The Management of Pain and Discomfort
August 29, 2017 | Author: Annisa Sri Wandini | Category: N/A
Short Description
Rasa sakit sangat penting untuk kelangsungan hidup karena rasa sakit jenis minor sekalipun, merupakan feedback tingkat r...
Description
The Management of Pain and Discomfort Makalah Ini Dibuat untuk Memenuhi Mata Kuliah Psikologi Kesehatan
Disusun oleh: Nurul Fajriyah
190110140018
Mira Ayudiana
190110140026
Sirakh Dini Lestari
190110140030
Prudentia Kirana
190110140032
RR. Natasha Prameswari
190110140108
Halim Wijaya
1901101500
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Jatinangor 2016 1.1 THE SIGNIFICANCE OF PAIN
Rasa sakit sangat penting untuk kelangsungan hidup karena rasa sakit jenis minor sekalipun, merupakan feedback tingkat rendah terkait fungsi dari sistem tubuh manusia. Seringkali secara tidak sadar kita menggunakan feedback tersebut sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian sederhana, seperti merubah postur tubuh kita, berguling saat tidur, dan lainnya. Selain itu, rasa sakit merupakan suatu gejala yang memerlukan penanganan secara medis. Sehingga, rasa sakit dapat mengarahkan seseorang untuk mencari treatment. Keluhan rasa sakit seringkali disertai dengan gangguan secara fisik maupun mental. Komorbiditas ini sebenarnya akan semakin mempersulit diagnosis dan pengobatan (Berna et al., 2010; Kalaydjian & Merikangas, 2008). Tidak hanya dari sisi medis, rasa sakit pun dapat ditinjau dari sisi psikologis, seperti depresi, kecemasan, dan amarah yang kondisinya akan semakin buruk karena adanya rasa sakit. Ketika pasien ditanya mengenai hal yang sangat membuat mereka takut terkait penyakit dan pengobatan, secara umum mereka menjawab “rasa sakit”.
1.2 THE ELUSIVE NATURE OF PAIN Rasa sakit merupakan salah satu aspek dari penyakit dan pengobatan yang sulit dipahami. Hal tersebut pada dasarnya merupakan pengalaman psikologis, dan tingkatan rasa sakit yang dialami serta seberapa kuat seseorang menghadapi rasa sakit sebagian besar tergantung pada bagaimana ia menginterpretasikan rasa sakitnya. Kondisi psikologis yang buruk dapat memperburuk pengalaman rasa sakit seseorang. 1.2.1 Measuring Pain Rasa sakit merupakan hal yang sangat subjektif, sehingga sulit untuk menemukan referensi yang objektif mengenai rasa sakit. Hal tersebut menjadi hambatan dalam proses pengobatan karena orang-orang mengalami kesulitan dalam menjelaskan rasa sakit yang dialami secara objektif. Namun, ada dua hal
2
yang dapat membantu pemeriksa untuk memperoleh informasi terkait rasa sakit yang dialami pasien. Antara lain:
Verbal Reports Memberikan gambaran terkait rasa sakit yang dialami menggunakan penbendaharaan kata yang jelas. Misalnya pasien mengutarakan bahwa ia mengalami rasa sakit seperti berdenyut dan intensitasnya.
Pain Behavior Pain behavior merupakan perilaku yang muncul sebagai manifestasi dari rasa sakit kronis yang dialami, seperti distorsi pada postur atau cara berjalan, perubahan ekspresi wajah, menghindar untuk beraktifitas, dan lainnya.
1.2.2 The Physiology Of Pain Pandangan terkait rasa sakit yang melibatkan komponen psikologis, perilaku dan indrawi sangat berguna untuk memahami berbagai hal yang terlibat dalam pengalaman rasa sakit. Ide ini dikembangkan dalam gate-control theory of pain (Melzack & Wall, 1982). Perlu diketahui pula, pengetahuan terkait fisiologi dari rasa sakit terus berkembang dari masa ke masa. Pain And Emotions Faktor emosional sangat berkaitan dengan pengalaman rasa sakit. Emosi negatif dapat memperburuk rasa sakit, begitu pula rasa sakit dapat memperburuk emosi negatif. Emosi perlu ditinjau bersamaan dengan manajemen rasa sakit itu sendiri. Overview Pengalaman rasa sakit merupakan bentuk mekanisme pertahanan yang menunjukkan bahwa terjadi kerusakan pada jaringan tubuh kita dan hal tersebut akan dimunculkan dalam kesadaran. Pengalaman rasa sakit disertai dengan respon berupa motivasi dan perilaku. Seperti withdrawal dan reaksi emosional yang intens (menangis atau takut).
3
Peneliti membagi persepsi rasa sakit (pain perception) ke dalam tiga jenis. Pertama, mechanical nociception, rasa sakit karena kerusakan mekanis pada jaringan tubuh. Kedua, thermal damage atau rasa sakit akibat paparan suhu. Ketiga, polymodal nociception, rasa sakit yang dipicu oleh reaksi kimiawi yang terjadi akibat kerusakan jaringan. Nociceptors pada saraf perifer pertama kali merasakan adanya cedera atau kerusakan, kemudian mengirimkan pesan kimiawi yang dibawa melalui spinal cord menuju cerebral cortex. Bagian lainnya pada otak juga terlibat dalam pengaturan rasa sakit. Periductal gray di bagian midbrain ketika terstimulasi akan berhubungan dengan peredaan rasa sakit. Selain itu ada pula dorsal horn yang bertugas untuk menginterpretasikan pengalaman rasa sakit. Pada cerebral cortex terjadi proses penilaian terhadap rasa sakit. Sensasi, intensitas, dan durasi saling berinteraksi untuk mempengaruhi rasa sakit. Secara keseluruhan, pengalaman rasa sakit merupakan outcome yang kompleks dari interaksi antar elemen-elemen rasa sakit itu sendiri. 1.2.3 Neurochemical Bases Of Pain And Its Inhibition Otak mengatur jumlah rasa sakit yang dialami oleh individu dengan mengirimkan pesan menuju spinal cord untuk menghalangi pengiriman sinyal rasa sakit. Studi yang dilakukan oleh D.V Reynolds (1969) membenarkan hipotesis tersebut. Ia melakukan percobaan pada tikus dengan memberikan stimulasi elektrik pada salah satu bagian otaknya, sehingga hewan tersebut tidak merasakan rasa sakit apa pun. Fenomena ini disebut stimulation-produced analgesia (SPA). Hasil penemuan Reynolds ini mendorong para peneliti lainnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Pada 1972, H. Akil, D.J. Mayer, dan J. C. Liebeskind (1972, 1976) menemukan adanya endogenous opioid peptides. Opiat termasuk heroin dan morfin, obat kontrol sakit yang diproduksi dari tanaman. Opioid merupakan opiat seperti zat yang diproduksi tubuh yang berdasarkan neurochemically , sistem regulasi internal rasa sakit. Banyak bagian otak dan kelenjar tubuh yang memproduksi opioid, dan mereka meneruskan ke reseptor tertentu di berbagai bagian tubuh.
4
Peptida opioid endogen itu penting karena merupakan sistem penekanan alami rasa sakit pada tubuh. Namun, sistem penekanan rasa sakit tidak selalu bekerja. Faktor tertentu harus memicu sistem penekanan rasa sakit seperti stress. Stress akut dapat menurunkan rasa sakit, fenomena ini disebut Stress-Induced Analgesia (SIA) dan penelitian menunjukan SIA dapat disertai peningkatan peptide opioid endogen di otak. Peptide opioid endogen, salah satu yang mendasari berbagai teknik kontrol rasa sakit.
1.3 CLINICAL ISSUES IN PAIN MANAGEMENT Tidak hanya dokter dan petugas kesehatan lain, psikolog kini terlibat dalam manajemen rasa sakit. Terdapat aspek psikologis dalam rasa sakit sehingga terbentuk berbagai teknik untuk melawan rasa sakit (dalam psikologi) yaitu seperti biofeedback, relaksasi, hypnosis, akupuntur, gangguan, dan mengendalikan imajinasi (guided imagery). Pentingnya pasien memanajemen diri dalam tanggung jawab dan komitmen terhadap pengobatan diasumsikan sebagai pusat dalam manajemen rasa sakit kronis. 1.3.1 Acute and Cronic Pain Dua jenis rasa sakit yaitu akut dan kronis. Sakit akut merupakan kerusakan jaringan yang dihasilkan dari cidera tertentu, seperti luka atau patah tulang dan biasanya akan hilang setelah kerusakan jaringan diperbaiki. Nyeri akut memiliki durasi yang pendek, biasanya berlangsung selama enam bulan atau kurang. Sakit kronis bisanya diawali dengan sakit akut tetapi sakitnya tidak berkurang dengan pengobatan ataupun seiringnya waktu. Ada beberapa jenis sakit kronis, yaitu : 1. Sakit kronis jinak, biasanya berlangsung selama enam bulan atau lebih dan tidak merespon pengobatan yang diberikan. Sakit ini melibatkan kelompok otot, contohnya adalah sakit punggung bagian bawah dan myofascial pain syndrome.
5
2. Sakit akut berulang, serangkaian peristiwa yang berselang dari sakit akut yang terjadi selama lebih dari enam bulan. Contohnya adalah migren, gangguan temporomandibular (melibatkan rahang), dan trigeminal neuralgia (melibatkan kejang otot wajah). 3. Sakit kronis progresif, terjadi lebih dari enam bulan dan dari waktu ke waktu semakin parah. Biasanya sakit ini terkait dengan keganasan atau gangguan degeneratif. Contohnya adalah kanker atau rheumatoid arthritis. Perbedaan rasa sakit akut dan kronis Penting dalam manajemen klinis. Alasan yang pertama yaitu terdapat perbedaan profil psikologis antara sakit kronis dan akut. Sakit kronis sering dari tekanan psikologis sehingga mempersulit diagnosis dan pengobatan. Tekanan psikologis pasien muncul karena adanya persepsi tentang sedikitnya kontrol terhadap sakit dan merasa itu mengganggu aktivitas yang diinginkan. Beberapa pasien sakit kronis mengembangkan maladaptive coping strategies, seperti berpikir rasa sakit sebagai bencana atau menarik diri dari sosial, depresi, kecemasan, dan marah. Karena itulah banyak pasien kronis yang akhirnya dibius (tidak sadar) selama pengobatan. Alasan kedua adalah sebagaian besar teknik kontrol sakit hanya berhasil pada rasa sakit akut dan tidak pada sakit kronis, yang memerlukan beberapa teknik individual untuk manajemen. Ketiga, sakit kronis melibatkan interaksi yang kompleks dari komponen fisiologis, psikologis, sosial, dan perilaku. Apa yang menyebabkan menjadi pasien sakit kronis? Pada awalnya pasien sakit kronis adalah pasien sakit akut yang kemudian menjadi parah. Sakit kronis merupakan hasil kecenderungan seseorang menyepelekan respon tubuh tertentu dan kemudian diperburuk oleh stress atau upaya menekan rasa sakit. Tetapi, hal yang lebih penting adalah cacat fungsional. Pasien sakit kronis mengalami peningkatan sensivitas terhadap rangsangan berbahaya, penurunan sistem regulasi sakit, dan tekanan psikologis. Sakit kronis biasanya telah diobati melalui berbagai metode. Sakit kronis dapat menjadi lebih
6
buruk karena pengobatan (perawatan dan resep) tidak sesuai atau kurang diagnosis. The lifestyle of chronic pain Interaksi kompleks dari komponen psikologis, fisiologis, sosial, dan perilaku sulit untuk dimodifikasi pada pasien yang diobati. Penderita penyakit kronis biasanya tidak bekerja lagi sehingga standar hidup mereka menurun. Gaya hidup yang dikembangkan adalah hidup dengan rasa kesakitan dan pengobatannya menjadikan hilangnya percaya diri (self-esteem). The Toll of Pain on Relationships Pasien sakit kronis biasanya jarang berkomunikasi pada keluarganya, dan hubungan seksual akan memperburuk. Biasanya dukungan dari pasangan tanpa sengaja membuat rasa sakit dan kecacatan lebih dirasakan. Sakit kronis juga mengancam hubungan sosial, hilangnya kontak sosial menyebabkan pasien menjadi egois. Perilaku neurotik, terlalu memikirkan gejala fisik dan emosional serta depresi dan mencoba bunuh diri banyak ditemui pada pasien sakit kronis. Chronic Pain Behaviors Sakit kronis menyebabkan berbagai perilaku dan mempertahankannya agar tidak menambah rasa sakit. Misalnya, pasien sakit kronis menghindari suara keras, lampu terang, mengurangi akivitas fisik, dan menghindari kontak sosial. Perilaku tersebut kemudian menjadi gaya hidup mereka dan itu mengganggu pengobatan. 1.3.2 Pain and Personality Faktor psikolgis dapat ditemui dalam pengalaman rasa sakit, dan karena beberapa sakit sebagai fungsi untuk penderita sakit kronis. Peneliti kemudian meneliti apakah kepribadian rawan sakit merupakan susunan ciri-ciri kepribadian yang mempengaruhi seseorang untuk mengalami sakit kronis. Rasa sakit dapat merubah kepribadian, yaitu dari pengalaman yang dirasakan. Pengalaman sakit
7
individu sangat kompleks jika hanya dijelaskan dengan satu kepribadian. Karena itulah, hipotesis tersebut dirasa sangat sederhana. Pain profiles Baru-baru ini, kemarahan dan pengendaliannya berkaitan dengan pengalaman rasa sakit. Orang yang menekan amarahnya mungkin akan mengalami rasa sakit yang lebih dari pada orang yang dapat mengendalikan amarahnya secara efektif atau orang yang tidak marah (Burns, Quartana, & Bruehl, 2008; Quartana, Bounds, Yoon, Goodin, & Burns, 2010). Rasa sakit kronis juga berhubungan dengan bentuk-bentuk psikopatologi termasuk kecemasan, penggunaan zat kiia dan gangguan kejiwaan lainnya (Nash, Williams, Nicholson, & Trask, 2006; Vowles, Zvolensky, Gross, & Sperry, 2004). Depresi dan kecemasan yang berlebihan membuat rasa sakit menjadi lebih buruk (Bair et al., 2008). Alasan mengapa sakit kronis dikaitkan dengan psikopatologi tidak sepenuhnya diketahui. Salah satu kemungkinannya adalah sakit kronis mengaktifasi keadaan psikologis tersembunyi yang belum diakui (Dersh, Polatin, & Gatchel, 2002). 1.4 Pain Control Tehniques Pain control dapat diartikan jika pasien tidak lagi merasakan sakit pada area yang terluka. Dapat juga diartikan jika seseorang merasakan sensasi tapi bukan sakit. Dapat juga diartikan jika seseorang merasakan sakit namun tidak mengkhawatirkannya. Atau bisa berarti seseorang tahu bahwa dirinya sakit namun dapat mentolerirnya. 1.4.1 Pharmacological Control of Pain Metode tradisional dan yang paling umum dalam mengontrol rasa sakit adalah memalui pemberian obat. Morfin (Morpheus, dewa tidur Yunani) obat penghilang rasa sakit yang paling populer selama beberapa dekade (Melzack & Wall, 1982).
8
1.4.2 Surgical Control of Pain Pembedahan dalam mengontrol rasa sakit melibatkan pemotongan atau menciptakan luka pada beberapa titik tubuh sehingga sensasi rasa sakit tidak dirasakan. Meskipun teknik bedah terkadang sukses dalam menghilangkan rasa sakit, namun efeknya sangat singkat. Selain itu, pembedahan dapat menyebabkan kerusakan pada sistem syaraf dan kerusakan ini dapat menjadi penyebab rasa sakit kronis itu sendiri. 1.4.3 Sensory Control of Pain Salah satu teknik tertua untuk mengilangkan rasa sakit adalah counterirritation. Counterirritation melibatkan penghambatan rasa sakit pada salah satu bagian tubuh dengan merangsang daerah lain. Salah satu contoh dari teknik mengontrol rasa sakit yang menggunakan prinsip ini adalah stimulasi sumsum tulang belakang (Utara et al., 2005). Sebuah set elektroda kecil ditempatkan atau ditanamkan di dekat titik di mana serabut saraf dari daerah yang sakit masuk ke sumsum tulang belakang. Ketika pasien mengalami rasa sakit, ia mengaktifkan sinyal radio, yang memberikan stimulus listrik ringan ke daerah tulang belakang, sehingga menghambat rasa sakit. Teknik kontrol sensorik telah berhasil dalam mengurangi pengalaman rasa sakit. Namun, hanya memiliki efek jangka pendek. 1.4.4 Biofeedback Biofeedback adalah metode untuk mencapai kontrol proses tubuh. Biofeedback telah digunakan untuk mengobati masalah kesehatan lainnya seperti stres dan hipertensi. What Is Biofeedback? Biofeedback melibatkan pemberian umpan balik fisiologis kepada pasien mengenai proses tubuh yang biasanya tidak disadari. Biofeedback juga telah digunakan untuk mengobati sejumlah gangguan kronis, termasuk sakit kepala (Hermann & Blanchard, 2002), Penyakit Raynaud (gangguan pada arteri kecil di
9
ekstremitas konstriksi, membatasi aliran darah dan memproduksi dingin, mati rasa), nyeri sendi temporomandibular (Glaros & Burton, 2004), hipertensi dan nyeri panggul (Clemens et al., 2000). Does Biofeedback Work? Meski banyak yang menyebut keefektifannya, namun hanya ada bukti sederhana yang menunjukkan bahwa biofeedback efektif untuk mengurangi rasa sakit
(White & Tursky, 1982). Bahkan ketika biofeedback efektif, mungkin
penggunaanya tidak lebih dari yang harganya lebih murah dan teknik penggunaan yang lebih mudah, seperti relaksasi (Blanchard, Andrasik, & Silver, 1980; Bush, Ditto, & Feuerstein, 1985). 1.4.5 Relaxation Techniques Salah satu alasan untuk mengajari pasien penderita rasa sakit teknik relaksasi adalah bahwa hal itu memungkinkan mereka agar berhasil ngatasi stess dan kecemasan serta dapat meperbaiki rasa sakit. Relaksasi juga dapat mempengaruhi rasa sakit secara langsung. Misalnya, pengurangan ketegangan otot atau pengalihan aliran darah diinduksi oleh relaksasi yang dapat mengurangi rasa sakit terkait dengan proses-proses fisiologis. Meditasi zen dan mengosongkan pikiran dapat mengurangi sensitifitas terhadap sakit dan menghasilkan dampak analgestik, mungkin melalui kombinasi dari relaksasi dan kemampuan self-regulatory yang kuat (Grant & Rainville, 2009). Meditasi spiritual berhubungan dengan kepercayaan agamis dapat membantu dalam mengontrol beberapa rasa sakit seperti sakit kepala migraine (Wachholtz & Pargament, 2008). Apakah Relaksasi Berhasil? Relaksasi cukup berhasil dalam mengontrol beberapa sakit intensitas tinggi dan dapat berguna dalam menangani sakit kronis ketika digunakan dengan metode kontrol lainnya. Beberapa kelebihan dampak fisiologis dari pelatihan relaksasi dapat disebabkan oleh pelepasan mekanisme endogenous opioid, dan
10
sepertinya terdapat dampak positif dari relaksasi terhadap system imunitas (McGrady et al. 1902; Van Rood, Bogaards, Goulmy, & von Houwelingen, 1993). 1.4.6 Hipnosis Hipnosis merupakan salah satu teknik tertua dalam menangani dan mengontrol rasa sakit. Hiptnotis sendiri adalah suatu pengalihan dari pengalaman sakit dan pengalihan dapat mengurangi rasa sakit. Bagaimana cara kerja hipnosis? Sebagai sebuah intervensi, hipnosis didasari atas beberapa teknik pengurangan rasa sakit. Pertama, kondisi relaksasi dibawakan agar sebuah kondisi tidak sadar dapat dicapai; relaksasi saja dapat mengurangi rasa sakit. Kemudian, interprestasi ulang yaitu pasien secara langsung dijelaskan bahwa hipnosis dapat mengurangi rasa sakit. Pengalihan adalah tahap selanjutnya, dimana pasien diinstruksikan untuk memikirkan rasa sakit berbeda. Pada akhir sesi hipnosis, pasien juga diberikan obat penghilang rasa sakit. Seberapa Efektif Hipnosis? Kemampuan hipnosis untuk menangani rasa sakit berintensitas tinggi kini telah diakui (Jensen & Patterson, 2006). Hipnosis telah digunakan dengan sukses untuk mengontrol rasa sakit intensitas tinggi karena melahirkan, prosedur gigi, luka bakar, sakit kepala dan prosedur medis (Liossi, White, & hatira, 2006; Lutgendorf et al., 2007). Juga secara sukses telah digunakan dalam pengobatan sakit kronis seperti yang disebabkan oleh kanker (kogon et al., 1997), dan dapat menjadi sangat sukses jika digabungkan teknik mengontrol rasa sakit lainnya (Allison & Faith, 1996). 1.4.7 Akupuntur Akupuntur telah ada di Cina lebih dari 2000 tahun. Dalam pengobatan akupuntur, jarum yang panjang dan tipis yang dimasukan ke dalam daerah-daerah tertentu pada tubuh yang secara teori dapat mempengaruhi daerah dimana pasien
11
mengalami
gangguan.
Sekalipun
tujuan
awal
dari
akupuntur
adalah
menyembuhkan penyakit, namun juga digunakan dalam menangani rasa sakit karena ternyata ditemukan bahwa ada dampak penghilang rasa sakit Bagaimana Akupuntur Bekerja? Sebelum akupuntur dimulai, pasien biasanya dalam kondisi siap dan dijelaskan sensasi seperti apa jarumnya ketika memasuki tubuh dan bagaimana menanganinya. Pasien yang melalui akupuntur sering menerima obat penghilang rasa sakit. Kemudian ada kemungkinan akupuntur memicu pelepasan endorphine yang mengurangi pengalaman sakit. Ketika naloxone dimasukan ke dalam pasien akupuntur, kesuksesan akupuntur dalam meredakan rasa sakit menurun (Mayer, Price, Barber & Rafi, 1976). Apakah akupuntur efektif? Akupuntur dapat mengurangi rasa sakit dalam jangka waktu pendek, tetapi tidak efektif untuk sakit kronis. Evaluasi akan efektivitas akupuntur juga terbatas oleh kurang dipraktekannya di Amerika Serikat dan kurangnya penelitian formal akan teknik tersebut (Lee, 2000) 1.4.8 Pengalihan Memberi atensi pada stimulus lain yang mungkin tidak berhubungan dan membutuhkan atensi banyak atau dengan mengalihkan diri dengan aktivitas intensitas tinggi, seseorang mampu mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit (Dahlquist et al., 2007). Bagaimana Pengalihan Berkerja? Ada dua strategi mental yang cukup berbeda untuk mengontrol ketidaknyamanan. Satu untuk mengalihkan diri sendiri dengan memfokuskan pada aktivitas lain. Strategi mental lain adalah dengan mengontrol kejadian yang menekankan untuk berfokus pada kelangsungan kejadian, dialihkan kepada interpretasi pengalaman tersebut.
12
Apakah Pengalihan Efektif? Pengalihan dinyatakan teknik paling efektif untuk menangani sakit ringan. Dampak untuk sakit kronis terbatas oleh fakta bahwa pasien tidak dapat mengalihkan
perhatiannya
secara
terus
menerus.
Terutama,
pengalihan
kekurangan efek penghilang rasa sakit (McCaul, Monson, l& maki, 1992). 1.4.9 Teknik Penanganan Penanganan aktif ditemukan untuk mengurangi sakit dalam pasien dengan sakit kronis dengan berbagai macam jenis (Mercado, Carroll, Cassidy, & Cote, 2000; Bishop & Warr, 2003), dan penanganan pasif berhubungan dengan kontrol sakit yang kurang baik (Walker, Smith, Garber, & Claar 2005). Apakah Teknik Penanganan Efektif? Efektivitas teknik penanganan sakit sangat tergantung pada lama pasien menderita rasa sakitnya. Pasien yang menilai kemampuan penanganannya lemah mengalami peningkatan rasa sakit, depresi, dan keterbatasan dimana mereka dengan penilaiannya yang lebih baik akan kemampuannya memperlihatkan hasil yang lebih baik (Kerns, Rosenberg, & Otis, 2002). 1.4.10 Guided Imagery Guided imagery telah digunakan untuk mengontrol beberapa sakit kronis dan ketidaknyamanan. Dalam teknik ini, sebuah pasien diminta untuk membayangkan suatu gambaran yang kemudian dia pertahankan dalam pikirannya ketika sedang melalui pengalaman yang menyakitkan. Terdapat dua bentuk imagery yang dapat membantu mengontrol rasa sakit walaupun dengan bentuk yang sangat berbeda. Guided imagery mengurangi rasa sakit dengan memusatkan perhatian pada satu stimulus, sedangkan aggressive imagery mengalihkan perhatian pada pemandangan yang aktif. Guided imagery sendiri biasanya digunakan bersamaan dengan teknik pengontrol rasa sakit yang lain, sehingga belum diketahui seberapa efektif teknik ini.
13
1.4.11 Additional Cognitive Techniques to Control Pain Dalam tahun-tahun belakangan ini, psikolog telah menggunakan teknik cognitive-behavioral therapy dalam mengatur rasa sakit. Penambahan ini memiliki delapan objektif. Pertama, psikolog akan meminta pasien mengonsep ulang masalah mereka dari yang sulit dihadapi menjadi mudah dan dapat dihadapi. Dasar rasionalnya adalah penyakit harus bisa dimodifikasi. Kedua, klien harus diyakinkan bahwa kemampuan untuk mengontrol rasa sakit bisa dan akan diajarkan kepada mereka. Dengan demikian, ekspetasi hasil dari pelatihan ini akan berhasil menjadi meningkat. Ketiga, klien didorong untuk mengonsep ulang peran mereka dalam proses mengatur rasa sakit dari penerima rasa sakit yang pasif menjadi aktif dalam mengontrol rasa sakit. Keempat, klien belajar cara me-monitor pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka untuk memecah kognisi maladaptif yang dapat muncul sebagai respon dari rasa sakit. Kelima, pasien diajarkan bagaimana dan kapan memakai perilaku overt dan covert untuk membuat respon adaptif pada masalah penyakit. Komponen skills-training dari intervensi dapat termasuk
pelatihan biofeedback atau
relaksasi. Keenam, klien didorong untuk menghubungkan kesuksesan mereka dengan usaha mereka sendiri. Ketujuh,
pasien
diajarkan
untuk
mengidentifikasi
situasi
yang
kemungkinan akan meningkatkan rasa sakit mereka dan mengembangkan caracara untuk mengatasi rasa sakit tersebut daripada menggunakan cara lama yang biasa pasien gunakan. Terakhir, pasien seringkali dilatih dalam terapi yang dapat membantu mereka mengontrol respon emosi mereka terhadap rasa sakit.
14
1.5 Management of Chronic Pain: Pain Management Programs Pain management programs adalah intervensi dalam bentuk treatment yang terkoordinasi untuk mengobati penyakit kronis dengan memberitahu pasien tentang pengontrolan rasa sakit. Program ini membutuhkan usaha dari interdisciplinary, menggabungkan para ahli dari bidang neurological, behavioral, cognitive, dan psychological yang concern pada rasa sakit. 1.5.1 Initial Evaluation Pada awalnya, pasien dievaluasi dengan menghargai rasa sakit dan perilaku sakit mereka. Lalu pengambilan data fungsional dengan cara pasien menyediakan informasi tentang seberapa tempat kerja dan tempat tinggal mereka mempengaruhi rasa sakit tersebut. Menelusuri bagaimana pasien mengatasi rasa sakitnya dapat membantu dalam membuat tujuan pengobatan di masa depan. 1.5.2 Individualized Treatment Individualized programs dari manajemen rasa sakit biasanya terstruktur dan dibatasi waktu. Mereka menyediakan tujuan, aturan, dan endpoints yang jelas sehingga pasien memiliki tujuan yang spesifik untuk diraih. Tujuannya termasuk mengurangi intensitas rasa sakit, meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi ketergantungan pada obat, dan meningkatkan fungsi psikososial (Vendrig, 1999). 1.5.3 Components of Programs Dalam pain management programs, terdapat beberapa fitur, yang pertama adalah edukasi pasien yang biasa dilakukan dalam group setting.Kebanyakan pasien kemudian dilatih dalam berbagai tindakan untuk mengurangi rasa sakit, seperti pelatihan relaksasi dan latihan. 1.5.4 Keterlibatan Keluarga Banyak program manajemen nyeri termasuk terapi keluarga. Bekerja sama dengan keluarga untuk mengurangi perilaku kontraproduktif mungkin diperlukan.
15
Membantu anggota keluarga mengembangkan persepsi yang lebih positif antara satu sama lain juga merupakan tujuan dari terapi keluarga, karena keluarga sering dapat frustasi dan terganggu dengan keluhan dan ketidakaktifan si pasien nyeri. 1.5.5 Relapse Prevention Akhirnya, pencegahan relapse disertakan sehingga pasien tidak akan kembali ke keadaan sakitnya setelah mereka dikeluarkan dari program. 1.5.6 Evaluasi Program Program manajemen nyeri ternyata sukses dalam mengontrol rasa sakit kronis. Awalnya diarahkan sebagian besar untuk pengentasan nyeri itu sendiri, program yang dirancang untuk mengatasi rasa sakit kronis sekarang mengakui saling kompleks fisiologis, psikologis, faktor perilaku, dan sosial, mewakili pendekatan yang benar-benar biopsikososial untuk manajemen nyeri. 1.6 Apa itu Placebo? Plasebo adalah obat yang tidak memiliki khasiat khusus tetapi dosis yang diberikan sama seperti obat aktif. Efek plasebo adalah efek yang dirasakan secara fisik atau emosional terhadap obat yang diminum dan mampu mengurangi rasa sakit pasien.
gambar 10.1 cara kerja plasebo
16
Daftar Pustaka Taylor, S. 2012. Health Psychology 8th Edition. Los Angeles : McGraw-Hill. Ogden, J. 2012. Health Psychology 5th Edition. New York : McGraw-Hill.
17
Lampiran
18
View more...
Comments