Tugas 2 Ekonomi Politik Global

March 2, 2019 | Author: Arie Ramdhani Muchtar | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Tugas ini dari Pak Agus Unjanay...

Description

Makalah Andai Saya Menjadi Direktur Jenderal WTO Apa Yang Akan Saya Lakukan Dalam Mewujudkan Free & Fair Trade

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Politik Global Dosen : Dr. Agus Subgyo, S.IP.,M.Si

Disusun Oleh : Windy Cristifany

6212161001

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL CIMAHI 2018

i

KATA PEGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah “Andai Saya Menjadi Direktur Jenderal WTO: Apa Yang Akan Saya Lakukan Dalam Mewujudkan Free & Fair Trade” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan

didalamnya. Saya berterima kasih pada Bapak Dr. Agus Subagyo,S.IP.,M.Si selaku dosen mata kuliah Ekonomi Politik Global yang telah memberikan tugas yang mengispirasi ini kepada saya. Saya

berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pemahaman kita mengenai kewenangan seorang diplomat dan rencana kerja yang akan saya lakukan bila menjadi seorang diplomat. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Cimahi, 10 Maret 2018

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR ................................................................................................ i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 3 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 3 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 6 1.3 Teori .............................................................................................................. 6 BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................ 8 A. Perdagangan Bebas Regional dan Bilateral ................................................ 9 B. Free Trade Agreement (FTA); WTO yang berganti ................................. 11 C. Kemunculan Fair Trade ............................................................................ 13 D. Fakta Tentang Perkembangan Fairtrade Di Dunia Sekarang Ini. ............. 15 BAB 3 PENUTUP ............................................................................................... 19 3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 19 3.2 Rekomendasi ............................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fair Trade & Free Trade, Apa Bedanya?

Seringkali istilah “free trade” dan “fair trade” menimbulkan kerancuan. Banyak

yang menganggap kedua hal tersebut sama, padahal keduanya memiliki perpektif yang sangat berbeda. Free Trade Pada dasarnya “Free Trade” berarti akses yang tidak terbatas, tidak terkendali terhadap tarif dan barang duty-free. Dapat juga sebagai diartikan perjanjian  bilateral antar negara yang memungkinkan expor-impor barang dengan persyaratan yang lebih lunak. Dengan demikian “Free Trade” memungkinkan dibukanya pintu  pemasaran secara global, yang secara teori memungkinkan seluruh negara memiliki kesempatan berkompetisi yang sama. Para pelaku “Free Trade” ini seringkali menghilangkan poin tarif dan subsidi,

dan tidak memenuhi peraturan sehingga mengharuskan perusahaan membayar lebih dalam hal menjalankan bisnis di pasar luar. Dengan tidak diberlakukannya tarif maka sebuah negara cenderung menentapkan upah buruh lebih rendah. Negara dengan upah  buruh yang rendah tersebut akan menikmati keuntungan transfer produksi dari negara dengan upah buruh yang lebih tinggi. Misalnya kerjasama antara Cina –  Amerika dalam hal pembuatan panel tenaga surya. Panel-panel tersebut dibuat di Cina dengan harga yang murah karena upah buruh di Cina juga rendah daripada Amerika. Agar impor solar  panel dapat dilakukan, maka Amerika ‘mengekspor’ pekerjaan yang dapat dilakukan di

Cina. Free trade dianggap lebih efektif menyentuh pasar global dan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dengan membuat produk yang lebih murah.  Namun demikian, beberapa perusahaan ada yang mengalami defisit bahkan kebangkrutan. Fair Trade Sementara itu, “Fair Trade” dianggap lebih mengguntungkan daripada “free trade”. Free trade yang lebih menekankan dalam hal memotong hambatan antar negara

dan menghilangkan kebijakan tertentu dari sebuah negara atau industri tertentu, 3

maka Fair trade lebih menekankan pada upah dan meningkatkan lingkungan kerja. Para  pelaku Fair trade ini mendorong perusahaan dan pemerintah untuk mengatur  perdagangan dan memastikan bahwa pekerja atau buruh mendapatkan kompensasi yang sesuai serta adanya jaminan lingkungan kerja yang aman. Istilah “Fair Trade” ini  juga sering digunakan untuk kebijakan yang mengatur penghasilan produsen, semisal  petani, yang biasanya diatas harga pasar, karena petani lokal atau petani kecil tidak dapat bersaing dalam hal harga dengan perkebunan atau pertanian dalam skala yang  besar. Dari sisi penetapan harga, Fair Trade menetapkan dua standar pembayaran bagi  produsen, yaitu “harga minimum” dan “premium”. Penetapan harga minimum

dimaksudkan agar produsen atau petani masih dapat bertahan, meskipun komoditi global mengalami guncangan. Ketika harga pasar diatas harga minimum, maka  produsen akan mendapatkan harga rata-rata pasar. Sementara itu premium merupakan ‘ bonus’  dengan batasan. Premium tidak diperuntukkan bagi individu pekerja. Melainkan uang yang dihasilkan digunakan untuk  program kesejahteraan pekerja, seperti pendidikan, peningkatan fasilitas, dsb. Free Trade VS Fair Trade

Untuk mempermudah pemahaman tersebut, berikut adalah tabel perbandingan antara Free Trade vs Fair Trade : Free Trade

Fair Trade

Meningkatkan

Memberdayakan

 pertumbuhan Sasaran utama:

nasional

Profit Strategi:

ekonomi

marginal

dan

kaum meningkatkan

kualitas hidup mereka.

sebagai

terpenting.

hal

Keseimbangan antara manusia, lingkungan, dan profit.

4

Diterapkan pada :

Perusahaan multinasional,

Petani atau produsen kecil dan

kepentingan

 buruh

tertentu

 pada

dengan

industri

yang

kecil.

Pembayaran

Pendanaan:

bisnis

saat

diterima pengiriman

 barang; terkadang kredit

Pengusaha menawarkan kredit di

diperpanjang

oleh

depat dengan bunga yang rendah

 pemberi pinjaman dengan

atau tanpa bunga pada saat siklus

nilai yang sangat tinggi.

 produksi berlangsung.

Upah yang layak dan biaya  perbaikan

fasilitas

umum.

Bantuan teknis dan pelatihan untuk memperkaya skill dan

Kompensasi produsen

Pasar

dipengaruhi oleh :

 pemerintah.

Supply chain:

dan

kebijakan

investasi proyek sosial untuk kepentingan masyarakat.

Hanya

sedikit

Mencakup banyak pihak

terlibat,

dimana

antara

dilakukan

produsen

dan

yang

perdagangan

secara

langsung.

konsumen; menggunakan

Seringkali pihak yang dirugikan

upah buruh dan bahan

 pada akhirnya bekerja

 baku yang rendah. .

dalam hal rantai suplai fair trade.

Marketing Pemasaran untuk Marketing:

pihak

 profit.

diarahkan meningkatkan

edukasi

diarahkan konsumen

sama

pada

sehingga

tercipta inovasi tanggung jawab sosial sebuah bisnis.

5

Free Trade maupun Fair Trade merupakan model dengan fungsi yang berbeda dan keduanya memiliki peran tersendiri dalam hal pertumbuhan dan transformasi sebuah negara yang sedang  berkembang. 1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana menciptakan free and fair trade yang seimbang, demi meningkatkan  perekonomian dunia? 1.3 Teori

Dalam makalah ini penulis menggunakan teori neoribelarisme, Neoliberalisme merupakan perkembangan dari sistem kapitalisme yang mutakhir. Ditujukan untuk mengatasi periode stagnasi dan perlambatan (slowdown) pertumbuhan kapitalis di negara-negara maju dan memperluas penetrasi dinegara-negara berkembang guna memperluas zona akumulasi profit. Ditangan Von Hayek, guru besar yang menghidupkannya kembali, neoliberalisme menghendaki pelepasan yang radikal peran negara (intervensi) terhadap mekanisme pasar. Aturan dasar kaum neoliberal adalah 'liberalisasikan perdagangan dan finance’; 'biarkan pasar menentukan harga’, 'akhiri

inflasi', 'stabilisasi ekonomi makro', 'privatisasi', 'pemerintah harus menyingkir dari menghalangi jalan' (Chomsky, 1999). Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal sebagai The Neo-liberal Washington Consensus, yang terdiri dari para pembela ekonomi privat terutama wakil dari perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol dan menguasai ekonomi intemasional dan memiliki kekuasaan untuk mendominasi informasi kebijakan dalam rangka membentuk opini publik. Ada sepuluh ajaran yang dilahirkan dari the Washington Concensus tersebut. Mereka kemudian menyebutkan kebijakan mereka sebagai “reformasi” terhadap

kebijakan ekonomi. Ketentuan reformasi inilah yang juga disebut sebagai 'kebijakan  pasar bebas' dan neo-liberal. Kesepuluh ajaran neo-liberal tersebut adalah sebagai  berikut: (1) disiplin fiskal, yang intinya adalah memerangi defisit perdagangan; (2)  public expenditure atau anggaran pengeluaran untuk publik, kebijakan ini berupa memprioritaskan anggaran belanja pemerintah melalui pemotongan segala subsidi; (3)  pembaharuan pajak, seringkali berupa pemberian kelonggaran bagi para pengusaha untuk kemudahan pembayaran pajak; (4) liberalisasi keuangan, berupa kebijakan bunga  bank yang ditentukan oleh mekanisme pasar; (5) nilai tukar uang yang kompetitif,  berupa kebijakan untuk melepaskan nilai tukar uang tanpa kontrol pemerintah; (6) trade

6

liberalisation barrier, yakni kebijakan untuk menyingkirkan segenap hal yang menganggu perdagangan bebas, seperti kebijakan untuk mengganti segala bentuk lisensi perdagangan dengan tarif dan pengurangan bea tarif; (7) foreign direct inuestment, berupa kebijakan untuk menyingkirkan segenap aturan pemerintah yang menghambat pemasukan modal asing; (8) privatisasi, yakni kebijakan untuk memberikan semua pengelolaan perusahaan negara kepada pihak swasta; (9) deregulasi kompetisi; (10) Intellectual Property Rights atau paten

7

BAB II PEMBAHASAN

Perjanjian perdagangan bebas, kendati sudah digagas sejak 1947 lewat  pendirian GATT, baru mulai berlaku sebagai mekanisme global pada tahun 1994, lewat  pertemuan di Marrakesh, Maroko, yang ditandangani 115 negara. Setahun kemudian, WTO dibentuk dengan keanggotaan 149 negara. Tidak seperti GATT, WTO memiliki kewenangan dan kekuasaan yang luar biasa. Perjanjian WTO mengikat seluruh negara anggota dan tidak diperkenankan adanya penentangan terhadap keputusan-keputusan yang telah disepakati. Lewat WTO, kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas digolkan dan kemudian dipaksakan kepada negara-negara anggota. Perdagangan

bebas

dilakukan

dengan

berbagai

pendekatan;

pertama,

 pembukaan kesepakatan perdagangan bebas regional seperti North America Free Trade Area (NAFTA), Asean Free Trade Agreement (AFTA), Free Trade Area Of Americas (FTAA), Euro-Mediterranean Association Agreements, Asia Pasific Economic Corporation (APEC), dan lain-lain. Kedua, lewat tangan IMF, Bank Dunia dan lembaga-lembaga keuangan internasional memaksakan Struktural Adjusment Program (SAP) lewat skema utang luar negeri. Di Indonesia, setelah penandatanganan Letter of Intent(LoI), berlansung penataan ulang sistem perekonomian yang lebih mengabdi kepada kepentingan modal asing. Ketiga, pendekatan kekerasan militer seperti invasi militer, percobaan kudeta, dan blockade ekonomi dan politik, dan lain-lain. Cara-cara ini dipergunakan AS di Afghanistan dan Irak. Perdagangan bebas tidak mendatangkan kebaikan. Di berbagai belahan dunia mucul arus balik perlawanan terhadap kesepakatan-kesepakatan yang merugikan kaum  buruh, tani, urban, dan masyarakat adat. Didepan mata masyarakat dunia ketiga (negara  berkembang), neoliberalisme terlihat sebagai sebuah sistem yang menjarah dan merampok negara-negara miskin, menghisap klas pekerjanya, dan menimbulkan kesulitan yang begitu memprihatinkan. Muncul protes dan perlawanan dimana-mana, apalagi menjelang pertemuan tingkat menteri WTO. Kejadian paling spektakuler dan kemenangan terbesar gerakan anti-neoliberal adalah demonstrasi Seattle, tahun 1999. kemenangan ini bukan saja sukses mengagalkan pertemuan tersebut, akan tetapi  perlawanan seattle telah menginspirasikan perlawanan anti neoliberal keberbagai  belahan dunia. Peristiwa itu telah mengangkat keperca yaan mereka akan kemungkinan 8

“tata dunia baru yang benar - benar adil” tanpa kapitalisme. Kekalahan selanjutnya

adalah cancun, Meksiko, Desember tahun 2003. Pertemuan tingkat menteri WTO mengalami kegagalan setelah proposal negara maju mendapat penolakan kuat dari kelompok -20 (G20) yang motori oleh Brazil, India, Afrika Selatan dan Cina. Dalam dinamikanya, pengelompokan negara-negara berkembang memperlihatkan kemajuan, seperti G20, G90, dan G33. Jelas, WTO berhadapan dengan sebuah situasi yang tidak menguntungkan. Pengelompokan negara berkembang menentang proposal negara maju akan selalu  bermuara pada deadlock. Disamping itu, protes dan penentangan juga semakin mengglobalisasi membuat anjuran “washintong consensus” sudah mendapat celah

untuk diterapkan. WTO harus tiarap, kemudian menyusupkan agendanya lewat jalur jalur lain. Pendekatan paling memungkinkan guna menjalankan “perdagangan bebas” adalah lewat jalur bilateral dan regional. Pendekatan bilateral dan regional akan menghilangkan peran WTO sebagai pelaku utama, tetapi prinsip dan tujuannya tetap sama dengan agenda WTO. A. Perdagangan Bebas Regional dan Bilateral Posisi negara-negara ASEAN yang kaya dengan sumber material (bahan  baku), tenaga kerja murah, dan pasar yang potensial menjadikan negara-negara maju dan korporasi-korporasi raksasa tak henti-hentinya mencari peluang untuk menguasainya. Karakteristik politik dinegara-negara ASEAN relatif stabil (kecuali Burma) setelah kepergian rejim-rejim otoriter dan militeristik seperti di Kamboja, Laos, dan Thailand. Kepemimpinan politik di negara-negara ASEAN masih relatif  berada dibawah pengaruh AS dan sekutunya dan China sebagai pesaingnya. Ancaman stabilitas politik ditingkat ASEAN berpotensi dari terorisme atau gerilyawan-gerilyawan bersenjata yang masih awet di Filipina dan bekas IndoChina. Krisis politik di Burma masih mengundang kekhawatiran bagi sejumlah  petinggi ASEAN, akan mengganggu pelaksanaan “Free Trade” di kawasan tersebut. Meskipun ada kesamaan konfigurasi politik, tetapi proses integrasi  perekonomian negara-negara ASEAN kedalam perdagangan bebas regional  berjalan lamban. Akibatnya pertumbuhan perdagangan intra ASEAN sangat lambat. Volume perdagangan ASEAN dari 19,1 persen pada 1993 tidak mencapai 9

 banyak peningkatan pada 2002, yang mencapai 21,3 persen. Program penurunan tarif bea masuk ASEAN dalam rangka AFTA sudah dimulai sejak 1993 sehingga menjadi 0-5 persen pada 2003 atau 96,24 persen dari total pos tarif CEPT-AFTA negar-negara ASEAN. Inti AFTA adalah CEPT (Common Effective Preferential Tariff), yakni barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %. The Global Development Finance (GDF) mencatat, selama tahun 2004, sekitar 74 persen atau US$ 143,7 miliar dari total arus modal yang mengalir ke negara emerging market masuk ke Asia, termasuk ASEAN. Tingginya arus modal masuk ini terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keterbukaan ekonomi dan penerapan kebijakan ekonomi yang market friendly. Akan tetapi, sebagian  besar modal yang masuk ini merupakan modal jangka-pendek (fortopolio) yang hanya berputar-putar dibursa saham, tidak jatuh kepada sektor real. Boleh disimpulkan, pertumbuhan ekonomi rata-rata negara ASEAN banyak distimulasi oleh fenomena hot money. Hal itu membawa situasi kerentanan tersendiri terhadap  perekonomian ASEAN terhadap perkembangan baru dari ekonomi global; krisis subprime mortage, krisis energi dan pangan. Dari semua negara ASEAN, hanya Malaysia dan Vietnam yang memperlihatkan perkembangan industrialisasi, hal ini tidak terlepas dari sistem birokrasi dan kebijakan yang lebih baik. Pengaruh

sisa

kolonialisme

beratus-ratus

tahun

dikawasan

ini,

menyebabkan geopolitik dan ekonomi tumbuh begitu berserakan. Pengalaman kolonialisme dengan masa lalu dan perkembangan cepat dikawasan Asia timur, terutama pertumbuhan China, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan merupakan merupakan tantangan baru kerjasama regional dengan AS dan eropa. Pembentukan kerjasama dengan rakasasa ekonomi baru di Asia Timur mendorong sikap  pemerintahan-pemerintahan di ASEAN sedikit putar badan dengan FTA ke kawasan tersebut. Perkembangan ini direspon oleh ASEAN dengan membuka FTA antara ASEAN- China, ASEAN-Jepang FTA, dan ASEAN-Korea Selatan FTA. Arus kapital yang yang mengalir lewat kerjasama ini cukup besar dan volume perdagangan juga sangat pesat. Ide untuk membentuk sebuah kerja sama ekonomi formal di Asia Timur muncul setelah November lalu disepakati  pembentukan sebuah FTA antara ASEAN dan Cina. Setelah FTA dengan Cina 10

terbentuk, ASEAN tengah melakukan pembicaraan dengan Jepang, dan setelah ini Korea Selatan, untuk membentuk FTA serupa. Perdagangan bebas yang diperluas dengan mekanisme FTA antara ASEAN dengan 3 negara Asia Timur (Jepang, China, dan Korea) telah memfasilitasi lahirnya “Kaukus Asia Timur”, yang dulu didengun -dengunkan Perdana Menteri

Malaysia, Mahathir Muhammad. Kerjasama perdagangan bebas regional ASEAN+3 sudah berjalan massif. China begitu agressif melakukan deal-deal untuk memuluskan kesepakatan ini, mengingat posisi ASEAN yang sangat  potensial menjadi pasar bagi komoditi otomotif (motor dan mobil), tekstil, elektronik, dll. Selain itu, China juga membutuhkan ASEAN sebagai ladang  pencarian sumber energi (Indonesia, Burma, Vietnam, Brunei, dll) guna memasok kebutuhan dari “ledakan pertumbuhan Industrinya”. Agressifitas 3 negara asia

timur (Jepang, China, dan Korsel) guna merambah investasi di kawasan Asia tenggara tidak terlepas dari kebijakan “Politik Upah Murah” yang diterapkan

negara-negara dikawasan ini sebagai keunggulan komparatif untuk investasi. Dalam KTT 9 di Denpasar, Bali, ASEAN kembali menelorkan konsep kerjasama “free trade” regional yang bernama AEC (ASEAN Economic

Community) sebagai satu dari tiga konsep blueprint ASEAN Community atau integrasi ASEAN. AEC berbeda dengan AFTA dalam hal semangatnya untuk mempercepat liberalisasi perdanganan dan menyingkirkan semua penghalang penghalang terhadap liberalisasi ekonomi. B. Free Trade Agreement (FTA); WTO yang berganti Free trade agreement sebenarnya sudah muncul sejak lama. Yang membedakan FTA sekarang ini dengan sebelumnya adalah bobotnya yang sangat liberal

dan

agreesif.

Beberapa

implementasi

perdagangan

bebas

sulit

diimplementasikan dalam skema perjanjian dibawah WTO dapat diterapkan dengan bebas dibawah bendera FTA. Beberapa klausul perdebatan di KTM WTO  bisa diselesaikan dengan jalur FTA. FTA sendiri dilahirkan oleh beberapa situasi;  pertama, Macetnya perundingan perdagangan bebas dibawah WTO. Kegagalan ini  berbarengan dengan kebusukan dan ketidakpercayaan masyarakat dunia terhadap lembaga internasional ini, seiring dengan kegagalan berbagai resep free-trade diberbagai belahan dunia. Kedua, menguatnya peran negara dalam perdagangan 11

dan mekanisme pasar. kegagalan perdagangan bebas dibawah WTO mendorong  beberapa negara keluar dari doktrin “melemahnya negara dalam globalisasi”.

 Negara-negara tersebut mulai mengatur tariff, melakukan kontrol terhadap  perdagangan umum, dan melakukan proteksi terhadap komoditi domestik. Ide-ide semacam ini, merupakan ancaman nyata terhadap eksistensi negara-negara imperialis, MNC, dan kredo “perdagangan bebas”.

Ada beberapa alasan, kenapa beberapa negara imperialis membanting stir untuk menggunakan Free Trade Agreement (FTA), diantaranya; pertama laju dan volume perdagangan bebas jauh lebih besar ketimbang menunggu implementasi  perdagangan bebas global ataupun regional. Sebagai contoh Economic Parnertship Agreement (EPA) antara Indonesia dan Jepang; Export Indonesia ke Jepang juga  berkisar antara $23.63 M tahun 2007, naik dari $21.73 M 2006, sementara nilai Importnya mencapai $6.52 M , Naik 18.33 persen dari $5.52 M tahun 2006. EPA  juga akan menyertakan pemotongan atau penghapusan beragam tariff import, serta aturan fasilitas bisnis guna meningkatkan investasi baru Jepang di di Indonesia. Kedua, Dalam negosiasi bilateral, Negara-negara maju memiliki posisi yang lebih superior ketimbang Negara-negara berkembang. Negara seperti AS ataupun Jepang tentu akan mendominasi kerjasama bilateral dengan Negara-negara dunia ketiga, yang secara infrastruktur, tekhnologi, dan permodalan, sangat tergantung kepada Negara-negara maju. Negara-negara maju dengan leluasa menjalin kerjasama dan perdagangan di berbagai belahan dunia, tanpa harus menunggu implementasi Global Free Trade. Apakah free trade memberikan dampak positif atau negatif terhadap negara dunia ketiga? Tidak dapat dipungkiri, di era globalisasi seperti sekarang ini. perdagan gan  bebas atau yang biasa disebut free trade  sudah menjadi bagian dari kehidupan antar negara. Banyak negara maju seperti Amerika Serikat, yang mengaumkan kebijakan free trade sebagai kebijakan yang dapat memberikan kesejahteraan kepada semua pihak. Tapi, apakah benar demikian? Bagaimana dengan dampak yang terjadi pada negara dunia ketiga seperti negara miskin yang ada di benua afrika? Apa saja dampak positif dan negatif free trade terhadap dunia ketiga?  Free trade merupakan kebijakan yang sedang terjadi di antar negara saat

ini. free trade di klaim dapat membawa pengaruh positif bagi negara yang 12

menjalankan kebijakan ini seperti dapat memperluas pasar bagi produk dalam negeri, masuknya modal asing dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Namun, apabila kita telusuri lebih jauh, dampak-dampak  positif tersebut sebagian besar hanya akan dirasakan oleh negara-negara maju seperti Amerika.  Negara-negara dunia ketiga seperti yang ada di Afrika hanya menjadi sumber eksploitasi bagi negara-negara maju seperti Amerika. Mulai dari emas, gading dan bahan baku lainnya, Amerika ambil dari Afrika. Operasi militer seperti invansi yang terjadi di Irak menjadi jalan yang akan diambil oleh Amerika, apabila interest mereka untuk mengeksploitasi sumber daya suatu negara tidak tercapai. Selain itu, dampak negatif free trade  lainnya yaitu pasar dalam negeri akan banyak dikuasai oleh produk asing dan apabila industri dalam negeri tidak mampu bersaing, maka akan menyebabkan kerugian dan kebangkrutan, yang pada akhirnya akan membuat negara ketiga sangat bergantung kepada negara-negara maju seperti Amerika. . C. Kemunculan Fair Trade  Negara kaya dalam hubungan perdagangannya dengan negara-negara  berkembang telah merubah hubungan perdagangan tersebut yang secara filosofis adalah hubungan partnership  yang menguntungkan kedua belah pihak menjadi hubungan eksploitatif. Dengan kata lain hubungan perdagangan antara negara kaya dengan negara berkembang hanya menjadi sarana pelegalan eksploitasi baru setelah cara-cara kolonialisasi tidak lagi dipandang cukup beradab. Standar ganda free tradememaksa negara-negara berkembang untuk meliberalisasi  perdagangan mereka, sedangkan pada sisi yang lain negara-negara maju masih menerapkan kebijakan proteksi bagi produk yang akan masuk ke dalam pasar domestik. Konsekuensi penerapan standar ganda tersebut seperti dicatat oleh United Nations telah menyebabkan negara berkembang mengalami kerugian setiap tahunnya sebesar 100 juta dolar US. Selain itu ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang semakin besar dimana saat ini hanya 20% populasi dunia menikmati income  yang jumlahnya 60 kali lebih besar dari income orangorang miskin.

13

Di tengah kondisi perdagangan yang semakin lama semakin tidak adil tersebut dan telah menyebabkan ketimpangan yang semakin besar antara negara kaya dan negara berkembang, Fair Trade muncul sebagai sebuah gerakan  perdagangan alternatif yang berpihak kepada produsen miskin melalui penerapan  prinsip keadilan, transparansi, komunikasi dan keadilan gender. Dalam  prakteknya, prinsip dan nilai tersebut diwujudkan dalam bentuk rantai distribusi yang lebih pendek, penguatan organisasi produsen, peningkatan keterlibatan dan  peranan perempuan dalam perdagangan, harga premium bagi produk yang dihasilkan. Sebagai sebuah gerakan yang bertujuan membantu kehidupan mengembangkan strategi bekerja sama atau melakukan perdagangan langsung dengan komunitas produsen tersebut. Model perdagangan semacam ini pertama kali dimulai oleh orang-orang Amerika melalui institusi Ten Thousand Villages (dulunya Mennonite Central Committee Self Help Service) dan SERRV

(sekarang SERRV International ) dengan komunitas masyarakat miskin di negaranegara Selatan pada akhir tahun 1940-an. Namun jejak fair trade seperti dikenal saat ini, muncul pertama kali pada tahun 1950-an yaitu ketika direktur Oxfam UK  yang mengunjungi Hong Kong, mempunyai ide untuk menjual kerajinan yang

dibuat oleh para pengungsi Cina ke toko-toko Oxfam. Menurut publikasi yang dikeluarkan oleh World Bank  gerakan fair trade  juga muncul pertama kali pada tahun 1950-an dengan sebutan Goodwill Selling.Perkembangan fair trade melalui gerakan yang terorganisir terutama organisasi non pemerintah (NGO) pertama kali diperkenalkan

oleh Oxfam

Great

Britain (Inggris), Fair

Trade (Amerika

Serikat), Transfair (Jerman), serta organisasi independen seperti FLO (Fair Trade  Labelling Organization)  yang didirikan di Belanda pada bulan April 1997, lalu

IFAT (Internasional Federation for Alternative Trade) yang didirikan di  Noordwijk Belanda pada tanggal 12 Mei 1989, NEWS! (Network of Europian World Shops ) didirikan di Eispeet-Belanda tahun 1994. EFTA (Europian Fair Trade Association)  didirikan di Maastricht-Belanda tahun 1990, FINE didirikan

tahun 2001 yang merupakan gabungan di mana akronim FINE diambil dari huruf depan FLO, IFAT, NEWS! dan EFTA. 1950‘s: pergerakan FairTrade mulai .

Perkembangan ide dan gerakan fair trade di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh Oxfam GB/Indonesia. Fair trade adalah salah satu dari 14

 program utama Oxfam Indonesia yang didirikan pada tahun 1972. Gerakan Fair Trade muncul pada pertengahan 1980-an sebagai bentuk reaksi dari kondisi

 perdagangan Indonesia yang sangat merugikan produsen-produsen kecil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pada pertengahan 1990-an, gerakan Fair trade Indonesia berkembang pada komoditi pertanian khususnya pertanian

organis. Perkembangan ini ditandai dengan berkumpulnya beberapa NGO pada tahun 1996 di Yogyakarta yang difasilitasi oleh Oxfam GB/Indonesia. Tindak lanjutnya didirikanlah Konsorsium Masyarakat Fair trade (KMFT) pada oktober 1997 dengan agenda pertama menentukan langkah strategis program Fair trade dan

merintis

pendirian

toko

bersama

sebagai

media

untuk

mempraktekkan Fair trade yang diberi nama SAHANI (Sahabat Niaga) sebagai ujung tombak KMFT untuk melawan sistem perdagangan yang tidak adil. pada  perkembangan selanjutnya gerakan fair trade  telah merambah sektor pertanian dan tekstil.

D. Fakta Tentang Perkembangan Fairtrade Di Dunia Sekarang Ini. 1. Pertumbuhan Penjualan produk yang tersertifikasi Fairtrade sekitar 40% setiap tahun selama lima tahun belakangan ini, untuk produk seperti Kopi, Teh, dan Pisang. Artinya sekitar 7,5 juta orang (petani,buruh ) mendapat keuntungan langsung dari produk mereka. 2. Sekarang ada 632 orgnisasi yang tersertifikasi Fairtrade di 58 negara, ada 1900  jaringan busines yang melakukan dagang dan penjualan produk fairtrade.

Hal ini terjadi karena pergerakan Fairtrade di seluruh dunia baik berupa kampanye, media berkembang di seluruh dunia. Juga adanya manfaat langsung bagi  produser dalam berdagang, Juga kesadaran konsumen yang semakin tinggi untuk  produk Fairtrade. Semakin orang yang berprinsip dengan membeli produk yang tersertifikasi fairtrade, secara tidak langsung akan membantu kehidupan petani tersebut.

15

Prinsip Fair Trade World Fair Trade Organization (WFTO) merumuskan 10 Prinsip yang harus diikuti oleh organisasi dalam mempraktekkan fair trade sehari-hari dan memastika n  bahwa pesan-pesan dalam prinsip ini diterapkan. Prinsip 1 : Menciptakan Peluang bagi Produsen Kecil Pengurangan kemiskinan melalui perdagangan merupakan tujuan utama organisasi yang tergabung dalam WFTO. Para organisasi ini mendukung produsen kecil yang terpinggirkan, baik mereka yang berupa bisnis keluarga yang independen, atau kelompok dalam asosiasi atau koperasi. Ini akan sangat memungkinkan mereka untuk mengubah hidup dari ketidakpastian pendapatan dan kemiskinan menuju kecukupan ekonomi. WFTO memiliki rencana program untuk mewujudkan tujuan ini. Prinsip 2 : Transparansi dan Akuntabilitas WFTO memiliki manajemen yang transparan dan hubungan komersial. Menjadi memungkinkan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan  penghitungan secara transparan dan menghormati sensitivitas dan kerahasiaan informasi yang tersedia. WFTO menemukan cara yang tepat yang bersifat  partisipatori dimana melibatkan karyawan, anggota, dan produsen dalam proses  pengambilan keputusan. Ini memastikan bahwa informasi yang relevan selalu tersedia untuk rekan dagang. Jaringan komunikasi terjalin baik dan terbuka untuk semua level rantai persediaan. Prinsip 3 : Melakukan Praktek Perdagangan Organisasi fair trade melakukan praktek perdagangan yang fokus pada sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk kesejahteraan produsen kecil yang terpinggirkan dan tidak semata-mata mengejar keuntungan. Merupakan hal yang sangat profesional dan bertanggung jawab bisa melaksanakan prinsip ini pada saat waktu yang tepat. Prinsip 4 : Pembayaran yang layak / Adil dalam pembayaran Pembayaran yang layak merupakan satu hal yang harus disepakati bersama melalui dialog dan partisipasi aktif, karena ini akan berhubungan dengan 16

 pembayaran yang layak kepada produsen dan juga untuk keperluan pasar jangka  panjang. Saat penentuan struktur harga fair trade sudah tersedia, inilah yang akan digunakan sebagai standar minimum. Pembayaran yang layak menyediakan imbalan sosial yang bisa diterima (dalam konteks lokal) yang dipertimbangkan oleh  para produsen agar layak dan memastikan penghitungan pembayaran pada  persamaan hak antara pekerja laki-laki dan perempuan. Para organisasi importer fair trade memberikan dukungan yang diperlukan para produsen untuk peningkatan kapasitas, untuk memungkinkan mereka untuk men-set up sistem pembayaran yang layak. Prinsip 5 : Memastikan tidak ada Tenaga Kerja Anak dan Tenaga Kerja Paksa WFTO mematuhi aturan PBB dalam hal Hak Anak dan hukum lokal/nasional mengenai tenaga kerja anak. WFTO memastikan bahwa tidak ada tenaga kerja paksa dalam lingkungan kerja mereka.

Organisasi yang membeli produk Fair Trade dari kelompok produsen baik secara langsung maupun melalui perantara memastikan tidak ada tenaga kerja paksa yang bekerja dalam proses produksi dan produsen memenuhi aturan PBB mengenai Hak Anak , dan hukum lokal / nasional mengenai tenaga kerja anak. Segala jenis keterlibatan anak dalam proses produksi produk fair trade (termasuk belajar kesenian tradisional atau kerajinan) selalu dilaporkan dan diawasi dan tidak membawa akibat yang merugikan untuk kesejahteraan anak, keamanan, keperluan  pendidikan, dan kebutuhan untuk bermain. Prinsip 6 : Komitmen untuk Tidak Mendiskriminasi, Mengutamakan Kesetaraan Gender, dan Kebebasan Berasosiasi Organisasi Fair Trade tidak boleh membedakan perlakuan dalam  perekrutan, pemberian imbalan, akses untuk pelatihan, promosi, jangka waktu  pensiun berdasarkan pada ras, kasta, asal negara, agama, kekurangan fisik, gender, orientasi seksual, keanggotaan dalam organisasi, keterlibatan dalam politik, status HIV, atau umur. Organisasi menyediakan kesempatan untuk wanita dan laki-laki untuk mengembangkan keterampilan mereka dan secara aktif mempromosikan  perempuan untuk mendapat lowongan pekerjaan dan posisi pemimpin dalam

17

organisasi. Organisasi juga memberikan perhatian khusus pada urusan kesehatan dan keselamatan untuk wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan keputusan mengenai peningkatan manfaat yang diperoleh dari proses produksi. Prinsip 7 : Memastikan Kondisi Kerja yang Layak Organisasi menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman untuk karyawan dan atau anggota. Ini sesuai dengan standar minimum hukum lokal/nasional dan konvensi ILO mengenai kesehatan dan keselamatan. Prinsip 8 : Meningkatkan Kapasitas Organisasi melihat pentingnya peningkatan dampak pengembangan terhadap produsen kecil melalui fair trade Prinsip 9 : Mempromosikan / Mensosialisasikan Fair Trade Organisasi menumbuhkan kepedulian terhadap tujuan-tujuan Fair Trade dan kebutuhan untuk keadilan dalam dunia perdagangan melalui Fair Trade. Ini dilakukan sesuai dengan kemampuan advokasi masing-masing organisasi anggota. Organisasi menyediakan pelanggan mereka informasi mengenai organisasi,  produk, dan para produsen yang bekerja sama atau annggota yang menghasilkan  produk. Promosi / sosialisasi ini selalu menggunakan teknik yang jujur. Prinsip 10 : Menghormati keberlanjutan lingkungan Organisasi yang memproduksi produk Fair Trade memaksimalkan  penggunaan bahan baku dari sumber yang berkelanjutan dan dikelola secara  berkelanjutan, sebisa mungkin produk lokal. Mereka menggunakan teknologi  produksi yang menggunakan konsumsi energi yang rendah dan dimana sebisa mungkin

menggunakan

teknologi

energi

yang

bisa

diperbaharui

yang

meminimalisir emisi gas rumah kaca. Mereka memperhatikan mengurangi dampak sampah terhadap lingkungan. Para produsen komoditas pertanian Fair Trade meminimalisasi dampak lingkungan mereka dengan menggunakan pupuk organik atau pestisida seminim mungkin, menggunakan metode produksi manapun yang memungkinkan.

18

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Free trade merupakan kebijakan yang sedang terjadi di antar negara saat ini. free trade di klaim dapat membawa pengaruh positif bagi negara yang menjalankan kebijakan ini seperti dapat memperluas pasar bagi produk dalam negeri, masuknya modal asing dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Namun, apabila kita telusuri lebih jauh, dampak-dampak positif tersebut sebagian besar hanya akan dirasakan oleh negara-negara maju seperti Amerika. Oleh karen itu dengan adanya system fair trade di tengah kondisi perdagangan yang semakin lama semakin tidak adil tersebut dan telah menyebabkan ketimpangan yang semakin  besar antara negara kaya dan negara berkembang, Fair Trade muncul sebagai sebuahpenerapan prinsip keadilan, transparansi, komunikasi dan keadilan gender. Dalam prakteknya, prinsip dan nilai tersebut diwujudkan dalam bentuk rantai distribusi yang lebih pendek, penguatan organisasi produsen, peningkatan keterlibatan dan  peranan perempuan dalam perdagangan, harga premium bagi produk yang dihasilkan. Sebagai sebuah gerakan yang bertujuan membantu kehidupan mengembangkan strategi  bekerja sama atau melakukan perdagangan langsung dengan komunitas produsen tersebut 3.2 Rekomendasi

Saya selaku penstudi HI dalam mengkaji masalah ini, Andai Saya Menjadi Direktur Jenderal WTO: Apa Yang Akan Saya Lakukan Dalam Mewujudkan Free & Fair Trade adalah menyeimbangkan setiap kebijakan yang free trade lakukan sebab  jika hanya menguntungkan pihak negara yang maju maka kesejahteraan negara  berkembang bahkan negara miskin akan teraancam sehingga negara yang hanya di manfaatkan merasan terinflsi oleh kemajuan yang negara maju miliki.

19

DAFTAR PUSTAKA

https://zahiraccounting.com/id/blog/fair-trade-free-trade-apa-bedanya/ http://arahkiri2009.blogspot.co.id/2008/07/free-trade-agreement-ftaperdagangan.html http://pekerti.com/id/fair-trade-2/10-prinsip-fair-trade/

20

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF