Tugas Kpk vs Icac Hongkong

October 2, 2017 | Author: yukiismi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

adadalmdaldjaldmaldmaldmlas;mcl;asmc l;j;lfasjl;sjlfjasl;fjals;fjwl;fjls;jvsl;f jlds fjgjslfhgrugo4itgw4twptu4 4t4p9 tu4...

Description

Fraud examination KPK Indonesia VS icac hong kong

DI SUSUN OLEH :

Ismi Silvia Laili

01111023

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA FAKULTAS EKONOMI 2014

Perbandingan Secara substantif baik Independent Commission Against Corruption maupun Komisi Pemberantasan Korupsi, keduanya merupakan bilah pedang, dan penggerak (trigger mechanism) dalam perang melawan korupsi di negara masing-masing, serta sama-sama memiliki tugas dan fungsi untuk memberantas korupsi. Lembaga-lembaga anti korupsi ini merupakan manifestasi dari kesadaran dan keinginan publik untuk memerangi korupsi. Keadaan dari masyarakat yang kronis akibat dampak wabah korupsi, merupakan penyebab utama dibentuknya lembaga-lembaga anti korupsi ini.

Persamaan utama kedua lembaga ini dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga anti korupsi, adalah bersifat independen dan bebas dari campur tangan lembagalembaga negara lainnya. Independensi merupakan unsur pokok dalam pemberantasan korupsi, mengingat lembaga-lembaga negara merupakan mother of corruption.

Kendati memiliki banyak persamaan, baik Independent Commission Against Corruption dan Komisi Pemberantasan Korupsi, tentunya memiliki perbedaan-perbedaan. Perbedaaanperbedaan dan persamaan-persamaan ini, secara garis besar sebagaimana pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya dapat dilihat pada; latar belakang pembentukan, dasar hukum pembentukan, independensi, tugas dan kewenangan, struktur organisasi, perimbangan kekuasaan, dan strategi.

1|KPK VS ICAC HONG KONG

1. Latar Belakang Pembentukan

a. Persamaan

Pada kategori ini, dapat disimpulkan bahwa latar belakang ICAC dan KPK secara substantif memiliki latar belakang yang sama, yaitu keduanya dibentuk untuk mengatasi wabah korupsi yang telah menjangkiti hampir semua unsur penyelenggara negara, dan kehidupan masyarakat, serta ketidakmampuan badan-badan pemberantas korupsi yang ada sebelumnya untuk memberantas korupsi (pada konteks ICAC adalah ketidakmampuan memberantas korupsi Royal Hong Kong Police Force Anti Corruption Branch/ ACB).

b. Perbedaan

Latar belakang pembentukan ICAC lebih dikhususkan untuk memberantas korupsi di Angkatan Kepolisian Hong Kong (Hong Kong Police Force dahulu bernama Royal Hong Kong Police Force atau Angkatan Kepolisian Hong Kong - Kerajaan Inggris Raya). Sedangkan pembentukan KPK lebih didasari karena ketidakmampuan (dalam artian tidak efektif dan efisien) badan penegak hukum lain (Kepolisian dan Kejaksaan) dalam memberantas korupsi.

2. Dasar Hukum Pembentukan

a. Persamaan

Pada kategori ini, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum dibentuknya ICAC dan KPK secara struktural merupakan produk dari badan-badan penyelenggara negara. Dalam hal ini ICAC dibentuk pada 15 Februari 1974 melalui Chapter 204 Independent Commission Against

2|KPK VS ICAC HONG KONG

Corruption Ordinance, dan merupakan produk dari Gubernur Murray MacLehose, ketika Hong Kong masih berada di bawah Pemerintahan Inggris Raya. Sedangkan KPK dibentuk pada tanggal 23 Desember 2003, melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan merupakan produk bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Perbedaan

Sistem hukum yang mendasari berdirinya ICAC adalah sistem common law, sedangkan KPK adalah sistem civil law. Perbedaan sistem hukum ini berpengaruh pada landasan hukum dan prosedur pembentukan kedua badan anti korupsi tersebut.

3. Independensi

a. Persamaan

Pada kategori ini, dapat disimpulkan bahwa baik ICAC dan KPK, keduanya memiliki independensi yang pelaksanaannya dijamin oleh aturan hukum. Independensi ini merupakan hal yang paling dibutuhkan bagi sebuah badan anti korupsi untuk melaksanakan visi dan misinya.

Independensi ICAC (baik bersifat internal antara pejabat-pejabat ICAC, maupun eksternal ICAC) diatur dalam; Pertama, Hong Kong Basic Law Chapter IV Political Structure Section 1 Article 57; “A Commission Against Corruption shall be established in the Hong Kong Special Administrative Region. It shall function independently and be accountable to the Chief Executive”. Kedua, Chapter 204 Independent Commission Against Corruption Ordinace Section 5 Office of Commissioner Article (2); “The Commissioner shall not be subject to the direction

3|KPK VS ICAC HONG KONG

or control of any person other than the Chief Executive”, dan Article (4); “The Commissioner shall not, while he holds the office of the Commissioner, discharge the duties of any other prescribed officer”. Article (4) ini merupakan suatu bentuk independensi yang bersifat internal untuk mengatur antara prescribed officer (pejabat yang dilantik atau diangkat) satu dengan yang lainnya dalam tubuh ICAC, sebagaimana diatur dalam Chapter 204 Independent Commission Against Corruption Ordinace Section 2 Interpretation. Independensi KPK diatur dalam Pasal 3; “Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun”, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

b. Perbedaan

KPK memiliki independensi yang superior dibandingkan ICAC. Ini dikarenakan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya; Pertama, Legislative Council (Majelis Legislatif) of Hong Kong Special Administrative Region, memiliki wewenang mempertimbangkan (conferring) dan mencabut (repealing) kewenangan-kewenangan tertentu ICAC. Komisioner ICAC membutuhkan persetujuan Majelis Legislatif dalam hal kebijakan (policy) dan anggaran belanja (funding matters). Kedua, Commissioner ICAC bertanggungjawab secara langsung kepada Chief Executive dan kepada Executive Council of Hong Kong Special Administrative Region, terkait masalah-masalah penting (major issues).

Dalam pelaksanaan independensinya; Pertama, KPK bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya, dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada

4|KPK VS ICAC HONG KONG

Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Kedua, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945. Sehingga KPK tidak membutuhkan persetujuan DPR maupun Presiden dalam hal penentuan kebijakan-kebijakannya, dan anggaran belanja KPK dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).4

Tanpa hambatan-hambatan eksternal yang besar sebagaimana pada ICAC, ini berati KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya memiliki kekuatan konstruktif yang luar biasa (superpower). Kekuatan konstruktif KPK ini sangat diperlukan mengingat korupsi di Indonesia sudah berada pada tahap yang kritis dan traumatis.

4. Tugas dan Kewenangan

a. Persamaan

Pada kategori ini, dapat disimpulkan bahwa baik ICAC dan KPK, keduanya memiliki tugas dan kewenangan yang secara substantif sama. Sebagaimana badan-badan anti korupsi lainnya, ICAC dan KPK secara garis besar memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan:

1.

Koordinasi dengan Instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

2.

Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi.

3.

Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

4.

Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.

5|KPK VS ICAC HONG KONG

5.

Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Untuk melakukan tugas dan kewenangan ini, baik ICAC dan KPK, keduanya memiliki kewenangan-kewenangan khusus, yang diantaranya:

1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. 2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri. 3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. 4. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait, dan kewenangan-kewenangan khusus lainnya.

b. Perbedaan

Untuk melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara, ICAC berdasarkan Chapter 554 The Elections (Corrupt and Illegal Conduct) Ordinance, berwenang untuk memastikan atau menjamin pemilihan umum (public elections) dilaksanakan secara adil, terbuka, jujur, dan bebas dari korupsi dan pelanggaran hukum (illegal conduct).5 Sedangkan dalam melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara, KPK berwenang:

1.

Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah.

6|KPK VS ICAC HONG KONG

2.

Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi.

3.

Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.6

5. Struktur Organisasi

a. Persamaan

Pada kategori ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan struktural yang bersifat substantif antara ICAC dan KPK. Kedua lembaga ini menggunakan sistem komisi sebagai wadah kelembagaan, dan dipimpin oleh Commissioner ataupun Commissioners. Kedua badan anti korupsi ini juga sama-sama memiliki Sekretariat Jederal, yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari Commissioner ataupun Commissioners dalam bidang operasional organisasi. Struktur organisasi lainnya dari badan-badan anti korupsi ini juga memiliki kesamaan secara fungsional, namun memiliki identitas dan pola kerja yang berbeda.

ICAC dalam memberantas korupsi melakukan pendekatan yang disebut three-pronged approach (pendekatan tiga cabang) untuk memberantas korupsi pada tiga front (penegakan hukum, pendidikan, dan pencegahan). Strategi ini diwujudkan dalam bentuk Departemen Operasi (Operations Departement), Departemen Pencegahan Korupsi (Corruption Prevention Department), dan Departemen Hubungan Masyarakat (Community Relations Department).

7|KPK VS ICAC HONG KONG

KPK dalam memerangi korupsi, melakukan pendekatan yang secara substansial ”serupa” dengan ICAC, namun ”berbeda” secara struktural. KPK dalam hal ini memiliki Deputi Penindakan, Deputi Pencegahan, Deputi Informasi dan Data, dan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Deputi Informasi dan Data, dan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, secara substantif dapat digolongkan atau disatukan menjadi Deputi Hubungan Masyarakat, sebagaimana yang terdapat pada ICAC.

b. Perbedaan

ICAC dikepalai oleh seorang Commissioner yang secara formal bertanggung jawab secara langsung kepada Chief of Executive of Hong Kong Special Administrative Region. Sebagai wakilnya seorang Deputy of Commisioner yang merangkap Head of Operations of Operations Department. Komisioner ICAC merupakan pejabat negara yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab tertinggi dalam komisi. Komisioner ICAC diangkat oleh State Council of People’s Republic of China (Majelis Negara Republik Rakyat China), berdasarkan rekomendasi dari Chief of Executive of Hong Kong Special Administrative Region.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia, dan dilakukan secara transparan, serta sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur pada Pasal 29 hingga 37, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pimpinan KPK (Commissioners) terdiri dari seorang Ketua (Head of Commissioners) merangkap anggota, dan empat orang Wakil Ketua (Deputy Commissioners) merangkap

8|KPK VS ICAC HONG KONG

anggota. Pimpinan KPK (Ketua dan Wakil Ketua) bekerja secara kolektif, dan melakukan pengambilan keputusan secara bersama-sama. Ketua KPK adalah pejabat negara, penyidik, penuntut umum, dan merupakan penanggung jawab tertinggi KPK.

6. Perimbangan Kekuasaan

a. Persamaan

Pada kategori ini, dapat disimpulkan bahwa baik ICAC maupun KPK, pada persepektif checks and balances memiliki kesamaan utama, yakni kekuatan-kekuatan investigatif kedua badan anti korupsi ini dibentuk untuk memastikan tidak akan adanya penyalahgunaanpenyalahgunaan kewenangan, dan untuk memastikan bahwa keduanya tetap berada pada jalur yang dikehendaki sejak pembentukannya.

Persamaan-persamaan instrumen pendukung kekuatan investigatif ini, dapat dilihat pada:

1.

Pengadilan Khusus. Fungsi dari lembaga ini (Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Independent Judiciary) adalah untuk memeriksa dan memutus kasus korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh KPK atau ICAC. Pengadilan khusus memastikan penuntutan-penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh keduanya, telah sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku, agar tidak melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kepastian hukum, dan agar memastikan

keduanya,

tidak

melangkahi

garis

batas

(penyalahgunaan

kewewenangan) sebagaimana yang telah ditentukan oleh aturan hukum.

9|KPK VS ICAC HONG KONG

2.

Media. Media merupakan instrumen utama ICAC dan KPK untuk menjangkau publik. Sebaliknya publik melakukan pemantauan atas ICAC dan KPK melalui Media

3.

Tim Penasehat (Advisory Team). Tim Penasehat diangkat oleh karena kepakarannya (biasanya dari warga masyarakat yang terkemuka atau prominent citizen), dan berfungsi utama untuk memantau kerja ICAC atau KPK.

4.

Badan Pengaduan Masyarakat (ICAC Complaints Committee dan Direktorat Pengaduan Masyarakat). Baik ICAC maupun KPK, keduanya memiliki badan pengaduan masyarakat. Badan ini berfungsi utama untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap indikasi penyimpangan unit kerja dan sumber daya manusia dan pemrosesan pengaduan masyarakat terkait internal staf komisi.

5.

Badan Pengawasan Internal (L Group dan Direktorat Pengawasan Internal). Badan pengawasan ini, berfungsi utama dalam pemeriksaan ketaatan, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan unit kerja di internal lingkungan komisi, dan evaluasi pelaksanaan program kerja komisi.

b. Perbedaan

Perbedaan-perbedaan instrumen pendukung kekuatan investigatif kedua badan anti korupsi ini, dapat dilihat pada:

1. Power of Prosecution (Kewenangan Penuntutan). ICAC menggunakan prinsip Separate Power of Prosecution (Kewenangan Penuntutan Terpisah). Setelah menyelesaikan penyidikan, kewenangan penuntutan diberikan kepada Secretary for Justice. Pemisahan penuntutan dimaksudkan agar kasus-kasus yang dibawa ke 10 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

hadapan pengadilan, bukan semata-mata berdasarkan keputusan ICAC. Sedangkan KPK menggunakan prinsip Integrate Power of Prosecution (Kewenangan Penuntutan Terpadu). Setelah menyelesaikan penyidikan, kewenangan penuntutan tindak pidana korupsi tetap berada ditangan KPK, melalui Jaksa Penuntut Umum KPK, yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Keterpaduan kewenangan penuntutan ini, dimaksudkan agar kasus-kasus tindak pidana korupsi yang dibawa ke hadapan Pengadilan Tipikor, dapat diputuskan dengan seadil-adilnya. 2. Advisory Committees (Badan Penasehat). ICAC memiliki empat Badan Penasehat yang terdiri dari prominent citizens yang diangkat oleh Chief Executive of Hong Kong Special Administrative Region, untuk mengawasi kerja dari ICAC. Badanbadan penasehat ini diduduki oleh anggota masyarakat untuk memantau kerja ICAC. Badan-badan penasehat ini adalah; Advisory Committee on Corruption (Badan Penasehat terhadap Korupsi), Operations Review Committee (Badan Pengawas Penyelidikan), Corruption Prevention Advisory Committee (Badan Penasehat Pencegahan Korupsi), Citizens Advisory Committee on Community Relations (Badan Penasehat Publik terhadap Hubungan Masyarakat). Advisory Committees ICAC lebih bersifat spesifik dan memiliki kekuatan, jika dibandingkan dengan Tim Penasehat KPK. Hal ini dikarenakan, sebagai komite pengawas, persetujuan Advisory Committees bersifat mengikat (binding) terkait pada isu-isu tertentu, salah satunya adalah pemberhentian (terminate) pengangkatan pejabat-pejabat internal ICAC. Tim Penasehat KPK (yang hanya terdiri dari empat orang) diangkat karena kepakarannya oleh KPK sendiri, dan berfungsi untuk memberikan nasehat dan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Nasehat dan

11 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

pertimbangan dari Tim Penasehat KPK tidak bersifat mengikat, namun lebih bersifat rekomendatif atau anjuran (recommendation). Hal ini disebabkan karena secara struktural, Tim Penasehat KPK berada dibawah (subordinat) Commissioners (Pimpinan) KPK.

7. Strategi

a. Persamaan

Pada kategori ini, dapat disimpulkan bahwa baik ICAC maupun KPK, keduanya samasama menggunakan strategi yang sama secara substantif, namun memiliki perbedaan dalam penerapannya. Kesamaan strategi ini yaitu:

1. Penindakan (Represif). Penindakan terhadap korupsi, merupakan tugas dan wewenang pokok dari kedua badan anti korupsi ini. Untuk melaksanakan penindakan terhadap korupsi, keduanya memerlukan kerja sama secara intensif dan berkelanjutan dengan instansi-instansi lain yang terkait dalam pemberantasan korupsi. 2. Pencegahan (Prefentif). Penindakan tanpa disertai dengan upaya pencegahan yang berimbang, hanya akan membuat pemeberantasan korupsi sia-sia belaka. Upaya pencegahan merupakan upaya pokok yang harus dilakukan untuk membendung korupsi dikemudian hari.

b. Perbedaan

Secara harfiah, dapat disimpulkan bahwa strategi yang digunakan ICAC lebih bersifat aplikatif dan terbagi menjadi tiga bagian sebagai konsekwensi logis dari penerapan three-

12 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

pronged approach. Strategi unik ini ditujukan untuk memberantas korupsi pada tiga front yaitu penegakan hukum, pendidikan, dan pencegahan, dan diwujudkan dalam bentuk Departemen Penindakan (Operations Departement), Departemen Pencegahan Korupsi (Corruption Prevention Department), dan Departemen Hubungan Masyarakat (Community Relations Department). Strategi ini terbukti efektif dan masih tetap menjadi pedoman ICAC, hingga saat ini untuk memberantas korupsi.

Strategi yang digunakan KPK lebih bersifat teoritis dan terbagi menjadi dua bentuk, yaitu yang didasari berdasarkan target-target waktu, dan berdasarkan tugas KPK. Berdasarkan waktu, Rencana Strategis KPK dapat dibagi menjadi Strategi Jangka Pendek (strategi yang diharapkan mampu segera memberikan manfaat atau pengaruh dalam pemberantasan korupsi), Strategi Jangka Menengah (strategi yang secara sistematis mampu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi), dan Strategi Jangka Panjang (strategi yang diharapkan mampu mengubah budaya atau pola pandang dan persepsi masyarakat terhadap korupsi). Sedangkan berdasarkan tugasnya, strategi KPK dapat dibagi menjadi Strategi Pembangunan Kelembagaan, Strategi Pencegahan, Strategi Penindakan, dan Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat.

B. Efektifitas dalam Memberantas Korupsi

Dapat disimpulkan bahwa ICAC telah berhasil (dalam artian efektif dan efisien) untuk memberantas korupsi (dalam artian mengurangi dan mengendalikan korupsi), sedangkan KPK masih berada dalam tahap ’memulai’ untuk memerangi korupsi. Ini merupakan sesuatu hal yang wajar mengingat ICAC telah lama ”mengepakkan sayapnya”, sedangkan KPK jika diibaratkan seperti manusia, masih berada dalam tahap ”belajar berlari”. Kendati demikian KPK merupakan

13 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

satu-satunya harapan yang prospektif bagi publik untuk melakukan agenda nasional pemberantasan korupsi.

1. Independent Commission Against Corruption

a. Pencapaian-pencapaian

Sebagai sebuah badan anti korupsi yang sukses memberantas korupsi, tentunya ICAC memberi dampak positif bagi Hong Kong itu sendiri. Adapun pencapaian-pencapaian yang dihasilkan ICAC bagi Hong Kong antara lain:

1.

International Recognition (Pengakuan Internasional). Pengakuan internasional ini salah satunya tercermin dari indeks persepsi korupsi (corruption perception index) Hongkong pada tahun 2007 sebesar 8.3 dan menempatkan Hong Kong sebagai negara paling bersih dari korupsi di peringkat 14, dari 179 negara-negara di dunia yang telah disurvei oleh Transparency International.

2.

Perubahan Budaya. ICAC telah mencapai kesuksesan melaui revolusi damai (quiet revolution) pada sikap masyarakat terhadap korupsi di Hong Kong. Telah terjadi perubahan penuh pada kultur masyarakat Hong Kong, dari toleransi, hingga penolakan total (zero tolerance) terhadap korupsi. Hong Kong secara konsisten diteliti oleh lembaga-lembaga survey internasional sebagai salah satu tempat yang paling bersih dari korupsi di Asia.

3.

Pelayanan Publik yang Bersih. ICAC sukses memberantas semua tipe korupsi yang nampak di pemerintahan. Korupsi eksis hanya pada tingkat keterselubungan yang

14 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

tinggi (highly secretive crime), dan hanya melibatkan bagian-bagian tertentu saja. Hong Kong saat ini secara fundamental memiliki institusi pelayanan publik yang bersih dari korupsi. Pencapaian ini tidak saja karena pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh ICAC, melainkan pula kesuksesan dari penerapan Code of Conduct (Kode Etik) and Declaration of Conflict of Interest Guidelines (Deklarasi Pedoman Konflik Kepentingan), yang telah diadopsi oleh semua instansi-instansi pemerintahan di Hong Kong. 4.

Sektor Swasta yang Waspada Korupsi. Hong Kong termasuk salah satu negara pertama di dunia, yang memberantas korupsi di sektor swasta secara efektif. Meskipun sulit untuk membasmi korupsi di sektor swasta, pelaku bisnis di Hong Kong saat ini sadar dan waspada sepenuhnya akan bahaya korupsi. Mereka menyadari bahwa korupsi akan merusak reputasi dan bisnis mereka pada akhirnya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan situasi pada tahun-tahun permulaan ICAC, ketika beberapa bagian dari komunitas bisnis memusuhi ICAC. Perubahan sikap ini dibuktikan dengan makin banyaknya sektor swasta dan pelaku bisnis mencari jasa-jasa pencegahan korupsi ICAC.

5.

Memastikan bahwa Hong Kong memiliki pemilihan umum yang bersih.

6.

Sebagai mitra aktif pada kancah internasional dalam mempromosikan kerja sama internasional terkait pemberantasan korupsi. International Anti Corruption Conference (IACC)

15 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

ICAC adalah co-founder dari

b. Faktor-faktor Kesuksesan

Tanpa perlu dikatakan, sebuah organisasi, tidak peduli seberapa baik dibentuk dan dilengkapi, tidak dapat memerangi korupsi sendirian. Selain lembaga profesional yang berdedikasi tinggi seperti ICAC, terdapat pula beberapa faktor penting yang menunjang guna memenangi perang melawan korupsi. Faktor-faktor ini adalah:

1.

Determinasi Pemerintah. Determinasi dan dukungan pemerintah adalah faktor pertama dan utama dalam kesuksesan memerangi korupsi. Dukungan pemerintah secara nyata, dapat diwujudkan melalui dukungan politik dan pemberian dana anggaran yang maksimum, untuk menjamin adanya fleksibilitas dan daya jangkau yang maksimum komisi, dalam melaksanakan fungsinya.

2.

Legislasi yang Kuat. Korupsi adalah salah satu tindak pidana yang paling sulit dideteksi. Faktor penting kedua untuk membantu sebuah komisi anti korupsi guna mencapai visi dan misinya, adalah adanya strong enforcement powers. Hal ini hanya dapat diwujudkan dengan adanya dukungan politik dari lembaga legislatif. Pada pemberantasan korupsi di Hong Kong, Legislative Council juga menyediakan ICAC dengan kewenangan-kewenangan yang diperlukan untuk melakukan edukasi publik, pemeriksaan prosedur-prosedur penyelenggaraan negara, dan saran-saran yang diperlukan untuk pencegahan korupsi.

3.

Dukungan Publik. Dukungan publik merupakan faktor ketiga yang menentukan keberhasilan pemberantasan korupsi. Untuk menggalang dan menjaga kesadaran publik akan arti pentinganya pencegahan korupsi, dibutuhkan sebuah program jangka panjang yang berkesinambungan dan komprehensif. Kepercayaan publik

16 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

terhadap komisi anti korupsi harus dipertahankan, karena faktor ini merupakan kunci dalam keberlangsungan komisi anti korupsi itu sendiri 4.

Sistem Checks and Balances. Faktor keempat yang mempengaruhi keberhasilan ICAC adalah sistem Checks and Balances. Sistem ini diberlakukan untuk menjamin segala tindakan dari komisi anti korupsi agar tetap akuntabel dan tidak menyimpang dari garis batas kewenangan. ICAC merupakan subyek dari sistem Checks and Balances yang sehat dan efektif

5.

Kerja Sama Internasional. Faktor terakhir adalah kerja sama internasional dengan lembaga-lembaga anti korupsi di luar negeri. Kerja sama internasional ini memungkinkan ICAC untuk memanfaatkan hukum-hukum yang berlainan dan keberagaman sistem birokrasi, guna menghasilkan efisiensi dan efektifitas dalam pemberantasan korupsi di dalam negeri. Kerja sama ini juga memungkinkan terjadinya pertukaran multilateral atas hukum terkait, dan bantuan investigatif dalam memerangi korupsi.

2. Komisi Pemberantasan Korupsi

A. Kinerja KPK 2007

Berdasarkan berkas Rapat Dengar Pendapat KPK dengan Komisi III DPR RI (Jakarta, 8 Oktober 2007) dan Annual Report (Laporan Tahunan) 2007 Komisi Pemberantasan Korupsi, pelaksanaan tugas dan wewenang KPK selama tahun 2007 (hingga 31 Agustus 2007) dapat dijabarkan menjadi; koordinasi, supervisi, penindakan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi), pencegahan, monitor, dan penanganan dukungan masyarakat.

17 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

1) Koordinasi

1.

Rapat koordinasi dengan Kejaksaan dan Kepolisian dalam membahas perkaraperkara tindak pidana korupsi dengan 22 instansi.

2.

Koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam rangka menemukan data transaksi yang mencurigakan yang disinyalir berasal dari tindak pidana korupsi, hasilnya diperoleh 16 data transaksi keuangan yang mencurigakan.

3.

Koordinasi dengan Auditor BPK dan BPKP dalam rangka bantuan audit investigasi dan perhitungan kerugian keuangan negara, koordinasi ini menghasilkan laporan audit investigasi, 10 dari BPK dan 90 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

4.

Koordinasi dengan instansi lainnya; Direktorat Jenderal Imigrasi dalam rangka pencegahan seseorang ke luar negeri, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Pajak, dan Lembaga Keuangan dalam rangka asset tracing.

2) Supervisi

1. Markas Besar POLRI, Penyidikan TPK dalam pengadaan 2 mesin PLTG TM Borang. 2. Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat, 2 perkara. 3. Kepolisian Daerah Sumatra Barat, 2 perkara. 4. Kepolisian Daerah Papua, 2 perkara. 5. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, 2 perkara. 6. Kepolisian Daerah Jawa Timur, 2 perkara. 7. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, 4 perkara. 18 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

8. Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah, 1 perkara. 9. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, 3 perkara. 10. Kepolisian Daerah Riau, 2 perkara. 11. Kejaksaan Tinggi Riau, 2 perkara. 12. Kepolisian Daerah Gorontalo, 2 perkara. 13. Kejaksaan Tinggi Gorontalo, 2 perkara. 14. Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, 2 perkara. 15. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, 2 perkara. 16. Kepolisian Daerah Jawa Tengah, 3 perkara. 17. Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, 2 perkara.

Dari hasil supervisi KPK terhadap perkara-perkara diatas, hambatan yang ditemukan oleh penyidik sebagian besar adalah yang berhubungan dengan belum diperolehnya ijin untuk melakukan pemeriksaan sebagai saksi atau tersangka terhadap Kepala Daerah atau Anggota DPRD, serta ijin Gubernur Bank Indonesia dalam rangka pemeriksaan rekening tersangka pada bank.

3) Penindakan

Penindakan yang dilakukan KPK dapat dirinci sebagai berikut:

1. Penyelidikan 59 kasus, 20 kasus ditingkatkan ke penyidikan, dan 5 kasus dilimpahkan ke Kepolisian dan Kejaksaan. 2. Penyidikan 25 perkara, 8 perkara sisa tahun 2006, dan 17 perkara tahun 2007. 3. Penuntutan 22 perkara, 10 perkara sisa tahun 2006, dan 12 perkara tahun 2007.

19 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

4. Eksekusi 21 perkara. Kinerja KPK pada bidang penindakan dalam kurun waktu 2004 – 2007, dapat dilihat pada hasil riset Indonesia Corruption Watch. Hasil riset ini, didalamnya terdapat jumlah pengaduan terkait tindak pidana korupsi sebanyak 19.901 kasus, indikasi korupsi sebanyak 6.213 kasus, dan selesai diputus pengadilan sebanyak 59 kasus. Semua perkara korupsi yang dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tipikor divonis bersalah dengan rata-rata vonis 4,4 tahun. Semua pelaku korupsi sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, langsung ditahan sehingga tidak membuka peluang bagi koruptor untuk melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

Dapat disimpulkan secara ringkas bahwa penindakan yang dilakukan KPK terhadap tindak pidana korupsi menunjukan kemajuan dari tahun ke tahun. Kendati demikian penanganan kasus korupsi oleh KPK masih dalam skala yang kecil dan sebagian besar berupa pengadaan barang dan jasa (korupsi konvensional) dan tidak menyentuh wilayah state capture sebagai mother of corruption.

4) Pencegahan

Tindakan pencegahan korupsi yang dilakukan KPK secara garis besar, adalah sebagai berikut:

1.

Pendaftaran dan pemeriksaan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara.

2.

Penanganan gratifikasi.

3.

Kegiatan studi atau kajian.

4.

Bimbingan Teknis (bimtek) good governance di daerah-daerah.

20 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

5.

Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) dan koordinasi, monitoring, dan evaluasi (kormonev) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

6.

Keterlibatan dalam Forum Internasional.

7.

Seminar Internasional.

8.

Pendidikan Anti Korupsi.

9.

Kampanye dan pelayanan masyarakat.

10.

Upaya pencegahan di Nanggroe Aceh Darussalam.

5) Monitor

Monitoring yang dilakukan KPK sebagai berikut:

1. Kajian Sistem di Lembaga Negara dan Pemerintah, meliputi pengkajian sistem administrasi pertanahan pada BPN, pengkajian sistem pelayanan imigrasi pada Kantor Imigrasi, pengkajian sistem administrasi impor di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan pengkajian sistem penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). 2. Kajian Literatur, meliputi pengkajian sistem Database Nasabah Terpusat (Central Customer Database), pengkajian terhadap Kontrak-kontrak Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias; pengkajian terhadap Kegiatan Sosialisasi APBD, pengkajian terhadap Implementasi E-Announcement, dan pengkajian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006. 3. Pemantauan terhadap implementasi rekomendasi pada beberapa instansi, seperti BPN (Kantor Pertanahan) di wilayah Jakarta, Direktorat Jenderal Imigrasi (Kantor Imigrasi) di wilayah Jakarta, dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. 21 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

4. Trigger Activities, yakni berbagai upaya untuk mendorong satu atau beberapa lembaga negara dan pemerintah untuk mengimplementasikan suatu sistem yang dinilai memberi dampak yang besar terhadap upaya pemberantasan korupsi. Implementasi beberapa sistem yang telah didorong KPK antara lain meliputi E-Announcement, Reformasi Birokrasi,

Sistem

Database Nasabah

Terpusat

(Central

Customer

Database),

Transparansi APBD, dan Database Kementrian Negara BUMN.

6) Penanganan Dukungan Masyarakat

Pengaduan masyarakat yang diterima KPK terkait korupsi pada tahun 2007 (hingga 30 September) berjumlah 5.166 laporan. Laporan yang ditelaah KPK dari berbagai sumber berjumlah 5437 laporan, dari jumlah laporan tersebut, laporan yang berindikasi tindak pidana korupsi sebanyak 354 laporan, dan laporan yang tidak berindikasi tindak pidana korupsi berjumlah 3086 laporan.

B. Hasil-hasil Signifikan yang Telah Dicapai KPK

1) Asset Recovery

Berdasarkan berkas Rapat Dengar Pendapat KPK dengan Komisi III DPR RI (Jakarta, 8 Oktober 2007), jumlah uang negara yang berhasil diselamatkan dari tahun 2005 hingga Agustus 2007, dan jumlah uang negara yang telah disetor ke Kas Negara, terinci sebagai berikut:

a) Jumlah uang negara yang berhasil diselamatkan dihitung berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht), yaitu putusan

22 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

terhadap uang rampasan, uang pengganti, dan denda, yaitu; 2005 Rp.11.381.320.000,-, 2006 Rp.30.291.709.248,-, 2007 Rp.117.357.453.135,-. total Rp.159.030.482.383,-. b) Jumlah uang negara yang telah disetor ke Kas Negara yang berupa uang rampasan, barang bukti yang telah dilelang, uang pengganti dan denda yang telah tertagih, yaitu; 2005 Rp.6.959.166.167,-, 2006 Rp.12.990.522.190,-, 2007 Rp.15.294.137.329,-. total Rp.35.243.825.686,-. c) Uang pengganti yang masih belum tertagih dari terpidana berdasarkan putusan pengadilan

yang

telah

mempunyai

kekuatan

hukum

tetap

sebesar

Rp.103.714.742.507,-. d) Masih terdapat beberapa barang rampasan yang belum selesai dieksekusi (dilelang) yang diperkirakan berjumlah Rp.8.033.000.000,-.

2) Penerimaan Gratifikasi yang Disetor ke Kas Negara

Berdasarkan Laporan Tahunan (Annual Report) 2007 Komisi Pemberantasan Korupsi, rekapitulasi penerimaan gratifikasi yang disetor ke kas negara dari tahun 2005 hingga 17 Desember 2007 berjumlah total sebanyak Rp.3.074.984.404,-.

3) Deterrence Effect

Salah satu pencapaian penting yang dicapai oleh KPK adalah, adanya harapan baru bahwa korupsi bisa dilawan dan diberantas. KPK sebagai sebuah lembaga superbody untuk memberantas korupsi, terbukti mampu menancapkan rasa takut yang mendalam kepada pejabatpejabat negara yang tidak, ingin, dan akan melakukan korupsi. Hal ini menyebabkan pejabat-

23 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

pejabat negara cenderung lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan-kebijakannya.

Efek psikologis ini akan membawa dampak yang kondusif dalam pemberantasan korupsi, sehingga bukanlah suatu hal yang utopia, bahwa Indonesia suatu saat akan terbebas dari belenggu korupsi.

C. Problematika Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memberantas Korupsi

Kendati KPK memiliki; kewenangan-kewenangan yang kuat (powerfull) sebagai lembaga penggerak (trigger mechanism) dalam pemberantasan korupsi, anggaran dana yang mencukupi, dan dukungan publik, lembaga swadaya masyarakat dan media, ternyata dalam melaksanakan perubahan untuk mewujudkan bangsa yang anti korupsi dan mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, KPK memeliki problematika tertentu yang menghambat upaya mulia ini. Problematika ini antara lain; belum optimalnya reformasi birokrasi, minimnya sumber daya manusia, Upaya Amandemen Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada tahun 2006, implementasi Konvensi UNCAC, praktik haram mafia peradilan, dan serangan balik para koruptor.

1. Belum Optimalnya Reformasi Birokrasi

Upaya melakukan pencegahan korupsi yang dilakukan KPK masih belum mendapat tanggapan serius dari aparat birokrasi. Reformasi birokrasi sebagai bagian penting dalam pemberantasan korupsi masih dianggap sebelah mata dengan kata lain dalam penerapannya masih belum optimal.

24 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

Kendala yang muncul dalam upaya melakukan reformasi birokrasi tercatat beberapa hal antara lain: Sistem pemerintahan dan pelayanan publik yang buruk, kompensasi gaji Pegawai Negeri Sipil yang masih tergolong rendah, sistem pengawasan pegawai tidak berjalan baik dan terkesan tumpang tindih, sedikitnya pemimpin yang bisa menjadi teladan, dan sikap permisif masyarakat yang ditunjukkan dengan perilaku koruptif.

Reformasi birokrasi khususnya perbaikan yang berkaitan dengan pelayanan publik tidak mengalami kemajuan yang berarti. Bahkan, pada tahun 2007 ini, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebagai tolok ukur efektifitas pelayanan publik yang dikeluarkan Transparency International justru turun. Jika pada tahun 2006, IPK Indonesia 2,4 maka pada tahun 2007 ini turun menjadi 2,3.

Sesuai dengan namanya, IPK bukanlah gambaran tentang tingkat korupsi yang terjadi, tetapi merupakan gambaran buruknya pelayanan publik. Rendahnya IPK Indonesia ini antara lain disebabkan oleh tidak diterapkannya prinsip-prinsip good governance dalam praktik tata kelola pemerintahan pada umumnya dan khususnya dalam praktik pelayanan publik.

IPK ini mengindikasikan relevansi buruknya pelayanan publik akibat korupsi yang terjadi di lingkungan instansi pemerintah, padahal Presiden melalui Instruksi Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi telah mengamanatkan peningkatan kualitas pelayanan publik dan penetapan program dan wilayah bebas korupsi (island of integrity).

IPK yang justru turun tersebut, menunjukkan bahwa upaya pencegahan korupsi di Indonesia masih belum optimal. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 selama ini belum dijalankan secara penuh dan manfaatnya belum dirasakan masyarakat banyak. Beberapa unit

25 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

kerja dan Pemerintah Daerah memang telah melakukan perbaikan-perbaikan secara internal. Namun gerakan ini masih bersifat sporadis dan parsial, karena itu perlu digerakkan secara progresif oleh para penyelenggara negara baik di pusat maupun di daerah.

2. Minimnya Sumber Daya Manusia KPK

Saat ini KPK memiliki pegawai sebanyak 450 orang, 27 persen di antaranya berada di Deputi Penindakan. Jumlah ini tentu jauh dari mencukupi jika dilihat dari sisi jumlah pengaduan masyarakat, kasus-kasus yang ditangani dan harapan masyarakat terhadap KPK. Hingga bulan November 2007, jumlah pengaduan masyarakat yang masuk sekitar 22.172 pengaduan.35

3. Upaya Amandemen Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada tahun 2006 Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 033/PUU-IV/2006, yang berarti penegak hukum (termasuk KPK) tidak lagi diperbolehkan menerapkan unsur perbuatan melawan hukum secara materiil untuk membuktikan apakah seseorang bersalah melakukan korupsi. MK juga memutuskan bahwa Pasal 53 UU Nomor 30 Tahun 2002 yang mengatur tentang eksistensi Peradilan Tipikor bertentangan dengan UUD 1945. Aturan Pasal 53 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai diadakan perubahan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak putusan tersebut dibuat.

Keputusan MK terhadap uji materi Pasal 53 UU Nomor 30 Tahun 2002 mengharuskan perangkat undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Komis Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diamandemen. Agar di masa depan KPK dalam

26 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

melaksanakan tugas dan wewenangnya bisa mengakomodasi kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan secara lebih luas dan menyeluruh dan sekaligus menutup peluang munculnya permohonan uji materi.

4. Implementasi Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption, 2003) Masalah sekaligus tantangan yang dihadapi KPK sepanjang tahun 2007 juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh gelombang pemberantasan korupsi di negara-negara lain. Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption, 2003) pada tanggal 9 Desember 2003 di Merida, Meksiko, sedikit banyak mempunyai dampak terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sedikitnya 137 negara turut ambil bagian menandatangani konvensi tersebut, termasuk Indonesia. Sebagai anggota PBB, Indonesia meratifikasi UNCAC 2003 pada tanggal 21 Maret 2006, sebulan kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003. Dengan disahkannya undang-undang tersebut, Indonesia harus menyelaraskan undang-undang tindak pidana korupsi dengan sejumlah ketentuan yang tercantum dalam UNCAC 2003.

Di antara ketentuan-ketentuan diatas adalah yang tertuang dalam Pasal 5 hingga 14 mengenai ruang lingkup tindakan pencegahan korupsi. Disebutkan bahwa pencegahan dan penuntutan praktik korupsi meliputi sektor swasta dan tindakan-tindakan untuk mencegah kegiatan pencucian uang. Sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK melakukan upaya hukum (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan) apabila menyangkut penyelenggara negara dan aparat penegak hukum, sedangkan korupsi di sektor swasta masih belum dijamah KPK. Di sisi lain, kehadiran konvensi antikorupsi tersebut menandai diakuinya korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Bahkan, dalam konferensi Asosiasi Internasional Otoritas 27 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

Pemberantasan Korupsi (International Association of Anti-Corruption Authorities, IAACA) di Beijing, China, 25 Oktober 2006, disepakati bahwa korupsi merupakan kejahatan lintas negara (transnational crime).

5. Praktik Mafia Peradilan

Bukan rahasia lagi bahwa lembaga-lembaga penyelenggara kekuasaan kehakiman kita (kecuali Mahkamah Konstitusi) sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta kehilangan kredibilitas di mata publik, serta merupakan playground dari mafia peradilan. Praktik haram ini berlangsung dari hulu hingga ke hilir, tersusun rapi (hierarkis), terselubung, dan sangat sulit dideteksi tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Ironis memang lembaga peradilan yang seharusnya memberikan keadilan dan menegakkan hukum, senyatanya dapat dibajak dan dimodifikasi. Praktik mafia peradilan ini secara langsung melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

6. Serangan Balik Para Koruptor Para koruptor dengan ”mafia-mafia” terselubungnya, berusaha untuk melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Serangan balik mereka lebih ditujukan kepada KPK, mengingat lembaga independen ini masih belum dapat ”dijinakkan” sebagaimana lembaga pemberantas korupsi lainnya (Kepolisian dan Kejaksaan) yang ”kelihatannya” telah diinfiltrasi (bukti kasus mutakhir, korupsi-korupsi oknum pejabat Kepolisian baik di daerah maupun pusat, dan caught red-handed-nya Jaksa Urip Tri Gunawan).

Sinyalemen-sinyalemen judicial review terhadap eksistensi KPK, sempat hangat diutarakan pada tahun 2007 oleh oknum-oknum anggota DPR. Dan bukan hanya itu, 28 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

kewenangan-kewenangan khusus KPK, sebagaimana diatur pada Pasal 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, juga berusaha untuk dikebiri.

Para koruptor ini, yang notabene merupakan pejabat-pejabat negara baik di tingkat pusat dan daerah, adalah penghianat bangsa dan Republik, penghianat demokrasi dan reformasi, serta penghianat konstitusi. Keberadaan mereka harus diberantas selayaknya pengadilan jalanan yang memberlakukan amuk massa hingga mati mengenaskan, terhadap pencuri-pencuri kelas teri di jalanan, yang terpaksa mencuri demi sesuap nasi.

Sumber : http://dc355.4shared.com/doc/FW4d2lN4/preview.html

29 | K P K V S I C A C H O N G K O N G

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF