TUGAS AKHIR

August 6, 2017 | Author: Agung Dwi Rahmawan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download TUGAS AKHIR...

Description

TUGAS AKHIR MATA KULIAH FTS SEMISOLID SEMESTER III “Unguentum 2-4”

Disusun oleh : 1. Adi wahyu Novianto

12.001

2. Febiyanti Suratno

12.043

Kelas : A

Fasilitator : Dwi Andayani, ST, S.Farm

AKADEMI PUTRA INDONESIA MALANG TAHUN AJARAN 2013/ 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Di era zaman yang semakin berkembang persaingan didunia industri semakin ketat. Salah satu dunia industri yang mempunyai daya saing tinggi yakni industri kefarmasian. Industri kefarmasian memiliki andil dan peran yang sangat penting karena didalamnya terdapat berbagai manejemen yang dihasilkan untuk kesejahteraan kehidupan masyarakat. Kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dan kondisi kurang sehat menuntut instalasi farmasi harus memproduksi sediaan - sediaan farmasi yang kreatif dan inovatif untuk menarik minat konsumen dan bisa membantu mengatasi masalah yang ada di masyarakat. Sediaan farmasi sangat beragam bentuknya ada sediaan padat, sediaan setengah padat dan sediaan cair. Sediaan setengah padat terdiri dari sediaan krim, sedian pasta, sediaan gel dan sediaan suppo. Sediaan semi solid dapat memberikan kenyamanan saat digunakan dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan sediaan farmasi lainnya. Tetapi sediaan semi solid memiliki kelemahan yakni tidak tahan terhadap pengaruh suhu. Hal ini harus diperhatikan agar dalam proses pembuatan sediaan farmasi benar – benar diperhatikan untuk menghasilkan suatu sediaan farmasi yang berkualitas dan layak dipasarkan. Oleh karena itu, seorang ahli farmasi dituntut untuk terampil dalam membuat suatu formula, dengan memperhatikan karakterisitk dari bahan yang akan digunakan . Setelah sediaan yang dibuat selesai perlu dilakukaan evaluasi untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat sudah memenuhi standar mutu sediaaan yang baik, sehingga dapat bermanfaat dan efek terapi yang dinginkan bisa tercapai dan dapat diterima oleh masyarakat.

1.2 Tujuan 1. Dapat memahami suatu rancangan formulasi sediaan semi solid yang baik dan benar 2. Dapat mengetahui cara pembuatan sediaan semi solid yang baik dan benar sesuai dengan rancangan formulasi yang tepat.

1.3 Manfaat 1. Diperoleh informasi mengenai suatu rancangan formulasi sediaan semi solid yang baik dan benar. 3. Diperoleh informasi tentang cara pembuatan sediaan semi solid yang baik dan benar sesuai dengan rancangan formulasi yang tepat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Salep 2.1.1 Definisi Menurut farmakope indonesia edisi III, salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar pada kulit atau selaput lendir. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen kedalam dasar salep yang cocok. Salep tidak boleh berbauh tengik. Jika tidak dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %. Salep pada umumnya digunakan untuk terapi lokal. Salep pelindung dan salep penutup dipakai untuk melindungi kulit dari pengaruh yang merusak. Salep luka digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis. Pada sediaan semacam ini diharapkan adanya penetrasi kedalam lapisan kulit teratas agar dapat memberikan efek penyembuhan. 2.1.2 Penggolongan salep 1. Berdasarkan Konsistensi -

Ungenta adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega. Tidak mecair pada suhu kamar tetapi mudah dioleskan tanpa tenaga.

-

Cream adalah salep yang mengandung air, mudah diserap kulit, dapat dicuci dengan air.

-

Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50 % zat padat ( serbuk)

-

Cerata adalah salep berlemak yang mengandung prosentase lili yang tinggi sehingga konsistennya lebih keras.

2. Berdasarkan Efek Terapi -

Salep epidermik (salep penutup) Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak terabsorbi. Dasar salep yang tersebut adalah senyawa hidrokarbon seperti vaselin.

-

Salep endodermik Bahan obatnya menembus kedalam tetapi melalui kulit dan terabsorbsi sebagian. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.

-

Salep diadermik (salep serap) Bahan obatnya menembus kedalam melalui kulit dan mencapai efek yang dinginkan karena absorbsinya seluruh. Dasar salep yang baik adalah adeps lanae dan oleum cacao.

3. Berdasarkan Dasar Salep

-

Salep hidrofobik Salep-salep dengan bahan dasar lemak Contoh : campuran minyak lemak, lemak-lemak malam yang tak tercuci dengan air.

-

Salep hidrofilik Salep yang kuat menarik air, biasanya dasar salep tipe minyak dalam air seperti dari dasar salep hidrofobik tetapi konsistensinya lebih lembek, kemungkinan juga tipe air dalam minyak antar lain campuran sterol dan petrolatum. 2.1.3 Dasar salep

1. Dasar salep hidrokarbon Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak ) bebas air, preparat yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih minyak sukar tercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolin. Dasar salep tersebut bertahap pada kulit untuk waktu yang lama dan tidak memungkinkan lainya lembab keudara dan sukar dicuci kerja sebagai bahan penutup saja. Tidak mengeringkan atau tidak ada perubahan dengan jalannya waktu. Contoh : vaselin dan paraffin. 2. Dasar salep serap Dasar salep serap dibagi menjadi dua kelompok : -

Kelompok pertama Memungkinkan pencampuran larutan berair, hasil pembentukan emulsi airdan minyak

-

Kelompok kedua Sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi) memungkinkan bercampurnya

sedikit penambahan jumlah larutan berair. Dasar salep serap berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutup seperti dasar salep hidrokarbo, dasar salep serap juga tidak mudah dihilangkan dari kulit oleh pencucian air. Contoh : lanolin 3. Dasar salep dapat dicuci dengan air Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air (salep hidrofilik) dasar salep ini dinyatakan dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit sehingga dapat diterima untuk dasar kosmetik. Bebrapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan dapat diencerkan dengan air. 4. Dasar salep larut dalam air Dasar salep yang dibersihkan dengan air basis yang larut dalam air dapat dicuci dengan air. Basis yang larut dalam air biasanya disebut sebagai greaseless karena tidak

mengandung bahan berlemak. Dasar salep ini sangat mudah melunak dengan penambahan air. Larutan air tidak efektif dicampur kedalam bahan dasar ini. Dasar salep ini lebi baik digunakan untuk dicampurkan dengan bahan tidak berair atau bahan padat. Dasar salep ini lebih tepat disebut gell. Contoh : polietilen glikol Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu khasiat yang diinginkan, sifat bahan yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang dinginkan. 2.1.4 Keuntungan dan kerugian salep 2.1.4.1 Keuntungan Adapun keuntungan sediaan salep yaitu : 1. Lebih mudah digunakan tanpa alat bantu 2. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama 3. Lebih sedikit mengandung air sehingga sulit tumbuh bakteri 4. Dapat diatur daya penetrasi dengan modifikasi basisnya. 2.1.4.2 Kerugian Adapun keuntungan sediaan salep yaitu : 1. Mudah terjadi ketengian terutama dengan basis lemak tak jenuh 2. Terjadi perubahan warna 2.1.5 Ketetntuan umum cara pembuatan salep 1. Peraturan salep pertama Zat yang dapat larut dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah 2. Peraturan salep kedua Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep lebih dahulu diserbukan dan dengan derajat nomor 100 3. Peraturan ketiga 4. Peraturan keempat Bila dasar salep dibuat dengan peleburan maka campuran tersebut harus diaduk sampai dingin. 5. Co-solvency Adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan penambahan pelarut lain, atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air + gliserin.

( Syamsuni, A. 2006) 2.1.6 Uji bahan aktif 1. Kalii iodii Untuk pengujian bahan aktif kalii iodii adalah susut pengeringan tidak lebih dari 1.0% lakukan pengeringan pada suhu 105˚. 2. Acid salisil Untuk pengujian bahan aktif acid salisil adalah jarak lebur ( anatar 158˚- 161˚) sisa pemijaran tidak boleh lebih dari 0.05% dan susut pengeringan tidak leboh dari 0.5% lakukan pengeringan diatas silica gel p selama 3 jam. 3. Acid bencoid Untuk pengujian bahan aktif Acid bencoid adalah jarak lebur (antara 121˚ - 123˚) dan sisa pemijaran (tidak lebih dari 0.05%). 4. Zinc oxide Untuk pengujian bahan aktif Zinc oxide adalah sisa pemijaran (tidak lebih dari 1.0 %) lakukan pemijaran pada suhu 500˚ hingga bobot tetap menggunakan lebih kurang 2 g. 2.1.7 Metode pegujian bahan aktif 1. Jarak lebur : rentang suhu pada saat zat padat mnyatu dan melebur sempurna 2. Sisa pemijaran : dilakukan untuk mengetahui kadar abu dalam suatu bahan uji. Abu tersebut menunjukan adanya residu organik seperti mineral 3. Susut pengeringan : pengurangan berat bahan setelah dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan. 2.1.8 Pengujian sediaan salep Adapun pengujian sediaan salep meliputi : 1. Daya Menyerap Air Diukur sebagai bilangan air yang digunakan untuk mengkarakrteris basis absurbsi.Bilanagan air dirumuskan sebagai jumlah air maksimal (9),yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada suhu tertentu (umumnya 15˚-20˚c) secara terus- menerus atau dalam jangka waktu terbebas(umumnya 24 jam) dimana air tersebut digabungkan secara manual.Bilangan air (BA) dan kandungan air (KA) yang dinyatakan dalam persen adalah titik identik.Sebagai basis acuhan untuk bilangan air digunakan basis bebas air sedangkan kandungan air mengacu kepada salep emulsi yang mengandung air.Kedua bilangan ukur tersebut dapat dihitung menurut persamaan BA = 2. Kandungan Air

Ada 3 kandungan yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air dari salep: -

Penentuan kehilangan akibat pengeringan.Sebagai kandungan air digunakan ukuran kehilangan maksimal (0/0) yang dihitung pada saat pengeringan disuhu tertentu(10001100 c).

-

Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan menggunakan bahan pelarut menguap tidak dapat bercampur dengan air.

-

Cara titrasi menurut Karl Fischer Untuk menghitungkan kandungan air digunakan formula berikut :

% Air = F = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml) a =larutan standar yang dibutuhkan (ml) b =larutan standar yang dibutuhkan dalam penelitian blanko (ml) p =penimbangan zat (mg) 3. Konsistensi Suatu cara untuk mengkarakteristik sifat berulang,seperti sifat lunak dari sediaan sejenis salep atau mentega,melalui angka ukur. 4. Penyebaran Kemampuan penyebaran pada kulit.Penentuan dilakukan dengan Extennometer. 5. Termoresistensik Tentang termoresistensi dari salep dihasilkan dari tes terayun.Hal ini digunakan untuk mempertimbangkan daya simpan salep didaerah dengan perubahan iklim,terjadi secara nyata dan terus-menerus. 6. Ukuran partikel Untuk menentukan ukuran partikel dalam salep suspense dapat digunakan untuk cara umum dengan asumsi bahwa harga yang diperoleh dari beberapa sampel tidak mewakili seluruh sediaan. 2.1.9 Kualitas dasar salep yang baik 1. Tidak mengiritasi 2. Dapat didistribusi secara merata 3. Mudah dibersihkan 4. Lunak, harus halus dan homogen 5. Tidak mengotori 6. Stabil

7. Tidak tergantung pH 8. Tersatukan dengan zat aktif 9. Tidak memperlambat penyembuhan 10. Tidak berminyak 11. Bereaksi netral

2.2 Krim 2.2.1 Definisi Menurut FI IV hal 6, krim adalah bentk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai Menurut FI III hal 8, krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dimaksudkan untuk pemakaian luar Menurut Ansel hal 513, krim adalah cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. 2.2.2 Macam-macam bentuk krim 1. Tipe



: krim dengan tipe ini menggunakan emulgator sabun polivalen, span, adeps

lanae, cholesterol, cera. Krim tipe ini mempunyai kekurangan yaitu mudah menjadi kering dan mudah rusak. 2. Tipe



: krim tipe ini menggunakan emulgator sabun monovalen seperti

triethanolaminum stearat, selain itu dapat menggunakan tween, natrium laurysulfat, CMC 2.2.3 Syarat-syarat krim Krim yang dibuat harus stabil, dinyatakan stabil apabilah : 1. Tidak ada penggabungan fase dalam 2. Tidak creaming, breaking, dan inverse 3. Memberikan penampilan, warna baud an sifat- sifat fisik lainnya yang baik 4. Tidak mengalami pemisahan antara fase minyak dan fase air 5. Memiliki tegangan permukaan antara fase pendispersi dan fase terdispersi yang rendah 6. Memiliki pH antara 4.5 – 6.5 sesuai dengan pH kulit. 2.2.4 Faktor yang mempengaruhi kestabilan krim Adapun faktor yang mempengaruhi kestabilan krim adalah 1. Ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel maka kecepatan pengendapan semakin lambat

2. Jenis dan jumlah emulgator 3. Kondisi penyimpanan 4. Kontaminasi mikroorganisme, dapat dihindari dengan menambahkan bahan pengawet. 2.2.5 Komposisi sediaan krim Secara umum sediaan krim terdiri dari : 1. Bahan aktif (bahan berkhasiat ) Bahan obat yang digunakan untuk tujuan pengobatan sehingga dapat memberikan efek terapi yang diharapkan, bahan berkhasiat yang banyak digunakan antara lain antibiotic, antiradang, antihistamin, antiseptic, dan analgesik Biasanya untuk penyakit yang menyerang kulit 2. Basis krim Pemilihan baisis krim tergantung sifat obat, OTT, absorbs, sifat kulit dan jenis luka. Pertimbangan pemilihan basis krim dipengaruhi oleh sifat zat berkhasiat yang digunakan. Sifat pemilihannya harus diperhatikan antara lain : tidak berkhasiat, tidak mengiritasi dan menghidrasi, bersatu dengan bahan aktif secara fisika dan kimia , stabil secara kimia dan fisika 3. Bahan pembawa Emulgator (zat pengemulsi) merupakan komponen yang penting untuk memperoleh emulsi dengan 3 jalan yaitu menurunkan tegangan antar muka(stabilisasi termodinamika) membentuk film antar muka yang kaku, terbentuknya lapisan ganda listrik,merupakan pelindung listrik dan partikel.Emulgator yang ideal adalah emulgator yang stabil,luert,bebas dari bahan teknik dan iritan,tidak berbau,tidak berrasa,dan tidak berwarna.Emulgator untuk emulsi M/A adalah sabun monovalen triethanolanium stearat.Natrium stearat,kalium stearat dan ammonium stearat.Emulgator untuk tipe emulsi A/M adalah span,cera dan adeps lanae. 4. Bahan tambahan -

Pengawet → digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroba sering digunakan pengawet nipagin (0,12 – 0,18 %) dan nipanol (0,02 – 0,05).

-

Pendapar → untuk mempertahankan PH sediaan untuk menjaga kestabilan sediaan.

-

Pelembab → digunakan untuk mencegah keringnya preparat karena berhubungan dengan kemampuaan sediaan untuk menahan lembab.Contoh pelembab gliserin,propilen glikol,sorbitol.

-

Antioksidan → mencegah ketengikan akibat oksidasi pada minyak tak jenuh. 2.2.6 Metode pembuatan krim

Metode pembuatan krim dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Metode pelelehan Zat pembawa dan zat berkhasiat dilelekan bersama dan diaduk sampai membentuk fase yang homogeny.Dalam hal ini perlu diperhatikan stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu tinggi pada saat pelelehan. 2. Metode tritrasi Zat yang terlarut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu,kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis.Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya kemudian baru dicampurkan dengan basis yng digunakan. Pembuatan krim dapat dilakukan degan melarutkan bahan- bahan larut minyak dan lemak dilelehkan dalam suatu wadah. Air dipanaskan (termasuk emulgator) dalam wadah lain, keduanya dicampurkan pada suhu yang sama 75˚C dan dicampur sampai suhu mendekati 30˚C. Pengadukan selanjutnya hingga krim halus terbentuk. 2.2.7 Kelebihan dan kekurangan krim 2.2.7.1 Kelebihan Adapun kelebihan sediaan pasta antara lain : Mudah menyebar rata, praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, dan cara kerja berlangsung pada jaringan setempat. 2.2.7.2 kekurangan Adapun kelebihan sediaan pasta antara lain : Gampang pecah akibat formulasi tidak pas, cara pembuatan agak menyusahkan, karena krim harus dalam keadaan panas, dan mudah kering dan rusak untuk krim tipe ⁄ 2.2.8 Evaluasi sediaan krim 1. Uji organoleptis Dalam uji ini dilihat sifat fisik sediaan krim meliputi bentuk, warna, dan bau. 2. Uji homogenitas Untuk mengetahuie homogenan atau tercampurnya bahan-bahan dalam formulasi krim baik bahan aktif maupun tambahan.Dilakukan dengan cara krim dilelehkan pada obyek glass kemudian diratakan untuk melihat adanya pertiket-partikel kecil yang tidak terdispersi sempurna. 3. Uji pH Krim yang baik memiliki PH antara 4,5 – 6,5.Caranya mencelupkan kertas indicator sampai batas celupan,mendiamkannya beberapa saat sampai berubah warna,kemudian membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan perubahan warna indicator.

4. Uji viskositas Uji ini bertujuan agar krim mudh dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan,dimana konsistensi berkaitan dengan daya alir krim.Pengujiannya menggunakan alat visikometer brokfield.

2.3 Pasta 2.3.1 Definisi Menurut buku farmasetika,Prof.Drs.Moh.Arief, pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat serbuk. Menurut farmakope Indonesia Edisi III, pasta adalah sediaan berupa mana lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar.Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar dengan vaselin atau paravin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan Gliseral,munilago atau sabun.Digunakan sebagai antiseptic atau pelindung Menurut farmakope Indonesia Edisi IV, pasta adalah sediaaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang digunakan untuk pemakaian topikal. Menurut DOM, pasta adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukan aliran dilatar yang penting.Ketika digunakan,pasta memiliki nilai yield tertentu dan tahan untuk mengalir dengan meningkatkan gaya pada penggunaan.Pasta biasanya disiapkan dengan menambahkan sejumlah serbuk yang tidak larut yang signitif (biasanya 20% atau lebih) pada basis salep konvensional sehingga akan merubah aliran plastis dari salep menjadi aliran ditatan Menurut Scoville”s, pasta terkenal pada daerah dermatologi dan tebal,salep kental dimana pada dasarnya tidak melebur pada suhu,sehingga membentuk dan menahan lapisan pelindung pada area dimana pasta digunakan. Menurut Prescripton, pasta terbagi menjadi dua kelas seperti sediaan salep untuk penggunaan luar.Pasta berlemak seperti pasta ZnO dan pasta tidak berlemak mengandung gliserin.Dengan peptin,gelatin,tragakn dan lain-lain.Pasta biasanya sangat kental dan kaku dan

kurang

berlemak

dibandingkan

dengan

salep

dimana

bahan-bahan

serbuk

seperti,pati,ZnO dan kalsium karbonat pada basisnya memiliki bagian yang tinggi. 2.3.2 Karakteristik pasta 1. Daya absorbsi pasta lebih besar. 2. Sering digunakan untuk mengadsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian sehingga cocok untuk luka akut.

3. Tidak sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu. 4. Mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. 5. Konsisiensi lebih kenyal dari unguenta. 6. Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum 7. Memiliki persentase bahan padat lebih besar daripada salep yaitu mengandung bahan serbuk 40 %-50%. 2.3.3 Kelebihan dan kekurangan pasta 2.3.3.1 kelebihan pasta 1. Pasta mengikat cairan secret 2. Pasta lebih baik dari unguentum untuk luka akut dengan tendensi mengeluarkan. 3. Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatakn daya kerja lokal 4. Konsentrasi lebih kental dari salep. 5. Daya adsorbsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan dengan sediaan salep. 2.3.3.2 kekurangan pasta 1. Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta pada umumnya tidak sesaui dengan pemakaina pada tubuh pada yang berbuluh. 2. Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis 3. Dapat menyebapkan iritasi kulit. 2.3.4 Cara absorbsi pasta 1. Penetrasi Pasta kedalam kulit dimungkinkan melalui dinding folikel rambut. Apabila kulit utuh maka cara utama untuk penetrasi melalui lapisan epidermis lebih baik daripada folikel rambut atau kelenjar keringat. Absorbsi melalui epidermis lebih cepat karena permukaan epidermis 100-1000 kali lebih besar dari rute lainya stratum korneum, epidermis yang utuh,dan dermis merupakan lapisan penghalang penetrasi obat kedalam tubuh (kulit). Penetrasi kedalam kulit dapat terjadi dengan cara difusi melalui penetrasi transseluler (menyebrang sel), penetrasi interseluler (antar sel),penetrasi transpendageal (melalui folikel rambut,keringat). 2. Disolusi Pasta mulai masuk kedalam larutan dari bentuk padatan atau sustu proses dimana bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam pelrut. 3. Difusi Suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekul secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui

suatu batas misalnya:membrane polimer. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses transmembran bat secara umum. 2.3.5 Basis pasta Pada dasarnya basis yang digunakan dalam formulasi pasta tidak jauh berbeda dengan basis yang digunakan dalam formulasi sediaan salep. 1. Basis Hidrokarbon. Karakteristik : -

Tidak diabsorbsi oleh kulit

-

Tidak bercampur dengan air

-

Daya absorbsi air rendah

-

Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air dan meningkatkan absorbs obat melalui kulit(soft parafin,hard parafin,liquid paraffin,paraffin substitute,paraffin vintmen.

-

Contoh :Vaselin,white ointment,white petrolatum/prafin.

2. Basis Absorbsi Karakteristik : -

Bersifat hidrofil

-

Dapat menyerap sejumlah larutan cair tertentu dan air

-

Terbagi : Non emulsi co,basis ini menyerap air untuk memproduksi emulsi air dalam minyak.

-

Terdiri atas : wool fat,wool alcohols,beewax and cholesterol emulsi minyak dalam air : Hydrous wool fat (lanolin),oily cream.

3. Basis larut Air : Misalnya : PEG yang mampu melarutkan zat aktif yang tak larut dalam air dan meningkatkan penyebaran obat.Bersifat tersebar merata,dan dapat mengikat pigmen dan higroskopik (mudah menguap) sehingga dapat memberikan kenyamanan pada pemakaian sediaan pasta. 2.3.6 Evaluasi sediaan pasta 1. Pengamatan organoleptis 2. Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan pasta bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen.

Syarat : harus homogeny sehingga pasta yang digunakan mudah dan terdirpersi

secara

merata saat penggunaan pada kulit. Alat yang digunakan : roller will,colloid will,homogenizer tipe katup pada temperature 30˚40˚c. Caranya : Letakan 0,5 gram sediaan pada obyek glass. Tutup dengan obyek glass yang lain. Amatilah homogenitasnya menggunakan lup. 3. Uji viskositas : Adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir semakin tinggi viskositas,akan akan makin besar tahananya.Nilai viskositas dipengaruhi oleh zat pengental,surfaktan yang dipilih,proporsi fase terdispersi dan ukuran partikel. 4. Uji stabilitas fisik Sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode menyimpan dan penggunaan sifat karakteristiknya sama dengan yang memiliki pada saat produk dibuat. Tujuan : Untuk menjamin bahwa setiap bahan obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapakan meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanaan. Pemeriksaaan kestabilan digunakan sebagai dasar penentuan batas kedaluarsa,cara penyimpanan perlu dicantumkan pada tabel. Ketidakstabilan formulitas dilihat dari perubahan penampilan fisik,warna,rasa,dan stekstur dari formulasi tersebut sedangkan perubahan kimia yang terjadi hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia. 5. Pemeriksaan konsistensi Pesetrometer : alat yang digunakan untuk mengukur konsistensi atau kekerasan semi solid. 6. Penetapan kadar zat aktif Penetapan kadar dapat dilakukan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). 7. Keseragaman sediaan Dapat ditetapkan dengan dua metode : -

Keseragaman bobot

-

Keseragaman kandungan Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung dua atau lebih zat

aktif.Persyaratan keseragaman bobot ditetapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% dari bobot satuan sediaan. Keseragaman zat aktif lain,jika jumlah kecil ditetapkan persyaratan keseragaman kandungan. 8. PH

Harga yang diberikan oleh alat potensiometri (PH meter) yang sesuai,yang telah dibakukan sebagaimana mestinya,yang mampu mengukur harga PH sampai 0,02 unit PH menggunakan elektroda indicator yang peka terhadap aktifitas ion hydrogen,elektroda kaca dan elektroda pembandingan sesuai.

2.4 Gel 2.4.1

Definisi

Gel, kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. (Famakope Indonesia edisi IV, hal 7). Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan. (Formularium Nasional, hal 315) 2.4.2

Penggolongan gel

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu 1. Gel sistem dua fase Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas. 2. Gel sistem fase tunggal Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan. 2.4.3

Keuntungan dan kekurangan sediaan gel

2.4.3.1 Keuntungan Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik. 2.4.3.2 Kerugian

Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal. 2.4.4

Sifat/ karakteristik gel

Menurut Lachman, dkk. 1994 hal 496-499 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut : 1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain. 2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical. 3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan. 4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan. 5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel. 6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation. 2.4.5

Uji bahan aktif

Pengujian bahan aktif pada praktikum kali ini adalah : 1. Bobot Jenis Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang ditimbang di udara pada suhu yang sama. Bobot permililiter suatu zat cair adalah gram permililiter yang ditimbang diudara pada suhu 20°C, kecuali dinyatakan lain dalam monografi. Bobot permililiter zat cair dalam gram dihitung dengan membagi bobot zat cair dalam gram yang mengisi piknometer pada suhu 20°C dengan kapasitas piknometer dalam mLuntuk harga bobot per mL dinyatakan dalam farmakope, penyimpangan kerapatan boleh diabaikan. Tabel Bobot Jenis Air

Suhu

Bobot Per liter Air (g/L)

20°

997,18

25°

996,02

30°

994,62 𝑚 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑥 = 𝑉 𝑎𝑖𝑟 𝜌 𝑎𝑖𝑟 𝑉𝑥 𝜌𝑥

Keterangan : M air : bobot atau massa air (g) Mx : bobot atau massa zat cair uji (g) V air : volume air (mL) Vx : volume zat cair uji (mL) ρ air : bobot jenis air (g/mL) ρ x : bobot jenis zat cair uji (g/mL) 2. Rotasi Optik Uji rotasi optik pada gentamicin yang memiliki rotasi jenis antara +107° dan +121°. Rotasi optik adalah besarnya sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi bila sinar dilewatkan melalui cairan, kecuali digunakan lain. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sinar natrium pada lapisan cairan setebal 1cm pada suhu 20°. Alat yang digunakan pada pengujian ini disebut polarimeter. 2.4.6

Evaluasi sediaan

1. Organoleptis Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik. 2. Homogenitas Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan tercampurnya bahan-bahan yang digunakan dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan secara merata. Cara pengujian homogenitas yaitu dengan meletakkan gel pada objek glass kemudian meratakannya untuk melihat adanya partikel-partikel kecil yang tidak terdispersi sempurna 3. Evaluasi pH

Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter. 4. Evaluasi daya sebar Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1 – 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).

2.5 Supositoria 2.5.1

Definisi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torepedo dapat melarut, melunak atau meleleh pada subu tubuh. 2.5.2

macam-macam supositoria

Berdasarkan tempat pemberiannya suppositoria dibagi menjadi: 1. Suppositoria untuk rectum (rectal) Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 gram untuk yang menggunakan basis oleum cacao (Ansel,2005 ). 2. Suppositoria untuk vagina (vaginal) Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 gram apabila basisnya oleum cacao. 3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra) Suppositoria untuk untuk saluran urin juga disebut bougie, bentuknya rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya ± 4

gram. suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, inipun bila oleum cacao sebagai basisnya. 4. Suppositoia untuk hidung dan telinga Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. suppositoria telinga umunya diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin. Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang digunakan. 2.5.3 Keuntungan dan kerugian supositoria 2.5.3.1 Keuntungan supositoria, -

Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung

-

Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung

-

Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat peroral

-

Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar

2.5.3.2 Kerugian supositoria -

Pemakaiannya tidak menyenangkan

-

Tidak dapat disimpan pada suhu tertentu 2.5.4

Basis supositoria

Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur, melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan dan akan melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya dapat melarut dan didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal maupun sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut : 1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi. 2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat. 3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau serta pemisahan obat. 4. Kadar air mencukupi. 5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus diketahui jelas. 2.5.5

Persyaratan basis supositoria

Adapun syarat-syarat basis supositoria adalah sebagai berikut : 1. Secara fisiologi netral ( tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataun tengik, terlallu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik) 2. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat) 3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil) 4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat berlangsung cepat dalam cetakan,kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan mendaak dalam cetakan) 5. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil). 2.5.6 Macam-macam basis supositoria 1. Basis berlemak, contohnya : oleum cacao. 2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak :campuran tween dengan gliserin laurat. 3. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya : gliserin-gelatin, PEG (polietien glikol). 2.5.7 Bahan dasar supositoria 1. Bahan dasar berlemak : oleum cacao Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan, memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mepunyai banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencai sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti Kristal metastabil. -

Keuntungan oleum cacao : dapat melebur pada suhu tubuh dan dapat memadat pada suhu kamar.

-

Kerugian oleum cacao : Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran), titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan dengan bahan tertentu, dan meleleh pada udara yang panas.

2. PEG (Polietilenglikol) PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di

bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut: 1. Bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%) 2. Bahan dasar berair : PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20% Titik lebur PEG antara 35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh. -

Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria antara lain : tidak mengiritasi, tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao, dan tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh

-

Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria antara lain : Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air dahulu sebelum digunakan, dan dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga mengahambat pelepasan obat. Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar, lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak coklat 2.5.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi Absobsi obat per rektal Rektum mengandung sedikit cairan dengan PH 7,2 dan kapasitas dapar rendah.

Epitel rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka diutamakan permeabel terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang mudah larut lemak. 2.5.9 Uji bahan aktif 1. Titik lebur Titik lebur adalah suhu di mana zat yang kita uji pertama kali melebur atau meleleh seluruhnya yang ditunjukan pada saat fase padat cepat hilang. Dalam analisa farmasi titik lebur untuk menetapkan karakteristik senyawa dan identifikasi adanya pengotor. Untuk uji titik lebur di butuhkan alat pengukuran titik lebur yaitu, Metting Point Apparatus (MPA) alat ini digunakan untuk melihat atau mengukur besarnya titik lebur suatu zat. 2. Bobot jenis Bobot jenis adalah perbandingan bobot jenis udara pada suhu 25 terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot jenis dengan bobot air dalam piknometer. Lalu dinyatakan lain dalam monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25 . (FI IV hal 1302). Bobot jenis dapat digunakan untuk :

-

Mengetahui kepekaan suatu zat

-

Mengetahui kemurniaan suatu zat

-

Mengetahui jenis zat Alat yang digunakan untuk mengukur bobot jenis.

Piknometer untuk menentukan bobot jenis zat padat dan zat cair. Zat padat berbeda dengan zat cair, zat padat memiliki pori dan rongga sehingga berat jenis tidak dapat terdefenisi dengan jelas. Berat jenis sejati merupakan berat jenis yang dihitung tanpa pori atau rongga ruang. Sedangkan berat jenis nyata merupakan berat jenis yang di hitung sekaligus degan porinya sehingga

nyata <

sejati.

2.5.10 Metode Pembuatan Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang digunakan dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian didinginkan. Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu homogenitas zat aktif dengan bahan dasar. Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam lainnya, namun ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria harus dibuat berlebih (±10%), dan sebelum digunakan cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft Soap liniment) agar sediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak boleh digunakan untuk supositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan. -

Metode pembuatan supositoria :

4. Dengan tangan Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat

mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan. 5. Dengan mencetak kompresi Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan. 6. Dengan mencetak tuang Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau nikel. 2.5.11 Pengemasan Supositoria Adapun cara pengemasan supositoria yakni dengancara : -

Supositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya encegah perubahan kelembapan dalam isi supositoria.

-

Supositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah perekatan.

-

Supositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran metal (alumunium foil) 2.5.12 Evaluasi Sediaan Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut:

1. Uji homogenitas Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda. Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi. 2. Bentuk Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan

memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo. 3. Uji waktu hancur Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air ? dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan. 4. Keseragaman bobot Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula. 5. Uji titik lebur Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit. 6. Kerapuhan Supositoria

sebaiknya

jangan

terlalu

lembek

maupun

terlalu

keras

yang

menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.

7. Volume Distribusi Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan volume sementara yang menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh. Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terduru dari plasma atau serum, dan Vd adalah jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan kadarnya dalam plasma atau serum. =

=

=

Keterangan : X = jumlah obat dalam tubuh C = kadar obat dalam plasma atau serum Co IV = dosis obat dalam pemberian IV Doral = dosis obat dalam pemberian oral F = fraksi dosis oral yang mencapai peredaran darah sistemik dalam bentuk aktif. = bioavailabilitas absolute obat oral Co= kadar plasma atau serum pada waktu T = 0 (ekstrapolasi garis eliminasi ke t = 0 ) Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, kemampuan molekul obat memasuki berbagai kompartemen tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan dengan berbagai jaringan. Obat yang tertimbun dalam jaringan mempunyai kadar dalam plasma yang rendah sekali sedangkan Vd nya besar (misalnya, digoksin). Untuk obat yang terikat dengan kuat pada protein plasma mempunyai kadar plasma yang cukup tinggi dan mempunyai Vd yang kecil (misalnya, warfarin, tolbutamid dan salisilat).

BAB III FORMULASI

3.1 Formula (Formula baku dikutip dari FMS : 95) Unguentum 2 - 4 R/

acid salicyl

2

Sulf. Praccip 4 Vaselin flav

100

s.u.e 3.2 Monografi bahan 1. Acid salicyl Pemerian : hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus putih, rasa agak manis, tajam, dan stabil di udara. Bentuk sintesis warna putih, dan tidak berbau. Jia dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna keuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip menthol. Kelarutan : sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform. Kegunaan : keratolitikum, anti fungi 2. Sulf. Praecipitation Pemerian : serbuk amorf, atau serbuk hablur renik, sangat halus, warna kuning pucat, tidak berbau dan tidak berasa. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam karbon disulfida, sukar larut dalam minyak zaitun, praktis tidak larut dalam etanol. Kegunaan : antiskabies 3. Vaselin flav Pemerian : massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning, sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin, berfluorosensi lemah, tidak berbau, hampir tidak berasa. Kegunaan : sebagai zat tambahan/ basis 3.3 Perhitungan pengambilan bahan 1. Acid salicyl =

=

2. Sulf praccip = 3. Vaselin flav =

3.4 Alat yang digunakan Mortir, stamper, anak timabang, sudip, perkamen, sendok tanduk, pinset 3.5 Cara pembuatan 1. Disiapkan alat dan bahan yang hendak digunakan, dan dibersihkan alat. 2. Disetarakan timbangan. 3. Ditimbang 25 g vaselin flavum menggunakan kertas perkamen yang sudah dioles dengan sedikit parafin.. 4. Ditimbang 1 g sulfur praeccipitation. 5. Ditimbang 500 mg acid salicyl, dimasukkan ke dalam mortir yang sudah dipanaskan, ditambahkan 3-4 tetes etanol dan sedikit vaselin, digerus hingga halus dan homogen. 6. Dikeluarkan campuran yang sudah halus. 7. Diambil 1 g sulfur praccip, dimasukkan ke dalam mortir, ditambahkan beberapa tetes etanol, ditambahkan vaselin sisa, digerus hingga halus dan homogen. 8. Dimasukkan campuran acid salicyl ke dalam campuran sulfur praccip, digerus hingga halus dan homogen. 9. Campuran yang sudah homogen dimasukkan ke dalam pot, dikemas, dan diberi etiket.

3.6 Bagan alur pembuatan

Disiapkan alat dan bahan yang hendak digunakan dan dibersihkan alat.

Ditimbang 500 mg acid salicyl, dimasukkan ke dalam mortir yang sudah dipanaskan, ditambahkan 3-4 tetes etanol dan sedikit vaselin, digerus hingga halus dan homogen.

Ditimbang dimasukkan

1

g

sulfur

praccip,

ke

dalam

mortir,

ditambahkan beberapa tetes etanol, ditambahkan vaselin sisa, digerus

Disetarakan timbangan.

Ditimbang vaselin flavum sebanyak 25 g menggunakan perkamen yang sudah diolesi dengan sedikit parafin.

Dimasukkan campuran acid salicyl ke dalam campuran

sulfur praccip, digerus hingga halus dan homogen.

hingga halus. dan homogen.

Campuran yang sudah homogen dimasukkan ke dalam pot, dikemas, dan diberi etiket.

BAB IV EVALUASI SEDIAAN

4.1 Evaluasi mutu sediaan salep Uji Gunakan

viskositas pengukur

viskositas

Brookfield

untuk

sediaan

Uji

semisolida

homogenitas

Oleskan sediaan pada kaca objek tipis-tipis, dan amati homogenitas sediaan. Untuk mendapatkan permukaan sediaan yang homogen, dilakukan dengan menggeserkan sejumlah sediaan dari ujung kaca objek dengan bantuan batang pengaduk sampai kaca objek

yang

Uji

penetapan

Gunakan

Uji

lain.

kadar

metode

penetapan

pH

spektrofotometri.

(FI

IV

hal

1039)

Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampa 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktifitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti elektrode kalomel atau elektrode perak-perak klorida. Pengikuran dilakukan pada suhu 250 ± 20. Skala pH ditetapkan pH k

sebagai =

berikut pHs

+

: (E-Es)

DAFTAR SINGKATAN

R = recipe m.f. = misce fac = campur, buat ung = unguentum = salep s.u.e. = signa usus eksturnus = tandailah dipakai untuk obat luar

DAFTAR PUSTAKA

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF