Waterpass Memanjang Dan Melintang (Pricilia)

October 5, 2017 | Author: sipilPI12 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

IUT...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

Abdul Ghani Sani Putra

1006680631

Dila Anandatri

1006680764

Nur Aisyah al-Anbiya

1006660913

Pricilia Duma Laura

1006680915

Tanggal Praktikum : 9 Oktober 2011 Asisten Praktikum : Muhamad Ardimas Tanggal Disetujui

:

Nilai

:

Paraf Asisten

:

LABORATORIUM SURVEY DAN PEMETAAN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2011

WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

A. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum ini umumnya adalah untuk mengetahui profil dari suatu trace pada lahan pekarangan yang permukaan tanahnya tidak rata. Pelaksanaan pekerjaan ini umumnya diperlukan dalam bagian yang disebut sebagai sipat datar profil memanjang dan melintang, hasil akhirnya adalah data ketinggian titik.

B. Alat-Alat 1. Theodolit

1 buah

2. Statif

1 buah

3. Rambu ukur

1 buah

4. Meteran

1 buah

5. Payung

1 buah

6. Unting-unting

1 buah

7. Patok

5 buah

C. Teori Waterpass adalah salah satu alat untuk mengukur beda tinggi antara dua titik. Penentuan selisih tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara penempatan alat penyipat datar tergantung pada keadaan lapangan. Jikalau jarak antara 2 titik yang harus ditentukan selisih tingginya mempunyai jarak yang terlalu panjang sehingga rambu ukur tidak dapat dilihat dengan jelas maka jarak tersebut dapat dibagi menjadi jarak antara yang lebih kecil.

Rumus yang digunakan: H1 + h1 = H2 + h2 Di mana: H1 = tinggi titik referensi dari permukaan laut h1 = pembacaan benang tengah (belakang) h2 = pembacaan benang tengah (muka) H2 = tinggi titik yang dicari Pengukuran sipat datar profil dilakukan dengan membaca benang tengah pada beberapa rambu, yaitu sebanyak yang diperlukan bagi penggambaran profil di dalam arah tersebut. Profil yang diperlukan adalah dalam arah memanjang dan melintang dari rencana konstruksi yang dikerjakan. Untuk menetukan jarak titik-titik itu ke waterpass sama caranya dengan cara untuk waterpass memanjang yaitu dengan rumus : D = 100 (BA-BB). Sedangkan untuk menentukan beda tinggi dari titik yang dipilih dipakai cara sebagai berikut: h=p–t dimana: p = tinggi garis bidik t = benang tengah pada pembacaan rambu atau: h = tR – T dimana: tR = benang tengah pada pembacaan rambu di titik

D. Cara Kerja 1. Tentukan 4 letak titik yang akan diukur dan pasang patok pada tiap titik yang akan diukur. Beri nama 4 titik tersebut sebagai titik A,B,C dan D. Patok juga dipasang diantara titik A dan B (diberi nama titik 1), diantara titik B dan C (diberi nama titik 2), dan terakhir diantara titik C dan D (diberi nama titik 3). Titik 1, 2 dan 3 adalah tempat theodolit dipasang untuk membidik rambu yang berada di titik A, B, C dan D (Dengan syarat titik A-1-B-2-C-3-D adalah garis lurus).

2. Tentukan titik asal dari titik yang telah ditentukan dan kita beri nama titik asal tersebut sebagai titik A. 3. Kemudian, pasang theodolit pada titik 1 dengan benar (sampai nivo terletak ditengah-tengah). Ukur tinggi alat di titik 1. 4. Pasang rambu ukur pada titik A, dan teropong bidik pada theodolit di titik 1 dibidikkan ke rambu ukur yang dipasang di titik B. Sudut HA yang dibentuk dari titik 1 ke titik A dianggap 0o 00’00’’ (theodolit diarahkan ke belakang dengan titik A sebagai referensi). 5. Catat benang atas, benang bawah, benang tengah yang terlihat serta ukur jarak titik A ke titik 1 dengan menggunakan meteran. 6. Putar arah theodolit sebesar 90o dari sudut yang terbentuk dari kedua titik tadi (90

o

ke arah kiri dari A-1) dan letakan rambu ukur di tempat yang terlihat

pada teropong bidik theodolit beri nama titik E. 7. Catat benang atas, benang bawah, benang tengah yang terlihat serta ukur jarak titik 1 ke rambu ukur (titik E). 8. Putar arah theodolit sebesar 180 o dari sudut yang terbentuk dari kedua titik tadi dan letakan rambu ukur di titik B. 9. Catat benang atas, benang bawah, benang tengah yang terlihat serta ukur jarak titik 1 ke titik B dengan menggunakan meteran. 10. Putar arah theodolit sebesar 270o dari sudut A-1 (yang terbentuk dari titik 1 dan titik A atau 90

o

dari sudut yang terbentuk dari titik 1 dan titik B) atau

sebesar 90 o ke arah kanan dari sudut A-1, dan letakan rambu ukur di tempat yang terlihat pada teropong bidik theodolit beri nama titik F. 11. Catat benang atas, benang bawah, benang tengah yang terlihat serta ukur jarak titik 1 ke rambu ukur (titik F). 12. Setelah itu pindahkan theodolit ke titik 2 dan ulangi percobaan di atas. Ukur tinggi di titik 2. 13. Ulangi langkah 4-11 untuk pembidikan dari titik 2. (Pembidikan yang dilakukan dari titik 2-B, titik 2-G, titik 2-C, dan titik 2-H. 14. Setelah itu pindahkan theodolit ke titik 3 dan ulangi percobaan di atas. Ukur tinggi di titik 3. 15. Ulangi langkah 4-11 untuk pembidikan dari titik 3. (Pembidikan yang dilakukan dari titik titik 3-C, titik 3-I, titik 3-D, dan titik 3-J.

16. Kemudian lakukan pengukuran lagi secara berlawanan dari titik 3 ke titik 1. (Pembidikan titik 3-D, titik 3-C, titik 2-C, titik 2-B, titik 1-B, dan titik 1-A).

E. Data Pengamatan Dari titik

Ke titik

Jarak (m)

A

4

E

4

B

3

F

4

B

3

G

4

C

3

H

4

C

3

I

4

D

3

J

4

1

2

3

Pengukuran ketika pergi. Tempat

Arah Tinjauan 0

HA = 0 00’00’’

HA = 270 00’00’’

HA = 180 00’00’’

HA = 90 00’00’’

Titik A

Titik E

Titik B

Titik F

BA

153 cm

151,5 cm

140,9 cm

152,5 cm

BT

151 cm

149,5 cm

139 cm

150,4 cm

BB

149 cm

147,5 cm

136,9 cm

148,5 cm

Titik B

Titik G

Titik C

Titik H

BA

141,2 cm

149,7 cm

141,2 cm

153,8 cm

BT

139,8 cm

147,5 cm

139,7 cm

151,9 cm

BB

138,3 cm

145,6 cm

138,2 cm

150 cm

Titik C

Titik I

Titik D

Titik J

BA

142,2 cm

141,3 cm

167 cm

155,2 cm

BT

140,7 cm

138,8 cm

165,5 cm

152,9 cm

BB

139,2 cm

136,7 cm

163,9 cm

151,2 cm

Alat

Titik 1

Titik 2

Titik 3

0

0

0

Tempat Alat

Tinggi Alat

Titik 1

138 cm

Titik 2

140 cm

Titik 3

139,5 cm

Pengukuran ketika pulang: Tempat Alat

Titik 3

Titik 2

Titik 1

Arah Tinjauan Titik D

Titik C

BA

167 cm

140,8 cm

BT

165,5 cm

139,3 cm

BB

163,9 cm

137,9 cm

Titik C

Titik B

BA

142,3 cm

141,8 cm

BT

140,9 cm

140,3 cm

BB

139,4 cm

138,9 cm

Titik B

Titik A

BA

141 cm

153,5 cm

BT

138,9 cm

151,5 cm

BB

137,4 cm

149,5 cm`

F. Pengolahan Data Dengan menggunakan rumus D = 100 x (BA-BB) Kesalahan Relatif =

Keterangan : D = jarak 2 titik BA = Batas Atas BB = Batas Bawah J = jarak yang diukur menggunakan meteran

Tinggi Alat

139,5 cm

141 cm

139 cm

Catatan : Untuk titik yang dilakukan pengkuran bolak balik (pergi-pulang) D yang digunakan ialah D rata-rata dari hasil 2 kali pengukuran.

Maka didapat data: Titik Alat

Titik Bidik

D (cm)

J (cm)

Kesalahan Relatif (%)

A

400

400

0%

E

400

400

0%

B

380

300

26,67%

F

400

400

0%

B

290

300

3,33%

G

410

400

2,5%

C

345

300

15%

H

380

400

5%

C

295

300

1,67%

I

460

400

15%

D

310

300

3,33%

J

400

400

0%

1

2

3

Kemudian mencari beda ketinggian di tiap titik:

1. Beda ketinggian titik 1 dengan titik A untuk pergi:

untuk pulang:

H1A = BTA – T1

H1A = BTA – T1

H1A = 151 cm -138 cm

H1A = 151,5 cm – 139 cm

H1A =13 cm

H1A = 12,5 cm

H =

cm

cm

= 12,75 cm

Perbedaan tinggi rata-rata antara titik 1 dengan titik A adalah 12,75 cm di mana titik 1 lebih tinggi 12,75 cm dari titik A.

2. Beda ketinggian titik 1 dengan titik B untuk pergi:

untuk pulang:

H1B = BTB – T1

H1B = BTB – T1

H1B = 139 cm -138 cm

H1B = 138,9 cm – 139 cm

H1B = 1 cm

H1B = -0,1 cm

H =

cm – 0

cm

= 0,45 cm

Perbedaan tinggi rata-rata antara titik 1 dengan titik B adalah 0,45 cm di mana titik 1 lebih tinggi 0,45 cm dari titik B.

3. Beda ketinggian titik 2 dengan titik B untuk pergi:

untuk pulang:

H2B = BTB – T2

H2B = BTB – T2

H2B = 139,8 cm -140 cm

H2B = 140,3 cm – 141 cm

H2B = -0,2 cm

H2B = -0,7 cm

H =

-0

cm – 0

cm

= -0,45 cm

Perbedaan tinggi rata-rata antara titik 2 dengan titik B adalah 0,45 cm di mana titik B lebih tinggi 0,45 cm dari titik 2.

4. Beda ketinggian titik 2 dengan titik C untuk pergi:

untuk pulang:

H2C = BTC – T2

H2C = BTC – T2

H2C = 139,7 cm -140 cm

H2C = 140,9 cm – 141 cm

H2C = -0,3 cm

H2C = -0,1 cm

H =

-0

cm – 0

cm

= -0,2 cm

Perbedaan tinggi rata-rata antara titik 2 dengan titik C adalah 0,2 cm di mana titik C lebih tinggi 0,2 cm dari titik 2.

5. Beda ketinggian titik 3 dengan titik C untuk pergi:

untuk pulang:

H3C = BTC – T3

H3C = BTC – T3

H3C = 140,7 cm -139,5 cm

H3C = 139,3 cm – 139,5 cm

H3C = 1,2 cm

H3C = -0,2 cm

cm – 0

H =

cm

= 0,5 cm

Perbedaan tinggi rata-rata antara titik 3 dengan titik C adalah 0,5 cm di mana titik 3 lebih tinggi 0,5 cm dari titik C.

6. Beda ketinggian titik 3 dengan titik D untuk pergi:

untuk pulang:

H3D = BTD – T3

H3D = BTD – T3

H3D = 165,5 cm -139,5 cm

H3D = 165,5 cm – 139,5 cm

H3D = 26 cm

H3D = 26 cm

cm

H =

cm

= 26 cm

Perbedaan tinggi rata-rata antara titik 3 dengan titik D adalah 26 cm di mana titik 3 lebih tinggi 26 cm dari titik D.

Ketinggian Titik Patok dan Titik Alat dengan Titik 1 Sebagai Acuan 1 -2 0 -5 -8 -11 -14 A -17 -20 -23 -26

1 2

4

B 6

2 8

10

3

C 12

14

16

18

20

Series1 Linear (Series1)

D

Selanjutnya mencari kontur di tiap titik 1,2, dan 3 : Dengan rumus : ∆H Kanan dengan Titik = BTkanan – TA ∆H Kiri dengan Titik = BTkiri – TA 1. Dititik 1: T1 yang digunakan ialah T1sewaktu pergi, karena hanya waktu pergi dilakukan pengukuran melintang, begitupula untuk titik 2 dan 3. ∆H Kanan dengan 1 = BT – T1 ∆H Kanan dengan 1 = 150,4 – 138 = 12,4 cm (titik 1 lebih tinggi) Dengan θ = tan-1 12,4 / 400 = 1,77o ∆H Kiri dengan 1 = BT – T1 ∆H Kiri dengan 1 = 149,5 – 138 = 11,5 cm (titik 1 lebih tinggi) Dengan θ = tan-1 11,5 / 400 = 1,65o

Ketinggian Titik Patok E dan F dengan Titik 1 sebagai acuan -5

-4

-3

-2

-1

0 1 0

1

2

3

4

5

-5 -10

E

F -15

2. Dititik 2: ∆H Kanan dengan 2 = BT – T2 ∆H Kanan dengan 2 = 151,9 – 140 = 11,9 cm (titik 2 lebih tinggi) Dengan θ = tan-1 11,9 / 400 = 1,70o ∆H Kiri dengan 2 = BT – T2 ∆H Kiri dengan 2 = 147,5 – 140 = 7,5 cm (titik 2 lebih tinggi) Dengan θ = tan-1 7,5 / 400 = 1,07o

Ketinggian Titik Patok G dan H dengan Titik 2 sebagai acuan 0 -5

-4

-3

-2

-1

2

0

1

2

3

4

5

-5

G -10

H -15

3. Dititik 3: ∆H Kanan dengan 3 = BT – T3 ∆H Kanan dengan 3 = 152,9 – 139,5 = 13,4 cm (titik 3 lebih tinggi) Dengan θ = tan-1 13,4 / 400 = 1,92o ∆H Kiri dengan 3 = BT – T3 ∆H Kiri dengan 3 = 138,8 – 139,5 = -0,7 cm (titik 3 lebih rendah) Dengan θ = tan-1 -0,7 / 400 = -0,1o

Ketinggian Titik Patok I dan J dengan Titik 3 sebagai acuan

-5

I

-4

-3

-2

-1

2 0 -2 03 -4 -6 -8 -10 -12 -14 -16

1

2

3

4

5

J

Berdasarkan data di bawah ini dapat ditentukan volume galian dan volume timbunan untuk suatu jalan dengan lebar 8 m. 140 139 138 137 136 135 134 133 132 131 130 129 128 127 126 125 124 123 122 121 120 119 118 117 116 115 114 113 112 111 110

I

II

III

IV

V VI

Galian

Timbunan I

Timbunan II

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

a. Volume timbunan = Vol. Timbunan I + Vol. Timbunan II = (3m x 0,055m x 8m) + (2m x 0,0825m x 8m) = 1,32m3 + 1,32m3 = 2,64m3

b. Volume galian = V Galian I + V Galian II + V Galian III + V Galian IV + V Galian V + V Galian VI = (1mx1,7cmx8m) + (3mx3,75cmx8m) + (3mx4,45cmx8m) + (3mx5,65cmx8m) + (3mx7,42cmx8m) + (1mx4,37cmx8m)

= 0,136m3 + 0,9m3 + 1,068m3 + 1,356m3 + 1,781m3 + 0,350m3 = 5,591m3

20

G. Analisis 1. Analisis Praktikum Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan ketinggian titik satu dengan titik lainnya. Kita dapat mencari ketinggian tersebut, kita memerlukan sipat datar profil melintang dan memanjang. Pertama-tama kita harus menentukan beberapa titik yang akan kita ukur. Kita menentukan 4 lokasi tempat dan kita beri nama A, B, C, dan D dengan titik 1, 2 dan 3 sebagai patok tempat theodolite dipasang. Kita mengambil titik A sebagai titik acuan awal dengan syarat semua titik (A, 1, B, 2, C, 3, dan D) harus terletak pada satu garis lurus . Kita pasang theodolit di titik 1. Pemasangan theodolit harus dengan benar agar dapat meminimalisir kesalahan pada praktikum sehingga menjadi sekecil mungkin, nivo harus berada di tengah sewaktu memulai pengukuran. Ukur tinggi theodolit yang digunakan di titik 1. Tinggi theodolit ini berfungsi untuk menentukan perbedaan tinggi permukaan tanah antara titik tempat theodolit berada dengan titik yang diukur. Setelah alat theodolit terpasang dengan baik, salah satu praktikan memasang rambu ukur di titik A. Rambu ukur harus dipasang secara tegak lurus dengan tanah permukaan. Hal ini sangat mempengaruhi nilai dari batas atas, batas tengah, dan batas bawah yang terbaca pada theodolit. Berikutnya, arahkan teropong bidik theodolit pada rambu ukur yang terletak di titik A. Baca batas atas, batas bawah, serta batas tengahnya. Sudut yang dibentuk titik 1 dengan titik A adalah 0o. Ukur jarak titik 1 ke A menggunakan meteran. Jarak antara titik 1 dan A ini berfungsi untuk menentukan letak titik A terhadap titik 1. Selanjutnya kita putar theodolit sebesar 90o ke arah kanan. Kita memerlukan sipat dasar profil melintang dalam praktikum ini sehingga kita harus mendapatkan keadaan permukaan tanah di bagian kanan dan bagian kiri dari tiap titik. Pasang rambu ukur di tempat dimana dapat dilihat melalui teropong bidik theodolit. Setelah itu baca batas atas, batas tengah, dan batas bawah. Jangan lupa ukur jarak rambu ukur ke sumbu theodolit. Setelah itu putar theodolit sebesar 180o dari arah sebelumnya. Ulangi langkah sebelumnya. Setelah itu, arahkan theodolite ke arah titik B. Pasang rambu ukur di titik B. Setelah itu baca batas atas, batas tengah, dan batas bawah. Jangan lupa ukur jarak rambu ukur ke sumbu theodolit.

Setelah selesai melakukan pengukuran dari titik 1, pindah theodolit ke titik 2. Ukur tinggi theodolit yang digunakan di titik 2. Pasang rambu ukur di titik B. Setelah itu arahkan teropong bidik theodolit ke rambu ukur yang berada di titik B. Catat batas atas, batas tengah, dan batas bawahnya. Kita harus membuat sudut dari titik 2 ke B menjadi 0o pada theodolit karena pada pengukuran dari1 ke B, sudutnya adalah 180o. Selanjutnya kita putar theodolit sebesar 90o ke arah kanan. Kita memerlukan sipat dasar profil melintang dalam praktikum ini sehingga kita harus mendapatkan keadaan permukaan tanah di bagian kanan dan bagian kiri dari tiap titik. Pasang rambu ukur di tempat dimana dapat dilihat melalui teropong bidik theodolit. Setelah itu baca batas atas, batas tengah, dan batas bawah. Jangan lupa ukur jarak rambu ukur ke sumbu theodolit. Setelah itu putar theodolit sebesar 180o dari arah sebelumnya. Ulangi langkah sebelumnya. Setelah itu, arahkan theodolite ke arah titik C. Pasang rambu ukur di titik C. Setelah itu baca batas atas, batas tengah, dan batas bawah. Jangan lupa ukur jarak rambu ukur ke sumbu theodolit. Untuk titik 3 dilakukan hal yang sama. Setelah dapat sampai titik D. Lakukan pengukuran ke arah yang berlawanan. Sehingga didapat 2 variasi data untuk profil memanjang kontur tanah.

2. Analisis Hasil Dalam mengukur letak titik, kita dapat mendapatkan jarak titik satu dengan yang lainnya dengan rumus: D = 100 x (BA-BB) Keterangan : BT = bacaan benang tengah BA = bacaan benang atas BB = bacaan benang bawah.

Dengan cara tersebut, kita dapat membandingkannya dengan pengukuran langsung dengan meteran sehingga kita mendapatkan kesalahan relatif dari pengukuran jarak.

Doptis  Dlapangam

Krelatif =

Dlapangan

 100%

Pengukuran pada praktikum kali ini juga menghitung perbedaan ketinggian antara titik satu dengan titik lainnya. ∆H = BT - TA Keterangan : TA= tinggi alat BT= Benang Tengah

Pada profil melintang tiap titik yang kita ukur, kita harus mencari kontur dari permukaan tanahnya. Kita dapat menggunakan data pengukuran sisi kanan dan sisi kiri tiap titik. Dari data-data tersebut, akan didapatkan beda tinggi antara sisi kanan dan sisi kiri terhadap titik tersebut. ∆H Kanan dengan Titik = BTkanan – TA ∆H Kiri dengan Titik = BTkiri – TA

Kemudian data kontur yang didapat adalah : Untuk profil memanjang dengan titik A sebagai acuan (0 cm) : X (jarak dari titik 1)

H (ketinggian diukur

(cm)

dari titik 1) (cm)

A

-400

-12,75

1

0

0

B

300

-0,45

2

600

-0,9

C

900

-0,45

3

1200

0,05

D

1500

-25,95

Titik

Untuk melintang : Titik

Miring kanan (º)

Miring kiri (º)

1

1,77

1,65

2

1,70

1,07

3

1,92

-0,1

X (jarak dari titik 1)

H (ketinggian dari titik 1)

(cm)

(cm)

E

400

-12,4

1

0

0

F

-400

-11,5

X (jarak dari titik 2)

H (ketinggian dari titik 2)

(cm)

(cm)

G

400

-11,9

2

0

0

H

-400

-7,5

X (jarak dari titik 3)

H (ketinggian dari titik 3)

(cm)

(cm)

I

400

-13,4

3

0

0

J

-400

0,7

Titik

Titik

Titik

3. Analisis Grafik Dari data-data yang didapat dari praktikum, kita dapat menentukan letak tiap titik yang diukur. Kita dapat memanfaatkan data jarak antar tiap titik serta kemiringan tiap titik untuk mengetahui profil dari tanah yang diukur. Dari grafik kita dapat menarik kesimpulan bahwa permukaan tanah lokasi pengukuran tidak rata. Hal ini terlihat dari berbedaan ketinggian dari satu titik dengan titik lain yang kita ukur.

4. Analisis Kesalahan Faktor-faktor kesalahan yang membuat terjadinya kesalahan perhitungan: Kesalahan pembacaan oleh praktikan dapat menyebabkan angka yang didapat dari pengukuran tidak tepat sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan. Hal ini dapat disebabkan karena kesulitan menentukan skala pada rambu ukur dan salah melihat skala. Selain kesalahan pembacaan, kesalahan yang mungkin disesbabkan oleh praktikan adalah praktikan memegang rambu ukur tidak lurus. Hal tersebut dapat menyebabkan kesalahan pembacaan pada skala. Apabila rambu ukur dipegang condong ke depan maka skala yang dibaca akan menjadi lebih kecil dari skala yang sebenarnya. Apabila rambu ukur dipegang condong ke belakang maka skala yang dibaca akan menjadi lebih besar dari skala yang sebenarnya. Selain itu saat mengukur jarak menggunakan meteran, meteran tidak benar-benar tegang. Hal tersebut dapat menyebabkan kesalahan pada pengukuran jarak lapangan. Kesalahan dalam pendengaran pun sangat berpengaruh pada data yang didapat. Jika angka yang didengar oleh praktikan yang bertugas untuk mencatat jauh berbeda dari angka yang seharusnya, maka kesalahan perhitungan akan sangat besar.

H. Kesimpulan 1. Setelah melakukan praktikum ini, kita dapat menentukan ketinggian titik pada lahan dengan menggunakan sipat datar profil memanjang dan melintang. 2. Beda ketinggian rata-rata memanjang: Titik A dengan titik 1 = 12,75 cm (titik 1 lebih tinggi 12,75 cm dari titik A). Titik B dengan titik 1 = 0,45 cm (titik 1 lebih tinggi 0,45 cm dari titik B). Titik B dengan titik 2 = 0,45 cm (titik B lebih tinggi 0,45 cm dari titik 2). Titik C dengan titik 2 = 0,2 cm (titik C lebih tinggi 0,2 cm dari titik 2). Titik C dengan titik 3 = 0,5 cm ( titik 3 lebih tinggi 0,5 cm dari titik C). Titik D dengan titik 3 = 26 cm (titik 3 lebih tinggi 26 cm dari titik D). 3. Beda ketinggian melintang: Titik E dengan titik 1 = 12,4 cm (titik 1 lebih tinggi 12,4 cm dari titik E). Titik F dengan titik 1 = 11,5 cm (titik 1 lebih tinggi 11,5 cm dari titik F). Titik G dengan titik 2 = 11,9 cm (titik 2 lebih tinggi 11,9 cm dari titik G). Titik H dengan titik 2 = 7,5 cm (titik 2 lebih tinggi 7,5 cm dari titik H). Titik I dengan titik 3 = 13,4 cm (titik 3 lebih tinggi 13,4 cm dari titik I). Titik J dengan titik 3 = 0,7 cm (titik J lebih tinggi 0,7 cm dari titik 3). 4. Setelah dihitung ternyata didapatkan bahwa volume galian lebih banyak dari pada volume timbunan. Besarnya volume timbunan yaitu 2,64m 3 sedangkan besarnya volume galian yaitu 5,591m3.

I.

Referensi Laboratorium Survey dan Pemetaan. Pedoman Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF