Tugas Kepemimpinan AH Nasution
January 14, 2019 | Author: Haaifan Nasution | Category: N/A
Short Description
Download Tugas Kepemimpinan AH Nasution...
Description
BAB I PENDAHULUAN
Sejarah peradaban dan perkembangan manusia dari dahulu kala hingga saat ini, telah melalui proses yang sangat panjang. Sejak dahulu, kelompok-kelompok manusia mempertahankan eksistensinya di wilayah dan
daerahnya
masing-masing
dari
gangguan
kelompok-kelompok
manusia lainnya. Peperangan dan pertempuran tidak jarang dijadikan alat untuk mempertahankan eksistensinya. Negosiasi dan diplomasi antar kelompok
manusia
juga
dijadikan
alat
untuk
mempertahankan
kelangsungan hidup kelompoknya. Dalam mempertahankan kelangsungan kelompoknya tidak terlepas dari pengaruh pemimpin-pemimpin dalam kelompok-kelompok manusia tersebut. Kepiawaian seorang pemimpin dalam memimpin suatu kelompok merupakan kemenangan strategis bagi kelompok tersebut. Alexander the Great yang hampir tidak pernah kalah dalam setiap pertempuran dengan kepiawaiannya dapat menaklukkan Negeri Persia. Genghis khan atau Temujin dengan keahliannya dalam memimpin berhasil menyatukan bangsa Mongolia, mendirikan kekaisaran Mongolia hingga berhasil menguasai hampir seluruh daratan Asia dan melakukan invasi besar-besaran ke wilayah Timur Tengah pada masanya. Solahuddin Al Ayyubi atau Si Singa Padang Pasir terkenal karena keshalihannya dan kebijaksanaannya baik kepada kawan maupun lawan-lawannya yang tercatat di kancah perang salib. Sultan Mehmet II (Muhammad Al-Fatih sang
penakluk
memindahkan
Konstantinopel)
70-an
dengan
kapal-kapalnya
hanya
kecerdikannya dalam
berhasil
semalam
untuk
memasuki sebuah selat yang dimana benteng Kota Konstantinopel lemah
disana hingga ia berhasil menaklukkan Kota Konstantinopel dan dengan kebijaksanaannya tidak membunuh satupun dari tawanan perangnya. Kebesaran bangsa-bangsa dan kemajuan peradaban bangsa-bangsa terdahulu sangat erat kaitannya dengan kepiwaian para pemimpinpemimpin tersebut pada masanya. Walaupun perang pada masa dahulu berbeda dengan perang-perang pada era saat ini yang mungkin lebih mengandalkan strategi, hingga muncul istilah perang pikiran yang tidak lagi mengandalkan otot melainkan otak yang tidak dapat dibatasi dari segala arah dan segala bentuk. Tetap saja kepiawaian dan kebijaksanaan para pemimpin menjadi modal utama untuk meraih kemenangan suatu bangsa disetiap peperangan. Sehingga tidak jarang kepemimpinan seorang pemimpin dijadikan tolak ukur dalam kemajuan peradaban suatu kelompok dan dijadikan contoh oleh pemimpinpemimpin berikutnya baik dalam berprilaku maupun dalam mengambil tindakan. Kepemimpinan
menurut
para
ahli
merupakan
suatu
proses
mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya atau anggotanya dengan tujuan dan maksud tertentu. Seorang pemimpin biasanya dijadikan panutan dan contoh bagi kelompoknya. Untuk itu, para pemimpin haruslah berbuat baik dan sehingga dijadikan kelompok atau pengikutnya memperoleh atau berkelakuan yang baik pula. Seorang ayah misalnya,
merupakan
pemimpin
di
dalam
keluarganya
haruslah
berkelakuan baik yang daoat dijadikan contoh baik pula bagi anaknya. Sehingga anaknya kelak menjadi seorang pemimpin yang baik pula bagi keluarganya. Dengan demikian, tujuan dari seorang pemimpin dapat tercapai.
Adapun
beberapa
lagi
contoh
pemimpin
yang
pernah
menggetarkan dunia antara lain, Nabi Muhammad SAW, Napoleon
Bonaparte,
Adolf Hitler, Mao Tse Tung, Josef Stalin dan lain-lain. Di
Indonesia, Soekarno, Bung Hatta, Jenderal Soedirman hingga Abdul Harris Nasution
merupakan
beberapa
tokoh
pemimpin
yang
fenomenal
Negara
Kesatuan
dimasanya. Dalam
panggung
perjuangan
kemerdekaan
Republik Indonesia (NKRI), bangsa Indonesia dipimpin oleh pemimpinpemimpin yang rela berkorban, pantang menyerah dan piawai dalam menggerakkan massa. Kepiawaian para pemimpin Indonesia pada waktu itu terbukti dengan menjadikan Indonesia sebagai Negara Macan Asia. Sehingga Indonesia menjadi salah satu negara yang di takuti di Asia bahkan di dunia. Perebutan kembali irian barat dengan maklumat trikora dari bung karno merupakan salah satu bentuk ketangguhan pemimpin Indonesia pada masanya. Sehingga menjadikan Negeri
Belanda
tidak
dapat menjajah Nusantara lagi. Peran militer yang dominan dalam mempertahankan kemerdekaan Indoensia tidak terlepas dari pengaruh kuat seorang Kepala Staf TNI AD pada waktu itu, yakni Jenderal
Besar
Abdul Haris Nasution. Jenderal
Besar
A.H. Nasution adalah seorang pejuang yang idealis, taat beribadah dan mampu memimpin
TNI AD dengan baik sehingga TNI tetap mampu
mengawal perjalanan kemerdekaan Republik Indonesia. Jenderal besar yang tidak pernah tertarik dengan kehidupan duniawi dan materil semata pernah diuji kesabaran dan kebijaksanaannya. Jenderal Nasution yang pernah menjadi musuh Orde Lama dan Orde Baru ini pernah kesulitan air pada saat ia telah pensiun dari militer beberapa orang
tidak
dikenal
merusak
aliran
air
kerumahnya.
Begitu
juga
sepeninggal putri beliau yang menjadi korban dalam keganasan G30 S/PKI, namun karena kebijaknsanaan dan kesabaran beliau tetap ikhlas
menerimanya dan menganggap sebagai ujian dari Allah SWT. Salah satu dari 3 Jenderal besar yang ada di Indoensia ini yang disegani oleh kawan maupun lawannya dan penggagas taktik perang gerilya yang menjadi panduan dasar akademi militer di beberapa Negara di dunia membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang kepemimpinan Jenderal
Besar
A.H. Nasution pada era mempertahankan kemerdekaan
Republik Indonesia.
BAB II FAKTA DAN DATA A.
Leader
Jenderal
Bintang
Lima (Purn.), Dr. Abdul Haris Nasution lahir pada
tanggal 3 Desember 1918 di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Jenderal yang biasanya disapa Pak Nas ini merupakan buah hati dari H. A. Halim Nasution dan H. Zaharah Lubis. Jenderal Besar ini memiliki seorang istri bernama Johana Sunarti Nasution. Mereka menikah pada tanggal 30 Mei 1947 di Ciwidey, Jawa Barat. Dari hasil pernikahan tersebut, mereka dikarunai dua orang anak, yaitu Hendriyanti Sahara dan Ade Irma Suryani yang gugur pada usia lima tahun saat peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G 30 S/PKI pada tahun 1965. Beliau
adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah
satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putri beserta ajudannya, Lettu Pierre Tendean. Pria Tapanuli ini lebih menjadi seorang jenderal idealis yang taat beribadah. Ia tidak pernah tergiur terjun ke bisnis yang bisa memberinya kekayaan materi. Riwayat pendidikan beliau antara lain: 1) HIS, Yogyakarta (1932); 2) Sekolah Guru (HIK), Yogyakarta (1935); 3) Sekolah Menengah Atas (AMS
Bagian B),
Jakarta (1938); 4) Akademi Militer (KMA),
Bandung
(1942); 5) Doktor HC dari Universitas Islam Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962); 6) Universitas Padjadjaran, Bandung (Ilmu Politik, 1962); 8) Universitas Andalas, Padang (Ilmu Negara 1962); dan 9) Universitas Mindanao, Filipina (1971). Selanjutnya, Pria yang biasa disapa dengan Pak Nas ini, juga memiliki sederet karir yang sungguh tidak mudah
untuk dicapai, antara lain: 1) Guru di
Bengkulu
Palembang (1939-1940); 3) Pegawai Kotapraja Dan Divisi III TKR/TRI, Bandung
Bandung
(1938); 2) Guru di
Bandung
(1940-1942); 4)
(1945-1946); 5) Dan Divisi I Siliwangi,
(1946-1948); 6) Wakil Panglima
Besar/Kepala
Staf Operasi
MB AP, Yogyakarta (1948); 7) Panglima Komando Jawa (1948-1949); 8) KSAD (1949-1952); 9) KSAD (1955-1962); 10) Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959); 11) Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (19591966); 12) Wakil Panglima Wakil Panglima
Besar
Besar
Komando Tertinggi (1962-1963); 13)
Komando Tertinggi (1965); dan 14) Ketua MPRS
(1966-1972).1 Sebagai seorang tokoh militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang gerilya. Pak Nas demikian sebutannya dikenal juga sebagai penggagas dwifungsi ABRI. Orde
Baru
yang ikut didirikannya (walaupun ia
hanya sesaat saja berperan di dalamnya) telah menafsirkan konsep dwifungsi itu ke dalam peran ganda militer yang sangat represif dan eksesif. Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Fundamentals of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, West Point, Amerika Serikat. Tahun 1940, ketika
Belanda
membuka sekolah perwira cadangan
bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar.
Beliau
kemudian menjadi
pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA 1
http://kolom-biografi.blogspot.com/2010/02/biografi-jendral-ah-nasution.html
mendirikan
Badan
Keamanan Rakyat.
pegawai Kotapraja Komandan
Bandung,
Batalion Barisan
Beliau
Pemimpin
juga ikut bekerja sebagai
Barisan
Pemuda, dan Wakil
Pelopor. Pak Nas juga ikut memimpin gerakan
rahasia pemuda/pelajar/mahasiswa yang antitentara pendudukan. Pada 1944, berhenti dari pekerjaan tersebut dan mondar-mandir antara JakartaBandung-Semarang-Yogyakarta-Surakarta-Surabaya
dalam
rangka
gerakan tersebut.2 Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima
Besar
TNI
(orang kedua setelah Jendral Soedirman). Sebulan kemudian jabatan "Wapangsar" dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar
Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi
Kepala Staf TNI Angkatan Darat. 3 Akibat pertentangan internal di dalam Angkatan Darat maka ia menggalang kekuatan dan melawan pemerintahan yang terkenal dengan peristiwa 17 Oktober 1952. Akibat peristiwa ini Presiden Soekarno mencopotnya dari jabatan KASAD dan menggantinya dengan
Bambang
Sugeng. Setelah islah akhirnya pada November 1955 ia menjabat kembali posisinya sebagai KASAD. Tidak hanya itu, pada Desember 1955 ia pun diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. pada 1958, diangkat letnan jenderal dan pada 1959 menjabat sejumlah kedudukan strategis seperti menjadi Menteri Keamanan Nasional, Ketua Panitia Penyusun
Badan
Paniti
Dekrit
Perumus
Pengawas Kegiatan Aparatur Negara, Anggota kembali
ke
UUD
1945,
Anggota
Majelis
Pemusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) merangkap Jabatan Kepala 2 3
Bisikan Nurani Sang Jenderal. A.H. Nasution. 1997. Halaman 370. http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Haris_Nasution
Staf
Angkatan
Darat,
Deputi
II
Penguasa
Perang
Tertinggi,
dan
sebagainya. Tahun 1960, diangkat menjadi jenderal. Sejak 1972, Nasution pensiun dan berhenti dari semua tugas resmi RI dan A BRI. Namun, ia tak pernah melewatkan perkembangan kehidupan politik di tanah air. Berbagai julukan telah diberikan oleh orang-orang yang mengagumi komitmen dan sosok Pak Nas. Ia disebut sebagai ³Bapak Angkatan Darat´, ³Bapak Dwifungsi ABRI´, ³Sesepuh ABRI´, bahkan ia juga disebut ³Jenderal Tanpa Pasukan´, ³Politisi Tanpa Partai´, dan ia pun sempat dicap dissident: ³Kelompok yang berseberangan´ atau ´Orang di Luar Pagar´ pemerintah. Bahkan
Nasution sendiri menyebut dirinya ³Orang Pinggiran´. Maksudnya,
orang yang sudah jauh dari hiruk pikuk kekuasaan. Namun, sebagai pejuang, andil Nasution tidaklah kecil. Misalnya, menciptakan sejumlah karya yang tidak hanya berguna bagi dunia kemiliteran atau keprajuritan, tapi juga bermanfaat bagi generasi muda yang ingin mengetahui perjalanan sejarah bangsanya dari salah seorang saksi sejarah dan sesepuh ABRI yang berhasil terlepas dari pembunuhan berdarah pada Peristiwa G-30S/PKI, September 1965. Peristiwa yang kemudian telah menorehkan lembaran kelam dalam sejarah bangsa kita. B.
Follower
Dari beberapa jenjang karir yang telah digelutinya, salah satunya menjabat sebagai Ketua Umum MPRS. Pak Nas memiliki seorang bawahan yang begitu mengagumi karya beliau. Dia adalah
Brigjen
TNI
(Purn.) Mohamad Abdulkadir Besar, S.H., 65 tahun, saat itu menjabat sebagai Sekretaris Umum MPRS (1967-1972), pernah menjadi dosen Fakultas Pasca Sarjana UI, mantan Asisten Menko Polkam
Bidang
Politik
Dalam Negeri (1978-1987). Ketika menjabat sebagai Sekretaris Umum, ia
melihat cara kerja Pak Nas yang sistematis dan sesuai dengan kebutuhan politik saat itu. Misalnya, Pak Nas sudah memperhitungkan bahwa Surat Perintah 11 Maret harus masuk dalam TAP agar tidak bisa dicabut. Artinya, mengukuhkan Supersemar menjadi Ketetapan MPRS. Termasuk rincian tugas-tugas MPRS sesuai UUD 1945. Ia pernah kelupaan mendudukan lembaga-lembaga negara sesuai fungsi dan posisinya UUD 1945. Apabila terlambat dikukuhkan pada waktu itu, maka Soekarno bisa mencabut Supersemar itu. Dan ini sudah diperhitungkan Pak Nas. Sebenarnya, dia menjadi staf Pak Nas pada 1963. Yang dia alami, kalau briefing, hanya ditulis dalam sebuah notes kecil, tapi sangat rinci dan sistematis untuk satu tahun, dan juga sudah jelas bagaimana operasinya dan evaluasinya nanti, jika tidak ada lagi briefing-briefing. Makanya wajar kalau Pak Nas sering disebut konseptor dan ahli strategi. Menurutnya, Pak Nas itu imannya sangat kuat. Dalam keadaan apapun, sakit, perang, ia tetap menjalankan kewajiban sebagai seorang yang beriman. Dalam mengambli keputusan, Pak Nas pernah bilang padanya, tanya dulu pada diri sendiri, apakah punya kepentingan pribadi dengan keputusan itu atau tidak. Kalau ada, jangan diambil. Lalu dikerjakan apabila memang berkenan bagi Yang Maha Kuasa. Sehingga, apa yang diputuskan tidak akan bertentangan dengan ajaran Tuhan. Syarat lainnya, jangan pikir dulu dukungan karena dukungan itu bersifat temporer. Pimpinan yang besar sekalipun akan jatuh apabila tidak mempunyai dukungan yang kuat.4 C.
4
Context
Bisikan Nurani Sang Jenderal. A.H. Nasution. 1997. Halaman 387-388.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Nasution sebagai seorang kolonel dengan satu setengah bulan menjabat Kepala Staf Komandemen Jawa
Barat,
kemudian menjadi Panglima Divisi II TKR (Priangan). Tahun
berikutnya, beliau menjadi mayor jenderal dengan menjabat Panglima Divisi I Siliwangi, Jawa satu
tingkat
kembali
Barat.
Namun, dengan sukarela diturunkan pangkat
menjadi
kolonel
dikarenakan
jabatan
trsebut
dihapuskan. Namun, pada tahun 1948, beliau diangkat kembali menjadi mayor jenderal dan menjabat Wakil Panglima Republik
Indonesia.
Kemudian
kolonel
Besar
(penurunan
Angkatan Perang pangkat-pangkat
setingkat dalam TNI). KSO (Kepala Staf Operasi) MB AP/Anggota Dewan Siasat Militer, dan mewakili tugas sehari-hari dari Panglima
Besar
karena
beliau dalam keadaan sakit (setelah terjadi peristiwa PKI). Kemudian beliau juga menjadi Panglima Komando Jawa selama perang gerilya kedua. Kemudian, Pak Nas juga menjadi Kepala Staf Angkatan Darat RIS. Tahun 1952, berhenti sebagai KSAD setelah peristiwa pengepungan Istana Merdeka oleh tentara pada 17 Oktober 1952 dan ditawari sebagai pegawai tinggi atau masuk dinas luar negeri, namun beliau tetap tidak bersedia. Selain itu, beliau juga menulis buku-buku militer antara lain, Pokok-pokok Gerilya, SPK, dan TNI I, II, III. Tiga tahun kemudian, Nasution terpilih sebagai angggota Konstituante dan ditawari sebagai Menteri Negara, namun tidaka bersedia.
Beliau
juga diangkat oleh Presiden
Soekarno dan karena permintaan perwira-perwira AD saat itu untuk kembali menjadi KSAD dengan menyandang pangkat mayor jenderal, sekaligus ketua GKS (Gabungan Kepala-kepala Staf). Pada tahun 1958, Pak Nas diangkat menjadi Letnan Jenderal dan menjabat sebagai Anggota Dewan Nasional yang mengusulkan dengan
tertulis agar kembali ke UUD 1945. Tahun 1959, beliau menjabat sebagai Menteri Keamanan Nasional/Menko Hankam/KSAD yang berkunjung ke Mesir dalam upaya agar Kanal Suez ditutup bila pecah perang, lalu beliau ke Pakistan/India dan meminta boikot pesawat
Belanda.
Satu tahun
kemudian, Pak Nas diangkat menjadi Jenderal dengan jabatan anggota MPRS. Pada 1962, beliau menjadi Wakil Panglima Irian
Barat
Besar
Pembebasan
yang akhirnya berhenti sebagai KSAD. Namun, beliau
dipercayakan
menjadi
KASAB,
disamping
tetap
menjadi
Menteri
Koordinator Hankam. Tugas beliau yang terbatas kepada koordinasi administrasi,
berhubung
komando
ABRI
beralih
ke
tangan
Presiden/Pangti/Pangsar KOTI, yang dengan dibantu staf KOTI langsung membawakan menteri panglima-panglima angkatan. Selanjutnya, beliau diberhentikan sebagai Wakil Panglima
Besar
Pembebasan Irian
Barat,
karena jabatan tersebut dihapus. Pada tahun 1965, sementara diangkat menjadi Wakil Pangima Besar, setelah terjadi G-30-S/PKI, kemudian jabatan itu dihapuskan lagi. Tahun berikutnya, pada bulan Februari, setelah TRITUTA (aksi KAMI), beliau diberhentikan sebagai Menko Hankam/KASAB (Jabatan-jabatan tersebut dihapuskan oleh presiden). Kemudian, setelah SUPERSEMAR dan diadakan pembaruan kabinet, beliau diangkat kembali untuk sementara menjadi Wakil Panglima
Besar
Komando Ganjang Malaysia (KOGAM).
Selain itu, beliau juga dipilih oleh Sidang Umum IV MPRS sebagai Ketua Umum MPRS.
Beliau
juga menjabat sebagai Anggota Dewan Kehormatan
Republik Indonesia. Kemudian, pada tahun 1972, beliau dipensiunkan dan juga berhenti dari semua tugas.5 Seperti yang sudah diketahui, Nasution adalah salah seorang tokoh yang ikut menandatangani surat Pernyataan Keprihatinan pada 13 Mei 1980. Surat yang kemudian dikenal dengan Petisi 50 itu berisi tanggapan kritis terhadap pidato tanpa teks Presiden Soeharto dalam Rapim ABRI di Pekanbaru (27 Maret 1980) dan pada HUT Kopassandha (sekarang Kopassus) di Cijantung, Jakarta (16 April 1980).6 Dari akhir kedudukan beliau terhadap semua tugas dan fungsinya, cukup banyak menuai kontroversi. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa pihak yang tidak menyukai keeksisan beliau dalam banyak hal dan juga pendiriannya yang tegas dalam mengambil keputusan. Setelah beberapa tahun kemudian, empat orang jenderal (Menko Polkam Soesilo Soedarman, Menhankam Edi Sudradjat, Pangab Feisal Tanjung, dan Wakasad Soerjadi) menjenguk beliau yang sedang terbaring di Rumah Sakit Gatot Subroto, Jakarta. Jenderal tua itu tetap tampak berwibawa. Kendati
sakit-sakitan,
ketika
menerima
kunjungan
empat
jenderal
penerusnya. Ini memang peristiwa langka. Untuk pertama kalinya, selama 13 tahun terakhir setelah pensiun, Nasution dikunjungi empat pejabat penting ABRI. Sebenarnya ada yang menarik dari kunjungan tersebut yang dilakukan selang dua hari setelah Kapuspen ABRI
Brigjen
menegaskan bahwa Nasution secara formal tak
5 6
Bisikan Nurani Sang Jenderal. A.H. Nasution. 1997. Halaman 370-372. Bisikan Nurani Sang Jenderal. A.H. Nasution. 1997. Halaman 14.
Syarwan Hamid pernah dicekal.
Sementara itu, menurut Nasution, sudah sejak 1971 dirinya mengalami pencekalan
antara
lain:
1)
tidak
diperbolehkan
mengikuti
acara
kekeluargaan tertentu; 2) dilarang menyampaikan khotbah di Masjid Cut Meutia; dan 3) tidak diperkenankan mengikuti seminar di Malaysia (1986).7 Menurut pengakuan beliau, ia sudah merasa dicekal sejak 1971, ketika masih menjabat sebagai Ketua Umum MPRS. Sedang Petisi 50 baru go public pada 1980. Pada 1983 dan 1986, Pak Nas sempat pergi ke AS
untuk menjalani operasi akibat pembengkakan jantung di RS Raven Woods selama hampir dua bulan. Tetapi, pada 1989 beliau dicekal ketika mendapat undangan dari Menteri Kebudayaan Malaysia untuk menghadiri seminar di Kuala Lumpur. Pak Nas menyatakan pencekalan tersebut diperintahkan oleh Menhankam Jenderal Benny Moerdani.8 D.
Leadership Process
Pak Nas dibesarkan dalam keluarga tani yang taat beribadat. Ayahnya anggota pergerakan Sarekat Islam di kampung halaman mereka di Kotanopan, Tapanuli Selatan. Pak Nas senang membaca cerita sejarah. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini melahap buku-buku sejarah, dari Nabi Muhammad SAW sampai perang kemerdekaan Belanda dan Prancis. Selepas AMS-B (SMA Paspal) 1938, Pak Nas sempat menjadi guru di Bengkulu
dan Palembang. Tetapi kemudian ia tertarik masuk Akademi
Militer, terhenti karena invasi Jepang, 1942. Sebagai taruna, ia menarik pelajaran berharga dari kekalahan Tentara Kerajaan
7 8
Bisikan Nurani Sang Jenderal. A.H. Nasution. 1997. Halaman 25-26. Bisikan Nurani Sang Jenderal. A.H. Nasution. 1997. Halaman 21-22.
Belanda
yang cukup
memalukan. Di situlah muncul keyakinannya bahwa tentara yang tidak mendapat dukungan rakyat pasti kalah. Dalam Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, Pak Nas menarik pelajaran kedua. Rakyat mendukung TNI. Dari sini lahir gagasannya tentang perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Metode perang ini dengan leluasa dikembangkannya setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa dalam masa Revolusi Kemerdekaan II (948-1949). Pak Nas muda jatuh cinta pada Johana Sunarti, putri kedua R.P. Gondokusumo, aktivis Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak muda, Pak Nas gemar bermain tenis. Pasangan itu berkenalan dan jatuh cinta di lapangan tenis (Bandung) sebelum menjalin ikatan pernikahan. Pasangan ini dikaruniai dua putri (seorang terbunuh). Pengagum
Bung
Karno di masa muda, setelah masuk di jajaran TNI,
Pak Nas acapkali akur dan tidak akur dengan presiden pertama itu. Pak Nas menganggap
Bung
Karno campur tangan dan memihak ketika terjadi
pergolakan di internal Angkatan Darat tahun 1952. Ia berada di balik ´Peristiwa
17
Oktober´,
yang
menuntut
pembubaran
DPRS
dan
pembentukan DPR baru. Bung Karno memberhentikannya sebagai KSAD. Bung
Karno akur lagi dengan Pak Nas, lantas mengangkatnya
kembali sebagai KSAD tahun 1955. Ia diangkat setelah meletusnya pemberontakan PRRI/Permesta. Pak Nas dipercaya
Bung
Karno sebagai
c o-formatur pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja. Keduanya
tidak akur lagi usai pembebasan Irian Karno yang memberi angin kepada PKI.
Barat
lantaran sikap politik
Bung
Namun, dalam situasi seperti itu Pak Nas tetap berusaha jujur kepada sejarah dan hati nuraninya.
Bung
Karno tetap diakuinya sebagai pemimpin
besar. Gaya hidup bersahaja dibawa Jenderal Besar A.H. Nasution sampai akhir hayatnya, 6 September 2000. Ia tak mewariskan kekayaan materi pada
keluarganya,
kecuali
kekayaan
pengalaman
perjuangan
dan
idealisme. Rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, tetap tampak kusam, tak pernah direnovasi. Namun Tuhan memberkatinya umur panjang, 82 tahun. Beliau
kolonialisme
dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya melawan Belanda.
Tentang berbagai gagasan dan konsep perang
gerilyanya, Pak Nas menulis sebuah buku fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare.
Buku
ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing,
menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat (AS). Dan, Pak Nas tak pernah mengelak sebagai konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk di era reformasi. Soalnya, praktik Dwi Fungsi ABRI menyimpang jauh dari konsep dasar. Usai tugas memimpin MPRS tahun 1972, jenderal besar yang pernah 13 tahun duduk di posisi kunci TNI ini, tersisih dari panggung kekuasaan. Ia lalu menyibukkan diri menulis memoar. Sampai pertengahan 1986, lima dari tujuh jilid memoar perjuangan Pak Nas telah beredar. Kelima memoarnya, Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Masa Pancaroba, dan Masa Orla. Dua lagi memoarya, Masa
Kebangkitan
Orba
dan
Masa
Purnawirawan,
sedang
dalam
persiapan. Masih ada beberapa bukunya yang terbit sebelumnya, seperti
Pokok-Pokok Gerilya, TNI (dua jilid), dan Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid). Baginya,
proses untuk menjadi seorang pemimpin sungguh sangat
berat, tapi disitulah kenikmatan yang dituainya bagi anak cucunya. Hingga sekarang orang-orang mengenal Pak Nas sebagai sosok pemimpin yang berwibawa dan bersahaja. Karyanya bagi Indonesia akan selalu menjadi panutan bagi generasi yang tau dan mau menyadari betapa pentingnya seorang pemimpin seperti Jenderal Nasution. E.
Outcome Berbagai
µasam dan garam¶ yang telah dicicipi beliau dalam
menempuh jenjang karirnya di Indonesia, tidak menjadikan semangat Pak Nas hilang begitu saja.
Beliau
tetap ingin menunjukkan eksistensinya yang
terbaik agar dijadikan panutan bagi anak bangsa yang mempelajari sejarah dan
motivasinya.
Beliau
tidak
pernah
pantang
menyerah
dalam
mewujudkan sesuatu yang diinginkannya. Hal tersebutlah yang menunjukkan sosok Jenderal seorang
pemimpin
yang
bertanggung
jawab,
Besar
ini sebagai
profesional,
idealis,
perfeksionis, tapi tetap bersahaja dalam kesederhanaannya. Harapan beliau tentunya dapat membawa generasi-generasi penerus menjadi sosok pemimpin yang berwibawa dan pantang menyerah dalam menghadapi setiap persoalan.
Beliau
ingin selalu menjadi inspirator bagi calon-calon
pemimpin negara ini, sehingga dapat membangun negara yang lebih harmonis dan memberi kenyamanan bagi segenap bangsa dan menjadikan Indonesia masih tetap eksis di kancah Internasional hingga saat ini.
BAB III ANALISA
Jenderal
Besar
Abdul Harris Nasution memiliki jiwa kepemimpinan
yang sangat menonjol.
Berbagai
posisi strategis yang pernah dicapai
mengindikasikan kepiawaian Pak Nas dalam memimpin. Tidak hanya itu, Pak Nas juga tidak jarang ditunjuk oleh rekan-rekannya di militer untuk memimpin berbagai kegiatan dan organisasi militer. Adapun beberapa tampuk kepemimpinan yang pernah diduduki di militer yang menjadikannya Jenderal yang disegani antara lain, Divisi III TKR/TRI,
Bandung
1946);
Wakil
Divisi
Besar/Kepala
Jawa
I
Siliwangi,
Bandung
(1946-1948);
(1945-
Panglima
Staf Operasi MB AP, Yogyakarta (1948); Panglima Komando
(1948-1949);
KSAD
(1949-1952);
KSAD
(1955-1962);
Ketua
Gabungan Kepala Staf (1955-1959); Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (1959-1966); Wakil Panglima 1963); Wakil Panglima
Besar
Besar
Komando Tertinggi (1962-
Komando Tertinggi (1965); dan Ketua MPRS
(1966-1972). Kepemimpinannya yang fenomenal dan disegani baik lawan maupun kawan membuatnya menjadi target pertama dan utama dalam upaya pembunuhan para jenderal yang dilakukan para pemberontak G30S/PKI. Dari hanya seorang guru hingga wakil panglima besar komando tertinggi dan bahkan menjadi ketua MPRS yang memberhentikan mantan Presiden Soekarno dari jabatannya sangat memperlihatkan keahliannya dalam memimpin. Jenderal Nasution atau biasa disebut Pak Nas, juga merupakan sosok pemimpin yang berambisi tinggi dan tekad yang kuat. Hal tersebut
terlihat dari riwayat pendidikan beliau yang tidak rendah dan terkesan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik.
Berawal
dari seorang guru yang taat
beribadah membuat jenderal dua anak ini tidak berhenti untuk terus berpartisipasi di dunia pendidikan. Setelah menjadi anggota militer Pak Nas terus melanjutkan kuliahnya hingga ia memperoleh gelar Doktor. Ilmu yang tidak mengenal batas membuat Pak Nas pernah menuntut ilmu hingga ke Mindanao, Filipina. Pria yang biasa disapa dengan Pak Nas ini, juga memiliki sederet karir yang sungguh tidak mudah untuk dicapai. Ambisi yang tinggi dan tekad yang kuat membuat seorang guru biasa mampu menjadi seorang tokoh militer yang piawai dan handal. Ketegasan dalam mengambil setiap keputusan dan tekad yang kuat untuk menjalankan setiap kebijakan membuat banyak lawannya iri kepada sang jenderal. Kecerdasan Pak Nas tidak dapat diragukan lagi. Orde
Baru
yang ikut
didirikannya (hanya sesaat saja berperan di dalamnya) telah menafsirkan konsep dwifungsi itu ke dalam peran ganda militer walaupun belakangan disalahgunakan yang mengakibatkan militer sangat represif dan eksesif. Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Fundamentals of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, West Point, Amerika Serikat.
Setelah
masa
bakti
militernya
habis
Pak
Nas
dengan
kecerdasannya yang mumpuni terus tetap bersumbangsih dalam dunia pendidikan dengan banyak mengarang buku-buku sejarah dan biografi. Ketaatan dalam beribadah membuat kerangka mentalitas yang kokoh didalam diri sang pejuang untuk tetap menjalankan tugas dengan baik,
ikhlas dan tanpa pamrih. Pengagum Nabi Muhammad SAW ini, di dalam berbagai buku dan literatur diterangkan bahwa sang jenderal tidak pernah sekalipun meninggalkan sholat 5 waktunya. Kepergian buah hatinya, Ade Irma Suryani Nasution yang ditembak mati oleh PKI pada pemberontakan G30S/PKI tidak membuat Pak Nas terlalu menyesalinya dan tetap ikhlas atas kepergian sang buah hati, sehingga menunjukkan kekuatan mentalitas yang tinggi dari seorang Pak Nas. Seorang mantan jenderal besar yang hanya ada 3 di Indonesia yang pernah kesulitan air di rumahnya dialah Pak Nas. Jenderal yang idealis ini tidak pernah tergiur terjun ke bisnis yang bisa memberinya kekayaan materi sehingga membuatnya banyak dikagumi berbagai kalangan dan patut dijadikan contoh sebagai seorang pemimpin. Sifat yang lebih temperamental dan bersikeras untuk tetap pada pendirian sering dijadikan kelemahan oleh lawannya. Pertentangan internal di dalam Angkatan Darat maka ia menggalang kekuatan dan melawan pemerintahan yang terkenal dengan peristiwa 17 Oktober 1952. Akibat peristiwa ini Presiden Soekarno mencopotnya dari jabatan KASAD dan menggantinya dengan
Bambang
Sugeng. Walaupun demikian Pak Nas
tetap sabar dalam menerima segala konsekuensi yang telah Pak Nas perbuat. Jenderal
Besar
Abdul Haris Nasution sebenarnya memiliki peluang
yang besar untuk menjadi seorang Panglima ABRI pada masanya bahkan dapat menjadi seorang Presiden apabila supersemar ditujukan kepada Jenderal Nasution. Namun, hubungan yang tidak akur dengan Presiden akibat perbedaan pendapat dan prinsip antara Presiden Soekarno membuat Pak Nas tidak mampu menduduki posisi teratas di Indonesia,
bahkan Pak Nas dengan sengaja tidak diberikan posisi di militer dan ditawarkan untuk bekerja di luar negeri oleh Presiden Soekarno. PKI (Partai Komunis Indonesia) yang merupakan salah satu partai besar dan telah melebarkan sayap dimana-mana menilai bahwa kondisi Bung
Karno tidak dapat lagi membaik, sehingga merasa telah cukup
mapan dan mampu untuk mengambil alih tampuk kepemimpinan di Indonesia. Akibatnya pada 30 September 1965 terjadilah pemberontakan dengan cara menculik para jenderal yang menjadi petinggi militer yang tidak ingin bergabung dengan PKI dan membunuhnya jenderal-jenderal tersebut. Pak Nas yang saat itu menjabat sebagai Wakil Panglima
Besar
Komando Tertinggi dan sebagai menteri keamanan nasional dapat meloloskan diri dari maut. Hal ini merupakan ancaman yang nyata bagi musuh seorang idealis yang taat beribadah. Jenderal
Besar
Abdul Haris Nasution dengan berbagai kekuatan dan
peluang yang dimilikinya telah mampu memberikan sumbangan yang besar
dalam
perjalanan
panjang
mempertahankan
kemerdekaan
Indonesia. Walau dengan berbagai ancaman dari luar dan kelemahan yang jenderal besar miliki sosok Jenderal
Besar
Abdul Haris Nasution tetap
salah satu tokoh yang dapat dijadikan contoh pemimpin yang pernah ada di Indonesia.
BAB IV KESIMPULAN
Seabagai seorang Jenderal
Besar,
Abdul Harris Nasution merupakan
jenderal yang idealis dan taat beibadat. Pak Nas memiliki banyak pengalaman perjuangan dan idealisme.
Beliau
adalah seorang pahlawan
nasional Indonesia yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putri beserta ajudannya, Lettu Pierre Tendean. Pak Nas merupakan tokoh yang lebih memilih untuk membela rakyat daripada membela penguasa negara. Walaupun Pak Nas pernah bertahun-tahun dikucilkan dan dianggap sebagai musuh politik pemerintahan orba, tapi Pak Nas sendiri merupakan tombak lahirnya orba. Sebagai seorang Jenderal besar, sikap dan kepiawaian beliau dalam memimpin patut dijadikan contoh.
View more...
Comments