Teori Dasar Magnetic Resonance Imaging
November 15, 2017 | Author: hendranatj | Category: N/A
Short Description
MRI...
Description
Magnetic Resonance Imaging Hendrana Tjahjadi Jurusan Teknik Elektro Program Doktoral Universitas Indonesia
Abstract—Penerapan teknologi canggih dibidang kesehatan digunakan untuk membantu meningkatkan kualitas dalam pelayanan kesehatan. Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu contoh penerapan teknologi canggih pada pelayanan kesehatan.MRI tergolong teknologi baru dibidang radiologi dan tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas pelayanan MRI. Metode penulisan jurnal ini menggunakan studi literature.Pada Journal ini akan dibahas mengenai prinsip dasar MRIserta komponen-komponen pendunkung dari MRI.Sehingga diharapkan dapat membantu memahami lebih mendalam tentang prinsip kerja dari MRI . Key words—MRI, Gradient Coil, T1, T2. Gambar.1 Proton saat melakukan spin[1]
I. PENDAHULUAN Pada awalnya MRI dikenal dengan nama Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Resonance). Hal ini disebabkan prinsip dasar MRI bersumber pada pemanfaatan nucleus bermuatan positif atau proton yang berinteraksi dengan gelombang radio didalam suatu medan magnet yang sangat kuat. Namun karena presepsi masyarakat luas yang negatif terhadap nuklir maka NMR diganti menjadi Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI merupakan alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi yang dapat menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh manusia. MRI memiliki kemampuan menghasilkan gambaran jaringan lunak secara axial,coronal dan sagittal tanpa merubah posisi tubuh pasien.Walaupun posisimya terletak pada Instalasi Radiologi Rumah Sakit namun MRI tidak menghasilkan radiasi seperti pada peralatan lainnya yang terdapat di Instalasi Radiologi. II. PRINSIP DASAR MRI Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air yang mengandung dua atom hidrogen dengan nomor atom ganjil. Didalam inti atom hidrogen memiliki satu proton. Inti hidrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia yaitu 1019 inti/ mm³ dan memiliki gaya magnetik (gyromagnetic) terkuat dibandingkan unsur lainnya.
Proton memiliki sifat yang hampir sama dengan sifat sebuah magnet. Sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan putaran pada sumbunya (spin ) secara kontiniu..Berdasarkan teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian dapat diibaratkan proton seperti sebuah magnet yang kecil. Telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron yang tidak bermuatan dan proton yang bermuatan positif. Proton tersebut bersifat magnetik dan memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan selatan, mirip dengan sebuah magnet kecil. Proton dengan kutubnya tersebut disebut Magnetic Dipole . Pada unsur dengan nomor atom genap, proton-proton akan berpasang-pasangan sehingga efek magnetiknya akan saling meniadakan. Karena tidak ada magnetisasi pada unsur dengan nomor atom genap maka tidak terdapat inti bebas sehingga akan sulit untuk dirangsang agar terjadi pelepasan sinyal. Sebaliknya unsur dengan nomor atom ganjil memiliki inti atom bebas yang akan menghasilkan magnetisasi sehingga mudah untuk melakukan pelepasan sinyal..Begitu pula dengan unsur selain hidrogen yang memiliki nomor atom ganjil. Sehingga memungkinkan untuk melakukan pengembangan pemeriksaan MRI pada jaringan yang mengandung Natrium (11Proton dan 12 neutron ), Phospor (15 proton dan 16 neutron ) dan Potassium ( 19 proton dan 20 neutron ).
Dalam keadaan normal proton hidrogen dalam tubuh tersusun secara acak sehingga tidak mengahasilkan jaringan magnetisasi.Namun ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet utama (Bo) pada pesawat MRI, arah dari magnetik dipole dari proton tubuh pasien akan berada pada dua keadaan yaitu searah ( parallel ) dan tidak searah ( antiparallel ) dengan arah kutub medan magnet utama (B0) MRI. Proton yang tidak searah memiliki energi yang cukup tinggi sehingga dapat melawan kekuatan medan magnet utama MRI (B0) .Jumlah selisih antara proton yang searah dengan yang berlawanan arah amatlah sedikit dan tergantung juga dari kekuatan medan magnet utama pesawat(B0). Jumlah selisih inilah yang akan menjadi kelompok inti bebas (tidak berpasangan ) sehingga membentuk jaringan magnetisasi. Pada proses selamjutmya jaringan magnetisasi ini yang akan berpengaruh ketika dimulainya proses pembentukan gambar pada MRI. Secara ringkas saat proses pembentukan gambar pada MRI, proton akan melewati tiga fase yaitu; Fase Precession , Fase Resonansi dan Fase Relaksasi. Setelah melewati tiga fase tersebut maka proton akan memancarkan sinyal yang dikenal dengan nama Free Induction Decay (FID). Kemudian sinyal FID ini akan diterima oleh antena berbentuk coil sebagai raw data dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi menjadi gambar digital. A. Fase Precession Fase precission dimulai ketika pasien masuk kedalam magnet utama dari MRI maka proton-proton dari inti hidrogen akan membentuk jaringan magnetisasi yang memiliki arah cenderung dengan arah kurub medan magnet utama pesawat MRI(B0). Arah kutub medan magnet utama dikenal juga dengan arah longitudinal (Z axis). Saat pasien masuk kedalam magnet, proton selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing yang disebut gerakan procession yaitu pergerakan yang berpusat pada bagian dasarnya,
Unpaired Protons
Unpaired Neutrons
Net Spin
1
1
0
1/2
42.58
2
1
1
1
6.54
P
1
0
1/2
17.25
Na
1
2
3/2
11.27
1
1
1
3.08
0
1
1/2
10.71
1
0
1/2
40.08
Nuclei H H
31 23
14
N
13
C
19
F
(MHz/T)
Tabel.1 Faktor Gyromagnetic[3]
Gerakan procession menghasilkan suatu frekuensi yang didapat dari berapa banyak proton melakukan gerakan procession dalam satu detik.Besarnya frekuensi tergantung dari jenis atom dan kekuatan medan magnet luar yang mempengaruhinya, dalam hal ini kekuatan medam magnet pesawat MRI (B0). Frekuensi tersebut dikenal dengan nama Larmor Frequency (ω0).Frekuensi Larmor dapat dihitung berdasarkan rumus Larmor sebagai berikut ω0 = .B0
(2.1)
Dimana ω0 merupakan frekuensi Larmor (MHz) kemudian adalah faktor gyromagnetic (MHz/T ) dan B0 adalah kekuatan medan magnet utama MRI dalam satuan Tesla (T). Kita dapat mengetahui besarnya frekuensi Larmor pada MRI 0.5 T, dengan cara memasukan factor gyromagnetic hydrogen ( )dari table 1 yaitu ; 42.58 MHz/T kemudian masukan besar medan magnet (B0) sebesar 0.5T kedalam rumus Larmor ω0 = .B0 sehingga didapat frekuensi Larmor pada MRI 0.5 T adalah sebesar 21.29 MHz B. Fase Resonansi Jaringan magnetisasi sulit dideteksi dan diukur karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi magnet utama pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari jaringan magnetisasi tersebut. Untuk mengubah arahinduksi tersebut maka digunakanlah RadioFrequency. Mengetahui secara tepat frekuensi Larmor dari proton sangat mutlak untuk menentukan besarnya Radio Frequency (RF) yang akan dipancarkan untuk mengubah arah orientasi proton yang membentuk jaringan magnetisasi. Pada saat fase precession Radio Frequency (RF) dipancarkan dari RF Amplifier yang merupakan salah satu Hardware dari MRI. Proses resonansi terjadi ketika besarnya Radio Frequency sama dengan besarnya frekuensi Larmor dari proton. Pada saat proses resonansi terjadi maka proton akan menyerap energi dan mulai bergerak meninggalkan arah longitudinal yang sejajar dengan arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal yaitu tegak lurus terhadap sumbu
Gambar.2 Proton pada fase precession [2]
medan magnet pesawat. Proses resonansi menghasilkan magnetisasi transversal. Proton yang dapat dipengaruhi oleh.
Gambar.3. Proton pada fase resonansi, A.Posisi longitudinal B. Posisi Transvesal [1]
Radio Frequency hanyalah proton yang memiliki frekuensi Larmor yang sama dengan besarnya Radio Frequency.Fase proton proton bergerak meninggalkan sumbu longitudinal menuju arah transversal disebut sebagai fase resonansi. C. Fase Relaksasi Proton-proton hydrogen berada pada bidang transversal hanyalah bersifat sementara, ketika sinyal Radio Frequenscy dihentikan maka proton-proton akan kembali ke posisi Longitudinal. Saat Radio Frequency dihentikan maka proton proton secara perlahan –lahan akan kehilangan energinya dan mulai bergerak meninggalkan arah transversal menuju kembali kearah longitudinal (recovery). Proses kembalinya posisi proton-proton pada posisi awal dinamakan sebagai fase relaksasi. Pada saat proton-proton kembali ke posisi awal, maka proton akan menginduksikan signal dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dikenal dengan nama Free Induction Decay( FID) yang kemudian akan diterima oleh antenna berupa sebuah kumparan penerima . Waktu yang dibutuhkan untuk proton kembali pada posisi transversal dibagi menjadi dua pembagian yaitu T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu yang diperlukan proton- proton hydrogen untuk kembali pada posisi longitudinal dengan memakan waktu sekitar 63% dari recovery time.T1 mencerminkan tingkat transfer energi frekuensi radio (RF) dari proton-proton pada keseluruhan jaringan sekitarnya (TissueLattice).Sehingga T1 biasa pula dikenal dengan istilah Spin Lattice-Relaxation, dimana besar T1 tergantung pada kepadatan serta struktur kimiawi dari materi jaringan yang diperiksa. Jika waktu T1 makin lama maka akan diperoleh signal yang semakin besar. Ketika Radio Frequncy dengan kekuatan energy yang dapat membuat sudut precession dari proton berubah menjadi sebesar 90° (RF 90° ) maka akan diperoleh signal dari arah
transversal secara maksimum. Namun ketika sinyal RF 90° dihentikan, maka magnetisasi transversal yang pada awalnya
Gambar.4. C.Proses T2 D. ProsesT1[1]
memancarkan signal maksimum, berangsur-angsur mulai berkurang (Decay). Pada saat gerakan precession dimulai, proton-proton berada dalam kecepatan yang sama, namun secara perlahan satu sama lain terlihat saling meninggalkan. Sehingga terjadi peristiwa dephasing yaitu proton dengan tingkat energi lebih besar melakukan over lapping pada proton lainnya pada waktu melakukan putaran procession.T2 merupakam waktu yang diperlukan proton-proton untuk mencapai dephasing Peristiwa tersebut disebabkan karena adanya interaksi dari masingmasing proton dengan proton-proton disekitarnya (spin-spin interaction). Peristiwa terjadinya T2* merupakan suatu fenomena tambahan yang dikonstribusikan dari kenyataan bahwa medan magnetic dari pesawat MRI idak benar-benar homogen.Akibat dari tidak homogennya medan magnet MRI maka akan menghasilkan magnetisasi proton proton lokal yang tidak homogen (local inhomogeneity). Local inhomogeneity meningkatkan interks antar spin-spin dan mempercepat dephasing sehingga mempercepat penurunan besarnya signal FID ke nilai nol. Hal ini berarti terdapat adanya signal yang hilang.
III. MAGNET
Gambar.5. Perbedaan citra T1 dengan T2 [3]
Magnet pada MRI mempunyai fungsi sebagai penentu kualitas image, semakin besar kuat medan magnet semakin besar spectrum usur yang dapat diolah sehingga gambar semakin tajam.Magnet pada MRI juga berfungsi sebagai penyearah dari proton-proton,Namun besarnya medan magnet untuk aplikasi medis dibatasi hanya sampai 1,5 Tesla, sedangkan untuk riset yang menggunakan tubuh manusia dibatasi sampai 3 Tesla. Selain untuk keamanan kalau magnet terlalu besar kontras yang dihasilkan tidak bagus karena terdapat peristiwa yang dikenel dengan chemical shift artifact. Pada saat ini MRI menggunakan 3 jenis magnet utama, dengan keterangan sbb;
Gambar.6. Proses T1 dan T2 saat relaksasi [2]
T2 membutuhkan waktu sebesar 37% dari waktu relaksasi Waktu tersebut merupakan nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang diakibatkan oleh medan magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nilai T2 yang sebenarnya. Hadirnya T2* mempersepat signal menuju ke nol, oleh karena itu prosedur pemeriksaan MRI salah satunya adalah mengurangi atau menghilangkan efek T2*, sehingga diperileh nilai T2 yang sebenarnya. Sementara jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek mengalami dephasing sangat cepat sehingga intensitas sinyal yang dihasilkan sangat besar. Jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek akan kelihatan hitam pada pembobotan T2.Waktu relaksasi T1 dan T2 terjadi bersamaan pada saat eksitasi jaringan oleh gelombang radio (RF) dan merupakan suatu proses kerja yang berlawanan yaitu saat proses recovery ke magnetisasi longitudinal diimbangi dengan proses peluruhan kurva relaksasi T2. Jika nilai T2 besar maka signal yang dihasilkan juga besar. Jadi proses dephasing diakibatkan oleh hasil interaksi spin-spin yang sebenarnya dan interaksi spin spin akibat medan magnet yang tidak homogen
Gambar.7. Magnetic Resonance Imaging [3]
A. Magnet Permanent Keuntungan utama dari magnet permanent ini adalah tidak membutuhkan supply listrik untuk magnetisasinya, oleh karena itu biaya pengoperasiannya relative rendah. Arah medan magnet utama (Bo) dari selatan ke utara atau dari bawah ke atas sehingga dapat digunakan untuk open configurasi.Kelemahannya kekuatan medan magnet kecil dan tidak merata sehingga kualitas gambar rendah.Sedangkan dari segi fisik sangat berat. A. Magnet Elektromagnet Kuat medan magnetnya tergantung dari banyaknya dan diameter kawat gulungan ,juga besarnya arus listrik pada kawat tsb..Untuk menghasilkan medan magnet yang besar dibutuhkan banyak kawat yang dibuat pararel. Namun pada MRI tidak mungkin dibuat susunan kawat pararel, untuk menghasilkan efek yang sama maka satu kawat dibuat menjadi suatu lilitan.Keuntungannya; magnet dapat di hidup atau dimatikan secara langsung, kekuatan medan magnet lebih besar dari permanent.Secara fisik rimgan. Kelemahannya; membutuhkan
daya listrik yang besar, suhu disekitar magnet sangat panas. berat. B. Magnet Superkonduktor Kelemahan dari system elektromagnetik adalah adanya nilai tahanan pada kawat lilitan sehingga membutuhkan daya yang besar.Untuk menhilangkan tahanan maka bahan kawat diganti dari jenis superkonduktor.Pada superkonduktor nilai tahanan adalah nol. Saat ini MRI menggunakan superkonduktor Nb-Ti (Niobium Titanium) yang bersifat superkonduktor pada suhu Helium cair (-273° C). Untuk tetap bersifat superkonduktor maka lilitan harus tetap terendam helium cair, apabila volume helium cair dibawah standart yang ditetapkan maka akan terjadi peristiwa Quench. Pada peristiwa Quench akan terjadi pelepasan arus didalam lilitan sehingga magnet hilang, selain itu juga terjadi perubahan
A. Gradient Magnet Pada setiap MRI memiliki magnet kedua dengan nama gradient magnet. Gradient magnet termasuk jenis electromagnet yang berfungsi untuk membuat irisan atau potongan tubuh. Gradient coil berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah kumparan coil, yaitu: Gradien coil X, untuk membuat citra potongan sagittal. Gardien coil Y, untuk membuat citra potongan coronal.Gradien coil Z untuk membuat citra potongan axial .Bila gradien coil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik Arus untuk gradient dihasilkan oleh gradient amplifier sebesar 250 A .Posisi gradient magnet letaknya berdampingan dengan magnet utama MRI B. Radio frekuency coil Radio frekuency coil terdiri dari dua tipe coil, yaitu coil pemancar dan coil penerima. Coil pemancar berfungsi untuk memberikan rangsangan energi RF yang merata keseluruh
Gambar.8. Potongan Penampang Magnetic Resonance Imaging [3]
helium cair menjadi helium gas. Perlu diketahui apabila 1 liter helium cair menjadi gas akan menghasilkan 6 liter gas helium, sedangkan didalam tangki MRI terdapat sekitar 1400 liter helium cair untuk keamanan maka disediakan saluran keluar khusus Quench. Quench sangat dihidarkan karena apabila terjadi maka sama dengan membeli baru MRI.Namun Quench dapat digunakan untuk alasan keselamatan apabila terjadi keadaan pasien terhimpit oleh metal (tabung gas) dan dapat membahayakan nyawanya maka Quench harus diaktifkan.Keuntungannya; medan magnet sangat kuat, resolusi gambar tajam, tidak menggunakan daya listrik untuk magnetnya.Kelemahannya; biaya maintenance besar karena membutuhkan pengisian helium setiap helium level mencapai 50%. IV. HARDWARE MRI Secara garis besar MRI terdiri dari hardware dan software pendukung. Hardware pada MRI berfungsi sebagai pengolah data dan sebagai sumber dari Radio Frequency. Pada bab ini akan dibahas mengenai hardware MRI dengan penjelasn sebagai berikut;
Gambar.9. Potongan Gradient Magnet [3]
volume pencitraan. Semua langkah-langkah ini dikendalikan dengan sebuah komputer yang juga mengatur pembangkitan deretan pulsa. Diperlukan Radio Frequency Amplifier sebagai pemancar dari RF yang akan digunakan selama fase resonansi. Besarnyta flip angle pada fase resonansi berbanding lurus dengan lamanya keluaran sinyal dan amplitudo pulsa RF.Coil penerima(RF receiver berfungsi sebagai antenna yang harus peka terhadap sinyal radiofrekuensi. Magnetisasi transversal menginduksi arus bolak-balik dalam lilitan RF yang digunakan untuk penerima.Secara teknis, bekerja pada frekuensi tinggi bukanlah hal yang mudah. Fungsi utama koil penerima adalah untuk menerima sinyal FID yang kemudian diteruskan kepada sistem untuk diolah menjadi sebuah gambar, Melihat dari kegunaannya, maka coil ini harus berada pada jarak yang paling dekat dengan objek yang akan diperiksa.Bentuk coil disesuaikan dengan bentuk objek yang akan diperiksa seperti; Head Coil, Spine Coil, Knee Coil, Abdomen Coil. Secara garis besar terbgai menjadi volume coil, phase array coil dan surface coil. B. Sangkar Faraday
MRI menggunakan RF yang dapat menggangu peralatan elektronik disekitarnya, demikian pula sebaliknya peralatan elektronik disekitarnya dapat mengganggu MRI.Untuk mengatasi masalah itu maka di buatlah sangkar faraday..
Gambar.10. Coil Penerima [3]
Gambar.12.Console [3]
Gambar.11. Sangkar Faraday [3]
Magnet beserta kelengkapannya diletakan didalam sangkar faraday Sangkar faraday berfungsi ssebagai antenna bagi frekuensi dari dan menuju MRI. Terbuat dari tembaga yang disekitarnya terhubung dengan ground sehingga frekwensi yang tertangkap langsung menuju ground C. Console Console merupakan tempat operator mengendalikan MRI. Pengendalian dilakukan dari computer dengan operating system menggunakan Windows atau Unix.Untuk melakukan komunikasi antara komputer dengan MRI digunakan jaringan LAN,. D. Keselamatan Pasien Pengaruh langsung dari medan magnet pada tubuh manusia efek negatifnya belum diketahui sampai sekarang. Tetapi, bagaimanapun juga medan magnet sebesar 3.0 T dan yang lebih rendah seperti yang dipakai pada MRI akan sangat berbahaya apabila pada tubuh kita menggunakan atau terdapat bahan logam (Ferromagnetic)
Gambar.13. Phantom MRI [3]
Bahaya atau resiko tubuh karena medan magnet a. Benda seperti logam di dalam tubuh pasien (jepitan, sambungan buatan, dll). Walaupun benda tersebut sejenis logam yang nonmagnetic perlu diperiksa sebelumnya. Bila logam tersebut nonmagnetic akan menyebabkan artifact pada gambar, b. Benda yang tertarik magnet (jarum suntik, gunting, pisau , kursi roda, dll).Ada kemungkinan suatu benda logam tertarik ke dalam gantry. Daya tarik ini lebih kuat jika benda tersebut lebih besar atau medan magnet lebih kuat. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusus dalam hal ini. c. Pasien yang menggunakan pacemaker tidak bisa dilakukan scanning MRI, karena medan magnet akan memnyebabkan tidak berfungsinya pacemaker dan hal ini sangat berbahaya bagi pasien tersebut.
d.
MRI memerlukan pemeriksaan berkala sehubungan dengan kualitas gambar, untuk mendapatkan hasil gambar yang akurat sehingga didapat hasil diagnosa yang tepat. Untuk melakukan quality control maka secara rutin dilakukan pengukuran signal to noise ratio dengan menggunakan phantom. V. RINGKASAN
1. 2. 3.
MRI menggunakan inti atom hidrogen yang memiliki satu proton sebagai unsur utama dalam pembentukan gambar. Inti hidrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia yaitu sekitar 1019 inti/ mm³. Terdapat tiga fase yang dilalui oleh proton pada MRI yaitu ; Fase Procession, Fase Resonansi dan Fase Relaksasi
4. 5. 6.
Untuk dapat melakukan resonansi, proton dipapar oleh Radio Frequency sebesar frekuensi Larmor dari proton tersebut. Perbedaan kontras pada MRI terbagi menjadi dua yaitu; Kontras T1 dan Kontras T2. MRI secara umum aman untuk pasien karena tidak menghasilkan radiasi pengion. Namun yang perlu diperhatikan adalah penggunaan logam dan pacemarker pada pasien dapat membahayakan pasein tersebut. REFERENCES
[1] Ridgway JP. Cardiovascular magnetic resonance physics for clinicians: part I.Cardiovasc Magn Reson 2010;12:71. [2] Smith H, Ranello F. A non-mathematical approach to basic MRI. Madison, Wis: Medical Physics Publishing, 1989. [3] Schild H. MRI made easy. Berlin: Schering, 1990.
View more...
Comments