Teori Bangunan Kapal 2

March 25, 2018 | Author: RIANA3411 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

tbk...

Description

TEORI BANGUNAN KAPAL 2 Buku Acuan:  “International Convention on Load Lines, 1966 and Protocol of 1988”, Consolidated Edition 2005, International Maritime Organization (IMO), London, 2005  “International Conference on Tonnage Measurement of Ships 1969”, IMO, London, 1983  Robert Taggart, Ed., “Ship Design and Construction”, SNAME, Jersey City, NJ, 1980 o Clyde M Leavitt, Chapter XVII, “Launching”, pp. 657 – 695  V. Semyonov – Tyan – Shansky, “Statics and Dynamics of Ship”, Chapter VII: “Launching”, pp. 332 – 400, Peace Publishers, Moscow, 196?  “International Convention on the Safety of Life at Sea, 1974, and 1988 Protocol relating thereto”, Consolidates Edition 2008, IMO, London, 2008

Lambung timbul (freeboard) Peraturan lambung timbul dibuat sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kelaik-lautan kapal secara menyeluruh, yaitu untuk memastikan bahwa kapal itu (Taggart, 1980):  secara struktural/konstruksi cukup kuat untuk pelayaran yang dimaksud  mempunyai stabilitas yang cukup untuk pelayanan (service) yang dimaksud  mempunyai badan (hull) yang pada dasarnya kedap air dari lunas sampai geladak lambung timbul dan kedap cuaca di atas geladak ini  mempunyai lantai kerja (working platform), yaitu geladak kerja untuk ABK yang cukup tinggi di atas muka air yang memungkinkan bekerja secara aman di geladak terbuka dalam gelombang besar  mempunyai volume yang cukup dan gaya angkat cadangan di atas garis air sehingga kapal tidak dalam bahaya karam (foundering or plunging) dalam gelombang yang sangat besar Semua hal di atas ada hubungannya dengan besar lambung timbul, lambung timbul yang terlalu kecil akan mengakibatkan keadaan lebih berbahaya untuk kapal, ABK dan muatannya. Badan kapal yang kedap air menjadi syarat pemberian sertifikat lambung timbul. Halaman 93 sampai dengan halaman 183

Annex A Articles of the ICLL 1966, as modified by the Protocol 1988 relating thereto Beberapa definisi Article 2 Definitions 2. Administration adalah Pemerintah Negara yang benderanya dikibarkan oleh kapal. 4. Pelayaran internasional ialah pelayaran dari suatu negara tempat konvensi ini berlaku ke pelabuhan di luar negara tersebut, atau sebaliknya 6. Kapal baru adalah kapal yang lunasnya diletakkan, atau pada tahap pembangunan yang setara dengan itu, pada tanggal berlakunya Convention ini untuk masing-masing Pemerintah (1 Januari 2005) 7. Kapal sekarang adalah kapal yang bukan kapal baru

Peraturan ini berlaku untuk kapal yang mana? Article 4 Application 1. Konvensi ini berlaku untuk:  kapal yang terdaftar pada suatu Pemerintah yang menanda tangani Convention ini  kapal yang terdaftar pada suatu territory menurut Article 32 1

 kapal tak terdaftar yang mengibarkan bendera suatu Pemerintah yang menanda tangani Convention ini 2. Convention ini berlaku untuk kapal yang melakukan pelayaran international 4. Kapal sekarang mengikuti peraturan lama dan tidak usah mengubah lambung timbulnya.

Dan kapal apa yang dikecualikan? Article 5 Exceptions 1. Kapal yang dikecualikan dari konvensi ini:  kapal perang  kapal baru yang panjangnya kurang dari 24 meter  kapal sekarang yang kurang dari 150 GT  kapal pesiar yang tidak dipakai untuk berdagang  kapal penangkap ikan 2. juga untuk kapal yang hanya berlayar di  Danau Besar Amerika dan sungai St. Lawrence  Laut Kaspia  sungai-sungai Plata, Parana dan Uruguay

Kapal yang dibebaskan Article 6 Exemptions 1. Kapal yang hanya melakukan pelayaran antara pelabuhan yang berdekatan dalam dua atau lebih negara, dengan kesepakatan negara-negara tersebut bahwa jalur pelayarannya terlindung atau tidak praktis menerapkan konvensi ini 2. Kapal yang mempunyai hal-hal khusus untuk penelitian manfaatnya dalam pelayaran internasional 4. Kapal yang dalam keadaan biasa tidak melakukan internasional, tetapi dalam keadaan luar biasa diminta untuk melakukan satu pelayaran internasional, jika Administration menganggap mampu.

Survey Article 14 Initial, renewal and annual surveys  Survey awal (Initial survey) sebelum kapal dioperasikan, meliputi pemeriksaan lengkap konstruksi kapal dan peralatannya, apakah sudah memenuhi semua yang disyaratkan dalam konvensi ini.  Survey pembaharuan (renewal survey) dengan selang waktu yang ditentukan oleh Administration, tetapi tidak lebih dari 5 tahun, meliputi pemeriksaan lengkap konstruksi kapal dan peralatannya, susunan, bahan dan ukuran, apakah sudah memenuhi semua yang disyaratkan dalam konvensi ini.  Survey tahunan (annual survey) yang dilakukan dalam waktu antara 3 bulan sebelum sampai 3 bulan sesudah ulang tahun sertifikat, untuk memastikan bahwa: o tidak ada perubahan yang dilakukan pada badan kapal maupun bangunan atasnya yang berpengaruh pada perhitungan lambung timbul o alat dan perlengkapan untuk melindungi bukaan, pagar pengaman, freeing port dan jalan masuk ke ruang ABK terpelihara dengan baik o marka lambung timbul terpasang benar dan permanen o informasi yang disyaratkan oleh Regulation 10 memang ada

Sertifikat Article 16 Issue of certificates 1. Kapal yang memenuhi semua persyaratan Konvensi mendapatkan Sertifikat Lambung Timbul Internasional. 2

2. Kapal yang memenuhi persyaratan untuk dibebaskan, mendapatkan Sertifikat Pembebasan Lambung Timbul Internasional. 3. Sertifikat dikeluarkan oleh Administration atau badan yang ditunjuk

Umur dan berlakunya sertifikat Article 19 Duration and validity of certificates 1. Umur Sertifikat Lambung Timbul Internasional ditentukan oleh Administration, tetapi tidak melebihi 5 tahun 9. Sertifikat Lambung Timbul Internasional tidak berlaku lagi jika  telah dilakukan perubahan badan kapal atau bangunan atasnya hingga lambung timbulnya harus diperbesar  alat dan perlengkapan yang ditentukan dalam Article 14 para 1(c) tidak dipelihara dengan baik  sertifikat tidak ditanda tangani untuk pengesahan yang menyatakan bahwa kapal telah disurvey sesuai Article 14 para 1(c)  kekuatan kapal telah menurun sedemikian rupa hingga kapal tidak lagi aman 10. a. Umur Sertifikat Pembebasan Lambung Timbul Internasional tidak melebihi 5 tahun b. Sertifikat Pembebasan Lambung Timbul Internasional yang diterbitkan berdasarkan Article 6 point 4 hanya berlaku untuk satu kali pelayaran itu saja 11. Sertifikat yang diterbitkan oleh Administration tidak berlaku lagi jika kapal dipindahkan benderanya ke negara lain

Kapal standard Untuk menghitung lambung timbul suatu kapal, bentuk dan ukuran suatu kapal dibandingkan dengan kapal standard. Kapal standard ini dikembangkan sejak awal dalam pembuatan peraturan lambung timbul. Kapal standard ini adalah kapal yang:  mempunyai L/D = 15  sarat T = 0.85 D  koefisien blok CB = 0.68  sheer standard  panjang minimum bangunan atas 35 % untuk kapal dengan L di bawah 100 m Untuk kapal standard ini diberikan lambung timbul menurut tabel lambung timbul. Dalam tabel itu, kapal yang lebih panjang mendapat lambung timbul yang lebih besar.

Annex B, Annex I Regulations for determining load lines Asumsi dasar  sifat dan cara menyimpan (stowage) muatan, ballast dan lain-lain adalah sedemikian sehingga  kapal memiliki stabilitas yang cukup dan  mencegah tegangan yang berlebihan pada konstruksi kapal.  jika ada persyaratan internasional mengenai stabilitas (Intact Stability 2008) atau penyekatan (subdivision), persyaratan- persyaratan ini sudah dipenuhi (SOLAS Chapter II-1)

Kekuatan kapal dan stabilitas utuh Regulation 1 Strength and intact stability of ships (1) Administration harus meyakini bahwa kekuatan kapal secara umum/menyeluruh adalah cukup untuk sarat sesuai freeboard yang ditentukan (3) Kapal harus memenuhi standard stabilitas kapal utuh yang disetujui oleh Administration.

Kekuatan kapal dianggap cukup bila: Regulation 1 Strength and intact stability of ships 3

(2) Kapal yang dirancang, dibangun dan dipelihara menurut  peraturan yang sesuai dari suatu organisasi, termasuk badan klasifikasi, yang diakui oleh Administration atau  standard nasional yang sesuai dari Administration dan sesuai dengan ketentuan dalam Regulation 2-1 boleh dianggap mempunyai tingkat kekuatan yang dapat diterima/cukup. Ketentuan di atas berlaku untuk semua struktur, peralatan dan perlengkapan yang diatur dalam annex ini yang standard kekuatan dan konstruksi dan kekuatannya tidak secara khusus ditentukan.

Stabilitas utuh dianggap cukup bila: kapal memenuhi “Intact Stability 2008”, 2008 edition, IMO, London, 2008

Kapal apa saja? 1.

2. 3. 9.

Regulation 2 Application Kapal yang dikenai Regulation 1 - 40 adalah:  Kapal yang mempunyai propulsi mekanis  tongkang dengan muatan dalam palkah (lighters)  tongkang dengan muatan geladak (barges)  kapal lain tanpa propulsi mekanis Kapal dengan muatan kayu di geladak, selain yang di atas, dikenai juga Regulation 41 sampai dengan 45 Kapal layar dan kapal tunda dikenai Regulation 1 - 40. Tambahan freeboard dapat diminta oleh Administration Kapal cepat yang memenuhi persyaratan International Code of Safety for High-Speed Craft, 2000 (2000 HSC Code) dan telah disurvey dan diberi sertifikat sesuai Code tersebut, dianggap telah memenuhi peraturan ini.

Deck line

    

Regulation 4 Deck line Deck line adalah suatu garis horizontal yang panjangnya 300 mm dan lebarnya 25 mm. Garis ini harus dipasang di amidships di kedua sisi kapal. Sisi atasnya biasanya melalui titik potong antara perpanjangan ke luar permukaan atas geladak freeboard dengan permukaan luar kulit kapal (lihat Fig. 4.1) Deck line boleh diletakkan mengacu pada titik lain, asal freeboard dikoreksi untuk itu Letak titik acuan ini dan identifikasi geladak freeboard harus ditulis dalam Sertifikat Lambung Timbul Internasional

4

Jenis lambung timbul

Regulation 6 Lines to be used with the load line mark (2) Lambung timbul berikut harus dipakai: (a) Lambung Timbul Musim Panas (Summer Load Line) diukur dari sisi atas garis yang melalui pusat lingkaran dan juga diberi tanda huruf S (b) Lambung Timbul Musim Dingin (Winter Load Line) diberi tanda huruf W (c) Lambung Timbul Musim Dingin Atlantik Utara (Winter North Atlantic Load Line) diberi tanda huruf WNA (d) Lambung Timbul Tropis (Tropical Load Line) diberi tanda huruf T (e) Lambung Timbul Air Tawar (Fresh Water Load Line) pada musim panas diberi tanda huruf F (f) Lambung Timbul Air Tawar Tropis (Tropical Fresh Water Load Line) diberi tanda huruf TF.

Chapter II - Conditions of assignment of freeboard Regulation 10 Information to be supplied to the master Regulation 11 Superstructure end bulkheads Regulation 12 Doors

5

1. Semua bukaan pada sekat ujung bangunan atas tertutup harus diberi daun pintu yang a. dibuat dari baja atau bahan yang setara b. terpasang permanen dan dengan kuat pada sekat c. dengan ambang pintu dan berpenegar dan terpasang sedemikian sehingga seluruh konstruksi sama kuat dengan pelat tak berlubang d. sistem kedap cuaca berupa gasket dan peralatan penekan (clamping device) atau yang setara dan terpasang permanen pada sekat atau pada daun pintu e. pintu harus dapat dioperasikan dari kedua sisi 2. Pintu harus terbuka ke luar supaya lebih aman terhadap hantaman angin dan ombak, kecuali jika diijinkan Administration 3. Tinggi ambang bukaan pada sekat ujung bangunan atas tertutup ≤ 380 mm di atas geladak 4. Ambang dapat lepas (portable sill) harus dihindari. Tetapi untuk mempermudah bongkar muat suku cadang yang berat, boleh dipasang ambang dapat lepas dengan syarat: a. harus dipasang sebelum kapal meninggalkan pelabuhan b. harus bergasket dan dipasang dengan baut tembus berjarak rapat Regulation 13 Position of hatchways, doorways and ventilators Position 1  pada geladak freeboard terbuka dan geladak penggal (raised quarterdeck) terbuka  pada geladak bangunan atas terbuka yang terletak di depan 0.25 L dari FP Position 2  pada geladak bangunan atas terbuka yang terletak di belakang 0.25 L dari FP dan terletak paling sedikit sebesar 1 x tinggi standar bangunan atas di atas geladak freeboard  pada geladak bangunan atas terbuka yang terletak di depan 0.25 L dari FP dan terletak paling sedikit sebesar 2 x tinggi standard bangunan atas di atas geladak freeboard

6

posisi 1 posisi 1 RQD

0.25L

AP

FP

posisi 2

RQD

AP

0.25L FP

Regulation 14 Cargo and other hatchways i.

ii.

Regulation 14-1 Hatchway coamings Ambang palkah harus mempunyai konstruksi yang kokoh sesuai posisinya, dan tingginya di atas geladak tidak kurang dari: a. 600 mm jika pada posisi 1 b. 450 mm jika pada posisi 2 jika penutup lubang palkah memenuhi regulation 16(2) sampai dengan 16(5), tinggi ambang boleh dikurangi atau ambang ditiadakan seluruhnya, asal Administration yakin bahwa keselamatan kapal tidak berkurang pada semua kondisi laut Regulation 15 Hatchway closed by portable covers and secured weathertight by tarpaulins and battening devices

7

8

Sistem ini terdiri dari:  balok palkah (portable beams) yang diletakkan melintang dan membagi lubang palkah menjadi beberapa bagian yang sama atau tidak sama, biasanya dibuat dari baja. Lebar dudukan untuk papan penutup ≥ 65 mm. Untuk merancang ukurannya, o beban = 3.5 ton/m2 untuk lubang palkah di posisi 1 o beban = 2.6 ton/m2 untuk lubang palkah di posisi 2 o σmax x 1.47 ≤ σupperyield o defleksi max = 0.0044 panjang tak disangga  Beban dapat dikurangi sebagai berikut L Posisi 1 Posisi 2 24 m 2 t/m2 1.5 t/m2 100 m 3.5 t/m2 2.6 t/m2 Untuk panjang di antaranya dipakai interpolasi linier  dudukan balok palkah (carriers or socket) terpasang di sebelah dalam ambang palkah, tempat bertumpunya balok palkah  papan penutup (hatchway covers) yang ujung-ujungnya disusun duduk antara dua balok palkah, biasanya dari kayu. Tebal setelah pengerjaan ≥ 60 mm dan panjang tak disangga ≤ 1.5 meter. Papan-papan antara dua balok palkah dapat digantikan oleh pelat baja dengan penegar. Dalam merancang konstruksi ini σmax x 1.25 ≤ σupperyield dan defleksi max = 0.0056 panjang tak disangga  kain terpal (tarpaulins) yang dipasang di atas papan penutup dan menutupi satu lubang palkah, dipasang ≥ 2 lapis 9

 batang pelindung (battens) yang melindungi kain terpal pada bibir ambang palkah, dibuat dari kayu  baji (wedges) untuk menahan kain terpal supaya tidak terbuka dan terbawa angin. Dibuat dari kayu yang keras dan kemiringannya ≥ 1/6. Tebal di ujung kecil ≥ 13 mm  besi penahan (cleats) bersama dengan baji menahan kain terpal, lebarnya ≥ 65 mm dan jarak antaranya ≤ 600 mm dan dari sudut palkah, jaraknya ≤ 150 mm. Sudut kemiringannya harus sama dengan sudut kemiringan baji  batang baja (steel bars) dipasang di atas terpal untuk lebih menjamin terpal tidak terbuka Jika dipakai pontoon cover untuk menggantikan balok palkah dan papan penutup, maka untuk merancang,  beban harus menurut Regulation 16(2) sampai dengan (4)  σmax x 1.47 ≤ σupperyield  defleksi max = 0.0044 panjang tak disangga  tebal pelat ≥ 1 % jarak penegar atau 6 mm, diambil yang besar Regulation 16 Hatchway closed by weathertight covers of steel or other equivalent materials

10

(a) Semua lubang palkah pada posisi 1 dan 2 harus diberi penutup baja atau bahan yang setara.  penutup itu harus kedap cuaca dan diberi gasket dan penjepit  sistem pengedap cuaca dan penjepit harus disetujui Administration  sistem di atas harus mampu bekerja dalam keadaan laut apapun  sistem itu diuji pada awal, tahunan dan pembaharuan sertifikat Sistem ini terdiri dari:  penutup baja dari pelat dan penegar, besar beban adalah sebagai berikut: (b) untuk kapal dengan L ≥ 100 meter, posisi 1 di depan titik 0.25 L dari FP a. Beban gelombang di FP: Load = 5 + (LH - 100) a [t/m2] dengan LH = L dan 100 m ≤ L ≤ 340 m LH = 340 m jika L > 340 meter L adalah panjang menurut Regulation 3(1) a adalah faktor dalam Tabel 16.1 Type kapal a Type 'B' 0.0074 Type 'B-60' dan type 'B-100' 0.0363 dan berkurang secara linier menjadi 3.5 t/m2 pada posisi 0.25 L dari FP. Beban untuk tiap panel dihitung pada titik tengah panel tersebut. b. Pada posisi 1 yang lain, beban diambil sebesar 3.5 t/m2. c. Pada posisi 2, beban diambil sebesar 2.6 t/m2. d. Jika lubang palkah pada posisi 1 berada ≥ tinggi standard bangunan atas di atas geladak freeboard, beban boleh diambil sebesar 3.5 t/m2. (c) Untuk kapal dengan L = 24 m a. Posisi 1 di depan titik 0.25 L dari FP, beban gelombang diambil sebesar 2.43 t/m2 dan berkurang secara linier menjadi 2 t/m2 pada posisi 0.25 L dari FP. Beban untuk tiap panel dihitung pada titik tengah panel tersebut. b. Pada posisi 1 yang lain, beban diambil sebesar 2 t/m2. c. Pada posisi 2, beban diambil sebesar 1.5 t/m2. 11

d. Jika lubang palkah pada posisi 1 berada ≥ tinggi standard bangunan atas di atas geladak freeboard, beban boleh diambil sebesar 2 t/m2. (d) Untuk panjang dan posisi di antaranya, lihat tabel berikut Geladak Di FP 0.25L dari FP Di belakang 0.25L dari FP L > 100 m Freeboard deck Lihat 16(2)(a) 3.5 t/m2 3.5 t/m2 2 2 Superstructure deck 3.5 t/m 3.5 t/m 2.6 t/m2 L = 100 m Freeboard deck 5 t/m2 3.5 t/m2 3.5 t/m2 Superstructure deck 3.5 t/m2 3.5 t/m2 2.6 t/m2 L = 24 m Freeboard deck 2.43 t/m2 2 t/m2 2 t/m2 Superstructure deck 2 t/m2 2 t/m2 1.5 t/m2 Untuk harga di antara, dipakai interpolasi linier (e) Semua penutup palkah harus dirancang sehingga a. σmax * 1.25 ≤ σupperyield atau σmax * 1.25 ≤ σbuckling b. defleksi max = 0.0056 panjang tak disangga c. tebal pelat ≥ 1 % jarak penegar atau 6 mm, diambil yang besar d. diberikan corrosion margin yang pantas Regulation 17Machinery space openings Regulation 18 Miscellaneous openings in freeboard and superstructure decks Regulation 19 Ventilators 1)

Ventilator dalam posisi 1 dan 2 yang menuju ke ruangan di bawah freeboard deck atau geladak bangunan atas tertutup harus  mempunyai ambang (coamings) dari baja atau bahan setara  konstruksi yang kokoh  hubungan yang kuat dengan geladak Tinggi coamings ventilator di atas deck pada posisi 1 ≥ 900 mm posisi 2 ≥ 760 mm  Jika tinggi coamings suatu ventilator > 900 mm, coamings harus diberi penyangga khusus 2) Ventilator yang melewati bangunan atas tak tertutup harus  mempunyai ambang (coamings) dari baja atau bahan setara  konstruksi yang kokoh pada geladak freeboard 12

3) Ventilator pada posisi 1 dengan tinggi coamings > 4.5 meter di atas geladak dan pada posisi 2 dengan tinggi coamings > 2.3 meter di atas geladak, tidak perlu diberi penutup kecuali jika diminta secara khusus oleh Administration 4) Mulut ventilator harus diberi piranti penutup kedap cuaca dari baja atau bahan setara, kecuali seperti yang ditentukan dalam paragraph (3).  Untuk kapal dengan L ≤ 100 meter, piranti penutup ini harus terpasang permanen  Pada kapal lain, piranti penutup ini harus disimpan dekat ventilator yang akan ditutup. 5) Pada lokasi terbuka, tinggi coamings bisa ditambah atas permintaan Administration Regulation 20 Air pipes 1) Jika pipa udara untuk tangki ballast dan tangki lain naik sampai ke geladak freeboard atau geladak bangunan atas, bagian terbuka dari pipa harus berkonstruksi yang kuat, dan tinggi di atas geladak ke titik tempat air bisa masuk harus  ≥ 760 mm pada geladak freeboard  ≥ 450 mm pada geladak bangunan atas 2) Jika tinggi ini mengganggu operasi kapal, tinggi bisa dikurangi asal Administration puas dengan cara penutupan dan keadaan lain yang mendukung pengurangan tersebut 3) Pipa udara harus diberi alat penutup otomatis 4) pressure-vacuum valve (PV valve) boleh dipakai untuk tanker Regulation 21 Cargo ports and other similar openings Regulation 22 Scuppers, inlets and discharges Regulation 22-1 Garbage chutes Regulation 22-2 Spurling pipes and cable lockers Regulation 23 Sidescuttles, windows and skylights Regulation 24 Freeing ports

poop

well

bulwark

AP

well

forecastle

bridge bulwark

FP

13

well

well freeboard deck bulwark

AP

bulwark

FP

(1) . (a) Jika bulwark pada bagian terbuka geladak freeboard atau geladak bangunan atas membentuk well, harus disediakan cara untuk membebaskan dek dari air dan membuangnya. Luas lubang pengering Regulation 24-1 Luas lubang pengering dihitung 3 kali:  berdasarkan panjang well: (b) luas lubang pengering (freeing port) (i) pada satu sisi kapal (ii) untuk tiap well pada geladak freeboard (iii) untuk kapal dengan sheer standard atau lebih besar: maka  jika panjang well ℓ ≤ 20 meter: A = 0.7 + 0.035 ℓ [m2]  jika panjang well ℓ > 20 meter: A = 0.07 ℓ [m2] dengan ℓ ≤ 0.7L. (iv)

jika tinggi rata-rata bulwark ≥ 1.2 meter, luas lubang pengering harus ditambah dengan ΔA = 0.004 ℓ(hb - 1.2m)/0.1 [m2] jika tinggi rata-rata bulwark ≤ 0.9 meter, luas lubang pengering boleh dikurangi dengan ΔA = 0.004 ℓ(0.9 - hb)/0.1 [m2] Regulation 24-2 (c) Jika kapal tidak mempunyai sheer, rumus dalam paragraf (b) harus ditambah dengan 50 %. Jika sheer kapal kurang dari standard, penambahan didapat dari interpolasi linier. (d) Pada flush deck ship dengan o rumah geladak di tengah dan lebarnya ≥ 80 % lebar kapal o lebar jalan di sampingnya ≤ 1.5 m, maka kapal tersebut mempunyai 2 well. Masing-masing well harus diberi lubang pengering berdasarkan panjang well. (e) Jika suatu sekat tirai (screen bulkhead) dipasang selebar kapal pada ujung depan rumah geladak di tengah kapal, maka geladak terbuka terbagi menjadi 2 well dan tidak ada batasan lebar rumah geladak (f) Well pada geladak penggal diperlakukan seperti pada geladak lambung timbul (g) Pembatas got yang tingginya ≥ 300 mm yang dipasang pada tanker sekitar cargo manifold dan pipa muat dianggap sebagai bulwark. Maka harus ada lubang pengering menurut ketentuan di atas. Penutup yang dipasang selama proses bongkar-muat harus dibuat sedemikian rupa hingga tidak mungkin macet selama di laut Regulation 24-3  berdasarkan lebar lubang palkah: (2) Jika o kapal dengan trunk tidak memenuhi Regulation 36(1)(e) (yaitu memakai open rail) 14

atau o sisi ambang palkah dibuat menerus atau sebagian besar menerus di antara 2 bangunan atas, luas minimum freeing port dihitung sebagai berikut: BH/B F2/AB ≤ 40 % 20 % ≥ 75 % 10 % dengan BH = lebar lubang palkah atau lebar trunk B = lebar kapal F2 = luas minimum freeing port AB = luas bulwark = panjang well * tinggi bulwark sebenarnya Untuk harga BH di antaranya dihitung dengan interpolasi linier.

 berdasarkan luas penampang aliran bebas (3) Efektivitas lubang pengering yang disyaratkan dalam paragraph (1) tergantung pada luas penampang aliran bebas menyeberang geladak kapal.  Luas penampang aliran bebas (free flow area) menyeberang geladak kapal adalah o Jumlah lebar bersih sela antara lubang palkah o Jumlah lebar antara lubang palkah dengan bangunan atas dan rumah geladak dikalikan tinggi sebenarnya dari bulwark.

free flow area

cargo hatch coaming



Lubang pengering pada bulwark harus dibandingkan terhadap luas penampang aliran bebas sebagai berikut: Luas lubang pengering menurut paragraph (1) kita sebut F1, luas lubang pengering menurut paragraph (2) kita sebut F2 dan luas penampang aliran bebas kita sebut fP (a) Jika fP ≥ F2, maka yang dipakai F1 (b) Jika fP ≤ F1, maka yang dipakai F2 (c) Jika F1 < fP < F2 maka luas lubang pengering pada bulwark dihitung menurut rumus berikut: F = F1 + F2 - fP [m2] (4) Pada kapal yang mempunyai bangunan atas yang terbuka (ada bukaan tak berpenutup) pada geladak freeboard atau pada geladak bangunan atas, pada salah satu atau kedua ujungnya ke well yang dibentuk oleh bulwark pada geladak terbuka, harus disediakan lubang pengering yang cukup untuk bagian terbuka bangunan atas tersebut.  Luas lubang pengering minimum pada tiap sisi kapal untuk bangunan atas terbuka (AS) dan untuk well (AW) dihitung sebagai berikut: (a) Hitung panjang total well ℓT yaitu jumlah panjang geladak terbuka yang dipagari oleh bulwark ℓW dan panjang terbuka dalam bangunan atas terbuka ℓS (b) Menghitung AS (ii) Hitunglah luas lubang pengering A dengan panjang total well ℓT dan tinggi bulwark standard menurut paragraph (1) (iii) Kalikan dengan 1.5 jika kapal tidak mempunyai sheer, menurut paragraph (1)(c) (iv) Kalikan dengan factor (b0/lT) untuk koreksi b0 = lebar bukaan pada sekat ujung bangunan atas terbuka 15

 

(ii)

(v) Kalikan dengan factor 1 – (ℓW/ ℓT)2 untuk koreksi panjang bangunan atas terbuka (vi) Kalikan dengan factor 0.5(hS/hW) untuk koreksi tinggi geladak well di atas geladak freeboard dengan  hS = tinggi standard bangunan atas  hW = tinggi geladak well di atas geladak freeboard (c) Menghitung AW (i) Hitunglah luas nominal lubang pengering A’ dengan panjang well ℓW, lalu lakukan koreksi untuk tinggi bulwark sebenarnya hB: Untuk tinggi bulwark > 1.2 meter: A’ ditambah dengan AC = ℓW(hB – 1.2)/(0.10 x 0.004) [m2] Untuk tinggi bulwark < 0.9 meter: A’ dikurangi dengan AC = ℓW(0.9 - hB)/(0.10 x 0.004) [m2]  Untuk tinggi bulwark 0.9 m ≤ hB ≤ 1.2 m, tidak ada koreksi, AC = 0 luas lubang pengering yang sudah dikoreksi AW = A’  Kalikan dengan 1.5 jika kapal tidak mempunyai sheer, menurut paragraph (1)(c)  Kalikan dengan factor 0.5(hS/hW) untuk koreksi tinggi geladak well di atas geladak freeboard d) Hasil perhitungan lubang buang untuk bangunan atas terbuka AS dan untuk well AW harus diberikan pada tiap sisi bangunan atas terbuka dan tiap sisi well yang terkait e) Ringkasan:  Jika ℓT > 20 meter, o luas lubang pengering untuk well adalah AW = (0.07 ℓW + AC)(koreksi sheer)(0.5hS/hW) o luas lubang pengering untuk bangunan atas terbuka adalah AS = (0.07 ℓT) x koreksi sheer x (b0/lT)(1 – (ℓW/ ℓT)2(0.5hS/hW)  Jika ℓT ≤ 20 meter, A = 0.7 + 0.035 ℓT (5) Sisi bawah freeing port harus sedekat mungkin dengan geladak.  Dua per tiga (⅔) luas lubang pengering yang disyaratkan harus terletak dalam ½ panjang well yang terdekat dengan titik terendah garis sheer  Sepertiga sisanya harus tersebar merata pada sisa panjang well  Pada geladak lambung timbul terbuka tanpa atau dengan sedikit sheer, luas lubang pengering harus tersebar merata sepanjang well. (6) Semua bukaan untuk lubang pengering harus dilindungi oleh batang-batang yang berjarak sekitar 230 mm.  Jika penutup dipasang pada freeing port, harus diberikan clearance yang banyak untuk menghindari macet.  Engsel harus mempunyai poros atau bantalan dari bahan tak berkarat  Penutup tidak boleh diberi pengunci Regulation 25 Protection for the crew 1. Rumah geladak yang dipakai untuk akomodasi ABK harus mempunyai kekuatan yang cukup (memenuhi peraturan kelas) 2. Pagar pengaman atau kubu-kubu harus dipasang sekeliling semua geladak terbuka. Tinggi bulwark atau guardrail ini minimum 1 meter dari geladak, kecuali jika tinggi ini dianggap mengganggu operasi kapal dan Administration menganggap perlindungan sudah cukup. o Pagar pengaman yang dipasang pada geladak bangunan atas dan geladak lambung timbul a. paling sedikit punya 3 batang datar. Batang terendah ≤ 230 mm dari geladak. Jarak antara batang-batang yang lain ≤ 380 mm. 16

b. Pada bagian lain pagar pengaman harus punya paling sedikit 2 batang. c. Pada kapal dengan rounded gunwales, penyangga pagar harus dipasang pada bagian geladak yang datar. Persyaratan untuk pagar pengaman: a. tiang penyangga tetap, dapat-lepas atau berengsel harus dipasang dengan jarak antara sekitar 1.5 meter. Tiang penyangga dapat-lepas atau berengsel harus dapat dikunci pada kedudukan tegak. b. paling sedikit satu dari tiap 3 tiang penyangga harus diberi bracket c. jika dibutuhkan untuk operasi normal dari kapal, batang dapat diganti dengan wire rope. Wire rope harus ditegangkan dengan turnbuckle. d. jika dibutuhkan untuk operasi normal dari kapal, batang dapat diganti dengan rantai antara dua tiang tetap atau antara tiang tetap dan bulwark 3. Jalan lewat yang aman sesuai ketentuan dalam Regulation 25-1 harus disediakan bagi perlindungan ABK untuk meninggalkan atau menuju o ruang akomodasinya, o ruang permesinan o ruang lain yang mutlak perlu untuk operasi kapal 4. Muatan geladak pada semua kapal harus diatur sedemikian sehingga di sekitar muatan geladak semua bukaan untuk meninggalkan atau menuju o ruang akomodasinya o ruang permesinan o ruang lain yang mutlak perlu untuk operasi kapal dapat ditutup dan dikunci untuk mencegah air masuk. Perlindungan bagi ABK dalam bentuk pagar pengaman atau pagar tali harus disediakan di atas muatan geladak jika tidak ada jalan yang aman di geladak atau di bawahnya Regulation 25-1 Means of safe passage of crew 1. jalan lewat yang aman untuk ABK harus disediakan menurut salah satu cara menurut Tabel 25-1.1 di bawah ini 2. Bangunan yang dapat diterima yang disebut dalam Tabel 25-1.1 ditentukan sebagai berikut: a. lorong di bawah dek i. dengan penerangan dan ventilasi yang cukup ii. dengan bukaan bersih lebar ≥ 0.8 m dan tinggi 2 m iii. sedekat mungkin dengan geladak freeboard menghubungkan dan menjadi jalan lewat dari dan ke tempat-tempat tertentu b. jembatan (gangway) permanen dan berkonstruksi yang efisien, i. setinggi atau di atas geladak bangunan atas ii. pada atau sedekat mungkin dengan centreline kapal iii. jalan menerus dengan lebar ≥ 0.6 m dan permukaan tidak licin (non-slip surface) iv. pagar pengaman pada kedua sisi dipasang sepanjang gangway tersebut, tinggi ≥ 1 meter, dengan 3 batang pengaman dan konstruksi sesuai regulation 25(3) v. ada footstop c. jalan (walkway) permanen pada geladak freeboard 17

i. lebar ≥ 0.6 m ii. 2 baris pagar pengaman dengan tiang penyangga berjarak ≤ 3 meter. Banyaknya batang dan jaraknya menurut regulation 25(3) iii. pada kapal type 'B', ambang palkah yang tingginya ≥ 0.6 meter dapat dianggap sebagai pagar pengaman, asal di antara 2 ambang diberi 2 baris pagar pengaman d. wire rope lifeline i. diameter ≥ 10 mm ii. tiang penyangga berjarak ≤ 10(?) meter atau iii. handrail atau wire rope yang dipasang pada hatch coamings dan menerus dan disangga antara ambang palkah e. jembatan (gangway) permanen i. setinggi atau di atas geladak bangunan atas ii. pada atau sedekat mungkin dengan centreline kapal iii. diletakkan sedemikian hingga tak merintangi jalan menyeberang ke tempat kerja di geladak iv. lantainya selebar ≥ 1 m v. dibuat dari bahan tahan api dan tidak licin vi. pagar pengaman sepanjang gangway menurut ketentuan dalam regulation 25(3) vii. footstop pada kedua sisi viii. mempunyai bukaan dengan tangga (jika perlu) ke geladak di bawahnya. Jarak antara bukaan ≤ 40 meter ix. mempunyai gardu lindung di sisi gangway dengan jarak antara ≤ 45 meter jika panjang geladak terbuka melebihi 70 meter. Gardu lindung dapat memuat ≥ 1 orang dan memberi perlindungan dari kiri, kanan dan depan. f. jalan (walkway) permanen i. pada geladak freeboard ii. pada atau sedekat mungkin dengan centreline kapal iii. syarat lain seperti pada (e), kecuali tanpa footstop Untuk kapal type 'B' (dengan sertifikat membawa muatan curah cair) dengan kombinasi tinggi hatch coamings dan penutup palkah ≥ 1 m, ambang palkah ini dapat dianggap sebagai salah satu sisi walkway, asal di antara dua ambang palkah dipasang 2 baris pagar pengaman 3. Pada arah melintang, penempatan yang diijinkan untuk jalan menurut paragraf (2)(c), (d) dan (f) adalah i. pada atau dekat dengan centreline kapal atau pada penutup palkah pada atau dekat dengan centreline kapal ii. dipasang pada ke dua sisi kapal iii. dipasang pada salah satu sisi kapal, tetapi disediakan sarana untuk memasangnya di sisi yang lain iv. dipasang pada salah satu sisi kapal saja v. dipasang pada tiap sisi hatchway, sedekat mungkin dengan centreline 4. a a. Jika dipasang wire rope, harus dipasang juga turnbuckle untuk menjamin ketegangannya b. Jika diperlukan untuk operasi normal kapal, wire rope baja boleh menggantikan pagar pengaman c. Jika diperlukan untuk operasi normal kapal, rantai yang dipasang antara dua tiang penyangga tetap boleh menggantikan pagar pengaman d. Jika dipakai tiang penyangga (stanchion), tiap tiang penyangga ke 3 harus diberi bracket atau penopang (stay) e. Tiang penyangga dapat lepas atau berengsel harus dapat dikunci pada kedudukan tegak. f. Harus disediakan jalan melewati rintangan seperti pipa dan perlengkapan permanen lain 18

g. Secara umum, lebar gangway atau walkway ≤ 1.5 meter 5. Untuk tanker dengan L < 100 meter, lebar minimum jembatan atau jalan menurut para (2)(e) dan (f) dapat dikurangi menjadi 0.6 meter Regulation 26 Special conditions of assignments for type 'A' ships 1. Machinery casing (selubung kamar mesin) harus terlindung oleh salah satu dari yang berikut: o poop atau bridge tertutup yang tingginya tidak kurang dari tinggi standard o rumah geladak yang sama tinggi dan sama kuat dengan poop atau bridge itu 2. Machinery casing boleh tak terlindung jika tidak ada bukaan yang langsung menghubungkan geladak freeboard dengan ruang permesinan. Bukaan dengan pintu yang memenuhi persyaratan Regulation 12 bisa diterima jika o pintu ini masuk ke dalam lorong yang dindingnya sekuat machinery casing dan o di ujung dalam lorong ada lagi pintu kedap air. 3. jalan setapak (gangway) permanen memanjang kapal yang dibuat menurut ketentuan Perlindungan untuk ABK dalam o Regulation 25-1(2)(e) setinggi geladak bangunan atas antara poop dan bridge atau rumah geladak (jika ada). o Boleh juga dipakai lorong menurut ketentuan dalam Regulation 25-1(2)(a) 4. ada jalan yang aman dari jalan setapak (gangway) ke berbagai ruang akomodasi ABK dan antara ruang akomodasi ABK dengan ruang permesinan. 5. Lubang palkah tak terlindung pada geladak freeboard dan geladak forecastle atau sisi atas expansion trunk harus diberi penutup kedap dari baja atau bahan lain yang setara. 6. Jika dipasang bulwark (kubu-kubu), o harus dipasang pagar (open rails) sepanjang ≥ 0.5 panjang geladak cuaca. o atau dibuat lubang pengering pada bagian bawah bulwark dengan luas lubang ≥ 33 % luas total bulwark. 7. Jika bangunan atas dihubungkan dengan trunk, pagar harus dipasang sepanjang bagian terbuka dari freeboard deck

Langkah menghitung lambung tumbul (freeboard) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Menentukan geladak lambung timbul (freeboard deck): Reg. 3(9) Memeriksa apakah semua prasyarat sudah dipenuhi: Reg. 10 s/d Reg.25 Menentukan tinggi moulded geladak lambung timbul Dmoulded: Reg. 3(5) Menentukan depth for freeboard D (tebal pelat geladak lambung timbul): Reg. 3(6) Menentukan letak sisi atas deck line: Reg. 4 Menentukan bidang air 0.85 Dmoulded: Reg. 3(7) Menentukan panjang bidang air, panjang L, garis tegak depan, garis tegak belakang: Reg. 3(1) s/d (3) 8. Menentukan ukuran-ukuran lain: Reg. 3(4) 9. Menentukan volume displasemen pada 0.85 Dmoulded dan koefisien blok: Reg.3(7) 10. Menentukan type kapal, type 'A' atau type 'B': Reg. 27(2) dan (5) a. Untuk type 'A': memeriksa apakah persyaratan khusus type 'A' sudah dipenuhi: Reg. 26 dan Reg. 27(3) b. Untuk type 'B': i. memeriksa apakah persyaratan untuk type 'B+' sudah dipenuhi: Reg. 27(6) ii. memeriksa apakah persyaratan untuk type 'B' sudah dipenuhi: Reg. 27(7) iii. memeriksa apakah persyaratan untuk type 'B-60' sudah dipenuhi: Reg. 27(8), (11),(12),(13) iv. memeriksa apakah persyaratan untuk type 'B-100' sudah dipenuhi: Reg. 26, Reg. 27(8),(10),(11),(12),(13) 11. Menghitung lambung timbul menurut tabel (tabular freeboard): Reg. 28(1) atau (2) 12. Koreksi untuk 24 m ≤ L ≤ 100 m: Reg. 29 19

13. kooreksi koefisien blok: Reg. 30 14. Koreksi D: Reg. 31 15. koreksi letak Deck Line: Reg. 32 16. koreksi recess: Reg. 32-1 17. hitung tinggi standard bangunan atas: Reg. 33, panjang bangunan atas: Reg. 34 dan panjang efekif bangunan atas: Reg. 35 dan trunk (kalau ada): Reg. 36 18. koreksi bangunan atas: Reg. 37 19. Hitung sheer standard: Reg. 38(8) dan sheer kapal: Reg. 38(1),(5),(6),(7), (12) dan kelebihan atau kekurangan sheer: Reg. 38(9),(10),(11),(12),(13) 20. koreksi sheer: Reg. 38(14),(15),(16) 21. koerksi tinggi haluan minimum: Reg. 39(1),(2),(3),(4) dan reserve buoyancy: Reg. 39(5) 22. hitung summer freeboard: Reg. 40(1),(2), tropical freeboard: Reg. 40(3),(4), winter freeboard: Reg. 40(5), winter North Atlantic freeboard: Reg. 40(6), fresh water freeboard: Reg. 40(7) termasuk tropical freshwater freeboard

a) Menentukan Geladak lambung timbul (9)

Regulation 3 Definitions of terms used in the annexes Geladak lambung timbul (freeboard deck) 1. Geladak lambung timbul (freeboard deck) biasanya adalah  geladak menerus teratas yang terbuka terhadap cuaca dan laut  yang semua bukaannya pada bagian yang terbuka terhadap cuaca mempunyai penutup permanen  semua bukaan di bawah geladak ini mempunyai penutup permanen yang kedap air 2. Geladak lebih rendah sebagai geladak lambung timbul. Atas keinginan pemilik dan persetujuan Administration, geladak yang lebih rendah dapat diambil sebagai geladak lambung timbul asal geladak tersebut adalah  geladak permanen yang menerus  paling sedikit dari sekat kamar mesin sampai ke sekat ceruk  menerus dari sisi ke sisi. (i) Jika geladak lebih rendah ini terpenggal (stepped), garis geladak bagian terendah dan perpanjangannya sejajar bagian geladak yang tinggi diambil sebagai geladak lambung timbul (ii) Jika geladak lebih rendah diambil sebagai geladak lambung timbul, bagian badan kapal di atas geladak lambung timbul diperlakukan seperti bangunan atas untuk persyaratan dan perhitungan lambung timbul. Lambung timbul diukur dari geladak ini (iii)Jika geladak lebih rendah diambil sebagai geladak lambung timbul, geladak ini paling sedikit harus terdiri atas: a. stringer dengan penegar yang sesuai di sisi kapal b. stringer melintang pada tiap sekat kedap air yang mencapai geladak teratas dalam ruang muat. c. Lebar stringer tidak boleh kurang dari yang dapat dipasang di tempat dan diperlukan oleh struktur dan operasi kapal. d. Setiap stringer harus memenuhi persyaratan konstruksi. 3. Geladak lambung timbul tak menerus, geladak lambung timbul terpenggal i. Jika geladak freeboard diturunkan (recessed) dari sisi ke sisi sepanjang lebih dari 1 meter, maka geladak freeboard adalah geladak terbuka yang turun (recessed) tersebut dan perpanjangannya sejajar dengan bagian geladak yang atas. ii. Jika bagian geladak yang turun (recessed) tidak selebar kapal, geladak freeboard adalah geladak yang atas iii. Jika geladak freeboard dipilih geladak di bawah geladak terbuka, dan pada geladak ini ada bagian turun tidak selebar kapal, penurunan (recess) ini boleh 20

diabaikan, asal semua bukaan pada geladak terbuka di atasnya mempunyai penutup yang kedap cuaca iv. Sistem pengeringan pada bagian yang turun harus diberi perhatian khusus, juga pengaruh permukaan bebas pada stabilitas v. Ketentuan pada paragraf i sampai iv tidak dimaksudkan untuk kapal keruk, hopper barges atau kapal dengan palkah besar yang terbuka, yang masing-masing kasus akan dipertimbangkan tersendiri.

b) Menentukan tinggi geladak moulded (5) (a)

Regulation 3 Definition of terms used in the annexes Tinggi moulded (moulded depth) Tinggi moulded adalah jarak vertikal diukur pada sisi kapal  pada kapal logam dari sisi atas lunas ke sisi atas balok geladak lambung timbul  pada kapal kayu dan komposit dari sisi bawah keel rabbet ke sisi atas gading geladak lambung timbul. Jika bagian bawah penampang gading besar berbentuk cekung atau jika dipasang garboard strake yang tebal, jarak diukur dari perpotongan bidang datar alas dengan sisi lunas (b) Pada kapal yang mempunyai gunwale melengkung (rounded gunwale), tinggi moulded diukur dari titik potong perpanjangan garis geladak dan garis sisi seakan-akan gunwale tidak melengkung (c) Jika geladak lambung timbul terpenggal (stepped) dan bagian yang tinggi mencakup tempat pengukuran, tinggi moulded harus diukur sampai ke garis acuan yang merupakan perpanjangan bagian yang rendah dan sejajar dengan bagian yang tinggi

c) Menentukan bidang air 0.85Dmoulded Dalam peraturan ini, bidang air yang dipakai sebagai dasar perhitungan adalah bidang air pada 0.85 Dmoulded.

d) Menentukan panjang bidang air, panjang L, garis tegak depan, garis tegak belakang (1)

Regulation 3 Definition of terms used in the annexes Panjang (Length) L (a) Panjang (Length) L diambil 21

i. sebesar 96 % panjang total garis air pada sarat 0.85 tinggi geladak moulded terendah diukur dari lunas ii. dari sisi depan linggi haluan sampai ke sumbu tongkat kemudi diambil yang lebih besar. (b) Untuk kapal tanpa poros kemudi, panjang (Length) L diambil sebesar 96 % panjang total garis air pada sarat 0.85 tinggi geladak moulded terendah (c) Jika bentuk linggi haluan adalah cekung di atas bidang air pada 85% D, ujung depan L dan ujung depan linggi haluan diambil pada proyeksi vertikal titik paling belakang garis linggi haluan ke bidang air tadi lihat Figure 3.1

(d) Pada kapal yang dirancang lunasnya bersudut terhadap bidang datar, bidang air tempat mengukur L dibuat sejajar dengan bidang air rancang dan pada 85% Dmin. Untuk mendapat Dmin, dibuat garis sejajar lunas kapal dan menyinggung garis sheer moulded dari geladak freeboard. Pada titik singgung dibuat garis tegak hingga memotong lunas kapal. Panjang garis ini adalah Dmin. Lihat Figure 3.2

(2)

Garis tegak (perpendiculars). Garis tegak depan dan belakang diambil pada ujung depan dan belakang dari panjang L.  Garis tegak depan (forward perpendicular) dibuat pada ujung depan panjang L dan harus berimpit dengan sisi depan lunas pada garis air tempat mengukur L  Garis tegak belakang (after perpendicular) dibuat pada ujung belakang L

e) Menentukan ukuran-ukuran lain (3)

Regulation 3 Definition of terms used in the annexes Amidships (tengah kapal) terletak di tengah L 22

(4) Lebar (breadth) B. Kecuali disebutkan secara khusus, lebar B adalah lebar terbesar di tengah kapal diukur ke  garis moulded gading untuk kapal logam  permukaan luar badan kapal untuk kapal dengan bahan lain (6) Tinggi untuk lambung timbul (depth for freeboard) D (a) Tinggi untuk lambung timbul D adalah  tinggi moulded di tengah kapal  ditambah tebal geladak lambung timbul (b) Pada kapal yang mempunyai gunwale melengkung dengan jari-jari > 4 % B atau mempunyai bentuk bagian atas yang tidak biasa, tinggi untuk lambung timbul D diambil sama dengan kapal berdinding tegak, dengan lengkung lintang geladak (round of beam, camber) yang sama dan luas penampang yang sama (7) Koefisien blok (block coefficient). Koefisien blok dihitung dengan rumus  Cb  L  B  d1 (a)

(8) (10)

dengan  =  volume moulded kapal, tidak termasuk bossing, untuk kapal berlambung logam  volume sampai sebelah luar pelat kulit untuk kapal berlambung bahan lain semuanya diukur pada sarat moulded d1 d1 diambil 85 % moulded depth terkecil (b) Untuk menghitung koefisien blok kapal berbadan banyak, harus dipakai lebar penuh (B) menurut paragraf (4) dan bukan lebar satu badan. Lambung timbul (freeboard) adalah jarak tegak dari sisi atas garis geladak (deck line) sampai sisi atas garis muat (load line) terkait, diukur di tengah kapal Bangunan atas (superstructure) a. Bangunan atas adalah bangunan bergeladak dan lebarnya dari satu sisi ke sisi yang lain atau pelat sisinya masuk ke dalam tidak lebih dari 4% B. Geladak penggal (raised quarterdeck) dianggap sebagai bangunan atas b. Bangunan atas tertutup (enclosed superstructures) adalah bangunan atas yang (i) mempunyai sekat pelindung yang konstruksinya efisien (ii) lubang pintu keluar masuk (access), kalau ada, pada sekat pelindung mempunyai daun pintu yang memenuhi persyaratan regulation 12 (iii)semua lubang lain pada sisi atau sekat-sekat ujung bangunan atas mempunyai penutup yang kedap cuaca dan efisien Anjungan atau kimbul tidak boleh dianggap tertutup kecuali jika bagi ABK disediakan pintu (access) lain yang selalu dapat dipakai untuk ke Kamar Mesin dan tempat kerja lainnya di dalam bangunan atas ini kalau pintu pada sekat ditutup. c. Tinggi bangunan atas adalah tinggi vertikal terkecil diukur di sisi kapal dari sisi atas balok geladak bangunan atas ke sisi atas balok geladak lambung timbul d. Panjang bangunan atas adalah panjang rata-rata bagian bangunan atas yang terletak dalam panjang L e. Bridge adalah bangunan atas yang tidak meliputi baik Garis Tegak Depan maupun Garis Tegak Belakang f. Poop adalah bangunan atas yang meliputi dari Garis Tegak Belakang ke arah depan tetapi tidak mencapai Garis Tegak Depan. Poop dapat berawal dari titik di belakang Garis Tegak Belakang. g. Forecastle adalah bangunan atas yang meliputi dari Garis Tegak Depan ke belakang tetapi tidak mencapai Garis Tegak Belakang. Forecastle dapat berawal dari titik di depan Garis Tegak Depan. h. Full superstructure adalah bangunan atas yang paling sedikit meliputi Garis Tegak Depan maupun Garis Tegak Belakang 23

i. Raised quarterdeck adalah bangunan atas yang meliputi Garis Tegak Belakang ke depan dan biasanya tingginya kurang dari tinggi bangunan atas biasa dan mempunyai sekat ujung depan yang utuh (kecuali jendela bulat tak dapat buka dengan penutup logam dan manhole yang berpenutup yang dibaut). Jika sekat depan tidak utuh karena ada pintu atau jalan masuk lain, dianggap sebagai poop.

(11) Superstructure deck adalah geladak yang menjadi batas atas bangunan atas (12) Flush deck ship adalah kapal yang tidak mempunyai bangunan atas pada geladak lambung timbulnya. (13) Weathertight berarti pada semua keadaan laut air tidak menembus masuk badan kapal (14) Watertight berarti mampu mencegah air menembus bangunan baik masuk maupun keluar dan menahan tekanan air dengan tinggi tekan rancang maksimum (15) Well adalah semua tempat pada geladak yang terbuka terhadap cuaca yang dapat mengurung air. Well adalah daerah pada geladak yang dibatasi oleh 2 atau lebih bangunan.

f) Menentukan type kapal dan lambung timbul menurut tabel (tabular freeboard) Chapter III Regulation 27 Type of ships 1. Untuk keperluan perhitungan freeboard, kapal dibagi dalam type 'A' dan type 'B':

Kapal type 'A'

2. Kapal type 'A' adalah kapal yang 24

a. dirancang hanya untuk membawa muatan curah cair (liquid cargoes in bulk) b. geladak terbuka mempunyai integritas tinggi dengan bukaan kecil untuk masuk ke ruang muat, yang ditutup oleh penutup dari baja atau bahan lain yang kedap air dan bergasket c. ruang muat dengan muatan penuh mempunyai permeabilitas yang rendah

Persyaratan khusus untuk kapal type 'A' Lihat Regulation 26 Special conditions of assignment for type 'A' ships

g) Menentukan lambung timbul menurut Tabel (tabular freeboard) Lambung timbul yang kita dapat dari Tabel 28.1 dan 28.2 adalah untuk kapal standard dan disebut freeboard menurut Tabel atau tabular freeboard. Regulation 27 Type of ships (4) Kapal type 'A' harus diberikan freeboard tidak kurang dari yang diberikan oleh Tabel 28.1 Regulation 28 Freeboard tables (1) Tabular freeboard untuk kapal type 'A' ditentukan dari Tabel 28.1 Tabel 28.1 Tabel freeborad untuk kapal type 'A' Panjang kapal [m] Freeboard [mm] Panjang kapal [m] 24 200 ... ... ... 365

Freeboard [mm] ... 3433

Kapal type 'B' Regulation 27 Type of ships 4. Kapal type 'B' adalah kapal yang bukan kapal type 'A'

Regulation 28 Freeboard tables (2) Tabular freeboard untuk kapal type 'B' ditentukan dari Tabel 28.2 Tabel 28.2 Tabel freeborad untuk kapal type 'B' Panjang kapal [m] Freeboard [mm] Panjang kapal [m] 24 200 ... ... ... 365

Freeboard [mm] ... 5303

Ada 4 macam kapal type 'B':  Kapal type 'B+' 25

 Kapal type 'B'  Kapal type 'B-60'  Kapal type 'B-100'

Kapal type 'B+' Regulation 27 (6) Kapal standard type 'B' yang penutup palkahnya memakai sistem seperti pada Regulation 15, freeboard dihitung berdasarkan Tabel 28.2 ditambah dengan Tabel 27.1: Tabel 27.1 Tambahan freeboard pada tabular freeboard untuk kapal type 'B' untuk kapal yang penutup palkahnya memenuhi Reg. 16 Panjang kapal [m] Tambahan Freeboard Panjang kapal [m] Tambahan Freeboard [mm] [mm] ≤108 50 ... ... ... ... 200 358 Contoh: Kapal standard type 'B+' dengan panjang L = 111.4 m Freeboard menurut Tabel 28.2: L = 111 m --> tabular freeboard = 1500 mm L = 112 m --> tabular freeboard = 1521 mm L = 111.4 --> tabulat freeboard = 1500 mm + (111.4 m - 111 m)(1521 mm - 1500 mm)/(112 m - 111 m) = 1508.4 mm Tambahan freeboard menurut Tabel 27.1: L = 110 m --> tambanah freeboard = 55 mm L = 111 m --> tambahan freeboard = 57 mm L = 110.4 --> tambahan freeboard = 55 mm + (110.4 m - 110 m)(57 mm - 55 mm)/(111 m - 110 m) = 55.8 mm Hasilnya, tabular freeboard = 1508.4 mm + 55.8 mm = 1564.2 mm

Kapal type 'B' Regulation 27 (7) Kapal standard type 'B' yang penutup palkahnya memakai sistem seperti pada Regulation 16, freeboard dihitung berdasarkan Tabel 28.2 tanpa tambahan

Kapal type 'B-60' Regulation 27 (8) and (9) Kapal standard type 'B' yang panjangnya lebih dari 100 m dan  perlindungan untuk ABK memenuhi persyaratan (Regulation 25)  lubang pengering memenuhi persyaratan (Regulation 24)  penutup palkahnya memakai sistem seperti pada Regulation 16  kapal jika dimuati sesuai ketentuan dalam paragraf (11), mampu bertahan terhadap kebocoran pada 1 ruangan dan setelah bocor memenuhi ketentuan dalam paragraf (13) maka untuk kapal standard, freeboard = freeboard menurut Tabel 28.2 dikurangi 60 % dari selisih freeboard menurut Tabel 28.2 dengan freeboard menurut Tabel 28.1 atau fb = fb'B' - 0.6(fb'B' - fb'A') Contoh: Kapal type 'B-60' dengan panjang L = 250.4 m  Tabular freeboard menurut Tabel 28.2 L = 250 m, tabular freeboard 'B' = 4018 mm L = 251 m, tabular freeboard 'B' = 4032 mm L = 250.4 m, tabular freeboard 'B' = 4018 + (250.4 - 250)*(4032 - 4018)/(250 - 251) = 4023.6 mm  Tabular freeboard menurut Tabel 28.1 26

L = 250 m, tabular freeboard 'A' = 3012 mm L = 251 m, tabular freeboard 'A' = 3018 mm L = 250.4 m, tabular freeboard 'A' = 3012 + (250.4 - 250)*(3018 - 3012)/(250 - 251) =3014.4 mm Maka tabular freeboard untuk kapal type 'B-60' adalah 4023.6 mm - 0.6*(4023.6 - 3014.4)mm = 3418.08 mm

Kapal type 'B-100' Regulation 27 (10) Kapal standard type 'B' yang  memenuhi Regulation 26 kecuali point(5)  memenuhi paragraf (8) yaitu persyaratan untuk kapal type 'B-60' dan kapal jika dimuati sesuai ketentuan dalam paragraf (11), mampu bertahan terhadap kebocoran pada 2 ruangan bersebelahan dan setelah bocor memenuhi ketentuan dalam paragraf (13) maka untuk kapal standard, freeboard = freeboard menurut Tabel 28.2 dikurangi 100 % dari selisih freeboard menurut Tabel 28.2 dengan freeboard menurut Tabel 28.1 atau fb = fb'B' - 1.0(fb'B' - fb'A') Contoh: Kapal type 'B-100' dengan panjang L = 250.4 m Dari hasil di atas:  Tabular freeboard menurut Tabel 28.2 = 4023.6 mm  Tabular freeboard menurut Tabel 28.1 = 3014.4 mm Maka tabular freeboard untuk kapal type 'B-100' adalah 4023.6 mm - 1.0*(4023.6 - 3014.4)mm = 3014.4 mm

Penutup palkah Ada 2 macam sistem penutup palkah: yang dari kayu (tradisional) ditutup terpal: lihat Regulation 15 Hatchways closed by portable covers and secured weathertight by tarpaulins and battening devices dan yang dari baja dengan gasket dan pengunci: lihat Regulation 16 Hatchways closed by weathertight covers of steel or other equivalent materials

Kondisi pembebanan awal Regulation 27(11) Initial condition of loading a) Kapal dimuati sampai Summer Load Line dengan kondisi maya (imaginary) even keel b) Dalam menghitung KG, dipakai prinsip berikut: 1) Muatannya homogen 2) Semua ruang muat termasuk ruang muat yang dirancang untuk dimuat sebagian, dianggap terisi penuh.  Ruang muat untuk muatan cair dianggap terisi 98 % penuh  Untuk pengecualian lihat (iii) di bawah ini 3) Jika kapal dirancang berlayar pada Summer Load Line dengan ada ruang muat kosong, ruang semacam ini dianggap kosong asal KG yang dihitung untuk keadaan ini, tidak kurang dari yang dihitung terisi penuh menurut (ii) 4) 50 % dari muatan penuh masing-masing tangki untuk cairan habis pakai (consumable) dan gudang (store) boleh diperhitungkan.  Untuk tiap jenis cairan, dianggap paling tidak ada sepasang tangki melintang (kiri dan kanan) atau sebuah tangki di centerline yang mempunyai permukaan bebas terbesar  Diambil satu atau kombinasi tangki yang mempunyai koreksi permukaan bebas terbesar  Pada tiap tangki, titik berat muatan diambil sama dengan titik berat volume tangki  Tangki-tangki lainnya dianggap terisi penuh atau sama sekali kosong  Peletakan cairan habis pakai dipilih sedemikian yang menghasilkan KG tertinggi 27

5) Dalam tiap ruang muat yang terisi cairan menurut (ii) kecuali tangki cairan habis pakai menurut (iv), dihitung koreksi permukaan bebas terbesar pada sudut oleng θ ≤ 50.  Sebagai cara lain, pengaruh permukaan bebas sebenarnya boleh dipakai, asal cara menghitungnya disetujui Administration. 6) Berat dihitung dengan berat jenis berikut ini  Air laut 1.025  Air tawar 1.000  Minyak bakar 0.950  Minyak diesel 0.900  Minyak lumas 0.900

Asumsi kerusakan Regulation 27(12) Damage assumption a) Lingkup kerusakan vertical adalah dari bidang dasar ke atas tanpa batas b) Lingkup kerusakan melintang adalah B/5 atau 11.5 m, diambil yang kecil  diukur ke dalam dari sisi kapal tegak lurus centerline pada sarat Summer Load Line c) jika kerusakan yang kurang dari menurut (a) dan (b) menyebabkan keadaam yang lebih parah, kerusakan yang kurang itu yang diambil d) kebocoran terjadi dalam satu kompartemen saja antara 2 sekat, asal sekat bujur sebagai batas dalam kompartemen tidak terletak dalam daerah kerusakan.  Sekat lintang batas wing tank yang tidak selebar kapal dianggap tidak rusak asal lebarnya lebih dalam dari daerah kerusakan melintang menurut (b)  Jika suatu sekat lintang mempunyai bagian mendatar (step) atau mempunyai bagian memanjang (recess) yang panjangnya ≤ 3 meter dan terletak dalam daerah kerusakan melintang menurut (b), maka sekat ini dianggap tidak rusak dan hanya satu kompartemen yang kemasukan air.  Jika suatu sekat lintang mempunyai bagian mendatar (step) atau mempunyai bagian memanjang (recess) yang panjangnya > 3 meter dan terletak dalam daerah kerusakan melintang menurut (b), maka sekat ini dianggap rusak dan dua kompartemen bersebelahan itu kemasukan air  Step yang terjadi antara sekat ceruk buritan dan tanktop dalam ceruk buritan tidak termasuk dalam ketentuan di atas e) Jika suatu sekat lintang utama mempunyai bagian mendatar (step) karena alas dalam (double bottom) atau tangki sisi (side tank) dan panjangnya > 3 meter dan terletak dalam daerah kerusakan melintang, maka alas dalam atau tangki sisi yang menempel pada step dianggap bersama-sama kemasukan air.  Jika tangki sisi mempunyai bukaan ke dalam satu atau lebih ruang muat, misalnya untuk menambahkan biji-bijian, maka satu atau lebih ruang muat itu dianggap kemasukan air juga  Demikian juga jika pada suatu kapal dirancang untuk muatan cair, tangki sisi mempunyai bukaan ke dalam satu atau lebih ruang muat, maka satu atau lebih ruang muat itu dianggap kemasukan air juga  Ketentuan di atas berlaku juga jika bukaan itu mempunyai penutup, kecuali jika penutupnya adalah sluice valve yang dipasang pada sekat antara tangki dan dapat ditutup dari geladak.  Penutup manhole dengan baut berjarak rapat dianggap setara dengan pelat utuh, kecuali bukaan pada top side tank yang membuat top side tank menjadi satu dengan ruang muat f) Jika kapal dirancang untuk dua ruangan bersebelahan muka-belakang yang bocor, sekat kedap air lintang utama harus berjarak 1 23 L 3 atau 14.5 meter diambil yang kecil, supaya efektif. 28



Jika jarak sekat kurang dari itu, satu atau lebih dari sekat-sekat itu dianggap tidak ada untuk mendapatkan jarak minimum antara sekat

Keadaan seimbang



Regulation 27(13) Condition of equilibrium Setelah bocor, keadaan seimbang dianggap baik jika: a) Bidang air akhir setelah bocor, dengan memperhitungkan penambahan sarat, oleng dan trim, berada di bawah tepi bawah bukaan yang dapat menyebabkan air masuk secara berlanjut (progressive flooding) Dalam bukaan ini termasuk: o Pipa udara (lihat Regulation 20) o Ventilator, meskipun memenuhi persyaratan Regulation 19(4) o Bukaan yang ditutup dengan pintu kedap cuaca, meskipun memenuhi persyaratan Regulation 12 o Lubang palkah, meskipun memenuhi persyaratan Regulation 16(1) sampai dengan (5)  Yang tidak termasuk: o Bukaan yang ditutup dengan penutup manhole dan flush scuttles yang memenuhi persyaratan Regulation 18 o Penutup lubang palkah dari jenis menurut Regulation 27(2) untuk tanker o Pintu kedap air geser yang dapat dioperasikan dari jauh o Side scuttles dari jenis mati (tidak dapat dibuka) menurut Regulation 23 o Pintu kedap air berengsel dan dapat ditutup cepat yang menghubungkan ruang permesinan utama dengan ruang mesin kemudi, dan ditutup pada saat kapal berlayar dan ambang bawahnya lebih tinggi dari Summer Load Line b) Jika pipa, saluran atau terowongan terletak dalam daerah kerusakan melintang menurut paragraph 12(b), pengaturan harus dilakukan supaya air masuk secara berlanjut tidak bisa masuk ke ruangan lain selain yang dianggap bocor c) Sudut oleng akibat air masuk tak simetris tidak melebihi 150. Jika tidak ada bagian geladak yang masuk air, sudut oleng boleh sampai 170. d) Dalam keadaan bocor, tinggi metasenter > 0. e) Jika  ada bagian geladak di luar kompartemen yang dianggap bocor masuk ke dalam air,  atau stabilitas setelah bocor meragukan maka stabilitas sisanya (residual stability) harus diperiksa. Stabilitas sisa dianggap cukup jika:  range stabilitas ≥ 200 dihitung dari titik seimbang  lengan pengembali ≥ 0.1 meter dalam range tersebut  luas gambar di bawah grafik lengan ≥ 0.0175 m.rad  Administration harus memperhatikan kemungkinan bahaya akibat bukaan terlindung maupun tidak, untuk sesaat masuk air dalam range tersebut

Kapal tanpa penggerak sendiri Regulation 27(14) Ships without means of propulsion  Tongkang dengan muatan dalam palkah  tongkang dengan muatan geladak  kapal lain tanpa penggerak sendiri diberikan freeboard menurut regulation ini.  Tongkang yang memenuhi persyaratan dalam Reg. 27 paragraph (2) dan (3) dapat diberi freeboard type ‘A’ 29

a) Administration harus memberi perhatian khusus pada stabilitas tongkang dengan muatan pada geladak cuaca. Muatan geladak hanya dapat dimuat oleh tongkang dengan freeboard menurut type ‘B’ biasa. b) Untuk tongkang tanpa ABK, persyaratan dalam Regulation 25, 26(3), 26(4) dan 39 tidak berlaku c) Tongkang tanpa ABK yang pada freeboard decknya bukaan masuk kecil yang ditutup dengan penutup kedap air dan bergasket dari baja atau bahan lain setara, boleh diberi freeboard yang 25 % lebih kecil dari hasil menurut ketentuan dalam regulation ini

Posisi lubang palkah, pintu dan ventilator Lihat Chapter II Regulation 13 Position of hatchways, doorways and ventilators

Ambang palkah Lihat Regulation 14-1 Hatchway coamings

Lubang pengering Lihat Regulation 24 Freeing port

Pipa udara Lihat Regulation 20 Air pipes

Ventilator Regulation 19 Ventilators

Koreksi-koreksi Kapal yang kita hitung hampir selalu bukan kapal standard, jadi harus dilakukan beberapa koreksi. Koreksi yang pertama adalah untuk kapal dengan L < 100 meter. Regulation 29 Correction to the freeboard for ships under 100 m in length Freeboard menurut Tabel atau tabular freeboard untuk  kapal type ‘B’  panjangnya di antara 24 m dan 100 m  mempunyai bangunan atas tertutup dengan panjang efektif sampai 35 % L harus ditambah dengan E   7.5(100  L) 0.35  1  L  [mm] dengan L = panjang kapal menurut Regulation 3 E1 = panjang efektif menurut Regulation 35, tetapi tidak termasuk trunk Jika panjang efektif > 35 % maka tidak ada koreksi. Regulation 30 Correction for block coefficient Jika CB > 0.68, tabular freeboard (yang telah dikoreksi untuk kapal type ‘B’ jika perlu) harus dikalikan dengan factor C B  0.68 1.36 dengan CB ≤ 1.0 Regulation 31 Correction for depth 1) Jika D > L/15 , freeboard harus ditambah dengan 30



 D 

L  R 15 

dan

L 0.48 untuk L < 120 m R = 250 untuk L ≥ 120 m 2) Jika D < L/15 , tidak ada pengurangan freeboard, kecuali jika ada  bangunan atas tertutup dengan panjang > 0.6 L di bagian tengah kapal  Trunk penuh  Gabungan bangunan atas tertutup dan trunk sepanjang kapal Dalam hal ini, pengurangannya adalah sebesar rumus di atas 3) Jika tinggi bangunan atas tertutup atau trunk kurang dari standard menurut Regulation 33, pengurangan harus dikalikan dengan ha/hst dengan ha = tinggi bangunan atas tertutup atau trunk hst = tinggi standard bangunan atas tertutup atau trunk R

 

Regulation 32 Correction for position of deck line Jika letak sesungguhnya dari sisi atas deck line > D, maka selisih tinggi ini ditambahkan pada freeboard Jika letak sesungguhnya dari sisi atas deck line < D, maka selisih tinggi ini dikurangkan dari freeboard

Regulation 32-1 Correction for recess in freeboard deck (1) Jika pada freeboard deck dibuat lekukan (recess) yang tidak mencapai sisi kapal, freeboard yang dihitung tanpa memperhatikan lekukan tersebut, harus dikoreksi untuk kehilangan gaya apung.  besar koreksi = volume lekukan / WPA pada sarat 0.85 D Lihat Fig, 32-1.1

(2) Koreksi ditambahkan pada freeboard setelah semua koreksi diberikan, kecuali koreksi tinggi haluan (Regulation 39) (3) Jika freeboard setelah dikoreksi untuk kehilangan gaya apung > freeboard minimum yang dihitung memakai depth moulded sampai ke dasar lekukan, yang terakhir ini boleh dipakai.

Tinggi standard bangunan atas Regulation 33 Standard height of superstructure Tinggi standard bangunan atas adalah sebagai berikut: L [m] Raised All other quarterdec superstructur k e 31

0.9 m 1.8 m ≤ 30 m 75 m 1.2 m 1.8 m ≥ 125 m 1.8 m 2.3 m Tinggi standard untuk panjang L di antaranya dihitung dengan interpolasi linier

Panjang bangunan atas Regulation 34 Length of superstructure (1) Panjang bangunan atas (S) adalah panjang rata-rata bangunan atas yang ada di dalam L. (a) Jika sekat bangunan atas mempunyai lekukan (recess), maka panjang efektif bangunan atas dikurangi dengan luas lekukan pada pandangan atas / lebar bangunan atas di tengah lekukan. (b) Jika lekukan tidak simetris terhadap centreline, bagian yang lebih luas dianggap ada di kedua sisi centreline. ℓ



b

b

P

P

S = P - ℓb/B (c) Suatu lekukan tidak perlu punya geladak di atasnya.

S = P - 2ℓb/B

(2) (a) Jika sekat ujung bangunan atas tertutup melengkung "fair" melewati titik potong dengan sisinya, panjang bangunan atas boleh ditambah dengan 2/3 jarak memanjang titik potong sisi bangunan atas dengan ujung lengkungan. Jarak memanjang ini maksimum adalah 0.5 lebar sekat ujung bangunan atas tersebut. P



P



≥0.3B

≥0.3B

S = P + 2ℓ/3 S = P + 2ℓ/3 (b) Jika ada tonjolan pada bangunan atas yang lebarnya ≥ 0.3 B di kedua sisi centreline, panjang efektif bangunan atas boleh ditambah seakan-akan tonjolan itu berbentuk parabola. Parabola ini melewati o titik potong tonjolan dengan centreline dan o titik potong sekat bangunan atas dengan sisi tonjolan dan harus seluruhnya di dalam bangunan atas dan tonjolannya. (c) Jika sisi bangunan atas digeser ke dalam dalam batas yang diijinkan, maka lebar diukur lebar bangunan atas sebenarnya dan bukan lebar kapal (3) Jika bangunan atas mempunyai sekat ujung yang miring, maka 32

(a) jika di luar sekat miring, tinggi bangunan atas hBA ≤ hST, maka panjang S dihitung menurut Fig. 34.1

(b) jika tinggi bangunan atas hBA > hST, maka panjang S dihitung menurut Fig. 34.2

(c) ketentuan di atas berlaku jika sudut antara sekat ujung dan bidang dasar ≥ 150. Jika kurang dari itu, sekat miring diperlakukan sebagai sheer

Panjang efektif bangunan atas (1) (2)

(3)

(4)

Regulation 35 Effective length of superstructure Panjang efektif bangunan atas tertutup dengan tinggi standard adalah panjangnya (S), kecuali seperti ditentukan dalam paragraf (2) Jika bangunan atas tertutup dengan tinggi standard sisinya digeser masuk menurut Regulation 3(10), maka panjang efektifnya E = S x b/BS dengan b = lebar bangunan atas diukur di tengah panjang bangunan atas BS = lebar kapal diukur di tengah panjang bangunan atas (d) Jika sisi yang digeser masuk tidak sepanjang bangunan atas, maka koreksi di atas hanya berlaku untuk daerah yang digeser masuk saja jika hBA < hST, maka panjang efektifnya E = S x hBA / hST (a) jika hBA > hST, maka panjang efektifnya tidak ditambah (b) Jika bangunan atas yang bersekat ujung miring, tingginya hBA < hST, maka E = S x hBA / hST dengan S dihitung menurut Fig. 34.1  Jika poop atau forecastle tingginya < hST, tetapi o kapal mempunyai sheer berlebih dan o tidak ada bangunan atas di 0.2 L amidships maka tinggi poop atau forecastle boleh ditambah dengan selisih sheer profile sebenarnya dengan sheer profile standard untuk mendapatkan sheer credit menurut Regulation 38(12). Tetapi pengurangan menurut Regulation 38(16) tidak diberikan Panjang efektif geladak penggal jika mempunyai sekat depan utuh adalah 33

E = S dan E ≤ 0.6 L  Jika sekat depannya tidak utuh (ada bukaan yang tak sesuai dengan Regulation 3(10), maka geladak penggal ini diperlakukan sebagai poop yang tingginya < hST.  Panjang maksimum geladak penggal sebesar 0.6 L diukur mulai dari AP, juga kalau ada poop yang bersambung dengan geladak penggal. (5) Bangunan atas yang tidak tertutup tidak mempunyai panjang efektif, E = 0

Trunk Regulation 36 Trunks (1) Suatu trunk atau bangunan serupa yang tidak selebar kapal dipandang efisien jika memenuhi syarat berikut (a) trunk dibuat sekuat bangunan atas (b) lubang palkah ada di geladak trunk,  hatchway coamings dan penutupannya memenuhi Regulation 13 sampai dengan 16  lebar lajur sisi geladak trunk cukup untuk menjadi gangway dan memepunyai kekakuan cukup Tetapi bukaan masuk yang kecil dengan penutup kedap air diijinkan pada geladak lambung timbul (c) lantai kerja permanen memanjang kapal dengan pagar pengaman harus disediakan di trunk deck, atau dari trunk deck terpisah ke bangunan atas, dengan jembatan (gangway) permanen (d) ventilator dilindungi oleh trunk, oleh penutup kedap air atau cara lain yang setara (e) pagar terbuka dipasang pada bagian terbuka freeboard deck paling sedikit 0.5 panjang bagian terbuka, atau cara lain:  dengan mengingat Regulation 24(2), menyediakan freeing port seluas 33 % luas total bulwark (f) machinery casing dilindungi oleh trunk, atau oleh bangunan atas dengan tinggi ≥ hST, atau oleh rumah geladak dengan tinggi dan kekuatan yang sama (g) lebar trunk ≥ 60 % lebar kapal (h) jika tidak ada bangunan atas, panjang trunk ≥ 0.6 L (2) Panjang efisien trunk = panjang S x bT/B (3) Tinggi standard trunk = tinggi standard bangunan lain (4) Jika tinggi trunk < tinggi standard, panjang efektifnya dikalikan dengan hBA/hST  jika hatchway coamings pada geladak trunk tingginya < dari tinggi standard hatchway coamings menurut Regulation 14-1, panjang efektifnya dikalikan dengan hC/hSC dengan hC = tinggi coamings yang ada dan hSC = tinggi standard coamings (5) Jika  tinggi trunk < tinggi standard dan  tinggi hatchway coamings < dari tinggi standard hatchway coamings atau tidak ada hatchway coamings pengurangan tinggi trunk karena tinggi hatchway coamings yang kurang adalah sebesar (600 mm tinggi hatchway coamings) atau 600 mm jika tidak ada hatchway coamings. Tinggi trunk tidak perlu dikurangi jika hanya ada bukaan kecil dengan tinggi kurang dari standard yang dipasang pada geladak trunk, sehingga dapat diberikan dispensasi untuk tinggi hatchway coamings. (6) Ambang palkah yang menerus pada geladak freeboard dapat dianggap sebagai trunk jika semua persyaratan di sini dipenuhi  Trunk deck stringer yang disebut dalam paragraf (1)(b) boleh dipasang di sebelah luar sekat sisi trunk dengan persyaratan berikut: (a) stringer membentuk jalan (walkway) bebas dengan lebar ≥ 450 mm pada tiap sisi (b) stringer dari pelat utuh dengan penyangga efisien dan penegar secukupnya

34

(c) stringer harus setinggi mungkin di atas geladak freeboard. Dalam perhitungan freeboard, tinggi trunk harus dikurangi paling sedikit 600 mm atau selisih tinggi trunk dengan tinggi stringer, diambil yang besar (d) sistem pengunci penutup palkah harus dapat ditangani dari stringer atau walkway (e) lebar trunk diukur antara sekat sisi trunk. (7) Jika trunk yang bersambung dengan poop, bridge atau forecastle dimasukkan dalam perhitungan freeboard, tidak boleh ada bukaan pada sekat bersama dari trunk dan bangunan atas. Pengecualian dapat diberikan terhadap bukaan kecil untuk pipa, kabel dan manhole dengan penutup yang dipasang dengan baut (8) Sisi trunk yang dimasukkan dalam perhitungan freeboard harus utuh. Sidescuttles yang tak dapat buka dan penutup manhole berbaut dapat diterima

Pengurangan untuk bangunan atas dan trunk Regulation 37 Deduction for superstructures and trunks (1) Jika panjang efektif bangunan atas dan trunk adalah 1L, pengurangan adalah sebagai berikut Panjang kapal Pengurangan 24 m 350 mm 85 m 860 mm 122 m 1070 mm Untuk harga antara, pengurangan didapat dari interpolasi linier (2) Jika panjang efektif bangunan atas dan trunk < 1L, pengurangannya diambil dari Tabel 37.1 0 0.1L 0.2L 0.3L 0.4L 0.5L 0.6L 0.7L 0.8L 0.9L 1.0L 0 7 14 21 31 41 52 63 75.3 87.7 100 Untuk harga antara, pengurangan didapat dari interpolasi linier (3) Untuk kapal type 'B', jika panjang efektif forecastle < 0.07 L, tidak diberikan pengurangan.

Mengukur sheer Regulation 38 Sheer 1) Sheer diukur dari garis sisi geladak ke garis acuan yang sejajar lunas melalui garis sheer di amidships. 2) Pada kapal yang dirancang dengan lunas condong, sheer diukur ke garis acuan yang sejajar bidang air rancang 3) Pada kapal flush deck dan kapal dengan bangunan atas lepas, sheer diukur pada geladak freeboard 4) Pada kapal dengan bentuk bagian atas tidak biasa karena ada penggalan atau terputus di bagian atas, sheer diukur dengan mengacu pada tinggi ekivalen di amidships

Sheer standard. 8) Standard sheer profile Ordinat sheer standard diberikan dalam table 38.1 Bagian belakan g

Station AP

Ordinat  L  25 10   3 

Faktor 1

1/6 L dari AP

 L  11.1 10   3   L  2.8 10   3  0 0

3

1/3 L dari AP

Bagian

Amidships Amidships

3 1 1 35

depan

1/3 L dari FP 1/6 L dari F P FP

3

 L  5.6 10   3   L  22.2 10   3   L  50 10   3 

3 1

Sheer kapal Biasanya L dibagi menjadi 6 bagian yang sama panjang (masing-masing bagian 1/6 L) dan sheer diukur di 7 titik ini yaitu di AP, 1/6 L dari AP, 1/3 L dari AP, di amidships, 1/3 L dari FP, 1/6 L dari FP dan di FP. Pada table di bawah, sheer di masing-masing titik disebut SAK1 dst untuk bagian belakang dan SFK1 dst. untuk bagian depan

Tambahan sheer jika ada bangunan atas sepanjang kapal 5) Pada kapal yang mempunyai bangunan atas dengan tinggi standard dan ada sepanjang geladak freeboard, sheer diukur pada geladak bangunan atas.  Jika tingginya melebihi standard, selisih terkecil Z antara tinggi sebenarnya dan tinggi standard harus ditambahkan pada masing-masing ordinat ujung sheer kapal  Ordinat pada 1/6 L dan 1/3 L dari garis tegak AP dan FP ditambah dengan 0.444Z (= 4/9 Z) dan 0.111Z (=1/9 Z) Station Ordinat sheer Faktor Bagian AP 1 S AK 4  Z belakan 1/6 L dari AP S  0.444Z 3 AK 3 g 1/3 L dari AP S AK 2  0.111Z 3

Bagian depan

Amidships

0

1

Amidships 1/3 L dari FP

0 S FK 2  0.111Z

1 3

1/6 L dari FP

S FK 3  0.444 Z

3

1 S FK 4  Z SAK dan SFK adalah ordinat sheer sebenarnya pada bagian belakang dan depan kapal pada 7 titik ukur tersebut. 6) Jika geladak bangunan atas tertutup mempunyai sheer yang paling tidak sama dengan sheer geladak lambung timbul, maka sheer geladak freeboard pada bagian tertutup (di dalam bangunan atas) tidak diperhitungkan FP

Tambahan sheer jika bangunan atas tidak sepanjang kapal: 

Jika poop atau forecastle terdiri atas 2 tingkat, maka penambahan sheer dilakukan seperti Fig. 38.2

36

Pada gambar-gambar tersebut, bangunan atas terdiri atas 2 tingkat o Z adalah selisih terkecil antara tinggi sebenarnya dan tinggi standard, menurut paragraph (5), jadi Z = hBA - hST o ZV adalah ordinat ujung dari kurva parabol standard yang dibuat melalui titik X, yaitu letak sekat ujung belakang bangunan atas tingkat 2 Ada 2 kasus:  Jika tingkat bawah melingkupi amidships, maka penambahan sheer dilakukan seperti Fig. 38.1

2

 L ZV  Z    2l  Minimum parabola ada di amidships dan persamaan parabola itu adalah dengan ℓ = jarak sekat ujung belakang bangunan atas tingkat 2 dari amidships  Jika tingkat bawah tidak melingkupi amidships, maka minimum parabola ada di sekat ujung belakang bangunan atas tingkat 1 dan persamaan parabola itu adalah 2

 l  ZV  Z  1   l2  dengan ℓ1 = jarak sekat ujung belakang bangunan atas tingkat 1 dari FP ℓ2 = jarak sekat ujung belakang bangunan atas tingkat 2 dari minimum parabola h = tinggi bangunan atas tingkat 2 o Jika ZV = ordinat parabola di FP dan ZV > (Z + h), maka ordinat ujung adalah (Z + h) dan kurva 2 diabaikan. Jika ZV < (Z + h), maka ordinat ujung adalah ZV. Ini berarti diambil harga yang kecil 37

Contoh: Kasus 1: bangunan atas lantai 1 sepanjang kapal, ada bangunan atas lantai 2 Diketahui: Panjang kapal L = 120 meter, tinggi bangunan atas lantai 1 = 2.3 meter, ada sepanjang kapal. Tinggi bangunan atas lantai 2 = 2.4 meter. Hitunglah tambahan sheer  Jika sekat ujung belakang = 6 meter dari amidships  Jika sekat ujung belakang = 30 meter dari amidships Jawab: Menurut Regulation 33, tinggi standard bangunan atas = 1.8 m + (120 m - 75 m)(2.3 m - 1.8 m)/(125 m - 75 m) = 2.25 m, jadi hBA > hST. Z = hBA - hST = 2.3 m - 2.25 m = 0.05 m,  Jika sekat ujung belakang = 6 meter dari amidships, ZV = 0.05 m (120 m / 2 x 6 m)2 = 0.05 m x 100 = 5 m, Z + h = 0.05 m + 2.4 m = 2.45 m jadi ZV > Z + h, maka tambahan = Z + h = 2.45 m, jadi ada parabola ke 2  Jika sekat ujung belakang = 30 meter dari amidships, ZV = 0.05 m (120 m / 2 x 30 m)2 = 0.05 m x 4 = 0.2 m, Z + h = 0.05 m + 2.4 m = 2.45 m jadi ZV < Z + h, maka tambahan = ZV = 0.2 m, jadi inilah hasilnya dan parabola ke 2 tidak ada Kasus 2: bangunan atas lantai 1 tidak meliputi amidships kapal, ada bangunan atas lantai 2 Diketahui: Panjang kapal L = 120 meter, tinggi bangunan atas lantai 1 = 2.3 meter. Tinggi bangunan atas lantai 2 = 2.4 meter. Hitunglah tambahan sheer  Jika ℓ1 = 50 m dan ℓ2 = 5 m  jika ℓ1 = 25 m dan ℓ2 = 12.5 m Jawab: Menurut Regulation 33, tinggi standard bangunan atas = 1.8 m + (120 m - 75 m)(2.3 m - 1.8 m)/(125 m - 75 m) = 2.25 m, jadi hBA > hST. Z = hBA - hST = 2.3 m - 2.25 m = 0.05 m,  Jika ℓ1 = 50 m dan ℓ2 = 5 m, ZV = 0.05 m (50 m / 5 m)2 = 0.05 m x 100 = 5 m, Z + h = 0.05 m + 2.4 m = 2.45 m jadi ZV > Z + h, maka tambahan = Z + h = 2.45 m, jadi ada parabola 2  jika ℓ1 = 25 m dan ℓ2 = 12.5 m, ZV = 0.05 m (25 m / 12.5 m)2 = 0.05 m x 4 = 0.2 m, Z + h = 0.05 m + 2.4 m = 2.45 m jadi ZV < Z + h, maka tambahan = ZV = 0.2 m, jadi inilah hasilnya dan parabola ke 2 tidak ada

Mengukur perbedaan sheer profile 10) Untuk mengukur perbedaan sheer dari sheer standard, 4 ordinat bagian belakang sheer sebenarnya (setelah semua penambahan) masing-masing dikalikan factor yang ada dalam table, lalu dijumlahkan. Demikian juga dengan 4 ordinat bagian depan Station Bagian belakan g

Bagian depan

AP 1/6 L dari AP 1/3 L dari AP Amidships Amidships 1/3 L dari FP

Ordinat sheer Faktor sebenarnya SAK4 1 SAK3 3 SAK2 3 0 1 0 SFK2

1 3

Hasil

Jumlah

SAK4 3SAK3 3SAK2 0

ΣSAK

0 3SFK2 38

1/6 L dari FP FP

SFK3 SFK4

3 1

Hal yang sama kita lakukan terhadap sheer standard Station Ordinat sheer Faktor standard Bagian AP SAS4 1 belakan 1/6 L dari AP SAS3 3 g 1/3 L dari AP SAS2 3 Amidships 0 1 Bagian depan

Amidships 1/3 L dari FP 1/6 L dari FP FP

S Perbedaan bagian belakang =

S

AK

  S AS

8

0 SFS2 SFS3 SFS4

1 3 3 1

3SFK3 SFK4

ΣSFK

Hasil

Jumlah

SAS4 3SAS3 3SAS2 0

ΣSAS

0 3SFS2 3SFS3 SFS4

ΣSFS

 A

  S FS

 F 8 Perbedaan bagian depan = Jika ∆A atau ∆F > 0, maka ada kelebihan (excess) sheer, jika < 0 ada kekurangan (deficiency) sheer.   F M  A 2 Harga rata-rata menunjukkan kelebihan atau kekurangan sheer secara keseluruhan. 10) Jika bagian belakang kelebihan, yaitu ∆A > 0 tetapi bagian depan kekurangan, yaitu ∆F < 0, maka  M  F 2 kelebihan tidak dihitung, tetapi hanya kekurangannya, yaitu ∆F < 0, jadi 11) Jika bagian depan kelebihan, yaitu ∆F > 0 tetapi bagian belakang kekurangan, yaitu 0.75 ≤ ΣSAK /   F M  A 2 ΣSAS < 1, maka kelebihan, yaitu ∆F > 0 diperhitungkan, jadi  Jika bagian depan kelebihan, yaitu ∆F > 0 tetapi bagian belakang kekurangan, yaitu ΣSAK /  M  A 2 ΣSAS < 0.5, maka kelebihan tidak dihitung, jadi  Jika bagian depan kelebihan, yaitu ∆F > 0 tetapi bagian belakang kekurangan, yaitu 0.5 ≤ ΣSAK / ΣSAS < 0.75, maka kelebihan dihitung dengan interpolasi linier. Untuk interpolasi kita pakai konstanta c sebagai faktor pengali untuk ∆F: o Jika ΣSAK / ΣSAS = 0.75, c∆F = ∆F, jadi c = 1 o Jika ΣSAK / ΣSAS = 0.5, c∆F = 0, jadi c = 0 o Untuk 0.5 < ΣSAK / ΣSAS = 0 berarti bahwa perpotongan FP dan bidang dasar sudah berada dalam air. Pemeriksaan TD perlu kita lakukan, supaya kita bisa menggambar bidang air dengan benar pada kurva Bonjean untuk menghitung V dan jarak LCB dari AP. Pada tongkang, apakah bidang sisi berbentuk segitiga atau trapesium.

Menghitung V dan ℓSV ρgV dan xV dihitung dengan bantuan kurva Bonjean atau cara lain. Pada kurva Bonjean digambarkan juga bentuk linggi buritan dan haluan serta sepatu luncur menurut skala yang dipakai dalm kurva tersebut. Ini perlu untuk menentukan LA dan LB. Waktu menghitung displasemen, maka ujung garis air harus tepat pada station genap menurut rumus Simpson I supaya kesalahan sekecil mungkin. Misalkan pada suatu langkah, ujung garis air tepat berada di Station 12. Maka untuk menghitung V dan xV dipakai tabel berikut: Station Luas station Faktor Simpson FS*A Lengan ℓ FS*A*ℓ 2 2 A [m ] FS [m ] [m] [m3] 0 A0 1 A0 0 0 1 A1 4 4A1 ℓ1 4A1*ℓ1 71

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 0

2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 1

2A2 4A3 2A4 4A5 2A6 4A7 2A8 4A9 2A10 4A11 A12 ∑FS* A

ℓ2 ℓ3 ℓ4 ℓ5 ℓ6 ℓ7 ℓ8 ℓ9 ℓ10 ℓ11 ℓ12

2A2*ℓ2 4A3*ℓ3 2A4*ℓ4 4A5*ℓ5 2A6*ℓ6 4A7*ℓ7 2A8*ℓ8 4A9*ℓ9 2A10*ℓ10 4A11*ℓ11 0 ∑FS*A*ℓ

Volume V = h*∑FS*A/3 [m3] Momen volume M = h*∑FS*A*ℓ/3 [m4] Lengan dari AP = xV = M/V [m] dengan h = jarak station. Luas station A1, A2 dan seterusnya dibaca dari diagram Bonjean. Lengan-lengan terhadap ujung sepatu luncur dapat dihitung dengan rumus berikut: SG  LS  LB  xG dengan xG = jarak titik berat dari AP [m] SV  LS  LB  xV dengan xV = jarak titik apung dari AP [m] Untuk suatu langkah tertentu, TA, ρgV dan xV serta ℓSG dan ℓSV dapat dihitung. Jadi ada dua persamaan dengan dua yang tidak diketahui yaitu R dan ℓSR, sehingga besar dan letak resultan dapat dihitung. Sebagai contoh menghitung V dan xV , kita lihat suatu tongkang berdinding miring: Persamaan sisi miring adalah: Z y  yB (yD,zD)  z  zB  y  yB  D zD  zB

Y (yB,zB)

Dengan m = (yD - yB)/(zD – zB) persamaan di atas menjadi y  y B  mz  mzB Luas gambar sampai sarat z sama dengan A   ydz    y B  mz  mzB dz   y B  mzB  z  0.5mz 2

Misalkan: yB = 4 m, zB = 0 m, yD = 6 m, zD = 10 m

m = (6 m – 4 m)/(10 m – 0 m) = 1/5 = 0.2 Persamaan sisi miring menjadi: y = 4 + 0.2*z – 0.2*0 = 4 + 0.2*z sehingga luas A = (4 – 0.2*0)*z + 0.5*0.2*z2 = 4*z + 0.1* z2 tan  = 1/12, LA = 0 m. Untuk langkah s = 48 m, sarat buritan menjadi: 72

TB = (0 m + 48 m)*1/12 = 4 m. Untuk contoh ini, langkah s kita bagi menjadi 4 bagian yang sama yaitu dengan titik A di AP, titik B berjarak 12 m dari AP dan seterusnya. Lalu kita hitung sarat pada titik A, B, sampai E: Sarat di A yang di AP = 4 m = TB , sarat di B yang berjarak 12 dari AP = 3 m, sarat di C = 2 m, sarat di D = 1 m dan sarat di E = 0 m. Kemudian dihitung luas station pada kelima titik tersebut dengan rumus di atas dan hasilnya ditulis dalam table berikut Sta Sarat [m]

Luas A [m2]

F.Simpson

FS*A

Lengan l

FS*A*l

A

4

17.6

1

17.6

0

0

B

3

12.9

4

51.6

12

619.2

C

2

8.4

2

16.8

24

403.2

D

1

4.1

4

16.4

36

590.4

E

0

0

1

0

48

0

 102.4

 1612.8

Volume = 2*12*102.4/3 = 819.2 m3 Momen volume = 2*12*1612.8/3 = 12902.4 m4 xV = LCB dari AP = 12902.4 m4 / 819.2 m3 = 15.75 m

Berapa panjang sepatu luncur yang masih di landasan? LB

LA FP

AP s=0 hS/tan

hS

β

Jarak titik awal langkah (s = 0) dengan ujung belakang sepatu luncur = LB - LA. Jarak titik awal langkah (s = 0) dengan ujung atas landasan = hS/tan β Jadi jarak ujung belakang sepatu luncur dengan ujung atas landasan = hS/tan β - (LB - LA) Jarak ujung belakang sepatu luncur sampai ujung bawah landasan = λ - [hS/tan β - (LB - LA)] = λ hS/tan β + (LB - LA)

73

LB

LA

AP

s

FP

hS

s=0 hS/tan

β

Jarak AP ke ujung atas landasan = LB + λ = LA + s + hS/tan β Jadi jika sλ = LB - LA + λ - hS/tan β maka ujung belakang sepatu luncur berimpit dengan ujung bawah landasan (lihat gambar di atas)  Jika s sλ maka ada bagian sepatu luncur yang melewati ujung landasan sebesar s - sλ Panjang sepatu luncur yang masih di landasan L  LS  ( s  s ) Jika Lλ = 0 atau negatif, berarti seluruh panjang sepatu luncur sudah berada di luar landasan. Jika Lλ > LS maka seluruh panjang sepatu luncur masih berada di atas landasan dan diambil Lλ = LS

Intensitas beban pada sepatu luncur Setelah itu maka besar intensitas beban di ujung-ujung sepatu luncur atau landasan dapat dihitung sebagai berikut: Ada 3 kemungkinan:  L/3 ≤ ℓSR ≤ 2 L/3 dalam rumus qD dan qB di atas, letak titik berat kapal diukur dari ujung buritan sepatu luncur. Jika letak titik berat kapal diukur dari ujung depan sepatu luncur, rumus di atas menjadi: 2 R(3SR  L ) 2 R  SR  2 R(2 L  3SR ) 2 R     3  2  3 SR  qB    1 qD   2 2 L L  L L L  L   dan Jika ℓSR < L/3 maka qB akan negatif, atau reaksi tumpuan menarik sepatu luncur ke bawah, sesuatu yang tidak mungkin. Jika ℓSR > 2L/3 maka qD akan negatif, sesuatu yang tidak mungkin. Jadi rumus di atas hanya berlaku jika L/3 ≤ ℓSR ≤ 2 L/3. ℓSV ℓSG

AP

FP

ℓSR

G ρgV

qD qB



β

R

ℓSR < L/3 74

Dapat terjadi bahwa diukur dari ujung sepatu luncur, letak resultan kurang dari 1/3 panjang sepatu luncur, ℓSR < L/3. Dalam hal ini beban tersebar dalam bentuk segitiga yang panjangnya 3 ℓSR dan luas segitiga sama dengan R, maka qB = 0 dan qD menjadi 2R qD  3SR . Lihat gambar di bawah ini.  ℓSR > 2L/3 Jika ℓSR > 2L/3, maka panjang segitiga adalah 3(L - ℓSR) dan qD = 0 dan 2R qB  3( L  SR )

3ℓSR

AP

ℓSR

FP

qD qB

β

R

Angkat buritan atau stern lift

AP

ℓSV

ρgV

ℓSG

FP

G R β

GAMBAR C Awal Angkat Buritan (Sternlift) Dari gambar kita lihat bahwa terhadap ujung haluan sepatu luncur, gaya berat memutar kapal berlawanan arah dengan jarum jam dan gaya angkat memutar kapal searah dengan jarum jam. Jika momen gaya angkat terhadap ujung darat sepatu luncur sudah sama besar dengan momen gaya berat terhadap titik yang sama, maka buritan kapal mulai terangkat dan reaksi landasan terpusat di ujung darat sepatu luncur. Saat ini disebut awal angkat buritan atau sternlift.

Persamaan keseimbangan Pada saat itu besar reaksi landasan R = ρgV + G dan akan terpusat di ujung haluan sepatu luncur, hingga ℓSR = 0. Maka di daerah ini jika perlu diberikan penguatan tambahan dan persamaan keseimbangan momen menjadi gV .SV  G.SG  0

75

Mencari awal sternlift Dalam perhitungan peluncuran lengkap, harga gV, lengan ℓSV, ℓSG, momen gV* ℓSV dan G*ℓSG digambar sebagai fungsi s sehingga titik potong kedua grafik momen menunjukkan awal terjadinya sternlift. Jika kita tidak membuat perhitungan peluncuran lengkap, maka awal dari sternlift dapat dicari dengan cara berikut:  dipilih suatu langkah s1 lalu dihitung TB1, TD1 dilanjutkan dengan menghitung V dan xV dan masukkan ke dalam persamaan keseimbangan momen: gV .SV  G.SG  M S Karena s1 dipilih sebarang, maka jumlahnya tidak akan = 0, kita sebut MS1. Sesuai sistem sumbu yang disebut di awal, maka V adalah positif dan G adalah negatif. Jika MS1 < 0 berarti s1 kurang besar dan sebaliknya  pilih lagi langkah s2 menurut hasil s1 di atas dan hitung lagi semuanya sampai didapat MS2. Akan lebih baik jika tanda MS1 dan MS2 berlawanan, tapi tidak harus merubah harga s1 maupun s2.  dengan interpolasi linier, hitung s3 supaya M = 0. Lalu hitung lagi semuanya sampai didapat MS3, dan kalau hasil ini belum lebih kecil dari yang disyaratkan, interpolasi lagi untuk s4 dan seterusnya. Cara di atas disebut cara Newton-Raphson atau cara secant dan dijelaskan lebih lanjut dalam tahap tiga.

Reaksi landasan R Setelah langkah awal sternlift didapat, maka V sudah diketahui dan reaksi landasan R bisa dihitung. Untuk menghitung intensitas beban, dianggap bahwa panjang pembebanan adalah 5 % dari LS sehingga R q 0.05 LS

Jungkit atau tipping Pada kapal yang bagian buritannya kurus sekali atau jika sudut kemiringan landasan terlalu kecil, dapat terjadi bahwa sampai titik berat kapal melewati ujung landasan, angkat buritan belum terjadi.

76

hS/tanβ

hS

S xV ℓTV

ℓTR

77

GAMBAR D Dari gambar kita lihat bahwa terhadap ujung landasan, gaya berat memutar kapal berlawanan arah dengan jarum jam dan gaya angkat memutar kapal searah dengan jarum jam. Jika momen gaya angkat terhadap ujung landasan lebih kecil dari momen gaya berat terhadap titik yang sama, maka kapal akan berputar berlawanan arah dengan jarum jam. Kejadian ini disebut jungkit atau tipping.

h/tanβ

hS ℓTG xG AP

ℓTV FP

xV

ρgV

G

R

S

Gambar Awal Tipping Pada saat itu besar reaksi landasan R sama dengan selisih ρgV dan G dan akan terpusat di ujung landasan. Reaksi terpusat ini dapat merusakkan landasan, sepatu luncur maupun dasar kapal dan karenanya sebisa mungkin dihindari. Kalau tidak dapat dihindari, jungkit hanya boleh terjadi untuk jarak yang sangat pendek.

Persamaan keseimbangan Persamaan keseimbangan menjadi: o keseimbangan gaya:

gV  G  R  0

TV gV  TG G  TR R  0 o keseimbangan momen terhadap ujung landasan: Lengan-lengan terhadap ujung landasan dapat dihitung dengan rumus berikut: h TV  LA  s     xV tan  h TG  LA  s     xG tan  dengan h = hS = tinggi sepatu luncur λ = panjang landasan yang berada di dalam air Pada saat-saat sebelum jungkit akan terjadi bahwa letak R kurang dari 1/3 L ataupun lebih dari 2/3 L. Maka penyebaran reaksi landasan dihitung dengan cara seperti yang dijelaskan untuk tahap 2. 78

Pada awal dari tipping, R akan tepat berada di ujung landasan sehingga ℓTR = 0 sehinggan persamaan keseimbangan momen menjadi TV gV  TG G  0

Tipping atau tidak? Dalam perhitungan peluncuran lengkap, harga lengan ℓTV dan ℓTG, momen gV* ℓTV dan G*ℓTG digambar sebagai fungsi s sehingga titik potong kedua grafik momen menunjukkan awal terjadinya tipping. Biasanya kita usahakan supaya kedua grafik jangan sampai berpotongan, artinya momen gaya apung selalu lebih besar daripada momen gaya berat dan selisih antara kedua grafik pada suatu harga s disebut anti-tipping moment. Jika kita tidak membuat perhitungan peluncuran lengkap, maka awal dari tipping dapat dicari dengan cara Newton-Raphson seperti untuk menghitung awal sternlift di atas, hanya persamaan keseimbangannya adalah persamaan TV gV  TG G  M T

Reaksi landasan R Setelah langkah awal sternlift didapat, maka V sudah diketahui dan reaksi landasan R bisa dihitung. Untuk menghitung intensitas beban, dianggap bahwa panjang pembebanan adalah 5 % dari LS sehingga R q 0.05 LS Harga ini dipakai sampai sepatu duduk lagi di landasan.

Setelah tipping Setelah jungkit terjadi, gaya angkat dan momen gaya apung akan terus bertambah (karena kapal masih akan terus bergerak), sehingga kapal akan berputar searah jarum jam dan duduk lagi di landasan dan reaksi landasan akan tersebar lagi. Setelah ini biasanya angkat buritan akan terjadi.

Tahap 3 peluncuran memanjang Tahap ini diawali dengan mulai terangkatnya buritan dan diakhiri saat sepatu luncur meninggalkan landasan.

Persamaan keseimbangan 

keseimbangan gaya:

gV  G  R  0  keseimbangan momen terhadap ujung sepatu luncur: gV .SV  G.SG  R.SR  0 Arti simbol-simbol lihat tahap 2 peluncuran memanjang di atas. Setelah buritan terangkat, maka ℓSR = 0 sehingga persamaan keseimbangan menjadi gV .SV  G.SG  0 Masalah utama di sini adalah menentukan banyaknya badan kapal yang tercelup air.

Berapa sarat buritan TB? Dalam tahap 2 kita bisa menghitung sarat buritan TB karena sepatu masih duduk di landasan. Setelah angkat buritan, jika kita anggap bahwa kapal masih duduk di landasan, maka kita mendapatkan bahwa momen gaya angkat terhadap ujung darat sepatu luncur lebih kuat dari momen gaya berat terhadap titik yang sama, berarti ruas kanan persamaan keseimbangan momen tidak akan menjadi 0: gV .SV  G.SG  M 79

Ini berarti bahwa sarat belakang TB akan lebih kecil dari s.tan  tetapi kita tidak tahu berapa. Tetapi pada TB yang benar, keseimbangan momen akan dipenuhi, yaitu bahwa ∆M = 0. Berikut adalah suatu cara untuk menentukan TB.

Menentukan langkah s Pertama kita tentukan langkah s dalam tahap 3.

Sarat buritan TB0 dan sarat haluan TD0 Dengan memakai asumsi bahwa sepatu luncur masih duduk di landasan kita bisa menghitung sarat buruitan TB0 dan sarat haluan TD0 seperti pada Tahap Dua.

Menghitung V0 dan ℓSV0 Untuk menghitung V0 dan ℓSV0 dapat dipakai cara pada Tahap Dua, karena sepatu luncur masih dianggap duduk di landasan

Menghitung  M0 Untuk menghitung M0 dapat dipakai cara pada Tahap Dua gV0SV 0  G.SG  M 0 Harga M0 pasti tidak nol, karena sebenarnya kapal sudah sternlift. Selanjutnya kita perlu mencari garis air W1L1 dengan langkah-langkah berikut:

Persamaan garis air W0L0 dalam bentuk normal Pada sistem koordinat dengan sumbu X melewati bidang dasar kapal (base line) dan sumbu Z melalui AP, maka koordinat titik sarat di AP adalah (0, TB0) dan bidang air memotong sumbu X di ((LB + s)tan , 0) sehingga persamaan garis air menjadi z  x  TB 0 atau  x  z  TB 0  0 Ingat bahwa β < 0. Ujung sepatu luncur sebagai sumbu putar mempunyai koordinat ([LB + LS], [-h]).

Sumbu putar dan jari-jari putar Dalam keadaan sebenarnya, kapal berputar dengan ujung sepatu luncur sebagai sumbu putar, tetapi dalam gambar, lebih mudah jika bidang air yang berputar dengan sumbu yang sama. Z

ℓSG

AP

X

G

FP

TB0 R ρgV0

ℓSV0

GAMBAR E Kedudukan Awal Jarak sumbu ke bidang air sama dengan jari-jari putar sebesar Ax  Bz1  C r 1 A2  B 2 dengan A = β, B = -1, C = TB0 , x1 = LB + LS dan z1 = -h

80

Bidang air W1L1 Dapat diambil TB1 = ⅔TB0. Bidang air yang melalui TB1 ini harus menyinggung lingkaran dengan jarijari r di atas.

Menentukan sarat haluan TD1 Untuk mencari TD1 dipakai cara berikut: Z TB0 W0 TB1 φ1

W1

γ1

α1

d1

AP

L1

X

r

sepatu luncur

L0

Z TB0

W0 TB1

W1

φ1

α1 γ1 d1

AP

X sepatu luncur r L1 L0

Untuk mencari persamaan bidang air W1L1 yang melalui TB1 dan TD1 kita perlu. menghitung slope dari bidang air tersebut. Untuk menghitung slope tersebut, diperlukan 1 dan 1: Sudut  1  Dari persamaan garis yang melalui TB1 dan sumbu putar kita dapat menghitung slope garis ini, yaitu sebesar  h  TB1 1  LB  LS Sudut  1  Kita lihat segitiga yang dibentuk oleh TB1, sumbu putar dan titik singgung. Jika jarak TB1 ke sumbu putar kita sebut d1 , sebesar

d1 

( LB  LS ) 2  (  h  TB1 ) 2

maka sudut antara garis ini dan bidang air yang menyinggung lingkaran putar adalah

81

 r   d  1 Jika d < 0 berarti sumbu putar masih tenggelam, jika d > 0 berarti sumbu putar sudah di atas muka air.  Sudut  1 Maka slope bidang air yang melalui TB1 dan TD1 adalah 1  1   1 (jika sumbu putar tidak tenggelam)

 1  arcsin 

1  1   1 (jika sumbu putar tenggelam)

Perlu diingat bahwa φ1 < 0.  Persamaan garis W1L1 Sekarang persamaan garis dapat ditentukan, yaitu z  x tan 1  TB1

Sarat haluan TD1 sehingga

TD1  Lpp tan 1  TB1

Menghitung V1 dan ℓSV1 Setelah itu V1 dan ℓSV1 dihitung dengan bantuan diagram Bonjean atau cara lain.

Menghitung  M1 Untuk masing-masing sarat buritan kita hitung gaya angkat dan momen gaya angkat terhadap ujung darat sepatu luncur, dan karena garis air yang kita ambil bukan garis air keadaan setimbang, maka jumlah gaya dan jumlah momen tidak sama dengan nol. Maka: gV1.SV 1  G.SG1  M 1

Memakai cara Newton Raphson untuk menghitung TB2 Metode Newton Raphson dan metode secant Cara untuk mencari TB yang baik adalah memakai metode Newton Raphson atau metode secant, yang tujuannya adalah mencari harga nol dari suatu fungsi, yaitu mencari harga x supaya harga f(x) = 0. Rumus dasar metode Newton Raphson adalah f ( xn ) xn 1  xn  f ' ( xn ) kalau kita punya fungsi f(xn). Kalau tidak, kita pakai cara secant, yaitu f '(xn) didekati sebagai berikut f ( xn )  f ( xn 1 ) f ' ( xn )  xn  xn 1 sehingga rumus di atas menjadi xn  xn 1 xn 1  xn  f ( xn ) f ( xn )  f ( xn 1) Jika kita ganti xn dangan Tbn dan f(xn) dengan ∆M(Tbn) persamaan di atas menjadi Tbn  Tbn 1 Tbn 1  Tbn  M (Tbn ) M (Tbn )  M (Tbn 1 ) Dengan cara ini kita hanya memerlukan TB0 dan TB1 saja, kemudian hitung koreksinya untuk mendapatkan TB2 dan seterusnya. Jadi sekarang masalahnya adalah mencari ∆M = 0. Perhitungan dihentikan jika |∆M| ≤ ε. Harga ε didapat dari pengalaman atau dasar lain. Kita sudah mempunyai TB0 dengan hasil M0 dan TB1 dengan hasil M1. Dari harga-harga ini kemudian dihitung TB2 dengan interpolasi linier supaya M = 0, 82

TB 2  TB 0 

0  M 0 (TB1  TB 0 ) M 1  M 0 ℓSG

AP TB0

TB2

FP

G

TB1 ℓSV2 γV0

γV1γV2

R

ℓSV1 ℓSV0

Setelah TB2 didapat, kita menghitung TD2, V2, ℓSV2 dan ∆M2. Jika ∆M2 belum lebih kecil dari ε, maka kita lanjutkan dengan menghitung TB3 dengan interpolasi antara TB1 dan TB2 dilanjutkan hingga ∆M3 dan seterusnya hingga |∆M| ≤ ε.

Reaksi landasan Setelah TB dan TD yang menghasilkan |∆M| ≤ ε didapat, dari persamaan gV  G  R  0 dapat dihitung reaksi landasan R. Untuk menghitung intensitas beban, dianggap bahwa panjang pembebanan adalah 5 % dari LS sehingga R q 0.05 LS

Akhir tahap Langkah-langkah di atas diulang untuk beberapa travel s sampai ρgV = G artinya kapal sudah terapung bebas atau sampai sepatu luncur sepenuhnya meninggalkan landasan L = 0.

Tahap 4 peluncuran memanjang Tahap ini diawali pada saat sepatu luncur meninggalkan landasan dengan kecepatan tertentu. Dalam tahap ini kita akan menghitung TB dan TD pada saat kapal terapung bebas. Ini perlu dilakukan supaya kita tahu berapa ketinggian air minimum di ujung landasan supaya tidak terjadi dropping yang dapat merusak kapal. Kapal akan berhenti jika seluruh enersi kinetisnya telah habis untuk melawan hambatan air. TB dan TD yang dicari adalah yang memenuhi keseimbangan benda terapung: G  gV  0

LCG * G  LCB * gV  0 dengan LCG dan LCB diukur dari AP. Dalam hal ini V adalah fungsi TB dan TD. Dalam proses mencari, kita ambil harga TB dan TD awal yang tentunya tidak memenuhi persamaan keseimbangan di atas, sehingga G  gV  F

LCG * G  LCB * gV  M Rumus secant untuk 2 variabel adalah

83

 F ( x, y ) xn 1  xn 

F

 M ( x, y ) M F M

x x

F M

F

y y

y n 1  y n 

y y

dan

M

x

 F ( x, y )

 M ( x, y ) x F F x y M M x y

Kita mulai dengan x0 dan y0. Selanjutnya ∂F/∂x (berarti y konstan) didekati dengan [F(xn,yn) - F(xn-1,yn)]/[xn - xn-1] sedang ∂F/∂y (berarti x konstan) didekati dengan [F(xn,yn) - F(xn,yn-1)]/[yn - yn-1]. Tetapi pada awal n-1 belum ada, jadi diambil xn-1 = xn - ∆x dan yn-1 = yn - ∆y sedang ∆x dan ∆y diambil harga yang kecil misalnya ∆x = (0.1 atau 0.05)x dan ∆y = (0.1 atau 0.05)y, atau lebih kecil lagi, tergantung masalahnya. Setelah itu dihitung koreksi untuk x dan y dan didapat x1 dan y1 dan iterasi dilanjutkan sampai dicapai ketelitian yang diinginkan. Dalam hal ini x = TB dan y = TD serta F = ∆F dan M = ∆M sehingga rumus di atas menjadi TBn 1  TBn   F (TBn , TDn )

[F (TBn , TDn )  F (TBn , TDn 1 )] /[TDn  TDn 1 ]

 M (TBn , TDn ) [M (TBn , TDn )  M (TBn , TDn 1 )] /[TDn  TDn 1 ] [F (TBn , TDn )  F (TBn 1 , TDn )] /[TBn  TBn 1 ] [F (TBn , TDn )  F (TBn , TDn 1 )] /[TDn  TDn 1 ] [M (TBn , TDn )  M (TBn 1 , TDn )] /[TBn  TBn 1 ] [M (TBn , TDn )  M (TBn , TDn 1 )] /[TDn  TDn 1 ] Rumus untuk TD dapat anda tuliskan sendiri.

Dropping Jika ujung sepatu luncur sudah sampai pada ujung landasan dan ρgV masih lebih kecil dari G, maka sepatu luncur bersama kapal akan jatuh (dropping). Jika bagian badan kapal di sebelah depan sepatu luncur masih panjang, maka waktu jatuh bagian ini akan membentur ujung landasan dan mungkin mengalami kerusakan. Jika perairan di ujung landasan tidak dalam, maka mungkin sepatu luncur dan kapal akan membentur dasar laut. Tergantung keadaan dasar laut, mungkin terjadi kerusakan, mungkin juga tidak. Sebaliknya, jika perairannya dalam, maka kapal akan mengangguk-angguk sekitar kedudukan terapung bebasnya dan tidak terjadi benturan.

84

Peluncuran sebuah tongkang Kita ikuti pengalaman sebuah tongkang ketika peluncuran: Diketahui: Panjang tongkang = 100m, lebar = 15 m, tinggi = 8 m. Massa tongkang dan peralatan luncur = 1800 ton, tinggi titik berat gabungan = 5 m di atas dasar tongkang, letak memanjang = 48 m dari AP. Panjang sepatu luncur = 90 m, tinggi sepatu luncur = 0.8 m, jarak ujung belakang dari AP = 6 m. Jarak AP dari waterfront = 10 m, panjang landasan dalam air = 60 m, kemiringan landasan tan β = 1/50

85

Tahap satu

Jika g diambil 10 m/s2, maka berat peluncuran = 1.800.000 kg*10 m/s2 = 18.000.000 Newton. Jarak G dari ujung kiri sepatu = 48 m - 6 m = 42 m. Kita lihat tekanan pada sepatu luncur dan juga pada landasan. Karena reaksi landasan adalah reaksi, maka reaksi = aksi, artinya resultan reaksi landasan = gaya berat peluncuran PL dengan arah yang berlawanan dan garis kerja resultan lewat titik berat peluncuran.  Berapakah lebar sepatu luncur supaya tekanan tidak berlebihan? Tekanan maksimum yang dianjurkan = 15 ton*10 m/s2 + 1800 ton*10 m/s2/2000 = 159kPa. N cos  b LS pmax = 1800 ton*10m/s2*0.9998/(90 m*159 Berdasarkan acuan ini, lebar sepatu luncur adalah kPa) = 1.2576 m, diambil 1.3 m. Jika intensitas beban di buritan adalah qB dan di haluan adalah qD, dan bahwa luas trapesium = PL dan letak titik beratnya dari ujung kiri sepatu luncur = xG, berapakah qB dan qD? Untuk tongkang kita, 86

2 * 18.000.000 N (3 * 42m  90m ) N  160000 90m * 90m m dan 2 * 18.000.000 N ( 2 * 90m  3 * 42m ) N qB   240000 90m * 90m m  Apakah tongkang akan meluncur sendiri? 0.06 fs  p diperkirakan koefisien gesek statis sebesar f = 0.015047. Supaya dapat Dari rumus s meluncur sendiri, sin β > fs dan karena 0.019996 > 0.015047, maka tongkang akan meluncur sendiri, tidak perlu didorong.  Setelah tongkang bergerak berapa meter maka ia akan menyentuh air? Jika tongkang bergerak 10 m, maka AP akan berada tepat di atas waterfront setinggi 0.8 m. Untuk menyentuh air, tongkang masih harus berjalan 0.8 m/tan β = 0.8 m*50 = 40 m, jadi secara keseluruhan tongkang harus meluncur 10 m + 40 m = 50 m supaya menyentuh air. qD 

87

Stabilitas bocor Kita hitung stabilitas kapal dalam keadaan bocor, artinya ada satu atau lebih ruangan yang kemasukan air. Masuknya air ini mengakibatkan:  perubahan sarat  perubahan trim  perubahan sudut oleng  perubahan lengan stabilitas  perubahan freeboard  tenggelamnya atau terbaliknya kapal Ada dua cara untuk menghitung stabilitas kapal yang mengalami kebocoran:  Lost Buoyancy Method: dalam cara ini, ruangan yang bocor dianggap bukan lagi bagian dari badan kapal, tetapi berat kapal dan muatannya dianggap tetap. Karena itu metode ini disebut juga constant displacement method.  Added Weight Method: dalam cara ini, badan kapal dianggap utuh dan air kebocoran yang masuk dianggap sebagai beban tambahan

Lost Buoyancy Method Perhitungan perubahan sarat rata-rata Sebagai pendekatan awal, kapal dianggap bertambah saratnya tanpa oleng dan trim. Karena berat kapal dan muatannya dianggap sama dengan sebelum bocor, maka volume air yang dipindahkan setelah bocor sama juga dengan volume sebelum bocor. Untuk menghitung titik berat volume ruang yang bocor dan dianggap hilang, kita buat 5 atau lebih station (tidak harus sama dengan station pada Rencana Garis) tergantung panjang ruangan (asal ganjil) termasuk sekat depan dan belakang. Pada tiap station dibuat 11 pengukuran 0.5 lebar atau lebih tergantung tinggi ruangan (asal ganjil) dan dihitung luas station pada berbagai sarat dengan memakai cara Simpson. Dari sini kemudian dihitung volume dan dan titik berat volume hilang pada berbagai sarat. Dari hasil pengukuran 0.5 lebar dapat dihitung juga luas bidang air, titik berat bidang air, momen inersia bidang air hilang terhadap sumbu melalui titik beratnya dan sejajar sumbu X dan Y. Jika T0 = sarat sebelum bocor V = volume sebelum bocor v = volume ruang hilang sampai sarat T0 AH = luas bidang air hilang pada sarat T0 AWP = luas bidang air utuh pada sarat T0 maka tambahan sarat adalah: v ∆ T 1= ( A℘ −A H ) dengan asumsi dinding kapal tegak lurus bidang air. Jika ruangan itu tidak kosong dan diketahui permeabilitas ruang = μV dan permeabilitas permukaan = μA, maka tambahan sarat adalah: v μV ∆ T 1= A ℘− A H μ A Tetapi dinding kapal biasanya tidak tegak lurus bidang air dan dengan memakai hasil pendekatan pertama, maka dilakukan pendekatan kedua yang lebih teliti 2 v μV ∆ T 2= A WB 1+ A WB 2 dengan AWB1 = AWP - AH = luas bidang air sisa pada sarat T0

AWB2 = luas bidang air sisa pada sarat T0 + ΔT1 Jika dirasa perlu, dapat dilakukan pendekatan ketiga. Perhitungan lain yang dibutuhkan:

Koordinat titik pusat bidang air sisa xS dan yS Y (xF,0)

X

(xS,yS) (xH,yH)

Jika (xF, 0) = koordinat titik berat bidang air utuh (xH, yH) = koordinat titik berat bidang air yang "hilang" (xS, yS) = koordinat titik berat bidang air "sisa" semuanya pada sarat T0 + ΔT2 Dari keseimbangan momen didapat: xF . AW P  xH . AH  xS .( AW P  AH )

0. AW P  yH . AH  yS .( AW P  AH ) sehingga xS 

xF . AW P  xH . AH AW P  AH

yS 

y H . AH AW P  AH

Menghitung momen statis luasan terhadap sumbu X dan Y Y

A

a1

b1

a0

b0 B

C

c1

d1

e1

c0

d0

e0

D

X E

Momen elemen terhadap sumbu X: dMX = lengan × elemen luas = (a0 + 0.5a1) × a1dx Station FS y0 y x FSy (y0+0.5y)y A 1 a0 a1 xA a1 (a0+0.5a1)a1 B 4 b0 b1 xB 4b1 (b0+0.5b1)b1 C 2 c0 c1 xC 2c1 (c0+0.5c1)c1

FS(y0+0.5y)y (a0+0.5a1)a1 4(b0+0.5b1)b1 2(c0+0.5c1)c1

xy xAa1 xBb1 xCc1

FSxy xAa1 4xBb1 2xCc1

D E

4 1

d0 e0

d1 e1

xD xE

4d1 e1 ∑FSy

(d0+0.5d1)d1 (e0+0.5e1)e1

4(d0+0.5d1)d1 (e0+0.5e1)e1 ∑FSyy

xDd1 xEe1

4xDd1 xEe1 ∑FSxy

Luas A = 1/3*h*∑FSy Momen luasan thd sb X: MX = 1/3*h*∑FSyy yG = MX/A Momen luasan thd sb Y: MY = 1/3*h*∑FSxy xG = MY/A

Momen inersia bidang air sisa IX, IY, IXY terhadap sumbu melalui (xS, yS) dan sejajar Sb. X dan Y Jika IY = momen inersia bidang air utuh terhadap sumbu melalui (xF, yF) dan sejajar Sb. Y IX = momen inersia bidang air utuh terhadap sumbu melalui (xF, yF) dan sejajar Sb. X IXY = produk inersia bidang air utuh terhadap sumbu melalui (xF, yF) dan sejajar Sb. X dan Y semuanya pada sarat T0 + ΔT2, maka momen inersia IXS, IYS, IXYS bidang air utuh terhadap sumbu melalui (xS, yS) adalah IXS = IX + (yS - yF)2.AWP IYS = IY + (xS - xF)2.AWP IXYS = IXY + (xS - xF) (yS - yF).AWP Jika IYH = momen inersia bidang air hilang terhadap sumbu melalui (xH, yH) dan sejajar Sb. Y IXH = momen inersia bidang air hilang terhadap sumbu melalui (xH, yH) dan sejajar Sb. X IXYH = produk inersia bidang air hilang terhadap sumbu melalui (xH, yH) dan sejajar Sb. X dan Y maka momen inersia IXH, IYH, IXYH bidang air hilang terhadap sumbu melalui (xS, yS) adalah IXHS = IXH + (yS - yH)2.AH IYHS = IYH + (xS - xH)2.AH IXYHS = IXYH + (xS - xH) (yS - yH).AH maka momen inersia IXS, IYS, IXYS bidang air sisa terhadap sumbu melalui (xS, yS) adalah IXSS = IXS - IXHS = IX + (yS - yF)2.AWP - IXH - (yS - yH)2.AH IYSS = IYS - IYHS = IY + (xS - xF)2.AWP - IYH - (xS - xH)2.AH IXYSS = IXYS - IXYHS = IXY + (xS - xF) (yS - yF).AWP - IXYH - (xS - xH) (yS - yH).AH Menghitung IXY Menurut definisi, IXY = ʃxydA Untuk bentuk empat persegi panjang terhadap sumbu X yang lewat alas, dIXY = 0.5xy2dx Station FS y x 0.5xy2 FS0.5xy2 A 1 y1 x1 0.5x1y12 0.5x1y12 2 B 4 y2 x2 0.5x2y2 2x2y22 C 2 y3 x3 0.5x3y32 x3y32 D 4 y4 x4 0.5x4y42 2x4y42 2 E 1 y5 x5 0.5x4y5 0.5x5y52 ∑ IXY = 1/3*h*∑

Volume dan titik berat Lapisan Pengganti Jika AWP1 = luas bidang air sisa pada sarat T0 xS1 = letak memanjang titik berat bidang air sisa pada sarat T0 yS1 = letak melintang titik berat bidang air sisa pada sarat T0 AWP2 = luas bidang air sisa pada sarat T0 + ΔT2

xS2 = letak memanjang titik berat bidang air sisa pada sarat T0 + ΔT2 yS2 = letak melintang titik berat bidang air sisa pada sarat T0 + ΔT2 maka VP = 0.5*ΔT2*( AWP1 + AWP2) MX = 0.5*ΔT2*(yS1*AWP1 + yS2*AWP2) MY = 0.5*ΔT2*(xS1*AWP1 + xS2*AWP2) MZ = 0.5*ΔT2*(zS1*AWP1 + zS2*AWP2) dan letak titik beratnya adalah ( y . A  yS 2 . AW P2 ) xP  S1 W P1 ( AW P1  AW P2 )

yP 

( xS1. AW P1  xS 2 . AW P2 ) ( AW P1  AW P2 )

zP 

( zS 1. AW P1  zS 2 . AW P2 ) ( AW P1  AW P2 )

Koordinat titik apung sisa Jika V = volume utuh pada sarat T0 xB = letak memanjang titik berat volume utuh yB = letak melintang titik berat volume utuh zB = letak meninggi titik berat volume utuh dan jika VH = volume hilang pada sarat T0 xH = letak memanjang titik berat volume hilang yH = letak melintang titik berat volume hilang zH = letak meninggi titik berat volume hilang dan jika VP = volume pengganti antara sarat T0 dan sarat T0 + ΔT2 xP = letak memanjang titik berat volume pengganti yP = letak melintang titik berat volume pengganti zP = letak meninggi titik berat volume pengganti maka pergeseran titik apung adalah ( x  xH )VH x  P V ( y  yH )VH y  P V ( z  z H )VH z  P V sehingga koordinat titik apung baru menjadi ( x  xH )VH xBS  xB  x  xB  P V ( y  yH )VH y BS  yB  y  y B  P V ( z P  z H )VH z BS  z B  z  z B  V

Perubahan jari-jari metasenter dengan hasil-hasil di atas, maka jari-jari metasenter menjadi

I XSS I X + (yS - y F ) 2 .A WP - I XH - (y S - y H ) 2 .A H  V V 2 I YSS I Y + (x S - x F ) .A WP - I YH - (x S - x H ) 2 .A H LBM   V V

TBM 

Perubahan tinggi metasenter di atas lunas dengan hasil-hasil di atas, maka tinggi metasenter menjadi TKM  z BS  TBM

LKM  z BS  LBM

Perhitungan trim Pada sarat yang baru ini kapal tidak berada dalam keadaan seimbang, karena titik apung bergeser akibat adanya volume yang hilang sedang titik berat tidak berubah. Karena volume yang hilang dianggap dipindah ke lapisan air pengganti setebal ΔT2 maka kapal mendapat momen trim sebesar: M T  g ( xP  xH )VH dengan x = jarak titik pusat volume ruang yang hilang (xH, yH, zH) pada sarat T0 ke titik pusat lapisan air pengganti (xP, yP, zP) setebal ΔT2 . Momen untuk mengubah trim 1 cm adalah IL   LBM gV  V gI L MTC    100 LPP 100 LPP 100 LPP dengan IL = momen inersia bidang air sisa terhadap sumbu melalui titik berat bidang air tersebut yang sejajar sumbu Y yang sudah dihitung di atas. Maka besar trim adalah MT trim=T A−T F = MTC Selanjutnya dapat dihitung sarat haluan dan sarat buritan: LCF T A =T 0 +∆ T 2+ 0.5− trim L

(

)

(

LCF trim L

T F =T 0 + ∆ T 2− 0.5−

)

Jika trim melebihi batas yang diijinkan, dengan TA dan TF inilah kemudian perhitungan stabilitas dilakukan dengan cara Krilov I atau II. Contoh soal:

Diketahui: Panjang kapal L = 100 m, lebar geladak Bd = 20 m, tinggi kapal H = 10 m, sarat T = 8 m

Panjang bagian belakang = 20 m, bagian tengah = 40 m. Lebar alas di bagian tengah Ba = 16 m, lebar alas di belakang = 4 m. Suatu ruang yang dibatasi oleh  sekat memanjang berjarak 4 m dari CL  sekat melintang berjarak 60 m dari AP  sekat melintang berjarak 75 m dari AP  kulit kapal mengalami kebocoran Diminta: a) volume utuh sebelum bocor dan letak titik beratnya sampai sarat 8 m b) volume hilang dan letak titik beratnya sampai sarat 8 m c) luas dan titik berat dari bidang air sisa pada sarat 8 m d) perubahan sarat ΔT1 dan sarat T1 e) luas dan titik berat dari bidang air sisa pada sarat T1 f) perubahan sarat ΔT2 dan sarat T2 g) luas dan titik berat dari: bidang air utuh, bidang air hilang dan bidang air sisa pada sarat T2 h) volume dan letak titik berat lapisan pengganti sampai sarat T2 i) momen inersia melintang dan memanjang dari bidang air utuh, bidang air hilang dan bidang air sisa pada sarat T2 j) jari-jari metasenter dan tinggi metasenter k) momen trim, MTC dan trim kapal l) TB dab TD Jawab: Lebar geladak di AP = 4 m + (20 - 16) m = 8 m, lebar geladak di FP = 4 m.

Added weight method Perhitungan perubahan sarat Seperti pada cara di atas, awalnya kapal dianggap tidak trim dan tidak oleng. Badan kapal dianggap utuh, dan dinding kapal dianggap tegak, maka jika T0 = sarat sebelum bocor V = volume sebelum bocor p = berat air yang masuk AWP = luas bidang air utuh pada sarat T0 maka p ∆ T 1= ρg A ℘ Tetapi dinding kapal biasanya tidak tegak lurus bidang air dan dengan memakai hasil pendekatan pertama, maka dilakukan pendekatan kedua yang lebih teliti 2p ∆ T 2= A WB 1+ A WB 2 dengan AWB1 = luas bidang air utuh pada sarat T0 AWB2 = luas bidang air utuh pada sarat T0 + ΔT2 Jika dirasa perlu, dapat dilakukan pendekatan ketiga.

Koordinat titik berat air masuk/bocor p Dalam ruang tempat air masuk kita buat 5 atau lebih station (tidak harus sama dengan station pada gambar Rencana Garis). Kemudian kita buat bidang air mendatar yang jumlahnya ganjil sesuai kebutuhan (jika p kecil, bidang air sedikit, jika p besar, bidang air lebih banyak) dan dibuat  diagram Bonjean untuk ke 5 atau lebih station  diagram volume VB dan letak titik berat volume xVB (diukur dari midship atau AP), yVB (diukur dari CL), dan zVB (diukur dari dasar ruang/zona)  letak titik berat bidang air xFB (diukur dari midship atau AP), yFB (diukur dari CL)  momen inersia melintang IXB dan memanjang IYB dan IXYB terhadap sumbu melalui xFB dan yFB sejajar sumbu X dan Y sebagai fungsi tinggi air dari dasar tangki. Produk inersia IXYB dihitung dengan rumus I XYB =∫ 0.5 x y 2 dx dengan sumbu X berimpit dengan dasar elemen dan dilaksanakan dengan cara Simpson. Dengan demikian, jika p sudah ditentukan, tinggi air dari dasar dapat ditentukan. Maka pada sudut oleng 00 volume VB, koordinat titik berat volume (xVB, yVB, zVB), koordinat titik berat bidang air (xFB, yFB) dan momen inersia IXB, IYB dan IXYB sudah tersedia. Pada sudut oleng 100, 200, dan seterusnya dicari bidang air oleng yang memberikan volume tetap dengan cara Krilov II dan koordinat titik berat volume, koordinat titik berat bidang air dan momen inersia terhitung juga.  koordinat titik berat volume air masuk/bocor: θ 1 x θB =x VB+ ∫ I XYB dφ VB 0 θ

y θB= y VB +

1 ∫ I c osφdφ V B 0 XB θ

1 z θB =z VB+ ∫ I XB sinφdφ VB 0 Intergrasi bisa dilakukan dengan cara trapesium

Koordinat titik berat gabungan kapal dan air masuk Jika ρgV = berat kapal (xG, yG, zG) = koordinat titik berat kapal ρgVB = berat air masuk/bocor (xVB, yVB, zVB) = koordinat titik berat air masuk maka koordinat titik berat gabungan adalah

xC 

xGV  xVBVB V  VB

yC 

yGV  yVBVB V  VB

zC 

zGV  zVBVB V  VB

Koreksi permukaan bebas terhadap jari-jari metasenter MG  

1 I XB  V

Perhitungan trim Pada sarat yang baru ini kapal tidak berada dalam keadaan seimbang, karena titik berat bergeser akibat adanya air yang masuk sedang titik apung tidak berubah. Maka kapal mendapat momen trim sebesar M T =( xC −x B ) ρgV Selanjutnya perhitungan trim dilakukan seperti pada lost buoyancy method.

Persyaratan stabilitas kapal bocor dan peletakan sekat barang menurut SOLAS 1974 edisi 2009 8. It may be demonstrated by means of probability theory that the probability of ship survival should be calculated as the sum of probabilities of its survival after flooding each single compartment, each group of two, three, etc., adjacent compartments multiplied, respectively, by the probabilities of occurrence of such damages leading to the flooding of the corresponding compartment or group of compartments. 9. If the probability of occurrence for each of the damage scenarios the ship could be subjected to is calculated and then combined with the probability of surviving each of these damages with the ship loaded in the most probable loading conditions, we can determine the attained index A as a measure for the ships ability to sustain a collision damage. 10. It follows that the probability that a ship will remain afloat without sinking or capsizing as a result of an arbitrary collision in a given longitudinal position can be broken down to: .1. the probability that the longitudinal centre of damage occurs in just the region of the ship under consideration; .2. the probability that this damage has a longitudinal extent that only includes spaces between the transverse watertight bulkheads found in this region; .3. the probability that the damage has a vertical extent that will flood only the spaces below a given horizontal boundary, such as a watertight deck; .4. the probability that the damage has a transverse penetration not greater than the distance to a given longitudinal boundary; and

.5. the probability that the watertight integrity and the stability throughout the flooding sequence is sufficient to avoid capsizing or sinking. 11. The first three of these factors are solely dependent on the watertight arrangement of the ship, while the last two depend on the ships shape. The last factor also depends on the actual loading condition. By grouping these probabilities, calculations of the probability of survival, or attained index A, have been formulated to include the following probabilities: .1. the probability of flooding each single compartment and each possible group of two or more adjacent compartments; and .2. the probability that the stability after flooding a compartment or a group of two or more adjacent compartments will be sufficient to prevent capsizing or dangerous heeling due to loss of stability or to heeling moments in intermediate or final stages of flooding. 12. This concept allows a rule requirement to be applied by requiring a minimum value of A for a particular ship. This minimum value is referred to as the “required subdivision index R” in the present regulations and can be made dependent on ship size, number of passengers or other factors legislators might consider important. 13. Evidence of compliance with the rules then simply becomes:

A ≥R 13.1. As explained above, the attained subdivision index A is determined by a formula for the entire probability as the sum of the products for each compartment or group of compartments of the probability that a space is flooded, multiplied by the probability that the ship will not capsize or sink due to flooding of the considered space. In other words, the general formula for the attained index can be given in the form:

A=∑ p i si 13.2. Subscript “i” represents the damage zone (group of compartments) under consideration within the watertight subdivision of the ship. The subdivision is viewed in the longitudinal direction, starting with the aftmost zone/compartment. 13.3. The value of ”pi” represents the probability that only the zone “i” under consideration will be flooded, disregarding any horizontal subdivision, but taking transverse subdivision into account. Longitudinal subdivision within the zone will result in additional flooding scenarios, each with its own probability of occurrence. 13.4. The value of “si” represents the probability of survival after flooding the zone “i” under consideration.

Chapter II – 1:Construction, Part B – 1: Subdivision and damage stability of cargo ships. Regulation 2 Definitions Untuk tujuan bab ini, kecuali jika secara khusus disebutkan lain: 1. Subdivision length LS (panjang penyekatan) kapal adalah proyeksi panjang moulded maksimum dari bagian kapal pada geladak atau di bawah geladak yang membatasi lingkup vertikal kebocoran dengan kapal pada deepest subdivision draught (sarat penyekatan terdalam) 

Subdivision length (Ls) — Different examples of(Ls) showing the buoyant hull and the reserve buoyancy are provided in the figures below. The limiting deck for the reserve buoyancy may be partially watertight.



The maximum possible vertical extent of damage above the baseline is ds + 12.5 metres.

2. 3. 4. 5.

Mid-length (Tengah panjang ML) adalah titik tengah dari panjang penyekatan LS kapal Aft terminal (Terminal belakang AT) adalah batas belakang dari panjang penyekatan Forward terminal (Terminal depan FT) adalah batas depan dari panjang penyekatan Length (Panjang) adalah panjang menurut definisi International Convention on Load Lines yang sedang berlaku. 6. Freeboard deck (Geladak lambung timbul) adalah geladak menurut definisi International Convention on Load Lines yang sedang berlaku. Freeboard deck — See Explanatory Notes for regulation 13-1 see footnote for the treatment of a stepped freeboard deck with regard to watertightness and construction requirements.

7. Forward perpendicular (garis tegak depan) adalah garis tegak depan menurut definisi International Convention on Load Lines yang sedang berlaku. 8. Breadth B (Lebar) adalah lebar moulded terbesar kapal pada atau di bawah bidang air penyekatan terdalam 9. Draught d (Sarat) adalah jarak vertikal dari bidang dasar moulded pada titik tengah panjang sampai ke bidang air terkait 10. Deepest subdivision draught dS (Sarat Penyekatan Terdalam) adalah bidang air yang sesuai dengan sarat musim panas kapal tersebut 11. Light service draught dℓ (Sarat dinas ringan) adalah sarat dinas pada pembebanan paling ringan yang diharapkan dan pengisian tangki yang sesuai, tetapi termasuk ballast untuk keperluan stabilitas dan/atau pembenaman (sarat yang cukup). Pada kapal penumpang harus termasuk jumlah lengkap penumpang dan ABK. 

Light service draught (dl) – The light service draught (dl) represents the lower draught limit of the minimum required GM (or maximum allowable KG) curve. It corresponds, in general, to the ballast arrival condition with 10% consumables for cargo ships. For passenger ships, it corresponds, in general, to the arrival condition with 10% consumables, a full complement of passengers and crew and their effects, and ballast as necessary for stability and trim. The 10% arrival condition is not necessarily the specific condition that should be used for all ships, but represents, in general, a suitable

lower limit for all loading conditions. This is understood to not include docking conditions or other non-voyage conditions.

12. Partial subdivision draught dP (sarat penyekatan sebagian) adalah sarat dinas ringan ditambah 60 % selisih antara sarat dinas ringan dengan sarat penyekatan terdalam. 13. Trim perbedaan antara sarat buritan dan sarat halauan dengan sarat diukur pada terminal belakang AT dan terminal depan FT, dengan mengabaikan kemiringan lunas) 14. Permeability μ (permeabilitas) suatu ruangan adalah perbandingan volume terbenam ruangan tersebut dengan volume yang dapat ditempati oleh air 15. Machinery spaces (Ruang permesinan) adalah ruangan diantara pembatas kedap air yang berisi permesinan penggerak utama dan bantu, termasuk ketel, generator dan motor listrik dengan penggunaan utama untuk penggerak kapal. Dalam hal susunan yang tidak biasa, Administration boleh menentukan batas ruang permesinan. 16. Weathertight (kedap cuaca) berarti bahwa dalam cuaca laut yang bagaimanapun air tidak akan menembus badan kapal. 17. Watertight (kedap air) berarti mempunyai ukuran dan susunan yng mampu mencegah lewatnya air dari semau jurusan dengan tekanan air yang mungkin terjadi dalam kondisi utuh maupun bocor. Dalam kondisi bocor, tekanan air harus memasukkan kondisi keseimbangan terjelek, termasuk kondisi kebocoran antara. 18. Design pressure (Tekanan rancang) berarti tekanan hidrostatik yang dirancang untuk mampu ditahan oleh struktur atau peralatan yang dianggap kedap air dalam perhitungan stabilitas utuh maupun bocor. 19. Bulkhead deck (Geladak sekat) pada kapal penumpang berarti geladak teratas pada sebarang titik dalam panjang penyekatan LS yang menjadi batas sekat utama dan kulit kapal dibuat kedap air dan geladak terendah tempat evaluasi penumpang dan ABK tidak dirintangi oleh air pada tahap kebocoran apapun pada kerusakan yang ditentukan dalam Regulation 8 dan dalam part B-2 bab ini. Geladak sekat boleh berjenjang (stepped). Pada kapal barang geladak lambung timbul boleh diambil sebagai geladak sekat. Bulkhead deck See Explanatory Notes for regulation 13 for the treatment of a stepped bulkhead deck with regard to watertightness and construction requirements.

20. Deadweight (Bobot mati) adalah selisih dalam ton antara displasemen kapal di air dengan berat jenis 1.025 pada sarat menurut lambung timbul musim panas dengan bobot kosong kapal 21. Lightweight (Bobot kosong) adalah displasemen kapal dalam ton tanpa muatan, bahan bakar, minyak lumas air ballast, air tawar dan air ketel dalam tangki, gudang bahan makanan dan penumpang dan ABK dan barangnya. 22. Oil tanker (kapal tangki) adalah kapal tangki menurut definisi Regulation 1 Annex 1 dari Protocol 1978 dari International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973 23. Ro-ro passenger ship (Kapal penumpang ro-ro) adalah kapal penumpang dengan ruangan ro-ro atau ruang kategori khusus menurut definisi Regulation II-2/3 24. Bulk carrier (Kapal muatan curah) berarti kapal muatan curah menurut definisi Regulation XII/1.1 25. Keel line (Garis lunas) adalah garis yang sejajar garis kemiringan lunas dan melalui tengah panjang (amidships) pada titik o sisi atas lunas pada tengah lebar (centreline) atau titik potong sisi dalam pelat kulit dengan lunas jika lunas batang ada sampai di bawah garus tersebut, pada kapal berkulit logam o pada kapal kayu dan komposit, jarak diukur dari tepi bawah keel rabbet. ... 26. Amidships (Tengah panjang) adalah tengah panjang L Regulation 4 - General 1. Persyaratan stabilitas bocor dalam parts B-1 asmpai dengan B-4 berlaku untuk kapal barang yang panjangnya L 80 meter atau lebih dan untuk semua kapal penumpang tidak tergantung panjangnya tetapi tidak termasuk kapal barang yang telah terbukti memenuhi persyaratan penyekatan dan stabilitas bocor dari instrument lain dari Organization ini.

Cargo ships complying with the subdivision and damage stability regulations of other IMO instruments listed in the footnote are not required to comply with part B-1, regulations 6, 7, 7-1, 7-2 and 7-3, but should comply with the regulations indicated in the table below.

Regulation

Applies Part B-1

5

X

5–1

X Part B-2

9

X(1)

10

X

11

X

12

X

13–1

X

15

X

16

X

16–1

X Part B-4

(1)

(2)

19

X

22

X

24

X

25

X(2)

Only applies to cargo ships other than tankers. Only applies to single hold cargo ships other than bulk carriers.

“OBO ships” means combination carriers as defined in SOLAS regulation II-2/3.14.

2. Untuk kapal tertentu atau kelompok kapal tertentu, Administration dapat menyetujui metodologi lain jika Administration setuju bahwa paling tidak tingkat keselamatan yang diberikan oleh regulation ini tercapai. Suatu Administration yang mengijinkan metodologi lain harus memberi tahu Organization rincian metodologi itu. 3. Kapal harus diberi penyekatan seefisien mungkin sehubungan dengan sifat pelayanan yang diharapkan. Derajat penyekatannya harus berubah menurut panjang penyekatan LS kapal dan dengan pelayanannya, sedemikian sehingga derajat penyekatan tertinggi diperuntukkan bagi kapal dengan panjang penyekatan LS terbesar dan terutama dipakai untuk membawa penumpang. 4. Jika diusulkan untuk memasang geladak, kulit dalam atau sekat memanjang dengan kekedapan cukup untuk sangat membatasi masuknya air, Administration dapat menyetujui jika pertimbangan secukupnya diberikan pada pengaruh baik maupun buruknya struktur tersebut telah dimasukkan dalam perhitungan. See Explanatory Notes for regulation 7-2.2, for information and guidance related to these provisions.

Regulation 5 - Intact stability information Reference is made to MSC/Circ.1158 (Unified interpretation of SOLAS chapter II-1) regarding lightweight check.

1. Setiap kapal penumpang tanpa batasan ukuran dan setiap kapal barang yang panjangnya (L) 24 meter atau lebih, harus menjalani uji kemiringan (inclining test) setelah selesai dibangun dan elemen stabilitasnya ditentukan. Any limiting GM (or KG) requirements arising from provisions in regulation 6.1 (regarding partial attained subdivision indices), regulation 8 or regulation 9, which are in addition to those described in regulation 5-1.4, should also be taken into account when developing this information. 

Linear interpolation of the limiting values between the draughts ds, dp and dl is only applicable to minimum GM values. If it is intended to develop curves of maximum permissible KG, a sufficient number of KMT values for intermediate draughts should be calculated to ensure that the resulting maximum KG curves correspond with a linear variation of GM. When light service draught is not with the same trim as other draughts, KMT for draughts between partial and light service draught should be calculated for trims interpolated between trim at partial draught and trim at light service draught.



In cases where the operational trim range is intended to exceed ±0.5% of Ls, the original GM limit line should be designed in the usual manner with the deepest subdivision draught and partial subdivision draught calculated at level trim and actual service trim used for the light service draught. Then additional sets of GM limit lines should be constructed on the basis of the operational range of trims which is covered by loading conditions of partial subdivision draught and deepest subdivision draught ensuring that intervals of 1% Ls are not exceeded. For the light service draught dl only one trim should be considered. The sets of GM limit lines are combined to give one envelope limiting GM curve. The effective trim range of the curve should be clearly stated.

2. Administration boleh mengijinkan bahwa uji kemiringan kapal barang tertentu tidak usah dilakukan jika data dasar stabilitas dapat diperoleh dari uji kemiringan kapal kembarannya (sister ship) dan dapat ditunjukkan dengan memuaskan Administration bahwa informasi stabilitas yang dapat dipercaya untuk kapal yang dibebaskan ini dapat diperoleh data dasar tersebut, seperti disyaratkan oleh regulation 5-1. Regulation 6 - Required subdivision index R (indeks penyekatan disyaratkan) 1. Penyekatan suatu kapal dianggap cukup jika attained subdivision index A yang dihitung menurut Regulation 7, tidak kurang dari required subdivision index R yang dihitung menurut Regulation ini dan jika selain itu, index AS, AP dan Al tidak kurang dari 0.9R untuk kapal penumpang dan 0.5R untuk kapal barang. To demonstrate compliance with these provisions, see the Guidelines for the preparation of subdivision and damage stability calculations, set out in the appendix, regarding the presentation of damage stability calculation results.

2. Untuk semua kapal yang harus memenuhi persyaratan stabilitas bocor menurut bab ini, tingkat penyekatan yang harus disediakan harus ditentukan oleh Required subdivision index R sebagai berikut: a. untuk kapal barang yang panjangnya LS > 100 meter: 128 R 1 LS  152 b. untuk kapal barang yang panjangnya 80 m < LS L*:

l   J m*  min  J max , max  L*  * 2 *2 J m* 1  1  (1  2 pk )b0 J m  14 b0 J m J   2 b0

2 2 J m 1  1  (1  2 pk )b0 J m  14 b0 J m Jk   2 b0

* k

b12 = b0

Jm 

J m* * L* LS

J k* * L* Jk  LS  p 1  pk b12  2 k   Jk Jm  Jk

b11  4 o

o

 

1  pk p  2 k2 (Jm  Jk )Jk Jk

b21  2 o



1  pk ( J m  J k )2

b22  b21J m

The coefficients b11, b12, b21 and b22 are coefficients in the bi-linear probability density function on normalized damage length (J). The coefficient b12 is dependent on whether Ls is greater or less than L* (i.e. 260 m); the other coefficients are valid irrespective of Ls.

 Jika batas kompartemen tidak mencakup Aft atau Fore Terminals: Cara menghitung J, Jn, Jk, b11, b12, b21, b22 dan lain-lain lihat di atas. Untuk J ≤ Jk Untuk J > Jk 1 2 1 p ( x1, x 2)  p2   3 b11J k3  12 (b11J  b12 ) J k2  b12 JJ k p ( x1, x 2)  p1  6 J (b11J  3b12 )  13 b21 ( J n3  J k3 )  12 (b21J  b22 )( J n2  J k2 )  b22 J ( J n  J k )

Jika ada sekat memanjang 1. Untuk satu kompartemen saja yang kemasukan air pi  p ( x1 j , x 2 j ) * [r ( x1 j , x 2 j , bk )  r ( x1 j , x 2 j , bk 1 )] dengan j = nomor zona kebocoran (ruang) yang paling belakang mulai dengan nomor 1 di buritan n = banyaknya ruang bersebelahan yang bocor, satu atau lebih. Jika yang bocor 1 ruangan saja, n = 1. Jika yang bocor dua ruangan, n = 2 dan seterusnya. k = banyaknya sekat memanjang yang menjadi pembatas kerusakan melintang dihitung dari kulit ke arah centre line. Untuk kulit kapal k = 0 x1 = jarak antara terminal belakang dari LS dengan ujung belakang zona yang diperiksa x2 = jarak antara terminal belakang dari LS dengan ujung depan zona yang diperiksa

Dalam rumus di atas ada indeks i dan indeks j. Untuk kapal seperti pada gambar di atas, artinya adalah sebagai berikut: Kasus Ruang Kasus Ruan Kasus Ruan ke i Bocor, ke i g ke i g n=1 bocor, bocor, n=2 n=3 1 1 9 1,2 16 1,2,3 2 2 10 2,3 17 2,3,4 3 3 11 3,4 18 3,4,5 4 4 12 4,5 19 4,5,6 5 5 13 5,6 20 5,6,7 6 6 14 6,7 21 6,7,8 7 7 15 7,8 8 8 dan seterusnya. Menghitung faktor r(x1,x2,b) b = jarak melintang rata-rata dalam meter diukur tegak lurus centreline pada bidang air penyekatan terdalam antara o kulit dengan o suatu bidang tegak yang dibuat memanjang antara batas-batas zona yang diperiksa dan menyinggung atau berimpit dengan seluruh atau sebagian dari bagian terluar sekat memanjang yang diperiksa.  Bidang tegak ini harus diarahkan sedemikian jarak melintang rata-rata ke kulit menjadi terbesar, tetapi tidak lebih dari 2 kali jarak terkecil antara bidang tegak tersebut dengan kulit.  Jika bagian atas dari sekat memanjang berada di bawah deepest subdivision loadline, bidang tegak untuk menentukan b dianggap terus ke atas sampai ke deepest subdivision loadline.  Bagaimanapun, b tidak boleh lebih besar dari B/2. Faktor r(x1,x2,b) dihitung dengan rumus berikut

  G r ( x1, x 2, b)  1  (1  C ) *  1  p( x1, x 2)   dengan C = 12•Jb•(-45•Jb+4) b Jb  15 * B

G  G2   13 b11J 03  12 (b11J  b12 ) J 02  b12 JJ 0 dengan J0 = min(J,Jb) Transverse subdivision in a damage zone 1. Damage to the hull in a specific damage zone may just penetrate the ship’s watertight hull or penetrate further towards the centreline. To describe the probability of penetrating only a wing compartment, a probability factor r is used, based mainly on the penetration depth b. The value of r is equal to 1, if the penetration depth is B/2 where B is the maximum breadth of the ship at the deepest subdivision draught ds, and r = 0 if b = 0. 2. The penetration depth b is measured at level deepest subdivision draught ds as a transverse distance from the ship side right-angled to the centreline to a longitudinal barrier.

3. Where the actual watertight bulkhead is not a plane parallel to the shell, b should be determined by means of an assumed line, dividing the zone to the shell in a relationship b1/ b2 with 1/2 ≤b1/b2≤2. 4. Examples of such assumed division lines are illustrated in the figure below. Each sketch represents a single damage zone at a water line plane level ds and the longitudinal bulkhead represents the outermost bulkhead position below ds + 12.5 m.

5. In calculating r-values for a group of two or more adjacent compartments, the b-value is common for all compartments in that group, and equal to the smallest b-value in that group:

b=min ⁡( b1 ,b 2 , … , b n) where: n = number of wing compartments in that group; b1.b2,...,bn = mean values of b for individual wing compartments contained in the group.

Accumulating p 6. The accumulated value of p for one zone or a group of adjacent zones is determined by: k= K j,n

p j , n=



k=1

where

p j ,n , k

j+n−1

K j , n=

∑ j

Kj

the total number of bk's for the adjacent zones in question

7. The figure above illustrates b’s for adjacent zones. The zone j has two penetration limits and one to the centre, the zone j+1 has one b and the zone j+n-1 has one value for b. The multiple zones will have (2+1+1) four values of b, and sorted in increasing order they are:

b (¿ ¿ j , 1; b j +1,1 ; b j +n−1,1 ; b j , 2 ; b K ) ¿ 8. Because of the expression for r(x1, x2, b) only one bK should be considered. To minimize the number of calculations, b’s of the same value may be deleted. As

b j ,1=b j +1,1 the final b's will be b j ,1 ; b j +n−1,1 ; b j , 2 ; b K ¿

Examples of multiple zones having a different b 9. Examples of combined damage zones and damage definitions are given in the figures below. Compartments are identified by R10, R12, etc.

Figure:. Combined damage of zones 1 + 2 + 3 includes a limited penetration to b3, taken into account generating two damages: 1). to b3 with R10, R20 and R31 damaged; 2). to B/2 with R10, R20, R31 and R32 damaged.

Figure:. Combined damage of zones 1 + 2 + 3 includes 3 different limited damage penetrations generating four damages: 1). to b3 with R11, R21 and R31 damaged; 2). to b2 with R11, R21, R31 and R32 damaged; 3). to b1 with R11, R21, R31, R32, and R22 damaged; 4). to B/2 with R11, R21, R31, R32, R22 and R12 damaged.

Figure: . Combined damage of zone 1 + 2 + 3 including 2 different limited damage penetrations (b1 < b2 = b3) generating three damages: 1). to b1 with R11, R21 and R31 damaged; 2). to b2 with R11, R21, R31 and R12, damaged; 3). to B/2 with R11, R21, R31, R12, R22 and R32 damaged. 10. A damage having a transverse extent b and a vertical extent H2 leads to the flooding of both wing compartment and hold; for b and H1 only the wing compartment is flooded. The figure below illustrates a partial subdivision draught dp damage.

11. The same is valid if b-values are calculated for arrangements with sloped walls. 12. Pipes and valves directly adjacent to a longitudinal bulkhead can be considered to be part of the bulkhead, provided the separation distance is of the same order as the bulkhead stiffening structure. The same applies for small recesses, drain wells, etc.

 Jika batas kompartemen mencakup Aft atau Fore Terminals: Menghitung p(x1,x2) Cara menghitung J, Jn, Jk, b11, b12, b21, b22 dan lain-lain lihat di atas. J≤Jk:

p1  16 J 2 (b11J  3b12 )

J>Jk: p2   13 b11J k3  12 (b11J  b12 ) J k2  b12 JJ k  13 b21 ( J n3  J k3 )  12 (b21J  b22 )( J n2  J k2 )  b22 J ( J n  J k )

p( x1, x 2)  12 ( p1  J ) Menghitung r(x1,x2,b)

p( x1, x 2)  12 ( p2  J )

  G r ( x1, x 2, b)  1  (1  C ) *  1  p ( x1, x 2)   Cara menghitung C dan lain-lain lihat di atas G1  12 b11J b2  b12 J b G2   13 b11J 03  12 (b11 J  b12 ) J 02  b12 JJ 0 G  12 (G2  G1 J )  Jika kompartemen mencakup seluruh panjang LS Menghitung p(x1,x2) p(x1,x2) = 1 Menghitung r(x1,x2,b)

  G r ( x1, x 2, b)  1  (1  C ) *  1  p( x1, x 2)   Cara menghitung C dan lain-lain lihat di atas G  G1  12 b11J b2  b12 J b 2. Untuk dua kompartemen bersebelahan yang kemasukan air pi = p(x1j,x2j+1) • [r(x1j,x2j+1,bk) - r(x1j,x2j+1,bk-1)] - p(x1j,x2j) • [r(x1j,x2j,bk) - r(x1j,x2j,bk-1)] - p(x1j+1,x2j+1) • [r(x1j+1,x2j+1,bk) - r(x1j+1,x2j+1,bk-1)] 3. Untuk tiga kompartemen bersebelahan yang kemasukan air pi = p(x1j,x2j+n-1) • [r(x1j,x2j+n-1,bk) - r(x1j,x2j+n-1,bk-1)] - p(x1j,x2j+n-2) • [r(x1j,x2j+n-2,bk) - r(x1j,x2j+n-2,bk-1)] - p(x1j+1,x2j+n-1) • [r(x1j+1,x2j+n-1,bk) - r(x1j+1,x2j+n-1,bk-1)] + p(x1j+1,x2j+n-2) • [r(x1j+1,x2j+n-2,bk) - r(x1j+1,x2j+n-2,bk-1)] dan dengan r(x1, x2, b0) = 0

Regulation 7-2 - Calculation of the factor si 

Initial condition – an intact loading condition to be considered in the damage analysis described by the mean draught, vertical centre of gravity and the trim; or alternative parameters from where the same may be determined (ex. displacement, GM and trim). There are three initial conditions corresponding to the three draughts ds, dp and dl.



Immersion limits – immersion limits are an array of points that are not to be immersed at various stages of flooding as indicated in regulations 7-2.5.2 and 7-2.5.3.



Openings – all openings need to be defined: both weathertight and unprotected. Openings are the most critical factor to preventing an inaccurate index A. If the final waterline immerses the lower edge of any opening through which progressive flooding takes place, the factor “s” may be recalculated taking such flooding into account. However, in this case the s value should also be calculated without taking into account progressive flooding and corresponding opening. The smallest s value should be retained for the contribution to the attained index.

1. Faktor si harus dihitung untuk tiap kasus kebocoran satu kompartemen atau kelompok kompartemen menurut notasi dan ketentuan dalam Regulation ini.  θe adalah sudut oleng setimbang pada suatu tahap kebocoran, dalam derajat  θv adalah sudut pada suatu tahap kebocoran ketika lengan penegak menjadi negatif, atau sudut ketika suatu bukaan yang tidak dapat ditutup kedap cuaca (air?) mulai terbenam.  GZmax adalah lengan penegak positif maksimum dalam meter sampai dengan sudut θv  Range adalah daerah lengan penegak positif dalam derajat, diukur dari sudut θe. Daerah positif diukur sampai sudut θv.



Tahap kebocoran adalah suatu langkah tertentu dalam proses kebocoran, termasuk tahap sebelum keadaan seimbang tercapai (kalau ada) sampai keadaan seimbang akhir tercapai

In cases where the GZ curve may include more than one “range” of positive righting levers for a specific stage of flooding, only one continuous positive “range” of the GZ curve may be used within the allowable range/heel limits for calculation purposes. Different stages of flooding may not be combined in a single GZ curve.

In figure 1, the s-factor may be calculated from the heel angle, range and corresponding GZmax of the first or second “range” of positive righting levers. In figure 2, only one s-factor can be calculated.

1.1 Faktor si untuk suatu kasus kebocoran dari suatu kondisi awal di didapat dari rumus: si = minimum { sintermediate,i or sfinal,i • smom,i } dengan sintermediate,i adalah peluang untuk selamat (survive) dari semua tahap antara dari kebocoran sampai tahap keseimbangan akhir dan dihitung menurut paragraf 2 sfinal,i adalah peluang untuk selamat (survive) pada tahap keseimbangan akhir dan dihitung menurut paragraf 3 smom,i adalah peluang untuk selamat (survive) terhadap momen pengoleng dan dihitung menurut paragraf 4 2. Faktor sintermediate,i hanya berlaku untuk kapal penumpang (untuk kapal barang sintermediate,i harus diambil = 1) dan harus diambil harga faktor s terkecil dari semua tahap kebocoran termasuk tahap sebelum tercapainya keadaan seimbang, kalau ada, dan dihitung sebagai berikut:  GZmax Range   * 7  sintermediate,i  0.05

1 4

dengan GZmax diambil ≤ 0.05 meter Range diambil ≤ 70 sintermediate = 0 jika sudut oleng antara > 150. Jika disyaratkan memasang peralatan penghubung tangki (cross-flooding fittings), waktu untuk penyeimbang ≤ 10 menit. Intermediate stages of flooding 1. The case of instantaneous flooding in unrestricted spaces in way of the damage zone does not require intermediate stage flooding calculations. Where intermediate stages of flooding calculations are necessary in connection with progressive flooding, they should reflect the sequence of filling as well as filling level phases. Calculations for intermediate stages of flooding should be performed whenever equalization is not instantaneous, i.e. equalization is of a duration greater than 60 s.

Such calculations consider the progress through one or more floodable (non-watertight) spaces. Bulkheads surrounding refrigerated spaces, incinerator rooms and longitudinal bulkheads fitted with non-watertight doors are typical examples of structures that may significantly slow down the equalization of main compartments.

Flooding boundaries 2. If a compartment contains decks, inner bulkheads, structural elements and doors of sufficient tightness and strength to seriously restrict the flow of water, for intermediate stage flooding calculation purposes it should be divided into corresponding non-watertight spaces. It is assumed that the non-watertight divisions considered in the calculations are limited to “ A” class fire-rated bulkheads and do not apply to “B” class fire-rated bulkheads normally used in accommodation areas (e.g., cabins and corridors). This guidance also relates to regulation 4.4.

Sequential flooding computation 3. For each damage scenario, the damage extent and location determine the initial stage of flooding. Calculations should be performed in stages, each stage comprising of at least two intermediate filling phases in addition to the full phase per flooded space. Unrestricted spaces in way of damage should be considered as flooded immediately. Every subsequent stage involves all connected spaces being flooded simultaneously until an impermeable boundary or final equilibrium is reached. If due to the configuration of the subdivision in the ship it is expected that other intermediate stages of flooding are more onerous, then those should be investigated.

Cross-flooding/equalization 4. In general, cross-flooding is meant as a flooding of an undamaged space on the other side of the ship to reduce the heel in the final equilibrium condition. 5. The cross-flooding time should be calculated in accordance with the Recommendation on a standard method for evaluating cross-flooding arrangements (resolution MSC.245(83)). If complete fluid equalization occurs in 60 s or less, it should be treated as instantaneous and no further calculations need to be carried out. Additionally, in cases where sfinal = 1 is achieved in 60 s or less, but equalization is not complete, instantaneous flooding may also be assumed if sfinal will not become reduced. In any cases where complete fluid equalization exceeds 60 s, the value of sintermediate after 60 s is the first intermediate stage to be considered. Only passive open cross-flooding arrangements without valves should be considered effective for instantaneous flooding cases. 6. If complete fluid equalization can be finalized in 10 min or less, the assessment of survivability can be carried out for passenger ships as the smallest values of sintermediate or sfinal . 7. In case the equalization time is longer than 10 min, sfinal is calculated for the floating position achieved after 10 min of equalization. This floating position is computed by calculating the amount of flood water according to resolution MSC.245(83) using interpolation, where the equalization time is set to 10 min, i.e. the interpolation of the flood water volume is made between the case before equalization (T = 0) and the total calculated equalization time. 8. In any cases where complete fluid equalization exceeds 10 min, the value of sfinal used in the formula in regulation 7-2.1.1 should be the minimum of sfinal at 10 min or at final equalization.

Cargo ships 9. If the Administration considers that the stability in intermediate stages of flooding in a cargo ship may be insufficient, it may require further investigation thereof.

3. Faktor sfinal,i harus diperoleh dari rumus berikut 

s final, i  K  

dengan GZmax diambil ≤ 0.12 meter Range diambil ≤ 160 K = 1 jika θe ≤ θmin K = 0 jika θe ≥ θmax  max   e K  max   min dalam hal lain dengan

GZ max Range  * 0.12 16 

1 4

θmin adalh 70 untuk kapal penumpang dan 250 untuk kapal barang θmax adalh 150 untuk kapal penumpang dan 300 untuk kapal barang 4. Faktor smom,i hanya berlaku untuk kapal penumpang (untuk kapal barang sintermediate,i harus diambil = 1) dan harus dihitung pada keadaan keseimbangan akhir dengan rumus (GZ max  0.04) * Displaceme nt smom,i  M heel dengan Displacement adalah displasemen kapal utuh pada sarat penyekatan The displacement is the intact displacement at the subdivision draught in question (ds, dp and dl).

Mheel adalah momen oleng maksimum yang diasumsikan dihitung menurut paragraf 4.1 Smom,i ≤ 1 4.1 Momen oleng Mheel dihitung sebagai berikut: Mheel = maximum {Mpassenger atau Mwind atau MSurvivalcraft} 4.1.1 Mpassenger adalah momen oleng maksimum yang diasumsikan akibat pergerakan penumpang dan dihitung sebagai berikut: Mpassenger = (0.075 • Np) • (0.45 • B) (tm) dengan Np jumlah maksimum penumpang yang diijinkan berada di kapal pada kondisi dinas menurut sekat penyekatan terdalam B adalah lebar kapal The beam B used in this paragraph means breadth as defined in regulation 2.8.

Cara lain adalah, momen oleng boleh dihitung dengan asumsi penumpang tersebar pada satu sisi kapal pada geladak-geladak yang ada muster station sebanyak 4 orang per meter persegi pada semua tempat yang tersedia. Dalam perhitungan ini, diasumsikan berat penumpang adalah 75 kg per orang. 4.1.2 Mwind adalah momen angin maksimum yang diasumsikan dalam kondisi cocor: P * A* Z M wind  9.806 (tm) dengan P = 120 N/m2; A =luas proyeksi samping (lateral) di atas bidang air The parameter A (projected lateral area) used in this paragraph does not refer to the attained subdivision index.

Z = jarak dari titik berat luasan proyeksi samping (lateral) di atas bidang air sampai ke T/2 T = sarat kapal di 4.1.3 MSurvivalcraft adalah momen oleng maksimum yang diasumsikan akibat penurunan semua sekoci penyelamat bermuatan penuh dengan dewi-dewi di satu sisi kapal. Momen ini harus dihitung sebagai berikut: 1. semua sekoci penyelamat (lifeboat) dan dan sekoci penolong (rescue boat) yang dipasang pada sisi ke arah miringnya kapal setelah bocor dianggap bermuatan penuh dan telah dijulurkan keluar dan siap untuk diturunkan; 2. untuk sekoci penyelamat yang diluncurkan dari posisi penyimpanan, harus diambil momen oleng maksimum selama proses peluncuran 3. rakit penyelamat bermuatan penuh yang diluncurkan dengan dewi-dewi yang terpasang pada tiap dewi-dewi pada sisi ke arah miringnya kapal setelah bocor dianggap telah dijulurkan keluar siap untuk diturunkan 4. orang yang tidak berada dalam peralatan penyelamat yang telah terjulur tidak memberikan momen penegak atau momen pengoleng tambahan 5. peralatan penyelamat pada sisi yang berlawanan dengan arah miringnya kapal setelah bocor dianggap dalam keadaan tersimpan.

5. Kebocoran tak simetris harus dibuat minimum sesuai dengan peralatan yang efisien. Jika diperlukan untuk mengkoreksi sudut oleng yang besar, cara yang dipakai, jika mungkin harus dapat bekerja otomatis, tetapi dalam semua hal, jika ada kontrol alat penghubung tangki (equalization devices), kontrol harus dapat dioperasikan dari atas geladak sekat. Alat ini bersama kontrolnya harus dengan persetujuan Administration. Informasi yang sesuai mengenai penggunaan alat penghubung tangki harus diberikan pada nakhoda. In cargo ships where cross-flooding devices are fitted, the safety of the ship should be maintained in all stages of flooding. The Administration may request for this to be demonstrated. Cross-flooding equipment, if installed, should have the capacity to ensure that the equalization takes place within 10 min.

5.1 Tangki dan kompartemen yang terhubung dengan alat penghubung tangki harus dilengkapi dengan pipa udara atau alat yang setara dengan penampang yang cukup untuk memastikan bahwa aliran air ke dalam kompartemen terhubung tidak berjalan lambat. 5.2 Dalam semua kasus, si harus diambil 0 dalam hal bidang air akhir, dengan memperhitungkan tambahan sarat, oleng dan trim, membenamkan 1. tepi bawah bukaan yang menyebabkan air masuk berkelanjutan dan masuknya air ini tidak diperhitungkan dalam perhitungan si. Termasuk dalam bukaan semacam itu ialah  pipa udara,  ventilator, dan  bukaan yang ditutup dengan pintu kedap cuaca atau penutup palkah  

The flooding angle will be limited by immersion of such an opening. It is not necessary to define a criterion for nonimmersion of unprotected openings at equilibrium, because if it is immersed, the range of positive GZ limited to flooding angle will be zero so “s” will be equal to zero. An unprotected opening connects two rooms or one room and the outside. An unprotected opening will not be taken into account if the two connected rooms are flooded or none of these rooms are flooded. If the opening is connected to the outside, it will not be taken into account if the connected compartment is flooded. An unprotected opening does not need to be taken into account if it connects a flooded room or the outside to an undamaged room, if this room will be considered as flooded in a subsequent stage.

Openings fitted with a weathertight mean of closing (“weathertight openings”) 

The survival “s” factor will be ”0” if any such point is submerged at a stage which is considered as “final”. Such points may be submerged during a stage or phase which is considered as “intermediate”, or within the range beyond equilibrium.



If an opening fitted with a weathertight means of closure is submerged at equilibrium during a stage considered as intermediate, it should be demonstrated that this weathertight means of closure can sustain the corresponding head of water and that the leakage rate is negligible.



These points are also defined as connecting two rooms or one room and the outside, and the same principle as for unprotected openings is applied to take them into account or not. If several stages have to be considered as “final”, a “weathertight opening” does not need to be taken into account if it connects a flooded room or the outside to an undamaged room if this room will be considered as flooded in a successive “final” stage.

2. bagian dari geladak sekat pada kapal penumpang yang dimasukkan dalam rute evakuasi horisontal untuk memenuhi aturan dalam Bab II-2 

Partial immersion of the bulkhead deck may be accepted at final equilibrium. This provision is intended to ensure that evacuation along the bulkhead deck to the vertical escapes will not be impeded by water on that deck. A “horizontal evacuation route” in the context of this regulation means a route on the bulkhead deck connecting spaces located on and under this deck with the vertical escapes from the bulkhead deck required for compliance with SOLAS chapter II-2.



Horizontal evacuation routes on the bulkhead deck include only escape routes (designated as category 2 stairway spaces according to SOLAS regulation II-2/9.2.2.3 or as category 4 stairway spaces according to SOLAS regulation II2/9.2.2.4 for passenger ships carrying not more than 36 passengers) used for the evacuation of undamaged spaces. Horizontal evacuation routes do not include corridors (designated as category 3 corridor spaces according to SOLAS regulation II-2/9.2.2.3 or as category 2 corridor spaces according to SOLAS regulation II-2/9.2.2.4 for passenger ships carrying not more than 36 passengers) within the damaged space. No part of a horizontal evacuation route serving undamaged spaces should be immersed.



si = 0 where it is not possible to access a stair leading up to the embarkation deck from an undamaged space as a result of flooding to the “stairway” or “horizontal stairway” on the bulkhead deck.



Horizontal escapes situated in way of the damage extent may remain effective, therefore si need not be taken as zero. Contributions to the attained index A may still be gained.

5.3. Faktor si harus diambil 0 jika, dengan memperhitungkan tambahan sarat, oleng dan trim, suatu kejadian berikut terjadi pada tahap antara atau pada tahap akhir kebocoran: 1. terbenamnya vertical escape hatch pada geladak sekat yang dimaksud untuk memenuhi ketantuan dalam chapter II-2 

The purpose of this paragraph is to provide an incentive to ensure that evacuation through a vertical escape will not be obstructed by water from above. The paragraph is intended for smaller emergency escapes, typically hatches, where fitting of a watertight or weathertight means of closure would otherwise exclude them from being considered as flooding points.



Since the probabilistic regulations do not require that the watertight bulkheads be carried continuously up to the bulkhead deck, care should be taken to ensure that evacuation from intact spaces through flooded spaces below the bulkhead deck will remain possible, for instance by means of a watertight trunk.

2. alat kontrol untuk mengatur operasi  pintu kedap air,  alat penyeimbang,  katup pada pipa atau pada saluran ventilasi yang dimaksud untuk menjaga integritas sekat kedap air dari atas geladak sekat, tidak dapat dicapai atau tidak dapat dioperasikan 3. terbenamnya bagian pipa atau saluran ventilasi yang menembus suatu batas kedap air yang terletak dalam suatu kompartemen yang termasuk dalam kasus kebocoran yang menambah indeks pencapaian A, jika tidak diberi sarana penutup kedap air pada tiap batas. 5.4. Tetapi, jika suatu kompartemen yang dianggap kemasukan air karena kebocoran berlanjut sudah diperhitungkan dalam perhitungan stabilitas bocor, banyak harga sintermediate,i boleh dihitung dengan anggapan penyeimbangan dalam tahap-tahap kebocoran tambahan. 5.5 Kecuali yang telah ditentukan dalam paragraf 5.3.1, maka  bukaan yang ditutup dengan penutup manhole kedap air,  flush scuttles  penutup palkah kecil kedap air yang mempertahankan integritas tinggi dari geladak  pintu kedap air geser yang dioperasikan dari jauh  side scuttles dari jenis tak dapat buka  pintu masuk (access door) dan penutup lubang masuk yang kedap air dan biasanya tertutup waktu kapal di laut tidak perlu diperhitungkan.

6. Jika batas mendatar kedap air dipasang di atas bidang air yang sedang dihitung, harga s yang untuk kompartemen bawah atau kelompok kompartemen didapat dengan mengalikan harga yang didapat menurut paragraf 1.1 dengan faktor reduksi vm menurut paragraf 6.1, yang menunjukkan peluang bahwa ruang-ruang di bawah penyekatan mendatar tidak akan bocor. The sketches in the figure illustrate the connection between position of watertight decks in the reserve buoyancy area and the use of factor v for damages below these decks.

In this example, there are 3 horizontal subdivisions to be taken into account as the vertical extent of damage.

The example shows the maximum possible vertical extent of damage d + 12.5 m is positioned between H2 and H3. H1 with factor v1, H2 with factor v2 > v1 but v2 < 1 and H3 with factor v3 = 1.

The factors v1 and v2are the same as above. The reserve buoyancy above H3 should be taken undamaged in all damage cases.

The combination of damages into the rooms R1, R2 and R3 positioned below the initial water line should be chosen so that the damage with the lowest s-factor is taken into account. That often results in the definition of alternative damages to be calculated and compared. If the deck taken as lower limit of damage is not watertight, down flooding should be considered.

6.1 Faktor vm didapat dari rumus berikut: vm = v(Hj,n,m,d) - v(Hj,n,m-1,d) dengan Hj,n,m adalah tinggi terkecil di atas bidang dasar dalam meter, dalam daerah memanjang dari x1(j), ... , x2(j+n-1) dari batas mendatar ke m yang dianggap membatasi cakupan vertikal dari kebocoran kompartemen yang sedang dihitung; Hj,n,m-1 adalah tinggi terkecil di atas bidang dasar dalam meter, dalam daerah memanjang dari x1(j), ... , x2(j+n-1) dari batas mendatar ke m - 1 yang dianggap membatasi cakupan vertikal dari kebocoran kompartemen yang sedang dihitung; j adalah batas belakang dari kompartemen bocor m adalah batas mendatar dihitung ke atas mulai dari bidang air yang sedang dipakai d adalah sarat yang sedang dipakai menurut definisi dalam Regulation 2 x1 dan x2 adalah batas-batas kompartemen atau kelompok kompartemen yang dimaksud dalam Regulation 7-1 6.1.1 Faktor v(Hj, n, m, d) dan v(Hj, n, m-1, d) didapat dari rumus berikut:



jika (Hm - d) ≤ 7.8 meter: v ( H , d )=0.8



(H−d) 7.8

dan untuk semua hal lain v ( H , d )=0.8+0.2

[

( H−d )−7.8 4.7

]

dengan v(Hj, n, m,d) diambil = 1 jika Hm berimpit dengan batas kedap air teratas dari kapal dalam daerah (x1(j)...x2(j+n-1)) dan v(Hj, n, 0,d) diambil = 0 Bagaimanapun, vm tidak boleh kurang dari nol atau lebih besar dari 1. 6.2 Pada umumnya, tiap kontribusi dA kepada indeks A dalam hal penyekatan mendatar didapat dari rumus berikut dA= pi∗[v i∗s min1 + ( v 2−v 1 )∗s min2 +…+ ( 1−v m−1 )∗smin m ] dengan vm = harga v dihitung menurut paragraf 6.1; smin = harga faktor s paling kecil untuk semua kombinasi kerusakan yang didapat dengan mengasumsikan kerusakan meliputi tinggi kerusakan Hm ke bawah. Regulation 7-3 Permeability  Untuk perhitungan penyekatan dan stabilitas bocor dalam regulation ini, permeabilitas tiap ruang atau bagian suatu ruang secara umum diambil sebagai berikut: Ruang Permeabilitas Ruang untuk gudang 0.60 Dipakai untuk akomodasi 0.95 Dipakai untuk permesinan 0.85 Ruang kosong 0.95 Ruang muatan kering 0.7 Ruang untuk cairan 0 atau 0.95  Untuk perhitungan penyekatan dan stabilitas bocor dalam regulation ini, permeabilitas untuk tiap kompartemen muat atau bagian suatu kompartemen diambil sebagai berikut: Ruang Permeabilitas Permeabilitas Permeabilitas pada sarat dS pada sarat dP pada sarat dl Muatan kering 0.70 0.80 0.95 kontainer 0.70 0.80 0.95 Ruan ro-ro 0.90 0.90 0.95 Muatan cair 0.70 0.80 0.95 The following additional cargo permeabilities may be used:

Spaces

Permeability at draught ds

Permeability at draught dp

Permeability at draught dl

Timber cargo in holds

0.35

0.7

0.95

Wood chip cargo

0.6

0.7

0.95



Reference is made to MSC/Circ.998 (IACS Unified Interpretation regarding timber deck cargo in the context of damage stability requirements) regarding timber deck cargo.



Harga permeabilitas yang lain boleh dipakai jika dibuktikan dengan perhitungan



Concerning the use of other figures for permeability “if substantiated by calculations”, such permeabilities should reflect the general conditions of the ship throughout its service life rather than specific loading conditions.



This paragraph allows for the recalculation of permeabilities. This should only be considered in cases where it is evident that there is a major discrepancy between the values shown in the regulation and the real values. It is not designed for improving the attained value of a deficient ship of regular type by the modification of chosen spaces in the ship that are known to provide significantly onerous results. All proposals should be considered on a case-by-case basis by the Administration and should be justified with adequate calculations and arguments.

Regulation 8 - Special requirements concerning passenger ship stability 1. Suatu kapal penumpang yang dimaksud untuk membawa 400 penumpang atau lebih harus mempunyai penyekatan kedap air di belakang sekat tubrukan sehingga si = 1 untuk 3 kondisi pemuatan yang menjadi dasar perhitungan indeks penyekatan dan untuk kerusakan yang meliputi semua kompartemen dalam jarak 0.08 L diukur dari garis tegak depan. 2. Suatu kapal penumpang yang dimaksud untuk membawa 36 penumpang atau lebih harus mampu bertahan terhadap kerusakan pelat sisi sepanjang yang ditentukan dalam paragraf 3. Kapal memenuhi regulasi ini dengan menunjukkan bahwa harga si, seperti didefinisikan dalam Regulation 7 - 2, tidak kurang dari 0.9 untuk ketiga kondisi pemuatan yang menjadi dasar perhitungan indeks penyekatan. 3. Asumsi lingkup kerusakan dalam menunjukkan peme Regulation 25-8 Stability information Regulation 25-9 Openings in watertight bulkheads and internal decks in cargo ships Regulation 25-10 External openings in cargo ships

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF