Teologi Pastoral
February 13, 2019 | Author: Ridawati Sirait | Category: N/A
Short Description
Download Teologi Pastoral...
Description
Teologi pastoral Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Teologi Pastoral adalah sebuah cabang ilmu teologis yang berfokus pada perspektif penggembalaan penggembalaan pada semua kegiatan dan fungsi Gereja dan pendeta, pendeta , kemudian [1] menarik kesimpulan teologis dari pengamatan yang dilakukan. Sejak zamanReformasi zamanReformasi Protestan, Protestan , istilah "Pastoral" dipakai dalam dua pengertian. Pertama, "Pastoral" sebagai kata sifat dari "Pastor "Pastor ". ".[2] Karena Pastor melaksanakan penggembalaan, maka istilah Pastoral dalam konteks ini berarti sama dengan penggembalaan penggembalaan itu sendiri.[2] Pemahaman yang kedua adalah Pastoral Pastoral sebagai sebagai studi tentang penggembalaan penggembalaan itu sendiri. [2]
Sejarah Penggunaan istilah "Teologi Pastoral" dalam Protestanisme baru muncul pada abad ke-18. [2]
Bahkan, Teologi Pastoral belum diakui sebagai suatu disiplin ilmu baru muncul pada tahun
1830 melalui buku yang ditulis oleh Klaus Harms di Jerman Jerman,, sementara di Amerika di Amerikasendiri sendiri baru muncul pada tahun 1847. [2] Pada masa-masa awal ini, Teologi Pastoral dimaknai sebagai upaya penerapan teologi ke dalam praktik. [2]
Huldrych Zwingli
Sebenarnya, Sebenarnya, ide-ide mengenai mengenai Teologi Pastoral sendiri sudah muncul sejak sebelumnya, sebagaimana sebelumnya dihubungkan dengan istilah Seelsorge (penyembuhan (penyembuhan dan pemeliharaan pemeliharaan jiwa-jiwa) walaupun sebenarnya keduanya tidak identik. identik .[2] Zwingli pernah menuliskan suatu risalah mengenai gembala yang benar dan yang salah. [2] Selain Zwingli,Martin Zwingli,Martin Bucer juga Bucer juga menulis mengenai pelayanan terhadap jemaat dalam protestanisme serta membaginya dalam lima kategori. [2] Bahkan, Martin Luther sendiri Luther sendiri membuat banyak tulisan yang berhubungan dengan pemeliharaan jiwa (Seelsorge ( Seelsorge)) tersebut.[2]
Di abad ke-17, Richard Baxter menulis sebuah buku untuk para pendeta dengan judul "The Reformed Pastor" yang menganjurkan sistem pelayanan ke rumah-rumah jemaat.[2] Dalam buku ini, ia mengkritisi perasaan tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang pendeta kepada jemaatnya. [2] Ia menuntut adanya persiapan yang serius dari para pendeta sebelum melakukan pelayanan penggembalaan. [2] Walaupun demikian, ia tidak memandang penting teori dan berpendapat bahwa kemampuan praktis untuk melihat bermacam-macam kebutuhan lebih penting. [2] Mendekati awal abad ke-19, buku-buku mengenai petunjuk praktis untuk pendeta mulai bermunculan dan menekankan hal-hal seperti kebijaksanaan, pengetahuan, kesalehan, doa, dan penyangkalan diri dalam diri pendeta. [2] Selain itu, seorang pendeta juga dituntut untuk sering mengunjungi jemaatnya. [2] Studi Teologi Pastoral secara khusus baru dimulai di Jerman pada abad ke-19, namun baru disusun secara sistematis oleh Inggris dan Amerika sekitar tahun 1873 dengan mengembangkan Teologi Praktika, sebuah bagian studi Teologi yang dipandang Friedrich Schleiermacher sebagai bidang studi yang lebih luas dibandingkan Teologi Pastoral. [2] Di awal abad 19 ini juga mulai muncul berbagai pandangan mengenai cakupan Teologi Pastoral, misalnya W.G.T. Shedd yang memandang Teologi Pastoral sebagai studi atas perkunjungan, pengajaran, kehidupan pribadi, doa, dan akal budi dari pendeta
[3]
dan Van
Oosterzee yang memandang Teologi Pastoral sebagai studi Poimenika, yaitu sebagai teori pelayanan pastoral. [4] Di Amerika Serikat, hasil karya Teologi Pastoral sistematis pertama kali dibuat oleh Enoch Pond dari Bangor Theological Seminary.[2]Gregory Thurson Bedell, seorang Uskup dari Ohio dan Washington Gladden pertama kali memperkenalkan mengenai sistem pembagian kerja secara kelompok (group work ) dalam tulisannya yang berjudul "Gereja yang melayani". [5]
Pandangan Beberapa Tokoh Mengenai Teologi Pastoral Friedrich Schleiermacher Artikel utama untuk bagian ini adalah: Friedrich Schleiermacher
Friedrich Schleiermacher
Freidrich Schleiermacher mengorganisasi kembali studi teologi pada masanya menjadi tiga bagian besar, yaitu Filsafat, Historis, dan Praktika sebagai bidang ilmi yang diakui di samping Teologi Sistematika dan Teologi Historis di universitas-universitas Jerman.[2] Teologi pastoral dalam sudut pandang Schleiermacher termasuk ke dalam lingkup teologi praktika. [2] Dalam salah satu karyanya, Schleiermacher mengatakan bahwa teologi tanpa pelayanan terhadap jemaat akan kehilangan karakter teologisnya[6], dan oleh karena itu, teologi secara keseluruhan bersifat pastoral. [2] Pelayanan pastoral juga tidak terbatas pada jemaat suatu gereja saja, tetapi juga kepada individu-individu yang belum menjadi anggota jemaat. [2] Bagi Schleiermacher, fokus teologi pastoral adalah memperhatikan kesejahteraan orang-orang dan juga penataan gereja.[2] [sunting]Seward
Hiltner
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Seward Hiltner Seward Hiltner berpendapat bahwa Teologi Pastoral dihasilkan dari penyelidikan dari sudut pandang penggembalaan. [2] Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa Teologi Pastoral adalah sebuah cabang ilmu teologi dan memiliki kedudukan yang sama seperti cabang-cabang ilmu teologi lainnya, seperti Teologi Biblika dan Dogmatika.[2]Teologi Pastoral juga tidak berpusat pada logika, melainkan pada aktifitas yang dilakukannya. [2] Selain itu, Teologi Pastoral memiliki prinsip-prinsip yang disusun atas dasar penggembalaan.[2] Karena sifatnya sebagai suatu disiplin ilmu, Teologi Pastoral juga memiliki patokan-patokan serta metode-metode dalam pelaksanaannya. [2] Selain hal-hal di atas, Hiltner juga menekankan beberapa poin berikut: [2]
Teologi Pastoral bukan hanya sekadar praktik.
Teologi Pastoral bukan merupakan sebuah teori yang diterapkan.
Teologi Pastoral bukanlah teori dari segala fungsi dan kegiatan pastor serta gereja.
Teologi Pastoral berbeda dengan Psikologi Pastoral ataupun Sosiologi Pastoral.
Teologi Pastoral bukanlah penghubung antara bidang studi teologi dan kegiatan serta
fungsi gereja dan pendeta. Hiltner berpendapat bahwa mereka yang dapat terlibat dalam penggembalaan tidak hanya terbatas pada jabatan pendeta saja, tetapi juga jemaat. [2] Walaupun demikian, pendeta tetap memiliki kewajiban yang lebih besar dibandingkan dengan jemaat. [2] [sunting]Tjaard
G. Hommes
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tjaard G. Hommes Pandangan Tjaard G. Hommes tidak jauh berbeda dengan Hiltner yang menyatakan bahwa teologi pastoral dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan teologis dan disimpulkan dengan jawaban-jawaban teologis juga.[2] Selain itu, Hommes juga menyatakan bahwa teologi pastoral dapat dipahami sebagai sebuah sarana untuk memberitakan firman dan kehadiran Allah di dunia sebagaimana teologi pastoral tersebut dilakukan dalam pelayanan-pelayanan terhadap jemaat. [2] Perhatian utama dari teologi pastoral adalah melihat, merefleksikan, memahami, dan menunjuk pada Allah dan tindakan-tindakan Allah dalam dunia ini. [2] Menurut Hommes, teologi pastoral melayani pelayanan gereja dengan hasil studinya atas tindakan, strategi, prioritas, program, fungsi, serta pemahaman dari pelayanan tersebut. [2] Selain itu, teologi pastoral juga menyediakan pedoman dan perspektif bagi tindakan pada masa depan serta memberikan pedoman untuk mengevaluasi tindakan-tindakan tersebut.[2] Oleh karena itu, teologi pastoral tidak dapat terlepas dari pelayanan pastoral. [2] [sunting]Anton
Theophilus Boisen
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Anton Theophilus Boisen
Anton Boisen
Anton Boisen adalah seorang pendiri gerakan pendidikan pastoral klinis di Amerika dan memiliki pengaruh penting bagi pemikiran Seward Hiltner pada masa mendatang. [2] Dari pengalamannya sendiri sebagai seorang pasien sakit jiwa, Boisen merasa bahwa bentuk penyakit jiwa lebih banyak berupa masalah-masalah religius dibandingkan masalah medis. [2]
Masalah ini juga tidak dapat disembuhkan bila belum dipahami dengan baik. [7] Menurutnya,
teologi seharusnya memiliki nilai pastoral dan terapis bagi pasien yang mencari pemahaman dan makna dari pengalamannya. [2] Oleh karena itu, teologi yang berguna secara pastoral seharusnya tidak hanya mempelajari teks-teks tertulis namun juga pengalaman hidup dari orang-orang yang bergumul dengan masalah-masalah religius. [2] Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, teologi pastoral tidak dapat dipahami melalui studi teks saja, tetapi juga dengan studi klinis terhadap kisah hidup seseorang. [2] Metode studi yang ia tawarkan untuk teologi pastoral klinis adalah dengan metode studi kasus agar penyelidik dapat mempelajari kisah hidup seseorang, namun juga melibatkan pencarian teologis dari sisi penyelidik..[2] [sunting]Eduard
Thurneysen
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Eduard Thurneysen Eduard Thurneysen adalah seorang teolog yang memiliki konsep dialketis Karl Barth.[2] Dalam pandangan ini, ia berpandangan bahwa Allah berada sangat jauh dengan manusia, dan satusatunya cara untuk menjembatani ini adalah dengan pewartaan Injil.[2] Oleh karena itu, teologi pastoral menurut Thurneysen adalah pewartaan Injil secara pribadi.[2]
Penggembalaan Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa
Seorang wanita melakukan konsultasi
Penggembalaan adalah salah satu disiplin dalam studi teologi. Istilah ini dikaitkan dengan tugas seorang pastor atau pendeta di dalam membimbing atau mengasuh warganya, yang sering sekali diumpamakan dengan domba. Artikel bertopik Kristen ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Pendidikan Pastoral Klinis Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa
Artikel ini tidak memiliki paragraf pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia. Artikel ini harus didahului dengan kalimat pembuka: Pendidikan Pastoral Klinis adalah ........ Tolong bantu Wikipedia untuk mengembangkannya dengan menulis bagian atau paragraf pembuka yang informatif sehingga pembaca awam mengerti apa yang dimaksud dengan "Pendidikan Pastoral Klinis".
Pelayanan pastoral adalah pelayanan gereja yang dibutuhkan di tengah krisis yang bersifat multi-dimensional di Indonesia, baik yang bersifat sosial, seperti konflik antar-kelompok, maupun individual, seperti tekanan jiwa atau stress mental yang dialami banyak orang. [1]Situasi ini mendorong gereja untuk lebih meningkatkan pelayanan pastoralnya dalam upaya menolong orang agar mendapatkan kesembuhan, topangan, bimbingan, dan pendamaian. [2] Sampai saat ini, pelayanan pastoral yang dilakukan gereja-gereja di Indonesiamasih belum optimal karena jumlah tenaga yang terbatas dan persiapan secara akademis-teoritis dengan
pemahaman refleksi teologisyang tidak berangkat dari realitas kehidupan sehari-hari. [3]
Akibatnya, banyak tenaga pelayanan pastoral yang hanya menguasai teori namun tidak
terampil dalam melayani, dan banyak rumusan teologi pastoral yang kurang relevan dengan kebutuhan orang-orang yang dilayani.
[sunting]Latar
[4]
Belakang
Untuk mengatasi kelemahan pendidikan pastoral yang sangat bersifat akademis-teoretis ini, seorang pendeta dan dua orang dokter di Amerika Serikat memulai suatu model pendidikan pastoral baru, yang kemudian disebut dengan Clinical Pastoral Education (disingkat CPE). [5]
Pendidikan ini bersifat klinis, artinya langsung melibatkan diri dalam kehidupan orang-orang
yang dilayani, jadi dalam pendekatan ini seseorang belajar pastoral pertama-tama dari living human documents (manusia), dan bukan dari buku atau kuliah-kuliah tertentu. [6]
Beberapa tokoh yang pada akhirnya disebut sebagai perintis CPE, antara lain: William S.
Keller, Anton Boisen, dan Richard C. Cabot. [7] Sebenarnya ketiga tokoh tersebut merintis CPEsebagai reaksi atas pendidikan teologi tradisional di Amerika Serikat pada waktu itu yang masih bersifat intelektualistis.[8] Mereka menyadari bahwa mahasiswa-mahasiswa teologi sebenarnya perlu belajar pastoral secara klinis, dan mahasiswa-mahasiswa teologi ini perlu mempelajari pelayanan pastoral dari living human documents dan tidak hanya dari buku atau kuliah-kuliah saja.[9] [sunting]Tujuan
CPE
Tujuan umum CPE sama dengan tujuan pendidikan pastoral pada umumnya, yaitu menyiapkan orang untuk dapat melakukan pelayanan pastoral. [10] CPE ini juga memiliki beberapa tujuan khusus, yaitu:[11] 1.
Menolong orang menyadari identitas pastoralnya
2.
Menolong orang mengembangkan keterampilan pastoralnya
3.
Menolong orang memahami dirinya sendiri
4.
Menolong orang meningkatkan pertumbuhan pribadinya
5.
Menolong orang meningkatkan hubungannya dengan orang lain
6.
Menolong orang meningkatkan hubungannya dengan Tuhan
7.
Menolong orang bekerja bersama dengan orang-orang
dari kelompok profesi yang berbeda
8.
Menolong orang mendapatkan pengetahuan tentang pelayanan pastoral,
khususnya pendampingan pastoral 9.
Menolong orang untuk melakukan refleksi teologi pastoral
[sunting]Program
CPE
Elemen-elemen dasar program CPE, antara lain: : [12]
1.
Pengenalan terhadap program CPE dan orientasi terhadap rumah sakit atau
tempat, di mana para pelayan pastoral akan melayani
2.
Perkunjungan dan percakapan atau konseling pastoral yang dilakukan oleh para
pelayan pastoral 3.
Penulisan verbatim yang dilakukan oleh para pelayan pastoral
4.
Pertemuan kelompok kecil untuk membicarakan verbatim yang telah dibuat
5.
Pertemuan individual dengan supervisor
6.
Seminar tentang pokok-pokok yang berkaitan dengan teologi dan pelayanan
pastoral
7.
Bacaan buku atau artikel-artikel tertentu
[sunting]Situasi
si Sakit
Ada dua situasi dalam menghadapi orang yang sakit, yaitu situasi lahiriah dan situasi batiniah. [13]
[sunting]Situasi
Lahiriah
Mengunjungi dan melayani orang sakit yang dirawat di rumah biasanya akan lebih banyak keuntungannya daripada mengunjungi dan melayani orang sakit di rumah sakit, karena pelayan pastoral bertemu dan dapat mengadakan kontak dengan anggota-anggota lain dar ikeluarga orang yang sakit itu. [14] Akan tetapi mengunjungi dan melayani orang sakit yang dirawat di rumah juga memiliki kesulitan tersendiri, karena kehadiran seorang pendeta atau pelayan pastoral bisa disalahtafsirkan dan disalahgunakan oleh keluarga. [15]Kunjungan dan pelayanan yang dilakukan di rumah sakit juga memiliki kesulitannya tersendiri, bukan karena adanya peraturan dari rumah sakit, tetapi karena situasi di rumah sakit itu sendiri yang memiliki temponya tersendiri, sehingga pelayan pastoral tidak boleh mengganggu tempo tersebut.[16]
[sunting]Situasi
Batiniah
Yang dimaksudkan dengan situasi batiniah adalah situasi orang yang sedang sakit itu sendiri. [17]
Orang yang sakit adalah orang yang merasa dirinya dibuat menjadi pasif, sehingga
memiliki harapan untuk sembuh, dan orang sakit ini memiliki kesulitan fisik serta ketidakstabilan psikis.[18] Orang yang sedang sakit ini bisa saja diibaratkan bahwa orang tersebut sedang mengalami kedukaan, meskipun kedukaan yang dirasakan tidak seperti orang yang mengalami kedukaan saat ditinggal oleh orang yang dikasihinya, karena kedukaan itu seringkali diartikan sebagai penderitaan, dan kata kedukaan ini dapat dikaitkan deengan sesuatu yang kita atau seseorang alami sebagai suatu kerugian.[19] [sunting]Fungsi
Pastoral
Ketika hendak melakukan pelayanan kepada orang sakit, baik yang dirawat di rumah maupun di rumah sakit, maka pelayan pastoral harus memperhatikan dan mengenal terlebih dahulu klien atau pasien yang hendak dikunjungi, karena setiap orang itu unik dan memiliki khas masingmasing, jadi dibutuhkan cara dan metode yang berbeda juga ketika hendak melakukan pastoral. [20]
William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle mengatakan bahwa ada empat fungsi dasar
pastoral yang telah dilakukan disepanjang sejarah gereja, yaitu: menyembuhkan (healing ), menopang (sustaining ), membimbing (guiding ), dan mendamaikan (reconciling ). [21] Kemudian Howard Clinebell menambahkan fungsi yang kelima, yaitu memelihara (nurturing ).[22]
View more...
Comments