Tugas Pajak 2 UMKM
December 30, 2018 | Author: Dennis Givari | Category: N/A
Short Description
Tugas Pajak 2 UMKM Dennis Givari...
Description
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi informasi umum bahwa salah satu sumber pemasukan negara yang cukup menjanjikan adalah dari sektor pajak. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak potensi untuk menjadi negara maju. Namun, kenyataannya Indonesia justru ditimpa banyak permasalahan khususnya di bidang ekonomi. Bahkan hampir s etiap hari pemberitaan di media menyangkut permasalahan ekonomi, seperti halnya harga barang-barang kebutuhan pokok yang melambung tinggi, inflasi, infrastruktur yang buruk, serta negara yang belum mampu mengoptimalkan sumber daya alam sehingga bahan makanan pokok harus impor ke negara tetangga dengan harga yang lebih tinggi, belum lagi masalah migas dan non migas yang sering terjadi. Dengan semakin banyaknya permasalahan dari segi ekonomi, pajak diharapkan dapat menjadi salah satu solusi yang efektif untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang ada pada saat ini. Saat ini pemerintah mulai melirik sektor swasta yang dipastikan memiliki potensi yang besar untuk pemasukan pajak, yaitu dari Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Omzet dan labanya memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar, tetapi keberadaan usaha ini yang hampir dapat dijumpai di sepanjang jalan nyatanya mampu memberikan sumbangsih yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, jika dilihat dili hat dari sisi kepatuhan Wajib Pajak UMKM ternyata masih banyak kekurangan di sana sini. Banyak Wajib Pajak UMKM yang dengan sengaja tidak melaporkan dan membayar pajak dikarenakan oleh beberapa hal, seperti peraturan yang sulit untuk dimengerti. Bagi Wajib Pajak UMKM yang masih menggunakan perhitungan akuntans sederhana belum mampu menyusun pembukuan secara rinci, hal ini juga menjadi faktor melemahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak khususnya khususnya UMKM. 1.2 Landasan Teori Sebagai seorang warga negara, sudah sepantasnya untuk turut ikut berperan serta dalam pembangunan negara. Pajak sebagai sebuah iuran wajib yang dibebankan kepada warga negara sifatnya memaksa, dalam artian pajak merupakan kewajiban bagi setiap waga negara. Berdasarkan UU KUP No.28 Tahun 2007, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan pengertian tersebut, jelaslah bahwa fungsi pajak itu sangat penting untuk menjalankan roda pemerintahan, tanpa pajak maka roda pemerintahan akan terganggu atau malah berhenti. berhenti. Sistem Perpajakan di Indonesia Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem yang disebut self-assesment . Selfassessment mempunyai arti Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk mendaftar, menghitung, memperhitungkan, membayar, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya 1
terutang. Untuk bisa membayar pajak, Wajib Pajak (WP) harus mendaftarkan diri untuk menjadi Wajib Pajak. WP harus punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setelah itu WP baru bisa menghitung dan memperhitungkan pajak yang seharusnya WP bayar sesuai dengan ketentuan perpajakan. Selanjutnya adalah melaporkan pajak yang telah WP bayar melalui media Surat Pemberitahuan (SPT) masa (SPT Masa) maupun SPT Tahunan. Secara keseluruhan, sistem ini menekankan kepatuhan sukarela (voluntary compliance) Wajib pajak dalam membayar pajak. Definisi dan Karakteristik UMKM Warga negara yang memiliki penghasilan atau usaha diwajibkan untuk membayarkan pajak penghasilan. Salah satu usaha yang dilakukan masyarakat adalah usaha dalam sektor UMKM. Kriteria atau definisi UMKM di Indonesia beragam antar lembaga atau instansi. Di antaranya adalah definisi dari Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Kriteria UMKM berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, UMKM dibataskan pada besarnya kekayaan bersih dan omzet per tahun. Sementara itu, kriteria UMKM berdasar BPS didasarkan pada jumlah tenaga kerja pada usaha tersebut, yaitu usaha mikro dengan tenaga kerja 1 s.d. 4 orang, usaha kecil dengan jumlah tenaga kerja 5 s.d. 19 orang, dan usaha menengah dengan tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Tabel 1 Kriteria UMKM (UU Nomor 20 Tahun 2008)
Karakteristik UMKM di Indonesia tidak jauh berbeda dengan karakteristik UMKM di negara lainnya. Secara umum, dalam menjalankan usahanya UMKM mempunyai karakteristik bisnis sebagai berikut: 1. Umumnya sektor usaha kecil dan menengah memulai usahanya dengan modal sedikit dan keterampilan yang kurang dari pendiri atau pemiliknya. 2. Terbatasnya sumber-sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk membantu kelancaran usahanya, seperti dari kredit pemasok ( supplier ) dan pinjaman bank ataupun dari bank yang ingin melayani pengusaha kecil dan menengah. 3. Kemampuan memperoleh pinjaman kredit perbankan relatif rendah. Penyebabnya antara lain karena kekurangmampuan untuk menyediakan jaminan, pembukuan, dan lain sebagainya.
2
4. Banyak dari pelaku ekonomi UMKM belum mengerti pencatatan/akuntansi. Bagi mereka yang telah menggunakan pencatatan keuangan, masih mengalami masalah dalam penyusunan laporan keuangan. 5. Umumnya sektor ekonomi UMKM kurang mampu membina hubungan dengan perbankan.
Pajak dan UMKM Sektor UMKM termasuk salah satu sektor terbesar penyumbang PDB di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementrian Koperasi dan UKM, 60% dari total PDB Indonesia dihasilkan dari sektor UMKM. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan dengan sumbangsihnya terhadap penerimaan pajak yang hanya sekitar 5% saja. Dari data yang tersebut, tercermin bahwa kepatuhan para pelaku UMKM terhadap pajak mas ih sangat rendah. Kepatuhan pajak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Termasuk di dalamnya adalah faktor pemahaman berdasarkan penelitian terdahulu Rajif (2011) yang menjelaskan bahwa variabel pemahaman, kualitas pelayanan, dan ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak. Faktor pemahaman para pelaku UMKM adalah sebuah faktor yang berdiri sendiri. Pemahaman pelaku UMKM bisa saja berpengaruh positif ataupun negatif , atau malah tidak berpengaruh sama sekali terhadap kepatuhan pajak. Pemahaman diukur melalui indikator berdasarkan penelitian terdahulu. Pemahaman akan pajak sangat dipengaruhi oleh beberapa indikator, Menurut Widayati dan Nurlis (2010) dalam penelitian Fikriningrum (2012) indikator-indikator tersebut adalah : 1. 2. 3. 4.
Kepemilikan NPWP. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan. Pengetahuan dan pemahaman mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Penghasilan Kena Pajak (PKP), dan tarif pajak. 5. Adalah wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). 6. Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan pajak melalui training perpajakan yang mereka ikuti. Kemudian, kepatuhan diukur melalui kategori yang telah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor.74/PMK.03/2012. Kriteria wajib pajak patuh menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor.74/PMK.03/2012 adalah : 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan 2. Tidak mempunyai tunggakan untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 3. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3(tiga) kali berturutturut; dan 3
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak UMKM Kewajiban perpajakan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam hal perpajakannya, baik Wajib Pajak orang pribadi maupun badan. Setiap Wajib Pajak mempunyai kewajiban perpajakan yang berbeda karena terdapat kriteria-kriteria tertentu untuk tiap golongan Wajib Pajak termasuk untuk Wajib Pajak UMKM. Kewajiban perpajakan untuk Wajib Pajak UMKM adalah sebagai berikut: a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) b. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar c. Mengisi dengan benar SPT dan melaporkannya dalam batas waktu yang telah ditentukan. d. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan e. Melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Sedangkan, hak-hak Wajib Pajak menurut Mardiasmo ( 2008:54) meliputi: a. b. c. d. e. f.
Mengajukan surat keberatan dan surat banding. Menerima tanda bukti pemasukan SPT Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak. g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah. i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. j. Apabila Wajib Pajak dipotong oleh pemberi kerja, Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak, mengajukan surat keberatan dan permohonan pajak. k. Hak mendapatkan pelayanan perpajakan gratis. l. Hak kerahasiaan bagi wajib pajak. m. Hak mendapatkan insentif perpajakan. UMKM dan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Dalam upanya untuk mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance) serta mendorong kontribusi penerimaan negara dari UMKM, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam hal ini atas penghasilan dari usaha yang diterima 4
atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Berikut adalah Wajib Pajak yang dimaksud, antara lain : a. wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan b. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. Dalam PP No. 46 Tahun 2013 menjelaskan tidak semua Wajib Pajak Badan yang memiliki usaha dan memperoleh penghasilan bruto tertentu terkena tarif 1% ini. Berikut adalah Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam kriteria, antara lai n: a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri; usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan tersendiri; dan penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak. PP No. 46 Tahun 2013 ini adalah peraturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan yang memiliki penghasilan bruto tertentu. PP No. 46 Tahun 2013 ditetapkan pada 1 Juli 2013. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final (tarif 1%) tersebut ditetapkan berdasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Kemudian, untuk lebih mengoptimalkan penerapan PP. No 46 Tahun 2013 Direktorat Jendral Pajak menjelaskan bahwa pembayaran pajak juga akan dipermudah dengan bantuan Mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bekerja sama dengan bank-bank yang ada seperti BRI, Bank Mandiri, ataupun BTN. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan usaha terbaiknya untuk meningkatkan jumlah penerimaan kas negara. Biaya yang rendah dan proses yang mudah diharapkan akan mampu mendorong Wajib Pajak UMKM yang sudah ber-NPWP maupun yang belum ber-NPWP untuk segera melaksanakan kewajiban perpajakannya. 5
BAB II ISI 2.1 Profil UMKM Perusahaan yang kami kunjungi adalah perusahaan dalam bidang jasa penyewaan yang bernama “Idris Sukses”. Perusahaan ini dimiliki oleh Bapak Idris Sa’id, alumnus FIB UI angkatan 2003. Perusahaan ini bergerak pada spesialisasi penyewaan alat pesta dan kebutuhan event seperti partisi, sound system, panggung, dan lain sebagainya. Selain alat-alat tersebut, perusahaan ini juga menyediakan jasa katering dan penyewaan alat-alat untuk acara pernikahan. Perusahaan yang terletak di Jalan Palakali Raya No. 60, Kukusan, Beji, Depok ini berdiri pada tahun 2004 dengan omzet per tahun mencapai kurang lebih sekitar Rp 3.000.000.000 dengan jumlah transaksi sekitar 100-200 transaksi setiap harinya dan memiliki total aset sekitar Rp 2.000.000.000 – Rp 3.000.000.000. Beberapa aset tersebut, yaitu 2 mobil, 1 truk, 1 pick up, 3 motor, banyak kursi, serta beberapa alat sewa lainnya yang disimpan di gudang. Idris Sukses memiliki total jumlah pegawai sebanyak 20 orang. Idris Sukses memiliki sistem bisnis “mitra”, yaitu sistem kerja sama kepada beberapa pihak untuk saling melengkapi kebutuhan pelanggan. Misalnya, terdapat semacam toko mitra yang terdapat di Pondok Pinang untuk membantu memudahkan pelayanan dan sebagai tempat penyimpanan berukuran besar. Bentuk kerja sama lainnya adalah kerja sama dengan para perantara untuk menyewakan peralatan pesta atau acara syukuran sejenisnya dan yang terakhir adalah kerja sama dengan para event organizer (EO). Ke depannya, Bapak Idris berkeinginan membuka sistem transaksi baru, yaitu sistem transaksi secara online untuk memudahkan proses transaksi. Perusahaan ini memiliki NPWP sejak tahun 2010 dan telah memiliki NPPKP pada tahun 2013. Sejak memiliki NPWP, Idris Sukses sudah berbadan hukum sebagai Perusahaan Terbuka (PT). Kewajiban pajak untuk perusahaan ini adalah antara lain PPh 23 terkait penyewaan barang, PPN, PPh 21, dan yang terbaru pajak atas UMKM berdasar pada PP No. 46 Tahun 2013. Pelaporan pajak disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Depok yang terdapat di Jalan Pemuda No. 40. 2.2 Pembahasan Hasil Wawancara Pembahasan hasil wawancara sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pemilik Idris Sukses, Bapak Idris Sa’id: 1. Apa saja kewajiban pajak yang telah dilaksanakan? Kewajiban
perpajakan
perusahaan
ini
seperti
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya, yaitu Pajak Penghasilan, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 21. Setiap tahun, Idris Sukses selalu melaporkan SPT. SPT diisi sendiri oleh staff akuntansinya, tetapi 6
pernah juga menggunakan jasa konsultan untuk memudahkan pengisian SPT dan agar lebih sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk penyewaan atau transaksi yang berhubungan dengan PPh Pasal 23, klien (pengguna jasa) yang langsung memotong PPh tersebut dan dikirimkan ke Idris Sukses atas bukti potong PPh Pasal 23. Sedangkan terkait PPN, Idris Sukses tidak memungut PPN atas jasa penyewaan yang diberikan. Idris Sukses hanya memberikan harga bersih (net price) kepada para pelanggannya dikarenakan tidak mau repot dalam mengurus pajak sehingga perusahaan lebih memilih untuk melimpahkan urusan administrasi pajak kepada pelanggannya. Untuk gaji pegawai sendiri tidak masuk ke dalam kewajiban pajak perusahaan karena kebijakan perusahaan untuk memberikan gaji tetap di bawah upah minimum regional (UMR) sehingga atas gaji pegawai dalam setahun masih di bawah batasan PTKP. Kompensasi dengan kecilnya gaji tetap pegawai, perusahaan memiliki sistem komisi untuk setiap ada pekerjaan yang dikerjakan pegawainya agar pegawai Idris Sukses tidak malas dan lebih giat dalam menjalankan pekerjaannya. 2. Adakah proses pembukuan? Frekuensi transaksi yang cukup banyak terjadi dalam satu hari yang bisa mencapai 100-200 transaksi dan nilai transaksi yang cukup besar. Terkait hal ini, Idris Sukses sudah melakukan pembukuan untuk mengumpulkan informasi keuangan terkait penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa. Sayangnya proses pembukuan tidak didukung dengan staf akuntansi yang mencukupi, hanya satu orang staf akuntansi saja dalam perusahaan ini. Idris Sukses juga sudah membuat laporan keuangan setiap tahun. 3. Bagaimanakah kepatuhan terhadap aturan perpajakan? Perusahaan ini termasuk perusahaan yang patuh terhadap aturan-aturan perpajakan, tetapi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pajak terkait dengan PPh Pasal 23 biasanya langsung dipotong oleh klien yang memanfaatkan jasa dari perusahaan ini dan perusahaan biasanya mendapatkan surat bukti potong dari pelanggannya. Selain itu, perusahaan juga rutin membayar pajak bumi dan bangunan dan pajak kendaraan bermotor karena perusahaan juga memiliki aset berupa kendaraan, tempat tinggal, dan gudang penyimpanan. Terkait sanksi dalam perpajakan, sampai saat ini, Idris Sukses masih belum pernah mengalami permasalahan perpajakan dan mendapatkan sanksi. Menurut
7
keterangan dari Bapak Idris Sa’id, beliau mengatakan mungkin karena perusahaan ini masih baru dan hanya sekali didatangi oleh pegawai pajak.
4. Tahukah bapak tentang tarif final pajak sebesar 1% yang berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013? Bapak Idris masih belum mengetahui pajak terbaru atas UMKM ini secara detil. Beliau mengakui baru mengetahui adanya peraturan baru ini dari internet, dan sejauh ini hanya pernah membaca artikel-artikelnya saja dari website semacam kompas.com, detik.com, dan beberapa sumber berita online lainnya. 5. Pernahkah ada sosialisasi mengenai hal tersebut? Sampai sejauh ini, masih belum pernah ada sosialisasi dari pihak manapun ataupun pihak yang terkait dari aturan pajak yang baru tersebut. Bahkan, Bapak Idris menjadi lebih tahu tentang peraturan ini dikarenakan adanya wawancara bersama kami. 6. Menurut bapak, bagaimanakah sistem perpajakan di Indonesia? Apa harapan bapak kedepannya? Langsung saja kami mengutip seluruh ucapan dari Bapak Idris: “ Persepsi saya bagus, pengelolaan infrastruktur juga sudah bagus, dan selalu ada pajak. Sebagai perbandingannya, saya dulu pernah ke Arab Saudi dan di sana tidak ada pajak, beli mobil di sana cuma Rp 200.000.000, sedangkan di Indonesia bisa Rp 400.000.000. Bayangkan saja kalo semua kena pajak, misalkan kalau kita makan di restoran kan bayar pajak. Itu baru yang dari Jakarta, bagaimana dari daerah yang lain? Coba dihitung ada berapa? Nah dari jumlah itu saja sudah ke mana? Harusnya pendapatan pajak kurang lebih bisa ribuan triliun. Menurut saya, kendala di sini ada di pengelolaan pajak, dan pengaruh media juga berperan, seperti contohnya kasus sogokan pajak hanya yang ada di beberapa media dan hanya ada sebagian kecil orang yang ada di media. Hal ini membuat banyak orang malas bayar pajak. Saya setuju dengan adanya pajak. Pajak bisa membangun negara ini, misalnya dari pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, yang lebih penting bagaimana negara ini dapat mengelola pajak untuk membangun negara ini.”
8
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil wawancara di atas, dapat diambil kesimpulan yang pertama, pelaku usaha UMKM belum memahami sepenuhnya perpajakan secara umum serta tata cara perhitungan pajak. seperti tidak mau repot dalam aspek potong-pungut pajak. Kedua, manfaat pajak diragukan oleh partisipan karena mereka tidak tahu pajak yang mereka bayarkan apakah benar-benar dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat ataukah justru dikorupsi oleh pegawai pajak atau oleh pemerintah. Ketiga, terkait PP No. 46 Tahun 2013, masih ada pelaku UMKM yang belum mengetahui tentang peraturan tersebut. Hal ini dikarenakan sosialisasi yang dilakukan oleh DJP kurang maksimal. 3.2 Saran Adapun saran bagi Direktorat Jendral Pajak dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pajak, yaitu: 1. Meningkatkan transparansi di bidang perpajakan sehingga menjadi jelas aliran perpajakan digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Misalnya, membuat publikasi yang berisi pemberitaan tentang realisasi dari penggunaan dana pajak kepada publik melalui website ataupun media masa minimal satu bulan sekali. Dengan demikian masyarakat dapat mengetahui hasil dari pembayaran pajak yang mereka bayarkan setiap bulannya. 2. Mengikutsertakan para pelaku UMKM dalam perumusan peraturan. Misalnya, dengan mengadakan pertemuan dengan perwakilan-perwakilan pengusaha UMKM dari kota maupun pelosok untuk bersama-sama membahas poin-poin penting yang seharusnya ada dalam peraturan seperti besarnya tarif, dasar pengenaan, cara pembayaran, dan hal-hal penting lainnya. DJP juga dapat menugaskan perwakilan petugas pajak untuk terjun langsung dalam perkumpulan atau kelompok-kelompok UMKM agar dapat menampung saran dari para pelaku UMKM peraturan seperti apa yang mereka inginkan. Sehingga DJP dapat mengetahui secara langsung keinginan, kemampuan, dan keadaan UMKM yang sebenarnya dan menghasilkan kebijakan yang tepat. 3. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya DJP melakukan pendekatan personal, agar sosialisasi tersebut lebih mengena kepada Wajib Pajak.
9
Daftar Pustaka http://www.pajak.go.id/content/article/kompleksitas-kepatuhan-pajak http://www.ortax.org/ortax/ Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
10
View more...
Comments