Trauma Mata

February 19, 2019 | Author: NuraniEkaHidayati | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Trauma Mata...

Description

TRAUMA MATA

A. Definisi

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Macam-macam bentuk trauma antara lain : 1. Truama Fisik atau mekanik meliputi trauma tumpul dan trauma tajam 2. Trauma Khemis meliputi trauma khemis basa, cuka, asam-asam dilaboratorium dan gas air mata. 3. Trauma Fisis meliputi trauma termal dan trauma bahan radioaktif. (dcolz, 2010,¶ 1,2, http://dcolz.wordpress.com http://dcolz.wordpress.com,, diperoleh 23 Januari 2010)

B.

Trauma Fisik atau Mekanik 

Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari rongga orbita, rima orbita, alis, tulang pipi dan hidung, lemak orbita, reflex mengedip, bulu mata, sekresi kelenjar kelopak mata dan konjungtiva, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi frekwensi kecelakaan masih tinggi. Terlebih - lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat  perkelahian, yang juga mengenai mata. Sebaiknya bila ada trauma mekanik mata segera dilakukan pemeriksaan dan pertolongan karena kemungkinan fungsi penglihatan masih dapat dipertahankan. Adapun pemeriksaan - pemeriksaan yang diperlukan : Anamnesa:   Kapan, dimana, ada saksi atau tidak, bagaimana visus sebelum trauma, penderita

memakai kacamata atau tidak, kalau memakai kacamata pecah atau tidak,apakah ada benda asing masuk pada mata atau tidak. Status Status Lokal is : Dilakukan pemeriksaan pada setiap jaringan mata secara teliti dan cermat serta

keadaan sekitar mata. Trauma mekanik pada mata dibedakan ada 2 macam yaitu : trauma mekanik tumpul dan trauma mekanik tajam. 1. Trauma Mekanik Tumpul

Gelombang tekanan akibat trauma menyebabkann tekanan yang sangat tinggi dalam waktu singkat didalam bola mata. Tekanan dalan bola mata ini akan menyebar antara cairan vitreus dan sclera yang tidak elastis. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat dimana ada perbedaan elastisitas, misal daerah limbus, sudut iridocorneal, ligamentum zinni dan corpus ciliaris. Respon jaringan akibat trauma menimbulkan : 1). Gangguan molekuler. Dengan adanya  perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel. 2). Reaksi Pembuluh darah. Reaksi  pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema. 3). Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini  biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan sebagainya. a. 1)

Palpebra Perdarahan Kornea = ecchymosis, black eye

Pada perdarahan hebat, palpebra menjadi bengkak dan berwarna kebiru-biruan, karena jaringan ikat palpebra halus, perdarahan ini dapat menjalar ke jaringan lain di muka, juga dapat menyeberang melalui pangkal hidung ke mata yang lain menimbulkan hematom kacamata (bril hematom) atau menjalar ke belakang menyebabkan eksofthalmos. Bila ecchymosis tampak segera sesudah trauma, menunjukkan bahwa traumanya hebat, oleh karenanya harus dilakukan  pemeriksaan seksama dari bagian mata yang lainnya. Juga perlu pemeriksaan foto rontgen tengkorak. Bila tak terdapat kelainan mata lainnya dapat diberikan kompres dingin dan 24 jam kemudian kompres hangat untuk mempercepat resorpsi, disamping obat koagulansia. Bila perdarahan timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktura dari dasar tengkorak. Dari waktu antara trauma terjadi sampai timbulnya ecchymosis dapat diketahui kurang lebih letak fraktura tesebut. Kalau perdarahannya timbul 3 - 4 hari setelah trauma, maka frakturanya terletak di  belakang sekali. 2) Emfisema Palpebra

Menunjukkan adanya fraktura dari dinding orbita, sehingga timbul hubungan langsung antara ruang orbita denga ruangan hidung atau sinus- sinus sekeliling orbita. Sering mengenai lamina  papyricea os ethmoidalis, yang merupakan dinding medial dari rongga ron gga orbita, karena dinding ini tipis.

Gelombang tekanan akibat trauma menyebabkann tekanan yang sangat tinggi dalam waktu singkat didalam bola mata. Tekanan dalan bola mata ini akan menyebar antara cairan vitreus dan sclera yang tidak elastis. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat dimana ada perbedaan elastisitas, misal daerah limbus, sudut iridocorneal, ligamentum zinni dan corpus ciliaris. Respon jaringan akibat trauma menimbulkan : 1). Gangguan molekuler. Dengan adanya  perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel. 2). Reaksi Pembuluh darah. Reaksi  pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema. 3). Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini  biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan sebagainya. a. 1)

Palpebra Perdarahan Kornea = ecchymosis, black eye

Pada perdarahan hebat, palpebra menjadi bengkak dan berwarna kebiru-biruan, karena jaringan ikat palpebra halus, perdarahan ini dapat menjalar ke jaringan lain di muka, juga dapat menyeberang melalui pangkal hidung ke mata yang lain menimbulkan hematom kacamata (bril hematom) atau menjalar ke belakang menyebabkan eksofthalmos. Bila ecchymosis tampak segera sesudah trauma, menunjukkan bahwa traumanya hebat, oleh karenanya harus dilakukan  pemeriksaan seksama dari bagian mata yang lainnya. Juga perlu pemeriksaan foto rontgen tengkorak. Bila tak terdapat kelainan mata lainnya dapat diberikan kompres dingin dan 24 jam kemudian kompres hangat untuk mempercepat resorpsi, disamping obat koagulansia. Bila perdarahan timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktura dari dasar tengkorak. Dari waktu antara trauma terjadi sampai timbulnya ecchymosis dapat diketahui kurang lebih letak fraktura tesebut. Kalau perdarahannya timbul 3 - 4 hari setelah trauma, maka frakturanya terletak di  belakang sekali. 2) Emfisema Palpebra

Menunjukkan adanya fraktura dari dinding orbita, sehingga timbul hubungan langsung antara ruang orbita denga ruangan hidung atau sinus- sinus sekeliling orbita. Sering mengenai lamina  papyricea os ethmoidalis, yang merupakan dinding medial dari rongga ron gga orbita, karena dinding ini tipis.

Pengobatan : berikan balutan yang kuat untuk mempercepat hilangnya udara dari palpebra dan dinasehatkan jangan bersin atau membuang ingus karena dapat memperhebat emfisemanya. Kemudian disusul dengan pengobatan dari frakturanya. 3) Luka Laerasi dipalpebra

Bila luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera dijahit, tetapi  bersihkanlah lukanya dan da n tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila pembengkakannya telah t elah  berkurang, baru dijahit. Jangan membuang banyak jaringan, bila tidak perlu. Bila luka hebat, sehingga perlu skingraft, yang dapat diambil dari kulit retroaurikuler, brachial dan supraklavikuler. 4) Ptosis

Kausa : -

Parese atau paralise m. palpebra superior (N. III.)

-

Pseudoptosis, oleh karena edema palpebra

-

Bila ptosisnya setelah 6 bulan pengobatan denga kortikosteroid dan neurotropik tetap tak menunjukka perbaikan, mak dilakukan operasi.

b.

Konjungtiva

1) Perdarahan Sub Konjungtiva

Tampak sebagai bercak merah muda atau tua, besar, kecil tanpa atau dsertai peradangan mata. Pengobatannya, simptomatis dengan Sulfazinci, antibiotika bila taku terkena infeksi. Perdarahannya sendiri dapat diabsorbsi dalam 1  –   2 minggu, yang dapat dipercepat dengan  pemberian kompres hangat selam 10 menit setiap kali. Kompres hangat jangan diberikan pada hari pertama, karena dapat memperhebat perdarahannya, pada waktu ini sebaiknya diberikan kompres dingin. 2) Edema

Bila masif dan terletak sentral dapat mengganggu visus. Kondisi ini dapat diatasi dengan jalan reposisi konjungtiva atau menusuk konjungtiva sehingga terjadi jalan untuk mengurangi edema tersebut. Dapat juga dibantu dengan cairan saline yang hipertonik untuk mempercepat  penyerapan. 3) Laserasi

Bila laserasi sedikit ( < 1 cm) dapat diberi antibiotika untuk membatasi kerusakan. Daya regenerasi epitel konjungtiva yang tinggi sehingga akan tumbuh dalam beberapa hari. Bila > 1 cm dijahit dan diberikan antibiotika. c.

Kornea

1) Erosi Kornea

Bila pennderita mengeluh nyeri, photofobi, epifora, blefarospasme, perlu kita lakukan  pemeriksaan pengecatan fluorescein. Bila (+) berarti sebagian kornea ko rnea tampak hijau yang berarti b erarti ada suatu lesi atau erosi kornea. Pengobatan dengan bebat mata dan diharapkan 1 - 2 hari terjadi  penyembuhan. Bila erosi luas maka perlu tambahan antibiotika. 2) Edema Kornea

Dapat berupa edema yang datar atau edema yang melipat dan menekuk ke dalam masuk ke membran bowman dan descemet. Pengobatan dengan bebat mata dan antibiotika, kadang-kadang diperlukan lensa kontak untuk melindungi kornea pada fase penyembuhan. d.

Bilik Mata Depan : terjadi Hifema

Perdarahan ini berasal dari iris atau badan siliar. Merupakan keadaan yang gawat. Sebainya dirawat, Karena takut timbul perdarahan sekunder yang lebih hebat daripada perdaran primer, yang biasanya timbul hari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah di dalam bilik mata depan, dapat menghambat aliran aquos ke dalam trabekula, sehingga dapat menimnbulkan galukoma sekunder. Hifema dapat pula menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk hemosiderin, yang dapat meresap masuk ke dalam kornea, menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan  pada hifema adalah : glaucoma sekunder, uveitis dan hemosiderosis atau imbibisio kornea. Hifema dapat sedikit dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokuler normal. Perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan, dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh glaukomanya. Jika hifemanya mengisi seluruh bilik mata depan rasa sakit bertambah dan visus lebih

menurun

lagi,

karena

tekanan

intraokulernya

bertambah

pula.

Pengobatan: Harus masuk rumah sakit. Istirahat ditempat tidur dengan elevasi kepala 30 –  30  –  45 derajat. Kepala difiksasi dengan bantal pasir dikedua sisi, supaya tak bergerak. Keadaan ini harus

dipertahankan minimal 5 hari. Pada anak-anak mungkin harus diikat tangan dan kakinya ditempat tidur. Kedua mata ditutup, atau dapat pula mata yang sakit saja yang ditutup. Beri salep mata, koagulansia. Bila terisi darah segar, berikan antifibrinolitik, supaya bekuan darah tak terlalu cepat diserap, untuk memberi kesempatan pembuluh darah menyembuh, supaya tak terjadi perdarahan sekunder. Pemberiannya tak boleh melewati 1 minggu, karena dapat mengganggu aliran humor aquos, menimbulkan glaucoma dan imbibisio kornea. Dapat diberikan 4 kali 250 mg transamic acid. Selama dirawat yang perlu dipehatikan adlah hifema penuh atau tidak, tekanan intraokuler naik atau tidak, fundus terlihat atau tidak.Hifema yang penuh dengan kenaika intra okuler, perlu pemberian diamox, gliserin yang harus dinilai dalam 24 jam. Jika tekanan intraokuler tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, dilakukan parasentese. Jika tekanan menjadi normal, diamox tetap diberikan dan dinilai setiap hari. Bila tekanan ini tetap normal dan darah masih terdapat sampai hari ke 5  –   9,dilakukan parasentese. Bila terdapat glaukoma yang tak dapat dikontol dengan cara diatas, maka dilakukan iridenkleisis, dengan merobek iris, yang kemudian diselipkan diantara insisi korneo skleral, sehingga pupil tampak sebagai lubang kunci yang terbalik. e.

Iris

1) Iridoplegi

Merupakan kelumpuhan otot sfinter pupil sehingga pupil menjadi midriasis. Iridoplegi ini dapat  berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pengobatan sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadi kelelahan sfinter dan pemberian roboransia. 2) Iridodialisis

Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan  biasa teerdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris tempat iridodialisa. Pada  pemerisaan oftalmoskop terdapat warna merah pada pupil dan juga pada tempat iridodialisa, yang merupakan reflek fundus.Pengobatan dapat dicoba dengan midriatika, sehingga pupil menjadi lebar dan menekan pada akarnya. Istirahat ditempat tidur. Mata ditutup. Bila menimbulkan diplopia, dilakukan reposisi, dimana iris dikaitkan pada sclera. f.

Pupil : terjadi Midriasis

Disebabkan iriodoplegi, akibat parese serabut saraf yang mengurus otot sfingter pupil. Iridoplegi ini dapat terjadi temporer 2  –   3 minggu, dapat juga permanen, tergantung adanya parese atau

 paralise dari otot tersebut. Dalam waktu ini mata terasa silau. Pengobatan sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadi kelelahan sfingter dan pemberian roboransia. g.

Lensa

1) Dislokasi Lensa

Dislokasi lensa terjadi karena ruptura dari zonula zinni. Dapat sebagian (subluksasi), dapat pula total (luksasi). Lepasnya dapat kedepan dapat pula ke belakang. Bila tak menimbulkan penyulit glaucoma atau uveitis, dibiarkan saja, dengan memberi koreksi keadaan refraksinya. Baru dilakukan ekstraksi lensa bila kemudian timbul penyulit glaucoma, uveitis dan katarak, setelah glaucoma dan uveitisnya diredakan dahulu. 2) Katarak Traumatika

Katarak ini timbul karena gangguan nutrisi. Ada macam-macam katarak traumatika yaitu vosius ring, berbentuk roset(bintang), dengan kapsula lensa yang keriput. Pengobatan tergantung saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia dapat dipasang lensa intraokuler primer atau sekunder. Pada katarak trauma bila tidak terjadi penyulit dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaucoma, uveitis dan lai sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. h.

Badan Kaca : terjadi Perdarahan Badan Kaca

Darah berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat perdarahan didalam  badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, untuk mengetahui keadaan dibagian posterior mata. Pengobatan dapat diberikan koagulansia per oral atau parenteral disamping istirahat di tempat tidur. Tindakan operatif vitrektomi, baru dilakukan bila setelah 6 bulan dilakukan pengobatan, masih terdapat kekeruhan, untuk memperbaiki tajam penglihatan. i.

Retina

1) Edema Retina

Edema retina biasanya didaerah polus posterior dekat macula atau di perifer. Tampak retina dilapisi susu. Bila terjadi di macula, visus sentral terganggu dengan skotoma sentralis. Dengan istirahat, edema dapat diserap dan refleks fovea tampak kembali. Untuk mempercepat  penyerapan dapat disuntikkan kortison subkonjungtiva 0,5 cc 2 kali seminggu. 2) Ruptura Retina

Robekan pada retina menyebabkan ablasi retina = retinal detachment. Umumnya robekan berupa huruf V didapatkan di daerah temporal atas. Melalui robekan ini, cairan badan kaca masuk ke celah potensial di antara sel epitel pigmen dan lapisan batang dan kerucut, sehingga visus dapat menurun, lapang pandang mengecil, yang sering berakhir kebutaan, bila terdapat ablasi total. Pengobatan harus dilakukan segera, dimana prinsipnya dilakukan pengeluaran cairan subretina, koagulasi ruptura dengan diatermi. 3) Perdarahan Retina

Dapat timbul bila trauma tumpul menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk perdarahan tergantung lokalisasinya. Bila terdapat dilapisan serabut saraf tampak sebagai bulu ayam, bila tampak lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas, perdarahan di depan retina mempunyai permukaan yang datar di bagian atas dan cembung di bagian bawah. Darahnya dapat  pula masuk ke badan kaca. Penderita mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan  penglihatannya, kalau banyak masuk kedalam badan kaca dapat menutup jalannya cahaya, sehingga visus terganggu. Pengobatan dengan istirahat di tempat tidur, istirahat mata, di beri koagulansia, bila masuk ke badan kaca diobati sebagai perdarahan badan kaca.  j.

Sklera : terjadi Robekan Sklera

Kalau robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya dijahit. Pada robekan yang  besar lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk hindarkan oftalmia simpatika. Robekan ini  biasanya terletak di bagian atas.

k.

Nervus Optikus

1) Avulsi Papil Saraf Optik 

Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan.Penderita ini perlu dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya. 2) Optik Neuropati Traumatik 

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik. Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan warna

dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal dalam beberapa minggu sebelum menjadi  pucat. Pengobatan adalah dengan merawat penderita pada waktu akut dengan memberi steroid. Bila  penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan. l.

Enoftalmus

Disebabkan robekan besar pada kapsula tenon yang menyelubungi bola mata di luar sclera atau disebabkan fraktura dasar orbita. Oleh karena itu harus dibuat foto rontgen dari tulang tengkorak. Seringkali enoftalmus tidak terlihat selama masih terdapat edema. Gejalanya : penderita merasa sakit, mual, terdapat diplopi pada pergerakan mata keatas dan ke bawah. Saraf infra orbita sering rusak

dan

penderita

mengeluh

anesthesia

pada

kelopak

mata

atas

dan

ginggiva.

Pengobatan : operasi, dimana dasar orbita dijembatani dengan graft tulang kartilago atau badan aloplastik. m. Eksoftalmus

Biasanya disebabkan perdarahan retrobulber berasal dari A. Oftalmika beserta cabangcabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur perdarahan diserap kembali, juga diber koagulansia. Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan souffles, berarti ada aneurisma antara arteri karotis interna dan sinus kavernosus. Pengobatan:

pengikatan

pada

a.

karotis

sisi

yang

sama

(dcolz,

2010,

1-15,

http://dcolz.wordpress.com, diperoleh 23 Januari 2010). o Patofisiologi Trauma Tumpul

(terlampir) 

2. Trauma Mekanik Tajam

Pada trauma mekanik tajam ada baiknya diberi anestesi lokal, supaya pemeriksaan dapat dilakukan dengan teliti dan pada luka-luka yang hebat, yang dapat menimbulkan prolaps dari isi  bola mata. Serum antitetanus harus diberikan pada setiap luka akibat benda tajam. a. Palpebra

Kalau pinggiran palpebra luka dan tak diperbaiki, dapat menimbulkan koloboma palpebra akwisita. Bila besar dapat akibatkan kerusakan kornea oleh karena mata tak dapat menutup dengan sempurna. Oleh karena itu tindakan harus dilakukan secepatnya. Kalau tidak kotor dapat ditunggu sampai 24 jam. Pada tindakan tersebut harus diperbaiki kontinuitas margo palpebra dan kedudukan bulu mata. Jangan sampai menimbulkan trikiasis. Bila robekan mengenai margo

inferior bagian nasal, dapat memotong kanalikuli lakrimal inferior, sehingga air mata tak dapat melalui jalan yang seharusnya dan mengakibatkan epifora. Rekanalisasi dapat dikerjakan secepatnya, bila ditunggu 1 – 2 hari sukar untuk mencari ujung-ujunng kanalikuli tersebut. b. Konjungtiva 1) Perdarahan : Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata mekanis tumpul. 2) Robekan

Bila kurang dari 1 cm tidak dijahit, diberikan anestesi lokal. Bila lebih dari 1 cm dijahit denga  benang cut gut atau sutera berjarak 0,5 cm antara tiap-tiap jahitan. Diberikan antibiotika lokal selam 5 hari dan bebat mata untuk 1 - 2 hari. c.

Kornea

1) Erosi Kornea : Penatalaksanaan seperti rudapaksa tumpul. 2) Luka Tembus Kornea

Dari anamnesa didapatkan teraba nyeri, epifora, photofobi dan blefarospasme. Pada pemeriksaan didapat tes fluorescein (+). Pengobatan: tanpa mengingat jarak waktu antara kecelakaan dan pemeriksaan, tiap luka terbuka kornea yang masih menunjukkan tanda-tanda adanya kebocoran harus diusahakan dijahit. Jaringa intraokuler yang keluar dari luka, missal: badan kaca, prolap iris sebaiknya dipotong sebelum luka dijahit. Janganlah sekali-kali dimasukkan dalam bolamata. Jahitan kornea dilakukan secara lamellar untuk menghindari terjadinya fistel melalui bekas jahitan. Luka sesudah dijahit dapat ditutup lembaran konjungtiva yang terdekat. Tindakan ini dapat dianggap dapat mempercepat epitelialisasi. Diberikan antibiotika lokal dalam bentuk salep, tetes atau subkonjungtiva. Atropin tetes 0,5 –   1% tiap hari. Dosis dikurangi bila pupil sudah cukup lebar. Bila ada tanda-tanda glaucoma sekunder dapat diberikan tablet. Analgetik, antiinflamasi, koagulasi dapat diberika bila perlu. 3) Ulkus Kornea

Sebagian besar disebabkan oleh trauma yang mengalami infeksi sekunder. Dari anamnesa teraba nyeri, epifora, photofobi, dan blefarospasme. Dari pemeriksaan nampak kornea yang edema dan keruh

dan

tes

flurescein

(+).

Pengobatan dapat diberikan antibiotika lokal tetes, salep atau subkonjuntiva, scraping atau  pembersihan jaringan nekrotik secara hati-hati bagian dari ulkus yang nampak kotor, aplikasi  panas, cryo terapi.

d. Sklera : Luka Terbuka atau tembus

Luka ini lekas tertutup oleh konjungtiva sehingga kadang sukar diketahui. Luka tembus sclera harus dipertimbangkan apabila dibawah konjungtiva nampak jaringan hitam (koroid). Pengobatan: sama dengan luka tembus pada kornea. Bila luka sangat besar dan diragukan bahwa mata tersebut masih dapat berfungsi untuk melihat, maka sebaiknya dienukleasi untuk menghindarkan timbulnya oftalmia simpatika pada mata yang sehat. e.

Badan Siliar : terjadi luka pada badan siliar

Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan terbesar dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis, yang dapat berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh karena itu bila lukanya besar, disertai prolaps isi bola mata sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya dilakukan enukleasi bulbi supaya mata yang sehat masih tetap baik. f.

Bilik Mata Depan : Penatalaksanaan sama denga trauma tumpul.

g. Iris : terjadi Iritis

Sering akibat dari trauma. Dari anamnese didapatkan keluhan nyeri, epifora, photofobi, dan  blefarospasme. Dari pemeriksaan didapatkan pupil miosis, reflek pupil menurun dan sinekia  posterior. Pengobatan dapat diberikan Atropin tetes 0,5 –   1% 1 - 2 kali selama sinekia belum lepas dan antibiotika. Diberikan diamox bila ada komplikasi glaukoma. h. Lensa 1) Dislokasi Lensa : Penatalaksanaan sama dengan trauma mekanik tumpul. 2) Katarak : Penatalaksanaan sama dengan trauma mekanik tumpul. i.

Segmen Posterior : Penatalaksanaan sama dengan trauma mekanik tumpul

 j.

Luka dengan benda asing (Corpus Alienum)

Pemeriksaan yang teliti secara sistimatis sangat diperlukan untuk dapat menentukan adanya, macamnya, lokalisasi dari benda tersebut. 1) Anamnese : Terutama pada penderita yang bekerja di perusahaan, dimana benda logam memegang peranan. Harus ditanyakan apa pekerjaannya dan benda asing apakah kiranya yang masuk ke dalam mata. 2) Pemeriksaan :

Benda asing tersebut harus dicari secara teliti maemakai penerangan yang cukup mulai dari  palpebra, konjungtiva, fornixis, kornea, bilik mata depan.Bila mungkin benda tersebut berada dalam lensa, badan kaca diman perlu pemeriksaan tambahan berupa funduskopi, foto rontgen, ultrasonografi, pemerisaan dengan magnet, dan coronal CT Scan. MRI merupakan kontra indikasi

untuk

benda

logam

yang

mengandung

magnet.

Benda asing yang dapat masuk ke dalam mata dibagi dalam beberapa kelompok: -

Benda

logam,

seperti

emas,

perak,

platina,

timah

hitam,

besi

tembaga.

Terbagi menjadi benda logam magnit dan bukan magnit. -

Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian.

-

Benda inert, yaitu benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata, kalau terjadi reaksipun hanya ringan saja dan tidak mengganggu fungsi mata. Contoh: emas, platina batu, kaca, dan porselin.

-

Benda reaktif : terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, bulu ulat. Pengobatan yaitu dengan mengeluarkan benda asing tersebut. Bila lokalisasi di palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anestesi lokal.Untuk mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam.Arah  pengambilan adalah dari tengah ke tepi.Bila benda bersifat magnetik maka dapat dikeluarkan dengan magnet portable atau giant magnet. Kemudian diberi antibiotika lokal, sikloplegik dan mata dibebat. Pecahan besi yan terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan dibuat insisi di limbus, melalui luka ini ujaung dari magnit dimasukkan untuk menarik benda tersebut, bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung benda asing tersebut. Pecahan besi yang terletak di dalam bilik mata depan dapat dikeluarkan dengan magnit pula seperti pada iris. Bila letaknya di lensa juga dapat ditarik denga magnit, sesudah dibuat sayatan di limbus kornea, jika tidak berhasil dapat dilakukan pengeluaran lensa denga cara ekstraksi linier pada orang muda dan ekstraksi ekstra kapsuler atau intrakapsuler pada orang yang lebih tua. Bila lokalisasinya di dalam badan kaca dapat dilakukan pengeluaran dengan magnit raksasa, setelah dibuat sayatan dari skera. Bila tidak berhasil atau benda asing itu tidak magnetik dapat dikeluarkan dengan opersai viterektomi. Bila benda asing itu tidak dapat diambil harus dilakukan enukleasi bulbi untuk mencegah timbulnya oftalmia simpatika pada mata sebelahnya (Edy, 2010, ¶ 1-20, http://urangcijati.com, diperoleh 23 Januari 2010).

o Patofisiologi Trauma Tajam

(terlampir) 

C. Trauma Kimia

Truma Kimia dibagi menjadi : trauma kimia asam dan trauma kimia basa 1. Trauma Kimia Asam pada Mata a. Pengertian

Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan pH < 7 b. Etiologi

Trauma kimiawi biasanya disebabkan akibat bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. -

Bahan kimia asam Asam sulfat, sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, danasam hidroflorida.

-

Ledakan Baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat,

mungkin merupakan penyebab

tersering dari luka bakar kimiawi -

Asam 

Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Industri (pembersih dinding, glass etching (pengukiran pada kaca dengan cairan kimia), electropolishing, dan penyamakan kulit., fermentasi pada pengolahan bir).



c.

Cairan atau gas Patofisiologi

Bahan kimia asam

Asam cenderung berikatan dengan protein

Menyebabkan koagulasi protein plasma

Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada permukaan luar saja.

Pengecualian terjadi pada asam hidroflorida. Bahan ini merupakan suatu asam lemah yang dengan cepat menembus membran sel .

d. Penatalaksanaan

-

Irigasi jaringan yang terkena secepat-cepatnya, selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma. Irigasi dapat dilakukan dengan garam fisiologi atau air bersih lainnya paling sedikit 15-30 menit. Anestesi topikal (blefarospasme berat)

-

Penetralisir ---> natrium bikarbonat 3%.

-

Antibiotik---> bila perlu

-

Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali,

-

sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu

2. Trauma Kimia Basa pada Mata a. Pengertian

-

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata.

-

Alkali akan menembus dengan cepat retina

b. Etiologi

-

Semen

-

Soda Kuat

-

Amonia

-

 NaOH

-

CaOH

-

Cairan Pembersih dalam Rumah Tangga

kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan

c.

Patofisiologi

Bahan kimia alkali Pecah atau rusaknya sel jaringan dan Persabunan disertai disosiasi asam lemak membran sel -----> penetrasi lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan menghilang & terjadi penggumpalan sel kornea Serat kolagen kornea akan membengkak & kornea akan mati Edema -----> terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma, cenderung disertai masuknya pemb.darah (Neovaskularisasi) Dilepaskan plasminogen aktivator & kolagenase (merusak kolagen kornea) Terjadi gangguan penyembuhan epitel

Berkelanjutan menjadi ulkus kornea atau perforasi ke lapisan yang lebih dalam

d. Penatalaksanaan

-

Irigasi dengan garam fisiologik selama mngkn (2000 ml selama ± 3 0 menit)

-

Pemeriksaan kertas lakmus.

-

Bila penyebab CaOH -----> diberi EDTA (bereaksi dengan basa pada jaringan)

-

Antibiotik -----> mencegah infeksi.

-

Siklopegi -----> mengistirahatkan irir, mengatasi iritis.

-

Anti glaucoma -----> mencegah glaukoma sekunder.

-

Steroid (7 hari pertama) -----> anti inflmasi.

-

Kolagenase inhibitor (sistein, 1 minggu) -----> menghilangi efek kolagenase.

-

Vitamin C -----> membentuk jaringan kolagen. Bebat

(perban)

pada

mata,

lensa

kontak

lembek

dan

tetes

air

mata

buatan.

Operasi keratoplasti -----> bila kekeruhan kornea sangat mengganggupen glihatan. (Soemarmo, 2010, ¶ 1-7, http://www.scribd.com, diperoleh tanggal 25 Januari 2010)

D. Trauma Fisis

Trauma fisis dibagi menjadi 2 yaitu 1. Trauma Termik 

Trauma ini disebabkan seperti panas, umpamanya percikan besi cair, diperlukan sama seperti trauma kimia 2. Trauma Radiasi

Trauma radiasi disebabkan oleh inframerah dan ultraviolet. Trauma ini berjalan lambat dan kecenderungan terjadi dalam waktu lama. Seseorang akan mengalami keluhan dan datang  berobat karena marasa matanya sakit, matanya kabur, mata lelah dll (Bayu, 2010, ¶ 3, http://www.bayusatria.web.id, diperoleh tanggal 25 Januari 2010)

A.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA MATA Pengkajian

Pengkajian didasarkan pada : 1. Kapan trauma terjadi (waktu kejadian/lamanya trauma) 2. Keadaan mata (respon jaringan pada organ mata) 3. Jenis Trauma yang didapat 4. Besarnya benda yang mengenai mata, kekuatan/kecepatan benda mengenai mata 5. Memakai alat pelindung wajah seperti helm atau kacamata 6. Pertolongan pertama yang telah dilakukan dilokasi 7. Tajam penglihatan 8. Tekanan Bola Mata B.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang muncul tergantung pada jenis trauma dan lokasi organ yang terkena. Diagnosa yang mungkin adalah :

1.

 Nyeri yang berhubungan dengan iritasi saraf kornea/peningkatan sensibilitas saraf kornea terhadap erosi/robekan kornea, laserasi atau hematom palpebra dan konjungtiva, adanya hifema.

2. Gangguan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan ablasio retina, edema retina, erosi kornea. 3. Risiko cidera yang berhubungan dengn gangguan penglihatan akibat trauma 4. Ansietas yang berhubungan dengan penurunan penglihatan dan kemungkinan kebutaan 5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat trauma 6.

Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat (tidur) yang berhubungan dengan kesulitan menutup mata dan nyeri mata.

C.

Rencana Tindakan

1.  Nyeri yang berhubungan dengan iritasi saraf kornea/peningkatan sensibilitas saraf kornea terhadap erosi/robekan kornea, laserasi atau hematom palpebra dan konjungtiva, adanya hifema. Tujuan : melaporkan pengurangan atau hilangnya nyeri Intervensi a.

Hematoma Palpebra

-

Dini : lakukan kompres dingin pada palpebra untuk mengurangi nyeri dan perdarahan

-

Lama : lakukan kompres hangat pada palpebra untuk meningkatkan absorbs darah

 b. Hematoma subkonjungtiva Lakukan kompres hangat. Hematoma akan hilang atau diabsopsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati. c.

Erosi kornea

-

Antibiotik spectrum luas, tetes mata untuk mencegah infeksi

-

Sikloplegik aksi pendek

-

Bebat tekan 24 jam

d. Hifema -

Tirah baring sempurna dalam posisi fowler

-

Berikan kompres es

-

Pemantauan tajam penglihatan

-

Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari

-

Batasi membaca dan melihat TV

-

Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna

-

Berika diet lunak dan semua keperluan klien dibantu

-

Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka

-

Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak

-

Persiapan parasentesis

e.

Trauma Tajam

-

Tutup mata dan lakukan kompres es

-

Kurangi kecemasan klien

2.

Gangguan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan ablasio retina, edema retina, erosi kornea. Tujuan : klien beradaptasi terhadap penurunan visual yang terjadi Intervensi :

-

Tentukan tajam penglihatan klien

-

Kurangi situasi kacau

-

Pada klian ablasio retina, anjurkan berdres total dengan satu atau kedua mata ditutup

-

Kolaborasi pengobatan sesuai indikasi serta siapkan intervensi bedah

3.

Risiko cidera yang berhubungan dengn gangguan penglihatan akibat trauma Tujuan : Klien tidak mengalami dan dapat menghindari cidera Intervensi :

-

Dapatkan deskripsi fungsional tentang apa yang bisa d an tidak bisa dilihat klien

-

Orientasikan klien terhadap lingkungan sekitar

-

Batasi dan bantu aktivitas klien sesuai kebutuhan

4.

Ansietas yang berhubungan dengan penurunan penglihatan dan kemungkinan kebutaan Tujuan : Kecemasan klien berkurang atau hilang Intervensi :

-

Gunakan pendekatan untuk menenangkan klien saat memberikan informasi

-

Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan penglihatan

-

Beritahu klien tentang penyakitnya

5.

Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat trauma Tujuan : Klien dapat menerima perubahan tubuhnya

Intervensi : -

Beritahu klien tentang kondisinya dan tujuan tindakan yang dilakukan

-

Beritahu tentang prognosis penyakitnya secara jujur dan beritahu pentingnya ketaatan terhadap  perubahan yang terjadi

-

Libatkan keluarga atau orang terdekat klien

6.

Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat (tidur) yang berhubungan dengan kesulitan menutup mata dan nyeri mata. Tujuan : Kebutuhan istirahat klien terpenuhi Intervensi :

-

Kaji tingkat nyeri klien

-

Bicarakan dengan klien dan keluarga tentang terapi distraksi

-

Beri kompres dingin dan hangat sesuai kebutuhan

-

Beri kesempatan pada klien untuk istirahat pada siang hari dan waktu tidur malam hari. Diposkan oleh ILMU KEPERAWATAN di 07.37 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook  Tidak ada komentar: Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut Arsip Blog 

▼  2011 (2) o ►  Maret (1) o ▼  Februari (1) TRAUMA MATA 

Mengenai Saya ILMU KEPERAWATAN Lihat profil lengkapku Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger .

TRAUMA OKULI Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan atau rongga orbita karena adanya benda tajam atau tumpul yang mengenai mata dengan keras/cepat ataupun lambat. Trauma I. 1. 2. II. 1. 2. 3. III. 1. 2.

mata Trauma Trauma

Trauma Trauma Trauma radiasi

dapat Trauma tumpul tajam Trauma radiasi radiasi sinar X Trauma Trauma Trauma

dibagi (contusio (perforasi

sinar sinar dan

sinart

maenjadi: Mekanik: oculi) trauma) Fisika inframerah ultraviolet terionisasi Kimia asam basa

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. I. Trauma Mekanik 1. Trauma tumpul Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakn pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya. Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena olah raga. Biasanya  benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat Counter Coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula. a. Hematoma Kelopak Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penibunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Gambaran klinis Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauna tumpul kelopak. Bila  perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma kacamata. Henatoma kacamata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada  pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Penatalaksanaan

Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya untuk memudahkan absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak.  b. Edema konjungtiva Jaringan konjungtiva yang bersifal lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainan termasuk akibat trauma tumpul. Gambaran klinis Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya. Penatalaksanaan Pada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut. c. Hematoma subkonjungtiva Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini bisa akibat dari batu rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah. Gambaran klinis Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan tidak terdapat robekan di  bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap  penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul. Penatalaksanaan Pengobatan pertama pada hematoma subkonjungtiva adalh dengan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 –  2 minggu tanpa diobati. d. Edema kornea Gambaran klinis Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar  bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang  positif. Penatalaksanaan Pengobatan yang diberikan adalah larutan hiertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2 –   8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan. e. Erosi kornea Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat mengakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Gambaran klinis Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh. Pada korne akan terlihat adanya defek efitel kornea yang bila diberi fuorosein akan berwarna hijau.

Penatalaksanaan Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yan terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid tetes. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida. Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien minimal 24 jam. f. Erosi kornea rekuren Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak metaherpetik. Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea. Penatalaksanaan Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pemberian siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala radang uvea yang mungkn timbul. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi skunder. Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan maksud untuk mempertahankan epitel berada ditempatnya. g. Iridoplegia Kelumpuhan otot sfingter pupil yang isa diakibatkan karena trauma tumpul pada uvea sehingga menyebabkan pupi menjadi lebar atau midriasis. Gambaran klinis Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan merasakan silau karena gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap sinar. Penatalaksanaan Penanganan pada pasien dengan iridoplegia post trauma sebaiknya diberikan istirahat untuk mencegah terjadinnya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia. h. Hifema Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gambaran klinis Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun dan bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Zat besi di dalam bola ata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan ftisis bulbi dan kebutaan. Penatalaksanaan

Penanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan Asetazolamida. Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema  bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terliaht tanda-tanda hifema berkurang. i. Iridosiklitis Yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea pada post trauma. Gambaran klinis Pada mata akan terlihat mata merah, akbat danya darah yang berada di dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus menurun. Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan midriatika. Penatalaksanaan Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal, bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Penanganan dengan cara bedah mata.  j. Subluksasi Lensa Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya sebagian zonula zinn ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Gambaran klinis Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke depan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.

Penatalaksanaan Penanganan pada subluksasi lensa adalah dengan pembedahan. Bila tidak terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis, maka dapat diberi kaca mata koreksi yang sesuai. k. Luksasi Lensa Anterior Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan. Gambaran klinis Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Penatalaksanaan Penanganan pada Luksasi lensa anterior sebaiknya pasien segera dilakukan pembedahan untuk mengambil lensa. Pemberian asetazolamida dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan bola mata.

l. Luksasi Lensa Posterior Yaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah fundus okuli. Gambaran klinis Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena lensa mengganggu kampus. Mata menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Penatalaksanaan Penanganan yaitu dengan melakukan ekstraksi lensa. Bila terjadi penyulit maka diatasi  penyulitnya. m. Edem Retina Edem Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh trauma tumpul. Gambaran klinis Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun. Penatalaksanaan Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah  beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel. n. Ablasi Retina Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Seperti adanya retinitis sanata, miopia dan  proses degenerasi retina lainnya. Gambaran klinis Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok. Penatalaksanaan Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata. o. Ruptur Koroid Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar apil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina akibat dari ruptur koroid. Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea maka akan terjadi penurunan ketajaman penglihatan  p. Avulasi saraf optik Saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul. Gambaran klinis Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan.

Penatalaksanaan Penderita perlu

dirujuk

untuk

menilai

kelainan

fungsi

retina

dan

saraf

optiknya.

2. Trauma Tembus Trauma tembus pada mata dapat diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainya yang mengakibatkan terjadinya robekan jaringan-jarinagan mata secara berurutan, misalnya mulai dari  palpebra,kornea, uvea sampai mengenai lensa.. Gambaran klinis Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing lainya masuk kedalam bola mata maka akan mengakibatkan tanda-tanda bola mata tembus seperti : Tajam penglihatan yang menurun Tekanan bola mata yang rendah Bilik mata dangkal Bentuk dan letak pupil yang berubah Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera - Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina Konjungtivis kemotis Penatalaksanaan Bila terlihat salah satu atau beberapa tanda diatas maka dicurigai adanya trauma tembus bola mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup tetapi jangan terlalu kencang dan segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan dan penanganan lebih lanjut. Pembuatan foto bisa dilakukan untuk melihat adanya benda asing dalam bola mata. Benda asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan magnet raksasa, dan benda asing yang tidak  bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan vitrektomi. Komplikasi Adanya benda asing intraokuler dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina,  perdarahn intraokuler dan ptisis bulbi. II. Trauma Fisika 1. Trauma Sinar Inframerah Sinar inframerah dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa, iris dan kapsul disekitar lensa. Hal ini terjadi karena sinar yang terkumpul dan ditanglap oleh mata selama satu menit tanpa henti akan menagkibatkan pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa sebanyak 9 derajat selsius, sehingga mengakibatkan katarak dan eksfoliasi pada kapsul lensa. Sinar inframerah yang sering didapatkan adalah dari sinar matahari dan dari tempat pekerjaan pemanggangan. Gambaran klinis Seseorang yang sering terpejan dengan sinar ini dapat terkena keratitis superfisial, katarak kortikal anterior posterior dan koagulasi pada koroid. Biasanya terjadi penurunan tajam  penglihatan, penglihatan kabur dan mata terasa panas. Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang telah terjadi, kecuali mencegah sering terpapar oleh sinar infra merah ini. Pemberian steroid sistemik dimaksudkan untuk mencegah terbentuknya jaringn parut pada makula dan untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

2. Trauma Sinar Ultra Violet Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai panjang gelombang antara 350 –   295 nM. Sinar ultra violet banyak dipakai pada saat bekerja las dan menatap sinar matahari. Sinar ultra violet akan segera merusak sel epitel kornea, kerusakan iniakan segera baik kembali setelah beberapa waktu dan tidak memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap. Gambaran klinis Biasanya pasien akan memberikan keluhan 4 –   6 jam post trauma, pasien akan merasakn mata sangat sakit, terasa seperti ada pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Korne akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaanyayang kadang-kadang disetai dengan kornea yang keruh. Pupil akan terlihat miosis. Penatalaksanaan Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetika dan mata ditutup selama 2  –   3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam. 3. Trauma Sinar Ionisasi dan Sinar X Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk: Sinar alfa yang dapat diabaikan Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan Sinar gamma Sinar X Gambaran Klinis Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada kornea yang dapat bersifat  permanen. Katarak akibat pemecahan sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan gambarandilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet pada konjungtiva juga dapat terjadi dan mengganggu fungsi air mata. Penatalaksanaan Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, steroid sistemik dan sikloplegik. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan. III. Trauma Kimiawi Trauma Kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang memakai bahan kimia. Taruma kimia pada mata memerlukan tindakan segera, irigasi pada daerah mata yang terkena  bahan kimia harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyulit yang berat. Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainya selama 15 –  30 menit 1. Trauma Asam Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan  bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian superfisisal saja, tetapi  bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma menjadi lebih dalam. Gambaran klinis Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata  biasanya menurun. Penatalaksanaan Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secara perlahan-lahan dan selama

mungkin dengan air bersih atau garam fisiologik minimal selama 15 menit. Antibiotika topikal untuk mencegah infeksi Sikloplegik bila terjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih dalam. EDTA bisa diberikan satu minggu post trauma. Prognosis Baik bila konsentrasi asam tidak nterlalu tinggi dan hanya terjadi kerusakan superfisisal saja. 2. Trauma Basa Trauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat pada mata. Alkali dengan mudah dan cepat dapat menembus jaringan kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal ini terjadi akibat terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan disertai dangan dehidrasi. Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan menjadi : Derajat 1: heperimi konjungtiva diikuti dengan keratitis pungtata. Derajat 2: hiperemi konjungtiva dengan disertai hilangnya epitel kornea. Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea. Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50 %. Menurut klasifikasi Hughes maka trauma mata diklasifikasikan menjadi: a. Ringan Terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea Tidak terdapat iskemi dan nekrosis kornea atau konjungtiva Prognosis baik  b. Sedang - Terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan pupil secara detail Terdapat nekrosis dan iskemi ringan konjungtiva dan kornea Prognosis sedang c. Berat terdapat kekeruhan kornea, sehingga pupil tidak dapat dilihat terdapat iskemia konjungtiva dan sklera, sehingga tampak pucat prognosis buruk Gambaran klinis Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata  biasanya menurun. Pengujian dengan kertas lakmus saat pertama kali datang adalah menunjukan suasana alkalis. Penatalaksanaan Tindakan yang dilakukan adalah dengan irigasi dengan garam fisiologik sekitar 60 menit segera setelah trauma. Penderita diberikan sikloplegia, antibiotika, EDTA diberikan segera setelah trauma 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam dengan maksud untuk mengikat sisa basa dan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh post trauma. Diberikan antiiatik lokal untuk mencegah infeksi Analgetik dan anestesik topikal dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Komplikasi

Penyulit yang dapat timbul adalah simblefaron, kekeruhan kornea, katarak disertai dengan terjadinya ftisis bola mata. IV. Pencegahan Trauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya trauma seperti: - Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadnya trauma tajam akabiat alat  pekerjaannya - Setiap pekerja yang bekerja di tempat bahan kimia sebaiknya mengerti bahan kimai apa yang dipakainya, asam atau basa. - Pada pekerja las sebaiknya melindungi matanya dari sinar dan percikan las. - Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya. - Pada olah ragawan seperti tinju ataupun bela diri lainya, harus melindungi bagian matanya dan daerah sekitarnya dengan alat pelindung. DAFTAR

PUSTAKA

• Ilyas, Sidarta. 2003. Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai penerbit FK UI; Jakarta • Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai Penerbit FK UI ; Jakarta • Mansyur, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. MediaAesculapius ; Jakarta • Jack, J. Clinical Oftalmlogi.third edition. CJW. Teks Book  • http.//www. NCBI, nlm. Nih. Gov/enter  –  Contusio Bulbi. • http.//www. BPK Jenabus.or.id/jelajah/ Dampak benturan Benda Keras pada Mata Labels: Mata | Reactions: 0 Responses Post a Comment

 Newer Post Older Post Home Subscribe to: Post Comments (Atom)

Blog Arsip Labels      

aktivitas (12) artikel (7)  balbalan (30)  bedah (20) coretan (28) Hematologi (1)

               

interna (2) internasional (7) Islam (4) kedokteran (19) Kesehatan anak (8) kisah dan cerita (9) lucu dan kocak (2) masakan (1) Mata (6) Penyakit Tropis (1)  peristiwa (2) Politik (33) ramadhan (1) renungan (9) resensi buku (5) Tokoh (7)

Komentar View shoutbox ShoutMix chat widget There was an error in this gadget There was an error in this gadget

viva news About Me

SRS Jogja, Never Ending Asia, DIY, Indonesia Aku adalah seorang yang sedang mencari jati diri sebagai seorang Insan Rabbani View my complete profile

Pesbuk

Sani Rachman Soleman

Create Your Badge

Indonesia Memilih 2014 Indonesia Memilih 2014

Siapakah Calon Presiden Indonesia 2014?

Aburizal Bakrie Anas Urbaningrum Akbar Tandjung Sri Mulyani Indarwati Hidayat Nur wahid Tifatul Sembiring Ani Yudhoyono Prabowo Subianto Surya Paloh Megawati Soekarno P Siapakah Calon Wakil Presiden Indonesia 2014?

Anis Baswedan

Anis Matta Hatta Radjasa Luthfi Hasan Ishaq Pramono Anung Agung Laksono Sri Sultan HB X Wiranto Gamawan Fauzi Boediono

View Results

Rencang Teman Follow this blog

Translate Gadgets  powered by Google

Analitik © dr. Sani Rachman's House Bloggerized by FalconHive | Wordpress Templates Sponsored by Blogger Styles sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/trauma-oculi.html#ixzz2jsZfSzdc Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

Cedera Oftalmologis Bila ditempat kejadian diketahui adanya cedera mata, paling baik adalah melindunginya dengan berkas kaku seperti lapisan Foxx. Manipulasi mata, termasuk mengangkat klot darah dan benda asing, harus dicegah karena

luka sederhana dapat menjadi ekstensif dengan terjadinya herniasi isi okular. Pemeriksaan teliti bisa ditunda hingga optamologis memeriksanya di UGD. Pasien yang mengalami kecelakaan mobil sering memeliki benda asing pada matanya, biasanya pecahan kaca mobil atau kotoran dari jalan. Pada pasien sadar setiap benda asing menyebabkan rasa yang sangat tidak enak hingga mewaspadakan dokter atas hal tersebut. Pada pasien tidak sadar, dapat terabaikan hingga menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Bila diduga adanya suatu benda asing, mata harus diirigasi sebersih-bersihnya dengan salin normal memakai siring. Bila benda asing yang terbenam dikornea atau konjungtiva tidak dapat dibilas, diperlukan pengangkatan secara mekanik. Ini dilakukan dengan aplikator yang dilembabkan dengan salin, namun setiap tindakan ini dapat menimbulkan kehilangan epitel kornea. Idealnya digunakan lampu slit atau mikroskop korneal serta jarum hipodermik yang halus. Antibiotik lokal seperti gentamisin bisa diberikan. Karena bahaya infeksi, pasien harus diperiksa oftamologis setiap hari, dan kornea harus diwarnai dengan fluoresin hingga penyembuhan terjadi. Pada setiap kasus, pewarnaan fluoresin harus dilakukan saat masuk bila diduga adanya suatu cedera mata superfisial dalam usaha menyingkirkan abrasi korneal atau konjungtival, yang dapat terinfeksi bila terabaikan. Adanya benda asing intraokuler biasanya tidak diduga, hingga biasanya terabaikan. Kemungkinan ini harus disingkirkan bila mata menunjukkan laserasi besar maupun kecil atau cedera penetrasi. Bila bahkan benda asing yang kecil tetap didalam mata, bisa menyebabkan kebutaan akibat perdarahan, infeksi atau kerusakan retinal. Lokasi benda asing dapat ditentukan dengan oftalmoskopi, pemeriksaan lampu slit, film dental, CT scan , ultrasonografi, atau kombinasi darinya. Umumnya, semua benda asing harus dikeluarkan dengan beberapa kekecualian. Mata mungkin mentolerasi material inert seperti timah hitam, kaca, aluminium, dan jenis plastik tertentu. Benda organik seperti kayu, atau tanaman, biasanya menyebabkan reaksi inflamasi yang hebat. Pada setiap kasus antibiotik sistemik diberikan hingga bahaya infeksi berlalu. Oftalmia simpatetik, yang diperkirakan sebagai uveitis autoimun, dapat berakibat kehilangan mata yang tak terinfeksi, namun hal ini sangat jarang. Semua mata yang diragukan harus diawasi selama paling tidak setahun, walau 80 persen dari kasus tersebut muncul pada tiga bulan pertama. Bila sekali dipastikan kelainan ini, hormon adrenokortikotropik (ACTH) dan steroid dapat membantu, namun hasilnya biasa buruk. Pada kasus laserasi korneal tertentu, atropin atau pilokarpin mungkin berguna untuk meretraksi iris dari luka. Namun zat ini harus dicegah pada pasien dengan cedera kepala berat, paling tidak pada periode awal. Hal ini terutama penting untuk pasien dengan intubasi dan paralisa karena satu-satunya cara mendeteksi sindroma ancaman herniasi adalah dengan memeriksa ukuran dan reaksi pupil. Sekali diagnosis ditegakkan dan pasi-

en dalam keadaan stabil dengan pemantau TIK terpasang, zat ini dapat digunakan. Dilatasi pupil memungkinkan pemeriksaan fundus yang lebih teliti serta mungkin berefek terapeutik pada mata yang mengalami inflamasi. Paling sering fundus okular normal, bahkan pada cedera kepala berat. Perdarahan intraretinal kecil atau luas kadang-kadang bisa disaksikan, namun sedikit hubungannya dengan keadaan neurologis secara keseluruhan. Walau diskus optik yang bengkak terkadang dilaporkan terjadi dalam beberapa menit setelah peninggian tekanan intrakranial, edema papil tampak pada minoritas pasien dengan cedera kepala serius. Terlebih lagi pembengkakan diskus optik biasanya tak tampak hingga hari ketiga hingga kelima, kadang-kadang setelah dekompresi massa intrakranial dan penghilangan tekanan intrakranial yang meninggi. Keterlambatan ini aneh, karena edema papil adalah disebabkan oleh dilatasi aksonal sebagai akibat hambatan mekanik terhadap aliran aksoplasmik. Pengurangan hebat arteria retinal terkadang diakibatkan oleh tekanan intraokular yang sangat tinggi karena pembengkakan masif jaringan orbital yang mengalami trauma. Infark retinal dan saraf optik menyusul. Keadaan ini berpotensi reversibel bila ditemukan dini, melalui kantotomi lateral sederhana. Berbagai jenis retinopati traumatika telah dilaporkan. Satu jenis adalah retinopati Purtscher, dengan perdarahan scatter   berganda pada lapisan superfisial retina dan area putih dalam pada kutub posterior. Cedera ini berhubungan dengan peninggian mendadak tekanan vena sistemik, seperti yang terjadi pada tabrakan atau benturan hebat pada dada atau perut.

askep trauma mata

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata dan merupakan kasus gawat darurat mata.Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata(Sidarta, 2005). Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh zat kimia maupun oleh benda keras dan tajam (Anas, 2010). Klasifikasi traumamata : 1. Trauma Mekanik a. Trauma Tumpul:trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Taruma tumpul dapat menyebabkan cedera perforasi dan non  perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna (orbita dan palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa, korpus vitreus, retina dan nervus optikus (N.II).  b. Trauma Tajam: trauma pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang masuk ke mata. 2. Trauma Kimia/Khemis a. Trauma Kimia Asam: trauma pada mata akibat substansi yang b ersifat asam.  b. Trauma Kimia Basa: trauma pada mata akibat substansi yang bersifat basa. 3. Trauma Fisis a. Trauma termal: misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.  b. Trauma bahan radioaktif: misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.

A. ETIOLOGI Trauma mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : 1. Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel. 2. Trauma tajam (penetrating injuries) disebabkan benda tajam atau benda asing yang masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel kayu berkecepatan tinggi, percikan proses pengelasan, dan peluru. 3. Trauma Khemis disebabkan akibat substansi yang bersifat asam dan alkali yang masuk ke mata. a. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam dilaboratorium (asam sulfat, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, asam hidroflorida).

 b. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem perekat.

B. PATOFISOLOGI Kerusakan akibat trauma tumpul dapat mengenai kelopak mata dan struktur mata bagian luar sehingga mengakibatkan hematoma kelopak. Jika trauma menembus ke bagian konjugtiva, maka kemungkinannya akan terjadi hematoma subkonjugtiva akibat pecahnya pembuluh darah sebagai akibat terkena hantaman benda tumpul dan keras. Kerusakan yang diakibatkan trauma tajam/tembus akan lebih parah lagi karena melibatkan kerusakan hingga bagian dalam struktur dan jaringan mata. Kondisi ini biasanya sampai merusak fungsi mata dan kerusakannya permanen (dapat disembuhkan hanya melalui operasi). Gangguan mata akibat trauma tajam juga beragam, tergantung pada organ mata yang terkena dan seberapa besar kerusakannya. Sedangkan pada trauma khemis/ kimia, jika traumanya akibat asam biasanya hanya akan menyebabkan kerusakan pada bagian permukaan/superfisial saja karena terjadi pengendapan dan  penggumpalan bahan protein permukaan. Namun pada trauma akibat basa/alkali, kerusakan yang diakibatkan bisa gawat karena alkali akan menembus kornea dengan cepat lalu ke bilik mata depan sampai pada jaringan retina. Bahan alkali dapat merusak kornea dan retina karena bahan alkali bersifat mengkoagulasi sel sehingga akan menghancurkan jaringan kolagen kornea sehingga memperparah kerusakan kornea hingga ke retina. Pada trauma fisis, kerusakan yang ditimbulkan hanya pada permukaan karena bahan yang merusak hanya mengenai permukaan dan tidak sampai tembus dan juga adanya mekanisme  proteksi pada mata. Namun, walaupun hanya mengenai bagian permukaan, trauma fisis akan tetap menyebabkan kerusakan pada jaringan walaupun tidak bersifat permanen.

C. MANIFESTASI KLINIS Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut: 1. Trauma Tumpul a.

Rongga Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus.Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf),  perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.

 b.

Palpebra: Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan  pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di  bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan  penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).

c.

Konjungtiva: Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian  belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.Musin  berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.

d. Kornea: Kornea (Latin cornum - seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea. e.

Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar.Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik. Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.

f.

Lensa: Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).

g. Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus. h.

Retina: Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira ber¬diameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan.Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.

i.

 Nervus optikus: N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan

2. Trauma Tajam a.

Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola mata.

 b. Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis). c.

Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.

d. Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva. e.

Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan koroid yang  berwarna gelap).

f.

Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi kornea yan g disertai penetrasi kornea,  prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea, edema.

g.

Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.

3. Trauma Kimia a.

Asam. Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea.

 b. Basa/Alkali.

1) Kebutaan. 2) Penggumpalan sel kornea atau keratosis. 3) Edema kornea. 4) Ulkus kornea. 5) Tekanan intra ocular akan meninggi. 6) Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar. 7) Membentuk jaringan parut pada kelopak. 8)

Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesoris air mata.

9)

Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata.

10) Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.

Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan menggunakankartu Snellen dan indikator pengukur ketajaman penglihatan lain seperti cahaya dan gerak anggota tubuh.

2. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata. 3. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas. 4. Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata. 5.

Pemeriksaan fundus yang didilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui adanya  benda asing intraokuler.

6.

Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.

7. Pemeriksaan CT-Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda asing. 8. Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina. 9.

Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).

10. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,  papiledema, retina hemoragi. 11. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing. 12. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa trauma asam atau basa. E. PENATALAKSANAAN TERAPI Pada kasus trauma matapenatalaksanaan terapi tidak ditentukan, tapi dilaksanakan  berdasarkan kondisi trauma yang dialami pasien dan juga berdasarkan berat ringannya gejala yang dialami.  Namun, berikut ini adalah beberapa penanganan yang mungkin dapat digunakan sebagai  pada kasus trauma mata akibat trauma mekanik, antara lain : 1. Penatalaksanaan sebelum tiba di RS, antara lain : a.

Mata tidak boleh dibebat dengan tekanandan diberikan perlindungan tanpa kontak.

 b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yangberlebihan dan penekanan bola mata. c.

Benda asing tidak boleh dikeluarkantanpa pemeriksaan lanjutan.

d. Sebaiknya pasien di puasakan untukmengantisipasi tindakan operasi. 2. Penatalaksanaan di RS, antara lain : a.

Pemberian antibiotik spektrum luas

 b. Pemberian obat sedasi, antiemetik, dananalgetik sesuai indikasi. c.

Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.

d. Pengangkatan benda asing di kornea,konjungtiva atau intraokuler. e.

Tindakan pembedahan /penjahitan sesuaidengan kausa dan jenis cedera.

f.

Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkandengan aspirasi dan irigasi mekanis atauvitrektomi. Sedangkan pada kerusakan yang diakibatkan oleh trauma kimia, penatalaksanaan yang harus segera dialkukan adalah irigasi daerah yang terkena trauma kimia untuk menghilangkan dan melarutkan bahan penyebab trauma. Penanganan sebelum dibawa ke RS dapat dilakukan dengan cara mata diguyur dengan menggunakan air bersih setelah terkena trauma untuk meghilangkan  bahan penyebab trauma, setelah itu langsung dibawa ke RS untuk penan ganan selanjutnya.

F. WEB OF CAUTIONS (WOC)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF