Uji Mikrobiologi Sayuran

March 31, 2018 | Author: Armansyah maulana harahap | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

uggg...

Description

Mata Kuliah : Praktikum Mikrobiologi Pangan UJI MIKROBIOLOGI SAYURAN

OLEH : Nama

: Armansyah Maulana

NIM

: 4143220002

Kelas

: Biologi NK A 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2017

I. II.

JUDUL PERCOBAAN : UJI MIKROBIOLOGI SAYURAN TUJUAN PERCOBAAN : 1. Untuk mengetahui Adanya bakteri pada Sayuran segar dengan sifat-sifat Fisiologi terntentu. 2. Mengamati adanya bakteri pada Sayuran Busuk dengan Sifat-sifat Fisiologi tertentu. 3. Mengetahui alasan bagaimana sayuran dapat terkontaminasi 4. Mengamati perbedaan Hasil Uji Mikrobiologi antara Sayuran Busuk dengan Sayuran segar. 5. Mengamati perubahan pada media setelah dilakukannya Uji protein dan Lemak.

III.

TINJAUAN TEORITIS Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak mengandung vitamin dan mineral, serta berpotensi sebagai sumber pendapatan petani dan devisa negara. Konsumsi sayuran dari tahun ke tahun cenderung meningkat sampai 26%. Hal tersebut antara lain terkait dengan makin meningkatnya kepedulian konsumen terhadap mutu produk dan ke sehatan tubuh.Sampai saat ini, aspek mutu dan keamanan pangan masih menjadi salah satu masalah utama dalam produksi dan pemasaran sayuran. Mutu sayuran yang tidak konsisten dengan tingkat kontaminan yang cukup tinggi ditengarai dapat merugikan perdagangan komoditas tersebut di pasar regional maupun internasional.Salah satu masalah yang dihadapi oleh sebagian pengekspor dan produsen makanan adalah terjadinya kasus penahanan otomatis (automatic detention) terhadap produk pangan asal Indonesia. Kasus penahanan ini terjadi setiap tahun sehingga dapat menurunkan devisa. Pada bulan April 2005 terjadi 39 kasus penolakan produk makanan asal Indonesia oleh FAO karena mengandung berbagai bahan berbahaya yang dilarang dipergunakan. Kasus tersebut meningkat dibandingkan dengan bulan Januari 2005 dengan 15 produk yang ditolak, Februari 2005 sebanyak 29 produk, dan Maret 2005 meningkat menjadi 31 produk (Medina, 2005). Kasus penolakan produk pangan dari Indonesia terutama (80%) karena kotor, dan persentase tersebut relatif tetap dari tahun ke tahun. Kasus penolakan terhadap sayuran dari Indonesia oleh beberapa negara menunjukkan bahwa penanganan keamanan pangan di Indonesia masih belum optimal. Minimnya penerapan teknologi produksi dan

penanganan pascapanen sayuran mengakibatkan mutu yang tidak konsisten. Masalah tersebut masih ditambah dengan penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan sehingga produk sayuran Indonesia memiliki jaminan keamanan pangan yang rendah dan tingkat kontaminasi yang tinggi. Jenis kontaminan yang menjadi perhatian utama saat ini adalah mikroba, logam berat, dan residu pestisida.Dalam memproduksi sayuran, petani menghadapi masalah serangan hama dan penyakit yang sering menyebabkan gagal panen. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida yang berlebihan menjadi sumber pencemaran pada bahan pangan, air, dan lingkungan hidup. Akibatnya, residu yang ditinggalkan secara langsung maupun tidak langsung sampai ke tubuh manusia.Upaya meningkatkan keamanan pangan produk pertanian, khususnya sayuran, telah dilakukan antara lain melalui program pengendalian hama terpadu (PHT). Pada PHT, produksi pertanian tidak hanya mempertimbangkan tingkat produksi yang tinggi, tetapi juga keberlanjutan produksi, kelestarian lingkungan, dan keamanan pangan. Sayangnya, sejauh ini upaya tersebut belum mampu memecahkan berbagai persoalan keamanan pangan karena adanya praktek produksi yang menyimpang dari anjuran (Winarti,2010). Beberapa jenis sayuran yang biasa dikonsumsi segar berpotensi merugikan kesehatan karena rentan terkontaminasi mikroba. Beberapa penelitian menunjukkan adanya kontaminasi mikroba pada sayuran segar yang diambil di tingkat petani maupun pedagang (Isyanti 2001). Demikian pula hasil penelitian Susilawati (2002) menunjukkan adanya kandungan.Salmonella pada sayuran segar di tingkat petani dan pedagang di Bogor.Di Amerika Serikat, patogen yang menjadi perhatian utama pada buah dan sayuran

adalah

Salmonella,

Shigella,

Entamoeba

histolytica,

dan

Ascaris

spp.Kontaminasi mikroba pada sayuran bisa berasal dari penyemprotan atau pengairan dengan air yang terkontaminasi Salmonella dan pemupukan dengan kotoran hewan, sehingga pada sayuran seperti selada ditemukan Salmonella (Lund et al.2000). Menurut Sapers (2001), kontaminasi mikroba patogen pada produk pertanian terjadi pada beberapa titik, mulai dari tahap produksi, panen, pengepakan, pengolahan, distribusi hingga pemasaran. Marriot dalam penelitiannya melaporkan bahwa Salmonella dapat tumbuh dan memproduksi endotoksin yang dapat menyebabkan penyakit. Salmonellosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Salmonella. Jumlah bakteri yang dapat menyebabkan infeksi bergantung pada jenis Salmonella dan keadaan kesehatan seseorang. Jumlah bak

teri 105-1010 dapat menyebabkan infeksi.Salmonellosis ditandai dengan sakit perut,mual dan diare, kadang disertai demam ringan dan sakit kepala. Salmonellosis timbul 8-72 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.Beberapa strain Escherichia coli dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan dengan memproduksi enterotoksin dan menimbulkan gejala menyerupai kolera, menyerang sel-sel epitelium saluran usus dengan melakukan adhesi dan kolonisasi pada saluran usus halus serta mengeluarkan enterotoksin. Bakteri E. Coli patogen dapat menimbulkan sindrom klinis, yaitu gastroenteritis akut pada anak-anak dan infeksi pada saluran pencernaan (Marriot,2013). Kontaminasi bakteri ini biasanya berasal dari air yang digunakan untuk mencuci bahan makanan yang akan dikonsumsi maupun peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan. E. coli merupakan bakteri yang sensitif terhadap panas. Oleh karena itu, untuk mencegah pertumbuhan bakteri tersebut pada makanan, sebaiknya makanan disimpan pada suhu rendah (Supardi dan Sukamto 1999).International Commision on Microbiological Specification for Foods (ICMSF) (1996) merekomendasikan, sayuran yang akan dikonsumsi mentah mengandung E. coli kurang dari 103 CFU/g, Salmonella harus tidak ada dalam 25 g sampel, dan tiga dari lima sampel yang di-analisis boleh mengandung total mikroba105-106 CFU/g. Sementara itu, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (1989) mensyaratkan sayuran yang dikonsumsi maksimum mengandung E. Coli 102 CFU/g dan tidak mengandung Salmonella. (ICMSF,2016).

Cara lain agar terhindar dari kontaminasi bakteri patogen yaitu dengan teknik blansir (teknik blanching). Teknik blansir adalah teknik pre cooking untuk menetralisir bakteri dan melunakan bahan makanan seperti sayuran dan buah buahan dengan cara mencelupkannya selama sekitar 1-5 menit pada air panas dengan suhu 50-60C, kemudian segera disiram dengan air dingin (matang) agar pemanasan tidak berlanjut. Cara ini sangat baik untuk pencucian selada, sawi, kubis, bayam, kacang panjang, wortel, pare, dan labu siam(Elisabete et al.,2011; Mulyatiningsih, 2007). Teknik blansir dapat menetralisir atau membunuh bakteri karena bakteri patogen terutama bakteri Enterobacteriaceae seperti Escherichia patogen,Shigella,dan Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang menginfeksi saluran cerna dan umumnya akan mati dengan pemanasan pada suhu 55-56°C. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi (Brooks et al., 2012). Diharapkan dengan mencuci sayuran lalapan yang akan kita makan menggunakan teknik blansir dapat membunuh bakteri patogen di sayuran tersebut.Meskipun lalapan lazim ditemukaan dan dikonsumsi, namun sejauh ini belum ada data mengenai pengaruh pencucian menggunakan air mengalir dan menggunakan teknik blansir terhadap tingkat higienitas sayuran lalapan di Kota Padang. Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan pencucian menggunakan air mengalir dan menggunakan teknik blansir terhadap pertumbuhan koloni bakteri pada lalapan selada (Lactuca sativaL.) di warung makan Kelurahan Jati Kota Padang.(Rahal,2001). IV.

ALAT DAN BAHAN 

ALAT 



N

AT

AL



JU

MLAH







3

10 

an petri  Plast

buah 

1

11

ik

buah

Caw



O 



1

u



erlenmeyer  Gunt 

1

2 

ing 

Pins

buah 

1

3 

et 

Gela

buah 

1

4 

s ukur  Pipe

buah 

2

5 

t 

buah 

10

6 

as cokelat  Bun

cm 

1

7 

sen 

Pisa

buah 

1

8 

u 

Jaru

buah 

2

9

m ose

Lab



2 

buah

Kert

buah

BAHAN 



Bahan



Juml

Sawi

ah 

1 cm

No 



1 

putih  Sawi



1 cm

2 

hijau 

Kol



1 cm

3 



Selada



1 cm

4 



Bayam



1 cm

5     



V.

      PROSEDUR KERJA a) Menyediakan media sebanyak 2 buah.    Membuat garis pada bagian dasar cawan petri yang membagi wilayah 3 perlakuan  

  b) Memotong secara aseptik sayuran dengan ukuran 1 x 1 cm2 c) Mensterilkan sayuran dengan memasukkan kedalam erlenmeyer berisi aquades steril. d) 

Lakukan uji pada kedua media yang sudah disediakan

  Media II= berisi NA untuk Uji Hidrolisis Lemak 

Media I= berisi SMA untuk Uji Hidrolisis Protein

    Masing-masing media dbuat 3 perlakuan, yaitu sayur busuk,segar dan kontrol     

Di inkubasi selama 2- 3 hari Di inkubasi selama 2- 3 hari

   

Amati koloni bakteri yang terdapat pada kedua media

  Media NA= Amati apakah ada warna merah dibawah koloni sebagai tanda adanya hidrolisis lemak

Media SMA=Amati apakah ada  zona bening yang mengelilingi koloni sebagai tanda adanya hidrolisis protein   VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN  TABEL HASIL PENGAMATAN 



ke

lompok  1





Uji Hidrolisis Protein Kontrol



Tidak ada

Uji Hidrolisis Lemak K 

 ontol





Segar

ada



Se

k ada  Tida

B

k ada  Tida k ada  Tida

gar 



Busuk

ada

 usuk



2

 

Kontrol



Ada/sedik



K

Segar



it Tidak ada



ontrol Se gar



Busuk



Tidak ada

3

  

 

4 5



Kontrol Segar

koloni/ada  25

Busuk

koloni/ada  16

Kontrol

koloni/ada  18 koloni

 

46

Ko

/sedikit  7

Se

koloni/ada  3

Bu

koloni/ada  5

Ko

koloni/ada   4



bakteri,tidak ada

ntrol  gar  suk  

k ada Tida

B

 



k ada  Ada

usuk 

Tida

ntrol

Koloni ,ada

hidrolisis  

 Segar



Busuk



6 koloni

bakteri,Tidak ada  46 koloni

Air

Se

lemak   Tid

Bu

ak ada  2

  gar 

bakteri,Ada

suk Air

Hidrolisis protein 



6

koloni ada hidrolisis

Kontrol



Ada/ditepi



Segar



Ada/ditepi



lemak Ko  Tid ntrol





Bu

a/sedikit  Tid

gar 

Busuk



Ada/ditepi

 suk

 

GAMBAR HASIL PENGAMATAN







Keterangan

NO 



1

sterilisasi

Proses



ak ada Ad

Se

gambar

ak ada





2



3

4



penuangan SMA





Proses

Proses



penuangan NA



Media SMA dan NA



 5

 6



Hasil



pengamatan SMA



Hasil



Pengamatan NA

 Penjelasan tabel

 

Berdasarkan hasil tabel diatas dapat di uraikan bahwa Bakteri, khamir,

dan kapang ditemukan pada sayuran yang rusak. Kerusakan bakteri secara umum ditandai oleh penampakan yang berair dan berlendir. Walaupun beberapa pembusukan oleh jamur juga menghasilkan penampakan yang lunak dan berair tetapi masih bisa dibedakan dengan kerusakan oleh bakteri. Hal ini tampak dengan adanya miselium dan karakteristik struktur sporanya. Bakteri perusak yang paling umum adalah genus Erwinia. Kebanyakan spesies Erwinia tumbuh baik pada suhu rendah dan beberapa dapat tumbuh pada suhu 1ºC. Mikroorganisme ini dapat

memfermentasi gula dan alkohol pada sayuran yang tidak dimanfaatkan oleh bakteri lain.  Uji Hidrolisis protein menggunakan medium SMA,pada media ini uji hidrolisis ditandai dengan adanya zona/daerah bening yang mengelilingi koloni bakteri,semakin banyak koloni dan zona bening yang ada pada media semakin besar hidrolisisnya atau pelepasan air.pada data yang diperoleh hidrolisis protein lebih besar terjadi pada sayur segar dengan jumlah koloni dengan zona beningnya ada

46

sedangkan

pada

kontrol

dan

busuk

hidrolisis

protein

tidak

ditemukan,banyak hal dan faktor yang menyebabkan kenapa hidrolisis protein hany ditemukan pada sayuran segar, seperti proses pencucian sayur,pengelolaan seperti pencucian yang tidak berada pada taraf sterilisasi yang benar sehingga menyebabkan banyak mikroorganisme kontaminan yang berada pada sayur bening sehingga hidrolisis protein hanya ditemjukan pada sayuran segar.  Uji hidrolisis lemak menggunakan medium NA , pada media ini uji hidrolisis lemak ditandai dengan adanya zona/daerah merah yang berada dibawah koloni yang menandakan adanya hidrolisis lemak.Berdasarkan hasil pengamatan hidrolisis lemak ditemukan pada dua daerah yaitu kontrol dan daerah busuk, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan kedua zona tersebut terjadi hidrolisis lemak, sayuran busuk air merupakan sayuran yang sudah mengalami berbagai macam proses dengan bantuan bakteri pembusuk dan pada peletakan sayuran busuk bergeser kedaerah kontrol hal inilah yang menyebabkan kontaminan terjadi sehingga pada daerah kontrol juga terdapat hidroliss lemak.  Mengontrol kerusakan mikroba   Kerusakan mikrobia dapat dikurangi atau ditunda dengan sanitasi yang baik, penanganan sayuran secara hati-hati, dan transportasi yang layak serta kondisi penyimpanan (temperatur dan kelembaban). Kontrol kerusakan pada sayuran dimulai sebelum panen. Pelatihan agrikultur yang baik harus diikuti dengan beberapa langkah produksi sayuran mulai dari penanaman sampai pemanenan. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan air non-kontaminasi untuk irigasi dan sebagai pelarut pada campuran penyubur esensial dalam mengurangi kontaminasi pada biji. Perlakuan yang layak digunakan untuk menyuburkan sehingga dapat menghasilkan sayuran dengan mikroba rendah dan kehadiran pathogen rendah selama pemanenan. Beberapa jamur dapat bertahan untuk waktu yang lama pada tanah dan mengkontaminasi tanaman musiman,

organisme ini dapat menyebabkan penyakit pada tanaman sama seperti kerusakan 

selama penyimpanan. Tingkat sanitasi juga mempengaruhi tingkat pertumbuhan mikroba. Sanitasi yang baik dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pendinginan pada suhu 0o-5oC baik bagi beberapa sayuran. Tetapi beberapa sayuran yang lain disimpan pada suhu diatas 7oC untuk menghindari chilling injury. Faktor lain seperti kadar CO2 dan O2 serta tingkat RH mempengaruhi pertumbuhan agen perusak. Kapang tertentu sepeti Mucor sp. sensitive terhadap peningkatan kadar CO2, sementara yang lain dapat tumbuh baik dibawah kondisi tersebut. Oleh karena itu penyimpanan dengan modifikasi atmosfer dapat menghambat kerusakan. Penurunan RH dapat memperlambat pertumbuhan jamur.  Banyak perlakuan kontrol dapat menghambat kerusakan tetapi tidak sepenuhnya berhenti. Beberapa sayuran yang disimpan pada suhu diatas 7 oC tidak dapat dilindungi dari bakteri psikotrop. Pemasaran yang cepat merupakan cara yang tepat untuk menghindari kerusakan komoditas.  VII. KESIMPULAN   Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1. Menghitung jumlah bakteri yang terdapat pada sayuran dapat dilakukan dengan metode pour plate (tuang) kemudian penghitungan koloninya menggunakan colony counter. 2. Bakteri yang terkandung dalam sayuran kangkung yaitu E. Coli dan Salmonelle yang keduanya dapat menyebabkan diare dan juga demam tifus. 3. Pada kelompok 3 terdapat banyak mikroorganisme dibandingkan kelompok lain. Karena dari data, kelompok ini didapat protein, amilum, dan lemak pada sayuran busuk. 4. Mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan pada sayuran adalah : Bakteri Kapang Khamir 5. Uji Hidrolisis Protein (SA) mendapatkan perubahan warna jernih di sekitar koloni. - Uji Hidrolisi Lemak (NA) mendapatkan perubahan warna merah dibawah koloni.



VIII.

 JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS 1. Apakah ada perbedaan hasil uji mikrobiologi antara sayuran busuk air dengan sayuran segar?Jelaskan.  Perbedaan mikroorganisme pada sayuran segar dan busuk sangat terlihat berbeda ,berdasarkan riset dari International Commision on Microbiological Specification for Foods merekomendasikan,

sayuran

yang

akan

(ICMSF) (1996)

dikonsumsi

mentah

mengandung E. coli kurang dari 103 CFU/g, Salmonella harus tidak ada dalam 25 g sampel, dan tiga dari lima sampel yang di-analisis boleh mengandung total mikroba105-106 CFU/g. Sementara itu, Direktorat

Jenderal

Pengawasan

Obat

dan

Makanan

(1989)

mensyaratkan sayuran yang dikonsumsi maksimum mengandung E. Coli 102 CFU/g dan tidak mengandung Salmonella.  Sedangkan mikrobiologi pada sayuran busuk kadar E.colinya lebih sedikit ditemukan karena bateri E coli tidak tahan pada keadaan beku atau suhu rendah, sayur yang busuk air sudah mengalami penurunan suhu sehingga menyebabkan E coli tidak dapat berkembang dengan baik, namun bakteri pembusuk lebih banyak ditemukan pada sayuran yang busuk air dari genus pseudomonas. 2. Apakah ada perubahan yang terjadi pada medium setelah dilakukan pengujian adanya hidrolisis amilum, protein dan lemak.?  Pada uji hidrolisis amilum perubahan pada media ditandai dengan adanya daerah bening yang mengelilingi koloni dari sebuah bakteri sedangkan pada uji hidrolisis amilum perubahan media ditandai dengan adanya warna merah pada bagian bawah koloni dari         

mikroorganisme.

         



DAFTAR PUSTAKA

ICMSF (International Commision on Microbiological Specification for Foods). 1996. Microorganisms in Food. 2. Sampling for Microbiological Analysis Principles and Specific Aplications.2nd Edition. Chapman and Hall, Glasgow.  Marriot,Widjatmoko.2013.Sifat

beberapa

mikroorganisme

dalam

pembusukan sayuran.Jurnal Penelitian dan pengembangan Inovasi pertanian.30(6).2008 

Medina,Anggia.2005.Kontaminasi Buah dan Sayuran hubungannya dengan lingkungan vulkanik.Jurnal Vulkanologi.Vol 4(10,2005 123-127



Rahal,mambang.2001.Identifikasi mikroba pembusuk pada beberapa bahan pangan buah dan sayur.Jurnal penelitian dan pengembangan Inovasi pertanian.2(1).2001.456-460



Winarti,Christina.2007.Status Kontaminan pada Sayuran dan Upaya pengendaliannya

di

Indonesia.Jurnal

pertanian.Vol 3(3),2010:227-237.     

pengembangan

inovasi

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF