Text Book Reading A6
December 19, 2017 | Author: Amorrita Puspita Ratu | Category: N/A
Short Description
a6...
Description
TEXT BOOK READING BLOK MEDIKOLEGAL “VIRTOPSY & FORENSIC IMAGING: LEGAL PARAMETERS AND IMPACT”
KELOMPOK A.6
KETUA SEKRETARIS ANGGOTA
: Herwidyandari P. P. : Amorrita Puspita Ratu : Anita Indah Fitrianti Annisa Rahmadhania Dea Melinda Sabila Elda Amelinda Hazima Fahrul Rozy Hanny Dwi Setiowati Kartika Widyanindhita K Maulidya Nur Amalia
1102013126 1102013023 1102013034 1102013038 1102013072 1102013093 1102013103 1102012108 1102013145 1102012156
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA 2016/2017
Abstrak Proyek virtopsi telah dimulai oleh institut kesehatan forensik di Bern, Swiss. Lebih dari 15 tahun silam, dengan tujuan untuk mengganti atau menambahkan otopsi forensik yang tradisional dengan dasar fotometri 3 dimensi dengan scan pada permukaan tubuh, post mortem computer topography (pmCT), post mortem magnetic resonance imaging (pmMRI), CT-guide post mortem angiography (pmCT angio) dan CT-guide post mortem biopsy (pm biopsi). Pencitraan forensik seperti pmCT atau pmMRI sering digunakan pada kasus kematian tidak terduga atau tidak alami untuk identifikasi tubuh. Kelebihan virtopsi dan pencitraan adalah dapat menentukan penyebab kematian tanpa pembedahan, serta dapat memberikan gambaran 3D yang sangat kompleks untuk dapat menyimpan data tubuh korban tanpa dipengaruhi waktu. Jurnal ini membahas legal yang berhubungan dalam menerapkan virtopsi dengan pmCT dalam studi hukum terutama di Australia dan Swiss. Fokus utamanya adalah dampak dari virtopsi pada sistem investigasi yang berbeda dalam kedua negara dan meliputi investigasi kriminal, prosedur kriminal sama seperti hukum yang berlaku. Disamping itu, tujuan penulis adalah memberikan pembahasan mengenai hukum yang relevan, tidak hanya pada investigasi kematian tetapi juga memikirkan dampak dari pencitraan forensik secara klinik. 1. Latar Belakang: Pendekatan Swiss Virtopsy Virtopsy diambil dari kata bahasa latin “virtual” dan “autopsy” yang berarti “untuk melihat lebih baik atau lebih efisien”. Virtopsy terdiri dari 3D surface scan, pmCT, pmMRI, pmBiopsi dan pmCT angio. Tahap pengerjaan virtopsi: 1. 3D surface digitizing: dokumentasi seluruh pola cidera atau luka dan objek yang memiliki nilai forensik. 2. pmCT: hasil yang baik untuk tulang, sistem fraktur, timbunan gas patologik (emboli udara), cedera jaringan besar, dan trauma hiperbarik. 3. pmMRI: untuk cidera jaringan lunak, trauma organ dan non-trauma. Cocok untuk korban yang tercekik. 4. pmCT angio: untuk melihat sistem pembuluh darah. 5. pmBiopsi: untuk pemeriksaan histologik dan toksikologik. Beberapa kekurangannya adalah tidak dapat melihat warna organ dan biaya yang tinggi. Sedangkan kelebihannya adalah ilustrasi 3D dalam ukuran sebenarnya, data tersimpan secara digital pada komputer jadi bisa diakses kapan saja, memfasilitasi second opinion oleh ahli forensik lain, menghasilkan data yang objektif, minimal invasif, dapat memeriksa seluruh tubuh dan tidak ada risiko infeksi, serta penerimaan yang lebih baik dari relasi. Kunci dari proyek ini adalah penggabungan dari 3D surface scan, pmCT, dan pmMRI. 2. Praktik Virtopsy Proyek virtopsy dari institusi di Bern dan Zurich, Swiss, dan keuntungannya yang telah disebutkan di atas dapat dilihat sebagai sebuah titik permulaan dari pencitraan forensik di seluruh dunia. Di seluruh dunia, kelompok riset telah dan sedang menginvestigasi dampak dari pencitraan forensik dalam investigasi kematian dan otopsi forensik dan alat pencitraan terkait,
terutama pmCT, pmCT angio dan pmMRI. Lebih jauh lagi, institusi atau departemen forensik telah memperkenalkan virtopsy tool yang paling praktis, CT scan dan sebagian kecil, MRI pada fasilitas mereka untuk tujuan forensik patologis. Yang lain menggunakan CT scan/MRI dalam rumah sakit untuk investigasi kematian. World overview berikut ini memusat pada pencitraan forensik (virtopsy) dalam investigasi kematian dan terutama dalam penggunaannya yang berbeda-beda, baik sebagai tambahan dalam otopsi maupun sebagai triase untuk autopsy (keputusan). 1. Virtopsy sebagai tambahan autopsy - Swiss - Denmark - Swedia - Prancis 2. Virtopsy sebagai triase untuk autopsy - Victoria, Australia - Jerman - Jepang - Inggris - Italia 3. Sisi Legalitas dari Virtopsy/Pencitraan Forensik a. Pengenalan Tidak ada keputusan persidangan tertentu yang membahas tentang penerimaan Virtopsy atau pencitraan forensic sebagai bukti dibandingkan dengan otopsi tradisional atau penerimaan secara umum Virtopsy atau pencitraan forensik sebagai bukti persidangan. Walaupun roentgenograms (X-rays) sebagai bukti telah diterima dipersidangan di Inggris, Kanada, USA sejak 1986. Lebih jauh penggunaan Virtopsy / pencitraan forensik, seperti pmCT, sebagi bukti persidangan maupun permintaan penyidik sebagi pemeriksaan tambahan untuk melengkapi hasil otopsi, dan sangat jarang berdiri sendiri kecuali dinegara Australia, Swiss atau Jepang. Disisi lain, dilakukan investigasi apakah laporan non invasive pmCT dapat memenuhi kebutuhan pengguna seperti polisi, jaksa penuntut, penyidik dan pengacara. Untuk tujuan tersebut, laporan pmCT hanya diberikan pada 5 orang hukum (hakim, pengacara, dan jaksa penuntut, penyidik, dan petugas polisi senior) yang menjawab kuesioner (termasuk kemungkinan jawaban bebas). Dari investigasi tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa laporan pmCT “tidak dapat memenuhi semua informasi yang diharapkan oleh sistem penegakan keadilan tindakan criminal pada kasus forensic yang kompleks.” Secara umum, penulis mempertanyakan apakah perlu
laporan pemeriksaan kurang invasif yang lebih komprehensif, termasuk pengambilan sampel jaringan dengan pm biopsi dengan bantuan kamera untuk mendapatkan laporan histology, pm CT angio (yang biasa digunakan oleh beberapa institusi forensik terkemuka) untuk menampilkan sistem pembuluh darah dan pmMRI sebagai tambahan terhadap pemeriksaan CT scan guna mendokumentasikan cedera pada jaringan lunak serta memberikan hasil yang berbeda dari partisipasi yudisial. Penjelasan singkat mengenai literatur hukum atau penelitian terkait Virtopsy/pencitraan forensic menunjukkan bahwa banyak masalah hukum yang dapat muncul dan harus dapat dijawab. Hal ini meliputi informed consent pada pencitraan forensic secara klinis, pertanyaan mengenai masalah kerahasiaan data penyimpanan dan bukti hukum, seperti penerimaan laporan Virtopsy/pm pencitraan forensic tanpa perlu meyediakan bukti otopsi tambahan pada proses persidangan, dan masalah utama yaitu mencari dasar hukum pada undang-undang agar dapat dilaksanakan Virtopsy/pencitraan forensik pada penuntutan kasus criminal serta pada investigasi oleh penyidik dan pemeriksa secara medis. b. Perbedaan Investigasi Kematian : contohnya adalah Australia dan Swiss Perbedaan yurisdiksi menyebabkan perbedaan sistem investigasi kematian. Terdapat sistem yang memerlukan izin keluarga untuk dilakukan otopsi. Ada investigasi kematian yang tidak memerlukan persetujuan untuk dilakukannya pemeriksaan otopsi. Pemeriksa mayat, dokter yang memeriksa atau otoritas pengadilan seperti polisi atau jaksa atau pengacara
dapat
memerintahkan agar dilakukan pemeriksaan termasuk otopsi tanpa persetujuan (tetapi kebanyakan hak untuk objek biasanya diperlukan). Di Australia system pemeriksaan mayat (oleh coroner) sudah diberlakukan, sedangkan di Swiss investigasi kematian oleh pengadilan masih dilakukan oleh jaksa negara. Australia memfokuskan investigasi kematian pada hal penyebab kematian atau sebab mati, pada Swiss investigasi kematian lebih difokuskan dalam hal cara mati. Di Australia khususnya bagian Victoria, menggunakan “pemeriksaan preeliminasi.” Pemeriksaan preeliminasi ini terdiri dari pemeriksaan eksternal, pengumpulan informasi dan mengulas seputar kematian termasuk laporan polisi dan informasi kesehatan seperti rekam medis korban, mengambil foto serta menggunakan pm pencitraan forensik dengan CT scan dan X-rays.
Tiap bagian Negara Australia dan teritori mengetahui tentang peraturan otopsi (postmortem) dalam Undang-undang coronernya. Tidak ada peraturan yang spesifik tentang keberatan atau permohonan terhadap otopsi dibawah keputusan undang-undang. Di Switzerland jaksa Negara diharuskan memutuskan dimana harus menuntut seseorang untuk tindakan criminal atau untuk menutup kasusnya. Jika coroner atau jaksa Negara telah puas dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan tubuh sebagai contoh karena coroner telah menyelesaikan investigasinya atau coroner maupun jaksa negara telah memutuskan untuk tidak melaporkan kasus tersebut atau tidak ada tindak criminal atau tidak ada perlawanan dari korban. Tubuh bisa dipulangkan sesuai peraturan yang berlaku. c. Virtopsy dan pencitraan forensik postmortem di legislatif Australia dan Swiss Namun, penggunaan Virtopsy/pm pencitraan forensik dirasa perlu sebagai triase dan bukan hanya sebagai pemeriksaan tambahan untuk autopsy. Mereka menyadari bahwa pemeriksaan luar saja tidak dapat dianggap sebagai pemeriksaan yang tepat. Seperti contoh, sering pada penyebab dan cara kematian, alami atau tidak, kemungkinan pembunuhan juga tidak dapat ditentukan. Pada Virtopsy/pm pencitraan forensik, didapatkan gambaran dalam tubuh utnuk mengetahui cedera, benda asing,dll tanpa harus melakukan diseksi. Ini juga dapat memfasilitasi komunikasi dengan keluarga korban dan membantu pengambilan keputusan otopsi sendiri. Virtopsy/pm pencitraan forensik sangat membantu keluarga dekat korban agar mereka mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai penyebab kematian keluarga mereka sekaligus menjaga norma agama (seperti yahudi atau muslim) atau kebudayaan mereka. Virtopsy/pm dapat menghindari otopsi dan keberatan dari pihak keluarga, prosedur legalitas otopsi dan terutama biaya. Karena alasan ini, perlu untuk melakukan pemeriksaan Virtopsy/ pencitraan forensik (setidaknya dengan yang paling murah dan banyak penggunaannya yaitu pmCT) pada saat inspeksi/ pemeriksaan luar secara rutin pada setiap kasus. d. Sisi Legalitas dari Pencitraan Forensik Literatur yang membahas pencitraan forensik klinis jarang, literatur dari sisi hukumnya hampir tidak ada. Dokter forensik perlu mendapatkan persetujuan dari seseorang sebelum melakukan prosedur medis termasuk prosedur untuk pencitraan forensik klinis. Hal ini akan
menguntungkan korban maupun tersangka pelaku. Tanpa memperoleh informed consent, dokter dapat digugat secara perdata atau bahkan pidana hukum (sebagai misalnya tindakan penyerangan). Dengan adanya informed consent baik dari korban maupun tersangka pelaku, akan menjadi dasar hukum dalam melakukan prosedur pencitraan forensik klinis dalam pemeriksaan kasus tindakan pidana criminal. Di sisi lain, kebanyakan yurisdiksi, setidaknya di dunia berbahasa Inggris dan Jerman, memberi dasar hukum dalam undang-undang atau kode atau kasus hukum untuk melakukan prosedur wajib selama proses investigasi kriminal. e. Pendekatan : Virtopsy/pencitraan forensik dan bukti hukum Virtopsy/pencitraan forensik sebagai bukti hukum, dalam persidangan tindak pidana, melibatkan beberapa pertanyaan penting seperti: 1. Kualifikasi gambar sebagai jenis bukti, misalnya sebagai "bukti dokumentasi" di bawah The Uniform Evidence Law in Australia. Di bawah Australian Uniform Evidence Law in the Commonwealth (and ACT), NSW dan VIC (and in a lesser extent in TAS and Norfolk Island) memberikan definisi yang luas dari dokumen, yang berarti setiap catatan informasi dan termasuk: a. apa saja yang tertulis; b. apa saja yang terdapat tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna bagi orang memenuhi syarat untuk menafsirkannya; c. apa saja yang terdengar, gambar atau tulisan dapat direproduksi dengan atau tanpa bantuan apa pun; atau d. peta, gambar rencana atau hasil foto. Atau
di
Swiss
sebagai
"Beweisgegenstand"
("barang
bukti")
atau
"Augenscheinsgegenstand" ("objek pemeriksaan pengadilan") menurut Pasal 192, 193 KUHAP Negara Swiss"[19-21]. Atau di bawah Peraturan 1001 dari Peraturan mengenai Alat Bukti dari Pemerintah Federal Amerika sebagai "tulisan dan rekaman atau foto", yang peraturannya diadopsi oleh sebagian besar dari 50 negara bagian, misalnya di bawah the Florida Statutes “90.951 Definisi "Tulisan" dan "rekaman" termasuk didalamnya adalah huruf, kata, atau angka, atau setara, dibuat oleh tulisan tangan, ketikan, cetak, photostating, fotografi, impuls magnetik, rekaman mekanik atau elektronik, atau bentuk lain dari kompilasi data, diatas kertas, kayu, batu, rekaman tape,
atau bahan lainnya. "Foto" termasuk fotografi, film X-ray, kaset video, dan gambar bergerak. 2. Dalam presentasi di pengadilan, yang berarti bahwa gambar harus diakui sebagai "folder gambar" yang termasuk dalam laporan. Namun, pemaparannya perlu penjelasan lebih lanjut oleh kesaksian ahli. Seorang ahli virtopsy / pencitraan forensik harus ahli dalam bidang radiologi forensik atau necroradiologist, yaitu baik seorang ahli radiologi klinis setelah memperoleh pendidikan forensik tambahan atau ahli patologi forensik setelah mendapat pelatihan dalam membaca virtopsy / pmCT / pmMRI karena radiologi klinis dan radiologi forensik tidak sama. Dalam hukum terdapat 5 aturan umum mengenai saksi ahli yaitu aturan tentang keahlian, aturan tentang cakupan keahlian, aturan tentang pengetahuan umum, aturan dasar-dasar keahlian dan aturan utama masalah hukum. 3. Pada dasarnya, virtopsy atau CT atau MRI dll, gambar yang ditampilkan memenuhi syarat sebagai bukti (atau 'objek pemeriksaan pengadilan' di Swiss) dapat ditampilkan di pengadilan dan disajikan di bawah aturan ahli yang relevan. Bukti yang relevan dan kelengkapan yang dapat diterima tergantung pada: - Keadaan setiap kasus, - Pada yurisdiksi, - Pada jenis sidang pengadilan. - Dalam pengadilan pidana apakah terdakwa dikenakan pasal untuk pembunuhan (misalnya pembunuhan yang disengaja, pembunuhan yang tidak disengaja) atau -
serangan yang menyebabkan cedera, Apakah virtopsy, pmCT, pmMRI dll, gambar digunakan sebagai tambahan untuk hasil otopsi dalam penyelidikan sebab kematian atau laporan virtopsy non/minimal invasif tanpa otopsi, namun hasil toksikologi dan histologi telah disediakan, dan faktor-faktor lainnya.
Secara umum, CT atau MRI atau 3D surface scan images digunakan sebagai bukti forensik klinis yang mungkin diterima di pengadilan pidana dan perdata karena CT dan MRI telah digunakan sebagai pemeriksaan medis sejak beberapa dekade belakangan ini. Tentu saja, untuk setiap kasus, hasil gambar CT atau MRI hanya sebagian dari bukti forensik klinis yang termasuk dalam pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan luar atau toksikologi, laporan polisi, laporan lainnya dll. Bukti ahli forensik berdasarkan virtopsy / pm pencitraan forensik dan
pemeriksaan otopsi dan lainnya seperti histologi, toksikologi tampaknya diterima dan mungkin memberikan nilai pembuktian yang tinggi tergantung pada keadaan dari kasus, di pemeriksaan jenazah, pengadilan sipil dan persidangan pidana tanpa diragukan di negara hukum umum atau sesuai “state of science and experience” in Article 139 SCCP. Namun penerimaan terhadap hasil virtopsy/pm forensic imaging yang diterima sebagai bukti yang lengkap dan relevan dalam pemeriksaan jenazah (atau pengadilan sipil) atau bahkan pada dugaan kasus pembunuhan dalam sidang pidana tanpa bukti tambahan oleh hasil otopsi tergantung pada keadaan kasusnya. Pada akhirnya, hakimlah sebagai “gatekeeper” dan pengambil keputusan apakah bukti ahli berdasarkan virtopsy/pencitraan forensik (tanpa hasil otopsi) relevan untuk kasus tersebut dan dapat diterima berdasarkan peraturan bukti ahli yang relevan dan standar bukti. Kesimpulan Virtopsy/pencitraan forensik dengan kelebihannya dapat digunakan dalam penyelidikan kematian modern, sebagai tambahan untuk pemeriksaan tradisional seperti otopsi serta triase untuk keputusan otopsi selama pemeriksaan atau pemeriksaan pendahuluan. Ada pula alasan yang berbeda seperti untuk menjamin keamanan hukum (pembunuhan yang tersamar dan malpraktik medis), untuk memenuhi keprihatinan agama atau budaya mengenai otopsi, untuk memfasilitasi keputusan otopsi karena lebih luas dan kedalaman informasi pada tahap penyelidikan awal dan lebih tinggi penerimaan oleh keluarga terdekat karena non/invasi minimal, menjadi nilai tambah dari virtopsy/pencitraan forensik selama pemeriksaan (pemeriksaan luar) atau pemeriksaan awal dan sebelum keputusan otopsi. 1. Dalam laporan penyebab kematian dari pihak yang berwenang (Coroner / Jaksa / Polisi / Pemeriksa Medis) harus mendapat izin dari lembaga forensik atau dokter forensik yang memiliki kualifikasi atau ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan untuk mencari sebab kematian, cara atau keadaan kematian dan identitas jenazah, sebelum ia memutuskan, apakah otopsi harus dilakukan untuk tujuan yang sama atau tidak. 2. Sebuah pemeriksaan tubuh termasuk (namun tidak terbatas pada): - Pemeriksaan luar tubuh termasuk rongga tubuh dan pemeriksaan gigi. - Pencitraan tubuh (virtopsy) termasuk CT-scan, MRI-scan, x-ray, fotografi, -
fotogrametri, surface scan, USG. Pengumpulan informasi, termasuk informasi pribadi dan kesehatan, polisi dan laporan medis.
-
Pengambilan sampel dari permukaan tubuh dan cairan tubuh termasuk darah, urin,
-
air liur dan lendir dari tubuh dan pengujian sampel tersebut Prosedur invasif minimal lainnya, yang kurang invasif dari otopsi parsial atau penuh, termasuk biopsi jarum halus dan angiografi
Selain itu, prosedur forensik dapat berfungsi sebagai dasar hukum untuk pencitraan forensik klinis, misalnya CT atau MRI, sebagai prosedur wajib tanpa persetujuan dari tersangka. Pada dasarnya, virtopsy atau CT atau MRI dll gambar dapat digunakan sebagai bukti dan diterima di pengadilan. Penilaian saksi ahli dalam persidangan perlu mengikuti aturan mengenai saksi ahli. Hakim sebagai “gatekeeper” harus mempertimbangkan kelengkapan, relevansi bukti, aturan eksklusif, misalnya aturan pendapat dan standar yang relevan (bukti) yang tergantung pada yurisdiksi dan jenis pengadilannya. Pada akhirnya, pembaca tidak boleh lupa bahwa temuan otopsi penuh invasif maupun oleh Virtopsy/pm pencitraan forensik dilihat sebagai bagian dari keseluruhan proses terhadap semua bukti yang tersedia dan dapat diterima (misalnya saksi, video, dokumen, hasil pemeriksaan laboratorium kejahatan seperti balistik senjata atau noda darah dll).
View more...
Comments