terapi ppok
July 19, 2017 | Author: Dian Purbani Siagian | Category: N/A
Short Description
ppok...
Description
http://dekhair.blogspot.com/2011/08/terapi-kombinasi-untuk-ppok.html Antikolinergik dan β agonist memiliki mekanisme yang berbeda untuk mengurangi brokokonstiksi, dan ada suatu rangkaian cerita yag panjang dari terapi kombinasi dengan agen short-acting pada klasifikasi untuk chronic PPOK. Seperti kombinasikombinasi yang diperbolehkan pada dosis yang rendah dan dengan cara demikian bisa menjadi lebih aman. Teophilin oral juga bisa dikombinasikan dengan bronkodilator kerja singkat untuk beberapa tahun. Studi berikutnya, biasanya, memperlihatkan hanya perbaikan yang ringan pada bronkodilatasi butuh biaya dari penurunan efek yang merugikan. Saran dari kelompok professional merekomendasikan itu sebagai gejala dari chronic PPOK yang progress, pasien mendapatkan penanganan yang teratur dengan satu atau lebih bronkodilator kerja lama, dan kortikosteroid inhalasi jika pasien mengalami eksaserbasi ulangan. Kombinasi dari suatu antikolinergik kerja singkat dengan β agonis kerja lama , atau kombinasi dari antikolinergik kerja lama dengan β agonis kerja singkat atau lama, yang diperlihatkan pada banyak studi untuk fungsi perbaikan fungsi paru dapripada monoterapi dengan komponen individual. Laporan secara sistematis dimiliki oleh flucicasone dan salmeterol, dan budesonide dan formoterol, adalah baik pada placebo dan punya peranan penting untuk klinis yang berarti untuk perbaikan fungsi paru untuk esaserbasidan kualitas hidup. Efek pada harapan hidup adalah tidak hilang. Beberapa pendapat memutuskan keamanan dari terapi kombinasi, hal itu punya pengaruh yang kuat terhadap farmakoekonomik, dan peran dari agen baru. Kata kunci : β agonis, kortikosteroid inhalasi; theophilin Hasil dari terapi untuk PPOK adalah untuk mencegah progesifitas penyakit, mengobati gejala, status kesehatan yang lebih baik, mencegah dan mengobati komplikasi dan eksarserbasi, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah atau meminimalisir efek merugikan dari pengobatan (1). Pada artikel ini menjelaskan bagaimana kombinasi terapi farmakologi yang baik untuk hasil yang sempurna. Dua skema kombinasi yang lebih sering digunakan untuk pengobatan PPOK adalah anti kolinergik kerja singkat plus short-acting β agonis (SABA), dan kortikosteroid inhalasi (ICS) plus long-acting β agonist (LABA) dua kombinasi ini disetujui oleh Food and Drug Administration untuk COPD, ipratropium dan albuterol, dan fluticasone dan salmeterol, adalah masing-masing contoh. Pada artikel ini menjelaskan penelitian seperti kombinasi dan banyak tipe lainnya dari kombinasi yang dicoba, termasuk teophilin plus antikolinergik short-acting bronkodilator atau LABA, antikolinergik short-acting plus LABA, dan anti kolinergik plus SABA atau LABA. Petunjuk The American Thorachis Society/ Eouropean Respiratory Sosiety (2) dan petunjuk the Global Iitiative for Chronic Obstructive Lung Disease (1) direkomendasikan sebagai gejala COPD yang progress, pasien dapat menerima pengobatan secara regular dengan satu atau lebih bronkodilator long-acting, dan pada ICS jika pasien dengan esaserrbasi berulang. Ketetapan nonfarmakologik, disetujui penawaran dengan terapi kombinasi, adalah hal-hal yang perlu untuk penanganan COPD pada semua staging dari penyakit. Termasuk berhenti merokok, menghidari factor pencetus yang menyebabkan alergi SHORT-ACTING ANTICHOLINERGIC PLUS SABA Antikolinergik dan β agonis memiliki mekanisme yang berbeda untuk mengurangi brokokonstiksi, dan ada suatu rangkaian cerita yag panjang dari terapi kombinasi dengan kelas obat . pengunaan dari kombinasi yang bias dizinkan dengan dosis yang rendah dan dengan cara memperbaiki secara aman. Nilai dari kombinasi dosis rendah dari antikolinergik short-acting dan SABA mempunyai hubungan, penggunaan
ipratropium atau oxitropium seperti antikolinergik dan albuterol,metaproterenol, fenoterol, atau terbutalin seperti β agonis . dimana agen yang dikombinasikan pada tekananan udara yang diukur dari inhalasi campuran aerosol. Sin dan rekan kerjanya mempunyai data yang lengkap dari percobaan terhadap antikolinergik short-acting dan kombinasi-kombinasi SABA dimana lebih dari 3 mo pada durasi dan secara kolektif terhadap 1,399 pasien (3). Hasil terapi kombinasi sebanyak 32 % (95 % interval kepercayaan [CI],9-49%) berkurang pada esaserbasi dibandingkan monoterapi, tapi tidak ada perbedaan pada angka kematian. Ukuran Tekanan Dosis Inhalasi Terapi kombinasi inhalasi pertama didahului pada United States was Combivent ( Boehringer- Ingelheim, Ridgefield,CT), kombinasi dari ipratropium , 21µg, diberikan 2 semprotan dari suatu dosis inhalasi dengan tekanan udara yang telah terukur 4 kali sehari. Pada 85-d percobaan multicenter dari 534 pasien COPD dibandingkan kombinasi dengan tiap agennya sendiri (4). Kombinasi paling baik diatas pada efek puncak, pada efek selama empat jam pertama setelah dosis dierikan, dan pada total area dibawah FEV1 curva wakturespon (FEV1AUC) gambar 1). Rata-rata persentasi meningkat lebih dari garis dasar dimana 31-33% untuk kombinasi. 24-25% untuk ipratropium sendiri, dan 24 sampai 27 % untuk albuterol sendiri. Skore gejala tidak ada termasuk bila lewat waktu. Keuntungan dari kombinasi lebih pada lebih besar komponen individual menjadi lebih baik pada 4 jam pertama setelah administrasi. Seperti yang diperlihatkan pada gambar 1, biasanya , terapi kombinasi seperti short-acting dan monoterapi; perbaikan pada FEV1memotong dibawah 155 oleh 5 jam administrasi dari ketiga regimen. Ikeda dan rekan kerjanya setelah itu memperlihatkan pada studi banding tentang kombinasi dosis standar dari ipratropium dan albuterol (masing-masing 40 µg dan 200µg) hasil bronkodilator yang lebih besar pada 26 pasien dengan COPD stabil dan dosis standar dari ipratropium (5) . pada studi banding dari 20 pasien, ipratropium dan albuterol, tapi bukan pada masing-masing agen. Superior pada placebo untuk mengobati dypneu, menghilangkan gejala mayor pada COPD, selama 12 menit saat test berjalan (6). Tidak ada perubahan yang signifikan yang diperlihatkan dari 3 regimen.biasanya, keepakatan terhadap gejala harian atau komponen dyspneu dari Chronic Respiratory Disease Questionnaire. Pada yang didapat dalam 29 hari studi dari 357 pasien dengan COPD. Ipratropium dan albuterol diatas terhadap albuterol sendiri dengan respek terhadap puncak FEV1 dan rata-rata FEV1. tapi mamfaat tidak ada pada akhir setelah 4 jam(7). Score gejala secara luas lebih baik dengan kombinasi, tetapi perbedaan secara statistik tidak signifikan. Sesuai klinis dari yang kecil tapi perubahan yang signifikan pada puncak FEV1dan FEV1AUC adalah tidak hilang (8). Terapi kmbinasi dengan Ipratropium dan albuterolbisa memperoleh keuntungan farmakoekonomik. Friedmen dan rekan kerjanya membandingkan dengan ipratropium itu sendiri atau albuterol itu sendiri, Ipratropium dan albuterol ada perbaikan FEV1 dan FEV1AUCdan mengurangi esaserbasi dan lama rawatan di rumah sakit,dengan cara menurunkan biaya keseluruhan (9). Fenoterol, suatu SABA yang tidak dibolehkan di United States, kombinasi dengan ipratropium (Duovent[ipratropium, 80 µg, dan fenoterol ,200 µg]; BoehringerIngelheim, Ingelheim,Germany) dengan meningkatkan efek bronkodilator. Angka studi dibandingkan antara ipratropium dan fenoterol dengan monoterapi dengan tiap agen mempunyai nilai keefektifan bronkodilator lebih besar dengan kombinasi. Biasanya kombinasi suatu substansi bronkodilator memiliki efek yang lebih pada 3- jam pertama, dan pada suatu studi ditemukan . masa kerja 7 jam, dengan 6 jam untuk albuterol plus
fenoterol, dengan tidak meningkatkan efek yang merugikan (10).Huhti dan poukkula mengobservasi efek subjektif yang merugikan dimana lebih sering dengan fenoterol,400µg, dibandingkan dengan Duovent atau 80 µgipratropium itu sendiri (11). Ketika dibandingkan dengan albuterol,200µg, pada 24 pasien dengan COPD,ipratroium, 40 µg, plus fenoterol,100µg, diproduksi sebanding dengan peningkatan maksimal pada FEV1(32 dengan 31% albuterol)dan sebanding dengan penurunan pada khususnya jalan nafas yang resistan (24 dengan 21% albuterol)(12). Pada 8 jam ipratropium dan fenoterol secara signifikan lebih baik dibandingkan placebo, dan pada pasien yang respon terhadap ipratropium pada dasarnya, fenoterol selanjutnya lebih ke bronkodilatasi (12). Pada suatu studi dari 20 pasien dengan COPD, Grassi dan rekan kerjanya memasukan ipratropium,40µg,plus fenoterol,100µg, yang paling banyak terbutalin 250µg, dengan inhalasi pada hari ke 7 dan 14 termasuk dari bronkodilatasi yang persisten (13). Seperti β agonis lainnya, fenoterol secara perlahan merangsang ventilasi selama bekerja, tapi itu efek pada jantung dan pengambilan oksigen adalah tidak berbeda dari placebo, pada masa istirahat atau selama kurang maksimal atau maksimal bekerja (14). Kemungkinan lain penggunaan terapi kombinasi pada COPD adalah untuk test reversibility bronkodilator. Pada dua multicenter, 3 mo,percobaan yang dikontrol secara acak, 1,067pasien dimana di evaluasi respon terhadap ipratropium,albuterol, atau kombinasi. (15). Itu diperlihatkan pada analisis retrospektif, penggunaannya meningkat 12 atau 15 % pada FEV1 menurunkan suatu respon yang positif, kombinasi superior (p
View more...
Comments