Tugas Auditing 2
March 17, 2018 | Author: Munawaroh | Category: N/A
Short Description
auditing...
Description
TANTANGAN PROFESI AKUNTAN DALAM MENYONGSONG MEA & INTEGRASINYA DALAM PENDIDIKAN AKUNTANSI
Tugas Mata Kuliah Auditing 1
Oleh: Fitroh Tunni Syail Muthoharoh NIM. 140810301165
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember 2016
PENDAHULUAN Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade),
usaha
patungan
(joint
ventures),
dan
skema
saling
melengkapi
(complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatanhambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka,
guna
menciptakan integrasi ekonomi kawasan. KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 menyepakati pembentukan komunitas ASEAN yang salah satu pilarnya adalah Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC). AEC bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas. KTT juga menetapkan sektor-sektor prioritas yang akan diintegrasikan, yaitu: produk-produk pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, produkproduk turunan dari karet, tekstil dan pakaian, produk-produk turunan dari kayu, transportasi
udara,
e-ASEAN
(ITC),
kesehatan,
dan
pariwisata.
Dalam
perkembangannya, pada tahun 2006 jasa logistik dijadikan sektor prioritas yang ke12. ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur bulan Agustus 2006 menyetujui untuk membuat suatu cetak biru (blueprint) untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengindentifikasi sifat-sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 yang konsisten dengan Bali Concord II dan dengan target-target dan timelines yang jelas serta pre-agreed flexibility untuk mengakomodir kepentingan negara-negara anggota ASEAN. Pada pertemuan ke-39 ASEAN Economic Ministers (AEM) tahun 2007, disepakati mengenai naskah ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint beserta
Strategic Schedule-nya, yang mencakup inisiatif-inisiatif baru serta roadmap yang jelas untuk mencapai pembentukan ASEAN Economic Community tahun 2015. Dalam pelaksanaan MEA ini, negara ASEAN melakukan kerja sama di beberapa sektor, seperti sektor Industri, Perdagangan, Jasa, Investasi, Peternakan, Perikanan, Kehutanan, Komoditi dan Sumber Daya Alam. Di beberapa sektor ini terdapat beberapa sub sektor yang menjadi target kerja sama dari ASEAN Economic Community (AEC), contohnya kerja sama di bidang jasa yang memiliki salah satu sub sektornya adalah di bidang keuangan/akuntan, seperti pokok bahasan dalam makalah ini yang menjelaskan mengenai tantangan profesi akuntan dalam menyongsong MEA dan integrasinya dalam pendidikan akuntansi. Topik sangat menarik untuk dibahas karena untuk lebih memahami peluang profesi akuntan dalam persaingan bebas antar negara ASEAN, terutama bagi mahasiswa akuntansi yang calonya akan menjadi akuntan. Selain untuk para mahasiswa akuntansi makalah ini juga memiliki beberapa manfaat untuk para pendidik/pengajar di bidang ekonomi di Indonesia agar lebih memahami apa yang harus dipersiapkan oleh para muridnya untuk menghadapi MEA.
PEMBAHASAN Salah satu butir kesepakatan terkait bidang ekonomi dan sumberdaya manusia dalam kerangka MEA adalah disepakatinya 8 profesi yang pada tahap pertama bisa berkarier bebas di 10 negara ASEAN. Kedelapan profesi tersebut adalah: perawat, dokter, dokter gigi, akuntan, insinyur, dosen, land surveyor (appraisal) dan arsitek. Akuntan sebagai salah satu profesi yang pada tahap pertama ini bisa berkarier diantara negara 10 ASEAN, tentu memerlukan persiapan khusus guna menghadapi tantangan sekaligus peluang untuk menghadapi MEA 2015. Tantangan pertama yang dihadapi akuntan Indonesia adalah belum mengenal pasar, akuntan Indonesia tidak
berekspansi ke luar negara Indonesia, akuntan
Indonesia lebih suka untuk berkarir di dalam negeri sehingga belum terlalu mengerti mekanisme kinerja akuntan di negara lain terutama ASEAN. Berbeda dengan akuntan Indonesia, akuntan di negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand sudah banyak melakukan kerja sama dengan negara lain di asia maupun eropa, karena negaranya melakukan kerja sama dengan negara lain di luar ekspor & impor, sehingga akuntan di negara lain jauh lebih berpengalaman dan memiliki kecakapan dalam melakukan tugasnya. Hal ini tidak menutup kemungkinan dengan di adakanya MEA, perusahaan dalam negeri justru lebih tertarik untuk memekerjakan akuntan dari negara lain, karena profil perusahaan dilihat dari laporan keuanganya sehingga perusahaan mengurangi risiko kesalahan
dalam pembuatan laporan keuanganya, dan lebih
memercayakan proses pembuatan laporan keuanganya kepada akuntan dari negara lain karena akuntan dari negara lain dianggap memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang keuangan. Tantangan kedua adalah, Dikutip dari blog IAI bahwa ‘’kebanyakan akuntan kita lemah dalam penguasaan bahasa Inggris’’, padahal untuk menjadi akuntan profesional akuntan harus menguasai bahsa inggris sebagai bisnis global. Ini membuktikan bahwa akuntan Indonesia sudah memenuhi persyaratan administrasi tapi belum memiliki kapabilitas dalam pekerjaanya. Strategi diperlukan untuk menjawab tantangan profesi akuntansi, strategi yang pertama yaitu regulasi. PMK 25/PMK.01/2014 mengatur tentang persyaratan akuntan asing yang akan praktik di Indonesia. Di pasal 7 disebutkan, warga negara asing dapat mengajukan registrasi di Indonesia setelah adanya saling pengakuan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah asal negara akuntan asing tersebut. Ini
sejalan dengan tujuan pasar bebas ASEAN, dimana jasa akuntan memang akan bersaing bebas di regional Asia Tenggara. Tentunya Kemenkeu harus membuat sejumlah parameter agar persaingan di dalam negeri tetap menguntungkan akuntan lokal. Dengan adanya PMK tentang Akuntan Beregister Negara, profesi akuntan profesional mempunyai dasar hukum yang sinkron antara profesi dan regulasi. Dengan begitu, seorang calon akuntan memiliki kejelasan di dalam proses menjadi akuntan profesional
dengan
memenuhi
standar
yang
sesuai
dengan
kualifikasi
dan
kompetensinya. IAI telah mempersiapkan diri menghadapi era baru ini dan melaksanakan amanah PMK. Salah satunya adalah dengan peluncuran Chartered Accountant (CA) yang telah dilakukan tahun 2012. Tahun ini telah dilaksanakan ujian CA pertama pada Juni 2014. Strategi yang kedua adalah dengan Standar Kompetensi lulusan sarjana akuntansi. Dengan diluncurkanya PMK 25/PMK.01/2014, pemerintah merombak prosedur dalam tata cara seseorang untuk terdaftar dalam Register Negara Akuntan yang dilakukan oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) dan menyandang gelar Akuntan (“Ak.”). Hal ini sangatlah penting untuk memperjelas posisi akuntan beregister negara setelah dicabutnya pasal empat dan lima Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan (“Accountant”) seiring dengan terbitnya Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Dengan adanya PMK Akuntan ini, pemerintah dapat mendorong perkembangan profesi akuntan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015. Hal ini dikarenakan bahwa PMK Akuntan ini mengatur secara ketat kualifikasi dan kompetensi yang harus dimiliki oleh akuntan yang akan dan telah terdaftar dalam Register Akuntan Negara. Terdapat beberapa ketentuan baru dalam PMK Akuntan ini yang patut diperhatikan, seperti kewajiban akuntan
untuk
mengikuti
Pendidikan
Profesi
Berkelanjutan
(PPL)
yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Akuntan (dalam hal ini IAI) dan PPAJP. Akuntan juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasi PPL kepada Asosiasi Profesi Akuntan. Dalam PMK Akuntan ini, pemerintah menetapkan batas minimal bagi seorang akuntan untuk mengikuti PPL yaitu sebesar tiga puluh satuan kredit PPL. Selain itu, dalam PMK Akuntan ini juga telah mengakui kualifikasi yang berasal dari luar negeri yang memiliki tingkat setara dengan diploma empat (D-IV) atau strata satu (S-1) dan lebih tinggi. Hal ini dapat membuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia yang menjalani pendidikan tinggi akuntansi di luar negeri untuk mengambil ujian sertifikasi akuntan profesional. Bahkan, para lulusan perguruan tinggi yang bukan
berasal dari jurusan akuntansi dapat mengikuti ujian sertifikasi ini dengan mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi untuk menyetarakan kompetensinya dalam bidang akuntansi hingga sesuai dengan lulusan jurusan akuntansi. Hal ini dapat berdampak positif karena dengan semakin dibukanya peluang bagi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan untuk menjadi akuntan yang terdaftar, maka secara kuantitas jumlah akuntan terdaftar yang memiliki kompetensi terjamin karena telah memenuhi kualifikasi yang ketat akan meningkat. Secara keseluruhan, seorang akuntan yang telah terdaftar pada Register Akuntan Negara ini telah menjalani pendidikan akuntansi, memiliki pengalaman di bidang akuntansi, dan telah menjadi anggota Asosiasi Profesi Akuntan. Selanjutnya, diharapkan para akuntan yang terdaftar ini akan mengisi kebutuhan akan akuntan profesional di perusahaan-perusahaan dalam dan luar negeri serta siap untuk bersaing dengan akuntan-akuntan negara ASEAN lainnya saat MEA 2015. Maka, permasalahan kuantitas akuntan terdaftar di Indonesia yang dianggap masih sangat kurang diharapkan akan segera teratasi dengan adanya PMK Akuntan ini. Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat. Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri. Untuk itu perlu ditetapkan standar kompetensi lulusan sarjana akuntansi sebagai berikut: 1)
Mampu menyusun laporan keuangan perusahaan jasa, dagang, dan
2)
manufaktur sesuai dengan standar akuntansi; Mampu menganalisis informasi keuangan
3)
perusahaan; Mampu mendesain sistem akuntansi manual dan berbasis teknologi
4)
informasi; Mampu mendesain Kertas Kerja Audit dan melakukan pengauditan laporan
5) 6)
keuangan; Mampu menyusun dan menganalisis laporan keuangan sektor publik; Mampu menghitung, melaporkan, dan menyetorkan pajak sesuai peraturan
7)
perpajakan; Mampu melakukan riset/menulis karya ilmiah.
untuk
kebutuhan
internal
Salah satu bentuk nyata persiapan yang dimungkinkan untuk dilakukan adalah dengan program sertifikasi profesi yang diterima secara global. Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan publik yang diakui di Indonesia, yang berhak memberikan gelar akuntan publik (certified public accountant/ CPA) memiliki peran strategis untuk dapat mendukung keberhasilan profesi akuntan publik Indonesia di kancah internasional, melalui peningkatan jumlah testing center pelaksanaan ujian sertifikasi CPA. Dengan demikian semakin mempermudah dan memperluas akses bagi pihak-pihak yang hendak mengambilnya. Untuk dapat bersaing dalam MEA 2015, para akuntan Indonesia juga memerlukan sertifikasi tambahan yang diakui secara universal dalam ASEAN. Sesuai dengan ketentuan MRA dalam jasa akuntansi, Sekretariat ASEAN mengeluarkan ASEAN Chartered Professional Accountant (ASEAN CPA) sebagai sertifikasi yang diakui oleh negara-negara anggota ASEAN. ASEAN CPA sendiri merupakan perwujudan dari semakin terintegrasinya sistem sertifikasi bagi para akuntan di negaranegara ASEAN sebagai salah satu upaya untuk memuluskan arus lalu-lintas jasa akuntansi di ASEAN. Dengan mendapat sertifikasi ASEAN CPA, maka para akuntan Indonesia dapat memperoleh banyak peluang karena ASEAN CPA dapat bertindak sebagai free pass dalam memperluas pasar ke negara-negara ASEAN. Hal ini tentu saja dengan catatan bahwa mereka wajib tetap tunduk dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku pada negara tempat akuntan bekerja. Dalam kaitannya dengan PMK Akuntan, PMK Akuntan telah mengadopsi persyaratan yang serupa dengan persyaratan untuk memperoleh ASEAN CPA yang tertera dalam MRA. Hal ini akan membawa keuntungan bagi para akuntan Indonesia yang telah terdaftar, karena dengan memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai akuntan terdaftar di Register Akuntan Negara, maka hal ini akan membawa mereka dalam selangkah lebih dekat untuk memperoleh sertifikasi ASEAN CPA. Dengan diluncurkanya peraturan-peraturan dari pemerintah untuk para akuntan maupun calon akuntan dalam menghadapi MEA, memengaruhi prosedur pendidikan untuk menjadi akuntan, seperti yang dijelaskan diatas mengenai PMK 25/PMK.01/2014 tentang kualifikasi dan kompetensi kelulusan sarjana akuntansi yang harus dimiliki oleh akuntan yang akan dan telah terdaftar dalam Register Akuntan Negara.
KESIMPULAN
Pada pertemuan ke-39 ASEAN Economic Ministers (AEM) tahun 2007, disepakati mengenai naskah ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint beserta Strategic Schedule-nya, yang mencakup inisiatif-inisiatif baru serta roadmap yang jelas untuk mencapai pembentukan ASEAN Economic Community tahun 2015. Dalam pelaksanaan MEA ini, negara ASEAN melakukan kerja sama di beberapa sektor, seperti sektor Industri,
Perdagangan, Jasa, Investasi, Peternakan, Perikanan,
Kehutanan, Komoditi dan Sumber Daya Alam. Di beberapa sektor ini terdapat beberapa sub sektor yang menjadi target kerja sama dari ASEAN Economic Community (AEC), contohnya kerja sama di bidang jasa yang memiliki salah satu sub sektornya adalah di bidang keuangan/akuntan Tantangan pertama yang dihadapi akuntan Indonesia adalah belum mengenal pasar, akuntan Indonesia tidak
berekspansi ke luar negara Indonesia, akuntan
Indonesia lebih suka untuk berkarir di dalam negeri sehingga belum terlalu mengerti mekanisme kinerja akuntan di negara lain terutama ASEAN Tantangan kedua adalah, Dikutip dari blog IAI bahwa ‘’kebanyakan akuntan kita lemah dalam penguasaan bahasa Inggris’’, padahal untuk menjadi akuntan profesional akuntan harus menguasai bahsa inggris sebagai bisnis global. Ini membuktikan bahwa akuntan Indonesia sudah memenuhi persyaratan administrasi tapi belum memiliki kapabilitas dalam pekerjaanya. Strategi diperlukan untuk menjawab tantangan profesi akuntansi, salah satu strateginya adalah dengan regulasi. PMK 25/PMK.01/2014 yang mengatur tentang mengatur tentang persyaratan akuntan asing yang akan praktik di Indonesia. Di pasal 7 disebutkan, warga negara asing dapat mengajukan registrasi di Indonesia setelah adanya saling pengakuan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah asal negara akuntan asing tersebut. Regulasi tersebut juga mengatur perombakan prosedur dalam tata cara seseorang untuk terdaftar dalam Register Negara Akuntan yang dilakukan oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) dan menyandang gelar Akuntan (“Ak.”). Regulasi tersebut juga mengatur mengenai
pengakuan
kualifikasi yang berasal dari luar negeri yang memiliki tingkat setara dengan diploma empat (D-IV) atau strata satu (S-1) dan lebih tinggi. Hal ini dapat membuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia yang menjalani pendidikan tinggi akuntansi di luar negeri untuk mengambil ujian sertifikasi akuntan profesional. Salah satu bentuk nyata persiapan yang dimungkinkan untuk dilakukan adalah dengan program sertifikasi profesi yang diterima secara global. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai
satu-satunya organisasi profesi akuntan publik yang diakui di Indonesia, yang berhak memberikan gelar akuntan publik (certified public accountant/ CPA) memiliki peran strategis untuk dapat mendukung keberhasilan profesi akuntan publik Indonesia di kancah internasional, melalui peningkatan jumlah testing center pelaksanaan ujian sertifikasi CPA. Dengan demikian semakin mempermudah dan memperluas akses bagi pihak-pihak yang hendak mengambilnya. PMK 25/PMK.01/2014 ini juga mengatur megenai kualifikasi dan kompetensi kelulusan sarjana akuntansi yang harus dimiliki oleh akuntan yang akan dan telah terdaftar dalam Register Akuntan Negara. Terdapat beberapa ketentuan baru dalam PMK Akuntan ini yang patut diperhatikan, seperti kewajiban akuntan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Akuntan (dalam hal ini IAI) dan PPAJP. Akuntan juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasi PPL kepada Asosiasi Profesi Akuntan. Dalam PMK Akuntan ini, pemerintah menetapkan batas minimal bagi seorang akuntan untuk mengikuti PPL yaitu sebesar tiga puluh satuan kredit PPL. Ini membuktikan bahwa usaha yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi MEA, memiliki pengaruh terhadap prosedur pendidikan untuk menjadi akuntan
REFERENSI http://www.iaiglobal.or.id/v02/akuntan_profesional.php?id=4
Tuanakotta, T.M.2015. audit kontemporer. salemba empat, Jakarta.
View more...
Comments