TERAPI ANTIDOT METODE KHAS NATRIUM NITRIT DAN NATRIUM TIOSULFAT

June 6, 2018 | Author: Hananti Febriani P | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

laporan resmi antidot...

Description

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN X TERAPI ANTIDOT METODE KHAS NATRIUM NITRIT DAN NATRIUM TIOSULFAT

Disusun oleh : 1.

Farida Yunisa L.

(1041211065) (1041211065)

2.

Finia Deviacita

(1041211068) (1041211068)

3.

Hananti Febriani P. (1041211071) (1041211071)

4.

Indah Hari Utari

(1041211080) (1041211080)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI” SEMARANG 2014

PERCOBAAN X TERAPI ANTIDOT METODE KHAS NATRIUM NITRIT DAN NATRIUM TIOSULFAT

I.

TUJUAN

Mampu memahami tujuan, sasaran dan strategi terapi antidot, berdasarkan contoh kemampuan natrium nitrit dan natrium tiosulfat menawarkan racun sianida.

II. DASAR TEORI

Toksikologi adalah ilmu yang pempelajari tentang efek toksik atau efek toksik atau efek berbahaya dari suatu zat kimia terhadap jaringan biologi.Zat kimia yang  potensial toksik sangat banyak berada dilingkungan manusia, menyebabkan menyebabkan pembahasan toksikologi menjadi sangat luas.Ada beberapa bidang toksikologi yang berkaitan dengan zat kimia penyebab toksik. Toksikologi lingkungan (polusi udara dan air), toksikologi ekonomi (zat tambahan makanan, pestisida), toksikologi mediolegal (foresik, regulasi zat tambahan makanan, zat berbahaya), toksikologi biomedikal (obat dan zat diagnostik) dan toksikologi laboratorium (analisa kimiawi zat toksik). (Priyanto,2007: 94) Banyaknya zat kimia yang dapat menimbulkan efek toksik, namun tidak tersedia antidotumnya, sehingga kalau terjadi keracunan olehnya hanya dilakukan tindakan simtomatik untuk meminimalkan resiko.Secara umum, terapi antidotum didefinisikan sebagai tatacara yang ditunjukkan untuk membatasi intensitas efek toksik zat kimia atau menyembuhkannya

sehingga

bermanfaat

dalam

mencegah

timbulnya

bahaya

selanjutnya. Efek toksik suatu zat kimia dapat terjadi jika kadar zat toksik tesebut melampaui kadar toksik minimal ( KTM )nya dalam sel sasaran. Untuk mencapai KTM nya, untuk zat yang masuk melalui oral atau topikal harus melalui beberapa tahap.Tahap tersebut adalah absorbsi masuk kesirkulasi sistemik lalu mengalami distribusi menuju tempat kerjanya. Kedua proses diatas (absorpsi dan distribusi) menyebabkan  peningkatannya kadar obat dalam sel s el sasaran. Proses Prose s berikutnya yang dapat mengurangi kadar obat dalam selsasaran adalah metabolisme dan ekskresi atau sering disebut eliminasi. Sehingga efek toksik suatu zat kimia kimia sangat dipengaruhi proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) nya karena akan menentukan jumlah zat di sel sasarannya. (Priyanto, 2007: 94)

1

Dengan demikian untuk mengurangi jumlah zat kimia dalam sel sasarannya dapat dilakuakan dengan cara: menghambat absorbsi dan distribusi serta mempercepat metabolisme dan ekskresi (eliminasi), meningkatkan nilai ambang toksik (KTM, kadar toksik minimal ) juga merupakan cara untuk mencegah efek toksik. Kesemua hal di atas sering merupakan strategi terapi antidotum. (Priyanto, 2007: 95) 1. Terapi Non spesifik Terapi non spesifik adalah suatu terapikeracunan yang bersifat hampir sama pada semua kasus keracunan, melalui cara  –  cara   cara seperti memacu muntah, bilas lambung dan membersihkan zat absorben. Cara lain adalah mempercepat eliminasi dengan  pengasaman dan pembasaan urin ataun hemodialisis. hemodialisis. a. Menghambat absorbsi zat racun. Menghambat absorbsi zat racun dapat dilaksanakan dengan beberapa cara antara lain dengan membersihkan atau mencuci kulit yang terkontaminasi zat toksik, mengeluarkan racun dalam lambung, mencegah absorbsi, dan memberikan  pencahar. Mencuci kulit dilakukan dengan air mengalir dan jika zat mengenai  pakaian, pakaiannya ditanggalkan.Zat dita nggalkan.Zat toksik yang sudah masuk kedalam kedala m lambung dapat dilakukan dengan pemberian norit (arang aktif), menentukan atau memberi  pencahar atau bilas lambung. 1) Pemberian arang aktif (norit) Arang aktif diberikan pada kasus keracunan karena dapat mengabsorbsi zat racun atau toksin dalam saluran pencernaan. Lebih dini norit diberikan akan lebih efektif hasilnya. Norit masih efektif hingga 2 jam dari racun tertelan dan lebih lama lagi pada keracunan obat sediaan lepas lambat atau keracunan obat  –  obat yang bersifat kolinergik. Karbon Karbon aktif relatif aman dan dosisnya sangat tergantung dari jumlah zat toksik yang tertelan. Dosis minimalnya adalah 30 gram.Dosis pada orang dewasa adalah 50 g dapat diulang setiap 4-6  jam.Pemberian dosis berulang juga bermanfaat mempercepat eliminasi zat toksik yang sudah terabsorbsi. Karbon aktif dapat menyerap zat-zat seperti salisilat, acetaminophen, karbamazepin, dapson, teofilin, quinine dan obat-obat antidepresan.Pemberian karbon aktif dapat dikombinasikan dengan bilas lambung atau katartik, tetapi tidak dengan sirup ipekak atau susu karena akan mengurangi efektifitasnya.

2

2) Mengeluarkan racun dari lambung. Pengeluaran racun dari lambung harus mempertimbangkan zat yang tertelan, tingkat keracunan dan berapa lama zat racun tertelan.Pengosongan lambung tidak berguna jika resiko dari keracunan kecil atau pasien sudah datang terlambat.Pengosongan dengan bilas lambung diragukan kegunaannya  bila dilakukan lebih dari 1-2 jam setelah racun tertelan.Bahaya dari bilas lambung adalah teraspirasinya isi lambung.Karena itu tidak boleh dilakukan  pada pasien yang mengantuk atau koma kecuali jika reflek batuk sangat baik atau saluran nafas dapat dilindungi dengan pipa endotrakea.Pipa lambung tidak  boleh dimasukkan pada keracunan zat korosif. korosif. Produk petroleum lebih berbahaya di dalam paru-paru dibandingkan di lambung, karena itu pencucian lambung tidak dianjurkan karena ada resiko terhirup.Dengan berbagai pertimbangan, bilas lambung umumnya tidak praktis dan jarang diperlukan, kecuali di rumah sakit. Pemuntahan isi perut dengan pemberian ipecacuanha telah dipakai baik  pada orang dewasa atau anak-anak, tetapi sangat terbatas kegunaannya. Tidak terbukti bahwa ipecacuanha mengurangi penyerapan secara bermakna ( walaupun digunakan 1-2 jam ) dan efek sampingnya dapat menyulitkan  penegakan

diagnostik

terutama

pada

keracunan

zat

besi.

Pemberian

ipecacuanha hanya boleh dipertimnbangkan bila pasien sadar sepenuhnya, atau  bila zat racun yang tertelan tidak korosif dan produk petroleum atau tidak dijerap dengan arang aktif. 3) Pemberian Katerik Pencahar digunakan untuk mempercepat pengeluaran zat racun dari saluran gastrointestinal (GI) terutama untuk racun yang sudah mencapai usus halus.Pemberian sorbitol direkomendasikam pada penderita yang tidak ada gangguan jantung.Magnesium sulfat dapat digunakan pada penderita yang tidak ada gangguan ginjal.  b. Mempercepat eliminasi Kecepatan eliminasi akan mempengaruhi jumlah obat yang berada dalam sel sasaran dalam melamoui nilai KTM-nya. Percepatan eliminasi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan ekskresi melalui pengamasan atau pembasaan urin dan

3

diuresis paksa. Pengamasan urin (menurunkan pH urin) dengan memberikan zat seperti amonnium klorida atau vitamin C akan mengurangi reabsorbsi zat atau obat yang bersifat basa lemah seperti amfetamin. Sebaliknya pembasaan urin melslui pemberian natrium bikarbonat akan mengurangi reabsor bsi pada obat yang  bersifat asam lemah seprti aspirin dan fenobarbital. Pengurangan reabsorbsi tubulus terjadi karena pengasaman/pembasaan urin tersebut di atas akan meningkatkan ionisasi di tubulus sehingga akn mengurangi reabsorbsi. (Priyanto, 2007: 96-97) 2. Terapi Spesifik Terapi antidot spesifik adalah suatu terapi antidotum yang hanya efektif untuk zat-zat tertentu. Cukup banyak antidotum spesifik telah digunakn dalam klinik. Untuk memudahkan mempelajarinya, antidotum yang spesifik dikelompokan menjadi: antidotum yang bekerja secara kimiawi, bekerja secara farmakologi dan yang bekerja secara fungsional. a. Asam Sianida Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam kacang almond, daun salam, cherry, ubi. Di dalam koro atau tanaman dari keluarga kacang-kacangan dan ketela pohon.Sianida merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam kegunaan, termasuk sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam.Nitril alifatik (acrylonitrile dan  propionitrile digunakan dalam produksi plastic yang kemudian dimetabolisme menjadi sianida.Obat vasodilator seperti nitroprusida melepaskan sianida pada saat terkena cahaya ataupun pada saat metabolisme.Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada anak-anak. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau  potasium sianida (KCN). Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan

4

dengan mencampur asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam  pembakaran plastik, wool, dan produk natural dan sintetik lainnya.Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan  pembunuhan ataupun bunuh diri (Olson, 2007). Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak Paparan dalam  jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006)  b. Natrium Tiosulfat Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar.Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33°C.Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus.Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol (Depkes, 1995) Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi  bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase.Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida.Penelitian dengan hewan uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007). Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadii tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti betamerkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan.Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial mitokondrial dan penyaluran intravena

sulfur hanya hanya akan

masuk ka mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat mungkin muncul sendiri  pada kasus keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya diberikan bersama antidot lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga merupakan pilihan antidot saat

5

diagnosis intoksikasi sianida tidak terjadi, misalnya pada kasus penghirupan asap rokok. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsic nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas  pada pasien dengan kerusakan ginjal.Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v.  biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas (Meredith, 1993)  Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida.Antidot ini diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan.Tidak ada efek samping yang ditimbulkan oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis untuk anak-anak didasarkan pada berat badan (Meredith, 1993) 1) Indikasi  Dapat diberikan sendiri ataupun dikombinasikan dengan nitrit atau hidroksokobalin pada pasien keracunan sianida akut.  Perawatan secara empiris pada keracunan sianida berhubungan berhubungan dengan inhalasi.  Profilaksis selama infus nitroprusida.  Ekstravasasi dari mechlorethamin.  Ingesti garam bromat 2) Kontraindikasi Tidak diketahui kontraindikasinya 3) Efek samping  Infus intravena dapat menyebabkan menyebabkan rasa terbakar, kejang otot dan gerakan tiba-tiba, dan mual dan muntah.  Penggunaan pada wanita hamil. 4) Interaksi obat Tiosulfat dapat menurunkan konsentrasi sianida pada beberapa metode (Olson, 2007) 5) Dosis dan cara pemberian 

Untuk keracunan sianida. Berikan 12.5 g (50 mL dari 25% larutan) secara IV pada 2.5-5 mL/menit. Dosis untuk pediatrik sebesar 400 mg/kg (1.6 mL/kg dari 25% larutan) sampai 50ml. Setengah dosis awal sebaiknya diberikan setelah 3060 menit bila diperlukan.

6



Untuk profilaksis selama infuse nitroprusida. Tambahan 10 mg tiosulfat pada tiap milligram nitroprusida pada larutan

intravena

dikatan

dapat

menjadi

efektif,

namun

data

kompatibilitasnya tidak tersedia (Olson, 2007)

3.  Natrium Nitrit  Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi nontoksik sianmethemoglobin.Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih tinggi  pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial menyebabkan methemoglobin daripada sitokrom oksidase.Efek samping dari penggunaan nitrit meliputi pembentukan formasi methemoglobin, vasodilatasi, hipotensi, dan takikardi. Mencegah pembentukkan formasi yang cepat, monitoring tekanan darah, dan  pemberian dosis yang tepat akan mengurangi terjadinya efek samping. Ketika dilakukan terapi dengan nitrit, lihat konsentrasi hemoglobin Tetapi jangan menunda terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar hemoglobin (Meredith, 1993) Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida  bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%.Pemberian dosis tunggal nitrit secara intravena dapat menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 20-30% (Olson, 2007) 1) Kontraindikasi  Nitrit dikontraindikasikan untuk : pasien dengan methemoglobinemia (>40%),

hipotensi

berat,

pemberian

pada

pasien

yang

keracunan

karbonmonoksida. 2) Efek samping  Nitrit memiliki efek samping yaitu : 

Sakit kepala, kemerahan pada muka, kepusingan, mual, muntah, takikardi, dan berkeringat.Efek samping ini dapat juga dijadikan tanda keracunan sianida.

7

 Pemberian secara intravena dapat menyebabkan hipotensi.  Methemoglobinemia berlebihan dan fatal dapat terjadi.  Penggunaan pada kehamilan. 3) Interaksi obat 

Hipotensi dapat menjadi parah apabila nitrit diberikan bersamaan dengan alkohol atau vasodilator atau agen antihipertensi lainnya.



Metilen biru sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang keracunan sianida karena dapat membalikkan induksi methemoglobinemia oleh nitrit dan secara teori menghasilkan pelepasan ion bebas sianida.



Ikatan dari methemoglobin pada sianida (sianomethemoglobin) dapat menurunkan tingkat methemoglobin bebas (Olson, 2007)

4) Dosis dan metode pemberian 

Amil nitrit dalam bentuk ampul.



Gunakan 1 atau 2 ampul pada kain kasa, pakaian, atau spons dan letakkan di  bawah hidung penderita, yang sebaiknya dihirup dalam-dalam selama 30 detik.



Diamkan 30 detik, kemudian ulangi lagi (Olson, ( Olson, 2007)



Sodium nitrit parenteral.

5) Dewasa. Berikan 300 mg sodium nitrit (10 mL dari 3% larutan) IV selama 3-5 menit (Olson, 2007) 6) Anak-anak. Berikan 0.15-0.33 mL/kg sampai batas maksimum sebesar 10 mL.Dosis  pada anak-anak sebaiknya dihitung berdasarkan konsentrasi hemoglobin bila diketahui.Bila diduga mengalami anemia atau hipotensi, awali dengan dosis rendah, diencerkan dalam 50-100 mL saline, dan berikan selama 5 menit (Olson, 2007)

8

III. ALAT DAN BAHAN

1. Alat a. Spuit 1 ml  b. Jarum injeksi c. Stopwatch d. Bekerglass e. Labu takar 10,0 ml 2. Bahan a. Larutan Natrium Nitrit 20 mg/kgBB  b. Larutan Natrium Tiosulfat 1125mg/kgBB c. Larutan Kalium Sianida 15 mg/kgBB 3. Hewan Uji a. Mencit jantan galur Wistar

9

IV. SKEMA KERJA

Mencit jantan galur Wistar, berat seragam (20-30 g), umur 40-60 hari, dikelompokkan dalam 7 kelompok sama banyak @ 3 mencit

Klp I Disuntik s.c lar. Sianida 0,5% 15 mg/kg BB di catat gejala yang timbul

Klp IIDisuntik i.p lar.  Na.Nitrit 1% 20 mg/kgBB di catat gejala yang timbul

Klp III Disuntik s.c lar. sianida 0,5%15 mg/kgBB saat terjadi sianosis di suntik i.p  Na.Nitrit 20 mg/kgBB di catat gejala yang timbul

Klp IV Diberi  perlakuan sama seperti klp III saat terjadi kejang disuntik lar.  Na.Nitrit di catat gejala yang timbul

Klp V Disuntik i.p lar.  Na.Tiosulfa t 25% 1125 mg/KgBB dicatat gejala yang timbul

Klp VI Disuntik lar.  Na.Tiosulfa t seperti klp V di catat gejala yang timbul

Dibuat tabel purata :waktu timbulnya gejala sianosis, kejang, gagal nafas, dan kematian setelah perlakuan tiap kelom ok

Perbedaan antar kelompok(sianosis dan kejang) dianalisis secara statistik dengan anava satu jalan

10

Klp VII Diberi  perlakuan sama seperti klp VI saat terjadi kejang disuntik lar.  Na.Tiosulfat catat gejala yang timbul

V. DATA PENGAMATAN Kelompok  Perlakuan KCN

1

Perlakuan

-

10.41 2

Kejang

Antidot

10.22 10.30

Sianosis

Hilang

Mati

kesadaran

10.24

10.26

10.27

10.28

10.32

10.31

10.34

10.35

10.43

10.44

10.44

10.45

-

-

-

-

10.36

10.38

10.21 -

10.32 10.40

3

4

10.35

10.37

10.36

10.42

10.43

10.42

10.45

10.46

10.45

-

-

10.32

10.38

10.34

10.36

11.03

10.57

11.01

10.59

11.00

10.58

11.02

11.00

11.01

-

-

-

-

5

-

-

10.29 -

10.26

-

10.30 6

7

10.29

10.32

10.31

10.33

10.32

10.58

11.03

11.02

11.04

11.02

-

11.06

11.10

11.09

11.09

11.09

11.15

10.35

10.38

10.37

10.37

10.40

10.43

10.45

10.46

10.46

10.47

10.48

10.51

10.50

10.53

10.52

10.53

10.55

11.07

11

VI. PERHITUNGAN

1. Perhitungan ANAVA a. Pemberian obat saat sianosis Keterangan Pada KCN

Pada NaNO2

Pada Na2S2O3



Sianosis

Kejang

Hilang kesadaran waktu detik 10.27 300 10.34 240 10.44 180

waktu 10.24 10.32 10.43

detik 120 120 120

waktu 10.26 10.31 10.44

Detik 240 60 240

10.36

60

10.36

60

10.38

180

10.43 10.46

60 60

-

-

-

-

10.31

120

10.33

240

10.32

180

-

-

11.02 11.09

240 180

11.04 11.09

360 180

11.02 11.09

240 180

11.15

540

ANAVA saat sianosis KCN (1)

NaNO2 (2)

Na2S2O3 (3)

120

60

120

120

60

240

120

60

180

∑x = 360

∑x = 180

∑x = 540

∑x² = 43200

∑x² = 10800

∑x² = 104400

= 120 n=3

Kematian

= 60

= 180

n=3

n=3

= =

360 + 180 + 540

= 1080 = =

43200 + 10800 + 104400

= 158400

12

waktu 10.28 10.35 10.45

Tidak Mati

Detik 360 300 240 Tidak Mati

  xT 

2

 x

2

 x T  2



=

 N 

= 158400  –  = 28800

 x 

2

1



2

 x b

n

=

  x 

2



2

n

 x 

2



3

n

  xT 

2



 N 

= = 21600

 x

2

w

=

 x

2

t  

 x

2

b

= 28800  –  21600  21600 = 7200

  x b 2

RJKb

=

k   1

= = 10800 RJKw

=

  x

2

w

 N   k 

= = 1200  RJKb

F hitung

=

 RJKw

= = F tabel

:

N –  k  k = 9 – 3 = 6

9 k - 1 = 3 –  1  1 = 2 5,14

F hitung (9) > F tabel (5,14), maka maka ada perbedaan rata-rata antar kelompok pada keadaan sianosis sebelum penggunaan antidotum Natrium nitrit maupun Natrium thiosulfat yang diberikan ketika efek sianosis.

13

PASCA ANAVA (UJI SCHEFFE) -1) x Ftabel F’ = (k -1)

Kontras σ

1 vs 2

(3-1) x 5,14 = 10,28

Ns

1 vs 3

(3-1) x 5,14 = 10,28

Ns

2 vs 3

(3-1) x 5,14 = 10,28

S*

Kontras F2 hitung =

Jika F2 hitung ≥ F’ maka 2 kelompok berbeda signifikan (S*) 

ANAVA saat kejang KCN

NaNO2

Na2S2O3

240

60

240

60

-

360

240

-

180

∑x = 540

∑x = 60

∑x = 780

∑x² = 118800

∑x² = 3600

∑x² = 219600

= 180

= 60

n=3

= 260

n=1

n=3

= =

540 + 60 + 780

= 1380 = =

118800 + 3600 + 219600

= 342000

  xT 

2

 x

2



 x T  2

=

 N 

= 342000  –  = 69942,86

14

 x 

2

1

 x

2

b

=

n

 x 

2



2

n

  x 

2



3

n

 xT 

2



 N 

= = 31542,86

 x

2

w

=

 x

2

t  

 x

2

b

= 69942,86  –  31542,86  31542,86 = 38400

  x b 2

RJKb

=

k   1

= = 15771,43

  x RJKw

=

2

w

 N   k 

= =

9600

 RJKb

F hitung

=

 RJKw

= =

1,64

:

k - 1 = 3 –  1  1 = 2

N –  k  k = 7 – 3 = 4

6,94

F tabel

F hitung (1,64) (1,64) < F tabel tabel (6,94), (6,94), maka maka tidak ada perbedaan perbedaan ratarata antar kelompok pada penggunaan antidotum Natrium nitrit maupun Natrium thiosulfat setelah efek sianosis timbul pada keadaan kejang.

15



ANAVA saat hilang kesadaran KCN

NaNO2

Na2S2O3

300

180

180

240

-

240

180

-

180

∑x = 720

∑x = 180

∑x = 600

∑x² = 180000

∑x² = 32400

∑x² = 122400

= 240

= 180

n=3

= 200

n=1

n=3

= =

720 + 180 + 600

= 1500 = =

180000 + 32400 + 122400

= 334800

  xT 

2

 x

2



 x T  2

=

 N 

= 334800  –  = 13371,43

 x 

2

 x

1

2

b

=

n

  x 

2



2

n

= = 3771,43

 x

2

w

=

 x

2

t  

 x

2

b

= 13371,43  –  3771,43  3771,43 = 9600

  x b 2

RJKb

=

k   1

16

 x 

2



3

n

  xT 

2



 N 

= = 1885,72

  x RJKw

2

w

 N   k 

= =

= 2400

 RJKb

F hitung

=

 RJKw

= = 0,786

F tabel

k - 1 = 3 –  1  1 = 2

:

N –  k  k = 7 – 3 = 4

6,94

F hitung (0,786) < F tabel (6,94), maka tidak ada perbedaan ratarata antar kelompok pada penggunaan antidotum Natrium nitrit maupun Natrium thiosulfat setelah efek sianosis timbul pada keadaan hilang kesadaran. 

ANAVA saat kematian KCN

NaNO2

Na2S2O3

360

-

300

-

-

240

540

∑x = 900

∑x = -

∑x = 540

∑x² = 277200

∑x² = -

∑x² = 291600

= 300 n=3

=n=-

= 540 n=1

=

17

=

900 + 0 + 540

= 1440 = =

277200 + 0 + 291600

= 568800

  xT 

2

 x

2



 x T  2

=

 N 

= 568800  –  = 50400

 x 

2



1

2

 x b

=

n

  x 

2



2

n

= = 43200

 x

=

 x

=

50400 - 43200

2

w

2

t  

 x

2

b

= 7200

  x b 2

RJKb

=

k   1

= = 21600

  x RJKw

=

2

w

 N   k 

= = 7200

 RJKb

F hitung

=

 RJKw

18

 x 

2



3

n

  xT 

2



 N 

= = F tabel

3 k - 1 = 3 –  1  1 = 2

:

N –  k  k = 4 – 3 = 1

200

F hitung (3) < F tabel (200), maka tidak ada perbedaan rata-rata antar kelompok pada penggunaan antidotum Natrium nitrit maupun Natrium thiosulfat setelah efek sianosis timbul pada keadaan kematian.

 b. Pemberian obat saat kejang Keterangan Pada KCN

Pada NaNO2

Pada Na2S2O3



Sianosis

Kejang

Hilang kesadaran Waktu detik 10.27 300 10.34 240 10.44 180

waktu 10.24 10.32 10.43

Detik 120 120 120

waktu 10.26 10.31 10.44

detik 240 60 240

10.34

120

10.36

240

11.03

1860

10.59 11.00

120 120

11.00 11.01

180 180

-

-

10.37

120

10.37

120

10.40

300

10.43

480

10.46 10.52

60 120

10.47 10.53

120 180

10.48 10.55

180 300

10.51 11.07

360 1020

ANAVA saat sianosis

KCN (1) 120 120 120 ∑x = 360 ∑x² = 43200 = 120 n=3

Kematian

NaNO2 (2) 120 120 120 ∑x = 360 ∑x² = 43200 = 120 n =3

Na2S2O3 (3) 120 60 120 ∑x = 300 ∑x² = 32400 = 100 n =3

= =

360 + 360 + 300

19

waktu 10.28 10.35 10.45

Detik 360 300 240

Tidak Mati

= 1020 = =

43200 + 43200 + 32400

= 118800

  xT 

2

 x

2



 x T  2

=

 N 

= 118800  –  = 3200

 x 

2

1

 x

2

b

n

=

  x 

2



2

n

=

 x

=

800

=

 x

2

w

2

t  

 x

2

b

= 3200  –  800  800 = 2400

  x b 2

RJKb

k   1

= = =

400

  x RJKw

=

2

w

 N   k 

= =

400

 RJKb

F hitung

=

 RJKw

= =

1

20

 x 

2



3

n

  xT 

2



 N 

F tabel

:

k - 1 = 3 –  1  1 = 2

N –  k  k = 9 – 3 = 6

5,14

F hitung (1) < F tabel (5,14), maka tidak ada perbedaan rata-rata antar kelompok pada keadaan kejang sebelum penggunaan antidotum Natrium nitrit maupun Natrium thiosulfat yang diberikan ketika efek kejang.



ANAVA saat kejang

KCN 240 60 240 ∑x = 540 ∑x² = 118800 = 180 n=3

NaNO2 240 180 180 ∑x = 600 ∑x² = 122400 = 200 n=3

Na2S2O3 120 120 180 ∑x = 420 ∑x² = 61200 = 140 n=3

= =

540 + 600 + 420

= 1560 = =

118800 + 122400 + 61200

= 302400

  xT 

2

 x

2



 x T  2

=

 N 

= 302400  –  = 32000

 x 

2

 x

1

2

b

=

n

  x 

2



2

n

= = 5600

21

 x 

2



3

n

  xT 

2



 N 

 x

2

w

=

 x

2

t  

 x

2

b

= 32000  –  5600  5600 = 26400

  x b 2

RJKb

=

k   1

= = 2800

  x RJKw

=

2

w

 N   k 

= = 4400  RJKb

F hitung

=

 RJKw

= =

F tabel :

0.64

k - 1 = 3 –  1  1 = 2

N –  k  k = 9 – 3 = 6

5,14

F hitung (0.64) < F tabel (5,14), maka tidak ada perbedaan rata-rata antar kelompok pada penggunaan antidotum Natrium nitrit maupun Natrium thiosulfat setelah efek sianosis timbul pada keadaan kejang.



ANAVA saat hilang kesadaran

KCN 300 240 180 ∑x = 720 ∑x² = 180000

NaNO2 1860 ∑x = 1860 ∑x² = 3459600

Na2S2O3 300 180 300 ∑x =780 ∑x² = 212400

22

= 240 n=3

= 620 n =1

= 260 n =3

= =

720 + 1860 + 780

= 3360 = =

180000 + 3459600 + 212400

= 3852000

  xT 

2

 x

2



 x T  2

=

 N 

= 3852000  –  = 2239200

 x 

2

 x

1

2

b

=

n

  x 

2



2

n

= = 2222400

 x

=

 x

=

2239200 –  2222400   2222400

2

w

2

t  

 x

2

b

= 16800

  x b 2

RJKb

=

k   1

= = 1111200

  x RJKw

=

2

w

 N   k 

= = 4200

23

 x 

2



3

n

  xT 

2



 N 

 RJKb

F hitung

=

 RJKw

= = 264.57

F tabel

:

k - 1 = 3 –  1  1 = 2

N –  k  k = 7 – 3 = 4

6,94

F hitung hitung (0,786) (0,786) < F tabel (6,94), maka tidak ada perbedaan rata-rata antar kelompok pada penggunaan antidotum Natrium nitrit maupun Natrium thiosulfat setelah efek sianosis timbul pada keadaan hilang kesadaran.

PASCA ANAVA (UJI SCHEFFE) K 

-1) x F’ = (k -1)

F2 hitung =

ontras

ntras σ

Ftabel

1

Ko

(3-1) x 6.94 =

S*

(3-1) x 6.94 =

 Ns

(3-1) x 6.94 =

S*

13.88

vs 2 1

13.88

vs 3 2

13.88

vs 3

Jika F2 hitung ≥ F’ maka 2 kelompok berbeda signifikan (S*)



Anava saat kematian

KCN 360 300 240 ∑x = 900

NaNO2 ∑x = -

Na2S2O3 480 360 1020 ∑x = 1860

24

∑x² = 277200 = 300 n=3

∑x² = =n=-

∑x² = 1400400 = 620 n=3

= =

900 + 0 + 1860

= 2760 = =

277200 + 0 + 1400400

= 1677600

  xT 

2

 x

2



 x T  2

=

 N 

= 1677600  –  = 408000

 x 

2



1

2

 x b

=

n

  x 

2



2

n

= = 153600

 x

=

 x

=

408000- 153600

2

w

2

t  

 x

2

b

= 254400

  x b 2

RJKb

=

k   1

= = 153600

  x RJKw

=

2

w

 N   k 

= = 84800

25

 x 

2



3

n

  xT 

2



 N 

 RJKb

F hitung

=

 RJKw

= =

F tabel :

1.81

k - 1 = 3 –  1  1 = 2

N –  k  k = 4 – 3 = 1

200

F hitung (1.81) < F tabel (200), maka maka tidak ada perbedaan rata-rata antar kelompok pada penggunaan antidotum Natrium nitrit maupun Natrium thiosulfat setelah efek sianosis timbul pada keadaan kematian.

VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan mengenai tata laksana terapi antidot metode khas yaitu menggunakan Natrium Nitrit dan Natrium Tiosulfat. Pada praktikum ini bertujuan untuk memahami tujuan, sasaran dan strategi terapi antidot Natrium Nitrit dan Natrium Tiosulfat dalam menawarkan racun sianida Tujuan terapi antidot ialah untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga  bermanfaat untuk mencegah timbulnya efek berbahaya selanjutnya. Dengan demikian,  jelas bahwa sasaran terapi antidot ialah penurunan atau penghilangan intensitas efek toksik racun. Intensitas efek ini ditunjukkan oleh tingginya jarak antara nilai ambang toksik (KTM) dan kadar puncak racun dalam plasma atau tempat aksi tertentu. Strategi dasar terapi antidot meliputi penghambatan absorpsi dan distribusi (translokasi),  peningkatan eliminasi dan atau penaikkan ambang toksik racun dalam tubuh. Keberadaan racun tersebut ditentukan oleh keefektifan absorpsi, distribusi dan eliminasinya. Jadi, pada umumnya intensitas efek toksik pada efektor berhubungan erat dengan keberadaan racun di tempat aksi dan takaran pemejanannya. Pada dasarnya dalam praktek toksikologi toksikologi klinik, terapi antidot dapat dikerjakan dengan khas. Metode khas, ialah metode yang hanya digunakan bila senyawa yang kemungkinan bertindak sebagai penyebab keracunan telah tersidik (pada praktikum kali ini menggunakkan sianida), serta zat antidotnya ada (pada praktikum kali ini menggunakkan Natrium Nitrit dan Natrium Thiosulfat).

26

Kalium sianida digunakan sebagai zat penyebab keracunan sedangkan natrium nitrit dan natrium thiosulfat merupakan antidotum spesifik untuk keracunan sianida. Keracunan sianida sendiri berarti meningkatkan keberadaan zat beracun sianida di sel sasaran, di mana terjadi translokasi sianida dari jalan masuk ke tempat reseptornya. Hal ini menyebabkan perubahan sianida menjadi produk aktif yang stabil, sehingga dapat menimbulkan gejala efek toksik mulai dari jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang bahkan sampai kematian. Akibat yang ditimbulkan oleh racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan rute pemejanan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.  Natrium tiosulfat sebagai antidotum bekerja dengan mempercepat perubahan sianida dengan bantuan rhodanase menjadi tiosianat [SCN] - yang bersifat kurang toksik. Selain itu, tiosianat berbentuk ion sehingga dapat lebih mudah untuk diekskresikan. Setelah adanya percepatan eliminasi maka waktu eliminasinya menjadi lebih cepat (kurva eliminasi bergeser ke kiri) dan toksisitasnya juga menjadi berkurang (daerah di atas KTM menjadi lebih kecil).  Natrium nitrit bekerja dengan mekanisme hambatan bersaing (penghambatan distribusi). Natrium nitrit menghambat distribusi sianida dengan pembentukan produk sian methemoglobin yang kurang toksik dengan cara hambatan bersaing proses metabolisme sianida. Tetapi memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Penggunaan mencit dalam praktikum kali ini harus diseragamkan, baik jenis kelaminnya maupun bobotnya, supaya variabel-variabel yang mempengaruhi hasil dapat di kendalikan dari awal. Hewan uji juga harus dipuasakan minimal 18 jam supaya  penyerapan sianida maupun antidotum yang diberikan dapat optimal dan tidak dipengaruhi faktor makanan. Pada praktikum ini dibagi menjadi menjadi tujuh kelompok. Kelompok pertama dengan  pemberian KCN 0,5% secara subcutan dengan dosis 15mg/kgBB, kelompok kedua  pemberian

Natrium Nitrit 1% secara intra peritoneal dengan dosis 20mg/kgBB,

kelompok ketiga pemberian KCN seperti pada kelompok 1 dan pemberian Natrium  Nitrit saat terjadi terja di sianosis, kelompok keempat perlakuan sama dengan kelompok ketiga dan diberi Natrium Nitrit saat terjadi kejang, kelompok kelima pemberian Natrium Tiosulfat 25% secara intra peritoneal dengan dosis 1125 mg/kgBB, kelompok keenam

27

diberi perlakuan seperti kelompok satu dan diberi Natrium Tiosulfat saat terjadi sianosis, dan kelompok terakhir adalah kelompok ketujuh diberi perlakuan sama dengan kelompok enam dan diberi Natrium Tiosulfat saat terjadi kejang. Setelah dilakukakan seperti ketentuan kelompok masing  –   masing maka dicatat saat timbulnya gejala sianosis, kejang, gagal nafas , dan kematian. Lalu dibuat tabel  purata waktu timbulnya keracunan serta dilakuakan analisis data dengan cara  perhitungan anava. Pehitungan dimulai saat pemberian ketika sianosis dan pemberian saat kejang Setelah dihitung menggunakan uji anava 1 jalan pada pemberian saat sianosis ternyata

ada perbedaan perbedaan pada masing-masing kelompok. kelompok. Dari masing-masing gejala

tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar kelompok. Hal ini dimungkinkan saat pemberian Natrium Nitrit maupun Natrium Thiosulfat terlambat saat sianosis ataupun saat kejang karena kurung waktu antara keduanya sangat singkat. Sehingga tujuan awal untuk mencegah terjadinya keracunan lebih lanjut agar tidak terjadi kematian pada hewan uji tidak mengalami keberhasilan.

VIII. KESIMPULAN

Dari percobaan yang sudah dilakukan, didapatkan kesimpulan, yaitu : 1. Tujuan terapi antidot ialah untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga  bermanfaat untuk mencegah timbulnya efek berbahaya berbahaya selanjutnya. 2. Dari hasil perhitungan uji anava, didapat kesimpulan bahwa antara natrium nitrit dan natrium thiosulfat tidak menunjukkan perbedaan yang cukup berarti untuk menawarkan racun sianida. 3. Pemberian natrium nitrit lebih efektif diberikan saat terjadi efek sianosis karena dilakukan penghambatan pada saat fase absorbsi pada keracunan sianida. Sedangkan untuk efek kejang lebih efektif dengan pemberian antidotum natrium thiosulfat dibanding natrium nitrit. IX. DAFTAR PUSTAKA 

Depkes. 1995. Farmakope 1995.  Farmakope Indonesia IV. Jakarta: IV. Jakarta: Depkes RI



Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar . Yogyakarta: Laboratotium Farmakologi danToksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada



Loomis, I.A. 1978. Toksikologi Dasar Edisi III . Semarang: IKIP Semarang Press

28



Olson, K. R. 2007.  Poisoning and Drug Overdose 2nd edition. edition . USA: Prentice-Hall International Inc



Priyanto. 2007. Toksisitas Obat, Zat Kimia dan Terapi Antidotum. Antidotum . Jakarta: Leskonfi

Mengetahui,

Semarang, 11 Juni 2014

Dosen Pengampu

Praktikan

Ika Puspitaningrum, M.Sc.,Apt

Farida Yunisa L.

(1041211065) (1041211065)

Chilmia N. Fatiha, S.Farm,.Apt

Finia Deviacita

(1041211068) (1041211068)

Hananti Febriani P (1041211071)

Indah Hari Utari LAMPIRAN

A. Larutan sianida (dosis 15 mg/kgBB)

Dosis mencit terbesar =

x 34,1 g = 0,5115 mg

29

(1041211080)

C stok KCN

=

= 1,023 mg/ml

Vp

=

Larutan

= 0,5 ml x 25 mencit = 12,5 ml = 25 ml

KCN

= 1,023 mg / ml x 25 ml = 25,575 mg

= 0,5 ml

(± 5% = 24,296  –  26,85375  26,85375 mg) Data Penimbangan

Berat kertas + zat

= 27,2861 g

Berat kertas + sisa

= 0,27,2600 g

Zat

= 0,0261 g = 26,1 mg

C stok KCN sebenarnya

= 26,1 mg / 25 ml = 1,044 mg/ml

B. Larutan Natrium Nitrit (dosis 20 mg/kgBB)

Dosis mencit terbesar

=

C stok KCN

=

Vp

=

x 34,1g = 0,682 mg

= 1,364 mg/ml

= 0,5 ml

Larutan

= 0,5 ml x 25 mencit = 12,5 ml = 25 ml

 Na.Nitrit

= 1,364 mg/ml x 25 ml = 34,1 mg (± 5% = 32,395  –  35,805  35,805 mg)

Data Penimbangan

Berat kertas + zat

= 0,5529 g

Berat kertas + sisa

= 0,5187 g

Zat

= 0,0342 g = 34,2 mg

30

C stok NaNO2 sebenarnya= 34,2 mg / 25 ml = 1,368 mg / ml C. Larutan Natrium Tiosulfat (dosis 1125 mg/kgBB)

Dosis mencit terbesar

=

x 34,1 g = 38,3625 mg

C stok KCN

=

= 76,725 mg/ml

Vp

=

Larutan

= 0,5 ml x 25 mencit = 12,5 ml = 25 ml

 Na.Tiosulfat

= 76,725 mg/ml x 25 ml = 1918,125 mg mg

= 0,5 ml

(± 5 % = 1822,22  –  2014,03  2014,03 mg) Data Penimbangan

Berat kertas + zat

= 2,4258 g

Berat kertas + sisa

= 0,5375 g

Zat

= 1,9153 g = 1915,3 mg

C stok Na Tiosulfat Tiosulfat sebenarnya = 1915,3 mg/25 mg/25 ml 76,612 mg/ml

31

PERHITUNGAN DOSIS DAN VOLUME PEMBERIAN

A.



Dosis KCN

= 15 mg / KgBB



Dosis NaNO2

= 20 mg / KgBB



Dosis Na.Thiosulfat

= 1125 mg / KgBB



C stok KCN

= 0,838 mg / mL



C stok NaNO2

= 1,122 mg / mL



C stok Na.thiosulfat

= 68,452 mg / mL

Kelompok 6 (Pemberian KCN) 1. Berat badan mencit = 28,3 g

Dosis =

Vp

=

x 28,3g = 0,4345 mg

= 0,4066 mL = 0,41 ml

2. Berat badan mencit = 27,9 g

Dosis =

Vp

=

x 27,9 g = 0,4185 mg

= 0,4009 ml = 0,40 ml

3. Berat badan mencit = 26,7 g

Dosis =

Vp

x 26,7 g = 0,4005 mg

=

= 0,3836 ml = 0,28 ml

32

Pemberian Na2S2O3

1. Berat badan mencit = 28,3 g

Dosis =

Vp

=

x 28,3g = 31,8375 mg

= 0,4155 ml = 0,42 ml

2. Berat badan mencit = 27,9 g

Dosis =

Vp

=

x 27,9 g = 31,3825 mg

= 0,4097ml = 0,41 ml

3. Berat badan mencit = 26,7 g

Dosis =

Vp

x 26,7 g = 30,0375 mg

=

= 0,3920 ml = 0,39 ml

33

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF