Teori Albert Bandura
October 1, 2017 | Author: Zizah Azizah Isnainii | Category: N/A
Short Description
Teori Albert Bandura...
Description
Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak–anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Teori kognitif sosial (Social Cognitive Theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif sosial. Menurut Bandura, ketika siswa belajar, mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tidak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting. Faktor person (kognitif) yang dimaksud adalah self-efficasy atau efikasi diri. Efikasi diri merupakan keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura, individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami. Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka
dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik. B. Teori Pembelajaran Sosial Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik), yang menekankan pada perilaku, lingkungan dan faktor kognisi sebagai kunci dalam perkembangan individu. Secara umum, teori ini mengatakan bahwa manusia bukanlah seperti robot yang tidak mempunyai pikiran dan menurut saja sesuai dengan kehendak pembuatnya. Namun, manusia mempunyai otak yang dapat berfikir, menalar, dan menilai, ataupun membandingkan sesuatu sehingga dapat memilih arah bagi dirinya. Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip–prinsip, teori–teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat–isyarat perubahan perilaku, dan pada proses–proses mental internal. Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan–lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan; lingkungan–lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu. Sebagai contoh, anak yang bertingkah agresif dengan temannya atau selalu menyerang anak lain, baik secara verbal maupun fisik, merupakan hasil adopsi orang disekelilingnya, apakah itu orang tua, teman, atau tokoh-tokoh di media. C. Prinsip-prinsip yang Mendasari Teori Belajar Sosial Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura, yaitu: 1. Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan; Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem (sistem diri/self system). Sebagai suatu sistem bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut, secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab yang satu terhadap yang lainnya.Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain. Dalam teori menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap perilaku kita. Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam kehidupan sosial kita sehari hari.
Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian kita. Dalam skema diatas dapat kita lihat bahwa antara behavioral, environment dan perception, sangatlah memberikan andil dalam proses pembelajaran sosial kita. Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi perilaku kita dan perilaku pribadi kita akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Begitu pula dengan lingkungan, keadaan lingkungan sekitar kita akan mempengaruhi perilaku kita. Keadaan lingkungan akan menimbulkan reaksi–reaksi tersendiri dari individu tersebut. Yang dapat memberikan stimulus terhadap individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat dan cermati dalam lingkungan tersebut. Kemudian reaksi–reaksi yang ditunjukkan oleh individu tersebut akan memberikan penilaian tersendiri terhadap dirinya sendiri dan karakteristik dari individu tersebut akan memberikan penilaian tersendiri dari orang lain. Dari keadaan lingkungan sekitar yang kita lihat dan reaksi–reaksi dari individu akan memberikan pengaruh terhadap persepsi dan aksi kita akan stimulus yang diperlihatkan di dalam lingkungan tersebut.Persepsi timbul karena ada stimulus dari orang lain maupun dari lingkungan sekitar kita. Jadi antara behavioral, environment dan perception sangatlah bergantung satu sama lain,ketiga komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen itu saling memberikan pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam terlaksananya teori pembelajaran sosial. Komponen–komponen tersebut saling berhubungan antar komponen yang lain dan saling timbal balik, menerima dan memberi. Tidak akan tercipta pembelajaran sosial jika tidak ada lingkungan, individu dan aksi reaksi sebagai akibat dari adanya stimulus yang ada. 2. Kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang; Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui gambargambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu sendiri. Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka hal-hal yang telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilaku-perilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis, dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena pikiran-pikiran yang merupakan simbul atau gambaran kognitif dari masa lalu maupun masa depan itulah yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu. 3. Kemampuan berfikir kedepan; Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah dialami, kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat dimanfaatkan untuk merencanakan masa depan. Orang dapat menduga bagaimana orang lain bisa bereaksi terhadap seseorang, dapat menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang
harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang disebut dengan pikiran ke depan, karena biasanya pikiran mengawali tindakan. 4. Kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain; Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara memperhatikan orang lain berperilaku dan memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan belajar dari apa yang dialami orang lain. 5. Kemampuan mengatur diri sendiri; Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa giat orang bekerja dan belajar, berapa jam orang tidur, bagaimana bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan pekerjaan kuliah dengan teratur, dan sebgainya, adalah contoh perilaku yang dikendalikan. Perilaku ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan motivasi yang ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh perilaku orang lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada diri sendiri. 6. Kemampuan untuk berefleksi Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering melakukan refleksi atau perenungan untuk memikirkan kemampuan diri mereka pribadi. Mereka umumnya mampu memantau ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus menilai diri mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang paling penting adalah penilaian terhadap beberapa komponen atau seberapa mampu mereka mengira diri mereka dapat mengerjakan suatu tugas dengan sukses. D. Konsep-Konsep Penting dalam Kepribadian menurut Bandura 1. Efikasi Diri (Self Efficacy) Self-efficacy adalah ekspektasi keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertenu. Self-efficacy yang positif adalah keyakinan untuk mampu melakukan perilaku yang dimaksud. Tanpa Selfefficacy (keyakinan tertentu yang sangat situasional), orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu perilaku. Menurut Bandura menyatakan self-efficacy menentukan apakah kita akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa kita dapat bertahan saat menghadapi kesulitan atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam satu tugas tertentu mempengaruhi perilaku kita di masa depan. Keyakinan tentang self-efficacy adalah hasil dari 4 jenis informasi, yaitu: (1) pengalaman kita dalam melakukan perilaku yang diharapkan atau perilaku yang serupa (kesuksesan dan kegagalan di masa lalu); (2) melihat orang lain melakukan perilaku tersebut atau perilaku yang kurang lebih sama (vicarious experience); (3) persuasi verbal (bujukan orang lain yang bertujuan untuk menyemangati atau menjatuhkan performa); dan (4) apa perasaan kita tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional).
Bandura
juga
telah
mempraktekkan
konstruk self-efficacy dalam
bidang
kesehatan. Self-efficacy terkait dengan aspek fisiologis kesehatan. Orang yang tidak memiliki self-efficacy mengalami stress yang berdampak pada kesehatan dan sistem imunnya. Self-efficacy juga terkait dengan potensi individu untuk berperilaku sehat, orang yang tidak yakin bahwa mereka dapat melakukan suatu perilaku yang dapat menunjang kesehatan akan cenderung enggan mencoba. Dua komponen dalam self-efficacy adalah: a. Outcome Expectations Perkiraan individu bahwa suatu outcome tertentu akan muncul dan pengetahuan mengenai apa yang harus dilakukan b. Efficacy expectations Percaya/meyakini bahwa ia bisa melakukannya atau tidak. Ditekankan bahwa self efficacy sangat berpengaruh dalam tingkah laku seseorang. Segala tingkah laku, bisa tingkah laku dalam bekerja, akademis, rekreasi, sosial dipengaruhi oleh self efficacy. Expectancy adalah variabel kognitif dalam hubungan antara stimulus dan respon. Outcome expectancy adalah antisipasi dari hubungan yang sistematik antara kejadiankejadian atau objek-objek dalam suatu situasi. Bentuknya adalah “jika-maka” antara perilaku dan hasilnya. Gagalnya suatu peristiwa mengikuti bentuk “jika-maka” yang ada dalam pola pikir individu, maka jika harapan dari individu terlalu tinggi dan tidak dapat tercapai,
individu
tersebut
akan
lebih
mudah
mengalami
gangguan
karena
ketidaknyamanan yang ia alami. 2. Regulasi Diri (Self Regulation) Regulasi diri adalah proses dimana seseorang dapat mengatur pencapaian dan aksi mereka sendiri, menentukan target untuk diri mereka, mengevaluasi kesuksesan mereka saat mencapai target tersebut, dan memberi penghargaan pada diri mereka sendiri karena telah mencapai tujuan tersebut. Konsep self-efficacy adalah elemen penting dari proses ini, yang mempengaruhi pilihan target dan tingkat pencapaian yang diharapkan. Yang juga penting adalah skema yang individu miliki, yang mendasari bagaimana orang memahami dan berperilaku dalam lingkungannya. Konstruk regulasi diri menitikberatkan pada kontrol internal (interpersonal) perilaku kita. Proses regulasi diri memiliki relevansi yang luas terhadap banyak bidang, terutama bidang kesehatan dan pendidikan, yang merupakan bidang di mana pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana orang melatih kontrol perilaku mereka sendiri akan berdampak pada meningkatnya keberhasilan masyarakat dalam bidang pendidikan dan kesehatan. E. Pembelajaran Pengamatan (Observational Learning) dalam Teori Belajar Sosial Bandura Karakteristik dari belajar sosial, yang terbukti sangat penting dan efisien seorang dapat belajar dengan cara memperhatikan model beraksi dan membayangkan seolah-olah ia sebagai pengamat, mengalami sendiri apa yang dialami oleh model. Yang disebut model adalah orang-
orang yang perilakunya dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Dari sudut pandang Bandura, orang/pengamat tidak hanya sekedar meniru perilaku orang lain (model), namun mereka memutuskan dengan sadar untuk melakukan perilaku yang dipelajari dari mengamati model. Menurut Bandura, mengamati model dan mengulangi perilaku yang dilakukan oleh model bukanlah sekedar imitasi sederhana; pembelajaran observasi juga melibatkan proses kognitif aktif yang meliputi 4 komponen yaitu: atensi, retensi, reproduksi dan motivasi. Lebih jauh lagi, analisis Bandura tentang pembelajaran pengamatan (observational learning) menjelaskan mengenai keterlibatan empat fase dalam pembelajaran ini, yaitu: 1. Fase Perhatian Fase pertama dalam pembelajaran pengamatan ialah memberikan perhatian pada orang yang ditiru. Pada umumnya, seseorang memberikan perhatian pada panutan yang memikat, berhasil, menarik, dan popular. Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali jika ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model itu sendiri dan benar-benar memahaminya. Ini tergantung seberapa besar dan menjolok mata perilaku yang diperagakan itu. Perilaku yang sederhana dan menjolok mata lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Juga tergantung pada apakah si pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang diperagakan itu terutama ketika banyak hal lain yang bersaing untuk mendapatkan perhatian si pengamat. Proses memberikan perhatian tergantung pada kepada kegiatan apa dan siapa modelnya yang bersedia untuk diamati, misalnya jika anak-anak dibesarkan dalam rumah tangga yang selalu bertengkar maka kemungkinan besar mereka akan mudah bertindak kasar dan agresif pula, perilaku yang demikian akan lebih akan lebih menarik perhatian dari anak tersebut. Menurut Panen (2005:4.10) menyatakan bahwa, Untuk menerapkan teori belajar sosial dan memastikan siswa memberi perhatian yang lebih pada prilaku yang dimodelkan, maka guru sebaiknya mengusahakan untuk: (1) menekankan bagian-bagian penting dari perilaku yang dipelajari untuk memusatkan perhatian siswa, (2) membagi-bagi kegiatan besar menjadi bagian-bagian kecil, (3) memperjelas ketrampilan-ketrampilan yang menjadi komponen-komponen perilaku, (4) memberi kesempatan untuk siswa mempraktikkan hasil pengamatan mereka begitu mereka selesai dengan satu topik. 2. Fase Pengingatan (retensi) Agar dapat mengambil manfaat dari perilaku orang lain yang telah diamati, seorang pengamat harus dapat mengingat apa yang yang telah dilihatnya. Dia harus mengubah informasi yang diamatinya menjadi bentuk gambaran mental, atau mengubah simbol-simbol verbal, dan kemudian menyimpan dalam ingatannya. Akan sangat membantu apabila kegiatan yang ditiru segera diulanginya atau dipraktekkan setelah pengamatan selesai. Pengamat tidak perlu melakukan pengulangan atau mempraktekkan secara fisik tetati dapat
saja secara kognitif, yaitu: membayangkan, memvisualisasikan perilaku tersebut dalam pikirannya. 3. Reproduksi Komponen ketiga dalam proses peniruan adalah mengubah ide gambaran, atau ingatan menjadi tindakan. Umpan balik terhadap hasil belajar dalam bentuk perilaku yang diperlihatkan oleh pengamat dapat menjadi alat bantu yang penting dalam proses ini. Umpan balik ini dapat dilakukan lewat observasi diri dan masukan dari pelatih, guru, dan modelnya sendiri.Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan. 4. Fase Motivasi Tahap terakhir dalam proses pembelajaran pengamatan ialah motivasi. Orang tidak akan memperagakan atau melaksanakan setiap hal yang dipelajarinya lewat proses pengamatan. Siswa akan meniru orang yang ditiru karena mereka percaya bahwa tindakan seperti itu akan meningkatkan peluang mereka sendiri dikuatkan. Umumnya seorang pengamat akan cenderung untuk memperagakan perilaku yang ditirunya jika hal tersebut menghasilkan hal yang berharga atau diiinginkan oleh pengamat tesebut. Pengamat cenderung tidak memperagakan perilaku yang mengakibatkan munculnya hukuman atau bila ia tidak mendapat hadiah dari perbuatan tersebut.Motivasi inijuga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan. F. Kelemahan Teori Albert Bandura Jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negatif termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat. G. Kelebihan Teori Albert Bandura Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata–mata reflex atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar sosial menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak–anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak–anak, faktor sosial dan kognitif.
View more...
Comments