Water Treatment

September 25, 2017 | Author: Karina Fillia Darmawan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

water treatment...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber alam yang sangat penting dalam kehidupan, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung di dunia ini. Pada saat sekarang ini air banyak mengalami pencemaran. Contohnya air yang berasal dari alam banyak mengandung kotoran (impurities). Berbagai jenis pencemar air berasal dari: a) Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan sebagainya. b) Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta sumber-sumber lainnya. Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Masalah pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan masalah pokok. Hal ini mengingat keadaan perairan alami di banyak negara yang cenderung menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya. Water treatment adalah bagian dari unit utilitas yang sangat vital yaitu sebagai unit yang berfungsi dalam pengolahan air yang digunakan untuk mendukung kegiatan dari produksi itu sendiri antara lain untuk kebutuhan make up cooling water, pembuatan air demin dan untuk memenuhi keperluan air bersih dan air minum baik untuk kompleks maupun untuk pabrik itu sendiri. Water Treating Plant juga merupakan unit yang berfungsi untuk menjernihkan air baku menjadi air bersih melalui proses klarifikasi (clarification process). Pada percobaan kali ini kita akan melakukan proses penjernihan air yang berasal dari tempat - tempat yang mengandung banyak kotoran/zat-zat kimia dengan menggunakan proses water treating plant sehingga menghasilkan air yang kembali jernih dan dapat digunakan kembali. 1.2. Tujuan 1) Mengetahui proses yang terjadi di dalam suatu peralatan water treatment.

1

2

2) Mengetahui jenis-jenis alat atau peralatan yang digunakan dalam proses water treatment. 3) Mengetahui bahan chemical yang dapat dipakai dalam proses water treatment. 1.3. Permasalahan 1) Bagaimana cara mengolah air (air rawa dan air got) menjadi air yang lebih murni dan sesuai dengan yang dibutuhkan. 2) Bagaimana pengaruh proses water treatment yang dipakai terhadap air yang dihasilkan. 1.4. Hipotesa 1) Proses water treatment yang lebih kompleks akan menghasilkan air yang memiliki spesifikasi yang lebih baik dan sesuai dengan yang dibutuhkan. 2) Proses water treatment yang baik akan menggunakan bahan chemical yang sesuai. 3) Proses sedimentasi akan terjadi jika massa jenis flokulan pengotor lebih besar dari massa jenis air. 1.5. Manfaat 1)

Mengetahui proses-proses yang dapat dipakai dalam water treatment.

2)

Mengetahui teknologi water treatment serta aplikasi dalam pabrik dan kehidupan sehari-hari.

3)

Mengetahui prinsip kerja dan manfaat bahan kimia dalam proses water treatment.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pengolahan Air Bersih Pada umumnya proses pengolahan air bersih terbagi dalam tiga tahap yakni tahap pengendapan alami, tahap penjernihan dan tahap penyaringan. Proses pengendapan alami dimaksudkan untuk mengendapkan pengotor-pengotor sebelum masuk ke dalam klarifier. Pada tahap ini kotoran (padatan terdispersi) dibiarkan mengendap secara alami (efek gravitasi) dengan mendiamkannya dalam selang waktu tertentu tanpa bantuan zat penolong. Sementara pada tahap penjernihan, kotoran (padatan terdispersi) diendapkan dengan bantuan zat penolong (coagulation aid). Ada tiga tahapan proses penjernihan air yakni tahap koagulasi, tahap flokulasi dan tahap pengendapan. Tahap koagulasi adalah tahap penetralan muatan atau penyediaan jembatah dari padatan terdispersi dengan penambahan zat kimia tertentu (coagulant aid) dan dibutuhkan zona yang relatif tenang agar penggabungan dari padatan-padatan terdispersi dapat berlangsung dengan baik. Pada tahap ini dikehendaki pencampuran yang baik (rapid mixing) untuk menjamin kontak yang maksimal antara padatan terdispersi dengan zat kimia yang ditambahkan kedalam air yang akan diproses. Tahap flokulasi adalah tahap penggabungan padatan-padatan yang telah terdispersi oleh koagulan untuk membentuk flok (aglomerat). Pada tahap ini dibutuhkan zona yang relatif tenang agar penggabungan dari padatan-padatan terdispersi dapat berlangsung dengan baik dan membentuk padatan yang lebih besar. Sementara tahap sedimentasi adalah tahap pengendapan flok-flok yang telah terdispersi menjadi flok-flok yang lebih besar ke dasar klarifier. Agar proses pengendapan ini berjalan dengan baik maka tahap ini harus berlangsung pada zona yang sangat tenang. Pada tahap penyaringan, air hasil proses klarifikasi dilewatkan pada media penyaring (unggun berpori) untuk menjebak flok-flok berukuran besar yang masih tersisa dari proses klarifikasi pad tahap koagulasi dan flokulasi sehingga air yang dihasilkan akan memenuhi kualitas air bersih.

3

4

2.2. Clarifier Ada dua generasi clarifier yakni klarifier konvensional dan klarifier moderen. Pada klarifier konvensional (conventional clarifier) masing-masing tahap penjernihan air dilaksanakan pada tempat terpisah sementara pada klarifier moderen (modern clarifier) ketiga tahap penjernihan air dilaksanakan dalam satu alat yang terintegrasi. Clarifier merupakan reaktor inti dalam proses pengolahan air, khususnya penghilangan partikel koloidal dalam air, dimana proses sedimentasi dari partikel terflokulasi terjadi didalamnya. Aliran melalui media berbutir mempunyai pola aliran yang berkelok-kelok dan kecepatan yang bervariasi, yang memungkinkan lebih sering terjadinya benturan antar partikel koloid yang terdestabilisasi oleh koagulan, sehingga flokulasi akan lebih efektif.

Gambar 2.1. Conventional Clarifier (sumber: Arfandy, 1983)

Gambar 2.2. Modern Clarifier (sumber: Arfandy, 1983)

5

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja klarifier antara lain : 1) Bentuk/disain Disain klarifier yang baik adalah disain yang mampu mengakomodasi ketiga tahap klarifikasi (tahap koagulasi, tahap flokulasi dan tahap pengendapan) secara efektif dan efisien. 2) Penambahan zat penolong Jenis maupun dosis zat penolong (Coagulan Aid) akan sangat berpengaruh pada proses pembentukan flok, sehingga secara keseluruhan juga akan berpengaruh terhadap kinerja klarifier. Ada dua jenis kelompok zat penolong yakni kelompok anorganik dan kelompok organik. Kelompok anorganik pada umumnya bersifat basa sehingga cenderung menurunkan pH air hasil olahan. Untuk menetralkannya kembali biasanya ditambahkan larutan basa seperti Ca(OH)2. Sementara penggunaan kelompok organik tidak mempengaruhi pH, hanya saja zat penolong kelompok ini lebih mahal dan sulit untuk didapatkan. Dosis zat penolong ditentukan oleh kualitas air umpan, bila kekeruhan air umpan tinggi maka dosis zat penolongnya juga harus tinggi dan sebaliknya. Untuk menentukan dosis zat penolong ini biasanya dilakukan test pendahuluan (Jar test) untuk setiap kali perubahan kualitas air umpan. 3) Waktu tinggal/laju alir air Laju alir umpan air olahan dan volume klarifier akan menentukan waktu tinggal flok dalam klarifier. Untuk volume klarifier yang sama semakin besar laju alir maka semakin kecil waktu tinggal flok dalam klarifier dan sebaliknya. Selanjutnya semakin kecil waktu tinggal flok dalam klarifier maka semakin besar kemungkinan lolosnya flok ke zona jernih dan sebaliknya. Pengaruh laju alir terhadap kinerja klarifier juga ditentukan oleh volume tube, jenis coagulan, dosis coagulan dan pH air olahan. 2.3. Teknologi Pengolahan Air Limbah Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut yang dapat

6

dibagi menjadi 5 (lima) tahap yaitu: 1) Pengolahan Awal (Pretreatment) Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil separation. 2) Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment) Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya adalah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama adalah neutalization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, and filtration. 3) Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment) Pengolahan thap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangan dengan proses fisik biasa. Peralatan pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini adalah activated sludge, anaerobik lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological contactor, anaerobic contactor and filter. 4) Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment) Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga adalah coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane separation, and thicening gravity gravity or flotation. 5) Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment) Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill. 2.4. Pemilihan Teknologi Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter yang sudah ditampilkan di tabel di atas. Setelah kontaminan

7

dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan, kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan-pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk: 1)

Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses-proses yang sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah.

2)

Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan.

3)

Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala sebenarnya. Sebuah primary sedimentation tank di sebuah unit pengolahan limbah

domestik. Sedimentation tank merupakan salah satu unit pengolahan limbah yang sangat umum digunakan. Bottomline, perlu kita semua sadari bahwa limbah tetaplah limbah. Solusi terbaik dari pengolahan limbah pada dasarnya ialah menghilangkan limbah itu sendiri. Produksi bersih (cleaner production) yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan terbentuknya limbah langsung pada sumbernya di seluruh bagian-bagian proses dapat dicapai dengan penerapan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih, serta perubahan mendasar pada sikap dan perilaku manajemen. 2.5. Dosis Zat Kimia Penentuan dosis zat kimia (coagulant) dilakukan dengan teknik coba-coba (jar test). Caranya dengan menambahkan berbagai dosis coagulant ke dalam air sample kemudian membandingkan tingkat kejernihan hasilnya. Hasil yang paling jernih menunjukkan dosis coagulant yang bersesuaian. Penentuan dosis coagulant ini harus dilakukan setiap kali terjadi perubahan kualitas air mentah karena bila kualitas air mentah berubah maka dosis coagulan yang dibutuhkan akan berubah pula. Disamping ditentukan dosis coagulan, tingkat kejernihan air juga dipengaruhi oleh jenis dan pH air olahan. Untuk penggunaan coagulant alum ((Al2(SO4)3 ), agar pembentukan flok optimal maka

8

pH air olahan harus dipertahankan pada rank 6 – 7 dengan penambahan Ca(OH) 2 atau Ca(OCl)2 (Betz, 1976). Pada air sample yang digunakan mempunyai turbidity 26 NTU dan dosis coagulant yang digunakan adalah 2 ppm. Sementara untuk mempertahankan pH ditambahkan larutan kaporit (Ca(OCl)2) yang sekaligus berfungsi sebagai disinfektan. Makin besar laju alir maka makin rendah tingkat kejernihan air hasil olahan yang diperoleh. Hal ini terjadi karena pada laju alir yang besar kemungkinan lolosnya flok ke zona jernih akan semakin besar pula dan sebaliknya. Hubungan laju alir dengan tingkat kejernihan air yang diperoleh sangat ditentukan oleh volume tube. Bila volume tubenya besar maka laju alir yang diperbolehkan juga besar dan sebaliknya. kemiringan tube sangat berpengaruh terhadap tingkat kejernihan air yang dihasilkan; makin miring peletakan tube makin tinggi tingkat kejernihan air hasil olahannya. Hal ini sesuai dengan dugaan awal bahwa dengan memiringkan letak tube maka proses pembentukan flok dan tingkat kesulitan flok untuk naik ke zona jernih akan meningkat pula. Adapun contoh bahan kimia yang digunakan untuk diinjeksikan sebagai berikut. 2.5.1. Larutan alum ( Al2SO4) Larutan ini berfungsi untuk memperbesar ukuran partikel-partikel koloid sehingga akan lebih mudah terbentuk floc-floc dan mengendap. Suspensi koloid terdiri dari ion-ion bermuatan negatif sehingga akan terjadi peristiwa tolakmenolak antar ion. Apabila ion –ion yang bermuatan positif yang terdapat dalam zat pengendap (coagulant chemicals) bersentuhan dengan ion-ion negatif maka akan terbentuk gumpalan berupa gelatin. Dengan demikian ukuran partikel akan bertambah besar sehingga dapat dipisahkan dengan cara pengendapan. 2.5.2. Coagulant Aid Berfungsi untuk memperbesar partikel koloid dan membentuk floc tank, sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat dan sempurna. 2.5.3. Gas Chlorine Merupkan zat pembunuh bakteri, jamur, mikroorganisme yang terdapat didalam air. Dosis yang digunakan adalah 5 ppm. Sebelumnya digunakan kaporit

9

(CaOCl2), kaporit lebih baik dari pada chlorine karena dapat dengan cepat mengendapkan lumpur sehingga air akan lebih bersih. 2.5.4. Caustic Soda (NaOH) Berfungsi untuk mengatur pH air sungai karena pada sistem pembentukan floc dibutuhkan kondisi dengan pH 5,5 s.d 6,2. Dosis yang digunakan adalah 2 s.d 5 ppm. Kondisi pH harus dijaga lebih dari 5,5 agar floc terbentuk dan pH harus kecil dari 6,2 agar floc yang terbentuk tadi tidak akan pecah lagi. 2.6. Proses umum pada Water Treatment Water treatment merupakan unit yang berguna dalam pembersihan air dari air kotor menjadi air bersih, yaitu dengan cara proses klarifikasi yaitu proses penghilangan suspended solid. Proses tersebut dapat berjalan dengan 3 proses sebagai berikut. 2.6.1. Proses koagulasi Koagulasi yaitu partikel koloid yang bermuatan sama dinetralisir melalui koagulan. Adapun kinetika reaksi sebagai berikut. Al2(SO4 + 3 Ca(OH)2

2 Al(OH)3 + 3 CaSO4

Tahap-tahap koagulasi adalah sebagai berikut. 1) Rapid mixing , yaitu adanya tumbukan menjadi netralisasi sempurna distribusi koagulan merata. 2) Netralisasi muatan 3) Tumbukan partikel 2.6.2. Proses flokulasi Flokulasi yaitu suatu mekanisme dimana flok kecil yang sudah terbentuk dalam proses koagulasi tadi melalui suatu media flokulan digabungkan menjadi flok yang lebih besar sehingga cukup berat untuk bisa mengendap. Di dalamnya juga terdapat rantai yang panjang dan banyak cabangnya yang berguna sebagai jembatan penghubung. Hal yang dapat menyebabkan putusnya rantai tersebut adalah pengadukan yang cepat (rapid mixing). Faktor lain yang dapat mengganggu adalah kondisi tingkat keasaman lingkungan sekitarnya sehingga perlu menginjeksikan chemical’s NaOH sebagai pH adjuster.

10

2.6.3. Sedimentasi Dasar teori yang dipakai untuk proses sedimentasi adalah hukum stoke, yaitu floks yang besar tersebut mengalami pengendapan. Faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai beikut. 1) Dosis koagulan dan flokulan. 2) Mixing, pH, temperatur, warna air baku 3) Level interface dan blowndown lumpur di klarifier.

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat yang digunakan: 1) Clarifier 2) Sand filter 3) Batang pengaduk 4) pHmeter 3.1.2. bahan yang digunakan: 1) Tawas 2) Alumunium sulfat 3) Air comberan 5 Liter 4) Air rawa 5 Liter 3.2. Prosedur Percobaan 1) Persiapkan peralatan water treatment yang akan digunakan. 2) Persiapkan air yang akan dimasukkan ke dalam water treatment. 3) Analisa pHmeter setra bagaimana kondisi air. 4) Masukkan air ke dalam Clarifier lalu diberikan alumunium sulfat sebanyak 7 gram. 5) Aduk air dalam Clarifier dengan pelan sampai zat pengotor dalam air mengendap. 6) Uji pHmeter pada air di Clarifier. 7) Masukkan air melalui sand filter analisa bau, warna serta pH air tersebut. 8) Timbang berat air yang telah melalui sand filter. 9) Hitung % yield air tersebut. 10) Buat hasil gambar sebagai pembanding.

11

BAB IV DATA HASIL PENGAMATAN 4.1. Air Comberan a) Sebelum treatment Warna air

= keruh dan terdapat endapan

Bau

= bau yang sangat menyengat

pH awal

=4

b) Setelah treatment Warna air

= bening

Bau

= bau yang sangat mneyengat

pH akhir

=7

4.2. Air Rawa a) Sebelum treatment Warna air

= kekuning-kuningan

Bau

= bau tidak menyengat

pH awal

=4

b) Setelah treatment Warna air

= bening

Bau

= bau tidak menyengat

pH akhir

=7

12

BAB V PEMBAHASAN Percobaan water treatment ini bertujuan untuk mempelajari proses penjernihan air secara umum. Dalam percobaan ini juga mengamati bagaimana keadaan air setelah diolah atau dijernihkan, yakni warna, bau, dan pH air untuk dibandingkan dengan keadaan air sebelum dijernihkan. Selain itu juga untuk mengetahi prinsip kerja alat-alat yang digunakan untuk water treatment itu sendiri. Bahan yang digunakan dalam percobaan water treatment ini adalah air got dan air rawa. Alat yang digunakan untuk mengolah air tersebut berupa clarifier yang dihubungkan ke sand filter. Air got dan air rawa sebelum dimasukkan ke clarifier, diukur terlebih dahulu pH-nya. Nilai pH air got setelah diukur dengan kertas pH adalah 6, dengan warna air sedikit keruh dan bau yang menyengat. Sedangkan nilai pH air rawa setelah diukur dengan kertas pH adalah 4, dengan warna air kekuningan dan sedikit berbau rumput. Untuk air rawa, nilai pH bersifat asam, hal ini sesuai dengan sifat air rawa yang memang bersifat asam. Sedangkan untuk air got, nilai pH-nya juga asam. Padahal seharusnya air got bersifat basa karena bercampur dengan limbah-limbah rumah tangga. Kesalahan ini mungkin disebabkan karena sampel air got yang kami ambil sudah terkontaminasi dan menyebabkan pH-nya menurun. Setelah diukur nilai pH-nya, air got dan air rawa masing-masing dimasukkan ke dalam clarifier. Senyawa Aluminium sulfat (Al2SO4), atau yang lebih dikenal dengan nama tawas, juga dimasukkan ke dalam clarifier. Tujuan penambahan tawas ini adalah sebagai senyawa koagulan untuk mengendapkan partikel-partikel padat (suspended solid) yang terkandung dalam air tersebut. Sambil terus diaduk secara perlahan dengan pengaduk kayu, hingga di dalam air terbentuk beberapa endapan-endapan kecil. Di dalam clarifier ini terdapat clear well, yakni sekat di luar tempat pengadukan dengan dinding yang lebih tinggi. Fungsinya adalah untuk mengatasi air yang overflow saat dilakukan pengadukan. Clear well membantu mengalirkan air yang telah dijernihkan menuju ke sand filter untuk disaring kembali. Karena 13

14

bagian atas adalah bagian air yang jernih, maka air yang meluap tersebut dapat langsung dialirkan ke sand filter. Dalam percobaan, jumlah air yang dimasukkan ke clarifier sedikit karena clear well mengalami kebocoran, sehingga air yang telah dijernihkan tidak dapat secara otomatis mengalir ke sand filter. Maka dari itu, air tersebut diambil menggunakan ember dan dimasukkan secara manual ke sand filter. Pada saat percobaan, tawas yang digunakan untuk mengkoagulankan zat pengotor terlarut dalam air sampel tidak tersedia, sehingga kami tidak melanjutkan praktikum. Tetapi, dari penjelasan asisten, diharapkan bahwa setelah pengadukan beberapa menit dalam clarifier, lama kelamaan akan terbentuk gumpalan-gumpalan kecil dari kotoran air tersebut. Gumpalan-gumpalan ini dinamakan flok kecil atau pin flok. Proses yang terjadi di sini adalah proses koagulasi, yaitu proses di mana partikel-partikel yang bersifat ionik dinetralkan muatannya agar dapat saling menempel satu sama lain sehingga membentuk flokflok. Lalu karena akibat adanya gaya gravitasi, maka flok-flok tersebut jatuh dan mengendap ke bawah sehingga terjadilah proses pengendapan. Pada tahap ini, campuran air tadi sudah mulai kelihatan jernih dan terpisah menjadi dua bagian yaitu air yang jernih berada di posisi atas dan kotorannya mengendap ke bawah. Pada industri, umumnya untuk mempercepat pengendapan flok maka setelah proses koagulasi ditambahkan senyawa yang dinamakan flokulan. Senyawa ini berfungsi untuk mengikat flok-flok kecil yang telah terbentuk sehingga membentuk flok yang lebih besar. Dengan flok yang tentunya lebih berat, maka flok tersebut akan lebih cepat mengendap dan efisiensi waktu dalam proses penjernihan air dapat meningkat. Setelah lebih jernih, air tersebut dimasukkan dalam sand filter. Sand filter ini, secara urutan dari atas ke bawah, tersusun atas pasir silika, ijuk, dan koral. Pasir diletakkan paling atas karena paling baik dalam menyerap partikel terlarut dengan ukuran sangat kecil, sehingga lebih efisien. Air yang telah disaring kemudian ditampung dalam ember untuk dianalisa. Dilakukan kembali pengukuran pH pada air sampel, serta dilihat bagaimana warna dan bau air tersebut dibandingkan dengan sebelum diolah.

15

Semua perlakuan tersebut dilakukan sama untuk semua air sampel, baik untuk air got maupun air rawa. Hasil akhir dari proses penjernihan air ini diharapkan bahwa warna air lebih jernih, tidak ada mikroorganisme yang ikut, air menjadi tidak berbau, serta pH yang dihasilkan adalah netral atau bernilai sekitar 7. Tetapi berhubung karena ketidaksediaannya tawas untuk percobaan, maka praktikan tidak dapat menentukan berapa pH akhir dari air got dan air rawa.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1) Klarifikasi merupakan proses pengolahan air baku menjadi air bersih. 2) Di dalam clarifier terjadi 3 proses, yaitu: a) Koagulasi b) Flokulasi c) Sedimentasi 3) Impurities pada air baku terdiri dari : a) Impurities yang tidak larut (suspended solid) b) Impurities yang terlarut (dissolved solid) 4) Clarifier merupakan reaktor inti dalam proses pengolahan air, khususnya penghilangan partikel koloidal dalam air, dimana proses sedimentasi dari partikel terflokulasi terjadi di dalamnya. 5) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja klarifier adalah bentuk/desain, penambahan zat penolong, waktu tinggal/laju alir air. 6.2. Saran 1) Alat clarifier harus dilengkapi dengan pengaduk mekanik, tidak menggunakan pengadukan manual agar larutan lebih homogen. 2) Dosis injeksi bahan kimia harus tergantung kualitas air baku yang digunakan. 3) Sebelum pratikum dimulai sebaiknya persiapkan dahulu bahan. 4) Lakukan backwash secara rutin.

16

DAFTAR PUSTAKA Arfandy, Munsir.1983.Teknik Penyediaan Air Bersih untuk Daerah Pedesaan “Skala Prioritas Pemilihan Sumber Air”.Erlangga:Bandung. Arita, Susila. 2007. Alat Industri Kimia 2 . Palembang : Universitas Sriwijaya. Santoso, Budi. 2006. Sistim Utilitas . Palembang : Universitas Sriwijaya. Unus Suryawiria. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandungan: Angkasa.

LAMPIRAN

Gambar 1. Klarifier

Gambar 2. Sand filter

Gambar 3. Rangkaian water treatment

Gambar 4. Kertas pH

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF