Ulat api

January 30, 2019 | Author: yeyen nia siska | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Ulat Api, Si Cantik yang Berbahaya Roosmarrani Setiawati, SP., M.Sc. POPT Ahli Muda...

Description

Ulat Api, Si Cantik yang Berbahaya Roosmarrani Setiawati, SP., M.Sc. POPT Ahli Muda

Pernahkah Anda melihat ulat di bawah ini? Cantik dan indah bukan? Tapi awas, jangan terlalu dekat dan sampai tersentuh kulit Anda. Ya, karena meski cantik dan indah dipandang, ternyata rambut-rambut yang menyerupai duri yang bermunculan dari permukaan tubuh ulat ini adalah ‘sengat’ yang dapat menimbulkan rasa panas hingga luka pada kulit. Untuk jelasnya, yuk kita kenalan...

   m    o    c  .    a     d    a    n    a    c     l    o    r    t    n    o    c    t    s    e    p

Klasifikasi Ulat api (nettle (nettle caterpillar ) menurut klasifikasinya termasuk dalam Famili Limacodidae, Ordo Lepidoptera Lepidoptera (bangsa ngengat dan kupu-kupu).

Beberapa

spesies ulat api merupakan hama tanaman perkebunan, misalnya, Parasa lepida yang merusak merusak hampir hampir sebagian pertanaman pertanaman kelapa, kelapa kelapa sawit, sawit, kakao, kopi, kopi, dan teh di Indonesia. Selain itu Setora nitens, nitens, Setothosea asigna, Darna trima, trima, dan Thosea spp. merupakan merupakan hama utama pada kelapa sawit. sawit. Adapula ulat api api yang tidak memiliki duri sengat pada tubuhnya, yaitu Chalcocelis spp. Chalcocelis spp. yang hidup sebagai hama kelapa di wilayah Kalimantan. Bahkan di Hawaii, spesies Darna pallivitta dinyatakan sebagai hama hama pendatang yang yang bukan bukan hanya berbahaya namun namun juga juga bersifat invasive (menyerbu) pada tanaman kelapa.

Penyebaran Penyebaran dan Kerugian Ulat api banyak dijumpai di negara-negara negara-negara berilkim

tropis, misalnya misalnya

Indonesia, Muangthai, Muangthai, dan dan Malaysia. Meskipun begitu, di negara-negara 4 (empat) (empat) musim pun keberadaan ulat api api diduga lebih banyak.

Salah satu satu kasus yang

menarik disimak yaitu yang terjadi di Hawaii. Migrasi ngengat D. pallivitta ke pallivitta ke Hawaii

pada tahun 2001 yang diduga berasal dari Taiwan,

juga ditemukan di Cina,

Muangthai, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia kerugian yang ditimbullkan serangan ulat api pada kelapa sawit diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan produksi sampai 70% pada tahun pertama, bahkan jika serangan berat, tanaman dapat tidak berbuah selama 1-2 tahun berikutnya. Gejala Gejala serangan ulat api pada kelapa atau kelapa sawit umumnya sama, yaitu rusaknya daun tanaman. Gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah. Larva akan memakan helaian daun mulai dari tepi hingga helaian daun yang telah berlubang habis, tinggal menyisakan tulang daun atau lidi. Bagian daun yang disukai ulat api adalah anak

Setiawati, 2011

Gejala serangan ulat api

daun pada ujung pelepah. Akibatnya tanaman terganggu proses fotosintesisnya karena daun menjadi kering, pelepahnya menggantung dan akhirnya berdampak pada tidak terbentuknya tandan selama 2-3 tahun. Ulat api terkenal sangat rakus. Dalam sehari mampu memakan 300-500 cm daun kelapa sawit. Batas ambang ekonomi (AE) untuk ulat api adalah 5-10 ekor. Ini berarti bila dalam 1 pohon ditemukan sedikitnya 5 ekor larva, maka pengendalian perlu segera dilakukan.

Stadia dan Siklus Hidup Telur ngengat Famili Limacodidae umumnya berbentuk bundar pipih, transparan (bening) dan diletakkan secara tunggal atau berkelompok dengan membentuk deretan sejajar di bawah permukaan anak daun. Telur akan berubah warna menjadi oranye kekuning-kuningan yang berarti telah terdapat calon larva di dalamnya. Telur akan menetas setelah 4-8 hari. Kulit telur akan dimakan oleh larva yang baru keluar sebelum memakan jaringan daun. Dalam menjalani periode larva, ulat api dapat mengalami pergantian instar sebanyak 8-11 kali tergantung kondisi pakan yang ada dan faktor lingkungan.

Larva ulat api tidak memiliki ‘kaki’ seperti layaknya ulat pada umumnya. Sebagai gantinya mereka memiliki semacam ‘mangkuk pengisap’ yang berukuran kecil.

Larva

akan

memanfaatkan

lendir

untuk

mendukung

pergerakannya.

Sebenarnya lendir ini berupa sutera cair, sehingga bila digunakan akan memudahkan gerakan larva. Larva dewasa memiliki rambut-rambut yang berfungsi sebagai duri ‘sengat’, sehingga menyebabkan rasa panas, gatal, dan pedih seperti terbakar bila tersentuh kulit.

   m    o    c  .    i    i    a    w    a     h    y    u    g    n    e     d    r    a    g

   g    r    o  .    s     l    o    o    t     d    I

Kelompok telur ulat api yang diletakkan dalam deretan sejajar

Larva ulat api dan kokonnya

    l    e    e    w    s    s    o    r    c    n    e     h    p    e    t    s     ©

Ngengat ulat api

Sebenarnya tidak semua ulat api memliki duri sengat. Misalnya ulat Chalcocelis spp. yang bersifat polifag dan banyak dijumpai mulai dari India sampai  Australia. Ulat ini bentuknya bulat cembung dan diselimuti oleh lapisan gelatin yang tebal. Tubuhnya halus, agak lunak,

berwarna putih transparan sampai hijau

kekuningan mirip seperti buah kolang-kaling, sehingga sering dikenal dengan istilah ulat Kolang-Kaling. Ulat instar akhir akan memintal kokon sutera berbentuk bulat telur secara berkelompok dan melekat pada bagian tanaman (pangkal lidi) atau berserakan di

atas permukaan tanah. Kokon ini selanjutnya akan dibuat mengeras dengan memanfaatkan kalsium oksalat yang dikeluarkan oleh Tabung Malfigi. Ngengat akan muncul melalui lubang kecil yang terletak di bagian ujung pupa. Ngengat

berwarna

coklat

keabu-abuan,

kebanyakan

berambut

lebat,

dan

mempunyai rambut-rambut halus di sepanjang tepi sayapnya. Ngengat mudah dikenali

melalui

pose

bertenggernya

yang

unik

yaitu

abdomennya

akan

dilengkungkan sehingga membentuk sudut 90º terhadap t oraks dan sayapnya. Ngengat aktif pada senja dan malam hari (nokturnal). Pada siang hari mereka hinggap di pelepah-pelepah tua dengan posisi terbalik, mirip ulat kantung, atau pada tumpukan daun yang telah dibuang. Ngengat Famili Limacodidae memiliki keperidian yang cukup tinggi. Beberapa spesies mampu menghasilkan lebih dari 400 butir telur. Secara keseluruhan siklus hidup ulat api berkisar antara 40-138 hari tergantung spesiesnya.

Beberapa Spesies Ulat Api di Indonesia Ulat api yang menyerang tanaman perkebunan di Indonesia, khususnya kelapa dan kelapa sawit ada beberapa spesies, diantaranya: 1. Setothosea asigna Larva ulat api jenis ini berwarna hijau kekuningan. Pada bagian punggungnya terdapat duri-duri yang kokoh dan bercak bersambung berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubah sesuai dengan instarnya. ©mothsofborneo.com

2. Setora nitens Larva awalnya berwarna hijau kekuningan kemudian berubah menjadi hijau dan terakhir

kemerahan

menjelang

masa

pupa. Larva dicirikan dengan adanya satu garis Setiawati, 2011

membujur

di

bagian

tengah

punggung yang berwarna biru keunguan.

3. Darna spp. Ulat api Darna terdiri atas 8 (delapan) spesies antara lain D. trima, D. catenatus, D. diducta, dan D. bradleyi . Larva umumnya berwarna putih kekuningan. Lambat laun menjadi coklat muda dengan bercak-bercak jingga dan bila telah mencapai instar akhir akan berwarna coklat gelap.

©whotalking.org

4. Thosea spp. Larva ulat api jenis ini berbentuk pipih, berwarna hijau pucat dengan garis-garis miring berwarna kuning pucat. Pada bagian punggungnya terdapat bercak putih dengan tepi berwarna biru. Setiawati, 2011

5. Chalcocelis albiguttatus Larva berbentuk bulat lonjong, berwarna putih

sampai

hijau

kekuningan.

Permukaan tubuhnya halus mirip jelly. Seringkali dikenal dengan uat kolangkaling

karena

tubuhnya

kolang-kaling.

mirip

buah Melina, 2009

Ulat api dan lingkungan Faktor lingkungan ternyata berpengaruh pada perkembangan ulat api. Beberapa penelitian membuktikan bahwa populasi ulat api sangat ditentukan oleh faktor-faktor abiotik baik secara temporal (berdasarkan waktu) maupun secara spasial (berdasarkan tempat). Selain itu, kondisi tanaman inang juga sangat menentukan keberadaan ulat api di lapangan. Faktor jumlah dan ketebalan bulu pada permukaan daun terbukti menentukan pergerakan (mobilitas) ulat api, yang pada akhirnya berdampak pada derajat kesukaan ulat api untuk memakan daun.

Duri ‘sengat’ Beracun dan Musuh Alami Duri

‘sengat’

beracun

merupakan

senjata ulat api yang telah terbukti mampu melindungi

dari

serangan

musuh

alami,

terutama yang bersifat polifag. Penelitian Setiawati, 2011

Murphy et al.  (2010) membuktikan bahwa duri ‘sengat’ beracun ulat api Acharia

Larva P. lepida terparasit

(=Sibine) stimulea mampu melindungi dirinya dari serangan predator tawon pemakan ulat Polistes dan kepik pembunuh (Famili: Reduviidae). Meski demikian, di alam banyak musuh alami yang dapat dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati baik terutama golongan parasitoid dan patogen. Beberapa tawon parasitoid Famili Braconidae, misalnya  Apanteles parasae, diketahui mampu memparasit ulat api. Selain itu patogen dari golongan bakteri, yaitu Bacillus thuringiensis  efektif melawan S. nitens, D. trima, dan S. asigna  dengan tingkat kematian 90% dalam waktu 7 hari. Patogen dari golongan jamur, Cordyceps militaris  dikenal mampu memarasit pupa ulat api jenis S. nitens dan S. asigna. Selain itu dari golongan virus, yaitu jenis Nucleo Polyhedral Virus  (NPV) yang bersifat spesifik, efektif untuk mengendalikan larva ulat api meski pengaruhnya tidak secepat pestisida.

Pengendalian Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ulat api tidak hanya bersifat sebagai hama yang merugikan bagi tanaman. Namun keberadaan ulat api juga telah terbukti berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama bagi yang mudah terkena alergi. Oleh karena itu keberadaan ulat api ini perlu diwaspadai, lebih-lebih bila serangannya telah di atas AE. Pengendalian secara kimiawi perlu segera dilakukan meski tidak berarti pemusnahan secara besar-besaran. Keberadaan ulat api di lapangan tetap harus dipertahankan karena menjadi jaminan bagi kelangsungan sistem rantai makanan di alam.

Pustaka Conant, P., A.H. Hara, W.T. Nagamine, C.M. Kishimoto, & R.A. Heu. 2008. Nettle Caterpillar Darna pallivitta Moore (Lepidoptera : Limacodidae). State of Hawaii Deparment of Agriculture. Lill, J.T., RJ. Marquis, R.E. Forkner, J.Le Corff, N. Holmberg, & N.A. Barber. 2006. Leaf pubescence affects distribution and abundance of generalist slug catepillars (Lepidoptera: Limacodidae). Environmental Entomology   35: 797  806. Murphy, S.M., S.M. Laehy, L.S. Williams, & J.T. Lill. 2010. Stinging spines protect slug caterpillars (Limacodidae) from multiple generalist predator. Behavioral Ecology 21: 153-160. Murphy, S.M.,J.T. Lill. 2010. Winter Predation of Diapausing Cocoons of Slug Caterpillars (Lepidoptera: Limacodidae). Environmental Entomology , 39(6):1893-1902. Susanto, A., AE. Prasetyo, D. Simanjuntak, TA Perdana R., H. Priwitama, Sudharto, RD. De Chenon, A. Sipayung, A. Tri Widi P., RY. Purba. 2012. EWS: Ulat  Api, Ulat Kantung, Ulat Bulu. Seri Kelapa Sawit Populer 09. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF