Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4

April 17, 2018 | Author: Anok Coker | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Tutorial Kulit Kuning Kelompok 4...

Description

MODUL I KULIT KUNING

Skenario 1

Bayi Z (5 hari) dengan berat lahir 2500 gram, panjang badan 45 cm. Kulit dan konjungtiva klien nampak kuning sejak hari pertama sampai sekarang. A. KATA KUNCI

1. Bayi Z umur 5 hari 2. BBL 2500 g 3. PB 45 cm 4. Kulit dan konjungtiva nampak kuning sejak hari pertama sampai hari kelima (sekarang) B. Problem Tree

Konsep medis dan Askep berdasarkan kasus

Penyakitpenyakit yang menyebabkan gejala kulit kuning

Struktur anatomi & fisiologi sehubungan dengan kulit kuning

Diagnosa medis yang mungkin muncul

Etiologi dari kulit kuning

KULIT KUNING Substansi biokimia yang berperan pada kulit kuning

Penatalaksanaan kulit kuning

Pemeriksaan penunjang kulit kuning

Patofisiologi kulit kuning Gambaran histopatologis dari gejala kulit kuning 1

C. PERTANYAAN PENTING

1. Sebutkan penyakit yang menyebabkan gejala kulit kuning. 2. Jelaskan struktur anatomi dan fisiologi sehubungan dengan gejala kulit kuning. 3. Jelaskan etiologi dari gejala kulit kuning. 4. Jelaskan substansi biokimia yang berperan pada gejala kulit kuning. 5. Jelaskan patofisiologi dari gejala kulit kuning. 6. Jelaskan gambaran histopatologi dari gejala kulit kuning. 7. Sebutkan pemeriksaan penunjang pada gejala kulit kuning. 8. Jelaskan penatalaksanaan dari gejala kulit kuning. 9. Sebutkan diagnosa medis yang mungkin muncul berdasarkan kasus. 10. Jelaskan konsep medis dan asuhan keperawatan berdasarkan kasus. D. JAWABAN PERTANYAAN PENTING

1. Penyakit yang menyebabkan gejala kulit kuning a. Ikterus Hemolitik, terjadi akibat peningkatan destruksi sel darah merah yang menyebabkan pengaliran bilirubin yang sangat cepat kedalam darah sehingga hati yang sekalipun fungsinya masih normal tidak mampu lagi mengeksresikan bilirubin secepat proses pembentukannya,tipe ikterus ini dijumpai pada pasienpasien reaksi transfusi hemolitik dan kelainan hemolitik lainnya. b. Ikterus hepatoseluler, disebabkan oleh ketidakmampuan sel hati yang rusak untuk membersihkan bilirubin yang jumlahnya masih normal dari dalam darah. Kerusakan sel hati dapat terjadi karena infeksi,seperti pada  Hepatitis virus(mis,hepatitis

A,B,C,D

atau

E)

atau

virus

lain

yang

menyerang

hati(mis,virus yellow fever,virus Epstein-Barr),sirosis hepatis.

c. Ikterus obstruktif , tipe ekstra hepatik dapat terjadi akibat penyumbatan saluran empedu oleh batu empedu, proses imflamasi tumor atau oleh tekanan dari sebuah organ yang membesar. Obstruksi tersebut dapat pula melibatkan saluran empedu yang kecil di dalam hati ( obstruksi intrahepatik ). ). d. Hiperbilirubinemia

herediter,

peningkatan

kadar

bilirubin

serum

(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan juga dapat menimbulkan ikterus. Sindrom gilbert, sindrom dubin johnson (ikterus idiopatik kronis dengan pigmen dalam hati), sindrom rotor (hiperbilirubinemiaterkonyugasi familial kronis tanpa pigmen dalam hati)

2

e. Hipertensi portal dan asites,

obstruksi aliran darah lewat hati yang rusak

mengakibatkan peningkatan tekanan darah (hipertensi portal) melalui sistem vena porta, meskipun umumnya menyertai sirosis hepatis, jadi hipertensi portal dapat pula terjadi pada penyakit hati nonsirosis. Terdapat dua keadaan yang terjadi akibat hipertensi portal: -

Pembentukan varises (varikositas) esofagus, lambung dan henoroid.

-

Penumpukan cairan (asites) dalam rongga abdomen.

2. Struktur anatomi dan fisiologi sehubungan dengan kulit kuning a. Struktur Anatomi

Hati atau hepar adalah organ yang paling besar dalam tubuh, warnanya coklat, dan beratnya kira2 1,5 kg. letaknya, bagian atas dalam organ abdomen disebelah kanan bawah

diagfragma. Hati terbagi atas 2 lapisan utama:

permukaan atas berbentuk cembung, terletak dibawah diagfragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura tranversus. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi 4 belahan: lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus kuadratus. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatica dan vena porta. Arteri hepatica, keluar dari aorta dan memberi darah 1/5 darah pada hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95%-100%, masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica. Vena porta, yang terbentuk dari linealis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati. Darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa oksigei telah diambil limfe dan usus. Guna darah ini membawa zat makanan kehati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm. Empedu dibentuk dalam sela-sela kecil didalam sel hepar melalui kapiler empedu yang halus/korekuli. Kandung empedu merupakan sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran berotot, letaknya daalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati sampai pinggir depannya, panjangnya 812 cm, lapisan empedu terdiri dari lapisan luar serosa/parietal, lapisan otot bergaris, lapisan dalam mukosa/viceral disebut juga membran mukosa. Duktus sistikus, panjangnya kira-kira 31/2 cm yang berjalan dari lekuk empedu berhubungan dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke 3

duodenum. Strekobilin memberi warna feses dan sebagian di absorbsi kembali oleh darah dan warna pada urine disebut urobilin. Bagian-bagian dari kandung empedu: 1) Fundus vesika velea, merupakan bagian kandung empedu paling akhir setelah korpus vesika felea. 2) Korpus vesika felea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisi getah empedu. 3) Leher kandung kemih, merupakan leher dari kandung empedu yaitu saluran pertama masuknya getah empedu ke kandung empedu. 4) Duktus sistikus, panjangnya kira-kira 33/4 cm berjalan dileher kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus, membentuk saluran empedu ke duodenum 5) Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher. 6) Duktus koledokus saluran yang membawa empedu ke duodenum. Getah empedu, suatu cairan yang disekresi setiap hari oleh hati yang dihasilkan setiap hari 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksinya meningkat sewaktu mencerna lemak. b. Fisiologi

Fungsi hati yaitu: 1) Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam  jaringan. 2) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urine 3) Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen 4) Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam system retikulumendotelium, dialirkan ke empedu 5) Pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum, dikelurkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine 6) Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air

4

Fungsi kandung empadu: 1) Sebagai persediaan getah empedu, membuat getah empedu menjadi kental. 2) Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati, jumlah setiap hari dari setiap orang dikeluarkan 500-1000cc. sekresi digunakan untuk mencerna lemak. Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap: 1) Produksi

:

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat

pemecahan haemoglobin (menjadi globin dan hem) pada system retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjdi bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi. 2) Transportasi

:

Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam

aliran darah hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membrane dan ditransfer menuju hepatosit. 3) Konjugasi

:

Bilirubin

indirek

dalam

hepar

diubah

atau

dikonjugasikan oleh enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoroniltransferase menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air. 4) Ekskresi

:

Bilirubin

direk

yang

terbentuk,

secara

cepat

diekskresikan ke sistem empedu melalui membrane kanalikuler. Selanjutnya dari system empedu diekskresikan melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik. 3. Etiologi Dari Kulit Kuning Pembuangan sel darah merah yang tua atau rusak dari aliran darah, terutama dilakukan oleh empedu. Selama proses ini berlangsung, hemoglobin dipecah menjadi bilirubin.

5

Bilirubin dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagai bagian dari empedu. Jika proses pembuangan ini terganggu, bilirubin yang berlebihan akan masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan kulit kuning ( jaundice). Kadar bilirubin yang tinggi dalam darah, bisa terjadi pada: 1. Peradangan atau kelainan lainnya di hati, yang mengganggu proses pembuangannya ke dalam empedu 2. Penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumor 3. Pemecahan sejumlah besar sel darah merah, seperti yang kadang terjadi pada bayi baru lahir yang mengalami sakit kuning. 4. Substansi biokimia yang berperan pada penyakit kulit kuning Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan sel darah merah (eritrosit ) yaitu HEM dan GLOBULIN. Hem terbagi lagi menjadi besi dan bilirubin. Setelah pemecahan, bilirubin yang berada dalam darah dikenal dengan bilirubin indirek ( tak larut dalam air ), kemudian bilirubin ini berikatan dengan albumin dan masuk ke dalam hepar. Hepatosit mengeluarkan bilirubin indirek dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konyungasi ( pengikatan ) menjadi asam glukoronat, sehingga bilirubin ini lebih larut dalam larutan yang encer, disebut sebagai bilirubin direk. Bilirubin terkonyugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Dalam usus halus bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian akan diekresikan ke dalam feses dan sebagian lagi akan di absorbsi lewat mukosa intestinal ke dalam darah portal. Sebagian urobilinogen yang diserap kembali akan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi sistem enterohepatik). Urobilinogen akan masuk ke sirkulasi sitemik dan masuk ke ginjal untuk di eksresikan bersama urin. Bila terjadi gangguan misalnya karena terjadi percepatan dalam pemecahan erirosit meskipun fungsi hati normal akan menyebabkan hanya sebagian bilirubin indirek yang akan masuk ke dalam hati sehingga bilirubin indirek tersebut akan mengalir mengikuti sistim peredaran darah sistemik ke seluruh tubuh. Dan efek yang tampak adalah perubahan warna kulit dan konjungtiva berwarna kuning dan menyebabkan warna feses serta urin menjadi pucat. Begitu pula bila terjadi gangguan pada hati maka hati tidak akan mampu mengubah bilirubin indirek 6

menjadi bilirubin terkonyugasi sehingga bilirubin indirek juga akan mengalir bersama system peredaran darah sistemik. Demikian pula halnya bila terjadi hambatan oleh batu empedu pada saluran empedu. 5. Patofisiologi dari penyakit kulit kuning Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak  jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi

terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,

Hipoksia, dan Hipoglikemia. 6. Gambaran histopatologi dari gejala kulit kuning Kulit kuning merupakan salah satu gejala yang ditimbulkan akibat kerusakan atau disfungsi organ dalam sistem endokrin dan metabolik khususnya hati. Disfungsi hati terjadi akibat kerusakan sel-sel parenkim hati yang bisa secara langsung disebabkan oleh penyakit primer hati atau secara langsung oleh obstruksi aliran empedu atau gangguan sirkulasi hepatik. Disfungsi hati bisa bersifat akut atau kronis. 7

Sel-sel parenkim hati akan bereaksi terhadap unsur-unsur yang paling toksik melalui penggantian glikogen dengan lipid sehingga terjadi infiltrasi lemak dengan dan atau kematian sel. Keadaan ini sering disertai dengan infiltrasi sel radang dan pertumbuhan jaringan fibrosis. Regenerasi sel dapat terjadi jika proses perjalanan penyakit tidak terlampau toksik bagi sel-sel hati . Hasil akhir penyakit parenkim hati yang kronis adalah pengecilan dan fibrosis hati yang tampak pada sirosis. Manifestasi disfungsi hepatoseluler berupa perubahan fungsi metabolik dan eksretorik hati. Konsentrasi bilirubin akan meninggi sehingga menimbulkan ikterus (perubahan warna kulit, membran mukosa, skelera dan jaringan lainnya menjadi kuning) . Keadaan ini terjadi akibat obstruksi saluran-saluran empedu intrahepatik. 7. Pemeriksaan penunjang pada penyakit kulit kuning Pemeriksaan pigmen : -

Bilirubin serum, direk

0-0,3 mg/dl (0-5,1 µmol/L)

-

Bilirubin serum, total

0-0,9 mg/dl (1,7-20,5µmol/L)

-

Bilirubin urine

0 (0)

-

Bilirubin feses

40-200 mg/24 jam (0,068-0,34 mmol/24  jam)

Pemeriksaan protein : -

Protein total serum

7,0-7,5 g/dl (70-75 g/L)

-

Albumin serum

3,5-5,5 g/dl (35-55 g/L)

-

Globulin serum

1,5-3,0 g/dl (15-30 g/L)

-

Elektroforesis protein serum

3,2-5,6 g/dl (32-56 g/L)

 Albumin

Ó 1 –  Globulin

0,1-0,4 g/dl ( 1-4 g/L)

Ó 2 – Globulin

0,4-1,2 g/dl (4-12 g/L)

Β – Globulin

0,5-1,1 g/dl (5-11 g/L)

Ρ – Globulin

0,5-1,6 g/dl ( 5-16 g/L)

Rasio albumin / globulin ( A/G )

A>G atau 1,5 : 1 – 2,5 :1

Pemeriksaan serum transferase atau transaminase:

AST atau SGOT

10-40 unit (4,8-19 U/L) 8

ALT atau SGPT

5-35 unit (2,4-17 U/L)

LDH

165-400 unit (80-192 U/L)

Ammonia serum

20-120µg/dl (11,1-67,0µmol/L)

Kolesterol

150-250 mg/dl (3,90-6,50 mmol/L)

Ester

60% dari total kolesterol (fraksi total kolesterol: 0,60)

Pemeriksaan tambahan: -

Pemeriksaan barium esophagus

-

Foto rontgen abdomen

-

Pemindahan hati dengan preparat techmetium, emes atau rose Bengal yang berlabel radioaktif 

-

Kolesistogram dan kolangiogram

-

Arteriografi pembuluh darah seliaka (celiac axis)

-

Splenoportogram (venografi portal lienalis)

8. Penatalaksanaan dari penyakit kulit kuning a. Penanganan secara Non Farmakologi : 1) Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari). 2) Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan. 3) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini. 4) Fototerapi : terdiri atas pemberian lampu fluoresen ke kulit bayi yang terpajan. Cahaya membantu eksresi bilirubin dengan cara fotoisomerasi, yang mengubah struktur bilirubin menjadi bentuk larut ( lumirubin ) agar eksresinya lebih mudah.

9

b. Penanganan secara farmakologi 1) Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui trasfusi tukar. 2) Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin, misalnya glukosa pada

keadaan hipoglikemia atau menambahkan bahan

untuk memperbaiki transportasi bilirubin misalnya albumin. 3) Stimulasi proses konjungasi bilirubin dengan menggunakan fenobarbital. 9. Diagnosa medis yang mungkin muncul berdasarkan kasus Diagnosa medis yang mungkin muncul berdasarkan kasus adalah ikterus neonatorum. 10. Konsep Medis dan Asuhan Keperawatan Ikterus Neonatorum Konsep Medis Ikterus Neonatorum a. Pengertian

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi

produk

akhir

katabolisme hem

yaitu

bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. b. Klasifikasi

 Ikterus Fisiologis

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini di namakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati. Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali: 1) Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan 2) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi

10

kurang bulan >10 mg/dL. 3) Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam 4) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL 5) Ikterus menetap pada usia >2 minggu 6) Terdapat faktor risiko  Ikterus Patologis

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik: 1) Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan 2) Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL / 24 jam 3) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL. 4) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL 5) Ikterus menetap pada usia >2 minggu 6) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis) 7) Ikterus yang disertai oleh: -

Berat lahir 8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB).  Kernicterus

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher 11

kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental. c. Etiologi dan Faktor Resiko

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena: 1) Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. 2) Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat)  penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. 3) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim glukuronidase di usus dan belum ada nutrien. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan: 1) Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat. 2) Infeksi,

septikemia,

sepsis,

meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi

intra uterin. 3) Polisitemia 4) Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir 5) Ibu diabetes 6) Asidosis 7) Hipoksia/asfiksia 8) Sumbatan traktus digestif

yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum: 1) Faktor Maternal a) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani) b) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) 12

c) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. d) ASI 2) Faktor Perinatal a) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) b) Infeksi (bakteri, virus, protozoa) 3) Faktor Neonatus a) Prematuritas b) Faktor genetik c) Polisitemia d) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl- alkohol, sulfisoxazol) e) Rendahnya asupan ASI f) Hipoglikemia g) Hipoalbuminemia d. Patofisiologi

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronil transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan  jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin 13

tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi. e. Tanda dan Gejala

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: 1) Dehidrasi Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah) 2) Pucat Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. 3) Trauma lahir Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya. 4) Pletorik (penumpukan darah) Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK 5) Letargik dan gejala sepsis lainnya 6) Petekiae (bintik merah di kulit) Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis 7) Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati 8) Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9) Omfalitis (peradangan umbilikus) 10) Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11) Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12) Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi. f.

Penatalaksanaan

Penanganan secara Non Farmakologi : 1) Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari). 14

2) Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan. 3) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini. 4) Fototerapi : terdiri atas pemberian lampu fluoresen ke kulit bayi yang terpajan. Cahaya membantu eksresi bilirubin dengan cara fotoisomerasi, yang mengubah struktur bilirubin menjadi bentuk larut ( lumirubin ) agar eksresinya lebih mudah. Penanganan secara farmakologi 1) Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui trasfusi tukar. 2) Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin, misalnya glukosa pada

keadaan hipoglikemia atau menambahkan bahan

untuk memperbaiki transportasi bilirubin misalnya albumin. 3) Stimulasi proses konjungasi bilirubin dengan menggunakan fenobarbital. i. Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : 1) Pengawasan antenatal yang baik. 2) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain. 3) Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus. 4) Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. 5) Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir. 6) Pemberian makanan yang dini. 7) Pencegahan infeksi.

15

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Ikterus Neonatorum 1. Pengkajian

a. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. b. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. c. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. d. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga

lain

yang

memiliki

yang

sama,

tingkat

pendidikan,

kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988) 2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan a.  Diagnosa Keperawatan : Peningkatan

kadar bilirubin dalam darah

berhubungan dengan kondisi fisiologis. Tujuan : Kadar bilirubin dalam batas normal  Intervensi

:

1) Monitor tanda-tanda vital 2) Monitor bilirubin serum 3) Berikan minum / Asi ekstra 4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi b.  Diagnosa

Keperawatan

:

Peningkatan

suhu

tubuh

berhubungan dengan efek fototerapi Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan  Intervensi :

1) Beri suhu lingkungan yang netral 2) pertahankan suhu antara 35,5 0 - 370C 3) cek tanda-tanda vital tiap 2 jam

16

(hipertermi)

c.  Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan  Intervensi :

1) Kaji warna kulit tiap 8 jam 2) pantau bilirubin direk dan indirek 3) rubah posisi setiap 2 jam 4) masase daerah yang menonjol 5)  jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. d.  Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan Tujuan

: Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang

tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.  Intervensi

:

1) Bawa bayi ke ibu untuk disusui 2) buka tutup mata saat disusui stimulasi sosial dengan ibu 3) anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya 4) libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan 5) dorong orang tua mengekspresikan perasaannya. e.  Diagnosa Keperawatan : Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan. Tujuan

: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi

gejala- gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan  Intervensi :

1) beri penyuluhan pada orang tua mengenai proses penyakit, pengobatan\  2) Berian suport mental 3) Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi f.  Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan efek samping fototherapi Tujuan : Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan

17

 Intervensi :

1) Kaji efek samping foto terapi 2) Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya 3) biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya 4) usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir 5) buka penutup mata apabila diberi minum atau saat tidak di bawah sinar untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; Diagnosa dan Intervensi Keperawatan berdasarkan Kasus: a.  Diagnosa Keperawatan

: Peningkatan kadar bilirubin dalam darah

berhubungan dengan kondisi fisiologis. Tujuan : Kadar bilirubin dalam batas normal  Intervensi

:

1) Monitor tanda-tanda vital 2) Monitor bilirubin serum 3) Berikan minum / Asi ekstra 4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi b.  Diagnosa Keperawatan

: Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang

pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan. Tujuan

: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi

gejala- gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan  Intervensi :

1) beri penyuluhan pada orang tua mengenai proses penyakit, pengobatan\  2) Berian suport mental 3) Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi E. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA

Mahasiswa mampu: 1. Menyebutkan penyakit yang menyebabkan gejala kulit kuning. 2. Menjelaskan struktur anatomi dan fisiologi sehubungan dengan gejala kulit kuning. 18

3. Menjelaskan etiologi dari gejala kulit kuning. 4. Menjelaskan substansi biokimia yang berperan pada gejala kulit kuning. 5. Menjelaskan patofisiologi dari gejala kulit kuning. 6. Menjelaskan gambaran histopatologi dari gejala kulit kuning. 7. Sebutkan pemeriksaan penunjang pada gejala kulit kuning. 8. Menjelaskan penatalaksanaan dari gejala kulit kuning. 9. Menjelaskan diagnosa medis yang mungkin muncul berdasarkan kasus. 10. Menjelaskan konsep medis dan asuhan keperawatan berdasarkan kasus. F. INFORMASI TAMBAHAN

1. Klasifikasi ikterus 2. Penilaian Ikterus Menurut Kramer 3. Alur Tata laksana pada Ikterus Neonatorum 4. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum 5. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah 6. Indikasi tranfusi tukar berdasarkan kadar bilirubin serum 7. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah G. KLARIFIKASI INFORMASI 1. Klasifikasi Ikterus Tanya dan Lihat

Mulai kapan ikterus ?

Tanda / Gejala

Ikterus segera setelah lahir

Klasifikasi

Ikterus patologis

Ikterus pada 2 hari pertama Ikterus pada usia > 14 hari Daerah mana yang ikterus ?

Ikterus lutut/ siku/ lebih

Bayinya kurang bulan ?

Bayi kurang bulan

Warna tinja ?

Tinja pucat

Ikterus usia 3-13 hari

Ikterus fisiologis

Tanda patologis (-) (Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001)

19

2. Penilaian Ikterus Menurut Kramer

Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulang hidung, Hubungan kadar bilirubin dengan ikterus

Derajat Ikterus

Daerah Ikterus

Perkiraan kadar bilirubin (ratarata) Aterm Prematur 5,4 8,9 9,4 11,8 11,4

1 2 3

Kepala sampai leher Kepala, badan sampai dengan umbilikus Kepala, badan, paha sampai dengan lutut Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan 4 prgelangan tangan dan kaki 15,8 13,3 Kepala, badan, semua ekstremitas sampai 5 dengan ujung jari (Sumber: Rachma F. Boedjang, Penatalaksanaan Ikterus Neonatal, Ikterus pada Neonatus, FKUI, 1984.)

20

3. Alur Tata laksana pada Ikterus Neonatorum

21

4. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum Usia

Bayi Cukup Bulan Sehat mg/dL µmol/l

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 dan seterusnya

15 18 20

260 310 340

Dengan Faktor Risiko a mg/dL µmol/l

Kuning terlihat pada bagian tubuh manapun b 13 16 17

220 270 290

a faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis. b Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

5. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah Berat Badan (gr)

< 1000

Kadar Bilirubin (mg/dL)

Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama

4. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum Usia

Bayi Cukup Bulan Sehat mg/dL µmol/l

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 dan seterusnya

15 18 20

Dengan Faktor Risiko a mg/dL µmol/l

Kuning terlihat pada bagian tubuh manapun b

260 310 340

13 16 17

220 270 290

a faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis. b Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

5. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah Berat Badan (gr)

Kadar Bilirubin (mg/dL)

< 1000

Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama

1000 – 1500

7 – 9

1500 – 2000

10 – 12

2000 – 2500

13 – 15

6. Indikasi tranfusi tukar berdasarkan kadar bilirubin serum Usia

Bayi cukup bulan sehat mg/dl

Dengan faktor resiko mg/dl

15 25 30 30

13 15 20 20

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 dan seterusnya

7. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah Berat Badan (gram)

Kadar bilirubin (mg/dl)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF