Warna Urin Seperti Air Teh

March 6, 2018 | Author: Bagus Ayu Purnamasari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Warna Urin Seperti Air Teh...

Description

Warna Urin seperti Air Teh – bagian 1 Pada kasus ini, seorang pria usia 40 tahun datang ke klinik dokter kita dengan keluhan nafsu makan menurun dan mual sudah 1 minggu. Riwayat penyakit sekarang: 2 minggu yang lalu penderita merasakan tubuhnya panas nglemeng, rasa ingin muntah, setelah 1 minggu nafsu makan menurun, dan timbul rasa tidak enak di perut kanan atas, warna feses normal, warna urin seperti air teh (merah kecoklatan). Pemeriksaan fisik ditemukan: suhu 37.8˚C, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90 x/mnt. Warna mata kekuningan, nyeri tekan pada perut kanan atas. Lalu dokter memberikan obat dan menyarankan istirahat total. Kasus kali ini kita akan membahas banyak mengenai ikterus dan penyakit yang mengenai hati. Hal ini bisa terlihat dari keluhan pasien diatas. Pada 2 minggu yang lalu penderita merasakan tubuhnya panas nglemeng, rasa ingin muntah, setelah 1 minggu nafsu makan menurun, dan timbul rasa tidak enak di perut kanan atas. Salah satu fungsi hati yang penting adalah biosintesis bilirubin. Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua; biirubin mengalami konjugasi dalam hati dan diekskresi dalam empedu. Metabolisme bilirubin normal Metabolisme bilirubin dalam tubuh berlangsung 5 langkah: 1.

Fase Prahepatik: Pembentukan bilirubin dan Transpor Plasma

2.

Fase Intrahepatik: Liver Uptake dan Konjugasi

3. Fase pasca hepatik: Ekskresi Bilirubin Pembentukan Bilirubin. Sekitar 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua (rata-rata berumur 120 hari) dalam sistem monosit makrofag. Tiap hari 50 ml darah dihancurkan, menghasilkan 250-350 mg bilirubin atau 4 mg/kgBB/hari. Sedangkan 15% bilirubin berasal dari destruksi eritrosit matang dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati. Pada katabolisme bilirubin (terutama terjadi dalam limpa, sebagai sistem retikuloendotelial), hemoglobin dipecah menjadi heme dan globulin, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Dengan enzim biliverdin reduktase, biliverdin diubah menjadi biirubin tak terkonjugasi (B₁).

Transport B₂ melalui membran sel dan sekresi ke dalam kanalikuli empedu oleh proses aktif yamg merupakan langkah akhir metabolisme bilirubin dalam hati. Agar dapat diekskresi dalam empedu, bilirubin harus dikonjugasi. B₂ kemudian diekskresi melalui saluran empedu ke usus halus. B₁ tidak diekskresikan dalam empedu kecuali setelah proses fotooksidasi. Bakteri usus mereduksi B₂ menjadi urobilinogen dan sterkobilinogen. Sterkobilinogen mengalami proses oksidasi menjadi sterkobilin yang menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10%-20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam kemih. Mekanisme Patofisiologik Kondisi Ikterik 1.

Pembentukan bilirubin secara berlebih

2.

Gangguan pengambilan B₁ oleh hati

3.

Gangguan konjugasi bilirubin

4.

Penurunan ekskresi B₂ dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstahepatik (obstruktif fungsional atau mekanik) Pembentukan bilirubin secara berlebih Hal ini karena pemecahan eritrosit yang meningkat, sehingga terbentuk bilirubin berlebih. Sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tapi suplai B₁ melampaui kemampuan hati sehingga kadar B₁ dalam darah meningkat. Karena B₁ tidak larut air, maka tidak dapat disalurkan dalam kemih. Tapi pembentukan urobilinogen menjadi meningkat (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi dan ekskresi), yang selanjutnya peningkatan ekskresi dalam feses dan kemih (berwarna gelap). Gangguan pengambilan B₁ oleh hati Pengambilan B₁ yang terikat albumin dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Gangguan terjadi ketika terganggunya ikatan antara B₁-albumin, misal karena obat (sulfonamide, salisilat), selain itu juga asam flavaspidat, novobiosin, beberapa zat warna kolesistografik. Namun bisa juga ditemukan defisiensi glukuronil tranferase. Gangguan konjugasi bilirubin

Transpor Plasma.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi mulai terjadi pada hari kelima lahir, karena kurangnya enzim glukuronil transferase (pematangan sampai minggu ke 3). Pada keadaan yang parah bisa terjadi kernikterus (bilirubin ensefalopati), akibat penimbunan B₁ di jaringan lemak ganglia basalis.

Dalam pembuluh darah, B₁ berikatan dengan albumin (karena sifat B₁ yang tak larut air) untuk dibawa ke hati. B₁ juga tidak dapat melewati membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan B₁- albumin melemah pada keadaan asidosis, dan seperti antibiotic, salisilat, berlomba pada temapat ikatan dengan albumin.

Penurunan ekskresi B₂ dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstahepatik (obstruktif fungsional atau mekanik)

Liver Uptake. Pengambilan B₁ oleh hepatosit memerlukan protein sitoplasma (protein penerima ) “protein Y” dan “protein Z”. Konjugasi. Konjugasi bilirubin berlangsung dalam reticulum endoplasma sel hati dengan asam glukuronat (dengan bantuan enzim glukuronil transferase) sehingga menjadi bilirubin terkonjugasi (B₂). Reaksi katalisis ini, mengubah sifat B₁ yang larut lemak, tak dapat diekskresi dalam kemih menjadi B₂ yang larut air, dan dapat diekskresi dalam kemih. Ekskresi Bilirubin.

Defek bagian ini meningkatkan kadar B₂, karena sifatnya yang larut air, maka bilirubin ini dapat dieksresikan lewat kemih (bilrubinuria, dan urin gelap). Karena adanya penyumbatan, misal kolestasis (baik intra-ekstrahepatik), kejadian tersering berkurangnya urobilinogen feses (feses pucat). Peningkatan garam empedu dalam darah menimbulkan gatal pada ikterus. Pigmen empedu di urin pada penyakit Bilirubin. Pada urin normal tak ada bilirubin yang dapat dideteksi. B₁ tak dapat diekskresikan pada ginjal yang sehat karena kelarutannya yang rendah dan karena terikat kuat pada protein (albumin), sehingga pada ikterus hemolitik, kadar B₁ meningkat, tak ada yang dapat dideteksi lewat urin. B₂ yang larut air dan sejumlah kecil yang terikat lemah dengan protein, bisa diekskresikan lewat urin: dan bilirubin yang ditemukan dalam urin selalu dalam bentuk dikonjugasi. Bila B₂ plasma tinggi, kemudian dapat dideteksi dalam urin sewaktu kadar bilirubin plasma >30

µmol/L dan busa urin dikocok (Karena kelebihan garam empedu) berwarna kuning bila kadar bilirubin plasma >50 µmol/L (walaupun ambangnya bervariasi) Urobilinogen. Sejumlah kecil urobilinogen dapat dideteksi dalam urin normal yang segar. Ekskresi ke urin normal 24 jam adalah 0.5-5.0 µmol. Pada ikterus hemolitik, banyak bilirubin berlebih dalam plasma masuk ke dalam urin yang mana meningkatkan jumlah urobilinogen yang terbentuk (baca penjelasan Pembentukan Bilirubin Secara Berlebih). Banyak urobilinogen yang diabsorbsi dan urobilinogen yang berlebih diekskresikan dalam urin. Pada ikterus obstruktif atau hepatoseluler yang berat, bilirubin hanya mencapai usus dalam jumlah kecil, sedikit urobilinogen yang terbentuk dan urobilinogen tak ditemukan dalam urin. Timbulnya kembali urobilinogen dalam urin, merupakan tanda pemulihan kolestasis. Pasien diatas mengalami pewarnaan feses normal, tapi warna urin seperti air teh (merah kecoklatan) dan warna mata kekuningan, menurut hipotesis penulis, warna feses yang normal menunjukkan adanya ekskresi bilirubin yang normal karena tak adanya obstruksi Sedangkan warna urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan bilirubin dan urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang akhirnya urin menjadi merah kecoklatan.

Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap: 1.

Fase Inkubasi. Waktu masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda untuk tiap virus dan tergantung dosis inokulum yang dikeluarkan dan jalur penularannya.

2.

Fase prodromal (Pra Ikterik). Timbulnya keluhan dan ikterus, awitan singkat, adanya anoreksia, malaise, mialgia, atralgia, mudah lelah, nyeri kepala, demam rendah (umumnya pada HAV), nyeri abdomen kuadran kanan atas. Terutama pada HBV, mengalami serum sickness (demam, ruam, atralgia; dikaitkan adanya kompleks imun dalam darah; meningkatnay aminotransferase)

3.

Fase Ikterus. Muncul setelah 5-10 hari, tapi dapat muncul bersamaan adanya gejala.

4.

Fase Konvalesen (penyembuhan). Diawali hilangnya ikterus dan keluhan lain, tapi tetap hepatomegali, dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Agen Penyebab hepatitis virus 1.

Hepatitis dengan transmisi secara enterik

2. Hepatitis dengan transmisi melalui darah Hepatitis dengan transmisi secara enterik. Terdiri atas HAV dan HEV. 1.

Virus tanpa selubung

Sedangkan warna mata yang kuning terjadi karena adanya B₁ yang meningkat dan larut dalam mukosa di sklera mata (dinding sel tersusun atas lemak) atau kadar B₂ yang berlebih sehingga akhirnya keluar dari pembuluh darah masuk ke ekstrasel (jaringan ikat dan jaringan longgar mata).

2.

Tahan terhadap cairan empedu

3.

Ditemukan di tinja

(penjelasan berikutnya mengenai hepatitis virus, pada kasus “Warna Urin seperti Air Teh”, buka di halaman Modul Enterohepatik – Hepatitis Virus)

4.

Tidak bersifat kronik

Referensi Baron D. N., 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik Edisi 4. Jakarta : EGC Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC Price S. A., Wilson L. M., 1995. Patofisiologi – Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.Jakarta : EGC Hepatitis Virus Merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Disebabkan Virus Hepatitis A (HAV), HBV, HCV, HDV, HEV, virus lain akibat pascatransfusi HGV, virus TT. Walaupun kelima agen ini dapat dibedakan melalui tanda antigeniknya, tapi kesemuanya punya kemiripan klinis. Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah HAV (istilah dulu: hepatitis infeksiosa) dan HBV (istilah dulu: hepatitis serum). Hepatitis yang tidak dapat digolongkan sebagai HAV dan HBV melalui pemeriksaan serologi disebut sebagai hepatitis non-A non-B (NANBH) yang saat ini disebut hepatitis C. selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini ada 2 macam, virus PT-NANBH (parenteral transmitted) dan virus ET-NANBH (enterically transmitted). Lalu dibuat tata nama baru pada PT-NANBH sebagai HCV dan ET-NANBH sebagai HEV. HDV, suatu partikel virus yang menyebabkan infeksi bila sebelumnya telah ada infeksi HBV. HDV dapat timbul sebagai infeksi bersamaan dengan HBV (koinfeksi) atau suprainfeksi pada pembawa HBV

5. Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan Hepatitis dengan transmisi melalui darah. Terdiri atas HBV, HDV, HCV 1.

Virus dengan selubung

2.

Rusak ketika terpajan empedu/ detergen

3.

Tidak terdapat dalam tinja

4.

Dihubungkan dengan penyakit kronik

5. Dihubungkan dengan viremia resisten Epidemiologi dan Faktor Risiko HAV 1.

Masa inkubasi 15-50 hari (±30 hari)

2.

Distribusi di seluruh dunia; endemisitas di daerah tinggi

3.

HAV dapat dideteksi pada feses pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik. Sewaktu timbul ikterik, antibodi anti-HAV dapat diukur dalam serum, adanya IgM anti-HAV meningkat tajam menunjukkan infeksi akut. Setelah masa akut, IgG anti-HAV naik dan mendominasi, menunjukkan infeksi HAV lampau dan penderita pernah mengalami infeksi HAV (yang akhirnya kebal terhadap HAV). HAV diekskresi di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu dan 1 minggu setelah awitan penyakit

4.

Viremia muncul singkat (2 tahun. 3 dosis 0,1 dan 6 atau 12 bulan atau 2 dosis 0, 6 atau 12 bulan c.Indikasi vaksin

1.

>19 tahun. 2 dosis, interval 6-12 bln

1.

Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan dehidrasi

1.

Pengunjung ke daerah risiko tinggi

2.

Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Tak ada rekomendasi yang khusus, makan pagi dengan porsi cukup besar.

2.

Homoseksual dan biseksual, IVDU

3.

Hindari alcohol dan aktivitas berlebih

3.

Tinggal di daerah endemis

4.

Tidak ada pengobatan spesifik untuk HAV, HEV, HAD. Pemberian interferon-alfa pada HCV akut dapat menurunkan infeksi kronik. Lamivudin atau adefovir pada HBV akut masih belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat.

4.

Pasien rentan

5. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan 2.Gagal Hati Akut 1.

Rawat di RS: diagnosis segera dan penanganan terbaik dengan program transplantasi hati

2.

Belum ada terapi yang terbukti efektif

3.

Tujuan: (1)Tunggu perbaikan infeksi spontan dan perbaikan fungsi hati dilakukan dengan monitoring kontinu dan terapi suportif; (2) Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang mengancam; (3) Mempertahankan fungsi vital; (4)Persiapan transplantasi bila terjadi perburukan

4. Angka survival mencapai 65-75% bila dilakukan dengan transplantasi dini 3.Hepatitis Kolestasis 1.

Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan terapi prednisone atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum tersedia.

2. Pruritus dapat dikontrol dengan kolestiramin 4.Hepatitis Relaps Penanganan serupa dengan hepatitis yang sembuh spontan Pencegahan Pencegahan terhadap Infeksi Hepatitis pada Penularan Enterik pada HAV Pencegahan dengan Imunoprofilaksis vaksin HAV (sebelum paparan) a.Vaksin HAV yang dilemahkan:

5. Pekerja laboratorium yang menangani HAV, pramusaji, pekerja pembuang air Pencegahan dengan Imunoprofilaksis vaksin HAV (setelah paparan) a.Keberhasilan vaksin HAV belum jelas b.Keberhasilan Ig sudah nyata tapi tidak sempurna c.Dosis & jadwal imunoglobulin: diberikan segera setelah paparan; toleransi baik, nyeri daerah suntikan, indikasi: kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan infeksi HAV akut Pencegahan terhadap Infeksi Hepatitis pada Penularan Enterik pada HEV Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien HEV dapat bersifat proteksi, tapi efektivitas dari Ig anti HEV masih belum jelas Pencegahan terhadap Infeksi Hepatitis pada Penularan Parenteral pada HBV Pencegahan dengan Imunoprofilaksis vaksin HBV (sebelum paparan) a. Vaksin rekombinan ragi: 1.

Mengandung HbsAg sebagai immunogen

2.

Sangat imunogenik, kadar proteksi anti HBsAg pada >95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis

3.

Efektivitas 85-95% mencegah infeksi HBV

4.

Efek samping: nyeri daerah suntikan dan demam ringan

5.

Booster (pengulangan vaksin) tidak direkomendasikan walaupun >15 tahun imunisasi awal

6.

Booster hanya untuk imunokompromise jika titer
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF