teori keagenan
August 28, 2017 | Author: Friska Putri | Category: N/A
Short Description
teori untuk struktur kepemilikan...
Description
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS Vol. 5, No. 1, Pebruari 2005: 63 - 71
STRUKTUR KEPEMILIKAN DALAM BINGKAI TEORI KEAGENAN SLAMET HARYONO Dosen Tetap Prodi Keuangan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarata ABSTRACT Assymetry information or agency problems have been focused by accounting researcher in the last three decades. Considerable efforts have been made by accounting researchers to investigate reason and implication in bussiness includes in the stock prices. This study seeks to shed light on this issue and related to ownership stucture, The pattern of manager behaviour. Two aspects of information asymmetry between investors and management are identified and proxied in this study: (1) the availability of information, and (2) the willingness, resources, and ability to process the available information. Keywords: teori keagenan, struktur kepemilikan, informasi, manajer, dan investor. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena terjadinya asimetri informasi yaitu kesenjangan (gap) antara manajer dan pihak lain yang mempunyai sumber dan akses yang memadai untuk memonitor semua tindakan manajer karena perusahaan merupakan kumpulan perbagai kepentingan dari berbagai pihak yang kepentingan-kepentingan tersebut akan sangat ditentukan oleh pengelolaan manajemen (Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004). Secara teoritis kesuperioran manajer mendorong dan memotivasi manajer bersikap oportunistik. Manajer berusaha mentransfer kemakmuran pemilik perusahaan kepada dirinya, salah satunya dengan menggeser laba atau biaya masa mendatang ke periode sekarang atau sebaliknya untuk memoles laporan keuangannya (fashioning reports) melalui permainan akrual (Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004; Sulistyanto, 2004). Meskipun dalam berbagai literatur disebutkan bahwa tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Bathala, et. al.,1994). Yang terjadi adalah baik manajemen atau manajer perusahaan sering mempunyai tujuan yang berbeda yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama tersebut. Sehingga timbul konflik kepentingan antara para manajer dan para pemegang saham perusahaan (agency problem). Hal ini terjadi karena pengelola (manajer) mempunyai informasi mengenai perusahaan yang tidak dimiliki oleh pemegang saham (asymetry information) dan mempergunakannya untuk meningkatkan utilitasnya, padahal setiap pemakai bukan hanya manjemen membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi (Haryono, 2003a; Sulistyanto, 2004; Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004). Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan melalui mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut (Bathala, et.
63
JURNAL AKUNTANSI & I3ISNIS Vol. 5, No. 1, Pebruari 2005: 63 - 71
al., 1994). Akan tetapi dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yaitu agency cost (Haryono, 2002; Sulistyanto, 2004). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa konflik keagenan disebabkan antara lain oleh pembuatan keputusan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan pembuatan keputusan bagaimana dana tersebut diinvestasikan. Selain itu dari perspektif teori agensi laba sangat rentan terhadap adanya manipulasi oleh manajemen (Sanjaya 2004; Sulistyanto, 2004). Cara yang dapat ditempuh mengurangi biaya keagenan (agency cost) dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu peningkatan insiders ownership; meningkatkan dividend Payout Ratio; peningkatan pendanaan dengan hutang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen; institutional investors sebagai monitoring agents (Bathala, et. a1.,1994). Kepemilikan saham yang semakin menyebar antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investors dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost alasannya dengan kepemilikannya akan mampu mendukung aktifitas dan kebijakan manajemen. Kepemilikan institutional investors seperti perusahaan asuransi, bank, dan institusi lainnya mendorong peningkatan efektifitas monitoring kinerja manajemen (Roflqoh dan Jatiningrum, 2004). Kepemilikan saham yang terkonsentrasi oleh institutional investor akan lebih mengoptimalkan efektifitas pengawasan aktifitas manajemen karena besarnya dana yang ditanamkan. Struktur kepemilikan saham oleh pihak eksternal (institutional investors), penyebaran jurnlah pemegang saham (shareholders dispersion) dan kepemilikan saham oleh pihak internal (insiders ownership) mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan debt ratio (Bathala, et. a1.,1994). Prinsip pemisahan pemilik atau prinsipal dengan manajemen sebagai pengelola sebenarnya akan mempunyai efek potensial terjadinya masalah keagenan. Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Masalah tersebut akan berpengaruh pub terhadap harga surat berharganya karena pasar akan merespon segala peristiwa/informasi yang berakibat pada perubahan harapan manfaat yang akan diterimanya di masa datang (Sanjaya, 2004; Sulistyanto, 2004). Pengorbanan yang disebabkan .oleh masalah keagenan akan menjadi lebih tinggi apabila insider semakin bersikap oportunistik mempergunakan kapasitas yang dimilikinya. Untuk mereduksi perilaku oportunistik insiders digunakan berbagai instrumen pengawasan, supaya sesuai dengan tujuan owners. Cara monitoring dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah pembentukan dewan komisaris beserta komite audit. Selain itu perlunya kesetaraan kepentingan antara insiders dan outsiders owners atau dengan kata lain adanya perlindungan hak minority stockholders. Kepemilikan akan inewakili sumber kekuasaan (source of power) yang dapat menilai kinerja yang pada tahap selanjutnya menentukan kelangsungan jabatan manajer (Bathala, et. al.,1994). Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan (ownership structure) merupakan komposisi modal antara hutang dan ekuitas termasuk juga proporsi antara kepemilikan saham inside shareholders dan outside shareholders. Kepemilikan yang terkonsentrasi dalam 64
Struktur Kepemilikan dalam Bingkai Teori Keagenan
(Flaryono)
konteks good corporate governance. Semakin terkonsentrasinya kepemilikan, principal mempunyai insentif untuk memonitor agen, agar mereka bertindak selaras dengan kepentingan pemilik (Bathala, et. a1.,1994). Manajer dengan diberi insentif bagi karyawan berprestasi diharapkan akan mengurangi masalah keagenan karena mereka juga merupakan pemegang saham/kepemilikan manajerial (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan manajer juga sebagai pemilik maka manajer tidak akan merugikan kpentingan owners termasuk dirinya. ataupun dengan struktur kontrak kompensasi yang dikaitkan dengan kekayaan pemilik (Rofiqoh dan Jatiningrum, 2004). Apabila manajer ikut memiiiki perusahaan (insiders ownership), atau apabila pendapatan atau kompensasi manajer dikaitkan secara langsung dengan kekayaan pemilik maka manajer akan bertindak sebagaimana pemilik. Struktur kepemilikan mempunyai dua perspektif yaitu: apabila kepemilikan perusahaan menyebar, pengendalian pemilik cenderung lemah karena lemahnya pengawasan. Sedangkan kepemilikan rendah atau menyebar para pemilik minoritas kurang tertarik untuk melakukan pengawasan karena akan menanggung biaya pengawasan (monitoring cost) atau sebagian kecil manfaat yang diterima (Rofiqoh dan Jatiningrum, 2004). Konsentrasi kepemilikan dan hutang maupun ekuitas pada beberapa investor akan meningkatkan tingkat keuntungan karena karena dengan terkonsentrasinya kepemilikan akan memberikan insentif pemegang saham untuk memonitor tindakan manajer agar memilih tindakan yang sesuai dengan kepentingan pemilik. Konsentrasi kepemilikan memang mempunyai manfaat kontrol manajemen (Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004). Namun juga berpotensi menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena menurunkan nilai perusahaan. Pemegang saham yang terkonsentrasi akan lebih mementingkan pemenuhan kesejahteraan lainnya (Rofiqoh dan Jatiningrum, 2004). Seringkali hak-hak minoritas terabaikan karena pemegang minoritas akan selalu kalah dalam pengambilan keputusan strategis meskipun keputusan tersebut terkadang lebih tepat. Keputusan-keputusan yang dihasilkan bercorak dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan pemegang saham mayoritas (Bathala, et. a1.,1994). Kerugian lainnya adalah pemegang saham akan menanggung risiko bisnis dan biaya pengawasan sendiri. Terdapat pula potensi munculnya kontra poduktif adanya kepemilikan yang terkonsentrasi yaitu semakin besar kepemilikan mungkin sekali lemah dalam melindungi kepentingan mereka karena mungkin mereka mempunyai permasalahan governance dalam institusinya sendiri. Dalam perspektif komposisi kepemilikan yang memegang pengendalian, antara individu, keluarga atau kelompok keluarga, perusahaan induk (holding company), bank, institutional investors. Pemegang saham keluarga cenderung untuk keuntungan dalam pengendalian perusahaan. Institutional investor cenderung pada keuntungan finansial (Bathala, et. al.,1994).
Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mans satu atau lebih principal (pemilik) menggunakan orang lain atau agen (manajer) untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Di dalam teori keagenan, yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham/pemilik, sedangkan agen adalah manajemen yang mengelola harta pemilik. Principal menyediakan fasilitas dan
65
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS Vol. 5, No. 1, Pebruari 2005: 63 - 71
dana untuk kebutuhan operasi perusahaan. Agen sebagai pengelola berkewajiban untuk mengelola perusahaan sebagaimana dipercayakan pemegang saham (principal), untuk meningkatkan kemakmuran principal melalui peningkatan nilai perusahaan. Sebagai imbalannya agen akan memperoleh gaji, bonus, dan berbagai kompensasi lainnya (Sanjaya 2004; Sulistyanto, 2004): Praktik di perusahaan ternyata agen dalam aktifitasnya kadangkala tidak sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati di awal untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham, melainkan lebih cenderung untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Para manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya ditanggung oleh pihak lain (Sanjaya, 2004). Perilaku ini disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan tidak suka menanggung risiko atau risk averse (Bathala, et. al.,1994). Penyebab timbulnya konflik keagenan karena para pengambil keputusan tidak perlu menanggung risiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis atau tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik. Karena tidak menanggung risiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengarnankan investasi para pemegang saham. Penyebab lain konflik keagenan karena pemegang saham hanya berkepentingan dengan risiko sistematik saham perusahaan, karena mereka melakukan investasi pada portfolio. Sedangkan manajer berkepentingan dengan risiko perusahaan secara keseluruhan. Sehingga timbul ketidaksinkronan kepentingan antara manajer dan pemegang saham (Sanjaya, 2004; Sulistyanto, 2004). Konflik kepentingan antara tnanajer dan pemegang saham dapat diminimalkan melalui cara: manajer mungkin diberikan insentif atas tindakannya sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Apabila manajer adalah pemegang saham maka kepentingan mereka sejalan dengan kepentingan pemegang saham lain; tindakan manajer dapat dimonitor oleh dewan direksi atau pemegang saham sendiri. Pada kenyataannya tidak semua tindakan manajer dapat dimonitor secara baik karena kompleknya aktifitas dan semakin besarnya perusahaan. Kepemilikan saham yang menyebar maka pemilik dengan sedikit kepemilikan apabila melakukan monitoring akan menanggung semua biaya monitoring tetapi akan mendapatkan sebagian keuntungan saja karena harus berbagi dengan pemegang saham lainnya. Terdapat tiga macam biaya keagenan yaitu: biaya monitoring yang dikeluarkan oleh principal untuk mengawasi aktivitas dan perilaku manajer antara lain membayar auditor untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan dan premi asuransi untuk melindungi asset perusahaan; Biaya bonding yang ditanggung oleh manajer untuk memberi jaminan kepada pemilik bahwa manajer tidak melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. Sedangkan residual loss adalah biaya yang ditanggung principal untuk mempengaruhi keputusan manajer supaya meningkatkan kesejahtaraan principal. Struktur Modal Struktur modal merupakan perbandingan antara modal asing (outsiders) atau hutang dengan modal sendiri (insiders). Proporsi hutang dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap fluktuasi harga saham/nilai perusahaan. Namun pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya.
66
Struktur Kepemilikan dalarn Bingkai Teori Keagenan
(Haryono)
Para pemilik perusahaan lebih suka perusahaan menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan. Kepemilikan saham oleh manajer dan komisaris akan membuata kehati -hatian para insiders dalam mengelola perusahaan. Pengawasan dan Masalah Keagenan Semakin besar perusahaan akan semakin berpotensi timbulnya agency problem sebagai akibat adanya pemisahan antara fungsi pengambil keputusan dan penanggung risiko. Agency cost merupakan jumlah dari: pengeluaran biaya untuk monitoring oleh pemilik; pengeluaran manajemen karena penggunaan hutang dan pengeluaran residual loss. Sehingga tugas manajer dalam struktur modal perusahaan adalah menyeimbangkan agency cost of debt dengan agency cost of equity. Cara yang dapat ditempuh untuk mereduksi biaya tersebut yaitu melalui: meningkatkan insiders ownership. Alasannya insiders akan merasakan Iangsung manfaat dan konsekuensi keputusan yang diambilnya (Sulistyanto, 2004). Kepemilikan insiders merupakan insentif bagi para manajer dalam perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan mengola hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan seluruh pemegang saham. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan meningkatkan devidend payout ratio. Akibatnya adalah manajemen harus mencari dana dari luar untuk melakukan investasi. Adanya institutional investor dan shareholders dispersion sebagai monitoring agen dapat mengurangi agency cost (Bathala, et. al.,1994). Adanya kepemilikan oleh investor-investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan oleh instansi lain dalam bentuk perusahaan-perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insiders. Monitoring agents memainkan peranan secara aktif dan konsisten di dalam melindungi investasi saham yang mereka pertaruhkan di dalam perusahaan. Mekanisme monitoring terse but akan menjamin peningkatan kesejahteraan pemegang saham (Sulistyanto, 2004). Aktifitas monitoring tersebut antara lain dilakukan dengan menempatkan para komite penasehat (advisory committees) seperti auditor (Haryono, 2003b) yang akan bekerja untuk melindungi kepentingan pemegang saham eksternal. Fama dan Jensen (1983) menyatakan mekanisme monitoring dapat dilakukan dengan menempatkan dewan ahli (decision expert) yang tidak dibiayai oleh perusahaan dan tidak berada di bawah pengawasan dari manajemen, sehingga dapat memonitor para manajer secara lebih efektif. Monitoring dapat pula dilakukan saat rapat umum pemegang saham dengan memberikan penilaian dan pendapat -pendapat bagi insiders dalam menjalankan usaha. Semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh institutional investors akan menyebabkan monitoring menjadi semakin efektif, melalui pengendalian perilaku oportunistik para manajer (Bathala, et. al.,1994). Beberapa aiternatif yang ditawarkan di atas tidak akan serta merta menjamin bahwa dengan melakukan hal tersebut maka agency cost pasti akan menurun. Pada praktiknya mungkin juga yang terjadi adalah: kepemilikan insiders yang tinggi menurunkan penggunaan hutang karena penggunaan hutang tinggi malah akan menyebabkan biaya kebangkrutan dan financial distress. Ketika insiders yang menjadi 67
JURNAL AKUNTANSI & Vol. 5, No. 1, Pebruari 2005: 63 - 71
pemegang saham mayoritas sedikit terdiversifikasi dan menginginkan insentif dalam jumlah besar untuk mengufangi risiko financial. Perusahaan dengan kepemilikan insiders tinggi akan memiliki equity agency cost rendah tetapi memiliki debt agency cost tinggi, alasannya insentif yang diberikan kepada insiders setara dengan pemegang saham lain daripada kreditur, selanjutnya adanya peningkatan biaya keagenan hutang sehingga manajer mengurangi penggunaan hutang. Teori demand hypotesis menjelaskan bahwa perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh insiders menggunakan hutang dalam jumlah besar untuk mendanai aktifitas perusal -man. Insiders akan mempertahankan efektivitas control terhadap perusahaan, sedangkan supply hypotesis menjelaskan bahwa perusahaan yang dikontrol oleh insiders memiliki debt agency cost keel sehingga meningkatkan penggunaan hutang. Perusahaan tertutup memiliki debt agency cost rendah sehingga cenderung menggunakan hutang dalam jumlah besar. Peningkatan kepemilikan manajerial menyebabkan penurunan hutang dan dividen atau sebaliknya. Dampak lain yaitu kekayaan manajer tidak terdiversifikasi sehingga membayar dividen rendah. Penurunan dividen bertujuan untuk meningkatkan dana internal sehingga perusahaan menggunakan sumber internal daripada menggunakan hutang. Berdasarkan hubungan ini perusahaan hams menentukan kebijakan yang efektif untuk mengurangi konflik keagenan equitas maupun konflik hutang. Terdapat kaitan yang erat pula antra kepemilikan manajerial dengan risiko, kebijakan hutang, dan dividen. Perusahaan menurunkan pembayaran divide]] karena sebagian keuntungan untuk membayar hutang. Pengurangan proporsi keuntungan perusahaan dalam bentuk dividen dapat mengurangi konflik keagenan antara stockholder dan bondholder. Hubungan kausal negatif antara dividen dengan hutang menunjukkan terjadinya substitusi pada kedua kebijakan. Penggunaan hutang tinggi diikuti dengan pembayaran dividen rendah atau sebaliknya. Secara umurn perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang. Dengan dernikian, perusahaan yang memiliki jumlah aktiva tetap yang mudah untuk dijual akan menggunakan hutang yang lebih besar. Oleh karena itu, ada hubungan positif antara tingkat hutang dan collateral value asset (Moh'd, et. a1.,1998). Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa tangible asset menurunkan agency cost dan hutang dengan kata lain asset structure mempunyai hubungan positif dengan debt ratio. Kaitannya dengan tingkat pajak, untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka perusahaan seharusnya menggunakan proporsi hutang yang lebih besar. Semakin besarnya penggunaan hutang, nilai perusahaan akan meningkat. Tetapi setelah mencapai titik tertentu kenaikkan keuntungan dari penggunaan hutang akan lebih keel daripada kenaikan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan, sehingga nilai perusahaan akan turun. Insiders Ownership Large shareholder berperan penting dalam memonitor perilaku insiders. Dengan konsentrasi kepemilikan, maka pemegang saham besar seperti institutional
68
Struktur Kepemilikan dalam Bingkai Teori Keagenan
(Haryono)
investor dapat memonitor tim manajemen secara lebih efektif sehingga meningkatkan nilai perusahaan jika terjadi takeover. Kepemilikan institusional akan menggantikan kepemilikan insiders dan hutang dalam rangka meminimumkan agency conflict dalam perusahaan. Institutional investor berpengaruh negatif terhadap kepemilikan insiders. Semakin tinggi kepemilikan institusi,maka semakin mengurangi minat manajer untuk memperbesar kepemilikan saham di perusahaan (Bathala, et. al.,1994). Jensen (1996) menyatakan bahwa dalam free cash flow hypotesis yaitu bahwa kebijakan deviden digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan insiders sehingga mengurangi cost agency yang berkaitan dengan free cash flow. Mekanismenya yaitu: free cash flow untuk membayar dividen kas sehingga menghindari alokasi pada tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham atau nilai perusahaan. Cara lainnya dengan meningkatkan dividen untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari tambahan dana dari pasar modal. Perusahaan diawasi oleh tim pengawas pasar modal atau kreditur sehingga manaj er termotivasi mempertahankan atau meningkatkan kinerja sebagai representasi prestasi manajerial. Peningkatan dividen untuk stockholder yang menyukai dividen besar. Peningkatan dividen menyebabkan perusahaan memiliki sumber internal namun jumlah sedikit sehingga manajer memilih melakukan diversifikasi pada kesempatan investasi yang lebih menguntungkan (Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004). Pertumbuhan total asset menghasilkan pengaruh positif terhadap insiders ownership. Insiders akan tertarik menginvestasikan kekayaannya dalam perusahaan. Hal tersebut terjadi karena manajer mempunyai informasi tetang prospek growth perusahaan di masa mendatang. Ukuran perusahaan semakin besar, proporsi kepemilikan insiders akan semakin menurun. Kepemilikan insiders yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang saham rendah. Alasannya adalah manajer memiliki harapan investasi di masa mendatang dari sumber internal. Jika pemegang saham lebih menyukai dividen tinggi, maka menimbulkan konflik kepentingan antara kedua pihak atas peningkatan dividen. Kinerja perusahaan yang dimonitor oleh tim pengawas pasar modal akan menyebabkan manajer berusaha mempertahankan kualitas kinerja dan tindakan ini menurunkan konflik keagenan. Perusahaan yang menetapkan persentase kepemilikan insiders yang besar akan memberikan pembayaran dividen dalam jumlah kecil sedangkan perusahaan yang kepemilikan insiders kecil akan menetapkan dividen pada jumlah besar. Institutional Investors Pengaruh hutang terhadap kepemilikan institusional adalab positif karena kebijakan hutang menyebabkan perusahaan dimonitor oleh debtholder. Monitoring dalam perusahaan menjadi lebih ketat, maka manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan dari debtholder maupun shareholder. Kepemilikan institusional yang lebih mementingkan stabilitas pendapatan karena berkurangnya agency conflict dalam perusahaan (Bathala, et. al.,1994; Haryono, 2004). Dari sisi perusahaan, institutional investor mampu mengurangi konflik keagenan oleh karena itu kepemilikan insiders akan berkurang, kebijakan hutang dan 69
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS Vol. 5, No. 1, Pebruari 2005: 63 - 71
dividen. Menurut sisi institutional investor mungkin akan lebih tertarik untuk berinvestasi pada perusaliaan yang mempunyai mekanisme kontrol yang ketat dan dividen yang tinggi. Alasannya sebagai pemilik dengan kepemilikan yang tinggi akan mengharapkan investasinya di perusahaan aman dan menghasilkan return yang tinggi baik dalam bentuk dividen maupun capital gain (Jensen, 1986), Tingkat profitabilitas perusahaan merupakan suatu indikator kesehatan atau suatu perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan akan menyebabkan ketertarikan para fund manager untuk membeli saham perusahaan tersebut. Semakin tinggi institutional investor maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi biaya keagenan, sehingga perusahaan akan cenderung untuk menggunakan dividen yang lebih rendah (Moh'd, et. a1.,1998). Tetapi pada kondisi lain peningkatan profitabilitas mungkin juga akan diikuti dengan peningkatan pembayaran dividen. Dengan demikian profitabilitas tidak sepenuhnya mencerminkan penentuan pembayaran dividen. Perusahaan yang ketika memperoleh keuntungan memiliki kesempatan investasi sehingga menghadapi dua pilihan kebijakan antara membayar dividen atau capital expenditure. Ketika perusahaan memiliki perkembangan pesat, perusahaan dapat membagi dividen dalam jumlah kecil dan sebagian besar laba digunakan untuk biaya investasi. Pembayaran dividen rendah menyebabkan perusahaan memiliki sumber dana internal untuk keperluan investasi mendatang.
SIMPULAN Masalah keagenan merupakan masalah yang tak dapat diabaikan yang dipengaruhi oleh struktur modal perusahaan. Setiap kondisi mempunyai masalah yang berbeda dengan kondisi lainnya. Insiders dan outsiders ownerships mempunyai potensi untuk menimbulkan masalah keagenan, namun juga mempunyai peranan penting dalam mengurangi masalah keagenan juga. Ketika masing -masing pihak memanfaatkan kapasitas yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan pihaknya sendiri dengan mengabaikan pihak lain, maka alternatif solusi apapun tidak akan efektif.
DAFTAR PUSTAKA Bathala, C.T., et. al. (1994), Managerial Ownership, debt policy, and the impact of institutional holdings; and agency perspective", Financial Management 23, 38-50 Haryono, Slamet, 2002, Bisnis Berbasis Islam, Sosio Religia, Link Sas, Vol.! No.3. Yogyakarta. ----------- , 2003a, Tinjauan Deskriptif Penyajian Neraca di Jepang, Perancis dan Indonesia, Sosio Religia, Link Sas, Vol.1 No 7 . Yogyakarta ----------- , 2003b, Pengaruh Struktur Kantor Akuntan Publik terhadap Kualitas Judment, Sosio Religia, Link Sas, Vol.1 No. 5 . Yogyakarta. ----------- , 2004, Pengungkapan Informasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Share., ForSei. Vol.1 No. 1. Yogyakarta
70
Struktur Kepemilikan dalam Bingkai Teori Keagenan
(Haryono)
Jatiningrum C. Dan Rofiqoh I.,2004, Struktur Kepemilikan dan Manajemen Laba, Paper unpublished,Simposium Dwi Tahunan the Center for Accounting and Management Development, Universitas Teknologi Yogyakarta Jensen, M. (1986), " Agency costs of free cash flow, corporate finance, and takeovers", American Economic Review 76, 323-329. Jensen, M. and W. Meckling. (1976), " Theory of the firm : managerial behavior, agency costs, and ownership structure", Journal of Financial Economics 3, 305-360. Moh'd, M.A, et. AI.(1998), "The impact of ownership structure on corporate debt policy: A Time-Series Cross-Sectional Analysis", Financial Review, August, Vol.33, 85-99. Sanjaya, I.P. 2004, Reaksi Pasar terhadap Akrual Diskresioner Perusahaan-Perusahaan Manufaktur di BEJ yang membentuk Komite Audit Tahun 2001, Paper unpublished,Simposium Dwi Tahunan the Center for Accounting and Management Development, Universitas Teknologi Yogyakarta Sulistyanto,H.S., 2004, Seasoned equity Offerings: Pengujian Hubungan Asimetri Informasi dan Earnings Mangements, Paper unpublished, Simposium Dwi Tahunan the Center for Accounting and Management Development, Universitas Teknologi Yogyakarta Xijia Su, 1996, Accounting Disclosure and Information Environment:A Comparative Study of U.S. and Japanese Secudy Markets with Dynamic Modelling, Montreal, Quebec, Canada, www.Canada National Libraries.com
71
View more...
Comments