triploidisasi dan ginogenesis.docx
March 29, 2018 | Author: felishagita | Category: N/A
Short Description
Download triploidisasi dan ginogenesis.docx...
Description
1
LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA IKAN “TRIPLOIDISASI DAN GINOGENESIS” Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktikum Genetika Ikan
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4 KELAS B SUNENDI
230110140069
FELISHA GITALASA
230110140093
INDRIANI OKFRI AURALIA
230110140100
AHMAD RAFFI UKASYAH
230110140116
ANNISA PUTRI SEPTIANI
230110140132
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2015
1
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya
kami
dapat
menyelesaikan
laporan
akhir
praktikum
mengenai
“TRIPLOIDISASI DAN GINOGENESIS”. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas dari praktikum mata kuliah Genetika Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Melalui kesempatan yang sangat berharga ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan akhir praktikum ini, terutama kepada yang terhormat : 1. Tim Dosen Genetika Ikan, selaku dosen pengajar Genetika Ikan sekaligus membimbing dalam proses pembuatan laporan akhir ini. 2. Asisten laboratorium yang telah membantu dan mengarahkan dalam kegiatan praktikum Genetika Ikan. 3. Teman-teman sekelompok yang telah membantu dalam membuat laporan akhir praktikum ini. 4. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, yang telah memberikan bantuan moral dan materiil dalam proses penyelesaian laporan akhir praktikum ini. Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas segala bantuan yang telah diberikan. Dan kami berharap semoga laporan akhir praktikum ini dapat berguna bagi semua civitas akademika yang membutuhkannya.
Jatinangor, November 2015
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB
I.
II.
Halaman KATA PENGANTAR.......................................................................
i
DAFTAR ISI.....................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................
iii
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 1.3 Tujuan .......................................................................................... 1.4 Kegunaan...................................................................................... KAJIAN PUSTAKA II.1Ikan Komet.................................................................................. II.2Heterosis...................................................................................... II.3apa ya? ........................................................................................ II.4hmmmm ...................................................................................... II.5Au deh.........................................................................................
1 1 1 2 3 7 8 9
III.
BAHAN DAN METODE III.1....................................................................................................Tempat dan Waktu.................................................................................... 11 III.2....................................................................................................Alat dan Bahan........................................................................................... 11 III.2.1 Alat Praktikum........................................................................ 11 III.2.2 Bahan Praktikum.................................................................... 11 3.3 Tahapan Praktikum...................................................................... 12 3.3.1 Persiapan Praktikum............................................................... 3.3.2 Pelaksanaan Praktikum .......................................................... 3.4 Metode ........................................................................................ 3.5 Analisis Data ...............................................................................
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1....................................................................................................Hasil Pengamatan Kelompok................................................................ 13 IV.2....................................................................................................Pembah asan Kelompok ...........................................................................
V.
PENUTUP V.1 Kesimpulan .................................................................................
16
2
V.2 Saran............................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
17
LAMPIRAN......................................................................................
18
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
1.
..........................................................................................
2.
........................................................................................... .
3.
...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3
Nomor
Judul
1.
..........................................................................................
2.
........................................................................................... .
3.
Halaman
...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
1.
..........................................................................................
2.
........................................................................................... .
3.
Halaman
4
...........................................................................................
.
BAB I PENDAHULUAN .1 Latar Belakang Budidaya merupakan kegiatan atau usaha terencana mengenai pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan yang memberikan manfaat atau hasil panennya. Budidaya terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu, budidaya perairan, budidaya pertanian/tanaman dan juga budidaya peternakan. Budidaya perairan merupakan bentuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan perairan yang menggunakan air sebagai komponen pokoknya. Dalam peningkatan hasil budidaya kadang dilakukan rekayasa genetika. Rekayasa genetik ikan cenderung merupakan alternatif pengembangan budidaya perikanan masa depan dengan pertumbuhan yang lebih cepat dari ikan alami dan penggunaan pakan yang lebih efisien. Rekayasa genetik juga merupakan salah satu cara untuk menyediakan benih unggul yang dapat menentukan keberhasilan pengembangan budidaya. Rekayasa genetik ini dapat melalui proses seperti ginogenesis, dan triploidisasi.
2
Triploidisasi dilakukan untuk menghasilkan sel gamet yang triploid (3N), dimana hasil triploid dapat menghasilkan individu yang unggul. Sedangkan, ginogenesis adalah proses terbentuknya zigot dari gamet betina tanpa kontribusi dari gamet jantan. Ginogenesis buatan dapat dilakukan dengan mutagenesis sperma dengan sinar ultraviolet (UV) dan kejutan panas. Radiasi yang terjadi merupakan proses penyinaran dengan menggunakan bahan mutagen untuk menghasilkan mutan. Sinar ultraviolet (UV) merupakan radiasi yang juga merupakan sinar tidak tampak yang mempunyai panjang gelombang 200-380 nm. 1.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah yang dapat diambil, yaitu : 1. Sejauh mana efektifitas penggunaan sperma ikan komet (Carassius auratus) terhadap keberhasilan ginogenesis dan triploidisasi ikan komet (Carassius auratus) 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan dan perkembangan ikan hasil manipulasi kromosom dengan menggunakan teknik yang umum digunakan yaitu triploidisasi dan ginogenesis. 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum ini ialah mahasiswan mampu menerapkan teknik manipulasi kromosom kelamin ikan dari status diploid (2N) menjadi status triploid (3N) yang memiliki keunggulan pertumbuhan. Mahasiswa dapat pula memahami, mengetahui, dan melakukan aplikasi genetika dalam budidaya perikanan khususnya metode ginogenesis untuk menghasilkan induk betina yang bergalur murni melalui manipulasi kromosom. 1.3 Kegunaan Kegunaan dari praktikum ini ialah mengetahui langkah-langkah melakukan manipulasi kromosom pada ikan dengan menjadikan status triploid (3 N) dari diploid
atau menghasilkan induk betina yang bergalur murni dan dapat
mengaplikasikannya teknik triploidisasi dan ginogenesis. BAB II KAJIAN PUSTAKA
3
2.1
Biologi Ikan Komet Ikan komet termasuk dalam famili Cyprinidae dalam genus Carassius.
Ikan komet merupakan salah satu jenis dari Cypridae yang banyak dikenal dikalangan masyarakat karena memiliki warna yang indah dan eksotis serta bentuk yang menarik. Kedudukan ikan komet di dalam sistematika (Lingga dan Susanto 2003) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Ostariphisysoidei
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Carassius
Spesies : Carassius auratus
Gambar 1. Ikan Komet (Sumber : www.tropicalfishandaquariums.com)
Ikan komet termasuk dalam famili Cyprinidae dalam genus Carassius. Ikan komet merupakan salah satu jenis dari Cypridae yang banyak dikenal dikalangan masyarakat karena memiliki warna yang indah dan eksotis serta bentuk yang menarik. Bentuk tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak dimana mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Diujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun atas tiga baris dan gigi geraham secara umum. Hampir seluruh tubuh ikan komet ditutupi oleh sisik kecuali beberapa varietas
4
yang memiliki beberapa sisik. Sisik ikan komet termasuk sisik sikloid dan kecil. Sirip punggung memanjang dan pada bagian belakangnya berjari keras. Letak sirip punggung bersebrangan dengan sirip perut. Garis rusuk atau line literalis pada ikan mas komet tergolong lengkap berada di pertengahan tubuh dan melentang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Harvey 1979). 2.1.1
Habitat Ikan Komet Kebiasaan hidup di alam Ikan komet aslinya hidup di sungai, danau,
dan lain lambat atau masih menggerakkan tubuh air di kedalaman sampai dengan 20 m. Dihabitat aslinya ikan komet tinggal di iklim subtropis dan lebih suka air tawar dengan pH 6,0-8,0, dengan kesadahan air sebesar 5,0 - 19,0 DGH, dan rentang temperatur 32-106 oF (0 – 41 oC). Ikan komet bertelur pada vegetasi air. Hidup di sungai-sungai, danau, kolam dan saluran dengan air tergenang dan lambat mengalir. Makanan ikan komet terdiri dari tumbuhan, crustasea kecil, serangga, dan detritus. Ikan komet hidup lebih baik dalam air dingin dan bertelur pada vegetasi terendam. Ikan komet merupakan ikan euryhaline yang mampu hidup pada salinitas 17 ppt, tetapi tidak mampu bertahan lama pemaparan diatas 15 ppt (Karl 1977).
2.1.2
Siklus Hidup Ikan Komet Siklus hidup ikan komet dimulai dari perkembangan di dalam gonad
(ovarium pada ikan betina yang menghasilkan telur dan testis pada ikan jantan yang menghasilkan sperma). Sebenarnya pemijahan ikan komet dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada musim. Namun, di habitat aslinya, ikan komet sering memijah pada awal musim hujan, karena adanya rangsangan dari aroma tanah kering yang tergenang air.
5
2.1.3
Reproduksi Ikan Komet Reproduksi ikan komet, secara alami, pemijahan terjadi pada tengah
malam sampai akhir fajar. Sifat telur ikan komet adalah menempel pada substrat. Telur ikan komet berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,51,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Antara 2-3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva (Djarijah 2001). Larva ikan komet mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari. Larva ikan komet bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva antara 0,50,6 mm dan bobotnya antara 18-20 mg. Larva berubah menjadi kebul (larva stadia akhir) dalam waktu 4-5 hari. Pada stadia kebul ini, ikan komet
memerlukan
pasokan
makanan
dari
luar
untuk
menunjang
kehidupannya.Pakan alami kebul terutama berasal dari zooplankton, seperti rotifera, moina, dan daphnia. Kebutuhan pakan alami untuk kebul dalam satu hari sekitar 60-70% dari bobotnya. Setelah 2-3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1-3 cm dan bobotnya 0,1-0,5 gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan (benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan bobotnya 0,5-2,5 gram. Putihan tersebut akan tumbuh terus. Setelah tiga bulan berubah menjadi gelondongan yang bobot per ekornya sekitar 100 gram.
2.2
Reproduksi Ikan
6
Ikan Komet merupakan kelompok hewan teleostei, ikan betina dan ikan jantan tidak memiliki alat kelamin luar. Ikan betina tidak mengeluarkan telur yang bercangkang, namun mengeluarkan ovum yang tidak akan berkembang lebih lanjut apabila tidak dibuahi oleh sperma atau bereproduksi secara ovipar. Ovum tersebut dikeluarkan dari ovarium melalui oviduk dan dikeluarkan melalui kloaka. Saat akan bertelur, ikan betina mencari tempat yang rimbun olehtumbuhan air atau diantara bebatuan di dalam air. Bersamaan dengan itu, ikan jantan juga mengeluarkan sperma dar testis yang disalurkan melalui saluran urogenital (saluran kemih sekaligus saluran sperma) dan keluar melalui kloaka, sehingga terjadifertilisasi di dalam air (fertilisasi eksternal). Peristiwa ini terus berlangsung sampai ratusan ovum yang dibuahi melekat pada tumbuhan air atau pada celah-celah batu. Telur-telur yang telah dibuahi tampak seperti bulatan-bulatan kecil berwarna putih. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 24 – 40 jam. Anak ikan yang baru menetas akan mendapat makanan pertamanya dari sisa kuning telurnya, yang tampak seperti gumpalan di dalam perutnya yang masih jernih. Dari sedemikian banyaknya anak ikan, hanya beberapa saja yang dapat bertahan hidup Reproduksi ikan komet secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang memijah, induk-induk ikan mas aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika terjadi pemijahan. Sifat telur ikan Komet adalah menempel pada substrat. Telur ikan Komet berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,170,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Antara 2-3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan Komet mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari.
7
Larva ikan Komet bersifat menempel dan bergerak vertikal.Ukuran larva antara 0,50,6 mm dan bobotnya antara 18-20 mg. Larva berubah menjadi kebul (larva stadia akhir) dalam waktu 4-5 hari.Pada stadia kebul ini, ikan Komet memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya.Pakan alami kebul terutama berasal dari zooplankton, seperti rotifera, moina, dan daphnia.Kebutuhan pakan alami untuk kebul dalam satu hari sekitar 60-70% dari bobotnya. Setelah 2-3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 13 cm dan bobotnya 0,1-0,5 gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan (benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan bobotnya 0,5-2,5 gram. Putihan tersebut akan tumbuh terus. Setelah tiga bulan berubah menjadi gelondongan yang bobot per ekornya sekitar 100 gram.
2.3
Pemijahan Buatan Pemijahan ikan secara buatan adalah pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/pengurutan. Jenis ikan yang sudah dapat dilakukan pemijahan secara buatan antara lain ikan patin, ikan mas dan ikan lele. 2.3.1 Ginogenesis (Miotik) Ginogenesis adalah proses terbentuknya zigot dari gamet betina tanpa kontribusi
gamet
jantan.
Ginogenesis
alamiah
merupakan
suatu
cara
perkembangbiakan bagi beberapa jenis ikan hias antara lain molly (Poecilia formosa) dan beberapa populasi ikan maskoki (Carassius auratus) (Schultz, 1973). Ginogenesis merupakan reproduksi seksual yang jarang terjadi pada pembuahan, karena nukleus sperma yang masuk ke dalam telur dalam keadaan tidak aktif, sehingga perkembangan telurnya hanya dikontrol oleh sifat genetik betina saja. Oleh karena itu, keturunannya merupakan replika dari induk betina baik secara morfologi maupun susunan genetiknya (Purdon, 1983).
8
Ginogenesis buatan dapat dilakukan dengan beberapa perlakuan pada tahapan pembuahan dan awal perkembangan embrio. Diploidisasi dalam ginogenesis buatan dapat dilakukan dengan cara menahan pembentukan polar body II pada saat meiosis kedua, dan dengan cara penekanan pada saat pembelahan mitosis. Proses ini dapat dilakukan dengan cara pemberian kejutan dingin, kejutan panas, dan kejutan tekanan (Purdon, 1983). Perlakuan kejutan tersebut pada masing-masing jenis ikan hias berbeda-beda. Teknologi ginogenesis memberikan kemungkinan untuk mempercepat waktu pemurnian dalam seleksi ikan hias. Yaitu peningkatan homosigositas suatu populasi, yang derajat keberhasilannya dapat dicapai pada keturunan ginogenetik frekuensi silang pada saat meiosis. Ginogenesis buatan dapat dilakukan dengan mutagenesis sperma dengan sinar ultraviolet (UV) dan kejutan panas. Radiasi yang terjadi merupakan proses penyinaran dengan menggunakan bahan mutagen untuk menghasilkan mutan. Sinar ultraviolet (UV) merupakan radiasi yang juga merupakan sinar tidak tampak yang mempunyai panjang gelombang 200-380 nm. Ginogenesis buatan dilakukan melalui beberapa perlakuan pada tahapan pembuahan dan awal perkembangan embrio. Perlakuan ini bertujuan untuk: 1. Membuat supaya bahan genetik jantan menjadi tidak aktif. 2. Mengupayakan terjadinya diploisasi agar telur dapat menjadi zigot (Nagy et al,. 1979). Untuk mendapatkan benih ikan yang monosex secara ginogenesis ada beberapa perlakuan yang dapat dilakukan yakni antara lain: a) Penyinaran Sperma dengan Sinar Ultraviolet Sebelum sperma dicampur dengan sel telur (pemijahan buatan) sperma tersebut diberi perlakuan penyinaran dengan sinar ultraviolet. Hal ini dilakukan untuk merusak bahan genetik sperma (Gusrina, 2008). Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang di bawah 300 nm dapat diserap secara kuat oleh bahan biologi tertentu, terutama asam nukleat, protein dan koenzim. Tetapi sinar ini tidak sampai mengionisasi atom-atom dan molekulnya disamping itu kemampuan sinar ultraviolet untuk menembus bahan sangat terbatas. Hal ini berarti efisiensi penyerapan sinar ultraviolet oleh bahanbahan biologi sangat tinggi. Pada panjang gelombang hingga 260 nm
9
sinar UV dapat merusak fungsi pirimidin DNA yang merupakan bahan genetik sperma.
Walapun
sperma
diradiasi
namun
tidak
sampai
merusak
kemampuannya untuk bergerak dan membuahi telur (Gusrina, 2008). b) Perlakuan Kejut Suhu Setelah sperma diberi perlakuan penyinaran kemudian dicampur dengan seltelur dan dilepaskan dalam air agar terjadi pembuahan. Setelah pembuahan terjadi kemudian telur yang terbuahi tersebut diberi kejutan lingkungan. Hal ini dapat berupa kejut suhu atau dengan tekanan hidrostatis. Kejut suhu lebih praktis dalam penggunaannya sehingga bisa diterapkan pada jumlah yang banyak. Kejut suhu dimaksudkan untuk pencegahan keluarnya polar body II telur pada saat terjadi pembelahan miosis kedua atau pencegahan pembelahan sel setelah duplikasi kromosom pada saat terjadi pembelahan mitosis pertama sehingga jumlah kromosom telur mengganda lagi pada awal perkembangan zigot (Nagy et al,. 1978). Ginogenesis hanya akan menghasilkan anakan yang sama dengan sifat induknya jika metode ini berhasil. Ginogenesis dapat digunakan untuk pemurnian ikan menggantikan teknik perkawinan sekerabat. Menurut Rohadi, D. S, (1996) dengan ginogenesis buatan dapat menghasilkan ikan bergalur murni dengan sifat homozigositas. Keberhasilan dari metode ini ditentukan oleh umur zigot, lama waktu kejutan dan suhu kejutan panas yang digunakan. 2.3.2
Triploidisasi Triploidisasi yaitu manipulasi kromosom pada organisme ikan yang
memiliki jumlah kromosom 3N. Individu triploidisasi umumnya individu steril, mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik, dan mempunyai kemampuan dalam pembelahan sel yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan individu (ikan) normal diploidnya. Triploidisasi telah dilakukan dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan. Teknik triploidisasi dapat mengunakan dua pelakuan, yaitu perlakuan fisika dan kimia. Penggunaan perlakuan fisika dan kimia sesaat setelah dimulainya pembuahan merupakan cara yang relatif mudah dalam triploidisasi. Kejutan suhu mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan
10
perlakuan lainnya. Kejutan suhu ini bisa berupa kejutan yang lebih panas dari suhu normal. kejutan panas juga memerlukan waktu yang lebih singkat dari pada kejutan dingin. Pendekatan praktis untuk induksi poliploidi melalui kejutan panas (heat shock) merupakan perlakuan aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau sesaat setelah pembelahan pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu lethal. Tiga parameter yang berhubungan dengan perlakuan kejutan panas adalah umur zigot waktu pelaksanaan kejutan, suhu kejutan dan lama perlakuan kejutan. Pemilihan umur zigot waktu pelaksanaan, suhu dan lama waktu kejutan yang tepat adalah spesifik untuk masing-masing sperma dalam petridisk. Prinsip pemberian kejutan suhu pada telur yang telah dibuahi adalah mencegah keluarnya badan kutub II pada saat pembelahan meiosis II. Ikan-ikan triploid merupakan ikan-ikan secara genetik mempunyai satu set tambahan kromosom, sehingga pada setiap sel tubuhnya memiliki tiga set kromosom. Dua set kromosom adalah kromosom telur dan satu set kromosom sperma. Individu tetraploid merupakan individu yang fertil dan mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan spesies diploid. Individu tetraploid mempunyai kemampuan di dalam pembelahan sel yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan normal diploid, sehingga ikan tetraploid akan mempunyai jumlah sel yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan normal. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilakukan pada Jumat, 13 November 2015 pukul 13.00 s.d. 14.30 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Peikana dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Sumedang. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah sebagai berikut : Waterbath untuk memanaskan air sampai suhu yang dikehendaki Thermometer untuk mengukur suhu air
11
Seperangkat alat hipofisasi (sentrifuse, dissecting set, pisau bedah, talenan
dan jarum suntik) untuk pemijahan dan pembuahan buatan, Kotak styrofoam dan saringan perendaman telur sebagai wadah penetasan
telur, Petridish, pipet dan sendok untuk wadah sampel telur dan alat pengambil
telur, Hemasitometer, mikroskop cahaya, gelas obyek dan mikrometer okuler dan
obyektif untuk pengambilan sampel darah dan pengukuran sel darah merah, Jarum suntik (spuit volume) ukuran 2 – 2,5 ml untuk menyuntikkan suspensi hormon gonadotropin dalam ekstrak hipofisa ke dalam induk-
induk ikan yang telah matang gonad Kotak radiasi UV, digunakan untuk menempatkan petridish-petridish yang berisi sperma yang telah diencerkan untuk diradiasi dengan lampu
3.2.2
germicidal (UV) 2 buah masing-masing 15 watt Lampu neon germicidal UV 15 watt digunakan untuk meradiasi sperma
sehingga kromosom sperma inaktif, namun motilitasnya dipertahankan Kotak styrofoam yang digunakan sebagai tempat penampungan air panas
untuk perlakuan kejutan panas telur yang dibuahi sperma inaktif tersebut Saringan penetasan telur yang digunakan untuk wadah telur yang akan
diperlakukan dengan kejutan panas dalam kotak styrofoam tersebut Petridish untuk tempat telur dan untuk mencampurkan sperma yang telah
diradiasi dan yang non radiasi Akuarium untuk inkubasi dan pemeliharaan larva yang dilengkapi dengan
selang aerasi dan termometer untuk mengukur suhu air. Aerator
Bahan
Ikan uji yang telah matang gonad dan bulu ayam steril, Hormon ovaprim untuk mempercepat pemijahan, spermiasi dan ovulas
induk ikan, Larutan NaCl fisiologis sebagai larutan pengencer sperma untuk
meningkatkan derajat pembuahan telur, Air panas yang digunakan sebagai kejutan suhu panas (40 0C), Larutan Hayem’s sebagai pengawet dan pengencer sel darah merah ikan, Metanol digunakan untuk fiksasi preparat apus darah, Larutan Giemsa digunakan untuk pewarnaan preparat apus darah,
12
Minyak imersi diperlukan untuk mengumpulkan cahaya saat pengamatan ukuran sel darah merah di bawah mikroskop monokuler dengan pembesaran 1600 kali.
Induk-induk ikan mas jantan dan betina yang telah matang gonad digunakan sebagai resipien dan untuk donor digunakan ikan mas jantan dengan bobot yang sebanding dengan berat induk betina
sebagai resipien Air tawar bersih yang digunakan sebagai media kejutan panas,
pembilasan telur yang dibuahi dan media inkubasi penetasan telur Larutan fertilisasi yaitu NaCl fisiologis sebagai larutan pengencer
sperma dan larutan pembuahan telur ikan Akuabides untuk melarutkan ekstrak hipofisa yang mengandung
hormon gonadotropin Induk ikan nilem jantan yang matang gonad digunakan spermanya untuk menguji keberhasilan ginogenesis (apakah dengan sperma ikan lain, ginogenesis juga dapat terjadi tanpa diradiasi).
3.3
Prosedur Kerja 3.3.1 Persiapan Praktikum 3.3.2 Pelaksanaan
3.4
Metode
3.5
Analisa Data
13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Triploidisasi Tabel 1. Data kelas praktikum KELOMPOK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 4.1.1
FR (%) 97 100 56.49 98.64 98.90 83.13 95.34 90.91 90.6 66.51 97.80 80 48.24 39.4
HR (%) 21.24 78.68 79.14 50.6 14.94 82.41 84 31.25 63.9 47.65 88.46 67 33.17 96.02 1.40
SR (%) -
Hasil Pengamatan Triploidisasi Kelompok FR(%)
¿
802 x 100 813
= 98,64 % 406 x 100 HR(%) = 802 = 50,6% 4.1.2
Pembahasan Triploidisasi merupakan salah satu teknik manipulasi jumlah kromosom
dengan cara menggagalkan pembelahan sel miosis II dengan penggunaan kejutan suhu panas atau heat shock. Heat shock dilakukan setelah sel telur dibuahi oleh sperma. Heat shock ini dilakukan pada menit ke-2 setelah pembuahan. Gagalnya "lompatan" polar body II akan memungkinkan bahwa embrio yang dihasilkannya
14
akan memiliki 3n kromosom. Proses triploidisasi ini diawali dengan stripping ikan komet jantan, untuk diambil spermanya untuk kemudian diencerkan dengan larutan NaCl yang bertujuan untuk memberi nutrisi bagi sel sperma sehingga dapat bertahan dalam cawan petri hingga dilakukan proses fertilisas. Setelah itu dilakukannya penyatuan antara sperma ikan komet jantan dan sel telur dari ikan komet betina dan mendiamkannya selama 5 menit sebelum selanjutnya dilakukan heat shock pada suhu 40o C selama 2,5 menit. Dari hasil yang diperoleh, didapatkan hasil untuk derajat pembuahan fertilization rate untuk triploidisasi ini sebesar 98,38%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa, hampir semua telur terbuahi sempurna, beberapa telur yang tidak terbuahi ini mungkin disebabkan karena sel sperma yang sudah mati karena terlalu lama berada dalam cawan petri dan dehidrasi karena berebut cairan isotonik yang ada di lingkungannya. Selain itu, faktor kontaminasi juga turut mempengaruhi ketahanan hidup sel sperma ini. Kemudian didapatkan derajat penetasan sebesar 73,5%. Banyak telur yang gagal menetas hal ini di sebabkan karena ada beberapa faktor salah satunya adalah pada saat sel telur yang sudah di stripping lalu di campur dengan sperma tidak di aduk, sehingga telur menumpuk pada daerah terntentu saja dan menyebabkan telur kekurangan suplai oksigen melalui difusi oleh permukaan selaput luar. Kekurangan oksigen ini menyebabkan embrio dalam telur mati sehingga telur-telur tidak menetas. Lamanya kejutan suhu dan terlalu tingginya suhu dapat menyebabkan kematian ikan pula karena telur ikan tidak mampu beradaptasi. Sperma yang sudah diencerkan dan terlalu lama di udara merupakan faktor yang juga dapat menyebabkan gagalnya telur untuk menetas.Sperma yang sudah di fertilisasi seharusnya segera dimasukkan ke dalam aquarium.
4.2
Hasil Pengamatan Ginogenesis Tabel 1. Data kelas praktikum KELOMPOK 1 2 3 4
FR (%) 98 73.93 69.8 98.38
HR (%) 0.7 93.33 87.24 73.5
SR (%) -
15
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
4.2.1
94.05 95.38 95.84 93.72 78 94.15 95.71 92 61.72 86.24 36.24
35.26 38.70 78.5 23.44 72.8 0 4.34 88 91.3 94.14 27.38
-
Hasil Pengamatan Ginogenesis Kelompok 792 ¿ x 100 FR(%) 805 = 98,38 % 582 x 100 HR(%) = 792 = 73,5%
4.2.2
Pembahasan Kelompok Pemijahan buatan ini dilakukan satu hari sebelum praktikum ginogenesis, triploidisasi dan hibridisasi dilakukan. Pemijahan ini dilakukan dengan menyuntikkan hormon ovaprim pada ikan komet betina dengan perbandingan dosis 0,5 ml/kg yang di suntikkan pada dibagian bawah sirip dorsal sisik ketiga dengan menggunakan alat suntik sebagai alat bantu. Adapun tujuan penyuntikan hormon ovaprim ini untuk mempercepat kematangan gonad sehingga proses ovulasi pada ikan betina ini dapat dipercepat. Saat penyuntikkan hormon ovaprim kepala ikan ditutup dengan kain lap, agar tidak mengalami stress. Setelah penyuntikan, ikan kemudian dimasukan ke dalam bak, untuk disatukan dengan ikan yang telah disuntik lainnya oleh kelompok lain. Dari data diatas dapat diketahui bahwa tingkat Fertilization rate yang diperoleh ialah 98,38 % dimana fertilisasi pada proses ginogenesis tidak mencapai keberhasilan yang sempurna yaitu tidak mencapai 100%, hal tersebut karena tidak semua ikan yang dapat dibuahi, kurang lebih ada
16
13 telur yang mengalami kematian. Kematian ikan dapat disebabkan oleh aerasi yang kurang baik. Selain hal tersebut, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses ini diantaranya adalah seleksi induk-induk yang mungkin belum siap kawin atau induk matang gonad, penyuntikan hormon ovaprim yang kurang sehingga kematangan telur kurang sempurna, dan striping yang tidak benar dapat menyebabkan telur rusak. Dalam proses ginogenesis selang waktu tunggu antara fertilisasi dan heat skock adalah 2,5 menit, jika tidak menunggu selama 2,5 menit maka ada kemungkinan hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Heat shock bertujuan agar tercipta gamet triploid, sedangkan pada ginogenesis tidak diharapkan adanya gamet triploid. Banyak faktor yang mungkin menyebabkan ketidakberhasilan ginonogenesis, seperti sperma yang telah diencerkan menggunakan larutan NaCl terlalu lama dibiarkan di udara sebelum dilakukan radiasi. Pada saat striping sel sperma lubang genitalnya belum di bersihkan. Sel telur yang sudah di fertilisasi tidak diaduk Sehingga terjadi penumpukan telur di dareah tertentu. Jumlah sel telur yang terlalu banyak dibandingkan dengan jumlah sperma, menyebabkan tidak semua sel telur dapat terbuahi. Faktor lain yang memepengaruhi keberhasilan ginogenesis ialah sumber spermatozoa yang dilemahkan secara genetik belum siap, tidak tepatnya perlakuan kejutan suhu setelah fertilisasi yang terlalu lama, serta pemilihan spesies yang tidak respon terhadap perlakuan ginogenesis. Bukan hanya itu, pada saat telur dimasukkan ke dalam akuarium aerasi yang dilakukan tidak terlalu bagus karena aerasinya begitu kecil, sehingga banyak telur yang mengalami kematian.
17
BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA Bachtiar, Y. 2002. Pembesaran Ikan Mas dan Ikan Komet di Kolam Perkarangan. Agromedia Pustaka. Jakarta Brotowidjoyo, M. Djarubito. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta. Cahyono, B. 2002. Budidadaya Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta. Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico, Bandung. Djarijah,
A.
S.
2001.
Pembenihan
Ikan
Komet.
Kanisius.
Yogyakarta Karl F. Lagler, John E Bardach, Robert R. Miller, Dora R may Passino. 1977. Ichtiology Second Edition. United States of America: John & sons, Inc..
19
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Kegiatan Pratikum
View more...
Comments