahan pertanyaan para sejarah dan belum mendapat yang tepat, contohnya tentang Aji Saka itu siapa dan apa? Apa maknanya Carakan itu?, walaupun jumlah huruf hanya 20 (dua puluh) tetapi kenyataan bisa mencakup semua makna huruf bahasa sendiri dan bahasa asing,, karena kata-kata itu berhubungan dengan kalimat Sahadat maka jumlahnya 20, bisa dijelaskan dengan sifat 20, maka artinya kalimat Carakan seperti dibawah ini : a. Wiridan (Pelajaran) Aku bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah. b. Carakan, ada 2 utusan; laki dan wanita asik perang tanding sampai mati: Keterangannya begini: ada 2 utusan laki dan perempuan (hidup laki dan perempuan) sama menjadi utusan Allah supaya berkembang anak beranak. Laki dan perempuan (wanita), bukan manusia saja tetapi seluruh makhluk didunia ini semua berpasang-pasang menjadi saksi Dat (Allah), maka dari itu tidak ada barang yang tidak ada, artinya keadaan DAT itu kekal adanya. Sebenarnya utusan dua jumlahnya, sama jaya, artinya lebih sempurna dari pada makhluk lain, tidak lain adalah manusia yang diluhurkan dari sifat kekurangan, lengkap terhadap sifat 20 sama-sama memiliki, disebut juga sama kuatnya, artinya walaupun laki atau perempuan sama-sama umat luhur dan sempurna. Carakan tadi mengatakan sama-sama tidak berdaya (kehabisan tenaga) atau mati, apa sebabnya sama-sama menjadi bangkai (tidak berdaya), sehabis perang tanding atau bersetubuh, tusuk menusuk hingga mati tanpa ada yang melerai, jadi sama mati seperti bangkai, terpuruk kehabisan tenaga tidak bergerak dan lemas. Laki dan perempuan jadi sumbernya manusia berkembang. Mengembangakan manusia itu tidak ada putusnya, berdasarkan Qodrat dan Irodat (sifat 20), lalu menghasilkan kenikmatan (merasakan enak). Keadaan seperti itu tidak berlangsung lama, jadi mati seperti bangkai itu sebentar kalau terus mati itu bukan utusan untuk mengembangkan manusia (umat-Nya). Orang Jawa setiap saat menyebut kata-kata (Kalimat-kalimat jawa) yang terdapat pada Carakan, terbukti setiap berkata pasti memakai kata HA. NA. KA. PA. RA. WA. Jadi orang Jawa setiap hari tidak ketinggalan mengatakan Carakan, setiap kata pasti memakai salah satu dari Carakan tentang berfikir, bertengkar tetap memakai huruf yang 20 / Carakan seperti ini : HA-NA-CA-RA-KA DA-TA-SA-WA-LA PA-DA-JA-YA-NYA MA-GA-BA-THA-NGA.
Rahasia yang tersimpan dicarakan itu tidak akan hilang tetapi tetap laki perempuan semua menyebutkan kata-kata yang ada pada Carakan 20 (jumlah 20 itu sifat Allah). Keadaan nama Muhammad itu Hakikatnya DAT itu yang mencari orang yang sudah mempunyai ilmu atau orang yang sudah mengetahui rahasia hidup, artinya begini : apa saja yang yang tertulis dikitab-kitab suci (Al-Qur’an, Injil, Jabur dll) pasti bisa dicari, dipelajari, diteliti karena kitab itu untuk orangorang yang hidup. Jadi artinya pendapat itu sangat sulit, susah sekali. Rahasia isi kitab Qur’an dan kitab-kitab lainnya bisa diketahui oleh orang yang berilmu. kita ulang lagi tentang kalimat Carakan, semua itu kalau bukan orang kaya ilmu tidak bisa mencari (meneliti). Kalimat Sahadat untuk agama Islam itu sebenarnya kalimat yang tidak abadi, oleh karena menurut umum orang-orang kalau menyebut kalimat Sahadat itu hanya bertepatan pesta perkawinan, mengkhitankan (sunat) anaknya, kalau tidak, tidak pernah diucapkan. Kalau kata Carakan tiap menit tiap detik diucapkan selama hidup, maka untuk menjadi utusan lalu memiliki sifat Muhammmad atau menjadi penanam, penangkar, mengadakan, membuktikan adanya utusan-utusan itu abadi, dan kalau perlu harus di ingatkan; 1. Kalimat Sahadat, rukun Islam itu saksi adanya Dat Allah, walaupun tidak dipanggil, di bicarakan, dipikir-pikir dan lain-lain. Dat tetap adanya dan berubah-ubah dan sifat Muhammad itu tetap ada dan pasti ujud (bentuk nyata), tetapi jika masih hidup bergerak-gerak. Jadi yang memngucap dan menyaksikan itu orang hidup. 2. Carakan itu rahasia, sulit, artinya rahasianya yang mengatakan; ada Muhammad, ada ujud sifat 20. adanya abadinya Dat (Allah) tetap tarik menarik dan setiap hari kita merasakan, kita buktikan tetap bergerak (makarti – Jawa), tidak mati, masih bisa berberbicara dan melanjutkan duaduanya yang tersebut diatas tadi saling bantu membantu, satu diantara dua bersatu (Widhatul Wujud), Esa, artinya tidak ada, dua tetapi satu (menyatuAt’tauhid). Rahasia yang terdapat di Carakan, sebuah buku karangan seorang Mangku negaran, diterangkan begini : 1. Hananira Sejatine Wahananing Hyang, 2. Nadyan ora kasat-kasat pasti ana, 3. Careming Hyang yekti tan ceta wineca,
4. Rasakena rakete lan angganira, 5. Kawruhana ywa kongsi kurang weweka, 6. Dadi sasar yen sira nora waspada, 7. Tamatna prahaning Hyang sung sasmita, 8. Sasmitane kang kongsi bisa karasa, 9. Waspadakna wewadi kang sira gawa (sipat Rasul / Muhammad), 10. Lalekna yen sira tumekeng lalis (sekarat) (5), 11. Pati sasar tan wun manggya papa, 12. Dasar beda lan kang wus kalis ing goda; (Islam / Ma’rifat), 13. Jangkane mung jenak jenjeming jiwarja, 14. Yitnanana liyep luyuting pralaya (angracuta yen pinuju sekarat ), 15. Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan, 16. Madyeng ngalam paruntunan (?) aywa samar, 17. Gayuhane tanalijan (tan ana lijan) mung sarwa arga, 18. Bali Murba Misesa ing njero-njaba (Widhatulwujud, Esa, Suwiji), 19. Tukulane wida darja tebah nista, 20. Ngarah-arah ing reh mardi-mardiningrat. Artinya : 1. Asalmu karena kehendak Allah, 2. Walaupun tidak nampak tetapi ada, 3. Allah yang Kuasa tidak bisa ditebak (dinyatakan), 4. Rasakan dalam tubuhmu, 5. Ketahui sampai kurang waspada, 6. Jadi salah kalau kurang waspada, 7. Nyatakan Allah memberi petunjuk,
8. Petunjuk sampai bisa merasakan, 9. Waspadalah rahasia yang kau bawa (sifat Rasul/Muhammad), 10. Lupakan sampai sekaratil maut (menjelang ajal/koma), 11. Mati yang salah menjadi susah, 12. Dan beda bagi yang tidak tergoda (Islam/Mari’fat), 13. Tujuannya hanya tentram jiwanya, 14. At’tauhid atau khusyuk waktu sekaratil maut, 15. Ternyata sepi (hilang) sifat dunia, 16. Dalam alam barzah ternyata samar (gaib), 17. Tujuan tidak lain hanya satu, 18. Pulang menguasai Lahir Batin (Esa), 19. Tumbuhnya benih menjauhkan aniaya, 20. Hati-hati manuju jalan kedunia.
Bab 7
IHTIKAT YANG BERMACAM-MACAM BAB : NUR MUHAMMAD
Ada sebahagian kepercayaan mengatakan Nur Muhammad lebih kurang begini: Muhammad itu cahayaku, aku Adam, Aku Muhammad, Aku Allah; “Cahayaku pada Mata. Aku Adam, asalnya manusia dari kosong (suwungjawa)” “Aku Muhammad”, artinya asalnya dari Nur Muhammad, Terakhir “Aku Allah.” Selanjutnya golongan tadi memutuskan adanya aku (ingsun-jawa), adanya nafas.
Tujuan dan pendapat diatas tadi umpama diteliti dengan jernih hasilnya tidak baik, karena Nur Muhammad itu tempatnya di mata, itu tidak sesuai dengan kenyataan, maka dari itu mata tidak bisa melihat jika tidak memiliki sifat Allah (Bashar), oleh karena sifat Bashar itu sifat-Nya Allah (Pangeran-jawa). Menurut keterangan dimuka tadi sifat Muhammad itu memiliki sifat lengkap (sifat 20). Jadi tidak benar kalau sifat 20 itu menyatu dimata. Menurut Hidayat Jati (Rangga Warsita) Muhammad itu selengkap begini; Nukat Gaib itu menjadi 2 bagian : 1. Nukat, artinya Benih (benih yang terjadi). 2. Gaib, artinya samar (tidak bisa dilihat oleh mata), tidak bisa diraba, sifatnya mutlak (abadi). Nukat Gaib disebut Nur Muhammad, jika diteliti selanjutnya Wirid Hidayat Jati mengatakan bila Nur Muhammad itu cahaya yang terang benderang tidak ada bayangan cahaya (ingkang padang tanpa wayangan-jawa). Kata terang artinya menerangai siapa yang kena sinarnya pasti merasakan sinarnya. Nyata kalau Nur Muhammad terang menyinari seluruh yang nyata atau wujud alam raya. Karena tanpa bayangan jadi bukan cahaya lampu, memang tidak ada didunia ini. Apa sebab kata tanpa bayangan karena siapa saja, apa saja jika terkena cahaya pasti tembus, tembus artinya tidak putus karena terhalang benda apa saja, karena cahaya itu tanpa batas (meliputi). Jalan itu bisa menunjukan kepada jalan-Nya Dat yang wajib yang menyinari seluruh yang diciptakan. Pendek kata Ikhtikat (tujuan) Nur Muhammad atau cahaya yang suci, itu sama dengan Hakikatnya yang Maha Kuasa, sama dengan aku tidak melihat tetapi daya tarik menarik. Kata Nur Muhammad itu menurut ajaran agama yang mendapatkan adalah pujangga Al-Hallaj, mereka membenarkan bila kejadian semua yang diciptakan itu dari Hakekat-Muhammadiah. Wirid bahasa Jawa Nur Muhammad (cahaya yang terpuji), pujangga itupun berpendapat Nabi Muhammad terjadi dari 2 bagian, yaitu : 1. Muhammad, bentuk sifat Muhammad sendiri. 2. Muhammad, bentuk seluruh ilmu, agama, filsafat dan lain-lain, artinya pusat atau sumber segala ilmu. Dari itu sifat Muhammad sama berdirinya Rasul, utusan Dat yang menyebar ilmu agama murni, tidak dicampuri agama apapun (ilmu-ilmu lain), an keterangannya dibawah ini :
1. Muhammad sama dengan manusia hidup. 2. Jiwa Muhammad sama dengan jiwanya manusia. Yang menjadi penuntun agung Rasul, Nabi, Wali yang sudah Ma’rifat, yang sudah lepas dari godaan nafsu (keinginan). Jadi manusia itu sifat ujud pasti mati, sakit, rusak atau busuk. Kalau sifat Qadim Muhammad cahaya yang terpuji tetap meliputi Jagad raya, jadi sama dengan cahayaterang benderang tanpa bayangan. Dalil Al-qur’an surat Al-Qashash : 52 : “Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al Kitab (Yahudi, Nasrani) sebelum Al Quran, mereka beriman (pula) dengan Al Quran itu (Allah atau Muhammad) “ Keterangan tadi mengagungkan nama Muhammad, menurut pujangga AlHallaj, Nur Muhammad itu sumber dari segala yang ada di Jagad raya ini dan seisinya, jadi makhluk, manusia dan benda-benda itu hanya percikan dari cahaya Muhammad. Karena hanya percikan cahayanya Dat, sifat, asma, afhngal, itu disebut Widhatulwujud. Pendapat Al-Hallaj itu lalu disebut dengan pujangga Ibnu Arrabi tahun 1102 Masehi di tanah Andalusia. Sama dengan pendapatnya menerangkan kalau Nabi Adam, para Nabi-nabi utusan Allah dan lain-lain didunia terjadi dari percikan cahaya Nur Muhammad atau Hakikat Muhammad. Karena Nur Muhammad itu sama dengan Hakikatullah. Lalu keyakinan semua tadi keadaan satu (Sawiji-jawa) bisa pendapat tadi meluas di tanah Jawa antara abad 15 dan 16 Masehi. Dari silang pendapat orang itu kurang mendapat penerangan sudah berani mengikuti paham tadi, hanya berhenti sekedar tahu saja, tetapi sudah berani kepada umum, padahal pengetahuan tadi hanya Cuma bicara. Rasa menyatu dengan-Nya (cahaya Illahi) tidak mudah jika tidak dijalani melalui Shalat Tauhid sampai ke At’tauhid tentu tidak bisa menerima keterangan-keterangan tadi, kalau salah bicara atau menerangkan mengakibatkan perkataan golongan lain mengatakan Kafir atau Kufur, menyatukan Allah atau menduakan Allah, jadi mengatakan Chaliq dan Makhluk itu dua, batinnya tidak menyetujui tentang Widhatulwujud (keadaan satu), makhluk itu bisa dilihat dengan mata tetapi Chaliq atau Dat yang tidak bisa dilihat atau dijangkau apapun. Tetapi yang mempunyai sifat seperti Al-hallaj atau Ibnu Arrabi dan Syeh Siti Jenar itu; Ikhtikat Widhatulwujud, dihatinya dan amalannya sudah menyatakan bila Dat, Sifat, Asma, Afhngal, itu satu. Jadi tidak hanya tahu saja.
Keterangan Bab Anasir 4 macam seperti diatas keterangannya begini : pengikut agama kristen Allah itu atau Tuhan itu punya putra sama dengan Citra, bayangan Dat umpama matahari sinarnya memenuhi kolam, umpama itu ditekadkan sama dengan Nur Muhammad tidak seberapa beda, keterangannya begini : 1. Allah sama dengan sang Rama (Iswara-Sangsekerta); 2. Hakikatullah sama dengan Nur Muhammad; 3. Nur Muhammad sama dengan Citra; 4. Citra, Hakikatnya sama dengan Putra; 5. Sang Putra sama dengan Jiwa. Jika diterangkan Nur Muhammad itu pusatnya kejadian dan menjadi wujud sifat hidup kita, Ikhtikat disebut aku (putra Allah). Putra (Citra) itu bayangannya Nur Muhammad, artinya putra bukan anak bisaa seperti bayangan yang diterima oleh Allah. Karena sang Rama (Allah) itu tidak bisa dibayangkan (dilihat) dengan mata bayangannya pun tidak bisa dilihat. Sifat-sifat tadi dimiliki oleh manusia, sifat-sifat bisa dipergunakan untuk membuktikan yang tidak bisa dilihat tadi (terjangkau oleh akal pikiran). Dalam agama Budha disebut Nirwana (alam abadi), oleh karena tadi hanya nama dan kata-kata saja, jadi salah mengaku kuasa semua itu salah. Hakikatnya tidak bisa berdaya apa-apa kalau menyinari pada sifat-sifat yang tidak lengkap, tetapi bagi manusia bekerjanya seperti yang memiliki sifat Hakikat. Oleh karena yang memiliki Hakikat itu hanya untuk satu gambaran (contoh); matahari dilangit menyinari kekolam isi air, jadi sikolam tidak memiliki sinar, yang memiliki tentu matahari. Keterangan tadi Muhammad itu Hakikatnya Dat dan Dat itu lengkap tidak berubah-ubah dan wajib adanya, lalu penganut yang mengatakan Muhammad itu cahayaku yang tempatnya dimata tidak bisa diterima. Untuk menutup keterangan tentang Muhammad penting menjadi peringatan, karena sifat Muhammad dan Rasul, dan bisa mengatakan Rasul, harus diamalkan (dikerjakan) karena sifat 20 adalah sifat-sifat-Nya Allah yang tanpa batas, cahaya tanpa batas; “Orang yang mempunyai kemauan itu kemauan Allah”
“Orang yang berbicara itu bicaranya Allah” “Orang yang berbuat itu berbuatnya Allah.” Karena itu orang yang telah menjadi Rasul, Nabi, Wali, Mukmin Haz (yang sudah Ma’rifat), orang yang sudah dibuka hatinya oleh Allah yang tidak pernah merasakan apa-apa yang dibicarakan atau yang dikerjakan, karena sudah pasrah (menurut kehendak-Nya). Jadi tandanya siapa saja mengaku dirinya berkuasa, pintar, bayak ilmunya, kebal, bisa menghilang dan kesayangan Allah yang sangat mengherankan itu bukan utusan Allah, melainkan utusan nafsu (syetan), seperti Dalil Qur’an surat At-Takwir : 29 ; “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” Maksudnya jelas sekali, umpama bisa At’tauhid (menyatu dengan-Nya) dengan Dat yang Maha Suci, seperti ayat diatas apa yang kita mau itu kemauan Allah, itu semua melewati mulut, telinga, yang menadi perantaranya Allah bagi orang yang sudah mencapai Ma’rifatullah.
Bab 8
MENGERJAKAN MENCARI TENTANG KETUHANAN (KASUNYATAN – JAWA)
Keterangan tentang pekerjaan (perbuatan amal) terhadap ilmu Allah, itu tidak berbelit-belit karena ilmu Allah itu kenyataan yang keluar dari dalam hati (Qalbu), itu harus diolah melalui batin (Qalbu), harus bisa meneliti apa yanng keluar dari batin (Qalbu) itu yang benar atau yang salah, yang cocok dengan tata lahir apa belum. Orang tidak harus menerus olah batin saja, bisa menyebabkan lemahnya jasmani karena tidak terpenuhi kebutuhan jasmani, jasmani lemah pasti jiwanya lemah. Melaksakan terhadap kasunyatan (kenyataan) itu macam-macam dan aslinyapun beda-beda. Oleh sebab itu menjalani (melaksanakan) harus memilih yang cocok dan mudah.
Di dunia ke Islaman ada kata zakat, artinya sifat memberi, pekerjaan itu melatih keikhlasan dangan memebri zakat tidak bisa dikatakan Alim, belum cukup semuanya, harus melatih bahwa orang tidak merasakan mencari harta dan memiliki karena semua itu pemberian Allah. Walaupun sedekah atau zakat itu perbuatan baik yang utama walapun tidak dipaksa tidak ingin menanti mendapat balasan ataupun tidak takut ketinggalan kepercayaan Islam. Dengan pekerjaan tadi harus disesuaikan keadaan kita, kalau keadaan kita memang tidak punya, pemberian tadi mengakibatkan tidak Ikhlas, karena hanya mencari pujian, pekerjaan itu sama dengan bunuh diri. Kemudian pekerjaan untuk memberi (sedekah) yang benar harus mengetahui keadaan diri sendiri, cukup atau belum, lebih baik lebih kebutuhan baru zakat (infak), jadi Infak/zakat tadi baru bisa Ikhlas sempurna benar atau halal dalam agama Islam. Jadi memberi pertolongan itu bukan harta saja tetapi tenaga, pikiran dan harta benda dan harus dihitung kemana harus diberikan. Yang punya ilmu batinnya harus jujur, tidak menipu diri sendiri (dusta), contoh; kita bertamu, lalu ditanyai “sudah makan atau belum”, menjawab “belum” kok malu, menjawab “sudah” perut merasa lapar, itu namanya membohongi diri sendiri, hasilnya menyiksa diri sendiri, pekerjaan seperti itu lahir dan batin pasti tidak bersatu, jadi watak itu harus disingkirkan bagi penuntut ilmu Hakikat, jadi harus jujur, bagitupun kalau lapar sekali tidak boleh minta, itu menandakan kekurangan kekuatan kita (orang yang lemah), tidak tahu malu, jadi kita bisa berusaha mencari nafkah untuk kebutuhan kita. Kita haris bertindak jujur luar dalam (lahir batin) mengendalikan nafsu dan menghargai orang lain (umat Allah) dan jangan meremahkan orang lain, harus mengoreksi diri, pekerjaan tadi disebut Mudjahadah dan Rijadlah (bahasa arab), para Syari’at Islam hakum agama yang menganut tanpa pamrih. Penghalang hidup ada 2 yang dibutuhkan, satu batin dan yang kedua modal lahir (jasmani), penghalang batin ada 5 macam, yaitu :
1. Memuaskan hawa nafsu; 2. Mencari kesenangan menurut kemauan; 3. Mengerjakan kejahatan; 4. Mengerjakan watak dusta;
5. menuruti pekerjaan memfitnah dan menganiaya orang.
Penghalang lahir ada 5 macam, yaitu :
1. Pekerjaan cerobah (asal kerja); 2. menjalani yang tidak benar; 3. Watak kejam; 4. Malas acuh tak acuh; 5. malas Berpuasa, Sembahyang.
Karena semua tadi membuktikan perbuatan setiap hari, para siswa harus pandai berusaha supaya bisa berhasi tadi penghalang-penghalang atau watak yang tidak baik sedikit demi sedikit, dan yang lurus dari penghalangpenghalang tadi orang bisa bahagia (tentram hidupnya) lebih baik lagi kalau bisa menjalani puasanya hidup dan zakatnya.
Menurut buku Hidayat jati seperti;
1. Kuasanya badan mengendalikan diri (anoraga-jawa), tekun dengan pekerjaannya, artinya segala perbuatan lemah lembut, segala pekerjaan harus disesuaikan tempatnya, melatih diri dengan baik (anoraga-jawa). Bicara besar yang tidak bisa membuktikan, maka akibatnya dibenci orang lain.
2. Budi atau pikiran, tapa atau kuasanya menerima apa adanya dan zakatnya sepi dari sangkaan yang menyelakakan orang lain itu tidak baik. Kata pikiran atau Budi sumbernya pekerjaan lahir yang tidak baik, jadi walaupun kita memngucapkan kata-kata harus kita teliti terlebih dahulu, karena Budi dan pikiran adalah gurunya lahir (jasmani). Jika Budi atau pikiran itu kita biarkan saja akibatnya tidak baik. Para penempuh Ma’rifat
(kasunyatan-jawa), budi yang baik membuahkan yang baik dan menambah ilmu. Kalau kita mengingat tentang sifat 20, batin kita lalu mendapat petunjuk batin, jadi sedikit demi sedikit diteliti setiap saat sehingga menjadi kebisaaan dan menjadi kebaikan lahir dan batin. Puasa apa adanya berarti bukan mencari sedekah atau pemeberian orang lain, artinya tidak menyesal barang yang sudah hilang dan harus hidup sederhana, dan jangan hidup tamak dan serekah. Mencari rezeki jangan lupa diri sehingga merusak diri dan melatih diri mencari rezeki yang halal dan yang berkah. Terhadap penuntut ilmu kebatinan harus mengalahkan penghalangnya pikiran, itu dinamakan bisa mengendalikan nafsu, bisa melatih sedikit demi sedikit lama-lama terbisaa.
3. Nafsu puasa Ikhlas, zakatnya sabar terhadap cobaan dan memaafkan kesalahan. Ke Ikhlasan itu satu-satunya jalan untuk memerangi nafsu macam-macam, rela memberikan apa saja untuk melatih pikiran kurang Ikhlas. Sabar cobaan Billahi (sial), Billahi kecelakaan itu datangnya tidak kita ketahui, umpama terkena benda tajam, terjatuh, dilanggar, itu semua datangnya tida-tiba, bagaimana bisa sabar jika Billahi datangnya tidak tahu kapan, karena cobaan atau kecelakaan itu tidak tahu datangnya, jadi jangan jera, jangan takut, jangan membatasi karena semua itu kecelakaan, sudah ditakdirkan yang Maha Pencipta. Orang kecil (lemah) batinnya mengerjakan apa saja pasti pikir-pikir dulu untung ruginya dan tidak mau mengerjakan apa-apa, sabar tadi bagi orang yang kuat batinnya itu ridak takut kepada susah payah melaksanakan pekerjaan apa saja karena percaya dengan kekuatan diri sendiri mengakibatkan tercapainya tujuan. Karena semua pekerjaan terdorong oleh nafsu menginginkan dipuja orang, nafsu sering sekali unggul, rela kalau belum tercapai tujuannya ,umpama tidak rela, lalu marah. Untuk menghilangkan marah-marah tadi kita harus melatih ke Ikhlasan, jadi harus menghilangkan nafsu ingin dipuji, perbuatan itu bisa menguatkan Budi (Qalbu), jadi tidak mudah dipengaruhi oleh apapun sebab sudah mengetahui baik buruknya. Seumpama ada orang yang memukul anak kita, lalu kita pukul anak orang itu berarti membangkitkan kemarahan orang lain, alhasil pukul-pukulan menjadi ramai, labih baik kita melapor kepada yang berwajib, sebab semua itu ada hukumnya,
4. Nyawa, puasanya jujur, tidak perduli dengan isu-isu, menghina terhadap orang yang belajar ilmu batin (Ma’rifat), kata nyawa itu sulit betul karena
nyawa (roh) tandanya hidup, karena hamba Allah semua memiliki nyawa. Kata jujur itu mengenai kejiwaan, artinya lepas dari rasa tidak enak, kalau perbuatan batin jujur, tidqak mau menipu diri sendiri, contoh; dibatin ingin melihat komedi, tiba-tiba datang tamu, lalu kita menyambutnya, bagi orang jujur tidak mau menipu diri sendiri tetapi berangkat menonton komedi. Untuk sopan santun kita menghormati tamu dulu, lalu berangkat menonton komedi, itu namanya tidak menipu diri sendiri. Pekerjaan jujur disiplin itu berat sekali karena sesuatu pekerjaan itu harus sesuai dengan batinnya, maka kita mengetahui bahwa batin kita kuat tidak bisa terpengaruh, contoh; sewaktu kita berjalan berduaan dengan sahabat, batin kita mengatakan orang ini mau meminta uang, tidak salah lagi kawan itu minta ongkos pulang, itu namanya pekerjaan batin seolah-olah kita bisa membaca pikiran orang.
Perjalanan-perjalanan itu tadi yang dimiliki para Hakikat, maka Hakikat itu Semadhinya (tapa) Jiwa. Kalau selalu mengawasi batin kita (pikiran) sampai hafal, lama-lama bisa mendapat ilham (waskita-Jawa) kehendak batin (krentek-Jawa) pasti cocok jiwa dan jasmani menjadi satu, hasilnya jiwa bisa mengendalikan jasmani, jasmani itu adalah lengkap pikiran dan nafsu, contohnya begini : pada hari sore waktunya minum kopi, kebetulan kopi dan gula habis, uangpun tidak punya, batinnya mengatakan yang perlu minum kopikan perut dan mulut, kalau mau diperintah pasti datang sendiri, lalu datanglah tamu yang tidak diundang membawa gula dan kopi. Pekerjaan yang jujur dan disiplin lahir batin membuahkan hasil jasmani dan rohani, sama merasakan kebutuhannya, pokoknya apa yang dibutuhkan barangnya ada, itu sebabnya karena apa?, tidak lain kehendak batin tumbuh suci, jujur dan patuh menjalaninya, itupun kehendak Allah, lihat Qur’an surat At-Takwir : 29 ;
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”
Begitu jalannya zakat , amal, nyawa, amal perbuatan dan pekerjaan, tidak ingin tahu, iri hati, itu jikasalah menerimanya menjdai murka, membunuh, membuat kekerasan dan lain-lain.
Dasar ukuran umum; siapa yang mengerjakan kejahatan pasti dihukum, hukumnya batin harus dipelajari dulu, apa sebabnya membunuh, umpama pikiran yang tidak dikendalikan bisa menyebabkan berbuat kekerasan seketika, pikiran yang jelek perbuatan juga jelek. Kata sok ingin tahu, iri hati itu hanya menyiksa diri sendiri (batin kita).
Menjawab contoh diatas; “sebab memukul”, karena digertak (dimarah) karena perbuatan salah, maka jika perbuatan yang salah, pikiran akan menjadi jelek. Umumnya sebelum dikerjakan pasti di batin sudah memerintahkan (mengajak).
Bagi para orang-orang yang menempuh kasunyatan (Ma’rifat), yang memerintah tadi harus disingkirkan. Peraturan-peraturan dan perbuatan adalah zakat (mengamalkan ilmunya), intisarinya tidak iri hati dan tidak sok ingin tahu (pikiran jelek).
Karena itu tapanya orang Hakikat, lalu belajar menyepi atau tidak ada apaapa hanya Ikhlas, Insya Allah akan mendapat kekkuatan dari Allah yang tidak pernah dimiliki.
Rahsa (rasa) tapanya baik hati, zakatnya berhenti mengeluh (analansaJawa), itu sebenarnya tapanya ahli Ma’rifat dan tercapai kalau sudah mengamalkan tingkatan 1 (Syari’at) sampai 4 (Ma’rifat) seperti diatas, itu hanya sebutan (kata-kata saja), kenyataannya yan merasakan mencapai (Ma’rifat).
Keterangan orang yang berbudi serta benar, dapat dipercaya dan ditiru apa yang dikatakan (ucapannya), dan sering menasehati dan memberi penerangan kapada masyarakat. Jadi Budi baik karena orang yang sudah mencapai Ma’rifat; apa yang dikatakan adalah kata-kata Allah, apa yang dikehendaki adalah kehendak Allah, sebab yang paling utama sifatnya Allah yang tidak mengenal tempat, siapa saja diberi watak luhur, bijaksana, yang terpenting mau menjalani tapa dan zakat seperti tercatat diatas, yaitu Syari’at samapai Mari’fat tadi.
Apa sebab mendapat sifat luhur, agung, bimbingan, kasih sayang-Nya dan lain-lain; karena sudah keluar dari Kijab, pemeberantas nafsu keinginan yang terdapat pada tingkatan 1 sampai 4 diatas.
Sugi Ronggo Warsito (Almarhum) mau memberi petunjuk begini; karena mudah sekali, asal mau menjalani seperti Almarhum (Ki Ronggo) seperti yang disebutkan pada tingkatan 1 sampai 4; apa yang kamu inginkan datang, apa yang diminta ada, lalu begini; Ki Rongga Warsito tadi sudah diberi (memiliki) sifat yang tertera di Al-Qur’an surat At-Takwir : 29 diatas; paranormal, kekebalan, kekayaan dan lain-lain, itu semua tercapainya hanya puasa, artinya berpuasa dan menjalankan No.1 sampai No.4 diatas. Oleh karena kekuasaan Dat itu tidak didalam saja, maka untuk perantaraan melatih harus bisa mengendalikan atau mengatur alat-alat Indra yang diluar (panca indra).
Umpama ;
1. Mata puasanya mengurangi tidur, puasanya jangan melihat yang menimbulkan membangunkan nafsu keinginan, namanya puasanya tidur.
2. Telinga puasanya menahan hawa nafsu, zakatnya menahan suara yang jelek, berkelahi, adu mulut, ejek mengejek, namanya puasa tuli.
3. Hidung puasanya menahan minum, zakatnya malas mencari kesalahan orang lain, kata minum (mencium-cium) sama dengan mencari-cari arah baunya, menyebabkan dibenci orang lain, hidung itu alat untuk memilih, walaupun si mata tidak melihat barangnya, kalau hidung bisa mencium apa barangnya. Di hidung jalannya Bilahi (kecelakaan), artinya kalau kurang mengerti (kurang hati-hati) bisa marah-marah, karena penghalang hidung bau, bau bangkai. Kalau tidak bisa menahan si mulut, maka mulut berkata “bau bangkai”, jadi dimana-mana tempat harus menjauhi barang (bau) itu. Orang yang ceroboh umumnya memakan apa saja, memegang apa saja
pasti dicium, kalau racun dicium mengakibatkan mati seketika. Begitupun terhadap penuntut ilmu, jangan sampai mengakibatkan bocoran, mengakibatkan pecahnya benteng (rahasia), jadi jangan ikut campur urusan orang lain. Umpama dimintai pendapat, kerjakan saja, jangan menambahi persoalan. Mencari kesalahan orang lain hasilnya merasa tahu, pikirannya ingin dipuji, sebab pikiran dan ucapannya ingin dipercaya. Bagi yang menjalani Ma’rifat memastikan orang lain, itu larangan besar, menyebabkan tinggi diri (membanggakan diri) karena belum pasti benar.
4. Mulut (ucapan) puasanya makan, zakatnya tidak boleh memberitakan orang lain. Kalau ingin keterangan yang luas, baca tentang keterangan puasa; tentang memfitnah, cerita yang tidak benar, itu jangan dikerjakan.
5. Parji (kemaluan) puasanya menahan Syahwat, zakatnya tidak boleh berbuat zinah. Selingkuh menyebabkan kerusakan jasmani, adalagi keterangan pada Bab Semadhi, Yogha dan lain-lain.
Itu semua jalannya untuk membuang pembatas (warono-jawa) antara hamba dengan Allah. pekerjaan umum (salah tetapi banyak kawan / salah kaprah – jawa), hanya ditujukan pada batin saja, hasilnya buta ilmu tidak mengetahui, karena yang harus dikerjakan bisaa saja, seperti sebelum puasa; makan dan minum, jalan-jalan, jangan berlebihan. Keterangan itu semua sumbernya dari keterangan No.1 samapi No.4 diatas tadi, sebab diluar bisa menjalankan, tetapi batinnya belum bisa, sama dengan tanpa hasil (karena batin gurunya lahir).
Bab 9
SHALAT GAIB / SEMADHI
Qur’an surat Al-A’raf : 29 ;
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.” Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya).”
Qur’an VII Ayat 143.
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.”
Sebelumnya Ayat Suci di atas menerangkan tentang bab tataran/ tingkat Syari’at dan Tari’kat dan yang paling penting adalah semadhi/tapa brata atau puasa badan. Penjelasan ini akan dimulai dari cara lahiriah, yaitu pokok bagi kesehatan.
Puasa dahulu dikerjakan menurut kebisaaan orang banyak (ikut –ikutan) itulah yang disebut puasanya orang Syari’at. Karena ikut-ikutan maka sampai sekarang banyak yang tidak tahu manfaatnya.
Kerangan dari Hadist Buhari Muslim yang kurang lebih artinya : Orang-orang yang puasa itu perutnya baik (luhur), pikirannya baik dan budinya suci.
Qur’an Surat Al, Baqarah 183.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
1. Kenapa orang yang berpuasa itu merasa tidak enak, malas dan ngantuk ? 2. Kenapa Firman di Qur’an ditujukan kepada orang-orang yang beriman ? 3. Dan apa sebabnya puasa yang sudah dikerjakan sejak ber abat-abar itu bisa mensucikan diri ?
Sebenarnya pekerjaan puasa itu sudah berabad-abad dulu dikerjakan, sebelum zaman nabi I’sa menyiarkan agama dan kitab Injil yang juga menerangkan tentang puasa. Sekarang zaman sudah maju. Banyak para ahli melakukan penelitian tentang puasa. Itulah sebabnya Allah SWT mewajibkan puasa karena puasa itu banyak manfaatnya.
Menurut ilmu kesehatan (Prof. Dr. A. Ramli) mengatakan bahwa hewanhewan dan mahluk yang hidupnya memamah biak melalui mulut dan ditekan keperut langsung kenyang. Makanan itu sarinya menjadi pokok kebutuhan kita. Contohnya: zat lemak, hidrat arang, air, garam, putih telur dan vitaminvitan yang terdapat pada daging, Sayur-sayuran, Kacang-kacangan dan segala makanan yang belum busuk , Kalau makanan itu sudah busuk pitaminnya sudah hilang. Makanan yang dikunyah tersebut dialiri dengan air ludah yang keluar dari kelenjar ludah yang mengakibatkan maknan tersebut menjadi sari pati dan berubah menjadi zat hidrat arang, kemudian menjadi zat gula atau mallose (Menurut ilmu kedokteran).
Makanan tadi langsung ditelan keperut besar kemudian diterima oleh kelenjar-kelenjar kecil yang jumlahnya beribu-ribu dan perut (Usus-usu besar) mengeluarkan lendir yang bisa menghancurkan makanan-makanan tadi. Makanan yang berasal zat telur yang sudah berubah menjadi Maltose mudah dihancurkan dengan lendir usus. Zat telur yang sudah berubah sifatnya itu disebut Pepton.
Makanan yang sudah halus masuk ke usus halus dan dipintu usus ada saluran kelenjar yang terbagi dua yaitu: saluran empedu dan saluran pangkreas (ludah yang asalanya dari ginjal). Dua-duanya mengaliri usus. Empedu asalnya dari bagian hati gunanya untuk melebur zat lemak yang dibantu oleh pangkreas hingga halus sekali. Pangkreas menghancurkan zat telur sampai berubah sipatnya menjadi hamud amino. Zat hidrat arang dan lemak yang hancur mudah diisap oleh usus halus, kemudian makanan trersebut menjadi sari-sari dan sari-sari tersebut menjadi bibit asal darah dan daging. Diatas lapisan usus-usus menghisap makanan yang sudah menjadi sari-sari aslinya yang terdapat di limpa (getah bening) kemudian seluru zatzat meresap ke pipa-pipa darah dan terus mengalir ke pipa-pipa darah yang besar dan mengalir ke hati dan merata keseluruh badan. Yang tertinggal hanya lendir-lendir pencernaan.
Otak itu mebutuhkan darah untuk membasahi yang diterima dari urat-urat sarap dan otot-otot yang ada pada kerangka manusia. Selama perut dan pembuluh-pembuluh menghancurkan makanan, otak otak kita kekurangan darah penyiram yang menyebabnya kurangnya daya berpikir.Itulah sebabnya para leluhur kita dulu berkata bahwa kalau perut lapar pikiran buntu, dan kalau kenyang pikiran terang. Karena puasa dilakukan disiang hari dan pikiranpun bekerjanya disiang hari. Untuk itu apa yang dikatakan para ahli adalah benar. Maksudnya apabila perut lapar maka perut itu diam (tidak bekerja). Karena tidak bekerja maka tidak membutuhkan darah lebih dari ukurannya. Darah yang tidak dibutuhkan itu lansing naik membasahi otak dan itu terjadi setiap hari dan otak terus basah sehingga otak itu lancar, tidak mudah lupa (pikiran sehat).
Puasa sering dilakukan oleh para penganut tingkatan tarekat. Umumnya mereka mengurangi makan seperti mutih (makan nasi saja tanpa garam), Ngrowat (makan palawija dan buah-buahan), Puasa ini menuruk kesehatan dapat mengurangi kesehatan badan karena sari-sari makanan tidak mencukupi. Akan tetapi mengurangi itu bukan berarti mengurang kebutuhan. Petunjuk makan yang baik adalah kalau kita lapar maka kita makan tidak boleh berlebihan untuk mengurangi zat lemak. Tubu yang memiliki ilmu itu adalah tubuh yang memiliki pikiran yang saehat. Karena kalau badan kita sehat pikiranpun kita sehat. Orang yang pintar, bijak yang
bisa menjadi wali, pendeta adalah orang yang memiliki badan sehat. Kalau tubuh sakit pembawa ilmupun sakit. Untuk itu:
1. Jangan tamak kepada makanan; 2. Makan minum sederhana jangan mengurangi jenis makanan; 3. Bekerja yang sederhana tidak mengurangi kebutuhan, dibatin harus niat bekerja yang baik-baik (Mensucikan diri meniru kesucian Allah); 4. Mengerjakan peraturan agamanya sendiri-sendiri, tidak perlu menghina, karena bertentangan dengan perintah Allah.
Penjelasan tentang Bab Shalat/Semadhi itu lebih kurang adalah dari peraturan tapa badan atau puasa. Karena Wedaran Wirid itu bertujuan untuk selamanya, sehingga keterangan-keterangan diselaraskan kemajuan akal piker yang berdasarkan kipada Kias (koreksi). Shalat/Semadhi sebenarnya bukan pekerjaan main-main karena Semadhi (Shalat Tauhid) adalah usaha Shalat benar-benar (Panembah Jati) yang sering dilaksanakan oleh para tingkatan Ma’ripat untuk mencapai At’tauhid (menyatu kepada Allah). Tradisi Semadhi di dunia Jawa adalah mencontoh pada wayang kulit yang dikerjakan para Begawan, Pendeta dan Satria. Syaratnya harus menutup 9 lubang hawa napsu (Hawa Songgo) yaitu : 2 lubang mata, 2 lubang telingga, 2 lubang hidung, 1 lubang mulut, 1 jubur dan 1 lubang parji. Sebenarnya bukan menutup hanya jangan menggunakan sewaktu Semadhi.
Menurut agama Islam pekerjaan itu melanggar hukum Tuhan. Merusak kesehatan, merusak kodrad Iradat secara paksa karena asalnya dari Dat Allah, Walaupun tidak apa-apa bagi yang menjalani pekerjaan itu harus ditinggalkan, jika tidak dirubah pekerjaan memaksa diri itu bisa mengurangi irodat kita sendiri dan bisa menyebabkan lemahnya jiwa dan yang dikwatirkan adalah kerusakan panca indra, astendria.
Peraturan itu sudah menjadi darah daging sejak zaman dulu sampai sekarang secara turun temurun. Penyebabnya adalah menurut penelitian ilmu jiwa bahwa banyak guru-guru kebatinan dan murid-muridnya yang
terkena penyakit Neorotis (Penyakit Syaraf), menurut kebisaaan kalau bicara asal keluar, selalu menunjukkan bahwa mereka itu sakti, banyak ilmu selalu menghina ilmu lain, besar bicara dan pikirannya selalu bingung. Kalau berbuat semaunya dianggap mendapat wahyu. Penyakit itu mudah diatasi apalagi bagi para pelajar Kasunyatan (Shallat tauhid) dengan cara :
1. Kalau waktu berpikir berat, dikepala pening harus berhenti sejenak, jangan menuruti kemauan. 2. Selalu bangun subuh, lalu jalan-jalan karena bisa menyegarkan badan menghilangkan lemah dan lesu.
Kerena peraturan-peratuan yang melanggar kodrat. Hidung untuk mencium, mulut untuk makan, telingga untuk mendengar tidak untuk merasakan makanan. Kenapa harus distop (ditutupi) walaupun sekali-kali dan selanjutnya sebentar-sebentar memakai sujud , sebentar-sebentar memakai sujud, sebentar-sebentar membujurkan kedua kaki seperti ceritanya Begawan ada yang tapa di kolam, di gua menjalankan wadat (tidak kawin) pekerjaan tadi melanggar kodrat dan iradatnya Allah. Oleh karena jalan itu untuk mencapai tujuan dengan satu zat yang tidak bisa dijangkau oleh apapun, maka harus diluruskan dengan suatu dasar enak dan menyenangkan (selaras) dengan jiwa dan jasmani yang diharapkan agar memiliki yang baik dan yang buruk.
Kata Semadhi berasal dari bahasa sangsekerta yang artinya shallat makripat (Khusuk) atau Tauhid. Kata Yoga itu juga berasal dari bahasa Sangsekerta sama dengan Shalat makripat yang mengerjakannya disebur para Yoghi. Yogha dibagi menjadi 2 bagian :
1. Hatta Yogha : Suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh orang umum (awam) bisa juga dikatakan tingkat syari’at terhadap agama islam. Penjelasannya seperti ini : hatta Yogha harus mengurangi makan, berpuasa melarang apa yang tidak baik. Tapa atau nyepi sampai berbulan-bulan. Yang utama memaksa jasmani dan tidak mau kawin. Hal itu perbuatan yang menghukum nafsu.
2. Raja Yogha : Peraturan shallat makripat yang dilakukan oleh para bisaksana, para pandita dan para ulama agung islam.
Agama Islam menyebut Shalat makripat tanpa membedakan tingkat sareat atau makripat yang dilaksanakan di mesjid atau musholla. Keterangan Ma’ripat atau Raja Yogha itu tujuan hanya menyatu dengan Allah atau At’tauhid (Nyuwiji). Artinya menuju hidupnya sampai ke liang lahat (innalillahi wa innaillaihi rojiuun) kumpul asal mulanya (alam baka) kekal yaitu alam yang tidak bisa dijangkau oleh alat apa saja. Jadi tujuan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat. Sempurnya di dunia ini bisa mencapai surga seperti kita hidup, tujuan akan membuktikan alam yang akan kita alami setelah mati. Shalat makripat yang dikerjakan oleh para umat Muhammad dijaman Nabi Mauhammad dikerjakan oleh ke empat para sahabat.
Apa aslinya mengerjakan Raja Yogha?. Bab pekerjaannya perut dan otak sudah dibahas, begitu juga zakat hidung, mata, mulut dan parji. Sebelumnya menerangkan aslinya Semadhi. Sebenarnya pencegahan parji diterangkan dahulu. Inti sarinya menjawab pertanyaan apa sebabnya kita perlu menahan nafsu parji ?.
Terhadap manusia parji itu merupakan salah satu alat menurunkan benih manusia agar dapat berkembang biak di dunia, tetapi kalau nafsu dibiarkan menjadi tidak baik untuk kesehatan diataranya :
1. Kalau menuruti kemauan nafsu, sewaktu bersetubuh kita akan mengeluarkan hormon-hormon dan kehabisan ternaga (kehabisan kalori) atau zat kebutuhan jasmani. Walaupun habisnya tidak sia-sia dan hanya seminggu sekali tubuh menjadi lemas, apalagi kalau setiap hari, bisa berbahaya kalau melewati batas, sedikit demi sedikit kekuatan tubuh pasti berkurang. Tubuh menjadi cepat tua dan matanya kabur.
2. Bahaya lain adalah daya pikir menjadi lemah, terbukti menjadi penakut, kurang percaya diri dan malu-malu. Tapi jika dilakukan hanya sekali-kali untuk menurunkan bibit manusia, menurut kesehatan air mani yang tidak keluar naik keotak melalui tulang punggung dan tengkuk, bisa membantu aliran darah untuk membasahi saraf-saraf otak sehingga mudah berpikir dan lancar. Dan kaburnya mata itu disebabkan banyaknya mengeluarkan air mani tadi.
A. Semadhi menutupi lubang 9 (Hatta Yogha) sebelumnya menerangkan menutupi lobang sembilan nafsu, membahas tentang sembahyang (Menyembah Allah). Shalat diterangkan terlebih dahulu. Di Wedaran Wirid Shalat yang sebenarnya ada 4 tingkatan :
1. Shalat Syari’at, yaitu Shalatnya jasmani. Penyucinya adalah air wudhu. Diterimanya Shalat akan menjadi makripatnya sariat, hanya mengetahui rastandria yang 5 panca indra. Panca Indra menyaksikan alam raya itu menjadi saksi bahwa Allah itu ada.
2. Shalat Tari’kat, yaitu penyembahnya hati sucinya mencega hawa nafsu. Berterimanya Shalatnya akan menjadi makripatnya tarikat. Tarikat mengetahui astandrianya yang 3 perkara, mengetahui tentang Allah, menyebabkan percaya dan tidak ikut-ikutan.
3. Shalat Hakikat, yauitu penyembahnya roh (jiwa). Bersucinya adalah waspada, tenang dan hening. Berterimanya Shalat bisa mengetahui rohaninya (rasa jati). Tingkatan ini yang sangat gawat karena disini akan terbukanya penghalang (warno) yang bisa menyebabkan berpisahnya jasad dan rohani (Mi’rad).
4. Shalat Ma’ripat, penyembahnya adalah jiwa (sukma), menyebabkan makripatnya makripat (makripatullah) sudah tidak memakai alat tetapi bisa khusuk (At’tauhid atau nyuwiji) memasuki alam yang tidak bisa dijangkau (Layu mahfud) jadi bukan hanya sariat saja dinyatakan sesuai dengan mi’radnya Nabi Muhammad SAW menuju alam Allah (Sidratul Muntaha).
Manusia memliki alat kasar dan halus, yang halus tidak bisa dilihat oleh mata, tetapi lengket ketubuh kita menyebabkan panca indra bisa bekerja masing-masing yang disebut rasa (saraf). Tali rasa (saraf) bisa bekerja menyalurkan kepada panca indra, karena bekerjanya rasa jati bekerjanya selalu memberi peringatan kepada roh jasmani yang bisa mengingat segala kejadian yang dikerjakan oleh pikiran dan jasmani. Bila berdirinya manusia itu karena dialiri rasa jati tadi maka bisa berdiri sendiri tanpa dialiri dari syaraf atau darah ke otak, pikiran terang tanpa hambatan.
Berdiri sendiri terhadap rasa jati (roh jasmani) ukurannya tanpa batas, bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh mata bisaa melainkan dengan mata batin (roso jati). Mengerjakan Semadhi (Shalat Ma’ripat) secara paksa menyebabkan putusnya tali rasa (syarap) Astendriyo seperti diletakan keluar dari lingkaran tadi. Karena rasa jati tadi kerjanya menyimpan dan mengetahui semua keadaan diluar dan didalam, maka kalau terputus dari tali rasa secara terpaksa maka bisa menyebabkan seperti orang mimpi atau ngelindur. Shalat tauhid seperti diatas itu kurang baik. Menurut pengkias jawa nampak mimpi tadi mengetahui apa-apa yang ada dialam mimpi. Sebenarnya semuanya tadi mengetahuinya karena rekaman-rekaman pikiran atau Astendriya waktu terbuka mata karena banyaknya angan-angan atau khayalan. Contohnya Tustel, pilim yang berada didalam tustel itu masih kosong, lalu tustel tersebut diarahkan kesuatu benda yang ingin dituju dan dipetik kemudian gambar langsung tertinggal difilm tersebut. Itulah anganangan yang tertinggal dipikiran (tali rasa) karena tujuan secara paksa tadi maka semua tadi mempunyai kurang kekuatan (jaminan) seperti contoh dibawah ini;
Tidur terlentang dengan kaki lurus saling bertimpahan lalu mengatus nafas sambil berzikir, karena dipaksa atau kaki yang saling tumpang tindih badanpun merasa kurang enak, bahkan kakinya terasa kebas atau kesemutan lantas hal ini dianggap mulai mendapat wahyu dan Shalatnya diterima.
Sebenarnya darah yang mengalir keseluruh badan bisa saja agak tersumbat yang mengakibatkan kaki dingin seperti disiram air sewindu. Kemudian
dibatin sambil memikirkan pengalaman dari cerit-cerita, kata guru atau kata buku yang menjadi pedoman.
Mengatur pernafasan sama dengan memerintah. Sebenarnya batin masih memerintah (mengatur nafas) sendiri, karena batin masih digunakan memerintah hal ini bukan Shalat tauhid melainkan melatih nafas.
Zikir (Mengingat Allah) itu semakin jelas , pikiran harus tentram tidak diperintahkan mengingat-ingat artinya pikiran terus diperintah terus bekerja, menggerakkan bibir untuk berbisik-bisik. Pekerjaan ini sama saja dengan mendiamkan tali rasa untuk mengaliri daya piker. Dalam islam pekerjaan ini disebut syirik dan harus dijauhi karena membahayakan diri.
B. Persemadhian (Shalat yang tidak Berbahaya)/Raja Yogha.
Tujuan Semadhi (Shalat tauhid) adalah untuk mengetahui gaibnya alam semesta, harus menggunakan kodrat dan iradat. Untuk itu harus menggunakan alat-alat sendiri. Mengerjakannya harus mengetahui pengalaman-pengalaman yang belum pernah diketahui. Buktinya jika masih ada yang kita lihat didunia ini berarti namanya bukan gaib. Tetapi apa saja yang telah direkam oleh pikiran (rasa jati) saja, tetapi jika mengetahui apa yang tidak ada didunia baru bisa dikatakan mengetahui gaib dan sebenarnya tujuan Shalat khusuk tadi hanya untuk menentramkan gerak astendrio (pikiran). Jika pikiran sudah tertram benar, yang bergerak adalah rasa jati/Rohani (roso eling). Ditingkat pembangunan jiwa (roh)yang masih hidup adalah rasa jati kita sendiri, Sebenarnya persemadhian (Shalat khusuk) itu menjadi tujuan, maka pekerjaan itu berusaha agar tujuan tadi tidak terhalang oleh rasa tidak enak, seperti pekerjaan yang memaksakan diri, yang baik dan cocok untuk saling menjaga diantara cara-cara dengan seenaknya, mau telentang, rukuk, sujud bisa saja asal bisa. Karena bebas dan tidak terikat jadi pekerjaan itu lebih enak dan memuaskan. Yang penting berusaha untuk menentramkan Tri Indra (pikiran, perasaan dan keinginan). Shalat tanpa tekad sama dengan pergi tidur, pikirannya berhenti sendiri (tentram sendiri / ketiduran), karena pikiran berhenti (tentram) karena capek mata ngantuk, jadi tidur itu Kodrat, itu bukan tujuan kita.
Semadhi (Shalat tauhid) iti dikerjakan oleh para ahli Ma’rifat (Arifin dan aulia). Semadhi (shalat daim) pekerjaan sebelum tidur untuk menentramkan pikiran (mengendalikan pikiran) dari semangat kemauan, itu bukan pekerjaan yang mudah, sebab shalat tadi untuk menegakan Rohani dengan Roh Jasmani (Rasajati-jawa). Kalau dipewayangan seperti Khrisna Gugah (membangunkan Khrisna), itu sebenarnya menghidupkan Rohani dengan Roh jasmani (Rasajati). Bagi orang yang shalat Syari’at ataupun Ma’rifat puasa itu berguna sekali, karena nafas itu tergantung kebisaaan yang sudah terlatih dan diatus, lama-lama teratur sendiri lebih baik, karena batin tidak ikut-ikut, nafas itu sudah Kodrat.
Semadhi (At’tauhid) itu hanya dikerjakan oleh orang ahli Ma’rifat (Arifin dan Aulia), dan semua pelajaran itu hanya tentang peraturan. Keterangan selanjutnya hanya bisa menerangkan yang tidak bisa dipaksakan. Shalat Ma’rifat atau Semadhi bagi yang ada 2; Mengheningkan cipta dan Mengosongkan cipta;
1. Mengheningkan cipta atau belajar Semadhi (shalat Khusyuk), pekerjaan itu sulit sekali, sebab yang menjalankan harus tidak mengingat apa-apa saja keadaan lahir batin. Caranya ada yang melihat apa-apa yang bisa dilihat, itu hanya untuk melupakan yang dipikirkan.
2. Mengosongkan cipta (mengendalikan pikiran), pekerjaan itu tambah sulit, sebab disitu harus menghilangkan pengalaman indra yang mengingat-ingat Keadaan, disitulah timbul pikiran macam-macam, yaitu pekerjaan pikiran orang hidup, sebab hidup itu mempunyai perasaan. Semua keinginan ikutikut bicara (terpikir), harus sedikit demi sedikit dihilangkan melalui membaca zikir terhadap Allah, oleh karena Allah itu tidak bisa dijangkau (Layu Kayafu), maka dalam zikir harus tidak mengingat apa-apa, perbuatan itu mengkhusyukan dengan Dat (Layu Kayafu).
Pekerjaan seterusnya tentang zikir itu umpamanya begini; zikir itu harus mengucapkan lafal bermacam-macam menurut keyakinan sendiri-sendiri,
ada yang mengatakan “hidup.. hidup”, ada yang mengatakan “ham.. ham”, zikir itu Napi isbat, yaitu mengucapkan “Laillah haillalah” dan dimengerti benar-baner, artinya tidak ada Tuhan, melainkan Allah (ilallah), maksudnya menetapkan adanya ilallah (isbat). Zikir itu lama-lama tidak tergantung dengan yang mengerjakan, apa perlu dihitung atau tidak, itu sama saja. sesudah mengucapkan lafal tadi berulang kali atau tidak, lalu diteruskan mengucap “ilallah .. ilallah..”, atau mengucapkan musbitnya saja, umpamanya; “Allahu.. Allahu..”, atau “hu.. hu.. hu.. “, seterusnya sampai lelah, lalu tidur. Sarana itu akan mendapat yang diinginkan.
Kerjanya tidak perlu dipaksa, jika dipaksa menjadi bosan, sebab mengejar supaya cepat mengetahui terkabulnya menjalani, dan kekuatan Rohani dan Jasmani. Seperti tersebut mengharap-harap sampai sebulan atau setahun atau sekali seumur hidup, tergantung rahmatnya.
Mengerjakan shalat Ma’rifat atau Semadhi harus tetap menjalankan shalat lima waktu, berdasarkan pasrah dan ikhlas. Sewaktu mau zikir tujuannya harus satu, ingin membuktikan intisari ajaran Tauhid, menyatu (nyuwijijawa), maksudnya zikir itu mengingat kata-kata (lafal) tetapi mengingatnya hanya untuk dasar pertama menghilangkan pikiran yang kesana-kesini yang selalu teringat.
Karena tujuan Tauhid hanya untuk membuktikan gaibnya Allah (Layu Kayafu), maka yang penting dengan halnya zikir tadi, harus menyebut nama Allah yang mudah-mudah saja, yang harus mudah dipahami, bahasa Arab atau bahasa apa saja, disitu tujuannya hanya untuk menyatukan menuju Dat Allah ta’allah, yang penting mengosongkan gambaran-gambaran, perasaan yang dikerjakan oleh pikiran tadi.
Suatu perkumpulan kebatinan mempunyai ucapan zikir, itu kalau diteliti memang sudah benar dan mudah. Dan kata-kata hidup tadi karena adanya lafal, asalnya alam seisinya. Kosong artinya adanya hidup yang kuasa, jadi lafalan dikutip dari kata hidup, lalu untuk mengatur nafas keluar masuk. Kata-kata bahasa Arab disebut “hu Allah”, jadi ucapan hu dan Allah.
Karena di Wiridan bahasa jawa menerangkan adanya hidup, kuasa, lalu diucapkan kata “hu” dan “rip”, semua itu tidak menjadi masalah (bebas), yang penting menyatu (At’tauhid) kepada Dat Allah. dan orang mempunyai tujuan nyembah kepada Allah itu tidur, bangun, makan dan kerja harus ingat. Seperti keterangan lagu jawa (sinom) dibawah ini;
Ing dalu kelawan siang = dimalam dan siang hari, Lan inget sakjerone ati = dan mengingat dalam hati, Aywo lali Hyang Widi = jangan lupa pada Allah, Ing siang kelawan daluh = disiang hari dan malam hari, Ojo nyipto piyambak = jangan menciptakan sendiri-sendiri, Dingin mangke pribadi = dulu dan sekarang sendiri, Dunyo ngakhir kelawan yang sukmo = dunia akhirat dengan Allah.
Bab 10
PENGALAMAN SHALAT MA’RIFAT (SEMADHI)
Karena pokok utama Semadhi (shalat Ma’rifat) hanya untuk menentramkan pikiran (astendriyo-jawa), kalau sudah tentram sementara, dimata seperti tidur-tidur ayam atau pejam mata lalu ada rupa-rupa atau gambaran sepintas lalu tidak terang dan selalu berubah warna, terkadang getaran, ada bayangan-bayangan yang tidak jelas, berarti pikiran belum tentram betul, lalu penglihatan rosojati (roh jasmani) masih belum sempurna.
Gambaran-gambaran tadi semua penglihatan gaib, yang keluar dari badan sendiri, tidak dari mana-mana, dan leadaan itu terpaksa dianggap mengetahui gaib, lalu diterima dengan baik dan dirahasiakan.
Semua itu salah terima, menjadikan tidak benar (kesasar), salah arah. Gambaran-gambaran tadi hanya rekaman pikiran (tabet/warono-jawa) dari kerjanya perasaan (astendriyo-jawa) yang tiga banyaknya; 1. Keinginan; 2. Angan-angan (krentek-jawa); 3. Pikiran.
Di Wiridan pengalaman dan gambaran-gambaran tadi disebut Kijab (tirai pembatas) yang timbul dari kemauan nafsu. Jadi jangan dianggap gaib, sebab itu tadi banyak orang-orang yang cenderung dengan pengalaman tadi, lalu diubah-ubah (kutak-katik-jawa) cocok apa adanya, hasilnya menerima apa adanya.
Keterima (diterimanya) shalat tadi lama, dan pengalaman tadipun lama, dan akan mencapai kepada pengalaman-pengalaman yang sangat berbeda dengan pengalaman-pengalaman yang diatas, pengalamannya rasanya sendiri yang menakut-nakuti (jumpa katak membawa senjata, kelabang, ular sebesar bantal dan lain-lain).
Jalannya pengalaman-pengalaman tadi begini : badan seluruh tubuh merasa ada semut berjalan, wajah merah semacam digigit semut, dan tubuh kita seperti ada ular berjalan, diperasaan seperti akan kita garuk (kukur-jawa), dipunggung terasa geli, dan tubuh seolah-olah akan terbang, dikepala pusing seperti mau pecah, ada suara seperti petir, kebanyakan orang takut langsung dibatalkan niatnya, karena seperti benar-benar ada, lalu langsung takut, lain waktu dicoba lagi. Ada pengalaman-pengalaman lagi yang sangat menakutkan; umpamanya ada ular keluar dari ibu jari, langsung naik keatas menaiki perut, langsung ketenggorokan (leher), naik lagi keatas seperti mau
menelan kepala kita, semua itu seperti benar-benar ada, karena jiwanya lemah langsung batal dan bangun. Semua yang menakut-nakuti para yang mengerjakan shalat Ma’rifat, jika sendirian lalu bangun, lari dan pingsan, jika kurang waspada bisa mati. Jika bisa lulus bisa disebut bisa membuka tirainya (Warono-jawa), dan tidak tidur, tidak terjaga, tidak lupa dan tidak ingat, itu baru disebut Ma’rifatnya Hakikat (belum Ma’rifatnya Ma’rifat / At’tauhid). Biasanya melihat cahaya terang tanpa batas, hanya sekejap mata seperti kilat, bahasa Wirid disebut Samudra Luas (Alam laut). Jadi disitu pengalaman Hakikat meninggalkan dalam keadaan tidak merasakan apa-apa; karena itu pengalaman sebenarnya belum bisa apa-apa, terkabulnya harus menghilangkan perasaan, dan harus merasakan aku sudah At’tauhid (nunggal sawiji-jawa) tingkatan Ma’rifat.
Selanjutnya seperti apa keadaan gambaran-gambaran Ma’rifatnya Hakikat itu; keadaannya beda yang menjalani beda pula alamnya, jadi jika digambarkan sama dengan orang tidak pernah merokok ditanya rasanya, tentu tidak bisa dijelaskan rasanya, Jadi yang mengetahui yang menjalani (situkang merokok).
Pengalaman selanjutnya akan diterangkan keadaannya berdasarkan pengalaman pada Dalil dan Hadist :
1. Di pedalangan ada kata-kata; mencari ilmu harus di wejang bagi Bharata Sena dengan Dewa Ruci, setelah Bharata Sena menerima ilmunya Dewa Ruci, Bharata Sena langsung senang sekali (Katrem jiwanya-jawa), di alam perjumpaan dengan Dewa Ruci.
2. Dalil dan Hadist menceritakan perjumpaannya Nabi Musa as. dengan Nabi Khaidir, Nabi Musa menerima wejangan-wejangan dari Nabi Khaidir, tetapi sebelum tamat, Nabi Musa sangat ingin bertanya ingin menegetahui semuanya rahasia itu. Sebelumnya Nabi Musa sudah dijanji tidak boleh bertanya apa-apa selama diwejang, contoh itu nyata disebut 1 dan 2, keterangannya selanjutnya berdasarkan Al-Qur’an Nul Qarim, Al-hadist,
buku-buku pedalangan suluk Dewa Ruci. Firman Allah Qur’an surat Al-Kahfi : 65 ;
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Allah, yang telah Allah berikan kepadanya rahmat dari sisi Allah, dan yang telah Allah ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Allah”
Pengalaman-pengalaman yang akan jumpa di Dalil dan Hadist, keterangannya di Nomor 1 seperti diatas. Pokoknya shalat Tauhid, shalat Ma’rifat (Semadhi) membangunkan jiwa yang hidup memakai alat Roh Jasmani (rosojati-jawa), pekerjaan itu bisa dikerjakan sembarang orang tidak melihat apa ilmunya (gebengannya-jawa), yang penting bisa menentramkan pikirannya (astendriyo-sansekerta), berhentinya pikiran (astendriyo) mengadakan suara dan pengalaman macam-macam yang sebagian besar jalannya darah (tali rasa – jawa), umpama jalannya darah bisa teratur, astendriyo bisa berhenti (lerem-jawa), lalu bisa mengetahui apa-apa tanpa mata. Sesudahnya mengalami macam-macam tanpa mata, berhentinya pikiran, lalu terdorong oleh berdirinya (jumeneng-jawa) Roh (jiwa) yang hidup memakai Roh jasmani (rosojati-jawa). Dan rosojati (Rohani) itu melihat dengan terang, tidak bisa ditipu dengan kemauan Panca indra (nafsu). Jadi rosojati (Rohani) yang bisa melihat terhadap alam gaib tanpa memakai alat apa-apa. Karena yang mengerjakan masih segar bugar, seluruh pengalaman masih bisa diingat dan ditafsir, dan shalat Ma’rifatnya sudah selesai.
Menyimpan pengalaman-pengalaman membangun Roh hidup seperti disebut diatas, lalu ada pengalaman lagi yang menarik pikiran menjadi tenang dialam itu, yaitu penglihatan rosojati (Rohani) mengetahui jiwanya sendiri dikata-kata ilmuwan (Wedaran wirid), mengetahui diri sendiri atau bayangan putih (mayang goseto-jawa) seperti cerita Dewa Ruci selagi Brata Sena menjumpai Dewa Ruci ditangah samudra (alam luas), dan warna saudara sendiri (Roh Jasmani) ditafsirkan putih bersih, ada lagi ada tandanya aksara Alif dikeningnya, warna-warna tadi jernih dan keruhnya seperti keadaan diperut.
Karena warnanya seperti yang melaksanakan shalat Ma’rifat (semadhi), di pedalangan Dewa Ruci kecil, kerdil dan brata Sena tinggi besar seperti raksasa. Dialam perjumpaan merasa diwejang (diberi petunjuk) macammacam. Jadi pasti ada seperti menyerupai dirinya, lalu tidak mau balik; terpukau senang dan betah (kerasan/katrem-jawa), disitulah adiguna (kekuatan) seperti kekebalan, dukun, pawang, hipnotis dan kekuatankekuatan gaib lainnya, tinggal memilih apa-apa yang dikehendaki, semua itu sebenarnya bukan tujuan utama menimbah ilmu Allah yang disebut Innalillahi wa innaillaihi rajiun (asal mula nira-jawa). Tetapi pengalamanpengalaman itu semua penghalang, sama dengan kalau kita menghitung angka 10 (sepuluh) pasti melalui angka 4,5,6,7 dan sebagainya. Jadi umpama terpikat dengan pengalaman-pengalaman tadi (tujuan utama) atau membuktikan At’tauhid dan hambatan-hambatan yang berbahaya bisa menyebabkan balik arah. Dewa Ruci mengatakan; bila Brata Sena memang benar menghendaki diam disitu, sebab alam itu jauh dari sakit, susah, dingin dan panas, tentram nikmat seperti disurga. Kebaikan Dewa Ruci (guru yang benar) melarang Brata Sena untuk tinggal disitu, karena Brata Sena masih mempunyai keinginan, jadi Brata Sena belum sempurna (belum Innalillahi wa innaillaihi rajiun), karena Brata Sena masih dibebani keduniaan. Para Ahli Ma’rifat (semadhi) tadi yang masih mempunyai keinginan tidak bisa At’tauhid (nyuwiji-jawa).
Pengalaman-pengalaman tadi hanya bunga-bunga yang menuju yang satu (Allah), pasti harus kita lalui sebagai percobaan kuat atau tidak. Kalau kuat menghalau godaan-godaan lahiriah, maka bisa lulus ke Innalillahi wa innaillaihi rajiun (pulang keasalnya/Islam). Diketerangan-keterangan ini ada 2;
1. mengetahui pada keterangan-keterangan tadi bisa menambah kekuatan menuju Islamu (Islam sejati), dan menjadi terbukanya pikiran (astendriyojawa) semakin terang jalannya menuju menyatunya hamba Allah, dan menambah kekuatan menuju kepada Dat Wajib Adanya.
2. Mengetahui tentang rahasia-rahasia diatas untuk menjaga jangan sampai lupa menyembah kepada Allah, jangan balik arah menuruti kemauan nafsu.
Selanjutnya membicarakan tentang ayat suci diatas, Qur’an surat Al-Kahfi : 65 ; Kata Hamba itu artinya umatnya Allah, seperti Malaikat, Syetan, Jin, Manusia, Binatang dan sebagainya, seperti yang tidak nampak oleh mata disebut Molekul-molekul (atom, oxygen dll) , walaupun roh itu ciptaannya Allah juga. Astendriya (pikiran) itu umatnya manusia (alatnya manusia). ayat-ayat tadi jika diteliti dengan pengalaman-pengalaman cahaya terang benderang (bayangan putih bersih) yang luhur tadi bukan orang, tetapi Dewa Ruci terhadap Brata Sena (cerita pedalangan) atau saudara sendiri yang luhur dan cerdik, yang nampak didalam semadhi (tauhid), makhluk gaib-gaib ciptaan Allah, jadi hidup seperti diri kita sendiri, kita jumpai seperti Malaikat dan Rasajati (Rohani). Maka yang mengajarkan seperti Dewa Ruci di Pedalangan, yaitu Nabi Khaidir dan Nabi Musa as. terhadap junjungan kita Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril, jadi kata-kata Nabi itu supaya mudah menerangkan tentang ilmu tadi. Di surat Suluk dan Wirid Brata Sena dan Nabi Musa jumpa di samudra luas, kata samudra; terang bendarang seperti samudra tanpa batas.
Di surat Wirid atau Suluk pasti ada cerita tentang Sunan Kali Jaga yang bertapa ditepi samudra (Syeh Malaya), Syeh Malaya juga ditepi samudra, itu hampir sama. Kata samudra adalah alam yang bebas yang tidak bisa dilihat (tanpa batas).
Pengarang buku-buku Suluk dan Wirid, semua menceritakan pengalamanpengalaman tentang shalatnya sendiri (shalat Ma’rifat), pasti semua ditengah-tengah samudra, karena sudah ada yang mengaturnya (Allah SWT), seperti disebut di kitab Al-Qur’an surat Al-Kahfi : 65; artinya shalat Tauhid (Ma’rifat) yang seperti apa saja pasti melalui alam terang benderang (alam tanpa batas). Kutipan dari buku Suluk Syeh Malaya dan sama jumpanya Sunan Kali Jaga sewaktu diwejang oleh bayangan putih; “sang pandita cepat jalannya, ditempat Bonang padepokan, ternyata cepat-cepat, sudah sampai dipesisir samudra, jalannya Syeh Malaya (Sunan Kali Jaga) tujuannya naik haji ke Mekah, jalannya salah arah, terkadang samudra sangat jauh, jauh
sekali tanpa batas, tercengang seketika, ditepi samudra, ternyata tadi yang datang, yang menguasai Jagad raya (tidak tahu arahnya)”; itu jalannya yang ditunjukkan (digambarkan dipedalangan) sewaktu Brata Sena menempuh hutan belantara banyak perampok (diantara banyak perampok), Brata Sena bukan ibarat Jasmani, tetapi ibarat batin (hati), tekad (semangat).
Setelah naik setingkat dengan cara Tauhid (Semadhi), langsung jumpa dan terbuka apa yang menghalangai godaan sendiri, seperti hawa nafsu yang berbekas di indra (pikiran), karena semua sudah terbuka dengan cara shalat Ma’rifat (semadhi) lalu melihat cahaya yang sangat terang yang tidak pernah dilihat didunia ini, luas seperti samudra yang tidak ada batasnya (tetapi tidak merasakan apa-apa).
Selanjutnya begini, Qur’an surat seperti yang diatas yang ingin mengetahui; “Syeh Malaya sedih, ingin tahu Hidayat (petunjuk, taufik, anugerah), tanpa tempat tanpa nama, jiwa menjiwai, tersimpan, kapan jumpanya, kalau tidak dapat anugerah baik, kecuali dapat ijin Yang Maha Kuasa, ternyata Sunan Kali Jaga ditengah samudra jumpa, masih tenang saja, ucapan Nabi Kilir, ayat Qur’an dan Hadist mengatakan nama tadi, datang tanpa tujuan, berkata pelan-pelan”, syair tadi tembang jawa, asalnya dari para sarjana yang sudah mencapai Hakikat (Ma’rifatnya Hakikat).
Selanjutnya Wiridan tadi; Syeh Malaya (Sunan Kali Jaga); ada apa pekerjaanmu, datang kemari, apa tujuanmu, kemari ditempat sepi, tidak ada yang indah, dan tidak ada yang dimakan, tidak ada pakaian, meliputi Jagad raya pelan-pelan berbicara, batas disini ini, banyak bahayanya, kalau tidak mengadu nyawa, pasti tidak sampai disini, disini sepi semuanya (sunyi senyap), jadi dikatakan panca baya (lima bahaya), itu tujuan bagi kasunyatan (kenyataan), bahwa sudah dapat dari guru, supaya dapat membuktikan shalat tauhidnya (semadhi), tetapi jika tidak waspada dan sentosa jasmaninya mengakibatkan kematian.
Selanjutnya dandang gula (arum manik-jawa); cepat datang kemari dengan Syeh Malaya, menyatu dibadanku, Syeh Malaya semakin menghadap dan tertawa, tidak menangis; katanya pelan-pelan, dengan bayangan paduk kecil
(Dewa Ruci dan Brata Sena), kami tinggi besar, tubuh kuat perkasa, dari mana jalannya saya masuk, jari kelingking apa muat, Nabi Kilir berkata pelan-pelan; besar mana dunia seisinya dengan gunung, samudra dan dasarnya, tidak sempit untuk masuk, didalam gambaranku, Syeh Malaya mendengar, lebih takut mengatakan, kepada yang menguasai Jagad Raya, intisarinya perjumpaan bayangan dengan yang shalat Ma’rifat (semadhi) dan yang membuktikan itu si Hati, karena pengalaman tadi masih pengalaman Hakikat, sebenarnya para ahli Yogi, Nabi, Wali, Mukmin, dan siapa saja masih memakai bayangan-bayangan, pasti mempunyai perasaan, artinya belum menyatu (nyuwiji-jawa/At’tauhid-Arab).
Jadi arti keterangan diatas, artinya pada waktu itu, walaupun Wali masih sangsi-sangsi, buktinya bertanya, bagi yang diwejang dan yang memberi wejang itu dalam diri sendiri; ketika ada anak kambing (lontang-jawa) terengah-engah mencari Roh yang mulia menyatu orang Hakikat (diibaratkan/pasemon-jawa).
Jadi pengalaman yang gawat dan rumit itu pada hakikatnya karena mencari Datnya Allah melalui bayangan putih (penghalang/simpang empat);
A. Pengalaman Nabi Musa as. jumpa dengan Nabi Khadir di samudra, Nabi Khaidir menjadi pembicaraan sekitar tahun 1378 H, Al-Hadist Bukhari no.6 Bab. Pembicaraan para sahabat-sahabat sewaktu membicarakan perjumpaannya Nabi Musa dengan Nabi Khaidir, Hadist membicarakan para sahabat-sahabat tadi hanya mendengarkan pembicaraan Nabi Muhammad SAW saja. Ternyata kejadian sewaktu Nabi Musa as. masih hidup, beberapa ribu tahun sampai sekarang, kalau tahun Hijriah di tambah zaman Nabi Musa as., maka menjadi pembicaraan Nabi Khaidir jumpa dengan Nabi Musa as. yang dibicarakan dalam Hadist oleh Nabi Muhammad lebih kurang dikatakan :
Ibnu Abas menceritakan tentang tafsiran Hurr Bin Qais, siapa kawan Nabi Musa as. sewaktu jumpanya, Ubay cerita dengan Ibnu Abas dikatakan : kawan Nabu Musa itu memang ada dan saya mendapat keterangan dari Rasullullah. Pada suatu hari Nabi Musa as. berkumpul dengan orang-orang
Israel, lalu ada orang laki-laki bertanya kepada Nabi Musa as., Nabi Musa apa mengetahui orang yang lebih pintar dari padaku, Nabi Musa menjawab ; “ tidak”, seketika Allah memberi wahyu terhadap Nabi Musa as., orang lebih pintar yaitu hamba Khaidir, Dalil Al-Qur’an surat Al-Kahfi : 65 ; seperti diatas, cerita itu cocok sama dengan perjalanan Sunan Kali Jaga sewaktu jumpa disamudra (alam tanpa batas). Apa yang terpenting wejangan Nabi Khaidir terhadap Nabi Musa as.?, wejangan-wejangan yang diterima Nabi Musa terhadap Nabi Khaidir?, kalau dicocokan perjalanan Syah Malaya (sunan Kalli Jaga) dan Nabi Kilir, dan Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril, tidak beda sama orang yang kebetulan jumpa dengan saudara sendiri.
Diceritakan Dalil dan Hadist; bila Nabu Musa tidak kuat menerima wejanganwejangan Nabi Khaidir terbukti selalu bertanya walaupun tidak di ijinkan bertanya sewaktu menerima wejangan, sewaktu jumpa tadi tidak seperti biasanya, tidak bisa diterima akal pikiran, Nabi Musa selalu bertanya, itu menjadi tanda bahwa Nabi Musa masih tingkat Hakikatullah (belum Ma’rifat), bisa disebut masih merasakan (pangrasa-jawa), karena perasaan sama dengan hati, walaupun sebenarnya Hakikat itu tidak merasakan apa-apa, tetapi merasakan itu yang menerima adalah hati.
Dalam cerita umumnya,; Nabi Khaidir sewaktu mendayuh perahu yang dinaiki keduanya, Nabi Musa as. tercengang dan tanda tanya, yang membingungkan perjalanan sewaktu Nabi khaidir membunuh anak kecil, menurut hukum belum mempunyai dosa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya dan Nabi Musa tidak tahan menerima maksudnya, kejadian tadi itu tidak berbeda dengan perjalanannya Brata Sena, Syeh Malaya di surat Suluk. Nabi Khaidir membunuh anak kecil, jika diukur berdasarkan hukum agama, sipil, militer, internasional, ternyata tidak ada seperti itu dan pasti dihukum, akan tetapi karena hamba Allah Yang Maha Mengetahui itu memiliki Rasajati (rohani), Yang Maha Mengetahui dan juga mengetahui segala kejadian yang udah dan sebelumnya, itu tergantung yang menjalankan shalat tauhid (semadhi) dan diwejang Nabi Musa as sendiri, jika anak kecil tadi tidak dibunuh sekarang, nantinya akan menjadi penghalang kebaikan, itu salah satu wejangan atau sumpah, artinya waspada bagi orang yang mempunyai ilmu, jadi yang menerima pesan (wangsit-jawa) tadi Batin (Qalbu-Arab), jadi batin yang akan mencari.
Siapa saja yang mempunyai kewaspadaan (Sidiq-Arab) mengetahui sebelum terjadi, tanda-tanda menerima rasajatinya atau kalbunya, dan artinya oleh karena rasajati sama dengan bayangan sendiri yang nampak, siapa saja bisa meminta atau menyuruh bayangan tadi.
Pengalaman tadi yang bisa menghanyutkan tujuan semula (seperti alat bantu / perewangan-jawa), jadi anak kecil tadi adalah perewangan atau makhluk yang membantu kita, itulah sebabnya harus dibunuh (disingkirkan).
Di suruh membunuh anak kecil, sama dengan cerita Ramayana; Prabu Rama membunuh Subali (raksasa), umpama jika Subali tidak dibunuh, di masa depan menjadi perusak dunia. Sama dengan bayangan sendiri (bayangan putih), jadi keterangan diatas kalau dikerjakan pasti mengherankan, karena tidak umum bagi yang mempunyai keluarga (mempunyai anak).
Kebanyakan ahli Ma’rifat sudah mengetahui sebelum terjadi, karena mempunyai pikiran luhur dan suci, apa ayang mau dikerjakan disamakan dengan keadaan, tetapi tidak mau mendahului kehendak Allah, semua yang akan dikerjakan itu milik Allah, sama dengan “ya Allah ya Aku”.
Dengan keadilan Allah; Allah memberi anugerah tidak main-main, dibunia tidak ada ukurannya. Semua bisa dimiliki, umpama orang sudah bisa menyingkirkan penghalang (warono,kijab kawulo lan Allah-jawa); perjalanan itu bagi Nabi Muhammad disebut Jibril, pada suatu hari Malaikat Jibril menampakan diri pada Nabi Muhammad, serta berbicara; “hai Muhammad, pilih mana, keluhuran atau kekayaan?”, karena Nabi Muhammad waspada (waskita-jawa), pembicaraan Jibril langsung ditolak, tujuan Nabi Muhammad tetap satu, yaitu Innalillahi wa innaillaihi rajiun (Islam yang sempurna); asal dari Allah kembali (pulang) ke Allah.
Karena yang nyata tujuannya dan ilmu At’tauhid (nyuwiji-jawa), jadi ilmu itu amalannya menyatu dengan Dat Allah sampai kenyataan adanya Layu Kayafu (tidak bisa dijangkau, menyaksikan, mengetahui dan melihat).
Didalam shalat Tauhid, bagian-bagian keterangan diatas hanya satu tingkat saja yang dijalankan, apa bisa menyatu dengan keadaan Dat yang tidak bisa dijangkau (layu kayafu) ataupun Tari’kat dengan kekuatan gaib itu tergantung yang mengerjakan.
Selanjutnya menerangkan rahasia ayat suci Al-Qur’an Al-Araf : 29 ;
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.” Dan (katakanlah):
“Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya).”
Jangan sampai membicarakan yang tidak berdasarkan Dalil ataupun pikiran yang jernih, mudah-mudahan nanti memiliki pengetahuan tentang rahasia yang bertahun-tahun masih dirahasiakan :
1. Sembahlah Allah; sembah itu menuju hamba dan Allah melalui Ma’rifat dan yang bisa membuktikan hanya yang menjalani sendiri. Jadi umpama dihitung menyembah berdasarkan tingkatan tadi hanya At’tauhid (Ma’rifat) dan menyatunya hamba dan Allah, terang-terangan saja tidak bisa ditulis atau dijelaskan, dan penyembah tingkat Sa’riat, Ta’rikat, Hakikat itu hanya jalan menuju Ma’rifat (Islam).
2. Dengan mengikhlaskan agama kepada Allah, kata Ikhlas itu menyatakan bekerjanya Dat dan keadaan Dat. bekerjanya dat bisa berpikir, nafsu, berusaha hanya menjalani, bisa dikatakan tidak ikut memiliki. Jelasnya memberi kepada orang lain sekedar ikut geraknya Dat (Allah) Yang Maha Pengasih, karena Allah itu sifatnya Maha Pengasih, maka manusia memiliki watak asih. Sifat sayang itu cahayanya sifat Dat yang wajib. Dat yang wajib,
dia menampakan sifat Kasih melalui orang, dan orang bersedekah kepada sesamanya. Jadi Ikhlasnya menyembah yang benar itu tidak mempunyai tujuan iri hati, keinginan-keinginan yang melalui tujuan itu sudah hilang, karena Ikhlas bagi agama apa saja bisa tercapai.
3. Sebenarnya Allah memulai kejadianmu; pertama bila diukur ukuran dunia, ialah bayi yang dilahirkan. Intisari perkataan pertama terjadinya bayi lahir itu tidak mengetahui apa-apa (tidak merasakan apa-apa) tetapi hidup. Sebenarnya bayi lahir iti contoh Dat yang tidak bisa dijangkau atau keadaan Kosong (suwung-jawa), yang bisa membuktikan orang hidup contohnya seperti bayi yang baru lahir tidak mengetahui apa-apa. Seharusnya ada yang tanya, kenapa tidak bisa begitu lagi, kalau ingin seperti itu lagi harus pakai ilmu, oleh karena orang sudah ditutupi pembatas (nafsu, warono). Bayi lahir tidak mempunyai nafsu.
4. Begitu kamu kembali kepadaku; itu ayat untuk mengatakan, artinya contoh bayi lahir dalam keadaan Ma’rifat. Sebenarnya itu contoh merasakan lahir sama dengan rasanya orang Ma’rifat, begitulah nanti kalau pulang ke Allah (Innalillahi wa innaillaihi rajiun), rasanya seperti sewaktu dilahirkan kedunia, yaitu yang disebut kekal (abadi), Baqa (nirwana-Budha), alamnya Dat kembali keasalnya sebelum ada apa-apa.
Dan ada pertanyaan; jadi yang disembah tidak ada apa-apa, tidak nampak, tidak bisa dilihat, salah jawaban bisa salah arah, kalau memberi keterangan hanya berdasarkan pendapat orang tua-tua dahulu, sebenarnya akal dan pikiran harus meneliti kata-kata (saya tidak mengetahui atau tidak bisa membayangkan), karena sudah ada Dalilnya kalau kamu ingin menghadap Allah harus seperti bayi lahir yang tidak tahu apa-apa, tetapi bayi itu tetap hidup. Yang hidup nanti, jika sesudah dewasa yang menyabut-Nya, tetapi kalau menyembah kosong (suwung) diatas sudah diterangkan. Dat yang tidak nampak (Layu Kayafu) tidak bisa dijangkau oleh apapun walau tidak nampak, tetapi bisa menciptakan Jagad raya (alam semesta) dan seisinya, jika berkata Qun Fayakun; terjadi semuanya.
Keterangan yang bersangkutan dengan ilmunya Syeh Siti jenar, berani menyatakan “Allah itu Aku”. Karena Dat yang tidak bisa dijangkau (layu kayafu) sama dengan tidak tahu, bisa jadi para Wali di tanah Jawa benci semua terhadap Syeh Siti Jenar, karena Ikhtikat mengaku Allah, Syeh Siti Jenar; yang penting dianggap unggul. Syeh Siti Jenar mengaku “Aku tidak Tahu”, karena memang Allah itu tidak bisa dilihat oleh alat apapun”, keterangannya begini; bisa jadi Syeh Siti Jenar sudah memahami atau yakin benar terhadap rahasia Al-Qur’an surat Al-Araaf : 29; mengatakan dat Allah tidak bisa diketahui atau tidak ada untuk ukuran dunia, itu memang benar, artinya mata tidak bisa melihat, tetapi ukuran perasaan (Qalbu) harus mencari.
Menurut surat tersebut diatas; umat-umat itu kalau mengetahui lahir didunia itu tidak tahu apa-apa, yang bisa membuktikan hanya para Ma’rifatullah, kira-kira zaman dahulu Syeh Siti Jenar, walaupun menjadi Wali, ternyata masih mempunyai sifat lupa, kata lupa itu tidak salah sangka, hanya waktu tidak ingat. Syeh Siti Jenar mengatakan; “Dat yang tidak nampak tetapi kuasa (wenang-jawa)”. Sebahagian orang mengatakan “Allah itu aku”, karena rambut sampai putih semua, badan sudah bungkuk, mencari Dat pasti tidak jumpa, karena tidak bisa dijangkau (layu kayafu).
a. Shalat lima waktu puji zikir, pasta tyas karsanya pribadia, bener luput tanpa dewa, sadar panggung tertamtu, badan alus munakarti, ngendi ana yang sukma, kejaba mung ingsun, ngider daya cakrawala, luhur langit sapto bumi durung manggih, wujud Dat kang mulya.
b. Syeh Siti bang menganggep Hyang Widi, wujud kang kasat mata, sarupa kadia dewa, ing sipat wujud, lir wewujud baleger tan kala, warnanya tanpa ceda, mulus alus lurus kang nyata tan wujud dora, lirnya kidam dihin jumeneng tan keri, sangking pribadi nira.
Pengarang surat (buku) Syeh Siti Jenar tadi pasti orang yang masih tingkat Hakikat, atau masih belajar, bukan ahli Ma’rifat, karena berani mengatakan benar salah tidak sendiri, itu orang yakin benar bila kekuasaan Dat itu
berada padaku, dan kalian semua, yang menyatakan dan membenarkan diri sendiri, pengarangnya sudah bisa mengoreksi diri sendiri.
Kata “badan halus munakarti”, artinya kepercayaan berubah-ubah, itu dikendalikan oleh badan halus bergerak sendiri (Qiyamuh Binafsihi). Orang yang kurang paham, badan halus yang bisa menggerakkan dianggap keinginan, pikiran, kemauan, jadi Allah dianggap kemauan pikiran atau keinginan, dan dimana ada Allah kecuali ingsun (aku) pasti benar karena Allah tidak nampak, tidak bisa dijangkau (tan kena kinaya ngapa-jawa). maka pengarang itu menyatakan jiwa itu sama dengan aku (ingsun-jawa).
Keterangan sifat 20; orang itu yang memiliki Dat, jadi jiwa kalau disamakan aku (ingsun-jawa), itu benar. Karena orang mempunyai bayangan Dat, sifat 20, jadi aku itu bukan Allah, tetapi hanya bayangan saja. Walaupun sama tetapi tidak mempunyai sifat kuasa (wenang-jawa), tidak bisa menciptakan apa-apa.
Keterangan tembang dendang Gula tadi; kesalahan terletak pada kata aku sama dengan Allah, maka ada kata; “sapta bumi belum jumpa bentuknya Dat yang mulia”, pengarang buku Syeh siti Jenar mengakui; wujudnya ingsun (aku) tidak pernah jumpa (dilihat), tetapi batinnya mengakui ada, yaitu Dat yang mulia.
Selanjutnya wujud yang tidak terlihat oleh mata kepala, itu benar, sama dengan dia. Kalau salah tafsir lalu mengakui pengalaman Mayangga Seta (bayangan putih) Allah. sebenarnya sama dengan dia itu Dat sifat, Widhatul Wujud (menyatu dengan sifat-Nya) atau Kata-kata satu tidak dua, itu benar, tujuan pengarang; widhatul wujud, mengartikan hamba dan Allah itu satu. Pendek kata secara singkat Bak atau kolam yang berisi air, lalu ada bayangan matahari didalam air (lihat Bab 3). Dan yang dikatakan wujud (ada) tetapi tidak bisa dilihat, tetapi ada (wujud).
Jadi pengarang buku Syeh Siti Jenar itu tidak mau mengakui kata Siti Jenar, lalu tidak sependapat. Jadi Syeh Siti Jenar benar, karena kita lahir tidak tahu
apa-apa (dalilnya Allah). rasa mneyatu (At’tauhid) yaitu sewaktu kamu Innalillahi wa Innaillaihi rajiun, sama dengan sewaktu kamu dilahirkan kedunia tidak mengetahui apa-apa. Kalau mau membuktikan Islam lah (Ma’rifat). Kalau keterangan itu kurang jelas, jadi ilmu itu kalau sudah merasakan tidak tahu, semua itu harus dibuktikan melalui keyakinan dan shalat Khusyuk.
B. Cerita Nabi Musa as. jumpa dengan Dat Allah, nyata atau tidak ?. Nabi Musa as itu tidak pernah menduakan Allah, walaupun Nabi-Nabi; Daud, Yusuf, Ibrahim, Isa dan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya sama-sama mencapai Islam, akan tetapi cara lahirnya; ajaran-ajaran yang disebarkan (agama) yang berbeda-beda:
Al-Qur’an surat Al-Araaf : 29 dan 143;
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.”
Benar dan salahnya harus dipikirkan secara jernih, rahasianya ayat-ayat Qur’an itu kalau kurang berpikir dan kurang pengalaman bisa menjadi salah terima (mengartikan). Bagaimana kalau diteliti secara lahir dan batin (positif dan negatif) Nabi Musa as. menurut ayat mengatakan secara jujur, mengakui tidak pernah melihat Dat Allah. Para Nabi, terutama Nabi Musa as. dikatakan umumnya dikatakan umumnya (tidak tahu), dan mengakui tidak mengetahui benar tentang Allah. jadi Para Nabi dan para Wali Allah zaman dahulu tidak pernah mengetahui Allah. kata
melihat ternyata diayat-ayat tadi, bukannya melihat dengan mata, tetapi melihat secara Ma’rifatullah. Dan kata gunung; kata ilmu disebut Jabal (arab), dikitab Injil disebut Gunung Tursina. Umpama diteliti dengan pikiran yang jernih pasti tidak masuk akal, karana rahasia ayat tadi diumpamakan; gunung itu orang atau sebahagian badannya, seperti Gunung (hidung), kenapa langsung mengatakan Hidung?, orang didunia memang melihat gunung asli (benar-benar gunung), jawabnya pertanyaan itu terdapat pada ayat diatas; “kalau gunung itu tetap ditempatnya baru bisa melihatku”. Rahasia Hidung itu kalau bergerak-gerak pasti tidak diam, maka Allah mengawasi tetap ditempat, jadi kalau orang zikir goyang-goyang kepala, pekerjaan itu tidak boleh, harus tenang ditempatnya, harus Khusyuk, Semadhi, Tauhid. Oleh karena itu lalu dinyatakan pada zaman dahulu sudah ada shalat Tauhid, shalat Khusyuk (nyuwiji-jawa), jadi zikir (tasbih) itu harus tenang, jangan goyang-goyang, tenang itu supaya bisa Khusyuk, dan cepat mendapat petunjuk Allah.
Selanjutnya Nabi Musa as. bisa melihat Dat Allah, sulit dan membingungkan, kata ayat; “Cahaya Tuhan nampak, Gunung langsung pecah, Musa jatuh kebumi dan pingsan”, keterangannya begini;
1. Gunung Cahaya Dat, mengalami Hakikatnya Dat tidak ada apa-apa (kosong), Layu Kayafu, keadaan tidak sadar; 2. Gunung pecah; hidung tidak nampak bayangannya, karena yang mengalami sudah pingsan, maka kata pecah; tidak bisa melihat; 3. Nabi Musa pingsan; keadaan Ma’rifat (menyatu dengan-Nya), lalu disebut pingsan, tidak merasakan apa-apa; 4. Nabi Musa langsunng bertanya; dan taubat kepada Tuhan dan sangat yakin bila Dat Allag\h memang tidak nampak dan tidak bisa diketahui (tidak tahu).
Gaibnya alam semesta; Nabi Musa as. percaya betul atau yakin benar bahwa yang disembah tidak nampak, tetapi bisa menciptakan semua yang ada dialam raya dengan perkataan Qun Fayakun : terjadi semuanya.
Shalat Ma’rifat (Shalat Khusyuk) bisa dialami siapa saja, pertama harus mengalami pingsan dahulu (tidak sadar), dan selanjutnya umpama sudah bisa mengalami ma’rifat tetapi sampai Innalillahi wa Innaillaihi rajiun (pulang keasalnya menghadap Allah) pasti mengalami, rasanya seperti mengalami bayi lahir didunia (tidak tahu apa-apa).
Gaibnya bisa dialami sewaktu masih hidup (lihat Bab 1, 5 dan 6). Pada waktu itu Nabi Musa as. tidak disertai Nabi Khadir, karena Nabi Khaidir pada waktu itu Nabi Musa masih mengalami tingkat Hakikat (cahaya terang), Sedang Nabi Musa as. meningkat ke tingkat Ma’rifat, melewati tingkat Hakikat, telah meningkat.
Shalat Ma’rifat itu apa pakai doa (japa mantra-jawa)?.
Al-Qur’an surat As-Syuaara : 192 – 195 ;
192. Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, 193. dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), 194. ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, 195. dengan bahasa Arab yang jelas.
Al-Qur’an surat Al-Fhaatir : 22
“dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendakiNya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar”
Buku Azhari Khudi, karangan pujangga bangsa Persia, nama Dr. Muhammad Iqbal (tahun 1876 – 1938), yang dilahirkan di Lahore (india), Tahun 1915 disalin kedalam bahasa inggris dengan Renold A Necholson. Isinya sudah digenari para sarjana Islam didunia barat, sebab mempunyai bentuk syair, yang isinya menuju tidak mengatakan diri sendiri dan dihimpun dengan bahasa yang mudah dimengerti, dan pengarangnya bangsa Arab, dan isinya mengarah ke Islami, walau bahasanya bukan bahasa Arab, itu menjadi pedoman, lain bahasa tetapi artinya sama. Umpama bahasa Jerman, tetapi hatinya (pikiran) kalau mengkhusyukan pikiran tetap sama.
Kenyataan bangsa Jerman ada yang menyatakan (membuktikan) Allah melalui semadhi (Tauhid), untuk membuktikan adanya Allah (God-inggris). Dan begitu bahasa Arab ditulis di kitab Qur’an Nul Qarim, itu hanya untuk pusat ilmu yang dianut oleh seluruh bangsa didunia.
Ada semacam golongan Islam yang sembahyangnya (shalat), walaupun tetap lima waktu dan tujuh belas reka’at, sehari semalam, tetapi mengucapkan melalui bahasa Jawa, umpama begitu apa orang tadi bisa diterima dengan Allah?.
Al-Qur’an surat Al-Hadid : 6;
“Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.”
Jadi menurut Dalil itu, bahwa Allah tidak pernah membeda-bedakan bahasa, yang penting tujuannya, karena semua ciptaannya atau bahasa itu untuk mengutarakan angan-angan (maksud). Sewaktu bahasa Arab belum ada, apa Allah bersabda melalui bahasa Arab ?, pasti menurut bahasa orang yang diberi wahyu, karena yang penting terhadap mereka bukan bahasanya tetapi hatinya.
Jadi ternyata artinya ayat Al-Qur’an surat Asy-Syuaara : 192 – 195;
1. Hatimu hatiku, yang mengetahui adalah orang yang mempunyai bahasanya masing-masing, umpama jawa; maka bahasa jawa, orang inggris ya bahasa inggris. Umpama orang baru tidur, lalu mimpi, walaupun ahli bahasa inggris, mimpinya pasti memakai bahasa sendiri, kalau orang jawa, tetap bahasa jawa.
2. Hatimu dan hatiku, untuk berpikir apa saja pasti pakai bahasa sendiri, kalau berpikir memakai bahasa orang lain pasti banyak salahnya. Oleh karena Allah bersama kita, manusia pasti tahu batinnya, walaupun memakai bahasa apa saja. Walaupun bayangan putih diterima oleh saudara sendiri (mayangga seta-jawa) itu pasti memakai bahasa yang mengalami. Melihat bayangan putih; karena wahyu itu yang memberi saudara sendiri (dulure dewe-jawa). Karena Nabi Muhammad mendapat wahyu melalui Malaikat Jibril, melalui bahasa Arab, dan Nabi Muhammad pun bangsa Arab. Begitu halnya kata-kata Allah terhadap para Nabi-nabi zaman dahulu melalui bahasa Nabi masing-masing. Yang begitu tadi walaupun ucapan melalui bahasa Arab, tetapi jika makasudnya tidak dimengerti (dari Hatinya) pasti tanpa guna. Sebaliknya memakai bahasa Cina tembus dihati (batin) orang Cina, pasti tercapai tujuannya. Umpama pujangga Mhd. Iqbal yang tersebut diatas memohon sampai tulus dihati, karena tidak pandai bahasa Arab, itu hanya tertarik pada pusat Dalil-dalilnya Allah di Al-Qur’an, lebih dari itu tidak ada. Menjawab sebabnya bahasa itu sebenarnya tidak bisa dinamakan ucapan, umpama menyampaikan tidak memakai bahasa yang dimengerti oleh orang yang menerima, umpama orang jawa yang mendapat bisikan (wahyu) itu melalui bahasa jawa, itu yang benar. Dan ada pertanyaan lagi, apa doa-doa mantra-mantra bisa tembus (sampai) terhadap mayat, apa bisa mendoakan orang yang sudah mati?.
Adat masyarakat jawa mudah panatik disegala golongan, apa itu agama ataupun budayanya dan lain-lain. Panatik terhadap agama dan tujuannya itu terkadang bertindak tanpa pikir. Mengoreksi jalan atau ilmu pengetahuan, jangan tergesa-gesa, diterima dahulu harus dikoreksi, dipikir, bisa jumpa (selaras) dengan pikiran yang jernih, betul atau salah pikiran-pikiran bebas untuk memikir segala-galanya, dan bisa menjadi semangat jiwa. Bisa
memilih yang benar dan yang salah, yang penting pikiran sehat (normal), jadi tidak mudah terpengaruh.
Allah berkata berulang-ulang, supaya menusia mempergunakan pikiran / akal yang sehat, jadi bukan urusan dunia saja, melainkan urusan ketuhanan, dan diselaraskan dengan akal yang sehat. Intisarinya percaya kalau Allah itu ada dan yakin bahwa akal dan pikiran menyaksikan. Menurut Mahatma Ghandi; Allah sifatnya Maha luas, Agung, dan memberi peluang kebebasan manusia berdasarkan Qodrat dan Irodat, jadi manusia berhak menjalankan Hakikatullah. Yakin kepada kekuasaan Dat Yang Maha Agung dan Maha luas, dibuktkikan bahwa Syeh Malaya (Sunan Kali Jaga) itu perampok, mencopet, menghisap morpin, berzinah, tetapi akal pikiannya bebas, bisa memilih dan bisa berpikir buruk dan baik, terakhir bisa menjadi Wali Wahid (No.1) termasyur sampai sekarang.
Contoh-contoh itu siapa saja bisa memiliki sifat Allah, tidak membedabedakan dengan cara apapun, berdasarkan mengetahui dan mengamalkan kitab suci. Ayat suci Qur’an surat Fathir : 22;
“dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendakiNya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar”
Sudah menjadi kebisaaan masyarakat jawa, merawat mayat, menyembahyangkan harus memakai Bilal (Muhdin-jawa), dan harus bahasa Arab. Karena menyangkut adat, sudah kita tinggalkan saja, yang penting mencari ayat-ayat diatas tadi. Kata mendengarkan itu berarti memakai telinga dan mendengarkan atau kata-kata;
1. Kata memperdengarkan supaya didengar orang lain. 2. Kata Kubur, asal dari bahasa Arab Qaburun (Qubrun), bahasa jawa alam barzah (Barzahum-Arab).
Jadi bukan tempat, tapi sebagai tanda (kuburan), maka disebut alam peralihan (alam antara), alam antara roh yang keluar dari jasmani. Jadi Roh manusia, hewan, dan lain umat, kalau meninggal gentayangan dialam Barzah (alam kubur), dan disebut siksa kubur dan nikmat kubur.
Yang diinginkan dengan kata memperdengarkan itu ialah menyembahyangkan (menyalatkan), memandikan mayat (telkim), baru diangkat lalu dikafankan, dan maksudnya mengantarkan Rohnya, mudahmudahan diterima disisi Allah, setimpal dengan amalannya sewaktu hidup didunia, dan mendoakan lebar jalannya, dan terang jalannya, biasanya memakai Arab, dan ditahlilkan, menurut yang hidup semua, karena Allah yang berkuasa dan ada.
Apa-apa doa-doa tadi bisa diterima oleh mayatnya?; Roh yang keluar meninggalkan mayat, menuju kealam baka (Allah), yang sebelumnya tidak pernah dilewati (dialami sewaktu hidup), sewaktu hidup didunia berkumpul dengan anak istri, dan masih bisa mendengarkan azan dan musik, karena masih memiliki Tri indra dan panca indra. Lalu sesudahnya hanya Rohnya saja, telinga, mata, hidung, mulut tidak dibawa olehnya, artinya jasmaninya mati dan busuk. Karena mati, alat tadi tidak berfungsi, jadi si Roh tidak bisa mendengar, hanya merasakan bebannya Roh (lihat bab mati). Sangat disayangkan ada suatu golongan yang menyatakan Roh itu harus disediakan kesukaannya sewaktu didunia atau sewaktu masih hidup diletakkan dibawah tempat tidur, ada macam-macam kesukaannya, dan pasang lampu disebut sajian, semua itu tidak berguna sama sekali, tetapi semua itu sudah menjadi kebisaan (adat). Desa bermacam-macam cara, dikota bermacam-macam peraturan.
Jadi keterangan-keterangan tadi menjadi pengetahuan, karena akal pikiran terbuka dan bebas, serta berdasarkan ayat-ayat suci Dalil-Nya Allah, tidak bisa menerima kebisaaan itu. Hasilnya nanti merubah adat yang tua (kolot) dan menyingkirkan semua dari kegelapan, supaya pembatas masyarakat bisa terbuka dan tidak percaya tahayul (gugon tuhon-jawa). Umpama begitu Wedaran Wirid tidak menyalahkan adat, tetapi apa tidak menghindari ayat Qur’an Nul Qarim?, dan apa tidak menyalah gunakan ayat suci (dalil Qur’an).
pendapat itu tidak mau menggunakan akal pikiran yang sempurna, karena kepanatikannya, karena sudah menjadi mendarah daging menurut kata-kata tahayul. Bisa juga memang kurang memahami batinnya, pengalamannya dan ilmunya. Sebenarnya ilmu Allah itu diterangkan tanpa batas.
BAB 11 QIYAMAT PUNIKA WONTEN PUNAPA MBOTEN
Kados pundi kedadosan lan buktinipun :
WEDARAN wiridan punika saestunipun bade nama gotang, yen mboten ngrembag bab pejah. Sasampunipun pejah, ROCHipun dateng pundit purugipun lan salajengipun bade kadospundi penandangipun? Saha kadospundi RAOSipun pejah punika?.
Rehning gelaranipun bab punika sejatosipun gegayutan kaliyan bab Qiyamat, mila ungeling ayat suci ing ngandap punika prelu pinanggalih :
Qur’an XXXIX, ayat 42 surat Az-Zumar ; (‘)
Allahi yatawaffa alanfusahina mautiha wa allati lam tumut fimanamiha fayumsiku allati qadla alaiha almauta wa yursilu aluchra ila ajalin mussaman inna fidzalika laayatin liquamin yatafakaruna.
Basa Jawanipun kirang langkung makaten : Allah mundut nyawane awak nalikane awak iku MATI, lan mundut nyawane awak kang wis pinasti mati, lan mangsulake nyawane awak kang turu iku, ing wektu kang wis tinamtokake. Sanyata iki dadi tanda yektining Pangeran tumrap wong-wong kang gelem mikir.
Qur’an III, 143 surat Ali-Imran ‘ (“)
Sabenere sira wus nduweni pangarep-arep mati, sadurunge nemoni (,etuki). Sejatine (sabener-benere) sira wus meruhi, sedeng sira kabeh pada migatekake.
Hadist Buchori 42) : dawuhipun Kanjeng Nabi Muhammad saw, bab Qiyamat.
Tanda-tandane kiyamat iya iku yen mengkono ana Buruh Wadon nglairaken Bendarane, lan yen mengko ana bocah Angon Unta wus bisa nglungguhi kapraboning kedaton kang peni-peni.
Gesangipun wiji-wiji punika mestinipun jalaran katanem ing siti saha pikantuk jat-jat kabetahanipun, nanging yen mboten kaserenan sifat gesang tamtu mboten bade saged. Dados hakekating gesang punika mboten namung tumempel ing wuwujudipun ingkang krembyah-krembyah kemawon, senajan ing barang (ingkang mboten mobah mosik) ugi wonten. Dene sifat gesang ingkang nglimpudi wau (sagedipun tumangkar lan ebah-ebah) nama : sifat qiyamu binafsihi. Dados pratandaning gesang miturut ukuran lair punika, umum mastani, “sing bisa obah-obah iku urip”, punika sejatosipun namung saking kirang pratitispun kemawon.
Punapa wonten titah ingkang gesang ing laladan benter sanget utawi asrep sanget? Wonten kados pratelan ing ngandap punika, ugi kacuplikan saking Minggon Djaja-Baja.
Titak-titah baksil nama : Titanus Cofoxtof punika menawi kenging latu ingkang benteripun namung 600 drajat Celcius kemawon meksa taksih gesang. Awit saking kodrating Pangeran baksil kalih warni wau manawi ketaman latu, malih warni kadosdene nggadahi tameng (sisik totok) atos sanget, ingkang saged nahan bentering latu ingkang ngedab-edabi. Dene
menawi benteripun sampun ical, baksil-baksil wau gesang limrah malih, kados waunipun.
Ing angkasa ingkang laladanipun inggilipun watawis 8 a 9 km saking bumi, kawastanan stratosfeer, lan hawanipun asrepipun kirang langkung 78 drajat Celcius sangandapipun nul, mituturut keteranganipun penerbang Angkatan Udara Inggris ingkang ing taun kirang langkung 1938-nan ngambah laladan ngriku sarana numpak motor maburipun, wonten titahing Pangeran ingkang gesang apanta-panta. Upami titiyang lawaran kemawon kenging prabawaning “adem” samanten ukaranipun wau, sanalika badan saged ugi dados selo. Titah-titah ingkang gesang apanta-panta wau bangsaning semut ingkang gadah suwiwi, tanpa pencokan, tanpa benter, tanpa neda punapanapa …… jer sifating gesang katanda saking anggenipun krembyahkrembyah. Gusti Allah Maha Wikan saha Maha Wisesa.
Dados sifat gesang lan langgengipun punika pranyata anglimpudi sedaya kawontenan (tan pisah saking sipat). Minangka ulah tataraning akal (tarekatipun akal), sedaya punika kedah dipun Parsudi kanti lelandesan pangretos ingkang saged nggayuh.
***
SAPUNIKA kados pundi hakekating gesang wonten ing laladan kubur alam ghaib lan alam ingkang mboten kenging kaukur mawi paningal (pancadriya).
Sedaya alam punika gadah sipat lan kawontenan piyambak-piyambak saha gumantung dateng sinten @ ingkang manggen ing ngriku. Tegesipun makaten : 1. Alam kasad mripat, ingkang sami manggen ugi kasad mripat. 2. Alam ghaib dipun enggeni dening bangsa ghaib. 3. Alam ingkang mboten kasad mripat, dipun anggeni dening ingkang ugi mboten kasad mripat.
Tumrap jisim-jisim ingkang sami manggen wau ukuranipun (inggilipun, jembaripun lsp), sedaya punika saged kataliti mawi pirantos (srana) ingkang medal saking manungsa piyambak (pirantos ghaib). Sarehning Dating Pangeran punika nglimpudi samudayanipun, pramila alam-alam wau ugi kalimpudan dening sipating Pangeran, nanging inggih gumantung dateng sipat, gesangipun ingkang ngawaki :
Alam donya : sipat 20 dipun borong dening manungsa.
Alam donya ing laladan seganten : titah-titahipun Gusti namung mborong salah satunggal saking sipat 20 wau.
Alam ghaib : titah-titahipun ugi kaserenan salah satunggaling sipating Gusti, ingkang sebagiyan ageng Sipat Gesangipun.
Saderengipun miwiti wedaran bab pejah lsp, suwawi rumiyin menggalih tulada-tulada tanda yekti WISESANIPUN Pangeran. Ing Qur’an surat Asyura ayat 54 kasebut makaten :
Kawruhana deweke pada ragu-ragu anggone arep sapatemon karo Ingsun (Allah), kawruhana yen Allah iku nglimpudi apa wae, (mriksanana bab sipat 20 ing ngajeng).
Ing Hudyana Djaja Baja nate kapacak minangka tulada, kadadosankadadosan makaten :
Ing Universitas Ohio (AS) bagian Fisaca, wonten satunggaling sarjana ingkang pinuju nitipriksa kawontenaning pasisir seganten. Pasisir wau kacariyos katah benteng-karangipun ingkang miturut panitipriksa adadasar “spectraal analyse” umuripun sampun kirang langkung 1,5 juta taunan.
Panaliti wau mboten ngemungaken ndumuki utawi ngukur kemawon, ugi mawi nduduki lan mecah-mecah kawontenanipun karang-karang wau.
CONTO malih ingkang gampil, inggih punika winih pantun. Miturut panalitinipun ahli Kabun Raya ing Washington, (AS) winih pantun punika mboten bade saged pejah, senajan kasimpen ing salebeting tembok ngantos 300 taun dangunipun, angger mboten gegrek kulitipun.
Ing Qur’an XXXIX, 42 surat Az-Zumar wonten tetembunganipun : Mangsulake nyawane awak kang turu iku ing waktu kang wus tinamtokake. Wedaran ing ayat punika gegayutan kaliyan bab pejah.
Turu punika pakaryaning badan jalaran saking arip lan kesel, lan ubarampening pancadriya lajeng dados lerem. Wondene Tanda utawi sasmitanipun punika kinodrat dening raos NGANTUK lan mboten ngemungaken manungsa kemawon, dalah kewan-kewan ugi makaten sipatipun. Dene “mangsulake” utawi angulihake punika, terangipun sanes pakaryaning badan piyambak, nanging kodrating Pangeran, kasamaranipun : makarti pribadi (otomatis). Tanda ingkang damel gawok, kroas arip mboten mawi ngenyang lan semadosan, (mriksanana sipat 20 : qiyqmuhu binafsihi). Samanten ugi TANGI-nipun, ing jagad pundi kemawon mboten prelu dadak semadosan rumiyin.
Bilih kagalih saestu, tangi-turu punika sandangan urip. Sabab : turu tinurokake, tangine ditangekake, manungsa mboten saged ngereh punapapunapa saking kodrating badan jalaran Pangeran. Sinten ingkang ilemaken (ndamel tilemipun) bayi, lan sinten ingkang ngliliraken bayi ?. Ibunipun punapa rencang ? Wangsulanipun : ora weruh.
Ing ayat suci nginggil wonten tembungipun kang wus namtokake punika, makartinipun mboten sarana kajarag. Terangipun : sipat jumeneng kalawan pribadi punika ugi amisesa badan sakojur, tilemipun, tanginipun, krembyahkrembayahipun lsp.
Sarehning tilem punika pakaryan gumatok, dangu lan mbotenipun ugi, gumantung dateng ingkang ngawaki tilem. Miturut paniti priksa, sedaya pirantos wadag, badan alusing wadag (indriya-indriya) punika sami lerem saking sakedik, semanten ugi talirasanipun. Jalaran saking “angleripun”, sedaya suwara-suwara tetabuhan, kedadosan-kedadosan lsp, tetep mboten ngrubeda dateng ingkang turu.
Rehning mripat, kuping, irung, ilat, kulit, sedaya sami lerem (kendel), mila kahanan turu punika mbebayani. Bebayanipun dununung ing anggenipun mboten ngretos lan mboten saged nanggulangi punapa-punapa, bilih kataman reribet. Nanging sarehning tilem punika jejer gesang, mila mboten prelu kuwatos punapa-punapa, jer sedaya wau wonten ing astaning Pangeran piyambak.
a. Pejah Punika Punapa Sami Kaliyan Tilem ?
SENAJAN tilem kepati nanging taksih wonten sawenehing pengraos (rasa) ingkang tansah makarti, inggih punika RASA ELING utawi RASA JATI, ingkang keserenan sipatipun Pangeran angka 9 lan 12 : ilmu lan bashar (Jawi = kawruh lan uninga).
Mila senajan tiyangipun TURU, pun rasajati tetep makarti saha weruh punapa-punapa ingkang sok kasebat ngimpi. Nanging rasa jati punika mboten bade saged makarti piyambak tanpa sipat “jumeneng kelawan piyambak” (qiyamuhu binafsihi). Dados sedaya titah gesang punika mesti asipat jumeneng kelawan pribadi, jer inggih punika tanda yekti, bilih : gesang.
Pejah, rochipun kineker terus, mboten wangsul, dene tilem, rochipun kineker sawatawis lajeng wangsul malih; pramila kenging kasebat : TURU iku turutane PATI. Yen kalaras : TILEM lan PRJAH punika wonten ing kahanan sami, (mriksanana, Qur’an Az-Zumar 42). Ing ayat ngandap piyambak
kasebat : tumrap wong kang gelem mikir. Wosipun : ngajangi omber dateng manungsa. Wredining ayat Qur’an XXXIX, 42 punika mboten kangge tiyang ingkang lumuhan pambudi, nanging kangge titiyang ingkang purun nandukaken akalipun (fikir), tegesipun : unbgel-ungelan MATI lan TURU punika namung benten kahananipun (alamipun).
Sejatosipun Kitab-kitab Suci punika kangge tiyang gesang ing Donya, sanes kangge tiyang pejah. Pramila sedaya maksuipun ungelan-ungelan mesti saged kabuktekaken nalika gesang ing Donya, kadosta : tembung-tembung ACHERAT, KUBUR, SUWARGA, NARAKA, LUHMAHZFUDS, GHAIB lan sapanunggalipun malih. Punika sagedipun kalampahan manawi gadah kawruh (berilmu).
Mrid suraosipun ayat 143 Ali-Imran lan Az-Zumar 42 punika terang lan gamblang sanget, bilih kahanan mati lan turu punika sajatosipun sami lan saben dinten dipun lampahi, dipun ecaki KAHANANIPUN. Pratelanipun makaten :
I. MATI : punika dipun alami dening wuwujudan-wuwujudan ingkang mawi ROH, suwaunipun mencok (manggen) lajeng nilar sakeplasan, sebab saking “punapa-punapa”. Sarehning roh punika gesang langgeng, pramila ingkang kasebat mati punika BARANGIPUN (ingkang suwau kadunungan si eroh wau). Tembungipun sanes ingkang mati, pejah = mati punika satunggiling KAHANAN (kedadosan) naliko roh nilar wadahipun. Dados sami kaliyan tembung panengeran utawi pengaran-aran tumrap kadadosan nalika kaoncatan nyawa, umpaminipun tumrap tiyang, kewan, tetuwuhan, plasma, sel-sel lan sapanunggalipun.
Dados mati punika inggih sejatosipun kahanan MATI, nanging ingkang ndunungi (roh), tetep kawontenanipun, panggah gesang. Mila ing salajengipun bade ngalami lelampahan-lelampahan malih, lelampahaning roh sabibaripun oncat saking wadagipun.
Dene “lelampahan-lelampahan” wau anggenipun ngecaki (ngalami) inggih ing alamipun roh, inggih punika ingkang kasebat alam-alihan (kubur, kuburan, bardzahum). Eca lan mbotenipun, kawedar ing wingking.
II. TURU : punika pakaryan saben dinten, ingkang katindakaken ing alamipun roh, inggih punika ingkang kasebat alam-alihan (kubur). Sarehning tilem punika ora mati awit roh bade kawangsulaken malih ing wekdal kang tinamtokake ing Allah, pramila tetep taksih gesang, tegesipun : ingkang ewah namung KAHANANIPUN.
Ing kawontenan melek ngraosaken, mbididaya lsp., dene kahanan turu mboten saged (sami kaliyan mati), jalaran pirantos-pirantos wadag (pancadriya, astendriya, ingdriya) sebagian mboten makarti. Keteranganketerangan angka I lan II, punika saged kalaras, pundi ingkang benten lan pundi ingkang sami kawontenanipun.
Menawi kasamekaken kaliyan semadhi makaten : semadhi punika nyengaja ngleremaken pakartining astendriya, dene tilem punika lereming astendriya lan pejah punika kendeling astendriya.
Bebayanipun semadhi, yen mboten saged tangi malih, semanten ugi bebayanipun tilem. Dados manawi makaten kahanan mati punika ORA TANGI, nanging rohipun lestari makarti.
Lereming astendriya salebeting tilem punika, pakaryan kajengipun piyambak, mila lajeng sok wonten kedadosan nglindur, katindihan lsp, punika jalaranipun : rasajati taksih sesambetan kaliyan astendriya. Inggih jalaran saking punika wau sedaya, mila MATI, TURU lan SEMEDHI punika, senajan pirantos-pirantos sami lerem, nanging wonten ingkang taksih makarti, inggih punika RASAJATI (rasa eling). Dados terangipun : makartinipun rasajati punika mawi astendriya sampun mboten makarti, inggih punika ing kahanankahanan mati, turu lan semadhi.
MATI punika kelampahipun NGLIWATI RASA ELING, nanging TILEM nglangkungi RASA SUPE, (lali). Sebabipun : mati punika dadakan ngeget, dene yen tilem saking sakedik……… les. Ing “kahanan mati” pun rasajati nyentlek ngeget “nyambutgawe dewe”, mboten wonten ingkang ngalangalangi, awit astendriya lsp, risak. Kosok wangsulipun kaliyan tilem, rasajati sok-sok taksik sesambetan kaliyan astendriya, menawi mboten kenging kasebat ngimpi. Dados mati punika ngimpi / terus-terusan.
Inggih makaten punika bentenipun mati lan turu. Kenging kalimbang-limbang sarana panggladi manah, jer punika sedaya wewerdinipun daliling Allah.
b. Pengalaman Ing Salebeting Supena.
SASAMPUNIPUN pengalaman-pengalaman bab impen kagelar, pengalamaning eroh-eroh saha wewadosipun ing laladan kubur saged kabatang.
Qur’an lan Kitab-kitab Suci punika sami kasediyakaken kangge tiyang gesang wonten ing donya, mila bukti lan nyatanipun ugi pinanggih wonten ing donya, ingkang saged dipun buktekaken nalika URIP.
5.1.1 : Tilem punika : lereming pancadriya astendriya nglangkungi alam mboten rumaos punapa-punapa. Wahananipun sering-sering terus mboten rumaos, nanging sering-sering ugi rumaos. Bakunipun : mesti ngliwati ORA RUMASA. Yen punika tindakipun ahli semadhi, sami kaliyan ngancik ing alam hakekating makripat.
Yen tilem wau mboten rumaosipun terus (bleg-seg lir-suk) wahananipun lajeng mboten nyupena babarpisan, awit terus dumunung ing alaming embuh, ora rumasa apa-apa, ora weruh, lair sepisan ora enget, Tan Kena Kinaya Ngapa.
Inggih laladan mboten rumaos punika sayektosipun ngancik alaming panyuwijen – (manunggal). Sarehning tilem. Mila kraosipun inggih yen sampun nglilir / tangi, kados-kados kalampahipun RIKAT SANGET . 3 utawi 9 jam kraosipun kados namung 3 sekon, ORA RUMASA APA-APA.
Dene ingkang mawi supena, sasampunipun ngalami (nglangkungi) mboten rumaos, lajeng ngalami pepetan-pepetan utawi gegambaran-gegambaran, ingkang sebageyan ageng kalampahan saderengipun utawi sasampunipun. Upaminipun : kala wau siyang nembe ngraosi pandung, sareng tilem nyupena kepandungan lsp.
Dados terang sanget, bilih pakartinipun rasajati utawi rasa eling punika keren sanget. Kateranganipun makaten : rasajati punika saged NABETI rasapangrasa, makartinipun nyimpen sedaya pengalaman-pengalaman ingkang terang (lair katawis) lan mboten terang (batin angen-angen), kasebat : tabeting tri indriya (pengin, nafsu, krenteg), pirantos ingkang njalari raos bingah, salah, getun, miris, ajrih gila lsp.
Nalika melek tiyang punika kagerba dening rasaning wadag lumantar Pancadriya : pedes, asin, lara, kesel, linu panas lsp. Raos-raos wau manawi kaalang-alangan ing tilem, sami ical, margi Pancadriya (astendriya) lerem. Sapunika raos ingkang pundi ingkang taksih wonten ?.
Gesang bebrayan punika mboten uwal saking pangraos warni-warni (nafsufarjie, nafsu ilat, pengin enak lsp). Dene ingkang wigatos pikiripun, inggih punika TRI INDRIYA WAU. Punika saestunipun sampun dados sandanganing gesang. Sedaya ingkang nabeti wau, bilih astendriya lerem (tilem) lajeng ngatawis (nyupena).
Pengraos ing dalem nyupena kados nyata estu, marem, bingah, gembira lsp, kados kraos kadidine melek, nanging yektosipun mboten keraos punapapunapa, jalaran pancadriya / astendriya / talirasa sami lerem, mboten makarti. Semanten ugi kawontenanipun tiyang ingkang dipun suntik morphine (patirasa). Wondene dangu lan sekedapipun gumantung dateng
danguning tilem. Utawi gumantung wonten kahananing dangu / ceraking lereming pirantos.
5.1.2 : Ing dalem pangimpen sering ketaman : sjrih, sisah, miris agetir-getir lan sapanunggalipun ; punika sedaya sanget nabeti pangraos senajan ta sampun nglilir (melek lenggah). Gambaran ingkang mahanani raos ajrih upaminipun makaten : Nyupena kagodag ing sima galak, rumaosipun mlajeng banter sanget , bade bengok-bengok neda tulung mboten wonten tiyang, utawi wontena inggih namung nyawang kemawon utawi malah tumut mlajeng pisan. Tulada-tulada sanes ingkang mirib taksih katah.
Mestinipun meh sedaya sami nate supena kados makaten wau, lan raos-raos punika sedaya estunipun ingkang supena piyambak ingkang ngraosaken, tiyang sanes (senajan anak, bojo, embah, bapak lsp) mboten bade saget tumut ngraosaken, awit sampun benten kurunganipun.
Icalipun raos-raos makaten wau sedaya wau yen ingkang nyupena sampun nglilir, namung kantun kemutan sakedik-sakedik, sebab mila pancen nabeti. Wungu jalaran supena awon / sae punika, sababipun wonten kalih warni : 1. Wus wancine nglilir kang tinamtokake, 2. Nalika supena rasajati saged sesambetan kaliyan astendriya, kados-kados nggugah supados tangi.
Yen kaleres ngalami supena wau, mangka rasajati, roh lsp, mboten saged sesambetan kaliyan pancadriya (wadag), kadospundi kedadosanipun. Wangsulanipun : tetep ngalami lelampahan pasupenan-pasupenan ingkang ngajrih-ajrihi wau, ingkang kasandang dening si rasajati piyambak-piyambak ajegan, awit mboten nglilir malih. Dados tiyang mboten bade saged ngicalaken raos giris punika wau.
Sapunika, kadospundi raos ing alam kubur ?. Ingkang rasajati tetela panggah, ajegan makarti kados ing pasepenan wau. Keteranganipun bab
raosing pasupenan : sanajan ORA KRASA APA-APA NALIKA TURU, nanging tiyang mboten luwar saking pangraos-pangraos bingah, sisah, ayem, temtrem, nalangsa, adrih, ketir-ketir, maras, miris, gila, getun lsp, raosing indriya karana tabet.
Menawi kersa menggalih saestu dateng conto-conto ing ngajeng-ngajeng suwau, pranyata lajeng bade saged menggalih piyambak dateng “raos” ingkang dereng nate dipun alami, inggih punika ing kubur : saha saged mijang-mijang ugi dateng pejahipun tanggi, wonten sesambetanipun punapa mboten, kaliyan anak semahipun ingkang sami dipun tilar.
Punala ing alam kubur mbenjing saged kempal malih kaliyan semah ingkang ugi nututi pejah? Punapa ing alam kubur saged sarasehan bab ngelmu? Punapa saged nyuwun tulung dateng kanca? Punika sedaya bade kagelar ing ngandap, adadasar Dalil, Ijmak lan Qiyas. Menawi wonten ingkang kirang anocogi, punika saged pinanggih nalar, awit punika namung kawruh, nyata lan mbotenipun kedah kadumuk piyambak.
c. Pengalaman Bab Mati (Ing Alam Kubur).
SAREHNING Dat punika nglimpudi lan kanggenan sipat-sipat gesang lang langgeng, pramila ing pundi kemawon papan lan dunungipun, kawontenan, mesti kalimpudan, senajan ta wonten ing alam kubur pisan. Dados ukuran langgeng punika, ingkang tiyang donya nyebat, jalaran seged ugi namung lelandesan urip, tumrap ukuranipun Pangeran pranyata TETEP wontenipun, senajan ta mboten saged dipun icipi dening tiyang ingkang taksih gesang.
Rupi jene utawi abrit ingkang wonten ing sekar punika, bade ical samangsa sekaripun sampun bosok (alum, aking). Dateng pundi rupi-rupi wau? Sejatosipun sekar-sekar punika namung nampeni rupi minangka wadahipun rupi ingkang asli, ingkang sipatipun mboetn saged dipun ngretosi.
Ing langit katah mega, lintang-lintang lan kawontenan-kawontenan ingkang ing lumahing bumi mboten wonten. Ingkang nggumunaken punika kedadosanipun KLUWUNG ingkang rupinipun abrit, kapuranta, biru, petak lsp, rurupen ingkang nengsemaken. Sasampunipun ical lajeng dateng pundi purugipun warni-warni wau? (kita ugi saged ndamel kluwung). Lan saking pundi rerupen-rerupen wau asalipun ing sakawit?
Wangsulanipun saged damel kodeng. Miturut akal pikiran punika sadaya asal saking sunar soroting lintang-lintang lsp, utawi saged ugi either (gelombang ingkang ngebaki jagad). Pitakenan saking pundi asalipun rupi ingkang dipun darbeni lintang, yen ta asal saking lintang? Pepuntoning nalar : jibeg.
Sedaya punika namung tulada sawatawis lan tetela sanget bilih jagad punika namung sadermi nampi hakekating Dat. Ugi ing hakekating gesang manungsa namung sadermi nampi, kadosdene sekar sadremi nampi rupi abrit lsp, samanten ugi ing kubur, ing lagit, ing pundi kemawon gesang (sipat gesang) punika tetep wonten.
Sapunika mangsuli bab pengalaman pejah ing alam kuburipun piyambakpiyambak, makaten suraosing dalil : Qur’an 102 surat Al-Hadji;
“Deweke pada ora krungu unine sedeng deweke tetep ngrasakake apa-apa kang ditresnani dening nafsunu”
Qur’an 10-11 surat Al-Ma’arij ;
“Ing nalika iku ora ana takon-tinakon (tulung-tinulung, weh-wineh) marang sapa wae. Deweke pada pandeng-pinandeng ; kang rumasa dosa pada ngarep-arep, supaya ing dina iku bisa nebus awake sarta anak-anake”
sapinten melokipun ayat-ayat Suci punika. Ing ngajeng sampun katur kadospundi, lelampahan ing pasupenan punika saged katebus, manawi ingkang nyupena sampun wungu (tangi).
Sapunika kados pundi pengalaman ing pejah ? Babaran punika namung kirang langkung ngeplegi wedining ayat-ayat suci piyambak, dados dapur analisa (pemanggih), awit sami-sami dereng nate ngicipi pati.
Sareng gumletak arupi bangke, roh ingkang oncad tetep gesang, awit taksih kaserenan sipat gesang (angka 10 saking sipat 20), kanti taksih kakantilan rasa eling (rasajati). Sarehning sipat gesang saha sipat-sipat sanesipun taksih njumenengi, pramila lelampahanipun roch ugi manut ingkang njenengi.
Sipat pundi ingkang mboten tumut-tumut lelana ing alam kubur ?
Ingkang tumut lelana inggih punika : Sipat angka 5 : Qiyamuhu bi nafsihi. Sipat angka 10 : Hayyat. Sipat angka 12 : Bashar.
Kakintil dening : Rasa jatinipun piyambak-piyambak. Dene sipat-sipat sanesipun, senajan kantil, nanging mboten makarti.
Tilem punika nglangkung LALI, nanging yen pejah nglangkungi ELING (byar kadya nonton gambar hidup), jalaran sipat uninganipun makarti, inggih punika ingkang temempel ing rasajatinipun.
Bentenipun kaliyan melek, rasajati punika mboten makarti-makarti lan mboten uwal saking lingkunganing astendriya. Sasampunipun pejah, uwal saking lingkunganing antendriya (pancadriya, warana, kijab), mila lajeng makarti tanpa aling-aling malih, longgar tanpa wangenan.
Lelampahanipun (kahananipun) ROH ingkang nilar raga punika sami kaliyan lelampahan ing alam tilem lan semedhi (yogha). Raganipun risak, dados pancadriyanipun (astendriyanipun sebagian) tumut rusak ugi, pramila pun roh lajeng mboten saged wangsul sesambetan malih kaliyan wadagipun.
Yen supena, senajan giris lsp, saged tambar amargi melek, dene yen pejah pengalamanipun, panandangipun roh tetep ajeg makarti ngraosaken pengalaman-pengalaman ing kubur lan mboten bade saged nglilir utik-utik raganipun, Cetanipun makaten :
Oncading roh, nunten ngraosaken tabeting tri indriya nalika makarti ing donya (rikala gesang). Yen nalika gesang ngangsa-angsa ngumbar hardaning nafsu lsp. (mrisanana bab mati Qur’an 102 Al-Haji), pengalamanipun roh ugi tetep bade ngraosaken tabeting nafsunipun. Wondene bab rumaos, upami wonten gamelan ngrangin, tetep mboten saged mireng (ora duwe kuping), dipun sembeleha, tetep mboten saged ngraosaken awit rasa panggepok mboten gadah, rumaos ketabrak motor, tetep namung ajrih saha ketir-ketir ingkang ajegan. Kadospundi penandanging roh salajengipun.
1. Upami nalika ing donya : tindak dursila, nyenyolong, memejahi bangsanipun, punika roh nunten bade nandang getun? Ing donya ketaman raos getun-getun sampun timbul, ing kubur raos getun-getun tetep makarti, mboten saged kabucal ngangge punapa kemawon. Wallahu alam namung kersaning Pangeran ingkang saged ngluwari penandang-penandang wau.
2. Saking hardaning pepinginan saha napsu nalika ing Donya, sareng pun roh ngoncadi, lajeng ugi bade sumerep ceta punapa ingkang dados pepinginanipun nalika gesang, jalaran nalika roh ngancik alam kuburipun,
nunten tabet pakartining indriya ingkang sigih napsu lan pengin wau makarti.
Dangunipun OENANDANG MBOTEN SEKECA WAU namung Ingkang Kuwaos ingkang priksa. Keterangan ing nginggil wau inggih raosing siksa kubur, ingkang adakan kesebat neraka. Dados raos-raos wau, asal saking penandang jalaran saking pakartinipun peyambak. Kados pundi anggenipun bade ngendani panandang-panandang punika. Wangsulanipun : tetep mboten saged, awit WIS ORA DUWE AKAL / PIKIR.
Sedaya wau kadosdene penagihipun rasajati dateng ingkang nggaduh. Dene werdinipun ayat Al-Ma’arij 10-11 ing nginggil punika suka pepenget, yen nalika nandang siksa kubur punika sayektosipun mboten wonten ingkang bade nuweni, mboten bade wonten ingkang tetulung nebus.
Inggih ing alam kubur punika, saged nyawang nanging mboten saged njaluk, lan sering kataman rumaosing pengalaman nalika ing donya, nanging piyambakipun mboten saged punapa-punapa, sagedipun namung ngraosaken kepengin, ngangsa-ngangsa, getun lsp. ……………. ajegan.
Bade ngeling-ngeling ingkang sampun kapengker, malah saya mewahi raosing panandang. Rasa eling ingkang sampun mboten mawi aling-aling pancadriya (wadag) punika makartinipun tansah lumintu ejog-ingejog tanpa kendel, awit namung sak dermi mbeber tabeting indriyanipun ingkang kawengku.
Wondene penandang-penandang wau sagedipun malih utawi santun lelampahan menawi si rasajati (rasa-ingat) punika ugi santun pakartinipun. Ical rumaosing panalangsa, rasajati sakeclapan ngedalaken raos sisah, ical sisahipun, gantos raosing ajrih, makaten salajengipun, kados lampahipun JAM. Detik 1 nglancangi deti 2 sapiturutipun ngantos detik 12, wangsul malih dateng detik angka 1 ……! Nanging senajan salin rasa, ewasamanten taksih nami rasaning panandang ingkang tanpa kendat.
Tetela tumrap rohipun sinten kemawon, tetep bade nglangkungi alam kuburipun. Inggih penandang punika kadadosanipun nalika si roh klambrangan ing kubur. Awit menawi mboten klambrangan, punika namanipun sampun gadah pencokan, gondelan, panggenan utawi papan palerenan. DATENG PUNDI PUN ROH ing salajengipun.
Rehning andaran bab punika panjang la gegayutan kaliyan bab-bab ingkang ghaib (ora maunjud, nanging kenging kabuktekaken), kasunyatanipun sedaya sagedipun kadenangan bilih kakenyam sarana raos lan kabuktekaken sarana conto-conto lelampahan.
Ing Serat Wirid Hidayat Jati wonten tetembungan makaten : aburing eroh punika baboning dumadi. Wonten leresipun, awit Hidayat Jati punika arupi babon wirid.
Tembung ABURING EROH teka malah BABONING DUMADI ?. Terangipun kados ngajeng-ngajeng ; sedaya ingkang ngemasi punika rohipun mesti mabur klambrangan ngayahi penandang. Ingkang kadunungan roh punika sanesipun tiyang ugi kewan-kewan, tanem tuwuh lsp. Rohipun tiyang pejah punika mesti nglangkungi alam peralihanipun (alam kubur), tegesipun : sesampunipun gesang ing donya, nunten gesang ing antawisipun “gesang ing laladan kubur” kaliyan “gesang malih badenipun” ing donya ingkang ugi abadan wadag (manjanma). Dados manjanma punika mesti kedah nglangkungi alam kubur (bardzah). Murih terangipun makaten :
Kula nembe wonten ing latar ngajeng. Inggih pelataran punika, “alam kula” sekawit. Manawi kula bade dateng wingking (bale mburi), kula mesti kedah nglangkungi griya tengah. Inggih griya tengah punika sejatosipun ingkang kasebat alam alihan kula. Sasampunipun makaten, kula nunten dateng latar wingking, ingkang kawontenanipun meh sami kaliyang ing ngajeng wau.
Dados ingkang kasebat ngambah alam alihan punika inggih nalika ngliwati KAMAR TENGAH PETENGAN, punika ingkang kapindakaken KUBUR. Conto ing nginggil punika lelampahaning wadag, gantos sapunika lelampahaning raos (kajiwan) saben dinten.
Saben tau Bapak tani mesti nanem pantun. Sareng panen, asilipun dipun teda salebeting 3 wulan telas. Ing wulan kaping sekawanipun nanem pantun malih sinambi nyambut damel sanesipun, ngantos dumugi panen malih. Isining lumbungipun kebak, nanging kateda saben dinten telas ngantos 6 wulan.
Salebeting 6 wulan wau Bapak tani kapeksa kedah ngalami sisah (ngrekaos), awit kedah merangi ama, banjir lsp. Sadangunipun 6 wulan punika tansah ketir-ketir manahipun (bab raos), panen lan mbotenipun`mujudaken tanda pitakenan. Inggih salebeting 6 wulan (pangrantosipun Bapat tani) wau ingkang kapindakaken “alam alihan”, ingkang saestu ndadosaken geter. Manawi kaleresan, tamtu bade nguduh pantun malih ing tau salajengipun. Dados ing salebeting gesang bebrayan, Bapak tani ngalami : a. 3 wulan seneng, margi panen, b. 6 wulan kedah nengga kanti manah tida-tida, c. Bingah margi panen malih.
ING Kalawarti Jaya Baya wonten cuplikan saking Bhagawatghita ingkang suraosipun makaten : “Sing sapa-sapa margawe dedasar Pamrih antuk Wohe, tegese adedasar pamrih pribadi, bakal Kabanda (kaiket) dening Karma, dadi ora oncad saka kadonyan, bakal tansah bola-bali manjanma urip ing Donya abadab wadag”.
Bilih makaten lelampahanipun, punapa titiyang limrah bade sami saged awadag malih? Jer tiyang makaten mesti kebak pamrih / pepinginan / nafsu lsp.
Tembung wau namung pangaran-araning tiyang ingkang sampun saged mbuktekaken, mila ing ngriki perlu kajereng murih terangipun. Menawi lamban, tembungan ABURING EROH teka malah dadi baboning dumadi lam
PAMRIH kemawon teka saged njalari manjanma, punika mestinipun ngayawara.
Kateranganipun :
Pamrih : punika mboten ngemungaken tumuju marang barang kasatmata kemawon. Senajan ingkang rupi pengaji-aji, pangalem, wah lsp,. Ugi taksih kasebat pamrih, jalaran ingkang gadah pamrih nakaten wau, ing batosipun mesti mbudidaya “kepriye bisane aku di UWAH!” Inggih panguneg-uneg punika ingkang njalari wontenipun TABET, nabeti deteng indriya, sebab kagengen PANGANGSA-ANGSA. Mangka pamrih punika cacahipun maewuewu, wonten pamrih (melik) drajat, keramat lan semat.
Punapa leres punika sampun leres menawi namung sak tetembungan kemawon. Ayat Suci ing Qur’an 12 : “Seyektine Ingsun anguripake uwonguwong kang mati lan nulisake apa-apa kang dadi tabete. Sawiji-wiji iku Ingsun tulis ing sajroning kitab kang terang”.
Makaten, pangiyating wewerdenipu Hidayat Jati lan Bhagawatghita ing ngajeng ; dados terang sanget, bilih tembung aburing eroh dados baboning dumadi punika mesti wonten sabab-sababipun, ingkang asalipun ugi saking badan piyambak-piyambak, liripun menawi wonten pengalaman saking njawi punika namung minangka lantaran wontenipun tabet. Dados ayat wau sumerep, yen ingkang nyebabaken wong mati bali maneh, roh ingkang wonten ing alam kubur taksih kalepetan ing tabeting tri indriya, inggih punika tabeting kadonyan ingkang kendel kados ketrangan nginggil wau. Patokanipun makaten :
Rohipun tiyang punika ing alam kubur klambrangan kantipenandang, dumadosipun gesang ing Donya abadan wadag malih.
Ing ngajeng sampun kababar, bilih ing pundi-pundi papan lan padunungan manungsa tetep kalimpudan ing sipat GESANGIPUN ALLAH.
Kasaripun wewerden-wewerden makaten : Sinten kemawon bilih erohipun teksih binuntel ing pamrih (katabetan), senajan ta mati kaping 6 (enem), tetep bade ngalami urip malih abadan wadag ingkang kasebabaken dening pakartining indriya, mila kenging kasebut karmanipun piyambak-piyambak. Tegesipun : bakal nyaur marang daemane (pakartinea0 dewe, dereng pedotpedot yen dereng katurutan sedyanipun (pamrihe, pepinginane, nafsune).
Kados pundi menggah lelampahan salajengipun dene lajeng saged gesang awadag malih ? Punapa punika mbeten cengkah kaliyan ke-islaman ?.
Sarehning ingkang karembag punika rohipun tiyang, pramila mencokipun inggih dateng tiyang. Sedya ing ngriki namung bade angudari wewerden “inna lillahi wa inna illahi rojiun” asal saking Pangeran wangsul dateng Pangeran, mboten wangsul dateng Donya. Ing ngajeng-ngajeng sampun kapaparaken, bilih tiyang punika sayektosipun saged marak ing ngarsaning Pangeran (islamu) lan pangudinipun mumpung taksih gesang abadan wadag punika sarana nyatakaken (makripatullah).
Saged ugi lajeng wonten pangudaraos makaten : “Sarehning mbesuk bakal urip maneh, yen magkono dak anduweni sedya (pamrih) kang luwih luhur katimbang saiki iki”.
Sedya punika sanes ngelmu, nanging nafsu. Miturut ungelipun Dalil Qur’an surat Assajdah (serat Hamim) ayat 31 makaten :
“Ingsun mimpin sira urip ana ing donya lan akherat ; ing kana sira bakal antuk apa-apa kang sira pingini lan apa-apa kang sira suwun”.
Punapa sedaya sedya punika mesti lajeng katurutan? Mila makaten, jalaran ingkang katah-katah namung kendeg ing sedya, kasengguh menawi punika bade katurutan kelawan piyambak.
Sedya ing donya punika katurutan, menawi kasaranani lampah. Roh punika mboetn teka lajeng otomatis saged nggerbani wadag malih. Ing ayat-ayat wau sampun ceta, kapratelakake bilih ingkang saged nuntun lan nguripi punika namung Pangeran, keteranganipun : Penandanging roh wonten ing alam kubur wau, sagedipun wangsul marak ing ngarsaning Pangeran ugi saking kersaning Pangeran, lan sagedipun wangsul awadag malih gesang ing donya ugi saking kersaning Pangeran.
Nalika wonten ing Donya, pepinginan-pepinginan punika estunipun katah icalipun, awit kaslimur dening kawontenan rupi-rupi, ewasamanten, punika tetep nami ngraosaken angles, getun, sisah lsp; margi kabanda ing kadonyan (melik) warni-warni, dene raosipun ugi warni-warni tur sanes raos nikmat lan seneng. Pinten dasa taun anggenipun bade nandang, senajan ta idamidamanipun luhur, punika ingkang Priksa namung Pangeran.
Keterangan sakedik bab getun, sisah, angles, raos mboten sekeca. Punika penandanging roh (jiwa) ingkang kanti-kantilan rasajati saha ingkang katebetan nafsu-nafsu wau. Sarehning punika TABET ; pramila lelampahanlelampahan “punapa” kemawon ingkang sampun katindakaken nalika ing Donya, ing alam kubur bade tansah ngengataken. Raos GETUN punika bade ngicalaken penandang wau, nanging tetela mboten saged. Cekakipun ngoncati raos sisah, maras, miris, ajrih lsp., tetep mboten bade saged, lelampahan-lelampahan ingkang nalika ing Donya mboten patos dipun paelu, ing kubur prasasat sami ngetawis lan crita. Pramila dalil surat Yasin ayat 65 nyebataken : lan anggotane badane pada matur dewe-dewe. Ayat punika ugi wonten pangiyatipun, pirsanana serat Yasin 12, ingkang wosipun : rasajati ingkang kalepetan ing tabeting nafsu-nafsu wau sami criyos piyambakpiyambak, liripun ngatawis lan karaosaken (kacocogna kaliyan pengalamanpengalaman ing turu).
Dene roh ingkang KEKERSAKAKEN dening Pangeran kedah wangsul gesang awadag malih wonten ing alam donya punika ugi taksih TETEP ambekta TABETING pakaryan-pakaryan, kelakuwan, pamrih, melik, nafsu lsp., sedaya ingkang nalika ing Donya rumiyin dereng keturutan (kadumugen ing sedya). Dados “punapa” ingkang kabekta dening nafsunipun, tetep nglepeti.
Ing serat yasin ayat 12 nginggil wonten tembung : “lan anulisake apa-apa kang dadi tabete” Keteranganipun makaten :
Gesang dateng donya malih kanti mbekta tabeting pamrih. Ingkang makaten wau pramila lajeng wonten kadadosan bayi lair, sareng diwasa dados bajingan,pandita, presiden, dokter, pahlawan, pengacau, dagang, tukang lan sanes-sanesipun awit sedaya tabeting pamrih / nafsu / pepinginan, sampun katulis ing jiwanipun, maksudipun nabeti. Tulada sawatawis :
6.1.1 : Suta, putranipun Wedana, watakipun prasaja, anteng, jatmika, meneng, sigit pisan. Nanging punapa dene gadah mengsah? Sababing memengsahan wau awit sami-sami mburu sengit lan geting, mboten purun ngalah.
6.1.2 : Beja lare pidak-pedarakan, rupinipun awon, tur ciri pisan. Nanging punapa sababipun dene kelakuwanipun sae, sumanak, lsp. ; saha kancakancanipun sami trisna, purun kurban kangge kabetahanipun Beja.
6.1.3 : Ing Blitar wonten tiyang motel lotre no. 1, kamangka piyambakipun punika sayektos namung cobi-cobi tumbas lot kemawon, wusana lajeng sugih dadakan. Engeta “punika” namung sak jajal-jajal, kok temenan.
6.1.4 : Lare anakipun kaum berah, kalairaken ing alam paceklik. Gesangipun tansah ngenger-ngenger tiyang, ingkang manut pangancasipun sageda ngragadi sekolahipun. Dados menawi mboten kasekolahaken dening
Bendaranipun, aluwung mboten. Sapunika ndadak dados ahli Kehutanan (remen mikir bab ke-Allahan).
6.1.5 : Bung Karno, punika putra Mantri Guru Sekolah Rakyat ingkang sakedik pamedalipun. Nalika timuripun Bung Karno sekolahipun pinter ngantos saged pikantuk titel Insinyur. Punapa dene mboten makarya ing babagan bangunan, nanging malah dados satunggaling ahli politik? Tulada-tulada kados makaten pinanggih ing Indonesia kemawon, nanging ing pundi-pundi. Ingkang wigatos bab punika : ora pilih-pilih wong ! sayektosipun : Jiwa ingkang taksih kalepetan ing pamrih (nafsu, idam-idamanipun suwau lsp.) namung sadermi nerusaken tabeting pakartining pamrih lan nafsu duk rumiyinipun.
Allah “nguripake wong mati” punika kados tulada ing nginggil, ingkang kagesangaken rohipun. Saking conto-conto wau saged kapilah, pundi ingkang idam-idamanipun luhur lan pundi ingkang asor lan kaprahipun mboetn karumaosi dening ingkang ngawaki.
SADERENGIPUN mbabar conto-conto ing nginggil (6.1.1 – 6.1.5) prelu nlusur tembung KASTA, ingkang asalipun saking fahan HINDU, lan sampun maewuewu taun umuripun. Kaprahipun kasta punika kasengguh KLS BEBRAYAN, nanging lungunipun mboten makaten. Kasta punika wontenipun saderengipun wonten agami Islam samangke punika lan tumrap bebrayan universal (ngebeki donya) maksudipun PERANGANING GESANG ingkang sampun CUMITAK, tiyang mboten saged damel.
1. Brahmana : punika golonganing para ulah pikir. Wiwit jaman rumiyin ngantos sapeiki tansah wonten tiyang-tiyang ingkang makaten punika (Pandita, Wiku, Biksu, Tapa, Failsasuf, Theosoof, Pengarang, Mystikus ahli Tasawwuf, Beguron lsp.) ingkang PAKARYANIPUN ULAH BATIN.
2. Ksatrya : punika kapanggih ing WATAK, yen maton, kepanggih ing para ulah kridaning ayuda remenipun leladi dateng bangsa masyarakat kanti sepi ing pamrih, wedi ing wirang wani ing gawe, tekadipun namung memayu ing
tanah wutah erah. Punika, tumrap tata lair. Dene tumrap tata batin, tityang ingkang nggadahi TEKAT sinatrya wau mboten ngemungaken prajurit kemawon, nadyan anakipun Jebrak utawi sentena kemawon …… ing donya mesti bade kepanggih tiyang-tiyang ingkang remen laladi.
3. Wahisya : punika ingkang sami ulah pendamel bangsanipun kaum kriya.
4. Sudra : punika tataran asoring jiwa. Wonten ing bebrayan dipun awaki dening bajingan, pelanyah, kere, kecu, pengacau lsp., senajan manggen ing laladan punapa kemawon. Dados kasta punika sami kaliyan tataran utawi PEPRINCENING LELAMPAHAN-ing manunga ing salebeting gesang, ingkang namung saknurut kemawon dateng dasaring TABET ingkang kabekta suwausuwaunipun. Dene ingkang ngresakaken wontening pepricen-peprincen wau namung Pangeran piyambak, cocok kaliyan ayat suci Qur’an ingkang suraosipun makaten : Suwiji-suwijine iku wus Ingsun tulisake ing ndalem KITAB KANG TERANG……….! Ing basa pesantren, saged ugi kitab kang terang punika kasebut LUHZMAHFUDS (basa Indonesia Garis Hidup), garis ing lelampahan ingkang kasebabaken dening manungsa piyambak.
Wewadosipun :
a. Pangeran nganani luhzmahfuds, ginelar ing donya kalawan tetep. Saderengipun wonten titah, peranganing gesang (luhzmahfuds) sampun cumawis wontenipun 4 tataran.
b. Manungsa saged mbirat luhzmahfuds punika. Sarana darmanipun (pakartinipun) piyambak, ngoncadi jejering garis-gesang wau, upaminipun sarana “ islam, sumarah, suci, pasrah ; ngudi jumeneng MAKRIFAT.
Miturut lampahan-lampahan ingkang katuladakaken, sugih, miskin, pangkat lsp., wau sampun nerusaken tabeting idam-idaman. Pramila pocapan panitisan punika dasaripun leres, sged kagatukaken kaliyan ayat Suci surat
As-Sajdah 31 ingkang mungel : “Ing kana bakal antuk apa-apa kang sira pengini lan apa-apa kang sira suwun”.
Ω
SAREHNING Pangerah punika asipat WENANG gek mangke roh ingkang kagesangaken punika mboten abadan wadaging manungsa, gek lajeng kagesangaken awadag bajul upaminipun. Kang mangka bajul punika satrunipun manungsa lan manungsa saged nandukaken panguwaospun (mbedil, mbacok lsp), iba sakitipun.
Pramila tumrap pangudi Kasunyatan, kedah mbengkas tegkliwering manah. Ing ngandap punika udar-udaranipun tulada ing ngajeng, angka 6.1.1 – 6.1.5, makaten :
a. Sejajan si Suta putra Wedana, punika sejatosipun namung gebyaring lair. Duking nguni, saderengipun Suto wonten, jiwa (eroh) ingkang MANGGEN ing Suta samangke dalah kancanipun punika KALEPETAN pakartining (tabeting) nafsu memengsahan. Sapunika ingkang NGUNDUH awohipun, Suta.
b. Senajan si Beja anakipun tiyang pidak pedarakan, nanging kaserenan tabeting kelakuwan luhur. Ingkang ngunduh kesaenan wau inggih sanes tiyang sepuhipun, nanging si Beja.
Tabeting pamrih, pepinginan, nafsu lsp. wau, mboten lajeng kaunduh sanalika kemawon. Saged ugi sasmpunipun mataun-taun, gesang ingkang bade kalampahan malih sarana idining Pangeran. Gusti Allah mimpin sedaya panyuwun-panyuwun sarana kagantos wadag sanes.
Saminipun katerangan-katerangan ing ngajeng bab Kenabian : Nabi-nabi wau sarehning sami tekadipun (monotheisme), anekadaken ALLAH punika
SATUNGGAL lan ESA, pramila Nabi Ibrahim, Musa, Isa lan Muhammad saw, punika ugi namung SATUNGGAL. Dados sokmakatena Nabi Muhammad saw punika namung nerusaken Kenabianipun Nabi-nabi sakderengipun.
Mila leres, para Theosoof kagungan tekad, yen “meester” utawi Panuntun Agung punika abdan wadag, kempal bebrayan ngenggeni darmaning gesang. Dene panjalmanipun “meester” punika milih titiyang ingkang saged kapanggenan, upamanipun : tiyang remen paring obor datenf bebrayan ingkang sasar. Punika pepindanipun Sang Hyang Wisnu manjanma angedaton ing salah satunggaling tiyang. Inggih jalaran wontening roh-roh luhur ingkang sok manjanma punika, mila lajeng wonten kasta Brahmana.
Sapunika bab tulada angka 6.1.5. ing abad kaping 14-san wonten satunggaling Nindya Mantri asmanipun Mapatih Kino Gajahmada, ingkang damel panjang pungjungipun nagari Majapahit. Ing ngriki ingkang wigatos sanes riwayatipun Gajahmada, nanging idam-idamanipun, inggih punika NYUWIJEKAKEN (Ind. Mempersatukan) Bangsa Indonesia ingkang umadeg saking suku-suku katah saget. Pratikelipun Gajahmada nalika semanten sarana ngawontenaken pepayung, minangka gagaran panata praja, (Indonesia-nipun mukadimmah) inggih punika Sila-sila ingkang kadadosaken dasar. Nanging saderengipun sila-sila ingkang kakersakaken wau dados, kasaru wontening daredah antawisipun para manggalaning praja.
Miturut lampahing sejarah Tanah Jawi senajan mboten kaserat sila-sila ingkang kakersakaken dening Ki Patih Gajahmada punika inggih ingkang samangke kesebat PANCASILA punika.
Sapunika kacocogna kaliyan pidatonipun Presiden Ir. Soekarna nalika nampi gelar Doctor Honoris Causa ing Universitas Negeri Gajahmada ing Ngajogyakarta. Makaten sesorahipun : “Saya bukan pencipta Pancasila, tetapi saya seorang Soekarno ini hanya sekedar MENGGALI sila-sila iyu yang sejak beratus-ratus tahun telah berurat berakar didada Bangsa Indonesia, ialah PANCASILA”!
Makaten suraosing sesorah ingkang gandeng kaliyan Wedaran Wirid. Semanten ugi sesorahipun nalika ngepyakaken Rapat raksasa Kongress Rakyat ing Surabaya.
Bung Karno kawiyosaken ing Blitar ing tahun 1901M. Tuwuhing pangraos : “Apa Bung Karno wis semayan karo Patih gajahmada?” punapa sebabipun sene idam-idamanipun Bung Karno sami kaliyan idam-idamanipun Gajahmada. Mangka miturut tatalair, sasurudipun Gajahmada ngantos sapriki punika sampun 6 atus taun.
Ing donya pundi kemawon, saderengipun wonten agama Islam, Kristen lsp., sampun wonten (isen-isenipun) Pandita, Filsuf, Sufi lsp. Saben tiyang mboten perduli beragami utawi mboten, bangsa punapa kemawon, MESTI MALEBET ING SALAH SATUNGGILING kasta punika (Al-Buruj, 19).
Wondene tumrap PAKARYAN ing madyaning gesang bebrayan, TETEP wonten ing kahanan ungeling ayat Suci Qur’an Al-Annaam 132 : siji-sijine uwong iku anduweni derajat dewe-dewe miturut pakaryane.
Pranyata menawi kamanah, kasta-kasta tumrap ukuraning Gusti Allah punika dumunung ing tataraning batin, tegesipun manungsa mung SADREMA nglakoni. Dene ukuraning tiyang gesang : mboten ngrumaosi wontening kasta-kastanipun piyambak-piyambak, nanging “lemlampahan” tumuju dateng kastanipun piyambak-piyambak (Luhzmahfud).
Sababipun ingkang ngayahi KATABETAN sifating jiwa (roh) ingkang miturut idam-idamanipun rumiyin dereng malebet (nurut) tundoning kastanipun. Tegesipun : senajan ta sapunika asor manggen ing kastanipun piyambak, saderengipun katurutan manggen ing kasta inggil piyambak, tetep majanma prelu nuju dateng kasta ingkang luhur (evolusi). Pinten taun lelampahan nuju dateng luhuring kasta (luhzmahfud) punika, namung Pangeran ingkang priksa.
Ngewahi nasib punika pratikelipun kedah sarana mbudidaya mboten namung nrimah manggen ing kawontenan ingkang nembe dipun alami samangke. Punika pancenipun inggih pamrih (pangiketing kdonyan) nanging lugunipun mboten nrimah dateng kawontenan PENGRAOS samangke kemawon lan tansah mbujeng kamulyan lan nyuwiji, sebab : “wus kesuwen anggone ngalami kastane”
Ω
TIYANG gesang punika kedah tansah emut, bilih saparipolahipun tansah nandang BEBANDAN njawi / nglebet. Bebandan njawi rupi alangan-alangan saking ngasanes, para satru (6.1.1.) ingkang rohipun katabetan raos geting, memengsah lsp : inggih pakartining eroh ing rumiyinipun ingkang tansah ngresahi. Kawontenan makaten punika kepanggih ugi ing kalanganing brayat piyambak (anak, semah, mara sepuh, embah, lsp.). dados ing antawisipun brayat piyambak ugi wonten ingkang dados mengsah (enget tabet), kados ingkang kaceta wontening Qur’an serat At-Taghabun 14 : “He wongwongkang pada iman, sejatine ing antarane bojo lan anak-anakmu ana kang dadi satrumu, mula saka iku sira waspada !”.
Satru ing ngriku, ateges panjanmaning jiwa ingkang kalepetan sipat asor. Kados pundi lika-likuning gesang nuju dateng satunggal-tunggaling kasta (garis gesang) sampun ceta. Samangke saking pundi asalipun luhzmahfud wau !???. wangsulanipun bade kapanggih andaran salajengipun.
Sarehning garis gesang punika tataranipun tetep 4 warni, ing ngandap punika wonten wewerden minangka paseksen lan ing salajengipun supados mboten ngodengaken :
1. Suta mboten mangretos garis-gesangipun. Sarehning mboten sumerep, mila lajeng rekes padamelan, saged katampi lan kadadosaken pegawai tinggi sabab pancen pinter lan nyekapi.
2. Ing satunggaling wekdal, Suta katangkep awit konangan anggenipun korupsi saha lajeng dipun kunjara. Brayatipun sami kateteran, nandang kasisahan lan wangsul sami dados mlarat malih kados nalika lair sepisan. Medal saking kunjara. Suta kapeksa dados tiyang ngemis, senajan secara migunakaken lampah alus (mawi les-derma). (Mirsanana ayat-ayat surat AlAnnaam 132. Al-Ra’du 11, kacocogna kaliyan ayat Al-Fath 23).
Wedaranipun makaten :
Miturut tulada nginggil nomer 1, Gusti Allah mboten ngewah sunahipun, tataran sudra ing Donya TETEP WONTEN. Dene tindakipun Suta wau tuwuh saking sedya ingkang katabetan jiwa asor (sudra). Gebyar gagah, pangkat mentereng, pinter lan cekatanipun njalari Suta sengkud ing panindakpanindak wau, dados piyambakipun nglenggahi kawontenaning ayat Qur’an surat Al-Ra’du II, liripun : Pangeran ora bakal ngowahi apa-apa, yen deweke ora ngowahi……! dados ewahing lelapahanipun si Suta wau margi saking tindakipun piyambak, sanes saking kersaning Gusti Allah.
Ing saupami Suta ngretos, mesti mboten bade ngalami lelapahanlelampahan makaten punika, mboten bade wangsul sudra malih (saged uwal), sarana kodratipun mestinipun saged ngoncati korupsi. Dados keteranganipun : Suta tetep dados isen-isening luhzmahfud asor.
Ringkesan :
aa. Sunnah : peraturan undang-undang hukum Allah, kadosta : wontenipun kasta-kasta, luhzmahfud, paten-pinaten, wirang nyaur wirang, mati, urip, lair, wiji tukul nunten awoh, bumi, planet tansah mubeng, wiwit jaman kina mboten brebah, panggah makaten.
bb. Sunnah : tumrap lelampahan wonten 4 tataran, tetep punika wontenipun lan mboten saged ewah gingsir, nanging saged kaewahan dening tiyang
ingkang taksih gesang abadan wadag. Ewahipun saking sakedik, upaminipun saking Waisya, minggah dados Satrya saterusipun, gumantung dateng pakartinipun nalika gesang.
cc. Luhzmahfud (kitab terang), garis hidup. Inggih punika sugih, miskin, bodo, pinter, kepenak, ora kepenak, gendeng, waras, pangkat, kere, negja, cilaka lsp., tetep wonten. Liripun luhzmahfud punika agem-agemanipun tiyang satunggal-satunggal ingkang piyambakipun mboten tumut-tumut ndamel. Ingkang mahanani inggih punika : jiwa ingkang manjanma wonten ing angganipun mbekta TABET.
Kadosta : tabeting durjana, anabeti jiwa dursila (pundi-pundi wonten), senajan pangkat sugih, lsp. Utawi tabeting dursila, nabeti panindak : madon, mangan, maling, lsp. Tabeting jiwa sae tukul (nabeti) sae, luhur, pandita, mukmin lsp. !
Makaten lelampahan-lelampahan ingkang tansah mubeng mbrebawani bebrayan.
Bab 12 AJARAN HARI KIAMAT (QIYAMAT) MACAM-MACAM KEJADIAANNYA, MEMBUKTIKAN.
Sebelum menceritakan tentang kiamat, diterangkan rahasianya, dan waktu terjadinya kiamat, dijawab terlebih dahulu. Kiamat itu tiap-tiap hari, tiap-tiap jam, tiap menit, tiap detik, bisa saja bersamaan, tetapi tidak rusak dan tidak hancur, semakin lahir dan selamat. Menerangkan tentang Kiamat membutuhkan pikiran yang jernih dan bijaksana, harus dipikir dahulu, cocok atau tidaknya dengan kenyataan, yang diatas sudah diterangkan bahwa kitab-kitab suci Al-Qur’an Nul Qarim, Bybel, Injil dan lain-lain, semua bukan untuk orang mati (yang sduah dikubur) tetapi
untuk orang hidup, lalu jalan membuktikan kata-kata akhirat, Kiamat, mati, Luhilmahfudz, padang Maqhsar, itu harus jumpa (terdapat) dibawah ini.
Umumnya kata Kiamat itu hancur dunia seisinya, karena hancur lebur satu hari bersamaan, Kiamat asal dari kata Qiyaman, menjadi Qiyamah; bangun seketika, contoh Yaumil Qiyamah menjadi Yaumil Qiyamat. Yaumil Qiyamat; berdiri sendiri.
Cerita tentang hari Kiamat sebenarnya hari para Roh-roh yang dibangkitkan dari kubur, lalu diperintahkan ke Padang Maqhsar (lapangan yang sangat panas). Di Hadist Bukhari ayat : 42 Bab : 9; Nabi Muhammad tidak pernah mengatakan Kiamat itu rusak, kata bahasa Arab jelas sekali mengatakan tidak rusak, tetapi bangkit (berdiri sendiri).
Umpama sifat 20 diteliti, Kiamat itu sifatnya Allah (Qiyamuh Binafsihi); berdiri sendiri, jadi bukan rusak atau hancur, dan kitab-kitab Bybel, Al-Qur’an dan kitab suci lain-lainnya tidak pernah mengatakan dunia itu hancur, semua itu tetap baik-baik saja atau lestari. Apa sebab masyarakat umum mengatakan Kiamat itu hancurnya dunia?. Katanya diwaktu hidup mengerjakan shalat lima waktu mempunyai tanda dikeningnya langsung masuk Surga, berkumpul dengan leluhurnya. Dan jahat (Kafir, kufur) disiksa, benar di Qur’an menerangkan; Kiamat bersamaan dengan huru hara yang mengerikan, tetapi sampai sekarang walaupun berjuta-juta tahun tidak terbukti. Qur’an mengatakan Kiamat itu datangnya tiba-tiba (tersentak), dan yang melihat Allah sendiri. Apa para hamba-Nya bisa mengetahui (melihat), itu pertanyaan yang sehat berdasarkan pikiran yang jernih, mencari yang sangat sulit tentang Kiamat harus berlandaskan kita suci Al-Qur’an Nul Qarim, Bybel dan Hadist yang Shahih. Dibawah ada contoh bersangkutan tentang Kiamat; 1. Si A umurnya lebih dari 50 tahun bercerita dengan Si B; nanti dunia akan Kiamat, hancur dengan isi-isinya, datang seketika, tentang ini tidak ada yang mengetahui, hanya Allah sendiri.
2. Si B percaya dan yakin dengan kata-kata Si A tadi, umur si A mencapai 100 tahun mati, jadi tidak mengalami dunia hancur.
3. Si B masih hidup, tetap mengoreksi datangnya Kiamat tadi, tentang Si A. Si B lagi-lagi cerita tentang Kiamat kepada anak-anaknya si C, lalu menceritakan dengan anaknya lagi. Jadi itu semua cerita bohong (Tahayul). Cerita Kiamat sehingga turun temurun, hingga sekarang, dunia tetap segar bugar, jadi Kiamat hancur itu semua tidak terbukti.
Menjawab keterangan Kiamat rusak, diantara dua itu tidak ada, lalu sebaliknya, Kiamat itu berdiri, kalau rusak akan tetap hancur, ada pertanyaan; apa dunia itu tidak rusak?, jawabnya; kekuasaan Allah itu bukan untuk merusak dunia, kalau hanya merusak dunia itu mudah, lebih mudah dari memijit buah ranti, karena Allah itu yang Maha Kuasa, yang diciptakan itu semua milik-Nya.
Dibawah ini ada ayat-ayat suci yang berhubungan dengan Kiamat;
Qur’an surat Az-Zukhruf : 66 ;
”Mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya.”
Qur’an surat Al-Baqarah : 28 ;
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”
Qur’an surat Luqman : 28 ;
“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
Qur’an surat Yaasiin : 33 ;
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya bijibijian, maka daripadanya mereka makan.”
Ayat no.4 tersebut diatas tidak terdapat kata-kata rusak, apalagi rusaknya dunia; sebenarnya isi Al-Qur’an penuh dengan teka teki yang sangat unik, yang harus dibuka jikalau mengambil arti yang sebenarnya.
Dalam Qur’an surat Al-Israa : 89 ;
“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al Quran ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya)”
Arti ayat-ayat yang diatas, ayat No.1 diterangkan; datangnya Kiamat tibatiba (tersentak), dan manusia tidak sadar (tidak merasakan), umpama Kiamat itu rusak pasti manusia bisa merasakan karena semua menyaksikan. Mengetahui itu berarti manusia merasakan (ingat). Dan ayat No.2 menerangkan; bahwa manusia dibangunkan (di Kiamatkan) dengan Allah atau dihidupkan. Sesudah menjalani hidup didunia, lalau di matikan kembali, seperti dilahirkan (menjelam). Ayat No.3 membuktikan yang sangat jelas; Allah membangkitkan dari kubur (menghidupkan lagi) ke dunia memakai jasmani, dilahirkan menjadi bayi dari rahim manusia. ayat No.4 menerangkan tentang Kiamat; Allah memberi peringatan, Kiamat itu seperti benih (biji-bijian) yang tumbuh sendiri ditanah; artinya benih itu tumbuh
menjadi buah, buah ditanam menjadi benih, itu terus menerus, anak beranak. Sulitnya tentang tumbuh, yang pasti melalui proses, keluar dari dalam buah (Qiyamuh Binafsihi), jelasnya Kiamat.
Sebelum keterangan-keterangan yang menerangkan Kiamat itu seperti apa?. Lihat dulu ayat-ayat suci Al-Qur’an surat Al-Hajj : 7;
“dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur”
Qur’an surat Al-Ahzab : 63 ;
“Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah.” Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”
Qur’an surat Al-Kahfi : 48 ;
“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian”
Qur’an surat Yunus : 44 ;
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim (menganiaya) kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim (menyiksa) kepada diri mereka sendiri”
Qur’an surat An-Naazi’aat : 25 ;
“Maka Allah mengazab (menyiksa)nya dengan azab (siksa) di akhirat dan azab (siksa) di dunia.
Qur’an surat Ali-Imran : 108 ;
“Itulah ayat-ayat Allah. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya (menyiksa) hambahamba-Nya”
Qur’an surat An-Nissaa : 132 – 133 ;
132. “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara”
133. “Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai penggantimu). Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian”
Rahasia ayat-ayat suci diatas diterangkan dibawah; Kiamat itu sebenarnya terjadi setiap hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detik, sewaktu-waktu bersamaan. Keterangannya; lahir bayi kedunia bersamaan harinya walaupun tempatnya dimana-mana, di Indonesia ataupun di luar negeri dan lain-lain. Menurut orang, Qur’an surat Yunus : 44, tersebut diatas; hancurnya bumi (dunia) ternyata omong kosong, umpama dunia hancur, Allah menyianyiakan ciptaannya. Allah tidak pernah menyia-nyiakan umatnya, tetapi manusia saling siksa menyiksa, Bom mengebom (hancur menghancurkan). Dan Qur’an surat An-Naazi’aat : 25, diatas tujuannya; lahir gantinya mati, hilang itu tidak melihat barangnya, tetapi barangnya tetap ada, kalau lahir
terus menerus didunia pasti padat isi manusia dan hewan, kalau banyak yang mati lama-lama dunia kosong, sebenarnya dunia sudah diukur, tetap tidak bertambah dan berkurang, umpama air menurut ukuran para ahli 280 miliar ton x 1 kubik (1000 liter), ukuran tadi setiap hari berkurang dilaut, menjadi uap terbang keatas menjadi air, air jatuh kebawah, begitu selamanya, hanya pindah tempat.
Didunia sedari zaman dahulu sampai sekarang tempat kematian, bala, pembunuhan, perang, tetap dimana-mana. Bayi tetap lahir (Kiamat), jadi jumlah manusia semakin padat, tetapi lain waktu banyak yang mati akibat perang atau Tsunami (gelombang air laut naik kedarat). Qur’an surat AliImran : 108 diatas mengatakan; Allah itu tidak akan menyia-nyiakan umatnya, tetapi menjaganya. Qur’an surat An-Nisaa : 132 – 133 diatas menyatakan; sudah cukup Allah menjaganya, jika Allah menghendaki kamu semua dimusnahkan, diganti dengan umat yang lain.
Kalau ada orang mengatakan besok dunia hancur, itu sebenarnya tidak dikehendaki Allah, umpama dikehendaki sekejab mata pasti musnah, itu namanya sia-sia, oleh karena Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang (Rahman Rahim).
Membahas tentang Kiamat itu rusak.
Karena Dat itu meliputi seluruh yang ada (Q.s Hamim As-Sajdah : 54), lalu Hakikat Aku dan Kamu satu (At’tauhid), sama-sama memiliki Dat (Dat, Sifat, Asma, Afhngal), itu satu. Karena meliputi semua ciptaannya, kalau Kiamat itu hancur lalu kemana perginya Dat (Allah) yang mempunyai sifat 20. yang menjaga alam lalu sembunyi dimana?, sangat membingungkan. Sebenarnya Hakikatnya Dat melestarikan ciptaannya. Kalau Kiamat itu rusak tidak akan terjadi, karena Allah tetap adanya, Dat itu melestarikan umatnya dan alam raya ini. Itu Allah mengatakan di Al-Qur’an surat Al-Jaatsiyah : 3 ;
“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman”.
Jadi Allah menciptakan langit dan bumi dan alam raya tetap tidak diganggu, tetap dijaga, dilestarikan, tidak akan dirusak, karena itu menjadi saksi bahwa Allah itu ada.
Seketika ada orang bertanya agak maju sedikit, apa pekerjaan Allah sesudah menciptakan alam raya dan seisinya?. Pertanyaan itu membuktikan bahwa Kiamat hancur itu tidak ada, Allah Maha Mengetahui (wikan-jawa).
Jadi jelas di Qur’an surat Yaasiin : 82 ;
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah (Qun Fayaqun)”
Pelajaran (buku) Ronggo Warsito mengatakan; Qun artinya perkataan Allah, berkata sekali untuk selamanya (abadi), pelajaran Kitab sifat 20 yaitu nama yang benar. Fayaqun artinya terjadi Jagad raya seisinya untuk selamanya.
Qur’an surat Yaasiin : 82 diatas artinya menguasai segalanya yang ada, semua tidak ada yang terlewatkan dengan kata Allah (Qun Fayaqun). Umpama matinya manusia karena kehendak Allah, jadi pasti sama dengan bayi lahir dari kandungan ibu. Jadi yang menjadi imbalan mati karena Kodrat. Karena yang dibicarakan tentang hidup, jadi kalau ada bayi lahir selamat, itu tanda bahwa bayi lahir tadi mendapat Sabda Allah, karena Qun Fayaqun; terjadi, terjadi hiduplah kamu, seketika bayi itu lahir dan hidup, lalu timbul pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran Ronggo Warsito (buku Hidayat Jati); apa sebabnya Allah itu mengatakan Qun Fayaqun terus menerus?, menurut Ronggo Warsito yaitu :
Perkataan Qun = Dat Suci;
Dat Suci = Nama suci (tidak pernah berubah);
Fayaqun = Terjadi alam raya seisinya seketika selamanya.
Nama suci artinya Allah itu ada, adanya Allah memiliki sifat 20. sifat 20 diciptakan beserta sifat-sifatnya, jadi yang mendapat kata-kata itu orang yang mempunyai sifat 20 tadi, artinya kata-kata Allah kekuasaan Allah sendiri, jadi kekuasaan itu dimiliki sendiri, jadi Dat suci itu memiliki sifat 20 + 1 kekuasaan (wenang-jawa) menciptakan.
Karena kuasa menciptakan, maka apa saja yang tidak disertai kekuasaan (wenang-jawa) tidak terjadi (ujud), sebab tidak memiliki kekuatan Dat (pakarti-jawa) sifat 20.
Jadi Kiasan Ronggo Warsito tentang Qun Fayaqun itu adanya ciptaan yang nyata (ujud) Jagad raya tetap tidak akan rusak dan hancur, dan tujuan ayat suci Al-Qur’an surat Yaasiin : 82 diatas, hanya bagi yang dikehendaki langsung ada.
Lahir dengan selamat sebenarnya menerima kata-kata Allah, jadilah kamu seketika jadi. Dan yang lahir baru dan badan baru itu tidak ingat, sewaktu manusia melewati jalan tidak ingat itu, sebenarnya melewati alam yang tidak bisa dijangkau (tankeno kinoyo ngopo-jawa), karena tidak merasakan apa-apa (Ma’rifat) tidak laki, tidak perempuan, tidak zaman, tidak tempat, tidak jauh atau dekat. Itu artinya rahasia sastra jendra dan disebut makhluk yang bisa mengetahui, karena penjelmaan jiwa itu ada 2 unsur :
1. Kalau bisa mengamalkan perjalanan, Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun (keterima amalannya dengan Allah/mulih mula niro-jawa).
2. Kalau tidak sama sekali mengamalkan, sama berulang kali dilahirkan kedunia memakai badan jasmani.
Siapa saja yang tidak mengerjakan sewaktu didunia, pasti di Kiamatkan lagi, dan tujuan-tujuan itu yang dimaksud Islam. Jiwa yang suci bisa mengalami seperti diwaktu lahir.
Keterangan ayat Qur’an Ali-Imran : 102 ;
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam (At’tauhid).”
Pemeberitahuan; jika mati dalam keadaan Islam, artinya mati tidak merasakan apa-apa, orang yang begitulah yang bisa melewati alam kuburnya tidak merasakan apa-apa sama seperti tidur tidak mengalami mimpi. Walaupun ada rasanya tenang dan tentram tidak merasakan yang tidak enak.
Ukuran setiap hari kalau tidak berbuat salah, walaupun terdakwa (didakwa) pikiran pasti tidak was-was, tidak gentar, tenang dan tidak berdebar-debar. Roh yang yang bisa menyatu: Innalillahi itu kalau sudah datangnya hari Kiamat (lahir lagi) tidak ikut dikiamatkan lagi seperti ayat Qur’an surat AzZumar : 68 ;
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri (bangkit) menunggu (putusannya masingmasing)”
Ayat diatas maksudnya Roh-roh (jiwa) yang sudah menjadi ijin Allah menghadap kepada-Nya dan menyatu dengan Dat (Allah) atau Islam, mereka tidak ikut pingsan atau ikut bangkit dari Kiamat, yaitu jalannya menuju asalnya ((Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun). Jadi jelas perkataan Allah tujuannya Ketuhanan (ke Allah-an / Kasunyatan-jawa). Sudah tercatat pada Qur’an surat Al-Kahfi : 48 , seperti tersebut diatas, catatan lewat seperti keadaan Roh yang mengahadap Allah?, jawabnya; Qur’an surat Al-An’aam : 94 ;
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutusekutu Tuhan (berhala) di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah)”
Begitulah perjalanan Islam yang sebenarnya, artinya ayat-ayat itu kalau diteliti yang benar, pulang Roh kepada Allah sama dengan kosong (suwungjawa / keadaan Tankeno Kinoyo Ngopo –jawa).
Tujuan semua pengalaman Hakikat, menerima wahyu, melihat gaib, melihat saudara sendiri (bayangan putih) sudah dianggap Allah, karena disembah bisa memberi pertolongan, itu bisa menjadi berhala bagi Allah. jadi Roh yang dikehendaki Allah tidak di Kiamatkan (dibangkitkan) lagi, itu adalah Roh yang bersih tidak ada sangkutan apa-apa (tidak ada keinginan/kosong).
Aslama, Islamu, Muslimuna, itu sudah jelas yang sebenarnya, penyembah yang benar itu sebenarnya kosong bagi keinginan (tidak ada keinginan apaapa), tidak ada pikiran apa-apa.
Jadi keterangan tentang Kiamat itu menurut ucapan Nabi Muhammad SAW dan dalil Al-Qur’an Nul Qarim yang terdapat pada Hadist Bukhari : 12 diatas; sama-sama meneruskan perjalanan Roh yang belum tercapai tujuannya. Dan
perjalanan bermacam perjalanan itu hanya sekedar meneruskan cita-cita (keinginan) terdahulu (tabet-jawa). Umpama begitu manusia itu selalu dilahirkan kedunia, contoh; anak si A ada tujuh jumlahnya, itu perjalanannya berbeda-beda ada yang menjadi pegawai, tentara, durjana, saudagar, wts dan lain-lain, itu semua karena tempatnya (jasmaninya), itu artinya; si A itu seorang gagah perkasa, kaya dam cerdas, singkatnya hidupnya mewah, lalu meninggal, tanggung jawab Roh memilih tidak mati karena sayang meninggalkan harta bendanya didunia, lalu dialam kubur si A memandang (menerima siksa kubur), karena masih merasa masih meninggalkan hartanya. Setelah waktunya Roh di Kiamatkan (dibangkitkan) kedunia lagi, tidak bisa lagi seperti dahulu kala, karena jasmaninya lain, ujud bayi lahir namanya si C dan lain-lain yang menjadi tempatnya keinginan dahulu (tabetjawa).
Pengalaman orang yang matinya tidak enak (mulangsarak-jawa) sebagai orang jahat itu;
Qur’an surat Al-Mu’minun : 99-100 ;
99. “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)”
100. “agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”
Menurut dalil Al-Qur’an, Kiamat itu sama tumbuhnya benih, dan menurut perkataan Nabi Muhammad SAW; orang perempuan melahirkan majikannya (pangkat, luhur, budi), atau ada anak gembala (orang rendah) bisa menaiki Tahta kerajaan, artinya si perempuan menumbuhkan benih yang luhur (wanita yang melahirkan anak yang mempunyai jiwa yang mulia), gaibnya ayat suci dan Hadist terdapat pada perempuan (wanita). Jadi adanya wanita, menyebabkan bergilirnya cerita (perjalanan). Benih yang luhur (mulia) tidak
memiliki bangsa, pangkat, rendahan, baik dan buruk hanya terdapat pada wanita. Siapa saja yang menjadi wanita, bisa menjadi manusia. jadi ada kiasan lahir berkali-kali itu maksudnya; lahir meneruskan bekas-bekas dahulu (tabet-jawa) bisa menempati tempat yang baru.
Bab 13 KETERANGAN TENTANG TANDA-TANDANYA HARI QIAMAT
Di ayat Al-Mukminin : 99 – 100, ada kata Bardzahchun (aling-jawa) benbatas, yaitu yang disebut Kubur, jadi orang pintar dan gagah itu tidak bisa kembali lagi, karena sudah hancur dan busuk tidak bisa dipakai lagi karena sudah ditinggalkan (mati), akan tetapi yang menempati alam kubur hanya keinginan-keinginan di waktu hidup didunia, permintaannya bisa terjadi lagi, itu keluhan si Roh tadi.
Roh yang menempati alam kubur itu tidak akan terjadi lagi seperti tubuh yang kita pakai lagi, seperti halnya pakaian yang tidak koyak dibuang, harus ganti yang baru lagi dan seterusnya. Dan umpama Roh tadi bisa lahir lagi memakai jasmani, diterangkan di sifat 20 :
1. Roh (jiwa manusia) memakai sifat 20 yang ke 5, yaitu sifat Allah Qiyamuh Binafsihi; berdiri sendiri, bangun sendiri tanpa ada sebab apa-apa (Qiamat), umpama Roh tidak memakai jasmani geraknya berdiri sendiri, bisa melewati alam kosong (suwung-jawa), tidak ada yang menghalang-halangi, Roh pergi tanpa keinginan yang kotor, umpama air kotoran itu bercampur apa, kotoran Roh tadi sudah membekas (tabet-jawa) dari keinginan nafsu serakah (tamak) dan sebagainya yang keinginannya tidak seberapa (pasif), ada yang hanya getaran (aktif). Yang aktif itu bebannya berat, mudah tenggelam dalam air, dan yang pasif tadi tidak tenggelam. Karena dua-duanya sama-sama menanggung beban, itu sebabnya bisa lahir lagi karena kodratnya Allah sendiri. Dan dari kata-kata sendiri (Qun Fayakun) apa yang dikehendaki, umpama ingin menghadap kepada-Nya (kehadapan Allah).
2. Ukurannya hanya 2 :
a. Siapa saja yang Rohnya bisa menyatu dengan sifat Layu Kayafu (lan kena kinaya-jawa) sama dengan menghadap Allah.
b. Tidak akan menghadap atau di Qiamatkan lagi, walaupun didunia kelihatannya Alim dan Takwa.
Menurut keterangan diatas, Roh itu hanya ada 2 jenis; Baik dan Kotor. Suci ukuran dunia; tidak pernah menjalani perbuatan yang tidak baik, tetapi suci ukuran Allah; tidak pilih kasih tetapi sama saja (sama) mengerjakan katakata di ayat Qur’an Surat Al-Arraf : 29 diatas, artinya bisa merasakan seperti bayi yang baru lahir, tetapi ukuran dunia sebaliknya; suci bagi Allah, kotor itu semua yang merasakan yang mengalami yaitu yang menanggung sengsara, dan sengsarnya (menanggung Roh menyorong munndur majunya kemauan) tidak diketahui yang lain kecuali Allah Yang Maha Tahu. Tentang itu tadi batin bisa mengingkari, bukti dan rasanya menanggung itu siapa saja yang menyesali barang yang telah hilang walaupun sedikit pikirannya teringat, marah dan hidupnya tidak tentram.
Orang mati keluarnya nyawa melewati rasa, ingat asal Rohnya masih merasa memiliki apa-apa, walupun sudah ditinggal Rohnya sudah tidak merasa apaapa, orang yang sudah menyingkirkan keinginan Sekaralnya (sekaratul maut) tidak melalui rasa ingat, sama dengan menyatunya hamba dan Allah (Layu Kayafu).
Karena jalannya Qiamat sudah diterangkan, oleh sebab itu tanda hari Qiamat bila diselaraskan dengan tanda Lahir ternyata cocok. Di keterangan Qiyamuh Binafsihi; berdiri dengan sendiri, besar sendiri, bergerak sendiri, buang hajat sendiri, buang air seni sendiri, hidup sendiri artinya memiliki sifat Qiyamuh Binafsihi yaitu sifatnya Allah.
Air mani yang dikeluarkan dari Pria diterima oleh mani wanita, lalu menjadi gumpalan darah didalam Rahim Ibu menjadi bentuk seperti bayi masih bentuk titik lubang kecil, lubang lama kelamaan membentuk lubang-lubang alat untuk bekerjanya Panca Indra, lama-lama membentuk bayi yang sempurna laki-laki atau perempuan, sebab adanya sifat 20 Qiyamuh Binafsihi.
Tiap-tiap yang hidup itu bisa besar sendiri, tumbuh sendiri (Qiyamuh Binafsihi), sifat membesarkan (mengembangkan) dan membentuk dan lainlain. Karena perut wanita kecil jadi tidak tahan menahan benda yang membesar, lalu lair sendiri karena sifat Qiyamuh Binafsihi. Jadi lahir itu perjalanan yang tetap (Qiyamat), jadi bayi lahir 9 bulan 10 hari itu ketentuan kodrat (batas melahirkan) dan kalau ada bayi lahir sebelum waktunya itu kesalahan yang mengandung (kurang perawatan) atau kecelakaan.
Firman Allah : Qur’an surat Al-Zalzalah : 1 – 8 ;
1. Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), 2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, 3. dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, 4. pada hari itu bumi menceritakan beritanya, 5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. 6. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacammacam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) amal perbuatan mereka, 7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun (debu yg halus), niscaya dia akan melihat (balasan)nya. 8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
Kata Guncang atau bergerak kuat itu terjadi seperti karena gempa, gunung meletus, tanah longsor. Umpama goyangnya badan jasmani, sebenarnya mengalami kejadian tadi seperti gemetar takut jumpa dengan harimau, gemetar hampir kejatuhan kelapa dan lain-lain, seperti itu sebenarnya bukan hancurnya tubuh (jasmani), tetapi tetap keadaan hidup dan bisa merasakan apa-apa,
Qur’an surat Al-Qaari’ah : 1 – 11 ;
1. Hari Qiamat, 2. apakah hari Qiamat itu? 3. Tahukah kamu apakah hari Qiamat itu? 4. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, 5. dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan’ 6. Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, 7. maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan’ 8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, 9. maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah’ 10. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? 11. (Yaitu) api yang sangat panas.
Surat diatas bila kita teliti secara jernih, intisarinya Qiamat itu bukan kerusakan tetapi tentang kejadian-kejadian yang sangat mengherankan. Menerangkan rahasia-rahasia ayat yang diatas perlu contonh-contoh yang bersangkutan ilmu bumi dan sejarah;
1. Pada zaman dahulu manusia hidup menurut Kodrat, kebisaaan melahirkan kandungan sangat berbahaya menurut ukuran zaman dahulu karena sudah ada adat tradisi, jadi bagi orang zaman sekarang dianggap bisaa, contoh
yang diatas kalau di qiyas (teliti) dengan keadaan jasmani, persis makna ayat suci yang diatas ada kata-kata kejadian yang mengerikan, maksudnya bagi perasaan bergetar karena takut dan badan merasa pegal-pegal dan gemetar yang dirasakan oleh wanita yang mengalami melahirkan pertama.
2. Bila ada wanita yang hamil pertama kali perutnya pasti bulat dan runcing sperti gunung, lalu sewaktu melahirkan mereka merasa ketakutan (ngerijawa) dan badannya pegal-pegal dan lain-lain. Seperti apa rasanya wanita yang akan melahirkan, ada yang mengatakan perang Sabil (perang suci karena Allah) jika tidak selamat bisa saja mati, karena sudah waktu perutnya mengecil karena isi perutnya yang belum diketahui sudah keluar (lahir) dan perutnya yang menonjol seperti gunung mengabarkan kepada yang melahirkan, tentang apa yang dilahirkan tadi. Kalau itu dikatakan gunung meletus mirip dengan ayat-ayat Al-Zalzalah tadi tentang gunung meletus, bumi bergoyong-goyang hebat. Kalau itu disampaikan orang semestinya tidak cocok dengan ayat Al-Qur’an seperti diatas, karena ayat mengatakan hanya gunung, karena kalau berhubungan dengan perasaan gunung itu sama dengan menempati jasadnya manusia sendiri. Surat Al-Zalzalah : 2 ; mengatakan : mengeluarkan semua isinya, itu tinggal menebak saja isi kandungan tadi. Pada ayat : 6; ada kata supaya mengetahui usahanya sendiri, sudah jelas pasti lahir lagi dari keinginan nafsu, karena nafsu menyebabkan mengutif keinginan yang terdahulu (hidupnya dahulu). Artinya ayat : 7 – 8 ; keterangannya lebih jelas dan manusia tetap berjalan dari melanjutkan keinginan kehidupan dahulu, sudah jelas sebabnya lahir lagi untuk mengutip hasil yang membekas, jadi bekas yang tidak baik membayar yang tidak baik dan baik membayar baik, dan menurut perasaan buruk dan baik orang lain tidak mengetahui, hanya pikiran sendiri.
Buktinya bagaimana ayat suci diatas tadi hidup shari-hari, itu terdapat pada 11 ayat, Surat Al-Qaari’ah : 1,2,3, artinya pada sewaktu hari melahirkan bayi (tanda Qiamat) yang pertama di alami oleh wanita dan setiap makhluk perempuan, para makhluk yang menjadi wadah umat. Karena itu ayat : 4 mengatakan para wanita (istri) hari itu merasa takut, was-was, sangsisangsinya itu sebenarnya tidak sendiri, karena pada hari itu wanita diseluruh dunia ada yang mengalami melahirkan atau terkena guncang-guncangan (Qiamat). Ayat : 5, artinya disitu ada kata gunung hancur seperti Dzarah (debu yang halus), ayat itu sebenarnya ditujukan kepada perasaaan yang
merasakan akibat tadi. Umpama kepala terbentur benda keras, sewaktu kepala merasa pusing dan sakit mengakibatkan mata berkunanng-kunang dan berputar-putar seperti debu yang halus berterbangan, sperti itu sebenarnya tidak terjadi benar-benaran, hanya umpama. Pusing para wanita yang baru hamil 3 bulan (waktu melahirkan/keguguran). Ayat : 6, di tujukan kepada yang baru mengalami rumah tangga atau sicalon orang tadi (bayi), jiwanya membawa bekas keinginan yang dulu baik atau buruk. Apa sebabnya kalau bayi lahir tadi membawa bekas hidupnya yang dulu, tingkah laku tidak sama dengan yang membawa dahulu, karena sudah lain tempatnya (jasmani).
Jiwa (roh) itu tidak memilih jasmani yang mana, sebab sudah kehendak Allah, dan jasmani itu barang baru yang bisa rusak dan busuk, karena yang bertanggung jawab itu bukan jasmani melainkan Rohani (rohnya), jadi bukan pekerjaan sepak atau terjang manusia yang dahulu. Yang memakai jasmani lagi, tetapi perjalanan Roh yang dahulu untuk membayar bekas-bekas keinginan (Tabet-tabet-jawa) keinginan.
Ayat : 7, menolak salah pendapat yang mengatakan dunia itu hancur, di ayat itu terdapat kata hidup, yang maksudnya hidup yang memakai jasmani yang lengkap dan hidup., itu bukan hancurnya keadaan. Jadi benar dengan keterangan lahir di dunia dengan keadaan selamat. Jadi kalau ada bayi lahir (Qiamat) mati (tidak ada tanda-tanda hidup), itu sudah lain urusan lagi, artinya tidak di bicarakan di kitab suci Al-Qur’an, dan lainnya yang dibicarakan dan yang ditakut-takuti melalui siksa dan lain-lain, jadi lahir tidak hidup itu bukan benda apa-apa, sama dengan barang yang tergeletak ditanah.
Keterangannya begini; bayi lahir mati itu seperti mainan anak-anak, mobilmobilan, boneka dan lain-lain. Beda bayi lahir hidup. Lalu sekian menit mati itu Rohnya yang memakai jasmani baru tadi rohnya keluar, gentayangan di alam kubur, mengalami seperti sebelum memakai badan jasmani.
Dan ayat : 2, sebaliknya dari ayat : 6, ayat : 9, mengatakan tempatnya dineraka, itu kebisaaan dari dahulu, neraka itu dianggap tempat yang ada
apinya yang menyala-nyala, mengerikan dan lain-lain. Lalu di karang atau ditafsirkan disana menakut-nakuti. Mencari nama neraka tidak berbeda dengan mencari kata-kata Qiamat, kubur atau Barzah. Di cari keterangannya yang luas sehubungan dengan pendapat Hadist Nabi, Wali dan Mukmin haz.
a. Kata-kata di Al-Qur’an surat Maryam : 95 :
“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari Qiamat dengan sendiri-sendiri.”
Surat Al-Kahfi : 48 ;
“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama (bayi lahir); bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[hari pembalasan] perjanjian”
b. Kata-kata di Injil surat Korinta 16 Pag 475 Yes 25, 8 ayat 51, 52, 53 dan 54 tentang Qiamat; “dan Kamu kuberitakan simpanan (rahasia), begini; kita tidak mengalamai mati semua, tetapi semua akan merubah wajah, spontan (sekejab mata) bersama terompet (sangkakala) yang terakhir. Sebab sangkakala akan berbunyi, orang mati akan dibangunkan jadi abadi, dan kita akan berubah wujud (jasad baru).
Di atas tadi ada kata-kata Reinkarnasi, menjelma, kalau melihat sehari-hari mati, hidup, buah, tetap bergilir dari zaman dahulu. Jadi kata penjelmaan itu tetap ada yang sudah ditetapkan dari Sunnahnya Allah, seperti dunia sudah diatur secara sempurna.
Sebenarnya Islam itu menolak lahir lagi, karena ada ukuran Islam di dunia kalau sudah menyatu dengan Allah (At’tauhid), kalau sudah mati sudah sempurna (Innalillahi Wa Inna Illaihi Raji’un). Kata-kata surat Maryam : 95, mengatakan : “semua pada hari Qiamat akan menghadap kehadapan Allah dengan sendiri”.
Kata sendiri bagi ukuran lahir, sama dengan tidak berteman, di wedaran Wirid sebenarnya bayi lahir kedunia sendiri, tidak merasakan apa-apa, tidak mengetahui ibunya, apa saja itu tidak bisa diteliti dengan ayat Qur’an, surat Al-Kahfi : 48 di atas, umpama ada bayi lahir kembar atau lebih, antara sibayi dengan bayi yang lain tidak mengenal dan tidak ingat apa-apa.
Untuk meyakinkan keterangan di atas, ayat dari kitab Injil mengatakan “kita tidak akan mati semua, artinya bukan rusak dunia dan umatnya, tetapi masih lestari hidup didunia, jadi yang mengatakan Qiamat itu rusak, itu tidak benar. Ada kata-kata lagi begini : “semua berubah wajah dengan sekejab mata”, berubah sekejab mata itu jelas benar, bila ada lahir wajahnya beruparupa, ada yang gagah, cantik, jelak dan lain-lain, orang hanya tahu saja itu datangnya ke dunia hanya sekejab mata, berubah wajah itu artinya jasmaninya di ganti dengan jasad yang baru.
Si X yang tadi mempunyai idam-idaman, keinginan mempunyai wajah yang cantik, walaupun keinginan lama membekas (tabet-jawa) tetap tidak bisa karena sudah ganti Roh si X di Qiamatkan melalui jasmani baru.
Qur’an surat Al-Mukminun : 99 – 100 ;
99. “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)”
100. “agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”
Artinya orang mati itu tidak bisa berusaha apa-apa lagi, balik seperti semula atau memohon yang lebih baik, karena dibatasi alam barzah, siapa yang mati jasmaninya hancur jadi abu (tanah). Di Indonesia tidak ada orang yang seperti Gajah Mada, artinya cita-cita yang melekat pada Roh Gajah Mada diteruskan dengan bayi yang wajahnya tidak seperti Gajah Mada. Ayat suci di kitab Qur’an surat Ar-rum : 52 ;
“Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang”
Artinya ayat-ayat itu jelas, bila kita-kita suci Injil, Taurat, Zabur dan Al-Qur’an itu tidak bisa untuk memberi ilmu kepada orang yang berada di dalam kuburan, tetapi kitab-kitab itu isinya untuk orang hidup dan jalannya yang menyentuh dengan tentang Qiamat, sebenarnya sama dengan lambang (istilah), karena di situ banyak kata-kata yang intisarinya seperti dunia dan isinya hancur seperti debu.
Kalau menyatakan kata-kata ayat yang ada, ada yang berbeda :
1. Kejadiannya benar-benar terjadi,
2. sebagai contoh, kalau dua-duanya diteliti sama-sama masuk akal, umpamanya seperti terjadinya hari Qiamat.
Siapa saja kalau badan merasa sakit, melihat apa-apa pasti pusing dan badan terasa goyang (pitam-jawa). Contoh di atas kalau dicocokan dengan
ayat-ayat Al-Qur’an orang-orang yang hidup bisa merasakan, Dan bisa di rasakan orang yang mati mengalami sekaratul maut, masih bisa merasakan tanggung jawab Roh.
Kata-kata mengalami sekaratul maut, itu belum mati, karena masih bisa merasakan. Sekaratul maut itu apa tidak di katakan Qiamatnya Roh yang akan pindah ke alam kubur. Qiamat itu bangkit dari kubur, kalau sekaratil maut itu merasa tidak enak, karena belum mati. Walaupun merasa pusing karena terbentur atau sewaktu Sekaratil Maut masih bisa ingat dan ingat itu alatnya orang hidup.
Menurut ucapan Nabi Muhammad SAW yang terdapat di Hadist riwayat Bhukari seperti yang di atas, Qiamat artinya tumbuh dari bawah keatas (dari Sudra ke Brahmana-kasta), dari sifat rendah menjadi sifat luhur atau mulia.
Nabi Muhammad dan Qur’an tidak pernah mengucapkan Qiamat itu rusak / hancur. Dan dalam buku Wirid Hidayat Jati di tulis ayat : 1 sampai 10 itu diteliti, seperti orang yang merasa kesusahan itu tidak enak. Kalau dibandingkan dengan tandanya Qiamat di Wirid ini ternyata Hidayat Jati itu menerangkan tentang mati atau rusak dunia manusia (jasmani).
Kata mengambil jelas seperti mencabut nyawa, dalam Wirid Hidyat Jati diterima bisaa saja, lalu mengalami bertentangan dengan Wedaran Wirid ini serta ucapan Nabi Muhammad dan Qur’an;
1. Wedaran Wirid berdasar sunnah, Hadist dan Qur’an, Dalil, Hadist, Ijemak dan Qiyas; jadi kata Qiamat itu bayi lahir dengan selamat.
2. Wedaran Hidayat Jati yang berdasarkan Dalil, Hadist, menyatakan; umpama hari Qiamat sama-sama kedatangan Malaikat Jibril untuk mencabut nyawa, tetapi dengan sedikit demi sedikit, artinya mengurangi kerjanya Panca Indra.
Di Qur’an, Hadist dan kitab lainnya tidak ada menyalahkan adanya dilahirkan lagi, berputar, menjelma dan tidak ada yang membenarkan. Reinkarnasi, dilahirkan lagi, penjelmaan itu ditolak dengan agama Islam, sebenarnya yang menolak bukan Qur’an, Hadist dan Injil, tetapi para sarjana (cendikiawan) yang mempunyai gologan menolak dilahirkan kembali kedunia yaitu Ikhtikat Ma’rifat dan Islam (sempurna), lalu di buat pedoman orang awam (bisaa) kalau sudah masuk agama apa saja menolak dilahirkan kembali, menjelma dan Reinkarnasi, akan tetapi perputaran itu tetap ada (tidak pernah berhenti).
Jadi orang yang belum bisa At’tauhid (menyatu dengan Allah) harus melalui Qiamat, pakai badan jasmani, sehingga bisa sembahyang (shalat) Ma’rifat (Semadhi) sehingga mencapai Islam sejati, baru disebut Innalillahi wa innaillaihi rajiun (menghadap/kembali kepada Allah). TAMAT Sumber buku Wedaran Wirid I, Ki R.S. Yoedi Parto Yoewono. Surabaja : Djojobojo, 1962-64. ————————— Alang Alang Kumitir
View more...
Comments