Tinjauan Teori Perkembangan Kota
February 26, 2018 | Author: Yunita Ratih | Category: N/A
Short Description
gv jgf jgfjgfjgfjgfjyfytfytfytfytfbytfytfytfyt...
Description
Tinjauan Teori Perkembangan Kota (Sejarah, Pengertian, Pola, dan Faktor Penyebab Perkembangan Kota)
Sejarah dan Pengertian Kota Pada mulanya, kota merupakan konsentrasi rumah tangga di pinggir-pinggir sungai yang diorganisasi mengelilingi penguasa atau biasanya pemimpin agama atau pendeta gereja yang kemudian diteruskan oleh kelompok pendeta yang menyelenggarakan pengendalian yang sistimatis dan kontinyu terhadap panen, tenaga kerja dan lain-lain. Masih dapat juga ditelusuri bahwa kota modern di barat pada abad pertengahan dan bahkan sebelum revolusi industri umumnya masih tergantung dari sistem pertanian yang notebene belum memakai alat mesin disamping beberapa kota yang sekaligus memang menjadi pusat perdagangan Nasional dan Internasional. Keadaan tersebut menjadi sebab kota berkembang sangat terbatas dan bila kota bertumbuh di luar batas kemampuan suplai hasil pertanian (makanan) dari “hinterland” (daerah sekitarnya) maka kota tersebut akan mengalami kesulitan makanan ; dan untuk mempertahankan eksistensi pertumbuhan tersebut sering diperlakukan penaklukan daerah sekeliling atau daerah lain demi memperbesar suplai bahan makanan. Keadaan inilah yang sering dilakukan oleh penguasa kota di Romawi dan Yunani dahulu. Setelah revolusi industri, kota di barat berkembang dengan sangat pesat dan merupakan asal-usul urbanisasi yang paling berarti. Penduduk kota bertambah dengan drastis dan penduduk desa, terutama yang dekat kota berkurang. Sebelum revolusi industri, pertumbuhan dan perkembangan kota lambat dan bahkan konstan. Setelah revolusi industri pertambahan penduduk bagaikan meledak hingga untuk pertama kalinya kota-kota di barat melebihi kemampuan kota yang real, yaitu mulai dari penyediaan perumahan yang layak, sarana pendidikan, lapangan kerja dan tempat rekreasi dan lain-lain Dari peninjauan sejarah perkembangan dan pertumbuhan kota secara spesifik diperoleh gambaran mengenai hal-hal yang menyangkut : proses perkembangan dan pertumbuhan kota, faktor-faktor penggerak perkembangan dan pertumbuhan kota, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipakai didalam usaha pengarahan dan penyusunan arah dan besarnya perkembangan dan pertumbuhan kota. Studi sejarah perkembangan dan pertumbuhan kota yang spesifik ini jelas akan merupakan bagian yang penting didalam penentuan kebijaksanaan dan pertimbangan didalam perencanaan untuk perkembangan kota tersebut dimasa mendatang. Dari sejarah mengenai perkembangan dan pertumbuhan kota dapat dianalisa apakah pola kecendrungan perkembangan dan pertumbuhan yang berlaku sekarang itu mempunyai nilai yang negatif ataukah positip untuk perkembangan kota selanjutnya. Apabila sifat dari pola dan kecenderungan perkembangan dan pertumbuhan kota itu negatif maka didalam kebijaksanaan perencanaannya perlu pengarahan kearah lain sedemikian rupa sehingga perkembangan dan pertumbuhannya dapat diarahkan kepada usaha-usaha perbaikan. Perkembangan kota secara umum menurut Branch (1995) sangat dipengaruhi oleh stuasi dan kondisi internal yang menjadi unsur terpenting dalam perencanaan kota secara komprehensif . Namun beberapa unsur eksternal yang menonjol juga dapat mempengaruhi perkembangan kota. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi perkembangan kota adalah :
1) Keadaan geografis mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota. Kota yang berfungsi sebagai simpul distribusi, misalnya perlu terletak di simpul jalur transportasi, dipertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut. Kota pantai, misalnya akan cenederung berbentuk setengah lingkaran, dengan pusat lingkaran adalah pelabuhan laut. 2) Tapak (Site) merupakan faktor-faktor ke dua yang mempengaruhi perkembangan suatu kota. Salah satu yang di pertimbangkan dalam kondisi tapak adalah topografi. Kota yang berlokasi didataran yang rata akan mudah berkembang kesemua arah, sedangkan yang berlokasi dipegunungan biasanya mempunyai kendala topografi. Kondisi tapak lainnya berkaitan dengan kondisi geologi. Daerah patahan geologis biasanya dihindari oleh perkembangan kota. 3) Fungsi kota juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kota-kota yang memiliki banyak fungsi, biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan akan berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi tunggal, misalnya kota pertambangan, kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, biasanya juga berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi lainnya; 4) Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karekteristik fisik dan sifat masyarakat kota. Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai ibu kota kerajaan akan berbeda dengan perkembangan kota yang sejak awalnya tumbuh secara organisasi. Kepercayaan dan kultur masyarakat juga mempengaruhi daya perkembangan kota. Terdapat tempat-tempat tertentu yang karena kepercayaan dihindari untuk perkembangan tertentu. 5) Unsur-unsur umum seperti misalnya jaringan jalan, penyediaan air bersih berkaitan dengan kebutuhan masyarakat luas, ketersediaan unsur-unsur umum akan menarik kota kearah tertentu.
Pengertian Perkembangan Kota Menurut Ilhami (1988) sebagian besar terjadinya kota adalah berawal dari dari desa yang mengalami perkembangan yang pasti. Faktor yang mendorong perkembangan desa menjadi kota adalah karena desa berhasil menjadi pusat kegiatan tertentu, misalnya desa menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pertambangan, pusat pergantian transportasi, seperti menjadi pelabuhan, pusat persilangan/pemberhentian kereta api, terminal bus dan sebagainya. Pengertian kota menurut Dickinson (dalam Jayadinata, 1999) adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Suatu kota umumnya selalu mempunyai rumah-rumah yang mengelompok atau merupakan pemukiman terpusat. Suatu kota yang tidak terencana berkembang dipengaruhi oleh keadaan fisik sosial.
Pola-Pola Perkembangan Kota Sesuai dengan perkembangan penduduk perkotaan yang senantiasa mengalami peningkatan, maka tuntutan akan kebutuhan kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan teknologi juga terus mengalami peningkatan, yang semuanya itu mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang perkotaan yang lebih besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota
tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota (fringe area). Gejala penjalaran areal kota ini disebut sebagai “invasion” dan proses perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar disebut sebagai “urban sprawl” (Northam dalam Yunus, 1994). Secara garis besar menurut Northam dalam Yunus (1994) penjalaran fisik kota dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut : a) Penjalaran fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung lambat dan menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai perkembangan konsentris (concentric development).
b) Penjalaran fisik kota yang mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan penjalaran yang tidak sama pada setiap bagian perkembangan kota disebut dengan perkembangan fisik memanjang/linier (ribbon/linear/axial development).
c)
Penjalaran fisik kota yang tidak mengikuti pola tertentu disebut sebagai perkembangan yang meloncat (leap frog/checher board development).
Jenis penjalaran fisik memanjang/linier yang dikemukakan oleh Northam sama dengan Teori Poros yang dikemukakan oleh Babcock dalam Yunus (1994), yaitu menjelaskan daerah di sepanjang jalur transportasi memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga perkembangan fisiknya akan lebih pesat dibandingkan daerah-daerah di antara jalur transportasi. Pola pemekaran atau ekspansi kota mengikuti jalur transportasi juga dikemukakan oleh Hoyt dalam Daldjoeni (1998), secara lengkap pola pemekaran atau ekspansi kota menurut Hoyt, antara lain, sebagai berikut : 1) Perluasan mengikuti pertumbuhan sumbu atau dengan kata lain perluasannya akan mengikuti jalur jalan transportasi ke daerah-daerah perbatasan kota. Dengan demikian polanya akan berbentuk bintang atau “star shape”. 2) Daerah-daerah hinterland di luar kota semakin lama semakin berkembang dan akhirnya menggabung pada kota yang lebih besar. 3) Menggabungkan kota inti dengan kota-kota kecil yang berada di luar kota inti atau disebut dengan konurbasi. Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Northam dalam Yunus (1994), mengenai perkembangan fisik kota secara konsentris, Branch (1995) mengemukakan enam pola perkembangan fisik kota, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
a)
b) c) d)
e) f)
Selanjutnya berdasarkan pada kenampakan morfologi kota serta jenis penjalaran areal kota yang ada, menurut Hudson dalam Yunus (1994) mengemukakan beberapa model bentuk kota, yaitu sebagai berikut : Bentuk satelit dan pusat-pusat baru. Bentuk ini menggambarkan kota utama yang ada dengan kota-kota kecil di sekitarnya terjalin sedemikian rupa, sehingga pertalian fungsional lebih efektif dan lebih efisien. Bentuk stellar atau radial. Bentuk kota ini untuk kota yang perkembangan kotanya didominasi oleh ”ribbon development”. Bentuk cincin, terdiri dari beberapa kota yang berkembang di sepanjang jalan utama yang melingkar. Bentuk linier bermanik, pertumbuhan areal-areal kota hanya terbatas di sepanjang jalan utama dan pola umumnya linier. Pada pola ini ada kesempatan untuk berkembang ke arah samping tanpa kendala fisikal. Bentuk inti/kompak, merupakan bentuk perkembangan areal kota yang biasanya didominasi oleh perkembangan vertikal. Bentuk memencar, merupakan bentuk dengan kesatuan morfologi yang besar dan kompak dengan beberapa ”urban centers”, namun masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain. Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan di atas, tentang pola-pola perkembangan fisik kota, pada dasarnya memiliki banyak persamaan. Namun secara umum pola perkembangan fisik kota dapat dibedakan menjadi perkembangan memusat, perkembangan memanjang mengikuti pola jaringan jalan dan perkembangan meloncat membentuk pusat-pusat pertumbuhan baru.
Dalam mengkaji perkembangan fisik suatu kota, menurut Hagget (1970) dapat mengacu pada teori difusi atau teori penyebaran/penjalaran yang mempunyai dua model yang masing-masing memiliki maksud yang berbeda. Model-model tersebut adalah model difusi ekspansi dan model difusi relokasi, dengan penjelasan berikut ini : 1) Model difusi ekspansi (expansion diffusion) adalah suatu proses penyebaran informasi, material dan sebagainya yang menjalar melalui suatu populasi dari suatu daerah ke daerah lain. Dalam proses difusi ekspansi ini informasi atau material yang didifusikan tetap ada dan kadang-kadang menjadi lebih intensif di tempat asalnya. Salah satu contoh proses difusi ekspansi adalah terjadinya pertambahan jumlah penduduk dalam kurun waktu tertentu yang dibedakan dalam dua periode waktu. Dengan demikian dalam ekspansi ruang terdapat pertumbuhan jumlah penduduk, material dan ruang hunian baru. 2) Model difusi yang lainnya adalah difusi relokasi (relocation diffusion) adalah suatu proses yang penyebaran keruangan, yaitu informasi atau material yang didifusikan meninggalkan daerah asal dan berpindah ke daerah yang baru. Untuk lebih jelasnya kedua metode difusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini :
Faktor-Faktor Penyebab Perkembangan Kota Menurut Sujarto (1989) faktor-faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada suatu kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Ada tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota : a) Faktor manusia, yaitu menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota baik karena kelahiran maupun karena migrasi ke kota. Segi-segi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi. b) Faktor kegiatan manusia, yaitu menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas. c) Faktor pola pergerakan, yaitu sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatannya akan menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan tersebut.
Daftar Pustaka:
Branch, Melville, 1955. Perencanaan kota Komprehensif, pengantar dan penjelasan (terjemahan) Catanese, Anthony J. Snyder. James. C 1992. Perencanaan kota Penerbit erlangga. Jakarta. Chapin. F. Stuart. Jr. and Kaiser. Edward. J. 1979, urban land use planning, University of illionis Press. Daldjoeni, 1992. Geografi baru, organisasi keruangan dalam teori dan praktek. Penerbit Alumni, bandung. Daldjoeni, N. 1998, Geografi Kota dan Desa. Penerbit Alumni, Bandung. Hagget, Peter. 1970, Geography, A Modern Synthesis. 3rd Edition, Harper and Row Publisher, London. Ilhami. 1990, Strategi Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. Jayadinata, Johara T. 1992, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Kota dan Wilayah. Penerbit ITB, Bandung. Sujarto, Djoko, 1989, faktor sejarah Perkembangan kota dalam perencanaan perkembangan kota. Bandung. Fakultas teknik sipil dan perencanaan bandung. Sujarto, Djoko. 1989, Faktor Sejarah Perkembangan Kota Dalam Perencanaan Perkembangan Kota. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB, Bandung. Sujarto, Djoko. 1992, Perkembangan Perencanaan Tata Ruang Kota di Indonesia. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB, Bandung. Yunus, Hadi Sabari. 1994, Teori dan Model Struktur Keruangan Kota. Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta. Yunus, Hadi Sabari. 2000, Struktur Tata Ruang Kota. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Tesis Fitri Susanti, Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Karakteristik Perkembangan Kota Air Molek, Pematang Reba Dan Rengat (Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD-UGM Tahun 2003)
Sejarah Perkembangan Kota Besar di Indonesia Diposkan oleh Fatwa Faturohman , di 6:13 PM SEJARAH KOTA-KOTA BESAR DI INDONESIA
Berdasarkan sejarah pertumbuhannya, kota-kota di Indonesia bermula dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut. 1. Kota yang berawal dari pusat perdagangan. Di Indonesia kota-kota yang berasal dari kegiatan perdagangan, antara lain adalah Surabaya, Jakarta dan
Makassar. Kota-kota ini merupakan kota perdagangan yang ramai. 2. Kota yang berawal dari pusat perkebunan. Pembukaan lahan baru untuk areal perkebunan berdampak pada pembuatan permukiman baru yang kemudian berkembang menjadi kota. Contohnya: Sukabumi (perkebunan teh), Ambarawa (perkebunan kopi), dan Jambi (perkebunan karet). 3. Kota yang berawal dari pusat pertambangan. Kota-kota di Indonesia yang berkembang dari perluasan daerah pertambangan, antara lain Pangkal Pinang dan Tanjung Pandan (pertambangan timah), Palembang dan Plaju (tambang minyak bumi), Samarinda, Tarakan, Balikpapan (tambang minyak Bumi). 4. Kota yang berawal dari pusat administrasi pemerintah. Pada zaman penjajahan Belanda, Batavia merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Kota Batavia (Jakarta) menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia. Nama-nama Kota lainnya : Kota yang berasal dari perkebunan. Ex : Bandung, Bogor, Malang, Salatiga, Palembang, Jambi dan Bengkulu Kota yang berasal dari pusat pertambangan. Ex : Muntok (timah), Tarakan (minyak ), Martapura (intan) dsb. Kota yang berasal dari pusat administrasi. Ex : Jakarta (ibukota Negara), Semarang (ibukota provinsi Jateng) dsb Kota yang berasal dari pusat perdagangan. Ex : Makasar, Jakarta dan Surabaya Kota yang berasal dari pusat industri. Ex : Batam, Tangerang. Kota yang berasal dari pusat budaya. Ex : Yogyakarta, dan Surakarta http://fatwarohman.blogspot.com/2013/09/sejarah-perkembangan-kota-besar-di.html
Teori struktur, tata ruang, dan perkembangan kota
a. Struktur Ekonomi Kota Wilayah kota menjadi tempat kegiatan ekonomi penduduknya di bidang jasa, perdagangan, industri, dan administrasi. Selain itu, wilayah kota menjadi tempat tinggal dan pusat pemerintahan. Kegiatan ekonomi kota dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut. 1) Kegiatan Ekonomi Dasar Kegiatan ini meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk keperluan luar kota atau dikirim ke daerah sekitar kota. Produk yang dikirim dan disalurkan berasal dari industri, perdagangan, hiburan, dan lainnya. 2) Kegiatan Ekonomi Bukan Dasar Kegiatan ini meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk keperluan sendiri. Kegiatan ini disebut juga dengan kegiatan residensial dan kegiatan pelayanan. Kegiatan ekonomi kota dapat berupa industri dan kegiatan jasa atau fasilitas yang tidak memerlukan lahan yang luas. Kegiatan ini menyebabkan kota berpenduduk padat, jarak bangunan rapat, dan bentuk kota kompak. Struktur kota dipengaruhi oleh jenis mata pencaharian penduduknya. Mata pencaharian penduduk kota bergerak di bidang nonagraris, seperti perdagangan, perkantoran, industri, dan bidang jasa lain. Dengan demikian, struktur kota akan mengikuti fungsi kota. Sebagai contoh, suatu wilayah direncanakan sebagai kota industri, maka struktur penduduk kota akan mengarah atau cenderung ke jenis kegiatan industri. Pada kenyataan, jarang sekali suatu kota mempunyai fungsi tunggal. Kebanyakan kota juga merangkap fungsi lain, seperti kota perdagangan, kota pemerintahan, atau kota kebudayaan. Contoh: Yogyakarta selain disebut kota budaya tetapi juga disebut sebagai kota pendidikan dan kota wisata. Di daerah kota terdapat banyak kompleks, seperti apartemen, perumahan pegawai bank, perumahan tentara, pertokoan, pusat perbelanjaan (shopping center), pecinan, dan kompleks suku tertentu. Kompleks tersebut merupakan kelompok-kelompok (clusters) yang timbul akibat pemisahan lokasi (segregasi). Segregasi dapat terbentuk karena perbedaan pekerjaan, strata sosial, tingkat pendidikan, suku, harga sewa tanah, dan lainnya. Segregasi tidak akan menimbulkan masalah apabila ada pengertian dan toleransi antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Munculnya
segregasi di kota
dapat direncanakan
ataupun tidak
direncanakan. Kompleks perumahan dan kompleks pertokoan adalah contoh segregasi yang direncanakan pemerintah kota. Bentuk segregasi yang lain adalah perkampungan kumuh/slum yang sering tumbuh di kota-kota besar seperti Jakarta. Rendahnya pendapatan menyebabkan tidak adanya kemampuan mendirikan rumah tinggal
sehingga terpaksa tinggal di sembarang tempat. Kompleks seperti ini biasanya ditempati oleh kaum miskin perkotaan. Permasalahan seperti ini memerlukan penanganan yang bijaksana dari pemerintah.
b. Struktur Intern Kota Pertumbuhan kota-kota di dunia termasuk di Indonesia cukup pesat. Pertumbuhan suatu kota dapat disebabkan oleh pertambahan penduduk kota, urbanisasi, dan kemajuan teknologi yang membantu kehidupan penduduk di kota. Wilayah kota atau urban bersifat heterogen ditinjau dari aspek struktur bangunan dan demografis. Susunan, bentuk, ketinggian, fungsi, dan usia bangunan berbeda-beda. Mata pencaharian, status sosial, suku bangsa, budaya, dan kepadatan penduduk juga bermacam-macam. Selain aspek bangunan dan demografis, karakteristik kota dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti topografi, sejarah, ekonomi, budaya, dan kesempatan usaha. Karakteristik kota selalu dinamis dalam rentang ruang dan waktu.
Apabila dilihat sekilas wajah suatu kota, maka akan banyak susunan yang tidak beraturan. Akan tetapi, apabila diamati dengan cermat maka akan dijumpai bentuk dan susunan khas yang mirip dengan kota-kota lain. Misalnya, kota A berbentuk persegi empat, kota B berbentuk persegi panjang, dan kota C berbentuk bulat. Begitu juga dalam susunan bangunan kota terjadi pengelompokan berdasarkan tata guna lahan kota. Jadi, suatu kota memiliki bentuk dan susunan yang khas. Apabila kamu mengamati kota berdasarkan peta penggunaan lahan, maka kamu akan mendapatkan berbagai jenis zona, seperti zona perkantoran,
perumahan, pusat pemerintahan, pertokoan, industri, dan perdagangan. Zona-zona tersebut menempati daerah kota, baik di bagian pusat, tengah, dan pinggirannya. Zona perkantoran, pusat pemerintahan, dan pertokoan menempati kota bagian pusat atau tengah. Zona perumahan elite cenderung memiliki lokasi di pinggiran kota. Sedang zona perumahan karyawan dan buruh umumnya berdekatan dengan jalan penghubung ke pabrik atau perusahaan tempat mereka bekerja. Para geograf dan sosiolog telah melakukan penelitian berkaitan dengan persebaran zona-zona suatu kota. Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan persebaran spasial kota.
Beberapa teori tentang struktur kota dapat kamu ikuti pemaparannya sebagai berikut. 1) Teori Konsentris (Concentric Theory) Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human ecology, merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut pengamatan Burgess, Kota Chicago ternyata telah berkembang
sedemikian
rupa
dan
menunjukkan
pola
penggunaan
lahan
yang
konsentris
yang
mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda. Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang atau melingkar. Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.
Teori Burgess sesuai dengan keadaan negara-negara Barat (Eropa) yang telah maju penduduknya. Teori ini mensyaratkan kondisi topografi lokal yang memudahkan rute transportasi dan komunikasi. 2) Teori Sektoral (Sector Theory) Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul berdasarkan penelitiannya pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan bahwa proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektorsektor daripada sistem gelang atau melingkar sebagaimana yang dikemukakan dalam teori Burgess. Hoyt juga meneliti Kota Chicago untuk mendalami Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District) yang terletak di pusat kota.
Ia berpendapat bahwa pengelompokan penggunaan lahan kota menjulur seperti irisan kue tar. Mengapa struktur kota menurut teori sektoral dapat terbentuk? Para geograf menghubungkannya dengan kondisi geografis kota dan rute transportasinya. Pada daerah datar memungkinkan pembuatan jalan, rel kereta api, dan kanal yang murah, sehingga penggunaan lahan tertentu, misalnya perindustrian meluas secara memanjang. Kota yang berlereng menyebabkan pembangunan perumahan cenderung meluas sesuai bujuran lereng.
3) Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory) Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.
Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan. Nukleusnukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan. Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara, kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks industri mencari lokasi yang berdekatan
dengan sarana transportasi. Perumahan baru mencari lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan. Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan ditentukan oleh faktorfaktor yang unik seperti situs kota dan sejarahnya yang khas, sehingga tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral. Teori dari Burgess dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-contoh dari kenampakan nyata suatu kota. 4) Teori Konsektoral (Tipe Eropa) Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun 1965 dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini mencoba menggabungkan teori konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentris lebih ditonjolkan.
5) Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin) Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin. Teori ini dapat digambarkan sebagai berikut.
6) Teori Poros Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada peranan transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Teori poros ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.
7) Teori Historis Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada kenyataan historis yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di dalam kota. Teori historis dari Alonso dapat digambarkan sebagai berikut.
Dari model gambar di depan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya standar hidup masyarakat yang semula tinggal di dekat CBD disertai penurunan kualitas lingkungan, mendorong penduduk untuk pindah ke daerah pinggiran (a). Perbaikan daerah CBD menjadi menarik karena dekat dengan pusat segala fasilitas kota (b). Program perbaikan yang semula hanya difokuskan di zona 1 dan 2, melebar ke zona 3 yang menarik para pendatang baru khususnya dari zona 2 (c).
Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
Perkembangan Kabupaten-Kota di Indonesia
Jan 1 Posted by admin
1 Votes
Kran Otonomi daerah di buka lebar-lebar, tak ayal lagi banyak daerah baru bermekaran. Mulai dari pembentukan provinsi baru sampai kabupaten dan kota-kota baru. Jika pada zaman SD dulu, pelajaran IPS jumlah provinsi di Indonesia ada berapa? Maka dengan mantap akan dijawab ada 27. Namun sekarang, kian bertambah. Provinsi termuda yang baru dibentuk 2013 ini adalah provinsi Kalimantan Utara. Untuk provinsi, memang perkembangan jumlahnya tidak begitu pesat. Namun Anda akan tercengang dengan jumlah kabupaten/kota. Sekarang Indonesia memiliki 414 kabupaten dan 92 kota. Sepertinya jumlah ini akan terus bertambah.. Sedikit catatan tentang pemekaran kabupaten kota, saya ambil contoh provinsi Lampung dan Jawa Barat Lampung, mekar menjadi provinsi sendiri pada tahun 1964 (dulu ikut Sumatra Selatan). Berikut ceritanya: (Ref: Wikipedia)
Dulu cuma ada Dati II (Kabupaten) Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Kotapraja Tanjungkarang-Teluk Betung (pelajaran IPS kelas 4 SD) (Ref: Wikipedia) 1. Kabupaten Lampung Utara, dengan ibukotanya Kotabumi 2. Kabupaten Lampung Tengah, dengan ibukotanya Metro (sekarang pindah ke Gunungsugih) 3. Kabupaten Lampung Selatan, dengan ibukotanya Kalianda 4. Kota Bandar Lampung 5. Kabupaten Lampung Barat, dengan ibukotanya Liwa, pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara (UU No.6 Tahun 1991 tanggal 16 Agustus 1991) 6. Kabupaten Tanggamus, dengan ibukotanya Kota Agung, pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan (3 Januari 1997)
7. Kabupaten Tulang Bawang, dengan ibukotanya Menggala, pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara (3 Januari 1997) 8. Kabupaten Lampung Timur, dengan ibukotanya Sukadana, pemekaran dari Kabupaten Lampung Tengah (20 April 1999) 9. Kota Metro, pemekaran dari Kabupaten Lampung Tengah (20 April 1999) 10. Kabupaten Way Kanan, dengan ibukotanya Blambangan Umpu, pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara (20 April 1999) 11. Kabupaten Pesawaran, pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan (17 Juli 2007) 12. Kabupaten Mesuji, dengan ibukotanya Mesuji, pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang (29 Oktober 2008) 13. Kabupaten Pringsewu, dengan ibukotanya Pringsewu, pemekaran dari Kabupaten Tanggamus (29 Oktober 2008) 14. Kabupaten Tulang Bawang Barat, dengan ibukotanya Panaragan Jaya, pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang (29 Oktober 2008) 15. Kabupaten Pesisir Barat, dengan ibukotanya Krui (?), pemekaran dari Kabupaten Lampung Barat (25 Oktober 2012) Jadi totalnya ada berapa tuh? Kabupaten ada 13, kota ada 2, total 15. Kabupaten dengan luasan daerah terkecil yaitu Kabupaten Pringsewu, hanya 625 km2 dengan jumlah penduduk 377.857 jiwa (data tahun 2011). Sekarang ada wacana baru mau ada pembentukan Provinsi Lampung Utara. Lagi hangathangatnya nih. Kabupatennya kemungkinan adalah Lampung Utara, Way Kanan, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Mesuji, Lampung Barat, dan Pesisir Barat dengan ibukotanya Kotabumi. Total luas wilayah yaitu 1.752.259,407 Ha atau 52,40 % dari luas wilayah Propinsi Lampung saat ini.(Ref: RadarLampung, WartaJakarta) Ada rencana pemekaran Kabupaten Lampung Tengah yang bertambah menjadi dua kabupaten baru, yakni Seputih Timur dan Seputih Barat (Ref: Rumbia) Menurut Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) tahun 2013, empat kabupaten masuk kategori daerah tertinggal. Keempat daerah itu yakni, Kabupaten Pesawaran, Waykanan (walau telah berusia 14 tahun), Lampung Barat (walau telah berusia 22 tahun) dan Lampung Utara. (Ref: Tribun). Menurut Syafarudin, Kepala Laboratorium Politik dan Otonomi Daerah (Otda) FISIP Universitas Lampung, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami transisi dari era otoritarian ke era demokratis. Dalam kondisi seperti ini, muncul keinginan membentuk eksistensi masingmasing, seperti etnis, kelompok, wilayahnya sendiri. Indonesia mengikuti tren distribusi (pemekaran daerah) ala Nigeria dan Kenya. Sementara di negara-negara maju seperti Jepang dan Eropa yang saat ini menghadapi globalisasi dan persaingan bebas, sudah meninggalkan tren distribusi menjadi tren akumulasi atau penggabungan daerah. Pemekaran daerah bisa berhasil bila sejak awal berangkat dari kebutuhan masyarakat, bukan dominan karena keinginan dan keharusan elite. Di Lampung, pemekaran daerah 60%nya masih berdasarkan kepentingan elit. Karena itupula, banyak persoalan muncul (Ref: Tribun).
Sukadana diresmikan sebagai pusat pemerintahan Lampung Timur pada tanggal 27 April 1999 berdasarkan UU No.12 Tahun 1999. Sukadana adalah kota tua yang merupakan Onder Afdeling pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pada lampaunya, Onder Afdeling atau Distrik Sukadana terbagi atas marga-marga, yakni: Marga Sukadana, Marga Subing, Marga Tiga, Marga Nuban, Marga Unyai. Culture masyarakat Sukadana yang tertutup dan terlampau fanatis dengan kelokalan, menyebabkan Sukadana sempat lambat mengalami kemajuan baik secara ekonomi dan politik. Secara ekonomi, Sukadana masih jauh tertinggal dari wilayah yang secara sejarah jauh lebih muda darinya seperti Way Jepara, Sribhawono, dan Kota Metro. Padahal, Sukadana sangat berlimpah dengan potensi ekonomi dan sumber daya alam yang dapat dikelola. Banyak pihak menengarai, ada persoalan culture dan sudut pandang kelokalan yang perlu dibenahi (Ref: Wikipedia) Kita lihat contoh kedua, provinsi Jawa Barat.
Provinsi Jawa Barat terdiri atas 18 kabupaten dan 9 kota. Ibu kotanya adalah Bandung. Pada tanggal 17 Oktober 2000, sebagian wilayah Jawa Barat dibentuk sebuah provinsi tersendiri, yaitu Provinsi Banten. Berikut adalah daftar kabupaten dan kota di Jawa Barat, beserta ibu kota kabupaten: 1. Kabupaten Bandung -Soreang 2. Kabupaten Bandung Barat – Ngamprah 3. Kabupaten Bekasi – Cikarang 4. Kabupaten Bogor – Cibinong 5. Kabupaten Ciamis – Ciamis 6. Kabupaten Cianjur – Cianjur 7. Kabupaten Cirebon – Sumber 8. Kabupaten Garut – Tarogong Kidul 9. Kabupaten Indramayu – Indramayu 10. Kabupaten Karawang – Karawang 11. Kabupaten Kuningan – Kuningan 12. Kabupaten Majalengka – Majalengka 13. Kabupaten Pangandaran – Parigi 14. Kabupaten Purwakarta – Purwakarta 15. Kabupaten Subang – Subang
16. Kabupaten Sukabumi – Pelabuhanratu 17. Kabupaten Sumedang – Sumedang 18. Kabupaten Tasikmalaya – Singaparna 19. Kota Banjar 20. Kota Bekasi 21. Kota Bogor 22. Kota Cimahi 23. Kota Cirebon 24. Kota Depok 25. Kota Sukabumi 26. Kota Tasikmalaya Note: (Ref: Wikipedia)
Kabupaten Bandung sebelumnya beribukota di Kota Bandung dan lalu di Kota Soreang. Kabupaten Bogor sebelumnya beribukota di Kota Bogor. Kabupaten Cirebon sebelumnya beribukota di Kota Cirebon. Depok dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 20 Maret 1999, dari wilayah Kabupaten Bogor. Sebelumnya Depok adalah kota administratif. Cimahi dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 21 Juni 2001, dari wilayah Kabupaten Bandung. Sebelumnya Cimahi adalah kota administratif. Tasikmalaya dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 21 Juni 2001, dari wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Sebelumnya Tasikmalaya adalah kota administratif. Banjar dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 11 Desember 2002, dari wilayah Kabupaten Ciamis. Sebelumnya Banjar adalah kota administratif. Kabupaten Bandung Barat diresmikan sebagai Kabupaten Ke-17 di Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Juni 2007, pemekaran dari Kabupaten Bandung Kabupaten Pangandaran diresmikan sebagai Kabupaten ke-18 di Provinsi Jawa Barat pada tanggal 25 Oktober 2012, pemekaran dari Kabupaten Ciamis
Otonomi daerah, pemekaran, kian lama kok makin gini ya? Ada semacam gerakan kembali ke zaman dulu, mendirikan kerajaan-kerajaan kecil. Misal ada wacana pembentukan Provinsi Cirebon, ada wacana pengubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan atau Priangan misalnya. Sekarang saya jadi faham, mengapa pada zaman Soekarno dulu penamaan Provinsi tidak mengarah ke suku atau etnis tertentu, tapi pakai Barat, Tengah, atau Timur. Karena tujuannya untuk mempersatukan, bukan mengedepankan hegemoni etnis tertentu. Dan adanya persamaan kultur tetap menduduki posisi penting ternyata, karena masyarakat kita masih peduli itu. Beda dengan negara Singapura yang terdiri dari orang Cina, Melayu, dan India, tapi mereka tidak menganggap itu utama, yang penting negara maju, enak buat dagang, hehe…
View more...
Comments