Teologi PB
September 11, 2017 | Author: Shelly Stephanie Bintoro | Category: N/A
Short Description
Download Teologi PB...
Description
Andy Febrico Bintoro [Type the author name]
[TEOLOGI PERJANJIAN BARU] Tugas Teologi PB Prof. DR. Sutarman.
1. Jelaskan pengajaran PB tentang Allah sebagai Pencipta Tidak ada keraguan bahwa Allah adalah Pribadi yang menciptakan alam semesta ini. Markus 13:9 mencatat ajaran Yesus tentang Allah menciptakan sejak awal dunia. Yesus juga mengutip PL dan menerima bahwa Allah menciptakan manusia pertama (Markus 10:6; Matius 19:4). Paulus juga memperkuat bahwa Allah yang menciptakan bumi dan segala isinya (Kisah 17:24) dan manusia adalah keturunanNya (Kisah 7:29) dalam khotbahnya di Athena. Paulus menyatakan bahwa segala sesuatu diciptakan Allah (Roma 11:36; I Korintus 8:6; 11:12; Efesus 3:9). Wahyu 4:11 menyatakan bahwa segala sesuatu juga diciptakan oleh Allah. Yesus menyatakan tentang kemuliaan yang Ia miliki sebelum dunia dijadikan (Yohanes 17:5,24) yang diperkuat dalam I Petrus 1:20. Penulis PB tidak membahas cara penciptaan, namun pelaku penciptaan dianggap lebih penting daripada cara penciptaan. Pandangan PB tentang penciptaan melalui Kristus membuat sedikit perbedaan dengan PL, namun bukan berarti hal ini mengurangi peran Allah dalam penciptaan. Dalam pendahuluan Yohanes dijelaskan bahwa Firman yang bersama-sama dengan Allah dan yang adalah Allah adalah pelaku penciptaan (Yohanes 1:3). Hal yang sama juga ada dalam Kolose 1:16 dan Ibrani 1:2. Ayat-ayat ini mengajarkan bukan saja Allah menciptakan melalui Kristus, tetapi juga bagi Kristus. Hal ini memberi ptunjuk mengenai apakah maksud ilahi untuk alam semesta. PB tidak mendukung bahwa dunia ini adalah untuk manusia kecuali dalam konteks manusia sejati yang digenapi dalam Kristus (Ibrani 2:8). Jika PB mengajarkan kita bahwa dunia ini diciptakan bagi Yesus Kristus, maka kita perlu memelihara dunia ini. 2. Jelaskan pengajaran PB tentang Allah sebagai Pencipta yang memelihara PB menjelaskan tentang aktivitas Allah yang terus berlangsung dalam alam semesta. Pemeliharaan pada PB didasarkan pada sifat Allah. Yesus mengajarkan tentang hal ini melalui pengajaran burung pipit yang dinilai kecil oleh manusia tidak akan jatuh ke bumi diluar kehendak Bapa (Matius 10:29). Allah dikatakan juga mengetahui jumlah rambut tiap manusia yang ada (Matius 10:30) dan Allah juga memberikan panas dan hujan tanpa mempedulikan kelayakan para penerimanya (Matius 5:45). Yesus mengajarkan hal ini dengan menyebut Allah sebagai Bapa, menunjukkan perhatian Allah sebagai Bapa bagi ciptaanNya. Doa “Bapa Kami” mendasarkan pada hal ini dalam kaitannya dengan makanan
(Matius 6:11; Lukas 11:3). Paulus juga menyatakan hal ini dengn menegaskan bahwa Allah yang mengatur musim (Kisah 14:17) dan Allah yang memberikan nafas kehidupan bagi semua orang (Kisah 17:25). Walaupun pemeliharaan Allah dirasakan oleh setiap umat manusia, namun ada perhatian-perhatian khusus Allah kepada mereka yang percaya padaNya terutama dalam hal berkat-berkat rohani (Roma 8:28). 3. Jelaskan pengajaran PB tentang Allah sebagai Bapa Ini adalah salah satu ajaran yang khas dalam PB karena pada zaman ini orangorang menyembah dewa mereka dalam ketakutan. Namun konsep ini bukannya tidak ada dalam PL karena Allah menyebut bangsa Israel sebagai “anakKu”. Hubungan Allah dengan umatNya dalam PL boleh dibilang sangat akrab seperti gagasan tentang gembala, namun masih tidak sampai pada konsep bapa-anak. Kedatangan Yesus menunjukkan bahwa hubungan antara manusia dengan Allah adalah
sebagai
anak
dan
bapa
yang
sangat
mesra
yang
merupakan
pencerminan dari sifat Allah yang hakiki (Efesus 3:14-15).Dalam PB dikemukakan tiga hal tentang kebapaan Allah. Dia adalah Bapa Yesus, Bapa murid-murid Yesus, dan Bapa bagi semua ciptaanNya. Doa Bapa Kami menunjukkan contoh yang memperlihatkan Allah sebagai Bapa bagi mur-muridNya. Hubungan yang akrab
degan
menyebut
Allah
sebagai
Bapa
tidak
dimaksudkan
untuk
mengurangi rasa hormat kepada Allah, terbukti dengan adanya pengakuan bahwa Allah adalah kudus. Allah bukan saja sebagai Pencipta, namun hubungannya adalah kebapaan yang ditandai dengan Allah memelihara cipataanNya (Matius 6:32) yang menunjukkan perhatianNya secara pribadi. Kebapaan dari semua keturunan manusia berasal dari Bapa (Efesus 3:14-15), hal ini menunjukkan bahwa istilah Bapa bukan saja analogi hubunganNya dengan manusia, namun sifat yang melekat pada Allah sendiri. Dengan menyebut Bapa, berarti kita mengakui bahwa Allah adalah sumber kehidupan rohani kita dimana Ia mencurahkan kasihNya pada kita. Ia memperhatikan kesejahteraan orang percaya (Roma 8:28) dan memberikan didikan (Ibrani 12:5). Yang membedakan pandangan PB dan PL adalah penggunaan istilah “Abba” oleh orang Kristen (Roma 8:15; Galatia 4:6) yang didasarkan pada apa yang dikatakan Yesus dalam doanya (Markus 14:36). Penggunaan bahasa Aram ini artinya adalah “bapa yang
kekasih”, hal ini menunjukkan hubungan bapa-anak bukanlah sesuatu yang formal, namun menunjukkan keakraban. 4. Jelaskan pengajaran PB tentang Allah sebagai Raja dan Hakim Dalam keseluruhan PB ditemukan konsep bahwa Allah adalah Raja yang terpusat dalam kata “Kerajaan Allah” atau “Kerajaan Sorga”. Raja berbicara tentang kedaulatan, dalam hal ini kedaulatan juga diturunkan dari pengertian bahwa Allahlah yang menciptakan segala sesuatu (Kisah 4:24). Dalam hal ini tidak seharusnya manusia mempermasalahkan keputusan-keputusan Pencipta seperti ilustrasi Paulus tentang tukang periuk (Roma 9:19). Sejalan dengan pengertian Allah sebagai Raja, ada gelar “Tuhan” yag dipakai. Pada waktu Yesus dicobai, Ia menggunakan gelar “Tuhan Allahmu” untuk mengusir Iblis. Di dalam pengertian kedaulatan Allah terkandung pengertian kesetiaan yang mutlak kepada Allah dimana satu-satunya hak yang dimiliki Allah adalah disembah dan dihormati. Gambaran takhta Allah yang digunakan dalam PB adalah gambaran yang menggabungkan konsep tentang Raja dan Hakim. Kita dilarang bersumpah demi langit karena langit adalah takhta Allah (Matius 5:34) dimana takhta di sini adalah gambaran Allah tentang raja. Bagi orang Kristen, Yesus dipandang sebagai perwujudan kerajaan tersebut, karena itu penekanan pada Kerajaan itu sendiri menjadi berkurang. Tetapi bukan berarti mengurangi keyakinan bahwa pemerintahan Allah telah dimulai, namun peranan Yesus sebagai Raja lebih merupakan hal yang sudah diterima. Dalam surat Paulus ada banyak petunjuk yang menyatakan kedaulatan Allah. Dalam surat-suratnya hampir tidak ada pembedaan antara Kerajaan Allah dan Kerajaan Kristus kecuali bahwa Kristus akan menyerahkan Kerajaan kepada Allah (I Korintus 15:24). Paulus menyatakan bahwa Allah berdaulat dimana Ia adalah Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia (I Timotius 6:15). Dalam Ibrani nampak jelas bahwa Allah adalah sebagai
Raja,
sedangkan
dalam
kitab
Wahyu
memperlihatkan
gagasan
penobatan yang berkenaan dengan Allah. Takhta putih adalah pusat dalam penglihatan mengenai Yerusalem Baru (Wahyu 22:1) dan Allah disebut sebagai Penguasa yang artinya berdaulat (Wahyu 6:10). Jabatan Raja dan Hakim berhubungan erat dimana penghakiman Allah merupakan hal yang pasti dan melatarbelakangi khotbah Yohanes Pembaptis (Matius 3:7; Lukas 3:7). Yesus dalam salah satu perumpamaanNya juga membandingkan antara hakim yang
tidak adil dengan penghakiman Allah yang benar (Lukas 18:7) dan Yesus juga turut serta dalam penghakiman (Yohanes 8:16). Tidak ada keraguan pula dalam Paulus bahwa Allah akan menghakimi dunia (Roma 3:6). Penghakiman yang merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi manusia merupakan hakiki sifat Allah dan penghakiman merupakan hak Allah yang istimewa. Penghukuman Allah
ini
memang
nampaknya
keras
(2
Petrus
2:4),
namun
Paulus
menghubungkan hal ini dengan hati-hati dengan kemurahan Allah (Roma 11:22). 5. Jelaskan lima gelar untuk Allah: Roh, Juruselamat, Yang Maha Tinggi, Allah Nenek Moyang Israel, Alfa dan Omega a. Roh (Yohanes 4:24) dimana artinya adalah Allah tidak dapat didefinisikan dalam kategori-kategori jasmani. Pernyataan ini penting pada masa itu dimana banyak orang yang menganggap bahwa para dewa terbuat dari kayu dan material jasmani lainnya. Hakikat Allah yang adalah Roh ini membuat doktrin Roh Kudus mnjadi dapat dipahami pula. b. Juru Selamat (I Timotius 2:3; Ttus 2:10,13), walau gelar ini pada umumnya diterapkan kepada Yesus. Teologi Kristen berpusat dalam Allah yang menyelamatkan. c. Yang Maha Tinggi (Kisah 16:17) yang menyatakan bahwa Allah lebih tinggi daripada allah lain. d. Allah nenek moyang Israel (Kisah 22:14) dan beberapa ayat menyebutNya sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub (Matius 8:11; Mark us 12:26; Lukas 20:37). Bagi kalangan Yahudi, gelar ini sangat penting karena menunjukkan bahwa Allah lebih besar dari allah kesukuan saja dan memperlihatkan bahwa Allah masih sama seperti dahulu yang menunjukkan keramahan pada nenek moyang mereka. e. Alfa dan Omega (Wahyu 1:8; 21:6), yang merupakan bentuk kiasan yang mencakup segala sesuatu. Seluruh perjalanan sejarah dipandang sebagai aktivitas Allah dan erat kaitannya dengan Allah sebagai Pencipta. 6. Jelaskan delapan gagasan tentang sifat Allah a. Kemuliaan Allah Kata Ibrani kavod untuk kemuliaan mempunyai arti kemegahan, kehormatan, atau sifat yang menonjol, tetapi mempunyai arti khusus jika diterapkan pada Allah. Kemuliaan Allah dianggap memiliki maksud penyataan Allah dan berkembang dalam kehadiran Allah dalam suatu teofani yang dikenal bangsa
Yahud sebagai syekina. Namun dalam PB kavod diterjemahkan dalam kata doxa yang berarti kemuliaan yang dapat dilihat (memandang kemuliaan Allah) serta puji-pujian yang diucapkan (memuliakan Allah). Dalam PB dituliskan bahwa orang-orang secara spontan memuliakan Allah atas karyaNya yang ajaib. Yohanes dalam tulisannya menjelaskan bahwa ia dan orang lain telah memperhatikan kemuliaan dalam pelayanan Yesus yang berasal dari sumber ilahi (Yohanes 5:41). Kemuliaan Yesus tidak dapat dipisahkan
dari
kemuliaan
Allah
(Yohanes
1:14)
sehingga
jika
Yesus
dipermuliakan berarti itu memuliakan Allah (Yohanes 13:31-32). Allah bukan saja dianggap mulia namun merupakan patokan ukutan bagi kemuliaan orang lain, bahkan dalam kemuliaan anakNya sendiri (Yohanes 17:5). Teologi Paulus juga menyataka hal yang sama dimana patokan yang dipakai untuk mengukur kegagalan manusia adalah kemuliaan Allah (Roma 3:23) yang menyebabkan manusia berdosa tidak lagi dapat menjadi cermin kemuliaan Allah. Yang dimaksud dengan kebinasaan kekal adalah dijauhkan dari kemuliaan Allah (2 Tesalonika 1:9) yang berarti bahwa pengaburan kemuliaan Allah adalah peristiwa terburuk yang dapat dialami manusia. Dalam Ibrani 1:3 dikatakan bahwa Kristus adalah “cahaya kemuliaan Allah” yang berarti bahwa pribadi Yesus merupakan gambaran keagungan dan kuasa Allah. Orang Kristen dipanggil kepada kuasaNya yang mulia dan ajaib (2 Petrus 1:3) dan tujuan manusia adalah untuk memuliakan Allah (1 Petrus 2:12). Segi lain terkait kemuliaan adalah terang (1 Yohanes 1:5) dimana hal ini timbul dari keterkaitan antara terang dan kemuliaan dalam pikiran manusia. Pemusatan pada kemuliaan Allah menyebabkan hidup manusia dipenuhi terang dimana gagasan ini berasal dari kitab Wahyu dimana Yerusalem baru tidak perlu penerang karena dipenuhi kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah membangkitkan rasa hormat padaNya. Allah yang mulia pasti memiliki kuasa (Roma 4:21). Ungkapan “kuasa Allah” digunakan secara mutlak untuk menunjukkan segi dinamis dari sifat Allah ini (2 Korintus 6:7). Kuasa Allah dipandang sebagai obyek pengetahuan (Markus 12:24) dan dapat digunakan sebaga suatu gelar yang sama artinya dengan Allah (Markus 14:62). KuasaNya itu digunakan untuk tujuan yang baik, misalnya untuk memelihara dan menjaga umatNya (1 Petrus 1:5). Dengan pandangan yang begitu mengagungkan tentang kemuliaan Allah, maka tidak mengherankan bahwa penulis PB kadang
menyinggung rahasia mengenai Allah. Rasul Paulus berbicara tentang “halhal yang tersembunyi dalam diri Allah” (1 Korintus 2:10) yang hanya diketahui oleh Roh Allah. Allah dalam arti tertentu tidak dapat dipahami, namun penyataan Roh mengenai Dia sudah cukup bagi manusia untuk memahami
maksud
penebusanNya.
Bagian-bagian
PB
lainnya
tidak
mengungkapkan secara jelas tentang Allah yang penuh misteri, namun mereka juga menerimanya. Bagian Allah yang penuh dengan misteri diperlukan untuk dapat mengerti penyataan PB mengenai perlakuan Allah kepada manusia. Dalam Yudaisme, Allah dinilai terlalu jauh dari manusia untuk dipahami kecuali melalui pengantara-pengantara. PB mempertahankan semangat
rahasia
yang
cukup
untuk
mengingatkan
manusia
akan
keterbatasannya, namun sekaligus membuka beberapa unsur kerahasiaan itu supaya diketahui oleh manusia. b. Hikmat dan pengetahuan Allah Penulis-penulis Yahudi sering berbicara tentang hikmat,
namun
tidak
membicarakannya sebagai sifat Allah tetapi sebagai sesuatu yang berasal dari Allah. Dalam PB, konsep mengenai hikmat Allah tidak menonjol kecuali dalam tulisan Paulus. Dalam Lukas 11:49, seringkali bagian ini dipandang sebagai sesuatu yang berarti “Allah dalam hikmatNya”, yang menyatakan suatu sifat dalam keberadaan Allah. Jika Allah itu hikmat, maka apa yang dikatakanNya tentulah benar. Dalam bagian lain dalam tulisan Lukas, hikmat dikaitkan dengan Roh Kudus. Paulus membedakan secara tegas antara hikmat Allah dan hikmat manusia (1 Korintus 1:20) dan menunjukkan keunggulan hikmat Allah. Dalam surat yang sama, Paulus berbicara mengenai hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia (1 Korintus 2:7), tetapi meskipun demikian, hikmat itu dapat diberitakan. Karya Allah bagi manusia adalah dipandang berasal dari hikmatNya. Dalam kaitannya dengan manusia, perlu dbuat perbedaan antara hikmat dan pengetahuan, tetapi tidaklah begitu tepat bila dibuat perbedaan antara hikmat dan pengetahuan Allah. Jika hikmat adalah penggunaan yang tepat dari pengetahuan, maka hikmat yang sempurna disebabkan adanya pengetahuan yang sempurna. Matius 6:8 menjelaskan bahwa Bapa mengetahui apa yang kita perlukan sebelum kita meminta kepadaNya, yang menunjukkan Allah mengetahui secara terperinci apa yang dibutuhkan oleh ciptaanNya. Pengetahuan Allah yang sempurna ini
kemudan diperluas dengan pengetahuan akan hal-hal yang akan terjadi. Dalam Yohanes 17 juga dijelaskan tentang pengenalan Bapa akan AnakNya yang begitu akrab, yang merupakan pola bagi pengenalan pengikut Anak terhadap Dia (Yohanes 10:14-15). Pengenalan ini juga diperluas untuk domba-domba lain juga (Yohanes 10:16) yang merupakan petunjuk lain mengenai pengetahuan Allah yang sempurna akan hal-hal yang akan terjadi. Penulis PB umumnya sadar bahwa kehendak Allah bersifat menguasai dan mengikat. Fokus dari pengalaman Yesus di Getsemani terletak pada kata-kata Yesus “Janganlah seperti yang Kukehendaki mlainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Matius 26:39). Melakukan kehendak Bapa adalah tanda menjadi anggota keluarga Allah (Matius 12:50). Paulus menjadi rasul atas “kehendak Allah” (1 Korintus 1:1), ia dating ke suatu tempat menurut kehendakNya (Roma
15:32),
bahkan
dalam
pendekatannya
bagi
orang-orang
yang
menentangnya, Paulus menegaskan bahwa Allah menetapkan batas-batas baginya (2 Korintus 1:13). Hidup bagi orang Kristen adalah hidup menurut kehendak Allah. Bahkan usaha-usaha untuk mencapai kedewasaan rohani dilakukan bila kehendak Allah mengizinkan (Ibrani 6:3). Bila penderitaan diizinkan, tentu Allah mempunyai maksud baik dengan terjadinya hal itu. Pendekatan
PB
tentang
penderitaan
adalah
dengan
menempatkan
penderitaan it uterus-menerus sebagai bagian dari maksud Allah. Inti dari penebusan Allah adalah penderitaan Kristus, dan hal ini merupakan contoh penderitaan terhebat, dengan demikian tidak bisa dikatakan bahwa tidak ada tempat
bagi
penderitaan
dalam
rencana
Allah.
Paulus
memandang
penderitaan-penderitaan ini sebagai sarana-sarana dalam tangan Allah. Penderitaan sementara yang dialaminya ini dianggap ringan (2 Korintus 4:17) bila
dibandingkan
dengan
besarnya
kemuliaan
yang
akan
diperoleh
karenanya. c. Kekudusan Allah Keyakinan bahwa Allah kudus merupakan unsur penting dalam uraian PB mengenai keselamatan. Yesus menyebut Bapa sebagai “Bapa yang kudus” (Yohanes 17:11). Keyakinan dasar akan kekudusan Allah diambil dari PL karena dalam PL ciri ini sangat menonjol. d. Kebenaran dan keadilan Allah Dalam PL, kebenaran Allah tidak berarti bahwa Allah selalu bertindak dengan cara yang benar saja, tetapi mencakup pengertian bahwa Allah bertindak
demi kepentingan umatNya pada waktu mereka ditindas secara tidak adil. Paulus tidak mempertanyakan apakah Allah benar, namun memulainya dengan penegasan bahwa kebenaran Allah telah dinyatakan (Roma 1:17). Kebenaran yang sejati datangnya dari Allah (Roma 10:3). Hakikat kehidupan yang baru yang dimiliki orang Kristen sebagai yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya (Efesus 4:24), memperlihatkan bahwa kebenaran merupakan unsur pokok yang hakiki dalam citra Allah. Tuntutan bahwa manusia seharusnya hidup secara benar adalah didasarkan pada kenyataan bahwa Allah itu benar (Matius 5:20). Yesus memasukkan gagasan ini dalam sebutan “Ya Bapa yang adil” (Yohanes 17:25). Sulit bagi orang Yahudi untuk menerima gagasan ini karena mereka yakin bahwa merekalah bangsa yang dikasihi Tuhan sehingga orang Kristen Yahudi mula-mula sulit berbaur dengan Kristen non-Yahudi. Diperlukan suatu penglihatan khusus bagi Petrus untuk meyakinkan bahwa Allah tidak membeda-bedakan orang (Kisah 10:34). Allah tidak menunjukkan sikap yang memihak-mihak (Roma 2:11), termasuk dalam jabatan kerasulan (Galatia 2:6). Suatu segi yang penting dalam kebenaran dan keadilan Allah adalah murkaNya. Beberapa orang mengurangi arti dari murka (orge) dan hanya menganggapnya sebagai akibat dosa manusia, sehingga mereka menghilangkan semua gagasan tentang murka Allah karena ini dianggapnya tidak rasional. Ungkapan “murka Allah” yang terdapat dalam Roma 1:18 tak dapat diabaikan dari hubungannya dengan sifat-sifat Allah. Paulus berbicara tentang murka Allah yang telah dinayatakan (apokaluptetai) dengan cara yang persis sama seperti pada waktu mengatakan kebenaran Allah telah dinyatakan.
Murka
Allah
bukanlah
suatu
luapan
kemarahan
seperti
kemarahan manusia karena luapan nafsu tak terkendali, tetapi merupakan suatu penolakan dari kekudusan yang mutlak terhadap semua yang tidak kudus. Dalam Roma 5:9, jelas bahwa “murka Allah” adalah ungkapan penolakan Allah terhadap semua yang berdosa. Dalam Yohanes 3:36, Yesus menegaskan bahwa murka Allah tetap ada di atas mereka yang tidak taat kepada Anak, dalam hal ini murka Allah dihubungkan dengan kasih Allah kepada
AnakNya.
Dalam
kitab
Wahyu,
murka
Allah
berada
dalam
penghakiman terakhir. Penjelasan tentang murka disebut sebagai murka Anak Domba, yang jelas menghubungkan murka itu dengan salib.
e. Kasih dan anugerah Allah Dalam Lukas 11:42, Yesus mengatakan bahwa orang Farisi mengabaikan keadilan dan kasih Allah, yang menunjukkan bahwa dalam diri manusia tidak ada pertentangan yang mendasarantara keadilan dan kasih. Dalam kitab sinoptik, kasih Allah lebih dipandang sebagai sesuatu yang telah diterima daripada dipermasalahkan. Dalam tulisan Yohanes, kasih Allah kepada anakNya merupakan bukti utama bahwa kasih adalah sifat Allah yang hakiki (Yohanes 3:35). Kasih Allah telah dicurahkan dalam hati kita melalui Roh Kudus (Roma 5:5). Kasih itu terlihat jelas dalam karya Allah menyelamatkan orang berdosa (Roma 5:8). Akibatnya bagi orang percaya adalah mereka tidak akan dapat dipisahkan dari kasih itu (Roma 8:39). Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:8,16), yang merupakan sifat hakiki Allah sehingga dapat dikatakan bahwa kasih dianggap sebagai pokok yang mendasari pendekatan Allah kepada manusia. Allah yang mengasihi manusia terlebih dahulu (1 Yohanes 4:10). Mereka yang tidak menunjukkan kasih kepada orang-orang yang memerlukan, menutup hati mereka sendiri terhadap kehadiran kasih Allah (1 Yohanes 3:17). Perhatian PB yang utama adalah manusia sebagai obyek kasih Allah. Penggunaan gelar “Yang Kukasihi” kepada Yesus saat pembatisanNya, mungkin merupakan suatu gelar karena walaupun kata agapetos digunakan sebagai kata sifat, kata ini masih memberikan kesaksian yang kuat kasih antara Allah Bapa dan Anak. Ada dua aspek lain mengenai Allah yang berhubungan dengan kasih dan anugerah Allah. Yang pertama, Allah adalah Allah anugerah (kharis, yang diterjemahkan dalam kasih karunia). Anugerah Allah merupakan ciri dari kasih Allah yang hakiki. Kata ini menunjukkan kemurahan Allah kepada mereka yang tidak layak menerimanya, sehingga kata ini khususnya digunakan dalam karya penyelamatan Allah dalam Kristus. Perkataan tentang anugerah yang lebih merupakan suatu dorongan terdapat dalam Kisah 13:43, dimana Paulus menasehati agar tetap hidup dalam kasih karunia Allah yang berarti bahwa mereka harus membuka dari mereka terhadap anugerah Allah. Rasul Paulus sungguh-sungguh menyadari bahwa ia berhutang terhadap anugerah Allah. Ia memandang panggilannya sebagai tindakan anugerah (Galatia 1:15) dan yakin bahwa semua orang Kristen diselamatkan karena anugerah (Roma 3:24). Bagi Paulus, sifat yang terpenting dalam Allah adalah anugerah. Penulis PB yang lain juga
menunjukkan kesan yang sama, dalam Ibrani takhta Allah disebut sebagai takhta kasih karunia (Ibrani 4:16) yang merupakan ciri dari segala kegiatan Allah sebagai Raja yang Agung. Aspek Allah yag kedua adalah eleos Allah, yang diterjemahkan menjad rahmat, belas kasihan, atau kemurahan Allah. Belas kasihanNya adalah kenyataan yang jelas jika dikaitkan dengan penghakiman Allah. Allah harus menghukum yag berdosa karena Ia adil, namun Ia menaruh belas kasihanNya kepada mereka yang sepatutnya dihukum. Lukas mencatat doa pemungut cukai yang memohon belas kasihan, hal ini menunjukkan bahwa Allah berbelas kasihan terhadap orang-orang yang berdosa (Lukas 18:13). Rasul Paulus berbicara mengenai memperoleh kemurahan yang berarti menerima hasil-hasil tindakan kemurahan Allah (Roma 11:30-32). Rasul Paulus kadang menggunakan kata khrestotes (kebaikan hati) untuk menggambarkan sikap Allah yang murah hati. Hubungan yang erat antara anugerah Allah dan kemurahan Allah jelas terlihat dalam Efesus 2:7,
dimana dikatakan
bahwa kekayaan kasih
karuniaNya melimpah disamakan dengan kebaikanNya terhadap kita dalam f.
Kristus Yesus. Kebaikan dan kesetiaan Allah Kebaikan Allah berhubungan erat dengan kekudusan Allah secara moral. Kata baik (agathos) hanya digunakan oleh Yesus ketika menolak sebuatan “guru yang baik” (Markus 10:17). Pernyataan “Hanya satu yang baik, yaitu Allah” menjelaskan bahwa sifat Allah itulah yang merupakan patokan yang menentukan semua pemahaman manusia tentang kebaikan. Yesus bukan menyangkal bahwa Ia baik, tetapi Ia menyangkal bahwa tak seorang pun boleh menentukan siapa yang baik dan siapa yang tidak karena sebenarnya hal itu hanya dimiliki oleh Allah. Meskipun kesetiaan Allah itu berbeda sifatnya dengan kebaikan Allah, namun kedua sifat ini dapat dihubungkan dengan pengertian bahwa bila Allah tidak setia pada firmanNya, Ia tidak dapat disebut baik. Dalam daftar para pahlawan iman, dikatakan bahwa Sara menganggap Dia yang memberikan janji ialah setia (Ibrani 11:11) yang memperlihatkan hubungan yang erat antara iman manusia dengan kesetiaan Allah. Bentuk yang lebih banyak dipakai ialah “damai sejahtera dari (apo) Allah” yang terdapat dalam salam pendahuluan Paulus. Bentuk “Allah damai sejahtera” memperlihatkan tidak adanya pertentangan dalam diri Allah.
Dalam kitab Wahyu, bentuk ini digambarkan secara simbolis sebagai lautan kaca di hadapan takhta Allah (Wahyu 4:6). g. Keunikan Allah Allah tidak dapat berubah adalah warisan dari PL, pengakuan ini ditampakkan dengan jelas dalam Ibrani 1:10-12. Sifat ini yang mendasari keyakinan PB bahwa nubuatan-nubuatan PL telah tergenapi pada zamannya. PB menerima bahwa Allah yang telah menyatakan diriNya pada masa lampau, adalah Pribadi yang sama yang sekarang menyatakan diriNya dalam Yesus Kristus, dan ini menjadi landasan bahwa PL dan PB dapat berjalan bersama. Sifat Allah yang unik lainnya adalah tidak terlihat (Yohanes 1:18) sesuai dengan konsep PL. Paulus menjelaskan bahwa Allah Pencipta telah membuat diriNya diketahui melalui karya-karyaNya (Roma 1:19-20), tetapi degan mengatakan ini ia menyatakan secara tidak langsung bahwa ada aspek-aspek Allah yang tidak dapat diketahui. Di dalam pemikiran PB, tidak mungkin ada gagasan tentang “kematian Allah”, Allah yang tidak dapat berubah tentulah Allah yang kekal. h. Keesaan Allah PL memperlihatkan bahwa Allah tidak hanya dianggap sebagai satu Oknum dengan penyebutan Adonay Tseva’ot (Tuhan semesta alam atau Tuhan tentara-tentara) dimana Allah tidak sendiri saja. Hal ini penting untuk memahami konsep Tritunggal. Bukti PB dapat dibagi dalam empat macam perikop yang berbeda. Pertama, perikop yang dengan sengaja menggunakan rumusan Tritunggal seperti dalam Matius 28:19 untuk membaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, 2 Korintus 13:13 dalam berkat penutup Paulus. Kedua, perikop yang memakai bentuk tiga serangkai seperti dalam Efesus 4:4-6 dimana Paulus berbicara tentang satu Roh, satu Tuhan, satu Allah dan Bapa. Ketiga, perikop yang menyebutkan ketiga Oknum secara bersama-sama namun tanpa diungkapkan struktur Tritunggal yang jelas. Contohnya dalam Galatia 4:4-6. Markus 1:9-11, dst dimana hubungan yang erat antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus tidak dapat dianggap sebagai hal yang kebetulan saja. Keempat, perikop yang menunjukkan hubungan antara Oknum Tritunggal yang berbeda dimana terdapat dalam kitab Yohanes. Bapa yang mengutus Roh Kudus dalam nama Anak. Sesungguhnya, Anak juga mengutus Roh Kudus yang berasal dari Bapa. Ketiga Oknum terlibat dalam pernyataan
kebenaran
kepada
manusia.
Walaupun
tidak
ada
doktrin
Tritunggal yang dinayatakan secara formal, namun PB memberikan beberapa petunjuk ke arah tersebut. Tidak satu pun bagian dalam PB yang menunjukkan perhatiannya pada masalah keesaan hanya dengan menyajikan gagasan yang spekulatif semata. Pernayataan seperti “Aku dan Bapa adalah satu”
(Yohanes
10:30)
tidak
memberikan
kesan
dalam
konteksnya
pernyataan itu membuat perbedaan dalam keduanya. Walaupun PB lebih memusatkan perhatian pada fungsi-fungsi daripada hubungan-hubungan, namun perhatian pada aspek hubungan itu tidak kurang. 7. Jelaskan latar belakang pandangan dunia kuno tentang manusia a. Perjanjian Lama PB menerima tanpa mempersoalkan pandangan PL mengenai Allah sebagai Pencipta, sehingga manusia dipandang sebagai makhluk ciptaan Allah. Keyakinan dasar ini mengawali pandangan PL tentang manusia. Hanya tentang manusia saja dikatakan yang diciptakan menurut “gambar dan rupa Allah” (Kejadian 1:26) sehingga derajat manusia adalah yang terbesar di antara ciptaanNya. Meskipun pandangan modern menganut evolusi, namun PL dengan jelas menyatakan bahwa manusia memiliki keunggulan khusus di atas binatang dan makhluk lainnya. Manusia dipandang sebagai ciptaan yang memiliki tubuh dan “jiwa” (nefesy), artinya dipandang sebagai suatu pribadi. Tubuh berbeda dengan jiwa (Mazmur 63:2). PL memandang hubungan manusia sebagai kesatuan antara seorang dengan yang lainnya dan perempuan merupakan satu-satunya teman hidup yang layak bagi laki-laki. Konsep keluarga dipandang sebagai hal yang hakiki bagi perkembangan bangsa. Fakta utama yang terungkap dalam PL adalah semua manusia berdosa. Kisah tentang kejatuhan Adam serta akibat-akibatnya merupakan suatu bentuk ringkasan kisah pengalaman manusia pada umumnya. Tidak lama setelah kejatuhan Adam, tibul keretakan solidaritas dalam keluarga akibatnya terbunuhnya Habel oleh Kain (Kejadian 4:1-15). Hal ini kemudian disusul dengan kemerosotan yang lebih luas dalam keseluruhan PL dimana kelompok yang kuat menguasai kelompok kecil. Bahkan Israel sebagai bangsa Allah berbuat dosa sehingga harus dibuang. Ada beberapa kata yang digunakan PL untuk menggambarkan dosa. Pertama, kata khata yang berarti tidak mencapai sasaran, tetapi lebih umum digunakan dalam arti dosa
pribadi dan lebih untuk menyatakan dosa kepada Allah daripada kepada manusia. Kedua, kata pasya digunakan untuk menyatakan pelanggaran, baik yang dilakukan terhadap Allah maupun terhadap manusia. Ketiga, kata awon digunakan untuk menyatakan dosa kepada Allah. Dalam PL, dosa kepada Allah lebih dititikberatkan daripada dosa terhadap manusia. Peringatan akan penghukuman
Allah
menyadarkan
seseorang
bahwa
dirinya
bersalah
(Mazmur 51:5). Secara terus menerus PL menunjukkan ketidaksanggupan manusia untuk mengatasi masalah ini walaupun sudah diberikan jalan pendamaian melalui persembahan korban. Persoalan dasarnya masih tetap belum terselesaikan sampai diadakan cara yang lebih baik dalam PB yang mengambil alih konsep religious PL mengena dosa. b. Agama Yahudi Tidak banyak yang dikemukakan PL mengenai konsep akhir manusia secara individu. Tetapi pada masa antara PL dan PB terlihat ada perkembangan konsep
ini.
Dalam
kitab
Apokrif,
dosa
dipandang
sebagai
suatu
kecenderungan untuk berbuat jahat (yester hara) yang sudah ada dalam diri manusia sejak semula. Dengan kemauan yang dimilikinya, manusia dapat mengalahkan pengaruh yang merugikan dari yester hara yang ada dalam dirinya. Nampaknya Ben Sira menganggao bahwa kecenderungan untuk berbuat jahat itu diciptakan Allah. Ben Sira ingin menyamakan Iblis dengan manusia itu sendiri dengan demikian berpendapat bahwa dosa manusia adalah
manusia
digambarkan
itu
secara
sendiri. simbolis
Dalam
naskah-naskah
sebagai
malaikat
Laut
Mati,
kegelapan,
dosa
dianggap
bertentangan sama sekali dengan roh kebenaran. c. Helenisme Pandangan Yunani mengenai manusia dihadapkan pada bentuk dualism yang berbeda sama sekali dan kunci untuk memahaminya ada pada teori Plato tentang
gagasan-gagasan.
Dualisme
Plato
terlihat
dalam
gagasannya
mengenai dua dunia, dunia yang kelihatan dan dunia yang tak kelihatan. Dunia yang nyata adalah dunia yang tidak kelihatan, dan hanya dalam dunia itu manusia menemukan dirinya yang sesungguhnya. Karena itu tubuh fisik merupakan rintangan dan disamakan dengan penjara. Karena itu pergumulan manusia dapat dianggap sebaga pergumulan antara akal budinya dengan bagian tubuh jasmani yang lain karena jiwa manusia terdiri dari tiga bagian dan hanya yang tertinggilah yang kekal. Keselamatan dalam hal ini adalah
suatu proses meningkatkan akal budi. Plutarkus mengungkapkan pandangan lain bahwa akal budi adalah satu-satunya bagian manusia yang bersifat kekal, tetapi setelah kematian akal budi tersebut harus dibersihkan dari pencemaran akibat tubuh. Karena proses pembersihan ini tidak selalu berhasil dengan baik, maka Plutarkus mengemukakan teori kembalinya manusia ke bumi untuk dilahirkan kembali. Hanya jika seseorang dapat luput dari lingkaran kelahiran itu maka ia akan aman. Filo, menggabungkan gagasan Yunani dan Yahudi untuk memasukkan ajaran Yahudi ke Yunani, menggunakan alegori untuk menunjukkan bahwa dualism antara akal budi dan tubuh dapat ditelusuri dalam Taurat Musa. Pendapatnya bahwa jiwa sudah ada sebelumnya dan bersifat kekal, namun setelah tubuh diciptakan, jiwa itu memiliki suatu bagian yang lebih rendah yang tidak bersifat akali. Tubuh adalah sebagai penjara bagi jiwa, tetapi ia tidak mengatakan bahwa semua materi adalah buruk dan keselamatan adalah merupakan suatu masalah menambah pengetahuan. 8. Jelaskan pandangan PB tentang dunia PB diwarnai oleh keyakinan bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang sempurna. PB adalah catatan mengenai manusia dan dunianya yang bersifat religious dan bukan bersifat ilmiah sehingga dalam menghadapi isu-isu modern mengenai asal mula manusia perlu dipertimbangkan hal ini. Hal lain yang perlu menjadi catatan juga adalah tidak dapat dikatakan bahwa sudah seharusnya metode ilmiah bertentangan dengan pandangan alkitabiah tentang penciptaan, karena walaupun beberapa
orang
berpandangan
demikian,
beberapa
orang
lainnya
tidak
berpandangan demikian. Beriku adalah pandangan PB menurut kategori kitab tentang dunia: a. Kitab-kitab Injil Sinoptik Kata kosmos di sini digunakan dalam pengertian planet bumi atau dalam pengertian dunia manusia (contohnya dalam ayat-ayat yang menggunakan istilah “kerajaan-kerajaan dunia” atau “bangsa-bangsa dunia”). Kata dunia berarti suatu kebutuhan yang bersifat universal dan dengan demikian merupakan suatu tantangan yang bersifat universal pula. Sama sekali tidak terdapat gagasan yang mengatakan bahwa dunia itu sendiri adalah jahat. Namun pada waktu Yesus dicobai, Iblis menawarkan seluruh kerajaan dunia
pada Yesus yang mendukung pandangan bahwa dunia ini berada di bawah kuasa
Iblis.
Dalam
pandangan
dunia
modern,
banyak
orang
yang
berpendapat bahwa dunia roh tidak ada. Namun dalam kelahiran Yesus, dapat dilihat aktivitas malaikat-malaikat yang memegang peranan penting. Keikutsertaan para malaikat dalam kelahiran Yesus memperkuat pandangan bahwa proses inkarnasi itu merupakan campur tangan Allah secara langsung dalam
kehidupan
keberadaan
manusia.
malaikat.
Pula
Dalam di
Markus
Getsemani,
12:25, Yesus
Yesus
menerima
menyatakan
bahwa
seandainya menghendaki, Dia dapat memerintahkan dua belas pasukan malaikat untuk dating dan membantuNya (Matius 26:53). Dalam beberapa ayat, disebutkan malaikat secara khusus untuk menyatakan hadirat Tuhan Allah seperti dalam Lukas 12:8. Matius 18:10 juga menyatakan bahwa Yesus mempercayai akan pemeliharaan Allah, tetapi hal ini dinayatakanNya dalam kaitannya dengan peranan malaikat sebagai pengantara. Berdasarkan keterangan yang kuat tentang keberadaan roh-roh yang bak, berarti ada pula dunia tentang roh-roh jahat yang dalam Injil Sinoptik dipersonifikasikan dalam Iblis. Pada waktu Yesus dicobai, terdapat pertentangan antara si jahat (Iblis) dengan Yesus sendiri. Karena pencobaan itu terjadi pada saat dimulainya pelayanan Yesus, maka hal itu dapatlah dianggap sebagai lambing konflik rohani yang terus menerus melingkupi Yesus selama Ia melaksanakan misiNya. Iblis bukan hanya diagambarkan sebagai lawan yang meniru yang baik, tetapi juga sebagai lawan yang merenggut benih yang baik untuk mencegah agar tidak bertumbuh (Markus 4:15). Konfrontasi antra Yesus dengan Iblis yang paling nyata adalah kejadian pada waktu Yesus berkata kepada Petrus “Enyahlah Iblis!” Pengenalan Yesus akan aktivitas Iblis di dalam diri salah seorang dari murid-murid yang paling dekat denganNya memperlihatkan kesendirian Yesus dalam menghadapi konflik dengan Iblis. Tidak ada orang lain yang sanggup menghadapi perlawanan Iblis. Jika ada penguasa kejahatan tertinggi, maka ada juga pasukan yang terdiri dari rohroh yang lebih rendah kedudukannya. Roh-roh itu dinyatakan sebagai “roh jahat”
(akarthartos
dinyatakan
menurut
dalam akibat
Markus yang
1:23).
Kadang-kadang
ditimbulkannya
seperti
roh-roh roh
ini
yang
membisukan (Markus 9:17) dsb. Tindakan pengusiran roh-roh jahat juga mencakup tindakan meniadakan tanda-tanda fisik yang diakibatkan oleh roh
yang merasuki itu. Hal yang penting yang terjadi pada waktu Yesus mengadakan knfrontasi dengan kuasa-kuasa roh jahat adalah pengakuan secara langsung dari roh-roh jahat tersebut akan martabat dan kekuasaan Yesus. Tujuan yang penting bukanlah untuk menunjukkan bahwa Yesus memiliki kuasa untuk mengusir roh-roh jahat, namun untuk memperlihatkan dengan
jelas
bahwa
kebaikan
sempurna
pasti
dapat
pasti
dapat
membangkitkan tindakan melawan kuasa-kuasa jahat, yang mau tidak mau harus menyerah di hadapan kuasa yang lebih tinggi. b. Tulisan-tulisan Yohanes Konsep kosmos dalam Injil Yohanes beraneka ragam artinya. Dalam beberapa ayat kata ini mengandung arti “tata cipta” (Yohanes 17:5), tetapi pada umumnya kata ini berrti lebih dari sekedardunia saja, sehingga kata ini mempunyai arti seluruh keberadaan tempat yang di dalamnya manusia dilahrikan (Yohanes 6:14). Kata kosmos memiliki pengertian dunia masa kini, dengan demikian Yesus dapat mengatakan bahwa Ia berada dalam dunia (Yohanes 9:5) pada waktu Ia hidup sebagai manusia, dan untuk saat kematianNya Ia menggunakan istilah “beralih dari dunia” (Yohanes 13:1). Dua faktor penting yang dapat diselidiki: dunia diciptakan oleh Allah dan masih tetap dianggap milikNya, Yesus dating sebagai manusia ke dalam dunia yang diciptakan ini. Apabila dikatakan bahwa Allah mengasihi dunia ini, maka jelaslah bahwa yang dimaksud adalah dunia manusia yang mampu percaya padaNya (Yohanes 3:16). Yohanes tidak bermaksud untuk mengartikan dunia dengan semua orang. Hal yang lebih khusus dalam Injil ini adalah penggunaan kata
kosmos dalam arti dunia yang penuh dosa yang
bertentangan dengan Allah. Kosmos memang berlawanan dengan Yesus (Yohenes 7:7). Ia masuk dalam suatu lingkungan yang asing (Yohanes 8:23), asing bukan karena pada hakikatnya jahat namun karena dikuasai oleh rohroh jahat. Mengingat adanya pertentangan antara Kristus dan dunia yang dikuasa oleh Iblis, maka tidaklah mengherankan bahwa murid-murid juga dipertentangkan dengan dunia. Walaupun Injil Yohanes ditonjolkan suatu dualism yang lebih tajam dari Injil Sinoptik, namun dualism tersebut bukanlah dualism yang mutlak. Meskipun kosmos penuh dengan pertentangan dan kebencian, namun ia bukanlah yang berkuasa, penguasa tertinggi hanyalah Allah. Tulisan Yohanes memiliki kesamaan dengan Injil Sinoptik dalam
menggambarkan aktivitas Iblis. Keberadaan Iblis dijelaskan dalam suatu ungkapan “penguasa dunia ini” (Yohanes 12:31), yang menunjukkan bahwa kedudukannya tinggi sekali. Baik Lukas maupun Yohanes sependapat bahwa pengkhianatan Yudas hanya dapat dijelaskan dengan campur tangan Iblis. Dalam Injil Yohanes, para malaikat disebutkan hanya dalam kisah tentang peristiwa di kubur Yesus (Yohanes 20:12), akan tetapi perhatian terhadap para malaikat tidak tertanam kuat dalam pikiran Yohanes. Apabila kita memperhatikan pendekatan Yohanes mengenai roh jahat, kita akan segera menemukan fakta bahwa dalam kitab Injil Yohanes tidak ada satu kasus pun tentang pengusiran setan. Yohanes tidak mencantumkan mungkin karena ia tidak menganggap peristiwa ini sebagai ‘tanda’ mengingat dalam Yudaisme hal seperti ini sudah biasa pada zaman itu. c. Kisah Para Rasul Gagasan tentang dunia sama dengan pada Injil Sinoptik. Kuasa Allah dalam sejarah Nampak jelas dari kata-kata “dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia…” (Kisah 17:26). Dalam Kisah 17:24, adalah satu-satunya ayat yang menggunakan istilah kosmos. Aktivitas para malaikat terlihat dalam berbagai peristiwa, dimana malaikat bertindak sebagai pengantara yang membebaskan rasul-rasul dari penjara (Kisah 5:19), memberikan petunjuk kepada Filipus, dan sebagainya. Keberadaan roh jahat di sini diakui secara pasti dan Iblis disebutkan tiga kali. Ada beberapa kasus tentang kerasukan roh jahat, tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada Injil Sinoptik. d. Rasul Paulus Paulus sangat berpegang pada PL, maka tidaklah mengherankan bila ia sependapat dengan orang-orang Ibrani mengenai dunia. Dalam beberapa ayat, kosmos diartikan sebagai bumi seperti pada Roma 1:20. Pandangan Paulus tentang penciptaan ialah bahwa Allah sendiri yang menciptakan segala sesuatu (Roma 1:25). Paulus memandang bumi berpusat pada Kristus dan bukan pada manusia. Karena itu kosmos sering diartikan lingkungan hidup manusia seperti dalam 1 Tesalonika 6:7. Paulus juga menceritakan tentang bermacam bahasa di dunia yang dalam arti dunia manusia. Penggunaan kosmos dalam arti dunia manusia inilah yang menjadi ciri PB. Arti inilah yang paling dimaksudkan oleh Paulus ketika berbicara tentang Kristus yang dating ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa (1
Timotius 1:15). Dalam 1 Korintus 4:9, kosmos dibedakan dengan manusia, namun dalam hal ini diartikan sebaga “lingkungan fisik”. Paulus juga tidak mendukung bahwa dunia adalah pada dasarnya jahat. Ia melihat orang Kristen sebagai cahaya di tengah angkatan yang bengkok hatinya yang hidup di dunia (Filipi 2:15). Sesungguhnya orang Kristen dianggap memiliki dunia (1 Korintus 7:31). Surat Paulus hanya sedikit sekali menyinggung tentang malaikat, namun tidak diragukan bahwa ia percaya akan keberadaan malaikat dalam tulisannya. Ada beberapa pernyataan khusus di sini. Pertama, dalam Galatia 3:1 Paulus menyatakan bahwa hokum Taurat “disampaikan dengan
perantaraan
para
malaikat”
(Galatia
3:19).
Di
sini
Paulus
mencerminkan kepercayaan Yahudi seperti dalam Ulangan 33:2. Peranan malaikat sebagai parousia ditonjolkan dengan jelas dalam 2 Tesalonika 1:7 yang menggambarkan para malakat sebagai pelaksana perintah Allah yang kudus. Masalah tafsiran yang sulit terdapat dalam 1 Korintus 11:10-11 pada waktu Paulus mengatakan bahwa seorang perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya karena para malaikat. Paling baik jika menganggap para malaikat di sini sebagai jaminan atau penjaga ketertiban dalam ibadah umum, hal ini didukung oleh bukti dari Qumran. Dua buah pernyataan lain memperlihatkan bahwa Paulus menggunakan kata malaikat dalam arti yang baik maupun jahat. Iblis ditulis dalam satanas dan diabolos di sini. Iblis adalah penjelmaan dari penentang maksud dan kehendak Allah. Kecerdikan Iblis ditunjukkan dalam pernyataan Paulus dimana Iblis menyamar sebagai malaikat terang (2 Korintus 11:14). Sifat dasar Iblis adalah kegelapan dan dengan demikian melalui latar belakang ini kita dapat melihat dalih Iblis yang menyamar sebagai malaikat terang. Dalam tulisan Paulus juga terdapat bukti-bukti tentang kuasa lain yang melakukan kejahatan sebagai latar belakang tentang keselamatan manusia. Ungkapan Paulus yang paling khas adalah “pemerintah-pemerintah dan kuasa-kuasa” (arkhai dan dunameis), “penguasa-penguasa”
(exousiai),
“penguasa-penguasa
dunia:
(kosmokratores), dan “roh-roh dunia” (stoikheia). Paulus menyebutkan pemerintah dan kuasa dalam daftar mengenai hal-hal yang tidak dapat memisahkan kita dari kasih Allah (Roma 8:38-39). Dalam pemikiran Paulus terdapat hubungan yang erat antara pemerintah dan kuasa-kuasa rohani. Ada pula dalam tulisan Paulus yang menyebutkan roh-roh jahat secara
langsung. Paulus memandang guru-guru palsu yang memberitakan ajaran sesat sebagai campur tangan kuasa kejahatan yang berusaha kerasa menyesatkan anak-anak
Allah. Pandangan
yang berhubungan dengan
gagasan ini diungkapkan dalam Efesus 2:2 yang mengatakan bahwa orang Kristen dahulu berada di bawah pengaruh penguasa kerajaan angkasa. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, Kristus datang ke dalam dunia yang dipandang begitu dikuasai oleh kuasa-kuasa jahat sehingga penguasa-penguasa hanya dapat dianggap sebagai alat-alat mereka. Kedua, dinyatakan bahwa pemerintah adalah milik Allah dan kekuasaannya hanya dapat dijalankan oleh manusia sebagai wakil Allah. Ketiga, satu-satunya jalan keluar yang nyata dari cengkeraman ini adalah melalui Kristus, yang memiliki kuasa lebih besar dari kekuatan lawan. Keempat, beberapa orang menyamakan “pemerintah dan penguasa” dengan struktur pemerintahan yang ada dan mereka berpendapat bahwa orangorang Kristen berkewajiban untuk menjaga agar struktur itu tidak menjadi lemah. Kelima, pandangan Paulus ada hubungannya dengan pandangan Injil Sinoptik yang banyak menekankan tentang hal kerasukan setan dan pengusiran roh-roh jahat. e. Surat Ibrani Penulis surat ini mempunyai kepercayaan yang kuat terhadap pengajaran PL tentang penciptaan, dimana digunakan kata kosmos dan aion. Kata kosmos kadang digunakan dalam penggambaran dunia manusia, seperti ketika dikatakan bahwa Kristus masuk ke dunia. Sebaliknya kata itu juga dipakai untuk pengertian dunia yang melawan Allah (Ibrani 11:7). Kata aion terdapat dalam dua bagian yang menyebutkan tentang penciptaan. Penulis mulai dengan konsep luhur tentang Kristus sebagai Pencipta (Ibrani 1:2) yang menopang segala yang ada dengan FirmanNya yang penuh kekuasaan (Ibrani 1:3). Penulis surat ini menerima karya Allah dalam penciptaan tanpa berusaha membuktikannya. Surat Ibrani ini memberikan banyak penjelasan mengena malaikat. Penulis surat ini perlu untuk membuktikan keunggulan Kristus atas malaikat, mungkin karena beberapa orang terlalu banyak menaruh perhatian pada mereka (Kolose 2:18). Banyak dibicarakan tentang roh-roh baik, namun roh-roh jahat kurang mendapat perhatian. Iblis hanya
disebutkan satu kali saja sebagai makhluk yang “berkuasa atas maut” (Ibrani f.
2:14). Bagian-bagian lain dalam PB Dalam surat Yakobus terdapat sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa manusia dijadikan “oleh firman kebenaran” (Yakobus 1:18). Menurut Yakobus 1:27, dunia bersifat bermusuhan namun Yakobus tidak melihat kosmos itu sendiri sebagai sesuatu yang jahat, tetapi cenderung menganggapnya sebagai wakil dari segala sesuatu yang berlawanan dengan Allah. Dunia roh tidak banyak dikemukakan di sini, namun ada ayat-ayat yang member peringatan untuk melawan Iblis serta pernyataan bahwa setan pun percaya dan gemetar. Dalam surat 1 Petrus, secara khusus Allah disebut “Pencipta yang setia” (1 Petrus 4:19). Dalam surat ini, kata kosmos tidak digunakan dalam arti moral. Petrus mengakui keberadaan malaikat-malaikat, bahkan ia berpendapat bahwa mereka sungguh-sungguh ingin melihat keselamatan manusia. Petrus memperingatkan agar kita melawan Iblis yang ditandakan dengan singa yang mengaum-aum. Dalam 2 Petrus, penciptaan dihubungkan dengan Firman Allah (2 Petrus 3:4).
Kosmos secara khusus di sini
dihubungkan dengan hawa nafsu dan kecemaran. Satu-satunya kata malakat di sini adalah malaikat-malaikat yang berbuat dosa dan dilemparkan Allah ke dalam neraka. Dalam Yudas juga disebutkan tentang malaikat yang tidak taat (Yudas 6) dan terdapat penghulu malaikat Mikhael yang bertengkar dengan Iblis mengenai mayat Musa (Yudas 9). Dalam Wahyu, kata kosmos dipakai sekali saja untuk menggambarkan kerajaan yang kini telah menjadi kerajaan Tuhan kita dan Dia yang diurapiNya (Wahyu 11:15). Dalam hal ini kosmos berarti dunia yang didiami oleh manusia yang berpaling dari Allah. Kitab Wahyu menekankan adanya kuasa-kuasa supernatural, dimana para malaikat sibuk menjalankan perintah Allah. Bagian akhir dari kitab Wahyu merupakan kesimpulan
akhir
dari
peperangan
rohani
dimana
menggambarkan
kemenangan Allah yang sempurna atas seluruh kekuatan si jahat. 9. Jelaskan tentang ajaran manusia dalam dirinya sendiri menurut kelompokkelompok tulisan dalam PB 9.1.Kitab-kitab Injil Sinoptik Titik tolak dalam mempertimbangkan pokok pembahasan mengenai manusia bahwa Yesus sebagai manusia secara utuh memperlihatkan citra manusia yang sempurna.
Dalam catatan-catatan kitab Injil, Yesus menonjol melebihi orang-orang lain sebagai manusia yang unik. DiriNya merupakan tolak ukur bagi semua manusia lainnya. Pembahasan
PB
tetang
kemanusiaan
yang
sejati
berbeda
sekali
dengan
pembahasan modern mengenai manusia yang secara a priori menghilangkan semua hal yang bersifat supernatural. KemanusiaanNya yang sempurna itu selalu dilihat dalam hubungan dengan Allah. a. Keunggulan manusia atas binatang, yang Nampak jelas ketika Yesus berkata manusia lebih berharga dari burung pipit (Matius 10:31). b. Nilai manusia yang sangat besar di hadapan Allah. Bahkan sampai jumlah rambut manusia pun Dia mengetahui (Matius 10:30) yang menekankan bukan saja pemeliharaan Allah, tetapi nilai manusia. Namun bukan berarti nilai semua manusia sama, ajaran Yesus sendiri tidak berbicara bahwa Ia adalah Bapa semua orang. Syarat untuk menjadi anak Allah adalah pertobatan dan iman. Markus 8:37 berbicara tentang memperoleh seluruh dunia namun kehilangan nyawa, hal ini berarti nilai manusia dianggap lebih tinggi daripada prestasinya, miliknya dan kuasanya. c. Pandangan Yesus mengenai “daging” tidak ada yang menyatakan bahwa keadaan jasmani pada dasaranya dianggap jahat. Apa yang menajiskan seseorang adalah apa yang keluar darinya dan bukan yang dari luar dirinya (Markus 7:14). d. Pandangan Yesus mengenai manusia dalam masyarakat, dengan jelas dinyatakan bahwa manusia tidak pernah dimaksudkan untuk dirinya sendiri tanpa memperhitungkan yang lain. Yesus sendiri merasa prihatin terhadap orang-orang yang rendah di masyarakat dan Khotbah di Bukit akan menjadi tidak bermakna jika manusia itu bertanggung jawab hanya pada dirinya sendiri. e. Tanggung jawab manusia secara pribadi diharapkan memenuhi peraturan Allah. Ketaatan yang dituntut Yesus bukanlah merupakan belenggu yang mengikat kebevasan jiwa manusia, tetapi merupakan penyerahan sepenuh hati kepada kehendak Bapa yang sempurna. Dalam pandangan Yesus, diri manusia yang sejati terdapat dalam kehidupan yang taat kepada Allah f.
karena Allah mengetahui apa yang terbaik bagi manusia. Hubungan laki-laki dan perempuan tidak ada bukti bahwa perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Banyak catatan dalam Injil Sinoptik tentang memanusiakan sikap laki-laki terhadap perempuan. Kisah kelahrian
Yesus berpusat pada Maria dan Elizabeth, pada waktu Yesus menyembuhkan tidak membedakan orang, walaupun rasul inti Yesus semuanya laki-laki namun dicatat pendukungnya dari kalangan perempuan juga. Dalam Matius 19:4 dikatakan laki-laki dan perempuan akan menjadi satu daging yang mengakui kesamaan kedudukan perempuan dan laki-laki. g. Pendekatan Yesus kepada anak-anak berbeda dengan pendekatan umum pada zaman itu dimana anak yang tidak dikehendaki dibuang dalam tempat sampah. Yesus menyambut anak-anak dan mengecam murid-murid yang menghalangi mereka dating padaNya (Matius 19:13). 9.2.Tulisan-tulisan Yohanes Sangat berhubungan erat dengan perbedaan besar antara Allah dan dunia. Gagasan utama dalam kitab ini adalah bahwa manusia itu makhluk yang diciptakan
Allah.
Yohanes
memberikan
lebih
banyak
catatan
khusus
mengena Yesus sebagai manusia sejati. Hal ini mempunyai hubungan langsung
dengan
memperlihatkan
ajaran
bahwa
Yohanes
Yesus
adalah
mengenai
manusia.
betul-betul
manusia.
Yohanes Jika
kita
menerima gambaran Yohanes tentang Yesus sebagai pola kemanusiaan yang sempurna, maka hal itu memperlihatkan kemanusiaan yang ideal dan sekaligus lawannya, yaitu kekurangan manusia. Yesus sangat bergantung kepada Allah. Manusia hanya dapat disebut manusia yang sesungguhnya apabila ia hidup sepenuhnya dalam persekutuan dengan Allah, sama seperti yang dilakukan Yesus. Yesus sebagai manusia sejati sangat memperhatikan orang-orang lain dan Ia mencerminkan sikap belas kasihan yang dinyatakan melalui perbuatan. Segi lain dari pengertian manusia yang sejati bahwa halhal rohani lebih penting daripada hal-hal jasmani. MakananNya ialah melakukan kehendak Dia yang mengutusNya (Yohanes 4:32-34). Dalam tulisan Yohanes, manusia mempunyai nilai yang tinggi dalam pandangan Allah, meskipun keadaannya sekarang bertentangan dengan Allah. Inti dari pesan Yesus dalam Injil Yohanes ialah bahwa oleh iman kepadaNya kesempatan terbuka bagi manusia untuk memperoleh keadaan diri yang seutuhnya. 9.3.Kisah Para Rasul Manusia dipandang sebagai makhluk yang harus taat kepada Allah (Kisah 5:29,32). Segi yang paling istimewa adalah kesadaran bahwa semua orang, Yahudi dan bukan Yahudi, sama kedudukannya di hadapan Allah. Segi lain
yang menonjol adalah mengakui manusia dalam segi sosialnya. Terdapat rasa solidaritas yang tinggi yang membuat orang ingin membagi-bagikan seluruh miliknya.
Adanya persamaan kedudukan pula antara pria dan
wanita, dalam Kisah 2:17 dikatakan “semua manusia” yang mencakup pria dan wanita yang memiliki kedudukan sama dalam zaman Roh. 9.4.Paulus Pauluslah yang memberikan penjelasan paling lengkap tentang manusia, ada beberapa istilah untuk manusia yang digunakan oleh Paulus: a. Psukhe (nyawa), merupakan istilah yang paling kurang penting yang digunakan oleh Paulus. Istilah ini selalu dibayangi oleh kata ‘roh’. Digunakan khususnya untuk menunjukkan hidup manusia (Roma 11:3). Manusia sebagai makhluk yang sangat terikat kepada psukhe-nya, dan dalam Kolose 3:23 kata ini diterjemahkan “dengan segenap hati”. Dalam Roma 2:9, Paulus menghubungkan kata ini dengan hal berbuat kejahatan. Walau demikian, tidak dimaksudkan bahwa psukhe itu sendiri pada dasarnya adalah jahat, tetapi karena merupakan bagian dari manusia secara keseluruhan maka tentu juga terlibat dalam keadaan manusia secaraumum yang berdosa. Dalam ajaran Kristen mengenai manusia, yang menjadi pusat bukanlah psukhe namun pneuma. b. Pneuma (roh). Seringkali digunakan untuk istilah Roh Kudus, walau ada penggunaan lainnya. Dalam hal ini pneuma bertentangan dengan sarx (daging). Bagi orang percaya, pneuma berarti manusia seutuhnya yang terikat pada Allah yakni manusia yang didorong dan digerakkan oleh Allah, yang bersekutu dengan Allah. Sulit untuk memahami bahwa pneuma adalah sesuatu yang ditambahkan pada diri manusia yang sudah ada. Mungkin lebih masuk akal untuk menganggap bahwa roh manusia sebelum dilahirkan kembali masih belum aktif, dan baru dibangunkan oleh Roh Kudus pada saat pertobatannya. Di sini kata pneuma itu rupanya digunakan dalam arti pikiran. c. Kardia (hati sanubari). Istilah ini dapat berarti pusat kehidupan, namun hanya digunakan sekali saja. Dalam beberapa hal, istilah ini digunakan dalam arti batin manusia yang utuh. Paulus memandang hati manusia sebagai pelaku iman (Roma 10:10) yang menunjukkan penyerahan seluruh pribad seseorang kepada Kristus. d. Nous (akal budi, pikiran). Paulus menggunakan istilah ini khas Ibrani yang mengartikannya sebagai manusia yang utuh yang berakal budi, manusia
sebagai makhluk yang mampu untuk mengerti. Merupakan suatu segi yang universal dalam manusia, yang tersirat dalam pernayataan damai sejahtera Allah melampaui segala akal (Filipi 4:7). Nous orang Kristen menjalankan fungsi penting dalam mengetahui kehendak Allah, meskipun demikian hal ini tidak berarti bahwa pemahaman akan kehendak Allah, meskipun demikian hal ini tidak berarti bahwa pemahaman akan kehendak
Allah
saka
dapat
memampukan
manusia
untuk
melaksanakannya. Jika nous itu merupakan segi manusia yang berpikir dan berkehendak, maka pneuma menggambarkan manusia yang berada di bawah pengaruh Roh. e. Suneidesis (hati nurani, suara hati). Arti dasarnya adalah pengetahuan mengenai suatu tindakan, disertai penilaian akan tindakan itu. Hati nurani menunjukkan bahwa manusia sadar dirinya rasional. Beberapa makna penggunaan kata ini: a. Dalam Roma 2:15 Paulus mengatakan secara tidak langsung bahwa semua orang memiliki suara hati b. Dalam Roma 9:1 Paulus menyatakan bahwa suara hatinya turut bersaksi c. Fungsi suara hati meskipun sudah jelas, tidak untuk membenarkan f.
diri sendiri, karena yang menghakimi ialah Tuhan (1 Korintus 4:4) Sarx (daging) dimana setiap hewan dan manusia memilikinya namun Paulus membedakannya. Dalam hal ini sarx berarti materi jasmani. Dapat pula digunakan untuk hal yang menyangkut diri seseorang seperti dalam pernyataan Paulus bahwa tidak pernah orang membenci sarxnya sendiri (Efesus 5:29). Paulus melihat sarx sebaga wadah kegiatan yang mengakibatkan
dosa,
bahkan
yang
merangsang
tindakan
dosa
selanjutnya. Karena itu daging berhubungan erat dengan hawa nafsu. Walaupun sarx itu sendiri tidak jahat, namun ia mencegah hal yang baik sehingga mendorong kejahatan. Paulus melihat keselamatan sebagai suatu proses yang terus menerus untuk mengatasi pengaruh sarx yang menghalangi. g. Soma (tubuh), yang dijelaskan sebagai fana sifatnya (Roma 8:10-11), tetapi Allah menghidupkannya melalui Roh. Tujuan yang sesungguhnya dari tubuh itu ialah sebagai bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19-20). Paulus mengakui adanya sifat dosa di dalam tubuh, Paulus mengajukan suatu pertanyaan retoris “siapakah yang dapat melepaskan aku dari tubuh
maut ini?” (Roma 7:24). Ungkapan ini menjelaskan tentang sifat tubuh, yaitu bahwa tubuh ditentukan untuk mati. Pokok-pokok lain mengenai ajaran Paulus: a. Paulus memandang manusia sebagai makhluk, namun sebagai makhluk yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. b. Manusia dalam keutuhannya diharapkan untuk memuliakan Allah. c. Bagamanapun juga manusa tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawab atas penolakannya terhadap Allah, karena Allah telah memberikan kemampuan untuk mengerti d. Paulus membedakan manusia duniawi dengan manusia rohani e. Tidak ada bagian lain dalam PB selain tulisan Paulus yang begitu jelas memperlihatkan bahwa kedudukan dasar semua orang sama f.
di hadapan Allah Masalah yang mempertanyakan
apakah
Paulus
menganggap
manusia sebagai satu kesatuan, atau terdiri dari dua bagian atau tiga bagian agak bersifat akademis. Gagasan-gagasan lainnya yang diungkapkan Paulus dapat terangkum dalam hal-hal berikut: a. Hubungan antara pria dan wanita. Paulus memandang bahwa umat manusia itu seperti “dalam persekutuan dengan Adam” sama seperti ia juga memandang bahwa semua orang Kristen “dalam persekutuan dengan Kristus” (Roma 5:12). Kemanusiaan dasar, yang dimiliki oleh setiap orang, dapat diwakili oleh Adam, manusia yang pertama itu. Dalam pengertian ini tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Baik pria maupun wanita memerlukan keselamatan dengan cara yang sama dan atas dasar yang sama pula. Roma 1:26-27 berbicara tentang hubungan antara pria dan wanita di kalangan orang-orang bukan Kristen sambil menganjurkan hubungan yang wajar dan mengutuki hubungan yang tidak wajar. b. Gambaran Allah dalam 1 Korintus 11:7 berlaku untuk pria maupun wanita. Manusia telah kehilangan kemuliaanya karena dosa, tetapi gambaran itu tidak seluruhnya terhapus. 9.5.Surat Ibrani Memberikan ajaran tentang penciptaan oleh Allah dan tentang manusia sebagai mahkota ciptaan. Manusia digambarkan dengan istilah anthropos dimana walaupun manusia memiliki kedudukan yang tinggi di anatara
ciptaan namun manusia itu fana. Manusia tidak mampu datang kepada Allah untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Kata psukhe juga dipakai dimana orang Kristen dikatakan sudah memiliki “sauh bagi jiwa” (Ibrani 6:9) yang berarti pelindung bagi seluruh pribadi seseorang. Tidak ada pertentangan antara roh dan daging, walau demikian sarx telah dipengaruhi dosa sehingga memerlukan pengudusan (Ibrani 9:13). Penulis mengakui bahwa ibadah gaya lama tidak dapat menyempurnakan suneidesis, hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan alamiahnya, hati nurani tersebut tidak sempurna. 9.6.Bagian-bagian lain dalam PB Dalam surat Yakobus hanya terdapat sedikit keterangan mengenai keadaan manusia. Dalam Yakobus 3:9 dikatakan bahwa manusia diciptakan menurut rupa Allah. Secara keseluruhan, Yakobus lebih memperhatikan tingkah laku manusia secara praktis daripada tentang masalah-masalah spekulatif mengenai keadaan manusia. Pandangan yang serupa tercermin dalam surat Petrus dimana keinginan daging yang berjuang melawan jiwa (1 Petrus 2:11). Dalam kitab Wahyu, kata penuma dipakai terutama untuk Roh Kudus, tetapi juga dipakai dalam beberapa pengertian lain. Sebanyak dua kali kata itu digunakan dalam arti nafas. Untuk menggambarkan manusia yang seutuhnya, Wahyu menggunakan kata psukhe. Kata nous dalam Wahyu berarti daya hikmat yang khusus, bukan daya untuk pemahaman biasa yang dimiliki oleh manusia. 10.Jelaskan ajaran tentang manusia dalam hubungannya dengan Allah menurut kelompok-kelompok tulisan dalam PB 10.1. Kitab Injil Sinoptik Kata yang umum dipaka untuk dosa (hamartia) muncul beberapa kali dalam kitab Ijil Sinoptik, dan kata ini paling sering dipakai dalam hubungannya dengan pengakuan dosa atau pengampunan dosa. Pengertian dasarnya adalah kegagalan untuk mencapai sasaran. Kata lain yang dipakai adalah paraptoma (pelanggaran) yang juga dikaitkan dengan pengampunan. Dalam Doa Bapa Kami, dalam kalimat “ampunilah kami akan kesalahan kami” (Matius 6:12), kata yang diterjemahkan kesalahan adalah ofeitema yang berarti utang. Dosa terjadi dalam hubungan manusia terhadap Allah sedangkan kesalahan (utang) terjadi dalam hubungan seseorang terhadap orang
lain.
Istilah
lainnya
yang
sama
pentingnya
adalah
anomia
(kedurhakaan) lebih mengarah secara khusus pada sikap permusuhan dengan Allah, kebalikan dari apa yang benr dan yang baik. Yesus tidak mendukung pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang mampu mandiri. Ia datang untuk memanggil orang yang berdosa, bukan orang benar (Markus 2:17), yaitu mereka yang menganggap dirinya benar. Contoh musibah paling pahit karena dosa adalah Yudas Iskariot yang merupakan perlawanan langsung terhadap dri Yesus sendiri dan terhadap maksud Allah melalui Dia, hal ini menunjukkan bahwa sikap manusia terhadap Yesus merupakan aspek dosa yang penting. Ajaran Yesus mengenai dosa: a. Dosa meliputi semua manusia b. Dosa itu bersifat batiniah c. Dosa berarti perbudakan d. Dosa berarti pemberontakan e. Dosa sepatutnya mengakibatkan hukuman 10.2. Tulisan-tulisan Yohanes Kata hamartia hamper selalu dipakai dalam bentuk tunggal dan biasanya beraryi keadaan berdosa dan bukan dosa-dosa secara pribadi. Hubungan dosa dengan kematian ditemukan dalam ungkapan “kamu akan mati dalam dosamu” (Yohanes 8:21). Dosa adalah hal melawan Allah, suatu penolakan terhadap segala sesuatu yang terbaik bagi manusia. Dunia menurut Injil Yohanes digambarkan sebagai sesuatu yang dengan giat bermusuhan dengan Allah dimana hal ini melukiskan dosa sebagai rasa permusuhan. Yohanes
5:24
menghubungkan
ketidakpercayaan
pada
Yesus
dengan
penghukuman. Jika Yesus tidak datang dan melakukan berbagai tindakan, maka mereka tidak akan mengenal dosa. Jadi jelaslah bahwa dosa yang sedang
dipermasalahkan
d
sini
merupakan
hal
yang
khusus,
yaitu
dihubungkan dengan sikap mereka terhadap Yesus. Ketidakpercayaan juga dihubungkan dengan ketidaktaatan, karena “barangsiapa yang tidak taat kepada Anak, murka Allah tetap ada di atasnya” (Yohanes 3:36). Tugas utama Yesus adalah membawa penyataan tentang Allah, karena itu perlu memberikan perhatian pada pandangan bahwa kebutuhan utama manusia ialah pengetahuan tenng Allah. Dalam hal ini, dosa menurut Injil Yohanes berarti
ketidaktahuan.
Mengenai
dosa
yang
mendapatangkan
maut,
hubungan ini hanya dicatat secara tidak langsung, berupa pertentangan antara kehidupan dan maut. Pandangan Yohanes tentang keselamatan dapat disimpulkan dengan perkataan “hidup yang kekal”. 1 Yohanes 5:16-17 telah
menimbulkan kesulitan karena di situ disebutkan tentang “dosa yang mendatangkan maut”. Mungkin dosa ini berarti menolak Kristus secara sengaja. Sifat dosa meliputi semua manusia, diperlihatkan dalam kenyataan bahwa seluruh dunia berada dalam kuasa si jahat (1 Yohanes 5:19). Dosa sebagai kedurhakaan (1 Yohanes 3:4), merupakan tindakan yang sengaja menolak peraturan Allah dan yang membiarkan keinginan diri sendiri. Asal mula dosa dipandang berasal dari Iblis dimana Yesus sendiri yang menganggap kejahatan berasal dari Iblis (Yohanes 8:44), tetapi hal ini tidak membebaskan manusia dari tanggung jawabnya. Seluruh masalah manusia dipandang dalam pengertian dualistic. Terang, kebenaran, kehidupan, semuanya berasal dari atas; kegelapan, kepalsuan, kematian, miik dunia bawah. Walaupun demikian, tidaklah benar untuk memisahkan secara tajam antara pandangan vertical dan horizontal. Pandangan
yang
disebut
horizontal,
yang
mengisyaratkan
adanya
perkembangan dalam sejarah, tetap ada. 10.3. Kisah Para Rasul Ajakan untuk bertobat dalam Kisah Para Rasul sama kuatnya dalam ajaran pelayanan
Yohanes
Pembaptis
dan
Yesus.
Semua
orang
merasakan
penderitaan yang sama akibat penyakit dosa yang sama pula. Dengan latar belakang keyakinan dasar inilah Injil mengenai Kristus disebarluaskan. Kata yang umum untuk dosa (hamartia) dipakai dalam bentuk jamak dan untuk menjelaskan maksud Injil, kata itu selalu dikaitkan dengan pengertian pengampunan, penghapusan dosa, atau pembersihan (Kisah 2:38). Terdapat juga istilah poneros dan kakas. Kata poneros terdapt dalam Kisah 17:5 lebih berhubungan dengan tindakan criminal daripada dengan tindakan dosa secara umum. Kata kakas juga dipakai secara khusus untuk tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Saulus (Kisah 9:13) atau untuk kesalahan secara umum (Kisah 16:28). 10.4. Paulus Kata hamartia digunakan secara umum dalam pengertian perbuatanperbuatan dosa dan dipakai dalam bentuk jamak maupun tunggal. Bentuk tunggal dari hamartia hamper selalu menggambarkan keadaan berdosa dan bukan berarti suatu tindakan membuat dosa. Kata paraptoma berarti langkah yang keliru sebagai lawan dari langkah yang benar. Istilah lainnya adalah parabasis yang berarti melangkah ke samping, yaitu menyimpang
dari jalan yang benar, dan biasanya diterjemahkan dengan kata pelanggaran (Roma 2:23). Kata anomia juga digunakan untuk kedurhakaan dan perbuatan jahat. Khususnya dalam surat-surat kiriman Paulus, semua bentuk dosa selalu dilihat dari latar belakang kebenaran. Beberapa pengertian tentang dosa: a. Pengertian dosa sebagai utang yang harus ditebus dengan cara melakukan banyak perbuatan baik sama sekali tidak terdapat dalam tulisan
Paulus.
Walaupun
demikian,
pengampunan
dosa
(afesis)
dititikberatkan (Kolose 1:4) dan hal ini memperlihatkan kesadaran manusia akan kewajibannya yang tidak mampu ia penuhi. b. Paulus memakai kata parabasis sebanyak lima kali, dan dari pemakaan itu kita mendapat kesan bahwa dosa adalah gerakan membelok dari jalan yang lurus. Segala penyimpangan dari kewajiban moral dapat disebut dosa, bukan hanya kegagalan untuk mematuhi Hukum Taurat. Hukum hanya dapat menyatakan pelanggaran (Galatia 3:19), tetapi tidak berdaya untuk mengendalikannya. c. Jika dosa mrupakan penyimpangan dari jalan yang sudah diketahui, maka dosa dapat memburuk menjadi kedurhakaan, sebagaimana tampak secara khusus dalam penggunaan kata anomia. Pelanggaran atau kedurhakaan merupakan kebiasaan manusia yang berdosa dan ia dapat dibebaskan dari kebiasaan ini hanya melalui tindakan Kristus dalam penebusan (Titus 2:14). d. Dosa mencakup perbuatan-perbuatan lahiriah dan sikap-sikap batin. Paulus dan orang-orang Yahudi yang sezaman dengannya sama-sama senang
menyusun
daftar
perincian
tentang
dosa,
yang
meliputi
perbuatan-perbuatan dan sikap. Sifat dosa secara batiniah tidak selalu mudah diketahui oleh manusia, tetapi Allah mengetahui dan menghakimi keinginan batin itu sama seperti Ia mengetahui dan menghakimi perbuatan-perbuatan secara lahiriah. e. Paulus memakai ungkapan “hamba f.
dosa”
(Roma
6:16-17)
untuk
menjelaskan keadaan manusia yang terbelenggu. Dosa sebagai kepalsuan. Dalam Roma 1:18 dijelaskan kejahatan sebagai penindasan terhadap kebenaran. Rasul Paulus memandang dunia yang terpisah dari Kristus sebagai dunia yang dikuasai oleh kepalsuan, karena menurut dia, kepalsuan itu merupakan penyangkalan terhadap Allah dan terhadap rencanaNya bagi manusia.
Pada waktu Paulus menjelaskan dosa sebagai suatu pribadi, ia menekankan sifat-sifat dosa yang berbahaya. Dosa digambarkan sebagai seorang penguasa. Karena itu, dosa (dalam bentuk tunggal) merupakan suatu factor yang lebih fatal daripada perbuatan yang bersifat dosa. Sesungguhnya, perbedaannya terletak antara dosa yang dimengerti sebagai suatu kuasa yang menjadi dasar perbuatan-perbuatan tertentu, dan dosa sebagai perbuatan tertentu yang melawan patokan yang sudah diketahui. Dalam Roma 7:8 Paulus berbicara tentang dosa yang mendapat kesempatan karena adanya perintah, seakan-akan dosa mengupayakan timbulnya rupa-rupa keinginan. Menurut pandangan Paulus, tidak seorang pun lolos dari kecemaran dosa. Berdasarkan keyakinan bahwa semua manusia berdosa itu Paulus mengembangkan ajarannya tentang pembenaran melalui Kristus. Paulus sering menyebut keinginan daging atau keinginan tubuh yang fana. Karena keinginan mengawalo tindakan, maka dapat dikatakan bahwa Paulus memandang daging itu sebagai salah satu sumber dosa. “Keinginan daging adalah
perseteruan
terhadap
Allah”
(Roma
8:7),
ungkapan
ini
memperlihatkan bahwa yang dimaksud ialah manusia seutuhnya. Manusia bertanggung jawab atas dosa yang dilakukannya. Tanggung jawab manusia terhadap Allah (Roma 3:19) yang secara khusus ditegaskan oleh Paulus mencerminkan
keyakinannya
bahwa
manusia
harus
mempertanggungjawabkan dosanya, terutama aspek dosa yang dipandang sebagai pemberontakan terhadap Allah. Murka Allah dinyatakan bersamaan dengan kebenaranNya (Roma 1:17-18) dan ditujukan kepada “segala kefasikan serta kelaliman manusia”. Akibat dosa yang paling sering disebut Paulus adalah maut. Maut dianggap sebagai musuh yang terakhir (1 Korintus 15:26). Akibat dosa yang lain yang tak dapat dielakkan ialah putusnya hubungan antara Allah dengan manusia. Paulus menjelaskan bahwa sebelum seseorang menjadi ortang Kristen keadannya masih seteru (Roma 5:10). “Dosa asal” berarti kecenderungan untuk berbuat dosa sebagai warisan turun-temurun. Beberapa pandangan yang benar tentang hal ini: a. Tentu saja Paulus tidak beranggapan bahwa manusia diciptakan dengan keadaan yang berdosa. b. Paulus lebih mementingkan fakta bahwa manusia berdosa daripada persoalan asal mula dosa atau penyebaran dosa. Meskipun ia mendukung pandangan bahwa dosa itu masuk melalui Adam (Roma 5:12).
c. Hubungan yang erat antara dosa dan maut mempengaruhi pemikiran Paulus,
karena
maut
itu
dilihat
sebagai
factor
penentang
yang
mempengaruhi sifat manusia. Karena maut adalah akibat dosa, maka maut yang mencakup seluruh manusia tentu dalam beberapa hal dihubungkan dengan dosa Adam. d. Adanya kuasa-kuasa roh yang jahat dan pengaruh kuasa-kuasa itu harus diperhitungkan dalam membahas kejatuhan Adam. Hawa diperdaya oleh ular (2 Korintus 11:3), tetapi hal ini terdapat dalam konteks yang membahas tentang kesesatan secara umum bukan tentang asal usul dosa. e. Pernyataan-pernyataan dalam Roma 5:12 yang membicarakan tentang asal usul dosa, tidak berhubungan secara langsung dengan pembahasan utamanya, yang berpusat pada penyebaran karya Kristus kepada orangorang lain. Sebagaimana semua orang mendapat bencana sebagai akibat dari dosa Adam, maka semua orang juga dapat menikmati kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran. Nampaknya Paulus menerima kenyataan bahwa semua orang mewarisi “kecenderungan untuk berbuat dosa” melalui Adam, namun perbuatan dosa secara nyata itulah yang f.
mendatangkan hukuman. Dalam perikop yang juga mempertentangkan Adam dengan Kristus (1 Korintus 15:21). Paulus menyebutkan bahwa semua orang mati dalam
persekutuan dengan Adam, ttapi ia tidak menyinggung masalah dosa. 10.5. Surat Ibrani Istilah untuk dosa dalam bentuk jamak biasanya digunakan untuk menghubungkan system pengorbanan dengan kebutuhan manusia, namun terdapat dua buah ayat yang menggunakan istilah itu dalam bentuk tunggal (Ibrani 9:26) yang juga mempunyai pengertian yang persis sama (Ibrani 13:11). Penulis tidak membuat perbedaan yang penting antara perbuatan dosa dan keadaan berdosa. Dalam pembahasan mengenai “perhentian” yang berhubungan dengan kegagalan orang-orang Israel untuk masuk dalam tanah
perjanjian
tersebut
secara
khusus
dilihat
sebagai
akibat
ketidakpercayaan (Ibrani 3:10). Penulis tidak menyebutkan tentang hukuman Allah yang khusus atas dosa, namun dalam Ibrani 2:2 disebutkan tentang balasan yang setimpal terhadap ketidaktaatan. Dosa sebagai kedurhakaan memperlihatkan sifat ketidaktaatan yang disengaja dan yang benar-benar
menentang, yang di dalamnya terkandung penolakan langsung terhadap rencana Allah. Agnoemata dipakai untuk pengertian dosa-dosa akibat ketidaktahuan, tetapi pemikiran ini tidak dibicarakan lebih lanjut dalam Ibrani. 10.6. Bagian-bagian PB lainnya Yakobus menjelaskan bahwa dosa itu timbul karena keinginan, dan “apabila dosa
sudah
matang,
ia
melahirkan
maut”
(Yakobus
1:15).
Hal
ini
berhubungan dengan pemikiran bahwa keinginan itu mempunyai peranan yang penting ketika seseorang mengalami pencobaan. Penilaian surat 1 Petrus mengenai dosa dapat diringkaskan sebagai lawan kebenaran (1 Petrus 2:24). Dengan bahasa simbolis, kitab Wahyu mencatat perbedaan antara pengikut-pengikut Kristus dan umat manusia yang lainnya. Pengikut Kristus mengetahui bahwa mereka sudah dilepaskan dari dosa mereka (Wahyu 1:5). 11.Jelaskan pengajaran tentang Yesus sebagai manusia sejati menurut kelompokkelompok tulisan dalam PB 11.1. Kitab-kitab Injil Sinoptik Markuslah yang lebih memusatkan perhatiannya pada Yesus sebagai manusia.
Matius
dan
Lukas
memusatkan
perhatian
pada
permulaan
kehidupan Yesus sebagai manusia, dengan mengikutsertakan kelahiran Yesus. Ketiga kitab Injil Sinoptik menganggap pembaptisan Yesus sebagai permulaan pelayananNya. Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan kesamaan dengan orang-orang yang datang dibaptis oleh Yohanes. Semua kitab Injil Sinoptik menggambarkan Yesus dengan latar belakang kehidupan orang-orang Yahudi. Masa hidupnya termasuk dalam kehidupan Palestina pada abad pertama. 11.2. Tulisan-tulisan Yohanes Lebih banyak memberikan
keterangan
mengenai
keilahian
Yesus
dibandngkan dengan kitab-kitab Injil Sinoptik. Yohanes 1:14 yang berbunyi “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya”, di satu pihak menekankan bahwa Anak Allahlah yang menyatakan diriNya melalui inkarnasi, di lain pihak menyatakan kemanusiaanNya yang sama dengan kemanusiaan kita yang dapat dilihat. Yohanes ingin memberikan kesan bahwa apabila logos (Firman) menjadi manusia maka Ia benar-benar daging.
11.3. Kisah Para Rasul Yesus diperkenalkan dalam percakapan-percakapan mereka. “Yesus dari Nazaret” adalah kata-kata yang sering disebutkan. Hal-hal ini merupakan keterangan yang secara jelas menunjukkan bahwa dalam sejarah, Yesus pernah hidup sebagai manusia di Nazaret. 11.4. Paulus Paulus tidak memberikan gambaran langsung mengenai pribadi Yesus, naun demikian ia sadar akan segi-segi tertentu dari pribadi Yesus. Ia berbicara tentang
kerendahan
hati
dan
kelembutan
Yesus
(2
Korintus
10:1),
mengetahui kasih karuniaNya, dan sebaganya. Segi lain dari sikap Yesus yang memberikan pengaruh dalam terhadap kristologi Paulus adalah kebenaranNya (Roma 5:18) dan keadaanNya yang tidak berdosa (2 Korintus 5:21), karena kedua sifat ini merupakan dasar baginya untuk membangun pembahasannya mengena bagaimana orang-orang Kristen dapat mencapa kebenaran. Paulus lebih banyak berbicara tentng keilahian Kristus daripada tentang kemanusiaanNya. 11.5. Surat Ibrani Penulis memperkenalkan Yesus sebagai Anak Allah yang ditinggikan, sesudah itu ia membrikan perincian mengenai keadaan manusiaNya. Kemanusiaan Yesus sama sekali tidak dapat diabaikan dalam hal Ia mengorbankan diriNya sebagai persembahan yang tulus, yang dilakukanNya melalui Roh Kekal (Ibrani 9:14). 11.6. Surat-surat Petrus Dalam surat 1 Petrus, kemanusiaan Yesus yang sejati diterima sebagai hal yang benar, dan tidak diungkapkan secara panjang lebar lagi. Dalam 2 Petrus 1:16 terdapat bukti langsung dari saksi mata atas peristiwa Yesus yang dimuliakan, walaupun perikop ini tidak dapat dianggap sebagai bukti lengkap tentang kemanusiaanNya. 11.7. Kitab Wahyu Kitab ini terpusat pada Kristus sorgawi yang telah bangkit, karena itu hanya sedikit ada penekanan tentang kemanusiaanNya. 12.Jelaskan ajaran Tuhan Yesus sebagai manusia yang tak berdosa menurut kelompok-kelompok tulisan dalam PB 12.1. Kitab-kitab Injil Sinoptik Tidak ada catatan yang khusus dalam Injil Sinoptik mengenai pernyataan Yesus sendiri bahwa Ia tidak berdosa, tetapi ada tanda-tanda di dalamnya
yang mendukung ketidakberdosaan Yesus itu. Yesus tidak pernah membuat pengakuan dosa. Yesus menyatakan bahwa Ia dibaptis “untuk menggenai seluruh kebenaran”, bukan untuk menyatakan pertobatan dari dosa. Tuhan Yesus menunjukkan sikap penolakan yang peka terhadap yang jahat. Hal ini menyatakan secara tidak langsung bahwa tidak ada pikiran yang jahat dalam diri Yesus (Matius 16:23). 12.2. Tulisan-tulisan Yohanes Catatan Yohanes yang menggambarkan Yesus sebagai Anak Allah dan juga manusia
sejati,
menyatakan
ketidakberdosaanNya.
Dalam
secara
Yohanes
tidak 8:44
langsung
dikatakan
mengenai
“Siapakah
di
anataramu yang dapat membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” Dalam surat-surat
Yohanes
terdapat
pernyataan
yang
jelas
mengenai
ketidakberdosaan Yesus Kristus (1 Yohanes 3:5). 12.3. Kisah Para Rasul Ketidakberdosaan Yesus tidak diuraikan dengan jelas, namun dianggap sudah diketahui. Dalam khotbah Petrus pada hari Pentakosta, ungkapan “Orang Kudus” dari Mazmur 16 diterapkan pada Yesus tanpa keraguan (Kisah 2:27). 12.4. Paulus 2 Korintus 5:21 mengatakan “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita”. Dia hanya dapat dibuat dosa hanya jika Ia tanpa dosa. 12.5. Surat Ibrani Penulis membandingkan pencobaan-pencobaan yang Dia alami dan yang kita alami, dengan tambahan penuh arti “hanya tidak berbuat dosa” (Ibrani 4:15). 12.6. Surat-surat Petrus 1 Petrus 2:22 mempertahankan bahwa Kristus tidak berbuat dosa dan pada saat yang sama ia menegaskan bahwa Ia memikul dosa-dosa kita supaya kita yang mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran . 12.7. Kitab Wahyu Klimaks dalam kitab ini ialah bahwa penghakiman terletak di tangan Dia yang disebut “Yang setia dan Yang Benar” (Wahyu 19:11). 13.Jelaskan ajaran tentang gelar-gelar Yesus menurut kelompok-kelompok tulisan dalam PB 13.1. Mesias 13.1.1. Latar Belakang Yahudi
Dalam PL, terutama dalam kitab nabi-nabi, banyak disebutkan tentang masa kemesiasan yang akan datang yang menawarkan masa depan yang cerah bagi umat Allah, tetapi hanya sedikit tentang Mesias. Ada bermacam-macam penggunaannya dalam rangkaan kata seperti Mesias Tuhan (yaitu yang diurapi Tuhan). Pengurapan yang menunjukkan tugas khusus ini kemudan digunakan dalam hal yang lebih teknis, khususnya bagi
seseorang
yang
akan
dipilih
Allah
sebagai
alatNya
untuk
menyelamatkan umatNya. Selama masa antara PL dan PB, arti dari istilah ini mengalami beberapa perubahan, dan arti teknis dari orang yang diurapi Tuhan menjadi lebih menonjol (Mazmur Salomo 17-18). Gagasan mengenai raja keturunan Daud, yang akan mendirikan kerajaan di dunia bagi umat Israel dan akan menghancurkan musuh-musuh Israel. Umumnya diduga bahwa dalam Naskah-naskah Laut Mati disebutkan danya dua orang Mesias, seorang dari Harun dan seorang dari Israel. Tidak ada bukti tentang penggunaan istilah “Mesias” oleh para rabi sebelum tahun 70M. Dari penyelidikan yang singkat tentang latar belakang ini, jelaslah bahwa gagasan tentang Mesias yang akan datang sudah tersebar luas di antara orang-orang Yahudi, tetapi asal mula dan watak dari Mesias yang akan datang itu tidak dimengerti dengan jelas. 13.1.2. Kitab-kitab Injil Sinoptik Kitab-kitab Injil memberikan informasi mengenai pengharapan umum akan Mesias pada waktu itu. Penasehat berbangsa Yahudi dari Raja Kerpodes mampu memberitahukan secara langsung bahwa Mesias akan dilahirkan di Bethlehem (Matius 2:3-5). Lukas mencatat kebingungan banyak orang apakah Yohanes Pembaptis adalah Mesias itu (Lukas 3:15) dan Yohanes Pembaptis menyangkal dengan tegas bahwa dirinya bukanlah Mesias (Yohanes 1:20). Yesus juga menyatakan diriNya sebagai Mesias walau mungkin tidak secara langsung. Yesus pernah bertanya “Kata orang, siapakah Aku ini?”. Kenyataan bahwa Yesus dengan sengaja mendesak pengakuan itu sangat mempengaruhi pengertian kita akan kesadaran kemesiasanNya. Penekanan gelar Mesias pada hal politiklah yang membuat Yesus enggan untuk memakai gelar itu dan yang menyebabkan Dia menyuruh murid-muridNya diam (Markus 8:30). Sesudah penyaliban dan kebangkitan Yesus, tidak mungkin lagi timbul
pengertian politik tentang Mesias dan memakai suatu peristiwa yang sudah terjadi (kesengsaraanNya) sebagai dasar untuk pernyataan kemesiasan. 13.1.3. Tulisan Yohanes Tujuan dari penulisan Yohanes adalah supaya pembacanya percaya bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah. Pada saat itu kemesiasan dihubungkan dengan gelar Anak Allah, seperti dalam Yohanes 20:31. Orang banyak ingin mengangkat Yesus sebagai raja setelah menyaksikan mujizat pembrian makan orang bayak (Yohanes 6:15), dan penolakanNya terhadap hal itu menghilangkan kemungkinan-kemungkinan politik. Menerima Yesus sebagai Mesias merupkan bagian hakiki dalam iman Kristen (1 Yohanes 5:1). 13.1.4. Kisah Para Rasul Pernyataan pertama dalam jemaat mula-mula pada hari Pentakosta mencapai puncaknya dalam penegasan bahwa “Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu menjadi Tuhan dan Kristus” (Kisah 2:36). Pada awal jemaat Kristen, satu gelar saja dianggap tidak cukup untuk menggambarkan status Yesus. Kata-kata dalam Kisah 2:36 berarti sejak kematian dan kebangkitan Yesus, Allah telah mengagungkan Dia dan menyatakan Dia bukan hanya sekedar Mesias tetapi Mesias-Tuhan, yaitu Mesias yang dinobatkan, yang dibandingkan dengan Mesias yang menderita.
Pada
masa
Kristen
yang
mula-mula,
pengajaran
dan
pemberitaan dapat diringkaskan dengan tema pemberitaan “Yesus yang adalah Mesias” (Kisah 5:42). 13.1.5. Paulus Dalam surat-surat Paulus, Kristus telah menjadi nama diri. Mungkin Roma 9:5 merupakan satu-satunya contoh yang menggunakan gelar khristos secara khusus dalam arti Mesias. Ia tidak meragukan bahwa Yesus adalah Mesias. Menurut Kisah Para Rasul, Paulus segera setelah pertobatannya tidak hanya mengaku bahwa Yesus adalah Mesias, tetapi sungguh-sungguh
membuktikannya
pada
orang-orang
Yahudi
di
Damsyik. 13.1.6. Bagian-bagian lain dalam PB Tema yang khas dalam kitab Ibrani adalah tema Melkisedek yang secara terbatas mendukung gagasan tentang Mesias sebagai Imam. Dalam 1 Petrus, ditekankan juga tentang Mesias yang dibangkitkan yang telah
menaklukkan penderitaan dan kematian. 2 Petrus dan Yudas tidak menambahkan banyak keterangan, tetapi dicatat bahwa gelar mesianis ditemukan pada seluruh bagian dalam bentuk Yesus Kristus, hamper tiap kali dikaitkan dengan Tuhan. Dalam kitab Wahyu, gelar Yesus Kristus hanya dipakai sebanyak tiga kali (Wahyu 1:1,2,5) dan dihadirkan menggunakan nama-nama lain. 13.2. Anak Daud 13.2.1. Latar belakang Gagasan tentang Mesias sebagai raja dari keturunan Daud dapat ditelusuri dari janji Allah kepada Daud dalam 2 Samuel 7:16 “Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapanKu, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.” Gagasan mengenai Raja keturunan Daud itu tentu berkaitan dengan Mesias secara politik, tetapi nubuat PL menempatkan penekanan yang paling berat pada segi agama. 13.2.2. Kitab-kitab Injil Sinoptik Penelusuran asal-usul Yesus dari Daud terdapat dalam silsilah keturunan, baik dalam Injil Matius maupun Injil Lukas, tetapi yang lebih jelas adalah dalam
Injil
Matius.
Nyanyian
pujian
Zakharia
(Lukas
1:68-79)
menyatakan bahwa Allah “menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hambaNya itu”. Di sini kita dapat mengamati adanya nada yang kuat yang mengingatkan kita akan pengharapan nabi-nabi dalam PL. Menurut Matius, Yesus disebut sebagai “Anak Daud” oleh orang biasa dalam tiga peristiwa yang terpisah. 13.2.3. Injil Yohanes Dalam catatan Yohanes mengenai sambutan bagi Yesus pada waktu Ia masuk ke Yerusalem, tidak ada sebutan mengenai Daud, tetapi disebutkan tentang Dia “yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel” (Yohanes 12:13). 13.2.4. Kisah Para Rasul Dalam khotbah Paulus di Antiokhia di Psidia (Kisah 13:22) dikemukakan pernyataan yang tegas mengenai asal-usul Yesus dari Daud. Keturunan dari
Daud
dianggap
penting,
mungkin
karena
membawa
motif
penggenapan janji yang merupakan apologetika yang kuat dalam pendekatan orang Kristen kepada orang-orang Yahudi. 13.2.5. Paulus Motif anak Daud tidak menonjol dalam tulisan Paulus, tetapi ada beberapa petunjuk. Dalam pembukaan Roma, ia menyebutkan “Injil…
tentang AnakNya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud” (Roma 1:3). Pada perikop lain yang berbentuk pengakuam iman (2 Timotius 2:8), terdapat penekanan yang sama pada keturunan Daud, yang disebut sebagai suatu bagian yang utuh dari Injil. 13.2.6. Bagian-bagian lain dalam PB Penulis surat Ibrani menganggap bahwa para pembacanya mengetahui bahwa Yesus berasal dari Yehuda, karena alas an inilah maka ia menguraikan secara panjang lebar suatu urutan keimaman yang lain yang tidak bergantung pada keturunan Harun (Ibrani 7:14). Dalam kitab Wahyu, keturunan Mesias dari Daud khususnya dinyatakan dalam gelar “Tunas Daud” yang digunakan untuk Yesus (Wahyu 5:5). 13.3. Hamba 13.3.1. Latar Belakang dalam PL Konsep Hamba Allah langsung berasal dari Nyanyian tentang Hamba dalam kitab Yesaya. Ungkapan bahasa Yunani pais theou dapat berarti “Anak Allah” atau “Hamba Allah”. Dalam kebanyakan kasus pada masa antara PL dan PB ungkapan tersebut mempunyai arti “Hamba Allah”. Sebagai
latar
belakang
penggunaan
istilah
ini
dalam
PB,
perlu
diperhatikan orang yang secara istimewa ditunjuk dalam Nyanyian tersebut, apakah ia merupakan seorang pribad atau mewakili bangsa Israel secara keseluruhan. Kedua kemungkinan tersebut mungkin saja, namun tugas hamba dlam perikop-perikop tersebut akan lebih dapat dimengerti jika yang dimaksud ialah seorang pribadi yang dipanggil Allah dan dipenuhi Roh Kudus. 13.3.2. Injil-injil Sinoptik Matius nampaknya mengerti Yesus dengan cara demikian, terdapat kutipan-kutipan dari Nyanyian Hamba yang ditujukan kepada Yesus. Sesudah penyembuhan ibu mertua Petrus dan banyak orang yang lain, Yesaya 53:4 dikutip oleh Matius dengan cara yang khusus yang menyatakan penggenapan (Matius 8:17). Matius 12:18-21 mengutip Yesaya 42:1-4 dimana pernyataan Yesus yang melarang para pengikut yang telah disembuhkanNya memberitahukan siapa Dia. Perikop tentang Hamba itu menyebut penolakannya untuk berbantah atau berteriakteriak. Mungkin ada keterangan yang tidak langsung pada konsep Hamba itu dalam kata-kata pada perjamuan malam terakhir (Markus 14:24). Kata “perjanjian”, “ditumpahkan” dan kata “banyak” semuanya
sejajar dengan Nyanyian Hamba itu. Yesus sendiri sedang memberikan penjelasan teologi yang pasti tentang diriNya sendiri. 13.3.3. Tulisan-tulisan Yohanes Nyanyian-nyanyian Hamba hanya dikutip satu kali secara langsung dalam Yohanes 12:38. Ayat tersebut tidak menyinggung penderitaan, tetapi hanya ditujukan pada sifat pendengar yang keras kepala. 13.3.4. Kisah Para Rasul Ada tiga perikop yang menggunakan kata “hamba” sebagai penggambaran bahwa
Yesus
masyarakat
(Kisah
Kristen
3:13,16) pertama
nampaknya percaya
memperlihatkan
dengan
kuat
akan
kesamaan Yesus dengan Hamba dalam kitab Yesaya itu. 13.3.5. Paulus Ia telah menerima suatu tradisi yang menghubungkan kematian Kristus dengan dosa-dosa manusia (1 Korintus 15:3), yang persis sama benar dengan Hamba yang menderita. Roma 4:25 dan 8:32-34 terdapat konsep yang sama dengan konsep dalam Nyanyian Hamba. Mungkin sekali bahwa Paulus terpengaruh dalam hal bahsanya oleh pengenalannya akan Nyanyian Hamba dalam kitab Yesaya. 13.3.6. Bagian-bagian lain dalam PB Yesus dipandang sebagai penyelamat yang menderita. Keterangan yang lebih langsung dapat dilihat dalam 1 Petrus 2:21-25. 13.4. Anak Manusia 13.4.1. Kitab-kitab Injil sinoptik Gelar tersebut hanya dipakai oleh Yesus sendiri sehinggalangsung timbul pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan gelar itu. Gelar ini dipakai namun kemudian tergeser dengan gelar-gelar lan yang lebih penting. Penggeseran ini mungkin disebabkan oleh dua alasan, yaitu karena dalam dunia pemikiran Yunani gelar itu hanya dapat berarti kemanusiaan Yesus dan karena kemungkinan gelar tersebut tidak cocok sebelum pekerjaan Anak Manusia diselesaikan yaitu pada akhir zaman. 13.4.2. Injil Yohanes Ada bebarapa ayat yang mengandung sebutan ini dan hal ini penting karena dua alasan, yaitu ayat-ayat ini memperlihatkan kesepakatannya dengan Injil Sinoptik dan ayat ini memperjelas berbagai hal lannya. 13.4.3. Bagian-bagian lain dalam PB Di luar kitab Injil hanya terdapat dalam Kisah Para Rasul dalam penggambaran kematian Stefanus. Penggunaan gelar ini mempunyai 13.5.
kesamaan dalam penglihatan Daniel (Daniel 7:13-14). Tuhan
13.5.1. Kitab-kitab Injil Sinoptik Sebutan kurios bagi Yesus dalam Injil Sinoptik sering dimaksudkan sebagai gelar kehormatan, agak mirip dengan sebutan umum “Tuan” dalam percakapan populer. Ada contoh-contoh dari penggunaan kata Tuhan (ho kurios) namun digunakan setelah kebangkitanNya. 13.5.2. Tulisan Yohanes Sama seperti Injil Sinoptik dimana kata kurios digunakan sebelum kebangkitan dan ho kurios setelah kebangkitan. 13.5.3. Kisah Para Rasul Gelar Tuhan khususnya dipkai Lukas dalam menceritakan perbuatanperbuatan
dan
pengajaran-pengajaran
dari
jemaat
mula-mula.
Penggunaan gelar kurios untuk Allah begitu sering sehingga tidak diragukan hal ini mengarah pada Yesus. 13.5.4. Paulus Dalam banyak peristiwa Paulus menghubungkan ketuhanan dengan Yesus. Adanya ungkapan maranatha dalam 1 Korintus 16:22. Juga dalam pengakuan iman mula-mula bahwa Yesus adalah Tuhan. Pengakuan ketuhanan secara umum dalam kesimpulan nyanyian yang termasyur tentang Kristus (Filipi 2:6). 13.5.5. Bagian-bagian lain dari PB Kebanyakan sebutan Tuhan dalam surat Ibrani merupakan kutipan dari PL. Dalam Wahyu, gelar ini biasanya dipaka untuk Allah. 13.6. Anak Allah 13.6.1. Kitab-kitab Injil Sinoptik Pengertian umum mengenai Allah sebagai Bapa menyatakan secara tidak langsung bahwa Yesus adalah Anak Allah, dan hal ini harus dianggap sebagai pendahuluan yang perlu untuk penggunaan gelar ini. Orang-orang dapat menjadi anak Allah (Matius 5:45), namun proses ini tidak berlaku bagi Yesus sendiri. 13.6.2. Tulisan Yohanes Tujuan penulisan Injil Yohanes secara spesifik dinayaan agar pembaca dapat percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah (Yohanes 20:31), karena itu tidaklah mengherankan bila ditemukan lebih banyak penekanan pada konsep Anak Allah daripada mengenai Anak Manusia. 13.6.3. Kisah Para Rasul Tidak ada tanda mengenai pentingnya hal ini sampai Kisah 9:20, yang menyatakan bahwa Paulus menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. 13.6.4. Paulus Gagasan tentang hal ini memainkan peranan penting dalam penyajian yang menyeluruh tentang Kristus. Namun tidak kelihatan adanya usaha
Paulus untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Pada waktu Paulus berbicara tentang Allah, ia sering melanjutkan dengan berbicara tentang AnakNya. Anak dalam teologi Paulus dikaitkan dengan misi Anak secara keselureuhan. 13.6.5. Surat Ibrani Mula-mula anak itu tidak dikaitkan dengan Yesus, namun kemudian ada kesan bahwa Anak tersebut mempunyai kedudukan yang tinggi. 13.6.6. Bagian-bagian lain dalam PB Allah disebut sebagai Bapa Tuhan kita Yesus Kristus dalam 1 Petrus 1:3. Dalam Wahyu, hanya satu kali disebutkan tentang Yesus sebagai Anak Allah yaitu dalam pendahuluan pada pesan bagi jemaat di Tiatira. 13.7. Nabi dan guru Dalam kepercayaan Yahudi terdapat gagasan yang cukup kuat mengenai seorang nabi yang akan datang. Hal ini didasarkan pada Ulangan 18:15 yang menyatakan bahwa nanti Tuhan akan membangkitkan seorang nabi seperti Musa. Lukas 4:24 secara tidak langsung menerapkan gelar nabi itu pada Yesus. Namun konsep kenabian tersebut tidaklah cukup kuat untuk dasar menyatakan siapa Dia. 13.8. Logos Dalam pendahuluan Injil Yohanes gelar ini digunakan namun setelah itu gelar ini dihilangkan. Ada tiga sifat Yesus yang ditekankan dalam hal ini. Pertama, Yohanes kembali pada pemikiran tentang keadaan sebelum Penciptaan untuk menggambarkan hubungan Yesus dengan Bapa. Kedua, Yohanes menerangkan sedikit hubungan tentang logos dengan dunia. Ketiga, hubungan logos dengan manusia yang disimpulkan bahwa logos tersebut menjadi daging dalam Yohanes 1:14. 13.9. Aku Adalah… 13.9.1. Injil Yohanes Istilah ini penting bagi kristologi. Pemakaian ungkapan ini menambah kewibawaan
Kristus.
Dalam
PL,
ungkapan
ini
digunakan
sebagai
penggambaran Allah, dan dalam PB ungkapan ini diikuti oleh kata-kata kiasan yang sangat luas seperti roti, terang, pintu, gembala, kebangkitan dan hidup, jalan, kebenaran, dan hidup, dan anggur. 13.9.2. Kitab Wahyu Adanya ungkapan Aku adalah Alfa dan Omega dalam Wahyu 1:8 dikatakan oleh Allah, namun ada pula penggunaan ungkapan ini untuk Kristus dalam Wahyu 22:13.
View more...
Comments