Tension Headache

March 27, 2018 | Author: Ciptadi Iqbal | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Tension Headache...

Description

Laporan Simulasi Kasus

TENSION HEADACHE Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh: Essy Dwi Damayanthi I1A001067 Pembimbing : Dr. Alfi Yasmina, M.Kes

Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran Laboratorium Farmasi Banjarbaru 2006

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Nyeri kepala merupakan gejala umum yang pernah dialami hampir semua orang dan lebih dari 90% populasi pernah mengalami satu jenis sakit kepala. Setidaktidaknya secara episodik selama hidupnya. Di Amerika Serikat lebih dari 23 juta orang mengalami nyeri kepala, dimana 17,6% diderita oleh wanita dan 6% pada lakilaki (1,2,3). Nyeri kepala dapat merupakan bagian dari gejala sisa (sekuele) akibat peningkatan tekanan intrakranial, cedera kepala, tumor otak, ketegangan mata, sinusitis, perubahan atmosfir, alergi makanan, strees emosional, alkohol, makanan, dan sebagainya. Daftar faktor-faktor etiologi yang mugkin menjadi penyebab nyeri kepala

tidak ada habisnya dan bersifat individual. Ada tiga jenis nyeri kepala,

berdasarkan klasifikasi Internasional Nyeri Kepala dari IHS (International Headache Society) yang terbaru tahun 2004, terdiri atas Migraine, Tension Type Headache (TTH), serta Cluster Headache dan cephalalgia lainnya dari nyeri kepala primer lainnya (1,2,4). Tension headache atau nyeri kepala tipe tegang adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik emosional, kelelahan atau hostilitas yang tertekan.Respon fisiologis yang terjadi meliputi refleks pelebaran pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot rangka kepala, leher dan wajah (5).

1.2. Definisi Tension Type headache atau nyeri kepala tipe tegang didefinisikan sebagai rasa berat atau tertekan yang menetap, pada kedua sisi kepala yang timbul episodik dan berkaitan dengan stres, tetapi dapat berulang hampir setiap hari tanpa adanya faktor psikologis. Nyeri ini timbul karena kontraksi terus-menerus otot-otot kepala dan

tengkuk

yaitu

m.

splenius

kapitis,

m.

temporalis,

m.maseter,

m.

sternokleidomastoideus, m. trapezius, m. servikalis posterior, dan m. levator skapula. Sifat nyerinya biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan-berat, bilateral, tidak dipicu oleh aktivitas fisik dan gejala penyertanya tidak menonjol (6,7). Tension headache ini juga dikenal sebagai stres headache, muscle contraction headache, psychomiogenic headache, ordinary headache, and psikogenik headache (8). 1.3. Epidemiologi Pada penelitian di Amerika, tension headache merupakan penyakit nyeri kepala primer. Penyakit ini 88% dijumpai pada wanita dan 66% pada laki-laki dan sekitar 60% serangan sakit kepala jenis ini terjadi pada usia lebih dari 20 tahun (8). 1.4. Etiologi Etiologi dari tension headache ini belum diketahui secara pasti, namun diduga disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain adalah cahaya yang menyilaukan, stres psikososial, kecemasan, depresi, stres otot, marah, terkejut, serta penggunaaan obat untuk tension headache yang berlebihan (6). 1.5. Klasifikasi

Klasifikasi nyeri kepala tipe tegang/ Tension Headache menurut Ad Hoc Committee of The International Headache Society adalah sebagai berikut (6,8) : 1. Nyeri kepala tipe tegang episodik a. Minimal mengalami 10 kali episode nyeri kepala, dimana jumlah hari dengan nyeri kepala tersebut < 180 hari/tahun ( 15 hari/bulan (>180 hari/tahun) selama 6 bulan yang memenuhi kriteria 1b-1d diatas b. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri pada nyeri kepala tipe tegang episodik c. Tidak ada muntah, dan tidak lebih satu hal berikut : mual, fotofobia atau fonofobia 1.6. Patofisiologi Patofisiologi dari TTH sangat kompleks dan banyak faktor yang mempengaruhinya, baik dari faktor sentral maupun perifer. Pada penderita TTH

didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar ke kepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya (9). TTH adalah kondisi stres mental, nonfisiologikal motor stres, dan miofasial lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya yang menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-masing individu mempunyai sifat self limiting yang berbeda-beda dalam hal intensitas nyeri kepalanya (8,10). Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang bermyelin (A∞ dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/ tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous, seperti misalnya proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan timbul proses sensitisasi serabut Aoc dan serabut C yang berperan menambah rasa nyeri tekan pada tension type headache (9). Dulu dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type headache

sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction headache. Akan tetapi pada akhir-akhir ini pada beberapa penelitian yang menggunakan

EMG

(elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik otot, jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi protektif terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala (8,9,10) Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial trigger point yang berukuran kecil, hanya beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot). Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin( dilepas dari platelet), bradikinin( dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan kalium (yang dilepas dari sel otot), substance P dan Calcitonin Gene Related Peptide dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet. Jadi pada saat ini yang dianggap lebih berperan adalah nyeri miofascial terhadap timbulnya TTH (8,9). Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot

sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap timbulnya nyeri pada tension headache. Semua nilai ambang pressure pain detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik (9).

1.7. Manifestasi Klinis Gejala-gejala yang dapat timbul pada tension headache adalah nyeri kepala yang dirasakan seperti kepala berat, pegal seperti diikat tali yang melingkari kepala, kencang dan menekan. Kadang-kadang disertai nyeri kepala yang berdenyut. Bila berlangsung lama, pada palpasi dapat ditemukan daerah-daerah yang membenjol, keras dan nyeri tekan. Dapat pula disertai gejala mual, kadang-kadang muntah, vertigo, lesu, sukar tidur, mimpi buruk, sering terbangun menjelang pagi dan sulit tidur kembali, hiperventilasi, perut kembung, sedih, hilangnya kemauan untuk belajar atau bekerja, anoreksia dan keluhan depresi lainnya. Bisa juga nyeri dirasakan seperti perasaan tegang yang menjepit di kepala dan nyeri berlokasi di daerah oksipito servikal (5,7) Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stres, kegelisahan dan atau kelelahan temporer yang biasanya berlangsung satu atau 2 hari. Tipe kronis biasanya nyeri bersifat bilateral, tidak mereda, dapat berlangsung siang maupun malam hari, dan berlangsung sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, terasa menekan, tidak berdenyut dan sering dikaitkan dengan perasaan gelisah, depresi dan perasaan tertekan (4,7). Gejala yang lain dari nyeri kepala ini berupa konsentrasi yang lemah, perasaan lelah dan iritabel. Kualitas nyeri kepala ini digambar sebagai nyeri yang tumpul dan menetap. Sering tidak digambarkan sebagai rasa nyeri tetapi sebagai rasa berat atau rasa tertekan atau juga rasa ketat. Pada 25% penderita serangan nyeri tumpul dapat kemudian berubah menjadi rasa berat dan kadang-kadang ada kualitas

berdenyut (pulsasi). Nyeri kepala yang tumpul ini bisa berasal dari bangunan yang terletak dalam di kulit. Pada beberapa keadaan, nyeri dapat dirasakan terlokalisir di satu tempat misalnya : orang dengan kebiasaan mengerutkan dahi dapat merasakan nyeri di daerah bitemporal, dan orang dengan kebiasaan leher lurus merasakan nyeri di oksipital (11). Gambaran intensitas nyeri pada nyeri kepala ini sebagai “seakan-akan kepala akan pecah, yang menunjukkan karakteristik histerik”. Sedangkan durasi dari nyeri kepala ini dapat kontinyu menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Penderita dapat melaporkan tak pernah sembuh dari nyeri kepalanya. Namun selama perjalanan yang panjang itu intensitas nyerinya dapat menyusut dan mengembang dari jam ke jam. Frekuensi nyeri akan dilaporkan setiap hari, ters menerus dan tak pernah bebas nyeri kepala, pola temporalnya disebut pola undulasi (bergelombang), dimana nyeri menetap kontinyu, periodisitasnya tak jelas dan awitannya tidak paroksismal (11). Selain itu juga ada gelaja lain pada nyeri kepala tegang otot ini yaitu (11) : - Fotofobia ringan namun konstan, mendorong penderita memakai kacamata hitam walaupun hari mendung. - Gejala-gejala GI : nausea pada pagi hari, Vomitus (jarang), sendawa belebihan dan mengeluarkan flatus. - Hiperventilitas, gangguan konsentrasi, kurang minat dalam bekerja dan melakukan hobi, Gejala-gejala ini dapat ditafsirkan sebagai sindrom cemas (anxietas).

- Rasa nyeri di dada kiri, di punggung dan region koksigeus. Rasa nyeri ini bersamaan gejala GI dan Gejala psikosomatik lainnya dapat ditafsirkan sebagai sindrom depresi. Banyak penderita yang mengalami nyeri kepala tegang otot walaupun tak ada stress emosional yang berat. Pada nyeri kepala yang sudah berlangsung lama, faktor pencetus bisa juga berlaku sebagai faktor yang memperberat sehingga akan menambah intensitas nyerinya. Gerakan-gerakan pada jurusan tertentu dapat memperberat nyerinya (11). Pada tension headache biasanya tidak ditemukan kelainan organik, anemia sedang dan tekanan darah sistemik yang sedikit tinggi atau rendah tidak relevan bagi tension headache, yang menonjol adalah unsur fobia berupa sakit kepala kalau melihat orang banyak, sakit kepala kalau berada ditempat yang tinggi atau sakit kepala kalau naik lift, jenis fobia yang diproyeksikan dalam keluhan adalah agorafia (fobia terhadap tempat yang luas dan ramai), akrofobia (fobia terhadap kecuraman), klustrofobia (fobia terhadap ruang yang sempit). Tension headache yang diwarnai dengan unsur histerik adalah klavus histerik yaitu sakit kepala yang terpusat pada kalvarium. Sakit kepala semacam ini hampir selalu disertai gejala globus histerikus yaitu perasaan seolah-olah tenggorokan dicekik atau kerongkongan tersumbat (12). Nyeri kepala tension headache bisa berupa suatu aktivitas yang dapat menyebabkan kepala berada pada 1 posisi dalam jangka waktu lama tanpa bergerak, sehingga menyebabkan sakit kepala, aktivitas tersebut meliputi pengetikan atau penggunaan computer, pekerjaan halus dengan tangan dan penggunaan mikroskop.

Tidur di dalam suatu ruangan yang dingin atau tidur dengan posisi leher yang salah dapat mencetuskan sakit kepala jenis ini (13). 1.8. Diagnosis Tidak ada tes khusus untuk menegakkan diagnosis TTH. Penderita yang mempunyai riwayat pengobatan dan melakukan pemeriksaan fisik termasuk evaluasi neurological yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti dapat ditentukan dari anamnesa, riwayat medis dan pemeriksaan fisik. 1.9. Penatalaksanaan Pada nyeri kepala tension headache penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut (6,7,8,13,14,15) : 1. Terapi psikofisiologis Terapi ini dapat berupa terapi relaksasi, program untuk mengatasi stres, serta tehnik ayap balik hayati (biofeedback). Dengan modalitas terapi tersebut, frekuensi tension headache serta beratnya penyakit dapat berkurang. Strategi pengelolaan stress mungkin sangat menolong pada tension headache. Perubahan cara hidup mungkin diperlukan untuk nyeri kepala tension headache kronik. Cara tersebut meliputi istirahat yang cukup dan latihan, perubahan dalam pekerjaan atau kebiasaan relaksasi ataupun perubahan yang lain 2. Fisioterapi Terapi ini berupa latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi, yoga, semedi, diatermi, kompres hangat, TENS (Transcutaneus electrical nerve

stimulation) ataupun terapi akupuntur. Terapi fisik dan teknik relaksasi ini dapat memberikan keuntungan pada kasus-kasus khusus. 3. Farmakoterapi Terdiri atas terapi abortif yang bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi serangan penyakit pada tension headache tipe episodik, serta terapi pencegahan/preventif untuk terapi jangka panjang yang bermanfaat pada tension headache kronik, namun dapat juga digunakan pada tension headache tipe episodik. Obata-obatan yang dapat digunakan pada pengobatan tension headache yaitu : a. Analgetikum /Non Streoid Anti Infalammatory Drugs (NSAIDs), dapat menghilangkan rasa nyeri kepala ringan dan sedang, bila sebelumnya diberi obat yang memacu gastrointestinal. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu : •

Asam Asetilsalisilat 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr



Metampiron 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr



Glafein 200 mg tablet dengan dosis 600-1200 mg/hr



Asam Mefenamat 250-500 mg tablet dengan dosis 750-1500 mg/hr



Ibuprofen 400-800 mg tablet dengan dosis < 2400 mg/hr b. Hipnotik-sedatif/antiansietas. Kerjanya terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Efek sampingnya berupa inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan

psikomotor, gangguan koordinator berpikir, bingung, disartria, mulut kering dan rasa pahit. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu : •

Klordiazepoksid 5 mg tablet dengan dosis 15-30 mg/hr



Klobazam 10 mg tablet dengan dosis 20-30 mg/hr



Lorazepam 1-2 mg tablet dengan dosis 3-6 mg/hr



Diazepam 2-5 mg tablet dengan dosis 2-10 mg/hr c. Antidepresan. Cara kerjanya dengan memblokade pengambilan kembali noradrenalin dan memblokade aktivitas kolinergik, adrenergik, dan reseptor histamin. Efek sampingnya adalah mengantuk, mulut kering, mata kabur dan sukar berak. Obat-obatan yang dapat digunakan misalnya : •

Amitriptilin 10/25 mg tablet dengan dosis 150-300mg/hr



Maprotiline 25/50/75 mg tablet dengan dosis 25-75 mg/hr



Amineptine 100 mg tablet dengan dosis 200 mg/hr

d. Antagonis serotonin, sebaiknya diberikan dalam bentuk sediaan injeksi atau spray nasal, jika pemberian oral tidak memungkinan saat ada gejala mual atau muntah. Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin di otak. Obat yang digunakan yaitu : •

Metysergid 2 mg tablet dengan dosis 4-6 mg/hr



Sumatriptan 100 mg tablet dengan dosis 300 mg/hr



Fluoksetin 10 mg tablet dengan dosis maksimal 60 mg/hr

e. Agonis selektif reseptor α2, obat yang digunakan yaitu tizanidin. Cara kerjanya adalah dengan mencegah mengecilnya dan melebarnya pembuluh darah secara abnormal. Bekerja pada rangsangan sentral neuron-neuron penghambat. Efek sampingnya adalah mengantuk, mulut kering dan depresi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tizanidin ternyata efikasius, aman dan dapat ditoleransi pada terapi profilaksis nyeri kepala harian. Serangan akut berespon terhadap aspirin dan obat AINS lainnya seperti asam asetilsalisilat, metampiron maupun asam mefenamat. Untuk tindakan profilaksis diberikan pengobatan amitriptilin, atau pemberian kembali inhibitor selektif serotonin dan tizanidin sangat berguna dalam beberapa kasus. Meski banyak pasien berespon terhadap benzodiazepin seperti diazepam, obat-obat ini harus dibatasi penggunaannya karena memiliki potensi adiktif (6,7,8). Selain ketiga jenis terapi diatas adapula cara-cara lain yang bisa digunakan untuk meredakan nyeri pada tension headache, diantaranya yaitu (6,7) : 1. Botulinum toksin A (BTX A), adalah obat yang poten untuk beberapa penyakit berat yang berhubungan dengan kenaikan tonus otot. Meskipun mekanismenya belum diketahui secara pasti, diduga BTX A mempunyai target menurunkan Substance P, dan sebagai relaksan otot. 2. Injeksi dengan anastesi lokal, misalnya injeksi prokain, prokain-kofein kompleks, lidokain dan lain-lain, atau yang lebih dikenal dengan istilah injeksi trigger point, yang juga membantu mempercepat penyembuhan. 1.10. Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan pada nyeri kepala Tension Headache ini dapat berupa teknik relaksasi pencegahan dan penghindaran situasi stress. Pada beberapa orang, suatu pengobatan sehari dapat membantu, secara khas dapat digunakan Trisiklik antidepresan, bahkan untuk orang-orang tanpa depresi (5). Pencegahan lain meliputi penggunaan bantal yang berbeda atau mengubah posisi tidur, posisi saat membaca harus benar, saat bekerja atau melakukan aktivitas lain yang dapat menyebabkan sakit kepala. Latihan leher dan bahu harus sering terutama saat mengetik, menggunakan computer atau pekerjaan lain. Selain itu juga harus cukup tidur dan istirahat atau pemijitan otot dapat mengurangi sakit kepala. Mandi atau berendam air panas/dingin dapat membebaskan sakit kepala untuk sebagian orang (13). Nyeri kepala Tegang Tension Headache dapat berkurang atau membaik dengan beberapa cara antara lain (11) : -

Obat vasodilator

-

Obat analgetik

-

Kombinasi Kafein-analgetik

-

Relaksasi dan masage tengkuk

-

Relaksasi volunter pada otot kering dan mandibula 1.11. Prognosis Prognosis dari Tension Headache umumnya memberikan respon yang baik terhadap pengobatan tanpa pengaruh efek sisa (11).

BAB II SIMULASI KASUS

2.1. Kasus Anamnesa Tuan Gerry, usia 27 tahun, alamat Apartemen The Peak Room No.221 karyawan swasta di perusahaan konsultan bisnis, sedang ada perjalanan bisnis di Banjarmasin, datang ke klinik dengan keluhan sakit kepala. Sejak beberapa bulan yang lalu, keluhan sakit kepala sering timbul, kadang hilang dalam beberapa menit, kadang berlangsung lama. Sakit kepalanya berupa rasa berat dan kencang di pelipis, belakang kepala dan leher dan memberat di sore hari. Tidur tidak nyenyak, sering terbangun jam 2 atau 3 pagi dan susah tidur lagi. Konsentrasi juga sulit, tidak ada mual atau gangguan penglihatan. Pemeriksaan Tanda Vital:

Tekanan darah

: 130/85 mmHg

Nadi

: 80 kali/menit

Nafas

: 20 kali/menit

Suhu tubuh

: 37oC

Kepala

: Tidak ada tanda trauma

Visus

: OD-1.00 OS-1.50, penderita memakai kacamata yang tepat

Mulut dan gigi

: Tidak ada kelainan (ada tambahan pada M2 kanan atas)

Leher

: otot leher dan punggung tegang

Thorak, abdomen dan ekstremitas : Tidak ada kelainan Diagnosis

: Tension Headache

2.2. Tujuan Pengobatan •

Mencegah faktor pencetus dan pengobatan non medik untuk mengurangi penggunaan obat-obatan tension headache sehingga efek samping dari obatobatan ini dapat dikurangi



Pengobatan simptomatik/abortif untuk mengatasi keluhan-keluhan penderita, saat terjadinya serangan tension headache



Pengobatan pencegahan digunakan agar penderita mengalami serangan tension headache yang lebih jarang serta lebih ringan dan stabil selama periode waktu yang lama sehingga dapat mengubah perjalanan alamiah serangan, serta untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit

2.3. Daftar Kelompok Obat Beserta Jenisnya yang Berkhasiat untuk Kasus ini (6,7,8,14)

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Golongan Obat NSAIDs Hipnotik-sedatif/ antiansietas Antidepresan Antagonis serotonin Agonis selektif reseptor α 2

Jenis Obat Asam mefenamat, ibuprofen, aspirin, metampiron Klobazam, lorazepam, diazepam, klordiazepoksid Amitriptilin, Nortriptilin, maprotilin Metysergid, sumatriptan, fluoksetin, amineptin Tizanidin

2.4. Perbandingan Kelompok Obat(6,7,8,14,16) No 1

Kelompok/ Jenis Obat

Khasiat

Kecocokan (kontraindikasi obat)

Gangguan dan perdarahan GI, ulkus peptik, sakit kepala, mengantuk, pusing, cemas, gangguan penglihatan, ruam kulit, diskrasia darah, nefropati Mual, muntah, diare,konstipasi, nyeri dan rasa panas di epigastrium

Perdarahan/tukak saluran cerna, gangguan hati dan ginjal

NSAIDs Asam mefenamat

Ibuprofen

Meredakan pegal pada otot dan persendian, sakit kepala, sakit gigi, nyeri haid dan pasca bedah Analgetik-antipiretik, antiinflamasi

Metampiron

Sakit kepala karena tegang dan terlalu capai, neuralgia serta sakit yang berhubungan dengan infuenza Asam asetil Meringankan sakit salisilat, kepala, pusing, sakit asetosal, gigi, nyeri otot, aspirin menurunkan demam

2

Keamanan BSO (efek samping obat)

Reaksi hipersensitif, agranulositosis, denyut nadi cepat

Riwayat tukak lambung, hpersensitifitas terhadap ibuprofen atau aspirin dan non streoid antiinflamasi lain Hipersensitivitas

Iritasi lambung, mual, muntah, ulkus peptik, gangguan GI, peningkatan waktu perdarahan, hipoprotrombinemia, pusing, tinitus

Tukak lambung, gangguan perdarahan, asma

Depresi ssp, penderita psikosis dan gangguan mental, myastenia gravis, gangguan pernapasan Penderita gagal ginjal dan pasien geriatri

Hipnotiksedatif/anti ansietas Klobazam

Anti konvulsi, ansiolitik, sedatif, relaksasi otot.

Mulut dan tenggorokan kering, gangguan saluran cerna, kegagalan pernapasan, urtikaria

Lorazepam

Hipnotik dan antiansietas, status epileptikus, katatonia akibat neuroleptik Relaksan otot pada semua bagian tubuh, termasuk trauma otot lokal, pengurangan

Sedasi, pusing, lesu, ataksia

Diazepam

Mengantuk, lemas, halusinasi, bradikardi, urtikaria, konstipasi, mual, neutropenia, depresi pernapasan, ikterik

Glaukoma, psikosis, syok, koma, intotoksikasi alkohol akut

Klordiazepo ksid

3

Mulut kering, konstipasi, gangguan miksi

Glaukoma

Antidepres an Amitriptilin

Maprotilin

4

terhadap ansietas sedang atau berat, Pengobatan manifestasi organik dari ansietas

Antidepresi, terutama bila diperlukakan sedasi. Nocturnal enuresis pada anak

Mulut kering, sedasi, pandangan kabur, konstipasi, mual, sulit BAK, efek pada kardiovaskular (aritmia, hipotensi postural, takikardi, sinkop, terutama pada dosis tinggi) barkeringat, tremor, ruam, gangguan perilaku (terutama anak), hippomania, binggung (terutama usia lanjut), gangguan fungsi sensual, perubahan gula darah, nafsu makan bertambah, Lebih jarang terjadi lidah hitam, ileus paralitik, kejang, agranulositosis, leukopenia, eosinofilia, purpura, trombositipenia, hiponatremia, sakit kuning. Depresi, terutama bila Sama dengan amitriptilin, efek diperlukan sedasi antimuskarinik lebih jarang, sering terjadi ruam pada kulit, pada dosis tinggi resiko kejang meningkat.

Infark miokardinal yang baru, aritmia, mania, penyakit berat

Menghambat efek vasokontriksi dan pressor serotonin pada otot polos vaskuler, profilaksi tension headache Sering digunakan untuk pengobatan nyeri kepala. Sangat berkhasiat untuk mengatasi mual, muntah, dan fotophobia

Gangguan saluran cerna, insomnia, nervositas, halusinasi, bingung, klemahan badan, nafsu makan menurun

Serangan migren akut

Efek samping ringan dan sepintas berhubungan dengan cara pemberian dan gangguan rasa setelah pemberiaan per oral, gangguan sensasi berupa kesemutan, rasa panas, rasa tidak enak pada dada

Penyakit jantung koroner, ischemic, angina

Sama dengan amitriptilin, riwayat epilepsy

Antagonis serotonin Metysergid

Sumatriptan

:

5.

Amineptin

Depresi

Fluoksetin

Antidepresi, bulimia nervosa, gangguan obsesif konfulsif

Reaksi kulit, sakit kuning, mudah tersinggung, gugup, insomnia, hipotensi, konstipasi, mulut kering Saluran cerna, reaksi hipersensitifvitas, mulut kering, gugup, cemas, nyeri kepala, insomnia, palpitasi, tremor, binggung, hipotensi, hippomania/mania, mengantuk, asthenia, kejang, demam, disfungsi seksual, berkeringat, gangguan gerak, & diskinesia, sindrom, neuroleptik maligna, hiponatremia, gangguan fungsi hati, anemia aplastik, GPDO, ekimosis, pneumonia eosinofilik, hiperprolaktinemia, anemia hemolitik, pankreatitis, pansitopenia, kecenderungan bunuh diri, trombositopenia, purpura trombositopenik, pendarahan vagina pada pemutusan obat, perilaku kekerasan, rambut rontok

Huntington’s chorea, riwayat hepatitis karena amineptin Anak tidak dianjurkan, penyakit jantung, epilepsi yang sulit dikendalikan, bersama dengan terapi elektrosyok, riwayat mania, gangguan hati dan ginjal, hamil dan menyusui, hindari pemutusan mendadak.

Agonis selektif reseptor ∞2 Tizanidin

Mengobati gangguan spasme otot, profilaksis tension headache kronik

Rasa kantuk, hipotensi, mulut kering, astenia

-

2.5. Pilihan Dan Alternatif Obat Yang Digunakan A. Terapi Simptomatik/Abortif Tension Headache dengan NSAIDs(14,16) Uraian Nama Obat BSO

Obat Alternatif Ibuprofen Generik:Ibuprofen tab 400 mg Paten : Ibufen, tiap tablet mengandung ibuprofen 200 mg, 400 mg dan 600 mg

Dosis untuk kasus

Obat Pilihan Asam mefenamat Generik: Asam mefenamat tab 500 mg Paten : Mefinal, tiap kaplet mengandung asam mefenamat 500 mg Tablet/kaplet, pemberian lebih mudah 500 mg diberikan secara oral tiap 8 jam atau 3 x sehari 500 mg 3 x sehari

Frekuensi pemberian dan alasannya Cara pemberian dan alasanya Saat pemberian dan alasannya

Hanya jika perlu 3 x sehari sewaktu serangan nyeri, karena hanya untuk serangan akut Oral, pemberian lebih mudah dan praktis Setelah makan, karena dapat mengiritasi lambung

Lama pemberian dan alasannya

Sampai gejala berkurang/menghilang

Hanya jika perlu 3 x sehari sewaktu serangan nyeri, karena hanya untuk serangan akut Oral, pemberian lebih mudah dan praktis Bersama makanan/setelah makan, untuk mengurangi efek samping berupa gangguan gastrointestinal Sampai gejala berkurang/menghilang

BSO yang diberikan Dosis Referensi

Tablet, pemberian lebih mudah 400 mg 3 x sehari Sesuai dosis referensi

B. Terapi Preventif Tension Headache dengan Hipnotik-sedatif/antiansietas(14,16) Uraian Nama Obat BSO

BSO yang diberikan Dosis Referensi Dosis untuk kasus

Obat Pilihan Klobazam Generik: Klobazam tab 10 mg Paten : Frisium, tiap tablet mengandung klobazam 10 mg Tablet, pemberian lebih mudah 20-30 mg, 2-3 kali sehari Sesuai dosis referensi

Obat Alternatif Lorazepam Generik: Lorazepam tab 2 mg Paten : Ativan, tiap tablet mengandung 0,5 mg, 1 mg dan 2 mg Tablet, pemberian lebih mudah 2-4 mg, 2 x sehari Sesuai dosis referensi

Frekuensi pemberian dan alasannya Cara pemberian dan alasannya Saat pemberian dan alasannya Lama pemberian dan alasannya

2 x sehari, sesuai dosis referensi Oral, pemberian lebih praktis dan mudah Siang dan malam hari, untuk mengurangi ketegangan dan stres Sampai gejala berkurang/menghilang

2 x sehari, sesuai dosis referensi Oral, pemberian lebih praktis dan mudah Siang dan malam hari, untuk mengurangi ketegangan dan stres Sampai gejala berkurang/menghilang

2.6 Resep yang benar dan rasional untuk kasus tersebut a. Resep pilihan Dr. Essy Dwi SIP : 0912/1983 Praktek Umum Alamat Praktek : Alamat rumah : Jl. A. Yani Km 37 No. 9 Jl. Kutilang No. 19 Banjarbaru Banjarbaru Telp. (0511) 7427467 Telp. (0511) 4772976 Banjarbaru, 14 Oktober 2006 R/ Asam mefenamat tab. 500 mg No. IX S. p.r.n. t.d.d. tab. I p.c (nyeri kepala)

R/ Klobazam tab 2 mg No. X NI

S. b.d.d. tab I merid.et.n

Pro : Tn. Gerry Umur : 27 tahun Alamat : Apartemen The Peak Room No.221 b. Resep Alternatif Spesialistik

Dr. Essy Dwi SIP : 0912/1983 Praktek Umum Alamat Praktek : Alamat rumah : Jl. A. Yani Km 37 No. 9 Jl. Kutilang No. 19 Banjarbaru Banjarbaru Telp. (0511) 7427467 Telp. (0511) 4772976 Banjarbaru, 14 Oktober 2006 R/ Ibufen tab 400 mg No. IX S. p.r.n. t.d.d. tab. I p.c (nyeri kepala) R/ Ativan tab 2 mg No. X NI S. b.d.d. tab I merid.et.n

Pro : Tn. Gerry Umur : 27 tahun Alamat : Apartemen The Peak Room No.221

2.7. Pengendalian Obat Pada kasus ini penderita di diagnosis mengalami tension headache. Secara umum tatalaksana secara farmakologi pada penyakit ini berupa : 1. Terapi simptomatik, untuk mengurangi rasa sakit pada saat terjadi serangan. 2. Hipnotik-sedatif/antiansietas, untuk mengatasi kesulitan tidur dan ketegangan pada otot. Terapi ideal pada penderita tension headache adalah menghindari faktor

penyebab, mengobati keluhan dan mencegah kembalinya serangan. Mengingat faktorfaktor pencetus kadang-kadang tidak mungkin dihindari, maka pengobatan simtomatik adalah terapi pertama, diikuti dengan hipnotik-sedatif atau anti ansietas serta terapi antidepresan yang bersifat jangka panjang. Pada kasus ini sebagai terapi utama adalah asam mefenamat yang berfungsi sebagai pengobatan simtomatik untuk mengatasi serangan akut atau episodik. Asama mefenamat digunakan sebagai analgesik, yang menghambat enzim siklooksigenase dan fosfolipase A2. Derivat-derivat obat ini mencapai kadar puncak plasma dalam 30-60 menit dan mempunyai waktu paruh serum yang pendek yaitu 1-3 jam. Obat ini terikat sangat kuat dengan protein plasma, sehingga interaksi terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping obat ini antara lain menimbulkan dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung, eritem kulit, dan bronkokonstriksi Terapi simptomatik alternatif yang diberikan pada kasus ini adalah pemberian ibuprofen yang memiliki efek analgesik yang sama dengan aspirin, dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Obat ini tidak menimbulkan efek samping yang serius pada dosis analgesiknya. Obat ini bekerja dengan cara menurunkan aktivitas siklooksigenase, sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu (14). Pemakaian tablet analgesik harian dapt memacu timbulnya rebound headache sebagai efek wear off dan akan menjadi predisposisi timbulnya nyeri kepala harian yang kronis (6). Oleh karena itu pada pemakaiannya hanya dianjurkan bila perlu pada saat timbul nyeri kepala. Apabila nyeri sudah hilang, maka pemakaian analgesik ini

dapat dihentikan. Selain obat-obat simptomatik, diperlukan juga obat-obat preventif yang bersifat hipnotik-sedatif, yang berguna untuk mengurangi gejala-gejala penyerta yang timbul, serta obat anti depresan untuk terapi jangka panjang. Akan tetapi, apabila obat-obat antiansietas diberikan bersamaan dengan antidepresan, maka akan terjadi interaksi obat yang dapat menekan sistem saraf pusat. Oleh karena itu, pada kasus ini hanya diberikan antiansietas untuk menghindari terjadinya interaksi obat tersebut (14). Obat antiansietas pilihan yang digunakan pada kasus ini adalah klobazam. Klobazam pada kasus ini memiliki efek utama sebagai antiansietas dan relaksan otot. Mekanisme kerjanya terutama sebagai potensiasi inhibisi neuron dengan asam gammaaminobutirat (GABA) sebagai mediator dan memiliki efek non sedatif. Pemakaian obat ini memiliki resiko tinggi untuk kebiasaan meneruskan penggunaannya, sebab efek obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung sangat singkat. Oleh karena itu perlu diberikan konseling pada penderita terhadap pemakaian obat ini. Obat alternatif yang digunakan adalah lorazepam. Efek samping obat ini yang paling umum adalah sedasi (15,9%), pusing (6,9%), lesu (4,2%) dan ataksia (3,4%). Pemberian obat ini setiap hari tidak menimbulkan efek kumulasi (14). Pengobatan dengan obat-obat psikotropika tersebut dapat diteruskan untuk jangka waktu panjang. Pada tahap ini penderita diharapkan sudah mempunyai sikap mental yang rasional sehingga dapat menerima penerangan dan nasehat-nasehat praktis mengenai cara untuk mengatasi ketegangan mental yang mengakibatkan tension headache. Selanjutnya, obat-obat dapat dihentikan dengan catatan pada waktu-waktu

penderita dalam keadaan afektif yang melemahkan pengendalian emosi, obat-obat tersebut di atas boleh dipergunakan lagi untuk beberapa hari yang bersifat sementara dan darurat (12).

BAB III

KESIMPULAN

Telah dibahas suatu kasus tension headache pada seorang laki-laki umur 27 tahun mengeluh sakit kepala berupa rasa berat dan kencang di pelipis, belakang kepala dan leher dan memberat di sore hari. Tidur tidak nyenyak, sering terbangun jam 2 atau 3 pagi dan susah tidur lagi, serta konsentrasi juga sulit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/85 mmHg, denyut nadi 80x/menit dan respirasi 20x/menit. Obat pilihan pertama yang diberikan pada kasus ini adalah asam mefenamat golongan NSAIDs dan untuk obat alternatifnya adalah Ibuprofen golongan NSAIDs pula. Obat pilihan untuk preventif tension headache adalah klobazam golongan benzodiazepin dan obat alternatifnya dapat dipilih lorazepam.

DAFTAR PUSTAKA

Bennett, G. Cecil Textbook of Medicine 21st Edition Vol.2. Saunders Company, Philadelphia; 2000. p.2066-2069 1. Ambre, J.J. 1993. Drug Evaluations Annual. American Medical Association, Chicago; 1993. p.133-136. 2.

Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta; 1988.p.90-91 3. Price, S.A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. EGC, Jakarta; 1994.h.975 4. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid II. Media Aesculapius FKUI, Jakarta; 2001.h.41-43 5. Wibowo, Samekto dan Abdul Gofir. Farmakoterapi dalam Neurologi. Salemba Medika, Jakarta; 2001.h.108-111 6. A.A.Bgs.Ngr.Nuartha, Harsono et al. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta; 1996.h.243-244 7. Singh, Manish K. Muscle Contraction Tension Headache. http://emedicine.com// Diakses pada tanggal 10 Oktober 2006 8. Bendtsen L. Central Sensitization in Tension type Headache-Possible Pathophysiological Mechanisms. Cephalalgia 2000;20:486-508 9. Bolay H, Moskowitz MA. Mechanism of Pain Modulation in Chronic Syndromes. Neurology 2002;59:52-57 11. Hadinoto S. Simposium Nyeri Kepala dan Sindrom Nyeri Lain yang Berhubungan. Edisi Pertama. Penerbit : Panitia Simposium Nyeri Kepala IDASI Cabang Semarang. Semarang. 1987 12. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, Jakarta; 1999.h.17-21 13. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000797.htm. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2006 14. Sinta, Meta, Tony Handoko, Sardjono, Freddy W, FD Suyatna, Udin S et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI. Jakarta; 2001.h.109-270

15. Dodick, David W. Chronic Daily Headache. NEJM 2006:354:2:158-165 16. Hardjasaputra, P.S.I. Data Obat di Indonesia (DOI) Edisi 10. Grafidian Medipress, Jakarta; 2002

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF