Unlock-[PESERTA] Forensik Medikolegal Bioetik Batch Februari 2016(full permission).pdf
February 28, 2018 | Author: Ovie Darham | Category: N/A
Short Description
Download Unlock-[PESERTA] Forensik Medikolegal Bioetik Batch Februari 2016(full permission).pdf...
Description
Forensik dan Medikoetikolegal Forensik
Medikoetikolegal
Visum et Repertum
Surat Kematian
Tanatologi
Informed Consent
Traumatologi Forensik
Biomedical Ethics
Asfiksia Drowning
Medical Professionalism
Luka Tembak
Medical Record
Trauma Panas, Dingin, dan Listrik
Medical Risk and Malpractice
Kasus Kejahatan Seksual dan Abortus
Norma Praktik Kedokteran
Infanticide Disaster Victim Management and Forensic Identification ©Bimbel UKDI MANTAP
DNR & Euthanasia
Ilmu Kedokteran Forensik “Salah satu cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.”
©Bimbel UKDI MANTAP
Surat Kematian
©Bimbel UKDI MANTAP
Kegunaan Surat Kematian • Sebagai bukti bahwa seseorang telah meninggal dunia • Untuk statistic sebab kematian • Untuk kepentingan pemakaman jenazah • Untuk kepentingan pengurusan asuransi • Untuk kepentingan pengurusan warisan • Dalam dunia ilmu kedokteran, dengan adanya kewaiban pengisian formulir surat kematian oleh dokter pada setiap kasus kematian, maka pada kasus kematian yang tidak wajar (pembunuhan) tidak terlanjur dikubur sebelum delakukan pemeriksaan bedah mayat ©Bimbel UKDI MANTAP
Aplikasi Surat Keterangan Kematian Kematian Wajar • Jika orang yang meninggal berada dalam perawatan seorang dokter, diagnosis penyakitnya telah diketahui, dan kematiannya diduga karena penyakitnya tersebut • Untuk menentukan penyebab kematian wajar, dokter dapat melakukan verbal autopsy, yaitu suatu metode anamnesis terstruktur yang diterapkan secara alloanamnesis untuk mengakkan perkiraan kematian metode telah dibakukan oleh WHO • Alur Tatalaksana • Dokter menerima laporan kematian Pemeriksaan luar terhadap mayat (tanpa surat permintaan visum et repertum dari polisi) dan verbal autopsy pada keluarga Tidak ada tanda kekerasan atau keracunan serta kecurigaan lain Memutuskan kematian adalah wajar Menyerahkan jenazah pada keluarga Membuat serta menandatangani surat keterangan kematian (Formulir A) • Dalam hal yang amat mendesak, paramedic dapat membantu dokter memeriksa jenazah sebagai kepanjang tangan dokter (varlengde arm van de arts)
©Bimbel UKDI MANTAP
Kematian Tidak Wajar • Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan • Cara kematian pada kematian tidak wajar meliputi pembunuhan, bunuh diri, dan kecelakaan • Kategori kasus yang harus dilaporkan kepada penyidik (Pasal 108 KUHAP) • Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara • Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati • Adanya penemuan mayat di mana penyebab dan informasi mengenai kematiannya tidak ada • Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat perbuatan melanggar hokum • Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan akibat bunuh diri • Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter • Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab kematiannya • Alur Tatalaksana • Dokter menerima laporan kematian Pemeriksaan awal dan verbal autopsy pada orang di sekitar lokasi Mencurigai bahwa kematian terjadi secara tidak wajar Melaporkan kepada penyidik berdasarkan pasal 108 KUHAP Penyidik membuat surat permintaan visum et repertum jenazah Meminta izin keluarga untuk dilakukan autopsy dalam 2x24 jam (jika lebih dari waktu ini keluarga btlum menyampaikan persetujuan, dokter dapat langsung memeriksa tanpa “izin” Dokter melakukan pemeriksaan jenazah dan autopsy Dokter yang melakukan pemeriksaan membuat VeR dan menandatangani surat keterangan kematian (Formulir A) Menyerahkan jenazah kepada keluarga setelah pemeriksaan selesai ©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang Wabah
©Bimbel UKDI MANTAP
Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut
©Bimbel UKDI MANTAP
Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Visum et Repertum Definisi Visum et Repertum • Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan
Dasar Hukum • Staatsblad (Lembaran Negara) No 350 Tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang menyatakan VeR adalah “Suatu Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara pidana” • Pasal 133 KUHAP: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya” • PP No 27 tahun 1983: “Penyidik polri berpangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, kepangkatan penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya adalah Sersan Dua” ©Bimbel UKDI MANTAP
Nilai Visum et Repertum -> sebagai alat bukti surat • KUHAP pasal 184: Alat bukti yang sah adalah: • 1. Keterangan saksi • 2. Keterangan ahli • 3. Surat • 4. Petunjuk • 5. Keterangan terdakwa
Keterangan ahli tidak hanya terbatas pada “apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat” Visum et Repertum terbatas pada “apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat”, sehingga dimasukkan ke dalam alat bukti surat ©Bimbel UKDI MANTAP
Jenis Visum et Repertum
1
VeR perlukaan (termasuk keracunan)
Deskripsi luka
2
VeR kejahatan susila
Bukti persetubuhan
Bukti kekerasan
Perkiraan umur
VeR psikiatrik
Penyakit jiwa
Kejahatan sebagai produk penyakit jiwa
Psikodinamik kejahatan
VeR jenazah
Sebab kematian
Mekanisme kematian
3 4
Penyebab luka
Derajat luka
Cara kematian
Pantas tidaknya korban untuk dikawin
Visum hidup
Waktu perkiraan kematian
Visum mati
1, 2, 4: mengenai tubuh atau raga manusia yang berstatus sebagai korban 3: mengenai mental atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana ©Bimbel UKDI MANTAP
Bentuk dan Susunan Visum et Repertum Pro Justitia
Bagian Pendahuluan
Bagian Pemberitaan
• Ditulis di bagian atas visum • Sudah dianggap sama dengan materai • Kata Pro Justitia artinya Demi Keadilan, mengandung arti laporan yang dibuat untuk tujuan peradilan
• Kata “Pendahuluan” tidak ditulis dlm VeR • Berisi tentang waktu, tempat pemeriksaan, atas permintaan siapa, nomor, tanggal surat, dokter, pembantu yang memeriksa, identitas korban, mengapa diperiksa
• Bagian ini berjudul “ Hasil Pemeriksaan” • Berisikan apa yang dilihat dan ditemukan
Bagian Kesimpulan
Bagian Penutup
• Memuat intisari dari hasil pemeriksaan, disertai pendapat dokter yg memeriksa/menyimpulkan kelainan yg terjadi pada korban • Jenis luka/cedera yg ditemukan, jenis kekerasan, derajat luka atau sebab kematian
• Bagian ini tidak berjudul • Memuat pernyataan VeR dibuat atas sumpah dokter, menurut pengetahuan pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenarnya • Cantumkan Lembaran Negara No 350 tahun 1937 atau berdasarkan KUHAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Visum pada orang hidup
Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas:
Contoh Visum Hidup
1.Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami luka - luka ringan 2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan walaupun visum akhir menyusul kemudian 3.Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban. (Idries, 2009) ©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Contoh Visum Mati
©Bimbel UKDI MANTAP
Kerahasiaan dalam Hasil Pemeriksaan Forensik • Rahasia jabatan bukan berdasarkan azas kepercayaan, diwajibkan bagi pejabat Negara • Rahasia pekerjaan berdasarkan azas kepercayaan, bersifat swasta • Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran juga berlaku untuk bidang kedokteran forensik • Pasal 1 Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui pada waktu atau selama melakukan pekerjaan kedokteran • Pasal 2 Bila ada peraturan yang sederajat atau lebih tinggi dari PP No 10 tahun 1966, maka wajib simpan rahasia kedokteran tidak berlaku • Pasal 3 Orang yang sedang menjalani pendidikan di bidang kedokteran juga wajib simpan rahasia • Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya untuk keperluan peradilan • Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada penyidik yang memintanya • Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui aparat peradilan, termasuk keluarga korban
©Bimbel UKDI MANTAP
Pengungkapan Rahasia Kedokteran • Walaupun pengadilan meminta seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran, dokter memiliki hak tolak (verschoningsrecht) (Pasal 170 KUHAP) • Pertimbangan hakim dapat membatasi hak tolak dokter, yakni apabila kepentingan yang dilindungi pengadilan lebih tinggi dari rahasia kedokteran • Pengungkapan rahasia kedokteran dapat dilakukan dalam kondisi (Benhard Knight, 1972): • Adanya persetujuan pasien • Berdasarkan perintah hukum • Berdasarkan perintah pengadilan • Kepentingan umum menyangkut masalah kesehatan dan keselamatan umum • Pasal 10 ayat (2) Permenkes 269/2008: Kepentingan pasien, permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien, permintaan institusi sesuai perundangundangan, penelitian pendidikan audit medis tanpa menyebutkan identitas pasien. ©Bimbel UKDI MANTAP
Aplikasi Visum et Repertum
VeR hidup untuk perlukaan • Pada korban yang diduga korban tindak pidana, pencatatan rekam medik harus lengkap dan jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum • Pada korban luka sedang-berat akan datang ke dokter sebelum melapor ke penyidik/tanpa surat permintaan VeR (surat terlambat) → tetap dibuatkan VeR setelah perawatan/pengobatan selesai • Jika masih diperlukan pemeriksaan ulang → VeR sementara • VeR definitif: dibuat seketika, korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga dapat dibuat kesimpulan. • VeR sementara: VeR yang dibuat untuk sementara waktu karena korban memerlukan perawatan & pemeriksaan lanjutan sehingga derajat perlukaan belum dapat ditentukan. VeR ini tidak ditulis kesimpulan tapi hanya keterangan bahwa saat VeR dibuat korban masih dalam perawatan. • VeR lanjutan: VeR yang dibuat setelah luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Pada VeR ini sudah dapat dibuat kesimpulan.
©Bimbel UKDI MANTAP
VeR hidup untuk kasus kejahatan seksual • Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan barang bukti, kalau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, jangan diperiksa, minta korban kembali kepada polisi • VeR harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada waktu permintaan pembuatan VeR diterima oleh dokter • Bila korban datang atas inisiatif sendiri dilakukan pemeriksaan oleh dokter kembali bersama polisi membawa surat permintaan VeR beberapa waktu kemudian dokter harus menolak membuat VeR, karena segala sesuatu yang diketahui sebelum permintaan VeR datang merupakan rahasia kedokteran (KUHP pasal 322) • Apabila tetap ingin membuat VeR dibuat berdasarkan keadaan saat ini hasil pemeriksaan yang lalu diberikan dalam bentuk surat keterangan ©Bimbel UKDI MANTAP
VeR hidup untuk kasus psikiatri • Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi ”Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana” • Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban • Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi tersebut dalam bentuk visum et repertum psikiatrik • Selain itu visum ini juga menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia
©Bimbel UKDI MANTAP
Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomer 1226/Menkes/SK/XII/2009
©Bimbel UKDI MANTAP
VeR Jenazah • Pasal 134 • (1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. • (2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelasjelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. • (3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini. • Apabila jenazah dibawa pulang paksa, maka baginya tidak ada surat keterangan kematian. ©Bimbel UKDI MANTAP
Forensic Autopsy
• To help identify three elements of the crime: • the cause of death, • the mechanism of death • the manner of death
Cause
Mechanism
Manner
(sebab kematian)
(mekanisme kematian)
(cara kematian)
• Any injury/disease physiological derangement in death • Example: Stab wound to the chest, adenocarcinoma of the lung
• How a cause of death produces the physiological derangement in the body • Example: Hemorrhage, asphyxia, embolism, organ damage, vagal reflex ©Bimbel UKDI MANTAP
• How the cause of death come to the victim/person • Example: Natural death, accidental death, homicidal deaths, suicidal deaths
MECHANISM OF DEATH
DEATH CAUSE OF DEATH
A
PHYSIOLOGICAL DERANGEMENT
B Mechanism Of Deaths include: • Hemorrhage • Asphyxia • Embolism • Organ damage • Vagal reflex
©Bimbel UKDI MANTAP
C
Tanatologi Bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut Dipergunakan untuk kepentingan medikolegal
Medical examiner (physician) investigate the cause, mechanism, and manner of death
©Bimbel UKDI MANTAP
Kematian Mati somatis (mati klinis) • Terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskular, dan system pernapasan yang menetap (irreversible)
Mati suri (suspended animation, apparent death) • Terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat sederhana, namun dengan alat yang lebih canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga system tersebut masih berfungsi
Mati seluler (mati molekuler) • Kematian organ atau jaringan yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis
Mati serebral • Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua system lainnya yaitu system pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat
Mati otak (mati batang otak) • Kerusakan seluruh otak secara ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum • Seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan
©Bimbel UKDI MANTAP
Tanda Kematian Tanda Kematian Tidak Pasti • Pernafasan berhenti, dinilai selama 10 menit • Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit • Kulit pucat • Tonus otot menghilang dan terjadi relaksasi primer • Pembuluh darah retina mengalami segmentasi ke arah tepi retina • Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan
Tanda Pasti Kematian • • • • • •
Lebam mayat (livor mortis) Kaku mayat (rigor mortis) Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Pembusukan (decomposition, putrefaction) Adiposera Mummifikasi
©Bimbel UKDI MANTAP
Tanda Kematian Tidak Pasti Berhentinya Sirkulasi Magnus’ Test Pada pangkal jari diberi ikatan yang cukup kuat untuk menghambat aliran vena, namun tidak sampai menghambat arteri. Warna jari akan tetap putih apabila sirkulasi telah berhenti.
Diaphanous Test Pada jaringan diantara pangkal jari tangan disorotkan lampu, orang yang masih hidup akan menunjukkan warna merah, sedangkan setelah mati warnanya menjadi kuning pucat. ©Bimbel UKDI MANTAP
Icard’s Test Pada hypodermis diberikan injeksi zat fluoresen, jika masih hidup warna kult sekitarnya akan berwarna kehijauan, sedangkan apabila sirkulasi telah berhenti maka tidak terjadi proses tersebut.
Tanda Kematian Pasti Algor Mortis • Penurunan suhu tubuh setelah kematian karena proses perpindahan panas melalui cara konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi • Grafik penurunan suhu tubuh berbentuk sigmoid • Hubungan penurunan suhu dengan lama kematian • Dua jam pertama suhu turun setengah dari perbedaan antara suhu tubuh dan suhu sekitarnya • Dua jam berikutnya suhu tubuh turun setengah dari nilai pertama • Dua jam selanjutnya suhu tubuh turun setengah dari nilai kedua • Dua jam selanjutnya suhu tubuh turun setengah dari nilai terakhir atau 1/8 dari nilai awal ©Bimbel UKDI MANTAP
First 1-3 hours
Temperature falls slowly
Next 69 hours
Temperature falls rapidly
©Bimbel UKDI MANTAP
By 1520 hours
Temperature approaches the surrounding
Livor Mortis • Pewarnaan ungu kemerahan pada kulit di bagian terendah tubuh setelah kematian • Sinonim hypostasis, post-mortem staining, post-mortem lividity, suggilation • Cessation of the circulation relaxation of the muscular tone of the vascular bed gravity pulls down stagnant blood to the lowest accessible area sedimentation of red cells bluish red discoloration • Distributed to the lowest area with free compression depend on the body position after death 20-30 menit pasca mati
Mulai tampak
30menit - 8 jam pasca mati Hilang dengan penekanan
©Bimbel UKDI MANTAP
8-12 jam pasca mati Menetap atau tidak hilang dengan penekanan
Warna Khusus Cherry pink Carbon Monoxide poisoning Acts in part by tying up hemoglobin (200 times that of oxygen), saturation from 20-30% will appear as cherry-red lividity Pink around large joints Hypothermia Wet skin allows atmospheric oxygen to pass through, and also at low temperature hemoglobin has a greater affinity for oxygen Bright red Cyanide poisoning Inhibits cytochrome c oxidase and prevents utilization of oxygen Reddish Burn and coal
Dark bluish violet Asphyxia
Dark Brown Phosphorous, chlorate, nitrite, aniline poisoning Increases production of methemoglobin
Blackish Opium poisoning Opium poisoning is associated with intense postmortem lividity, almost black, and is better seen in a fair-skinned body ©Bimbel UKDI MANTAP
Bruise • Subcutaneous bleeding • May be anywhere • Thumb pressure (-) • Slightly raised
Livor mortis • Accumulation of red cell by gravity • The dependent and compression-free part of the body • Thumb pressure (+/-) • Flat
©Bimbel UKDI MANTAP
Rigor Mortis • Temperature-dependent physicochemical change that occurs within muscle cells as a result of lack of oxygen • Periode Relaksasi Primer • Terjadi segera setelah kematian, berlangsung selama 2-3 jam, seluruh otot mengalami relaksasi dan dapat digerakkan ke segala arah • Kaku Mayat (Rigor Mortis) • Setelah terjadi kematian tingkat seluler, karena ketiadaan oksigen, maka asam laktat akan terbentuk dan ATP tidak dihasilkan lagi • Dalam keadaan ATP rendah dan tingkat keasaman yang tinggi, maka serabut aktin dan myosin akan berikatan dan menimbulkan kekakuan • Kekakuan dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal) dan menjalar kraniokaudal • Periode Relaksasi Sekunder • Terjadi relaksasi kembali karena telah terjadi dekomposisi dari serabut aktin dan myosin
0-2 jam pasca mati
2 jam pasca mati
Terjadi relaksasi primer
Kaku mayat mulai tampak
12-24 jam pasca mati
24-36 jam pasca mati
Kaku mayat lengkap seluruh tubuh
Terjadi relaksasi sekunder
©Bimbel UKDI MANTAP
Faktor-faktor yang mempengaruhi kaku mayat • Keadaan lingkungan Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat terjadi dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan lembab • Usia Pada anak-anak dan orang tua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama • Cara kematian Pada pasien dengan penyakit kronis dan sangat kurus, kaku mayat cepat terjadi dan berlangsung tidak lama • Kondisi otot Semakin berat massa otot (atletis), kaku mayat semakin lambat terjadi • Aktivitas premortal Aktivitas tinggi sebelum kematian, kaku mayat lebih cepat terjadi
©Bimbel UKDI MANTAP
Diagnosis Banding Kaku Mayat Kekakuan karena panas (Heat stiffening)
Kekakuan karena dingin (Cold stiffening)
Spasme cadaver (Cadaveric spasm, instantaneous rigor)
• Terjadi jika mayat terpapar pada suhu yang lebih tinggi dari 75oC, atau jika mayat terkena arus listrik tegangan tinggi terjadi koagulasi protein sehingga otot menjadi kaku • Pada kasus terbakar, keadaan mayat menunjukan postur tertentu yang disebut dengan pugilistic attitude, yaitu suatu posisi di mana semua sendi berada dalam keadaan fleksi dan tangan terkepal • Perbedaan antara kaku mayat dan kaku karena panas adalah adanya tanda bekas terbakar, otot akan mengalami laserasi bila dipakasa untuk diregangkan, dan tidak terjadi relaksasi primer maupun sekunder
• Pada suhu yang sangat dingin, terjadi pembekuan jaringan lemak dan otot • Bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi • Bila mayat dipindahkan ke tempat dengan suhu lingkungan yang lebih tinggi maka kekakuan akan hilang
• Keadaan ini terjadi jika sebelum meninggal, korban melakukan aktivitias tinggi, sehingga lebih cepat mengalami kekakuan setelah meninggal • Pada kekakuan ini tidak mengalami tahapan relaksasi primer dan bentuk kekakuan menunjukkan aktivitas terakhir korban
©Bimbel UKDI MANTAP
Parameter
Kaku Mayat
Spasme Kadaver
Mulai timbul
1-2 jam setelah meninggal
Segera setelah meninggal
Faktor predisposisi
(-)
Kematian mendadak, aktivitas berlebih
Otot yang terkena
Semua otot, volunteer maupun involunter
Terbatas pada kelompok otot volunteer
Kaku otot
Tidak jelas, dapat dilawan dengan sedikit tenaga
Sangat jelas, perlu tenaga kuat untuk melawan
Kepentingan medikolegal
Perkiraan saat kematian
Menunjukkan cara kematian, bunuh diri dll
Suhu mayat
Dingin
Hangat
Kematian sel
Ada
Tidak ada
Rangsangan listrik
Tidak ada respon otot
Ada respon otot
©Bimbel UKDI MANTAP
Pembusukan (decomposition, putrefaction) • Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan putrefaksi • Autolisis pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril oleh kerja enzim digestif yang dilepaskan sel pasca mati • Putrefaksi Clostridium welchii melakukan proses pembusukan dengan darah sebagai media pertumbuhan dan menghasilkan gas-gas alkane, H2S, dan HCN, serta asam amino dan lemak • Pertama kali tampak pada perut kanan bawah berwarna hijau kekuningan oleh karena terbentuknya sulf-met-hemoglobin • Lalat menempatkan telur pada mayat 8-24 jam menetas menjadi belatung 4-5 hari menjadi pupa 4-5 hari kemudian menjadi lalat dewasa 24 jam pasca mati Pembusukan mulai terjadi
36 jam pasca mati Kulit melepuh (blister)
Munculnya belatung
©Bimbel UKDI MANTAP
Dekomposisi organ yang cepat membusuk (laring, trakea, otak, GI tract
Dekomposisi organ yang lambat membusuk
(uterus non-gravid, prostat)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembusukan • Temperatur temperatur ideal untuk pembusukan adalah 70-100oF, melambat bila di bawah 70oF atau di atas 100oF, dan berhenti di bawah 32oF atau di atas 212oF • Udara Pembusukan lebih cepat terjadi di udara terbuka dibandingkan di dalam air dan di dalam tanah • Kelembaban Keadaan lembab mempercepat proses pembusukan • Penyebab kematian Bagian tubuh yang terluka mempercepat pembusukan, dan mayat penderita yang meninggal karena penyakit kronis lebih cepat membusuk daripada mayat orang yang sehat
Udara
Air CEPAT
Dalam Tanah LAMBAT
©Bimbel UKDI MANTAP
Hangat Lembab
©Bimbel UKDI MANTAP
Adiposera • Terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak berbau tengik akibat hidrolisis lemak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati • Faktor-factor yang mempermudah pembentukan adalah kelembaban tinggi, suhu hangat, dan lemak tubuh yang cukup • Faktor-factor yang menghambat pembentukan adalah kelembaban rendah, suhu dingin, dan adanya air yang mengalir • Proses: early stages of formation (pale, greasy, unpleasant smell hydrolysis progress (more brittle and whiter) fully formed (grey, waxy compound that maintains the shape of the body
Mumifikasi • Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan • Jaringan menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk • Terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara baik, tubuh yang dehidrasi, dan waktu yang lama ©Bimbel UKDI MANTAP
UJI TOKSIKOLOGI Nama Tes
Senyawa
Cara & hasil
Uji Reinsch
Arsen
10 cc darah + 10 cc HCl pekat dipanaskan hingga terbentuk AsCl3. Celupkan batang tembaga ke dalam larutan HASIL: akan terbentuk endapan kelabu sampai hitam dari As pada permukaan batang tembaga tersebut
Uji Dilusi Alkali
CO
•Siapkan 2 tabung reaksi. Masukkan 1-2 tetes darah korban ke dalam tabung pertama dan 1-2 tetes darah normal ke dalam tabung kedua (sebagai kontrol negatif). •Tambahkan 10 ml air ke dalam masing-masing tabung hingga warna merah dapat diamati dengan jelas. Darah pada tabung yang mengandung CO akan tampak merah jernih sedang darah kontrol berwarna merah keruh. •Tambahkan 5 tetes larutan NaOH 10-20% pada masing-masing tabung kemudian dikocok. HASIL: Darah kontrol akan segera berubah warnanya menjadi merah hijau kecoklatan karena terbentuk hematin alkali.
Nama Tes
Senyawa
Cara & hasil
Uji kertas saring
Sianida
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, biarkan hingga menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah korban, diamkan sampai agak mengering, kemudian teteskan Na2CO3 10 % 1 tetes HASIL: positif bila warna berubah menjadi ungu
Uji prussian blue
Sianida
Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator. 5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%, Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3, teruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin
Uji guajacol (SchonbeinPagenstecher)
Sianida
Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer. Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan guajacol 10% dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol. Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar KCL mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan HASIL positif akan terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring.
Traumatologi Forensik Lecet gores
Lecet serut
Vulnus excoriatum/lecet Lecet tekan
Tumpul
Trauma
Contusio/memar
- Tepi luka tidak rata - Bisa ditemukan jembatan jaringan
Lecet geser Vulnus laseratum/robek
Stab/tusuk
Tajam
Vulnus incisum/iris
- Tepi luka rata - Tidak ada jembatan jaringan
Chop/bacok
©Bimbel UKDI MANTAP
Vulnus excoriatum (luka lecet) • Removal of the superficial epithelial layer of the skin (epidermis) by friction against rough surface/compression • Luka lecet gores benda runcing (misalnya kuku) mengeser lapisan permukaan kulit (epidermis) dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi • Luka lecet serut variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit yang lebih lebar • Luka lecet tekan penjejakan benda tumpul pada kulit sehingga ditemukan kulit yang kaku dan gelap pada area penekanan akibat pemadatan jaringan yang tertekan • Luka lecet geser tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung diri
©Bimbel UKDI MANTAP
Vulnus Excoriatum
Tangential (friction/sliding/scrape)
Compression (crushing/pressure)
Linear (luka lecet gores)
Compression only (luka lecet tekan)
Brush (luka lecet serut)
Compression and sliding (luka lecet geser)
Antemortem Abrasions • Reddish-brown color • Margins are blurred due to vital reactions
Postmortem Abrasions • Yellowish in color • Translucent area • Margins are sharply defined • Absence of vital reactions
Contusio (luka memar) • Infiltration or extravasation of blood into the tissue due to rupture of vessels by the application of blunt force • Terjadi pada subkutan tanpa diskontinuitas kulit • Contusio superfisial akan segera muncul dengan warna kemerahan, contusion yang lebih dalam akan muncul beberapa saat kemudian
Haemosiderin (iron pigment), dark brown color to blue color (2-4 days)
Haematoidin (iron-free pigment), green color (5-7 days)
Bilirubin, yellow color (7-10 days)
©Bimbel UKDI MANTAP
Normal color of skin (15-20 days)
Vulnus laceratum (luka robek) • Luka terbuka akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit • Bentuk luka tidak beraturan, tepi tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, dan bentuk dasar luka tidak beraturan
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Lecet geser
Contusio
Laserasi
Lecet tekan Ex. tyre marks
Contusio ©Bimbel UKDI MANTAP
Stab wound/luka tusuk • Deep wounds produced by the pointed end of a weapon or an object, entering the body • The depth of the wound track in the body is longer than its length on the skin • Sudut luka dapat memperkirakan benda penyebabnya, bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul, berarti benda tajam bermata satu, bila kedua sudut luka lancip, berarti benda tajam bermata dua
Luka tusuk pisau mata dua
Luka tusuk pisau mata satu ©Bimbel UKDI MANTAP
Vulnus incisum (luka iris) • Produced by sharp cutting instruments (knife, razor, blade) • The sharp edge of the instrument is pressed into and drawn along the surface of the skin, producing a wound whose length is greater than its depth • Edges are regular, clear cut, retracted and averted, except in neck and scrotum, edges are inverted • Drawing cuts deeper at start, gradually become shallow and at the end only skin is cut with scratch “tailing of the wound” • Sawing cuts multiple at the beginning and only one deep cut wound called “tentative or hesitation cuts” • Bevelling cuts when weapon is used oblique or tangential way over the body
Chop (luka bacok) • A chop wound is produced by an heavy instrument with a cutting edge (for example ‘axe’) • It is an incised-like wound but it’s depth is almost same great as its length
©Bimbel UKDI MANTAP
Pembunuhan
Bunuh Diri
Kecelakaan
Lokasi luka
Sembarang
Terpilih
Terpapar
Jumlah luka
Banyak
Banyak
Tunggal/banyak
Pakaian
Terkena
Tidak terkena
Terkena
Luka tangkis
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Luka percobaan
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Cedera sekunder
Mungkin ada
Tidak ada
Mungkin ada
©Bimbel UKDI MANTAP
Luka iris: jembatan jaringan (-), tepi luka rata
Luka bacok: tepi luka rata, panjang=dalam
©Bimbel UKDI MANTAP
Derajat Perlukaan Luka Ringan
Luka Sedang
• Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan (KUHP 352) • Umumnya tanpa luka, atau dengan luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya/tidak menurunkan fungsi alat tubuh
• Di antara luka ringan dan luka berat • Mengakibatkan korban tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sakit (pijn/pain) yang dialami, tetapi tidak sampai mengakibatkan luka berat • Dapat merupakan hasil dari tindak penganiayaan (KUHP pasal 351 (1) atau 353 (3))
©Bimbel UKDI MANTAP
Luka Berat • Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut (KUHP 90) • Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan • Kehilangan salah satu panca indra • Cacat berat • Sakit lumpuh • Terganggu daya pikir selama empat minggu lebih • Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
Luka Tembak Components attending the bullet at the time of firing
Definition • Gunshot wound is a wound caused by a bullet with or without any other components coming out of the gun barrel at the time of firing
• Smoke • Gunpowder particles • Flame
COMPONENTS ATTENDING THE BULLET SMOKE GUNPOWDER BULLET
FLAME ©Bimbel UKDI MANTAP
BARREL
Senjata api dengan laras beralur (Rifled Bore) Senjata Api Senjata api dengan laras licin (Smooth Bore)
©Bimbel UKDI MANTAP
Arah putar ke kiri (Colt) Arah putar ke kanan (Smith dan Wesson)
Luka Tembak Masuk
The bullet is the most responsible for causing the wound • Principally, a bullet causes an entrance wound, consisting of two part: a hole surrounded by abrasion zone • Because the form of the wall inside the barrel is spiral groove, the bullet passing it will rotate on its axis • This rotating movement keep the bullet move relatively in a straight line after leaving the barrel • When it touches the skin, its rotating movement scratches the soft tissue causing an abrasion zone • Because the kinetic energy of the bullet is far more powerful than the elasticity of the skin, the bullet penetrate the skin easily and causing a bullet hole
©Bimbel UKDI MANTAP
Bullet Hole
Abrasion Zone
A Bullet Hits the Target Perpendicularly
Abrasion Zone Shape Bullet Hole
• The shape of abrasion is influenced by coming from where the bullet is • If the bullet perpendicularly hits the target, a bullet hole surrounded by abrasion ring is formed • When it obliquely hits the target the shape of wound will be oval • This oval-shape wound consists of a bullet hole and its abrasion zone that is formed partially on one side of the hole
Abrasion Zone A Bullet Hits the Target Obliquely (Oval-shaped)
Bullet Direction
Bullet Hole
©Bimbel UKDI MANTAP
Abrasion Zone
FAT ZONE
A Greasy Bullet Hits The Target Obliquely
• Because the inside of the barrel of a well-maintained gun is always greased, it cause the outside of the bullet become greasy after passing it • This greasy bullet gives a blackish dirty abrasion zone called fat zone
Bullet Hole
Blackish-dirty Abrasion Zone (Fat Zone)
©Bimbel UKDI MANTAP
Wound Shape • A bullet perpendicularly hitting a body part having low density, such as the stomach, will cause a round-shape bullet wound • When it hits part of the body with higher density, the head, for instance, part of its kinetic energy and the hot gas will be flung back causing irregular laceration on the soft tissue surrounding the bullet hole creating stellar-shape wound
A Bullet Hits the Stomach Perpendicularly
Bullet Hole
Abrasion Zone
A Bullet Hits the Head Perpendicularly
Bullet Hole Laceration ©Bimbel UKDI MANTAP
Luka Tembak Keluar
Exit Wound • If the bullet hits the body and the penetrating power strong enough, it can pass the body and causing an exit wound on the opposite side of the body • Beside have no marginal abrasion, exit wounds are characteristically large and irregular, consisting of holes and lacerations • This large and irregular wound take place when splintered bone is carried out with the bullet at exit
• Laceration Like • No Abrasion Zone
©Bimbel UKDI MANTAP
Gunpowder Particles Effect (Kelim Tatto) • Gunpowder particles effect black spots surrounding the gunshot wound • Those gunpowder particles had gone so deep into the flesh that to remove them by rubbing the skin surface was ineffective • Gunpowder particles can reach the target at a range of 60 cm
Bullet Hole Gunpowder Particles Abrasion Zone
©Bimbel UKDI MANTAP
Smoke Effects (Kelim Jelaga) • Because of the imperfect burning process, soot will be resulted in • The soot is found only on the surface, easily removed by rubbing • Soot is capable of reaching a target at a range of 20-30 cm
Bullet Hole Soot Gunpowder Particles Abrasion Zone
©Bimbel UKDI MANTAP
Flame Effect (Kelim Api) Bullet Hole Soot Gunpowder Particles
• Flame/hot gas will burn the skin when the bullet hits the target • Flame can reach a target at a range of 15 cm
Abrasion Zone Burn
©Bimbel UKDI MANTAP
GUNSHOT WOUND CLASIFICATION Contact Wound (Luka Tembak Tempel) • A muzzle impression occurs when the muzzle of the gun is placed tightly against the surface of the target at the moment of firing. • Part of the body with high density, bone area, for example, will receive a clearer muzzle impression • Hard pressure of the gun muzzle to the target is called hard contact, whereas soft pressure is called soft contact
Muzzle Mark (Kelim Senjata)
Dirty Bullet Hole
Muzzle Rim Mark
• A contact wound is usually round in shape with ring like abrasion • Discovered on the outside part of the wound is a muzzle mark • The wound will look dirty because of grease and combustion products such as gunpowder particles and soot ©Bimbel UKDI MANTAP
Blackish Abrasion Zone
Hard Contact
Soft Contact
• Hard pressure of the gun muzzle to the target brings about a perfect contact in that the skin forms a seal around the muzzle • So that the flinging back of the firing power and hot gas will violently pass through the soft tissue, causing irregular lacerations surrounding the wound with a muzzle mark on the outside of the wound
• Because soft pressure of the gun muzzle to the target produces an imperfect contact, there may be some openings along the contact area • What follows is that the flinging back of the firing power and combustions products will escape sideways passing these openings, causing blackish and dirty abrasion surrounding the wound with or without a muzzle mark on the outside of the wound
The abrasion ring, and a very clear muzzle imprint, are seen in this hard contact range gunshot wound
This is a soft contact range gunshot entrance wound with grey-black discoloration from the burned powder
Bila ada kelim api, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 15 cm (LUKA TEMBAK JARAK SANGAT DEKAT) Bila ada kelim jelaga, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 30 cm. (LUKA TEMBAK JARAK SANGAT DEKAT) Bila ada kelim tattoo, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 60 cm (LUKA TEMBAK JARAK DEKAT) Bila hanya ada kelim lecet, cara pengutaraannya adalah sebagai berikut: “ berdasarkan sifat lukanya luka tembak tersebut merupakan LUKA TEMBAK JARAK JAUH“, ini mengandung arti: • 1. Memang korban ditembak dari jarak jauh, yang berarti diluar jangkauan atau jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar. • 2. Korban ditembak dari jarak dekat atau sangat dekat, akan tetapi antara korban dengan moncong senjata ada penghalang; seperti bantal dan lain sebagainya.
©Bimbel UKDI MANTAP
Asfiksia Definisi • Suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea)
Etiologi • Penyebab alamiah penyakit yang menyumbat saluran napas seperti laryngitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru • Trauma mekanik trauma yang mengakibatkan asfiksia mekanik melalui sumbatan atau halangan pada saluran napas • Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan Hipoksik-hipoksia Di mana oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah
Anemik-hipoksia Darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk metabolism dalam jaringan
Stagnan-hipoksia Di mana oleh karena sesuatu terjadi kegagalan sirkulasi
©Bimbel UKDI MANTAP
Histotoksik-hipoksia Di mana oksigen yang terdapat di dalam darah, oleh karena sesuatu hal, tidak dapat dipergunakan oleh jaringan
Fase Asfiksia Fase Dispnea • Penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar karbon dioksida merangsang respiratory center di medulla oblongata amplitude dan frekuensi pernapasan meningkat sebagai kompensasi terjadi dyspnea
Fase Konvulsi • Peningkatan karbon dioksida lebih lanjut merangsang susunan saraf pusat terjadi konvulsi (kejang) kejang klonik kejang tonik spasme opistotonik
Fase Apnea • Depresi respiratory center pernapasan melemah kesadaran menurun dan relaksassi sfingter
Fase Akhir • Paralisis pusat pernapasan lengkap ©Bimbel UKDI MANTAP
Pemeriksaan Jenazah Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan Dalam
• Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku • Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin sehingga sulit membeku dan mudah mengalir • Terdapat busa halus pada hidung dan mulut oleh karena peningkatan frekuensi dan amplitude pernapasan dan sekresi lendir pada fase dyspnea • Pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebral terjadi pada fase konvulsi • Muncul Tardieu’s spot peningkatan tekanan vena dengan cepat berakibat pecahnya venula kapiler di daerah dengan jaringan ikat longgar (konjungtiva bulbi, pleura, epikardium). Kondisi hipoksia juga berperan melemahkan dinding venula.
• Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer • Busa halus di saluran pernapasan • Pembendungan sirkulasi sehingga organ menjadi lebih berat, lebih gelap, dan bila diiris mengeluarkan banyak darah • Petekie pada mukosa-mukosa organ dalam • Edema paru
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Asfiksia Pembekapan (Smothering)
Penyumbatan (Gagging dan Choking)
Pencekikan (Manual Strangulation)
Penjeratan (Strangulation)
©Bimbel UKDI MANTAP
Gantung (Hanging)
Tenggelam (Drowning)
Pembekapan (Smothering) • Penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru • Bunuh diri (suicidal smothering) misal pada penderita penyakit jiwa menggunakan bantal untuk menutupi hidung dan mulut • Pembunuhan (homicidal smothering) misal pada kasus pembunuhan anak sendiri • Kecelakaan (accidental smothering) missal pada bayi bulan-bulan pertama kehidupannya • Pemeriksaan luar luka lecet tekan atau geser pada hidung, bibir, dagu, permukaan gusi dan gigi
Penyumbatan (Gagging dan Choking) • Gagging sumbatan jalan napas pada orofaring • Choking sumbatan jalan napas pada laringofaring • Bunuh diri (suicidal choking) jarang terjadi karena ada reflex batuk dan muntah • Pembunuhan (homicidal choking) umumnya korban adalah bayi atau orang dengan fisik yang lemah • Kecelakaan (accidental choking) tersedak makanan saat berbicara atau tertawa (bolus death) • Pemeriksaan luar terdapat benda asing pada mulut, orofaring, atau laringofaring ©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Pencekikan (Manual Strangulation) • Penekanan leher dengan tangan, yang menyebabkan dinding saluran napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran napas sehingga udara pernapasan tidak dapat lewat • Pemeriksaan luar • Pembendungan muka dan kepala akibat tertekannya pembuluh vena dan arteri superfisial • Luka lecet kecil, dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari • Fraktur tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior kartilago thyroid unilateral
Penjeratan (Strangulation) • Penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, kawat dan sebagainya melingkari atau mengikat leher hingga saluran pernapasan tertutup • Bunuh diri (self strangulation) pengikatan oleh korban sendiri dengan simpul hidup dengan jumlah lilitan lebih dari satu • Pembunuhan pengikatan biasanya dengan simpul mati • Kecelakaan misalnya pekerja yang bekerja dengan tali kemudian terjatuh dan terlilit • Pemeriksaan luar • Jejas jerat biasanya mendatar, lebih rendah dari jejas jerat pada kasus gantung • Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparent scotch tape, kemudian dilihat di bawah mikroskop • Terdapat luka lecet tekan di sekitar jejas jerat ©Bimbel UKDI MANTAP
Gantung (Hanging) • Kasus gantung hamper sama dengan kasus penjeratan, namun asal tenaga jerat berasal dari tubuh korban sendiri • Berdasarkan posisi korban • Complete hanging kedua kaki tidak menyentuh lantai • Partial hanging kedua kaki masih menyentuh lantai • Berdasarkan posisi titik gantung • Typical hanging titik gantung terletak di atas daerah oksiput dan tekanan pada arteri karotis paling besar • Atypical hanging titik gantung terdapat di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring (fleksi lateral) • Asfiksia seksual (Auto-erotic hanging) • Deviasi seksual yang menggunakan cara gantung atau jerat untuk mendapatkan kepuasan terlambat mengendurkan tali atau melepaskan diri setelah kehilangan kesadaran
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Parameter
Pembunuhan
Bunuh Diri
Simpul mati Hanya satu Mendatar Dekat
Simpul hidup Satu atau lebih Serong ke atas Jauh
Mendatar (+) Ada, sering di daerah leher Jauh
Meninggi ke arah simpul (-) Biasa tidak ada, luka percobaan (+) Dekat
TKP: • Lokasi • Kondisi • Pakaian
Bervariasi Tidak teratur Tak teratur, robek
Tersembunyi Teratur Rapi dan baik
Alat
Dari si pembunuh
Dari barang di TKP
(-)
(+)
Tak teratur, terkunci dari luar
Terkunci dari dalam
Alat penjerat: • Simpul • Jumlah lilitan • Arah • Jarak titik tumpu-simpul Korban: • Jejas jerat • Luka perlawanan • Luka lain • Jarak dari lantai
Surat peninggalan Ruangan
©Bimbel UKDI MANTAP
Drowning Definisi
Vicious Cycle of Drowning
• Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan
Klasifikasi
Water enters respiratory passage
Deep inspiration
• Immersion seluruh tubuh masuk ke dalam air • Submersion sebagian tubuh (kepala) masuk ke dalam air
©Bimbel UKDI MANTAP
Need for air
Cough reflex
Air driven out of lungs
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Air Tawar: Konsentrasi elektrolit lebih rendah → Hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli → Hemolisis → Pelepasan ion K⁺→ terjadi perubahan keseimbangan ion K⁺ dan Ca⁺⁺ dalam serabut otot jantung dan mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel Asfiksia (Wet Drowning)
Mekanisme Kematian
Spasme Laring (Dry Drowning)
Refleks Vagal (Immersion Syndrome)
Air Asin: Konsentrasi elektrolit lebih tinggi → air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru → oedem pulmonal hemokonsentrasi, hipovolemi syok hipovolemik dan henti jantung
Drowning Types • I Dry Drowning or Immersion Syndrome • IIa Fresh water • Iib Salt water ©Bimbel UKDI MANTAP
Pemeriksaan Jenazah pada Kasus Drowning
External Findings
Internal Findings
• A “washerwoman” appearance in the hands and soles (Look white and wrinkled) • “Goose flesh” (cutis anserina) • “Mushroom like appearance” in the nostrils, mouth, and airways (white foam or hemorrhagic fluid) • Cadaveric spasm
• A white or hemorrhagic foam is found in the trachea and bronchi • Water may be found in the stomach. • There could be dilatation of the right ventricle • Pulmonary edema • Brain swelling • Congestion
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Pemeriksaan Laboratorium pada Kasus Drowning Pemeriksaan Diatom • Merupakan alga bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2) yang tahan panas dan asam kuat • Pemeriksaan Destruksi Asam pada Paru • Jaringan perifer paru diambil sebanyak 100 gram tambahkan asam sulfat pekat diamkan selama kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat sampai terbentuk cairan yang jernih dinginkan dan lakukan sentrifugasi hingga terbentuk sedimen lihat di bawah mikroskop • Pemeriksaan diatom positif bila terdapat 4-5 diatom/lpb atau 10-20 per satu sediaan • Pemeriksaan Getah Paru • Paru disiram air bersih iris bagian perifer ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer taruh pada gelas objek amati di bawah mikroskop
Pemeriksaan Darah Jantung (Getler Chloride Test) • This is analysis of blood in the right and left sides of the heart • In freshwater, the chloride level was high in the right • In saltwater, the chloride level was high in the left ©Bimbel UKDI MANTAP
Trauma Panas, Dingin, dan Listrik Trauma Panas • Burns are caused by the transfer of energy from a physical or chemical source into living tissues, which causes disruption of their normal metabolic processes and commonly leads to irreversible changes that end in tissue death • Complete epidermal necrosis can occur at 44°C if exposed for 6 hours, while such necrosis occurs within 5 seconds at 60°C and less than 1 second at 70°C • Burn where the heat source is dry • Scalding where the heat source is wet with moist heat from hot water, steam and other hot liquids • Hyperthermia – a condition where the core body temperature is greater than 40°C (100°F) – occurs when heat is no longer effectively dissipated, leading to excessive heat retention ©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
External and Internal Findings • Finding of soot in the airways, oesophagus and/or stomach – the implication that respiration was required to inhale the soot • Blood samples can be taken for a rapid assessment of carboxyhaemoglobin, as a convenient marker of the inhalation of the combustion products of fire • ‘Pugilist attitude’ of the body • Post-mortem splitting of fragile burnt skin • Heat-related ‘extradural haemorrhage’
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Immediate • Toxic gas inhalation – CO (most common), cyanide, acrolein, nitrogen dioxide, hydrochloric acid - Often see soot in nose/mouth - May produce edema, mucosal necrosis of upper airway, or bronchospasm - CO levels usually 30-60% in fire deaths • Neurogenic shock secondary to severe pain • Trauma Delayed • Delayed hypovolemic shock with renal failure • ARDS • Infection (pneumonia, sepsis, cutaneous) • Pulmonary embolus due to immobilization ©Bimbel UKDI MANTAP
Trauma Dingin • Deaths from exposure occur through heat loss from radiation, convection, conduction, respiration and evaporation. Environmental temperatures below 10°C are probably sufficient to cause harmful hypothermia in vulnerable individuals. • Hypothermia occurs when a person’s normal body temperature of around 37°C (98.6°F) drops below 35°C (95°F). It is usually caused by being in a cold environment. It can be triggered by a combination of factors, including prolonged exposure to cold (such as staying outdoors in cold conditions or in a poorly heated room for a long time), rain, wind, sweat, inactivity or being in cold water.
©Bimbel UKDI MANTAP
Mild hypothermia Core temperature 32–35°C compared with a normal of 37.5°C Moderate hypothermia Core temperature (30–32°C)
Severe hypothermia Core temperature (< 30°C)
©Bimbel UKDI MANTAP
External and Internal Findings • Indistinct red or purple skin discoloration “frost erythema” over large joints, such as the elbows, hips or knees (and in areas of skin in which such discoloration cannot be hypostasis) • Haemorrhagic gastric lesions “Wischnewsky spots” • Tissue injury that varies in severity from erythema to infarction and necrosis following microvascular injury and thrombosis “frostbite” • Paradoxical undressing is a phenomenon that describes the finding of partially clothed – or naked – individuals in a setting of lethal hypothermia confusion and abnormal processing of peripheral cutaneous stimuli in a cold environment, leading the individual to perceive warmth and thus to shed clothing • The phenomenon of ‘hide and die syndrome’ describes the finding of a body that appears to be hidden terminal primitive ‘self-protective’ behavior and may be more commonly
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Trauma Listrik • The essential factor in causing harm is the current (i.e. an electron flow) which is measured in milliamperes (mA). This in turn is determined by the resistance of the tissues in ohms and the voltage of the power supply in volts (V). • Usually, the entry point is a hand that touches an electrical appliance or live conductor, and the exit is to earth (or ‘ground’), often via the other hand or the feet. In either case, the current will cross the thorax, which is the most dangerous area for a shock because of the risks of cardiac arrest or respiratory paralysis. Internal and External Findings
30 mA 10 mA Pain and muscle twitching of the hand
‘Hold-on’ effect, the muscles will go into spasm, which cannot be voluntarily released because the flexor muscles are stronger than the extensors
50 mA Fatal ventricular fibrillation is likely to occur
©Bimbel UKDI MANTAP
• The focal electrical lesion is usually a blister ‘electric mark’, which occurs when the conductor is in firm contact with the skin and which usually collapses soon after infliction, forming a raised rim with a concave centre • The skin is pale, often white, and there is an areola of pallor (owing to local vasoconstriction), sometimes accompanied by a hyperaemic rim • ‘Spark burn’, a central nodule of fused keratin, brown or yellow in colour, is surrounded by the typical areola of pale skin • ‘Crocodile skin’
Lightning • A lightning strike from cloud to earth high-voltage electricity (10 megavolt) and 100.000 A • Some of the lesions caused to those who are struck directly or simply caught close to the lightning strike are electrical, but other will be from burns and yet others result from the ‘explosive effects’ of a compression wave of heated air leading to ‘burst eardrums’, pulmonary blast injury and muscle necrosis/myoglobinuria External and Internal Findings • Partial or complete stripping of clothing from the victim ‘Blast effect’ • Magnetization or even fusion of metallic objects in the clothing • ‘Metalization’ penempelan partikel konduktor pada kulit tubuh korban yang dapat diidentifikasi dengan pewarnaan khusus • ‘Fern or branch-like’ or ‘arborescent mark’ patterns on the skin – the so-called Lichtenberg figure ©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Kasus Kejahatan Seksual Pengertian • Perkosaan adalah pengertian hukum bukan istilah medis, sehingga digunakan istilah persetubuhan • Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang meliputi persetubuhan di dalam perkawinan maupun di luar perkawinan
Pembuktian • Hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada seorang terdakwa kecuali dengan sekurangkurangnya 2 alat bukti yang sah ia yakin bahwa tindak pidan tersebnut telah terjadi (pasal 183 KUHP) • Ada tidaknya persetubuhan • Ada tidaknya kekerasan • Penentuan sudah atau belum waktunya untuk dikawin
©Bimbel UKDI MANTAP
Penentuan Jenis Delik • Perkosaan Kekerasan atau ancaman kekerasan menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan, termasuk dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP) • Persetubuhan di luar perkawinan • Bila wanita berusia >15 tahun tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatan dilakukan dalam keadaan wanita pingsan atau tidak berdaya • Bila wanita berusia 12-15 tahun dihukum karena wanita belum waktunya untuk dikawin, akan tetapi harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (delik aduan) • Bila wanita berusia 5 bulan Panjang kepala-tumit = Umur gestasi (bulan) x 5 • Melihat pusat penulangan (ossification center) • Klavikula (1.5 bln), diafisis tulang panjang (2 blm), ischium (3 bln), kalkaneus (5-6 bln), manubrium sterni (6 bln), sternum bawah (akhir 8 bln), distal femur/proksimal tibia (akhir 9 bln)
• Udara dalam saluran cerna • Sampai lambung atau duodenum (hidup beberapa saat), usus halus (hidup 1-2 jam), usus besar (5-6 jam), rektum (12 jam) • Mekonium dalam kolon (24 jam setelah lahir) • Perubahan tali pusat (tempat lekat membentuk lingkaran kemerahan dalam 36 jam) • Eritrosit berinti hilang dalam 24 jam pertama • Perubahan sirkulasi darah
©Bimbel UKDI MANTAP
Kemampuan Hidup (Viabilitas) Parameter
Viable
Cukup Bulan
Tanda Lain Bayi Cukup Bulan
Umur kehamilan
>28 minggu
>36 minggu
Panjang kepala-tumit
>35 cm
>48 cm
Panjang kepala-tungging
>23 cm
>30-33 cm
Berat badan
>1000 gram
>2500-3000 gram
Lingkar kepala
>32 cm
33 cm
Tanda cacat bawaan
(-)
(+/-)
• Lanugo sedikit,terdapat pada dahi, punggung, dan bahu • Kartilago telinga telah sempurna (bila dilipat, cepat kembali ke keadaan semula) • Diameter tonjolan susu 7mm atau lebih • Kuku jari telah melewati ujung jari • Garis telapak kaki telah melewati 2/3 telapak kaki • Testis telah turun ke dalam skrotum • Labia minora telah tertutup oleh labia mayora
Tanda Perawatan Ada tidaknya tanda-tanda perawatan: • • • •
Ada tidaknya lumuran darah pada badan bayi Ada tidaknya tanda-tanda perawatan tali pusat Ada tidaknya lemak bayi yang jelas Pemberian pakaian bayi ©Bimbel UKDI MANTAP
Management of Disasters and Mass Casualties Definitions • Event of serious magnitude causing severe damage to life and property. Loss of life of ten persons or more may be considered as Mass Disaster • An event, natural or man-made, sudden or progressive, which impacts with such severity that the affected community has to respond by taking preventive measures (WHO) Natural Disaster • • • • • •
Flood Cyclone Earthquake Volcanic eruption Epidemics Tsunami
Man-Made Disasters • • • • • •
Air crash Sinking ship Train accidents Building collapse Bomb blasts Warfare
©Bimbel UKDI MANTAP
DISASTER CLASSIFICATION BASED ON POPULATION (Hinchcliff, 2011)
Big number of victims
OPEN
• Deaths of a number of individuals take place, for which no prior data nor records are available.
Problems in Mass Disasters Need coordination interdepartment
CLOSE • The probable names of all the victims are known, as the number of individuals belonging to a fixed identifiable group. Difficult transportation to the area
MIXED
Steps in Investigating Mass Disasters Disaster Victim Investigations
Initial Action at the Disaster Site Prosedur standar yang dikembangkan oleh Interpol (International Criminal Police Organization) untuk mengidentifikasi korban yang meninggal akibat bencana massal
Purpose • Identification Human right • Investigation The cause and effect and preventive measures
Collecting Post Mortem Data Collecting Ante Mortem Data Reconciliation (Comparing Data) Returning to the Family (Debriefing)
Initial Action at the Disaster Site • Tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengetahui seberapa luas jangkauan bencana • Dalam kebanyakan kasus, polisi memikul tanggung jawab komando untuk operasi secara keseluruhan • Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensic dan petugas polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi: • Pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk area bencana • Perkiraan jumlah korban • Keadaan mayat • Evaluasi durasi yang dibutuhkan • Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI • Metode menangani mayat • Transportasi mayat • Penyimpanan mayat • Kerusakan property yang telah terjadi • Langkah utama yang dilakukan • To secure mengamankan area, misalnya dengan memasang police border • To collect mengumpulkan korban dan property terkait untuk kepentingan identifikasi korban • Documentation memfoto area bencana dan korban kemudian memberikan nomor dan label
Collecting Post Mortem Data • Dokumentasi foto kondisi jenazah korban • Pemeriksaan fisik, baik luar maupun dalam • Pemeriksaan sidik jari • Pemeriksaan rontgen • Pemeriksaan odontology forensic • Pemeriksaan DNA • Pemeriksaan antropologi forensik
Primary Data
• Fingerprint Analysis • Forensic Dental Analysis • DNA Analysis
Secondary Data
• Personal descriptions • Medical findings • Evidence/clothing
FP
DR
DNA
Syarat identifikasi dikatakan tepat, yaitu menentukan identitas seseorang secara positif berdasarkan Identification Board DVI Indonesia adalah didukung minimal salah satu primary identifiers positif, atau didukung dengan minimal dua secondary identifiers positif.
M PG
bila terdapat tiga bersifat: efektif terutama dalam hal ekonomis, cepat, akurat.
P
©Bimbel UKDI MANTAP
Collecting Ante-Mortem Data • Pengumpulan data jenazah sebelum kematian dari keluarga maupun orang yang terdekat • Data dapat berupa foto semasa hidup, interpretasi ciri-ciri spesifik jenazah, rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi lain yang relevan untuk kepentingan identifikasi
Reconcilliation • Pembandingan data post mortem dengan ante mortem • Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak • Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negative dan data pos mortem jenazah tetap disimpan sampai deitemukan data antemortem yang sesuai
Returning to the Family (Debriefing) • Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan kepada keluarganya untuk dimakamkan
Indikator kesuksesan suatu proses Disaster Victim Identification bukan didasarkan pada cepat atau tidaknya proses terseebut berlangsung, tetapi lebih didasarkan pada akurasi atau ketepatan identifikasi
Forensic Odontology Definitions • Is the area of dentistry concerned with the correct management, examination, evaluation, and presentation of dental evidence in criminal or civil legal proceedings in the interest of justice
Dental Profiling • • • •
Use dentition by comparing ante–postmortem data Age estimation Assessment of bite mark Obtaining DNA to assist the identification
Keunggulan Metode Pemeriksaan Gigi • Gigi dan restorasinya merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh lingkungan yang ekstrem • Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi menyebabkan dimungkinkannya identifikasi dengan ketepatan yang tinggi (1:1050) • Kemungkinan terdapatnya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (dental record) dan data radiologis ©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Forensic Dactylography Definitions • Dactylography/dermatoglyphics is the process of taking impressions of the pulp of fingers and thumbs on an unglazed white paper and examining them with a magnifying lens
Principles • Fingers covered with characteristic ridges – permanent & unique • Different even in twins • Locard’s principle of exchange when 2 objects come in contact with each other, there will be always a mutual transference of material from each other
Classifications • Loops (65%) radial or ulnar, depending on the side of the hand the tail points towards • Whorl (25%) • Arch (7%) plain arches or tented arches • Composite/mixed (3%) central pocket loop, double loop, accidentals ©Bimbel UKDI MANTAP
Points for comparison • Presence of center (core) and triangle (delta) in the print • Presence of pores (poroscopy) • Minutae of ridges ridge ending, bifurcation, spur formation, dots, lakes, broken ridge, short ridge etc
©Bimbel UKDI MANTAP
16 -20 points of fine comparison are accepted as proof of identity
DNA Fingerprinting The Cell Smallest unit of life
Chromosomes
The “nucleus” (one of many organelles) contains genetic information the cell needs to exist and reproduce
Our body’s way of organizing all the information that our genetic material contains
Most cells organize genetic information into chromosomes
23 pairs in humans Each pair contains one from mother and one from father
Genes Each chromosome contains 100s to 1000s of information blocks called genes
DNA
Each chromosome and every gene is made of Each gene is the blueprint deoxyribonucleic acid (DNA) for a specific protein in the body DNA is normally double stranded
©Bimbel UKDI MANTAP
Types of DNA • Nuclear or chromosomal DNA (inherited from mother and father) • Mitochondrial DNA (inherited from mother only)
Sequence Repeats in the Human Genome • Repeat polymorphisms (satellites) are short segments of DNA that repeat a few to thousands of times and are found at specific locations in human DNA • Each individual will have different numbers of these repeats at each of these spots the numbers of repeats at each location in are a random combination of the repeats in parents • Each of these spots, or loci, are given different names. The most common are variable number of tandem repeats (VNTR), amplified fragment length polymorphism (AmpFLP), short tandem repeats (STR), single nucleotide polymorphism (SNP)
©Bimbel UKDI MANTAP
DNA Fingerprinting • Used to identify individuals by their repeat regions (usually STR) regions • If all STR regions are considered, there is a one in 3.4 billion chance of error • This means there may be one other person on the planet that would be too similar to tell the difference
Mitochondrial DNA • Genetic material from the mitochondria (cellular organelle where energy is produced) • Inherited from the mother only • Advantages more sensitive (less DNA needed), degrades slower than nuclear DNA; can be used in cases where nuclear DNA cannot (hair without root, skeletal remains) • Disadvantages all people of same maternal line will be indistinguishable (less discriminatory); more work, more time consuming, more costly ©Bimbel UKDI MANTAP
Kapan Memakai DNA Mitokondria? Ada beberapa teknologi DNA yang digunakan dalam penyelidikan forensik. Untuk DNA nukleus harus diekstrak dari sampel kemudian digunakan dalam teknik: 1. Polimorfisme Panjang Fragmen restriksi (RFLP) 2. Analisis PCR 3. Short tandem repeat (STR) Analisis DNA mitokondria analisis mtDNA menggunakan DNA yang diekstraksi dari organel seluler lain yang disebut Mitokondria. Contoh: • sampel biologis yang lebih tua yang kekurangan bahan bernukleus seluler, seperti rambut, tulang, dan gigi, tidak dapat dianalisis dengan STR dan RFLP, mereka dapat dianalisis dengan mtDNA. • Dalam penyelidikan kasus yang sudah terpecahkan selama bertahun-tahun, mtDNA sangat berharga
BIOETIK MEDIKOLEGAL
©Bimbel UKDI MANTAP
Principles of Biomedical Ethics ETHICS can be described as a sub-branch of applied philosophy that seek what are the right and the wrong, the good and the bad set of behaviors in a given circumstance BIOETHICS on the other hand, is a quasi – social science that offers solutions to the moral conflicts that arise in medical and biological science practice • (Sohin Aksoy, 2002) ©Bimbel UKDI MANTAP
The Four Principles of Biomedical Ethics Respect for Autonomy
Beneficence
The patient has the right to refuse or choose their treatment
A practitioner should act in the best interest of the patient
(Voluntas aegroti suprema lex)
(Salus aegroti suprema lex)
Justice Non-maleficence “first, do no harm” (primum non nocere)
Concerns the distribution of scarce health resources, and the decision of who gets what treatment (fairness and equality) (lustitia)
©Bimbel UKDI MANTAP
The Principle of Respect for Autonomy • • • • •
Tell the truth Respect the privacy of others Protect confidential information Obtain consent for interventions with patients When asked, help others make important decisions
(The Principles of Biomedical Ethics, Beauchamp and Childress) ©Bimbel UKDI MANTAP
Beneficence • • • • •
Protect and defend the right of others Prevent harm from occurring to others Remove conditions that will cause harm to others Help persons with disabilities Rescue persons in danger
(The Principles of Biomedical Ethics, Beauchamp and Childress) ©Bimbel UKDI MANTAP
Non-maleficence • • • • •
Do not kill Do not cause pain or suffering Do not incapacitate Do not cause offense Do not deprive others of the goods of life
(The Principles of Biomedical Ethics, Beauchamp and Childress) ©Bimbel UKDI MANTAP
Justice • To each person an equal share • To each person according to need • To each person according to effort • To each person according to contribution • To each person according to merit • To each person according to free-market exchanges (The Principles of Biomedical Ethics, Beauchamp and Childress) ©Bimbel UKDI MANTAP
Informed Consent
Informed Consent mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien serta segala resiko. Permenkes No. 290 tahun 2008
Elemen Informed Consent
Threshold Element
• Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis • Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan
Information Element
• Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman) • Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat
Consent Element
• Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan) • Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya ©Bimbel UKDI MANTAP
Bentuk Persetujuan Tindakan Kedokteran
©Bimbel UKDI MANTAP
Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Keadaan Gawat Darurat
©Bimbel UKDI MANTAP
Informasi Persetujuan Tindakan Kedokteran
©Bimbel UKDI MANTAP
Pemberi Informasi Persetujuan Tindakan Kedokteran
©Bimbel UKDI MANTAP
Orang yang Berhak Memberikan Persetujuan Tindakan Kedokteran
©Bimbel UKDI MANTAP
Persetujuan pada Individu yang Tidak Kompeten
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Bentuk Penyampaian Persetujuan Tindakan Kedokteran
©Bimbel UKDI MANTAP
Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Penelitian
©Bimbel UKDI MANTAP
Aspek Medikolegal Persetujuan Tindakan Kedokteran
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Rekam Medis Permenkes No. 269 Tahun 2008
©Bimbel UKDI MANTAP
Jenis dan Isi Rekam Medis
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Kerahasiaan Rekam Medis
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Kepemilikan Rekam Medis
©Bimbel UKDI MANTAP
Pemanfaatan Rekam Medis
©Bimbel UKDI MANTAP
Aspek Hukum, Disiplin, dan Etik Rekam Medis
Rekam Medis sebagai Alat Bukti • Rekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti tertulis di pengadilan
Kerahasiaan Rekam Medis • Setiap dokter atau dokter gigi wajib menyimpan kerahasiaan dalam rekam medis • Rahasia tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien atas permintaan pasien sendiri atau berdasarkan undang-undang • Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasia kedokteran (isi rekam medis) baru dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis di hadapan sidang majelis
Sanksi Hukum • Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Sanksi Disiplin dan Etik • Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan MKDKIP,ada tiga alternatif sanksi disiplin yaitu: • Pemberian peringatan tertulis. • Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik. • Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Praktik Kedokteran Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan
Ijazah
Sertifikat Kompetensi
Surat Tanda Registrasi (STR)
Praktik kedokteran dokter wajib berpedoman pada 3 nilai, yaitu:
Etika Disiplin
Surat Izin Praktik (SIP)
Hukum
Risiko Medis INHEREN PADA SETIAP TINDAKAN MEDIS
SEBAGIAN DIANGGAP ACCEPTABLE: Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat foreseeable but unavoidable: calculated, controllable)
Risiko “bermakna” tetapi harus diambil karena “the only way”
Risiko yg unforeseeable = tidak dapat diketahui sebelumnya
PERLU INFORMED CONSENT, SEHINGGA BILA TERJADI, DOKTER TIDAK BERTANGGUNG JAWAB SECARA HUKUM (volenti non fit injuria)
Kegagalan Medis/Hasil Buruk/Adverse Event
Kegagalan medis/hasil yang buruk dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu:
• Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan dokter. • Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu • Risiko yang tak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable); atau • Risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi tidak dapat/tidak mungkin dihindari (unavoidable) atau karena tindakan yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi. Risiko tersebut harus diinformasikan terlebih dahulu. • Hasil dari suatu kelalaian medic (culpa). • Hasil dari suatu kesengajaan (dolus).
Medical Error
• Suatu kekeliruan, suatu peristiwa yang tidak diduga atau tidak dikehendaki dalam pemberian pelayanan medis yang dapat mengakibatkan (kejadian yang tidak diinginkan/adverse event) atau tidak sampai mengakibatkan luka (near miss) pada pasien
Medical Error
Adverse Event
Potential Adverse Events
Near Miss
Preventable Adverse Event
Klasifikasi Medical Error Berdasarkan pada Tindakan yang Dilakukan
Malfeasance
(Comission) Misfeasance Nonfeasance
(Omission)
• Tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai.
• Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur.
• Tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. ©Bimbel UKDI MANTAP
Berdasarkan pada Pihak yang Berkontribusi
Latent Error
Active Error
• Kesalahan yang terjadi di luar kendali operator garis depan, seperti desain buruk, instalasi tidak tepat, pemeliharaan buruk, kesalahan keputusan manajemen, struktur organisasi yang buruk
• Kesalahan terjadi pada tingkat/lingkup operator garis depan
©Bimbel UKDI MANTAP
Malpraktik dalam Hukum Indonesia Kata malpraktik tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, baik hukum-hukum general maupun hukumhukum yang bersifat lex specialis seperti Undang Undang Praktik Kedokteran maupun Undang Undang Kesehatan. • Malpraktik tidak ada dalam terminologi hukum Indonesia melainkan menggunakan istilah kelalaian
Malpraktik (World Medical Association) “Medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.” • Kegagalan dokter untuk melakukan tatalaksana sesuai standar terhadap pasien. Standar yang dimaksud di sini dapat mengacu pada standar prosedur operasional yang ditetapkan di lembaga kesehatan tersebut, atau di tempat lain dengan keadaan yang serupa • Kurangnya keterampilan dokter • Adanya faktor pengabaian • Adanya cidera yang merupakan akibat langsung salah satu dari ketiga faktor tersebut
Klasifikasi Malpraktik Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk Juridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).
Malpractice Ethical Malpractice
Juridical Malpractice
Klasifikasi Juridical Malpractice 1. Criminal Malpractice (Malpraktik Pidana) • Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni: • Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela. • Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intentional), kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence).
Kesengajaan/Intentional/dolus Abortus Criminalis ( Pasal 338 KUHP, Pasal 344 KUHP, Pasal 346 KUHP, Pasal 347 KUHP, Pasal 348 KUHP , Pasal 349 KUHP )
Euthanasia (Pasal 338 KUHP, Pasal 344 KUHP, Pasal 345 KUHP)
Keterangan palsu (Pasal 267-268 KUHP)
Kealpaan/Kelalaian/Negligence/culpa Kematian (Pasal 359 KUHP)
Luka Berat (Pasal 360 KUHP, Pasal 90 KUHP) ©Bimbel UKDI MANTAP
2. Civil Malpractice (Malpraktik Perdata) • Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain: • a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan. • b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya • c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna. • d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. • Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
Pengaduan perdata dapat diajukan pasien ke pengadilan berdasarkan kerugian yang dialaminya dengan dasar wanprestasi (pasal 1239 KUH Perdata) atau perbuatan melawan hukum (pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata)
Kelalaian atau kesengajaan yang menyebabkan kerugian selain kematian atau luka berat.
©Bimbel UKDI MANTAP
3. Administrative malpractice • Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi
©Bimbel UKDI MANTAP
Pembuktian Gugatan Malpraktik Pidana Cara Langsung Memakai tolok ukur adanya 4D yakni: • Duty (Kewajiban) • Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan • Adanya indikasi medis • Bertindak secara hati-hati dan teliti • Bekerja sesuai standar profesi • Sudah ada informed consent • Dereliction of Duty (Penyimpangan dari Kewajiban) • Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan • Direct Cause (Penyebab Langsung) • Damage (Kerugian) • Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien). ©Bimbel UKDI MANTAP
Cara Tidak Langsung • Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria: • Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai • Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter • Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence
©Bimbel UKDI MANTAP
Proses Investigasi Kasus Malpraktik
Kemampuan komunikasi yang baik sehingga apa yang dokter lakukan untuk pasiennya termasuk akibatakibat dari pekerjaannya harus bisa dikomunikasikan dengan baik kepada pasien atau keluarga pasien Menjunjung tinggi sumpah dokter bahwa “Saya akan melakukan yang terbaik untuk pasien sesuai dengan standar.”
Taat pada standar kedokteran atau bekerja sesuai dengan standar profesi
Pencegahan Malpraktik
Norma dalam Praktik Kedokteran Disiplin Aturan Penerapan Keilmuan Kedokteran
Etika Aturan Penerapan Etika Kedokteran (KODEKI)
Hukum Aturan Hukum Kedokteran
Pelanggaran dan Penanganan Norma Praktik Kedokteran
ETIK, DISIPLIN DAN HUKUM ETIK 1. Dibuat dan disepakati oleh organisasi profesi (IDI) 2. Kode Etik 3. Diatur, norma prilaku pelaksanaan profesi 4. Sanksi, yaitu moral psikologis 5. Yang mengadili : Ikatan/ organisasi profesi terkait; Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK)
DISIPLIN 1. Organisasi Profesi. 2. Standar Profesi 3. Diatur, Norma Prilaku pelaksana profesi 4. Sanksi moral psikologis dan teguran / pencabutan 5. Yang mengadili : Badan yang dibentuk:Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Provinsi dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Pusat
HUKUM 1. Dibuat oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat 2. UU, PP, Keppres, dsb 3. Diatur, norma prilaku manusia pada umumnya 4. Untuk pidana: mati/ kunjungan, penjara, denda Untuk Perdata: ganti rugi Adm : teguran/ pencabutan 5. Pengadilan : Perdata : gugatan ke pengadilan Pidana : laporan/ tuntutan Adm : gugatan ke pengadilan
Norma Etika Kedokteran
Kewajiban Umum
Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri
Diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawat
Kewajiban Dokter terhadap Pasien
Kewajiban Umum
©Bimbel UKDI MANTAP
Kewajiban Dokter terhadap Pasien
©Bimbel UKDI MANTAP
Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawat
Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri
©Bimbel UKDI MANTAP
Alur Penanganan Pelanggaran Norma Etika Kedokteran
Pelanggaran Etik Dokter
Persidangan MKEK
Putusan MKEK
Eksekusi MKEK
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban (etik dan disiplin profesi)nya.
Pelanggaran Etik Dokter
Persidangan MKEK
Putusan MKEK
Eksekusi MKEK
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut Tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim
Pelanggaran Etik Dokter
Persidangan MKEK
Putusan MKEK
Eksekusi MKEK
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli.
Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.
Pelanggaran Etik Dokter
Persidangan MKEK
Putusan MKEK
Eksekusi MKEK
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan
Norma Disiplin Profesi Kedokteran Melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh KKI (Bab 3 Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 17/KKI/Per/VIII/2006)
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi sesuai
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. 4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut. 5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien 6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien 7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran 9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat atau wali atau pengampunya. ©Bimbel UKDI MANTAP
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika profesi. 12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri dan atau keluarganya
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau keterampilan atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik kedokteran yang layak. 14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yang diakui pemerintah. 15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya 16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi. 17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi
18. Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut
©Bimbel UKDI MANTAP
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi hukuman mati. 20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika profesi. 21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien, di tempat praktik. 22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau memberikan resep obat/alat kesehatan 24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/ pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan 25. Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alkohol serta zat adiktif lainnya 26. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Ijin Praktik (SIP) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah 27. Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medik 28. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin ©Bimbel UKDI MANTAP
Alur Penanganan Pelanggaran Norma Disiplin Profesi Kedokteran
MKDKI (MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA) Lembaga yang yang berwenang untuk menentukan ada dan tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan menetapkan sanksi Dibentuk ditingkat pusat dan provinsi
Sesuai dengan UU PRADOk No. 29 tahun 2004, Pasal 55 ayat (1) Menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran ©Bimbel UKDI MANTAP
Tugas MKDKI
Pengaduan
Pemeriksaan
©Bimbel UKDI MANTAP
Keputusan
Pengaduan
Pemeriksaan
©Bimbel UKDI MANTAP
Keputusan
Pengaduan
Pemeriksaan
©Bimbel UKDI MANTAP
Keputusan
Pengaduan
Pemeriksaan
©Bimbel UKDI MANTAP
Keputusan
Konsil Kedokteran Indonesia
Nama dan Kedudukan
Tugas KKI
©Bimbel UKDI MANTAP
Wewenang KKI
Divisi KKI
©Bimbel UKDI MANTAP
REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 1 Tahun 2005
Jenis Surat Tanda Registrasi
©Bimbel UKDI MANTAP
Alur Administrasi
Asas, Dasar, Kaidah, & Tujuan Praktik Kedokteran Praktik kedokteran Indonesia harus berdasarkan pada: • Nilai ilmiah berdasarkan pada ilmu dan teknologi • Asas manfaat harus memberikan manfaat bagi manusia • Asas keadilan pelayanan adil dan merata tapi ttp bermutu • Asas kemanusiaan tidak membedakan suku, bangsa, agama, ras, gender, status sosial, ekonomi, dan pandangan politik. • Asas keseimbangan tetap menjaga keserasian dg kepentingan individu dan masyarakat • Asas perlindungan dan keselamatan mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien.
Hak dan Kewajiban Pasien (UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 dan 53) HAK • Mendapatkan penjelasan lengkap tentang rencana tindakan medis yang akan dilakukan dokter. • Bisa meminta pendapat dokter lain (second opinion). • Mendapat pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan. • Bisa menolak tindakan medis yang akan dilakukan dokter bila ada keraguan. • Bisa mendapat informasi rekam medis.
KEWAJIBAN • Memberikan informasi yang lengkap, jujur dan dipahami tentang masalah kesehatannya. • Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter. • Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan. • Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Hak dan Kewajiban Dokter (UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 dan 51) HAK • Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur. • Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur. • Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya. • Menerima imbalan jasa.
KEWAJIBAN • Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur serta kebutuhan medis. • Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan lain yang mempunyai kemampuan lebih baik. • Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal dunia. • Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang mampu melakukannya. • Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.
Do Not Resucitate (DNR) DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga medis untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis tidak akan melakukan usaha CPR emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti. Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait dengan usaha pengobatan lainnya.
©Bimbel UKDI MANTAP
YANG MEMBERIKAN PERINTAH DNR: Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat, atau wali yang sah yang ditunjuk oleh pengadilan, atau oleh surrogate decision-maker. Anggota keluarga wali dapat memberikan persetujuan atau consent untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien belum memutuskan/memilih orang lain untuk mengambil keputusan tersebut. Contohnya, dalam keadaan: • Pasien dalam kondisi sakit terminal • Pasien yang tidak sadar secara permanen • CPR tidak akan berhasil (medical futility) • CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk
Contoh keadaan yang dipertimbangkan DNR • Persistent vegetative state • Syok septik
• Stroke akut • Kanker metastasis (stadium 4) • Pneumonia berat ©Bimbel UKDI MANTAP
Euthanasia
Definisi • Secara harafiah Mati secara baik dan mudah • Secara medis Membantu pasien untuk mati cepat, untuk membebaskan dari penderitaan akibat penyakitnya ©Bimbel UKDI MANTAP
Aspek Hukum Euthanasia di Indonesia Lex Generalis/umum • Undang-undang no. 8 tahun 1981 tentang KUHAP (Pasal 120, 133, 180) • Undang-undang tentang KUH Pidana (KUHP) (Pasal 338, 340, 344, 345, 359) • Undang-undang tentang KUH Perdata
Lex Spesialis/khusus • Undang-undang no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran • Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ©Bimbel UKDI MANTAP
Pasal 338 KUHP • “Barang siapa dgn sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dgn hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.” Pasal 340 KUHP • “Barangsiapa dgn sengaja & rencana terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dgn pidana mati atau penjara seumur hidup atau dipenjara sementara selamalamanya dua puluh tahun. Pasal 344 KUHP • “Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dgn nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Pasal 345 KUHP • “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam pidana penjara paling lama 4 tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.” Pasal 359 KUHP • “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama satu tahun.” ©Bimbel UKDI MANTAP
Pasal 45 (1) Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran • “Setiap tindakan dokter atau dokter gigi harus mendapat persetujuan.” Pasal 58 Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan • (1) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yg menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yg diterimanya.” • (2) “Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tdk berlaku bagi tenaga kesehatan yg melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.” Pasal 190 Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan • (1) “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yg melakukan praktik atau pekerjaan pd fasilitas pelayanan kesehatan yg dgn sengaja tdk memberikan pertolongan pertama thd pasien yg dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) atau pasal 85 ayat (2) dipidana dgn pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak dua ratus jt rupiah.” • (2) “Dalam hal perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibabkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dgn pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah.” ©Bimbel UKDI MANTAP
Klasifikasi Euthanasia Berdasarkan Tindakan yang Dilakukan • Euthanasia Pasif • Mempercepat kematian dengan cara menolak memberikan atau mengambil tindakan pertolongan, dan menghentikan pertolongan yang sedang berlangsung • Contoh: Tidak memberikan antibiotic pada pasien dengan pneumonia berat • Euthanasia Aktif • Secara aktif memberikan tindakan yang baik secara langsung atau tidak langsung apat mengakibatkan kematian • Contoh: Memberikan tablet sianida pada pasien, menyuntikkan zat-zat yang dapat mematikan tubuh
Berdasarkan Kesukarelaan Penderita • Euthanasia Voluntary • Seseorang membuat keputusan sadar untuk mempercepat kematian dan meminta bantuan untuk melakukan hal ini • Euthanasia Involuntary • Mempercepat kematian tanpa persetujuan/permintaan pasien yang bertentangan dengan keinginan pasien • Euthanasia Nonvoluntary • Seseorang tidak mampu untuk memberikan persetujuan (misalnya: koma) dan orang lain mengambil keputusan atas nama mereka. Sering karena orang yang sakit sebelumnya mengungkapkan keinginannya untuk hidup mereka akan berakhir dalam keadaan seperti itu ©Bimbel UKDI MANTAP
Physician-assisted suicide Suicide committed with the aid of physician at the request and with the consent of the patient, since he or she self-administers the means of death. It may be something as simple as getting drugs for the person and putting those drugs within their reach.
The Rule of Double Effect A set of criteria which states that an action having foreseen harmful effect practically inseparable from the good effect ©Bimbel UKDI MANTAP
Example for Rule of Double Effect
©Bimbel UKDI MANTAP
Aturan hukum di Indonesia melarang melakukan tindakan euthanasia, kecuali auto euthanasia (pasif dgn permintaan) ©Bimbel UKDI MANTAP
View more...
Comments