Transformasi DNA
November 11, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Transformasi DNA ...
Description
Transformasi DNA merupakan salah satu metode untuk memasukkan DNA ke dalam sel bakteri.[1] Metode transformasi ini pertama kali dikembangkan untuk memindahkan sifat-sifat genetika yang membawa kenyataan bahwa DNA adalah bahan genetika.[1] Meskipun transformasi telah dieksploitasi untuk mempelajari pautan gen pada berbagai organisme, metode ini sekarang secara luas dipakai untuk mentransfer plasmid-plasmid kecil dari satu galur bakteri ke galur lainnya.[2] Prinsip dari transformasi adalah dengan ekstraksi DNA dari sel donor, kemudian dicampur dengan sel resipien yang telah dibuat rentan terhadap masuknya molekul DNA melalui pori atau saluran dalam dinding dan membran sel.[1] Bila molekul DNA yang masuk berupa plasmid, maka replikasi plasmid dapat dimungkinkan dengan genom inang yang baru selama transformasi.[1] Pendahuluan Transformasi DNA merupakan salah satu metode untuk memasukkan DNA ke dalam sel bakteri (Cowell & Austin 1997). Metode ini sekarang secara luas dipakai untuk mentransfer plasmid kecil dari satu galur bakteri ke galur lainnya (Hanahan 1983). Prinsip dari transformasi adalah dengan ekstraksi DNA dari sel donor, kemudian dicampur dengan sel resipien yang telah dibuat rentanterhadap masuknya molekul DNA melalui pori atau saluran dalam dinding dan membran sel (Cowell & Austin 1997). Keberadaan DNA asing yang berintegrasi dapat menyebabkan sel yang mengambilnya berubah sifat (Jusuf M 2001). Kemampuan bakteri mengambil material dari lingkungan sekitarnya dapat didukung oleh proses perlakuan konjugasi atau perlakuan fisik dan kimia atau transduksi. Bakteri yang digunakan pada praktikum ini adalah Escherichia coli.Sebelum proses transformasi dilakukan bakteri ini perlu dibuat menjadi sel kompeten agar E.coli dapat mengambil DNA dari lingkungannya (Widodo 2002). Seleksi bakteri pembawa DNA rekombinan dapat dilakukan dengan resistensi antibiotika misalnya ampisilin dan seleksi warna salah satunya teknik seleksi biru putih. Seleksi biru putih yaitu metode untuk memisahkan sel yang mengandung plasmid rekombinan dengan sel yang mengandung plasmid tanpa insert (Brown 1995). Seleksi biru putih dilakukan untuk mengetahui keberhasilan proses ligasi atau keberadaan DNA sisipan. Metode ini menggunakan media yang mengandung X-gal dan IPTG (Isopropil Thiogalaktosida). Koloni yang berwarna biru artinya tidak mengandung DNA sisipan, sedangkan koloni berwarna putih artinya DNA bakteri mengandung DNA sisipan.
Tujuan Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui cara introduksi DNA ke E.coli
Metode 1. Pembuatan sel kompeten
Satu koloni bakteri Escherichia coli diambil dengan tusuk gigi steril dan dibiakkan dalam eppendorf yang berisi 500 μl TFB (Transformation Buffer). Resuspensi dilakukan terhadap tabung eppendorf (vortex). Selanjutnya, eppendorf diinkubasi di dalam es selama 5 menit dan disentrifuse pada 5000 rpm selama 5 menit. Endapan (pelet) hasil sentrifuse ditambahkan dengan 500 μl TFB dan diresuspensi atau divortex kembali. Setelah itu, ditambahkan 1/12 volume TFB dan DMSO ± 20,8 μl. Campuran diresuspensi dan kemudian diinkubasi di dalam es selama 10 menit. Pembuatan sel kompeten terdiri dari dua metode yaitu, di dalam laminar dan di luar laminar. Kelompok kami melakukan metode yang kedua yaitu pembuatan sel kompeten di luar laminar. 2. Transformasi bakteri Sebanyak 50 μl sel kompeten diambil dan ditambahkan dengan 10 μl hasil ligasi, lalu diinkubasi di dalam es selama 20 menit. Campuran tersebut kemudian segera dipanaskan (heat shock) pada 42oC selama 45 detik. Setelah perlakuan heat shock, campuran diinkubasi di dalam es selama 5 menit. Campuran ditambahkan dengan 100 μl YT dan diinkubasi kembali pada suhu 37oC pada shaker kecepatan 250 rpm selama 20 menit. Tahap akhir adalah bakteri disebar di atas media padat. Komposisi media pertama (kontrol +) adalah LA (Luria Agar), media kedua (kontrol -) berisi LA dan ampisilin, media ketiga (kontrol transformasi) berisi Luria Agar, X-gal, dan IPTG. Pembahasan Seleksi biru putih (blue-white screening) yaitu metode untuk memisahkan sel yang mengandung plasmid rekombinan dengan sel yang mengandung plasmid tanpa insert. Seleksi biru putih dilakukan untuk mengetahui keberhasilan proses ligasi atau keberadaan DNA sisipan. Metode ini menggunakan media yang mengandung X-gal dan IPTG (Isopropil Thiogalaktosida) (Brown TA 1995). Transforman yang dihasilkan ada yang berwarna biru dan putih, adanya warna biru karena senyawa X-gal dalam medium (Wibowo 2002). Hasil transformasi terlihat bahwa koloni berwarna putih terbentuk pada cawan dengan penambahan X-gal dan IPTG serta pada kontrol positif tanpa perlakuan. X-gal adalah molekul yang mirip galaktosa, sedangkan IPTG merupakan inducer enzim β-galaktosidase. Hasil ini sesuai dengan literatur yang mengatakan, terbentuknya koloni berwarna putih ini berarti sel bakteri mengandung DNA plasmid rekombinan dan proses ligasi dinyatakan berhasil (Brown 1995). Jika proses ligasi atau penyambungan fragmen DNA tidak berhasil ditandai dengan warna koloni berwarna biru, sehingga dapat dikatakan percobaan meligasikan dan transformasi fragmen DNA berhasil dilakukan karena terdapat koloni putih. Jika koloni berwarna biru artinya proses transformasi yang dilakukan tidak berhasil hal ini dapat terjadi karena ukuran insert terlalu kecil sehingga tidak mampu membuat gen lacZ terinaktifasi atau posisi sisipan yang tidak tepat, dan insert yang diklon bersifat meracuni bagi sel bakteri. Proses transformasi bakteri diawali denga pembuatan sel kompeten. Pencampuran sel kompeten dan DNA insert diinkubasi bersama dengan larutan kalsium klorida (CaCl2) yang terdapat pada TFB, fungsi larutan ini adalah megganggu keseimbangan kalsium dalam membran sehingga membran berhasil terbuka dan DNA insert dapat masuk. Cara kerja larutan ini adalah membantu terbukanya protein integral sebagai kanal ion. Proses selanjutnya yaitu dikejutpanaskan (heat shock) pada suhu 42°C selama 45 detik dengan maksud membran sel akan tertutup kembali
karena terjadi perubahan suhu yang mendadak dari suhu rendah ke suhu tinggi. Proses pengerjaan transformasi dapat dilakukan di dalam laminar ataupun di luar laminar. Perbedaannya hanya pada kesterilan kerja dan resiko kontaminasi pada pekerjaan di luar laminar. Transformasi dikatakan berhasil apabila rangkaian DNA yang diintroduksikan dapat disisipkan ke genom sel inang (bakteri), diekspresikan, dan terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel berikutnya. Seleksi bakteri pembawa DNA rekombinan dapat dilakukan denan dua cara yaitu seleksi resistensi antibiotika dan seleksi warna. Sel yang mengandung plasmid tanpa insert ditumbuhkan pada media LA dan ampisilin tersebut maka gen lac-Z akan terekspresikan dan βgalaktosidase dihasilkan serta menghasilkan koloni biru. Enzim ini akan memecah X-gal dan menghasilkan senyawa berwarna biru, begitu pula sebaliknya, jika sel yang mengandung plasmid rekombinan ditumbuhkan atau berhasil tersisipi maka pada media LA tersebut, maka gen lac-Z tidak akan diekspresikan dan β-galaktosidase tidak akan terbentuk. Koloni akan berwarna putih (Brown 1995). Hasil percobaan menunjukan tiga gambar yaitu kontrol positif digunakan untuk mengetahui kompetensi sel pada media tanpa ampisilin, control neatif menunjukan sel bakteri yang tidak tersisipi akan mati pada media LA dan ampisilin, kontrol transformasi untuk mengukur tingkat keberhasilan transformasi X-gal dan IPTG. Morfologi bakteri pada media yang berhasil tumbuh tersebut terlihat bulat dan saling bergerombol. Penggunaan kontrol positif dan kontrol negatif dalam transformasi berfungsi sebagai pembanding. Tingkat keberhasilan transformasi ditentukan oleh kompetensi sel. Ukuran, konsentrasi DNA.
Simpulan Proses transformasi yang dilakukan pada sel bakteri Escherichia coli berhasil dilakukan ditandai dengan adanya koloni putih pada cawan media kontrol positif dan kontrol transformasi dengan media X-gal dan IPTG. Koloni yang berhasil tersisipi DNA insert ini akan berwarna putih. Seleksi bakteri pembawa DNA rekombinan dengan antibiotic ampisilin menunjukkan pada kontrol negatif tidak adanya koloni bakteri yang tumbuh, artinya bahwa bakteri yang digunakan tidak resisten terhadap antibiotik, jika tersisipi DNA insert bakteri ini akan resisten terhadap antibiotik.
Plasmid Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa
Plasmid pada bakteri. Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang dapat bereplikasi secara autonom dan bisa ditemukan pada sel hidup[1]. Di dalam satu sel, dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel tersebut[1]. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan agar dapat bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang.[1]
Daftar isi
1 Struktur plasmid 2 Sejarah plasmid 3 Fungsi plasmid 4 Penamaan plasmid 5 Mekanisme mencegah pembuangan plasmid 6 Referensi
Struktur plasmid Sebagian besar plasmid memiliki struktur sirkuler, namun ada juga plasmid linear yang dapat ditemukan pada mikroorganisme tertentu, seperti Borrelia burgdorferi dan Streptomyces.[2] Plasmid ditemukan dalam bentuk DNA utas ganda yang sebagian besar tersusun menjadi superkoil atau kumparan terpilin.[3] Struktur superkoil terjadi karena enzim topoisomerase membuat sebagian DNA utas ganda lepas (tidak terikat) selama replikasi plasmid berlangsung.[3] Struktur superkoil akan menyebabkan DNA plasmid berada dalam konformasi yang disebut lingkaran tertutup kovalen atau covalently closed circular (ccc), namun apabila kedua utas DNA terlepas maka akan plasmid akan kembali dalam keadaan normal (tidak terpilin) dan konformasi tersebut disebut sebagai open circuler (oc).[3]
Sejarah plasmid Penemuan akan plasmid telah dimulai sejak tahun 1887, ketika Robert Koch mempublikasikan penelitiannya tentang bakteri Bacillus anthracis sebagai penyebab penyakit antraks.[4] Sekitar 100 tahun kemudian, para ilmuwan menemukan bahwa bakteri tersebut memiliki 2 plasmid yang merupakan faktor virulensi penyebab antraks.[4] Keyakinan akan keberadaan DNA plasmid berhasil dibuktikan oleh J. Lederberg dan dan W. Hayes pada tahun 1950-an.[4] Kedua ilmuwan tersebut berhasil menyelidiki tentang peristiwa konjugasi pada Escherichia coli yang melibatkan plasmid.[4] Tidak beberapa lama setelah itu, plasmid terbukti merupakan DNA ekstrakromosomal yang menyebabkan resistensi antibiotik pada golongan bakteri enterik dan dapat ditransmisikan antarsel[4]. Sejak saat itu, beberapa laboratorium mulai membuat plasmid yang dapat ditransfer ke sel hidup, seperti sel bakteri dan tanaman.[4]
Fungsi plasmid Dewasa ini, plasmid telah diproduksi secara komersil oleh sejumlah perusahaan untuk digunakan sebagai vektor kloning[5]. Agar dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus memiliki beberapa kriteria, yaitu berukuran kecil, relatif memiliki jumlah salinan yang tinggi (high copy number), memiliki gen penanda seleksi dan gen pelapor, serta memiliki situs pemotongan enzim restriksi untu memudahkan penyisipan DNA ke dalam vektor plasmid[5].
Penamaan plasmid Pada awalnya penamaan plasmid didasarkan pada sifat fenotipe yang dikodekan oleh DNA plasmid tersebut.[6] Contohnya plasmid ColE1 yang berasal dari E. coli dapat menyandikan bakteriocin colicin.[6] Banyaknya laboratorium ataupun institusi yang membuat plasmid kloning membuat sistem penamaan tersebut berubah. Untuk standardisasi penulisan plasmid, digunakan huruf "p" yang diikuti oleh inisial huruf kapital dan angka[6]. Huruf kapital diambil dari nama institusi atau laboratorium tempat plasmid tersebut berasal ataupun dari nama penemu plasmid tersebut[6]. Sedangkan, angka yang ada merupakan kode antara dua laboratorium tempat plasmid tersebut dibuat[6]. Contohnya: pBR322, "p" menyatakan plasmid, BR merupakan laboratorium tempat plasmid tersebut pertama kali dikonstruksi (BR dari Bolivar dan Rodriguez, perancang plasmid tersebut), sedangkan 322 menyatakan di laboratorium mana plasmid ini dibuat, banyak pBR lainnya seperti pBR325, pBR327, dll.[6]
Mekanisme mencegah pembuangan plasmid Untuk mencegah pembuang plasmid dari sel yang tidak lagi membutuhkannya, terdapat beberapa mekanisme yang sudah diketahui.[4] Salah satunya adalah beberapa plasmid menyandikan protein yang dapat membunuh sel yang membuangnya.[4] Mekanisme ini disebut ketergantungan plasmid (plasmid addiction) yang diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan aksi yang dilakukan protein antitoksin yang disandikan plasmid.[4] Ketiga jenis aksi tersebut adalah berinteraksi dengan toksin, melindungi target yang akan diserang toksin, dan menghambat ekspresi toksin tersebut.[4]
View more...
Comments