Tentir Modul Infeksi Imunologi Sum I Part I
August 22, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Tentir Modul Infeksi Imunologi Sum I Part I...
Description
TENTIR MODUL INFEKSI IMUNOLOGI 2 12
T-02 IMUNOLOGI DASAR Selamat datang di kuliah pertama modul infeksi dan imunologi. Akhirnya setelah bermodulmodul, kuliah pertamanya bukan lagi kuliah anatomi :P. Tapi kuliah ini ga kalah penting lho, judulnya aja basic immunology, penting banget ni sebagai dasar buat memahami kuliahkuliah imun berikutnya. Semangat semuanya! >_< ORGAN DAN JARINGAN LIMFATIK Di tubuh kita terdapat berbagai jaringan dan organ limfatik yang bisa kita klasifikasikan menjadi dua kelompok: primer primer dan sekunder sekunder.. Organ limfatik primer merupakan lokasi pembelahan stem cell menjadi sel imun dan tempat evolusi mereka menjadi sel yang imunokompeten. Yang tergolong ke dalam organ limfatik primer adalah sumsum tulang merah (di merah (di tulang pipih dan epifisis tulang panjang) dan timus timus.. Stem cell di sumsum tulang merah akan berdiferensiasi menjadi sel B yang imunokompeten dan pre-sel T. Si pre-sel T ini harus bermigrasi dulu ke timus supaya bisa jadi imunokompeten kayak sel B. Sedangkan organ limfatik sekunder adalah lokasi di mana respon imun terjadi, contohnya adalah nodus limfa, limpa, dan MALT (Mucosa Associated Lymphoid Tissues). Kedua jenis organ limfatik tersebut berperan penting dalam menimbulkan respon imun apabila terdapat paparan antigen.
Sumatif T-02 Immunologi Dasar
Fitriana Nur Rahmawati T-03 Reaksi Hipersensitivitas
Oviliani Wijayanti T-04 Farmakologi Hipersensitivitas
Nila Purnama Sari T-06 Patogenesis Bakteri & Jamur
Ayesya Nasta Lestari
part T-08 Pemeriksaan Mikrobiologi
Zahra Suhardi T-11 Immunom0dulator & Antipiretik
Lutfie T-12 Patogenesis Demam
Evan Regar T-14 Pendekatan Klinis Demam
Johny Bayu Fitantra
RESPON IMUN Respon imun secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu respon imun bawaan dan adaptif. Respon tersebut merupakan pertahanan tubuh kita untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan dan penyakit.
Imunitas Bawaan (Innate Imunity) Pertahanan pertama dari imunitas bawaan ini terdiri dari hambatan fisik dan kimia eksternal yang diperankan oleh kulit dan membrane mukosa. Tapi kalo pertahanan ini berhasil ditembus imunitas bawaan masih punya pertahanan kedua yaitu imunitas seluler yang terdiri dari fagosit (PMN&MN) dan sel NK serta imunitas humoral yang terdiri dari komplemen dan sitokin. Cara yang digunakan oleh pertahanan kedua ini dalam membasmi antigen-antigen adalah dengan fagositosis dan inflamasi. 1. Imunitas Seluler a. Sel NK Sekitar 5-10% limfosit di darah merupakan sel NK (Natural Killer). Selain itu sel ini juga terdapat di limpa, nodus limfa, dan sumsum tulang merah. Dilihat dar i namanya 1
juga udah ketahuan lah ya kalo sel ini bisa membunuh berbaga i sel yang terinfeksi terinfeksi bahkan juga sel tumor. tumor. Kerja dari sel NK berbeda apabila berhadapan dengan virus dan mikroba. Ketika berhadapan dengan virus, ikatan antara sel NK dan sel targetnya menyebabkan pelepasan granul yang berisi substansi toksik seperti perforin perforin dan granzyme.. Perforin ini akan diinsersi ke membrane plasma sel target, terjadi perforasi granzyme dan akhirnya lisis lisis deh tu si selnya. Kalau granzyme kerjanya membuat si sel target menjadi apoptosis apoptosis.. Apabila berhadapan dengan mikroba (sebelumnya si mikroba harus ditangkep dulu sama makrofag), ikatan sel NK dengan makrofag menyebabkan pelepasan IL-12. IL-12 ini akan menstimulasi sel NK untuk mengeluarkan IFN- γ yang akhirnya membuat makrofag baru mau bekerja untuk membunuh mikroba yang sudah terfagositosis.
2) Pengenalan mikroba oleh fagosit
3) Proses fagositosis serta pembunuhan mikroba secara intraseluler
Aksi sel NK dalam menghadapi virus virus (kiri) dan mikroba (kanan) (kanan)
b. Fagositosis Fagositosis adalah proses memakan mikroba atau partikel lain yang diperankan oleh sel fagosit yaitu netrofil dan makrofag. Proses ini terdiri dari tiga langkah: 1) Rekruitmen dari leukosit ke tempat infeksi
Makrofag jaringan yang memfagosit mikroba akan berusaha memanggil bala bantuan fagosit lain di dalam darah dengan cara mengeluarkan TNF dan IL-1. Sitokin-sitokin tersebut akan meningkatkan ekspresi molekul adhesi di endotel. 2
2. Imunitas Humoral a. Komplemen Sistem komplemen disusun dari kurang lebih 30 protein yang diproduksi di hati dan ditemukan di darah serta jaringan di seluruh tubuh. Protein-protein ini dinamai dengan protein C1 sampai C9. Seluruh protein ini awalnya inaktif dan baru aktif ketika dibelah oleh enzim tertentu menjadi fragmen a dan b. Aktivasi ini bersifat kaskade kaskade artinya satu reaksi akan memicu reaksi lainnya. Selain protein C tadi, ada juga protein komplemen lain yang dinamakan faktor B, D, dan P.
Aktivasi komplemen terjadi melalui tiga jalur: 1) Jalur Klasik Dimulai ketika antibody berikatan dengan antigen, kompleks ini lalu mengikat dan mangaktivasi C1. Secara langsung C3 ikut teraktivasi dan fragmen C3 akan menginisiasi fagositosis, sitolisis, dan inflamasi. 2) Jalur Alternatif Jalur ini tidak melibatkan antibodi, diinisiasi oleh interaksi kompleks lipid dan
Gambar di bawah ini sebenernya sama aja, cuma lebih memperjelas gimana cara kerja komplemen :
karbohidrat di permukaan mikroba dan protein komplemen faktor B, D dan P. Interaksi ini akan mengaktifkan C3. 3) Jalur Lectin Pada jalur ini makrofag yang memakan mikroba akan melepaskan lektin yang nantinya berikatan dengan mannose pada permukaan mikroba sehingga terjadi aktivasi C3. Inti dari ketiga jalur di atas kan mengaktivasi C3, nah setelah C3 ini teraktivasi secara otomatis akan terjadi reaksi kaskade yang berujung pada fagositosis, sitolisis, dan inflamasi. 1) C3 membelah menjadi C3a dan C3B 2) C3b berikatan dengan permukaan mikroba dan reseptor pada fagosit akan lebih mudah mengenali serta menempel pada C3b. Proses ini disebut dengan opsonisasi sehingga opsonisasi sehingga memudahkan terjadinya fagositosis. 3) C3b juga menginisiasi reaksi lainnya yang menyebabkan sitolisis sitolisis.. Pertama, C3b membelah C5, lalu fragmen C5b berikatan dengan C6 dan C7 yang menempel pada membrane plasma mikroba. Setelah itu C8 dan C9 juga ikut berikatan dan bersama-sama membentuk membrane attack complex . Membran ini akan membuat kanal di membrane plasma sehingga terjadi sitolisis karena cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel mikroba. 4) Daritadi kita bahas yang fragmen b mulu ni, fragmen a nya ke mana?? Ternyata baik fragmen C3a maupun C5a sama-sama berikatan dengan sel mast dan memicu pengeluaran histamine.. histamine Histamin ini meningkatkan permeabilitas pembuluh darah selama inflamasi. C5a juga menarik fagosit ke tempat terjadinya inflamasi (kemotaksis).
b. Sitokin Dari gambar di sebelah sebenernya udah cukup jelas sitokin-sitokin apa saja yang berperan dalam imunitas bawaan: 1) IL-12 dikeluarkan oleh makrofag dan memicu sel NK mengeluarkan IFNIFN-γ. γ. 2) IFNIFN-γ γ dikeluarkan sel NK dan memicu aktivasi makrofag 3) TNF, IL-1 dan kemokin dikeluarkan oleh makrofag dan memicu rekruitmen neutrofil.
3
IMUNITAS DIDAPAT (ADAPTIVE IMMUNITY) Imunitas didapat merupakan kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap agen invasive yang spesifik seperti bakteri, toksin, virus, dan benda asing. Substansi yang dikenali sebagai sesuatu yang asing dan memicu respon imun disebut dengan antigen. Imunitas didapat memiliki dua sifat yang membedakannya dari imunitas bawaan: 1. Spesifisitas Spesifisitas untuk antigen termasuk juga kemampuan membedakan molekul diri sendiri dan molekul asing.
Seleksi Klonal Antigen yang masuk ke dalam tubuh biasanya akan berduplikasi sehingga jumlahnya banyak sekali di dalam tubuh bahkan melebihi jumlah sel T dan B. Lalu bagaimana tentaratentara tubuh kita ini bisa menghadapi serangan antigen yang begitu banyak?? Jawabannya adalah seleksi klonal yaitu suatu proses di mana limfosit berploriferasi dan berdiferensiasi sebagai respon paparan antigen spesifik. Seleksi klonal ini terjadi di organ dan jaringan limfatik sekunder makanya sewaktu kita sakit biasanya nodus limfa atau tonsil kita akan
2. Memori untuk Memori untuk antigen yang sebelumnya dihadapi sehingga saat antigen yang sama menyerang, sistem imun ini akan menghadapinya dengan lebih cepat dan hebat.
membesar. Limfosit yang mengalami seleksi klonal ini nantinya akan membentuk dua macam sel yaitu sel efektor dan sel memori. Sel efektor adalah sel yang berperang secara langsung melawan antigen contohnya sel T helper aktif, sel T sitotoksik aktif, dan sel plasma. Sedangkan sel memori ga berperan aktif dalam perang, tapi kalau antigen yang sama masuk lagi ke tubuh dia bisa memicu respon yang lebih kuat dari invasi yang pertama, contohnya sel T helper memori, sel T sitotoksik memori, dan sel B m memori. emori.
Sama seperti imunitas bawaan, komponen imunitas didapat juga terdiri dari imunitas seluler (sel T dan B) dan imunitas humoral (antibodi dan sitokin). Inget kan supaya bisa tumbuh dewasa dan matang sel T harus keluar dulu dari sumsum tulang merah dan pergi ke timus. Nah di timus inilah akan terjadi proses maturasi sehingga sel T bisa berubah menjadi imunokompeten. Terdapat dua tipe sel T yang sudah matur yaitu sel T helper (sel T CD4) dan sel T sitotoksik (sel T CD8).
Antigen, Immunogen dan Hapten Hmm kalau antigen sih pasti semua udah sering denger, tapi kok ada immunogen dan hapten segala ya?? Jadi, antigen (anti (antibody body generator) generator) adalah suatu molekul biologis (gula, lipid, hormone) dalam bentuk makromolekul (protein, polisakarida, fosfolipid) yang berikatan secara spesifik dengan antibody dan reseptor sel T. Kalau immunogen immunogen itu itu suatu substansi makromolekul yang menstimulasi sel B untuk menghasilkan antibody spesifik. Sedangkan hapten hapten adalah suatu molekul kecil yang berikatan dengan makromolekul (sebagai karier) sehingga nantinya dia bisa bersifat sebagai immunogen. Antigen memiliki dua ciri penting yaitu immunogenisitas dan reaktivitas. reaktivitas. Immunogenisitas artinya kemampuan untuk memicu respon imun. Sedangkan reaktivitas adalah kemampuan antigen bereaksi secara spesifik dengan antibody atau sel yang dipicunya. Kalau antigen punya dua ciri di atas dia disebut dengan antigen yang komplit. Sebenarnya tidak semua bagian dari antigen itu memicu respon imun, namun hanya sebagian kecil bagian saja yang disebut dengan epitop epitop.. Major Hisocompatibility Complex Antigens MHC (Human Leukocyte Antigen/HLA) ini merupakan antigen yang berasal dari tubuh kita sendiri, letaknya ada di membrane plasma semua sel (kecuali eritrosit) dan berbeda pada setiap orang (kecuali kembar identik). Lalu buat apa tubuh kita memproduksi antigen? Ternyata MHC ini diproduksi untuk membantu sel T mengenali antigen asing. Terdapat dua tipe MHC, yaitu MHC I yang ada di semua sel kecuali eritrosit dan MHC II yang muncul pada antigen precenting cells (APC).
4
dia akan bermigrasi dari jaringan ke nodus limfa melalui pembuluh limfatik. Proses presentasi antigen eksogen oleh APC terdapat pada gambar di bawah:
APC lalu masuk ke jaringan limfa dan mempresentasikan antigen di dalamnya ke sel T untuk menginformasikan ke sel T bahwa ada b benda enda asing masuk ke dalam tubuh dan aksi perlawanan tubuh segera dimulai. Proses antigen endogen Kebalikan dari antigen eksogen, antigen endogen adalah antigen asing yang berada di dalam sel, misalnya antigen yang berasal dari protein virus yang diproduksi setelah infeksi virus, toxin dari bakteri intraselular, atau protein abnormal yang disintesis dari sel kanker.
Jalur Pemrosesan Antigen Ternyata proses pengenalan sel B dan sel T terhadap antigen itu berbeda. Sel B hanya bisa mengenali dan mengikat antigen di limfa, cairan interstisial dan plasma darah (di luar sel). Sedangkan sel T justru hanya bisa mengenali fragmen protein antigen yang telah diproses dan dipresentasikan oleh MHC (di dalam sel). Proses antigen eksogen Antigen asing yang berada di luar sel disebut dengan antigen eksogen, misalnya bakteri, toxin bakteri, parasit, cacing, pollen yang terhirup, debu, virus yang belum mengifeksi badan sel. Antigen eksogen ini nantinya akan dipresentasikan oleh sel bernama antigen presenting cell (APC (APC). ). APC terdiri dari sel dendritik, makrofag, dan sel B. APC tersebut biasanya bertugas di daerah-daerah rawan tempat masuknya antigen sepertii epidermis dan dermis kulit (Langerhans), membran mukosa di traktus respiratori, gastrointestinal, traktus urinari, traktus reproduksi, dan nodus limfa. Setelah APC ini bertemu dan mengikat antigen,
5
Imunitas Selular Kebanyakan sel T berada dalam bentuk inaktif dan baru aktif ketika reseptor antigen yang berada di permukaan sel T /T-cell reseptor (TCR s), mengenali dan mengikat fragmen antigen asing spesifik yang dipresentasikan oleh kompleks antigen-MHC antigen-MHC.. Pengenalan antigen juga dibantu oleh protein permukaan sel T, yaitu protein CD4 atau CD8 (koreseptor). Pengenalan antigen oleh TCR dengan protein CD4 atau CD8 adalah sinyal pertama dalam aktivasi sel T. Namun, Sel T akan teraktivasi hanya jika dia berikatan
b) Alternatif lainnya, sel T sitotoksis melepaskan dua protein yang berasal dari granulnya yaitu perforin dan granulisin.. Perforin berfungsi untuk granulisin membuat channel di membran sel target, sehingga cairan ekstraselular masuk ke sel target dan menyebabkan
dengan atigen asing dan pada saat yang bersamaan menerima sinyal kedua, yang dikenal dengan proses kostimulasi. Ada lebih dari 20 kostimulator, beberapa diantaranya adalah sitokin, seperti IL2.
sitolisis. Sedangkan granulisin berfungsi untuk menghancurkan mikroba dengan membuat lubang di membran plasma.
Aktivasi Sel T Helper Kebanyakan dari sel T yang mempunyai CD4 berkembang menjadi sel T helper, sehingga dikenal dengan sel T CD4. Sel T helper yang inaktif mengenali fragmen antigen eksogen yang berasosiasi dengan molekul MHC II pada permukaan APC. Melalui bantuan protein CD4, sel T berinterakasi satu sama lainnya, kostimulasi beralangsung, dan sel T helper teraktivasi. Aktivasi Sel T Sitotoksik Untuk sel T yang memiliki CD8 akan berkembang menjadi sel T sitotoksik, sehingga dikenal dengan sel T CD8. CD8 . Sel T sitotoksik mengenali komplek antigen MHC I pada permukaan dari badan sel yang terinfeksi, beberapa sel tumor, dan sel dari jaringan transplan. Pengenalan ini memerlukan TCR dan protein CD8 yang mempertahankan ikatan dengan MHC-I. Untuk mengaktifkan sel T sitotoksik membutuhkan kostimulasi oleh IL-2 atau sitokin lainnya yang diproduksi oleh sel T helper yang aktif yang telah berikatan dengan antigen yang sama. Untuk memaksimalkan aktivasi dari sel T sitotoksik dibutuhkan presentasi antigen dengan molekul MHC-I dan MHC-II. Sel T sitotoksik dalam menghancurkan sel target yang telah terinfeksi melalui dua mekanisme, yaitu : a) Sel T sitotoksik menggunakan reseptor yang ada dipermukaannya dan mengikat sel target yang terinfeksi yang mengandung antigen mikroba yang berada pada permukaanya. Sel T sitotoksik mengeluarkan granzim, protein enzim yang menginisiasi apoptosis
Imunitas Humoral Aktivasi sel B dimulai dengan ikatan antigen dengan reseptor sel B (BCR s). Tadi udah dijelasin kan kalau si sel B ini bisa mengenali dan berikatan dengan antigen yang ada di luar sel, namun ternyata respon sel B akan lebih dahsyat kalo si antigen tadi diproses dulu. Proses antigen di sel B terjadi melalui beberapa cara, yaitu antigen masuk ke dalam sel B, dan dihancurkan menjadi fragmen peptida dan berkombinasi dengan MHC II, dan dipindahkan ke membran plasma sel B. Sel T helper mengenali kompleks antigen-MHC II dan membawa kostimulasi yang diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi sel B. Sel T helper memproduksi IL-2 dan sitokin lainnya yang berfungsi sebagai kostimulasi untuk mengaktivasi sel B. Sekali teraktivasi, sel B akan membentuk colonal selection. Sebagai hasilnya adalah formasi dari klon sel B yang terdiri dari sel plasma dan sel B memori. Sel plasma mensekresikan antibodi. Pada beberapa hari setelah terpajan antigen, sel plasma mensekresi ratusan sampai jutaan antibodi setiap harinya selama 4-5 hari, sampai sel plasma mati. Kebanyakan antibodi berjalan di dalam limfa dan darah ke tempat invasi. IL-4 dan IL-6 juga memproduksi sel T helper yang menginduksi proliferasi, diferensiasi sel B di dalam sel plasma, dan mensekresikan antibodi oleh plasma. Antigen yang berbeda menstimulasi sel B yang berbeda berkembang menjadi sel plasma dan sel B memori. Semua sel B hanya bisa mensekresikan satu jenis antibodi yang sejenis dengan reseptor antigen yang sesuai dengan respon pertama sel B. Antibodi yang diproduksi oleh klon sel plasma masuk ke dalam sirkulasi dan membentuk kompleks antigen-antibodi dengan antigen yang menginisiasi peroduksinya.
6
Antibodi Antibodi merupakan suatu glikoprotein spesifik atau disebut dengan immunoglobulin/Ig (gamma globulin) globulin) yang berikatan dengan antigen serta komplemen. Kebanyakan Ig memiliki 4 rantai polipeptida, dua merupakan rantai berat (H) dua lainnya merupakan rantai ringan (L). Kedua jenis rantai ini dihubungkan dengan rantai disulfide (S-S). Ujung dari masingmasing rantai merupakan area tempat ikatan antigen (lihat gambar), sedangkan bagian lainnya disebut dengan bagian konstan. Ada juga yang dinamakan Fc receptor, bagian ini merupakan tempat ikatan antibody dengan reseptor. Bagian konstan dari rantai H berbeda dari satu kelas antibody dengan kelas lainnya makanya kita bisa membedakan IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE.
Antibodi ini memiliki 5 fungsi antara lain:
a. Netralisasi Antigen Antigen Netralisasi toksin bakteri dan mencegah penempelan virus ke sel. b. Opsonisasi dan Fagositosis Mikroba Mikroba Antibodi akan berikatan dengan antigen supaya fagosit lebih mudah mengenali dan menghancurkan antigen tersebut.
c. Antibody Dependent Cellular C ytotoxicity Antibodi akan menempel pada sel yang mengekspresikan antigen di permukaannya/parasit lalu akan mengundang sel Nk maupun eosinofil untuk membunuh sel/parasit tersebut.
7
d. Aktivasi Komplemen Komplemen Sama dengan fungsi komplemen yang sudah dijelaskan di sistem imun bawaan Sitokin Sitokin yang banyak berperan dalam sistem imun adaptif ini antara lain IL-2, IL-4, IL-5, IFNIFN-γ. γ. Untuk fungsifungsi-fungsinya sepertinya sudah sangat dijelaskan di dalam gambar :‟)
Imunitas Bawaan dan Adaptif terhadap Virus
Pada imunitas bawaan, sel yang terinfeksi oleh virus akan mengeluarkan interferon tipe 1 (alfa dan beta). IFN tersebut akan berikatan dengan sel lain yang belum terinfeksi dan menginduksi sintesis protein antivirus yang mengganggu replikasi virus. Selain itu sel yang terinfeksi virus juga akan mengundang sel NK untuk dihancurkan. Pada imunitas adaptif, proteksi sel yang belum terinfeksi terjadi melalui peran antibody (inget kan fungsi netralisasi dari antibody). Selain itu sel yang terinfeksi juga mengundang sel sitotoksik.
8
RESPON IMUN PRIMER DAN SEKUNDER Respon imun mempunyai suatu kekhasan yaitu adanya memori terhadap antigen spesifik yang telah memicul respon imun di masa lampau. Salah satu cara untuk mengukur memori immunologis ini adalah dengan menggunakan titer antibody. Ketika kontak pertama dengan antigen terdapat sedikit peningkatan titer antibody, yang pertama muncul adalah IgM dan diikuti IgG, lalu keduanya akan menurun. Ini disebut dengan respon primer. Ketika terdapat paparan antigen yang sama titer antibody akan naik melebihi respon primer dan terutama tersusun oleh IgG. Respon ini disebut dengan r espon sekunder.
Hwaaa akhirnya selesai jugaa… Semoga bisa membantu ya teman -teman -teman
Daftar pustaka : 1. Slide Kuliah Imunologi Dasar 2. Tortora [Fitriana Nur Rahmawati]
T-03 IMMUNOPATOLOGI REAKSI HIPERSENSITIVITAS Heiho! Kali ini kita akan membahas tentang reaksi hipersensitivitas. Yak, sebelum masuk ke hipersensitivitas, mari kita review sebentar sebentar mengenai sistem imun (lebih lengkapnya ada di Imunologi Dasar PK). Tancap! KOMPONEN SISTEM IMUN Sistem imun adalah prajurit pelindung tubuh kita; alias jaringan, organ, dan proses fisiologis yang bertugas mengidentifikasi substansi asing/abnormal dan mencegah kerusakan yang mungkin ditimbulkannya. Mekanismenya ada yang nonspesifik dan spesifik. Komponen yang berperan dalam masing-masing mekanisme pun berbeda, walaupun bisa overlap juga. Bersamaan dengan imunitas spesifik, terdapat fungsi memori memori untuk mempersiapkan tubuh melawan reinfeksi. Imunitas nonspesifik (natural/innate immunity ) adalah pasukan siap-siaga berprinsip “senggol--bacok”, artinya siapapun pendatang yang mencurigakan akan disosor tanpa “senggol tedeng aling-aling. Komponennya meliputi barrier epitel, surfaktan paru, fagosit (netrofil dan makrofag), sel dendritik, sel NK, dan sistem komplemen. Sementara itu, imunitas spesifik (acquired/adaptive immunity ) cenderung lebih jaim pada jumpa pertama. Jika antigen datang untuk kedua kali dan seterusnya, baru ia angkat senjata. Komponen imunitas spesifik terdiri dari limfosit dan produknya, termasuk antibodi. Imunitas spesifik terdiri atas 2 tipe, yaitu imunitas humoral (dimediasi sel B dan antibodi, melawan mikroba ekstraselular dan toksin) dan imunitas selular (dimediasi sel T, melawan mikroba intraselular). Dalam pelaksanaannya, monosit/makrofag dan sel dendritik berperan dalam imunitas nonspesifik maupun humoral. Sel dendritik merupakan antigen-presenting cells (APC) terpenting. Makrofag juga berperan sebagai APC, di samping peran utamanya untuk fagositosis. Di slide ada pula peran-peran komplemen dan antibodi. Untuk lengkapnya silakan lihat di PK Imunologi Dasar supaya pengetahuannya lebih sistematis (karena bahasan di slide PA hanya sekilas dan kurang lengkap). IMUNOPATOLOGI Ketika para prajurit imun terusik, mereka justru dapat menyerang tuannya sendiri. Gangguan keseimbangan mekanisme imun menimbulkan kelainan, disebut imunopatologi. Terdapat 3 kategori utama, yaitu hipersensitivitas hipersensitivitas,, imunodefisiensi imunodefisiensi,, dan penyakit autoimun.. autoimun Bahasan kita kali ini, yaitu hipersensitivitas hipersensitivitas,, adalah respon berlebihan dan tidak pada tempatnya terhadap antigen spesifik setelah pajanan berulang hingga menimbulkan kerusakan jaringan. Secara umum, hipersensitivitas disebabkan ketidakseimbangan aktivitas efektor sistem imun dengan mekanisme kontrolnya. Baik antigen eksogen maupun endogen dapat mencetus reaksi ini. Penyakit hipersensitivitas kerap dihubungkan dengan faktor genetik, misalnya gen HLA.
9
Terdapat 4 tipe hipersensitivitas. Berikut gambaran umumnya: Tipe
I
II
III
IV
Ig/Limfosit
IgE
Patogenesis IgE + antigen berikatan dengan sel Mast degranulasi histamin relaksasi otot polos kapiler (vasodilatasi), konstriksi otot polos saluran napas (bronkokonstriksi)
Penyakit
Urtikaria, asma, syok
Hipersensitivitas
Anafilaktik
Mediator yang berperan meliputi:
IgG, IgM
Antibodi bereaksi dengan antigen membran aktivasi komplemen, rekruitmen leukosit lisis membran
Ketidakcocokan golongan darah (transfusi)
Sitotoksik tergantung antibody (ADCC)
IgG, IgM
Antibodi mengikat antigen partikel larut kompleks imun di sirkulasi deposit aktivasi komplemen, rekruitmen leukosit lisis membran
Penyakit serum, glomerulonefritis akut, SLE
Kompleks imun
Tes Mantoux, tuberkel
Tipe lambat
Limfosit T
Antigen menstimulasi CD4 sitokin aktivasi CD8 aktivasi makrofag nekrosis,
Sel Mast dan basofil (terutama sel Mast) memiliki reseptor FcεRI yang berafinitas tinggi terhadap porsi Fc IgE. IgE yang diproduksi massal tadi akan melekat pada permukaan sel Mast. Antigen multivalen berikatan dengan beberapa IgE di sekitarnya, membentuk ikatan silang (crosslink (crosslink ) antarreseptor. Ikatan ini mencetus transduksi sinyal, memicu perubahan stabilitas membran, degranulasi mediator, serta pembentukan mediator baru oleh sel Mast.
sebukan limfosit, histiosit (epiteloid), datia
HIPERSENSITIVITAS TIPE I: Anafilaksis/alergi/ Anafilaksis/alergi/immediate immediate type Reaksi hipersensitivitas tipe I terjadi cepat dalam beberapa menit setelah kontak berulang dengan antigen tertentu. Reaksi ini dikomandani sel TH2, IgE, IgE, dan sel Mast. Mast. Berdasarkan lokasinya: - Sistemik : setelah injeksi alergen/sengatan lebah, dapat menimbulkan syok; - Lokal Lokal:: di jalur masuk antigen (kontak/inhalasi/digesti); menimbulkan wheal (semacam lepuhan), urtikaria, rhinitis alergi, konjungtivitis, asma bronkial, diare, atau gastroenteritis alergi. Patogenesis hipersensitivitas tipe I adalah sebagai berikut. Saat pajanan pertama, alergen dipresentasikan oleh sel dendritik kepada sel T helper CD4 naif (sel perawan yang belum tersensitisasi). Sel T helper kemudian kemudian menghasilkan sitokin IL-4 dan berdiferensiasi menjadi sel TH2. Sel TH2 kemudian menghasilkan sitokin IL-4, IL-5, dan IL -13 dengan fungsi sbb: - IL-4 IL-4 merangsang sel B untuk menghasilkan IgE dan mendukung proliferasi lebih banyak sel TH2; - IL-5 IL-5 mengaktifkan mengaktifkan eosinofil; - IL-13 IL-13 meningkatkan produksi IgE dan menstimulasi sel epitel untuk menyekresi mukus.
- Primer (preformed mediator yang tersimpan dalam granul sel Mast) Mast) o Amin vasoaktif, khususnya histamin.. histamin Berefek kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas vaskular, dan peningkatan produksi mukus; mukus; o Enzim Enzim,, meliputi protease netral (kimase, triptase) dan hidrolase asam. Menyebabkan kerusakan jaringan, produksi kinin, dan aktivasi komplemen; komplemen; o Proteoglikan Proteoglikan,, meliputi heparin dan kondroitin sulfat. Berfungsi menyimpan amin ke dalam granul. granul. o
kemotaktik , Agen meliputi eosinophil chemotactic factor (ECF) dan neutrophil chemotactic factor (NCF). (NCF). - Sekunder (dipicu aktivasi fosfolipase A 2 dalam kaskade asam arakidonat) arakidonat) o Leukotrien Leukotrien.. LC4, dan LD4 sebagai agen vasoaktif dan spasmogenik poten, LB 4 sebagai agen kemotaktik untuk netrofil, eosinofil, monosit; monosit; o Prostaglandin D, mediator yang paling banyak diproduksi. Menyebabkan D, bronkospasme dan peningkatan sekresi mukus; mukus; o Platelet-activating factor (PAF) (PAF),, menyebabkan agregasi platelet, pelepasan histamin, bronkospasme, peningkatan permeabilitas vaskular, vasodilatasi,
10
rekruitmen netrofil dan eosinofil, juga dalam kadar tinggi mengaktifkan sel radang. Produksi PAF diinduksi fosfolipase A, tetapi PAF bukan produk metabolisme asam arakidonat. arakidonat. Efek-efek mediator di atas terangkum dalam gambar berikut:
Reaksi hipersensitivitas tipe I dibagi menjadi 2 fase, yaitu: - Reaksi awal/cepat awal/cepat,, terjadi dalam 5-30 menit setelah pajanan dan menghilang dalam 60 menit. Ditandai vasodilatasi, kebocoran vaskular, sekresi glandular, dan spasme otot polos. IgE meningkat tajam kemudian t urun; - Reaksi lanjut lanjut,, terjadi 2-24 jam kemudian dan dapat membutuhkan berhari-hari untuk pulih. Ditandai infiltrasi eosinofil, netrofil, basofil, monosit, dan sel T CD4+, serta kerusakan jaringan (biasanya epitel mukosa). IgE yang sempat turun di akhir reaksi awal meningkat lagi, tetapi tidak sebanyak reaksi awal. Reaksi hipersensitivitas tipe I inilah yang berperan dalam alergi terhadap tungau debu, makanan, dan sebagainya.
HIPERSENSITIVITAS TIPE II: Antibody-mediated II: Antibody-mediated type Reaksi hipersensitivitas tipe II merupakan reaksi antibodi terhadap antigen di permukaan sel/jaringan. Antibodi yang bertanggung jawab dalam peristiwa ini adalah IgG dan IgM. IgM. Antigen dapat agen intrinsik (komponen membran sel/matriks) ataupun ekstrinsik (misalnya metabolit obat yang diadsorbsi membran sel/ matriks). Ada 3 mekanisme terjadinya kerusakan jaringan/disfungsi selular dalam reaksi hipersensitivitas tipe II, yaitu:
-
Complement-dependent reaction . Mekanisme dasarnya adalah opsonisasi opsonisasi dan fagositosis. Opsonisasi (pembungkusan mikroba oleh protein imun untuk memudahkan fagosit mengenalinya) diperantarai IgG. IgG. Fagosit (netrofil, monosit) memiliki FcγRI, reseptor berafinitas tinggi terhadap porsi Fcγ dari IgG. Selain itu, IgM dan IgG pada permukaan sel mengaktivasi sistem komplemen, khususnya C3 dan C4, via jalur klasik. Produk aktivasi ini, terutama C3b, juga merupakan opsonin. Pengenalan opsonin ini menginduksi fagositosis. Ditambah lagi, aktivasi komplemen membentuk membrane attack complex yang merusak integritas membran dwilapis lipid sehingga menyebabkan lisis osmotik sel. Contoh penyakitnya antara lain reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik autoimun, purpura trombositopenik, dan reaksi obat. obat.
11
-
-
Antibody-dependent cytotoxicity (ADCC) (ADCC) diperantarai oleh sel NK, di samping efektor lain seperti monosit, netrofil, dan eosinofil. ADCC berperan terhadap antigen besar seperti parasit, tumor solid, dan cangkokan/transplantasi. Sel-sel efektor, khususnya sel NK, memiliki reseptor CD16 untuk mengikat domain Cγ2 dan Cγ3 porsi Fc IgG. Lisis sel terjadi tanpa fagositosis. fagositosis. Anti-receptor antibody . Yang satu ini cukup unik karena menyebabkan disfungsi selular tanpa kerusakan struktural. Contohnya dapat kita lihat dalam miastenia gravis
Sementara itu, patogenesis reaksi sistemik terbagi menjadi 3 tahap sebagai berikut: - Pembentukan kompleks imun. imun. Sekitar 1 minggu setelah antigen masuk, terbentuk antibodi spesifik yang lalu dilepaskan ke sirkulasi. Antibodi berikatan dengan antigen yang masih ada di sirkulasi dan membentuk kompleks imun; imun; - Deposisi kompleks imun. imun. Predileksinya antara lain glomerulus, sinovial, pleksus koroid, dan korpus siliaris. Kalau dilihat, semua lokasi tersebut mengandung banyak kapiler dan terjadi filtrasi plasma untuk menghasilkan cairan. Dengan demikian,
dan penyakit Graves. Pada miastenia gravis, antibodi antireseptor asetilkolin menghambat transmisi neuromuskular sehingga menyebabkan kelemahan otot. Pada penyakit Graves, antibodi antireseptor TSH menghambat pengikatan TSH pada reseptornya sekaligus menginduksi sel epitel kelenjar tiroid sehingga mengakibatkan hipertiroidisme. hipertiroidisme.
kompleks imun pun mudah “tersangkut” di dinding vaskular. Saat kadar antigen dan antibodi mencapai titik imbang dalam sirkulasi, presipitasi kompleks imun mencapai puncak. Deposisi dipengaruhi pula oleh berbagai faktor lain, di antaranya ukuran kompleks imun, muatan elektrik, afinitas jaringan, dan faktor hemodinamik. Kerusakan jaringan. jaringan. Sekitar 10 hari setelah antigen masuk, muncul reaksi radang akut yang ditandai demam, urtikaria, arthralgia, pembesaran nodus limfe, dan proteinuria. Secara patologi anatomis, ditemukan vasodilatasi, edema, dan nekrosis yang didalangi komplotan fagosit, platelet, komplemen, dan faktor Hageman (faktor XII dalam kaskade pembekuan darah). darah).
Jika antibodi terdeposisi di jaringan tetap (bukan di sel) seperti membran basal atau matriks ekstraselular, terjadi inflamasi inflamasi yang menyebabkan cedera jaringan. Deposit antibodi mengaktifkan sistem komplemen, yang lalu menghasilkan: - Agen kemotaktik (terutama C5a) rekruitmen leukosit pelepasan substansi proinflamasi (prostaglandin, agen kemotaktik, peptida vasodilator) dan enzim lisosomal (protease, ROS) inflamasi dan cedera jaringan; - Anafilatoksin Anafilatoksin (C3a, (C3a, C5a), berperan meningkatkan permeabilitas vaskular. vaskular. Penyakit yang didasari inflamasi ini antara lain glomerulonefritis (sindrom Goodpasture).
-
Contohnya paling jelas terlihat pada penyakit serum akut.
HIPERSENSITIVITAS TIPE III: Immune complex-mediated Hipersensitivitas tipe III adalah reaksi oleh kompleks imun yang mengaktivasi komplemen dan mediator dalam serum sehingga merusak jaringan. Pelakunya adalah IgG dan IgM yang berikatan dengan antigen di sirkulasi, membentuk kompleks imun. imun. Berdasarkan lokasinya, kompleks imun digolongkan menjadi: - -
Bersirkulasi.. Kompleks imun berenang-renang dalam pembuluh darah dan Bersirkulasi cenderung tidak menimbulkan efek; efek; Terdeposit.. Kompleks imun terdeposit di dinding pembuluh darah jaringan. Kalau Terdeposit yang ini efeknya jelas, antara lain vaskulitis, nekrosis fibrinoid, dan infiltrasi sel radang.
Reaksi hipersensitivitas tipe III dapat berlangsung lokal maupun sistemik. Reaksi lokal (Arthus) menimbulkan area nekrosis jaringan terlokalisasi, umumnya di kulit. Contohnya dapat dilihat ketika antigen disuntikkan secara intrakutan kepada pejamu yang telah tersensitisasi. Antigen akan berdifusi ke dinding vaskular lokal dan diikat antibodi. Presipitasi ini memicu timbulnya nekrosis fibrinoid dan trombosis yang dapat berujung pada iskemi lokal.
Reaksi hipersensitivitas tipe III dibedakan menjadi bentuk akut jika disebabkan pajanan antigen tunggal dalam dosis besar (misalnya pada penyakit serum akut dan glomerulonefritis pascainfeksi streptokokus) serta kronik kronik jika jika disebabkan pajanan antigen berulang/berkepanjangan (misalnya pada SLE).
12
Membran basal glomerulus tampaknya merupakan lokasi favorit. Ayo kita tengok apa saja yang bisa terjadi di sini:
HIPERSENSITIVITAS TIPE IV: Delayed/Cellular Yeah, akhirnya sampai ke bahasan terakhir! Hipersensitivitas tipe IV adalah reaksi oleh sel T tersensitisasi yang kemudian menyekresikan mediator hingga menimbulkan kerusakan jaringan. Dari definisinya, jelaslah bahwa tersangka tunggalnya adalah limfosit T. T. Limfosit T ini ternyata aktor bermuka 2, bisa menjadi helper maupun killer . Yang lebih sering tampil adalah sel T helper (CD4+) (CD4+) yang menganut asas “tut wuri handayani”, alias membantu pembunuhan dari belakang dengan mempersenjatai fagosit. Sel T CD4+ kerap menjadi penyebab penyakit inflamasi kronik. Sementara itu, sel T sitotoksik (CD8+) lebih (CD8+) lebih frontal dan membunuh dengan kekuatan sendiri. Korbannya biasanya adalah sel terinfeksi virus atau sel tumor. Reaksi sel T CD4+ menginduksi delayed-type hypersensitivity (DTH) dan inflamasi imun. Pelakunya adalah duo sel T H1 dan TH17. Kronologi kejadiannya adalah sebagai imun. berikut: - Pertemuan pertama: sel T CD4+ naïf mengenali peptida antigen yang dipresentasikan sel dendritik (APC) dan menghasilkan IL-2 IL-2 untuk untuk memproliferasi sel T. Sitokin yang dihasilkan APC menentukan arah diferensiasi sel T H. IL-12 IL-12 menginduksi diferensiasi menjadi T 1 dan IFN-γ IFN-γ membantu perkembangannya. IL-1 IL-1,, H IL-6,, dan IL-23 IL-6 IL-23 berkerja sama dengan TNFTNF-β β (diproduksi banyak jenis sel) menstimulasi diferensiasi menjadi sel T H17. Beberapa sel berdiferensiasi menjadi pool sel T memori. Sampai sini hubungan sel T-antigen masih mesra. - Pajanan berikutnya, sel T menjadi galak: sel TH1 mengenali peptida antigen dan menyekresi sejumlah sitokin, terutama IFNIFN-γ γ untuk mengaktivasi makrofag. Makrofag ini dipersenjatai dengan kemampuan fagositosis yang meningkat, ekspresi MHC-II yang lebih banyak, serta pengeluaran sitokin seperti TNF, IL-1, kemokin (proinflamasi) dan IL-2 (umpan balik positif ke TH1) yang lebih poten. - Di lain pihak, jika sel TH17 17 yang teraktivasi, mereka akan mendatangkan netrofil (dan monosit) via sitokin IL-17, IL-22, dan kemokin. Pasukan leukosit ini akan mencetus inflamasi. Di samping itu, T H17 juga menghasilkan IL-21 IL-21 untuk mengamplifikasi respon dirinya sendiri.
Kalau kita lihat, antigen yang nantinya diikat antibodi itu bisa berasal dari jaringan sendiri (contohnya pada sindrom Goodpasture), membentuk sistem imun dulu di sirkulasi baru tersangkut, atau nancep di jaringan dulu baru diikat. Penyakit yang melibatkan glomerulus dan dibahas di slide adalah glomerulonefritis akut (GNA) pascastreptokokal. Biasanya terjadi 1-3 1-3 minggu pascainfeksi streptokokus β-hemolitik β -hemolitik golongan A subtipe 1 dan 4 pada anakanak. Pemeriksaan serum ASTO (antistreptolisin titer O) meningkat, sedangkan kadar C3 menurun karena sudah banyak diaktivasi oleh kompleks imun menjadi C3a dan C3b.
Secara morfologis, DTH menunjukkan gambaran akumulasi sel MN (sel T CD4+ dan makrofag) di sekitar venula (perivascular (perivascular cuffing ). ). Pada antigen persisten (>2-3 minggu), infiltrat perivaskular didominasi (pooling ( pooling ) makrofag yang dapat mengalami perubahan morfologis menjadi sel epiteloid. Familiar? Yap, kita sedang membicarakan inflamasi granulomatosa dengan gambaran khasnya, granuloma granuloma.. Penyakit DTH yang ngetop, apa coba? Ya, tentu saja TB. M. tuberculosis merupakan parasit obligat intraselular dalam makrofag. Antigennya adalah dinding lipid (mikosida) yang berperan sebagai ajuvan kuat. Ia merangsang sel T untuk menghasilkan TNF dan IFN-γ IFN- γ untuk merekrut monosit ke jaringan. Monosit di jaringan (alias makrofag/histiosit) lalu membentuk sel epiteloid dan akhirnya membentuk granuloma seperti cerita di atas.
13
Lastly , kita punya reaksi sel T CD8+ yang menginduksi cell-mediated cytotoxicity . Sel T sitotoksik yang tersensitisasi melepaskan kompleks mediator dari dalam granul. Mediator tersebut antara lain perforin perforin,, granzim granzim,, protein serglisin serglisin,, dan ligan Fas. Fas. Perforin memfasilitasi pelesapan granzim dari kompleks. Granzim sendiri adalah protease yang bertugas mengaktifkan kaspase sehingga menginduksi apoptosis sel target. Ligan Fas adalah homolog TNF yang akan mengikat Fas pada sel target dan menginduksi apoptosis juga. Di samping itu, sel T CD8+ juga menghasilkan sejumlah sitokin, terutama IFNIFN-γ γ, yang menginduksi inflamasi.
T-04 FARMAKOLOGI OBAT PADA REAKSI HIPERSENSITIVITAS Kuliah yang dibawakan singkat, jelas dan padat ini sebenarnya lebih enak dihafal dengan membaca slide, tapi bagi yang ingin penjelasan lebih lanjut silahkan membaca tentir ini. Obat yang digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitvitas ini antara lain : 1. Antihistamin 2. 3. 4. 5.
Adrenalin Glukokortikoid Sodium cromoglicate & nedocromil Seotonin(baik agonis maupun antigonis)
Keterangan : I. ANTIHISTAMIN we talk about histamine first. Histamin didapatkan pada banyak jaringan, memiliki efek fisiologis dan patologis yang kompleks melalui berbagai subtipe reseptor dan sering kali dilepaskan setempat, oleh karena itu disebut juga sebagai autakoid (hormone lokal), contoh autakoid lainnya ialah serotonin, prostaglandin, peptide endogen dan leukotrien. Pada awal abad ke 19, histamine dapat diisolasi dari jaringan hati dan paru segar. Histamin dapat ditemukan pada berbagai jaringan makanya diberi nama histamin(histos=jaringan). Histamin merupakan amin biogenik ketilamin, didapatkan pada tanaman maupun jaringan hewan serta merupakan komponen dari beberapa racun dan sekret sengatan binatang. Histamin dibentuk dari asam amino L-histidin dengan cara dekarboksilasi oleh enzim histidin dekarboksilase, dan memerlukan piridoksat fosfat sebagi kofaktor. Histamin merupakan mediator yang penting pada : segera(immediate hypersensitivity) dan reaksi inflamasi, sekresi asam - Reaksi alergi tipe segera(immediate Referensi: 1. Slide kuliah Imunopatologi dr. Endang SR. 2. Robbins edisi 10. 3. Abbas edisi 5. --oOo---oOo------oOo---oOo------oOo---oOo------oOo---oOo---oOo------oOo---oOo-----oOo---oOo------oOo---oOo------oOo---oOo------oOo------oOo---oOo------oOo---oOo-oOo---oOo- YAY selesai! Terima kasih kepada dr. Endang SR atas kuliahnya yang mencerahkan, juga kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktunya membaca. Semoga ilmunya bermanfaat. Mohon maaf atas semua kekurangan/kekeliruan. Ditunggu masukan/kritik/saran/koreksinya. Semangat di station selanjutnya! [Oviliani Wijayanti]
lambung, dan sebagai neurotransmitter dan neuromodulator. Dimana disimpannya? Histamin disimpan dalam bentuk terikat tidak aktif sebagai kompleks dalam granula sekretori pada : sel mast dan basofil. basofil . Histamin non-sel mast didapatkan mast didapatkan dari otak , dimana histamin berfungsi sebagai neurotransmitter dalam berbagai fungsi otak (ex:control neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, regulasi panas, dan arousal . Hitamin juga disimpan dan dilepaskan sel seperti enterokromafin di bagian fundus lambung yang berfungsi untuk mengaktivasi sel parietal mukosa lambung untuk lambung memproduksi asam lambung. Histamin juga terdapat dalam jumlah besar di sel epidermis dan mukosa usus. usus. Ada isitilah turn over (laju malih), yaitu lama waktu mulai dari pengosongan sampai granul terisi histamin kembali. Ex: Kalau turn over nya lambat, apabila terjadi penglepasan histamin(pengosongan) maka baru setelah beberapa minggu dapat terisi
14
kembali, contohnya histamin yang disimpan dalam sel mast dan basofil tadi. Sedangkan histamine yang disimpan di sel epidermis dan mukosa usus mempunya turn over yang cepat.
Efek Histamin Sistem saraf
Kapan dilepas?? Yaitu jika ada reaksi imunologi, zat kimia dan proses fisik seperti mekanik te rmal, termal atau radiasi. Contoh zat kimia yang bersifat antigenik sehingga merangsang pelepasan histamin antara lain beberapa surface active agents, ex. Deterjen, garam empedu; racun dan endotoksin; media kontras,morfin, tubokurarin dll. Sedangkan akibat proses fisik contohnya dapat dilihat pada cold urticaria & solar urticaria. Pada beberapa orang, pendinginan dapat menyebabkan kemerahan lokal, flare, gatal2 dan edema.
Kardivakular
Reseptor Histamin Histamin Sekarang kita berbicara tentang reseptor histamin. Ada 4 tipe reseptor tipe reseptor histamin yang penjelasannya diringkas dalam tabel di bawah ini.
Otot Polos Bronkus Otot Polos
Aktivasi H1 di H1 di ujung saraf sensoris nyeri & gatal Aktivasi H3 di H3 di beberapa daerah di otak menghambat umpan balik pada beberapa sistem organ, ex. Mengurangi pelepasan transmitter baik histamine, norepinefrin, serotonin, dan asetilkolin Vasodilatasi(H1&H2 Vasodilatasi( H1&H2)) BP , kemerahan dan panas diwajah, sakit kepala. Pada dosis tinggi hipotensi syok Permeabilitas Kapiler (H1) (H1) permeabilitas kapiler protein dan cairan plasma keluar ke ekstrasel edema & urtikaria Tripel Response 3 tanda khas jika histamine disuntikkan intradermal pada manusia red spot (bercak merah setempat), flare (kemerahan (kemerahan lebih terang dengan bentuk tidak teratur dan menyebar ±1-3 cm disekitar bercak awal, wheal (edema setempat) Jantung kontraksi , frekuensi denyut jantung , dan automatisitas jantung sehingga pada dosis tinggi dapat menyebabkan aritmia. H1 Kontriksi, H2 dilatasi Pada orang sehat bronkokonstriksi akibat histamin t idak begitu nyata, tapi pada pasien asma bronchial dan penyakit paru lain efek ini sangat jelas H1 Kontraksi
(peristaltik usus ) diare
GIT
Otot Polos Organ lain
Iris & traktus genitourinarius : kurang dipengaruhi Pada uterus manusia : tidak menimbulkan efek oksitosik yang berarti Histamin juga meningkatkan sekresi kelenjar lliur, pancreas, bronkus dan air mata tapi umumnya efek ini lemah dan tidak tetap
Kelenjar Eksokrin
H2
sekresi asam lambung
Antihistamin Antihistamin Sewaktu diketahui bahwa histamine memengaruhi banyak proses fisiologik dan patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagoniskan efek histamine. 1. Antagonis Reseptor H1(AH1) 2 Tipe Generasi 1 sedating mempunyai efek sedative(menyebabkan ngantuk) Generasi 2 nonsedating tidak menyebabkan ngantuk
Reseptor H1,H2, dan H3 termasuk golongan G-protein couple receptor . Pada otak, reseptor H1 dan H2 terletak pada membrane membrane pascasinaptik dan reseptor H3 terutama prasinaptik. Sedangkan reseptor H4 masih terus dalam penelitian.
15
Indikasi AH1 ber guna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi, mabuk perjalan dan kondisi lainnya, seperti terlihat pada tabel dibawah ini Rinitis alergi dan alergi dan Urtikaria efektif terhadap alergi yang disebabkan debu, tetapi kurang efektif terhadap alergi yang disebabkan debu banyak dan kontak lama(kalau kronik: lebih refrakter terhadap AH1). AH1 juga dapat digunakan Penyakit Alergi
Mabuk Perjalanan
Gangguan keseimbangan & vertigo Hipnosis Common cold
untuk pengobatan urtikaria dan angioderma, kadang2 dapat unutk dermatitis atopik(tapi atopik( tapi menyebabkan ngantuk emang dibikin ngantuk supaya ga garuk2), dermatitis kontak, dan gigitan seangga Pemberian AH1 saja tidak efektif dalam mengatasi asma bronkhial . bronkhial . AH1 dapat mengatasi asma bronchial ringan bila diberikan sebagai profilaksis AH1 tertentu misalnya difenhidramin, prometazin, siklizin dan meklizin meklizin dapat digunakan untuk mabuk perjalana udara, darat dan laut. Dahulu digunakan skopolamin untuk mabuk perjalan berat dengan jarak dekat(kurang dari 6 jam), tapi sekarang AH1 lebih banyak digunakan, karena efektif dengan dosis relative kecil. Untuk mencegah mabuk perjalan sebaiknya diminum setengah jam sebelum berangkat. AH1 efektif untuk 2/3 kasus kasus vertigo, mual dan muntah. AH1 dapat juga digunakan untuk mengobati meniere dan gangguan vestibular lain. Efek samping hipnosis terutama oleh AH1 golongan etanolamin etanolamin digunakan digunakan untuk hipnotik. Antagonis AH1 generasi 1 yang mempunyai mempunyai efek antikoliner antikolinergik gik lemah dapat mengurangi rinorea
Efek Samping Efek samping yang paling sering ialah sedasi sedasi,, yang justru menguntungkan pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur. Tetapi efek ini menggangu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi(ex: supir bus, pilot).Tapi obat2
Farmakokinetik Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit 15-30 menit setelah pemberian oral(OOA oral( OOA= =onset of action waktu w aktu yang dibutuhkan mulai dari obat diminum sampai muncul efek yang diinginkan) ) dan mencapai kadar maksimal setelah 1-2 jam( jam(Tmaxwaktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar maksimal di darah). Lama kerja obat AH1 obat AH1 generasi 1 setelah 1 setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam sedangkan jam sedangkan generasi 2 memiliki 2 memiliki masa kerja yang lebih panjang, sekitar 12-24 jam jam sehingga dapat diberikan hanya 1x/hari, ex: loratadin (DOA DOA= =duration of action lama kerja obat ). AH1 ). AH1 dimetabolisme terutama di hati oleh enzim CYP3A4 CYP3A4.. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, jam , terutama dalam bentuk metabolitnya.
seperti : Cetirizine, loratadin, desloratadine, fexofenadine, terfenadine, tidak atau kurang menimbulkan sedasi sedasi karena sulit menembus BBB. Efek samping lain yang mungkin timbul ialah : mulut kering, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan berkurang,dll. Sedian antihistamin topikal dapat menyebabkan menyebabkan alergi. Pada wanita hamil : hamil obat-obat seperti hidroksizin, feksofenadin, dan dan azelastinbersifat teratogenik, sedangkan yang nonteratogenik ialah ialah:: klorfeniramin, difenhidramin, cetirizine, dan dan loratadin) loratadin) AH1 ternyata tidak hanya memblok reseptor histamin tapi juga reseptor kolinergik, α-adrenergik, α-adrenergik, dan serotoin sehingga menimbulkan berbagai efek samping seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini
16
II. ADRENALIN Adrenalin biasanya digunakan untuk pengobatan anafilaksis anafilaksis yang termasuk kegawatdaruratan medisharus cepat ditangani dan tidak cukup hanya diberikan dengan dengan antihistamin. Contoh: - Karena pengeluaran histamin dan mediator lain(ex: serotonin dan leukotrien) secara sistemik. Leukotrien(SRS-A) asma - Vasodilatasi massif syok kematian jika tidak ditangani segera
- Bronkokonstriksi asfiksia - Tatalaksana : kalau udah jumpa kondisi kayak gitu segera berikan Adrenalin 0,3-0,5 mg s.c
Interaksi Obat Pemberian terfenadin atau astemizol astemizol dosis terapi bersama obat2 yang merupakan inhibitor CYP3A4 CYP3A4 seperti antifungal antifungal(ex: (ex: ketokonazol, itrakonazole) atau antibiotik golongan makrolid makrolid (ex:eritromisin) dapat menghambat metabolisme
III. GLUKOKORTOKOID Biasanya digunakan untuk reaksi hipersensitivas yang tidak berespon terhadap AH1.. AH1 Contoh obat : Prednison, dexametasone, dll dibahas lebih lanjut di kuliah farmako selanjutnya (K11)
terfenadin/astemizol tersebut sehingga konsentrasinya dalam darah meningkatterjadinya perpanjangan interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel(torsades ventrikel( torsades de pointes) yang mungkin mungkin fatal. fatal. Karena interaksi yang berbahaya tersebut ,maka terfenadin dan astemizol telah ditarik izin pemasarannya dan digantikan dengan feksofenadin, pemasarannya feksofenadin, yang merupakan hasil karboksilasi terfenadin yang tidak toksik terhadap jantung. Jika ingin meresepkan AH1 ini jangan lupa tanyakan apakah pasien peminum alcohol atau tidak?? Sedang minum obat2 anxiolitik ga? hal ini penting karena pemberian obat2 AH1 bersama dengan alcohol, obat sedative, hypnosis, dan anxiolitik dapat menyebabkan peningkatan depresi SSP.
IV. NATRIUM KROMOLIN & NEDOKROMIL Salah satu terapi hipersensitivitas lain ialah secara profilaksis, yaitu menghambat produksi/pelepasan autakoid dari sel mast dan basofil yang telah disensitasi oleh antigen spesifik. Natrium Kromolin Kromolin adalah obat yang dapat menghambat pelepasan histamine dari sel mast paru dan tempat2 tertentu. Walaupun penggunaan kromolin terbatas, obat ini berharga untuk profilaksis asma bronchial dan kasus atopic tertentu. Penggunaan utama kromolin untuk terapi profilaksis serangan asma bronchial bronchial pada pasien asma bronchial ringan sampai sedang. Penggunaan teratur selama lebih dari 2-3 bulan
2. Antagonis Reseptor H2(AH2) AH2 bekerja menghambat sekresi asam lambung dengan cara berkompetensi dengan histamin di situs berikatan dengan reseptor H2. Burimamid dan metiamid merupakan AH2 yang pertama kali ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di klinik. Dewasa ini, AH 2 yang dibukana ialah Simetidin, Ranitidin, Famotidin, dan Nizatidin. Nizatidin . (maaf sekali saudara2, AH2 tidak akan dibahas lebih lanjut lg disini karena sudah pernah dipelajari di modul GI ) 3. Antagonis Reseptor H3 & H4 masih dalam penelitian. Sampai saat ini belum ada agonis maupun antagonisnya yang diizinkan untuk digunakan di klinik.
mengurangi hiperaktivitas bronkus. Kromolin diindikasikan pula untuk rhinitis alergika dan penyakit atopik pada mata.
Nedokromil Struktur kimia, efek farmakodinamik dan efek sampingnya mirip kromolin. nedokromil umumnya lebih efektif dari kromolin. Berbeda dengan kromolin yang boleh diberikan pada semua umur yang diindikasikan untuk pasien asma yang berusia 12 tahun keatas.
V. SEROTONIN (baik Agonis maupun Antigonis) Pada mamalia, serotonin disintesis dari triptofan dalam makanan yang mula2 mengalami hidroksilasi menjadi 5-hidroksitriptofan (5-HTP), dan kemudian mengalami dekarboksilasi menjadi 5-hidroksitriptamin (5-HT, serotonin).
17
Reseptor 5-HT yang dikenal hingga saat ini adalah 5-HT1, 5-HT2, 5-HT3, dan 5-HT4. Reseptor lainnya yang masih dalam penelitian adalah 5-HT5 hingga 5-HT7.
Sistem Saraf
Serotonin berfungsi sebagai neurotransmitter yang dilepaskan oleh saraf yang tersebar luas di otak. Kadar serotonin relatif tinggi di hipotalamus dan otak tengah, sedikit pada korteks serebri dan serebelum. 5-HT3 menimbulkan depolarisasi dengan manifestasi nyeri dan gatal, reflex napas dan kardiovaskular Aktivasi reseptor 5-HT pada ujung saraf saraf vagalrefleks kemoreseptorbradikardi & hipotensi Aktivasi reseptor 5-HT di GIT dan pusat muntah di medulla medulla reflex muntah
Sistem Pernafasan
Efek bronkokonstriksi lemah dan hiperventilasi Vasokonstriksi (5-HT2) (5-HT2) efek konstriksi arteri, vena dan venula kuat kecuali pada otot jantung dan otot s keletal Vasodilatasi (5-HT1) dengan cara melepaskan EDRF(endotehelium-derived EDRF(endotehelium-derived relaxing factor)&prostaglandin dari sel endotel relaksasi otot polos pembuluh darah Agregasi platelet 5-HT2 meningkatkan agregasi & mempercepat
Kardivaskular
Sistem GIT
Otot Skeletal
penggumpalan darah Respon Trifasik Tekanan darah : BP Fase 1 respo kemoreseptor ↓ HR, CO, BP Fase 2 vasokonstriksi ↑ BP Fase 3 vasodilatasi pembuluh darah yang menyuplai menyuplai otot skeletal ↓BP BP Aktivasi reseptor 5-HT2 stimulasi kuat otot polos GIT ↑ tonus otot dan Aktivasi persitaltik Aktivasi reseptor 5-HT4 5-HT4 pada pada pada sistem saraf enterik efek prokinetik(mempercepat prokinetik(memperc epat pengosongan lambung) Aktivasi reseptor 5-HT2 di membrane otot skleletal peran fisiologisnya belum dipahami
Agonis dan Antagonis Serotonin Obat yang akan dibahas kali ini hanya yang bekerja secara langsung(agonis/antagonis reseptor serotonin). Sedangkan obat yang bekerja secara tidak langsung(bekerja pada transporter,ex: fluoksetin, sertralin, dll) telah dibahas dalam obat2 psikotropika. 1. Agonis Sumatriptan Sumatriptan termasuk golongan Triptan(contoh lainnya: naratriptan, rizatriptan, zolmitriptin), merupakan agonis reseptor 5-HT 1B/1D. 1B/1D. Sumatriptan merupakan obat golongan triptan yang pertama dikembangkan sebagai obat migren. Aktivasi migren. Aktivasi antimigren obat2 golongan triptan diduga berdasarkan efek vasokonstriksi
pembuluh darah kranial yang mengalami dilatasi sewaktu serangan dan penghambat inflamasi neurogenik di duramater. Efek samping samping : parestesia, asthenia, fatigue, flushing, nyeri di dada, leher dan rahang, mengantuk, pusing, mual, dan berkeringat. berkeringat. Tegaserod Tegaserod merupakan agonis reseptor 5-HT4. 5-HT4. Indikasi : pengobatan pada wanita dengan IBS( IBS(irritable irritable bowel syndrome). syndrome). Efek samping utama : nyeri abdomen, diare, mual serta sakit kepala.
Buspiron Bekerja sebagai agonis parsial 5-HT1A 5-HT1A di otak mempunyai efek anxiolitik (sebenarnya merupakan obat yang mengurangi ansietas) 2. Antagonis Ondansetron Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3 5-HT3 yang sangat selektif untuk pencegahan dan pengobatan mual dan muntah muntah yang berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker kanker dengan radioterapi dan sitostatika. Ondansetron juga mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga terjadi konstipasi. Ondansetron tidak selektif untuk pengobatan motion sickness.Efek sickness.Efek samping : konstipasi(keluhan umum), gejala lain sakit kepala, flushing, mengantuk, dll. Siproheptadin Siproheptadin merupakan antagonis AH1 dan serotonin(5-HT1) serotonin(5-HT1) yang kuat. Siproheptadin bermanfaat untuk pengobatan alergi kulit kulit seperti dermatosis pruritik yang tidak teratasi oleh histamin. Dapat juga digunakan untuk cold- induced urticaria . Efek samping yang paling menonjol ialah mengantuk. Metisergid Metisergid tidak hanya memiliki efek antagonis terhadap 5-HT2A dan 5-HT2C, 5-HT2C, tetapi juga memiliki aktivitas agonis parsial di pembuluh darah dan di SSP. Obat ini digunakan untuk mencegah serangan migren dan sakit kepala vascular kepala vascular lainnya.
Ketansiren
Ketansiren merupakan prototip golongan antagonis serotonin. serotonin. Ketansiren merupakan penghambat reseptor 5-HT2 dan 5-HT1C. 5-HT1C. Jika merasa ada yang ingin menambahkan, mengkoreksi kesalahan atau bertanya silahkan post di milist ya. Sekian dan terimakasih [Nila Purnama Sari]
18
T-06 PATOGENESIS INFEKSI BAKTERI DAN JAMUR
Teman-teman semua, selamat datang di kuliah Mikrobiologi pada modul Infeksi-Imunologi ini. Pertama-tama saya mau meminta maaf dulu karena sejujurnya waktu kuliah saya sedikit mengantuk jadi tidak memahami keseluruhan kuliahnya, tapi saya tetap berusaha sebaik mungkin untuk mempersembahkan tentir ini kepada kalian semua. Selamat menikmati!
Sebelum masuk ke materi utama, ada baiknya kita belajar dulu nih istilah-istilah umum yang sangat berkaitan dengan bahasan ini, yang mungkin sebenernya udah sering kita pake sehari-hari. Patogenisitas Patogenisitas:: kemampuan mikroorganisme menyebabkan penyakit. Virulensi Virulensi:: derajat patogenisitas virulensi: kemampuan yang dipunyain sama si mikroorganisme ini nih, yang Faktor virulensi: kelak bakal ngebantu dia buat interaksi dengan host, biar diizinin masuk ke si host, nempel di sel-sel host, nyolong nutrisi punyanya si host, sampe kabur pas mau diusir sama sistem imunnya host. Kira-kira kayak tamu gak diundang yang sikapnya nyebelin banget gitu ya. Udah siapkah masuk ke materi utama? Eitttss...sabar dulu ya. Ternyata, mikroorganisme itu gak semuanya jahat! Kalo semuanya jahat, kita bakal gampang banget kena penyakit loh temen-temen. Jadi, mikroorganisme yang ada di t ubuh kita itu dibagi jadi tiga, yaitu: Flora normal: normal: nah, ini nih mikroorganisme yang baik . Dia punya fungsi penting buat hostnya, hostnya, misalnya E.coli yang ngebantu pencernaan makanan, S.aureus di di kulit yang ngebantu pertahanan kulit terhadap mikroba patogen, dan lain-lain. Di bawah ini ada tabel flora normal berdasarkan tempatnya:
Patogen:: nah ini nih mikroorganisme yang bisa nimbulin penyakit di Patogen hostnya. Sebenernya si mikroorganisme patogen ini mungkin gak jahat dari hostnya. aslinya loh. Dia ngerusak host karena itu bagian dari strateginya buat multiplikasi di multiplikasi di dalam tubuh hostnya, terus transmisi ke host lain. Nah, biar dia bisa ngelakuin ini, mikroorganisme patogen punya sekumpulan gen yang ngumpul di dalam genomnya, yang disebut pulau patogenisitas atau phatogenicity island . Mikroorganisme patogen ini nantinya bakal ngelakuin transmisi horizontal gen-gen terkait virulensi dengan sesamanya. Transmisi horizontal ini horizontal diperantarai sama bakteriofage, plasmid, dan transposon. transposon. Oportunistik: mikroorganisme yang cuma bikin penyakit kalo sistem imun hostnya lagi error (immunocompromised (immunocompromised ). ).
Terkait dengan patogenesis mikrorganisme ini, ada beberapa postulat yang dikemukakan Robert Koch di tahun 1890. 1890 . Aslinya, pak dokter Koch ini cuma dokter desa biasa loh, sampe dia dikasih mikroskop buat kado ulang tahun dan setelah meneliti, akhirnya dia nemuin postulat-postulat berikut ini (oke, ini gak penting, skip aja kalo mau). Yuk, kita langsung aja ke postulat-postulat canggihnya: harus ada di ada di setiap penyakit Mikroba Mikroba harus bisa diisolasi diisolasi dari host yang sakit dan ditumbuhkan di kultur murni menular kalo kultur murninya itu dipaparin ke host yang Penyakit harus bisa menular sehat kalo ketemu host yang udah pernah keinfeksi Mikroba harus bisa recover kalo Postulatnya pak dokter Koch ini udah dipake berpuluh-puluh tahun loh. Tapi seperti kata orang “peraturan dibuat untuk dilanggar”, ternyata ada juga perkecualian buat postulatnya nih. postulatnya nih. Apa aja yaa perkecualian itu? Silakan cek... lab Mikroba nggak selalu bisa ditumbuhin di lab Kofaktor, genetik, dan faktor imunologisnya host bisa host bisa berperan penting Karena masalah etik, postulat Koch ini nggak bisa sepenuhnya dibuktikan di penyakit atau mikroba yang cuma nyerang manusia (ya manusia (ya iyalah, ada gitu yang mau ditularin penyakit dengan sengaja?). Contohnya AIDS yang kalo nyerang manusia dan monyet manifestasi klinisnya beda. Suatu penyakit bisa aja baru nongol beberapa tahun setelah infeksi. infeksi. Contoh? Yaa, lagi-lagi si AIDS.
Nah tadi kan kita udah belajar tentang patogen nih. Ternyata, meskipun patogen ini bisa bikin sakit hostnya, ternyata manifestasi klinis yang terjadi pada tiap host bisa beda-beda loh. Ada variasi yang luas mengenai keparahan penyakit. Contohnya, liat aja beda-beda kalo lagi musim sakit dan satu angkatan kena flu. Ada yang bersin-bersin terus di kelas, ada yang cuma nyedot-nyedot hidung, macem-macem deh. Padahal mikroba penyebabnya bisa
19
aja sama. Hal ini dikenal dengan nama the biologic response gradient . Nah, biologic response gradient ini ini dipengaruhi banyak hal, yaitu dosis dan rute infeksi, umur, jenis kelamin, keberadaan mikroba lain, status nutrisi, d an genetik . (Taaa, kapan nih masuk ke bahasan utamanya?) Duh, sabar dikit yaa, ini bahasan terakhir sebelum masuk ke patogenesisnya yang beneran kok. Jadi, infeksi itu sebelum berhasil munculin manifestasi klinisnya di tubuh kita, harus ngelaluin berbagai macam proses dulu nih. Ibaratnya artis Korea yang harus training bertahun-tahun dulu baru bisa debut. Nah, prosesnya itu apa aja yaa ? Yuk kita bahas satu-satu.... 1. Entry Entry adalah tahap ketika si mikroorganisme ini masuk ke tubuh. Rute masuknya mikroorganisme macem-macem, bisa lewat kulit, membran mukosa (traktus GI atau respi), plasenta, dan parenteral. Yang parenteral ini sebenernya bukan rute masuk resmi, tapi rute masuk yang dibuat-buat. Misalnya, kalau kita nyuntik pake jarum yang udah gak steril. Berikut ini saya kasih tabel patogen yang masuknya lewat plasenta: Pathogen
Condition in Adults
Effect on Embryo or Fetus
Toxoplasma gondii
Toxoplasmosis
Abortion, epilepsy, encephalitis, microcephaly, mental retardation, blidness, anemia, jaundice, rash, pneumonia, diarrhea, hyporthermia, deafness
Treponema pallidum
Syphillis
Abortion, multorgan birth defects, syphillis
Listeria monocytogenes
Listeriosis
Granulomatosis infantiseptica, death
Cytomegalovirus
Usually asymptomatic
Deafness, microcephaly, mental retardation
2.
Kolonisasi, Adhesi, Invasi Invasi Di tahap ini, mulailah si mikroorganisme menyiapkan diri untuk hidup barunya di dalam tubuh hostnya. Di slide, ada pertanyaan nih, apa sih bedanya kolonisasi dan infeksi? Ternyata, kalo kolonisasi itu, mikroorganismenya ada di tubuh, tapi dia gak nyebabin gejala klinis, klinis, jadi fungsi hostnya cuma sebagai “carrier” aja. Sedangkan kalo infeksi,, dia beneran bikin gejala kayak demam, lesi, atau peningkatan jumlah infeksi
leukosit. Infeksi ini butuh treatment lho. 3. Aksi patogen patogen Tadi kan sempet disebut juga tentang reseptor di sel host. host. Nah, reseptor itu dibikinnya dari apa sih sebenernya? Ups, ternyata dia adalah suatu glikoprotein yang mengandung molekul gula, gula, kayak galaktosa dan mannosa (tapi jangan coba dimakan yaa). Meski dibilang reseptor spesifik antigen, mereka sesungguhnya reseptor baik yang punya fungsi vital di tubuh. Tapi karena pengaruh si antigen jahat, mereka pun ditarik ke pihak yang salah, akhirnya jadi reseptor buat agen infeksius deh T__T. Reseptor-reseptor ini biasanya adanya cuma di sel-sel tertentu, yang unik buat masing-masing infeksi, misalnya N.gonorrhoeae punya adhesin di fimbriae-nya yang bisa nempel di sel-sel infeksi, yang melapisi dinding vagina dan uretra. Cara buat ngelepasin reseptor dari si mikroorganisme ini adalah dengan ngilangin kemampuannya buat bikin ligan, ligan, entah dengan mutasi genetik atau karena paparan zat fisik/kimia tertentu. Kalo udah kayak gini, jadi harmless deh. Ada beberapa bakteri pato gen yang nggak langsung nempel ke sel host, tapi interaksi satu sama lain membuat sticky web yang yang terbuat dari bakteri dan polisakarida yang disebut biofilm,, yang kemudian bakal nempel di permukaan sel host. Contohnya, plak di gigi. biofilm Patogenesis Infeksi Bakteri Bakteri
Parvovirus B19
Erythema infectiosum
Abortion
Lentivirus (HIV)
AIDS
Immunosuppresion (AIDS)
Rubivirus
German measels
Severe birth defects or death
Cara masuknya si mikroorganisme ke dalam tubuh kita tuh ada dua. Ingress adalah kalo makhluk kecil imut-imut ini masuknya karena dihirup atau ditelan. ditelan. Mereka gak akan masuk ke dalam jaringan, cuma nempel di permukaan mukosa mukosa aja. Sedangkan disebut penetration kalo masuknya dengan nerobos barrier epitel. epitel. Nah, kok si barrier epitel ini bisa rusak? Oh, ternyata karena gigitan serangga, kulit yang robek, atau invasi. invasi. Kalo pada mikroba yang masuknya lewat penetrasi ini, dia biasanya butuh interaksi dengan reseptor spesifik di sel host. host.
Naaah, akhirnya masuk juga ke materi inti yang kita tunggu-tunggu! Di sini, kita bakal berteman baik dengan seseorang bernama faktor virulensi. Udah disebutin kan di awal, faktor virulensi itu yang memungkinkan mikroorganisme bisa ngelakuin tugasnya sebagai patogen di tubuh manusia. Yuk, daripada kebanyakan cuap-cuap kita langsung cau aja. 1. Adhesi/penempelan Adhesi atau penempelan adalah proses si bakteri ini nempelin dirinya sendiri ke sel sel.. Buat ngelakuin itu, dibutuhin faktor adhesi. adhesi. Faktor adhesi ini ada dua, yaitu struktur yang terspesialisasi dan dan ligan. ligan. Struktur terspesialisasi contohnya adhesion disk di protozoa, batil pengisap, pengisap, dan hook di helminthes. Sedangkan ligan itu adalah lipoprotein lipoprotein dan glikoprotein permukaan, permukaan, contohnya adhesin adhesin di di bakteri dan attachment protein di di virus. Karena sekarang kita lagi ngebahas patogenesis infeksi bakteri, ya kita bahasnya faktor adhesi yang di bakteri dong. Nah, adhesin di bakteri bisa beda-beda tergantung si bakteri ini gram negatif apa positif. Kalau negatif , faktor adhesinya antara pili
20
2.
3.
(fimbriae), protein permukaan invasin, dan kapsul. kapsul . Gram positif bisa punya kapsul juga, kapsul juga, tapi protein permukaannya namanya fibronektin fibronektin.. Enzim ekstraseluler - Hialuronidase Hialuronidase dan kolagenase kolagenase:: mendegradasi molekul spesifik biar bakteri bisa masuk ke jaringan yang lebih dalam. - Koagulase Koagulase:: dia bikin darah ngendep, dengan harapan si bakteri bisa ngumpet di dalam bekuan darah. - Kinase: Kinase: ada staphylokinase dan streptokinase yang fungsinya mencerna bekuan darah. Mungkin kalo situasinya udah aman, bakterinya dilepasin dari tempat persembunyiannya ya. Toksin Toksin ada dua, yaitu eksotoksin dan endotoksin. endotoksin. Eksotoksin terdiri atas sitotoksin yang ngebunuh sel host secara umum atau ngerubah fungsinya, sitotoksin neurotoksin yang neurotoksin yang kerjanya di sel saraf, dan enterotoksin enterotoksin yang yang kerja di sistem GI. Kalo endotoksin itu berupa lipid A, A, yaitu bagian lipid di lipopolisakarida membran sel. Untuk gambar-gambarnya, silakan liat sendiri di slide karena entah kenapa jadi corrupt di laptop saya.
4.
Faktor antifagosit - Kapsul Kapsul:: disusun dari material yang emang secara normal ditemuin di tubuh, contohnya polisakarida. Si kapsul ini gak memicu sistem imun. imun. - Zat kimia antifagosit: antifagosit: dia fungsinya buat mencegah fusi antara lisosom dan vesikel fagositik , biar si bakteri masih bisa hidup di antara sel-sel fagosit. Contohnya S.pyogenes punya punya protein M yang mencegah fagositosis dan ningkatin virulensi. 5. Faktor invasi Faktor invasi adalah mekanisme yang memungkinkan si bakteri menyerang jalan masuk ke sel eukariot di permukaan mukosa mukosa.. Beberapa faktor invasi tuh dipunyain sama bakteri yang intraseluler obligat, tapi sebagian besar intraseluler
6.
fakultatif. Tapi faktor spesifik di permukaan sel bakteri yang memperantarai invasi belum diketahui secara pasti. Siderophore Siderophore itu molekul yang diproduksi bakteri buat ngambilin zat besi dari hostnya.. Soalnya semua organisme, gak terkecuali si bakteri, butuh banget zat besi hostnya buat pertumbuhan dan metabolisme! Pengikatan zat besi ke siderophore ini kuat banget, banget, sampe zat besi yang udah diiket sama transferrin atau lactoferrin bisa ditarik sama bakteri. Di bawah ini ada gambaran gimana bakteri dan hostnya rebutan zat besi:
Sekarang kita masuk ke bahasan kedua terakhir dari patogenesis infeksi bakteri, yaitu imunopatogenesis. Nah, apa sih si imunopatogenesis ini? Ups, ternyata gejala yang muncul pas terjadi infeksi bakteri itu gak cuma dari bakterinya doang loh. Bisa juga karena respon imun dan peradangan yang dipicu si bakteri. Contohnya bisa kita lihat di bawah ini: Endotoksin:: protein fase akut yang bisa nyebabin sindrom yang mengancam Endotoksin nyawa, terkait sepsis dan meningitis. komplemen diinduksi Kerusakan jaringan karena neutrofil, makrofag, dan komplemen diinduksi sel T CD4 dan makrofag di M.tuberculosis. M.tuberculosis. Protein M di M di S.pyogenes itu itu mirip banget sama jaringan di jantung, jantung , jadi dia berinteraksi dengan antibodi antiprotein M dan bikin kerusakan jantung. jantung. Kompleks imun yang dipendem di glomerulus ginjal bisa bikin glomerulonefritis poststreptococcal. Sudah selesaikah bahasan kita? Mm, sebenernya secara umum udah sih. Tapi sebagai tanda cinta saya ke satu angkatan, saya bakal nambahin tabel ini, tentang tipe infeksi dan perannya dalam transmisi.
21
Infection Type of Infection
Respiratory Tract
Host Defenses Defenses
Adhere to epithelial cells, interfere with ciliary action
Influenza pertusis
Alveolar macrophage
Replicate in alveolar macrophage
Legionella, M.tbc
Mucus, peristaltis, acid, bile
Liver
Kuppfer cells endothelial cells
Urinary tract
Central System
Nervous
Examples Examples
Mucociliary clearence
Intestinal tract
Reproductive tract
Microbial Evasion Mechanism Mechanism
and
Flushing action of urine and sexual secretions,
Adhere to epithelial cells, resist acid, bile Localize in sinusoid, bypass Kupffer cells and endothelial cells Adhere urethral/vaginal
mucosal defenses
epithelial cells
Flushing action of urine
Adhere urethral/epithelial cells
Enclosed in bony „box‟ of skull and vertebral column
to
virus,
Rotavirus, Salmonella, Poliovirus
Pasien yang berisiko kena infeksi jamur antara lain pasien dengan gangguan imun, infeksi HIV, leukopenia, abis dapet donor organ, terapi kanker, penggunaan obat antimikroba spektrum luas, sama obat imunosupresan dan terapi steroid. Ketemunya si fungi dengan kita gak boleh sembarangan loh, ada dua mekanisme yang harus dipatuhi. Kalau mekanisme eksogen, eksogen, si funginya hidup bahagia di lingkungan, lingkungan, dan karena satu dan lain hal masuk deh ke tubuh manusia. manusia . Sedangkan mekanisme endogen itu endogen itu sumbernya dari flora normal. normal.
Hepatitis virus
Gonococus, Chlamydia
Nah, sekarang kita ngomongin nih tentang gimana si fungi bisa masuk ke tubuh kita. Sebenernya tubuh kita punya innate immunity yang bagus banget loh buat ngelawan si fungi. fungi. Makanya itu, sebagian besar infeksi jamur biasanya ringan dan self- limiting . Tapi kalo ada keadaan tertentu, misalnya gangguan keseimbangan flora normal dan dan kerusakan barrier karena trauma atau benda asing, asing , si fungi ini bisa masuk dengan bebasnya ke tubuh kita, dan akhirnya bikin infeksi deh
to
E.Coli
Reach urine from tubular epithelium
Polyomavirus
Reach CNS via nerves or blood vessels that enter skull or vertebral column
Bacterial meningitis, viral encephalitis
Patogenesis Infeksi Jamur (Mikosis) Huff, masuk juga ke bahasan kedua, yaitu patogenesis infeksi jamur. Berhubung penulis sudah ngantuk dan males cuap-cuap, langsung ke bahasan aja ya. Sebelum masuk ke patogenesisnya, kita harus kenalan dulu nih sama klasifikasinya si jamur ini. Ada klasifikasi yang berdasarkan patogenisitas patogenisitas dan ada yang berdasarkan tempat bersarangnya.. Kalau yang berdasarkan patogenisitas, ada mikosis endemik yang bersarangnya merupakan patogen asli, asli, dia bisa nyebabin infeksi sistemik yang serius dan serius dan biasanya terbatas di area geografis tertentu. tertentu. Sedangkan kalo mikosis oportunistik ...udah ...udah tau lah yaa, males ngebahas lagi nihh.
Kalo berdasarkan tempat bersarangnya, ada mikosis subkutan subkutan yang penyakitnya melingkupi kulit, jaringan subkutan, dan limfatik . Kalo mikosis kutan dan superfisial, dia cuma gaul di sekitar kulit dan struktur di kulit. kulit.
Kalo si fungi udah dengan bebasnya masuk ke tubuh hostnya, apa yang akan kita lakukan? Ups, tadi kan udah dibilang kalo innate immunity di badan kita bagus banget (siapa yang udah lupa hayoooo?). Jadi, si neutrofil dengan enaknya bisa fagosit dan ngebunuh fungi.. Tapi kalo funginya kegedean jadi fungi kegedean jadi gabisa langsung dimakan, gimana dong? Fungi yang udah masuk kan gabisa dipotong-potong ya? Akhirnya si sel-sel fagosit baris deh di permukaan hifa, hifa, terus ngeluarin enzim lisosom buat ngerusak fungi. fungi. Eh, gimana dengan imunitas adaptif? Perannya ternyata dikit doang. Sel T cuma T cuma gerak kalo funginya persisten di dalam makrofag dan ga bisa d ibunuh ibunuh.. Parahnya kerusakan yang dihasilkan si fungi ini tergantung ukuran inokulum, virulensi, kemampuan multiplikasi, dan adekuat/nggaknya pertahanan host. Nah, sekarang kita ketemuan lagi deh sama teman baik kita selama di patogenesis infeksi bakteri, yaitu faktor virulensi! virulensi! Sebenernya saya agak bingung kenapa namanya faktor virulensi, kenapa kalo di bakteri namanya gak faktor bakterilensi dan kalo di jamur faktor fungilensi? Tapi yah bukan salah bunda mengandung (lupakan) jadi kita langsung masuk aja ke faktor virulensinya si jamur apa aja.... 1. Phenotypic switching Phenotypic switching itu buat bagian tak terpisahkan yangperubahan sangat penting buat sipas jamur, terkait kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan dia nginvasi manusia. Dia bisa loh ngubah morfologi, komponen permukaan sel, penampakan koloni, komponen biokimia, dan metabolisme, jadinya dia lebih virulen
22
2.
dan efektif deh infeksinya. Nah, phenotypic switching itu bisa beda-beda tergantung sama spesies jamurnya, jadi kita liat dulu yukk... - Candida albicans Tadinya, si kandida ini punya koloni yang warnanya putih, oval, dan licin licin (mungkin mirip sama yang kita liat di praktikum ya). Tapi kalo fenotipnya berubah gini, koloninya jadi abu-abu dan kasar. kasar. Kenapa ya dia bisa berubah gini? Ternyata, itu gara-gara sel yang opak ngehasilin aspartyl proteinase 1 dan 3 yang kurang virulen, sedangkan sel yang putih ngehasilin aspartyl proteinase 2, 2, jadi lebih virulen. Emang sih virulensinya nambah, tapi akibatnya jadi jelek gitu ya penampilannya. Nah, kenapa dia bisa berubah gini? Diduga sih gara-gara rearrangement kromosom kromosom dan regulasi SIR2-like (like (like a sir). - Cryptococcus neoformans dan dan aspergillus fumigatus Mereka bikin melanin warna abu-abu, coklat, atau item buat ngelindungin diri mereka sendiri dari sinar UV, temperatur yang ekstrim, dan lain-lain. Morphological dimorphism Kemampuannya si fungi buat berubah-ubah morfologinya, dari yeast yang uniseluler ke bentuk filamen namanya hifa dan pseudohifa. uniseluler pseudohifa. Canggih ya, berasa
power rangers gitu. Dan lagi-lagi ini dilakuin fungi buat melindungi diri dari godaan setan yang terkutuk kondisi lingkungan kayak suhu lebih dari 37º C, pH > 7, konsentrasi karbon dioksida 5,5%, dan dan adanya serum atau karbon karbon yang menstimulasi pertumbuhan hifa. 3. Adhesi dan molekul adhesi Adhesi ini intinya sama sih kayak di bakter i, jadi gimana si fungi bisa nempel ke sel, jaringan, atau proteinnya host, terus nyebar deh di dalem tubuh hostnya. Contohnya si C.albicans yang punya reseptor di permukaan dinding selnya selnya buat adhesi ke sel epitel, endotel, protein serum, dan matriks protein ekstrasel. Dia juga bisa nempel ke berbagai substrat superfisial dengan ngebentuk biofilm biofilm.. 4. Enzim hidrolitik Enzim hidrolitik ini contohnya protease, lipase, dan fosfolipase. fosfolipase. Enzim-enzim ini punya peran selain buat nutrisi nutrisi juga juga bikin kerusakan jaringan, jaringan, nyebar di dalam tubuh manusia, manusia, ngambil zat besi dan ngelawan sistem imun host, host, sama berkontribusi juga buat patogenisitas si fungi. fungi. Enzim hidrolitik yang dipunyain masing-masing fungi bisa beda-beda loh. Apa aja yaa? - C.albicans Kandida punya fosfolipase fosfolipase buat hidrolisis ester atau gliserofosfolipid, gliserofosfolipid, lipase buat hidrolisis ikatan ester mono-/di-/tri-asilgliserol, mono-/di-/tri-asilgliserol, dan secreted aspartyl proteinase (SAP). (SAP). SAP ini punya keluarga loh, terdiri atas ayah, ibu, dan anak sepuluh gen berbeda, SAP1-SAP10 yang tugasnya mengkode enzim dengan fungsi dan karakter yang sama, tapi komponen molekulernya beda.
- C.neoformans C.neoformans punya enzim protease dan fosfolipase fosfolipase yang berperan buat nutrisi dan kerusakan jaringan. nutrisi jaringan. Fosfolipase juga punya peran lain yaitu ningkatin adhesi ke epitel paru-paru. paru-paru. - A.fumigatus A.fumigatus punya punya enzim serin dan aspartic protease, metallo-proteinase, dipeptidilpeptidase, dan fosfolipase fosfolipase yang semuanya bertugas memfasilitasi diskusi kelompok kolonisasi paru dan jaringan lain. lain. 5. Pembentukan kapsul Yang disebutin di sini cuma C.neoformans . Dia punya kapsul polisakarida tebal yang bisa nongol waktu dia nginfeksi paru. Kalo invasinya udah kelar, dia bakal ngalamin rehidrasi, jadinya bikin kapsul baru dari glucuronoxylomannan (GXM) (GXM) yang nempel di dinding sel fungi lewat jembatan glukan. 6. Produksi manitol Lagi-lagi, di sini yang jadi jawaranya cuma si C.neoformans . Dia banyak ngehasilin hexitol d-mannitol d-mannitol yang bisa nyebabin meningoensefalitis meningoensefalitis.. Manitol ini bertugas ningkatin osmolalitas cairan di sekitarnya, sekitarnya , jadi bikin edema otak dan dan nyegah 7.
kerusakan oksidatif si fungi oleh fungi oleh PMN dan sel antioksidan. Toksin C.albicans sama C.neoformans udah dapet giliran masing-masing buat one-fungus show, gimana dengan A.fumigatus? Nah, di sinilah aspergillus akhirnya punya kesempatan jadi primadona, karena dia satu-satunya yang disebutin punya toksin. Nah, toksinnya itu apa aja sih? Yuk, cekidot... - Aflatoxin Aflatoxin:: sifatnya hepatotoksik dan karsinogenik . Ekspresinya dikode banyak gen di bawah pengaruh lingkungan. lingkungan. - Gliotoxin Gliotoxin:: inhibisi fagositosis fagositosis oleh makrofag sama aktivasi dan proliferasi sel T, T, induksi apoptosis makrofag, makrofag, nurunin kemampuan geraknya silia di silia di saluran pernapasan, dan ngerusak lapisan epitel, epitel, jadinya si fungi ini nggak gampang disingkirin dari hostnya. hostnya. - Resticotoxin: Resticotoxin: motong ikatan fosfodiester di fosfodiester di rRNA 28S ribosom sel eukariot. eukariot. - Toksin imunosupresan: imunosupresan: faktor penghambat konidia 14-kDa dan A.fumigatus diffusible product (AfD). (AfD). - Fumitremorgin, fumagilin, fumagatin, helvolic acid: acid: fungsinya buat pirogenik, sitotoksik, dan memicu syok. syok.
Yaaak, akhirnya selesai juga deh bahasan kita tentang patogenesis infeksi bakteri dan jamur. Maaf yaa karena saya kebanyakan ngopas slide. Selamat belajar!
[Ayesya Nasta Lestari]
23
T-08 INTEPRETASI HASIL PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
-
Pemeriksaan Mikrobio Tujuannya apa? Mikrobiologi merupakan cabang pengetahuan yang mempelajari mikroorganisme. Pemeriksaan mikrobiologi dalam aspek klinis itu tujuannya adalah… adalah… 1) untuk mendapatkan informasi akurat tentang ada tidaknya mikroorganisme pada spesimen yang mungkin terkait dengan penyakit pasien. 2) terus, jika memang terbukti ada mikroorganisme yang terlibat, pemeriksaan mikrobiologi juga dapat memeriksa kerentanan (susceptibility) si kuman tersebut terhadap antimikroba, ini tentunya untuk tujuan terapi.
-
Kenapa pemeriksaan mikro itu penting sih? Data dari pemeriksaan mirkobiologi itu nilainya signifikan banget, soalnya kalo memang datanya bener, dengan informasi tersebut keadaan pasien bisa membaik. Tapi kalo datanya salah, keadaan pasien bisa makin buruk! buruk! Tahap-tahap dalam pemeriksaan mikrobiologi Nah, pemeriksaan mikro ini bukan cuman sekedar periksa terus keluar hasilnya. Pemeriksaan ini memiliki tahap-tahap penting yang harus dijalani sesuai prosedur karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Tahap-tahap pemeriksaan mikro adalah preanalytical,, analytical analytical analytical dan post-analytical post-analytical.. Bagan berikut ini menjabarkan komponenkompenen apa aja yang termasuk dari tahapan pemeriksaan mikro. mikro.
Komunikasi antara klinisi, perawat, sampe orang di lab juga harus efektif . Biar ga terjadi kesalahan. Pengetahuan petugas-petugas yang terlibat dalam pemeriksaan mikro ini. ini. Misalnya kurir spesimen yang ga tau kalo spesimen dari CSF itu harus cepet-cepet di kirim ke lab, terus dia santai-santai jadi telat. Ini bisa bikin hasilnya jadi invalid dan merugikan pasien.
A. PENGAMBILAN SPESIMEN Pengambilan spesimen itu ada beberapa ketentuan, yaitu: i) fase akut akut misalnya ngambil di darah pas fase akut (demam), karena bakterinya lagi banyak. ii) sebelum terapi antibiotik kalo setelah antibiotik, kumannya udah banyak yg ilang. iii) tempat anatomis pengambilan spesimennya bener bener contohnya, kalo jelas2 ada pasien sepsis dengan gejala klinis demam dan fistula di anus, berarti ambil spesimennya di darah dan di fistula, bukan urin. Kan doi ga ada gejala ISK. iv) teknik pengambilannya bener bener misalnya ada luka yang ditutupi pus, ambilnya jgn pus doang, tapi dasar lukanya juga hrs keambil. Di pus itu ga ada apa2nya soalnya. v) kuantitas spesimen yang adekuat adekuat jumlah spesimen juga harus pas, kalo ga malah ga bisa diperiksa. vi) kontainernya yang sesuai sesuai cek dulu spesimen terkait butuh kontainer kyk gimana, apa perlu yang sterile ato yang kering dan bersih aja cukup. vii) transportasi yang sesuai sesuai ga boleh lama2, umumnya sih kalo nganter spesimen ke lab itu harus di bawah 2 jam dalam suhu ruang. viii) data-data penulisan informasi ini merupakan hal yang penting, dengan begitu spesimen ga akan tertukar, dokter yang meriksa juga jelas, daninformasi seperti gejala klinis dan riwayat antibiotik sangat membantu orang-orang di lab dalam menjalankan pemeriksaan mikro. a. Identitas pasien: nama ,umur, jenis kelamin, nomor kamar b. Identitas klinisi: nama, alamat, nomor telepon c. Spesimen: Spesimen: jenis, jenis, sumber, waktu pengambilan d. Gejala klinis klinis e. Riwayat penggunaan antibiotik f. Uji lab yang dibutuhkan dibutuhkan
Kalo udah ngerti tahap-tahapnya, apa lagi nih yang penting? penting? Ada beberapa hal yang penting namun sering dianggap spele, yaitu: - Jumlah pengambilan spesimen, metode transportasi dan alat pemeriksa yang ad ekuat. ekuat. Ini perlu diperhatikan, soalnya kalo salah-salah, hasil pemeriksaan bisa gak valid.
Pengambilan spesimen oleh si pasien sendiri Nah, sekarang, ada saat-saat dimana pasiennya sendiri yang harus mengambil spesimen dari tubuhnya. Misalnya spesimen kayak urin, sputum, feses dan semen. Gimana nih? Ada yang perlu kita lakukan? Tentu ada! ada!
24
Selalu kasih instruksi gimana cara ambil spesimen yang benar. JANGAN berasumsi kalo pasien udah tau. Walaupun tau. Walaupun ada poster instruksi (misalnya di toiletnya), kita harus jelasin. Berikut ini adalah beberapa poin tentang pengambilang spesimen: Spesimen urin o Kalo orangnya mampu midstream / clean catch o Kalo ga bisa puncture supra pubic ato kateter juga bole o Kalo bayi bisa pake urine collection bag, di tempelin di perineum-nya (ada di gambar slide no. 10) Swab o Biasanya untuk spesimen di: traktus respiratorius, telinga luar, traktus genital, dan mata. o Ujung swab dapat berupa: kapas (tapi ini bisa bersifat toksik pada beberapa bakteri) atau dacron dacron (polyester). (polyester). o Dapat mengambil sebanyak 150 μL. μL. o Kelemahan: kalo ga cepet2, bisa kering dan bakterinya keburu mati. mati. (terutama bakteri anaerob) Kalo untuk luka sebaiknya jgn swab, tapi aspirat atau biopsi aja. o Media transport harus dipilih dengan cermat cermat untuk mencegah kematian mikroba. Spesimen pada traktus respiratorius o Dapat berupa sputum (ajarin pasien gmn caranya dapetin sputum, jgn sampe cuman ngeludah doang), swab tenggorok, bronchial washing, bronchoalveolar lavage, aspirasi tracheal, etc. Spesimen genital Cewek: o Pengambilan harus dilakukan oleh petugas ahli ahli (ga ada cerita nyuruh pasien ambil swab dari cervix nya sendiri, lulz bgt itu) o HARUS pake speculum, TANPA lubrikan o Tahap: 1) bersihin dulu mukus2 yang berlebih, 2) ambil spesimen di endocervix pake swab kayak pas kkd. o
Cowok: o Masukkan swab ke dalam sekitar 2-4 cm dari orificium urethrae externa, lalu putar swab nya selama 2-3 detik, baru tarik dan letakkan spesimen di media transport.
Lesi HSV o Yang harus di ambil adalah cairan di dalam papulnya, papulnya, jgn swab permukaan papulnya doang.
Transport dan penyimpanan spesimen Umumnya, 2 jam, tapi yang ideal itu kura ng dari 30 menit.
Kalo memang lebih dari 2 jam, umumnya harus di suhu dingin, terutama spesimen berikut: CSF untuk virus, telingan luar, feses, sputum, urin.
Tapi ada beberapa yang di suhu ruang juga cukup, misalnya: abses, lesi, luka, cairan tubuh, CSF untuk bakteri, telinga dalam, genital, nasal, tenggorokan, jaringan. B. SPESIMEN DARAH Untuk spesimen darah, di pisah sama spesimen yang lain, soalnya bagian ini sangat di tekankan oleh dr. Anis dan bahasannya juga agak lebih banyak. Oke, yang pertama harus diingat adalah: spesimen darah untuk pemeriksaan kultur itu sulit, hanya sekitar 30% yang memberi hasil (+) dan sisanya (−) dan kemungkinan besar itu negatif palsu… palsu… Faktor apa aja yang mempengaruhi kesuksesan pemeriksaan mikrobio dengan spesimen darah? Pastikan jenis Pastikan jenis bakterimia-nya bakterimia-nya o Ada 3 yaitu: transient (jarang ada bakteri di darah), intermittent dan continuous (biasanya sumber bakteri dekat aliran darah, misalnya katup jantung) Tentukan metode pengambilan spesimen pengambilan spesimen yang sesuai Tentukan jumlah Tentukan jumlah darah yang darah yang diperlukan
25
Bagi spesimen spesimen darah tsb buat jadi 2-3 tabung (karena keperluaan pemeriksaan yang berbeda-beda, missal: pemeriksaan jenis mikroba & pemeriksaan kerentanan antibiotik) Waktu kultur spesimen Intepretasi
Kapan kita harus ambil spesimen dari darah? Pas demam, soalnya bakteri lagi banyak pas fase akut.
Antikoagulan Untuk pengambilan spesimen darah, jangan pernah lupa antikoagulan antikoagulan.. Tentunya berguna agar darahnya ga menggumpal, kalo menggumpal, bakterinya sembunyi di gumpalan tsb.Antikoagulan-nya apa yang oke? SPS (sodium poluanethol sulfonate). sulfonate). Yang lainlain misalnya heparin, EDTA dan citrate juga bisa tapi ga dianjurkan. dianjurkan. PENTING!!! Kalo ada orang datang, demam karena bakterimia, terus kita ambil darahnya. Ini cukup ga sih? TIDAK! TIDAK! Orang yang bakterimia itu pasti punya suatu sumber di tubuhnya yang menyebabkan bakteri bisa masuk ke sirkulasi. Misalnya orang yang mengidap fasciitis nekrotik dapat mengalami bakterimia karena si bakteri bikin lesi parah di jaringan otot fascia dkk sehingga bakteri dapat masuk ke sirkulasi. Jadi, kalo ada orang yang bakterimia, spesimen yang harus di ambil ada dua yaitu darah DAN lokasi sumber bakteri bakteri (dalam kasus ini, biopsi jaringan otot/fascia). otot/fascia). C. PENOLAKAN SPESIMEN
Seberapa banyak volume darah yang diperlukan? Ambil darah itu gapapa banyak-banyak asal batas wajar, ga boleh terlalu sedikit karena malah akan sulit diperiksa.* Ini grafik hubungan persentase bakteri dan volume darah. Makin banyak darah, makin banyak bakteri, bakin gampang meriksanya. Berikut ini grafik hubungan persentase bakteri dan volume darah.
Harus dicamkan bahwa penolakan spesimen oleh orang lab adalah bukan suatu pelecehan terhadap klinisi yang bersangkutan. Penolakan ini adalah semata-mata demi validitas pemeriksan mikrobio, yang ujung-ujungnya untuk pasien juga, biar hasilnya dapat membantu terapi, BUKAN karena si orang lab mau ngerjain dokternya. dokternya. D. INVESTIGASI MIKROBIOLOGI (TESTING) Investigasi laboratorium mikrobiologi dapat berupa - Pemeriksaan mikroskopik Pewarnaan Gram 1) dapat menentukan ada bakteri ato ga 2) kalo ada, jenis bakterinya apa
- - - -
(*) Kalo pada bayi ga perlu ambil darah banyak-banyak soalnya ada > 1000 CFU (colony forming unit ) bakteri /mL. /mL. Kalo di dewasa cuman < 30 CFU/mL makanya jumlah spesimennya harus banyak.
3) dapat digunakan untuk hitung jumlah bakteri Kultur Tes kerentanan antimikroba Serologi (antigen & antibodi) Molekular (asam nukleat)
E. POST-ANALYTICAL PHASE Final stage dari pemeriksaan mikro adalah post-analytical, yang terdiri dari komponenkomponen berikut: berikut: Transkripsi dan intepretasi hasil Pengiriman hasil Review hasil* Tindakan yang diambil berdasarkan hasil
26
(*) Hasil (*) Hasil pemeriksaan perlu ditinjau lagi soalnya kadang-kadang ada bakteri yang dilaporin padahal sebenernya itu flora normal. normal. Misalnya: ternyata ditemukan Streptococcus viridans dari spesimen traktus respiratorius atas, berarti dokternya ga perlu kasih antibiotik soalnya itu adalah flora normal di traktus respi atas. Terus kalo ternyata dari spesiemen ditemukan keberadaan bakteri-bakteri lain, lain, coba cek ulang, kemungkinan besar spesiemennya udah terkontaminasi, jadi hasilnya ga valid.Tapi kita harus cek juga status imunitas pasien. pasien. Kalo pada pasien-pasien immunocompromised, sering memiliki berbagai jenis bakteri di spesimen2 dari tubuhnya.
-
-
Hasil kultur urin
Hasilnya + ato bermakna jika:
- Kalo orang dengan simptom UTI, dengan bakteri 102 CFU/mL. - Kalo orangnya asimtomatik, tapi ditemukan bakteri 10 5 CFU/mL.
Kalo di temukan Streptococcus grum B pada wanita hamil, mau berapa pun jumlah CFU/mL nya, harus dilaporkan, soalnya bisa berdampak bahaya pada fetus.
Kalo harus pada pasien wanita ditemukan Streotococcus grup be sebanyak >50 CFU/mL juga dilaporkan.
Hasil kultur darah
Kalo ada kontaminasi, hasilnya langsung (−) negatif! (kalo darah biasanya terkontaminasi oleh: Bacillus spp, Corynebacterium spp, Propionibacterium acnes atau coagulase(−) staphylococci). staphylococci).
Harus dari dua sumber yaitu darah dan lokasi sumber penyebaran bakteri. Bakteri patogen umumnya ditandai oleh hasil yang merujuk pada satu jenis bakteri pada kedua hasil. Tapi kalo hasilnya menunjukkan ada dua bakteri yang berbeda,
Jangan lupa juga kenali hasil-hasil yang aneh aneh menggunakan obat-obat indikator, contohnya: o MRSA (methicillin (methicillin resistant Staphylococcus aureus ) itu resisten terhadap β-lactam, -lactam, jadi jadi kalo hasilnya ternyata rentan, berarti pemeriksaannya ngaco. o Bakteri ESBL (Extended Spectrum β-lactamases) β-lactamases) resisten terhadap cephalosporin,, ini juga kalo ternyata hasilnya rentan, berarti juga salah. cephalosporin o Neisseria gonorrhoeae sudah mulai menunjukkan penurunan kerentanan terhadap fluoroquinolones, fluoroquinolones, jadi sebaiknya pake obat yang lain aja ya. MDRO (multiple MDRO (multiple drug resistant organism) yaitu bakteri yang resisten terhadap 1 atau lebih golongan agen antimikroba, contohnya adalah: o MRSA o VRE VRE vancomycin resistant enterococcus o Bakteri Gram negatif : ESBL, Pseudomonas aeroginosa, etc. o MDRSP MDRSP multi drug resistant Streptococcus pneumoniae o LainLain-lain lain (coba cek slide kuliah no. 47 ya…) ya…)
Terus kalo ternyata kumannya MDRO kenapa? o
pengobatan pasien jadi terbatas, terbatas , kita harus bener2 milih obat yang masih sensitif, dan itu susah, mengingat si kuman udah banyak bgt resistensinya. o Pasien cenderung harus dirawat di RS lebih lama yang lama yang ujunganya bakal berdampak ke biaya RS nya yang mahal. mahal. o Laju mortalitasnya tinggi. tinggi.
F. PEMERIKSAAN ALTERNATIF: SEROLOGI DAN PCR Ada beberapa hal yang menghambat proses pemeriksaan mikro seperti: ternyata si mikroba itu sulit sekali di tumbuhkan di media kultur ato kalo pun bisa, tumbuhnya lama banget ato fenotip suatu bakteri ga terlalu khas sehingga sulit untuk mengindentifikasi bakteri patogennya. Jadi gimana cara mengatasinya? Dengan menggunakan metode
umumnya menandai adanya kontaminasi.
pemeriksaan serologi atau amplifikasi asam nukleat (PCR).
yang berubah sifat jadi patogen akibat imunnya turun.
Pemeriksaan serologi i) Deteksi antigen - Metodenya tergantung dengan sifat kiwiawi dari antigen itu sendiri. - Antigen dapat dikena li sete lah berikatan dengan antibodi dan membentuk for masi stabil. ii) Deteksi antibodi
Pada pasien immunocompromised, dapat juga ditemukan bakteri-bakteri komensal Hasil uji kerentanan & resistensi - Cara melaporkan hasil yang benar itu adalah dengan kode RIS RIS.. RIS = = R esistant, esistant, I ntermediate, ntermediate, S usceptible usceptible pilih satu! Cukup dengan mencantumkan salah satu dari kode RIS aja, misalnya kalo resisten tingga tulis “R” aja, ato kalo rentan, tulisnya “S” aja. Ga usah sotoy2an dan nulis “S+3” dihasil yang maksudnya si bakteri sangat rentan terhadap antibiotiknya, itu malah cara yang SALAH dan misleading , sangat tidak dianjurkan!
- IgM terdeteksi di fase awal infeksi, umumnya mengindikasikan infeksi aktif atau baru. - IgG umumnya menandakan adanya reaktivasi infeksi lama, imunisasi, atau infeksi kronis.
27
iii) Hasil negatif palsu dapat terjadi pada: - pasien immunocompromised - pasien yang mendapat terapi immunosuppressant - neonatus jarang memperlihatkan respon yang jelas karena sistem imunnya belum sempurna. - Untuk beberapa penyakit (legionaries‟ disease), titer antibodi baru naik pada beberapa bulan setelah infeksi akut. iv) Hasil positif palsu - Suatu antigen lain yang tidak terkait patogen memicu produksi antibodi. - Reaktivasi organisme laten akibat dari infeksi organisme lain. - Mendapat immunoglobulin secara intravena. PCR - Dapat digunakan untuk sekuen DNA yang spesifik - Keuntungan: cepat - Kekurangan: terlalu sensitif (dapat mendeteksi bakteri dengan konsentrasi rendah yang biasanya bukan yang bersifat patogen, bahkan bisa mendeteksi bakteri yang udah mati) intinya banyak banget bakteri yang bisa kedeteksi, jadi bingung mana yang patogen.
T- 11 IMMUNOMODULATOR DAN ANTIPIRETIK IMUNOMODULATOR Seperti namanya, obat ini bertugas untuk memodulasi (mengubah) sistem imun, baik mensupresi (menekan) maupun menstimulasi (merangsang). IMUNOSUPRESAN Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respons imun seperti pencegah penolakan transplantasi, mengatasi penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus . Rata – – rata semuanya bisa diberikan tunggal atau kombinasi dengan obat lain. 1. Kortikosteroid Farmakokinetik: o Administrasi bisa per oral, intravena, intramuskular, atau inhalasi. o Terikat pada globulin (90%) dan albumin (10%). Afinitas globulin tinggi tetapi kapasitas ikatannya rendah. Hal sebaliknya terjadi pada albumin. albumin. o Metabolisme di hati dan ginjal. ginjal.
Farmakodinamik: o Mekanisme kerja umum : mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Jalur kerja : Memasuki sel melewati membrannya secara difusi pasif berikatan dengan reseptor spesifik di sitoplasma perubahan konformasi ke nukleus, berikatan dengan kromatin transkripsi RNA sintesis protein efek. efek.
o
----Yeeee selesai~ Oke kalo misalnya ada kesalahan pada tentir ini, harap langsung segera diumumin di milis ya… Selamat belajar! [Zahra Suhardi]
Efek kerja dan sampingan pada berbagai sistem organ , terutama pada dosis besar jangka panjang: panjang: Respon inflamasi dan imun mudah kena infeksi (ini doang sebenarnya yang penting) penting)
o
28
Sistem cerna: cerna: Deposisi glikogen hati + glukosa keluar dari hati + glukoneogenesis + utilisasi glukosa glukosa darah drastis diabetes mellitus mellitus pertumbuhan Katabolisme protein muscle wasting, hambatan pertumbuhan osteoporosis Katabolisme tulang osteoporosis Asam lambung ulkus peptikum peptikum Sistem renal-adrenal: renal-adrenal: Reabsorbsi Na+ retensi natrium diikuti air hipertensi, edema, buffalo hump Ekskresi K + dan H+ hipokalemia hipokalemia ACTH supresi adrenal adrenal Perubahan mood psikosis psikosis o Mekanisme kerja pada sistem imun : Menghambat proliferasi sel limfosit T dan imunitas seluler Menghambat ekspresi gen penyandi sitokin (IL-1, (IL-1, 2, 6, IFN α, TNF α) α) Meningkatkan neutrofil yang bersirkulasi di darah, meredistribusi limfosit, monosit, dan eosinofil (disebar ulang, jadi yang bersirkulasi jadi lebih sedikit) sedikit) Anti inflamasi non spesifik dan Anti adhesi adhesi Klasifikasi Kortikosteroid: (dari short ke long acting, makin kuat potensinya, makin tidak menyebabkan retensi natrium, makin panjang waktu paruhnya) paruhnya) o Short acting hidrokortison o Intermediate acting prednison, prednisolon, metilprednisolon, triamsinolon o Long acting betamethason, deksamethason. Kontraindikasi: o Absolut tidak ada o Relatif (boleh, tapi harus sangat hati – hati – hati, hati, dan jangan sampai jangka panjang dosis tinggi) DM, ulkus saluran cerna, infeksi berat.
2. Penghambat Kalsineurin: Siklosporin dan Takrolimus Kalsineurin adalah enzim fosfatase bergantung bergantung kalsium yang berperan dalam defosforilasi / aktivasi protein regulator di sitosol yang dapat mengaktifkan gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2 dan reseptornya, serta NFAT, yaitu faktor transkripsi yang dapat mengaktifkan sel T T Farmakodinamik: o Siklosporin berikatan dengan cyclophillin di dalam sel + meningkatkan TGF β menghambat kalsineurin. kalsineurin. o Takrolimus berikatan dengan reseptor immunophilin FKBP menghambat kalsineurin. kalsineurin.
Indikasi : pencegahan rejeksi transplantasi dan penyakit autoimun, misalnya psoriasi, rheumatoid artritis (RA), dan sindrom nefrotik.
Efek Samping umum : Toksisitas (ginjal, saraf, hati), gangguan GIT (mual, muntah) Efek Samping lain per obat: Siklosporin hirsutisme, hiperplasia gingival Takrolimus hiperglikemia
o
o
3. Agen Sitotoksik: Azathioprine, Methotrexate, Methotrexate, Cyclophosphamide Azathioprine o Mekanisme kerja: sintesis purin proliferasi limfosit o Indikasi: pencegahan rejeksi transplantasi dan autoimun (sama aja kaya yg tadi) tadi) o Efek Samping: myelosupresi, gangguan GIT, infeksi infeksi Methotrexate o Mekanisme kerja: dihidrofolat reductase (normalnya kalau dihidrofolat direduksi, akan terjadi sintesis DNA) sintesis purin dan thymidin fase S (Sintesis) siklus sel limfosit T terganggu terganggu o Indikasi: pencegahan pencegahan rejeksi transplantasi dan autoimun, terutama psoriasis dan RA. (lagi – (lagi – lagi), lagi), biasanya dikombinasi dengan siklosporin. siklosporin. o Efek Samping: myelotoksisitas, sirosis hati, gangguan GIT. GIT.
Cyclophosphamide
B Mekanisme kerja: alkilasi DNA menghambat terutama sel B Indikasi (dengan dosis kecil): autoimun (RA, nefrotik, SLE, Idiopathic Thrombocytopenia Purpura) Purpura) o Efek Samping: sistisis hemoragik, pansitopenia, kardiotoksisitas. kardiotoksisitas. o
o
4. Mycophenolate Mofetil (MMF) Mekanisme kerja: inosine monofosfat dehidrogenase (sama, ini normalnya juga enzim untuk sintesis DNA, khususnya purin) aktivasi limfosit B dan T Indikasi: pencegahan rejeksi transplantasi, khususnya ginjal dan autoimun (RA, nefritis lupus), biasanya dikombinasi dengan prednison. prednison. GIT. Efek Samping: myelosupresi, gangguan GIT. 5. Antibodi Imunosupresif Antibodi Poliklonal (ATG: Anti Thymocite Globulin) o Mekanisme kerja: berikatan dengan permukaan sel T (CD 2,3,4) jumlah dan fungsi kerja limfosit Anti CD3, OKT3) Antibodi Monoklonal (Muromonab CD3 Anti o Mekanisme kerja: berikatan dengan CD3 (spesifik) kegagalan pengenalan antigen. antigen. Basiliximab dan Daclizumab o
kerja: pengikatan IL-2 ke limfosit yang teraktivasi Mekanisme proliferasi sel T
aktivasi
dan
29
Immunoglobulin Rh 24 – 72 72 jam setelah persalinan Farmakokinetik: diberikan intramuskular pada ibu 24 – agar sirkulasi ibu bersih dari sel darah merah bayi. bayi. o Mekanisme kerja: antibodi spesifik untuk antigen permukaan eritrosit bayi. bayi. o Indikasi : ibu RH – – dengan anak Rh +, agar tidak terbentuk antibodi terhadap RH+ sehingga kalau anak ke 2 Rh+ lagi tetap aman. o Sekilas info : Kenapa ya Rh bahaya kalau beda sedangkan golongan darah beda santai aja? Karena ternyata Rh itu Ig G dan nembus plasenta, kawan – kawan, – kawan, dan golongan darah itu Ig M , jadinya aman dan ga nembus plasenta. o
IMUNOSTIMULAN Jadi, mekanisme kerja umumnya adalah meningkatkan fungsi sistem imun pada orang yang mengalami imunokompresi, misalnya pada AIDS, infeksi kronik, maupun keganasan. Namun, hingga saat ini, masih belum jelas efeknya, terlihat dari hasil kerjanya yang juga masih lemah dan sifatnya yang non spesifik pada sel atau antibodi tertentu. 1. Isoprinosine Mekanisme kerja : Meningkatkan fungsi sel NK, limfosit T, dan monosit. 2. Levamisole Mekanisme kerja : Meningkatkan kerja imunitas selular : Kanker kolorektal dan penyakit Hodgkin Indikasi : Agranulositosis Efek samping 3. Sitokin IL-2 (faktor pertumbuhan sel T) o Mekanisme kerja : Aktivasi proliferasi dan diferensiasi sel T sitotoksik, T helper, sel B, makrofag. o Efek samping : Myelosupresi, hipotensi berat, edema paru, nefrotoksisitas. Interferon (α,β,) o Indikasi : Melanoma, Leukemia mielositik kronik, sarcoma Kaposi, infeksi HCV kronik o Efek samping : Myelosupresi, demam, menggigil, myalgia, depresi Colony Stimulating Factors (CSF) Stimulating: akhiran -stim o Granulocyte CSF, filgrastim cegah neutropenia akibat kemoterapi o Granulocyte-Macrophage CSF, sagramostim mempercepat penyembuhan setelah pencangkokan sumsum tulang. ANTIPIRETIK Mudah ditebak dari namanya, antipiretik berarti obat untuk menurunkan suhu pada orang yang demam. Tapi, kalau dipakai dipakai ke orang normal, kerjanya ga efektif sehingga suhunya ga bakal turun. Mekanisme umum kerjanya adalah dengan memblok endotel hipotalamus untuk mensekresikan prostaglandin, tepatnya PGE2. Adapun proses penghambatan ini dapat
tercapai melalui beberapa cara, misalnya memakai steroid untuk memblok fosfolipase A2 dan NSAID yang memblok siklooksigenase. Namun, lagi – – lagi judulnya sama, mencegah terbentuknya PGE2. Antipiretik yang umum dipakai ada 4, yaitu: 1. Aspirin Farmakodinamik o Komponen penyusunnya asam asetil salisilat o Mekanisme kerjanya blok sintesis PGE2 Farmakokinetik o
: berlangsung baik Absorbsi Metabolisme : di hati, hidrolisis asetil, jadinya bentuk asam salisilat Dosis sebagai antipiretik: o Anak : 10 mg/ kg BB tiap 4 4 – – 6 6 jam (maksimal 3,6 gr/ hari) o Dewasa : 325 – 325 – 650 650 mg tiap 4 – 4 – 6 6 jam Obat Over the Counter (melewati serangan balik, boong deng: obat yang dijual bebas tanpa perlu resep) Efek Samping: o Gangguan GI tract: nyeri abdominal, mual, dyspepsia, ulkus lambung / duodenum, diare o Inhibisi agregasi platelet darah jadi encer perdarahan jadi lebih lama o Sindrom Reye ini jarang banget sebenarnya, biasanya terkena pada anak yang dikasih aspirin tapi juga sedang terinfeksi virus koma, kejang, edema serebral, gagal organ dan kematian. Intoksikasi : salicylism, berupa muntah, hiperventilasi, vertigo, gangguan pendengaran, dan tinnitus tinnitus biasanya muncul bila kadar asam salisilat di plasma mencapai 200 – – 450 μg/ml (dosis normalnya kalau dipakai jadi aspirin 60 μg/ml). μg/ml). o
2. Ibuprofen Derivat asam propionat Dibandingkan aspirin: Efek analgesik dan antipiretik sama, tapi antiinflamasi lebih jelek, efek samping di GIT lebih lemah
Obat bebas
30
3. Methampyrone (dipyron, metamizole) Derivat pyrazolon dengan efek antiinflamasi lemah Indikasi: o Analgesik dan antipiretik, bila obat – obat – obat obat lain gagal o Bila dibutuhkan administrasi parenteral (intravena), misalnya muntah terus jadi susah dikasih oral. Dewasa ini, bisa dipakai PCT intravena. Efek samping : agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia berat kan ya? Jadinya obat ini sekarang jarang dipakai. 4. Paracetamol (acetaminophen) Farmakodinamik o Efek antiinflamasi sangat lemah, bahkan hampir gak ada ada o Efek analgesik lumayan, jadi bisa dipakai buat atralgia atralgia o Mekanisme kerja: inhibisi produksi PGE 2 di area preoptik hipotalamus. hipotalamus. Farmakokinetik o Absorbsi oral baik o Metabolisme di hati hati o
ginjal Ekskresi melalui ginjal (N-Acetyl-P-benzo-Quinone-Imine ) kecil tapi Metabolit penyusunnya: NAPQI (N-Acetyl-P-benzo-Quinone-Imine sangat reaktif dan karenanya, jadinya hepatotoksik dan nefrotoksik o Waktu paruh 2 – 2 – 3 3 jam, bisa lebih cepat kalau dosisnya didobel. didobel. Dosis: o Dosis terapi : 3 – – 4 4 x 500 mg/hari mg/hari o Dosis sangat tinggi : 10 10 – – 15 15 gr / 150 – 150 – 250 250 mg / kg BB BB Efek samping o Sangat aman, bahkan untuk kehamilan kehamilan o Pada dosis terapi: terapi: Biasanya aman tidak mempengaruhi sistem karsiovaskular, respirasi, platelet, ataupun GIT. GIT. o Pada dosis sangat tinggi, biasanya pada anak karena rasanya manis dan mengenakkan, jadi jauhkan dari jangkauan anak – anak – anak: anak: NAPQI meningkat deplesi glutation (GSH) pada tubuh nekrosis hati. Pada kondisi ini, obat terpilihnya adalah N-Acetylcystein (diberikan tiap 24 jam). jam). o
Yap, demikianlah tentir kali ini. Cenderung copas slide dan hanya sedikit tambahan dari dosennya(yang cenderung baca slide) ataupun beberapa pustaka karena menurut saya slide pun sudah cukup menyiksa. Hmm, farmako.. ga bisa berkata banyak selain hafalkanlah. [Lutfie]
T-12 PATOGENESIS DEMAM Kenapa sih demam yang merupakan satu gejala ini perlu dibuat dua kuliah tersendiri? Jawabannya: demam adalah keluhan pasien yang sangat sering ketika datang ke pusat layanan primer. primer. Jadi, penting sekali buat temen-temen mengetahui apa itu demam. Selain itu, demam bisa ditimbulkan oleh buanyak sekali kondisi (infeksi, toksin, keganasan, kerusakan jaringan, dan lainnya). Tentir bagian ini merupakan dasar untuk berlanjut ke pembahasan tentang demam berikutnya , yakni aspek klinis demam. Jadi, apa itu demam? Demam merupakan respons tubuh fisiologis fisiologis terhadap suatu keadaan abnormal (penyakit, baik akibat infeksi maupun non-infeksi) yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh tubuh di atas suhu tubuh normal akibat stimulasi pirogen pirogen (senyawa peningkat suhu) yang merangsang pusat regulasi suhu tubuh di hipotalamus hipotalamus.. Untuk memahami demam diperlukan pemahaman bagaimana tubuh mengendalikan temperaturnya. Mekanisme Termoregulasi Tubuh manusia telah diciptakan dengan mekanisme penghasil kalor dan pembuangan kalor. Mekanisme termoregulasi ini bermanfaat untuk menjaga suhu tubuh manusia dalam rentang fisiologis. Sumber panas bagi tubuh dapat berasal dari produksi internal (misal: metabolisme bahan makanan) serta lingkungan eksternal (panas udara luar). Sementara itu keluaran panas menuju lingkungan luar membuang kalor di dalam tubuh. Keseimbangan kedua proses ini menentukan kandungan kalor tubuh total, yang secara langsung berkorelasi dengan suhu tubuh (core (core temperature ). ).
Pusat integrasi termoregulatori di hipotalamus menerima masukan dari suhu kulit (termoreseptor perifer) dan suhu inti (termoreseptor sentral di hipotalamus, bagian otak lain, dan organ abdomen). Kedua masukan ini diintegrasikan untuk menghasilkan keluaran berupa: (1) adaptasi behavioral, behavioral, misalnya mengambil selimut dan meringkuk (37,2 OC di pagi hari atau>37,7OC di sore hari. Hipotermia: 41,5OC). Pada umumnya tubuh manusia mampu bertahan dalam kondisi demam, namun dalam kondisi hiperpireksia dapat terjadi kerusakan sistem tubuh. Hiperpireksia sering terjadi pada pasien dengan infeksi berat atau perdarahan intrakranial. Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termometer yang diletakkan di oral, rektum (0,4OC lebih tinggi daripada pengukuran oral), dan membran timpani. Bagaimana demam dapat terjadi? Demam timbul akibat SUBSTANSIA PIROGEN PIROGEN (Yunani pyr: api, -gen: menghasilkan). Pirogen dapat berasal dari dalam tubuh itu sendiri, disebut PIROGEN ENDOGEN (hampir semua pirogen endogen merupakan suatu sitokin yang dihasilkan oleh sel imun tubuh – – contoh: IL-1, IL-6, TNF- , IFN yang dihasilkan oleh sel fagosit), sedangkan yang berasal dari luar tubuh adalah PIROGEN EKSOGEN (umumnya bagian dari komponen bakteri, seperti LPS/lipopolisakarida/endotoksin yang merupakan bagian dari dinding bakteri gram negatif; obat; atau toksin lain. Pirogen eksogen mungkin dapat dikenali sistem imun sehingga menimbulkan respons imun dan pada akhirnya juga menghasilkan sitokin yang juga berpe ran sebagai pirogen e ndogen). Pirogen endogen ya ng merupakan sitokin dapat pula dihasilkan oleh penyakit inflamasi. Dengan demikian demam tidak eksklusif bagi penyakit infeksi. Pirogen di sirkulasi darah dapat mencapai endotel hipotalamus hipotalamus SSP. Di sana, pirogen menginduksi produksi PGE2(prostaglandin E2) dengan cara mengaktivasi PLA 2 (fosfolipase A 2), COX-2 (siklooksigenase-2), serta prostaglandin E2 sintase dalam jalur asam arakidonat. arakidonat. Secara spesifik, PGE 2 beraksi melalui neuron preoptik dan nukleus paraventrikular (PVN) yang berada di hipotalamus, kemudian akan meningkatkan kadar cAMP, dan pada akhirnya terjadi peningkatan set-point suhu tubuh. tubuh. Dengan demikian, jika hipotalamus secara alamiah mengatur suhu tubuh manusia di sekitar 37OC, PGE2 meningkatkannya, sebut saja mencapai 39 OC. Akibatnya, suhu 37 OC dinilai oleh tubuh terlalu rendah, sehingga tubuh melalui hipotalamus memodulasi sinyal saraf otonom (ingat bahwa hipotalamus juga memiliki efek untuk memodulasi sistem simpatis dan parasimpatis). Aktivasi parasimpatis). Aktivasi sistem saraf simpatis menyebabkan simpatis menyebabkan vasokonstriksi pemb. darah kulit ( pengeluaran panas lewat kulit). Selain itu terjadi peningkatan tonus otot
menggigilshivering thermogenesis. thermogenesis. Pada bayi, jaringan lemak cokelat dapat diinduksi oleh sistem simpatis untuk menghasilkan kalor melalui proses non-shivering thermogenesis.. Keseluruhan efek di atas adalah meningkatkan konten kalor dalam tubuh thermogenesis sehingga mengakibatkan peningkatan suhu tubuh, agar suhu 39 OC yang diatur oleh hipotalamus dapat dicapai. Melihat konsep demam diperantarai oleh imunitas tubuh, orang yang malnutrisi, orang tua, orang dengan status imun lemah dapat saja tidak mengalami demam yang mana pada orang normal penyakit tersebut membawa demam. Jadi hati-hati dengan orang dengan karakteristik seperti ini! Tabel di bawah ini merangkum penyebab demam dengan cara memicu pembentukan pirogen endogen: endogen: Golongan
Contoh Agen
Mikroba
Virus, bakteri, fungi, parasit
Toksin mikroba
Endotoksin Eksotoksin: enterotoksin, TSS (sindroma syok toksin), eksotoksin toksin-1 streptokokus pirogenik, toksin eritrogenik
Sisa hancuran mikroba
Peptidoglikan, peptida muramil, asam lipoteikoat, polimer glukosa rhamnosa, lipoarabinomannan
Komponen imun dan sitokin
Kompleks Ab-Ag, komponen komplemen (terutama C5a dan C3a), produk limfosit (IL-2, IFN), sitokin pirogen (IL-1, TNF-)
Obat
Eitokolanolon, bleomisin, penisilin (melalui limfosit – – terjadi pada orang yang sensitif)
Tumor
(dapat menghasilkan sitokin pirogenik)
Apa untungnya suhu tubuh meningkat? meningkat? Demam dapat membantu melawan proses infeksi yang sedang terjadi. terjadi . Sebagaimana reaksi kimia lainnya, peningkatan suhu butuh meningkatkan kerja sistem imun (fagositosis menjadi lebih aktif, produksi Ab lebih cepat dan meningkat, dan reaksi lainnya). Demam dapat pula menurunkan kadar serum Fe, Zn, dan Cu yang sangat diperlukan untuk replikasi bakterial. Demam juga dapat mencegah virus menularkan dari sel yang terinfeksi ke sel sehat tetangganya dengan menginduksi autodestruksi pada sel terinfeksi virus.
32
Pola Demam Demam Tipe
Penjelasan
Contoh
Intermiten
Suhu kemudian menjadi normal Abses, malaria falsiparum, penyakit still dan siklusnya berulang
Remiten
Suhu , kemudian dapat tidak sampai normal, dan siklusnya berulang
TB, endokarditis, demam tifoid
Relaps
Suhu , kemudian menjadi normal, dan terjadi lagi beberapa hari kemudiana
Demam relaps, bruselosis, malaria tertiana/kuartana, limfoma
Bifasik
Demam yang terjadi kembali hanya sekali (kurva yang dihasilkan seperti dua puncak, maka itulah dinmakan bifasik)
Leptospirosis, dengue, demam colorado tick, koriomeningitis limfositik
Kontinu
Suhu terjadi dalam beberapa hari, dengan variasi suhu harian tidak lebih dari 1OC
Ensefalitis, demam obat, slamonella, demam fastitious
a
dari catatan penulis melalui ucapan lisan dr. Khie Chen, dikatakan bahwa relaps dapat dikatakan jika setelah suhu meningkat, terjadi fase penurunan suhu hingga mencapai normal dan bertahan minimal 2 x 24 24 jam tanpa pemberian antipiretik, baru kemudian demam muncul kembali. Jadi orang yang terkena penyakit kemudian demam, minum obat penyembuh penyakit dalam 3 hari sembuh, lalu minggu depan panas lagi dapat dikatakan demamnya relaps. Misalnya orang yang resisten terhadap obat antimalaria. Contoh lain: orang dengan demam tifoid yang diterapi, dalam 5 hari suhu menjadi normal. Namun karena pengobatan tidak adekuat, orang tersebut panas lagi.
Beberapa kasus penyakit dapat menimbulkan pola demam yang khas (grafik suhu tubuh untuk kondisi di bawah ini bisa dilihat di slide): tifoid: meningkat perlahan-lahan, memuncak di sekitar minggu ke-2 dan Demam tifoid: 3, kemudian turun walaupun tidak sampai normal (remiten) Malaria akibat P. vivax : malaria tersiana (demam hari pertama, kedua normal, ketiga muncul ketiga muncul lagi). Merupakan contoh demam intermiten. Malaria akibat P. falciparum : malaria tropika, demam hari pertama, kedua turun (tidak sampai normal), meningkat lagi di hari ketiga. Merupakan contoh demam remiten. akut: demam remiten. Terdapat fase preikterik (3-10 hari) dan fase Hepatitis akut: ikterik (7-21 hari atau lebih)
Jika demam, apa yang harus dilakukan dilakukan Karena demam merupakan gejala, dan bukan diagnosis, pasti ada mekanisme dasar penyebab demamnya. Oleh karena itu demam harus dicari penyebabnya, dan sebab itulah yang ditatalaksana. Pemberian antipiretik dapat menurunkan set-point hipotalamus sesaat sehingga menurunkan suhu tubuh, namun jika penyebab utamanya tetap terjadi maka suhu tubuh akan meningkat kembali. Dalam konteks ini, mengingat ada penyakit yang memiliki pola demam tertentu, penggunaan antipiretik dapat mengacaukan pola diagnosis yang dibentuk dari pola perubahan suhu seiring dengan berjalannya waktu. Parasetamol (dan OAINS lain) serta kortikosteroid dapat digunakan sebagai antipiretik. Biasanya jika suhu masih sekitar 38 OC, kita tidak turunkan suhunya dengan antipiretik, namun kita tatalaksana penyakit yang mendasarinya. Jika panas lebih tinggi lagi (misal 3940OC) dapat dilakukan kompres dingin. Jika panas terlalu tinggi, tentu saja ini berbahaya dan diperlukan antipiretik. Pada orang-orang dengan faktor risiko tertentu seperti bayi, orang dengan gangguan kardiovaskular, wanita hamil memerlukan kontrol suhu lebih ketat (mungkin kenaikan suhu tertentu harus langsung diturunkan). diturunkan). [Iseng] Apa itu hipertermia? Apakah berbeda dengan demam? [Iseng] Apa Secara klinis hipertermia mirip demam, dengan peningkatan suhu tubuh saat dilakukan pengukuran. Namun, dasar patogenesis keduanya berbeda. berbeda . Hipertermia tidak melibatkan kenaikan set-point hipotalamus, karena hipertermia terjadi akibat mekanisme pembuangan kalor tubuh tak berjalan dengan baik. Dengan demikian saat seseorang mengalami hipertermia, sesungguhnya hipotalamusnya “tidak diperintahkan” untuk meningkatkan suhu (bandingkan dengan demam). Contoh: ingat kasus AMOK modul METEND. AMOK (heat-stroke) terjadi karena seseorang berolahraga di udara dengan kelembaban tinggi, sehingga mekanisme perspirasi tidak berjalan baik (padahal perspirasi dalam hal ini dominan untuk membuang kalor tubuh yang berlebih akibat olahraga). Dengan demikian hipertermia, bukan demam, yang terjadi. Patogenesis hipertermia tidak melibatkan pirogen sama sekali. “Humanity has but three great enemies: Fever, famine and war; of theseby far the greatest, by far the most terrible, is fever.” William Osler Referensi Referensi 1. Slide kuliah dr. Khie Chen 2. Harrison‟s Principles Principles of Internal Medicine, 17 th ed. [Evan Regar]
33
T-14 PENDEKATAN KLINIS DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM
Intermittent fever : suhu tubuh naik turun dari hari ke hari, bervariasi dari
Demam merupakan kondisi peningkatan suhu tubuh di atas variasi sikardian normal. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan pusat pengatur panas yang terletak di hipotalamus anterior.. Secara normal, manusia berusia 18 sampai 40 tahun memiliki variasi suhu anterior 36,8±0,4 ⁰C (98,2±0,7⁰F). Titik nadir, nadir, atau titik terendah suhu manusia terjadi pada pukul 06.00 pagi dengan suhu maksimal sebesar 37,2⁰C. Sementara, titik tertinggi atau zenith terjadi pada pukul 16.00-18.00 dengan suhu tertinggi 37,7 ⁰C pada pukul 16.00. Secara normal, dalam 24 jam, manusia memiliki selisih variasi suhu tubuh terendah dan tertinggi sebesar 0,5⁰C. Namun, masih bisa diartikan sebagai normal meski perbedaannya mencapai 1⁰C pada titik nadir dan zenith.
Remittent fever : suhu naik turun dari hari ke hari. Berbeda dengan intermittent,
demamsuhu normaldemamsuhu normal.
Pirogen, substansi yang menyebabkan demam dapat berasal dari eksogen berupa Pirogen, mikroorganisme, produknya atau toksin maupun endogen. Pirogen endogen dihasilkan oleh tubuh sendiri yang secara umum merupakan respon terhadap stimulus yang seringkali dipicu oleh infeksi dan inflamasi. Sitokin-sitokin pirogenik seperti IL-1, TNF, IL-6 IL- 6 dan INF‟s nantinya akan menstimulus hipotalamus anterior untuk menghasilkan PGE2 sehingga set point pengaturan panas naik. Antipiretik bekerja dengan menghambat proses pembentukan PGE2 tersebut. Dalam mendiagnosis demam, yang perlu kita perhatikan adalah riwayat, pola demam, pemeriksaan fisik, tes laboratorium,serta respon dari usaha diagnosis dan terapi yang dilakukan.
pada remittent fever suhu tidak pernah mencapai normal.
Relapsing fever : bisa dikatakan sebagai demam kambuhan. Pasien mengalami demam selama beberapa hari, kemudian kembali normal selama beberapa hari,tetapi kemudian suhu kembali naik. Demam ini mirip dengan intermittent, hanya saja fase demam dan fase normalnya terjadi dalam beberapa hari. b. Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang teliti yang sebaiknya dilakukan berulang secara teratur. Semua tanda fisik perlu diperhatikan karena dapat relevan dengan gejala demam yang muncul. Selain itu, perlu dicermati pula keadaan kulit, nodus limfa, mata, ujung kuku, sistem kardiovaskular, dada, abdomen, sistem muskuloskeletal, dan sistem saraf. Dikatakan juga bahwa pemeriksaan rektal cukup penting dan dapat mendesak. Penis, prostat, skrotum, dan testis sebaiknya diperiksa dengan hatihati. Jika perlu, kalau belum disunat, kulup penis perlu ditarik. Pemeriksaan pelvis secara umum juga bisa dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di antaranya adalah Hitung darah lengkap, hitung jenis, laju endap darah, CRP (c-reactive protein) Urinalisis, pemeriksaan tinja Elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, tes fungsi hati, CPK (creatinin phosphokinase), amilase, lipase Radiologi (CXR, ultrasonografi abdominal, CT scan, echo) Serologi (widal, serologi dengue, fungal, HIV, CMV) Komplemen Mikrobiologi (darah, kultur spesimen, PCR) Pemeriksaan akumulasi cairan yang abnormal Biopsi sumsum tulang belakang Histopatologi
a. Riwayat Dalam riwayat, yang perlu kita perhatikan tidak hanya demamnya saja, melainkan juga di mana pasien tinggal (kondisi geografisnya), perjalanan, hewan peliharaan, orientasi dan kelakukan seksual, penggunaan obat intravena, trauma, gigitan hewan, gigitan serangga, transfusi, imunisasi, dan alergi obat atau hipersensitivitas. Riwayat sangat membantu untuk mempersempit kemungkinan diagnosis seperti infeksi atau bukan infeksi. Jika pun infeksi, kita dapat mengarah pada organisme tertentu dengan mengetahui riwayat tersebut. Penggunaan obat (termasuk yang diminum tanpa pengawasan medis), termasuk prosedur bedah dan implant, juga perlu diperhatikan. Selain itu, yang perlu diketahui pula adalah etnis maupun riwayat keluarga berupa tuberkulosis, penyakit infeksi atau demam, artritis atau penyakit kolagen vaskular, serta gejala yang tidak biasa pada keluarga (urtikaria, demam dan poliserositis, nyeri tulang atau anemia).
Selanjutnya, dilakukan analisis terhadap respon dari usaha diagnostik dan terapi yang dilakukan. Dalam tahap ini, tampilan klinis dan pemeriksaan laboratorium diperiksa korelasinya. Selain itu, treatment empiris yang dilakukan juga perlu diperiksa apakah berespon membaik atau tidak.
Pola demam secara demam secara umum dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu: Sustained fever : suhu tubuh terus menerus tinggi (di atas normal) dalam beberapa hari (tingginya tidak terlalu bervariasi).
Dalam pendekatan klinis, kita perlu perhatikan apakah demam tersebut merupakan demam akut atau berkepanjangan karena dapat membantu untuk mengarahkan ke faktor penyebab yang harus ditangani. Jika terjadi kurang dari 2 minggu, demam termasuk akut. Infeksi
34
sistemik yang dapat menyebabkan demam ini di antaranya adalah infeksi virus, malaria, demam dengue, leptospirosis. Penyakit tadi biasanya menyebabkan demam sampai 1 minggu. Jika sampai 2 minggu, ada kemungkinan demam tersebut merupakan demam tifoid. Infeksi organ fokal yang dapat dicurigai sebagai penyebab demam di antaranya adalah pneumonia, pielonefritis, apendisitis, kolesistitis, abses liver,infeksi saluran kemih, infeksi pelvis, dsb. (Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dilakukan sebelumnya, kita dapat mempersempit kemungkinan-kemungkinan di atas). Disebut demam berkepanjangan apabila terjadi lebih dari 2 minggu. minggu. TB sistemik, keganasan (limfoma, leukimia, mieloma), autoimun (rheumatoid arthritis, SLE), induksi obat, metabolik, HIV dan malingering dapat bermanifestasi sebagai demam berkepanjangan ini. Contoh kasus pada kuliah ini adalah Seorang pria, 23 tahun, pekerja kasar. Dia mengeluhkan demam tinggi sejak 5 hari yang lalu. Selain itu, dia merasa sakit kepala, menggigil, mual dan muntah. Diare, batuk dan bersin disangkal. Secara umum, kita dapat membedakan penyebab demam ini sebagai demam akibat infeksi dan non infeksi. Ciri khas yang dapat kita amati pada infeksi adalah onsetnya akut, suhu tinggi, ada riwayat kontak atau eksposur, data epidemiologi dan demografi. Sementara yang non infeksi onsetnya lama, suhu tidak terlalu tinggi, tidak ada kontak. Untuk autoimun, secara demografi wanita lebih rentan terkena sedangkan keganasan lebih pada orang tua. Dari informasi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa demam disebabkan oleh infeksi. Namun, belum dapat dipastikan apakah oleh bakteri, virus atau parasit. Selain itu, kita sudah mendapatkan data bahwa ada gejala pada gastrointestinal dan CNS, tetapi belum pasti apakah sistem tersebut merupakan lokasi/fokal infeksi atau infeksi sistemik yang menyebabkan sistem tersebut mendapatkan pengaruh. Maka dari itu, diperlukan pemeriksaan laboratorium serta mengamati respon terhadap perawatan empiris untuk menentukan diagnosis. Demam Dengue/ Demam Dengue Hemoragik Demam ini disebakan oleh flavivirus flavivirus,, khususnya virus dengue tipe 1-4. Patogenesisnya dipengaruhi oleh virulensi virus, peningkatan non-neutralized antibodi dan infeksi heterolog sekunder. Manifestasi dari infeksi ini berupa:
Untuk melakukan diagnosis penyakit ini, terdapat kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 berupa demam akut selama 2-7 hari hari (biasanya bifasik ), ), level platelet yang rendah (20%, penurunan hematokrit >20% sesudah penatalaksanaan cairan, efusi pleura, ascites, hiponatremia, dan hipoalbuminemia. Demam Tifoid Demam tifoid merupakan manifestasi dari infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonela enterica serotipe thyphi atau parathypi yang juga dikenal sebagai Salmonella typhi . Manifestasi dari demam tifoid ini berupa demam dengan pola berjenjang naik. Selain itu, terdapat gejala sakit kepala, myalgia, anoreksia, mual, muntah. Gangguan pada abdominal dapat berupa konstipasi dan diare, yang jika parah dapat terjadi perdarahan dan perforasi intestinal. Pembesaran liver dan limfa mungkin terjadi. Selain itu, pasien dapat mengalami penurunan kesadaran menjadi apati, delirium atau koma. Lidah pasien nampak bersalut. Juga, dapat terjadi bradikardi relatif dan rose spot. Kriteria diagnostik dapat dibedakan menjadi definitif dan probable. Diagnostik definitif berupa kultur empedu atau PCR Salmonella thypi positi, titer widal serology agglutinin O≥ 1/640 atau titer H≥1/1280, serta peningkatan titer O dua kali atau lebih. Pas ien baru bisa
35
disimpulkan mungkin mengalami demam tifoid apabila titer widal serology agglutinon O hanya 1/320 atau titer H 1/640. Malaria Malaria disebabkan oleh plasmodium yang transmisinya melalui nyamuk anopheles. Ada empat spesies protozoa ini yaitu Plasmodium falciparum, vivax, malariae dan ovale . Infeksi dapat terjadi melalui transmisi oleh vektor nyamuk atau induksi melalui transfusi darah, injeksi bahkan kongenital. Gejala yang muncul di antaranya adalah trias malaria berupa demam, menggigil dan berkeringat. Selain itu, seperti pada demam tifoid, penderita malaria dapat mengalami sakit kepala, mual-muntah, diare dan myalgia. Karena biasanya bersifat endemik, biasanya pasien memiliki riwayat bepergian ke daerah yang endemik dalam 1-4 minggu yang lalu atau bahkan tinggal di daerah tersebut. Sesuai dengan jalur transmisinya, riwayat transfusi serta riwayat malaria juga perlu dipastikan. Demam pada m malaria alaria dapat mencapai 37,540⁰C. Juga dapat terjadi anemia, splenomegali, hepatomegali dan hilangnya kesadaran. Diagnosis malaria berat dapat ditegakan jika ditemukan P.falciparum asexual asexual pada apusan darah dengan salah satu kondisi berikut. Hilangnya kesadaran, konvulsi, koma Anemia berat (Hb5% di area hipoendemic Jaundice (bilirubin>3 mg/dl Hiperpireksia Ganggaun neurologis atau kelelahan Diagnosis post mortem [Johny Bayu Fitantra]
View more...
Comments