Topik 2 Resin Komposit

March 18, 2019 | Author: Ivon Dewi Setianingrum | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Topik 2 Resin Komposit...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 2

Topik

: Resin Komposit

Grup

: C-9

Tgl. Praktikum

: 10 oktober 2012

Pembimbing

: Dr. Elly Munadziroh, drg., MSi

Penyusun :  No.

Nama

NIM

1

Ivon Dewi Setianingrum

021111166

2

Raka Mahardika Aswanda

021111167

3

Rachmadita Yoga Pratiwi

021111168

4

Ani Megawati

021111169

5

Maya Felia Putri Setiabudi

021111170

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2011

1. Tujuan

a. mahasiswa mampu melakukan manipulasi komposit secara tepat  b. mahasiswa mampu mengetahui perbedaan kekerasan hasil polimeralisasi resin komposit berdasarkan pengamatan 2. Manipulasi Komposit Resin Aktivasi Sinar Tampak 2.1 Bahan :

a. resin komposir aktivasi sinar tampak (light activated resin composite), bentuk sediaan  pasta tunggal

Gambar 1 resin komposit aktivitas sinar tampak sediaan pasta tunggal  b. Vaselin

Gambar 2 vaselin

2.2 Alat :

a. Cetakan teflon ukuran diameter 4 mm, tebal 2 mm dan tebal 5 mm

Gambar 3 cetakan teflon

 b. Plat kaca

Gambar 4 plat kaca c. Celluloid strip d. Plastic filling 

Gambar 5 plastic filling 

e. light curing unit (halogen atau LED)

Gambar 6 Light curing unit (halogen)

f. Sonde

Gambar 7 sonde

3. Cara Kerja :

Untuk cetakan teflon tinggi 2 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm dan 10 mm. Untuk cetakan teflon tinggi 5 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm dan 10 mm. a. Permukaan cetakan teflon diulasi dengan vaselin, kemudian cetakan teflon diletakkan di atas lempeng kaca yang telah dilapisi celluloid strip.

Gambar 8 cetakan teflon diulasi vaselin

 b. Bahan tumpatan resin komposit dikeluarkan dari tube, kemudian masukkan sedikit demi sedikit ke dalam cetakan teflon tinggi 2 mm memakai  plastic filling . Cetakan harus terisi penuh dengan resin komposit tanpa ada rongga (diusahakan setinggi cetakan teflon).

Gambar 9 memasukkan resin komposit dengan plastic filling  c. Sebelum menggunakan light curing halogen, intensitas sinar dicek dahulu dengan cure light meter   (antara 400-500 nm). Bila menggunakan LED, intensitas sinar dicek dengan menempelkan light tip pada perangkat yang tersedia.

Gambar 10 intensitas sinar dicek d. Celluloid strip diletakkan di atas cetakan teflon yang telah diisi resin komposit, kemudian diberi pemberat selama 5 menit, ujung alat curing (light tip) ditempelkan  pada celluloid strip dan sinari selama beberapa detik hingga sinar mati.

Gambar 11 resin komposit disinari dengan curing

e. Hasil kekerasan permukaan yang terkena light tip alat curing langsung (0 mm) dibedakan dengan permukaan yang jauh dari light tip atau curing (10 mm) dengan cara digores dengan sonde.

Gambar 12 kekerasan dicek dengan sonde f.

Resin komposit yang telah berpolimerisasi / mengeras dilepas dari cetakan teflon dengan pisau model.

Gambar 12 resin komposit yang telah mengeras dikeluarkan dengan pisau model g. Tahap a-f diulangi pada cetakan dengan tinggi 5 mm dan 12 mm. 3. HASIL DATA Tabel 1. Tabel hasil praktikum resin komposit Jarak 0 mm

Jarak 10 mm

 No.

Ketebalan

Intensitas

Atas

Bawah

Intensitas

Atas

Bawah

1

2 mm

645 nm

keras

keras

234 nm

keras

keras

2

5 mm

572 nm

keras

keras

245 nm

keras

keras

3

12 mm

641 nm

keras

lunak

-

MERK KOMPOSIT: Jarak 0 mm :

Filtek Z250 1370 UD cure time 30 s

Jarak 10 mm : Filtek Z250 1370 B1 cure time 20 s Made in USA by 3M ESPE, Dental Products St. Paul. MN 55144-1000

4. PEMBAHASAN

Resin komposit merupakan bahan restorasi estetik yang baik untuk gigi anterior maupun posterior dan juga mempunyai sifat fisik dan kimia yang baik. Resin komposit dapat mengadakan bonding dengan baik pada permukaan email yang berlubang-lubang (porus). Bahan komposit modern mengandung sejumlah komponen. Kandungan utama adalah matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Disamping kedua komponen bahan tersebut, beberapa komponen lain diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan ketahanan bahan. Suatu bahan coupling   (silane) diperlukan untuk memberikan ikatan antara bahan filler dan resin, juga aktivator-inisiator diperlukan untuk polimerisasi resin. Sejumlah kecil bahan tambahan lain meningkatkan stabilitas warna (penyerapan sinar ultraviolet) dan mencegah polimerisasi dini (bahan penghambat seperti hidroquinon). (Anusavice, 2003) Kandungan resin komposit, adalah sebagai berikut: 1. Matriks resin Resin komposit mengandung monomer dan komonomer. Monomer yang terkandung dalam resin komposit adalah Bis-GMA, urethane dimetakrilat (UEDMA). Sedangkan komonomernya adalah tri-ethylene glycol dimethacrylate (TEGMA). (Mc Cabe, 2008). Monomer dengan berat molekul tinggi, seperti Bis-GMA sangat kental  pada suhu ruang. Penggunaan monomer penting untuk memperoleh tingkat filling yang tinggi dan menghasilkan konsistensi pasta. Pengencer dapat berupa monomer

dimetakrilat, seperti TEGDMA. TEGDMA yang ditambahkan pada Bis-GMA dapat mengurangi viskositas (Anusavice, 2003)

Gambar 9. Struktur molekul matriks resin komposit (a) UDMA, (b) Bis-GMA, (c) TEGDMA (Anusavice KJ. Science of Dental Materials. 11 th ed. St Louis.WB Saunders Co. P 167-168)

2. Filler Filler yang ditambahkan pada matriks resin dapat meningkatkan sifat fisika dan kimia bahan matriks resin bila filler benar-benar dapat berikatan dengan matriks resin. Bila filler tidak berikatan dengan matriks resin dengan baik, ikatan yang terbentuk menjadi lemah sehingga sifat fisika dan kimianya menjadi menurun. Filler berisi quartz, silica, aluminosilikat, borosilikat, barium oxide. Partikel filler ini dilapisi oleh coupling agent  yang dapat mengikat filler dan matriks resin. (Mc Cabe, 2008) Ada jenis komposit yang ditambahkan bahan filler. Penambahan filler dapat meningkatkan kekuatan matriks resin, menurunkan penyusutan saat polimerisasi, menurunkan ekspansi termal dan kontraksi, meningkatkan viskositas dan menurunkan  penyerapan air. (Anusavice, 2003) 3. Bahan coupling agent  Coupling agent berguna untuk mengikat komponen filler dengan resin untuk meningkatkan sifat mekanis dan fisik dari resin komposit. Bahan coupling  yang sering digunakan adalah γ –   metakriloksipropiltrimetoksisilane (organosilan). (Mc Cabe, 2008)

4. Aktivator-Inisiator Aktivator dan Inisiator berfungsi saat aktivasi menggunakan sinar (light- cured ). Inisiator dari resin komposit light-cured   adalah amin, sedangkan aktivatornya adalah  photosensitizer  yang biasanya menggunakan camphorquinone (CQ)

 Light-cured   komposit tersedia dalam bentuk pasta yang mengandung monomer, komonomer, filler, dan inisiator yang stabil bila dipapar dengan sinar ultraviolet (UV) atau visible light   (sinar warna biru). Inisiator yang terdapat pada komposit dengan aktivasi sinar UV adalah benzoin methyl eter yang dapat menangkap panjang gelombang sinar UV. Molekul ini dapat menyerap radiasi dan membentuk heterolytic decomposition  yang dapat membentuk radikal bebas. (Mc Cabe, 2008) Sedangkan pada resin komposit dengan aktivasi visible light   terdapat radikal bebas pemulai reaksi yang terdiri atas  photosensitizer   dan inisiator amin di dalam pastanya. Bila kedua komponen tidak terpapar sinar, komponen tersebut tidak bereaksi. Namun, pemaparan sinar dengan panjang gelombang 400-500 nm (sinar warna biru) dapat menyebabkan terjadinya interaksi antara  photosensitizer   dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi selanjutnya. (Anusavice, 2003) Proses polimerisasi terjadi dalam tiga tahapan yaitu inisiasi dimana molekul besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas. Proses pembebasan tersebut menggunakan sinar tampak yang dimulai dengan panjang gelombang 460 – 485 nm. Tahap kedua adalah  propagasi, pada tahap ini monomer yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai  polimer dengan jumlah monomer tertentu. Tahap terakhir adalah terminasi dimana rantai membentuk molekul yang stabil. Ada banyak cara yang dipakai untuk menanggulangi proses  penyusutan dan meningkatkan kekerasan seperti: menambah bonding agent, menambah lapisan daya tahan elastis, meningkatkan intensitas light curing, memakai teknik peletakan  bahan resin komposit lapis demi lapis, menggunakan monomer low-shrinking dan memasukkan bahan fluoride pada monomer resin untuk mencegah terjadinya marginal gaps  pada kavitas. (Susanto A, 2005) Penyinaran bahan resin komposit sedikitnya adalah 30 – 40 detik.7 Hal ini diperlukan untuk mendapatkan polimerisasi yang maksimal. Walaupun proses penyinaran atau  polimerisasi oleh VLC sepenuhnya dikontrol oleh operator yang dalam hal ini dokter gigi, teknik penyinaran seperti posisi dan arah sinar, intensitas sinar, ketebalan bahan restorasi, dan lamanya waktu penyinaran, sering kurang dipahami. Penyinaran yang kurang akan

mengakibatkan mengerasnya lapisan luar saja dan menghasilkan lapisan yang tidak matang atau lunak pada bagian dasar. (Susanto A, 2005) Penyinaran yang tidak menyeluruh pada permukaan tumpatan resin komposit juga akan menyebabkan penyusutan, hal ini dihubungkan dengan berat molekuler dari monomer resin dan jumlah monomer yang berikatan menjadi polimer resin. Intensitas sinar juga perlu diperhatikan, untuk itu ujung alat sinar harus diletakkan sedekat mungkin dengan permukaan tumpatan (1 mm) tanpa menyentuhnya. Kekerasan bahan resin komposit juga ditentukan oleh ketebalan bahan. Idealnya resin komposit sinar diletakkan sebagai bahan restorasi sekitar2 –  2,5 mm, dengan demikian sinar dapat menembus masuk sampai lapisan yang paling bawah. (Susanto A, 2005) Dalam kelompok kami, terdapat 5 kali percobaan. Percobaan pertama yaitu dengan menggunakan cetakan teflon dengan tinggi 2 mm dan disinari menggunakan light curing unit  dengan panjang gelombang 645 nm selama 30 detik sesuai aturan pabrik dengan jarak 0 mm. Percobaan kedua menggunakan cetakan teflon tinggi 5 mm dengan lama dan jarak  penyinaran yang sama dengan percobaan pertama tetapi dengan panjang gelombang 572 nm. Percobaan ketiga menggunakan cetakan teflon dengan tinggi 2mm dan disinari dengan  panjang gelombang 234 nm selama 20 detik sesuai aturan pabrik dengan jarak 10 mm. Percobaan keempat menggunakan cetakan teflon tinggi 5 mm dengan lama dan jarak  penyinaran yang sama dengan percobaan ketiga tetapi dengan panjang gelombang 245 nm. Percobaan kelima menggunakan cetakan teflon dengan tinggi 12 mm dan dilakukan dalam 3 tahap lapisan dengan jarak 0 mm selama 20 detik. Lapisan pertama disinari dengan panjang gelombang 641 nm, lapisan kedua disinari dengan panjang gelombang 547 nm, dan lapisan terakhir disinari dengan panjang gelombang 664 nm. Beberapa hal penting yang dapat mempengaruhi hasil percobaan tersebut adalah intensitas sinar pada saat penyinaran yang rendah akan mempengaruhi nilai kekuatan dari sinar itu sendiri, hal ini berakibat langsung terhadap kekerasan bahan resin, dan menurunnya nilai intensitas sinar menyebabkan menurunnya nilai kekerasan bahan tumpat resin komposit sinar. Kedua adalah pengaruh kelembaban tangan operator di ujung instrumen pada saat meletakkan bahan resin komposit sinar ke dalam cetakan, hal ini menyebabkan polimerisasi tidak dapat berlangsung dan nilai kekerasannya akan menurun.(Susanto A, 2005) Kompabilitas sumber cahaya dan material komposit telah menjadi subyek dari  beberapa penelitian dan perdebatan. Yang tersedi a saat ini, material komposit aktivasi cahaya menggunakan sistem katalis yang sama dan kebanyak light-activation unit   dirancang dengan intensitas tinggi pada panjang gelombang yang relevan. Namun ada perbedaan pada kinerja

antar unit dengan variasi intensitas cahaya pada 470 nm hingga sepuluh kali (130-1300 lux  pada 470 nm). Meskipun kedalaman nilai penyinaran biasanya telah diukur dengan sumber cahaya tertentu, tidak dapat menjamin bahwa kedalaman penyinaran yang sama dapat dicapai dengan sumber cahaya yang berbeda. (Mc Cabe, 2008 p.203) Material dengan aktivasi sinar tampak sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar sehingga jarak penyinaran dapat mempengaruhi intensitas yang dihasilkan LED sehingga untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan jarak seminimal mungkin dengan material resin komposit agar polimerisasi dapat berlangsung dengan baik (Mc Cabe, 2008  p.204). Semakin jauh jarak penyinaran, maka polimerisasi yang terjadi akan lebih tidak sempurna. Monomer metal metakrilat dan dimetilmetakrilat berpolimerisasi dengan mekanisme polimerisasi tambahan yang diawali radikal bebas, yang berasal dari reaksi kimia atau pengaktifan energi eksternal dengan menggunakan sinar ( light cured ). Jika panjang gelombang tidak sesuai, maka  photosensitizer   tidak dapat berinteraksi dan berikatan dengan amine untuk membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi.  Photosensitizer   yang umum digunakan adalah champoroquinone yang memiliki penyerapan 400nm  –  500nm yang  berada pada daerah biru sinar tampak (Annusavice, 2003 p.351) Karena kekerasan komposit 12 mm lebih rendah dari pada komposit 2 mm dan 5 mm,  penyinaran untuk cetakan yang lebih dalam harus dilakukan selapis demi selapis agar terbentuk ikatan sempurna antar partikel sehingga tumpatan tidak mudah rapuh. Kedalaman lapisan yang normal adalah 2 mm, tetapi bila ingin mendapatkan hasil yang lebih opaque dapat dilakukan penyinaran tiap 1 mm lapisan. (Mc Cabe, 2008 p.203).

1. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan didapatkan bahwa kekerasan resin komposit dipengaruhi oleh jarak penyinaran, waktu penyinaran, dan ketebalan tumpatan.

2. Daftar Pustaka

1. McCabe JF, Walls AWG. 2008.  Applied Dental Materials. Blackwell Publishing: United States. pp: 196 –  224. 2. Anusavice, KJ. 2003.  Philip’s Science of Dental Materials. 11th  ed. WB Saunders: Missouri. pp: 401 –  411. 3. Susanto, AA. 2005. Pengaruh Ketebalan Bahan dan Lamanya Waktu Penyinaran terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Sinar.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF