Teori Human Capital

July 18, 2017 | Author: arie_spp | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Teori Human Capital...

Description

TEORI HUMAN CAPITAL Secara teoritis pembangunan mensyaratkan adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM ini dapat berperan sebagai faktor produksi tenaga kerja yang dapat menguasai tehnologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Unutk mencapai SDM yang berkualitas dibutuhkan pembentukan modal manusia (human capital). Pembentukan modal manusia ini merupakan suatu untuk memperoleh sejumlah manusia yang memiliki karakter kuat yang dapat digunakan sebagai modal penitng dalam pembangunan. Karakter ini dapat berupa tingkat keahlian dan tingkat pendidikan masyarakat

Pentingnya modal manusia dalam pembangunan telah dimulai pada tahun 1960-an oleh pemikirannya Theodore Schultz tentang investment in human capital. Menurutnya pendidikan merupakan suatu bentuk investasi dalam pembangunan dan bukan merupakan suatu bentuk investasi. Dalam perkembangannya, Schultz memperlihatkan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan memposisikan manusia sebagai fokus dalam pembangunan telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini dapat dicapai melalui terjadinya peningkatan keahlian/keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja.

Secara empiris kondisi SDM di negara maju dengan negara sedang berkembang berbeda baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Negara sedang berkembang dihadapkan kepada suatu realitas bahwa produktifitas tenaga kerjanya rendah. Hal ini disebabkan karena kualitas SDM masih rendah. Sedangkan di negara-negara maju, pendidikan dapat

menjadi sebagai suatu investasi modal manusia (human capital investment). Akibatnya kualitas SDM nya tinggi sehingga produktivitas tenaga kerjanya juga tinggi.

Terdapat dua pendekatan penting dalam teori human capital yaitu: pendekatan Nelson-Phelps (1966) dan pendekatan Lucas (1988). Pendekatan oleh Nelshon-Phelps, Aghion dan Howitt (1966) menyimpulkan bahwa human capital merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Munculnya perbedaan dalam tingkat pertumbuhan diberbagai negara lebih disebabkan oleh perbedaan dalam stock human capital. Aghion dan Howitt mendukung pendekatan Nelson-Phelps tentang stock human capital yang menyimpulkan bahwa angkatan kerja yang lebih ahli dan terdidik akan lebih mampu mengisi kualifikasi lapangan pekerjaan yang ditentukan. Dengan kata lain pekerja yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mampu merespon inovasi yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu Negara (Meir dan Rauch,2000:216). Sedangkan pendekatan Lucas (1988) lebih menekankan adanya suatu signifikansi akumulasi human capital terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurutnya terdapat dua faktor yang menjadi penyebab adanya pembentukan human capital di suatu negara. Kedua faktor tersebut adalah pendidikan dan learning by doing.

Hasil penelitian

Barro (1998) menganalisis pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi 100 negara selama tahun 1960-1995. Variabel-variabel bebas ini antara lain: Government Consumption / GDP, Years of schooling (as proxy of human capital), Life Expectancy, Inflation rate, Rule of Law Index, Democracy Index, Fertility Rate, Investment / GDP,

Growth rate of Terms of Trade. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan GDP perkapita. Dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda hasil penelitian tersebut memberikan kesimpulan adanya pengaruh yang signifikan antara pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi. Secara lebih detail variabel human capital memiliki peranan lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dari pada varaibel physical capital.

2. TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI

Pembangunan ekonomi suatu negara dapat ditujukan untuk mencapai kesejahteraan hidup masyarakat secara berkelanjutan. Tujuan kesejahteraan merupakan suatu tujuan yang masih bersifat global dan sulit untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu negara. Dalam hal ini, teori ekonomi memberikan berbagai macam pendekatan untuk mengukur dan mengetahui tingkat kesejahteraan suatu negara. Salah satunya adalah dengan mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Secara konseptual pertumbuhan ekonomi suatu negara menunjukkan suatu perkembangan kegiatan ekonomi dari satu periode ke periode berikutnya. Kegiatan ekonomi yang dimaksud akan menghasilkan output (pendapatan). Sehingga pertumbuhan ekonomi pada dasarnya menunjukkan perkembangan output dari periode ke periode berikutnya. Guna mencapai tingkat output tersebut dibutuhkan akumulasi modal yang sesuai dengan tingkat output yang diinginkan. Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian ini secara matematis dapat diturunkan dari persamaan berikut (Meier dan Rauch, 2000 123):

Diasumsikan output merupakan fungsi dari modal (physical capital dan human capital), maka

Y = f (k) .

Bentuk khusus dari persamaan tersebut dapat dituliskan lagi menjadi

f(k) = Ak

Tingkat pertumbuhan ekonomi dari dua periode waktu yang berbeda dapat ditulis menjadi:

Berdasarkan pada formula di atas, maka pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang yang dihasilkan oleh perekonomian suatu wilayah. Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan ekonomi, yakni adanya proses pertumbuhan, output per kapita dan jangka waktu yang panjang dalam pertumbuhan ekonomi (Boediono, 1999:1 2). Aspek pertama menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis dan bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Aspek kedua adalah output per kapita yang menunjukkan output total dibandingkan dengan jumlah penduduk. Sedangkan aspek ketiga menunjukkan bahwa suatu pertumbuhan ekonomi dapat terjadi bila kenaikan output per kapita terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Guna mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi seperti yang dibarapkan, maka terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni : terdapatnya akumulasi modal, pertumbuhan penduduk kususnya pertumbuhan angkatan kerja dan terdapatnya kemajuan tehnologi (Todaro,2000:115).

Teori pertumbuhan ekonomi menurut Stren (1991:123) menjelaskan mengenai akumulasi modal fisik, kemajuan tehnologi (keahlian), adanya inovasi dan ide ide baru, pertumbuhan penduduk, dan bagaimana faktor faktor produksi yang ada digunakan. Secara umum perkembangan dalam teori pertumbuhan dapat dibedakan ke dalam tiga pemikiran, yakni teori pertumbuhan Harrod Domar, teori pertumbuhan Neoklasik dan teori pertumbuhan Endogen.

2.1. Teori Pertumbuhan Harrod Domar

Teori Harrod Domar merupakan pengembangan dari teori ekonomi makro Keynes dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Menurut Harrod Domar pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh dari akumulasi tabungan yang dilakukan oleh penduduki sehingga bermanfaat bagi kegiatan investasi (Gillis, dkk, 1996:41 42:Solow,1994:45). Secara matematis model pertumbuhan Harrod Domar dapat dituliskan sebagai berikut:

g = s/v

Dimana notasi g merupakan pertumbuhan ekonomi, s menunjukkan marginal propensity to save dan notasi v merupakan rasio antara modal dengan output (Capital Output Ratio).

Persamaan (1.5) tersebut menunjukkan bahwa keseimbangan dalam pertumbuhan ekonomi tergantung pada tabungan dan perbandingan modal dengan output. Menurut

Harrod Domar hanya pada kondisi dimana g s/v, pertumbuhan dalam kapasitas output akan sesuai dengan pertumbuhan permintaannya. Bila tingkat pertumbuhan yang terjadi melenceng dari jalur semestinya (warranted/natural rates), maka akan mengakibatkan ketidakstabilan dalam perekonomian. Pada keadaan ini tidak terjadi adanya penyesuaian sendiri ke posisi keseimbangan yang diharapkan. Kondisi dimana keseimbangan yang terjadi melenceng dari jalur semestinya disebut sebagai knife edge, sehingga memerlukan campur tangan pemerintah agar terjadi keseimbangan yang diharapkan.

Secara grafis fungsi produksi model pertumbuhan Harrod Domar dapat digambarkan sebagai berikut (Branson, 1989:571):

Gambar 1.1: Fungsi Produksi Harrod Domar Pada Gambar tersebut K merupakan modal, L merupakan tenaga kerja, v merupakan jumlah modal, a menunjukkan jumlah tenaga kerja dan Qo dan Q1 merupakan tingkat output pada Qo dan Ql. Menurut Harrod Domar guna mencapai tingkat output tertentu, maka dibutuhkan sejumlah modal dan tenaga kerja tertentu pula, sehingga rasio modal dan tenaga kerja akan bersifat tetap.

2.2. Teori Pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan Neoklasik yang dikembangkan oleh Solow (1956) dan pengikutnya didominasi oleh pemikiran mengenai pertumbuhan pendapatan per kapita

dalam jangka panjang dan perkembangan yang semakin meningkat. Dalam teorinya Solow memfokuskan perhatiannya pada proses pembentukan modal. Menurutnya tingkat tabungan merupakan tambahan pembiayaan terhadap stok modal nasional. Perekonomian dengan rasio K/L rendah, akan memiliki tambahan pendapatan modal (marginal productivity of capital) yang tinggi. Kemudian bila sebagian pendapatan ditabung, maka akan tedadi kenaikan dalam investasi. Sehingga hal ini akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi (Grossman dan Helpman, 1994:25).

Teori pertumbuhan Neoklasik muncul guna mengkritisi pendapat Harrod Domar mengenai pertumbuhan yang stabil. Menurut Neoklasik keseimbangan dalam pertumbuhan ekonomi tidak kaku seperti pada pendapatnya Harrod dan Domar. Bila pada Harrod Domar perbandingan antara modal dan tenaga kerja (K/L) dianggap tetap, maka dalam teori pertumbuhan Neoklasik dinyatakan bahwa perbandingan tersebut bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan yang mempengaruhinya. Sehingga keseimbangan yang dihasilkan tidak bersifat kaku. Dengan kata lain perekonomian dimungkinkan tidak berada dalam keseimbangan, meskipun dalam perkembangan berikutnya akan terdapat kekuatan yang menyebabkan kondisi keseimbangan tercapai lagi.

Teori pertumbuhan Neoklasik dapat diuraikan ke dalam suatu fungsi produksi Cobb Douglas, dimana output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan modal. Sedangkan tingkat kemajuan tehnologi merupakan variabel eksogen. Asumsi yang dipakai dalam model neoklasik adalah adanya constant return to scale, adanya substitusi antara modal dan tenaga kerja dan adanya penurunan dalam tambahan produktivitas (diminishing marginal productivity) (Branson, 1989:576). Fungsi produksi Cobb Douglas yang dimaksud adalah :

Q = f(K,L)

dimana. Y merupakan tingkat output, K merupakan modal dan L merupakan tenaga kerja. Persamaan outputnya dapat ditulis menjadi : Q = bK L 1-

dimana Q merupakan tingkat output, b merupakan tingkat kemajuan tehnologi, K merupakan modal, L merupakan tenaga kerja,  dan 1  merupakan elastisitas output terhadap input modal dan tenaga kerja.

Pesamaan (1.7) dirubah menjadi produktivitas per tenaga kerja, maka masing masing sisi dibagi dengan L, sehingga persamaannya menjadi : Q/L = b(K/L)  dengan  q = b(k)

dimana q = Q/L dan k = K/L. Secara grafis hubungan antara q dengan k dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1.2: Keseimbangan Pertumbuhan Neoklasik

Pada gambar di atas gambar fungsi produksi f(k) merupakan rasio modal terhadap tenaga kerja dan dibuat dengan anggapan bahwa marginal product dari k menurun. Kurva (gl/s) merupakan kurva yang menunjukkan rasio antara pertumbuhan tenaga kerja (gl) dengan marginal propensity to save (s). Kurva (gl/s) k merupakan garis lurus karena baik gl dan s merupakan koefisien yang nilainya diberikan secara eksogen (konstanta), sehingga (gl/s) merupakan konstanta pula. Oleh karena itu (gl/s)k merupakan garis lurus dengan kemiringan sebesar (gl/s) (Boediono, 1999:90).

Perkembangan perekonomian sepanjang fungsi produksi f(k) dengan adanya kenaikan dalam k dari kl, k2 sampai k*, maka akan meningkatkan rasio modal terhadap tenaga kerja (k=K/L). Peningkatan dalam k ini akan diringi dengan kenaikan dalam output per pekerja (q=Q/L) pada. titik q*. Sehingga keseimbangan akan terjadi pada, perpotongan antara kurva (g1/s)k dengan kurva f(k), yakni pada q* dan k*. Kondisi terebut merupakan keseimbangan yang bersifat stabil. Bila terdapat kondisi yang tidak stabil ((gl/s)k  f(k)), maka akan terdapat kekuatan yang mendorong terjadinya keseimbangan.

Selain masalah keseimbangan dalam pertumbuhan ekonomi, analisis teori pertumbuhan Neoklasik juga menunjukkan adanya konvergenitas pertumbuhan ekonomi antar negara. Berdasarkan teori pertumbuhan Neoklasik, maka hukum pertambahan hasil yang menurun menyebabkan pertambahan output mengalami penurunan, meskipun terjadi pertambahan pada modal. Secara grafis hal ini dapat dilihat pada. gambar berikut :

Gambar 1.3:

Konvergenitas Dalam Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Pada gambar tersebut, k menunjukkan rasio modal terhadap tenaga kerja, q menunjukkan rasio output terhadap tenaga kerja dan f(k) merupakan fungsi dari rasio antara modal terhadap teriaga kerja (k). Meskipun k meningkat dalam jumlah yang sama ((ko,kl)=(k2,k3)), tetapi kenaikan dalam. q akan lebih besar pada perekonomian dengan kondisi awal k yang rendah ((qo,ql) > (q2,q3)).

Oleh karena itu menurut teori Neoklasik, negara miskin dengan tingkat rasio modal terhadap tenaga kerja (k) rendah dapat memiliki tambahan produktivitas modal (marginal productivity of cqpital=Q/K) yang tinggi, sehingga akan dapat meningkatkan pertumbuhannya guna mengejar ketertinggalannya dengan negara maju. Hal ini karena di negara maju terjadi pertambahan hasil yang semakin menurun (diminishing marginal qf capital). Sehingga menurut teori pertumbuhan Neoklasik akan terjadi konvergenitas pendapatan perkapita antar negara negara miskin dengan negara maju (Barro, 1991:407 ; Cronovich,2001:6).

2.3. Teori Pertumbuhan Endogen

Teori Pertumbuhan endogen merupakan suatu teori pertumbuhan yang menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang bersumber dari dalam suatu sistem (Romer, 1994:3 ; Barro dan Martin, 1999:38). Teori pertumbuhan endogen muncul sebagai kritik terhadap teori pertumbuhan Neoklasik mengenai diminishing margirtul produciivdy of cupital dan konvergenitas pendapatan di berbagai negara. Berdasarkan studi empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak adanya konvergenitas pendapatan

di berbagai negara (Rotner, 1994:4). Hal ini karena pada negara negara yang sudah maju, telah mengembangkan tehnologi yang dapat meningkatkan kapasitas produksinya. Kemajuan tehnologi tersebut salah satunya didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mereka dapat melakukan inovasi tehnologi yang dapat memberikan manfaat besar terhadap pembangunan. Sehingga walaupun negara berkembang mampu meningkatkan akumulasi modal fisiknya, akan tetapi perkembangan tersebut belum dapat mengejar ketertinggalan dengan negara maju. Dalam hal ini teori perumbuhan endogen menjelaskan mengapa akumulasi modal tidak mengalami diminishing return, tetapi justru. mengalami increasing return dengan adanya spesialisasi dan investasi di bidang sumber daya manusia (Meier, 2000:75).

Teori pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasai, yakni (Rivera Butiz dan Romer. 1991.530 555) , pertama, perubahan tehnologi yang bersifat endogen melalui proses akumulasi pengetahuan ; kedua, adanya penciptaan ide baru oleh perusahaan sebagai akibat adanya mekanisme spillover dan learning by doing dan ketiga, produksi barang barang konsumsi yang dihasilkan oleh fungsi produksi pengetahuan yang tumbuh tanpa batas.

Teori pertumbuhan endogen yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) merupakan awal kebangkitan dari pemahaman baru mengenai faktor faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Pack, 1994:55). Hal ini seiring dengan perkembangan dunia yang ditandai oleh perkembangan tehnologi modern yang digunakan dalam proses produksi. Sehingga permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tidak bisa dijelaskan secara baik oleh teori Neoklasik, seperti penjelasan mengenai

decreasing return to capital, persaingan sempurna dan eksogenitas tehnologi dalam model pertumbuhdn ekonomi (Grossman dan Helpman, 1994: 27).

Munculnya teori pertumbuhan endogen dapat dinyatakan dalam suatu persamaan : Y AK, dimana Y merupakan tingkat output, A menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi (tehnologi, sedangkan K merupakan stok modal fisik dan sumber daya manusia. Dalam model pertumbuhan tersebut tidak terjadi penurunan hasil yang menurun dari modal (diminishing marginal of capital) seperti pada teori neoklasik. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai eksternalitas (sumber daya manusia, kemajuan tehnologi) yang dapat mengimbangi berbagai kecenderungan terjadinya penurunan hasil (Pack, 1994:56:Romer dan Martin, 1999:40). Dalam hal ini Romer menekankan pentingnya eksternalitas yang berhubungan dengan pembentukan modal manusia dan pengeluaran untuk kegiatan penelitian. Dengan model pertumbuhan Y=AK dimana =l, maka model pertumbuhan endogen menunjukkan bahwa akumulasi modal, pengetahuan dan pengalaman (learnig by doing) tidak akan mengalami pertambahan hasil yang menurun. Sehingga terdapatnya peningkatan dalam rasio K/L, maka akan dapat meningkatkan Y/L secara proporsional. Kemudian rasio K/Y atau Capital Output Ratio (COR) akan tetap meskipun terjadi penurunan hasil yang semakin menurun.

3.PERANAN MODAL MANUSIA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

Modal manusia dapat menjadi sumber daya manusia yang handal dalam pembangunan apabila kualiasnya tinggi. Dalam hal ini sSumber daya manusia dalam pembangunan memiliki peranan penting dalam kaitannya untuk meningkatkan kualitas

pembangunan dan menjaga kelangsungan pembangunan itu sendiri. Dalam kaitannya dengan teori pertumbuhan ekonomi, maka Krugman (1994) mengatakan bahwa investasi sumber daya manusia menjadi lebih penting peranannya dalam pembangunan. Hal ini karena kegiatan dalam akumulasi modal fisik dapat mengakibatkan penambahan hasil yang menurun dalam penggunaan modal (marginal diminishing return of capital), sedangkan pembangunan membutuhkan kelangsungan dalam jangka panjang. Sehingga adanya investasi sumber daya manusia dapat meningkatkan kemajuan tehnologi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kenaikan produktivitas penduduk (Deolalikar, 1997:13).

Sumber daya manusia yang berkualitas bagi negara sedang berkembang merupakan faktor penting dalam upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dengan negara lain. Era informasi dan tehnologi yang berkembang dewasa ini semakin membuktikan bahwa penguasaan, tehnologi yang baik akan berdampak pada kualitas maupun kuantitas pembangunan itu sendiri. Agar tehnologi dapat dikuasi, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kontek proses produksi, maka adanya penguasaan tehnologi yang baik, maka akan mendorong terjadinya inovasi tehnologi. Inovasi tehnologi tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan penemuan produk produk baru dan cara produksi yang lebih efisien (Barro, 1991:408 ; Mankiw, dkk, 1992:92 Romer, 1994:36).

Guna mencapai sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibutuhkan beberapa, upaya, diantaranya adalah dengan melakukan pengembangan sumber daya manusia. Schultz mengemukakan beberapa upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, diantaranya adalah terdapatnya pendidikan yang diorganisasikan secara formal pada tingkat dasar, menengah dan pendidikan pada tingkat tinggi (Jhingan, 1996:521 522).

Manfaat dari adanya pendidikan bagi pembangunan ekonomi suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari pendapat Todaro (2000:343), yakni :

1. dapat menciptakan tenaga kerja yang lebih produktif, karena adanya peningkatan pengetahun dan keahlian ; 2. tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas 3. terciptanya suatu kelompok pemimpin yang terdidik guna mengisi jabatan-jabatan penting dalam dunia usaha maupun pemerintahan ; 4. tersedianya berbagai macam program pendidikan dan pelatihan yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan dalam keahlian dan mengurangi angka buta huruf.

Perkembangan dalam kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari berbagai aspek. Berbagai penelitian yang ada menunjukkan bahwa terdapat beberapa parameter untuk mengetahui perkembangan kualitas sumber daya manusia, seperti angka indek guna pendidikan (Bank Dunia, 2000:206) ; angka melek huruf, kesehatan dan pendidikan (Deolalikar, 1997:134 137).

Tinjauan dari aspek pendidikan menunjukkan bahwa perkembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari angka partisipasi sekolah (enrolment ratio), yakni rasio jumlah siswa terdidik pada usia sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah, baik usia sekolah pada tingkat dasar, menengah maupun tingkat perguruan tinggi (Ghatak dan Siddiki,1999:1 33 ; Siddiki dan Daly, 2002:1 30: Mankiw, Romer dan Weil 1992:407 437).

Semakin besar rasio tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi penduduk terhadap pendidikan di sekolah mengalami peningkatan. Sebaliknya semakin rendah rasio

tersebut menunjukkan tingkat partisipasi penduduk terhadap pendidikan di sekolah rendah. Sehingga indikator angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan perkembangan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan. Investasi yang cukup besar pada sumber daya manusia dapat mendorong peningkatan dalam angka partisipasi sekolah. Peningkatan dalam angka partisipasi sekolah (enrolment ratio) dapat berdampak pada peningkatan kualitas maupun kuantitas pembangunan suatu negara.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF