Tutorial GNAPS Harry

November 24, 2017 | Author: Harry Hamyasa | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

LAB IKA FK UNMUL...

Description

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Tutorial Kasus

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS

oleh: Harry Hamyasa (0808015017) Muhammad Taufik Adhyatma (0808015046)

Pembimbing dr. Fatchul Wahab, Sp. A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie 2013

1

BAB I PENDAHULUAN

Di negara berkembang, glomerulon akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS) masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut (GGA) dan yang sembuh sempurna. Manifestasi klinis yang bervariasi menyebabkan insiden penyakit ini secara statistik tidak dapat ditentukan. Diperkirakan insiden berkisar 028% pasca infeksi streptokokus. Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group A tipe nefritogenik. Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik. Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang-1 8,9 kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit / pioderma, walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi. Protein streptokokus galur nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP). Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik,15 paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5 Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).

2

BAB II LAPORAN KASUS

Identitas pasien Nama

: An. YE

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 7,5 tahun

Alamat

: Jl. Gerilya RT. 078, Samarinda

Anak ke

: 1 dari 3 bersaudara

MRS

: 19 Maret 2013

Identitas Orang Tua •

Nama Ayah

: Tn. H



Umur

: 43 tahun



Alamat

: Jl. Gerilya RT. 078, Samarinda



Pekerjaan

: Swasta



Pendidikan Terakhir

: SMA



Ayah perkawinan ke

:1



Riwayat kesehatan ayah

: tidak ada penyakit



Nama Ibu

: Ny. D



Umur

: 41 tahun



Alamat

: Jl. Gerilya RT. 078, Samarinda



Pekerjaan

: IRT



Pendidikan Terakhir

: SMP



Ibu perkawinan ke

:1



Riwayat kesehatan ayah

: Hipertensi selama ± 2 tahun

Anamnesa Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa pada tanggal 23 Februari 2013 dengan ibu kandung pasien.

Keluhan Utama : Mata kabur 3

Riwayat Penyakit Sekarang : Hari senin pagi SMRS, pasien merasakan kakinya membengkak, namun sorenya menghilang. Pasien awalnya mengalami muntah 1 kali setelah makan popmie saat malam SMRS. Pada saat jam 7 pagi pasien mengalami nyeri pada perut dan pusing, kemudian pasien beristirahat. Jam 10 pagi, saat bangun kembali, pasien merasakan matanya kabur, tidak dapat melihat dengan jelas, dan lama kelamaan menjadi gelap. Pasien juga menjadi bengkak pada bagian muka dan mata. Pasien juga mengalami muntah dan merasakan sesak nafas, yang lalu kemudian dibawa ke IGD. BAB pasien (-) selama 7 hari dan BAK pasien menurut ibunya sebelumnya normal saja. Makan dan minum pasien baik.

Riwayat Penyakit Dahulu : Dua minggu yang lalu, pasien mengalami radang pada tenggorokan dimana pasien mengalami sulit menelan. Pasien mendapat obat dari puskesmas, yakni paracetamol, amoxicilin, dan dua tablet (kuning & merah). Pasien tidak membaik setelah 3 hari diberikan obat, malah pasien menjadi demam. Pada hari ketiga, demam turun dan pasien merasa agak enakan. Tetapi saat malam kemudian, pasien menjadi pucat dan tanggannya dingin, lalu dilarikan ke IGD, dan didiagnosa mengalami syok karena DBD. Pasien dirawat 5 hari di RS dan kemudian diperbolehkan pulang.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Ibu pasien menderita hipertensi ± 2 tahun dan rutin minum obat.

Riwayat Sosio-Ekonomi Keluarga : •

Pasien tinggal dan dirawat oleh ibu dan ayah pasien



Dalam satu rumah dihuni oleh 5 orang, ayah, ibu, pasien, dan 2 adik kandung pasien.



Pasien memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.

Riwayat Saudara-Saudaranya :

I

Kondisi saat Lahir Aterm

Jenis Persalinan Pervaginam

7 thn

Sehat/ Tidak Sehat

II

Premature

SC

3 thn

Sehat

Hamil ke

Usia

Umur Sebab Meninggal Meninggal

4

III

Aterm

Pervaginam

6 bln

Sehat

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak : Berat badan lahir

: 3.250 gram

Panjang badan lahir

: 51 cm

Berat badan sekarang

: 25 kg

Tinggi badan sekarang

: 125 cm

Gigi keluar

: ibu lupa

Tersenyum

: 3 bulan

Miring

: 2 bulan

Tengkurap

: 5 bulan

Duduk

: 6 bulan

Merangkak

: 7 bulan

Berdiri

: 8 bulan

Berjalan

: 11 bulan

Berbicara 2 suku kata

: 8 bulan

Masuk TK

:-

Sekarang kelas

: 1 SD

Makan Minum anak : ASI

: 1 minggu

Alasan

: Anak tidak mau menyusu

Susu sapi/buatan

: 2 minggu – 1 tahun

Jenis susu

: SGM

Takaran

: > 6 kali/hari

Buah

: 1,5 tahun

Bubur susu

: 1 tahun

Tim saring

: 1,5 tahun

Makanan padat, lauknya

: 2 tahun

Pemeliharaan Prenatal Periksa di

: Puskesmas

Penyakit Kehamilan

:-

Obat-obatan yang sering diminum

: Vitamin dan Tablet Besi 5

Riwayat Kelahiran : Lahir di

: BPS, ditolong oleh : Bidan

Berapa bulan dalam kandungan

: 9 bulan

Jenis partus

: Spontan Pervaginam

Pemeliharaan postnatal : Periksa di

: Puskesmas

Keadaan anak

: Sehat

Keluarga berencana

: Tidak

IMUNISASI Imunisasi

Usia saat imunisasi I

II

III

IV

Booster I

Booster II

BCG

(+)

////////////

////////////

////////////

////////////

////////////

Polio

(+)

(+)

(+)

(+)

-

-

Campak

(+)

-

////////////

////////////

////////////

////////////

DPT

(+)

(+)

(+)

////////////

-

-

Hepatitis B (+)

(+)

(+)

//////////

-

-

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 23 Maret 2013 Kesan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: E4M6V5

Tanda Vital 

Frekuensi nadi

: 100 x/menit, kuat angkat, reguler



Frekuensi napas

: 32 x/menit



Temperatur

: 36,6º C

Berat badan

: 25 kg

Panjang Badan

: 125 cm 6

Status Gizi

: Gizi Baik (kurva CDC diantara -2SD dan +2SD)

7

Kepala Rambut

: Hitam, ubun-ubun datar

8

Mata

: Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks Cahaya (+/+), Pupil: Isokor (3mm/3mm), edema palpebra (-).

Hidung

: Sumbat (-), Sekret (-), PCH (-), Bau (-)

Telinga

: Bersih, Sekret (-)

Mulut

: Lidah normal, faring Hiperemis (-), pembesaran tonsil (-), mukosa bibir normal, ada karies gigi seri.

Leher Pembesaran KGB (-), bengkak bawah telinga (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran parotis (-).

Thoraks Inspeksi

: Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (-)

Palpasi

: Fremitus raba dekstra sama dengan sinistra

Perkusi

: Sonor di semua lapangan paru

Auskultasi

: Paru : bronkovesikuler dan vesikuler, Ronki (-/-), wheezing (-/-) Jantung : S1S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen Inspeksi

: Tampak datar

Palpasi

: Soefl, nyeri tekan (+)

Perkusi

: hypertimpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas

, organomegali (-), turgor kulit baik

: Akral hangat (+), oedem (-)

1.1.1 Status Neurologicus 

Kesadaran Composmentis, GCS E4V5M6



Kepala Bentuk normal, simetris. Nyeri tekan (-)



Leher Sikap tegak, pergerakan baik, kaku kuduk (+)

9



Pemeriksaan Saraf Kranialis Pemeriksaan Saraf Kranialis

Kanan

Kiri

Olfaktorius (I) 

Subjektif



Objektif (teh, kopi)

Normal

Optikus (II) 

Tajam penglihatan (Subjektif)

6/6



Lapangan pandang (Subjektif)

Normal



Melihat warna

Normal

Okulomotorius (III) 

Sela mata

Normal

Normal



Pergerakan mata kearah superior,

Normal

Normal

medial, inferior 

Strabismus

(-)

(-)



Nystagmus

(-)

(-)



Refleks pupil terhadap sinar

(+)

(+)



Pupil besarnya

3 mm

3 mm

Normal

Normal

Troklearis (IV)  Pergerakan mata torsi superior Trigeminus (V) 

Membuka mulut

Normal



Mengunyah

Normal



Menggigit

Normal



Sensibilitas muka

Normal

Abdusens (VI)  Pergerakan mata ke lateral Fasialis (VII)

Normal

Normal



Mengerutkan dahi

Normal



Menutup mata

Normal



Memperlihatkan gigi

Normal



Sudut bibir

Normal

Vestibulokoklearis (VIII) 

Fungsi pendengaran (Subjektif)

(+)

(+)

Glossofaringeus (IX) 10



Perasaan lidah (bagian belakang)

Normal



Refleks muntah

Normal

Vagus (X) 

Bicara

Normal



Menelan

Normal

Assesorius (XI) 

Mengangkat bahu



Memalingkan kepala

Normal

Normal

(+)

(+)

(+)

(+)

Normal

Normal

Kanan

Kiri

(+)

(+)

5

5

Normal

Normal

Hipoglossus (XII)





Pergerakan lidah



Artikulasi

Anggota Gerak Atas 

Anggota Gerak Atas

Motorik 

Pergerakan



Kekuatan



Tonus

Sensibilitas 

Taktil

(+)

(+)



Nyeri

(+)

(+)

Refleks fisiologis 

Biseps

Normal

Normal



Triceps

Normal

Normal

Refleks patologis





Tromner

(-)

(-)



Hoffman

(-)

(-)

Kanan

Kiri

(+)

(+)

Anggota Gerak Bawah 

Anggota Gerak Bawah

Motorik 

Pergerakan

11



Kekuatan



Tonus

5

5

Normal

Normal

Sensibilitas 

Taktil (raba)

(+)

(+)



Nyeri

(+)

(+)

Refleks fisiologis 

Patella

Normal

Normal



Achilles

Normal

Normal

Refleks patologis 

Babinski

(-)

(-)



Chaddock

(-)

(-)



Schaefer

(-)

(-)



Oppenheim

(-)

(-)



Clonus paha

(-)

(-)



Clonus kaki

(-)

(-)

Pemeriksaan tambahan 

Tes Lasseque

(-)

(-)



Tes Patrick

(-)

(-)



Tes Kernig

(-)

(-)



Tes Brudinzki I

(-)

(-)



Tes Brudinzki II

(-)

(-)

-

Koordinasi, Gait, Keseimbangan: Normal

-

Gerakan-gerakan abnormal : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Lab 21 Maret 2013 Leukosit

4.700

Hb

9,8

Hematokrit

24,5 %

Trombosit

292.000

GDS

85

Ureum

97,0 12

Creatinin

2,3

Pemeriksaan Lab

22 Maret 2013

Albumin

3,4

Natrium

143

Cholesterol

170

Kalium

4,4

Ureum

64,6

Chlorida

114

Creatinin

1,7

Urin Lengkap: 

Berat Jenis

1,010



Ketone

-



Nitrit

-



Leuko

+



HB / Darah

+



Warna

Kuning



Kejernihan

Jernih



pH



Protein



Glukosa



Bilirubin



Sel epitel



Leukosit



Eritrosit



Kristal

7,0 + 5-10 0-2 -

DIAGNOSIS : Diagnosis sementara

: Glomeluronefritis Akut Pasca Streptokokus

Diagnosa lain

:-

PENATALAKSANAAN

:

-

D5 ½ NS 1500 cc/hari

-

Captorpil 3 x 4 mg tab

-

Lasix 3 x 10 mg tab

-

Amoxicilin 3 x 2 cth

-

Cefotaxim 2 x 125 mg inj IV 13

Prognosa : Dubia

Lembar Follow-Up Tanggal

Perjalanan Penyakit

Pengobatan

22-03-13

S : mata Kabur (+), batuk pilek (+)



D5 ½ NS 1500 cc/hari

BB : 25 Kg

O : CM, TD: 120/80 mmHg, HR: 100



Prednison (tunggu Hasil)

x/i, RR: 24 x/i, T: 36,9 C, edema



Diet TKCPCG

palpebra (+), Faring Hiperemis (+)



Amoxicilin 3 x 2 cth

A : GNA



Cefotaxim inj Stop

S : Pusing (+), mata kabur (+), Batuk



D5 ½ NS 1500 cc/hari



Lasix tab 3 x 10 mg



Amoxicilin 3 x 2 cth

Perawatan H1

23– 03 – 2013 BB : 25 Kg Perawatan H2

0

Pilek (+) O : CM, TD: 120/80 mmHg, HR: 96 0

x/i, RR: 21 x/i, T: 36,7 C, edema palpebra (+), faring hiperemis (+) A : GNA

14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GLOMERULONEFRITIS AKUT 2.1.1. DEFINISI Glomerulonefritis

akut

juga

disebut

dengan

glomerulonefritis

akut

post

sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.7 Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.3 2.1.2. ETIOLOGI Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi

kuman

streptokokus

beta

hemolitikus

ini

mempunyai

resiko

terjadinya

glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7 Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa : 1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina 2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A 3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4 15

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: 1. Bakteri :

streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll 2. Virus

:

hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl 3. Parasit

: malaria dan toksoplasma 1,8

2.3.2.1. Streptokokus Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10 S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu: a.

Sterptolisin O

adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9 1. Sterptolisin S Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat 16

dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9

Gambar 1. Bakteri Sterptokokus 10 Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.9 2.3.3. Patofisiologi Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah 17

pada

mikroskop

imunofluoresensi,

pada

pemeriksaan

cahaya

glomerulus

tampak

membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2

Gambar 2. Patofisiologi GNAPS Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.11 Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen 18

glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.12,13 Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7 Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.7 Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara selsel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13 Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

19

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2 Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.4 2.3.4. Prevalensi GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.3,7,8,11 2.3.5. Gejala Klinis Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi

20

Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8

Gambar 3. Proses terjadinya proteinuria dan hematuria 14 Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7

21

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 1,2 2.3.6. Gambaran Laboratorium Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,4,7 Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.2,12 Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum 22

meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7 Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1 2.3.7. Gambaran patologi Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 5. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20× Keterangan gambar : Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

23

Gambar 6. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Gambar 7. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron keterangan gambar : gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 8. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi

24

keterangan gambar : gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence” 2.3.8. Diagnosis Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk

menegakkan

diagnosis.

Tetapi

beberapa

keadaan

lain

dapat

menyerupai

glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,2,7,12 Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.1,2,7,12 Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria

masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok

dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok

25

sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 100 kesatuan Todd. 1,2 Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,2,7 2.3.9. Diagnosis Banding GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah : 1. Nefritis IgA Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas. 2. MPGN (tipe I dan II) Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia. 3. Lupus nefritis Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria 4. Glomerulonefritis kronis Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut. 2.3.10. Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. 2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya

glomerulonefritis,

melainkan

mengurangi

menyebarnya

infeksi 26

Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. 3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. 4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. 5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga. 1. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972). 2. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11

27

2.3.11. Komplikasi 1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan. 2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. 3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.1,3,4,7 2.3.13. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1,12 Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik. 1,4,12

28

Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.1,4,12

29

BAB IV PEMBAHASAN

A. Anamnesis Teori

Fakta

Anamnesis 

Kasus klasik atau tipikal diawali



dengan infeksi saluran napas atas

mengalami radang pada

dengan nyeri tenggorok dua

tenggorokan dimana pasien

minggu mendahului timbulnya

mengalami sulit menelan. 

sembab1 Gejala Klinis 

Dua minggu yang lalu, pasien

Pusing (+), mata kabur (+), Batuk Pilek (+)

Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu

B. Pemeriksaan Fisik Teori

Fakta dijumpai



Kesadaran : CM,

hipertensi pada hampir semua pasien



Vital Sign : TD: 120/80 mmHg,

Pada

pemeriksaan

fisis

HR: 96 x/i, RR: 21 x/i, T: 36,70 C

GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi

pada

mendadak

tinggi

GNAPS selama

3-5

dapat



Pemeriksaan Fisik: edema

hari.

palpebra (+), faring hiperemis (+),

Setelah itu tekanan darah menurun

Nyeri tekan perut kiri (+), asites(-)

perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne

dan

dispne.

Gejala

gejala

tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi

30

glomerulus (LFG)

C. Diagnosis Teori 

Fakta

Tanda glomerulonefritis yang

Albumin : 3,4

khas pada urinalisis, bukti adanya

Cholesterol : 170

infeksi streptokokus secara

Ureum : 64,6

laboratoris dan rendahnya kadar

Creatinin : 1,7

komplemen C3 mendukung bukti Urin Lengkap:

untuk menegakkan diagnosis 

Pemeriksaan urin sangat penting



Berat Jenis : 1,010

untuk

diagnosis



Ketone : -

nefritis akut. Volume urin sering



Nitrit : -

berkurang dengan warna gelap



Leukosit : +

atau kecoklatan seperti air cucian



HB / Darah : +

daging. Hematuria makroskopis



Warna : Kuning

maupun

dijumpai



Kejernihan : Jernih

pasien.



pH : 7,0

Eritrosit khas terdapat pada 60-



Protein : -

85% kasus, menunjukkan adanya



Glukosa : -

perdarahan

glomerulus.



Bilirubin : -

Proteinuria biasanya sebanding



Sel epitel : +

dengan derajat hematuria dan



Leukosit: 5-10



Eritrosit : 0-2



Kristal : -

pada

menegakkan

mikroskopis

hampir

semua

ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran nefrotik.

D. Tatalaksana Teori 1. Istirahat

mutlak

Fakta selama

3-4

-

D5 ½ NS 1500 cc/hari

minggu. Dulu dianjurkan istirahat

-

Captorpil 3 x 4 mg tab 31

mutlah selama 6-8 minggu untuk

-

Lasix 3 x 10 mg tab

memberi kesempatan pada ginjal

-

Amoxicilin 3 x 2 cth

untuk menyembuh.

-

Cefotaxim 2 x 125 mg inj IV

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama

10

terhadap

hari.

Jika

golongan

alergi

penisilin,

diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. 3. Makanan.

Pada

fase

akut

diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. 4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya

reserpin

diberikan

peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

32

BAB V KESIMPULAN Glomerunefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1. GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui. Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah : hematuria, oliguria, edema, hipertensi. Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal. Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus. Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak begitu baik.

33

DAFTAR PUSTAKA 1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta. 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta. 3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta. 4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed Maret 8th, 2013. 5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed Maret 8th, 2013. 6. markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta. 7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html. Accessed Maret 8th, 2013. 8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed Maret 8th, 2013. 9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klari fikasiHistopatologik.html. Accessed Maret 8th, 2013. 10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaA nak.html. Accessed April 8th, 2009. 11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed Maret 8th, 2013. 12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed Maret 8th, 2013. 13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed Maret 8th, 2013.

34

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF