Terapi Ultrasound Pada Penyakit Trigger Finger

October 10, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Terapi Ultrasound Pada Penyakit Trigger Finger...

Description

TERAPI ULTRASOUND PADA PENYAKIT TRIGGER FINGER

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG Trigger finger atau tenosyvitis stenosing digambarkan sebagai kondisi dimana terkuncinya sendi jari pada saat di gerakan dari posisi fleksi ke arah posisi ekstensi. Hal ini di karenakan adanya inflamasi lokal atau adanya pembengkakan pada pembungkus tendon fleksor yang mengakibatkan pembungkus itu tidak dapat melucur secara normal. (Kesler randolph M,2006). Aktivitas berlebih pada jari-jari tangan sangat beresiko, kebiasaan online di warnet setelah dirasakan akan menimbulkan kelelahan pada jari tangan, sering kali kita menggunakan jari kita untuk mengetik di keyboard akan merasakan kelelahan pada jari, jari-jari akan terasa sakit bila sering digunakan dan cepat lelah saat aktivitas mengetik. Bila kemampuan kerja jari melewati kemampuan batasnya jari akan kaku bila di gerakan untuk menekuk akan susah di kembalikan pada saat di luruskan kembali, gerakannya terbatas dan berbunyi klik saat diluruskan. Trigger finger menimbulkan berbagai macam gangguan yaitu impairment seperti nyeri, adanya nodule pada tendon flexor jari dan keterbatasan gerak ; fungcional limitation seperti memasak, mencuci menggendong bayi, mengguting rumput pada aktivitas ibu rumah tangga dan seperti menulis, mengetik seseorang dilingkungan kerjanya atau dalam aktivitas seorang mahasiswa. Untuk masalah yang ditimbulkan dari uraian tersebut, maka untuk membantu pasien mengatasi trigger finger, agar mencapai hasil yang lebih baik dan optimal dengan pentingnya peranan fisioterapis maka penulis mengambil kasus ini. Untuk penulisan kasus ini akan diberikan modalitas fisioterapi berupa Ultrasound (US) pada penanganan kasus trigger finger.

I.2 RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah pada kasus trigger finger ini adalah sebagai berikut: 1.

Apakah trigger finger itu ?

2.

Apakah yang menyebabkan terjadinya trigger finger dan patofisiologinya ?

3.

Apakah penggunaan ultrasound terhadap trigger finger dapat mengurangi rasa nyeri dan dapat meningkatkan kembali aktivitas fungsional pasien ? I.3 TUJUAN Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : I.3.1 Tujuan Umum Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi trigger finger dengan menggunakan Ultrasound. I.3.2 Tujuan Khusus Mengetahui manfaat ultrasound dalam mengurangi nyeri pada kondisi trigger finger.

I.4 MANFAAT Adapun manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut :

1.

Bagi penulis Dapat lebih mengetahui Trigger finger sehingga dapat menjadi bekal untuk penulis dalam menanganinya dengan manggunakan terapi ultrasound.

2.

Bagi masyarakat Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga, masyarakat sehingga lebih mengenal dan mengetahui tentang gambaran trigger finger.

3.

Bagi institusi Dapat memberikan infomasi obyektif mengenai Trigger finger kepada rekan mahasiswa IIK Bhakti Wiyata Kediri semua jurusan, khususnya DIII Fisioterapi.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1 DEFINISI Nama trigger finger berasal dari gejala yaitu perasaan hentakan tiba-tiba (snapping) dan pencetusan pada jari (triggering) (Cluett,2007).

Ada beberapa definisi tentang trigger finger ini adalah : 1.

Trigger finger are conditions affecting the movement of the tendons as they bend the fingers or thumb toward the palm of the hand. This movement is called flexion. (Orlin & Cohen Orthopedic Assoc., LLP)

2.

Trigger finger adalah suatu tipe dari stenotosing tenosynovitis yang mana sarung pelindung disekitar tendon jari menjadi bengkak, atau benjolan (nodule) yang terbentuk pada tendon (Smith,2007). Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan, Trigger finger adalah nama yang popular dari kekakuan tendon atau selubung tendon, suatu kondisi nyeri atau sakit pada jari-jari tangan, jari kaku bila ditekuk atau ketika mau di luruskan. Jari-jari tangan mempunyai tendon yang bekerja untuk melakukan gerakan flexi dan extensi, pada tendon dan tunnel mempunyai lapisan yang menyebabkan pergeseran menjadi mudah. Pada trigger finger masalah-masalah yang muncul dimulai ketika tendon menyempit atau stenosis dan selubung tendon dari konstruksi ini membentuk sebah nodule (bencolan) dan tidak dapat lagi untuk bergerak secara bebas dan lembut.

II.2 EPIDEMIOLOGI Pada umumnya penebalan selubung tendon fleksor sinovial dapat mengganggu pergerakan tendon. Hal ini biasanya terkait dengan rheumatoid arthritis, diabetes, pekerjaan berat. Kemungkinan untuk terjadi pada wanita adalah lebih besar daripada pada laki-laki yaitu sebesar 75%. Trigger finger dapat menjadi sumber rasa sakit yang signifikan. Selain itu, ruang gerak yang terbatas pada jari dapat mengganggu aktivitas fungsional (seperti menggenggam dan mengetik). Namun tidak ada kematian yang terkait dengan kondisi ini. Paling sering terjadi pada orang dewasa, dengan kisaran usia ratarata adalah 52-62 tahun. II.3 ETIOLOGI

Trigger finger umumnya disebabkan oleh adanya nodul pada tendon fleksor policis longus. Sementara pada orang dewasa, beberapa kasus yang terjadi mungkin berhubungan dengan trauma berulang. Lebih dari satu penyebab potensial telah dijelaskan, tetapi etiologi tetap idiopatik, artinya penyebabnya tidak diketahui. Keadaan ini sering disebut dengan tenosinovitis stenosing (stenosans tenovaginitis khusus pada jari), tapi hal ini mungkin keliru, karena radang bukan menjadi dominan pada keadaan ini. Selain itu, molekul kolagen (kolagen membuat naik sekitar 95% dari substansi tendon) menurun dan rusak. Produk degradasi dari kolagen, yang disebut degenerasi mukous, menumpuk di dalam tendon. Hal ini menciptakan benjolan atau pembengkakan tendon. Hal ini tampaknya menjadi bagian alami dari penuaan (seperti rambut beruban dan keriput) dan bukan merupakan tanda penyakit atau berlebihan. Artinya, tidak dapat dikatakan nodul pada trigger finger lebih umum pada orang yang melakukan aktivitas berat dimana tangan yang lebih dominan. II.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI Untuk lebih memahami trigger finger, penting untuk kita memahami anatomi yang terkait. 1. Tulang Pembentuk Tangan

Tulang atau rangka terdiri dari tulang-tulang pergelangan tangan (ossa carpalia), tulang-tulang telapak tangan (ossa metacarpalia) dan ruas-ruas jari tangan (phalangis digitorum manus).

2. Sendi Pada Tangan a. Articulatio Articulatio yang terdapat pada sendi wrist adalah art. radio carpalis dan art. carpo metacarpea. Articulatio radio carpalis dibentuk oleh facies articularis carpea radii dengan ossa scapoideum, lunatum, triquetrum dengan tipe sendi ellipsoidea. Pada articulatio carpo metacarpea dibentuk oleh permukaan proximal dari os metacarpal dengan ossa carpal bagian distal dengan tipe sendi saddle joint.

b. Ligament Pada sendi pergelangan tangan dan tangan terdapat ligament, yaitu : 

Ligament radio carpea volare.



Ligament radio carpeum dorsal.



Ligament Collaterale carpi radiale.



Ligament collaterale carpi ulnare.



Ligament Carpometacarpea dorsale.



Ligament Carpometacarpea palmar.

3. Otot-otot Pada Tangan Gerakan jari tangan terdiri dari gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan oposisi. Gerakangerakan tersebut dilakukan oleh otot-otot tangan : a. Musculus flexor pollicis brevis. b. Musculus extensor pollicis brevis. c. Musculus abductor pollicis longus. d. Musculus adductor pollicis longus.

4. Persyarafan Pada Tangan a. Nervus radialis. b. Nervus medianus. c. Nervus ulnaris.

II.5 BIOMEKANIK 1. Gerakan Osteokinematika Osteokinematika adalah pergerakan yang terjadi pada tulang. Osteokinematika pada sendi wrist memiliki dua derajat kebebasan gerak yaitu flexiextensi, abduksi-adduksi. Osteokinematika yang terdapat pada jari terdapat 3 sendi yang terdiri dari metacarpophalangeal joint, interphalangeal joint dan carpometacarpal. 2. Arthrokinematika Arthokinematika adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi. Gerak arthokinematika pada radiocarpal joint adalah pada palmar flexi translasi distal radius ke dorsal, dorsal flexi translasi distal radius ke arah palmar, ulnar deviation translasi ke arah radial. Radial deviation ke arah ulnar, traksi ossa carpea ke arah distal searah axis os radii, sedikit serong ke palmar-ulnar.

II.6 PATOFISIOLOGI

Biasanya, tendon fleksor pada jari mampu bergerak bolak-balik di bawah katrol penahan. Penebalan selubung tendon fleksor membatasi mekanisme pergerakan normal. Nodul mungkin saja dapat membesar pada tendon, yang menyebabkan tendon terjebak di tepi proksimal katrol A1 ketika pasien mencoba untuk meluruskan jari, sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika upaya lebih kuat dibuat untuk meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari ekstensor jari atau dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan mengerahkan kekuatan pada jari dengan tangan lain), jari macet yang terkunci tadi terbuka dengan rasa sakit yang signifikan pada telapak distal hingga ke dalam aspek proksimal digit. Hal yang kurang umum terjadi antara lain nodul tadi bergerak pada distal katrol A1, mengakibatkan kesulitan pasien meregangkan jari. Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah jalur yang melewati katrol A1. Jika nodul terdapat pada distal katrol A1 (seperti yang ditunjukkan dalam gambar ini), maka jari dapat macet dalam posisi yang lurus. Sebaliknya, jika benjolan terdapat pada proksimal dari katrol A-1 maka jari pasien dapat macet dalam posisi tertekuk. II.7 MANIFESTASI KLINIS Diagnosa dibuat secara eksklusif dengan anamnesa yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Trigger finger dapat mengenai lebih dari satu jari pada satu waktu, meskipun biasanya lebih sering terjadi pada ibu jari, tengah, atau jari manis. Trigeer finger biasanya lebih menonjol di pagi hari, atau saat memegang obyek dengan kuat. Gejala ini muncul biasanya dimulai tanpa adanya cidera. Gejala-gejala ini termasuk adanya benjolan kecil, nyeri di telapak tangan, pembengkakan, rasa tidak nyaman di jari dan sendi. Kekakuan akan

bertambah jika pasien tidak melakukan aktifitas, misalnya saat anda bangun pagi. Dan kadang kekakuan akan berkurang saat melakukan aktifitas. Kadang kadang jika tendon terasa bebas bisa bergerak tegak akan dirasakan sendi seperti terjadi "dislokasi" / pergeseran sendi. Pada Kasus kasus yang berat jari tidak dapat diluruskan bahkan dengan bantuan. Pasien dengan diabetes biasanya akan terkena lebih parah. Pada tingkat sendi palmaris distal, nodul bisa teraba lembut, biasanya di atas sendi metakarpofalangealis (MCP). Jari yang terkena bisa macet dalam posisi menekuk (lihat gambar di bawah) atau (kurang biasa) posisi diperpanjang. Ketika pasien berusaha untuk memindahkan angka lebih kuat melampaui pembatasan, angka mungkin cepat atau memicu melampaui pembatasan. Trigger finger dapat sangat menyakitkan bagi pasien. Dalam kasus yang parah, pasien tidak mampu untuk menggerakkan jari yang melampaui rentang gerak. Pada ibu jari yang macet, pada palpasi yang lembut dapat ditemukan nodul pada aspek palmar sendi MCP pertama dari sendi palmaris distal. II.8 DIAGNOSIS Secara umum, tidak ada tes laboratorium yang diperlukan dalam diagnosis Trigger finger. Jika ada kecurigaan tentang kondisi, adanya diagnosis yang terkait, seperti diabetes, rheumatoid arthritis, atau penyakit lain pada jaringan ikat, antara lain, hemoglobin glikosilasi (HgbA1c), gula darah puasa, atau faktor rheumatoid harus diperiksa. Secara umum, tidak ada pencitraan yang diperlukan dalam kasus Trigger finger. Tidak ada tes lebih lanjut yang biasanya diperlukan. II.9 KOMPLIKASI  Komplikasi potensial utama jari memicu adalah nyeri dan penurunan penggunaan fungsional dari tangan yang terkena.  Potensi komplikasi injeksi kortikosteroid adalah sebagai berikut: 

Infeksi, penggunaan teknik steril dapat meminimalkan masalah ini.



Pendarahan, ini dapat diminimalkan dengan menerapkan tekanan langsung segera setelah prosedur tersebut. Perhatian harus dilakukan sebelum suntik pasien dengan gangguan perdarahan.



Melemahnya tendon, ini meningkatkan risiko ruptur tendon berikutnya, kemungkinan yang menjadi perhatian khusus jika suntikan dilakukan salah (khusus, jika injeksi ini dikelola ke tendon itu sendiri bukan hanya dalam selubung tendon). Risiko dapat meningkat dengan beberapa suntikan, namun setidaknya beberapa peneliti klinis (misalnya, Anderson dan Kaye) tidak menemukan episode rupture tendon setelah injeksi kortikosteroid untuk kondisi ini, bahkan dengan suntikan ulang.



Atrofi lemak yang terjadi secara lokal di tempat suntikan - atrofi semacam itu dapat terjadi jika kortikosteroid yang disuntikkan ke dalam jaringan subkutan. komplikasi ini dapat menyebabkan depresi kosmetik di kulit.



infiltrasi saraf dan cedera saraf berikutnya. Komplikasi ini jarang terjadi, bisa dipantau oleh sensasi menilai seluruh digit.

BAB III PENATALAKSANAAN

III.1 DEFINISI ULTRASOUND (US)

Ultrasound terapi adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.

Generator Ultra Sonik Pesawat ultra sonik merupakan suatu generator yang menghasilkan arus bolak balik berfrekwensi tinggi (high frequency alternating current) yang mencapai 0,75 s.d 3 MHz. Arus ini berjalan menembus kabel koaksial pada transducer yang kemudian di konversikan menjadi vibrasi oleh adanya efek piezoelektrik. Efek piezoelektrik ini pertama kali diperkenalkan oleh Pierre dan Jacques Curie (1880), yang di peroleh dari vibrasi kristal quartz atau dari produk sintetis kristal keramik berupa barium titanate maupun lead zirconate titanate. Kristal ini dibentuk dengan ketebalan 2-3 mm melingkar sesuai dengan axis elektrik, kemudian dieratkan pada bagian dalam permukaan tranducer. Saat di aliri arus atau beda potensial, kristal ini akan mengalami vibrasi baik secara kompresi maupun ekspansi dengan frekwensi sama dengan sinyal elektrik yang datang. Umumnya frekwensi yang di hasilkan oleh generator adalah 1 dan 3 MHz. III.2 EFEK ULTRASOUND a. Efek Mekanik Bila gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh maka akan menimbulkan pemampatan dan peregangan dalam jaringan sama dengan frekuensi dari mesin ultrasound sehingga terjadi variasi tekanan dalam jaringan. Dengan adanya variasi tersebut menyebabkan efek mekanik yang sering disebut dengan istilah “micromassage” yang merupakan efek terapeutik yang sangat penting karena hampir semua efek ini sangat diharapkan sehingga pada daerah micro tissue damage baru yang memacu proses inflamasi fisiologis. b. Efek Panas Micromassage pada jaringan akan menimbulkan efek “friction” yang hangat. Panas yang ditimbulkan oleh jaringan tidak sama tergantung dari nilai “acustic independance”, pemilihan bentuk gelombang, intensitas yang digunakan dan durasi pengobatan. Area yang paling banyak mendapatkan panas adalah jaringan “interface” yaitu antara kulit dan otot serta periosteum. Hal ini disebabkan oleh adanya gelombang yang diserap dan dipantulkan. Agar efek panas tidak terlalu dominan digunakan intermitten ultrasound yang efek mekanik lebih dominan dibandingkan efek panas. Pada tendon dan otot akan meningkatkan temperatur sebesar 0,07 derajat Celcius perdetik. Pengukuran ini dilakukan pada sebuah model jaringan otot. Jadi tanpa adanya efek regulasi dari sirkulasi darah. c. Efek Biologis Efek lain dari micromassage adalah efek biologis yang merupakan refleks fisiologis dari pengaruh mekanik dan pengaruh panas. Efek biologis yang ditimbulkan oleh ultrasound antara lain : 1) Meningkatkan sirkulasi darah Salah satu efek yang ditimbulkan oleh ultrasound adalah panas sehingga tubuh memberikan reaksi terhadap panas tersebut yaitu terjadinya vasodilatasi, hal tersebut disebabkan oleh :

a) Adanya pembebasan zat-zat pengiritasi jaringan yang merupakan konsekuensi dari sel-sel tubuh yang rusak sebagai akibat dari mekanisme vibrasi b) Adanya iritasi langsung pada serabut saraf efferent atau bermielin tebal. Iritasi ini mengakibatkan terjadinya post excitatory depression dalam aktivitas orthosympatik 2) Rileksasi Otot Dengan adanya efek panas maka akan mengakibatkan vasodilatsi pembuluh darah sehingga terjadi perbaikan sirkulasi darah yang mengakibatkan rileksasi otot. Hal ini disebabkan oleh karena zat-zat pengiritasi diangkut oleh darah disamping itu efek vibrasi ultrasound mempengaruhi serabut afferent secara langsung dan mengakibatkan rileksasi otot. 3) Meningkatkan Permeabilitas Membran Melalui mekanisme getaran gelombang ultrasound maka cairan tubuh akan didorong ke membran sel yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion sehingga mempengaruhi nilai ambang dari sel-sel. 4) Mempercepat proses penyembuhan jaringan Dengan pemberian ultrasound akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga meningkatkan suplai bahan makanan pada jaringan lunak dan juga terjadi peningkatan antibody yang mempermudah terjadinya perbaikan jaringan yang rusak. Disamping itu akibat dari efek panas dan efek mekanik yang ditimbulkan oleh ultrasound menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan secara fisiologis yang mengakibatkan terjadinya reaksi radang yang diikuti oleh terlepasnya “P” substance, prostaglandin, bradikin dan histamine yang mengakibatkan terangsangnya serabut saraf bermyelin tipis sehingga timbul rasa nyeri. Namun dengan terangsangnya “P” substance tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami cedera. Reaksi “P” substance bersama neurotransmitter lainnya seperti histamine, bradikinin dan prostaglandin merupakan kelompok senyawa amin yang ikut berperan dalam reaksi radang yang terjadi oleh karena adanya kerusakan jaringan akibat trauma atau stimulus mekanik, stimulus elektris maupun stimulus kimia. Reaksi “P” substance tersebut dapat bersifat vascular dan reaksi seluler yang pada prinsipnya memacu induksi proliferasi fibroblast pada fase pembentukan jaringan kollagen muda sebagai proses regenerasi awal yang dimulai sejak 24-30 jam pertama. “P” substance juga merupakan salah satu neurotransmitter yang sangat bermanfaat bagi dimulainya proses regenerasi jaringan. Pada fase akut nocisensorik akan teriritasi oleh reaksi kimia akibat “P” substance di sekitar lesi. Dengan demikian maka pada fase akut suatu peradangan akan ditandai dengan nyeri yang hebat. 5) Mengurangi Nyeri Nyeri dapat dikurangi dengan menggunakan ultrasound, selain dipengaruhi oleh efek panas juga berpengaruh langsung pada saraf. Hal ini disebabkan oleh karena gelombang pula dengan intensitas rendah sehingga dapat menimbulkan pengaruh sedative dan analgesi pada ujung saraf afferent II dan IIIa sehingga diperoleh efek terapeutik berupa pengurangan nyeri sebagai akibat blockade aktivitas pada HPC melalui serabut saraf tersebut.

Penyebaran efek ultrasonik dalam jaringan Efek penyebaran ultra sonik dalam jaringan bergantung pada: 1) Kedalaman penetrasi Kedalaman penetrasi tergantung pada absorpsi dan penyebaran pancaran ultra sonik selama dalam jaringan. 2). Absorpsi (absorpation)

Merupakan penerimaan panas yang di konversikan dari energi akustik oleh adanya penyebaran ultra sonik dalam jaringan. Menurut Michloyitz, 1990 absopsi ultra sonik berkaitan dengan kandungan protein dalam jaringan. 3). Penyebaran (scattering) Merupakan penyebaran secara refleksi maupun refraksi ultra sonik dari permukaan tak beraturan atau inhomogenitas kedalam jaringan.

III.3 APLIKASI ULTRASOUND Pada prinsipnya perpindahan energi US dapat dilakukan dalam dua cara yaitu kontak langsung dan tidak langsung. Untuk kondisi trigger finger ini dilakukan secara kontak langsung. Karena paling banyak digunakan serta untuk mendapatkan kontak yang sempurna pada tranduser dengan kulit diperlukan kontak medium berupa gel khusus untuk US.

Untuk metode aplikasi US dengan menggunakan metode kontak langsung maupun tidak langsung, tranduser dapat digerakkan (dinamis) dan menetap (statis) tetapi untuk statis jarang digunakan karena berbahaya dapat menimbulkan kesrusakan jaringan. Jadi dinamislah yang diterapkan. Disini tranduser digerakkan terus menerus selama terapi bisa membujur (longitudinal), melintang, maupun gerakan melingkar seperti spiral. Tranduser harus tetap bergerak meskipun area yang diobati kecil. Gerakan tranduser harus ritmis, pelan dan tekanan terhadap kulit tidak boleh terlalu keras dan jangan mengangkat tranduser secara tiba-tiba saat terapi berlangsung karena pasien akan merasa seperti tersetrum. Dosis Ultrasound merupakan hasil perkalian antara intensitas dan lamanya terapi. Dosis dapat bervariasi baik dalam intensitas atau frekuensi dan lamanya terapi. Berapa banyak intensitas yang diberikan dinyatakan dalam W/cm2. Pada pelaksanaannya pemberian intensitas ini sangatlah bervariasi, menurut Conardi yang berpendapat bahwa pemberian intensitas sebesar 0,6 W/cm2 paada kasus-kasus tertentu sudah merupakan intensitas yang tinggi. Selama pemberian terapi tidak boleh terjadi rasa sakit pada daerah yang diterapi, tetapi adanya rasa tusuk-tusuk yang ringan sesekali masih diperbolehkan. Jika setelah pemberian terapi timbul sakit kepala, pusing, maupun adanya reaksi vegetatif yang lain, maka pemberian terapi selanjutnya harus diberikan intesitas yang lebih rendah. Lamanya terapi tergantung pada luas permukaan dari daerah yang diterapi dan juga luas dari permukaan treatment-head yang digunakan. Menurut lehmenn maksimal lamanya terapi adalah 15 menit pada daerah seluas 75-100 cm2 dengan treatment-head yang besar. Sebgai pedoman yang kita gunakan, bahwa pemukaan seluas 1 cm2 membutuhkan waktu maksimal satu menit. Frekuensi Frekuensi ultra sonik merupakan jumlah oscilasi gelombang suara yang dicapai dalam waktu satu detik yang dinyatakan dengan megahertz (MHz). Umumnya frekwensi yang di pergunakan dalam terapi ultra sonik adalah 1 dan 3 MHz Intensitas Merupakan rata-rata energi yang dipancarkan tiap unit area, dan dinyatakan dalam watt per sentimeter persegi (W/cm²). sedangkan power ialah total output dari tranducer yang dinyatakan dalam watt (W).

Total power output (watts) Intensitas = _________________________ ERA pada transducer (cm²)

Umumnya intensitas untuk terapi ultra sonik ini berkisar antara 0 s.d 5 W/cm². namun yang sering di pergunakan dalam klinik berkisar antara 0,5 s.d 2 W/cm². agar diperhatikan bahwa pemberian ultra sonik dengan intensitas tinggi dapat mengakibatkan terjadinya unstable cavitation ataupun mikrotrauma jaringan. III.4 PROSEDUR APLIKASI ULTRASOUND 1.

Sebelum terapi

a)

Terapis memulai dengan melakukan anamnesis yang diarahkan pada terapi US dan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan kontra indikasi.

b)

Pasien harus diberi penjelasan tentang langkah-langkah terapi yang diberikan beserta tujuannya.

c)

Tempat dari keluhan trigger finger tersebut harus dilokalisasikan setepat mungkin.

d)

Terapis tidak boleh melupakan untuk melakukan tes sensibilitas yaitu panas-dingin, tajam-tumpul, dan lainlain pada tempat tersebut. Setelah tidak terdapat gangguan sensibilitas, terapis juga menentukan untuk menggunakan metode apa, misalnya kontak langsung.

e)

Pasien harus diposisikan senyaman mungkin, rileks dan tanpa adanya rasa sakit.

f)

Daerah yang akan diterapi harus dibersihkan

Indikasi Ultrasound 1) Kelainan-kelainan / penyakit pada jaringan tulang sendi dan otot 2) Keadaan-keadaan post traumatik 3) Fraktur 4) Rheumathoid Arthritis pada stadium tidak aktif 5) Kelainan / penyakit pada sirkulasi darah 6) Penyakit-penyakit pada organ dalam 7) Kelainan / penyakit pada kulit 8) Luka bakar 9) Jaringan parut oleh karena operasi 10) Kontraktur Kontraindikasi Untuk Penggunaan: Pada penyakit jaringan yang abnormal, tekanan darah yang tinggi, tumor yang menyebar di seluruh tubuh. Jangan gunakan jika pasien menderita dari: 

tumor ganas atau kanker jaringan



infeksi akut



Risiko perdarahan



ischeamic jaringan berat



ada riwayat trombosis vena



terkena jaringan saraf



Kecurigaan terhadap patah tulang



Jika pasien hamil



Jangan gunakan di daerah gonad (alat kelamin), BAB IV PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN Trigger finger adalah nama yang popular dari kekakuan tendon atau selubung tendon, suatu kondisi nyeri atau sakit pada jari-jari tangan, jari kaku bila ditekuk atau ketika mau di luruskan. Pasien dapat mengalami kesulitan menekuk jari tangannya jika tendon tertangkap di distal ke katrol A1, atau memperpanjang digit, jika tendon ditangkap di proksimal katrol. Kondisi ini sangat menyakitkan, terutama ketika gerakan terkunci di luar batasan dengan menggunakan kekuatan meningkat. Selain itu, kesulitan dalam mencapai berbagai gerakan normal dapat membuat tugas-tugas fungsional (misalnya, memegang benda, mengetik) bermasalah. Insiden lebih sering terjadi pada wanita (75%) dibandingkan pria dengan rentang usia rata-rata 52-62 tahun. Penyebab trigger finger belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh gerakan jari yang berulaang-ulang dan trauma lokal dengan stres dan gaya degeneratif. Komplikasi potensial utama jari memicu adalah nyeri dan penurunan penggunaan fungsional dari tangan yang terkena

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF