Torasic Outlet Syndrome

July 9, 2019 | Author: ifenayu | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

referat...

Description

BAB I PENDAHULUAN

Outlet toraks adalah ruang antara tulang klavikula dan tulang rusuk  pertama. Ini adalah suatu lorong sempit terisi dengan pembuluh darah, otot, dan saraf. Jika otot bahu di dada Anda tidak cukup kuat untuk menahan tulang selangka agar tetap pada posisinya, hal tersebut akan dapat membuat penekanan  pada saraf dan pembuluh darah yang terletak di bawahnya. Kondisi tersebut akan menyebabkan berbagai gejala yang sekarang kita kenal dengan sindrom outlet toraks1,2,5. Kelainan disebabkan oleh : 1. Dropping shoulder-girdel : gangguan dimana otot menopang mengalami kelenturan sehingga terjadi penekanan pada trunkus saraf antara kosta 1 dan klavikula yang menekan. 2. Cervical rib : ini terjadi oleh karena pembesaran dari prosesus tranfersus vertebra. 3. Scaleus anterior syndrome : terjadi penekanan pada bidang medial tendo skaleus anterior diinsersinya pada kosta pertama, yang menyebabkan tekanan pada daerah serabut subklavia. Penatalaksanaan secara konservatif adalah Pengobatan dengan latihan –  latihan  –  latihan postural bahu dan Terapi meliputi terapi panas, exercise untuk untuk postural retraiining, strengthening dan stretching otot2 bahu. Penatalaksannan operatif dilakukan apabila terapi konservatif tidak berhasil. Operasi yang dilakukan disesuaikan dengan penyebabnya2,5.

1

BAB II ANATOMI

Outlet toraks berisi arteri subklavia, vena dan pleksus brakialis4 . Hal ini dapat dibagi menjadi tiga zona 4 : -  proksimal pleksus brakialis dapat berpotensi dikompresi dalam segitiga interscalene . -

Ruang costoclavicular adalah potensi wilayah kedua kompresi antara klavikula dan tulang rusuk pertama .

-

Zona terakhir dari kompresi adalah ruang subcoracoid berbatasan dengan  proses coracoid dan pectoralis minor anterior dan posterior tulang rusuk.

Gambar 1 : Tiga daerah kompresi pleksus brakialis : interscalene segitiga , ruang costoclavicular dan subcoracoid4.

2

BAB II TORASIC OUTLET SYNDROME 2.1 Definisi

Outlet toraks adalah ruang antara tulang klavikula dan tulang rusuk  pertama. Ini adalah suatu lorong sempit terisi dengan pembuluh darah, otot, dan saraf. Jika otot bahu di dada Anda tidak cukup kuat untuk menahan tulang selangka agar tetap pada posisinya, hal tersebut akan dapat membuat penekanan  pada saraf dan pembuluh darah yang terletak di bawahnya. Kondisi tersebut akan menyebabkan berbagai gejala yang sekarang kita kenal dengan sindrom outlet toraks5.

Gambar 2 : Thorasic outlet 10 2.2 Etiologi

Sindrom outlet toraks biasanya disebabkan dari trauma, penyakit, atau masalah kongenital, seperti kelainan tulang rusuk pertama. Kondisi seperti ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan sikap tubuh yang buruk dan obesitas dapat memperburuk kondisi. Kelainan ini dapat disebabkan oleh 1 : 1. Dropping shoulder-girdel : gangguan dimana otot menopang mengalami kelenturan sehingga terjadi penekanan pada trunkus saraf antara kosta 1 dan klavikula yang menekn

3

2. Cervical rib : ini terjadi oleh karena pembesaran dari prosesus tranfersus vertebra G7 3. Scaleus anterior syndrome : terjadi penekanan pada bidang medial tendo skaleus anterior diinsersinya pada kosta pertama, yang menyebabkan tekanan pada daerah serabut subklavia. Mekanisme : • Pleksus brakialis & pembuluh subklavia kompresi atau iritasi 6 • Tiga lorong-lorong sempit pada pangkal leher ke arah ketiak & lengan  proksimal.  –  Interscalene Triangle  –  Costoclavicular Triangle  –  Subcoracoid Space • trauma berulang terutama pada - Lower trunk - C8-T1 saraf tulang belakang 2.3 Gejala 5,9

Gejala vaskuler antara lain :

1. Pembengkakan atau spasme pada lengan atau tangan 2. Perubahan warna kebiruan pada tangan. 3. Perasaan berat di lengan atau tangan. 4. Terdapat pulsating lump diatas clavikula. 5. Nyeri pada leher dan bahu yang meningkat pada malam hari. 6. Mudah lelah pada lengan dan tangan. 7. Distensi vena superficial pada tangan

Gejala Neurologi :

1. parasthesia sepanjang lengan dan telapak (c8, T1 dermatom)

4

2. Kelemahan otot dan atrofi pada otot2 mencengkeram, thenar dan intrinsik tangan. 3. Kesulitan melakukan aktifitas motorik halus. 4. Kram pada otot lengan. 5. Nyeri pada lengan dan tangan. 6. Kesemutan dan mati rasa pada leher, bahu, lengan dan tangan.

2.4 Pemeriksaan

Langkah pertama untuk memulai terapi adalah membuat catatan tetang gejala yang dialami oleh pasien, buat catatan tentang kegiatan pasien , posisi saat  bekerja atau gerakan tertentu yang dapat memperburuk gejala atau meringankan gejala .Untuk mempermudah diagnosis , ada beberapa test yang harus dilakukan. antara lain5,8,10:

EAST TEST atau test tangan keatas(roos test)

Pasien mengangkat tangannya keatas , shoulder diposisikan depresi dan retraksi, dengan lengan atas abduksi 80 derajat,elbow flexi 90 derajat dan sedikit agak kebelakang. Pasien kemudian membuka dan menutup tangan mereka  perlahan-lahan selama 3 menit. Bila test positif ditandai dengan rasa sakit, berat atau kelemahan lengan, atau mati rasa dan paraaesthesia pada tangan. Pada  beberapa kasus didapati pasien menjadi lemah dan kesulitan saat membuka dan menutup tangan. Kadang ditemukan perubahan warna pada tangan, yang sedikit agak pucat atau biru. Perubahan pada denyut nadi (radial pulse) sering tidak ditemukan. Test ROOS ini sangat significan, spesific dan merupakan test yang sensitif pada TOS. Bila test ini positif dapat dipastikan indikasi TOS, bila hasil test negatif , ada kemungkinan ada gangguan lain pada bahu. Jika test  positif,menandakan adanya iritasi pada plexus brachialis 98%. 1,5 % disebabkan oleh kompresi pada vene subclavian, dan 0,5 % melibatkan artery subclavian.

5

TEST ADSON atau Scalene manuver

Pasien duduk dengan kepala berputar ke arah langan yang di test (pendekatan pada scalene sisi yang lain)dan memiringkan kepala kebelakang (leher memanjang) dan terapis mengulur lengan kebelakang. atau rotasi kepala  pada sisi yang berlwanan. Kemudian pasien diinstruksikan untuk menarik napas dalam. Pada contoh pertama (pasien memutar kepala kearah lengan yang di test), scalene triangles di test. Selama menarik napas dalam, scalene triangles menjadi sempit dan costa 1 terangkat /bergerak keatas. Konsekuensinya costoclavicular space menyempit. Pemeriksa menempatkan satu tangan untuk menahan kepala  pasien pada posisi rotasi lateral. Dan tangan yang lain mempalpasi radial pulse (denyut nadi). Sebagai perbandingan, test ini dilakukan juga pada sisi yang sehat. Test ini positif bila ditemukan gejala 2 pada TOS.

Manuver costoclavicular

Terapis memeriksa nadi

radial dan menarik bahu pasien kebawah

 belakang dan kembali. pasien mengangkat dada mereka berlebihan. Test positif  bila tidak ditemukan denyut nadi. Test ini sangat efektif terutama pada pasien yang mengeluh saat memakai back-pack atau jaket yang berat.

Gambar 3 : Manufer Costoclavicular

8

6

TEST ALLEN

Pasien duduk, dengan mengangkat lengan dan flexi elbow 90 derajat. sementara bahu di putar horizontal dan lateral. Pasien diminta untuk menggerakkan kepalanya lateral rotasi kearah yang berlawanan. test positif bila  pulsa radial tak terdeteksi. HYPERABDUCTION TEST

Lengan diangkat hyperabduction 180 derajat, test positif bila pulsa radialis melambat.

Gambar 4: Kompresi pleksus dengan hiperabduksi pada lengan4 MEDIAN NERVE STRETCH TEST

Pada posisi tegak, pasien melakukan depresi dan retraksi shoulder. Pemeriksa mengangkat lengan pasien abduksi 90derajat , dengan posisi extensi dan supinasi elbow. Wrist full extensi, diikuti oleh extensi jari2. dengan cara ini median  pasien

nerve

teregang(stretch)

digerakkan

pasif

. oleh

Pada

phase

pemeriksa

kedua ke

dari arah

test,

kepala sideflexi

7

kontralateral.untukmengulur nerve medianus pada brachial plexus. Tes ini penting untuk membedakan gangguan pada TOS atau pada nerve medianus.

Gambar 5 : MEDIAN NERVE STRETCH TEST

8

RADIAL NERVE STRETCH TEST

 posisi sama seperti test pada median nerve , hanya saja posisi elbow extensi dan pronasi. Wrist full flexi. posisi kepala sama, digerakkan side flexi

kontra

Gambar 6 : RADIAL NERVE STRETCH TEST

lateral.

8

8

ULNAR NERVE STRETCH TEST

Pasien dalam posisi tidur atau duduk, shoulder depresi dan retraksi. Pemeriksa mengangkat shoulder abduksi 90 derajat dengan flexi elbow dan  pronasi lengan bawah. Kemudian wrist digerakkan full ex tensi. kemudian cervical side flexi ontralateral.

Gambar 7 : ULNAR NERVE STRETCH TEST

8

CERVICALTHORACIC ROTATION TEST

Pada test ini, lengan atas pasien digerakkan pasif elevasi sekitar 160 derajat, maka rotasi ipsilateral dari C7 ke T4 terjadi. Persegmen tes ini dapat dilakukan sebagai berikut , Pemeriksa memfixasi segment caudal dengan menempatkan ibu jari pada lateral procesus spinosus bagian kontralateral. Ujung ibu jari ditempatkan pada ruang interspinosus. Lengan pasien digerakkan pasive elevasi keatas sampai end range. Terapis merasakan gerakan pada cranial  processus spinosus melalui ujung ibu jari. Segment C7 sampai T4 ditest  berulangkali dari cranial ke caudal. Pada TOS , rotasi dari cervicothoracalis sering ditemukan terbatas. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh clavikula yang

9

mencapai posisi akhir terlalu cepat selama elevasi lengan. Hal ini dapat menyebabkan kompresi pada strukture di ruang costoclavikular.

8

Gambar 8 : CERVICALTHORACIC ROTATION TEST

CLAVICLE TEST

Satu jari ditempatkan pada permukaan cranial clavikula yang sedekat mungkin dengan sternoclavicular joint.Pemeriksa mempalpasi gerakan clavicula saat

lengan digerakkan passive sampai 45 derajat. Keterbatasan gerak di

acromioclavikularis dan atau sendi sternoklavikularis dapat mengarah pada pola gerak abnormal pada clavicula. Clavicula dapat bergerak terlalu cepat ke arah dorsal dan mencapai posisi akhir terlalu cepat selama elevasi, sehingga menyebabkan penyempitan pada costoclavikular.

10

SCALENE MUSCLE TEST

8

Gambar 9 : SCALENE MUSCLE TEST

Pasien diinstruksikan menarik dagunya kedalam , seolah olah meluruskan tulang cervicalnya semaksimal mungkin sambil menghembuskan napas. Saat  pasien menghembuskan napas , scalene memanjang dan penyempitan pada  posterior scalenic triangle terjadi. Pada hipertrofi scalene yang biasa ditemukan  pada atlete angkat besi atau pada penderita chronic obstructiv pulmonary , terjadi

kompresi

pada

posterior

scalenic

triangle

.

PROVOKASI TEST

Test ini dilakukan pada pasien yang sudah mengalami gejala.Posisi  pasien duduk dan terapis memegang lengan pasien yang akan di test.Kedua lengan pasien menyilang didepan dada. dan terapis mengangkat lengan pasien keatas. Posisi ini ditahan selama 30 detik atau lebih. test positif bila denyut nadi meningkat, perubahan warna kulit (pada orang eropa warna kulit lebih merah muda) dan suhu tangan meningkat. Tanda2 neurologis yang telah dialami

11

sebelumnya

akan

menghilang

(mati

rasa,

nyeri,

kesemutan).

Pemeriksaan penunjang

• Foto toraks & foto C-spine: -

Melihat tulang servikal & melihat perubahan degeneratif

• CT servikal dilakukan jika: -

Perubahan osteophytic & terdapat penyempitan pada ruang intervertebralis

• Angiografi diindikasikan untuk: -

Berdenyut massa paraclavicular

-  pulsa radial (-) -

Bruit-Paraclavicular

2.6 Penatalaksanaan

1. Konservatif Pengobatan konservatif dengan latihan –  latihan postural bahu Terapi konservatif meliputi terapi panas, exercise untuk postural retraiining, strengthening dan stretching otot2 bahu 2,9.

2. Operatif Terapi operatif dilakukan apabila terapi konservatif tidak berhasil. Operasi yang dilakukan disesuaikan dengan penyebabnya 6.

12

BAB III KESIMPULAN

Outlet toraks adalah ruang antara tulang klavikula dan tulang rusuk  pertama. Ini adalah suatu lorong sempit terisi dengan pembuluh darah, otot, dan saraf. Jika otot bahu di dada Anda tidak cukup kuat untuk menahan tulang selangka agar tetap pada posisinya, hal tersebut akan dapat membuat penekanan  pada saraf dan pembuluh darah yang terletak di bawahnya. Kondisi tersebut akan menyebabkan berbagai gejala yang sekarang kita kenal dengan sindrom outlet toraks. Kelainan disebabkan oleh : Sindrom outlet toraks biasanya disebabkan dari trauma, penyakit, atau masalah kongenital, seperti kelainan tulang rusuk  pertama. Kondisi seperti ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. sikap

tubuh

yang

buruk

dan

obesitas

dapat

memperburuk

kondisi.

Penatalaksanaan secara konservatif adalah Pengobatan dengan latihan  –   latihan  postural bahu dan Terapi meliputi terapi panas, exercise untuk

postural

retraiining, strengthening dan stretching otot2 bahu. Penatalaksannan operatif dilakukan apabila terapi konservatif tidak berhasil. Operasi yang dilakukan disesuaikan dengan penyebabnya.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. “Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi” PT Yarsif Watampone, Jakarta 2009. 2. “Thoracic Outlet Syndrome Medical Treatment Guidelines”. State of Colorado Department of Labor and Employment.  November 1, 2008 3. Sanders RJ, Pearce WH. “The treatment of thoracic outlet syndrome (a comparison of different operations)”. J Vasc Surg .1989;10:626 – 634 4. Steinmann S. “Thoracic Outlet Syndrome” h51 . Hand Surgery 1st Edition, © 2004 Lippincott Williams & Wilkins. 5. Cheng SWK, Stoney RJ. “Supraclavicular reoperation for neurogenic thoracic outlet syndrome”. J Vasc Surg . 1994;19:565 – 572 6. Sanders RJ. “Thoracic outlet syndrome”. Philadelphia: Lippincott; 1991; 7. Mackinnon SE, Dellon AL. “Surgery of the peripheral nerve”. New York: Thieme; 1988; 8. Mackinnon SE,Patterson GA,Urschel HC. Thoracic

outlet

syndromes. In: Pearson FG, Graeber GM editor. Thoracic surgery.New York: Churchill Livingstone; 1995 9. http://physio-upik.blogspot.com/2011/08/physioterapi-pada-thoracic-outlet.html 10. http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00336 11. Mackinnon SE. “Thoracic

outlet

syndrome

[Editorial]”. Ann

Thorac

Surg . 1994;58:287 – 289

14

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF