tni-ad

December 28, 2017 | Author: bgastomo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download tni-ad...

Description

Penerjunan prajurit Linud 501/Kostrad pada Latihan Antar Kecabangan di Baturaja, 28 Agustus 2012

www.tniad.mil.id

Jurnal

Yudhagama

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

Vol. 33 No. I Edisi Maret 2013

D A F T A R I S I

6

12

Transformasi Peran Angkatan Darat Dalam Menghadapi Perubahan

Transformasi TNI AD Dibidang Latihan

Oleh: Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc.

Oleh: Brigjen TNI Irwansyah, M.Sc.

20 Kepemimpinan Militer Di Era Transformasi Angkatan Darat (Suatu tinjauan psikologi) Oleh: Brigjen TNI Ngurah Sumitra Jaya Utama, M.Psi.

34

28 Transformasi Doktrin TNI AD

Oleh: Kolonel Inf Joko P. Putranto, M.Sc.

42

Transformasi Pengelolaan Anggaran Dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Menjadi Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

Transformasi Pembinaan Personel Dalam Meningkatkan Kualitas Prajurit

Oleh: Brigjen TNI Dr. I Nengah Kastika, S.H., M.H.

Oleh: Kolonel Caj Budi Prasetyono

50

56

Signifikansi Peran Pemimpin Transformasional Dalam Proses Transformasi TNI AD Oleh: Letkol Arh Hamim Tohari, MA

TNI AD Menuju Tentara Kelas Dunia, Mungkinkah?

Oleh: Mayor Kav M. Iftitah Sulaiman S.

Jurnal Yudhagama

Kata Pengantar Susunan Redaksi

Yudhagama Jurnal

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

PELINDUNG : Kepala Staf TNI Angkatan Darat PEMBINA : Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat PENASEHAT : Irjenad, Aspam Kasad, Asops Kasad, Aspers Kasad, Aslog Kasad, Aster Kasad, Asrena Kasad, Kasahli Kasad. PEMIMPIN REDAKSI : Brigjen TNI Rukman Ahmad, S.IP. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI : Kolonel Chb Firdaus Komarno, S.E.,M.Si. DEWAN REDAKSI : Kolonel Arh Erwin Septiansyah, S.IP. Kolonel Caj Drs. Moh. Noor, M.M. Kolonel Inf Drs. Zaenal Mutaqim, M.Si. KETUA TIM EDITOR : Kolonel Inf Drs. Andi Suyuti, M.M. SEKRETARIS TIM EDITOR : Mayor Caj (K) Dra. Sri Indarti ANGGOTA TIM EDITOR : Letkol Caj Drs. M. Yakub Mayor Caj (K) Yeni Triyeni, S.Pd. Mayor Inf Dodi Fahrurozi, S.Sos. Mayor Inf Supriyatno Kapten Inf Candra Purnama, S.H. Lettu Caj (K) Besarah Septiana M., S.S. DISTRIBUSI : Mayor Chb Gara Hendrik, A.Md. DESAIN GRAFIS : Serka Enjang TATA USAHA : Peltu (K) Ety Mulyati, PNS Listin PNS Supriyatno REDAKTUR FOTO : Letkol Czi Drs. Syarifuddin Sara, M.Si. ALAMAT REDAKSI : Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Jl. Veteran No. 5 Jakarta Pusat Tlp. (021) 3456838, 3811260, Fax. (021) 3848300, Alamat email : [email protected]

4

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

T

ak terasa kita sudah berada di tahun 2013. Di awal tahun ini kita dituntut untuk bekerja lebih maksimal, baik secara individu maupun sebagai bagian dari suatu institusi agar pencapaian kinerja kita dapat optimal.

Di awal tahun ini, rasa syukur selalu kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya, redaksi kembali dapat menghadirkan Jurnal Yudhagama Volume 33 Nomor I Edisi Maret 2013 yang menampilkan tulisantulisan aktual berisi informasi strategis mengenai Angkatan Darat dari buah pikiran para perwira yang berpengalaman dan memiliki kualitas serta kompetensi sesuai dengan bidangnya. Pada edisi kali ini, redaksi masih menghadirkan tulisan-tulisan mengenai transformasi Angkatan Darat. Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc mengulasnya dalam judul “Transformasi Peran Angkatan Darat Dalam Menghadapi Perubahan”. Transformasi TNI Angkatan Darat dibidang Latihan, diulas oleh Brigjen TNI Irwansyah, M.Sc. Menurutnya, transformasi latihan justru sangat dinamis disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, utamanya dalam teknologi dan persenjataan. Integrasi kemampuan antar kesenjataan dan interoperabilitas antar matra ditunjang dengan komando dan pengendalian yang solid akan dapat bertindak sebagai pengganda kekuatan. Organisasi TNI Angkatan Darat perlu melakukan berbagai perubahan mendasar terkait dengan sistem pengembangan kepemimpinannya. Dimulai dari perumusan doktrin kepemimpinan yang tetap menjaga integritas nilai-nilai tradisional TNI AD namun dapat mengakomodir berbagai kecenderungan lingkungan strategis yang ada. Kadispsiad, Brigjen TNI

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

Drs. Ngurah Sumitra, M.Psi membahasnya dalam judul “Kepemimpinan di Era Transformasi Angkatan Darat”. Yang tak kalah menariknya, Kolonel Inf Joko P. Putranto, M.Sc. dalam tulisannya berjudul “Transformasi Doktrin TNI AD” akan menunjukkan bahwa transformasi belum terjadi apabila tidak menyangkut hal dasar, salah satu yang terpenting adalah doktrin, karena dalam teknologi militer terdapat hubungan kausal antara teknologi military hardware dengan doktrin yang menuntun sistem senjata yang digunakan. Transformasi pengelolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi) perlu dilakukan agar pengelolaan anggaran dapat dilaksanakan secara transparan, efektif, efisien dan akuntabel sesuai undang-undang Nomor 17 tahun 2003, dan undang-undang Nomor 1 tahun 2004, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Brigjen TNI Dr. I Nengah Kastika, S.H., M.H. akan membahasnya dalam judul tulisan “ Transformasi Pengelolaan Anggaran Dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Menjadi Peraturan Menteri Keuangan (PMK)”. Pembaca yang budiman, pembinaan personel merupakan bagian integral dari sistem pembinaan TNI Angkatan Darat. Transformasi pembinaan personel dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas

prajurit untuk tercapainya kekuatan pokok minimum dengan sasaran kekuatan personel secara kuantitas dan kualitas yang mampu menjamin pelaksanaan tugas, pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel dengan tidak mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang personel. Kolonel Caj Budi Prasetyono menulisnya dalam “Transformasi Pembinaan Personel Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Prajurit”. Tulisan lain yang tak kalah menariknya adalah “Signifikansi Peran Pemimpin Transformasional dalam Proses Transformasi TNI AD” oleh Letkol Arh Hamim Tohari, MA. Sebagai penutup Mayor Kav M. Iftitah Sulaiman S menulis tentang “TNI AD Menuju Tentara Kelas Dunia, Mungkinkah? Akhirnya, segenap redaksi Jurnal Yudhagama menyampaikan terima kasih atas sumbangan tulisan baik berupa ide/gagasan maupun konsepsi yang sangat bermanfaat bagi kemajuan TNI Angkatan Darat. Redaksi berharap kiranya apa yang disajikan pada edisi kali ini senantiasa dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca sekalian.

Jurnal Yudhagama sebagai media komunikasi internal TNI Angkatan Darat, mengemban misi: a. Menyebarluaskan kebijakan Pimpinan TNI Angkatan Darat kepada seluruh prajurit di jajaran TNI Angkatan Darat. b. Memberikan wadah untuk pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam pembinaan TNI Angkatan Darat dan fungsi teknis pembinaan satuan sesuai tugas pokok TNI Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara matra darat. c. Menyediakan sarana komunikasi untuk penjabaran Kemanunggalan TNI-Rakyat.

Tulisan yang dimuat dalam Jurnal Yudhagama ini merupakan pandangan pribadi penulisnya dan bukan pandangan resmi TNI Angkatan Darat, namun redaksi berhak merubah tulisan (rewrite) tanpa mengubah inti tulisan untuk disesuaikan dengan misi yang diemban Jurnal Yudhagama dan kebijakan Pimpinan TNI Angkatan Darat. Redaksi menerima karangan dari dalam maupun dari luar lingkungan TNI Angkatan Darat, dengan syarat merupakan karangan asli dari penulis. Topik dan judul tulisan diserahkan kepada penulisnya, dengan ketentuan panjang tulisan berkisar sepuluh halaman kertas folio, dengan jarak satu setengah spasi.

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

5

Jurnal Yudhagama

TRANSFORMASI PERAN aNGKATAN DARAT DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN

Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc. (Karo TUUD Kemhan RI)

Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari juridiksi profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang.

B

PENDAHULUAN. erangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu transformasi institusi. Demikian juga dengan transformasi Angkatan Darat. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat harus berubah menjadi modern karena fungsi outward-looking menuntut kapasitas ini. Disamping itu, untuk mendukung perwujudan profesionalisme prajurit Angkatan Darat, sebagai konsekuensi logis alat pertahanan negara di darat, Angkatan Darat dituntut untuk selalu siap menghadapi tantangan tugas yang akan datang. Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari juridiksi profesional militer tradisionalnya. Fenomena ini

6

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Konsekuensinya, penataan terhadap sistem pendidikan, latihan, materiil, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, teritorial, kepemimpinan, personel, pengelolaan anggaran, persenjataan dan bahkan kebijakan Angkatan Darat perlu dilakukan oleh generasi mendatang. Penataan merupakan salah satu hal mendasar yang harus dilakukan dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman. Penataan yang terarah dan berkesinambungan merupakan upaya kolektif  dalam penyiapan dini perwujudan kekuatan Angkatan Darat yang handal agar selalu siap dalam merespon dan menyikapi berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan cepat berubah. Untuk itu TNI Angkatan Darat harus mampu melaksanakan transformasi perannya dalam menghadapi berbagai perubahan. LATAR BELAKANG. Saat ini sifat ancaman tidak lagi didominasi oleh ancaman militer tetapi juga oleh ancaman nonmiliter atau ancaman nontradisional. Dilihat dari sumber ancaman, semakin besar keterkaitan antara eksternal dan internal. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi ke dimensi lain, termasuk dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional, demikian juga perkembangan eskalasi keadaan dari tertib hingga darurat, dan sebaliknya tidak mudah untuk diprediksi. Mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi, semua komponen pertahanan negara dan unsurunsur diluar bidang pertahanan dituntut untuk saling mendukung dan bersinergi satu dengan yang lain, dengan senantiasa mengindahkan tataran dan lingkup kewenangan yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diantara ancaman aktual yang menuntut sinergitas yang tinggi dalam penanganannya dan harus mendapat perhatian yang serius pada saat ini dan kedepan, adalah ancaman terhadap konflik di wilayah perbatasan dan keamanan

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

pulau-pulau kecil terluar, ancaman separatisme, terorisme, bencana alam, konflik horizontal, radikalisme, kelangkaan energi dan berbagai kegiatan ilegal baik di darat maupun di laut yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Kesiapan pertahanan negara dalam menghadapi ancaman potensial seperti pencemaran lingkungan, pandemik, cyber crime, pemanasan global, krisis finansial, agresi militer, serta berbagai kemungkinan ancaman yang muncul di sepanjang alur laut kepulauan Indonesia tetap menjadi perhatian pembangunan pertahanan negara dalam jangka pendek, sedang maupun panjang. Ancaman aktual ataupun ancaman potensial yang sifatnya militer akan berpengaruh langsung terhadap pertahanan negara, sedangkan ancaman yang bersifat nonmiliter secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pertahanan negara. Mengingat kebijakan keamanan nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan lingkungan operasional, maka Angkatan Darat pun perlu meningkatkan kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula. Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, tentang Tentara Nasional Indonesia, menegaskan tugas pokok TNI dalam operasi militer untuk perang adalah menghadapi agresi musuh dari luar negeri. Sedangkan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang antara lain : (1) mengatasi gerakan separatis bersenjata, (2) mengatasi pemberontakan bersenjata, (3) mengatasi aksi terorisme, (4) mengamankan wilayah perbatasan, (5) mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis, (6) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, (7) mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, (8) memberdayakan wilayah pertahanan

dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta, (9) membantu tugas pemerintah di daerah, (10) membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur undang-undang. (11) membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, (12) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, (13) membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue), serta (14) membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan. Dengan demikian Angkatan Darat perlu mengantisipasi meluasnya tugas-tugas tersebut serta perlu membuka diri terhadap kemungkinan bertambahnya tugas-tugas yang saat ini belum tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004, dan tugas lain yang berada diluar jurisdiksi profesionalisme militer tradisional. MENGAPA ANGKATAN DARAT PERLU MELAKUKAN TRANSFORMASI. Sekalipun masa depan akan membawa serta perubahan pada dimensi ancaman dan karakteristik lingkungan operasional, beberapa kecenderungan dalam konflik akan bersifat konstan. Fenomena ini menunjukkan bahwa konflik cenderung membawa serta dinamika dan interaksi yang kemudian memberikannya “ruang” untuk terus berlanjut dan bahkan bergulir lebih jauh dari tujuan awal para pihak yang berhadapan. Asumsi tersebut membuahkan konsekuensi tersendiri bagi Angkatan Darat. Kemampuan Angkatan Darat perlu dibangun berdasarkan pertimbangan kebutuhan satuan sendiri, lawan, penduduk, dan variable lain. Selain itu, Angkatan Darat berpotensi dihadapkan pada operasi yang relatif berkelanjutan, sehingga dituntut memiliki “adaptabilitas operasional”. Proses ini dihadapkan dengan ketiga parameter strategi pertahanan nasional, yaitu menjawab shape, respond dan prepare for tomorrow. Pertanyaan pertama dan kedua mungkin mudah, akan tetapi menjawab pertanyaan ketiga inilah yang memerlukan dukungan dan fokus kepada transformasi rencana pertahanan nasional. Beberapa negara Asia (Thailand, Korea Selatan, Filipina), Amerika latin dan Afrika menganggap transformasi yang dilakukan TNI akan sama halnya dengan apa yang telah mereka lakukan yaitu suatu upaya yang lebih profesional dengan cara memanfaatkan akuisisi teknologi sebagai langkah awal transformasi. Langkah awal ini tentunya akan diikuti dengan modernisasi perangkat lunaknya seperti Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

7

Jurnal Yudhagama doktrin, taktik, organisasi dan infrastrukturnya. Upayaupaya ini diliput dalam kegiatan yang mereka kenal dengan definisi revolusi urusan militer atau RMA (Revolution in Military Affairs), inilah mungkin yang perlu dicermati dan diharapkan. Mencermati fenomena tersebut tentu saja keberadaan Angkatan Darat tidak serta merta mengikuti berbagai pengembangan model RMA yang dilakukan di belahan lain dunia. TNI Angkatan Darat lebih mengedepankan pada perwujudan SDM berkualitas, seperti yang saat ini sedang berjalan yaitu proses kaji ulang pembinaan personel dan perlunya proses kaji ulang kesinambungan pola pembinaan pendidikan dengan pola pembinaan latihan  yang mensinergikan kecabangan-kecabangan yang ada di Angkatan Darat. Kekuatan utama Angkatan Darat terletak pada profesionalitas, soliditas dan kualitas prajurit Angkatan Darat serta kedekatannya dengan rakyat, sehingga peran sumber daya manusia dalam pembinaan Angkatan Darat bersifat mutlak, karena bagaimanapun keberhasilan atau kegagalan pembinaan kekuatan dan kemampuan Angkatan Darat diantaranya sangat ditentukan oleh kualitas personelnya. Konsep transformasi bagi Angkatan Darat bukanlah suatu yang baru. Konsep tersebut populer dikarenakan negara-negara besar beranggapan tuntutan revolusi urusan militer dan dukungan terhadap revolusi urusan bisnis (termasuk revolusi urusan industri pertahanan), akan berhasil mencapai sasaran bila mampu mentransformasikan rencana pertahanan dan proses alokasi sumber daya pertahanan nasional secara tepat, cepat, efektif dan efisien. DESAIN TRANSFORMASI ANGKATAN DARAT. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan

8

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Pada aspek realitas, hakekat ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak pernah tunggal melainkan jamak dan bersifat multidimensional serta sulit diprediksi, sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang tinggi. Respon berbagai negara di dunia menyikapi perubahan karateristik bentuk ancaman di abad ke-21, adalah dengan mengembangkan RMA (Revolution in Military Affairs) dalam rangka penyesuaian terhadap perubahan pola peperangan modern (modern warfare) yang sekaligus merubah karakteristik perang dimasa kini dan mendatang. Walaupun perang bukan pilihan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antar negara, namun pembangunan kekuatan militer di dunia tetap menonjol mengingat kekuatan militer merupakan bagian dari alat diplomasi. Format modern dalam pembahasan ini lebih pada pengembangan strategi, taktik dan teknik bertempur kedepan serta meninggalkan kebiasaan lama dan tidak lagi membenarkan kebiasaan yang berorientasi pada pola peperangan lama yang sudah ditinggalkan oleh negara-negara maju di dunia. Mindset kedepan adalah membiasakan penggunaan strategi, taktik dan teknik yang benar dan sesuai dengan fenomena kekinian dan sensitifitas lainnya  yang perlu ditinggalkan seperti adanya pemikiran yang masih bersifat linier dan regular. Pemikiran kedepan harus tidak terbelenggu dengan pola peperangan masa lalu dan tidak ragu untuk melakukan perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terus berkembang. SASARAN TRANSFORMASI. Pada masa lalu, hubungan elit sipil-militer di negeri ini diselesaikan dengan menegasikan dikotomi sipil-militer. Apakah dengan menegasikan isu ini, akan menyelesaikan masalah? Dua kubu yang berbeda peran, strategi dan perilakunya tersebut hampir dipastikan akan tetap menjadi isu utama bila tidak ada upaya untuk saling bersinergi satu dengan lainnya. Masalah berikutnya yang juga cukup krusial adalah trauma yang dialami publik tentang masa lalu TNI. Untuk itu perlu adanya upaya yang dapat menjadi solusi bagi isu-isu tersebut di atas yang salah satunya harus dilakukan melalui transformasi peran di lingkungan TNI khususnya TNI AD. Disamping itu, sasaran berikutnya adalah agar terwujud sinergitas, adaptabilitas dan interoperabilitas dari TNI Angkatan Darat dalam melaksanakan misinya baik dalam rangka operasi militer untuk perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP) bersama-sama dengan unsur-unsur TNI dan militer

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD lainnya, masyarakat sipil (politisi, ekonom, sosiawan, budayawan), tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, Polri, unsur pemerintah pusat dan daerah serta komponen-komponen bangsa lainnya termasuk juga dengan negara-negara sahabat. KONSEP TRANSFORMASI. Konsep transformasi, pada dasarnya tidak cukup dengan sekedar menata ulang administrasi dan menata koordinasi, tetapi lebih kepada konsep kuncinya, yaitu menata organisasi yang berorientasi serta fokus kepada “perubahan operasional”. Begitu luar biasanya proses transformasi jika dikembangkan dengan mencermati dan memerhatikan komponen-komponennya, terutama komponen “input dan output”. Ada tiga komponen “input”, yaitu komponen  transformasi teknologi dan persenjataan, komponen  transformasi struktur kekuatan, dan komponen transformasi  operasi penggunaan kekuatan. Komponen transformasi teknologi dan persenjataan dapat dibagi-bagi dalam sistem informasi dan pemetaan posisi geografi, teknologi dan subkomponennya, platform baru alat utama persenjataan (Alutsista) dan “munisi pintar” (smart ammunitions). Komponen transformasi  struktur kekuatan dapat dibagi dalam susunan kekuatan tempur dan organisasinya, dukungan logistik dan mobilitasnya, struktur  komando dan C4ISR, sistem pangkalan dan kehadiran kekuatannya di tempat yang jauh dari dukungan pangkalannya. Komponen transformasi operasi penggunaan kekuatan terbagi dalam jejaring antar kekuatan, doktrin operasi gabungan, doktrin Angkatan masing-masing, rencana kampanye dan wilayah atau mandalanya. Sebagai “output”nya ada beberapa bagian seperti perbaikan distribusi penembakan, kapasitas manuvernya, mempertahankan hidup termasuk logistiknya, kapasitas untuk lebih baik dalam melaksanakan misi dan operasinya serta kapasitas untuk mendukung spektrum operasi yang lebih luas baik yang bersifat strategis maupun kontinjensi. Kapasitas TNI untuk segera beradaptasi dengan perubahan strategis dan misinya, melalui doktrin operasi gabungan dalam konsep operasi baru guna membangun dan menggunakan kekuatan transformasi yang berasumsi dalam jangka panjang, akan menghadapi ancaman baik simetrik maupun asimetrik dengan derajat peluang “cukup besar”. Untuk itu diperlukan konsep operasi yang dapat menjawab tantangan tersebut yaitu, Pertama, konsep operasi untuk membangun kekuatan transformasi antara lain, Satuan Kekuatan Gabungan untuk melaksanakan aksi balas segera pada awal-awal pertempuran, jaminan sistem informasi dan jejaring kerjanya, penyesuaian ulang

kehadirannya  di  tempat yang jauh (far ground-sea presence) dan mobilitas yang lebih baik bila sewaktuwaktu terjadi pergeseran kekuatan baik yang sudah diproyeksikan maupun belum. Kedua, konsep operasi untuk penggunaan kekuatan transformasi antara lain operasi atau peperangan anti-litoral dalam rangka proyeksi kekuatan ke darat, berikutnya sasaran stand-off dan masuk dengan paksaan dalam rangka anti akses atau menolak ancaman, jaminan pukulan taktis jauh kedalam dari suatu sasaran dalam rangka penggunaan kekuatan secara efektif dengan kekuatan udara gabungan, operasi tempur yang mematikan dan manuver jauh kedalam bagi aset kekuatan daratnya. Operasi yang sangat terencana dan jaminan kelangsungan operasi tersebut hendaknya mampu berlangsung dalam jangka panjang. Selanjutnya membangun kurikulum operasi gabungan, dimulai dari operasi gabungan urusan sipil (joint civil affairs operation), operasi gabungan sipil-militer (joint civil-military operation) dan operasi gabungan militer  (joint   military   operation),  yang   dapat   diikuti   elit   sipil   di  semua tingkatan termasuk salah satunya dibidang pendidikan (antara lain memberikan kesempatan kepada generasi muda kandidat elit politik, eksekutif maupun yudikatif untuk dapat mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan tertinggi Angkatan, TNI maupun Nasional). Kalau di negara lain kebijakan pendidikan seperti ini sangat efektif, kenapa tidak dicoba di negeri ini? Sekurangkurangnya membangun format “knowledge-based” antara elit sipil dan militer tentang kepentingan nasional, strategi nasional, strategi keamanan nasional, substrategi DIME (Diplomasi, Informasional, Militer dan Ekonomi nasional), serta turunannya seperti kebijakan nasional dan program-program nasionalnya. Pembinaan dan pendidikan latihan “gabungan” dengan pihak/organisasi sipil dan pembinaan “think-tank” yang profesional dimaksudkan agar generasi muda sipil yang akan datang lebih mengerti fenomena yang terjadi dalam tubuh TNI, demikian juga sebaliknya. Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

9

Jurnal Yudhagama

Konsep OBE (Operasi Berbasiskan Efek) yang melibatkan badan di luar TNI, termasuk NGO/LSM. Konsep ini lebih banyak pada konsep operasi militer atau perencanaan pembangunan kekuatan TNI dengan memperbanyak membangun “think-tank” resmi yang didalamnya terdiri dari pakar-pakar sipil, militer aktif dan purnawirawan TNI untuk membangun proses transformasi TNI kedepan. Pembinaan “think-tank” akan lebih memberikan pandangan akademik dan ilmiah, konstruktif terhadap semua perangkat lunak organisasi, doktrin, sistem informasi dan lain-lainnya. Konsep seperti ini akan mendemonstrasikan gabungan antara kearifan intelektual, profesional, kepemimpinan dan pengalaman komandan di lapangan guna membangun suatu infrastruktur berikut perangkatnya menjadi lebih kokoh. Konsep yang ditawarkan di atas tadi, diharapkan dapat mengurangi bahkan mengeliminir sisa-sisa trauma publik yang ada. TRANSFORMASI PERAN INSTITUSI ANGKATAN DARAT DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN. Transformasi peran institusi Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan perlu didukung oleh berbagai pihak. Transformasi ini membutuhkan waktu dan komitmen bersama secara nasional untuk peran yang seharusnya dijalankan. Hubungan antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat menentukan bagi keberlangsungan transformasi peran institusi TNI khususnya Angkatan Darat kearah pencapaian tujuan sesuai dengan yang dikehendaki bersama. Angkatan Darat sebagai subsistem dalam sistem nasional Indonesia akan sangat terikat dengan pembagian tugas, struktur hirarkhis, aturan-aturan tingkah laku yang formal dan sasaran-sasaran masyarakat atau pola-pola hubungan antara struktur sosial dengan sistem-sistem normatif yang berkaitan dengan struktur sosial, dimana semua itu merupakan konsekuensi bagi perwujudan negara demokratis. 10

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

Bahwa ada purnawirawan TNI yang kembali aktif kekancah politik, mestinya itu dianggap sah-sah saja, serta merupakan sesuatu yang alami dalam pertumbuhan demokrasi. Berlebihan barangkali jika mencurigai TNI menciptakan strategi untuk kembali kefungsi gandanya. Akan lebih penting bagi TNI untuk lebih memfokuskan diri bagaimana membangun dan menggunakan kekuatannya terhadap ancaman yang lebih rasional, yaitu ancaman asimetrik serta mempertajam operasi gabungan selain perang maupun operasi gabungan sipil-militer. Hal itu berbasiskan pada rancang bangun strategi pertahanan nasional sebagai arahan untuk membangun (Strategic’s Guidance Planning) dengan substrategi militer nasional tentang kearah mana TNI akan dimodernisasi agar siap sewaktu-waktu jika digunakan. Rancang bangun strategis yang tercipta tersebut setidak-tidaknya akan mampu mengarahkan transformasi TNI termasuk TNI Angkatan Darat. Transformasi peran institusi Angkatan Darat masih memerlukan berbagai evaluasi sampai dengan diperoleh format baru sesuai perubahan yang dikehendaki. Kemampuan institusi Angkatan Darat dalam memodifikasi pola hubungan baik dengan elit politik sipil maupun masyarakat secara umum menunjukkan adanya proses adaptasi institusi sesuai dengan perubahan peran yang dikehendaki. Namun demikian, sebagai suatu proses yang masih terus berlangsung, perlu mendapatkan dukungan khususnya adanya regulasi yang mampu mengatur secara jelas dan tegas tentang peran institusi TNI. Pada akhirnya, sinergi positif antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat mendukung bagi tercapainya tujuan dalam mewujudkan visi TNI sebagai tentara profesional dan modern, memiliki kemampuan yang tangguh untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjaga keselamatan bangsa dan negara serta kelangsungan pembangunan nasional. KESIMPULAN. Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Pada kenyataannya, hakekat ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak lagi bersifat

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD tunggal melainkan jamak dan multidimensional serta sulit diprediksi, sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang tinggi. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi kedimensi lain, termasuk dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional, demikian juga perkembangan eskalasi keadaan dari tertib hingga darurat dan sebaliknya serta tidak mudah untuk diprediksi. Penataan yang terarah dan berkesinambungan merupakan upaya kolektif  dalam penyiapan dini kekuatan Angkatan Darat yang handal untuk selalu siap dalam merespon dan menyikapi

berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan cepat berubah. Mengingat kebijakan keamanan nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan lingkungan operasional, Angkatan Darat pun perlu meningkatkan kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula. Untuk itu TNI dalam hal ini Angkatan Darat harus mampu melaksanakan transformasi perannya dalam menghadapi perubahanperubahan tersebut agar dapat mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas pokoknya.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Data Pokok. Nama Pangkat Tempat/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan

: : : : : : :

Bambang Hartawan, MSc Brigjen TNI Jakarta, 20 Mei 1961 Islam Kawin AKABRI/1985 Karo TUUD Kemhan RI

: : : : : :

1985 1985 1990 1996 2000 2011

II. Pendidikan. A. Dikbangum. 1. AKABRI 2. Sussarcab Kav 3. Suslapa I 4. Diklapa II 6. Seskoad 7. Lemhannas AS

B. Dikbangspes. 1. KIBI I : 1987 2. Suspa Intel Ter : 1991 3. KIBI II : 1992 4. Sus Human Resources Management : 1993 5. TOEFL : 1994 6. Sussar Para : 1998 7. Susdandim : 2004 8. Suspa Intelstrat : 2005 9. Sus Athan : 2006

III. Riwayat Jabatan. 1. Pama Denkavser -1/ Paspampres Dam Jaya 2. Danton Denkavser Paspampres 3. Danton Den-11 Dronkavser-1 Paspampres 4. Danton Den-12 Dronkavser Paspampres 5. Danden-12 Dronkavser Paspampres 6. Kasi Intelpam Dronkavser Paspampres 7. Danden-11 Dronkavser Paspampres 8. Kasi Pengmilum Pusdikkav Pussenkav 9. Kasipam Pusdikkav Pussenkav 10. Pabandya D-52 Dit D BAIS TNI 11. Irdaum Itdam Jaya 12. Dandim-0504 /Jaksel Kodam Jaya 13. Pabandya B-23 Dit B BAIS TNI 14. Atase Pertahanan RI di Bangkok, Thailand 15. Pamen Mabes TNI 16. Pamen Denma Mabesad (Dik Lemhannas di AS) 17. Pamen Ahli Pusintelad Bidang Lidpam 18. Sekretaris Dispenad 18. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan RI 19. Kepala Biro TUUD Kemhan RI

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

11

Jurnal Yudhagama

TRANSFORMASI TNI AD DIBIDANG LATIHAN

Oleh : Brigjen TNI Irwansyah, M.Sc. (Waaspam Kasad) Transformasi latihan justru sangat dinamis disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, utamanya dalam teknologi dan persenjataan. Integrasi kemampuan antar kesenjataan dan interoperabilitas antar matra ditunjang dengan komando dan pengendalian yang solid akan dapat bertindak sebagai pengganda kekuatan (force multiplier).

K

PENDAHULUAN. eberadaan suatu angkatan bersenjata tidak akan terlepas dari struktur formal negara. Terkait dengan hal tersebut Thomas Hobbes, salah satu ahli teori kenegaraan ternama, menyatakan bahwa tujuan pendirian negara utamanya adalah untuk memberikan rasa aman; dalam pelaksanaannya negara lalu membentuk angkatan bersenjata untuk menjaga keamanan dan kedaulatannya.1 Globalisasi dan batas negara yang semakin sumir saat ini menyebabkan semakin kompleks juga bentuk ancaman terhadap keamanan suatu negara. Secara umum terjadi pergeseran persepsi ancaman terhadap

12

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

keamanan suatu negara yang tidak melulu berasal dari ancaman yang bersifat militer. Akan tetapi, dimensi ancaman yang kompleks tidak lantas menghilangkan hakekat proyeksi pembangunan kekuatan militer karena sejarah secara dominan telah membuktikan bahwa dalam menghadapi ancaman militer jalan terbaik adalah apabila dihadapi secara militer, sebaliknya dalam menghadapi ancaman yang bersifat nirmiliter metode yang terbaik adalah menempuh solusi yang juga sifatnya nirmiliter.2 Akan tetapi pandangan ini juga tidak berdiri secara eksklusif. Dalam prakteknya militer sering dilibatkan dalam penanganan masalah-masalah yang bersifat nirmiliter. Hal ini terkait dengan keunggulan militer yang memiliki struktur komando dan pengendalian dengan hirarki yang tegas serta dukungan sumber daya yang dapat dimobilisasi dengan cepat. Saat ini militer sangat sering dilibatkan untuk menangani ancaman yang berasal dari gangguan nirmiliter seperti penanganan bencana alam, menangani ancaman keamanan dan ketertiban dalam negeri maupun kejahatan transnasional. Dalam rangka menyampaikan ide tulisan ini, maka pendekatan terhadap fungsi angkatan bersenjata, khususnya Angkatan Darat, dilihat secara dominan dari kacamata proyeksi penggunaan kekuatan dalam rangka menghadapi ancaman bersenjata terhadap kedaulatan dan integritas wilayah negara dari agresi, aneksasi wilayah maupun separatisme dan pemberontakan. Lalu secara khusus tulisan ini akan berdiskusi tentang upaya transformasi bidang latihan dalam lingkungan Angkatan Darat sebagai bagian integral dari transformasi TNI AD menuju menjadi kekuatan yang memiliki orientasi “outward looking” yaitu TNI AD yang diawaki oleh personel yang profesional dengan didukung Alutsista yang modern, sehingga memiliki efek tangkal yang tinggi dalam menghadapi ancaman terhadap keamanan dan kelangsungan hidup negara. PERANG : SIFAT DAN KARAKTER. Berbicara tentang tugas utama militer tidak akan bisa lepas dari pembinaan kekuatan dan kemampuan untuk dapat memenangkan suatu perang. Konsep “Si vis pacem para bellum” atau “Bila ingin damai,

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

bersiaplah untuk perang” merupakan konsep pikir yang sudah diperkenalkan sejak jaman Plato. Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa pemikiran ini banyak mendasari keputusan para panglima dan pimpinan negara untuk berperang dengan negara lain. Konsep ini jugalah yang hingga sekarang mendasari para pemikir militer untuk senantiasa berkontemplasi dalam membangun kekuatan dan meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan perang dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Pemikiran yang sama juga tidak dipungkiri telah menginspirasi perkembangan generasi perang mulai dari generasi pertama (1st generation warfare) hingga perang generasi keempat (4th generation warfare).3 Dalam upaya untuk memperoleh pengertian tentang perang ini selanjutnya kita juga perlu memahami tentang sifat perang (the nature of war) dan karakter perang (the character of war). Penganut teori Clausewitz (Clausewitzian) mengambil kesimpulan bahwa perang, apapun itu bentuknya (agresi, aneksasi, perang saudara ataupun intervensi militer), memiliki sifat (nature) yang konstan, universal dan mengandung nilai yang tetap sepanjang masa yaitu melibatkan penggunaan kekerasan, memiliki kesempatan menang atau kalah serta penuh dengan unsur ketidakpastian dalam medan peperangan. Dalam teori yang sama Clausewitz juga menyatakan bahwa prasyarat suatu pihak dapat diindikasikan kalah dalam suatu perang adalah meliputi kehancuran angkatan bersenjata, Ibu kota dikuasai musuh, dan sekutu yang ingin membantu dipukul mundur oleh lawan.4 Pernyataan ini semakin memperkuat pemahaman bahwa dalam pelaksanaan suatu perang akan terjadi kekejaman, kehancuran dan pemaksaan kehendak dari pihak yang menang terhadap pihak yang kalah. Terkait dengan karakter perang, keberadaannya sangat tergantung dari banyak faktor sesuai dengan perkembangan yang terjadi di dunia. Teori Clausewitz

dan pengamat militer kontemporer Collin Gray menjelaskan bahwa karakter perang memiliki sifat yang tidak tetap, berkembang sesuai keadaan dan beradaptasi sesuai jamannya. Hal inilah yang telah ditangkap dalam penggolongan generasi perang yang dikenal luas saat ini. Penggolongan ini pada dasarnya merupakan upaya untuk memeroleh pengertian tentang karakter perang yang harus dihadapi guna memperoleh solusi yang terbaik untuk memenangkannya. Karakter perang akan sangat terpengaruh oleh perkembangan keadaan sosial politik dan pengalaman dari sejarah.5 Dalam hal ini maka perkembangan teknologi, transportasi dan komunikasi akan sangat berpengaruh dalam membentuk karakter perang yang mungkin terjadi saat ini dan dimasa yang akan datang. TRANSFORMASI MILITER. Menilik dari sudut pandang etimologi maka istilah transformasi yang kita sadur dari kata transform memiliki arti sebagai “suatu perubahan yang terlihat dengan jelas dalam bentuk tampilan ataupun ukuran”.6 Transformasi dalam tubuh militer selanjutnya dapat dijabarkan sebagai penerapan konsep doktrin, organisasi serta teknologi baru dalam suatu angkatan bersenjata. Konsep transformasi di lingkungan militer telah dikenal sejak lama, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa diseminasi transformasi militer yang saat ini terjadi secara global banyak terinspirasi dari proses transformasi yang sudah dilaksanakan secara sistematis oleh militer Amerika Serikat. Dalam masa kepemimpinannya sebagai US Army Chieff of Staff, Jenderal Peter Schoomaker pada tahun 2006 menyatakan bahwa proses transformasi dalam tubuh angkatan darat Amerika Serikat adalah penting guna mempertahankan kondisi angkatan darat yang diawaki oleh personel dengan jumlah yang cukup, didukung alutsista yang modern dan dilatih dengan baik. Proses transformasi yang berorientasi pada pelaksanaan tugas yang akan dihadapi ini juga dengan jelas pada pernyataan beliau saat dengar pendapat dengan parlemen Amerika Serikat seperti kutipan dibawah ini : “The Army is steadfast in its determination to transform the total force from a Cold War structured organization into one best prepared to operate across the full spectrum of conflict. This effort includes modernization, modular conversion, rebalancing our forces across the active and reserve components, and a force generation model that provides for continuous operations.” 7 Dari pernyataan yang digaris bawahi dapat diambil kesimpulan bahwa proses transformasi di lingkungan angkatan darat Amerika Serikat sangat dipengaruhi Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

13

Jurnal Yudhagama oleh kemungkinan penugasan yang dihadapi, terutama setelah adanya pergeseran dari masa perang dingin yang terkonsentrasi pada pengembangan kekuatan perang total (konvensional?) menjadi kekuatan yang lebih siap menghadapi konflik multi spektrum yang menuntut kemampuan operasional yang adaptif sesuai dengan perkembangan situasi dan lingkungan pertempuran.

Satu hal menarik yang dapat kita lihat bahwa US Army juga mempertimbangkan kondisi proses bisnis yang sangat memengaruhi proses transformasi. Hal ini dapat dimengerti dengan pemahaman konsep pengembangan pertahanan “reality based”. Pengembangan pertahanan tak akan pernah terlepas dari proses ekonomi akuisisi kemampuan pertahanan dan akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi suatu negara.

Visualisasi Konsep Transformasi US Army 8 Visualisasi Konsep transformasi US Army juga dengan jelas memperlihatkan kompleksnya implikasi dan proses transformasi. Secara umum proses transformasi dilaksanakan sebagai upaya untuk tetap dapat menyediakan kekuatan angkatan bersenjata yang relevan dan selalu siap dalam menghadapi kemungkinan ancaman yang beragam pada abad ke-21 yang semakin kompleks dan penuh dengan ketidakpastian. Angkatan Darat sebagai bagian dari militer Amerika Serikat secara umum merupakan salah satu pelaksana strategi militer Amerika Serikat sehingga harus mengembangkan kemampuan interoperabilitas yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas matra gabungan. 14

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

TRANSFORMASI TNI AD. Berbicara tentang konsep transformasi TNI AD tidak akan terlepas dari konsep transformasi TNI secara umum. Hal utama yang menjadi dasar pemikiran tentang transformasi di lingkungan TNI dan TNI AD pasca reformasi internal adalah kebijakan negara untuk mengubah orientasi pengembangan pertahanan yang semula berorientasi menyelesaikan masalah keamanan dalam negeri (inward looking) menjadi pembangunan pertahanan yang juga mempertimbangkan faktor ancaman dari luar (outward looking) guna memberikan efek deteren yang kuat. Hal ini hanya dapat dicapai apabila kondisi Alutsista TNI AD sudah sesuai dengan

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD perkembangan teknologi modern. Selain itu, tugas-tugas pertahanan dalam negeri, yakni dalam kerangka mengatasi konflik yang berdimensi keutuhan wilayah NKRI, menjaga perbatasan dan pulaupulau terluar Indonesia serta membantu pemerintah dalam penanganan dampak bencana alam di sejumlah daerah semakin menyadarkan betapa pentingnya kesiap-siagaan pertahanan, baik personel maupun Alutsista. Dengan dasar pemikiran tersebut dapat dijabarkan bahwa transformasi TNI AD harus diarahkan untuk dapat meningkatkan kemampuan TNI AD melaksanakan tugastugas yang saling berkaitan baik itu dalam kerangka OMP maupun OMSP. Terkait dengan perkembangan terkini dimana interaksi antar negara merupakan salah satu faktor yang krusial maka tugas-tugas yang terkait dengan interaksi TNI AD dengan angkatan darat negara lain di dunia, diluar tugasnya untuk ikut aktif dalam perdamaian dunia dalam kerangka pasukan keamanan PBB, dapat juga diperhitungkan sebagai faktor dominan penentu keberhasilan transformsi di tubuh TNI AD. Interaksi dengan angkatan darat negara lain baik itu regional maupun internasional merupakan hal yang mutlak apabila TNI AD ingin mendapat pengakuan sebagai tentara kelas dunia (world class army). Urgensi lain yang membuat interaksi luar negeri ini cukup penting adalah proses transformasi TNI AD sendiri. Tidak perlu malu mengakui bahwa dalam hal modernisasi Alutsista kita masih tertinggal dari beberapa negara tetangga. Untuk itulah kita manfaatkan komunikasi yang baik dengan angkatan darat negara sahabat agar memeroleh manfaat berupa pertukaran pengalaman dan ilmu pengetahuan. Harus dimengerti bahwa proses integrasi suatu Alutsista dalam kemampuan TNI AD merupakan proses yang gradual. Pembelajaran dari negara lain dapat mencegah kesalahan ataupun memperbaiki kekurangan yang mungkin terjadi saat pengintegrasian Alutsista baru tersebut dalam operasional TNI AD. Sebagai contoh, negara seperti Singapura dan Australia sudah memiliki

TUGAS OMSP TUGAS OMP

KOMITMEN LUAR NEGERI

pengalaman tentang Main Battle Tank (MBT), sehingga banyak pelajaran yang dapat diambil TNI AD. Tidak hanya dalam bidang Alutsista, kita juga dapat belajar tentang proses pengembangan doktrin maupun pengalaman operasi negara-negara lain yang mungkin tidak akan pernah diperoleh oleh TNI AD. Salah satu contohnya adalah kita dapat belajar tentang perang menghadapi insurjensi di Iraq dan Afghanistan dari pengalaman Amerika Serikat maupun Australia, baik itu keberhasilan maupun kegagalannya. Sharing pengalaman seperti ini nantinya diharapkan akan dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pengembangan taktik dan doktrin tempur TNI AD. Lalu bagaimanakah pentahapan transformasi TNI AD yang dapat memberikan hasil yang optimal? Secara logis proses transformasi TNI AD harus selaras dengan kebijakan pertahanan pemerintah yang saat ini dilaksanakan dalam format Minimum Essential Force (MEF). Sesuai dengan pentahapan MEF, yang merupakan upaya untuk mengoptimalkan pengembangan pertahanan negara dihadapkan pada keterbatasan anggaran pertahanan negara, maka proses transformasi TNI AD seharusnya disesuaikan pula dengan pentahapan pencapaian sasaran MEF yang dijabarkan sebagai berikut: Pertama, konsep pengembangan force torisk-ratio tahun 2010-2014. Pada tahap ini sasaran Penyelenggaraan Pertahanan adalah terwujudnya kondisi aman dan damai di seluruh wilayah nusantara. Titik berat transformasi TNI AD dalam tahap ini diantaranya dapat dilakukan melalui reorganisasi Satpur dan Satbanpur yang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah keamanan di beberapa trouble spot di wilayah Indonesia. Mengingat karakter Indonesia yang rawan terhadap bencana, kemampuan yang mendukung tugas penanggulangan bencana juga mutlak dikembangkan. Inisiatif lain yang dapat dilakukan adalah peningkatan kemampuan mobilitas udara yang dapat meningkatkan kecepatan respon TNI AD. Kedua, konsep pengembangan force to-spaceratio tahun 2015-2019. Pada tahap ini sasaran yang dicapai adalah kemampuan Pertahanan Negara, termasuk keamanan dalam negeri yang makin menguat yang ditandai dengan terbangunnya profesionalisme lembaga Pertahanan Negara serta meningkatnya kesejahteraan prajurit serta ketersediaan Alutsista TNI melalui pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri. Pada Tahap II, sasaran pembangunan kekuatan TNI AD untuk melanjutkan pemantapan Satpur dan Banpur, baik dari segi pemenuhan TOP yang disesuaikan dengan perkembangan bidang militer (Revolution in Military Affairs) maupun interoperability dalam Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

15

Jurnal Yudhagama

kerangka Tri-Matra Terpadu. Disposisi kekuatan secara merata merupakan hal mendasar untuk menjamin coverage terhadap seluruh wilayah NKRI. Penguasaan wilayah tidak secara fisik juga menjadi pertimbangan dalam peningkatan kemampuan jangkauan tembakan senjata lintas lengkung untuk dapat mencapai batasbatas terluar wilayah NKRI untuk pertahanan dari ancaman luar. Ketiga, konsep pengembangan force to-force-ratio tahun 2020-2024. Pada tahap ini sasarannya adalah terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah NKRI dan kedaulatan negara baik dari ancaman luar dan dalam negeri, yang didukung oleh mantapnya kemampuan pertahanan dan keamanan negara yang ditandai oleh terwujudnya TNI yang profesional dengan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang kuat serta terwujudnya sinergi kinerja dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontraintelijen yang efektif, disertai kemampuan industri pertahanan yang andal. Pada tahap ini sasaran pembangunan kekuatan TNI AD untuk menuntaskan pemantapan Satpur dan Banpur yang ditandai dengan tuntasnya pemenuhan TOP yang disesuaikan dengan perkembangan bidang militer (Revolution in Military Affairs), serta semakin berfungsinya interoperability antar-angkatan. Keempat, tahap akhir yaitu pembangunan postur pertahanan yang sudah sejalan dengan perkembangan terkini dalam penerapan teknologi militer (Revolution in Military Affairs). Dalam tahap ini, yang diharapkan untuk dicapai pada tahun 2050, TNI AD sudah benarbenar berdiri sejajar dengan angkatan darat negara lain di dunia dengan menerapkan teknologi paling mutakhir hingga nano technology dalam kemampuan dan sistem tempurnya.9 TRANSFORMASI TNI AD BIDANG LATIHAN. Sesuai dengan tujuan akhir dari Minimum Essential Force diharapkan pada tahun 2024 telah 16

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

tercapai kekuatan minimum TNI AD yang memiliki daya tangkal untuk dapat memelihara keamanan Indonesia dari dalam dan luar negeri dengan dukungan Alutsista yang modern dan sesuai dengan perkembangan jaman. Terkait dengan hal tersebut maka sejak tahap I pembangunan MEF ini TNI AD harus sudah mulai mensinergikan proses transformasinya sejalan dengan tahapan kebijakan pembangunan pertahanan negara. Transformasi ini juga harus dilakukan sebagai satu kesatuan yang utuh dan saling bergantung satu dengan yang lain baik itu dibidang doktrin, organisasi, latihan, materiil/Alutsista, kepemimpinan dan personel; sejalan dengan industri pertahanan. Berbicara tentang latihan akan sangat dipengaruhi oleh salah satu premis yang menyatakan bahwa “latihkanlah apa yang akan dilakukan”. Suatu pernyataan logis yang selanjutnya harus dijabarkan dengan pemikiran yang mendalam. Sebagai hal yang sudah diketahui bersama, latihan dalam lingkungan TNI AD dilaksanakan untuk memberikan, memelihara maupun meningkatkan kemampuan prajurit maupun satuan TNI AD untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik dalam rangka mendukung tugas-tugas TNI AD. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa proyeksi utama penggunaan angkatan darat adalah dalam keadaan perang. Dari tinjauan sifat perang (nature of war) dan karakter perang (character of war) maka transformasi yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut: Pertama, tinjauan dari Sifat Perang (Nature of War). Sifat perang akan tetap sama sepanjang masa, yaitu melibatkan kekerasan, kejam, ada kemungkinan menang atau kalah serta penuh dengan ketidakpastian. Terkait dengan hal tersebut, maka latihan yang akan dilaksanakan tetap tidak boleh menyampingkan nilai-nilai keprajuritan yang paling mendasar, seperti semangat pantang menyerah, tahan menderita, berani, daya juang serta loyalitas yang tidak tergoyahkan kepada negara. Hal ini dilaksanakan dengan tetap mengimplementasikan latihan-latihan yang keras baik itu dari segi fisik dan mental untuk dapat membentuk prajurit TNI AD yang tangguh. Konsistensi dalam melaksanakan latihan yang menuntut ketahanan fisik dan mental ini penting mengingat pentingnya kualitas perorangan prajurit sebagai kombatan dalam kondisi wilayah pertempuran maupun konflik yang penuh dengan tantangan. Ini juga tidak berarti kita akan tetap bertahan sebagai tentara tradisional, karena penerapan kemajuan teknologi juga akan sangat penting sebagai pengganda kekuatan prajurit (force multiplier). Pentingnya mempertahankan kemampuan dasar prajurit bahkan sudah diakui oleh angkatan darat modern seperti US Army. Saat ini US Army sudah memperkenalkan sistem pertempuran

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD berbasis jaringan (network-centric battle system) yang dalam beberapa sisi sangat menguntungkan untuk dapat bertempur dengan kesenjataan dan matra gabungan. Sistem ini memberikan interoperabilitas dan kodal yang sangat baik, akan tetapi kajian terakhir menyebutkan bahwa sistem ini memiliki kerawanan terhadap terjadinya disorientasi dan kehilangan semangat tempur prajurit saat seluruh teknologi pendukungnya tidak berfungsi. Kedua, tinjauan dari Karakter Perang (Character of War). Dari tinjauan karakter perang, maka transformasi dibidang latihan dapat dilaksanakan sesuai dengan perkembangan teknologi terakhir yang penerapannya disesuaikan dengan proyeksi penugasan dan karakter unik wilayah pertahanan Indonesia. Konsep latihan di TNI AD saat ini sudah cukup komprehensif dalam menghadapi proyeksi kemungkinan penugasan di masa yang akan datang. Adanya konsep Batalyon Tim Pertempuran (BTP) dalam OLI dan Operasi Pertahanan secara umum telah dapat melatihkan tugas yang akan dilaksanakan oleh TNI AD dalam kerangka OMP dan OMSP. Secara umum transformasi latihan akan sangat bergantung kepada faktor-faktor lain terutama doktrin serta Alutsista yang dimiliki TNI AD. Salah satu hal yang urgen saat ini adalah adanya gelombang Alutsista baru yang akan memasuki lingkungan TNI AD. Kenyataan ini perlu ditindak lanjuti dengan latihan yang tidak hanya parsiil dalam melatih penggunaan Alutsista yang baru tersebut. Akan tetapi juga perlu melatihkan penggunaan Alutsista tersebut secara terintegrasi untuk meningkatkan daya gempur satuan TNI AD dalam pertempuran. Terkait dengan pembelian Alutsista baru baik itu helikopter tempur, tank tempur utama (Main Battle Tank/MBT), meriam Artileri medan dan meriam Pertahanan Udara, maka perubahan doktrin merupakan hal utama yang menjadi dasar terlaksananya tranformasi latihan di lingkungan TNI AD. Doktrin perang akan sangat menentukan taktik dan teknik yang harus dilatihkan kepada prajurit dan satuan TNI AD dalam rangka meningkatkan kemampuan tempur TNI AD secara terintegrasi dengan menggabungkan keunggulan personel yang profesional dan terlatih serta dilengkapi dengan dukungan alutsista yang modern. Adanya pemikiran untuk membentuk struktur organisasi dalam bentuk Brigade Gabungan Kesenjataan secara langsung juga akan sangat berpengaruh terhadap pembinaan latihan di lingkungan TNI AD. Perkembangan ini akan menuntut peningkatan dalam skala latihan dari latihan tingkat Batalyon Tim Pertempuran yang terdiri dari batalyon infanteri yang diperkuat oleh satuan bantuan tempur yang nonorganik menjadi latihan

tingkat brigade yang terdiri dari satuan tempur dan satuan bantuan tempur serta satuan pendukung yang keseluruhnya merupakan organik dari satu brigade. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang struktur Brigade Kesenjataan Gabungan akan berkembang menjadi pola penyusunan organisasi TNI AD di masa depan. Pertimbangan dari pembentukan satuan komposit ini adalah guna menjamin kesiapan operasional satuan dihadapkan pada penugasan dan pada saat yang bersamaan juga akan meningkatkan integritas satuan. Transformasi latihan ini secara umum lalu akan diaplikasikan kedalam komponen latihan untuk memberikan hasil yang optimal. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, Pelatih. Pelatih yang mengawasi jalannya latihan harus memiliki referensi yang terbaik dari dalam maupun luar negeri. Bukan untuk sekedar meniru akan tetapi untuk memperkaya khasanah pemberian materi dalam latihan. Kedua, Pelaku. Pelaku harus diberikan keleluasaan dalam mengambil keputusan terkait dengan Cara Bertindak yang dipilih saat latihan. Jangan ada lagi “jawaban sekolah” dalam setiap persoalan, karena tidak ada yang pasti di medan pertempuran. Ketiga, Metoda. Metode dalam latihan harus bisa memberikan realisme dan atmosfir dinamisnya medan pertempuran dengan kemungkinan besar untuk terjadi di daerah pemukiman. Penggunaan “Red Force” atau pasukan penimbul situasi harus seoptimal mungkin menambah dinamika dan menginspirasi pelaku latihan untuk bereaksi di lapangan sesuai dengan pedoman taktik yang dimiliki. Keempat, Rencana Latihan. Rencana latihan sudah harus mempertimbangkan faktor penduduk dalam skenario latihan, sehingga tidak ada skenario latihan yang benar-benar di daerah kosong tak berpenghuni. Kelima, Program Latihan. Program latihan harus dapat memberikan keleluasaan kepada unsur komandan untuk mengembangkan inisiatif dan menentukan cara bertindak sesuai dengan kondisi riil di medan latihan. Keenam, Doktrin. Doktrin yang lebih bersifat universal dan menginspirasi dari pada dogmatis merupakan salah satu hal penting untuk mendorong transformasi guna menghasilkan latihan yang realistis dan bisa memberikan hasil yang diinginkan. Ketujuh, Sarana Prasarana. Transformasi latihan tentu saja menuntut kualitas sarana dan prasarana latihan yang senantiasa siap mendukung pelaksanaan latihan dalam rangka meningkatkan profesionalisme prajurit. Kedelapan, Pendukung Latihan. Satuan pendukung selama latihan harus benar-benar dapat melaksanakan fungsinya sesuai perannya membantu pelaksanaan latihan seperti peran yang akan diemban di medan pertempuran. Kesembilan, Dukungan anggaran. Anggaran latihan harus benar-benar dapat menunjang Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

17

Jurnal Yudhagama pelaksanaan kegiatan latihan dengan cukup dan tidak kekurangan sesuai dengan kondisi di daerah masingmasing. Apabila perlu sistem dukungan anggaran yang ada sekarang dapat dirubah. Sistem anggaran yang ada saat ini menuntut perencanaan jauh di awal latihan namun dana baru turun setelah pertanggungjawaban keuangan selesai, sehingga tak jarang satuan penyelenggara latihan harus berhutang terlebih dahulu untuk dapat melaksanakan latihan. Sistem anggaran yang baru dapat berupa sistem pengajuan dana sesuai kebutuhan riil saat latihan dan dana turun sebelum kegiatan, sehingga dapat langsung digunakan. Kesepuluh, Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Latihan. Tidak bertujuan untuk hanya mencari-cari kesalahan akan tetapi lebih kepada menunjukkan kekurangan untuk dapat diperbaiki dimasa yang akan datang. Transformasi lain yang perlu dipertimbangkan adalah pemanfaatan latihan bersama dengan AD negara sahabat sebagai salah satu program untuk meningkatkan kemampuan operasional. Dengan adanya strategi MEF maka dalam beberapa hal Alutsista yang dimiliki TNI AD sudah dapat disetarakan dengan beberapa negara di kawasan ataupun negara adi daya seperti Amerika Serikat. Terkait dengan hal tersebut maka latihan bersama dengan angkatan darat negara lain dalam skala besar seharusnya sudah dapat dipertimbangkan menjadi agenda latihan TNI AD dalam rangka saling belajar dan berbagi pengalaman dengan angkatan darat negara sahabat. Sebagai ilustrasi Angkatan Darat Australia membuat siklus latihannya menjadi siklus 2 tahunan. Siklus latihan tahun pertama mencapai klimaks pada latihan puncak gabungan antar matra internal angkatan bersenjata Australia dengan kode “Exercise Hammel”. Pada tahun pertama ini seluruh latihan satuan diproyeksikan untuk melatihkan interoperabilitas latihan dalam lingkup matra darat, laut dan udara Australia. Siklus pada tahun berikutnya adalah siklus untuk latihan puncak “Talisman Sabre” yaitu latihan bersama dengan New Zealand dan Amerika Serikat. Pada tahun ini latihan diarahkan pada lingkup menciptakan interoperabilitas Trimatra Australia untuk dapat beroperasi dengan kekuatan darat, laut dan udara negara sekutunya. KESIMPULAN. Sesuai dengan hakekat perang yang merupakan upaya habis-habisan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam rangka memaksakan kehendak kepada lawan dan bilamana perlu terkadang harus menghancurkan lawan maka kekejaman adalah unsur yang sangat dominan dalam perang. Berkaitan dengan hal tersebut maka latihan terhadap prajurit harus dapat 18

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

memberikan efek yang dapat menumbuhkan semangat pantang menyerah dan tahan menderita dalam rangka mencapai tujuan nasional. Dengan alasan tersebut maka latihan-latihan yang bertujuan menumbuhkan dan meningkatkan daya juang tidak perlu dilaksanakan transformasi karena hal ini tidak akan berubah sepanjang masih adanya kemungkinan perang di dunia. Akan tetapi karakter perang akan berubah seiring dengan perkembangan jaman. Kemajuan teknologi dan persenjataan jelas merupakan faktor yang sangat dominan terhadap hal tersebut. Perang secara fisik akan tetap kejam akan tetapi tidak seperti masa silam dimana prajurit harus berhadap-hadapan langsung secara fisik dan bertarung mati-matian dengan taruhan nyawa untuk kemudian menyaksikan langsung bagaimana lawannya meregang maut. Perang saat ini walaupun kejam tidak harus dilakukan secara berhadapan langsung dengan musuh. Perkembangan teknologi militer saat ini telah memungkinkan untuk membunuh lawan yang jaraknya puluhan kilometer dan bahkan antar benua hanya dengan menekan sebuah tombol. Terkait dengan hal tersebut transformasi latihan justru sangat dinamis disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi utamanya dalam teknologi dan persenjataan. Integrasi kemampuan antar kesenjataan dan interoperabilitas antar matra ditunjang dengan komando dan pengendalian yang solid akan dapat bertindak sebagai pengganda kekuatan (force multiplier). Pengintegrasian kemampuan dan kesenjataan inilah yang nantinya akan menjadi pertimbangan utama dalam transformasi latihan sambil tetap menjunjung tinggi peningkatan kualitas personel agar dapat menjadi prajurit yang profesional. Globalisasi juga telah membuka kesempatan bagi kerja sama antar angkatan darat tanpa harus perlu membentuk aliansi militer. Adanya komunikasi dengan militer asing akan dapat menambah khasanah wawasan dan pengalaman prajurit TNI AD dalam meningkatkan profesionalisme. Utamanya dengan kondisi saat ini dimana TNI AD sedang mulai melaksanakan modernisasi Alutsistanya, maka interaksi dengan AD negara sahabat dalam bentuk latihan bersama dapat dijadikan sebagai salah satu referensi tambahan bukan hanya untuk belajar dari pengalaman (Lesson Learned) tetapi juga sebagai sarana implementasi kemampuan untuk dapat berkembang sebagai salah satu kekuatan angkatan darat yang diakui dunia (world class army). End Notes. 1. T Hobbes, Leviathan, 1660 in C.B. Macpherson, Leviathan, Penguin, Harmondsworth, 1968, Chapter XVII. 2. Wæver, O. (1995). “Securitization and

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD desecuritization.” Pp. 46-86 in R. Lipschutz (ed.) On security. NY: Columbia Univ. Press. 3. Lind, William S, The Four Generations of Modern War, http://www.lewrockwell.com/lind/lind26.html diakses 28 Oktober 2012. 4. Clausewitz, Carl von, trans. Colonel J.J. Graham, On War, London : N.Trhbner, 1873, pp.596. 5. Transform : a marked change in form, nature, or appearance, Oxford english dictionary. 6. Transform : a marked change in form, nature, or

appearance, Oxford english dictionary. 7. http://www.army.mil/-speeches/2006/12/14/989statement-by-general-peter-schoomaker-chief-ofstaff-united-states-army-before-the-commission-onnational-guard-and-reserves/index.html. 8. http://www.army.mol/aps/05/images/purposechart.jpg, diakses pada 26 Oktober 2012. 9. Postur Pertahanan Negara, Kementerian Pertahanan RI, 2008.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Data Pokok. Nama Pangkat/NRP Tmp/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan

: : : : : : :

Irwansyah, M.Sc Brigjen TNI Makassar/10-11-1962 Islam Kawin Akmil/1984 Waaspam Kasad

II. Riwayat Pendidikan Militer. A. Dikbangum. 1. Akmil 2. Sussarcab Inf 3. Diklapa II 4. Seskoad 5. Lemhannas USA

: : : : :

1984 1985 1995 2001 2011

B. Dikbangspes. 1. Sussar Para 2. Komando 3. Sus Bahasa Inggris 4. Suspa Intel 5. Suspa Sandi Yudha 6. Suslapa I Inf 7. Sus Dandim 8. Sus Intelstrat

: : : : : : : :

1986 1986 1988 1989 1990 1991 2003 2005

III. Riwayat Penugasan. A. Dalam negeri. 1. Ops. Seroja 2. Ops. Reksaka Dharma 3. Ops. Seroja 4. Ops. Seroja 5. Ops. Pam Konflik Ambon

: : : : :

1988 1990 1994 1999 2002

B. Luar negeri. 1. Australia 2. Kamboja 3. Amerika (USA) 4. Saudi Arabia 5. Pakistan 6. Sri Lanka 8. Amerika (USA) 9. Kamboja 10. Australia 11. Amerika (USA)

: : : : : : : : : :

1991 1995 1997 2004 2006 2007 2011 2012 2012 2012

IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton Kopassus 2. Dan Unit-22 Grup-2 Kopassus 3. Wadantim Grup-2 Kopassus 4. Dantim-3 Grup-2 Kopassus 5. Dantim-2 Grup-2 Kopassus 6. Pasi-1/22 Kopassus 7. Dansat Scuba Grup-3 Kopassus 8. Wadanyon-11/1 Kopassus 9. Kasi-1 Grup-1 Kopassus 10. Pamen Kopassus (Dik. LN, S2) 11. Pgs. Pbdya. Mintel Kopassus 12. Pamen Kopassus (Dik) 13. Pbdya. Gal Sinteldam 14. Danden Inteldam XVI/Ptm 15. Dandim-1502/Malteng 16. Waas Intel Kasdam XVI/Ptm 17. Pbdya. E-32 Dit Bais TNI 18. Athan RI 19. Pamen Mabes TNI 20. Pabut Kamkonkomunal 21. Pamen Mabesad (Dik) 22. Pamen Ahli Gol. IV Kopassus 23. Paban V/Kermamil Sopsad 24. Paban VI/Kermamil Sopsad 25. Waaspam Kasad

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

19

Jurnal Yudhagama

KEPEMIMPINAN MILITER DI ERA TRANSFORMASI ANGKATAN DARAT (Suatu tinjauan psikologi)

Oleh : Brigjen TNI Drs. Ngurah Sumitra, M.Psi. (Kadispsiad)

Organisasi TNI AD perlu melakukan berbagai perubahan mendasar terkait dengan sistem pengembangan kepemimpinannya. Dimulai dari perumusan doktrin kepemimpinan yang tetap menjaga integritas nilai-nilai tradisional TNI AD namun dapat mengakomodir berbagai kecenderungan lingkungan strategis yang ada

K

epemimpinan sebagai ilmu dan seni memengaruhi orang lain, adalah suatu topik yang tidak pernah habis dibahas sepanjang masa. Mengingat manusia adalah bagian dari sistem sosial yang selalu berubah, tidak mengherankan jika para pakar selalu tergugah untuk mempelajari kembali perilaku kepemimpinan efektif, yang dapat menjawab tantangan perubahan di eranya. Terkait kepemimpinan militer yang efektif, menarik untuk membahas terlebih dahulu ciri khas profesi militer. Menurut Selmeski (2007), profesor antropologi di Akademi Militer Kanada

20

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

dan mantan prajurit Pasukan Khusus Amerika Serikat, berbeda dari perusahaan sebagai perseroan terbatas yang memiliki kewajiban yang juga terbatas (limited liability), organisasi militer menuntut kewajiban yang tidak terbatas dari anggotanya (unlimited liability). Ini karena militer adalah satu-satunya profesi yang memberi kewenangan pada pimpinannya, setiap saat waktu dibutuhkan, untuk memerintahkan anggotanya membunuh orang lain, atau sebaliknya mengorbankan jiwanya sendiri, dan dibunuh orang lain. Inilah pengertian dari kewajiban tak terbatas yang hanya ada di dunia militer, dimana bagi seorang prajurit, gugur dalam tugas adalah suatu kehormatan. Dengan demikian, tantangan utama dalam membahas kepemimpinan militer, dikaitkan dengan proses transformasi menuju Angkatan Darat yang berbasis kemampuan, adalah sejauh mana sistem pengembangan kepemimpinan, dan perubahan yang diperlukan, dapat menghasilkan kader pimpinan yang efektif, yang mampu melaksanakan tugas-tugas di lingkungan strategis yang sedang mengalami perubahan intens, namun pada saat yang sama tetap memegang teguh nilai-nilai kemiliteran yang telah diturunkan oleh para founding fathers Angkatan Darat. TRANSFORMASI BUDAYA MILITER DI ABAD KE-21. Suatu kajian dari Departemen Psikologi Kementerian Pertahanan Singapura tentang Kepemimpinan Militer di Abad ke-21, menyatakan ada dua tantangan masa depan yang perlu dijawab oleh pemimpin militer di manapun. Pertama adalah tantangan organisasional, yang diakibatkan dari dua fenomena, yaitu munculnya dunia yang tanpa batas dan perubahan bentuk organisasi militer dari organisasi modern ke organisasi post-modern. Yang kedua adalah tantangan di tingkat individu, yang berasal dari konflik antara tuntutan institusional versus okupasional (Chan, Soh & Ramaya, 2012). Berikut adalah pemikiran yang melatarbelakangi paradigma ini. Organisasi Militer dan Dunia yang Tanpa Batas. Era globalisasi saat ini, menyebabkan dunia seolaholah menjadi tak berbatas. Oleh karena itu, konsep

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD organisasi militer tradisional yang kaku dan hirarkis yang cocok di era Perang Dunia II, di tahun 1980an, telah berubah menjadi konsep organisasi tanpa batas, yang harus mampu bersaing diera yang menuntut kecepatan, inovasi, fleksibilitas dan integrasi. Jika sebelumnya para komandan masih merencanakan strategi bertempur dengan menggunakan simulasi bak pasir, maka sekarang mereka seolah-olah dapat ikut terlibat dalam pertempuran di bagian dunia lain, melalui tayangan live show yang ditampilkan di monitor komputer. Fenomena ini telah menghasilkan Network Centric Warfare (NCW), suatu konsep operasi militer berbasis superioritas informasi yang dapat menghasilkan peningkatan daya tempur melalui interaksi jejaring sensor, pengambil keputusan dan prajurit lapangan, dalam rangka menciptakan pemahaman situasional yang sama, percepatan tempo operasi dan waktu komandan, peningkatan daya gempur, serta peningkatan kemampuan bertahan dan sinkronisasi diri (Alberts, Garstka, & Stein, 2000). Menurut David Schmidtchen (2007), seorang Doktor Psikologi Organisasi dari Angkatan Darat Australia yang meneliti dampak NCW terhadap perilaku organisasi, dalam bukunya The Rise of Strategic Private, menemukan bahwa keputusan yang diambil seorang prajurit lapangan terendah (Prada/ Private) dapat memberikan dampak strategis pada keberhasilan misi secara keseluruhan. Konsekuensinya, organisasi militer masa kini harus memiliki prajurit rendah yang memiliki kompetensi kemampuan berpikir strategis setara dengan perwira menengah, bahkan tinggi. Perluasan Ruang Sipil di Ranah Militer dalam Era Organisasi Post-Modern. Dengan munculnya tuntutan keterbukaan dan penghormatan pada HAM, konsep organisasi militer modern yang berorientasi pada struktur dan budaya perang, sejak berakhirnya Perang Dingin di tahun 1990 an, telah berubah menjadi organisasi yang berorientasi pada struktur dan budaya gabungan militer-sipil. Bentuk organisasi militer post-modern ini, yang harus lebih banyak berinteraksi luas dengan masyarakat sipil, bersifat multi fungsi, baik dari sisi misi seperti OMP dan OMSP, maupun dari komposisi personel, seperti meningkatnya peran wanita, etnik minoritas, PNS, serta mitra kerja sipil (Chan, Soh & Ramaya, 2012). Menghadapi kecenderungan ini, organisasi militer multilateral seperti NATO, yang awalnya diciptakan negara-negara Barat untuk menghadapi Uni Soviet, kemudian berupaya menyesuaikan diri dan merancang konsep CIMIC (Civil-Military Co-operation), sebagai suatu fungsi militer baru yang memberi akses pada

komandan lapangan untuk berkoordinasi dengan pihak sipil seperti LSM dan media massa, yang menuntut hak untuk ikut beraktivitas di daerah operasi militer (Rehse, 2004). Contoh konkret dari fenomena ini adalah situasi ironis yang dihadapi prajurit Amerika Serikat saat pertama kali menyerbu Irak. Mereka bukannya sibuk menghadapi pasukan Garda Republik Irak, tetapi justru harus menghadapi wartawan dan juru kamera CNN, Fox News, Al Jazeera dan China Central Television (CCTV), yang saling berkompetisi untuk menayangkan berita menurut versi editorial masing-masing selama 24 jam sehari 7 hari seminggu (24/7), dan disalurkan ke rumahrumah di seluruh dunia melalui televisi kabel (Compton, 2004). Ini berarti di era post-modern, organisasi militer sudah tidak dapat lagi beroperasi di suatu ruang hampa. Berubahnya Nilai-Nilai Institusional-Ideologis Menuju Kearah Okupasional. Selain tantangan di tingkat organisasional, lingkungan strategis yang dihadapi para pemimpin militer juga mengalami perubahan di tingkat individual. Konsep militer sebagai profesi khusus yang berorientasi pada nilai-nilai institusional seperti tugas, kehormatan, dan pengorbanan, secara perlahan telah berubah menjadi konsep militer sebagai suatu pekerjaan yang sama seperti pekerjaan sipil lainnya yang berorientasi pada nilai-nilai okupasional seperti gaji, tunjangan, dan kepuasan kerja (Chan, Soh & Ramaya, 2012). Perubahan ini terjadi akibat adanya pergeseran sosial dari masyarakat era industri di abad 20 yang disebut modern, ke era informasi abad ke-21 yang disebut postmodern, yang juga berimbas ke lingkungan militer. Perubahan konsep profesionalisme yang paling signifikan dipicu pemaknaan kesesuaian orang dan jabatan (job-person fit), dari yang berorientasi pada ‘pekerjaan’, menjadi ke ‘pekerja’-nya. Hal ini menyebabkan, besarnya tanggung jawab akibat meningkatnya tugas dan jabatan, tidak lagi semata-mata muncul karena jabatan dan struktur

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

21

Jurnal Yudhagama TABEL 1: KONTEKS KESESUAIAN ORANG DAN JABATAN Kesesuaian OrangJabatan Era Gelombang Peradaban

Berorientasi pekerjaan

Berorientasi pekerja

Modern

Post-modern

Industri

Informasi/Pengetahuan

Icon Struktur Organisasi

Teori X Peran Atasan Dominan Henry Ford, Fred Taylor Hirarkis, Birokratis

Stereotip Pekerja

Otot: Ban Berjalan di Pabrik

Lokasi Kerja

Pabrik, Bengkel Industri Struktur Organisasi, Uraian Jabatan Pekerjaan, Analisa Jabatan Jabatan, Peran/Pangkat Lebih banyak Transaksional

Teori Y dan Z Hubungan Timbal-balik Bill Gates, Steve Jobs Matriks, Jaringan Otak : Teknologi Tinggi (Hi-tech) Desainer Piranti Lunak Tujuan/Sasaran, Produk, Perubahan Kompetensi, Keterampilan Kualitas Pribadi, Pengakuan Lebih banyak Transformasional Pejuang + Ahli Teknik + Akademisi + Diplomat

Teori Kepemimpinan

Kerangka Kerja Proses Kerja Kekuatan Pemimpin Gaya Kepemimpinan Profesionalisme Militer

Pejuang + Ahli Teknik

(Diadaptasi dari R.W. Walker (2007), “A Professional Development Framework to Address Strategic Leadership in the Canadian Forces”. Dalam J. Stouffer & A. MacIntyre (Eds.), Strategic Leadership Development: International Perspectives, Ontario: Canadian Defence Academy Press, hal. 31)

yang tersedia di organisasi, tetapi lebih ditentukan oleh seberapa ‘lengkap’ seseorang telah meningkatkan kompetensinya dengan cara membekali diri dengan kapasitas, keahlian, dan kualitas kepribadian yang dituntut di suatu jabatan (Walker, 2007). Beberapa fakta transformasi profesionalisme militer dalam konteks kesesuaian orang dan jabatan, dapat disimak dari tabel 1. TANTANGAN TNI AD TERKAIT KOMPETENSI MILITER DI ERA ABAD KE-21. Berdasarkan pembahasan sebelumnya tentang perubahan lingkungan strategis yang dapat memberikan dampak pengaruh terhadap peran, fungsi dan keberadaan organisasi dan profesi militer di abad ke-21, maka selanjutnya perlu dibahas kompetensi kepemimpinan militer yang dibutuhkan. Hal ini menjadi penting mengingat konsep transformasi TNI AD adalah merujuk pada konsep pembangunan berbasis kemampuan dengan tujuan agar organisasi Angkatan Darat mampu berkompetisi dengan organisasi Angkatan Bersenjata negara lain. 22

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

Menurut penulis, permasalahan utama yang terkait dengan transformasi Angkatan Darat di bidang pengembangan kepemimpinan adalah belum terumuskannya doktrin kepemimpinan yang paling sesuai untuk TNI AD di era masa depan. Menurut salah satu founding fathers TNI, Letnan Jenderal (Purn.) Sayidiman Suryohadiprojo (1996), konsep kepemimpinan di TNI baru ada sekitar tahun 1953, sejak sejumlah perwira TNI kembali dari pendidikan militer di Amerika Serikat dan mempelajari konsep kepemimpinan militer yang di kalangan psikologi dikenal sebagai pendekatan ilmu perilaku (behavioristic approach). Hal ini disebabkan karena sebelumnya, di kalangan psikologi Belanda/Eropa, termasuk di lingkungan militernya, dan Indonesia sebagai jajahannya, konsep kepemimpinan (leiderschap) dianggap sebagai kemampuan yang muncul sejak lahir (trait approach), dan bukan karena mendapat pendidikan tertentu. Dari latar belakang inilah, Jenderal Sayidiman dan kawankawan, berhasil merumuskan konsep kepemimimpinan TNI yang disebut dengan 11 Azas Kepemimpinan TNI, yang didasari pada nilai-nilai budaya Indonesia.

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Kenyataannya, seperti pernah disimpulkan di awal tahun 1980 an oleh tim Pokja Dispsiad yang dipimpin Brigjen (Purn) Soemarto, Dipl Psych., saat diperintahkan untuk mengkaji 11 Azas Kepemimpinan TNI dari disiplin ilmu psikologi oleh KASAD Jenderal Rudini: Konsep ini adalah gabungan dari sifat bawaan (trait), perilaku (behavior) dan nilai (values), sehingga agar dapat dijadikan sebagai pedoman, perlu dirumuskan lebih lanjut agar tidak rancu. Ketiadaan doktrin kepemimpinan yang mutakhir, pada gilirannya menimbulkan kesulitan pada pihak-pihak yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melahirkan kader-kader pimpinan TNI AD yang kompeten, termasuk pengembangannya di berbagai strata berbeda di organisasi TNI AD. Sebagai contoh, selama ini masih ada kerancuan dalam proses pengajaran materi kepemimpinan di tingkat Taruna, Selapa dan Seskoad tentang perbedaan esensi pengajaran 11 Azas Kepemimpinan dimasing-masing tingkatan ini. Karena itu, perubahan mendasar yang perlu dilakukan adalah merumuskan kembali doktrin kepemimpinan TNI AD yang dapat mengakomodir paradigma kepemimpinan militer modern, yang dirancang sesuai kompetensi perilaku yang terukur, dengan indikator perilaku yang berbeda untuk masing-masing gaya kepemimpinan di tingkat strategis, operasional dan taktis. Dalam hal ini, Dispsiad sebagai satuan berbasis psikologi terapan, telah melakukan berbagai upaya praktis untuk mengembangkan kepemimpinan militer

di lingkungan TNI AD. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah di tahun 2007, menjadi anggota International Military Leadership Association (IMLA), suatu asosiasi lembaga pengembangan kepemimpinan militer dari berbagai Angkatan Bersenjata dunia. Selain itu, Dispsiad juga telah menyelenggarakan berbagai program penilaian kompetensi jabatan para komandan satuan TNI AD, yang antara lain bertujuan untuk mengukur dan mengembangkan kompetensi kepemimpinan mereka, serta terakhir membentuk Lembaga Pengembangan Psikologi di Dispsiad. Kedepan, TNI AD dapat mengacu pada TNI AU yang telah berhasil menulis buku kepemimpinan militer Angkatan Udara yang mencakup berbagai konsep kepemimpinan masa kini (Mabesau, 2012). Selain itu, juga bermanfaat untuk mengacu pada konsep dari Lembaga Kepemimpinan Angkatan Bersenjata Kanada (CFLI, 2007a; 2007b), yang membagi kepemimpinan militer menjadi dua kompetensi. Yang pertama, yang memang merupakan kajian kepemimpinan pada umumnya, adalah pembahasan tentang kemampuan memimpin manusianya atau leading the people. Sedangkan yang kedua, yang lebih jarang dibahas, adalah kemampuan memimpin organisasi, atau leading the institution, yang dianggap justru sangat dibutuhkan saat ini. Kemudian kedua kompetensi ini, dijabarkan lagi menjadi indikator perilaku sesuai strata kepemimpinan strategis, operasional dan taktis. Selanjutnya, akan dibahas beberapa kompetensi

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

23

Jurnal Yudhagama yang dianggap dapat menjawab tuntutan tugas yang semakin kompleks diera abad ke-21 saat ini. Kepemimpinan Militer Tradisional. Diantara sejumlah tantangan akibat transformasi budaya organisasi dan kemiliteran dewasa ini, hal yang cukup krusial dan kritis adalah perubahan dalam nilai-nilai keprajuritan terkait persepsi tentang profesi militer yang lebih dikaitkan dengan nilai-nilai pekerjaan seperti gaji, tunjangan dan kepuasan kerja. Dalam hal ini sesuai doktrin kepemimpinan Angkatan Bersenjata Kanada, pimpinan militer masa depan harus mampu menjadi pengarah (steward), yang mampu “menjaga” profesionalisme militer sebagai ideologi (profesional ideology), pada saat ideologi manajerialisme dan kewirausahaan menjadi dominan dalam pengelolaan organisasi masa kini (CFLI, 2007a). Hal ini mengingat bahwa organisasi militer modern seperti Angkatan Darat Amerika Serikat pun juga memiliki kerangka kompetensi kepemimpinan yang disebut dengan “BeKnow-Do”, dimana Be adalah domain sistem nilai yang dirumuskan dari nilai-nilai kepemimpinan tradisional yang dianggap tidak boleh berubah sepanjang masa (Hesselbein, Shinseki & Cavanagh, 2004). Dengan demikian, untuk tingkat organisasi, TNI AD perlu merumuskan doktrin kepemimpinan yang dapat tetap menjaga nilai-nilai keprajuritan yang selama ini menjadi kekuatan ideologis dan jati diri profesionalisme TNI AD, terutama sebagai tentara pejuang yang

diakui mampu menghasilkan militansi yang dapat menggetarkan pasukan militer negara lain. Sedangkan di tingkat individu, perlu dirumuskan kembali indikator perilaku dari konsep kepemimpinan semacam 11 Azas Kepemimpinan, sehingga pemimpin TNI AD di setiap strata, dapat menjadi fasilitator yang mampu mengintegrasikan organisasi secara keseluruhan, dengan membangun secara terus menerus visi, misi, sistem nilai, dan sasaran secara bersama (shared). Kemampuan Operasional Terpadu Secara Global (Global Interoperability). Di tingkat organisasi, satuan-satuan militer TNI AD harus mampu beroperasi di dunia yang tanpa batas, serta berinteraksi dan menjalin kerjasama dengan organisasi militer negara sahabat, seperti misalnya melalui pelibatan di misi pemeliharaan perdamaian PBB, penyelenggaraan latihan militer bersama, ataupun penanganan bencana, baik di tingkat bilateral, regional maupun global. Hal ini menuntut adanya kemampuan untuk melaksanakan operasi secara terpadu dengan negara lain (global interoperability), baik dari sisi doktrin, sistem dan prosedur serta aturan, berdasarkan suatu kesepakatan internasional (NATO, PBB, ASEAN, ataupun standard lainnya), sehingga fungsi organisasi dan prosedur kerja militer yang berlaku di mitra kerja internasional, dapat lebih mudah dipahami dan dioperasionalkan ketika satuan TNI AD mendapatkan tugas di lingkungan militer global. Di tingkat organisasi, hal ini menjadi tantangan tersendiri karena sistem pengembangan kepemimpinan TNI AD saat ini masih cenderung melahirkan perwira yang berorientasi kedalam (inward looking), karena memang selama ini doktrin TNI AD juga demikian dan tidak terlalu berorientasi pada penugasan yang bersifat internasional, kecuali di sebagian strata yang bersifat strategis. Di tingkat individu, kecenderungan ini menuntut adanya kompetensi kepemimpinan global (global leadership) di kalangan perwira TNI AD. Ini berarti, mereka harus mampu memimpin prajurit dari negara atau budaya lain. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan, seperti misalnya dalam penugasan di bawah bendera PBB, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, yang bersangkutan dapat juga digunakan oleh satuan-satuan militer internasional, dibawah pimpinan komandan negara lain, untuk melaksanakan tugas dan wewenang yang telah menjadi tanggung jawabnya Kemampuan Penggunaan Teknologi Tinggi. Meningkatnya penggunaan teknologi tinggi oleh militer, terutama dalam peperangan berbasis NCW, memungkinkan penerapan operasi nonfisik dengan

24

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD ke Youtube dan menjadi kasus pelanggaran HAM yang mendunia (Patnistik, 2011).

pengendalian jarak jauh langsung ke sasaran tempur lawan. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan Alutsista canggih dengan bom-bom pintar (smart bombs) dan pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle) yang dianggap dapat mengurangi korban warga sipil nonkombatan, penggunaan teknologi informasi di kalangan intelijen, serta penggunaan stasiun antariksa, satelit, serta teknologi informasi lainnya, sebagai bagian dari perang dunia maya (cyber warfare) (Brenner, 2009). Di tingkat organisasi, berbagai kecenderungan ini menuntut kesiapan infrakstruktur, baik piranti keras, maupun piranti lunak terkait. Sebagai contoh, tank Leopard, helikopter Apache, alat angkut personel Marder, serta meriam Caesar, yang pengadaannya baru dilakukan TNI AD, mau tidak mau akan menuntut perubahan secara total doktrin, strategi, taktik, serta berbagai buku petunjuk yang terkait dengan penggunaan Alutsista canggih tersebut (Sasongko, 2012). Di tingkat individu, pemimpin militer harus mampu menerapkan kepemimpinan digital (e-leadership), atau suatu kompetensi yang dapat menghasilkan perubahan sosial dalam sikap, emosi, pemikiran, tingkah laku, dan unjuk kinerja individu, kelompok serta organisasi, melalui proses penerapan teknologi informasi tingkat tinggi (Avolio & Kahai, 2003: 54). Hal ini menjadi lebih penting lagi terkait dengan fenomena Strategic Private yang telah dibahas sebelumnya, mengingat pengorganisasian personel dan pengelolaannya dikebanyakan organisasi militer masih bertumpu pada konsep perang era Napoleon abad ke-19, yang tidak sesuai lagi dengan realitas perang modern yang melibatkan Youtube, kamera HP dan blog internet (Mitchell, 2008). Hal ini telah dirasakan sendiri oleh pihak TNI AD, ketika prajuritnya terpaksa diadili atas tuduhan melakukan penyiksaan terhadap anggota OPM, karena videonya yang direkam melalui kamera telepon seluler diunggah

Kepemimpinan yang Melayani (Servant Leadership). Dengan semakin meningkatnya ruang partisipasi sipil dioperasi militer, terutama dihadapkan dengan tuntutan kemampuan berkomunikasi dan berkoordinasi dengan organisasi sipil untuk pencapaian kepentingan militer, adanya tuntutan akan kesetaraan jender dan rekrutmen minoritas, serta keterlibatan PNS sebagai mitra kerja dan komplemen dari personel militer, organisasi militer saat ini tidak mungkin lagi menjadi tertutup. Seperti terlihat pada Tabel Konteks Kesesuaian Orang dan Jabatan, penggunaan teori X dalam ilmu kepemimpinan yang lebih mengedepankan dominasi, mulai tidak relevan. Sebaliknya, teori Y dan Z, yang lebih mengutamakan hubungan timbal balik, semakin menjadi tuntutan di organisasi militer. Untuk itu, pemikir militer sudah mulai mengakomodir konsep “Kepemimpinan Yang Melayani” (Farmer 2011), yang dapat mencakup upaya menjalin komunikasi sosial yang efektif dan melayani kebutuhan masyarakat luas. Ciri-ciri perilaku kepemimpinan yang melayani adalah (1) mendahulukan orang lain/organisasi di atas kepentingan pribadi, (2) menyimak aktif dalam rangka memahami orang lain, (3) membangkitkan kepercayaan pada bawahan, dan (4) merangkul bawahan, sehingga mereka menjadi satu kesatuan (Humphreys, 2005: 1414). Di tingkat individu, perlu dilakukan berbagai pelatihan dan program pengembangan kepemimpinan secara individual, sehingga para perwira TNI AD mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan doktrin kepemimpinannya. Sampai saat ini, di lingkungan TNI AD program pengembangan kepemimpinan secara terstruktur barulah bersifat massal, melalui pengajaran di kelas. Sedangkan yang bersifat individual, melalui fasilitator dari Dispsiad, baru dilakukan uji coba pengembangan kompetensi kepemimpinan para Danki di Kodam Jaya dan Kodam III/ Siliwangi, dengan hasil yang cukup menjanjikan. Untuk jangka panjang, program seperti ini perlu dijadikan sebagai program tetap. Didasari perubahan yang berlangsung di lingkungan strategis abad ini, serta proses transformasi yang dihadapi oleh TNI AD, maka selanjutnya dapat dilihat ilustrasi di Gambar 1: Kepemimpinan Militer TNI AD Abad ke21. Dengan Kepemimpinan MiIliter Tradisional sebagai pusat, sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung pada jati diri TNI AD, maka kepemimpinan militer TNI AD di abad ke-21 perlu mencakup unsur-unsur yang relevan dari kepemimpinan global, kepemimpinan yang melayani dan kepemimpinan digital. Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

25

Jurnal Yudhagama

GAMBAR 1: KEPEMIMPINAN MILITER TNI AD ABAD KE-21.

KEPEMIMPINAN MELAYANI

KEPEMIMPINAN GLOBAL

KEPEMIMPINAN MILITER

(Global Leadership)

(Servant Leadership)

TRADISIONAL

KEPEMIMPINAN

KEPEMIMPINAN MILITER ABAD 21

“DIGITAL”

(e-Leadership)

PENUTUP. Dari pembahasan yang telah dilakukan, terkait dengan perubahan lingkungan strategis yang berpengaruh terhadap dunia militer, serta proses transformasi TNI AD yang mengacu pada konsep pembangunan berbasis kemampuan, maka dapat disimpulkan bahwa organisasi TNI AD perlu melakukan berbagai perubahan mendasar terkait dengan sistem pengembangan kepemimpinannya. Dimulai dari perumusan doktrin kepemimpinan yang tetap menjaga integritas nilai-nilai tradisional TNI AD namun dapat mengakomodir berbagai kecenderungan lingkungan strategis yang ada, doktrin tersebut kemudian perlu dijabarkan menjadi berbagai pedoman yang dapat mengarahkan program-program pengembangan kompetensi kepemimpinan yang relevan. DAFTAR PUSTAKA. Alberts, D.S., Garstka, J.J., & Stein, F.P. (2000). Network Centric Warfare: Developing and leveraging information superiority, 2nd edition. Washington: Command and Control Research Program. Avolio, B. & Kahai, S. (2003). Placing the “E” in E-Leadership: Minor Tweak or Fundamental Change. Dalam S. Murphy & Riggio (Eds.), The Future of Leadership Development, hal. 49-70. New Jersey:

26

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

Lawrence Erlbaum. Chan, K-y, Soh, S., & Ramaya, R. (2012). Military Leadership in the 21st Century: Science and Practice (2012). Singapore: Cengage. Canadian Forces Leadership Institute/CFLI (2007a). Leadership in the Canadian Forces: Leading the institution. Kingston: Canadian Defence Academy Press. Canadian Forces Leadership Institute/CFLI (2007b). Leadership in the Canadian Forces: Leading people. Kingston: Canadian Defence Academy Press. Compton, J.R. (2004). Shocked and Awed: The Convergence of Military and Media Discourse. Makalah yang dipaparkan di konferensi International Association for Media and Communication Research, Porto Alegre, Brazil, 25-30 Juli, 2004. Farmer, S.W. (2011). Servant leadership attributes in senior military officers: A qualitative study examining demographic factors. Cambridge, Proquest: UMI Dissertation Publishing. Hesselbein, F., Shinseki, E. & Cavanagh, R.E. (2004). Be Know Do: Leadership the Army way. Adapted from the official Army leadership manual. San Fransisco: JosseyBass. Humphreys, J.H. (2005). Contextual Implications for Transformational and Servant Leadership: A historical investigation. Management Decision, 43(10), 1410-

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD 1431. Mabesau (2012). Kepemimpinan TNI Angkatan Udara. Jakarta: Mabesau. Mitchell, P. (2008). Book Review on The Rise of the Strategic Private: Technology, Control, and Change in a Network Enabled Military. The Canadian Army Journal, 10(4), 122-123. Patnistik, E. (2011). AS pantau peradilan TNI soal kasus Papua. Kompas.com 14 Januari 2011. Rehse, P. (2004). CIMIC: Concepts,. Definitions and Practice. Hamburg: Institute for Peace Research and Security Policy. Sasongko, B.A. (2012). Tank Baru TNI AD: Punya alutsista baru, doktrin pertahanan perlu disesuaikan. Solopos. com, 6 November 2012. Schmidtchen, D. (2007). The Rise of Strategic Private:

Technology, Control and Change in a Network Enabled Military. Canberra: Land Warfare Studies Centre Publication. Selmeski, B.R. (2007). Military cross-cultural competence: Core concepts and individual development. Kingston: Royal Military College of Canada. Sayidiman Suryohadiprojo. (1996). Kepemimpinan ABRI dalam sejarah dan perjuangannya. Jakarta: Intermasa. Walker, R.W. (2007). “A Professional Development Framework to Address Strategic Leadership in the Canadian Forces”. Dalam LtCol. J. Stouffer & A. MacIntyre (Eds.). Strategic Leadership Development: International Perspectives, hal. 21-65. Kingston : Canadian Defence Academy Press. Brenner, S. (2009). Cyber Threats: The Emerging Fault Lines of the Nation State. Oxford University Press.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Data Pokok. Nama Pangkat Tempat/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan

: : : : : : :

Drs. Ngurah Sumitra, M.Psi. Brigjen TNI Denpasar/27-01-1959 Hindu Kawin Sepawamil/1984 Kadispsiad

II. Riwayat Pendidikan Militer. A. 1. 2. 3. 4. 5.

Dikbangum. Sepawamil Sekalihpa Suslapa I Suslapa II Seskoad

B. Dikbangspes. 1 Suspa Ajen 2. Susjurpa Minu 3. Sussar Para 4. Suskat Manajemen Modern

: : : : :

1984 1992 1993 1994 1999

: 1984 : 1990 : 1999 : 2007

III. Riwayat Penugasan. A. Dalam Negeri. 1. Operasi Seroja Tim-Tim B. 1. 2. 3. 4.

Luar Negeri. Singapura Belanda Swiss & Jerman Malaysia

: : : :

: 1995

1991 2008 2010 2012

IV. Riwayat Jabatan. 1. Pa Testor Lalek/Klas Dispsiad 2. Paursus Siklas Subdispsipers Dispsiad 3. Kaurah Sisel Subdispsiper Dispsiad 4. Kaurmin Subdispsiops Dispsiad 5. Kaurdik Siklas Subdispsipers Dispsiad 6. Pgs. Kasisel Subdispsipers Dispsiad 7. Kasisel Subdispsipers Dispsiad 8. Ps. Kapsi Akmil 9. Pamen Akmil 10. Kabag Anev Subdispsiteknomil Dispsiad 11. Kabagrengar Setdispsiad 12. Ps. Kasubdispsiklinik Dispsiad 13. Kasubdispsiklinik Dispsiad 14. Kasubdispsiops Dispsiad 15. Sekretaris Dispsiad 16. Kadispsiad

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

27

Jurnal Yudhagama

TRANSFORMASI DOKTRIN TNI AD

Oleh : Kolonel Inf Joko P. Putranto, M.Sc. (Sespri Kasum TNI) . . . pada hakekatnya perang gerilya adalah sama dengan bertahan, dan tidak mampu mengalahkan musuh. Musuh hanya bisa dikalahkan hanya dengan ofensif oleh unit-unit tentara reguler. Jenderal A.H. Nasution dalam Pokok-Pokok Perang Gerilya

D

PENDAHULUAN. alam Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, TNI akan dikembangkan secara profesional untuk mencapai tingkat kekuatan yang mencapai standar penangkalan (deterrence). Ukuran standar penangkalan dalam hal ini berada di atas kekuatan pokok minimum yang mempunyai kemampuan menjaga NKRI serta disegani minimal pada lingkup regional.1 Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) adalah suatu standard kekuatan pokok dan minimum TNI yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya secara efektif tugas pokok dan fungsi TNI dalam menghadapi ancaman aktual.2 Untuk mencapai hal tersebut memerlukan waktu 14 tahun, dari mulai tahun 2010 hingga 2024, sejak Perpres Nomor 41 tentang Kebijakan Umum

28

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

Pertahanan Negara ditetapkan. Dengan kata lain apabila mengandalkan modernisasi military hardware semata, untuk mencapai tingkat yang dapat menimbulkan efek gentar (deterrence effect), maka diperlukan waktu hingga beberapa dekade mendatang setelah MEF tercapai terlebih dulu. Kini tampak upaya yang dilakukan oleh pimpinan TNI-AD dalam mengarahkan tujuan ini yaitu seperti baru-baru ini diberitakan tentang pengadaan sistem senjata modern seperti Main Battle Tank (MBT) Leopard 2A4, Multiple Launch Rocket System (MLRS) Altros II yang berjangkauan 85 kilometer, Meriam 155 mm Caesar dan sebagainya dalam jajaran TNI AD termasuk sedang mengupayakan helikopter serang Boeing AH-64 Apache, melengkapi helikopter sejenis yaitu Mi-35 buatan Russia yang sudah terlebih dulu ada. Introduksi sistem senjata dengan teknologi canggih dalam tubuh TNI-AD tentu akan berdampak (spin off) pada banyak sektor antara lain doktrin, struktur organisasi (force structure), pendidikan, latihan dan sebagainya. Apakah hal ini dapat dimaknai sebagai transformasi TNI-AD dalam persiapan menghadapi tantangan dimasa mendatang? Tulisan di bawah ini akan menunjukkan bahwa transformasi belum terjadi apabila tidak menyangkut hal dasar, salah satu yang terpenting adalah doktrin. Karena dalam teknologi militer terletak kapabilitas militer, dan doktrin akan menentukan bagaimana menggunakan kapasitas tersebut. Terdapat hubungan kausal antara teknologi military hardware dan doktrin yang menuntun sistem senjata tersebut digunakan (behavioural doctrinal software). Tulisan ini akan fokus pada perlunya TNI AD mengembangkan doktrin baru untuk mengakomodasi masuknya sistem senjata berteknologi modern agar dapat mendukung penggunaan kapasitas yang dimilikinya dalam kondisi modern dimasa mendatang. Salah satu yang terpenting dalam diskusi ini adalah TNI dan lebih khusus lagi TNI AD harus mengkaji ulang doktrin perang rakyat dengan cara gerilya dan menggantinya dengan doktrin yang lebih tepat untuk menggambarkan peperangan dimasa mendatang. Untuk mencapai maksud tersebut akan diuraikan transformasi doktrin People’s Liberation Army (PLA)3 dari gerilya menuju PLA yang modern yang diproyeksikan mampu bertempur dengan menggunakan teknologi tinggi dalam kondisi modern dimasa depan.

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD TRANSFORMASI PLA DARI GERILYA MENUJU MILITER MODERN. Ellis Joffe dalam The Chinese Army after Mao menggambarkan bagaimana dulunya Partai Komunis China, pemegang kekuasaan tertinggi termasuk kontrol terhadap militer, amat memegang teguh prinsipprinsip perang gerilya Mao sebagai panduan strategis pengembangan militernya. Kini mereka menyadari bahwa doktrin perang rakyat tersebut sudah tidak mampu lagi mengikuti langkah perubahan besar seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dalam hal strategi militer, sistem senjata, perlengkapan dan latihan. Keberhasilan pasukan koalisi pimpinan AS dalam Perang Teluk 1991 juga amat menginspirasi pimpinan China untuk mempercepat modernisasi militernya. Pimpinan China pasca Deng Xiaoping (1982-1987), Jiang Zemin (1989-2002) mengakui bahwa peperangan dimasa depan adalah perang multidimensi, perang elektronik dan perang rudal.4 Oleh sebab itu PLA harus siap menghadapi kenyataan ini. PLA pada akhirnya juga menyadari bahwa doktrin operasional perang rakyat tidak akan mampu merespon situasi ini, apalagi konsep people’s war awalnya untuk merespon invasi, dan yang paling mungkin datang melalui darat oleh Uni Soviet.5 Karena Uni Soviet telah colaps, kini PLA lebih fokus kepada upaya penyatuan Taiwan dan menghadapi aneka kontijensi dalam bentuk perang terbatas, lokal, amat mungkin melibatkan pihak ketiga yaitu super power Amerika Serikat.6 Kemudian PLA membuat perubahan besar dalam konsep deterrence dimana PLA dikembangkan untuk mempunyai kemampuan menahan musuh agar tidak sampai masuk wilayah darat China, dengan demikian tidak perlu lagi menjalankan perang rakyat dalam bentuk gerilya.7 Dampak Perang Teluk dan colaps-nya Uni Soviet, serta perkiraan strategis masa depan yang selalu dikaji secara periodik telah mendorong China untuk melakukan transformasi dalam tubuh militernya.8 Dari doktrin perang rakyat dengan strategi gerilya menjadi doktrin active defense (jiji fangyu).9 Sebetulnya dalam doktrin perang rakyat ajaran Mao telah mengalami revisi sejak tahun 1958, pada waktu itu Mao sendiri mengatakan bahwa dasar-dasar perang gerilya harus dikembangkan sejalan dengan “kondisi aktual dalam peperangan masa depan.”Mao juga mengisyaratkan untuk meninggalkan ajaran yang sudah usang dan diganti dengan yang baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi obyektif. Namun, meskipun Mao sendiri yang mengatakan hal tersebut, perubahan belum terjadi hingga pada tahun 1979, ketika Jenderal Su Yu, pimpinan Central Military Commission (CMC), lembaga militer tinggi dalam

struktur politik China, memperkenalkan istilah “perang rakyat dalam kondisi modern” (xiandai jubu zhanzheng tioaojian xia de renmin zhanzheng).10 Para pimpinan militer memerhatikan dengan seksama bagaimana implementasi perang rakyat dalam kondisi modern karena jelas harus ada pengembangan aturan untuk mengoperasikan strategi tersebut. Pada waktu itu, pimpinan militer China masih berpikir bahwa perang dimasa mendatang apabila melawan agresor yang menginvasi China masih mungkin menggunakan strategi perang rakyat, dalam kondisi modern komentator militer pada waktu itupun masih bersikeras bahwa teori dan metodologi Mao dalam perang masih dianggap relevan. Pada mulanya dalam mempelajari ajaran Mao tentang perang rakyat, pimpinan PLA selalu menekankan bahwa generasi muda militer harus menjaga dan mengamankan pemikiran Mao tentang perang rakyat sama seperti doktrin agama. Pimpinan PLA juga selalu menolak pemikiran yang tidak sejalan dengan Mao, pendek kata, apapun yang dikatakan dan ditulis oleh Mao dianggap benar. Ada dua pandangan yang berbeda dalam memaknai modernisasi, sebagian para perwira pada waktu itu menyadari perlunya modernisasi asalkan tidak merubah apapun doktrin perang rakyat warisan Mao. Sedangkan pandangan yang lain menginginkan perlunya formula yang sama sekali baru sebab kalau tidak maka modernisasi tidak lebih dianggap sebagai penggantian senjata lama menjadi baru.11 Setelah Mao wafat pada 1976, PLA menginginkan peningkatan kemampuan tempur yang mampu untuk mempertahankan China dalam perang konvensional modern. Deng Xiapoing memulai modernisasi dengan mentrasformasikan PLA menjadi kekuatan tempur modern. Penerus Deng, seperti Jiang Zemin, melanjutkan upaya modernisasi yang melibatkan setiap unsur dalam organisasi militer dari doktrin sampai senjata. Dalam dokumen Panduan Militer Strategis (Junshi zhanlue fanghzen) digambarkan bahwa dulunya kemungkinan China akan diinvasi oleh negara seperti Uni Soviet atau AS, atau baik Soviet maupun AS akan melakukan perang nuklir dan China akan terkena dampaknya (collateral damage). China juga mengantisipasi invasi yang akhirnya melakukan perang berlarut di wilayah China, antara PLA dan rakyat akan melakukan perang gerilya. Hal ini diinspirasi oleh pengalaman gerilya dimasa pendudukan Jepang, dimana tentara yang bergerilya harus bertahan tanpa dukungan logistik yang memadai, senjata yang dimiliki rendah teknologi, tentara dapat bertahan karena dukungan rakyat, dan akhirnya mampu bangkit melawan tentara pendudukan Jepang. Pada

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

29

Jurnal Yudhagama waktu itu tentara berperang menjadi satu diantara penduduk, seperti apa yang dikatakan oleh Mao bahwa antara rakyat dan tentara bagaikan ikan dan air yang tidak dapat dipisahkan.12 Inilah yang disebut sebagai perang rakyat yang berlarut (protracted), antara rakyat dan tentara tidak bisa dibedakan. Kini doktrin perang rakyat sudah ditinggalkan dan PLA memperkenalkan doktrin yang lebih diterima di era kini yaitu menyiapkan diri untuk perang yang cepat untuk mencapai hasil cepat (fight a quick battle to force a quick resolution),13 sehingga dengan doktrin ini rakyat tidak ikut menderita atau jadi korban dari peperangan itu sendiri. ANALISA DAN DISKUSI. Meski Indonesia tidak bisa disamakan dengan China, namun apa yang dilakukan oleh PLA tentunya bisa menjadi inspirasi dalam melakukan perubahan doktrin dalam tubuh TNI. Jika perwira PLA pada awalnya amat sulit untuk meninggalkan dokrin perang rakyat warisan Mao, situasi dalam TNI juga demikian, masih banyak pandangan yang meyakini bahwa perang rakyat, perang dengan mengandalkan peran aktif rakyat sebagai kompensasi lemahnya sistem senjata yang dimiliki diyakini masih valid.14 Keampuhan perang gerilya memang tidak diragukan apalagi gerilya dilakukan dalam konteks perang kemerdekaan, perang revolusi atau perang pembebasan (war of liberation) dari belenggu penjajahan. Rakyat semua bangkit mengangkat senjata dan ikut berjuang dengan tentara reguler maka kombinasi antara semangat untuk merdeka dan strategi gerilya diyakini sebagai key ingredient untuk menang perang adalah benar. Tetapi meski Indonesia pernah sukses mengusir penjajah dengan, salah satunya strategi gerilya, ada baiknya pokok-pokok gerilya yang pernah ditulis oleh Jendral A.H. Nasution untuk diingat yaitu bahwa perang gerilya tidak bisa secara sendiri membawa kemenangan terakhir, perang gerilya hanyalah untuk memeras darah musuh. Kemenangan terakhir hanyalah dapat dengan tentara yang teratur dalam perang yang biasa karena hanya dengan tentara demikianlah yang dapat melakukan ofensif yang dapat menaklukkan musuh.15 Lebih lanjut lagi, Jenderal Nasution mengatakan bahwa gerilya bukan berarti bertempur asal berani-beranian dan sesuka hatinya saja. Hanya menggempur atau menghancurkan musuh. Gerilya memang strategi yang hebat, dapat mengikat dan melemahkan musuh yang berpuluh-puluh kali kekuatannya. Namun pada hakekatnya perang gerilya adalah sama dengan bertahan, dan tidak mampu mengalahkan musuh. Musuh hanya bisa dikalahkan hanya dengan ofensif oleh unit-unit tentara reguler.16 Lalu bagaimana apabila perwira TNI masa kini masih menginginkan bahwa doktrin gerilya masih ingin 30

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

dilestarikan dikarenakan masih adanya kelemahan dalam kualitas sistem persenjataan yang ada, sehingga gerilya masih dipandang sebagai solusi murah untuk menutup kelemahan tersebut. Sebetulnya hal ini tampak sebagai ironi, karena para pendahulu yang juga merupakan pelaku perang gerilyapun menyiratkan untuk tetap mengembangkan satuan reguler [baca: konvensional]. Dari gambaran situasi antara China dan Indonesia dapat diambil pelajaran yang berharga tentang bagaimana posisi doktrin perang warisan pendahulu ditempatkan. Doktrin militer tentu tidak bisa disamakan seperti ajaran agama yang tidak bisa dirubah. Di China sendiri terjadi perdebatan antara menghormati doktrin warisan pendahulu yang terbukti sukses dihadapkan dengan situasi modern yang sama sekali sudah berbeda dalam banyak hal. Sejak awal, baik Mao maupun Jenderal Nasution sudah menyadari bahwa perang rakyat dengan strategi gerilya hanya bisa bersifat temporer yang memang pada waktu itu sesuai. Namun keduanya mempunyai visi peperangan di masa mendatang yang sama yaitu keduanya menginginkan generasi mendatang untuk mengembangkan peperangan dalam kondisi dimasa mendatang. Tampak jelas antara Nasution dan Mao sebagai visioner ulung, mereka tidak menginginkan bahwa perang gerilya tetap dipertahankan dalam kondisi modern era dimasa depan. Situasi di Indonesia memang mempunyai banyak kemiripan dengan China pada waktu dipimpin Mao Zedong. Mao mengembangkan kekuatan antara rakyat dan tentara, yang secara berangsur-angsur bergerak dari daerah pedalaman ke kota dengan menggunakan taktik gerilya. Secara gradual perlawanan menjadi membesar dan mengubah balance of power (perimbangan kekuatan). Ini digunakan untuk menutupi kelemahan dalam hal persenjataan guna menghadapi musuh, tentara imperial Jepang yang powerful. Meluasnya perlawanan yang didukung seluruh rakyat ini adalah kunci untuk sukses.17 Namun kini, seperti yang juga dikatakan oleh Letjen Suryo Prabowo, bahwa efektivitas perang gerilya sudah berakhir. Meskipun TNI awalnya merupakan kelompok-kelompok gerilya yang berjuang bersamasama dengan rakyat mengusir penjajah, namun gerilya dimasa mendatang sudah tidak bisa lagi dilakukan oleh militer konvensional seperti TNI. Hal ini adalah konsekwensi Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan telah meratifikasi aneka hukum internasional, termasuk hukum perang internasional. Status sebagai tentara konvensional yang harus taat kepada hukum perang internasional pada saat perang dengan sendirinya telah menegaskan status konvensional yang inherent kepada TNI.18

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Tunduknya TNI terhadap hukum perang internasional yang ditegaskan dalam undang-undang TNI telah mencegah TNI menjadi gerilyawan seperti era perang kemerdekaan. Dengan demikian tidak ada pilihan lain bagi TNI selain mengembangkan kekuatan konvensional karena TNI adalah militer konvensional, sehingga harus dikembangkan dengan kaidah-kaidah konvensional. Perang dengan strategi gerilya dalam konteks perang pembebasan, perang revolusi atau perang kemerdekaan lepas dari cengkeraman kolonial sudah tidak lagi valid sebagai justifikasi untuk tetap mempertahankan doktrin gerilya di era kini. Hal ini dikarenakan adanya introduksi konsep self-determination dalam hukum internasional didalam kurun waktu tidak lama setelah Perang Dunia II usai.19 Dengan demikian era kolonialisme seperti di masa lalu tidak akan ditemui lagi dimasa mendatang. Oleh sebab itu transformasi TNI untuk menjadi militer modern, lepas dari bayangan doktrin gerilya masa lalu, memang suatu keharusan yang harus dilakukan oleh generasi TNI masa kini. KESIMPULAN. Sebagai negara terbesar di wilayah Asia Tenggara adalah wajar apabila tujuan pembangunan kekuatan TNI yaitu mencapai dampak deterrence minimal di wilayah regional seperti diisyaratkan dalam Buku Putih Pertahanan 2008, salah satu upaya untuk mencapai tujuan ini adalah modernisasi sistem senjata. Karena semua militer modern beroperasi berdasarkan apa yang tertuang dalam diktat doktrin, maka bagaimana cara militer dilatih, dilengkapi, diberi tugas, dialokasikan dana, dan banyak pertimbangan lainnya didasarkan atas doktrin operasional militer. Dalam contoh PLA, evolusi doktrin telah melalui setidaknya lima tahap yaitu: Perang Rakyat (1935-1979), Perang Rakyat dibawah Kondisi Modern (1979-1985), Perang Terbatas (1985-1991), dan Perang Terbatas dibawah Kondisi Teknologi Modern (1991-2004). Evolusi tahap akhir yang ingin mereka capai hingga kini adalah PLA mampu berperang dalam “perang terbatas dibawah kondisi informasi dan teknologi tinggi.”20 Telah menunjukkan bahwa PLA mampu melepaskan bayangan doktrin perang rakyat warisan Mao. Di sini terlihat bahwa “software” berupa doktrin amat ditekankan daripada “hardware.” Pelajaran dari peperangan di seluruh dunia telah dipelajari, disesuaikan dangan kondisi modern dan aneka hukum internasional agar tercipta kemampuan militer modern. Dengan kata lain modernisasi membutuhkan profesionalisme yang pada gilirannya memerlukan banyak kemampuan yang dapat diklasifikasikan sebagai software yaitu kekuatan yang terlatih dan terdidik dengan baik, disiplin tinggi, struktur organisasi yang efisien, latihan yang keras,

mampu dideploy dengan cepat, mobilitas tinggi, mampu melaksanakan operasi gabungan, intelijen yang canggih, kodal mumpuni (“total battlefield awareness”), pendidikan militer profesional yang tertata rapi, sistem anggaran yang efisien dan rasional, sistem logistik yang terpadu, serta mempunyai kompleks industri militer yang canggih dan kompetitif. Kesemuanya adalah kunci PLA mentransformasikan dirinya menjadi militer modern yang kelak amat mungkin menyandang sebutan superpower. Dengan demikian amat layak bagi TNI khususnya TNI AD untuk memetik pelajaran dari apa yang telah di lakukan oleh PLA, meski dengan tujuan akhir yang berbeda. Dalam upaya transformasi dan modernisasi military hardware yang dilakukan oleh TNI AD, perlu dibarengi dengan transformasi software yaitu doktrin. TNI-AD perlu mentransformasikan dirinya dari tentara rakyat yang bergerilya untuk merebut kemerdekaan menjadi tentara konvensional modern yang mampu menjaga kemerdekaan yang pernah diraih oleh para pendahulu tanpa harus lagi melakukan gerilya yang melibatkan rakyat nonkombatan yang jelas tidak sesuai dengan status militer konvensional yang ditegaskan dalam undang-undang. Dengan cara demikian maka upaya modernisasi untuk memperoleh dampak deterrence di wilayah regional akan tercapai sesuai rencana strategis yang sudah ditetapkan. End Notes. 1. Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, Dephan RI, halaman 65. 2. Sesuai Perpres Nomor 41 tahun 2010 Prioritas pertama perwujudan MEF adalah peningkatan kemampuan mobilitas TNI Angkatan Udara (TNI AU), TNI Angkatan Laut (TNI AL), dan TNI Angkatan Darat (TNI AD) untuk mendukung penyelenggaraan tugas pokok TNI di seluruh wilayah nasional. Prioritas MEF selanjutnya adalah pada peningkatan kemampuan satuan tempur khususnya pasukan pemukul reaksi cepat (striking force) baik satuan di tingkat pusat maupun satuan di wilayah, serta penyiapan pasukan siaga (standby force) terutama untuk penanganan bencana alam serta untuk tugas-tugas misi perdamaian dunia dan keadaan darurat lainnya. 3. People’s Liberation Army (PLA), meskipun menggunakan nama “army” terdiri dari lima cabang angkatan yaitu angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, Korps Artileri II, dan Cadangan. 4. Lihat Hideaki Kaneda, A View from Tokyo; China’s Growing Military Power and Its Significance for Japan’s National Security, dalam China’s Growing Military Power: Perspectives on Security, Ballistic Missiles, and Conventional Capabilities, diedit oleh Andrew Scobell Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

31

Jurnal Yudhagama dan Larry M. Wortzel, US Army War College, Carlisle, the Strategic Studies Institute Publisher, 2002, hal 6566. 5. Lihat Bruce A. Alleman, Modern Chinese Warfare, 1795-1989, New York, Routledge, 2001, hal 274-275. 6. Lihat Office of the Secretary of Defense, Annual Report to Congress, Military and Security Development Involving the People’s Republic of China 2010, US Departement of Defense, 2010, hal 29. 7. Ellis Joffe, The Chinese Army After Mao, Cambridge, Harvard University Press, 1987, hal 71-77. 8. Lihat Letjen TNI J. S. Prabowo, TNI Dalam Menyikapi Perubahan Lingkungan Strategis, Jakarta, Penerbitasn Internal Terbatas, 2012, hal 25-39. Juga bisa dilihat, Bates Gill dan Lonnie Henley, China and the Revolution in Military Affairs, Carlisle Barracks, The Strategic Studies Institute, 1996. 9. Lihat You Ji, Armed Forces of China, New York, I.B Tauris & Co Ltd, 1999, hal 3. 10. Lihat David Shambaugh, Modernizing China’s Military, Progress, Problems, and Prospects, Berkeley, University of California Press, 2004, hal 63. Juga lihat Ulric Killion, A Modern Chinese Journey to the West: Economic Globalization and Dualism, New York, Nova Science Publisher, 2006, hal 224-225. 11. Mel Gurtov and Byong-Moo Hwang, China’s Security, the New Roles of the Military, Boulder, Lynne Rienner Publishers, Inc, 1998, hal 94-95. 12. Mao Tse-tung, On Guerilla Warfare, diterjemahkan oleh Samuel B. Griffith II, Champaign, University of Illinois Press, 1961, hal 8. 13. Lihat selengkapnya, Andrew J. Nathan dan Andrew Schobell, China’s Search for Security, New York, Columbia University Press, 2012, hal 281-282. 14. Lihat Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Penerbit Dephan RI, 2007. Pada halaman79 menyatakan: “Kerangka perang rakyat semesta diwujudkan dalam Perang Gerilya dengan perlawanan bersenjata dan tidak bersenjata sebagai satu kesatuan perjuangan. Perang gerilya dengan perlawanan fisik bersenjata dilaksanakan oleh pertahanan militer sebagai kekuatan inti dan diselenggarakan dalam unit-unit perlawanan dalam satuan kecil dan terbesar [tersebar?] untuk menguras kekuatan lawan sampai akhirnya dapat melancarkan serangan yang menentukan untuk menghancurkan dan mengusir lawan dari bumi Indonesia.” Di halaman 85: “Konsep penangkalan dengan pembalasan dikembangkan untuk mampu menyelenggarakan perang berlarut dengan keunggulan pada perlawanan gerilya yang efektif untuk menguras kekuatan lawan yang unggul teknologi persenjataan sehingga membuatnya frustrasi dan pada akhirnya tidak mampu lagi melanjutkan tindakannya. Indonesia 32

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

pada masa perjuangan merebut kemerdekaan berhasil menggunakan strategi penangkalan dengan pola pembalasan dengan memadukan perlawanan secara bersenjata dan perlawanan tanpa senjata dengan taktik perang gerilya...” 15. Kutipan kata-kata Jendral A.H. Nasution dalam buku Pokok-Pokok Perang Gerilya juga tercantum dalam hal 112, Himpunan Catatan Tentang Perang Gerilya, Mao, Nasution, Che, Carlos, & Crabtree, dengan kata pengantar oleh Letjen TNI J.S Prabowo. 16. Ibid. Lihat sampul belakang. 17. J. L. S. Girling, China People’s War, J.L.Girling, Oxfordshire, Roudledge, 2005, hal 12. 18. Undang-Undang TNI no. 34/2004 Pasal 7 ayat (2) huruf a yang menyatakan,”. . . melawan kekuatan negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan/atau dalam konflik dengan suatu negara atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang Internasional. 19. Lihat J. S Prabowo, Pokok-Pokok Pikiran Perang Semesta cetakan ke-2, Jakarta, PPSN, 2012, Kata Pengantar. 20. David Shambaugh, China’s Military Modernization, dalam Military Modernization, in an Era of Uncertainty, diedit oleh Ashley J. Tellis dan Michael Wills, Washington, DC, The National Bureau of Asian Research, 2005, hal 85. Works Cited. Andrew J. Nathan dan Andrew Schobell, China’s Search for Security, New York, Columbia University Press, 2012. Bates Gill dan Lonnie Henley, China and the Revolution in Military Affairs, Carlisle Barracks, The Strategic Studies Institute, 1996. Bruce A. Alleman, Modern Chinese Warfare, 17951989, New York, Routledge, 2001. David Shambaugh, Modernizing China’s Military, Progress, Problems, and Prospects, Berkeley, University of California Press, 2004. David Shambaugh, Modernizing China’s Military, Progress, Problems, and Prospects, Berkeley, University of California Press, 2004 Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Penerbit Dephan RI, 2007. Ellis Joffe, The Chinese Army After Mao, Cambridge, Harvard University Press, 1987. Hideaki Kaneda, A View from Tokyo; China’s Growing Military Power and Its Significance for Japan’s National Security, dalam China’s Growing Military Power: Perspectives on Security, Ballistic Missiles, and Conventional Capabilities, diedit oleh Andrew Scobell dan Larry M. Wortzel, US Army War College, Carlisle, the Strategic Studies Institute Publisher, 2002.

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Letjen TNI J. S. Prabowo, TNI Dalam Menyikapi Perubahan Lingkungan Strategis, Jakarta, Penerbitan Internal Terbatas, 2012. Jendral A.H. Nasution dalam buku Pokok-Pokok Perang Gerilya juga tercantum dalam hal 112, Himpunan Catatan Tentang Perang Gerilya, Mao, Nasution, Che, Carlos, & Crabtree, dengan kata pengantar oleh Letjen TNI J.S Prabowo. J. L. S. Girling, China People’s War, J.L.Girling, Oxfordshire, Roudledge, 2005. J. S Prabowo, Pokok-Pokok Pikiran Perang Semesta cetakan ke-2, Jakarta, PPSN, 2012 Mao Tse-tung, On Guerilla Warfare, diterjemahkan oleh Samuel B. Griffith II, Champaign, University of Illinois Press, 1961. Mel Gurtov and Byong-Moo Hwang, China’s Security,

the New Roles of the Military, Boulder, Lynne Rienner Publishers, Inc, 1998. Office of the Secretary of Defense, Annual Report to Congress, Military and Security Development Involving the People’s Republic of China 2010, US Departement of Defense, 2010. Perpres Nomor 41 tahun 2010 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Ulric Killion, A Modern Chinese Journey to the West: Economic Globalization and Dualism, New York, Nova Science Publisher, 2006. Undang-Undang Nomor 34/2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. You Ji, Armed Forces of China, New York, I.B Tauris & Co Ltd, 1999.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Data Pokok. Nama Pangkat/NRP Tempat/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan

: : : : : : :

Joko P. Putranto, M.S.c. Kolonel Inf/ Magelang/2-10-1966 Islam Kawin AKABRI/1990 Sespri Kasum TNI

A. Dikbangum. 1. AKABRI 2. Sussarcab Inf 3. Sussar Para 4. Suslapa Inf 4. Seskoad

: : : : :

1990 1991 1991 2000 2004

B. Dikbangspes. 1. Lat Komando 2. Sus Gumil 3. Jump Master 4. Gultor 5. Suspa Intel Analis 6. Sus Bahasa Inggris 7. Sus Danyon

: : : : : : :

1992 1993 1995 1997 1998 2002 2005

II. Pendidikan.

III. Riwayat Jabatan. 1. Pama Pussenif 2. Danton Yonif Dam IX/Udy 3. Danton-1Ki C Yon-742 Dam IX/Udy 4. Danton-1/D Yon-742 Dam IX/Udy 5. Pama Kopassus 6. Dan Unit-1/1/1/21 Grup-2 7. Wadantim-2/2/2 Yon-21 Grup-2 8. Dantim-2/2/21 Grup-2 9. Pajas Grup-3 Kopassus 10. Wadanden-512/51 Grup-5 11. Danki-1 Yon-21 Grup-2 12. Kasiops Yon-21 Grup-2/Parako 13. Wadanden-512/51 Grup-5 14. Pasi Intelops Yon-51 Grup-5 15. PS. Kasi-1 Grup-5 Kopassus 16. Wadanyon Ban Sat-81/Gultor 17. Kasi-1 Grup-5 Kopassus 18. Danden Bannik Grup-5 Kopassus 19. Wadanyonban Grup-5 Kopassus 20. Kasi Intel Sat-81/Gultor 21. Pamen Kopassus (Dik Seskoad) 22. PS. Dansatdik Sespes Pusdikpassus 23. PS. Danyonif-134/Tuah Sakti 24. Danyonif-134/TS Rem-031/WB 25. Pabandyalat Sops Dam I/BB 26. Pamen Kodam I/BB (Dik LN) 27. Kaspri Pangdam I/BB 28. Dosen Muda Kardos Seskoad 29. Kasbrigif-17/1 Kostrad 30. Aslog Danjen Kopassus 31. Pamen Mabes TNI (Utk. Sespri Kasum TNI) 32. Sespri Kasum TNI

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

33

Jurnal Yudhagama

TRANSFORMASI PENGELOLAAN ANGGARAN DARI SURAT KEPUTUSAN BERSAMA (SKB) MENJADI PERATURAN MENTERI KEUANGAN (PMK) (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA sebagai otorisasi)

Oleh : Brigjen TNI Dr. I Nengah Kastika, S.H., M.H. (Irku Itjen Kemhan RI) Transformasi pengelolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi) perlu dilakukan agar pengelolaan anggaran dapat dilaksanakan secara transparan, efektif, efisien dan akuntabel sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003, dan UU Nomor 1 Tahun 2004, serta peraturan perundang-undangan lainnya.

PENDAHULUAN. Umum. etika saya diminta menulis tentang transformasi Angkatan Darat dibidang pengelolaan anggaran, saya teringat dengan pengalaman menghadiri rapat membahas tentang rencana pemberlakuan DIPA sebagai otorisasi di lingkungan Kemhan dan TNI. Rapat telah dilaksanakan beberapa kali, dan sampai sekarang belum ada kesepakatan, apakah akan merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan (Menkeu) Menhan yang berlaku selama ini, atau mengganti SKB dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Pihak Kemenkeu menginginkan SKB diganti

K 34

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

dengan PMK, sedangkan pihak Kemhan menginginkan untuk saat ini lebih baik merevisi SKB terlebih dahulu. Belum ada kesepakatan, karena terdapat perbedaan sudut pandang antara Kemhan dan Kemenkeu, dimana menurut Kemhan jika SKB diganti dengan PMK (sebagaimana konsep RPMK yang telah dibuat), akan berdampak sangat signifikan terhadap organisasi Kemhan dan TNI, maupun sistem yang sudah tergelar selama ini. Sangat disadari, memang kedepan rencana Kemenkeu dengan memberlakukan DIPA sebagai otorisasi harus dilaksanakan karena sudah sangat gamblang diatur didalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maupun dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Oleh karena itu, sejak dini Kemhan dan TNI harus sudah mulai menyiapkan konsep dan merumuskan materi muatan PMK atau apapun namanya agar dampak dari kebijakan baru itu tidak mengganggu kinerja Kemhan dan TNI secara keseluruhan. Maksud dan Tujuan. Maksud tulisan ini adalah menguraikan pelaksanaan anggaran sesuai SKB antara Menkeu dan Menhan, dan perkembangan pembahasan seputar rencana transformasi SKB menjadi PMK. Adapun tujuannya adalah agar dapat dijadikan sebagai masukan dalam merumuskan konsep transformasi anggaran dari SKB menjadi PMK. LATAR BELAKANG. Sebelum reformasi 1998, pengelolaan anggaran di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan/ Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Dephankam/ ABRI) menjadi tugas pokok atau dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perencanaan Umum dan Anggaran (Ditjen Renumgar).1 Kemudian, sebagaimana amanat reformasi yang menginginkan efektifitas dan efisiensi di dalam pengelolaan anggaran, maka pemerintah menerbitkan UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kemudian ditindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 42 Tahun 2002; UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

Pertahanan Negara; UU Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI); dan UU Nomor 35 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan peraturan-peraturan lain dibawahnya. Sebagai tindak lajut dari UU tersebut, Dephankam/ABRI divalidasi menjadi Kemhan dan TNI, serta POLRI. Selanjutnya, dibidang pengelolaan anggaran, diterbitkan SKB antara Menkeu Menhan yang pada intinya memberikan kelonggaran kepada Menhan untuk mengatur kembali DIPA yang telah diterima melalui penerbitan otorisasi (kecuali gaji). SKB ini telah berjalan lebih dari 10 tahun, kemudian ada wacana pemberlakuan DIPA sebagai otorisasi yang pada intinya menginginkan transformasi pengelolaan anggaran dari Kemhan dalam hal ini. Ditjenrenhan Kemhan (sebelumnya Ditjenrenumgar) ke Kemenkeu dalam hal ini. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)2 melalui perubahan dari SKB menjadi PMK. Rencana transformasi ini menjadi perhatian pimpinan termasuk pimpinan TNI Angkatan Darat, kemudian memerintahkan agar transformasi dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa pengelolaan anggaran kementerian/lembaga berpedoman pada APBN yang kemudian ditindaklanjuti dengan Kepres Nomor 42 Tahun 2002 (terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010). Di lingkungan Kemhan, hal ini tentu tidak serta merta dapat dilaksanakan karena beberapa alasan diantaranya

Pertama, dibidang organisasi perlu adanya penataan ulang Satuan Kerja (Satker) sebagai penerima DIPA,3 termasuk penataan ulang peran badan anggaran, dan peran badan keuangan; Kedua, dibidang piranti lunak, banyak peraturan yang harus direvisi sebagai dampak perubahan mekanisme penyaluran anggaran dan pembiayaan; dan Ketiga, dibidang Sumber Daya Manusia (SDM) perlu segera disiapkan personel-personel yang akan melaksanakan tugas-tugas dibidang anggaran maupun dibidang pembiayaan/keuangan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi agar nantinya tidak mengganggu kinerja Kemhan dan TNI. Kemudian, terbitlah Kepres Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dimana pada Pasal 56 Ayat (2) disebutkan bahwa tata cara penerimaan dan pengeluaran baik rutin maupun pembangunan Dephan diatur bersama oleh Kemenkeu dengan Menhan. Sebagai tindak lanjut terbitlah SKB Nomor 630/KMK.06/2004 dan MOU/04/M/XII/2004 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-Lain. Adapun materi muatan SKB, baru sebatas Belanja Pegawai khususnya gaji, sedangkan penyaluran anggaran belanja yang lainnya masih menggunakan mekanisme Otorisasi. Hal ini kemudian menjadi salah satu temuan Tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan (LK) Kemhan dan TNI Tahun 2011, sehingga merekomendasikan agar materi muatan SKB diperluas. Disamping itu, mekanisme penyaluran Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

35

Jurnal Yudhagama

anggaran melalui otorisasi menyebabkan pengelolaan anggaran tidak efektif dan efisien, sehingga menghambat pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).4 Oleh karena itu, dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi BPK, maka Kemhan menyiapkan konsep revisi SKB dengan menambahkan materi muatan pada SKB, kemudian pada saatnya nanti ditingkatkan menjadi DIPA sebagai Otorisasi. Hanya saja dalam pembahasan berikutnya kemudian berkembang, dimana dari pihak Kemenkeu menyampaikan konsep PMK, sehingga menimbulkan diskusi yang berkepanjangan antara merevisi SKB atau menggantinya dengan PMK. Dari uraian di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan dan sekaligus akan dibahas dalam tulisan ini yaitu pertama, mengapa perlu dilakukan transformasi pengelolaan anggaran; kedua, bagaimana transformasi dilakukan; dan ketiga, apa dampaknya terhadap organisasi Kemhan dan TNI khususnya pada TNI Angkatan Darat. TRANSFORMASI PENGELOLAAN ANGGARAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, arti kata transformasi sebagai berikut: 1. perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya); 2 .... lingkungan; mengubah struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya.5 Dari pengertian tersebut, secara sederhana, transformasi pengelolaan anggaran dapat diartikan sebagai perubahan bentuk pengelolaan anggaran dari SKB menjadi PMK. Pada saat ini, pengelolaan keuangan negara berpedoman kepada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada Pasal 6 Ayat (1) disebutkan Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, selanjutnya sesuai Pasal 6 Ayat (2). b disebutkan: “....dikuasakan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dalam hal ini. 36

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

Kepada Menhan selaku pengguna anggaran/pengguna barang”. Terkandung maksud bahwa sebagai penerima kuasa, Menhan wajib menjalankan kuasa yang diberikan oleh Presiden itu dengan sebaik-baiknya, sebagaimana diatur pula pada Pasal 3 (1) UU yang sama yang berbunyi: “.....Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan”. Demikian juga, pada UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada Pasal 4 Ayat (1) disebutkan: “.... Menteri/Pimpinan Lembaga adalah sebagai pengguna anggaran/pengguna barang bagi kementerian/lembaga yang dipimpinnya”. Oleh karena itu, pengelolaan anggaran di lingkungan Kemhan dan TNI harus berpedoman kepada kedua undang-undang tersebut, sebagai wujud ketaatan kepada peraturan perundang-undangan. Masih dalam konteks pengelolaan anggaran, pada Surat Keputusan Menteri Pertahanan Nomor: Skep/1590/XII/ 2003 tanggal 1 Desember 2003 tentang Petunjuk Pembinaan Keuangan di lingkungan Kemhan dan TNI disebutkan prinsip-prinsip pembinaan yang dianut dalam pengelolaan keuangan negara salah satunya adalah “saluran tunggal secara berjenjang” dalam bidang penganggaran melalui Badan Penganggaran (Banggar), dan bidang pembiayaan melalui Badan Keuangan (Baku). Selain itu juga memedomani prinsip “pembinaan tunggal keuangan” untuk menjamin ketertiban, keseragaman, efisiensi dan efektivitas serta kesinambungan dalam pembinaan keuangan negara.”6 Berdasarkan prinsip “saluran tunggal secara berjenjang” dalam pembinaan pengurusan keuangan negara, maka pengorganisasian Banggar dan Baku adalah Banggar Tingkat I dalam hal ini Dirjen Rensishan Dephan (sekarang Dirjen Renhan Kemhan), Banggar Tingkat II dalam hal ini Asrenum Panglima TNI, Banggar Tingkat III dalam hal ini Asrena Kas Angkatan, Kabagren Setjen Kemhan), dan Banggar Tingkat IV dalam hal ini Asrena Kotama). Sedangkan pengorganisasian Baku adalah Baku Tingkat I dalam hal ini Pusku Kemhan, Baku Tingkat II dalam hal ini Pusku TNI/Ditku/Disku Angkatan/ Bagku Setjen Dephan, Baku Tingkat II dalam hal ini Bagku Pusku TNI/Ku Kotama, dan Baku Tingkat IV dalam hal ini Pekas. Didalam pengelolaan anggaran dan pembiayaan, penyaluran otorisasi (KOM/KOP/P-3) secara berjenjang dari Banggar Tingkat I sampai dengan Bagar Tingkat IV, diikuti dengan penyaluran dana (NPBM/NPBP/NPB) dari Baku Tingkat I sampai dengan Tingkat IV. Demikian pula dalam hal pelaporan keuangan dilakukan dari satuan bawah (Banggar/Baku Tingkat IV) ke Banggar/Baku di atasnya dan berujung pada LK Kemhan dan TNI.

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Namun, menurut BPK mekanisme ini menimbulkan jalur birokrasi yang cukup panjang atau penerbitan otorisasi memakan waktu cukup banyak, sehingga menyebabkan keterlambatan dimulainya program/kegiatan. Hal ini berdampak pada terlewatinya batas akhir tahun anggaran 31 Desember atau terjadi kegiatan lintas tahun. Disamping itu, birokrasi yang terlalu panjang tidak sejalan dengan prinsip “pembinaan tunggal keuangan” yang menitikberatkan pada efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan negara. Sebagaimana diketahui bahwa anggaran Kemhan dan TNI dibebankan pada APBN dengan menggunakan DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA yaitu Keputusan Otorisasi (KO), dan selanjutnya penetapan alokasi anggaran berdasarkan Keppres yang dimuat pada rincian APBN dan Rencana Kerja Anggaran (RKA) masing-masing Unit Organisasi (UO). Menteri Pertahanan selaku PA mendelegasikan kewenangan kepada Dirjen Renhan untuk menerbitkan dan menandatangani KO atas nama Menhan, kemudian Kapusku Kemhan menerima, menguji, dan mengesahkan dokumen tagihan serta memerintahkan bendahara untuk membayar, Kemudian, Pekas sebagai pejabat yang berwenang menerima, menguji, mengesahkan tagihan dan membebankan pada akun yang tepat serta memerintahkan bendahara untuk membayar dan bendahara wajib menyelenggarakan pembukuan dan pertanggungjawaban atas dana yang diterima dan dibayarkan sesuai ketentuan. Kemudian, adanya tuntutan pemerintah bahwa LK Kemhan dan TNI harus sama dengan kementerian/

lembaga yang lainnya untuk mendukung Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Namun, seperti telah disinggung di atas, mengingat pengelolaan anggaran Kemhan dan TNI pada saat ini berdasarkan Kepres Nomor 42 Tahun 2002 dengan mekanisme penerbitan otorisasi sesuai SKB, mengakibatkan timbulnya kelemahan-kelemahan didalam penyajian LK seperti kelemahan sistem pengendalian internal dalam penyusunan LK, dan kepatutan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, serta kelemahankelemahan lainnya.7 Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan transformasi pengeloaan anggaran agar LK Kemhan dan TNI dapat mendukung LKPP, sehingga penilaian opini terhadap LK Kemhan dan TNI maupun LKPP meningkat dari WDP menjadi WTP. Oleh karena itu, dalam rangka transformasi ketentuan-ketentuan beserta unsur-unsurnya seperti diuraikan di atas, maka perlu segera dirumuskan konsep transformasi dari SKB menjadi PMK. KONSEP TRANSFORMASI DAN PENTAHAPANNYA. Konsep Tranformasi. Sebagai langkah persiapan didalam menyusun konsep transformasi pengelolaan anggaran maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, melakukan kajian dan memberikan masukan terhadap konsep revisi SKB Nomor 630/ KMK.06/2004 dan MOU/04/M/XII/2004. Pada saat ini masih dalam tahap pembahasan di tingkat Kemhan dan TNI. Secara garis besar, ada tiga pendapat yang mengemuka yaitu (1) dari pihak Kemhan menginginkan

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

37

Jurnal Yudhagama melaksanakan revisi SKB dengan penambahan belanja barang khususnya belanja barang operasional, setelah itu, baru melangkah kepada draf DIPA sebagai otorisasi; (2) pihak Mabes TNI menginginkan mengganti SKB menjadi PMK dengan sedikit perubahan rumusan dalam pengelolaan anggaran yaitu ada DIPA Umum dan DIPA Khusus; dan (3) TNI Angkatan Darat pada intinya menginginkan segera diterapkan mekanisme DIPA sebagai otorisasi, kecuali dalam hal-hal khusus yang memang masih perlu diatur di tingkat Kemhan. Kedua, sebagai antisipasi pelaksanaan transformasi dari SKB menjadi PMK, perlu segera menyiapkan konsep penyempurnaan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang diterapkan di lingkungan Kemhan dan TNI dengan mengacu kepada PMK Nomor 171/PMK.05/2007, antara lain mencakup rekonsiliasi antara UAKPA dengan UAKPB; sistem mekanisme pencatatan dan pelaporan secara berjenjang atas utang, piutang, kas dan setara kas, PNBP hasil pemanfaatan aset, dan penyesuaian pencatatan transaksi dana terpusat. Dibidang pengelolaan BMN, mengadakan penatausahaan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi (SIMAK) dan mencatat seluruh aset serta permasalahan-permasalahan yang disampaikan BPK dengan melibatkan Kotama, mengenai pencatatan persediaan dan Alutsista secara intensif dengan tetap mengakomodasikan keunikan proses bisnis dan kodifikasi di lingkungan Kemhan dan TNI khususnya TNI Angkatan Darat. Ketiga, melakukan koordinasi dengan Kemenkeu cq. Direktur Jenderal (Dirjen) terkait pengelolaan anggaran dan BMN untuk melakukan inventarisasi serta penilaian ulang di seluruh Satker, termasuk menyelaraskan metodologi dan standard penilaian dalam pelaksanaan Inventarisasi Penilaian (IP), serta mempertajam pemahaman atas sistem pencatatan dan pelaporan sebagai bahan pertimbangan dalam penyelesaian dan penyempurnaan IP. Di lingkungan internal, perlu meningkatkan koordinasi antara KPA dalam hal ini Kasad dengan para Pangkotama dan para Kasatker mengenai rekonsiliasi hasil IP serta memberikan petunjuk dan pedoman yang jelas atas tindak lanjut serta pemanfaatan hasil IP. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan transformasi pengelolaan anggaran TNI Angkatan Darat dari SKB menjadi PMK, perlu dilakukan langkah-langkah srategis sebagai berikut: Pertama, penataan kembali struktur organisasi yang ada saat ini, diarahkan agar dapat mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan dibidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan serta pertanggungjawaban keuangan. Seperti telah disinggung sebelumnya, keberadaan Satker di lingkungan TNI Angkatan Darat cukup banyak 38

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

dan tersebar sampai ke tingkat daerah, perlu segera ditata ulang sesuai dengan kebutuhan. Demikian juga penataan Banggar sebagai fungsi anggaran dan Baku yang melaksanakan fungsi pembiayaan perlu segera divalidasi karena sebagian besar kewenangannya sudah beralih ke Kemenkeu. Disamping itu, penataan gelar Satker dan Baku (Pekas) perlu mendapat perhatian guna memudahkan koordinasi utamanya didalam melaksanakan kegiatan rekonsosiliasi antara bidang anggaran dan keuangan. Kedua, pembentukan Satker yang akan ditunjuk sebagai pemegang DIPA yang nantinya harus menyajikan LK. Jumlah Satker yang ada pada saat ini sebanyak 604 buah, sedangkan konsep yang diajukan sebanyak 466 buah. Jumlah ini diharapkan mampu menyelenggarakan pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien dan dapat memenuhi kebutuhan satuan. Ketiga, menginventarisasi pengelompokan anggaran sesuai Sumber Anggaran (SA), Jenis Dana (JD) dan Belanja, serta akun yang akan didistribusikan kepada satuan pemegang DIPA sekaligus selaku KPA. Keempat, membuat piranti lunak yang mengatur tentang tugas-tugas dibidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan serta pertanggungjawaban keuangan; dan Kelima, meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang pengelolaan anggaran maupun pembiayaan melalui pendidikan dan latihan baik formal maupun informal. PENTAHAPAN TRANFORMASI. Agar transformasi pengelolaan anggaran dari SKB manjadi PMK dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu ditetapkan adanya masa transisi dengan pentahapan sebagai berikut: Pertama, Masa Transisi-I. Seperti telah diuraikan di atas, pada pasca terbitnya Kepres Nomor 42 Tahun 2002 yang ditandai dengan ditandatanganinya SKB, maka ditetapkan tata cara pelaksanaan anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-lain di lingkungan Kemhan dan TNI. Pada masa ini penyaluran anggaran ditentukan sebagai berikut Belanja Pegawai khususnya gaji dilayani langsung oleh KPPN Wilayah dimana satuan berada, dan Belanja Pegawai (selain gaji), Belanja Barang, dan Belanja Modal masih dikelola oleh Kemhan dan TNI, dimana penyalurannya tetap menggunakan mekanisme penerbitan otorisasi. Pada masa transisi-I ini, sebagai tahap pertama terdapat 35 Jenis (belanja gaji) yang dikelola langsung oleh Kemenkeu dalam hal ini. KPPN adalah Belanja Gaji Pokok PNS TNI, Belanja Pembulatan Gaji PNS TNI, Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS TNI, Tunjangan Anak PNS TNI, Belanja Tunjangan Struktural PNS TNI, Belanja

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Tunjangan Fungsional PNS TNI, Belanja Tunjangan PPh PNS TNI, Belanja Tunjangan Beras PNS TNI, Belanja Uang Makan PNS TNI, Belanja Tunjangan Daerah Terpencil/ Sangat Terpencil PNS TNI, Belanja Tunjangan Khusus Papua PNS TNI, Belanja Tunjangan Medis PNS TNI, Belanja Tunjangan Umum PNS TNI, Belanja Tunjangan Kompensasi Kerja Bidang Persandian PNS TNI, Belanja Gaji Pokok TNI, Belanja Pembulatan Gaji TNI, Belanja Tunjangan Suami/Istri TNI, Belanja Tunjangan Anak TNI, Belanja Tunjangan Struktural TNI, Belanja Tunjangan Fungsional TNI, Belanja Tunjangan PPh TNI, Belanja Tunjangan Beras TNI, Belanja Tunjangan Lauk Pauk TNI, Belanja Tunjangan Kowan TNI, Belanja Tunjangan Babinkamtibmas TNI, Belanja Tunjangan Khusus Papua untuk TNI, Belanja Tunjangan Kompensasi Kerja Bidang Persandian TNI, Belanja Tunjangan Operasi Pengamanan pada Pulau Terluar dan Wilayah Perbatasan TNI, Belanja Tunjangan Medis TNI, Belanja Tunjangan lain-lain termasuk Uang Duka TNI, Belanja Tunjangan Daerah Terpencil/Sangat Terpencil TNI, Belanja Tunjangan Umum TNI, Belanja Tunjangan Pegawai Transito, Belanja Pegawai Transito, Belanja Uang Lembur, dan Belanja Vakasi. Masa transisi-I ini, secara umum dapat berjalan dengan baik, namun dalam hal pengendalian dan pengawasan ada kelemahan karena hanya dilakukan oleh Satker dan Badan Keuangan (Baku) tingkat IV Pekas. Satuan diatasnya tidak melaksanakannya karena tidak mendapat tembusan arsip (arsip pertanggungjawaban/ Wabku gaji hanya berada di Satker dan Pekas). Hal ini menyebabkan pengendalian maupun fungsi pengawasan internal (Itjenad) tidak berjalan secara maksimal. Kedua, Masa Transisi-II. Setelah lebih dari 10 (sepuluh) tahun berjalannya masa transisi-I, maka sudah waktunya diadakan evaluasi atau revisi. Namun, melihat beberapa kekhususan seperti (1) terdapat 5 Unit Organisasi (UO) yang mengelola anggaran yaitu: UO Kemhan, UO Mabes TNI, UO TNI AD, UO TNI AL, dan UO TNI AU); (2) jalur komando yang dianut dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah; dan (3) kebutuhan pemenuhan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang mempunyai spesifikasi khusus, dan lain sebagainya, maka perlu persiapan-persiapan khusus sebelum melangkah kepada DIPA sebagai otorisasi. Pada masa transisi-II ini, dalam rangka pengendalian program seperti telah disinggung sebelumnya, Mabes TNI mengusulkan sebuah konsep dengan sedikit perubahan yaitu pola pelaksanaan pengelolaan anggaran melalui dua cara yaitu “DIPA Umum” dan “DIPA Khusus”. DIPA Umum adalah DIPA yang program kegiatannya dilaksanakan langsung oleh Satker yang ditunjuk pada DIPA, dan mereka

berhubungan langsung dengan KPPN sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan, DIPA khusus adalah DIPA yang program kegiatannya dilaksanakan berdasarkan perintah Menhan, Panglima TNI dan Kas Angkatan secara berjenjang. Dalam hal pembiayaan, untuk DIPA Umum masing-masing Satker berhubungan langsung dengan KPPN dengan mekanisme sebagaimana yang berlaku di kementerian/lembaga lain. Sedangkan, DIPA Khusus dibiayai dengan penyaluran dana dari KPPN berupa Uang Persediaan (UP) kepada Kapusku Kemhan. Selanjutnya disalurkan dengan mekanisme penyaluran dana dengan Nota Pemindah Bukuan (NPB). Sehubungan dengan itu, Kemhan telah menyusun konsep dengan menambahkan beberapa jenis belanja untuk dimasukkan kedalam DIPA Umum yaitu Belanja Barang Operasional yang dapat disalurkan langsung kepada Satker seperti Belanja Keperluan Perkantoran, Belanja Pengadaan Bahan makanan, Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh, Belanja Pengiriman Surat Dinas Pos Pusat, Honor Opersional Satuan Kerja, Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya, Belanja Jasa Profesi, Belanja Jasa Lainnya, dan Belanja Peralatan dan Mesin untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda. Ketiga, Transformasi Pengelolaan Anggaran dari SKB menjadi PMK (DIPA sebagai otorisasi). DIPA sebagai otorisasi artinya didalam penyaluran anggaran tidak perlu lagi melalui penerbitan otorisasi (KOM/ KOP), melainkan DIPA disalurkan secara langsung ke masing-masing Satker, pendanaannya dilayani oleh KPPN wilayah. Satuan-satuan penerima DIPA ditetapkan menjadi 5 UO (seperti telah diuraikan di atas). Pentahapannya dapat dimulai dari DIPA sebagai Otorisasi secara terbatas, yaitu tidak semua jenis belanja diberlakukan DIPA sebagai otorisasi, melainkan masih ada belanja yang tetap menggunakan mekanisme penyaluran melalui penerbitan otorisasi seperti Belanja Modal khususnya untuk pengadaan Alutsista, dan belanja yang lainnya yang dianggap perlu. Setelah Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

39

Jurnal Yudhagama itu dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012) tentang kekhususankekhususan didalam pengadaan Alutsista, maka DIPA sebagai otorisasi secara penuh dapat mulai diterapkan. DAMPAK TRANFORMASI. Tranformasi pengelolaan anggaran seperti diuraikan di atas, sudah tentu akan berdampak pada beberapa hal seperti organisasi, piranti lunak, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang perlu segera disesuaikan. Dibidang Organisasi. Pelaksanaan pengelolaan anggaran Angkatan Darat dengan pola penyaluran anggaran DIPA sebagai Otorisasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, maka akan memangkas organisasi yang ada sekarang ini, paling tidak pada organisasi yang berkaitan dengan penerbitan otorisasi dan pendanaan. Misalnya, fungsi dibidang pelaksanaan anggaran yang berada di Mabes TNI AD, Kotama/Balakpus harus divalidasi, demikian juga bagian yang menangani bidang pendanaan yang diemban oleh Seksi Anggaran dan Pembiayaan (Garbia) di Baku I sampai dengan Baku IV (dengan pola DIPA sebagai otorisasi semuanya langsung ditangani oleh KPPN). Demikian juga, gelar Satker dan gelar Baku harus ditata ulang disesuaikan dengan kebutuhan Satker guna memudahkan koordinasi dalam penyusunan LK. Dibidang Piranti Lunak. Piranti lunak yang telah ada seperti Peraturan Menteri (Permen), Buku Petunjuk Pembinaan (Bujukbin), Buku Petunjuk Pelaksanaan (Bujuklak) dan Buku Petunjuk Teknik (Bujuknik) yang mengatur tentang bidang perencaan dan anggaran serta pendanaan/ pembiayaan yang telah dikuasai dan diaplikasikan dengan baik di jajaran Banggar maupun Baku harus segera divalidasi. Hal ini, tentu akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat menyusun piranti lunak yang dibutuhkan, mengingat banyaknya piranti lunak yang harus divalidasi. Termasuk juga waktu untuk menyosialisasikan piranti lunak yang baru disusun. Dibidang Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan adanya kebijakan baru yang berdampak kepada perubahan organisasi dan revisi piranti lunak, maka secara tidak langsung akan berdampak kepada SDM yang mengawaki organisasi maupun yang menerapkan piranti lunak tersebut. Karena itu, perlu mendapat perhatian melalui pembinaan SDM dalam 40

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

rangka mewujudkan Good Governance dan Clean Government. Dalam kontek ini, Kemhan dan TNI telah menyikapinya dengan komitmen pengelolaan dan penyelenggaraan program pemerintah yang bersih dan transparan melalui kerja sama dengan BPKP, BPK RI, Kemenkeu dan Bappenas dengan mengadakan pendidikan dan latihan seperti kursus perencanaan, keuangan, pengadaan dan auditor ahli yang diselenggarakan oleh Kemhan diikuti oleh personel pengelola anggaran dan pembiayaan. Dengan demikian, semua instansi yang mengawaki bidang pengelolaan anggaran dan pembiayaan mempunyai pandangan, persepsi dan standard kompetensi yang memadai. PENUTUP. Kesimpulan. Pertama, transformasi penglolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi) perlu dilakukan agar pengelolaan anggaran dapat dilaksanakan secara transparan, efektif, efisien dan akuntabel sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003, dan UU Nomor 1 Tahun 2004, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua, perlu dilakukan langkah-langkah persiapan sebelum transformasi pengelolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi secara penuh) dilakukan seperti penataan organisasi, piranti lunak dan penyiapan SDM yang memiliki kompetensi dibidangnya. Ketiga, belum ada kesepakatan antara Kemenkeu, Kemhan dan TNI dalam pemilihan bentuk transformasi, apakah dengan merevisi SKB atau membuat PMK atau yang lainnya. Saran. Pertama, pengelolaan anggaran DIPA sebagai otorisasi menuntut setiap Satker penerima DIPA wajib menyampaikan Laporan Keuangan (LK), karena itu gelar Satker dan jumlahnya hendaknya menyesuaikan dengan gelar badan keuangan (Pekas) agar rekonsiliasi laporan antara bidang anggaran dan pembiayaan dapat dilaksanakan dengan baik. Kedua, sebagai jalan tengah, pilihan bentuk transformasi pengelolaan anggaran disarankan menggunakan Peraturan Menteri Bersama (PMB) antara Kemenkeu dengan Kemhan. Hal ini perlu segera diputuskan di level pimpinan Kemhan dan TNI serta Kemenkeu agar segera dapat ditindaklanjuti di tingkat pelaksana. End Notes. 1. Ditjen Renumgar adalah singkatan dari Direktorat Perencanaan Umum dan Anggaran yang berkedudukan di bawah Departemen Pertahan Keamanan/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Dephankam/ABRI).

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD 2. Pasal 56 Ayat (1) Kepres Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 3. Jumlah Satker di lingkungan TNI Angkatan Darat lebih kurang 604 buah, jumlah yang cukup besar. 4. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap LK Kemhan/TNI diberikan oleh BPK RI lima kali berturutturut sejak tahun 2007 hingga tahun 2011. 5. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Cetakan ke. 2, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, hal1209. 6. Surat Keputusan Menteri Pertahanan RI Nomor : Skep/1590/XII/2003 tanggal 1 Desember 2003 tentang Petunjuk Pembinaan Keuangan di Lingkungan Dephan dan TNI. 7. Untuk lebih jelasnya secara rinci dapat dilihat pada surat BPK Nomor 54/SIII-VIV.1/06/2012 tanggal 5 Juni 2012 tentang Hasil Pemeriksaan atas LK Kemhan Tahun 2011. Referensi: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara. 3. Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Nelanja Negara (APBN). 4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. 5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). 6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). 7. Keppres Nomor 42 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 8. Petunjuk Pembinaan Keuangan di Lingkungan Dephan dan TNI. 9. SKB Nomor 630/KMK.06/2004 dan MOU/04/M/ XII/2004 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-Lain. 10. Draf SKB Menkeu dan Menhan Nomor: ....../ KMK...../2012, MOU/....../M/..../2012 tentang Perubahan atas SKB Menkeu dan Menhan Nomor: 630/ KMK.06/2004 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-lain di Lingkungan Dephan dan TNI.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Data Pokok. Nama Pangkat Tmp/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan

: : : : : : :

DR. I Nengah Kastika, S.H., M.H. Brigjen TNI Bali/16-07-1956 HIndu Kawin Sepa PK/Sejenis/1982 Irku Itjen Kemhan RI

II. Riwayat Pendidikan Militer. A. Dikbangum. 1. Sepamilwa 2. Sekalihpa 3. Suslapa Ku 4. Seskoad

: 1981 : 1989 : 1993 : 1997

B. Dikbangspes. 1. Suspabewan Hankam 2. Suspabuk Hankam 3. Susfungren Hankam 4. Suspadnas Hankam 5. Susjemen Hankam 6. Suskatjemen Hankam 7. Diksar Para

III. Riwayat Jabatan. 1. Paurbia Kudam III/Slw 2. Pekas Yon Arhanudse-13 3. Pekas Kodim Kepri 4. Kaursil Pekas Gab-7 5. Pekas Kodim Agam 6. Pekas Korem-031/Wrb 7. Kasiev Bagrik Ditkuad 8. Kabag Wasbannis Ditkuad 9. Pamen Ditkuad (Dik Seskoad) 10. Pekas Gabpus-8/Ditkuad 11. Kaku Kopassus 12. Kakudam IX/Udy 13. Kakudam V/Brw 14. Danpusdikku Kodiklatad 15. Paban IV/Lakgar Srenad 16. Irku Itjen Kemhan RI

: 1982 : 1988 : 1994 : 1999 : 2000 : 2000 : 2001

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

41

Jurnal Yudhagama

TRANSFORMASI PEMBINAAN PERSONEL DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PRAJURIT

Oleh : Kolonel Caj Budi Prasetyono (Paban V/Bin PNS Spersad)

Transformasi pembinaan personel dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas prajurit untuk tercapainya kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) dengan sasaran kekuatan personel secara kuantitas dan kualitas yang mampu menjamin pelaksanaan tugas. Pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel dengan tidak mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang personel.

P

PENDAHULUAN. embinaan personel merupakan bagian integral dari sistem pembinaan TNI Angkatan Darat secara keseluruhan, diarahkan untuk memeroleh kualitas sumber daya manusia yang tepat dan memadai dalam mengawaki organisasi TNI Angkatan Darat. Sebagai unsur utama yang mengawaki organisasi TNI Angkatan Darat, setiap prajurit dituntut untuk memiliki kemampuan

42

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

mengemban tugas serta senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga selalu siap dan mampu melaksanakan tugas. Pembinaan personel tidak terlepas dengan penerapan kebijakan Zero Growth of Personnel (ZGP) dan Right Sizing dalam kerangka Minimum Essential Force (MEF), dimana peningkatan kemampuan anggaran pertahanan diprioritaskan pada peningkatan Alutsista. Anggaran pertahanan negara tidak hanya terserap untuk anggaran rutin, tetapi dapat didayagunakan untuk penambahan dan pemeliharaan Alutsista sesuai dengan hakikat ancaman yang dihadapi. Sejalan dengan kebijakan tercapainya Minimum Essential Force (MEF) dengan sasaran tingkat kekuatan yang cukup mampu menjamin kepentingan strategis, maka pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel. Transformasi bidang personel pada hakikatnya merupakan perubahan konsep pembinaan personel, namun tetap dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang personel. Pembinaan personel Angkatan Darat selama ini telah berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, namun demikian kegiatan tersebut perlu ditingkatkan secara optimal untuk memperoleh kualitas prajurit yang diharapkan. Dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategis dan tantangan tugas kedepan, Angkatan Darat perlu melaksanakan transformasi dalam pembinaan personel, sehingga dapat mendukung pelaksanaan tugas. TRANSFORMASI ANGKATAN DARAT. Dengan keterbatasan anggaran pertahanan yang hanya sekitar 40 % dari kebutuhan aktual untuk mencapai standard penangkalan, diterapkan kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Kebijakan tersebut bukan hanya karena terbatasnya anggaran pertahanan, namun lebih pada upaya mencari efektivitas dan efisiensi dari anggaran yang tersedia. Kebijakan ini tentunya tidak terlepas dari sasaran jangka panjang dalam rangka mewujudkan optimum force dan ideal essential force.

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Kebijakan MEF berlandaskan pada tiga aspek, yaitu kebijakan organisasi, kebijakan Alutsista, dan kebijakan personel. Sebagai salah satu aspek dalam MEF, maka kebijakan personel harus dilaksanakan dengan memerhatikan kepentingan organisasi dengan ketepatan postur (right sizing) dan Alutsista yang dibutuhkan dalam rangka menghadapi kemungkinan ancaman dan kecenderungan perkembangan lingkungan strategis. Sejalan dengan kebijakan personel dalam kerangka MEF, maka perlu diterapkan kebijakan transformasi dalam bidang personel. Transformasi pada hakikatnya proses perubahan karakteristik pembinaan personel agar prajurit memiliki kemampuan dalam mendukung pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Perubahan pembinaan personel bukan berarti mengabaikan pembinaan personel yang telah berjalan selama ini. Transformasi bidang personel juga tetap berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pembinaan personel. Dengan demikian, transformasi bidang personel akan berjalan sesuai dengan track yang telah ditentukan. Transformasi bidang personel justru akan meningkatkan optimalisasi pembinaan personel dalam mendukung pelaksanaan tugas. PEMBINAAN PERSONEL. Pembinaan personel merupakan bagian dari sistem pembinaan secara keseluruhan yang diarahkan untuk mencapai kualitas sumber daya manusia yang tepat dan memadai sesuai kebutuhan organisasi. Pembinaan personel dalam arti luas mencakup dua aspek, yaitu aspek pembinaan tenaga manusia (Binteman) dan aspek pembinaan personel (Binpers) prajurit sebagai individu perorangan. Pembinaan personel dalam aspek pembinaan tenaga manusia bertujuan untuk menentukan kebutuhan tenaga manusia untuk kepentingan organisasi secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga diperoleh kebutuhan tenaga manusia secara tepat dan berdaya guna. Sedangkan pembinaan personel dalam aspek pembinaan personel prajurit bertujuan menyiapkan prajurit yang sanggup dan mampu secara optimal mengemban setiap tugas yang dihadapinya, sehingga terwujud profesionalisme sesuai dengan tugas dan peranannya. Untuk mewujudkan profesionalisme keprajuritan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Angkatan Darat agar setiap prajurit mampu melaksanakan tugas, perlu dilakukan transformasi pembinaan personel dalam meningkatkan kualitas prajurit TNI Angkatan Darat. Pembinaan personel dilaksanakan melalui siklus atau proses pembinaan prajurit, yang meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan, dan pemisahan prajurit.

Penyediaan prajurit dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan organisasi, sehingga diperoleh keseimbangan kekuatan dan komposisi prajurit yang tepat dan diperlukan dalam mengawaki organisasi. Penyediaan prajurit dilaksanakan melalui kegiatan penerimaan prajurit bagi prajurit sukarela dan pengerahan prajurit bagi prajurit wajib, untuk golongan kepangkatan perwira, bintara dan tamtama. Pendidikan prajurit dilaksanakan secara terencana, terarah dan berlanjut untuk membentuk dan mengembangkan kualitas calon prajurit dan prajurit yang berjiwa Pancasila dan Sapta Marga, memiliki kepribadian pejuang prajurit dan prajurit pejuang, serta memiliki kecerdasan, keterampilan, dan kesamaptaan jasmani, sehingga mampu mengemban setiap tugas yang diberikan. Pendidikan prajurit yang ditempuh melalui berbagai jenis dan jenjang pendidikan memungkinkan prajurit memiliki kepribadian yang semakin mantap, kemampuan penguasaan teknologi yang semakin mendalam dan penguasaan pengetahuan yang semakin luas. Penggunaan prajurit dilaksanakan untuk mendayagunakan setiap prajurit secara optimal dalam penugasan dan pemanfaatannya serta memberikan kemungkinan pengembangan karier seluas-luasnya selama pengabdiannya. Keberhasilan penggunaan prajurit diperoleh melalui pembinaan karier yang adil, obyektif, dan transparan dengan pemanfaatan setiap prajurit seoptimal mungkin. Perawatan prajurit diberikan untuk menjamin setiap prajurit selalu siap mengemban tugas dengan sebaik-baiknya. Pemberian rawatan kedinasan dan purna dinas kepada setiap prajurit dan keluarganya diarahkan pada keseimbangan antara kewajiban dan hak setiap prajurit, sehingga dapat terwujud keserasian antara kepentingan organisasi dan kebutuhan prajurit. Pemisahan prajurit merupakan kegiatan akhir dari siklus pembinaan prajurit yang dilaksanakan untuk Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

43

Jurnal Yudhagama

memelihara dan menjaga kekuatan dan komposisi prajurit, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemisahan prajurit dilaksanakan secara tepat waktu sesuai ketentuan perundang-undangan, selain itu juga untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap prajurit untuk melanjutkan pengabdiannya di luar lingkungan TNI. TRANSFORMASI PEMBINAAN PERSONEL. Peningkatan kualitas prajurit merupakan tuntutan yang harus dihadapi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas. Peningkatan kualitas prajurit dilaksanakan melalui transformasi pembinaan personel yang terencana, terarah dan berlanjut sesuai dengan siklus pembinaan personel, yang dimulai dari penyediaan prajurit sampai dengan pemisahan prajurit. • Penyediaan Untuk memeroleh calon prajurit yang berkualitas sesuai tuntutan organisasi perlu dilaksanakan kegiatan kampanye penyediaan prajurit dan seleksi penerimaan prajurit secara obyektif, adil dan transparan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya kebijakan Zero Growth of Personnel (ZGP), maka alokasi penerimaan prajurit hanya sebesar jumlah prajurit yang pensiun atau dipisahkan. Namun demikian hal tersebut bukan berarti stagnasi personel, justru terkandung di dalamnya perubahan menuju peningkatan kualitas personel dalam kerangka manajemen modern. Kampanye penerimaan prajurit, untuk perwira, bintara dan tamtama dilaksanakan secara terpusat dan tersebar ke seluruh daerah dan pelosok nusantara. Selain kualitas calon prajurit yang diharapkan, calon prajurit juga proporsional dari seluruh daerah atau suku bangsa di Indonesia. Khusus untuk suku bangsa pada daerah-daerah perbatasan dan terpencil seperti Papua, Dayak, Flores, Mentawai dan sebagainya perlu mendapat perhatian dan rekomendasi dalam penerimaan prajurit. Hal ini akan mendukung keutuhan 44

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan beragamnya suku bangsa prajurit TNI Angkatan Darat tentunya akan memudahkan pembinaan teritorial dalam mendukung pelaksanaan tugas. Kampanye penerimaan prajurit khususnya Taruna Akmil dilaksanakan langsung ke sasaran yaitu sekolahsekolah unggulan yang terdapat di setiap daerah, seperti SMA Taruna Nusantara, SMA Krida Nusantara dan lainlain. Manfaatkan keberadaan sekolah-sekolah unggulan di setiap provinsi atau daerah untuk kepentingan penerimaan prajurit. Sedangkan penerimaan Pa PK yang bersumber dari perguruan tinggi, hendaknya diperuntukkan bagi sarjana yang berkualitas dan dibutuhkan organisasi sesuai dengan disiplin ilmunya. Kampanye penerimaan Pa PK dilaksanakan secara langsung ke perguruan tinggi negeri dan swasta yang terkemuka. Kampanye penerimaan prajurit bintara dan tamtama dilaksanakan langsung melalui organisasi pelajar, kepemudaan dan kemasyarakatan yang ada, seperti OSIS, Pramuka, PMR, pecinta alam, dan sebagainya, khususnya pada daerah-daerah yang terbatas tranportasinya ke kota-kota besar tempat penerimaan prajurit. Penentuan alokasi penerimaan bintara dan tamtama perlu memerhatikan kompetensi prajurit yang dibutuhkan, baik untuk prajurit pria dan wanita. Berdasarkan analisa kebutuhan prajurit dapat ditetapkan alokasi penerimaan bintara dan tamtama berdasarkan sumber pendidikan umum yang dimiliki, seperti SMA jurusan IPA atau IPS, SMK jurusan otomotif, bangunan, listrik, tata boga dan sebagainya. Selain melaksanakan kampanye penerimaan prajurit untuk memeroleh animo calon prajurit, perlu diimbangi dengan pembentukan Tim Seleksi penerimaan prajurit yang bersifat mobile selain kepanitiaan penerimaan prajurit yang dibentuk disetiap Panda dan Sub Panda. Tim Seleksi ini akan bergerak di setiap sekolah dan daerah terpencil, seperti sekolahsekolah unggulan, kabupaten-kabupaten di pedalaman, dan wilayah-wilayah terpencil lainnya, sehingga calon prajurit tidak membuang waktu serta biaya transportasi dan akomodasi bila mengikuti seleksi penerimaan prajurit. Untuk menentukan calon prajurit hasil seleksi team mobile tersebut, dapat dilaksanakan oleh Panpus dengan memanfaatkan media tele conference maupun media teknologi informasi lainnya seperti skype. Hasil seleksi team mobile dapat diputuskan secara langsung melalui sidang pemilihan oleh Panpus, sehingga dapat menjaring calon prajurit di seluruh pelosok tanah air. Untuk memeroleh calon prajurit yang berkualitas, seleksi penerimaan prajurit dilaksanakan secara obyektif, adil dan transparan, sehingga meningkatkan persaingan dan kompetisi sehat antar calon. Setiap kegiatan

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD seleksi penerimaan, mulai dari seleksi administrasi, kesehatan, jasmani, psikologi, wawancara maupun akademik dilaksanakan secara obyektif dan transparan serta diawasi secara ketat untuk menghindari segala bentuk manipulasi data dan percaloan. Selain itu, perlu diberikan penekanan secara terus-menerus bahwa dalam seleksi penerimaan prajurit tidak dipungut biaya apapun. • Pendidikan Pendidikan prajurit dilaksanakan untuk menghasilkan prajurit yang berkualitas dan memiliki kemampuan sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan. Sesuai kebijakan MEF, maka pendidikan harus sejalan dengan pembenahan Alutsista yang akan digunakan. Prajurit harus dibekali pendidikan yang keluarannya memiliki kemampuan dalam mengawaki Alutsista yang tersedia. Alutsista yang modern akan diawaki oleh prajurit yang memiliki bekal pendidikan yang memadai untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Untuk memeroleh prajurit yang berkualitas dan mampu mengawaki Alutsista dikembangkan pola pendidikan yang terarah, berjenjang dan berlanjut, baik melalui pendidikan sekolah dan luar sekolah. Prioritas dalam pembinaan pendidikan adalah pembenahan komponen pendidikan untuk memeroleh peningkatan kualitas hasil didik. Tenaga pendidik yang tersedia di lembaga pendidikan harus yang terbaik dan memiliki kualifikasi sebagai pendidik. Selain itu, tenaga pendidik sudah

memiliki pengalaman penugasan, dan selalu diadakan rotasi penugasan, sehingga dapat menciptakan kompetensi sehat dalam pola pembinaan karier prajurit. Demikian juga peserta didik hendaknya diperoleh dari calon peserta didik yang berkualitas, memenuhi syarat dan lulus seleksi yang dilaksanakan secara obyektif dan transparan. Dalam pembenahan komponen pendidikan lainnya, kurikulum pendidikan harus dikaji ulang dan direvisi sesuai dengan tuntutan pembenahan Alutsista dalam kebijakan MEF. Kurikulum pendidikan harus dapat menjawab tuntutan keluaran hasil didik yang memadai dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis dan tantangan tugas kedepan. Pendidikan pertama (Dikma) dan pendidikan pembentukan (Diktuk) dilaksanakan agar memiliki sikap mental dan kepribadian, intelektual, serta kesamaptaan jasmani sesuai dengan golongan dan kepangkatannya. Dikma merupakan pendidikan awal bagi setiap prajurit agar dilaksanakan secara benar dan konsisten karena akan mengarah kepada pembentukan karakter keprajuritan dimasa datang. Dikbangum Diklapa (Diklapa I dan II) merupakan pendidikan berjenjang dan berlanjut untuk mengembangkan kemampuan umum diproyeksikan dalam rangka penggunaan prajurit selanjutnya. Keterkaitan dengan konsep penggunaan prajurit, Diklapa I dan II merupakan pendidikan yang diprioritaskan bagi lulusan Akmil dan Pa PK sebagai perwira karier jangka panjang. Calon peserta didik Seskoad harus memenuhi

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

45

Jurnal Yudhagama persyaratan dan lulus seleksi yang ketat serta potensial untuk menduduki jabatan Gol. IV/Kolonel sesuai dengan kompetensinya. Seleksi pendidikan Seskoad harus benar-benar obyektif dan transparan sehingga benar-benar menjadi ajang kompetisi dalam proyeksi pembinaan karier yang akan datang. Dalam penentuan calon peserta didik Sesko TNI, harus mempertimbangkan kecabangan dan arahan jabatan yang bersangkutan. Lulusan Sesko TNI diproyeksikan untuk jabatan strategis yang diperlukan dalam operasi gabungan antar matra angkatan. Selain itu, yang menjadi pertimbangan utama adalah persyaratan lulusan Seskoad 30% terbaik dan/atau perwira pilihan berdasarkan track record dalam penugasannya di lapangan/satuan operasional. Dikbangspes dilaksanakan untuk mengembangkan kemampuan spesialisasi dalam rangka proyeksi penugasan prajurit selanjutnya. Seleksi Dikbangspes harus memerhatikan bakat, minat dan potensi yang dimiliki seorang prajurit sesuai dengan pendidikan spesialisasi yang akan ditempuh. Setiap jabatan akan diisi oleh prajurit yang memiliki bekal pendidikan sesuai Dikbangspes yang telah dimiliki. Pendidikan di luar negeri perlu diseleksi berdasarkan kemampuan dan kompetensi prajurit yang bersangkutan karena membawa nama baik negara. Peserta didik di luar negeri tidak semata memiliki kemampuan berbahasa asing, namun harus memiliki kompetensi serta proyeksi dalam pembinaan karier yang bersangkutan. Kemampuan berbahasa asing diberikan secara intensif setelah yang bersangkutan lulus seleksi pendidikan di luar negeri sesuai dengan kompetensinya. • Penggunaan Sesuai kebijakan MEF dan ZGP, penggunaan prajurit dilaksanakan seoptimal mungkin dan memberikan kemungkinan pengembangan karier seluas-luasnya. Penggunaan prajurit memerhatikan kepentingan ganda yang tidak dapat dipisahkan, yaitu kepentingan organisasi dan kepentingan prajurit sebagai individu, yang dalam keadaan tertentu kepentingan organisasi lebih diutamakan. Dengan adanya kelebihan personel pada strata kepangkatan tertentu, menyebabkan persaingan yang semakin ketat untuk memeroleh jenjang jabatan yang lebih tinggi dalam rangka pembinaan karier. Oleh karena itu, pembinaan karier perwira harus sesuai dengan konsep pembinaan prajurit jangka panjang dan jangka pendek. Perwira karier jangka panjang lulusan Akmil dan Pa PK diprioritaskan untuk menduduki jabatan Gol. V ke atas. Sedangkan perwira karier jangka pendek lulusan Secapa Reguler diperuntukkan guna mengisi ruang jabatan Pama dan Gol. VI. 46

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

Penempatan dalam jabatan harus sesuai dengan prinsip the right man on the right place dan dilaksanakan melalui mekanisme seleksi karier dan sidang jabatan berdasarkan penilaian talent scouting, peringkat pendidikan, prestasi penugasan, sosiometri serta metode penilaian yang berbasis kompetensi jabatan. Penempatan dalam jabatan berpedoman pada daftar urut kepangkatan dan jabatan (dafukaj) perwira serta pola pembinaan karier perwira yang terarah dan berjenjang sesuai dengan struktur organisasi yang semakin ramping ke atas. Untuk memeroleh prajurit yang berkualitas dengan proyeksi pembinaan karier masa datang, setiap prajurit lulusan Dikma ditempatkan pada penugasan lapangan di satuan operasional. Penempatan pada satuan operasional merupakan kesempatan untuk mengenal dan merasakan langsung hakikat kehidupan prajurit senyatanya. Penempatan di satuan lapangan dapat memberikan bekal kepemimpinan tatap muka (face to face) dalam memegang tanggung jawab satuan tingkat terendah. Untuk itu, setiap prajurit lulusan Akmil diarahkan hanya pada kecabangan Pur/Banpur untuk memeroleh bekal penugasan lapangan. Setelah penugasan di satuan operasional, sebelum yang bersangkutan mengikuti Diklapa I, diadakan reklasifikasi untuk penentuan kecabangan perwira lulusan Akmil selanjutnya. Hasil dari reklasifikasi tersebut akan menyebabkan sebagian perwira alih kecabangan dari kecabangan Pur/Banpur menjadi kecabangan Banmin. Dengan demikian, setiap perwira lulusan Akmil akan memeroleh pengalaman penugasan di satuan operasional sebagai bekal kepemimpinan dimasa yang akan datang. Demikian juga dalam pembinaan karier bintara dan tamtama, setiap prajurit diarahkan pada kejuruan Pur/Banpur untuk memeroleh bekal penugasan lapangan. Setelah penugasan di satuan operasional, diadakan reklasifikasi sesuai dengan Dikbangspes yang telah dimiliki. Hasil dari reklasifikasi tersebut akan menyebabkan sebagian bintara dan tamtama

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

beralih kejuruan dari Pur/Banpur menjadi banmin sebelum yang bersangkutan mengikuti Diktuk Secapa atau Secaba. Penugasan prajurit di luar struktur TNI Angkatan Darat merupakan rangkaian pola pembinaan karier dalam rangka pengembangan karier yang seluasluasnya dengan tetap mengedepankan penilaian secara obyektif, adil dan transparan. Oleh karena itu, promosi jabatan prajurit, baik didalam struktur maupun diluar struktur, merupakan kewenangan Angkatan Darat dengan mempertimbangkan saran masukan pengguna diluar struktur. Prajurit yang tidak optimal dalam penugasan di luar struktur dapat segera diganti dengan prajurit yang memiliki kemampuan dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan pengguna diluar struktur TNI Angkatan Darat. Selain kenaikan pangkat reguler yang diberikan sesuai dengan promosi jabatan yang telah dipangkunya, perlu diberikan kenaikan pangkat khusus berupa kenaikan pangkat luar biasa (KPLB) dan kenaikan pangkat penghargaan (KPH) bagi prajurit terpilih secara ketat dan selektif. Dalam kondisi tidak ada operasi militer perang, pemberian KPLB operasi militer selain perang akan dapat meningkatkan moril prajurit serta memberikan contoh dan tauladan bagi setiap prajurit. Demikian juga pemberian KPH bagi prajurit yang telah melaksanakan pengabdian secara sempurna dan tanpa terputus dengan dedikasi dan prestasi kerja yang tinggi dapat meningkatkan moril prajurit untuk berbuat yang terbaik dalam pengabdiannya. • Perawatan Peningkatan kualitas prajurit sejalan dengan kebijakan MEF didukung dengan perawatan prajurit yang memadai, sehingga setiap prajurit senantiasa siap mengemban tugas yang dibebankan. Perawatan prajurit diberikan baik dalam bentuk materi maupun rohani agar setiap prajurit dapat memberikan pengabdian yang terbaik dalam setiap penugasannya. Pembinaan moril dilaksanakan dengan memelihara dan meningkatkan moril prajurit melalui pemberian

penghargaan dan tanda kehormatan yang tepat waktu, pemakaman kedinasan, dan pemberian bantuan yang dapat meringankan beban prajurit. Pemberian reward and punishment perlu dilaksanakan secara konsisten, proporsional dan adil melalui mekanisme yang tepat, sehingga dapat meningkatkan wibawa satuan dan disiplin prajurit. Tanda kehormatan militer berupa bintang dan satyalancana pada hakikatnya diberikan negara kepada prajurit yang berhak menerimanya. Pemberian tanda kehormatan hendaknya bersifat otomatis tanpa usulan prajurit maupun membebankan satuan yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu dukungan data personel yang tepat, sehingga proses pemberian tanda kehormatan dapat bersifat otomatis tanpa membebankan prajurit dan satuannya. Untuk ketepatan dan kecepatan pemberian tanda kehormatan militer, perlu dilakukan langkah-langkah efisiensi dalam proses pemberian tanda kehormatan militer. Proses pemberian tanda kehormatan militer bagi prajurit TNI Angkatan Darat dapat diajukan oleh Mabesad ke Mabes TNI tanpa melalui Kemhan untuk segera diajukan kepada Presiden melalui Sekmilpres. Tanda kehormatan militer yang diberikan secara tepat waktu dapat meningkatkan moril dan memberikan kebanggaan bagi setiap prajurit. Pembinaan jasmani dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan jasmani prajurit agar mampu melaksanakan tugas seoptimal mungkin. Kelulusan kesamaptaan jasmani dalam setiap seleksi pendidikan, jabatan dan kenaikan pangkat merupakan sarana seleksi untuk memeroleh prajurit yang berkualitas. Pembinaan jasmani harus dilakukan setiap prajurit dengan orientasi bahwa hal tersebut merupakan suatu kebutuhan prajurit. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan bagi prajurit dan keluarganya diberikan secara berkala sesuai dengan hak dan kebutuhan prajurit. Tidak ada lagi prajurit dan keluarganya yang merasa terabaikan dalam memeroleh pelayanan kesehatan. Rumah Sakit dan Poliklinik Angkatan Darat berkewajiban untuk memberikan layanan kesehatan terbaik kepada setiap prajurit dan keluarganya dibandingkan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat umum. Sejalan dengan upaya meningkatkan moril prajurit, perlu dilakukan kerja sama dengan lembaga asuransi pemerintah dalam pemberian asuransi jiwa bagi prajurit yang melaksanakan penugasan operasi, latihan maupun pendidikan militer. Prajurit yang gugur, tewas, atau meninggal dunia dapat memeroleh asuransi yang sesuai dan memadai, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan penuh kepercayaan diri. Dalam rangka pemakaman kedinasan bagi purnawirawan, perlu dioptimalkan peran Satkowil Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

47

Jurnal Yudhagama untuk memberikan pelayanan pemakaman kedinasan. Kodim dan Koramil berkewajiban untuk memiliki data setiap purnawirawan yang berada di wilayahnya, sehingga dapat bertindak cepat dan tepat untuk memberikan pelayanan pemakaman kedinasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga keluarga yang ditinggalkan dapat memiliki kebanggaan sebagai keluarga prajurit. Untuk menjamin kepastian hunian dihari tua setelah pensiun, setiap prajurit diberikan bantuan perumahan yang dikelola oleh BP TWP. Setiap prajurit yang memasuki pensiun akan memeroleh perumahan atau uang senilai harga rumah saat pensiun tanpa iuran yang memberatkan penghasilan prajurit. Dengan pemberian subsidi silang antar setiap prajurit dengan dukungan PT Asabri (Persero) akan dapat diperoleh perumahan bagi setiap prajurit yang memasuki masa pensiun. • Pemisahan Pemisahan prajurit sebagai bagian akhir dari pembinaan prajurit dilaksanakan secara cepat, tepat dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemisahan prajurit tidak hanya karena telah berakhir masa dinas keprajuritannya, namun yang terpenting adalah sebagai alat kendali untuk memelihara kekuatan dan komposisi prajurit. Pemberian Masa Persiapan Pensiun (MPP) selama-lamanya satu tahun sebagai persiapan memasuki masa pensiun, dilaksanakan secara proporsional untuk memelihara kekuatan prajurit, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemberian MPP tidak dilakukan secara menyeluruh kepada setiap prajurit, namun diberikan sesuai dengan kebutuhan organisasi pada strata jabatan dan kepangkatan tertentu dengan mempertimbangkan kompetensi prajurit yang bersangkutan. Selain pemberhentian dari dinas keprajuritan karena telah mencapai batas usia pensiun maksimal, pengakhiran dinas keprajuritan juga dapat disebabkan karena berakhirnya Ikatan Dinas Lanjutan (IDL I, II dan III). Prajurit yang telah memiliki masa dinas keprajuritan 20 tahun atau berakhirnya IDL I dapat diberikan kesempatan untuk memasuki masa pensiun dengan diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan. Oleh karena itu, IDL juga merupakan alat kendali untuk memelihara kekuatan dan komposisi prajurit. Hal yang berbeda bagi prajurit sukarela dinas pendek (PSDP) penerbang yang berakhir masa Ikatan Dinas Pendek (IDP) setelah 10 tahun melaksanakan dinas. Atas dasar kebutuhan organisasi akan penerbang Angkatan Darat, perwira tersebut dapat diangkat kembali menjadi prajurit karier untuk selanjutnya dapat mengakhiri IDL setelah bertugas minimal selama 15 tahun. Selain bermanfaat untuk kepentingan organisasi, 48

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

setelah purna dinas prajurit tersebut juga memeroleh hak tunjangan bersifat pensiun yang maknanya sama dengan pensiun, sehingga haknya dapat diteruskan sampai dengan warakawuri atau anaknya yang masih memenuhi persyaratan. Alat kendali lainnya dalam memelihara kekuatan dan komposisi prajurit adalah penyaluran prajurit yang dikenal dengan istilah second career. Menyikapi kondisi faktual khususnya jumlah perwira eligible yang tidak seimbang dengan ruang jabatan yang tersedia, perlu adanya second career, sehingga yang bersangkutan tetap dapat memberikan kontribusinya dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Prajurit tersebut dapat menjalani second career berupa Alih Status pada lembaga-lembaga pemerintah, baik kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, maupun Alih Profesi pada badan usaha milik negara/daerah serta instansi swasta lainnya, yang membutuhkan kompetensi prajurit di instansinya. Alih Status adalah peralihan status prajurit TNI menjadi PNS pada jabatan di kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian. Prajurit aktif dengan pangkat minimal Letkol dapat alih status menjadi PNS dengan ketentuan yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan, sehingga yang bersangkutan statusnya bukan prajurit atau purnawirawan. Alih Profesi adalah peralihan profesi prajurit TNI setelah berakhir dinas keprajuritannya atau pensiun untuk selanjutnya menjadi pegawai atau karyawan pada badan usaha milik negara/daerah dan badan usaha swasta lainnya. Prajurit yang alih profesi diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan dengan memeroleh hak rawatan purna dinas sesuai ketentuan yang berlaku. Prajurit yang alih profesi diharapkan telah memiliki masa dinas keprajuritan minimal 15 tahun, sehingga yang bersangkutan memeroleh hak tunjangan bersifat pensiun yang maknanya sama dengan pensiun sebagai bekal di hari tua. Second career tentunya tidak hanya stagnant pada jabatan pada saat yang bersangkutan alih status atau alih profesi. Yang bersangkutan diharapkan dapat menjalani karier lanjutan kejabatan yang lebih tinggi lagi pada instansi pengguna. Bila yang bersangkutan alih status atau alih profesi pada suatu jabatan tertentu, dengan bekal kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, diharapkan karier yang bersangkutan dapat mencapai puncak yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam kegiatan penyaluran prajurit perlu adanya pembekalan pengetahuan dan keterampilan bagi prajurit yang akan menjalani second career. Pembekalan akan disesuaikan dengan bakat, minat dan potensi seseorang dengan

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki serta kebutuhan instansi pengguna. Program-program pembekalan pengetahuan dan keterampilan serta pendidikan dan pelatihan manajemen maupun teknis diberikan kepada prajurit yang diselaraskan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan akan tenaga kerja saat ini. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian di atas, kesimpulan yang diperoleh tentang transformasi pembinaan personel dalam meningkatkan kualitas prajurit sebagai berikut : • Transformasi pembinaan personel dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas prajurit untuk tercapainya kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) dengan sasaran kekuatan personel secara kuantitas dan kualitas yang mampu menjamin pelaksanaan tugas. Pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel dengan tidak mengabaikan peraturan perundangundangan yang berlaku dibidang personel. • Transformasi pembinaan personel dalam meningkatkan kualitas prajurit dilaksanakan melalui berbagai upaya pembinaan personel dalam arti luas, yang mencakup dua aspek, yaitu aspek pembinaan tenaga manusia (Binteman) dan aspek pembinaan personel (Binpers) prajurit sebagai individu perorangan yang meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan,

perawatan, dan pemisahan prajurit, yang saling keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. • Pembinaan personel yang dilaksanakan secara terencana, terarah dan berlanjut akan memeroleh hasil yang optimal dalam meningkatkan kualitas prajurit yang merupakan tuntutan yang harus dihadapi untuk menghadapi tantangan tugas kedepan. Melalui konsep transformasi bidang personel diharapkan dapat dilakukan perubahan secara bertahap dan sistematis serta realistis dalam pembinaan personel untuk mendukung pelaksanaan tugas. SARAN. Saran yang diberikan tentang transformasi pembinaan personel dalam meningkatkan kualitas prajurit sebagai berikut : • Transformasi pembinaan personel seyogyanya diterapkan secara gradual dan sistematis dengan senantiasa memertimbangkan kondisi kekuatan dan komposisi personel, baik secara kuantitas maupun kualitas yang sangat dinamis sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis. • Perlu peran aktif dan kepedulian para Dan/Ka satuan untuk meningkatkan pembinaan personel di satuannya masing-masing dengan melaksanakan transformasi pembinaan personel, sehingga diperoleh hasil yang optimal dalam meningkatkan kualitas prajurit.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. Data Pokok. 1. Nama 2. Pangkat/NRP 3. Tempat/Tgl. Lahir 4. Agama 5. Status 6. Sumber Pa/Th 7. Jabatan

: : : : : : :

Budi Prasetyono Kolonel Caj/31913 Makassar/28-05-1958 Islam Kawin Sepamilwa/1985 Paban V/Bin PNS Spersad

II. Pendidikan. 1. Sepamilwa ABRI Gel. I 2. Seskoad Susreg XXXIV

: 1984/1985 : 1996/1997

III. Riwayat Jabatan. 1. Pasi Daktiloskopi Ditajenad 2. Kasi Angkat Ba/Ta Ditajenad 3. Kaur Tap Siminpersmil Ajendam II/Swj 4. Palan Ajenrem-043/Gatam Ajendam II/Swj 5. Pabanda MPP Spaban II Spersad 6. Pabandya Anev/Dalprog Srendam VII/Wrb 7. Pabandya Anev/Data Stat Spaban I Spersad 8. Pabandya Minu & Turjuk Spaban I Spersad 9. Kaajendam Jaya Kodam Jaya 10. Kasubdit Bindospers Ditajenad 11. Paban V/Bin PNS Spersad

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

49

Jurnal Yudhagama

SIGNIFIKANSI PERAN PEMIMPIN TRANSFORMASIONAL DALAM PROSES TRANSFORMASI TNI AD

Oleh : Letkol Arh Hamim Tohari, MA (Dandim-0505/JT)

Transformasi TNI AD pada dasarnya merupakan sebuah proses yang telah, sedang dan akan terus dilakukan guna membawa TNI AD menjadi organisasi yang profesional, efektif, efisien dan modern sesuai dengan tuntutan dinamika perubahan lingkungan strategis.

S

PENDAHULUAN. ejak awal terbentuknya hingga sekarang, berbagai perubahan telah banyak dilakukan dan tentu saja akan terus dilakukan oleh TNI AD sebagai sebuah organisasi sesuai dengan dinamika perubahan lingkungan strategis yang terjadi. Konsep perubahan atau pengembangan TNI AD telah terwadahi dalam Postur 25 tahunan dan kemudian dijabarkan menjadi Rencana Strategis 5 tahunan. Postur maupun renstra tersebut dan secara terus menerus serta berkesinambungan direvisi sesuai dengan arah kebijakan umum pertahanan negara yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun sayangnya, walaupun

50

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

Renstra telah disusun dan selalu direvisi, sasaran dari perubahan yang diinginkan terkesan sangat lambat untuk tercapai, bahkan pada beberapa aspek justru mengalami stagnasi dan penurunan. Oleh karena itu, istilah transformasi kemudian mengemuka sebagai sebuah wacana untuk melakukan perubahan secara lebih radikal dan menyeluruh. Namun demikian, konsep transfromasi yang sering diwacanakan cenderung lebih mengarah pada perubahan-perubahan institusional, doktrin maupun sistem persenjataan. Tentu saja transformasi yang berorientasi kesisteman tersebut belumlah cukup untuk membawa perubahan yang signifikan apabila tidak diikuti dengan transformasi yang bersifat kultural, karena sebagai bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan, masih banyak persoalan kultural di dalam TNI AD yang harus dicarikan solusinya. Persoalanpersoalan kultural tersebut erat kaitannya dengan tata nilai dan kualitas sumber daya manusia seperti cara berpikir, bersikap dan bertindak yang cenderung nyaman dengan berbagai previlege yang pernah dimiliki dan disediakan oleh masa lalu, sehingga memunculkan keengganan untuk berubah. Mengingat pentingnya proses transformasi TNI AD untuk mengimbangi dinamika perubahan lingkungan strategis yang berjalan demikian cepat, maka persoalanpersoalan kultural tersebut perlu mendapatkan perhatian yang proporsional dalam keseluruhan proses transformasi sambil melakukan pembenahan institusional, doktrin maupun sistem persenjataan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan kultural tersebut, peran pemimpin yang memiliki kemauan dan integritas serta komitmen terhadap perubahan sangatlah signifikan, karena berkait dengan persoalan manusia. Diperlukan pemimpin-pemimpin masa depan yang berkarakter transformasional untuk mengawal proses transformasi secara menyeluruh. Pemimpin-pemimpin tersebut harus disiapkan secara lebih dini agar berbagai persoalan-persoalan dapat diatasi dan pada akhirnya TNI AD akan berhasil melakukan transformasi secara komprehensif untuk menjadi sebuah organisasi yang modern, efektif, efisien dan semakin profesional.

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD PROSES TRANSFORMASI TNI AD. Menghadapi cepatnya dinamika perubahan lingkungan strategis serta hakekat ancaman terhadap NKRI yang semakin sulit diprediksikan, TNI AD dituntut untuk berubah menjadi organisasi yang lebih profesional, efektif, efisien dan modern karena fungsi outward looking mengharuskan dimilikinya kapasitas ini. Berangkat dari konteks sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong dibelakang suatu transformasi institusi. Kedepan, TNI AD akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi profesional militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi TNI AD untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Konsekuensinya, penataan terhadap sistem pendidikan, latihan, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, teritorial, kepemimpinan, personel, persenjataan, dan bahkan kebijakan TNI AD juga tetap perlu dilakukan oleh generasi mendatang.1 Pada dasarnya proses transformasi telah dilakukan oleh TNI AD dari waktu ke waktu, bahkan sebelum istilah transformasi itu sendiri menjadi semakin populer. TNI AD, sebagaimana organisasi yang lain, secara terus menerus dan berkesinambungan menuangkan program-program perubahan atau pengembangan kekuatannya dalam bentuk rencana strategis (trategic plan). Namun demikian, perubahanperubahan atau transformasi yang telah dan sedang dilakukan cenderung diprioritaskan pada perubahan organisasi sesuai dengan kebijakan Minimum Essential Force, perubahan doktrin untuk menyesuaikan dengan perang generasi keempat (4GW), dan perubahan sistem persenjataan untuk memodernisasi Alutsista agar memiliki deterrent effect yang tinggi. Pada aspek organisasi, perubahan atau transformasi dirancang secara komprehensif agar dapat melahirkan TNI AD masa depan yang berciri; a) Memiliki kemampuan dan postur yang dapat mengantisipasi perkembangan bentuk dan potensi ancaman, serta perubahan lingkungan strategik; b) Dapat menjalankan tugas-tugas operasi militer perang dan selain perang (military operations other than war) termasuk melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan dan tugas perdamaian dunia di bawah bendera PBB; c) Menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan (humanitarian); dan d) Tunduk dan patuh kepada otoritas pemerintahan sipil, dan tidak terlibat dalam politik praktis.2 Pada aspek doktrin, TNI AD telah berupaya secara maksimal dan terus menerus untuk merevisi doktrin-dotrin pada semua tataran, baik strategis,

operasional, taktis maupun teknis agar tidak tertinggal dari perkembangan yang terjadi di negara lain. Sedangkan pada aspek sistem persenjataan, terlihat sinyal keseriusan yang telah diberikan oleh pemerintah terhadap upaya peningkatan modernisasi pertahanan dengan tambahan anggaran untuk pembelian dan pemeliharaan Alutsista kira-kira sebesar Rp 156 triliun hingga 2014. Anggaran ini akan mencakup tiga komponen utama. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 untuk penguatan Alutsista, Rp 66,5 triliun dialokasikan untuk pembelian Alutsista sesuai dengan rencana pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF), Rp 32,5 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan. Komponen ketiga, Rp 57 triliun, untuk percepatan pemenuhan MEF sesuai dengan amanat Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 2011.3 Namun perlu juga disadari bahwa persoalan TNI AD tidak sebatas pada persoalan organisasi, doktrin maupun sistem persenjataan, tetapi juga mencakup persoalan kualitas dan integritas sumber daya manusia yang mengawakinya. Persoalan ini tidak terlepas dari persoalan kultural bangsa Indonesia yang hingga saat ini masih menjadi keprihatinan bersama. Sayangnya, transformasi pada aspek kultural ini masih terkesan dikesampingkan, padahal memegang peran yang sangat signifikan dalam mewujudkan TNI AD menjadi sebuah organisasi yang benar-benar profesional, efektif, efisien dan modern. Sebagai bahan pembanding dapat dikemukakan bahwa Angkatan Darat AS, yang seringkali menjadi kiblat postur organisasi militer yang profesional dan modern, juga memiliki apa yang disebut dengan Army Transformation Road Map 2004. Dalam roadmap tersebut antara lain tercantum Strategi Transformasi AD Amerika yang terdiri dari tiga komponen yang perlu ditransformasi dalam AD AS, yaitu: Transformasi budaya (transformed culture); Transformasi proses (Transformed processes); dan Transformasi Kapabilitas Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

51

Jurnal Yudhagama (Transformed capabilities).4 Contoh pembanding lain yang lebih dekat adalah transformasi Angkatan Darat Philipina yang tertuang dalam Army Transformation Roadmap 2008 yang merupakan rencana strategis Angkatan Darat Philipina 18 tahun. Mereka menempatkan honor (kehormatan), patriotism (patriotisme), dan duty (panggilan tugas) sebagai “core values” yang ingin dicapai dalam transformasi Angkatan Darat. Disamping itu, Angkatan Darat Philipina juga menempatkan peningkatan kualitas disiplin dan integritas diri prajurit sebagai prioritas sasaran jangka pendek yang ingin dicapai dalam waktu 3 tahun pertama.5      Pada konteks transformasi TNI AD, khususnya pada aspek kultural, banyak kalangan menilai bahwa TNI AD pada dekade-dekade awal perkembangannya telah menikmati apa yang disebut sebagai karakter kultur yang Etnosentrisme, dimana TNI AD menganggap bahwa cara hidup mereka, sebagai sebuah kelas elite tersendiri dalam struktur masyarakat Indonesia, adalah merupakan cara hidup dan cara pandang yang terbaik, sehingga dari karakter Etnosentris itu, TNI AD kemudian merasa berhak atas gagasan negara (NKRI), berhak untuk mengorganisasikan ideologi, agama, sejarah dan ras, serta menguasai berbagai sektor publik baik ekonomi, sosial maupun politik. Dengan kondisi seperti ini, menurut Ikrar Nusa Bhakti butuh paling tidak waktu 15 tahun untuk merubah kultur yang sudah ada dan mendarah daging tersebut. Reformasi 1998 menjadi sebuah titik tolak dimana TNI benar-benar menjadi lembaga yang dikritisi mulai dari kultur, sistem, struktur organisasi, teknologi,

52

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

sumber daya dan lain-lain, hal ini tentu saja membawa aroma perubahan yang harus disikapi dengan optimistik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa transfromasi TNI AD akan mencapai sasaran secara optimal dan menyeluruh apabila aspek kultural mendapatkan prioritas yang memadai. Pada transformasi aspek kultural diperlukan pemimpin-pemimpin yang berpikir transformasional dan tidak alergi terhadap perubahan yang membawa konsekuensi mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai previlege yang diperoleh selama ini demi mewujudkan TNI AD yang benar-benar profesional, efektif, efisien dan modern. DIPERLUKAN PEMIMPIN TRANSFORMASIONAL UNTUK MELAKUKAN TRANSFORMASI SECARA MENYELURUH. Jika merujuk pada US Army Transformation Roadmap 2004, terlihat bahwa organisasi militer sehebat Amerika Serikat yang memiliki keunggulan dibidang teknologi persenjataan sekalipun sangat mengakui bahwa manusia memegang peranan sentral dalam keberhasilannya. “Regardless of concepts, capabilities and technologies, it is important to remember that at the center of every joint system are the men and women who selflessly serve the nation”. 6 Selanjutnya, dokumen tersebut juga menyatakan bahwa, ” Cultural change of an institution begins with the behavior of its people — and leaders shape behavior”.7 Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberhasilan sebuah transformasi akan dapat dicapai secara optimal apabila keingingan untuk berubah itu datang dari manusiamanusia yang berada di dalamnya dan dimotori oleh para pemimpinnya.

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Rasanya cukup membanggakan ketika membaca tulisan Letjen TNI Syaiful Rizal pada Majalah Yudhagama bulan Maret 2010 yang berani mengatakan bahwa pimpinan TNI AD saat ini telah membuktikan keunggulan kualitas determinasi dan visionary-nya. Tidak saja visi untuk menjadikan TNI AD sebagai “The world class-Army” sebagai “shock strategis” bagi komunitas internasional, kebutuhan transformasi TNI AD yang sudah sangat mendesak tersebutpun sudah direalisasikan.8 Walaupun mungkin belum sepenuhnya benar, namun argumen Letjen TNI Syaiful Rizal tersebut cukup beralasan apabila kita melihat pada kurun waktu beberapa tahun terakhir pimpinan TNI AD memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan berbagai perubahan di dalam sistem organisasi. Namun, sebagaimana lazimnya dalam sebuah kehidupan, keinginan perubahan tersebut walaupun berasal dari pucuk pimpinan TNI AD, masih saja menemui berbagai tantangan dan hambatan. Tidak semua unsur pimpinan sampai level paling bawah mau begitu saja menerima perubahan-perubahan tersebut, karena telah merasa nyaman cara berpikir, bersikap dan bertindak selama ini. Dengan demikian, proses perubahan itu masih diperkirakan akan memakan waktu yang panjang, lintas generasi dan dilalui dengan perubahan-perubahan cara berpikir. Diperlukan kader-kader pimpinan yang berkarakter transformasional dan harus direkrut, dididik dan disiapkan sejak dini. Berkait dengan teori kepemimpinan, telah dikenal luas sebuah teori yang disebut dengan teori kepemimpinan transformasional. Teori atau model ini merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan dan digagas oleh James Mac Gregor Burns pada tahun 1978. Burns pertama kali memperkenalkan konsep kepemimpinan transformasional dalam penelitian deskriptifnya dibidang kepemimpinan politik, namun kemudian istilah ini lebih banyak digunakan dibidang psikologi organisasi.9 Teori kepemimpinan transformasional ini bertolak belakang dengan teori kepemimpinan transaksional, sehingga berbagai diskusi tentang kepemimpinan sering membandingkan atau mempertentangkan keduanya. Secara umum, para pakar kepemimpinan yang membahas tentang kepemimpinan transformasional sepakat bahwa seorang pemimpin harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi. Disisi yang lain, bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya. Pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi kedepan dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mampu mentransformasi perubahan

tersebut kedalam organisasi, memelopori perubahan dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada individu-individu karyawan untuk kreatif dan inovatif, serta membangun team work yang solid, membawa pembaharuan dalam etos kerja kinerja manajemen, berani dan bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi. Disini terlihat pentingnya peran seorang pemimpin untuk membawa perubahan besar dalam sebuah organisasi besar seperti TNI AD yang pernah dalam kurun waktu cukup lama merasa nyaman dengan status quo yang dimilikinya. Dalam hal ini, seorang pemimpin TNI AD yang transformasional harus mampu dan mau mengesampingkan berbagai previlege yang selama ini dinikmatinya demi melakukan sebuah perubahan besar. Pemimpin TNI AD masa depan pada satu sisi harus memilliki keberanian untuk menggagas perubahanperubahan penting kearah yang lebih positif, dan disisi yang lain harus mampu memberikan pemahaman yang jelas kepada seluruh prajurit, hingga pada akhirnya perubahan itu merupakan kehendak bersama seluruh komponen organisasi. Pemimpin transformasional sesungguhnya merupakan agen perubahan, karena memang erat kaitannya dengan transformasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi utamanya adalah berperan sebagai katalis perubahan, bukannya sebagai pengontrol perubahan. Seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistis tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan atau sasaran telah tercapai. Elemen yang paling utama dari karakteristik seorang pemimpin transformasional adalah dia harus memiliki hasrat yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin transformasional adalah seorang pemimpin yang mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek. Dalam konteks TNI AD, kemudian muncul pertanyaan darimana memulai untuk mencetak pemimpin-pemimpin yang transformasional?, apakah dari level bawah ataukah dari atas?. Tentu saja proses itu harus dijalankan secara simultan dari kedua sisi, karena pada pelaksanaannya semua saling mempengaruhi. Pada proses rekruitmen dasar perwira maupun seleksi lanjutan untuk menjadi pemimpin pada berbagai golongan, diperlukan mekanisme yang menjamin obyektivitas dengan berpedoman kepada prinsip tri pola dasar yaitu kepribadian, intelektualitas dan jasmani secara proporsional. Ketika proporsionalitas ketiga aspek tersebut tidak bisa terpenuhi secara optimal, maka prioritas harus diletakkan pada aspek kepribadian yang merupakan karakter utama seorang pemimpin Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

53

Jurnal Yudhagama dengan ditunjang oleh kemampuan intelektualitas yang mampu membangun rasionalitas berpikir guna mengembangkan organisasi. Sedangkan jasmani merupakan aspek pendukung yang secara alami dapat dilatih atau dibentuk melalui proses latihan. Pada proses seleksi lanjutan untuk memilih pemimpin pada berbagai tingkat golongan, mekanisme sosiometri yang telah dimulai oleh TNI AD sejak awal tahun 2011 dan yang baru saja dilaksanakan dengan mengusung aspek kepemimpinan, integritas serta kerjasama, merupakan langkah relevan untuk menilai kepribadian dan tingkat akseptabilitas seorang perwira dimata senior, rekan maupun juniornya berdasarkan penilaian obyektif. Mekanisme tersebut sudah sewajarnya diteruskan dengan jaminan bahwa proses itu dilakukan secara obyektif dan digunakan secara proporsional, sehingga tidak terkesan seolaholah menjadi “pembunuh berdarah dingin” bagi karier mereka yang ranking sosiometrinya rendah. Apabila hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka diharapkan akan lahir pemimpin-pemimpin TNI AD pada level penentu kebijakan atau pengambil keputusan strategis yang mumpuni, berani melakukan perubahan dan mampu mengartikulasikan arah kebijakan secara gamblang kepada internal organisasi maupun kepada publik, sehingga perubahan-perubahan yang diharapkan akan mendapatkan dukungan secara bulat dari berbagai komponen. Selanjutnya, pada masa-masa pembinaan dan pengembangan perwira sebagai pemimpin, diperlukan mekanisme pembinaan yang teratur, terarah dan terukur dan dijalankan secara konsisten. Harus diakui bahwa TNI AD kurang memiliki referensi yang memadai dibidang kepemimpinan, karena ketika seorang perwira ditanya tentang kepemimpinan maka yang ada di benaknya adalah 11 azas, sifat dan ciri kepemimpinan yang diperolehnya di buku-buku pelajaran sekolah. Walaupun hakekat dasar dari kepemimpinan tidak berubah, namun kepustakaan TNI AD dibidang tersebut perlu terus diperkaya agar tidak berkurang relevansinya dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis yang terjadi. Disamping buku-buku referensi yang bersifat teoretis, TNI AD juga perlu mempertimbangkan untuk merumuskan buku-buku pedoman praktis pembinaan dan pengembangan kepemimpinan perwira untuk dijadikan sebagai bahan acuan bagi kaderisasi pemimpin-pemimpin TNI AD dimasa depan, dimulai dari satuan-satuan operasional. Yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan perubahan yang datang dari level atas, yaitu pada unsur pimpinan puncak di lingkungan TNI AD. Para pemimpin yang telah berada pada level puncak organisasi harus lebih terbuka pada gagasan-gagasan perubahan, 54

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

walaupun datangnya dari bawah. Ide-ide atau gagasan perubahan tersebut apabila telah dievaluasi akan menghasilkan dampak positif yang besar, harus difasilitasi secara konstruktif untuk mendukung proses transformasi yang sedang dilaksanakan. Aspek kultural lain yang perlu dirubah untuk menciptakan pemimpin yang transformasional adalah persepsi bahwa pemimpin adalah pihak yang harus dilayani oleh bawahan. Secara filosofis, “value” tertinggi dari seorang pemimpin adalah ketika dia mampu menempatkan dirinya sebagai pelayan bagi organisasi dan anak buahnya, dalam arti bahwa pikiran dan tindakannya dicurahkan sepenuhnya untuk kepentingan organisasi dan anak buah. Ketika pemimpin pada semua tingkat atau golongan telah mampu memposisikan dirinya sebagai pelayan bagi organisasi dan anak buahnya, maka penghormatan dan loyalitas dari anak buah akan secara otomatis diterima dengan ketulusan dan akan memberikan jalan yang mudah untuk menggerakkan seluruh komponen organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. KESIMPULAN. Transformasi TNI AD pada dasarnya merupakan sebuah proses yang telah, sedang dan akan terus dilakukan guna membawa TNI AD menjadi organisasi yang profesional, efektif, efisien dan modern sesuai dengan tuntutan dinamika perubahan lingkungan strategis. Transformasi tersebut harus dilaksanakan secara komprehensif hingga menyentuh pada aspekaspek kultural agar sasaran dapat tercapai secara optimal. Untuk mengawal dan mengawaki proses transformasi tersebut, TNI AD memerlukan pemimpinpemimpin yang transformasional. Pemimpin yang transformasional memang tidak dengan sendirinya akan mampu membawa perubahan yang signifikan manakala lingkungan sosial tidak mendukungnya, namun setidaknya pemimpin yang transformasional dapat menjadi agen perubahan dan secara pelan namun pasti mampu mempengaruhi lingkungan untuk secara bersama-sama melakukan perubahan menuju sasaran yang disepakati bersama. Walaupun kepemimpinan adalah seni dan sekaligus ilmu, namun karakter kepemimpinan yang transformasional lebih banyak dibentuk oleh sebuah proses. Dalam hal ini, TNI AD harus menciptakan atau membentuk pemimpin-pemimpin yang transformasional sejak proses rekruitmen dasar, pembinaan di satuan hingga seleksi lanjutan dengan menjamin obyektivitas serta proporsionalitas penggunaannya. Bila pemimpinpemimpin yang transformasional telah dimiliki oleh TNI AD secara memadai, maka proses transformasi dan sasaran yang diharapkan akan lebih mudah tercapai.

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD End notes. 1. Letjen TNI Syaiful Rizal, psc., Sip, Adaptabilitas Perwira Terhadap Perubahan Lingkungan Operasional; Determinan Transformasi TNI AD ?, Jurnal Yudhagama Tahun XXX Bulan Maret 2010, hal. 8. 2. Ikrar Nusa Bhakti dkk, Naskah Akademik Struktur Organisasi TNI Masa Depan, Kerjasama Pusat Penelitian Politik LIPI dan Sesko TNI, Bandung, 29 Mei 2002. 3. Alexandra Retno Wulan, Kelemahan Proses Transformasi Militer Indonesia, Tempo Online, 31 Januari 2012. 4. Penjelasan lebih lengkap dapat dibaca di United States Army, 2004 Army Transformation Roadmap,

July 2004, open publication Aug. 31, 2004, by the Office of Freedom of Information and Security Review, Department of Defense, 04-S-2404. 5. Dapat dibaca di Army Transformation Roadmap 2028 (Philippine Army’s 18-year Strategic Plan), A Journey Towards Good Governance and Performance Excellence, Office of the Asst Chief of Staff for Plans, G5, Philippine Army, Fort Andres Bonifacio, Metro Manila/ 6. United States, 2004 Army Transformation Roadmap, the imperative to transform. hal 1-3. 7. Ibid. hal 1-4. 8. Letjen TNI Syaiful Rizal psc., Sip, hal. 6. 9. http://en.wikipedia.org/wiki/Transformational_ leadership.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. Data Pokok. 1. Nama 2. Pangkat/NRP 3. Tempat/Tgl. Lahir 4. Agama 5. Status 6. Sumber Pa/Th 7. Jabatan

: : : : : : :

Hamim Tohari, MA Letkol Arh/11940030240771 Trenggalek/22-07-1971 Islam Kawin Akmil/1994 Dandim-0505/JT

III. Riwayat Penugasan. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Luar negeri. Australia USA Australia Polandia Thailand Perancis Jepang Australia

: : : : : : : :

1996 1997 2004 2007 2007 2011 2011 2012

II. Pendidikan. A. Dikbangum. 1. Akmil 2. Sussarcab Arh 3. Selapa Arh 4. Seskoad B. Dikbangspes. 1. Sussa Inggris 2. Susdanrai Arh 3. Susdanyon 4. Tardandim

: : : :

1994 1994 2003 2008

: : : :

1996 2000 2010 2011

IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton-3/B Yonarhanudri-3 2. Danton-2/B Yonarhanudri-3 3. Danton-1/A Yonarhanudri-3 4. Pama Kopassus 5. Kauryanops Psi Sops Kopassus 6. Pama Denma Kopassus 7. Pama Yonarhanudri-3 8. Danraimer A Yonarhanudri-3 9. Kasi-2/Ops Yonarhanudri-3 10. Kasilitbangmat Arh Baglitbangmat Pussenart 11. Kasi-1/Intel Menarh-1/F Dam Jaya 12. Kasilitbangmat Arh Baglitbangmat Pussenart 13. Danden Rudal-003/Dam Jaya 14. PS. Kabaglatorsat Sdiirbindiklat Pussenarh 15. Kabaglatorsat Sdiirbindiklat Pussenarh 16. Kabagprogar Bagprogar Setpussenarh 17. Danyon Arhanudri-1/1 Kostrad 18. Dandim-0505/JT Rem 051/Wkt

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

55

Jurnal Yudhagama

TNI AD MENUJU TENTARA KELAS DUNIA, MUNGKINKAH?

Oleh : Mayor Kav M. Iftitah Sulaiman S. (Pembantu Asisten Sespri Presiden RI)

“Saya ingin Jenderal-Jenderal kita berwibawa. Kolonel kita, Perwira kita berwibawa. Kemanapun berinteraksi, entah dalam peacekeeping missions, entah dalam disaster relief operations atau dalam seminar dan simposium. Kita gagah karena kita juga knowledgeable, kita punya outlook yang bagus serta tampil percaya diri…Saya lihat generasi Pak Benny Moerdani sudah hilang…Kita sekarang butuh perwira yang orang lapangan dengan wawasan global dan punya pengalaman kredibel.” Presiden SBY, 21 April 2011

B

agi siapa saja yang pernah berdiskusi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang akrab disapa SBY ini, atau mendengarkan ceramahnya, atau paling tidak menyimak isi-isi pidatonya yang mudah diakses melalui situs resmi Presiden RI, tentu tidak akan sulit memahami visi, misi dan komitmen Jenderal Bintang Empat ini, untuk membangun TNI lebih baik dari masa kemasa. Bahkan, sejak masih aktif berdinas sebagai perwira militer, Presiden telah mendambakan institusi TNI, khususnya TNI AD diawaki oleh perwira perwira dengan kompetensi dan kualitas

56

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

yang unggul yang profesional, modern, efektif dan tentu saja berkelas dunia. Yang menarik dari harapan Presiden adalah katakata berkelas dunia itu. Kita mudah memahami tentang arti profesionalisme, modern, efektif dan menentukan. Tetapi berkelas dunia? Apa maknanya? Dalam kaitan apa? Mengapa Tentara Nasional Indonesia harus berkelas dunia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sering dilontarkan oleh para perwira TNI dalam berbagai kesempatan di forum akademis maupun perbincangan sehari-hari membahas masa depan TNI AD yang kita cintai ini. Menurut Prof. Dr. Juwono Sudarsono, mantan Menteri Pertahanan, kata-kata kelas dunia sebenarnya lebih mengacu kepada standard internasional, baik dari segi pengetahuan dan keterampilan militer secara universal, aspek networking, maupun aspek komunikasi dan kemampuan menguasai bahasa pengantar internasional. Dari pengertian sederhana itu, tidak berlebihan bila Presiden yang kerap mendapatkan peluang untuk mengikuti pendidikan, latihan maupun penugasan operasi di luar negeri saat aktif di militer memiliki penilaian bahwa secara individu; baik kemampuan, kualitas, maupun kinerja yang dimiliki oleh para perwira kita. Sebenarnya TNI tidak kalah dengan mereka yang berasal dari negara-negara maju di dunia, seperti Amerika Serikat, Australia, maupun negara-negara di Eropa Barat. Hanya saja, jika diamati lebih jauh, secara umum kemampuan dan kualitas yang unggul tersebut belum menjadi standard bagi perwira TNI secara keseluruhan. Padahal tantangan kedepan semakin membutuhkan sosok perwira perwira TNI yang kapabel untuk memimpin pasukan multinasional, baik dalam operasi pemeliharaan perdamaian, penanggulangan bencana alam, maupun kontra terorisme. Sudah siapkah kita menyambut peluang tersebut? Di satu sisi, kita sorot soal kemampuan berbahasa saja, saat berdinas di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI selaku Kepala Seksi Siap Operasi. Penulis mencermati bahwa grafik permintaan pasukan pemeliharaan perdamaian kepada Indonesia selalu menanjak dari tahun ketahun. Bayangkan, jumlah pasukan kita di Libanon saja pada tahun 2006 hanya 850 personel, bandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai lebih dari 1800 orang. Tetapi

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD dalam setiap laporan evaluasi Satuan Tugas (Satgas), 80% hambatan Satgas adalah soal penguasaan bahasa Inggris, khususnya bagi para perwira. Bahkan sering terjadi perwira piket harus memanggil interpreter setiap kali ada telepon berdering. Dengan keterbatasan bahasa itu saja, kita masih dipuji-puji oleh dunia internasional atas kinerjanya yang melampaui panggilan tugas, apalagi bila kita menguasai bahasanya. Tentu peluang untuk memimpin pasukan multi nasional akan semakin terbuka lebar. Dampaknya akan baik bukan saja untuk TNI dan khususnya TNI AD, tetapi juga untuk Merah Putih, yakni mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia. Apabila kita membaca perjalanan sejarah TNI, kita pernah memiliki Jenderal Rais Abin, sebagai Panglima Pasukan PBB di Timur Tengah pada era 70an. Kita memiliki Jenderal Benny Moerdani, sebagai arsitek operasi pembebasan sandera di Thailand pada era 80an. Kita juga memiliki Jenderal SBY, sebagai Komandan Pengamat Militer di Bosnia pada era 90an. Kesemua Jenderal tadi memiliki pengetahuan dan keterampilan militer mumpuni, aspek global networking yang luas, serta aspek komunikasi dan kemampuan menguasai bahasa internasional. Dengan demikian, bisa kita katakan, para jenderal tersebut berkelas dunia. Lalu apakah kita lantas hanya berpangku tangan sembari terpesona dengan sejarah dan nostalgia kehebatan yang dimiliki oleh para jenderal itu? Penulis yakin, jawabannya tentu tidak. Keinginan yang kuat dari institusi untuk berubah kearah yang selalu lebih baik, dapat mudah terbaca melalui Jurnal Yudhagama ini. Hanya saja, keinginan kuat untuk melakukan perubahan

itu, harus juga menjadi keinginan seluruh pembaca, bukan hanya keinginan para penulis saja. Untuk itu, penulis juga dalam menyusun tulisan ini, berupaya menggali pendapat dari semua lapisan perwira, rekan satu angkatan, serta senior dan junior, disamping beberapa tokoh sipil pengamat militer, agar saripati yang dihasilkan dalam tulisan ini bisa lebih membumi. Yang menggembirakan, tidak sedikit nara sumber yang secara kritis berharap agar proses transformasi ini menjadi gerak kehidupan organisasi TNI AD, dan bukan sekedar musiman. Bila musiman saja, transformasi akan mudah hilang, semudah musim berganti. Karena transformasi juga adalah soal perubahan mind-set, maka sekali lagi, makin banyak prajurit yang tergerak untuk bertransformasi, tentu akan semakin mempercepat terwujudnya proses transformasi itu. PERWIRA TNI AD HARUS BERKELAS DUNIA. Pada umumnya, para perwira yang dikirim untuk mengikuti pendidikan ataupun penugasan di luar negeri adalah mereka yang dianggap memiliki keunggulan pengetahuan dan keterampilan militer dibandingkan dengan rekan-rekannya, termasuk dari sisi penguasaan bahasa asing. Dengan mendapatkan pengalaman mengikuti pendidikan, latihan maupun penugasan luar negeri ini, tentu akan semakin membuka wawasan serta menambah ilmu pengetahuan bagi yang bersangkutan. Termasuk bagi yang berkesempatan untuk melaksanakan penugasan operasi dibawah naungan PBB di berbagai misi pemeliharaan perdamaian dunia. Mereka juga mendapatkan pengalaman yang berharga untuk bekerja di dalam sebuah sistem dan mekanisme

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

57

Jurnal Yudhagama kerja yang profesional, modern dan berkelas dunia. Dengan demikian, sekali lagi secara relatif, outcome-nya adalah perwira-perwira yang semakin unggul dibandingkan dengan rekan-rekannya yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Pengamatan para nara sumber ini tidak berarti bahwa kita “mendewadewakan” sistem pendidikan dan latihan yang berlaku di militer negara-negara maju. Merekapun tidak lepas dari permasalahan dan kekurangan. Karena di sisi lain, kita juga memiliki berbagai keunggulan yang dapat dijadikan sebagai referensi konstruktif bagi militer negaranegara maju tersebut. Terutama jika kita berbicara tentang pengalaman didalam counterinsurgency, counterterrorism, conflict resolution, peacekeeping, dan bagaimana winning the hearts and minds of the people. Dengan demikian, para perwira yang tidak memiliki pengalaman luar negeri pun dapat mengisi dirinya dengan berinteraksi dalam rangka saling belajar dan saling melengkapi antara satu sama lainnya, baik dengan perwira TNI yang kembali dari luar negeri maupun Perwira Asing yang berkunjung ke Indonesia. Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu haus untuk belajar dari keunggulan yang dimiliki bangsa-bangsa lainnya. Secara objektif, kita harus dapat mengakui bahwa negara berkembang, seperti Indonesia, masih perlu banyak belajar dari apa yang telah dicapai oleh negara-negara maju di dunia, baik dari segi kemajuan ekonomi, pembangunan, teknologi, pendidikan, termasuk kemajuan di bidang pertahanan dan militer. Kita ingin mengejar ketertinggalan, mencapai kesejajaran dan bahkan dapat melebihi negaranegara yang saat ini masuk kedalam klub negara maju, termasuk dalam peningkatan kualitas sumber daya Perwira TNI AD. Tentu ini semua harus didasarkan pada

58

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

karakter jati diri bangsa serta nilai-nilai luhur budaya Indonesia, yang unik dan memiliki keunggulannya tersendiri. Secara realistis, kita harus cerdas untuk memetik pengalaman berharga dari perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. Terbatasnya kesempatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya perwira TNI AD melalui program-program kerjasama militer dengan negara lain, diharapkan menjadi pemicu bagi TNI AD untuk segera mewujudkan kemandirian dalam rangka mencetak kader-kader perwira yang berkelas dunia. Apa yang disampaikan Presiden selaku Panglima Tertinggi TNI sebagaimana dikutip di awal tulisan adalah wujud perhatiannya terhadap kondisi yang terjadi saat ini. Dalam pembicaraannya lebih lanjut, Presiden menyampaikan harapannya agar lembaga-lembaga pendidikan yang dimiliki TNI AD, bisa menyiapkan perwira-perwira TNI AD yang berkelas dunia, sehingga mampu menghadapi tantangan abad XXI yang tidak semakin mudah. PEMBENAHAN INTERNAL LEMDIK TNI AD : PROSES TIADA AKHIR. Saat ini, Revolution in Military Affairs telah menjadi agenda utama dalam rangka memodernisasi sistem senjata dan peralatan perang sebuah negara. Namun, dengan semakin tingginya ketergantungan terhadap kecanggihan teknologi dan Alutsista, mengharuskan kita untuk meningkatkan human capital, sumber daya manusianya. Dalam mewujudkan hal tersebut, pendidikan yang berkualitas secara berjenjang menjadi kunci utama dalam mencetak prajurit-prajurit dan sumber daya manusia lainnya di bidang pertahanan yang berkelas dunia. Sebenarnya sistem pendidikan di jajaran TNI AD telah berjalan dengan baik. Hal ini bukan saja dikemukakan oleh para nara sumber, tetapi juga oleh Presiden, yang terus mengamati dari luar, berlangsungnya transformasi di lingkungan TNI AD, khususnya dibidang pendidikan. Menurut Presiden, dengan semakin tingginya tantangan tugas, maka semua prajurit, khususnya para perwira, harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti semua level pendidikan yang ada di TNI AD, hingga pendidikan tertinggi, yakni Seskoad. Selanjutnya, konsep scholar soldier yang kini tengah dikedepankan oleh TNI AD harus terus ditingkatkan. Seorang perwira TNI AD tidak cukup hanya berbekal dan mengandalkan kemampuan fisik dan teknis kemiliteran saja, namun dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas serta pemahaman terhadap perkembangan situasi lingkungan strategis regional dan global yang relevan dengan tugas pokoknya. Konsep scholar soldier sendiri menjadi salah satu prasyarat dari sebuah

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD angkatan bersenjata berkelas dunia. Konsep ini sangat kontekstual mengingat saat ini telah terjadi perubahan paradigma bentuk ancaman dari tradisional menjadi nontradisional. Bahkan melalui penerapan konsep scholar soldier, personel TNI AD juga diharapkan bisa lebih memahami aturan-aturan internasional yang berlaku dalam perang maupun penanganan konflik. Rules of Engagement (ROE) serta Hukum-hukum Internasional lain yang telah diratifikasi, menjadi keharusan untuk dipahami. Melalui pemahaman yang utuh terhadap peraturan-peraturan internasional yang berlaku, tentunya akan membantu personel TNI AD untuk bisa menunjukkan performa yang baik dan mampu bersaing dengan personel militer dari negara lain. Oleh karena itu, sebagai tentara profesional yang adaptif dan siap menghadapi ancaman maupun tantangan keamanan masa kini, para perwira TNI harus selalu bertindak dengan mengedepankan pandangan yang bersifat outward looking dan menghindari cara berpikir meminjam istilah para senior seperti “katak dalam tempurung”. Menurut para nara sumber, perubahan cara berpikir maju ini bukan milik para perwira lulusan luar negeri, tetapi milik semua perwira TNI AD, khususnya abit Seskoad. Mengapa? Dalam salah satu kegiatan seleksi Seskoad dengan materi psikologi misalnya, para calon siswa yang diharapkan lulus adalah para perwira yang selalu membuka dirinya dalam proses berdiskusi dan berinteraksi, menghargai orang lain dan menyampaikan pandangan-pandangannya yang memiliki solusi atas berbagai permasalahan. Cara berpikir outward looking ini memberikan pandangan baru dan bahkan membuka wawasan personel TNI AD, sehingga dapat memberikan motivasi untuk selalu memelihara keunggulannya dari personel militer negara lain. Keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh TNI AD tersebut bukan hanya ditunjukkan dalam penugasan dalam negeri, namun juga dalam sejumlah penugasan luar negeri. Semakin meningkatnya peran TNI saat ini tercatat berada dalam peringkat 14 Troops Contributing Country dalam misi-misi PBB. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi prajurit maupun satuan-satuan yang terlibat untuk dapat mencapai tingkat profesionalisme yang berstandar internasional. Melalui partisipasinya dalam penugasan PBB, personel TNI AD dapat belajar lebih banyak tentang Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku di lingkungan militer internasional. Termasuk juga berkesempatan untuk belajar dari pengalaman dan keunggulan dari negara-negara lain yang berkontribusi dalam misi serupa. Lebih jauh lagi, dalam menyikapi dinamika yang terjadi dewasa ini, hadirnya bentuk perang asimetris

di berbagai belahan dunia menjadi pelajaran berharga yang harus dipedomani oleh TNI AD. Demikian pula dengan kemunculan konsep-konsep perang modern. 4th generation warfare misalnya, menuntut TNI AD untuk bisa bersikap adaptif terhadap lingkungan strategis baik regional maupun global yang senantiasa dinamis. Dalam menghadapi perang generasi ke-4, tentunya TNI AD tidak dapat lagi mengandalkan postur militer pada perang generasi ke-3 yang dimilikinya. Sebagai militer yang profesional, tentu TNI AD harus selalu dapat beradaptasi dengan tuntutan perkembangan zaman. Di samping konsep asymmetric warfare dan 4th generation warfare, tentunya konsep cyber warfare, yang marak dalam satu dekade terakhir, juga tidak boleh diabaikan oleh TNI AD dalam mewujudkan sebuah Angkatan Perang yang profesional dan modern. Dalam konteks tersebut, personel TNI perlu memiliki kesadaran akan kemajuan Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) atau yang lebih dikenal dengan Information and Communication Technology (ICT) awareness. Dengan mencermati berbagai hakikat tantangan tersebut, bagaimana mengaplikasikannya dalam sistem pendidikan TNI AD? Tentu semua itu akan berpengaruh terhadap kurikulum pendidikan, khususnya proses pendidikan di semua lembaga pendidikan TNI AD. Pertanyaan yang paling mendasar sebenarnya adalah apakah kurikulum pendidikan yang ada saat ini sudah menjawab berbagai tantangan yang akan dihadapi itu? Khususnya untuk menghasilkan perwira lapangan dengan wawasan global dan pengalaman yang kredibel. Ambil contoh soal yang paling hangat saat ini adalah tentang social media dan pengaruhnya terhadap aspek keamanan nasional. Kita ketahui bahwa terjadinya proses pergerakan massa besarbesaran di Timur Tengah yang menuntut demokrasi adalah ekses dari penggunaan social media seperti twitter dan facebook serta youtube. Indonesia memiliki potensi untuk itu. Negara kita tercatat sebagai 3 besar dunia dalam jumlah pengguna social media. Beberapa peristiwa kerusuhan di dalam negeri juga terjadi karena dipicu penggunaan media sosial. Lantas apa antisipasi TNI AD menghadapi situasi tersebut? Penulis berpendapat, kini saatnya TNI AD bersiap diri secara pengetahuan dan keterampilan dengan memberikan materi social media di bangku pendidikan. Menabukan social media bagi para prajurit TNI AD justru akan semakin menjauhkan institusi dari solusi masalah. Yang harus dilakukan adalah bagaimana mengajari prajurit kita agar bijak dan tepat dalam penggunaan media sosial, bahkan memanfaatkan kehadiran media sosial untuk kepentingan aspek pertahanan dan tugas pokok TNI AD. Semua itu, sekali lagi, tentu saja harus dikaji lebih dalam di lembaga-lembaga pendidikan. Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

59

Jurnal Yudhagama STRATEGI MELIBATKAN SATUAN PENGGUNA. Menurut beberapa nara sumber yang juga para pakar pendidikan, solusi terbaik bagi TNI AD untuk melakukan transformasi dibidang pendidikan adalah dengan melibatkan satuan pengguna. Dalam forum seperti Rabiniscab atau Apel Dansat, atau pun forum akademis lainnya, selayaknya para pimpinan Lembaga pendidikan melakukan komunikasi dengan para pengguna peserta didiknya, terutama atasan langsung satu atau dua tingkat. Apakah para lulusan kursus atau sekolahnya telah memenuhi harapan para pengguna? Apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh para lulusannya? Apa saja materi yang perlu ditambah atau dikurangi di setiap jenis kursus/sekolah itu? Komunikasi seperti itu bisa dilakukan antara Gubernur Akademi Militer atau Danpusdik dengan para Komandan Batalyon misalnya. Atau Komandan Seskoad dengan para Pangkotama. Komunikasi ini juga bukan hanya sebagai feedback bagi lembaga pendidikan, tetapi juga untuk satuan pengguna. Tidak harus selalu masukan dari satuan pengguna merubah kurikulum yang ada. Bisa saja terjadi, karena keterbatasan alokasi waktu, beberapa materi pendidikan justru dikembangkan dan diajarkan di satuan-satuan pengguna. Seperti penggunaan bahasa Inggris misalnya. Tentu akan lebih efektif bila bahasa Inggris dipelihara kemampuannya di satuan setiap hari, dibandingkan hanya mengandalkan pada jam pelajaran di bangku pendidikan. Komunikasi ini harus terus intens dilakukan setiap tahun secara berkesinambungan. Komunikasi dua arah yang terjalin baik antara lembaga pendidikan dan satuan pengguna akan mengeliminir kesenjangan harapan keduanya terhadap para lulusan lembaga pendidikan itu. UNIVERSITAS PERTAHANAN: BABAK LANJUTAN PEMBANGUNAN SDM TNI. Disamping pembenahan lembaga pendidikan di lingkungan TNI AD, Presiden menganggap penting berdirinya sebuah institusi pendidikan untuk mempersiapkan kader-kader pimpinan di bidang pertahanan yang tidak hanya menguasai pengetahuan teknis dan taktis kemiliteran, tapi juga memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan dalam lingkup yang lebih strategis. Presiden memahami bahwa militer hanyalah sebuah komponen dalam sebuah perang maupun dalam pengelolaan pertahanan dan keamanan negara. Dengan demikian diperlukan tingkat pemahaman yang lebih utuh terhadap posisi Indonesia dikaitkan dengan aspek geopolitik, geostrategi dan geoekonomi. Selain itu, diharapkan para perwira TNI memiliki daya analisa terhadap sebuah permasalahan keamanan secara lebih tajam dan komprehensif. Hanya mereka yang mampu berpikir out of the box 60

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

dan outward looking yang akan mampu menghadapi tantangan abad XXI yang sangat kompleks. Tidak sedikit yang berseloroh bahwa tentara itu tugasnya berperang, tidak perlu pintar, yang terpenting adalah loyalitasnya. Komentar seperti ini seringkali diluruskan oleh Presiden. Lulusan terbaik Seskoad 1989 ini menegaskan: “Tentara itu ya harus loyal, jago berperang, berkarakter Sapta Marga, sekaligus harus memiliki daya intelektual yang baik.” Dengan intelektualitas yang baik, loyalitas tentara akan semakin bermakna. Sebaliknya, tanpa intelektualitas, di tengah kompleksitas dunia yang terus berubah dengan cepat, loyalitas tentara bisa menjadi loyalitas buta yang tidak rasional, yang justru dapat menciderai organisasi secara keseluruhan. Dalam rangka menjawab tantangan untuk memenuhi kualitas sumber daya manusia yang unggul, maka dibutuhkan kehadiran lembaga pendidikan tinggi kredibel dan berkelas dunia, untuk mencetak kader-kader pemimpin yang cakap dalam mengelola berbagai isu pertahanan dan keamanan. Dalam konteks ini, Presiden melalui Kemhan RI telah mendirikan Universitas Pertahanan Indonesia pada awal Maret 2011, yang setara dengan

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD sejumlah universitas pertahanan di negara-negara lainnya di dunia. Ditinjau dari sudut pandang profesi, militer memang dipandang dan dituntut untuk menjadi ahli dalam berperang. Namun demikian, di sisi lain, seiring dengan perkembangan zaman, militer dituntut pula untuk dapat menyelesaikan dan menyudahi perang secara damai, serta membantu negara lain dalam proses perwujudan perdamaian dunia. Di samping itu, militer, khususnya militer Indonesia, juga diharapkan bisa terlibat secara utuh dalam kegiatan-kegiatan yang menjadi bagian dari Operasi Militer Selain Perang, khususnya pelibatan dalam penanggulangan bencana. Hal-hal itulah yang juga menjadi salah satu konsiderasi dalam pendirian Universitas Pertahanan, sehingga Program Pendidikan yang dikembangkan pun juga berorientasi kepada bidang-bidang tersebut. Dengan berdirinya Universitas Pertahanan, maka TNI AD harus dapat memanfaatkan kehadirannya sebagai wadah untuk mewujudkan SDM Perwira TNI AD berkelas dunia. Proses rekrutmen mahasiswa Unhan pun harus dilakukan sedemikian rupa sesuai dengan tuntutan tugas, sehingga personel yang mengikuti pendidikan dapat dimanfaatkan ilmunya untuk kepentingan organisasi TNI AD, TNI, serta bangsa dan negara. Selain itu, sinergitas antara lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan TNI AD pun perlu dilakukan dengan Universitas Pertahanan, baik dalam lingkup kerjasama program pendidikan maupun kegiatankegiatan akademik lainnya. BUDAYA MENULIS: SHARING LESSON LEARNED. Selain melakukan transformasi pendidikan secara formal melalui lembaga pendidikan, transformasi pun bisa dilakukan secara informal. Dengan prestasi yang telah ditorehkan oleh TNI dalam berbagai operasi, baik counterinsurgency, counterterrorism, maupun peacekeeping, serta internal conflict resolution, maka sebenarnya kita telah memiliki referensi yang sangat berharga untuk dapat digunakan bagi pengembangan kemampuan dan kualitas institusi di kemudian hari. Melalui berbagai lessons learned yang didapatkan dari setiap penugasan, baik pendidikan, latihan maupun operasi, di dalam maupun luar negeri, perwira TNI dapat belajar banyak untuk lebih meningkatkan kualitas pengabdiannya. Keberhasilan TNI dalam pembebasan sandera di Bandara Don Muang Thailand yang dilakukan oleh Kopassus pada tahun 1981, maupun pembebasan sandera peneliti asing di Papua yang dilaksanakan oleh Brigif Linud-17 Kostrad pada tahun 1996 menunjukkan kualitasnya yang tidak kalah dengan negara lain. Bahkan dalam menangani resolusi konflik di Aceh,

TNI berkontribusi cukup besar sehingga konflik yang berkepanjangan tersebut dapat diselesaikan secara damai pada tahun 2005. Keberhasilan-keberhasilan ini tentunya menjadi catatan penting dan berharga yang harus diketahui oleh seluruh prajurit TNI dan generasi penerus dimasa yang akan datang. Namun demikian, kita juga dapat menarik berbagai pelajaran dari kekurangan yang dimiliki TNI selama perjalanannya dalam mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, hendaknya dapat dikaji secara utuh dan objektif, sehingga dapat menjadi pelajaran berharga bagi prajurit TNI lainnya termasuk generasi selanjutnya. Namun kelemahan yang ada saat ini adalah dalam mendokumentasikan berbagai keberhasilan dan kegagalan tersebut, dimana terbukti tidak banyak literatur yang dapat ditemukan maupun mudah diakses secara luas, sehingga TNI justru seringkali membaca dan mempelajari lessons learned yang dimiliki oleh militer negara lain, yang belum tentu juga cocok dengan tantangan dan medan tugas yang akan kita hadapi. Padahal, kita juga bangga bila karya perwira TNI, seperti Jenderal Nasution dengan Buku Perang Gerilyanya, menjadi referensi berbagai Akademi Militer di dunia. Oleh karena itu, TNI perlu melakukan pembenahan dalam proses dokumentasi untuk kepentingan pengkajian, pembelajaran dan penelitian, sehingga pada akhirnya dapat memberikan keunggulan kompetitif dibandingan dengan militer negara-negara lainnya. Sharing lessons learned dari sebuah generasi ke generasi berikutnya, menjadi salah satu kunci keberhasilan TNI AD dalam menyiapkan SDM TNI AD yang unggul dan berkelas dunia serta sukses dalam mengemban tugastugas mendatang. Seorang ahli strategi dunia, B.H. Liddell Hart, menegaskan pula tentang pentingnya belajar dari pengalaman masa lalu. Ia mengatakan: “It should be the duty of every soldier to reflect on the experiences of the past, in the endeavor to discover improvements, in his particular sphere of action, which are practicable in the immediate future” (Menjadi tugas setiap prajurit, untuk merefleksikan pengalaman-pengalaman di masa lalu, dalam upaya untuk menemukan perbaikan-perbaikan dalam lingkup tindakan tertentu yang dapat dikerjakan dalam waktu dekat) Berbekal pemahaman akan pentingnya lessons learned tersebut, maka TNI AD harus terus secara kreatif membangun motivasi sekaligus menyediakan reward bagi para perwira TNI AD yang mau dan berkemampuan untuk menghasilkan karya-karya tulis tentang militer. Menurut Gramedia, kesempatan bagi para perwira TNI AD untuk menerbitkan buku sangat luas, yang sulit adalah menemukan para penulisnya. Melalui buku dan Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

61

Jurnal Yudhagama tulisan, juga akan didapat pemahaman yang lebih baik dari seluruh komponen masyarakat tentang institusi kita. Buku sebagai jendela dunia, dimana semakin banyak karya perwira TNI AD menjadi referensi di lembaga-lembaga pendidikan militer luar negeri, juga akan mempercepat terwujudnya TNI AD sebagai tentara yang berkelas dunia. TRANSFORMASI BIDANG PENDIDIKAN: TANGGUNG JAWAB SELURUH PRAJURIT TNI AD. Berdasarkan pembahasan itu, jalan transformasi kearah postur prajurit TNI AD yang berkelas dunia nampaknya harus selalu dipelihara dengan baik. Upaya pembenahan sistem pendidikan TNI AD dengan memperbaiki kurikulum yang sesuai dengan tantangan tugas kedepan dan melibatkan satuan pengguna dalam prosesnya, serta sinergi dengan Universitas Pertahanan dan membudayakan menulis di kalangan perwira, hanyalah beberapa alternatif penyelesaian masalah, yang mungkin bisa digunakan untuk mewujudkan TNI AD sebagai tentara kelas dunia.

Penulis berkeyakinan, masih banyak sumbangan pemikiran dari para perwira TNI AD, yang bisa digali melalui forum serupa atau forum akademis lainnya, agar proses transformasi dibidang pendidikan dapat terwujud dengan baik. Kesemuanya itu tentu membutuhkan komitmen yang kuat dari kita semua. Transformasi dibidang pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab Lembaga Pendidikan, tetapi juga menjadi tanggung jawab kita. Bukankah Universitas sejati adalah pengalaman penugasan di lapangan? Maka feedback terhadap lembaga pendidikan tentunya menjadi sangat penting untuk diberikan oleh seluruh prajurit TNI yang telah mendapatkan ilmu di lembaga pendidikan sekaligus mengimplementasikannya dalam berbagai ragam penugasan. Selanjutnya, paradigma baru TNI dan Doktrin Kartika Eka Paksi yang selalu memerhatikan tantangan tugas abad XXI yang semakin kompleks, merupakan pedoman terbaik yang harus kita pilih, agar keberadaan TNI AD tetap diakui dan prospektif. Insya Allah, TNI AD akan menjadi tentara kelas dunia.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. Data Pokok. 1. Nama 2. Pangkat/NRP 3. Tempat/Tgl. Lahir 4. Agama 5. Status 6. Sumber Pa/Th 7. Jabatan

: : : : : : :

M. Iftitah Sulaiman S. Mayor Kav/11990035730377 Pandeglang/10-03-1977 Islam Kawin Akmil/1999 Pembantu Asisten Sespri Presiden RI

II. Pendidikan.

62

A. Dikbangum. 1. Akademi Militer 2. Sussarcab Kavaleri

: 1999 : 2000

B. Dikbangspes. 1. Sus Combat Intel 2. KIBI 3. Sus Pelatih 4. Sus Pastaf 5. Sus Paminu 6. Selapa MC

: : : : : :

2000 2000 2001 2003 2006 2009

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

III. Riwayat Penugasan. A. Dalam negeri. 1. Operasi Rencong PPRC TNI Aceh : 2003 2. Operasi Pemulihan Keamanan Aceh : 2004 3. Operasi Bantuan Kemanusiaan Aceh : 2005 B. Luar negeri. 1. Libanon 2. Italia 3. Australia

: 2006 : 2007 : 2010

IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton Yonkav-8 Tank / 2 Kostrad 2. Perwira Staf Operasi PPRC TNI 3. Pasi-2/Operasi Yonkav-8 Tank/2 Kostrad 4. Pasi-2/Operasi Yonkav-11/ Kodam IM 5. Wadanki B Yon Mekanis Konga XXIII A 6. Danki Tank 83 Yonkav-8 Tank/2 Kostrad 7. Danki Tank 13 Yonkav-1 Tank/1 Kostrad 8. Danki Kavtai 1/BS Divif-1 Kostrad 9. Kasi Pers Staf Pribadi Kasum TNI 10. Pasi Pulta Ditrenops PMPP TNI 11. Kasi Siap Ops Diternops PMPP TNI 12. Ps. Kepala Sekretariat Staf Pribadi Panglima TNI 13. Pembantu Asisten Sespri Presiden RI

Manuver Heli Bell pada Latihan Antar Kecabangan di Baturaja, 29 Agustus 2012

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

Volume 33 No. I Edisi Maret 2013

63

Pameran Alutsista TNI AD di Monas, Jakarta, 7 Oktober 2012

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF