Tuli Konduktif Ad E.C Serumen Prop

August 25, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Tuli Konduktif Ad E.C Serumen Prop...

Description

 

LAPORAN KASUS  TULI KONDUKTIF AURICULA DEXTRA ET CAUSA SERUMEN PROP 

Disusun Oleh:  Farras Cahya Puspitha Intan Siti Hulaima

1618012085   1618012045 

Perceptor:   dr. Rina Hayati, M.Ked (ORL-HNS), Sp. THT-KL  

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT- KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG RSUD PROVINSI Dr. H. ABDUL MOELOEK   BANDAR LAMPUNG  2018

 

 

KATA PENGANTAR  

Puji dan syukur syukur kami ucapkan atas ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun laporan kasus ini yang berjudul

“T uli uli

 Konduktif Auricula Dextra et cause Serumen Serumen Prop”. Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam kepanitraan klinik pada bagian THT-KL RSUD dr. H. Abdul Muluk, Bandar Lampung.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini, baik dari isi,  bahasa, analisis dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu  pengetahuan untuk untuk kita semua.

Bandar Lampung, Agustus 2018

Penulis

 

BAB I PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang 

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit. Indera pendengaran berperan  penting pada partisipasi partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, serta kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji pendengaran yakni : gangguan konduktif, gangguan sensorineural dan gabungan keduanya atau tipe campuran.

Tuli sensorineural disebabkan oleh kerusakan pada koklea atupun retrokoklea. Tuli sensorineural dapat bersifat akut (acute sensorineural deafness) yakni tuli sensorineural yang terjadi tiba-tiba dimana penyebab tidak diketahui dengan pasti dan chronic sensorineural deafness tuli sensorineural yang terjadi secara perlahan (Cody, 1992).

Tuli konduktif terjadi akibat tidak sempurnanya fungsi organ yang berperan menghantarkan bunyi dari luar ke telinga dalam. Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif.

Setiap masalah di telinga luar atau tengah yang mencegah terhantarnya bunyi dengan tepat dinamakan gangguan pendengaran konduktif. Gangguan pendengaran konduktif  biasanya pada tingkat ringan ringan atau menengah, pada rentang 25 hingga 65 desibel.

Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran konduktif bersifat sementara. Pengobatan atau bedah dapat membantu tergantung pada penyebab khusus masalah  pendengaran tersebut. Gangguan pendengaran konduktif juga dapat diatasi diatas i dengan alat  bantu dengar atau implan implan telinga tengah.

 

Serumen merupakan campuran dari material sebaseus dan hasil sekresi apokrin dari glandula seruminosa yang berkombinasi dengan epitel deskuamasi dan rambut umumnya serumen dapat ditemukan di kanalis akustikus eksternus. Bila lama tidak dibersihkan serumen akan menimbulkan sumbatan pada kanalis akustikus eksternus. Keadaan ini disebut serumen obturans (serumen yang menutupi kanalis akustikus eksternus). Sumbatan serumen kemudian dapat menimbulkan gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu. Sumbatan serumen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi antara lain dermatitis kronik liang telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen yang banyak dan kental, adanya benda asing di liang telinga, eksostosis di liang telinga, terdorongnya serumen oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi, dan kebiasaan mengorek telinga. Bila terjadi pada kedua telinga maka serumen obturans ini menjadi salah satu penyebab ketulian pada penderita. Suara dari luar tak dapat masuk ke dalam telinga dan dengan demikian suara tidak dapat menggetarkan oleh membran timpani



 

BAB II STATUS PASIEN 

I.

IDENTITAS PASIEN

 Nama

: Tn. UL

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 47 tahun

Alamat

: Sekampung Udik, Lampung Timur

Agama

: Islam Status

: Menikah Pekerjaan Swasta Tanggal periksa

: : 31

Juli 2018

II.

ANAMNESIS 

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 31 juli 2018 di Poli THT-KL RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

Keluhan utama: pendengaran berkurang pada telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu Keluhan tambahan : telinga kanan terasa penuh

Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke Poli THT-KL RSUD Dr. H. Abdul Moeloek dengan keluhan  pendengaran berkurang pada pada telinga kanan sejak 1 minggu minggu yang lalu. Pasien menyangkal adanya nyeri telinga, nyeri kepala, keluar cairan dari telinga, demam, mual, muntah serta kejang. Keluhan dirasakan sejak sekitar satu minggu yang lalu. Pasien sempat membersihkan telinganya dengan cotton bud dan dirasa kurang bersih. Kemudian saat mengorek telinga, telinga pasien terasa seperti tertutup dan mengganjal. Pasien juga merasakan pendengaran yang berkurang. Pasien merasa bahwa suara yang didengarnya  jelas namun pelan, sehingga saat menonton televisi sering membesarkan volume suaranya. Pasien tidak merasakan nyeri pada telinga, hanya han ya mengatakan kurang nyaman karena merasa penuh. Keluhan telinga kanan terasa penuh dirasakan terus menerus dan tidak berkurang selama 1 minggu ini. Riwayat trauma, telinga tertampar dan pemakaian obat ototoksik sebelumnya disangkal. Telinga berdenging,

 

rasa pusing berputar, rasa nyeri di dalam telinga dan keluar cairan tidak dirasakan. Riwayat influenza berat dan sering batuk-pilek disangkal. dis angkal.

Riwayat penyakit dahulu: Riwayat influenza berat dan sering batuk-pilek disangkal. dis angkal.

Riwayat penyakit keluarga: Riwayat hipertensi pada kedua orang tua (+). Riwayat alergi, asma dan diabetes mellitus disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK  

Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital Tekanan darah : 120/70 mmHg  Nadi : 72x/menit Pernapasan

: 14x/menit

Suhu

: 36,6C

Status generalis Kepala

: Normocephal, rambut hitam

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

THT

: Status lokalis

Leher

: Pembesaran KGB (-), JVP normal

Thorax Inspeksi

: Simetris bilateral saat statis dan dinamis

Palpasi

: NT (-), massa (-)

Perkusi

: Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler (+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung Inspeksi

: Ictus cordis tampak pada ICS IV linea midklavikularis kiri

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada ICS IV linea midklavikularis kiri

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi

: BJ 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)



 

Abdomen Inspeksi

: Perut sedikit cembung, simetris

Palpasi

: Supel, NT (-), batas hepar normal, massa (-)

Perkusi

: Timpani (-)

Auskultasi

: Bising usus (+)

Ekstremitas

: Akral hangat, udema kaki (-/-)  (-/-) 

Status lokalis  Pemeriksaan Telinga 

Bagian

Kelainan

Auric Dextra

Bentuk telinga Aurikula

Sinistra   Sinistra  Normotia

Kelainan kongenital

-

-

Peradangan

-

-

Massa

-

-

 Nyeri tarik

-

-

 Nyeri tekan tragus

-

-

Preaurikuler &

Kelainan kongenital

-

-

retroaurikuler

Peradangan

-

-

Massa

-

-

Edema

-

-

Sikatrik

-

-

Fistula

-

-

Pembesaran KGB

-

-

 Nyeri tekan

-

-

lapang

lapang

Kelainan kongenital

-

-

Peradangan

-

-

Massa

-

-

Edema

-

-

Fistula

-

-

Kelainan kulit

-

-

Sekret

-

-

Liang telinga luar

Sempit/lapang



 

Serumen

Serumen (+),

Serumen (+)

warna kuning konsistensi keras Membran timpani

Kondisi

Tertutupi

Intak

serumen Warna

Tidak dapat dinilai

Putih, mutiara

Cone of light

Tidak dapat

(+) arah jam 7

dinilai Kolesteatom

-

-

Granulasi

-

-

Pemeriksaan Pemer iksaan Telinga (setelah dilakukan irigasi serumen) 

Bagian

Kelainan

Auric Dextra

Bentuk telinga Aurikula

Sinistra   Normotia

Kelainan kongenital

-

-

Peradangan

-

-

Massa

-

-

 Nyeri tarik

-

-

 Nyeri tekan tragus

-

-

Preaurikuler &

Kelainan kongenital

-

-

retroaurikuler

Peradangan

-

-

Massa

-

-

Edema

-

-

Sikatrik

-

-

Fistula

-

-

Pembesaran KGB

-

-

 Nyeri tekan

-

-

Lapang

Lapang

Kelainan kongenital

-

-

Peradangan

-

-

Massa

-

-

Liang telinga luar

Sempit/lapang



 

Membran timpani

Edema

-

-

Fistula

-

-

Kelainan kulit

-

-

Sekret

-

-

Serumen

-

-

Kondisi Warna

Intak Putih mutiara

Intak Putih mutiara

Cone of light

(+) arah jam 5

(+) arah jam 7

Kolesteatom

-

-

Granulasi

-

-

Pemeriksaan Pendengaran (sebelum dilakukan ekstraksi) 

Tes Rinne

Tes Weber

Tes Schawabach

Aurikula Dextra

-

Lateralisasi ke

Memanjang

Aurikula Sinistra

+

kanan

Sesuai pemeriksa

Pemeriksaan Pendengaran (setelah dilakukan ekstraksi) 

Tes Rinne

Tes Weber

Tes Schawabach

Aurikula Dextra

+

Tidak ada

Sesuai pemeriksa

Aurikula Sinistra

+

lateralisasi

Sesuai pemeriksa

Pemeriksaan Pemer iksaan Hidung 

Pemeriksaan

Kavum Nasi Dextra

Sinistra   Sinistra

Inspeksi Bentuk

Tampak simetris kanan dan kiri

Sikatrik

-

-

Hematom

-

-

 Nyeri tekan sinus paranasal

-

-

Krepitasi

-

-

Palpasi



 

Massa

-

-

Lapang

Lapang

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Edema (-)

Edema (-)

Hipermis (-)

Hipermis (-)

Hipertrofi (-)

Hipertrofi (-)

Hipermis (-)

Hipermis (-)

Hipertrofi (-)

Hipertrofi (-)

Meatus inferior

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Meatus media

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Massa (-)

Massa (-)

Deviasi (-)

Deviasi (-)

Rhinoscopy anterior Cavum nasi Mukosa cavum nasi

Sekret Konka inferior

Konka media

Septum anterior Rhinoscopy posterior  Nasofaring Koana Konka superior Konka media

Tidak dilakukan pemeriksaan

Kelenjar adenoid Massa   

Pemeriksaan Tenggorok  

Pemeriksaan

Kondisi

Faring & Rongga Mulut Bibir Mukosa mulut

Sianosis (-) Hiperemis (-)

Lidah

Normal

Gusi

Normal

Gigi berlubang

Normal

Palatum durum

Hipermis (-)

Palatum mole

Hipermis (-) 8 

 

Uvula

Hipermis (-), Deviasi (-)

Arkus faring

Hipermis (-), Simetris

Tonsil

Normal, T1 –  T1  T1

Hipofaring & Laring Pita suara

Hipermis (-), Deviasi (-), massa (-)

Epiglottis Esophagus

Hipermis (-) Lapang 

RESUME  A. Anamnesis 

a. Keluhan utama: pendengaran berkurang pada telinga kanan 1 minggu mi nggu yang lalu  b. Riwayat penyakit penyakit sekarang : 1. Pendengaran berkurang (+) 2. Telinga terasa penuh (+) 3. Nyeri telinga, nyeri kepala, demam, mual, muntah muntah serta kejang (-) 4. Riwayat trauma, telinga tertampar dan pemakaian obat ototoksik

5. Telinga berdenging, berdenging, rasa pusing berputar, rasa nyeri nyeri di dalam telinga dan keluar cairan tidak dirasakan 6. Riwayat influenza berat dan sering batuk-pilek disangkal

c. Riwayat penyakit dahulu:  

Riwayat Alergi : disangkal

 

Riwayat Keluhan yang sama : disangkal

 

Riwayat ISPA : disangkal

 

Riwayat Asma : disangkal

d. Riwayat penyakit keluarga:  

Riwayat Alergi : disangkal

 

Riwayat Asma : disangkal

 

Riwayat Hipertensi pada kedua orang tua

 

Riwayat Diabetes Mellitus disangkal

B. Pemeriksaan Fisik   a. Kepala –  leher  leher : Dalam batas normal  b. Telinga Pemeriksaan Rutin Umum Telinga : 9 

 

Pada telinga kanan: MAE

: lapang, hiperemis (-), serumen (+) menutupi membrane timpani

Membran timpani

: tidak dapat dinilai

Pemeriksaan Rutin Khusus

: Tidak dilakukan  dilakukan 

C. Diagnosis  DD : Tuli Konduktif auricula dextra ec serumen prop Tuli sensorineural auricula dextra : Tuli Konduktif auricula dextra ec serumen prop  prop 

Dx

D. Penatalaksanaan   a) Ekstraksi serumen dengan dilunakkan terlebih dahulu menggunakan H2O2 3%  b) Non-medikamentosa  

Hindari aktivitas yang yang berhubungan dengan suara yang yang bising



  Tidak boleh mengorek telinga dengan tangan atau benda benda apapun Tidak boleh kemasukan air/basah sehingga sehingga kegiatan seperti berenang berenang harus

 

dihindari

IV. 

PROGNOSIS  

Ad Vitam

: ad bonam

Ad Functionam

: ad bonam

Ad Sanationam

: ad bonam

10  

 

BAB III TINJAUAN PUSTAKA  

2.1 Anatomi Anatomi Telinga 

Telinga dibagi dibagi atas telinga luar, telinga telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, timpani, tuba eustachius, dan sel-sel mastoid (Oghalai & Brownell, 2008). Bentuk telinga telinga dalam sedemikian kompleksnya kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang berisi endolimfe. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe ya yang ng terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibuler dan koklear. Bagian vestibuliris berhubungan berhubungan dengan keseimbangan, keseimbangan, sementara bagian koklearis merupakan organ pendengaran (Liston & Duvall, 1997).

Gambar 1. Anatomi Telinga (Drake,Vogl & Mitchell, 2009)

11  

 

2. 

Gambar Anatomi telinga

 bagian dalam (Drake,Vogl & Mitchell, 2009) 2.2.1 Vestibulum

Vestibulum adalah bagian pusat dari labirin tulang dan memiliki jendela oval pada dinding lateralnya. Vestibulum berhubungan dengan koklea di bagian anterior dan dengan kanalis semisirkularis di bagian posterosuperior. Pada dinding lateral vestibulum terdapat foramen oval yang ditutupi foot plate stapes beserta ligamentum anulare. Dinding medial vestibulum menghadap ke meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial ini terdapat dua cekungan yaitu cekungan sferis untuk sakulus dan cekungan elips untuk utrikulus. Pada dinding posterior vestibulum terdapat lima lubang kanalis semisirkularis dan di dinding anterior vestibulum terdapat dua lubang yang berbentuk elips ke skala vestibularis koklea (Drake, Vogl & Mitchell, Mit chell, 2009).

2.2.2 Kanalis semisirkularis Terdapat tiga buah kanalis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan lateral yang terletak di atas dan belakang vestibulum. Ketiga kanalis semisirkularis  bermuara pada utrikulus. Bentuk Bentuk kanalis seperti 2/3 lingkaran deng dengan an panjangnya hampir sama yaitu yaitu ± 0,8 mm. Pada salah satu ujung masing- masing kanalis ini melebar disebut ampula dan mengandung sel-sel sel-s el rambut krista yang berisi epitel sensori vestibular dan terbuka ke vestibulum. Struktur reseptor ini disebut krista ampularis terletak memanjang di ujung ampula pada tiap kanal membranosa. Setiap krista terdiri dari sel rambut dan sel s el pendukung (sustenakular) yang dikelilingi oleh bagian gelatinosa (kupula) yang menutupi

12  

 

ampula. Prosesus dari sel rambut melekat pada kupula dan basis sel rambut  berhubungan dekat dengan serabut aferen dari bagian vestibular dari kranial ke nervus VII (Barrett & Ganong, G anong, 2010)

2.2.3 Sakulus dan utrikulus Utrikulus terletak di bagian belakang lekukan dinding atas vestibulum, sakulus  bentuknya jauh lebih kecil tetapi strukturnya sama dan terletak di dalam lekukan lek ukan  bagian bawah dan di depan utrikulus. Sakulus menyokong suatu struktur makula  pada dinding medialnya dalam suatu bidang vertikal yang meluas ke dinding anterior. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang tegak lurus terhadap macula sakulus, utrikulus dan sakulus seluruhnya dikelilingi oleh perilimfe kecuali pada tempat masuknya saraf di daerah makula (Drake, Vogl & Mitchell, 2009).

Di dalam setiap labirin membranosa, di lantai utrikulus terdapat organ otolit (makula). Makula yang lain terletak pada dinding sakulus di posisi semivertikal. Makula mengandung sel pendukung dan sel rambut dikelilingi oleh sebuah membran otolit dimana melekat pada kristal kalsium karbonat yang disebut otolit. Otolit yang disebut juga otokonia atau debu telinga berukuran 3-19

µ m

 pada manusia dan lebih padat dari cairan endolimfe. Prosesus dari sel rambut melekat pada membran. Serabut saraf dari sel rambut bergabung dengan krista dari bagian vestibular saraf kranial ke VII (Drake, Vogl Vogl & Mitchell, 2 2009). 009).

2.2.4 Duktus Koklearis Duktus koklearis disebut juga skala media dan merupakan bagian labirin membran koklea sedangkan bagian labirin tulang koklea disebut skala vestibuli dan skala timpani. Bentuk duktus koklearis ini mengikuti bentuk labirin tulang koklea berupa dua setengah sampai dua tiga perempat  putaran spiral. Duktus koklearis meluas mulai dari basis koklea sampai sampa i ke apek koklea kemudian akan berakhir sebagai saluran buntu pada apeks yang disebut caecum cupulare. Skala vestibuli dan skala timpani pada apeks koklea berhubungan satu sama lain terdapat helikotrema (Barrett & Ganong, 2010). 13  

 

2.2.5 Koklea dan organ corti Koklea merupakan saluran tulang yang menyerupai cangkang siput dan  bergulung 2½ putaran, dengan panjang kurang lebih 35 mm dengan pusatnya yang disebut modiolus. Terbentuknya segitiga dari duktus koklearis dengan sisi dasarnya membentuk batas antara skala media dan skala timpani yaitu membran basilaris dan lamina spiralis pars osseus termasuk di dalamnya sel-sel Claudius, sel-sel Boettcher dan organ Corti. Ligamen spiralis, stria vaskularis, prominensia prominensia spiralis dan sulkus eksternal sebaga sebagaii sisi lateralnya, sisi miringnya adalah membran Reissner dan membran basilaris. Koklea terbagi menjadi 3 ruang y yaitu aitu skala vestibuli (atas), skala media (tengah) dan skala timpani (bawah) (Moller, 2006; Guyton & Hall, 2006; 2006; Gillespie & Müller, 2009).

Gambar 3. Anatomi koklea (Nagashima et al .,., 2005)

Koklea pada telinga dalam mengandun mengandung g sel-sel yang yang

berperan terhadap

 persepsi suara. Koklea terdiri dari labirin tulang, tulang, dimana dalamnya dalamnya terdapat struktur selular yang membentuk labirin membran. membran. Termasuk di dalam labirin tulang adalah adalah kapsul kapsul otik yang yang merupakan batas luar dari koklea dan modiolus, modiolus, tabung tulang yang membentuk sumbu pusat koklea dan mengandung serat 14  

 

saraf auditori dan sel-sel ganglionnya. ganglionnya. Di dalam dalam koklea ada 3 ruang berisi cairan, yaitu skala vestibuli, skala timpani dan skala media dan dipisahkan oleh

membran

basilaris

dan

membran

Reissner. Reissner.

stria

vaskularis

dan

ligamentum spiralis terdapat dekat dengan tulang sepanjang dinding lateral koklea. Organ Corti ,  , yang mengandung sel rambut (3 sel rambut luar dan 1 sel rambut dalam) sebagai sel sensoris dan sel penyokong, berbentuk spiral  pada membran basilaris basilaris (Nagashima et al ., ., 2005).

Koklea terdiri dari berbagai tipe sel spesialisasi, seperti sel rambut sensori, sel pendukung, sel sulkus, SLF yang merupakan tipe sel yang jumlahnya  paling banyak di perilimfe. Karena SLF dianggap salah satu tipe sel di dalam koklea yang jumlahnya paling banyak dan mereka mengeluarkan sitokin dan kemokin setelah stimulasi pro inflamasi, inflamasi, maka maka dianggap SLF adalah responder terbesar terhadap sinyal-sinyal sinyal-sinyal sitokin dan kemokin tersebut. Di dalam organ Corti terdapat sel-sel Hensen, sel-sel Deiters, sel-sel pilar, selsel batas dalam, sel-sel rambut luar dan sel-sel rambut dalam, sulkus dalam dan limbus spiralis yang berisi sel-sel interdental dan membran tektorial. Medial dari dari lamina spiralis pars osseus osseus terdapat kanalis Rosental ya yang ng berisi ganglion spiralis dan berhubungan dengan modiolus modiolus (Moller, (Molle r, 2006; Guyton & Hall, 2006; 2006; Gillespie & Müller, Müller, 2009). 2009).

Skala vestibuli vestibuli dan skala timpani timpani adalah labirin labirin tulang dari koklea yang yang berisi cairan perilimfe. Skala vestibuli vestibuli dan skala timpani saling berhubungan berhubungan di helikotrema pada apeks koklea. koklea. Pada bagian basis basis koklea skala vestibuli  berakhir di foramen ovale dan skala timpani pada foramen foramen rotundum. rotundum. Skala media yang berisikan cairan endolimfe berada di antara skala vestibuli dan skala timpani (Moller, 2006; Guyton & Hall, 2006; 2006; Gillespie & Müller, Müller, 2009). 2009). Cairan  perilimfe memiliki komposisi ion yang yang mirip dengan cairan cerebrospinalis (CSF) dan juga mirip dengan cairan ekstraseluler, dengan konsentrasi natrium (Na+) tinggi dan kalium (K+) rendah. Sedangkan pada endolimfe, memiliki komposisi ion yang hampir sama dengan cairan intraseluler yaitu yaitu konsentrasi natrium (Na+) rendah dan kalium (K+) yang tinggi (Tabel 1) (Gillespie & Müller, 2009).

15  

 

Tabel 1. Komposisi Cairan Koklea Koklea (Gillespie & Müller, 2009) ENDOLIMFE

SKALA VESTIBULI

SKALA TIMPANI 

Na (mM)

1.3

141

148

K (mM) 

157

6

4.2

Ca (mM) 

0.023

0.6

1.3

HCO3 (mM) 

31

21

21

Cl (mM) 

132

121

119

Protein (mg/dl) 

38

242

178

pH 

7.4

7.3

7.3

KOMPONEN

Stria vaskularis terdiri dari 3 lapisan sel yaitu sel marginal, sel intermediet dan sel basal. Sel-sel Sel-sel stria vaskularis vaskularis merupakan satu-satuny satu-satunyaa

sel yang

 berhubungan  berhubung an dengan pembuluh darah di koklea. Stria vaskularis bertanggung bertanggung  jawab dalam menjaga konsentrasi ion kalium dalam cairan endolimfe tetap tinggi dan menjaga potensial endolimfe endolimfe skala media media positif

tetap tinggi tinggi

(Gillespie& Müller, 2009).

Membran basilaris adalah struktur fibrosa yang berlapis-lapis dari lamina spiral pars osseus ke ligamentum spiralis. Elastisitas membran basilaris  bervariasi di sepanjang koklea dari kekakuan dan kelebarannya. kelebarannya. Membran  basilaris tampak kaku dan sempit di daerah basis koklea dan tampak lebih fleksibel dan luas di daerah apeks koklea (Moller, 2006; Guyton & Hall, 2006;; Gillespie & Müller, 2009). 2006

Organ Corti merupakan merupakan rumah dari sel sensoris pendengaran. Organ Corti terletak di sepanjang membran basilaris, dan menonjol menonjol dari basis ke apeks koklea (Despopoulos (Despopoulos & Silbernagl, Silbernagl, 2003). Ukuran org organ an Corti bervariasi secara  bertahap dari basis koklea ke apeks koklea. Organ Corti di basal lebih kecil sedangkan organ Corti di apeks koklea lebih besar (Guyton & Hall, 2006). Organ Corti terdapat sel- sel yang terdiri dari sel sensoris (sel rambut dalam dan sel rambut luar), sel pendukung (sel Deiters, sel Phalangeal dalam), 16  

 

ujung saraf aferen (ganglion spiral spiral tipe 1 dan 2) dan eferen (olivokoklear (olivokoklear medial dan lateral), sel pilar dalam dan luar dan sel Hensen (Moller, 2006; Guyton & Hall, 2006; Gillespie & Müller, 2009).

Organ Corti merupakan merupakan rumah dari sel sensoris pendengaran. Organ Corti terletak di sepanjang membran basilaris, dan menonjol menonjol dari basis ke apeks koklea (Despopoulos (Despopoulos & Silbernagl, Silbernagl, 2003). Ukuran org organ an Corti bervariasi secara  bertahap dari basis koklea ke apeks koklea. Organ Corti di basal lebih kecil sedangkan organ Corti di apeks koklea lebih besar (Guyton & Hall, 2006). Organ Corti terdapat sel- sel yang terdiri dari sel sensoris (sel rambut dalam dan sel rambut luar), sel pendukung (sel Deiters, sel Phalangeal dalam), ujung saraf aferen (ganglion spiral spiral tipe 1 dan 2) dan eferen (olivokoklear (olivokoklear medial dan lateral), sel pilar dalam dan luar dan sel Hensen (Moller, 2006; Guyton & Hall, 2006; Gillespie & Müller, 2009).

Sel rambut merupakan sel sensoris yang menghasilkan impuls saraf dalam menanggapi menangg api getaran membran basilaris. Di organ Corti terdapat 1 deret sel rambut dalam dan 3 deret sel ramb rambut ut luar. Ada sekitar 4.000 4.000 sel rambut dalam dan 12.000 sel rambut luar (Gillespie & Müller, 2009). Bentuk dari sel rambut dalam seperti botol dan ujung sarafnya berbentuk piala yang menyelubunginya, sedangkan bentuk dari sel rambut luar seperti silinder dan ujung sarafnya hanya hanya  pada basis sel (Moller, 2006). 2006).

Badan sel dari kedua sel rambut ini berisikan banyak vesikula dan mitokondria dan di dinding dinding lateralnya terdapat semacam protein membran yang dikenal sebagai sebagai prestin sebagai sebagai motor sel. Selain itu pada pada bahan sel rambut luar terdapat reticulum endoplasma (ER) yang terorganisasi dan

khusus di

sepanjang dinding lateralnya yaitu apical cistern, Hensen Hensen body, subsurface cistern dan dan subsynaptic  subsynaptic cistern (Moller, 2006; 2006; Gillespie & Müller, 2009).

Sel rambut dalam dan luar ini memegang peranan penting pada perubahan energi mekanik menjadi menjadi energi energi listrik. Fungsi Fungsi sel rambut dalam

sebagai

mekanoreseptor utama yang mengirimkan sinyal saraf ke neuron pendengaran ganglion spiral dan pusat pendengaran, sedangkan fungsi sel rambut luar  17  

 

adalah meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan dengan dengan meningkatkan meningkatk an aktivitas membran basilaris pada frekuensi tertentu. Peningk Peningkatan atan gerakan ini disebut cochlear amplifier yang memberikan kemampuan sangat  baik pada telinga untuk menyeleksi frekuensi, telinga menjadi sensitif dan mampu mendeteksi suara yang lemah (Gillespie & Müller, 2009).

Ujung dari sel rambut terdapat berkas serabut serabut aktin yang membentuk membentuk pipa dan masuk ke dalam lapisan kutikuler (stereosilia) (Pawlowsky et al, 2006). Stereosilia dari sel rambut dalam tidak melekat pada membran tektorial dan  berbentuk huruf huruf U sedangkan stereosilia dari sel rambut luar kuat melekat  pada membran tektorial atasnya dan berbentuk huruf W (Pawlowsky et al , 2006).

Pada bagian ujung dari stereosilia terdapat filamen aktin yang terpilin, filamen tersebut nantinya akan dikenal sebagai tip link (Gillespie & Müller, 2009). Tip link menghubungkan ujung stereosilia dengan ujung stereosilia yang lain. Bagian basal dari sel rambut diliputi oleh dendrit dari neuron ganglionik spiralis yang terletak pada bagian modiolus (Gillespie & Müller, 2009 2009). ).

Selain sel rambut dalam dan luar, komponen utama organ Corti yang lain adalah 3 lapis penyokong (sel Deiters, Hensen, Claudius). Membran tektorial dan kompleks lamina retikularis lempeng kutikular (Pawlowsky et al , 2006). Sel-sel pendukung yang mengelilingi sel rambut luar adalah sel Deiters dan sel pilar luar. Sel pilar luar berada di sisi modiolar dari sel rambut luar  baris pertama dan diantara sel rambut luar baris pertama dengan kedua. Sel Deiters berada diantara sel rambut luar baris dua dengan tiga dan di sisi lateral dari sel rambut luar baris tiga. Gabungan dari sel rambut luar dengan sel Deiters dan sel pilar luar menciptakan sebuah penghalang yang kuat antara endolimfe dan perilimfe (Gambar 2.9) (Moller, 2006; Gillespie & Müller, 2009).

18  

 

Gambar 4. Organ Corti (Moller, 2006) 

Membran tektorial tektorial adalah struktur seperti gel yang terdiri dari kolagen, protein dan glukosaminoglikan. Membran tektorial terletak di dekat permukaan lamina retikuler dari organ Corti. Membran tektorial kontak langsung dengan sel rambut luar. Sedangkan untuk sel s el rambut dalam tidak berkontak secara langsung dengan membran tektorial (Moller, 2006).

2.2 Fisiologi Pendengaran 

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang ditransmisikan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Amplitudo getaran membran timpani sesuai dengan intensitas bunyi. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang tulang-tula ng pendengaran (maleus, inkus, stapes) yang berhubung berhubungan an satu sama lain. Ketika gelombang mencapai basis stapes, ia akan menggetarkan fenestra ovale yang merupakan perlekatan perlekatan dari basis stapes ke koklea. Lalu getaran tersebut akan mendorong mendoron g cairan perilemfe pada pada skala vestibuli yang yang ada di koklea di auris interna. Adanya pendesakan cairan perilimfe di skala vestibuli, akan terjadi peningkatan tekanan di skala vestibuli vestibuli tersebut. Tekanan ini ini kemudian akan diteruskan ke skala timpani melalui helikotrema. Cairan pada skala timpani ikut terdesak. Hal ini mengakibatkan tekanan pada skala timpani mengakibatkan timpani meningkat, meningkat, kemudian desakan cairan timpani akan mendorong fenestra rotundum yang terdapat di sebelah lateral dari 19  

 

skala

timpani

ke

arah

lateral.

Karena

sifat

compliance/kelenturan

fenestra

rotundum, maka setelah terdesak ke lateral, ia akan kembali ke posisi semula sehingga tekanan akan terpantulkan kembali ke skala timpani, helikotrema, kemudian

ke skala vestibuli,

begitu

seterusnya.

Getaran

diteruskan

melalui

membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana basilaris ke arah  bawah. Puncak gelombang gelombang yang berjalan di sepanjang membran basilaris yang  panjangnyaa 35 mm tersebut, ditentukan oleh frekuensi gelombang suara. Membran  panjangny  basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar  bila ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang  bernada tinggi pada perilimfe skala vestibuli akan melintasi membran basilaris  bagian basal. Sebaliknya Sebaliknya nada rendah akan menggetarkan menggetarkan bagian membran basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan turun ke perilimfe skala timpani, kemudian keluar melalui

foramen rotundum rotundum ke telinga tengah untuk untuk diredam.

Membran basilaris basilaris merupakan merupakan membran yang membatasi skala timpani dengan skala media. Gerakan membran basilaris ke atas akan membengkokkan membengkokkan stereosilia ke arah stereosilia yang lebih tinggi pada fase

depolarisasi mengakibatkan mengakibatkan terjadinya terjadinya

 peregangan  peregang an pada serabut tip link di puncak stereosilia. Ketika tip link meregang langsung membuka saluran mekanoelekrik

transduksi

(MET)

pada

membran

+ stereosilia dan menimbulkan aliran arus K  ke dalam sel sensoris. Aliran kalium timbul karena terdapat perbedaan potensial endokoklea +80 mV dan potensial potensial   intraseluler negatif pada sel rambut, sel rambut dalam -40 mV dan sel rambut luar -70 mV. Hal tersebut menghasilkan depolarisasi intraseluler yang menyebabkan kation termasuk kalium dan kalsium mengalir ke dalam sel rambut. Masuknya Masuknya ion K + akan mengubah mengubah potensial potensial listrik dalam sel rambut dan mendepolarisasi sel, pada akhirnya sel rambut memendek dengan mempengaruhi motor sel rambut luar atau  prestin (Gacek, 2009).

Membran basilaris bergerak turun, stereosilia membengkok membengkok ke arah yang

terpendek

pada

fase

stereosilia

hiperpolarisasi hiperpolarisasi mengakibatkan mengakibatkan terjadinya

 pengenduran  pengend uran pada serabut tip link di puncak stereosilia maka saluran MET akan tertutup. Bila stereosilia tegak lurus, pembukaan saluran MET tak akan akan berpengaruh berpengaruh.. Tip link ini seperti saluran saluran elastik yang bisa mengendalikan buka tutupnya tutupnya saluran

20  

 

+ MET. Ion K  keluar dari sel rambut luar ke dalam ruang ekstraseluler di sekitar sel rambut luar kemudian masuk ke sel pendukung. Rangsangan suara diub diubah ah menjadi

getaran

 penutupan

membran

saluran

MET

basilaris, pada

dan

mengarahkan

stereosilia

kemudian

pada

pembukaan

menghasilkan

dan

respon

elektrokimia dan akhirnya akhirnya akan mepresentasikan suara pada saraf pendengaran pendengaran (Gacek, 2009).

Serabut-serabutt serabut saraf koklearis berjalan menuju inti koklearis dorsalis dan Serabut-serabu ventralis. Sebagian besar serabut inti melintasi garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus inferior kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan selanjutnya pada lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum dan kemudian ke korteks pendengaran pada lobus temporalis (Gacek 2009).

2.3 Serumen Prop 

2.3.1 Definisi Serumen merupakan substansi normal yang ditemukan di bagian kartilaginosa liang telinga. Serumen ini diproduksi dari sekret kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang ada di kulit sepertiga luar liang telinga. Serumen ini berfungsi sebagai  pertahanan penting dalam upa upaya ya mencegah terjadinya infeksi. Selain itu, serumen  juga berfungsi sebagai elumas dan dapat mencegah terjadinya kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis (Soepardi et.al, et .al, 2010; Liston et.al 1997). 2.3.2 Komposisi dan produksi serumen Kelenjar serumen terdapat di dinding superior bagian kartilaginosa liang telinga. Hasil sekresi dari kelenjar serumen bercampur dengan sekret berminyak kelenjar sebasea dari bagian atas folikel rambut membentuk serumen yang dihasilkan oleh telinga. Serumen membentuk lapisan pada kulit kanalis akustikus eksternus  bergabung dengan lapisan keratin yang bermigrasi untuk membuat lapisan  pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat antibakteri. antibakteri. Terdapat perbedaan  besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi serumen. Pada beberapa orang mempunyai jumlah serumen sedikit sedangkan lainnya cenderung

21  

 

terbentuk massa serumen yang secara periodik menyumbat liang telinga ( Guest MJ et.al, 2004).

Serumen mengandung asam amino, asam lemak, asam neurostearik, asam serotik, trigliserida, hexone, lisozim, immunoglobulin, glikopeptida, dan komponen lainnya, walaupun komposisinya berbeda tergantung dari tipe serumen juga ditemukan. Lemak serumen dan asam amino tampaknya berbeda tergantung dari stratum korneum. Sebagai contoh, stratum korneum yang tidak terkontaminasi tidak menyebabkan penumpukan serumen. Serumen yang basah dilihat dari tingginya tingkat lemak dan pigmen granula, serumen kering lebih dilihat dari rendahnya komponen ini. Serumen yang mengandung 20% lemak, dibandingkan dengan serumen basah mengandung lemak 50% ( Guest MJ et.al, 2004).

Serumen dibagi menjadi dua tipe dasar yaitu tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe t ipe lunak dan tipe keras. 1.

Serumen Tipe Basah Serumen tipe basah adalah serumen bersifat dominan, pada ras kaukasia memiliki kemungkinan lebih dari 80% untuk menghasilkan kotoran telinga yang basah, lengket dan berwarna madu, yang dapat berubah menjadi gelap  bila terpapar debu, benda asing dan partikel-partikel lainnya.

2.

Serumen Tipe Kering Serumen tipe kering sering ditemukan pada ras Mongoloid termasuk Indian Amerika, serumen ini bersisik seperti beras. Serumen tipe kering dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras (Beatrice et.al, 2005).

Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe lunak dan serumen tipe keras: a.

Tipe lunak lebih sering sering terdapat pada pada anak-anak, anak-anak, dan tipe keras keras lebih sering  pada orang dewasa.

 b.

Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan  bersisik.

22  

 

c.

Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada serumen tipe keras.

d.

Tipe keras lebih sering menyebabkan menyebabkan sumbatan, dan dan tipe ini paling sering ditemukan (Beatrice et.al, 2005).

2.3.3 Fisiologi Serumen Serumen umumnya diproduksi oleh dua kelenjar yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang terletak di sepertiga s epertiga bagian luar liang teli telinga. nga. Serumen juga merupakan campuran dari hasil deskuamasi sel epitel, sel s el rambut, debu dan benda asing. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia dan jenis kelamin dengan  produksi serumen. Serumen dikenal dengan sifat antimikroba yang bersifat signifikan karena adanya lisozim ( Guest MJ et.al, 2004).

Serumen dapat membantu menurunkan risiko otitis eksterna akut difusa. Pada keadaan ini pasien mengalami kerusakan epidermis pada kanalis akustikus eksternus, sering disebabkan oleh cara pembersihan telinga yang tidak tepat seperti menggunakan batang korek api, tissue, benda-benda kecil dari logam, cotton bud, dan sebagainya. Bila tidak ada serumen yang menjaga dan melapisi robeknya epidermis maka organisme dapat menginfeksi daerah tersebut (Guest MJ et.al, 2004).

Organisme yang sering menginfeksi antara lain Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococci. Bila suhu dan kondisi tubuh kondusif untuk pertumbuhan, kerusakan epidermis ini akan berkembang menjadi otitis eksterna akut, yang  juga disebut swimmwer’s ear. Bakteri lain yang dapat menginfeksi antara lain Tturicella otitidis, Alloiococcus otitis dan golongan jamur yaitu Candida albicans namun jumlahnya tidak banyak. Serumen yang berlebihan dapat menyebabkan tinitus, vertigo, gatal, nyeri, otitis eksterna dan gangguan  pendengaran ( Guest MJ et.al, 2004). 2004).

Pada keadaan normal serumen ridak akan tertumpuk di liang telinga. Serumen ini akan keluar sendiri pada waktu mengunyah, dan setelah sampai di luar liang telinga akan menguap oleh panas. Misalnya sebuah titik, bila ditempatkan pada 23  

 

 bagian tengah gendang telinga, akan bergerak, semakin ke pinggir gendang telinga dalam waktu 3 minggu dan diantara 6-12 minggu titik itu akan berpindah ke luar kulit meatus dan bergabung dengan kotoran pada bagian lubang telinga. Karena itu pembersihan dari liang telinga sebenarnya tidak dibutuhkan. Sudah dibuktikan bahwa perpindahan epitel selalu terjadi dari membran timpani ke dinding kanal telinga dan membran timpani dinyatakan sebagai titik tengah dari  perpindahan, sementara umbo sebagai sebagai titik pusatnya (Beatrice et.al, 2005).

Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan,  bila konsistensinya lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan paengait dan bila  berbentuk lempengan dapat dipegang dipegang dan dan dikeluarkan dikeluarkan dengan dengan pinset, jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakka dulu dengan minyak atau karbogliserin. karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih. Pembersihan dengan irigasi (penyemprotan) sebaiknya dihindari pada pasien perforasi membran timpani,  pasien dengan riwayat perforasi yang sudah lama sembuh, karena

akan

menyebabkan daerah perforasi menjadi lebih lemah dan mudah rusak Soepardi et.al, 2010)

2.3.4 Fungsi Serumen 1.

Membersihkan Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari proses yang disebut conyevor belt process, hasil dari migrasi epitel ditambah dengan gerakan rahang (jaw movement). Sel-sel terbentuk di tengah membran timpani yang bermigrasi ke arah luar dari umbo ke dinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak ke luar dari kanalis akustikus eksternus. Serumen pada kanalis akustikus eksternus juga membawa kotoran, debu dan partikel-partikel yang dapat ikut ke luar. Gerakan rahang membantu  proses ini dengan menempatkan kotoran yang yang menempel menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan meningkatkan pengeluaran kotoran.

2.

Lubrikasi Lubrikasi mencegah terjadinya pengeringan, gatal, dan rasa terbakarnya kulit kanalis akustikus eksternus disebut asteatosis. Zat lubrikasi diperoleh 24  

 

dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung kolesterol, skualan, dan asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang banyak dan alkohol. 3.

Antibakteri dan Antifungal Fungsi antibakterial telah dipelajari sejak 2960-an, dan banyak studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap beberapa strain  bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan kemampuan kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae, staphylococcus aureus, danescherichia otomikosis

colli.

juga

Pertumbuhan

dapat

dihambat

jamur secara

yang

bisa

signifikan

menyebabkan oleh

serumen.

Kemampuan antimikroba ini dikarenakan adanya asam lemak yang tersaturasi, lisosim dan khususnya pH yang relatif rendah pada serumen,  biasanya 6 pada manusia manusia normal (Shah YR., et al, 2011)

2.3.5 Penyebab Akumulasi Serumen Prop Serumen biasanya berkumpul di lantai kanalis akustikus eksternus, namun terkadang dapat berkumpul dan menyumbat meatus. Penyebab utama serumen terakumulasi dalam saluran telinga meliputi: 1.

Penyakit Obstruksi Saluran Telinga Penyakit saluran telinga dapat terjadi di dalam tulang, jaringan lunak, atau kulit saluran telinga. Hambatan tulang bisa bawaan atau diperoleh dan mungkin berhubungan dengan kelainan kepala dan leher. Hambatan tulang akibat penyakit Paget atau Displasia Fibrosa adalah contoh penyakit yang diperoleh. Pertumbuhan tulang dalam sebuah kanal yang tidak normal (satu osteoma tunggal atau beberapa exostoses). Penyakit infeksi dan dermatologi (misalnya eksterna eksim, otitis) dapat ditemukan di saluran telinga, serta manifestasi kulit dari penyakit sistemik (misalnya lupus eritematus sistemik,  penyakit Crohn, sindrom Sjogren). Gangguan ini cenderung menyebabkan  pengelupasan kulit kanal dan atrofi atau at au hipertrofi dari kelenjar k elenjar sebasea dan seruminosa.

2.

Penyempitan Saluran Telinga Setiap individu memiliki bentuk telinga yang berbeda-beda. Di dalam  bagian telinga dalam terdapat sebuah saluran yang disebut kanal yang  bentuknya berkelok-kelok berkelok-kelok dan sempit. Kanal ini berfungsi sebagai jalan dari 25  

 

hantaran suara dan juga aliran untuk keluarnya serumen. Dengan kondisi anatomi yang berkelok-kelok dan sempit cenderung mengakibatkan  penumpukan serumen. Tumor jaringan yang berada di dalam atau di sekitar saluran telinga juga menyebabkan terjadinya penyempitan saluran telinga. Selain itu rambut telinga yang berlebihan juga dapat menjebak serumen di meatus telinga. Sumber lain dari obstruksi adalah runtuhnya tulang rawan yang membentuk lateral sepertiga dari saluran telinga (misalnya trauma). 3.

Kegagalan Migrasi Epitel Sebagai bagian dari proses penuaan, kelenjar pada kulit saluran telinga cenderung atrofi, menghasilakn serumen lebih keras, kurang cairan yang  bermigrasi jauh lebih lambat keluar dari saluran telinga. Selain itu,  perubahan kronis kulit saluran telinga dapat menyebabkan hilangnya pola migrasi normal dari epitel. Migrasi epitel dan penghapusan serumen dalam saluran telinga juga bisa terjadi sebagai akibat dari benda asing yang ditempatkan di liang telinga (misalnya kapas). Kapas tipped-aplicator (misalnya Q-tips, cotton buds) cenderung mendorong serumen lebih ke dalam saluran telinga t elinga dan dari waktu ke waktu dapat menyebabkan obstruksi lengkap pada beberapa individu. Alat bantu dengar dengan penggunaan  jangka panjang juga merupakan salah satu penyebab akumulasi serumen.

4.

Over Produksi Beberapa individu menghasilkan volume serumen yang berlebihan sehingga akan membatasi kemampuan telinga untuk mendengar (Syah YR et.al, 2011).

2.3.6 Gejala Serumen Prop Serumen atau yang sering disebut dengan kotoran telinga tidak memiliki efek negatif terhadap kesehatan telinga dan tidak perlu dibersihkan secara rutin. Tetapi jika serumen yang dihasilkan oleh telinga berlebihan sehingga menimbulkan gejala seperti nyeri, berdenging, gatal, rasa penuh, vertigo dan gangguan pendengaran perlu dilakukannya tindakan pengobatan seperti serumenolitik, irigasi dan kuretase yang dilakukan oleh ahlinya (Syah YR et.al, 2011).

26  

 

2.3.7 Penatalaksanaan Serumen Prop Mengeluarkan serumen dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: serumenolitik, irigasi, atau kuretase. Pada metode irigasi dan kuretase sebaiknya menggunakan lampu kepala dan spekulum sederhana. 1. Cerumenolytics Agents Cerumenolytics merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan untuk menghancurkan serumen dengan menggunakan tetes telinga. Tetes telinga yang dapat digunakan antara lain minyak min yak mineral, hidrogen peroksida dan cerumenex. Jika tetes telinga ini digunakan dalam jangka waktu lama atau tidak tepat dapat menimbulkan iritasi kulit atau bahkan dermatitis kontak. Zat serumenolitik ini  biasanya digunakan 2-3 kali selama 3-5 hari sebelum pengangkatan serumen. Pada pasien penderita serumen tipe basah biasanya diperlukan tindakan serumenolitik yang bertujuan untuk melembutkan serumen sebelum dikeluarkan,  proses ini akan tercapai dengan menggunakan larutan serumenolitik agen yang digunakan pada liang telinga.

yang bersifat

Terdapat 2 jenis bahan yang sering digunakan dalam proses serumenolitik yaitu aqueos dan organic. a.

Solutio aqueos tersusun atas air yang yang dapat dengan baik memperbaiki memperbaiki masalah sumbatan serumen dengan melunakkan serumen. Komposisi solutio aqueos terdiri dari:

 b.

-

10% sodium bikarbonat B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)

-

3% hidrogen peroksida 2% asam asetat

-

Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride

Solusio organic berfungsi sebagai lubrikan, dan tidak berefek mengubah integritas keratin skuamosa. Komposisi dari solutio organic adalah: - Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine. - Various organic organic liquids (propylene (propylene glycerol, glycerol, almond oil, mineral oil,  baby oil, olive oil) - Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene) - Cerumenex (triethanolamine polypeptides, dan oleate-condensate) 27  

 

- Docusate, sebagai active ingridient ingridient ditentukan pada laxatives Tindakan serumenolitik dengan menggunakan bahan solusio organik dapat menimbulkan reaksi sensitivitas seperti dermatitis kontak. Proses  pembersihan serumen yang tidak tuntas dapat menyebabkan timbulnya infeksi jamur, dan akan timbul komplikasi seperti perforasi bila terdapat otoksisitas. 2.

Irigasi (Syringing) Irigasi merupakan cara yang halus untuk membersihkan liang telinga luar yaitu dengan cara memasukkan air ke dalam liang telinga, tindakan ini hanya boleh dilakukan bila membran timpani dalam keadaan utuh dan  pernah diperiksa sebelumnya. Perforasi membran timpani memungkinkan masuknya larutan yang terkontaminasi ke telinga tengah dan dapat menyebabkan otitis media. Semprotan air yang terlalu keras ke arah membran timpani yang atrofi dapat menyebabkan perforasi. Pada metode irigasi, larutan irigasi dialirkan di kanalis telinga yang sejajar dengan lantai, kemudian mngambil serumen dan debris dengan larutan irigasi menggunakan air hangat (37oC), larutan sodium bikarbonat atau cuka bisa digunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Irigasi air dengan menggunakan spuit logam khusus juga sering dilakukan. Akhir-akhir ini sebagian dokter lebih memilih suatu alat irigasi yang biasa digunakan pada kedokteran gigi. Dengan cara liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang dengan pandangan langsung, arus air diarahkan sepanjang dinding superior liang telinga luar sehingga arus yang kembali mendorong serumen dari belakang. Dalam melakukan irigasi perlu  berhati-hati agar tidak merusak membran timpani.

 Namun, pada sejumlah kasus, sekalipun irigasi telah beberapa kali dilakukan, pasien masih saja mengeluhkan telinga yang tersumbat dan pada  pemeriksaan masih terdapat sumbatan yang besar. Pada kasus demikian, kadang-kadang perlu dilakukan tindakan penghisapan. Penghisapan untuk mengeluarkan serumen yang basah dan untuk mengeringkan liang telinga.

28  

 

3.

Kuretase Metode kuretase ini paling sering dilakukan pada orang Asia Timur karena sebagian besar orang Asia Timur memiliki kotoran telinga jenis kering. Alat-alat yang membantu dalam membersihkan kanalis akustikus eksternus adalah jerat kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann yang halus. Yang penting pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan lembut karena liang telinga sangat sensitif terhadap alat-alat. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret, apabila dengan cara ini kotoran telinga sulit dikeluarkan, dapat diberikan karbogliserim 10% terlebih dahulu selama 3 hari untuk melunakkannya (Guest MJ et.al, et .al, 2004).

Selain itu, bisa juga dengan menggunakan aplikator logam berujung kapas. Massa serumen yang keras harus lebih dahulu dilunakkan sebelum  pengangkatan untuk menghindari trauma. Zat yang dapat digunakan adalah adal ah gliserit peroksida dan dipakai 2-3 hari sebelum dibersihkan. Obat pengencer serumen harus digunakan hati-hati karena enzim atau bahan kimianya sering dapat mengiritasi liang telinga dan menyebabkan otitis eksterna (Guest MJ et.al, et .al, 2004, Syah YR, 2011).

Pada penderita serumen obturans dianjurkan untuk memeriksakan keadaan telinganya setiap 6 bulan sekali. Kotoran telinga yang berlebihan harus dibersihkan dengan beberapa metode dan metode tersebut harus dilakukan oleh ahlinya karena pembersihan kotoran telinga merupakan prosedur yang rumit. Apabila prosedur pembersihan tidak benar maka akan mengakibatkan konsekuensi serius tersebut (Guest MJ et.al, 2004, Syah S yah YR, 2011). . 2.4 Gangguan Pendengaran  

Jenis Gangguan Pendengaran a. Gangguan pendengaran Konduktif  Konduktif  

Gangguan pendengaran konduktif terjadi akibat adanya abnormalitas pada telinga luar atau telinga tengah, yang dapat mencakup kelainan dari membran tympani. Kelainan telinga luar yang menyebabkan menyebabkan tuli konduktif adalah: a. Otalgia, rasa nyeri di dalam telinga. 29  

 

 b. Atresia liang telinga, telin ga, Malformasi lengkap dari saluran telinga eksternal disebut atresia. Ini dapat dilihat bersama dengan malformasi lengkap atau sebagian dari  pinna (telinga luar) dan ditemukan pada saat lahir. Hal ini jarang terkait dengan kelainan bawaan lainnya dan yang paling sering hanya pada satu sisi (unilateral). c. Sumbatan oleh serumen, Kotoran telinga dapat diidentifikasi dengan  pemeriksaan medis dan biasanya dapat dihilangkan dihilangkan dengan cepat. d. Sumbatan benda benda asing, asing, Hal ini juga mudah mudah diidentifikasi pada pada pemeriksaan pemeriksaan dan  biasanya dapat dibersihkan di poli klinik. Kadang-kadang, anestesi singkat diperlukan untuk prosedur ini pada pada anak-anak. Umumnya benda

asing

termasuk manik-manik dan kacang pada anak-anak dan kapas atau ujung kapas-tipped aplikator pada orang dewasa. Jarang, Kadang binatang hidup seperti kecoa yang dapat menyebabkan gatal, nyeri n yeri dan kebisingan. e.

Otitis eksterna sirkumskripta,infeksi pilosebaseus oleh  staphylococcus aureus atau  staphylococcus albus. albus. Rasa nyeri yang hebat yang tidak sesuai dengan  besar bisul.

f.

Otitis eksterna maligna, Otitis Eksterna Maligna merupakan infeksi telinga telinga luar yang ditandai dengan adanya jaringan granulasi pada liang telinga dan nekrosis kartilago dan tulang liang telinga hingga meluas ke dasar tengkorak. Keadaan ini sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus atau pasien dengan immunocompromised.

g. Osteoma liang telinga (Moller, (Moller, 2006).

Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah a. Sumbatan tuba eustachius, dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti  peradangan di nasofaring, peradangan peradangan adenoid atau tumor nasofaring nasofaring..  b. Otitis media, c.

Otosklerosis, berupa berupa berkurangnya getaran tulang pendengaran dikarenakan adanya pertumbuhan tulang yang abnormal yang penyebab pastinya belum diketahui. Hilangnya pendengaran terkait dengan otosklerosis kemungkinan untuk perlahan-lahan kemajuan dari waktu ke waktu.

d. Timpanosklerosia, membran timpani yang menunjukkangambaran bercak bercak putih tebal atau menjadi putih dan tebal seluruhnya akibattimbunan kolagen terhialinisasi pada bagian tengahnya yang disebabkan proses autoimun 30  

 

e. Hemotimpanum, terdapatnya darah pada kavum kavum timpani dengan membrana timpani berwarna merah atau biru. Warna tidak normal ini disebabkan oleh cairan steril bersama darah di dalam telinga tengah. Keadaan ini dapat menyebabkan tuli konduktif, biasanya biasanya ada sensasi penuh atau tekanan. Hemotimpanum bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi lebih kepada suatu gejala dari penyakit

f.

yang sering disebabkan oleh karena trauma. Dislokasi tulang pendengaran yaitu pada fraktur os temporal temporal dan trauma trauma iatrogenik pada ekstraksi benda asing di telinga t elinga tengah (Moller, 2006).

Abnormalitas yang terjadi dapat mengurangi intensitas efektif dari hantaran udara menuju koklea, tetapi tidak mempengaruhi hantaran tulang. Oleh karena itu, ambang hantaran tulang lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10 dB atau lebih dan normal (Kurtz, 2016; Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

b. Gangguan pendengaran Sensorineural Sensorineu ral  Gangguan pendengaran sensorineural (perseptif) disebabkan oleh kelainan pada

koklea, nervus VII atau di pusat pendengaran. Pada jenis gangguan pendengaran sensorineural, telinga luar dan telinga tengah tidak mengurangi intensitas hantaran,  baik hantaran udara maupun hantaran tulang dalam merangsang koklea. Oleh sebab itu, gangguan pendengaran sensorineural memiliki ambang hantaran tulang sama dengan ambang hantaran udara dan keduanya tidak normal (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014).

Gangguan pendengaran sensorineural terjadi karena terdapatnya gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak. Gangguan pendengaran sensorineural disebut juga dengan gangguan pendengaran saraf atau gangguan pendengaran perseptif. Gangguan pendengaran sensorineural ini dibagi dua, yaitu tuli koklea dan tuli retrokoklea. (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014).

Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau mekanisme  penghantar pada koklea. Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas 31  

 

ambang dengar. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB, sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB. (Dorland, 2012).

Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali (Dorland, 2012;. Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014).

Gangguan pendengaran sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis. Beberapa kelainan yang termasuk gangguan pendengaran sensorineural adalah presbikusis, gangguan  pendengaran akibat bising (NIHL), penyakit ménière, dan lesi retrokoklear seperti schwannoma vestibular. (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014; Kurtz, 2016; Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

Derajat Gangguan Pendengaran   

Normal (0-25 dB) Pada level ini, pendengaran berada dalam batas normal.

 

Gangguan pendengaran ringan (26-40 dB) Gangguan pendengaran ringan dapat menyebabkan inatensi, kesulitan menekan kebisingan latar belakang (background) dan meningkatkan usaha untuk mendengar. Pasien pada derajat kegangguan pendengaranan ini mungkin tidak dapat mendengar suara halus. Pasien anak-anak akan merasa lelah setelah mendengar dalam waktu yaang lama.

 

Gangguan pendengaran sedang (41-55 dB) Gangguan pendengaran sedang dapat mengganggu perkembangan bahasa, syntax dan artikulasi, interaksi dengan teman dan penghargaan diri. Pasien akan mengalami kesulitan mendengar beberapa percakapan.

 

Gangguan pendengaran sedang-berat (56-70 dB) Gangguan pendengaran derajat ini dapat menyebabkan men yebabkan kesulitan dalam berbicara dan menurunkan kejelasan ucapan.

32  

 

 

Tuli Berat (71-90 dB) Gangguan pendengaran berat dapat mempengaruhi kualitas suara.

 

Tuli sangat berat (>90 dB) Pada gangguan pendengaran sangat berat, kemampuan bicara dan bahasa akan memburuk (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin; 2014; Kurtz, 2016).

2.5 Patogenesis 

Gangguan pendengaran konduktif adalah suatu bentuk gangguan pendengaran akibat kelainan pada bagian dari telinga. Mereka adalah bagian bergerak (termasuk gendang telinga) yang mengirimkan suara dari luar ke telinga bagian dalam dimana sistem saraf kita membutuhkan dan mengirimkan sinyal ke otak. Gangguan  pendengaran konduktif terjadi ketika bagian-bagian bergerak yang rusak atau ketika mobilitas mereka terganggu. Patofisiologi tuli konduktif berdasarkan penyebabnya berupa gangguan hantaran suara yaitu dikarenakan kelainan pada telinga luar dan telinga tengah anatar lain :

Gambar 5. Lokasi anatomis tuli konduktif 

33  

 

 Nyeri di temporomandibularis, temporomandibularis, nyeri dari bagian lain seperti laring faring, vertigo, iritasi lokal. menjalar  

Kulit telinga yang banyak saraf (ervus V,VII,IX dan X) 

Kulit sensitif  

Bila tidak diatasi kemungkinan saraf menjadi kebas  Gangguan pendengaran karena saraf yang kurang  peka

Impaksi serumen (sumbatan oleh serumen)  serumen) 

Telinga luar   Kanal auditorius eksterna Glandula semilunaris  Sekresi substansi lilin  lilin 

Serumen   Serumen Tertimbun  Kanalis eksternus  Menumpuk   Menutup hantaran suara lewat udara   Reseptor gagal menerima suara  TULI KONDUKTIF

34  

 

Otitis eksterna sirkumskripta 

Staphylococcus Staphylo coccus aureus, Staphylococcus albus, Jamur, J amur, Aspergillus

Faktor predisposisi (udara hangat dan lembab, pH basa liang telinga, trauma ringan, dan berenang) Infeksi pada kulit 

Di sepertiga luar liang telinga tel inga  

Adneksa  Folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen

Membentuk furunkel 

Rasa nyeri yang hebat bila daun telinga

Liang telinga tampak membengkak  pada tempat tertentu

 

Gangguan pendengaran  bila furunkel membesar

2.6 Penilaian Gangguan Pendengaran  

Anak terlalu kecil bukan sebagai halangan untuk melakukan penilaian definitif gangguan  pendengaran pada anak terhadap status fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea serta jalur jal ur suara. Kecurigaan terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus

dilakukan

direkomendasikan

secara oleh

tepat. American

Jenis-jenis

pemeriksaan

Academyca

of

pendengaran

Pediatrics

(AAP)

yang adalah

 pemeriksaan yang disesuaikan dengan umur anak, anak harus merasa nyaman

35  

 

terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan harus dilakukan pada tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio yang minimal. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan: 1.

Untuk segala segala usia, tes yang dilakukan yaitu ovoked otoacoustic emissions. Teknik ini dilakukan selama 10 menit. Proses pemeriksaannyab yaitu probe kecil yang berisi microphone sensitif ditempatkan pada liang tlingan untuk mendeteksi hantaran stimulus dan respon. Keuntungan dari metode ini yaitu utnuk mengetahui fungsi outer hair cell pada koklea, tidak tergantung pada keasaan anak tidur atau tidak, waktu pengerjaan cepat. Kerugian pada metode ini bayi atau anak harus relatif tak aktif selama pemeriksaan, bukan pemeriksaan  pendengeran yang teliti karena tidak menilai prose akses kortikal suara.

2.

Untuk anak saat lahir hingga berumur berumur 9 tahun. Pengujian dengan dengan menggunakan menggunakan  jenis tes automated auditory brainsteim respone (ABR) selama 15 menit. Tipe  pengukurannyaa yaitu elektrofiisologi aktivitas sarap pendengaran dan jalur  pengukuranny  batang otak. Prosedur kerja dari alat ini : elektroda pad akepala anak mendeteksi stimulus saluran yang dihasilkan earphone pada salah satu telinga pada saat  pemeriksaan. Keuntungan

menggunakan metode ini yaitu lebih spesifik

menggambarkan keadaan telingga, terurama mengukur terutama mengukur fungsi morfologi hingga batang otak. Kerugian dari metode ini yaitu bayi bayi atau at au anak harus tenang selama pemeriksaan; tidak menilai proses akses kortikal suara (Rapapport, 2002).

2.7 Diagnosis 

Untuk mendiagnosis suatu gangguan pendengaran dilakukan dengan berbagai cara antara lain menanyakan menan yakan riwayat kesehatan. Dapat dilakukan pemeriksaan telinga secara menyeluruh untuk dapat menyingkirkan penyebab-penyebab umum dari kehilangan  pendengaran, seperti adanya cairan di telinga atau penyumbatan. Pemeriksaan  pendengaran meliputi mel iputi pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan den gan menggunakan garpu tala atau audiometri nada murni. 1. Anamnesis Anamnesis menunjukkan gejala penurunan pendengaran, baik yang terjadi secara mendadak maupun yang terjadi secara progresif. Gejala klinis sesuai dengan etiologi masing-masing penyakit.

36  

 

2. Pemeriksaan Fisik Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat menduga adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, liang telinga dan membrana timpani tidak ada kelainan. 3. Pemeriksaan lain y yang ang biasa d digunakan igunakan adalah tes bisik, tes penala, merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala 512 Hz. Terdapat beberapa macam tes  penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach, lalu audiometri,  Brainstem

Evoked

Respone Audiometry

(BERA)

untuk

menilai

fungsi

 pendengaran dan fungsi N.VIII dan juga otoacustic emittion/OAE emittion/OAE (Emisi Otoakustik).  Tes

Bisik

Tes bisik merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik  berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil tes  berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar didengar enam meter. Pada nilai nilai normal tes  berbisik ialah 5/6 –  6/6.  6/6.  Pemeriksaan

Garpu Tala

Pemeriksaan ini menggunakan garputala dengan frekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz. Oleh karena secara fisiologi telinga dapat mendengar 20-18.000 Hz dan untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Penggunaan garputala penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Biasanya yang sering digunakan adalah pemeriksaan garputala dengan frekuensi 512 Hz karena penggunaan garputala pada frekuensi ini tidak dipengaruhi oleh suara bising di sekitarnya. Terdapat berbagai macam tes garputala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, dan tes Stenger.

37  

 

 

Tes Rinne Tes rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang. Caranya penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar, penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-).

 

Tes Weber Caranya adalah penala digetarkan, kemudian tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi terdengar lebih keras ke k e salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Apabila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

 

Tes Schwabach Tes untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan  pemeriksa yang pendengarannya normal. Caranya dengan menggetarkan  penala, kemudian tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,  pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala diletakkan pada  prosesus mastoideus pemeriksa terlebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schawabach memanjang. Bila pasien dan

38  

 

 pemeriksa sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan  pemeriksa (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin; Bashiruddin; 2014).

Tabel 2. Interpretasi Pemeriksaan Penala Tes Rinne

Tes Weber

Tes Schwabach Sama dengan  dengan 

Diagnosis



Tidak ada Lateralisasi 

-

Laterlisasi ke sisi sakit

Memajang

Tuli konduktif

+

Leteralisasi sisi sehat

Memedek

Tuli sensonural

 Audiometri

Pemeriksa  Pemeriksa 

 Normal

Nada Murni

Pemeriksaan audiometri nada murni merupakan baku emas untuk menilai  penurunan pendengaran dan merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan untuk menilai sensitivitas pendengaran. Tujuan utama tes ini adalah untuk menentukan jenis, derajat, dan konfigurasi gangguan pendengaran. Kontraindikasi dari tes ini adalah apabila pasien tidak dapat bekerjasama dikarenakan pasien

berusia muda

atau kondisi

lainnya

yang tidak

memungkinkan untuk dilakukan tes audiometri nada murni. Pasien tidak dianjurkan untuk melakukan tes audiometri nada murni apabila dalam  pengaruh obat obat sedasi atau anestesi (Kurtz, 2016).

Hantaran Udara dan Hantaran Tulang 

Sumber bunyi ada dua, yaitu hantaran udara dan hantaran tulang. Sumber  bunyi pertama berasal dari headphone, insert earphone, atau sound field. Masing-masing telinga diperiksa secara bergantian dan hasilnya dicatat sebagai audiogram hantaran udara. Ambang nada murni hantaran udara mengukur sensitivitas ketika impuls ditransmisikan melalui telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam dan kemudian melalui otak menuju korteks. Sumber bunyi kedua adalah suatu osilator atau vibrator hantaran tulang yang ditempelkan pada mastoid melalui suatu head band. Hasil  pemeriksaan dicatat sebagai audiogram hantaran tulang. Ambang murni 39  

 

hantaran tulang menilai sensitivitas ketika impuls ditransmisikan melalui tulang tengkorak ke koklea dan kemudian melalui jalur pendengaran dari otak (Kurtz, 2016; Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

Pendengaran Pendeng aran Silang 

Pendengaran silang (crossover) atau lengkung bayangan (shadow curve) terjadi ketika telinga pendengar yang tidak diuji merespon terhadap uji sinyal. Pendengaran silang seringkali terjadi lewat tulang tengkorak melalui hantaran tulang sekalipun sinyal diberikan melalui penerima hantaran udara. Pendengaran silang sering terjadi untuk earphone circumaural pada sekitar 40 dB di semua frekuensi. Insert earphone dapat mengurangi pendengaran silang dengan mengurangi bidang kontak permukaan (Kurtz, 2016; Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

Peredaman Antar Telinga 

Peredaman antar telinga adalah berkurangnya intensitas suatu sinyal saat ditransmisi dari satu telinga ke telinga lainnya. Tujuan dari peredaman antar telinga adalah untuk mencegah telinga yang tidak diuji dari mendeteksi sinyal sehingga hanya telinga yang diuji dapat merespon. Ketika vibrator disajikan pada telinga yang diuji,

getaran akan timbul di seluruh tulang

tengkorak dan mencapai pada kedua koklea. Peredaman interaural untuk sinyal hantaran tulang sangat rendah, mungkin serendah 0 dB, karena tulang tengkorak sangat efisien dalam mentransmisi suara. Oleh karena itu,  peredaman antar telinga diperlukan pada tes hantaran udara. Pada pengujian hantaran udara bila tingkat sinyal pengujian melampaui ambang hantaran tulang telinga yang tidak diuji sebesar 45 dB atau lebih, maka harus dilakukan penyamaran (Kurtz, 2016; Lassman, Levine, Greenfield, 2015).

Metode Pemeriksaan Audiometri Nada Murni 

Metode dasar yang dapat digunakan dalam pemeriksaan audiometri nada murni ada tiga, yaitu metode stimuli konstan, metode terbatas dan metode  penyesuaian. Pada metode stimuli konstan, pendengar diberikan beberapa seri nada pada setiap intensitas kemudian dicatat jumlah respon pada setiap intensitas. Intensitas dimana jumlah respon sama dengan setengah jumlah 40  

 

nada yang diberikan disebut sebagai ambang dengar (nilai 50%). Metode stimuli

konstan

merupakan

metode

yang

paling

akurat,

namun

membutuhkan waktu yang paling lama dibanding metode lainnya.

Pada metode terbatas, panduan audiometri yang digunakan adalah prosedur modifikasi Hughson-Westlake. Pada prosedur ini, pasien diberikan intensitas sinyal pada tingkat dimana pasien dapat mendengar dengan jelas. Selanjutnya, intensitas diturunkan dalam ukuran tertentu sampai pasien tidak dapat mendengar. Setelah itu, intensitas kembali dinaikkan secara perlahan sampai  pasien merespon kembali. Intensitas dimana saat sinyal dinaikkan dan  pasien merespon dua dari tiga kali pemberian dicatat sebagai ambang dengar. dengar.

Pada metode penyesuaian, pasien memiliki kontrol terhadap intensitas sinyal yang diberikan dan mengaturnya pada tingkat terendah yang masih dapat terdengar.

Intensitasnya

dicatat

sebaagai

ambang

dengar.

Metode

 penyesuaian memerlukan waktu paling cepat, namun paling tidak akurat (Franks, 2001; Kileny, Zwolan, 2010).

  Audiometri

Khusus 

Untuk mempelajari audiometri khusus di perlukan pemahaman istilah recruitment dan decay.   

Recruitment ialah suatu suatu fenomena fenomena terjadi sensitifitas pendengaran pendengaran yang berlebihan di atas abang dengar keadaan ini khas untuk tuli koklea. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 db sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5 db.

 

Decay: (kelelahan) merupakan merupakan adaptasi abnormal abnormal merupakan merupakan tanda khas pada tuli retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat akan pulih kembali.

Fenomena tersebut dapat dilacak dengan Pemeriksaan sebagai s ebagai berikut  

Tes SISI ( Short sensitivity Index )

 

Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness)

41  

 

 

Test kelelahan ( Tone Decay )

 

Audiometri tutur

 

Audiometri bekesay

Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index) 

Tes ini khas untuk mengetahui adaya kelainan koklea dengan memakai fenomena rekruitmen. Cara pemeriksaan: Menentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu. Misalnya 30 30 db, kemudian diberi 20 db diatas ambang rangsang, yaitu yaitu 50 db. Setelah itu, diberikan tambahan 5 db, lalu diturunkan 4 db, lalu 3, kemudian 2 dan 1 db, bila pasien dapat membedakan maka TEST dinyatakan  positif (+).

Tes ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance) 

Pada tes ABLB diberikan intesitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai presepsi yang sama, yang disebut  balans negative. Bila balans tercapai terdapat recruitmen positif.

Test Kelelahan (Tone Decay) 

Terjadi kelelahan saraf oleh karena perasangan terus – menerus. menerus. Jadi kalau telinga yang diperiksa dirangsang terus menerus terjadi kelelahan. Tanda pasien tidak dapat mendengar dengan telinga yang diperiksa. Ada 2 cara 1. TTD = Threshold Threshold tone decay TTD Cara Gerhart memberikan Persangan secara terus menerus dengan intensitas sesuai dengan ambang dengar . Misalnya Misaln ya 40 db bila setelah 60 detik masih tetap mendengar maka test dinyatakan negative , jika sebaliknya terjadi kelelelahan atau tidak mendegar mendegar maka test dinyatakan positif (+). Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 db, jadi 45 db, maka pasien dapat mendengar lagi, rangsangan dilakukan dengan 45 db selama 60 detik dan seterusnya. Penambahan :  

0-5

= Normal

 

10-15 = Ringan

 

20-25 = Sedang

42  

 

 

>30

= Berat

2. STAT= Supra Supra threshold Adaptasi tes  

Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jegger.

 

Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekuensi (500 hz, 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL = 100 db Sl. Sl .

 

Artinya Nada Murni pada frekuensi (500 hz, 1000 hz dan 2000 hz) pada pada 110 db SPL diberikan secara terus menerus selama 60 detik, terjadi kelelahan maka tes dinyatakan positif (+).

Audiometri tutur   

Pada tes ini dipakai satu suku suku kata dan dan 2 suku kata,

 

Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically balance Word LBT ( PB,UST)

 

Pasien disuruh mengulanngi mengulanngi kata kata yang di dengar melalui kaset tape recorder

 

Pada tuli saraf koklea , Pasien sulit membedakan bunyi S,R,H,C,H,CH

 

Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi

Dinilai dengan menggunakan speech discrimination score  

90 –  100%  100% : Pendengaran Normal

 

75 –  90% : Tuli Ringan

 

60 –  75% : Tuli sedang

 

50 - 60% : Kesukaran dalam mengikuti pembicaraan sehari-hari

 

< 50%

: Tuli Berat

Audiometrii Bekessy  Audiometr  

Prinsipnya mengunakan nada yang terputus dan continyu

 

Bila ada suara masuk maka pasien menekan tombol

 

Ditemukan grafik seperti gigi gergaji

 

Garis yang yang menaik adalah priode suara yang yang dapat didengar didengar

 

Garis yang yang turun ialah suara yang yang tidak di dengar

 

Pada telinga normal amplitude 10 db sedangkan pada recruitment amplitude lebih kecil

43  

 

Tabel 3. Interpretasi Audiometri Bekessy  Normal

Nada terputus dan terus menerus berimpit  Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya hanya

 

Tuli Saraf Koklea

sampai frekuensi 1000 hz dan grafi kotinue makin kecil

Tuli Saraf Retro koklea

 Nada terputus dan terus menerus berpisah berpisah

 

 Audiometri

Obyektif  

Terdapat 3 cara pemeriksaan, yaitu :  

Audiometri Impedans Impedans

 

Electrokokleografi

 

Envoke response Audiometri

1. Audiometri impedans pada pemeriksaan pemeriksaan kelenturan membrane timpani dengan tekanan tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna a)

Timpanometri yaitu yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani Misalnya ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendegaran, kekakuan  pada membrane timpani dan dan membrane timpani sangat lentur.

 b) Fungsi Tuba Estacius: Untuk mengetahui fungsi tuba (Terbuka atau Tertutup). c) Refleks stapediusPada telinga normal reflek stapedius muncul pada Rangsangan 70 –  80  80 db. d) Pada lesi koklea koklea ambang rangsang reflex stapedius stapedius menurun, sedangkan  pada lesi retrokolea ambang rangsang rangsang itu naik. 2. Elektrokokleografi Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang – gelombang gelombang yang khas dari evoke electro potensial koklea. Caranya dengan elektroda jarum, membran timpani ditusuk sampai ke promontorium kemudian dilihat grafiknya. 3. Evoke Response Audiometri Pada pemiriksaan ini di pakai elektroda permukaan, kemudian direkam gelombang – gelombang gelombang yang datang dari batang otak.

44  

 

Pada pemeriksaan dengan BERA, secara fisiologik mekanisme jalur auditorius mulai dari saraf auditorius sampai ke korteks auditorius sangat kompleks. Terdapat lima gelombang yang mencerminkan daerah yang diperiksa, antara lain: 1. Gelombang I timbul dari bagian distal nervus VIII. 2. Gelombang II dari bagian proksimal nervus VIII dengan kemungkinan  bagian distal nervus VIII masih ikut berperan. 3. Gelombang III dari kompleks olivari superior. 4. Gelombang IV berasal dari neuron ke tiga di nukleus olivarius superior kompleks, nukleus koklearis dan lemniskus lateralis. 5. Gelombang V berasal dari kolikulus inferior.

Bila ditemukan keadaan tuli konduktif, kurva serial latensi/intensitas mempunyai kemiringan yang sama seperti orang normal tetapi mengalami  pergeseran ke intensitas pendengaran yang yang lebih tinggi, tinggi, maka akan ditemukan ditemukan semua gelombang (I-V) akan bergeser ke kanan (memanjang), sedangkan interwave latency interval (IWI) dalam batas normal. Lesi tipe sensorineural mempunyai latensi puncak yang sebanding dengan orang normal pada intensitas stimulasi tinggi, tetapi pada intensitas yang lebi h rendah, latensi tersebut memanjang secara signifikan. Untuk membantu interpretasi BERA dalam membedakan gangguan konduktif dan lesi retokoklear diperlukan tes audiometrik khusus yang cermat dan teliti seperti timpanometri.

  Pemeriksa Pemeriksaan an

Tuli Anorganik  

Pemeriksaan ini di perlukan untuk memeriksa seseorang yang pura pura tuli (menginkan asuransi) 1) Cara Stenger

 

memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada

kedua telinga, kemudian pada sisi yang sehat nada di jauhkan. 2) Dengan audiometri audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu, hasil audiogram berbeda. 3) Dengan Impedans

45  

 

  Audiologi

Anak  

Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan didalam ruangan Khusus (Free Field). Cara memeriksanya dengan beberapa cara: 1) Neometer  dibunyikan suara kemudian perhatikan reaksi anak 2) Free field test

 Dilakukan

pada ruangan Kedap suara

 anak

sedang

 bermain kemudian diberikan rangsang bunyi, bunyi, perhatikan reaksinya. 3) Screening

  Untuk

screening (Tapis masal) dipakai hantaran udara

saja dengan Frekwensi Frekwensi 500 hz, 1000 hz, 2000 hz. hz.

2.8 Penatalaksanaan 

Penatalaksanaan tuli konduktif tentulah sesuai dengan etiologi dari tuli konduktif tersebut

berupa

observatif,

medikamentosa

dan

tindakan

operatif.

Tindakan

 pembedahan seperti stapedeotomy pada otosclerosis, pada perforasi membran timpani seperti timpanoplasty ataupun tindakan miringotomi serta mastoidektomy pada otits media. Penatalaksanaan tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab ketulian. Tuli karena  pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian obat. Jika J ika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan  bising. Bila tidak memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung telinga terhadap  bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup teling t eling (ear muff) dan pelindung kepala (helmet).

Apabila

gangguan

pendengaran

sudah

mengakibatkan

kesulitan

 berkomunikasi bisa menggunakan menggunakan alat bantu dengar. a. Alat B Bantu antu Dengar (ABD) Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang suatu alat bantu dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak hanya melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar telinga, kecakapan diskriinasi dan  psikoakustik lainnya. lainnya. Selain itu pertimbangan kosmetik, kosmetik, tekanan sosial dan keluarga. Peraturan dari Food and Drug Administration mengharuskan masa uji coba selam 30 hari untuk alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah alat tersebut cocok dan efektif bagi pemakai. Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara umum. Alat ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan baterei sebagai 46  

 

sumber tenaga. Selanjutnya dilengkapi kontrol penerimaan, kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhir-akhir ini dilengkapi pula dengan alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang. Komponen-komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga (DT), atau dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan menjadi beberapa jenis j enis : - Jenis saku (pocket type, body worrn type) - Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear) - Jenis ITE (In The Ear) - Jenis ITC (In The Canal) - Jenis CIC (Completely In the Canal) Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar

’kanalis’

dengan

 beberapa komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih dekat dengan membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat membantu pada gangguan pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetai alat ini kurang fleksibel dalam respon frekuansi dan  penerimaannya dibanding alat bantu DT dan BT. Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil karena ventilasi menjadi sulit.  b. Implan Koklea Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang memepunyai kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan  berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total bilateral. Indikasi  pemasangan implan koklea koklea adalah : - Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD. - Usia 12 bulan –  17  17 tahun - Tidak ada kontra indikasi medis - Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang yang baik Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain : - Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral) - Proses penulangan koklea - Koklea tidak berkembang Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung. speech  processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai sesu ai dan mengubahnya 47  

 

menajdi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit khusus yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan. Keberhasilan implan koklea ditentukan denga menilai kemampuan mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.

2.9 Cara pencegahan Gangguan Pendengaran Pendengaran    

Gunakanlah pelindung pelindung pendengaran, pendengaran, jika berada di lingkungan lingkungan yang yang memiliki tingkat kebisingan tinggi gunakanlah pelindung pendengaran seperti penutup telinga. Alat ini juga bisa digunakan saat melakukan kegiatan sehari-hari seperti memotong rumput.

 

Waspadai kebisingan, kebisingan, kap kapan an pun waktunya usahakan untuk mengecikan volume radio, televisi atau speaker.

 

Berhati-hatilah menggunakan earphone. Jika menggunakan menggunakan earphone maka aturlah volume agar tidak terlalu keras, jika orang yang disebelah Anda bisa mendengar suara dari earphone maka volumenya sudah terlalu keras.

 

Berikan waktu bagi bagi telinga untuk beristirahat, semakin semakin sering seseorang terpapar suara maka bisa mempengaruhi gangguan pendengaran, bahkan suara dengan volume rendah sekalipun jika terpapar dalam jangka waktu lama bisa jadi berbahaya. Untuk itu berilah waktu bagi telinga untuk beristirahat dengan berada di dalam ruangan yang tenang.

 

Periksalah telinga secara teratur, tes pendengaran dan pemeriksaan telinga sebaiknya menjadi kegiatan kesehatan yang rutin, karena semakin cepat gangguan diketahui maka penanganannya akan menjadi lebih mudah dan mencegah kerusakan lebih lanjut.

2.10 Prognosis 

Dari semua penyebab tuli konduktif , sebagian besar memiliki prognosis yang baik. Cukup dengan pemberian medikamentosa dan tindakan pembedahan bila diperlukan, hampir semua keadaan tersebut bisa diperbaiki.

48  

 

BAB IV ANALISIS KASUS 

Dilaporkan kasus laki-laki berusia 43 tahun datang ke Poli THT-KL RSUD Dr. H. Abdul Moeloek dengan keluhan pendengaran berkurang pada satu sisi telinga yaitu telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien menyangkal adanya nyeri telinga, nyeri kepala, keluar cairan dari telinga, demam, mual, muntah serta kejang. Pasien sempat membersihkan telinganya dengan cotton bud dan dirasa kurang bersih. Selain itu, telinga kanan pasien  juga terasa terasa penuh. Pasien merasa bahwa suara yang didengarnya jelas namun pelan, sehingga saat menonton televisi sering membesarkan volume suaranya. Pasien tidak merasakan nyeri pada telinga, hanya mengatakan kurang nyaman karena merasa penuh. Keluhan gangguan pendengeran pendengeran telinga kanan dan terasa t erasa penuh dirasakan terus menerus dan tidak berkurang selama 1 minggu ini. Telinga berdenging, rasa pusing berputar, rasa nyeri di dalam telinga dan keluar cairan tidak dirasakan. Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam  bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang  pendenaran yang yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan  perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga  perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran  basilaris dan membran tektoria. Proses Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi  penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gangguan pendengaran/tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural ( sensory ( sensory neural deafness) serta tuli campuran (mixed deafness) (mixed deafness). deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara disebebkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah.

 

Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan s edangkan tuli campur disebabkan oleh kombinasi ttuli uli konduksi dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).

Riwayat trauma dan pemakaian obat ototoksik perlu ditanyakan. Riwayat trauma bisa menyebabkan terjepitnya saraf pendengaran. Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialis yang disebut korda timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau at au trauma, korda timpani bisa terjepit sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Pemakaian obat-obatan ototoksik dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak dan terjadi tuli sensorineural. Setelah  pemakaian obat ototoksik seperti streptomisinn dapat terjadi gejala gangguan pendengaran  berupa tuli sensorineural dan gangguan gangguan keseimbangan. Pada kasus ini riwayat trauma, telinga tertampar dan pemakaian obat ototoksik sebelumny s ebelumnyaa disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum pasien saat masuk klinik THT adalah kompos mentis serta keadaan gizi baik. Pada pemeriksaan otoskopi pada telinga kanan ditemukan serumen di kanalis akustikus eksterna yang menu menutupi tupi sehingga keadaan membran timpani sulit dinilai.

Penurunan pendengaran dapat disebabkan oleh adanya gumpalan serumen pada liang telinga. Gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga akan menimbulkan gangguan  pendengaran berupa tuli konduktif. konduktif. Hal ini adalah karena cotton bud justru bud justru dapat mendorong serumen lebih ke dalam sehingga dapat menutup membrana timpani, sehingga keluhan  penurunan pendengaran pendengaran tetap atau bahkan mungkin mungkin semakin memberat.

Serumen normalnya dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat migrasi epitel kulit yang  bergerak dari arah membran timpani menuju ke luar serta dibantu oleh gerakan rahang sewaktu mengunyah. Walaupun tidak mempunyai efek anti bakteri ataupun anti jamur serumen mempunyai efek proteksi. Serumen mengikat kotoran, menyebarkan aroma yang tidak disenangi serangga sehingga serangga enggan masuk ke liang li ang telinga. Serumen harus

50  

 

dibedakan dengan penglepasan kulit yang biasanya terdapat pada orang tua maupun dengan kolesteatosis atau keratosis obturans.

Pada keratosis obsturans ditemukan gumpalan epidermis di liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel epitel yang berlebihan yang tidak bermigrasi ke arah telinga luar. Pada pasien dengan keratosis obsturans biasanya terdapat tuli konduktif akut, nyeri yang hebat, liang telinga yang lebih lebar, membran timpani yang utuh tapi tebal dan jarang ditemukan adanya sekresi telinga. Gangguan pendengaran dan rasa nyeri yang hebat disebabkan oleh desakan gumpalan epitel berkeratin di liang telinga. Keratoris obsturans sering ditemukan pada usia muda dan sering dikaitkan dengan sinusitis dan bronkiektasi. Pada keratosis obsturans obsturans ditemukan erosi tulang telinga menyeluruh sehingga tampak liang telinga menjadi lebih luas. Sementara pada kolesteatoma erosi tulang liang telinga hanya  pada daerah posteroinferior. Otore dan nyeri tumpul menahun sering ditemukan pada kolesteatoma eksterna. Hal ini disebabkan invasi kolesteatoma koles teatoma ke tulang yang menimbulkan menimbulkan  periosteitis. Kolesteatoma ditemukan pada satu sisi telinga dan lebih sering pada usia tua dengan gangguan gangguan pendengaran ringan ringan atau pendengaran normal. Untuk itu pada riwayat  penyakit dahulu perlu ditanyakan penyakit yang mungkin ada kaitannya dengan dengan keluhan saat ini. Pada kasus ini keluhan nyeri telinga (baik hebat maupun tumpul), telinga  berdenging, rasa pusing berputar, rasa nyeri di dalam telinga dan keluar cairan tidak dirasakan. Riwayat influenza berat dan sering s ering batuk-pilek disangkal.

Membran timpani harus dicek setelah serumen dibersihkan. Hal ini untuk membedakan apakah tuli disebabkan oleh serumen saja atau ada otitis media. yang ditandai dengan adanya kelainan pada membran timpani, misalnya membran timpani tampak hiperemis, edem, bulging atau adanya perforasi membran timpani yang menyebabkan gangguan di telinga tengah. Pada pemeriksaan telinga didapatkan kondisi liang telinga lapang, tampak serumen warna kuning dengan konsistensi keras yang menutup membran telinga. Setelah serumen dibersihkan tampak membran timpani intak, warna putih mutiara, dengan cone of light di arah jam 5 tanpa kolesteatom dan jaringan granulasi.

Pemeriksaan pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba eustachius 51  

 

serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.

Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer. Pada pasien ini dilakukan tes penala. Tes  penala merupakan tes kualitatif. kualitat if. Terdapat berbagai macam tes penala seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing dan tes Stenger. Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara udara dan hantaran melalui tulang tulang pada telinga yang diperiksa. Tes Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Tes Schwabach adalah tes t es pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya pendengarannya normal.

Cara pemeriksaan tes Rinne adalah dengan menggetarkan penala, tangkainya diletakkan di  prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 c.  bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), sedangkan bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-).

Tes Weber dilakukan dengan meletakkan tangkai penala yang telah digetarkan pada garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi laterali sasi ke arah telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Tes Schwabach dilakukan dengan menggetarkan penala, kemudian tangkai penala diletakkan dilet akkan  pada prosesus mastoideus telinga teli nga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan dilakukan dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada  prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. dulu. Bila Bila pasien masih dapat dapat mendengar mendengar bunyi bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.

Untuk mempermudah interpretasi secara klinik dipakai tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach secara bersamaan.

52  

 

Rinne

Weber

(+)

Tidak

(-)

Schwabach ada Sama

Diagnosis

dengan  Normal

lateralisasi

 pemeriksa

Lateralisasi ke

Memanjang

Tuli konduktif

Memendek

Tuli

telinga

yang

sakit (+)

Lateralisasi ke telinga

yang

sensori-

neural

sehat Catatan: pada tuli konduktif < 30 dB Rinne bisa masih positif.

Hasil tes penala pada pasien ini menunjukkan Rinne telinga kanan (-), lateralisasi ke kanan dan Schwabach kanan memanjang, pada telinga kiri Rinne positif dan Schwabach sama dengan pemeriksa. Hal ini menandakan adanya tuli konduktif pada telinga kanan. Pasien lalu didiagnosis tuli konduktif karena serumen, dilakukan evakuasi serumen. Serumen dapat dibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang lembik dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan  pengait atau kuret. Apabila dengan cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari. Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong ke dalam liang telinga sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Sebelum melakukan irigasi telinga harus dipastikan tidak ada perforasi pada membran timpani.

Tatalaksana pada kasus ini berupa ekstraksi serumen dengan dilunakkan terlebih dahulu menggunakan H2O2 3%. Kemudian pasien diberi edukasi untuk menghindari aktivitas yang berhubungan dengan suara yang bising, tidak boleh mengorek telinga dengan tangan atau benda apapun, tidak boleh kemasukan air/basah sehingga kegiatan seperti berenang harus dihindari.

53  

 

 

DAFTAR PUSTAKA 

Alberti, Peter W. 2001. The Anatomy and Physiology of The Ear and Hearing. Dalam: Goelzer B., Hansen CH., Sehrndt GA (Editor). Occupational Exposure to Noise: Evaluation, Prevention and Control. World Health Organization, Federal Institute for Occupational Safety and Health, Dortmund, Germany, hal. 53-62. Baradaranfar MH, Atighechi S, Dadgarnia MH, Jafari R, Karimi G, Mollasadeghi A, Eslami Z, Baradarnfar A. 2011. Hearing status in neonatal hyperbilirubinemia by auditory brain stem evoked response and transient evoked otoacoustic emission. Acta emission. Acta Med Iran. 2011;49(2):109-12. Bhatt, Rheena A. 2016. Ear Anatomy. Medscape. Medscape. (http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#showall, http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#showall, Diakses 9 Agustus 2016). Barrett, KE, Ganong, WF. 2010. Ganong's Review of Medical Physiology. 23rd.  New York: McGraw-Hill. Beatrice FS., Bucolo RC. Earwax, clinical practice. Acta Otorhinolaryngology Italica;2009. Bess FH, Humes LE. 2008.  Audiology: The fundamentals. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Bielecki I1, Horbulewicz A, Wolan T. 2011. Risk factors associated with hearing loss in infants: an analysis of 5282 referred neonates.  Int J Pediatr Otorhinolaryngol . Jul;75(7):925-30. doi: 10.1016/j.ijporl.2011.04.007. 10.1016/j.ijporl.2011.04.007. Choo DI, Richter GT. 2009. Development of the ear. Dalam: Snow JB, Wackym PA, editors. Ballenger  editors.  Ballenger ’  ’ s   Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th edition.. Shelton, Connecticut: People’s Medical Publishing House/BC edition Decker. p. 17-27. Despopoulos AM, Silbernagl, SMD. 2003. Color Atlas of Physiology (5th ed.). ed.).  New York: Thieme. Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Terjemahan oleh: Albertus, dkk. EGC, Jakarta, Indonesia, Indonesia, hal. 25. Drake R, Vogl AW, Mitchell AWM. 2009. Gray's Anatomy for Students. London: Churchill Livingstone. Livingstone. Franks JR. 2001. Hearing Measurement. Dalam: Goelzer B., Hansen CH., Sehrndt GA (Editor). Occupational Exposure to Noise: Evaluation, Prevention and Control. World Health Organization, Federal Institute for Occupational Safety and Health, Dortmund, Germany, hal. 183-202.

 

 

Gacek RR. 2009. Anatomy of the Auditory and Vestibular System. Dalam: Snow  jr JB & Wackym PA.  Ballenger ’  ’ s.   Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 17, Centennial edition. edition. Philadhelpia: People’s Medical Publishing House. p. 1- 157. Gillespie PG, Müller U. 2009. Mechanotransduction by Hair Cells: Models, Molecules, and Mechanisms. Cell. Oct 2; 139(1): 33 – 44. 44. Guest MJ., et al. Impacted cerumen; compotition, production, epidemiology and management. 2004. Diunduh dari URL: URL: http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/content/full/97/8/477 Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed . Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.  Profil Kesehatan Indonesia  Indonesia  Tahun 2013. 2013. Jakarta: Kemenkes RI. Kileny PR., Zwolan TA. 2010. Diagnostic Assessment, Diagnostic Audiology. Dalam: Flint, Paul W., dkk (Editor). Cummings Otolaryngology Head &  Neck Surgery, Edisi V. Mosby Mosby Elsevier, Philadelphia, hal. 1 1887-1903. 887-1903. Kurtz, Joe Walter. 2016. Audiology Pure-Tone Testing. Medscape. Medscape . (http://emedicine.medscape.com/article/1822962-overview#showall, http://emedicine.medscape.com/article/1822962-overview#showall, Diakses 11 Agustus 2016). Liston SL, Duvalu AJ. 1997. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam: Adams, GL, Boeis, LR & Highler, PA PA.. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC. 27-45. Lassman FM., Levine SC., Greenfield DG. 2015. Audiologi. Dalam: Adams GL., Boies LR., Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 50-55. Martin, F.N. 1986. Introduction to Audiology. Edisi III. Prenctice-Hall, Inc, Engelewood Cliffs, New Jersey. Jerse y. Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. 2006. Anatomy and Physiology of Hearing. In:  Head & Neck Surgery-Otolaryngology, 4th Edition. Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 1884-1903. Moller AR. 2006.  Hearing Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory  Auditory  System 2nd ed. Texas: Elsevier. p 41- 56.  Nagashima R1, Sugiyama C, Yoneyama M, Ogita K. 2005. Transcriptional factors in the cochlea within the inner ear. J ear.  J Pharmacol Sci. Sci . Dec; 99(4):3016. Oghalai JS, Brownell WE. 2008. Anatomy and physiology of the ear. Dalam: Lalwani , AK. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head and  Neck Surgery. New Surgery. New York: McGraw-Hill Company. 577-95.

 

 

Pawlowsky KS, Kikkawa YS, Wright CG, Alagramam KN. 2006. Progression of inner ear pathology in Ames waltzer mice and the role of protocadherin 15 in hair cell development. development . J. Assoc. Res. Otolaryngol. 7: 83-94. Probst R, Grevers G, Iro H. 2006.  Basic Otorhinolaryngology: A Step-by-Step  Step-by-Step   Learning Guide, 2nd edition. New edition. New York: Thieme. Rappaport JM, Provençal C. 2002. Neuro-otology for audiologists. Dalam: Katz J Burkard RF, Medwetsky editors.  Handbook of clinical audiology edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p.9-30. Rolland PS, Kutz Jr JW, Isaacson B. 2014. Aging and the Auditory and Vestibular System. Dalam: Bailey BJ, penyunting. penyunting. Head & Neck SurgeryOtolaryngology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 2615-23. Shah YR., et al. Pharmacie globale (international journal of comprehensive  pharmacy). Cerumen: a waste of human human but guard of au auditory. ditory. 2011. Smith J., Wolfe J. 2013. Testing otoacoustic emissions in children: The known and the unknown. Hearing unknown. Hearing Journal . 66(12):20,22,23. Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi VI. Terjemahan oleh: Sugiharto, L. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 782-792. Soepardi EA., Iskandar N., Bashiruddin R., Restuti RD. Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi keenam. Cetakan keempat. Jakarta: Balai Pustaka FKUI;2010 FKU I;2010.. Soetirto I., Hendarmin H., Bashiruddin J. 2014. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Soepardi, EA, dkk. (Editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi VII. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia, hal. 10-22. Wareing MJ, Lalwani AK, Jackler RK. 2006. Development of the Ear. Dalam:  Bayron J Bailey Head and Neck Surgery Otolaryngology. Lippincott: Williams & Wilkins. 1870-1881. Wright, C.G. 1997. Development of the Human External Ear. J Ear.  J Am Acad Audiol . 8:379-382.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF