TEMU-17-18-TEORI ANTRIAN.docx

March 30, 2018 | Author: roosbowo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download TEMU-17-18-TEORI ANTRIAN.docx...

Description

RISET OPERASI TEORI ANTRIAN (QUEUEING THEORY) BY : ROOS PRIJOBOWO A. Pendahuluan Teori Antrian (Queueing Theory) diawali oleh Agner Kraup Erlang (1878 – 1929), yang pertama kali mempublikasikan makalah mengenai Queueing Theory, pada tahun 1909. A.K. Erlang adalah seorang Insinyur asal Denmark yang bekerja di Copenhagen Telephone Exchange. Penemuan itu terjadi ketika mereka mengamati masalah kepadatan penggunaan telepon di Copenhagen Telephone. Pada saat itu permintaan hubungan telepon ke satu nomor masih dilayani secara manual oleh operator dimana pada saat-saat sibuk, peminta nomor telepon harus menunggu untuk dapat disambungkan dengan nomor yang dikehendaki karena padatnya lalu lintas komunikasi. Pada tahun 1917, A.K. Erlang memperbaiki penemuanya dan kemudian disusul oleh Molina (1927) dan Thornton (1928). Sebelum Perang Dunia kedua berakhir, teori ini telah diperluas penerapanya ke masalah-masalah umum dengan memasukan faktor Antri dan Garis Tunggu. Penggunaan istilah sistem Antrian (Queueing System) dijumpai pertama kali pada tahun 1951 di dalam Journal Royal Statistical Society, sedangkan masalah Antrian sendiri sebenarnya telah dijumpai sejak jaman dahulu. B. Konsep Dasar Model Kemunculan teori ini dipicu oleh masalah keterbatasan kapasitas pelayanan telepon untuk melayani permintaan pelanggan pada jam-jam tertentu. Lalu lintas pada pagi hari, ketika semua orang berangkat untuk melaksanakan aktivitasnya, atau sore hari ketika semua orang harus kembali ke rumah masing-masing. Juga, kesibukan bank di hari-hari tertentu setiap bulan atau setiap minggu adalah beberepa contoh yang dapat dilihat. Keunikan pola semacam itu, yaitu kelambatan pelayanan pada saat-saat tertentu karena tingkat permintaan pelayanan yang melampaui tingkat kemampuan fasilitas untuk melayani, sulit dipahami tanpa menggambarkanya ke dalam sebuah sistem. Meskipun demikian, keunikan pola tersebut juga menjelaskan bahwa ada proses yang harus dipahami beserta asumsi-asumsinya. 1. Tujuan Dasar Tujuan dasar dari model antrian adalah peminimuman sekaligus dua jenis biaya, yaitu biaya langsung untuk menyediakan pelayanan dan biaya individu yang menunggu untuk memperoleh pelayanan. Perbedaan antara jumlah permintaan terhadap fasilitas pelayanan da kemampuan fasilitas untuk melayani menimbulkan dua konsekuensi logis, timbulnya antrian dan timbulnya pengangguran kapasitas. Antrian yang panjang karena kemampuan fasilitas lebih rendah dari jumlah pemakainya, jelas akan memuncilkan Garis Tunggusehingga mereka yang antri atau berada di Garis Tunggu itu akan menanggung Opportunity Cost. Sejauh Opportunity Costnegatif, mungkin mereka bersedia untuk tetap berada di Garis Tunggu, namun sebaliknya, mereka pasti akan keluar dari Garis Tunggu, dan itu berarti kerugian. Di sisi yang lain, penyediaan kapasitas pelayanan yang terlalu berlebihan sehingga tingkat penggunaan fasilitas tersebut rendah, jelas akan menaikan biaya tetap rata-rata. Oleh karena itu , kedua jenis biaya tersebut perlu diminimumkan. 2. Sistem dan Parameter Dalam pendekatan sistem, ada 4 faktor yang dominan, yaitu : a. Batasan Sistem b. Input c. Proses d. Output Model Antrian perlu ditentukan batasanya, agar jelas parameter-parameter yang terlibat didalam masalah-masalah yang sedang di observasi. 1

Batas Sistem ini akan memudahkan untuk mengetahui apakah mereka yang telah berada di garis tunggu kemudian keluar, masih termasuk di observasi. Demikian pula sejauh mana batasan proses pelayanan dimana fasilitas pelayanan telah selesai dengan aktivitasnya. Input pada model antrian adalah mereka yang menghendaki pelayanan dari sebuah fasilitas yang menawarkan jenis pelayanan tertentu. Pelanggan salon, pengguna jalan, nasabah bank, perbaikan mesin, pengguna ATM dan sebagainya adalah contoh-contoh input dalam model antrian. Proses adalah kegiatan tertentu untuk melayani permintaan pelanggan. Contoh : potong rambut, make up, menabung atau mengambil uang, reparasi atau perbaikan mesin, dan sebaainya. Output adalah pelanggan yang telah selesai dilayani di dalam fasilitas pelayanan. Selama input adalah mereka yang membutuhkan pelayanan proses dimana terbentuk garis tunggu untuk memperoleh pelayanan, maka input itu adalah mereka yang berada di Garis Tunggu. Selanjutnya pelanggan yang telah selesai memperoleh pelayanan, segera keluar dan langsung keluar dari sistem. Contoh : orang yang keluar dari salon, mobil yang keluar dari bengkel atau pencucian mobil, nasabah yang meninggalkan ATM atau meninggalkan counter, dan sebagainya. Gambaran mengenai batasan sistem, input, proses dan output dapat dilihat dalam bagan berikut ini :

BATASAN SISTEM INPUT

PROSES

OUTPUT

Gambaran mengenai terbentuknya antrian atau garis tunggu, dapat dijelaskan melalui bagan berikut : PELANGGAN ANTRI DALAM GARIS TUNGGU POPULASI PELANGGAN PELANGGAN SEDANG DILAYANI

SISTEM ANTRIAN

KELUAR DARI SISTEM, BARU SAJA DILAYANI

Ketika fasilitas pelayanan sedang sibuk untuk melayani pelanggan, maka setiap pelanggan yang baru datang, harus menunggu untuk memperoleh giliran dilayani. Sekali pelanggan telah dilayani, mereka akan segera keluar dan langsung keluar dari sistem dimana fasilitas yang kosong akan segera diisi oleh pelanggan yang telah menunggu di garis tunggu. Dengan demikian, ada dua variabel yang mempengaruhi pembentukan garis tunggu, yaitu : a. Tingkat kedatangan pelanggan, yang diberi notasi λ b. Tingkat pelayanan pelanggan, yang diberi notasi μ 2

Jelas bahwa semakin besar λ, maka kemungkinan pembentukan garis tunggu akan semakin besar. Demikian pula sebaliknya, jika μ semakin kecil. Oleh karena itu, secara rasional, asumsi λ>μperlu dibuat agar ada jaminan bahwa proses tidak berhenti karena kelebihan permintaan. 3. Tingkat Kedatangan dan Proses Poisson Membayangkan pengamatan A.K Erlang pada pola permintaan pelanggan telepon yang meminta sambungan dalam kurun waktu yang tidak terputus (continues of time), dapat dibeagi menjadi beberapa interval waktu yang sdama (fixed interval). Dalam hal ini permintaan pelanggan, terdistribusi secara acak pada masing-masing interval waktu tetap dalam kurun waktu yang tidak terputus tersebut dan disebut sebagai proses Poisson. Distribusi kedatangan pelanggan dan interval waktu tetap dalam suatu kurun waktu, dapat dilihat pada bagan berikut ini. I6 I2 I0 I4 06.

00

07.00

08.

00

09.00

10.00

Dari bagan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : Ada 10 pelanggan yang datang antara jam 06.00 – 10.00. namun demikian jumlah pelanggan datang pada setiap interval yang berbeda. Di I6 ada 6 pelanggan yang datang, namun di I0 tidak ada yang datang sama sekali. Inilah contoh fenomena yang diamati oleh A.K. Erlang dan mengikuti proses Poisson serta banyak terjadi dalam berbagai kasus antrian. Dalam hal ini diasumsikan : a. Kedatangan pelanggan bersifat acak b. Kedatangan pelanggan antar interval waktu saling tidak mempengaruhi. Dalam contoh diatas, kurun waktu observasi tersebut, dibagi menjadi 4 interval waktu tetap, yaitu per jam. Jika I menandai jumlah interval waktu, maka : n

I = ∑ Ii i=1

Dimana Iiadalah interval ke-i Dalam kasus ini I1 = 1 interval dengan 6 kedatangan; I 2 dengan 1 interval dengan 1 kedatangan; I3 =1 interval dengan 0 kedatangan; dan I 4 = 1 interval dengan 3 kedatangan. Jadi I = 4. Selanjutnya jika N menandai jumlah pelanggan yang datang selama I interval dan di interval Ii ada Ki pelanggan, maka jumlah pelanggan selama kurun waktu I adalah : n

N = ∑ Ki . I i i=1

Dimana Ki adalah jumlah pelanggan yang datang pada interval Ii. Dalam kasus ini : N = 6 + 1 + 0 + 3 = 10 Jadi di dalam setiap interval yang sama tersebut, pelanggan datang secara acak (random). Jika di setiap interval tersebut dibagi lagi menjadi n sub interval dengan asumsi dan proses yang sama, maka kedatangan pada setiap interval waktu tetap tersebut, dapat dinyatakan dengan distribusi Poisson. Dengan demikian trata-rata kedatangan atau tingkat kedatangan pelanggan pada setiap interval waktu tetap tetap tersebut, dapat diestimasi dengan :

N λ =

I

3

Dengan menggunakan persamaan tersebut diatas, maka tingkat kedatangan (arrival rate) pada contoh sebelumnya dapat dihitung, yaitu :

N λ =

10 =

I

2,5 / jam

=

4

Jika λ = 2,5 / jamatau setiap jam rata-rata pelanggan datang, maka rata-rata interval kedatangan antara satu pelanggan dengan pelanggan yang lain adalah = 60 / 2,5 = 24 menit.

λmenyatakan rate), maka1/λmenyatakan

Dengan demikian jika

tingkat kedatangan pelanggan per interval waktu

(arrival

waktu rata-rata kedatangan pelanggan. Dalam

contoh diatas, jumlah kedatangan pelanggan di setiap interval

Iikebetulan

berbeda.

Mungkin saja frekuensi kedatangan pelanggan di Ii dalam satu kasus, ada yang sama seperti ditunjukan pada contoh berikut ini : I2 I4 I7 I7 I0 I2 I3 I4 I4

I1 06.

00

06.

05

06.

10

06.

15

06.20

06.25

06.

30

06.

35

06.40 06.45

06.50

Disini, kurun waktu 50 menit dari jam 06.00 - 06.50, dibagi menjadi 10 interval waktu tetap. Masing-masing 5 menit. Distribusi kedatangan pelanggan pada masing-masing interval tersebut adalah sebagai berikut : JUMLAH KEDATANGAN PELANGGAN PADA INTERVAL Ii

INTERVAL

FREKUENSI ATAS JUMLAH INTERVAL Ii

JUMLAH PELANGGAN YANG DATANG SELAMA KURUN WAKTU I

I0

0

1

0

I1

1

1

1

I2

2

2

4

I3

3

1

3

I4

4

3

12

I7

7

2

14

10

34

Tingkat kedatangan pelanggan atau arrival rate kasus ini dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

λ =

N

34 =

I

=

2,4

10

Karena interval waktu tetap adalah 5 menit, maka tingkat kedatangan pelanggan adalah 3,4 per 5 menit. Dengan demikian, waktu rata-rata kedatangan pelanggan adalah

1/

λatau 5/3,4

= 1,47, atau setiap 1,47 menit rata-rata datang 1 pelanggan. 4. Tingkat Pelayanan 4

Waktu rata-rata untukmelayanusatupelanggan, disebuttingkatpelayanan (service rate) dengannotasiμ. Jika kapasitas fasilitas pelayanan mampu melayani 4 pelanggan per jam artinya rata-rata tingkat pelayanan (service rate) adalah

μ

= 4 / jam, maka rata-rata

waktu pelayanan (service rate) setiap pelanggan adalah ¼ jam (15 menit) atau 1/μ. Meskipun tingkat pelayanan mungkin konstan, misal dalam kapasitas pelayanan yang otomatis, namun sangat sering tingkat pelayanan itu terdistribusi secara acak (random), misalnya dalam pelayanan pompa bensin, nasabah bank, ATM, salon, dan sebagainya. Misalnya dalam pompa bensin, pengisiaan sering bervariasi sesuai dengan permintaan pelanggan; juga transaksi di ATM antara satu pelanggan dengan pelanggan lain sangat mungkin berbeda. Perbedaan distribusi dalam tingkat pelayanan, jauh lebih mudah di adopsi didalam model, dibandingkan tingkat kedatangan. Disamping itu, teknik simulasi juga dapat mengatasi hal tersebut. Selanjutnya, jika waktu pelayanan (service time) atau

1/μ. Dalam satuan waktu per pelanggan mengikuti distribusi eksponensial negatif, maka tingkat pelayanan (service rate) atau μdalam pelanggan per satuan waktu mengikuti distribusi Poisson. 5. Panjang Garis Tunggu Pada kenyataanya, panjang garis tunggu dibatasi oleh kapasitas ruang untuk menunggu sebelum memperoleh pelayanan. Contoh : dalam salon, bank, perawatan mesin, pembelian tiket dan sebagainya. Ada pula sistem yang mampu menyediakan garis tunggu tak terbatas. Kapasitas garis tunggu yang terbatas, membutuhkan pengembangan model secara khusus. 6. Aturan Antrian Terbentuknya garis tunggu atau antrian di dalam sistem adalah Karena fasilitas pelayanan sedang sibuk melayani pelanggan sehingga pelanggan yang datang harus menunggu. Begitu pelayanan selesai, maka pelanggan yang membentuk garis tunggu pertama kali segera masuk ke dalam fasilitas pelayanan. Dalam hal ini aturanya sangan jelas, yaitu first come first served atau yang datang pertama, dilayani lebih dahulu. 7. Konsep Equilibrium Di Dalam Sistem Model antrian menggunakan konsep equilibrium atau keseimbangan jumlah pelanggan di dalam sistem sebagai dasar pengembangan model. Jika ada N pelanggan di dalam sistem, dan ada satu pelanggan keluar dari sistem setelah selesai dilayani sehingga jumlah pelanggan di dalam sistem menjadi N - 1, maka akan datang 1 pelanggan lagi kedalam sistem sehingga jumlah pelanggan didalam sistem kembali menjadi N. Konsep equilibrium di dalam sistem ini dapat diperjelas melalui bagan berikut ini :

SATU PELANGGAN KELUAR

N PELANGGAN DI DALAM SISTEM

N-1 PELANGGAN DI DALAM SISTEM

SATU PELANGGAN MASUK Jika : A m Pn Pn-1:

: : : :

Tingkat kedatangan Tingkat pelayanan Probabilitas n pelanggan didalam sistem Probabilitas n – 1 pelanggan didalam sistem

Karena setiap pelanggan didalam sistem berkurang 1 , akan datang 1 pelanggan lagi, sementara pelanggan yang telah selesai dilayani akan segera keluar dari sistem. Maka konsep equilibrium tersebut dapat ditulis dalam bentuk fungsi matematik sebagai berikut : 5

λPn-1 λPn-1= μPn

ATAU

Pn =

μ λmenandai tingkay kedatangan dan μmenandai tingkat pelayanan dimana λ>μ menyertai sebagai asumsi, makaλ / μmenandai tingkat kesibukan sistem dengan notasi ρ, atau ρ = λ / μ Ketika

Oleh karena itu, tingkat kesibukan sistem paling tinggi adalah 100 %, dan jika tingkat kedatangan λ semakin kecil pada tingkat pelayanan yang tidak berubah, maka tingkat kesibukan akan menurun. Dengan demikian, probabilitas sistem sedang kosong sangat tergantung pada penggunaan kapasitas pelayananya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

λ P0

=1 -

μ Sebagai contoh, jika λ= danμ= 4, maka tingkat kesibukan sistem adalah 75 %, dan probabilitas sistem sedang kosong adalah 100 % - 75 % = 25 %. Dapat ditentukan pula probabilitas jumlah pelanggan n didalam sistem. namun demikian, hal itu tidak dapat dilakukan secara langsung. Dari persamaan :

λ Pn =

Pn-1

μ untuk n = 1 :

λ P1 = 1 -

P0

μ untuk n = 2 :

λ P2 =

P1

μ Persamaan :

λ P1 = 1 μ

P0

Jika persamaan ini di persamaan tersebut disubstitusikan ke persamaan :

λ P2 =

P1

akan diperoleh persamaan sebagai berikut :

μ 6

λ

λ

P2 =

P0

μ

μ

atau :

λ P2 =

2

P0

μ Untuk n = 3 :

λ P3 =

P2

μ atau :

λ

λ

P2 =

2

P0

μ

μ

atau :

λ P2 =

3

P0

μ Jadi, untuk mengetahui probabilitas n pelanggan didalam sistem, dapat digunakan :

Λ Pn =

n

P0

μ Dengan menggunakan contoh sebelumnya, yaitu

λ = 3, dan μ = 4,

dimana tingkat

kesibukanya 0,75 dan P0 = 0,25, akan ditentukan berapa probabilitas n pelanggan di dalam sistem. Untuk n = 1 :

3 P1 =

0,25 = 0,1872

4 Untuk n = 2 :

3 P2 =

2

0,25 = 0,1406

4 Untuk n = 10 : 7

3 P10 =

10

0,25 = 0,01407

4 Dengan demikian, cukup jelas bawa peluang semakin banyak pelanggan didalam sebuah sistem, akan cenderung mengecil sesuai dengan tingkat kesibukan fasilitas pelayanan. Hal ini tentu saja dapat menjelaskan denomena mengapa orang semakin enggan masuk kedalam garis tunggu yang semakin panjang. C. Konfigurasi Model Sebuah fasilitas pelayanan dalam sebuah sistem mungkin hanya terdiri satu kali proses, artinya setelah selesai proses pelayanan, segera keluar dari sistem. namun mungkin juga memerlukan beberapa kali tahap proses dimana penyelesaian proses pelayanan dalam sebuah tahap, perlu dilanjutkan dengan pelayanan tahap berikutnya. Hal ini tentu saja mempengaruhi konfigurasi model antrian. Dari ragam dan jumlah fasilitas pelayanan, maka model antrian memiliki 4 macam konfigurasi, yaitu : 1. Kanal Tunggal Fase Tuggal (Single Chanel Single Phase) 2. Multi Kanal Fase Tunggal (Multi Chanel Single Phase) 3. Kanal Tunggal Multi Fase (Single Chanel Multi Phase) 4. Multi Kanal Multi Fase (Multi Chanel Multi Phase) Ada 4 tolok ukur yang digunakan untuk mengetahui gambaran atau kinerja keempat macam konfigurasi model tersebut, yaitu :  Panjang sistem (Ps) atau Length of System  Waktu didalam sistem (WS) atau Time Spent In The System  Panjang antrian (PA) atau Length of Queue  Waktu antri (WA) atau Waiting In The Queue 1.

Kanal Tunggal Fase Tunggal (Single Chanel Single Phase) Model Kanal Tunggal Fase Tunggal adalah model dasar dan paling sederhana untuk memberikan gambaran mengenai kasus antrian. Contohnya pembelian tiket satu loket, ATM tunggal (tidak berjajar dalam satu lokasi), potong rambut dengan satu kapster dan sebagainya. Gambaran tentang Kanal Tunggal Fase Tunggal (Single Chanel Single Phase) dan penjelasanya dapat dijelaskan sebagai berikut : SISTEM ANTRIAN

PA DAN WA PS DAN WS

Panjang garis tunggu atau antrian dengan notas PA, pada daarnya menjelaskan jumlah pelanggan yang sedang berada di garis tunggu. Dengan demikian, waktu yang dibutuhkan oleh pelanggan untuk antri adalah WA. Penentuan PS:

8

PSmenggambarkan jumlah pelanggan didalam sistem. dalam bahasan sebelumnya, telah diketahui bahwa probabilitas tidak ada pelanggan didalam sistem sesuai dengan persamaan :

λ P0

=1 -

μ tergantung pada tingkat kesibukan sistem yang dipengaruhi oleh perbandingan dua parameter, yaitu tingkat kedatangan λdan tingkat pelayanan μ. Semakin tinggi tingkat kesibukan, maka akan semakin rendah probabilitas kekosongan sistem, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kesibukan, maka akan semakin tinggi probabilitas tidak ada pelanggan didalam sistem. oleh karena itu, logis kalauPSatau jumlah pelanggan didalam sistem didekati dengan perbandingan antara tingkat kesibukan

λ / μdengan probabilitas

1 - λ / μ atau :

tidak ada pelanggan didalam sistem :

λ/μ PS

=

jika diselesaikan, maka akan diperoleh :

1 - λ/μ 1

λ

PS =

μ

atau :

1 -

PS =

PS =

λ μ

λ

PS=

μ - λ

λ λ- μ μ μ

Panjang sistem atau jumlah pelanggan didalam sistem

Penentuan WS: Waktu pelanggan didalam sistem (WS) adalah waktu yang dihitung sejak pelanggan masuk di garis tunggu hingga selesai proses pelayanan, jelas berkaitan denganPSpanjang sistem atau jumlah pelanggan didalam sistem dan tingkat kedatangan λ. Oleh karena itu PSatau jumlah pelanggan didalam sistem adalah WSdikali λ.

PS = λ x WS Padahal :

λ PS = μ - λ

maka :

1

WS=

WS=

λ x WS=

λ μ - λ

WS=

λ λ (μ - λ)

Waktu pelanggan didalam sistem

(μ - λ)

Jadi : 9

Penentuan WA: Dari bagan yang terdapat pada Kanal Tunggal Fase Tunggal, digaris tunggu, sedang

WS adalah

WA

menandai waktu

waktu pelanggan didalam sistem. perbedaan antara

WS dan WA

terletak pada lama pelanggan didalam proses pelayanan dan itu tidak lain adalah waktu rata-rata pelayanan atau service time yang dinyatakan dengan 1/ μ , atau secara matematik dinyatakan sebagai berikut :

WA = WS -

λ μ

WS =

λ μ - λ

Jika WS disubstitusikan ke WAmaka :

WA =

Jadi :

1  μ - λ

WA =

1 μ

λ μ (μ - λ)

WA =

WA=

μ  μ (μ - λ)

μ - λ μ (μ - λ)

Waktu pelanggan didalam sistem

Penentuan WA: Panjang antrian PA tergantung secara langsung dengan waktu antriWAdan tingkat kedatangan λ, maka : λ Sedangkan : WA = P = λ x WA A

μ (μ - λ)

JikaWAdi substitusikan kePAakan menghasilkan :

λ

PA = λ μ (μ - λ)

Jadi :

PA =

λ2 μ (μ - λ)

Contoh : Sebuah penelitian di stasiun pompa bensin dengan hanya satu outlet pengisian, mencatat bahwa rata-rata kedatangan pelangganuntuk mengisi bensin adalah 18 unit kendaraan per jam. Dicatat pula bahwa pompa pengisian bekerja rata-rata 3 menit setiap kali pengisian. Dari kasus ini diperoleh data sebagai berikut : o λ = 18 unit kendaraan per jam o 1/λ = 3 menit per unit Agar satuan λ dan μ sama , maka waktu rata-rata pelayananper unit tersebut perlu dikonversi ke tingkat pelayanan per jam. Jadi μ = 1/3 x (60 menit) = 20 unit kendaraan per jam. Dengan demikian : I. Tingkat kesibukan sistem = 18/20 atau 90 %, sehingga probabilitas sistem kosong adalah Po = 10 % II. Probabilitas satu pelanggan dalam sistem, P1 = (18/20) (0,1) = 9 % Probabilitas satu pelanggan dalam sistem, P2 = (18/20)2 (0,1) = 8,1 % Probabilitas satu pelanggan dalam sistem, P3 = (18/20)3(0,1) = 7,3 % Probabilitas satu pelanggan dalam sistem, P10 = (18/20)10(0,1) = 3,5 % 10

III. Jumlah rata-rata pelanggan di dalam sistem :

PS =

18 λ = = 9 (20 - 18) (μ - λ)

IV. anjang pelanggan dalam garis tunggu :

PA =

λ2 μ (μ - λ)

PA =

182 = 8,1 20 (20 - 18)

Telah diketahui bahwa selisih antara PS dan PA , menjelaskan rata-rata pelanggan dalam proses pelayanan. Dengan demikian rata-rata pelanggan didalam proses pelayanan adalah : PS - PA = 9 – 8,1 = 0,9 unit. V. Waktu rata-rata pelanggan didalam garis tunggu :

WA =

λ μ (μ - λ)

=

18 = 0,45 jam atau 27 20 (20 - 18)

VI. Waktu rata-rata pelanggan selama berada dalam sistem :

WS =

2.

1

(μ - λ)

=

1 = 0,5 jam atau 30 menit (20 - 18)

Selisih antara WS dan WA, mencerminkan waktu rata-rata yang diperlukan oleh setiap pelanggan didalam proses pelayanan, yaitu 30 – 27 = 3 menit. Selisih ini tidak lain adalah 1/μ atau waktu rata-rata pelayanan (service time). Analisis Biaya Masalah antri bagi kebanyakan orang sebenarnya ingin dihindari. Penambahan outlet super market, penambahan counter di bank, adalah contoh-contoh dimana upaya untuk mengurangi antrian, atau panjang garis tunggu dilakukan agar pelanggan terlayani dengan baik. Bahkan terobosan teknologi informasi melalui on line banking, belanja on line, pendaftaran on line, juga dapat menjadi contoh mengenai upaya untuk mengurangi panjang garis tunggu. Ketika waktu menjadi sumber ekonomi bagi seseorang, maka waktu untuk antri memiliki nilai ekonomis, dimana konsep opportunity cost berlaku disini. Dengan demikian, antrian jelas akan menimbulkan biaya bagi pelanggan. Agar pelanggan tetap tertarik untuk datang, maka manajemen akan berupaya agar antrian itu diusahakan minimum sehingga opprtunity cost pelanggan menjadi negatif. Disamping itu, garis tunggu panjang, yang membuat pelanggan tidak jadi masuk atau bahkan keluar dari garis tunggu merupakan kerugian. Oleh karena itu penentuan dan pengukuran tolok ukur jenis biaya ini rumit dan tidak mudah. Di sisi lain, upaya untuk meminimumkan antrian itu, jelas membutuhkan penyediaan fasilitas pelayanan. Hal ini tentu saja berkaitan dengan penyediaan dana, baik untuk tambahan investasi maupun untuk tambahan biaya operasional. Penambahan counter di super market, penambahan jaringan ATM, penambahan mesin pompa bensin dan sebagainya adalah contoh dimana upaya untuk mengurangi garis tunggu atau antrian itu menghendaki tambahan dana untuk tambahan investasi dan operasi. Jadi, di satu sisi manajemen harus meminimumkan biaya antri, namun di sisi lain, manajemen harus mengeluarkan biaya fasilitas. Jadi jelas kedua macam biaya itu bergerak pada arah yang berlawanan. Garis tunggu pendek menghendaki biaya tinggi, namun sebaliknya, biaya yang rendah menghasilkan garis tunggu yang panjang. Oleh karena itu, pilihan yang memenuhi kedua macam biaya yang berlawanan arah tersebut perlu dibuat. Semakin tinggi pelayanan μ, akan semakin rendah biaya antri, namun hal tersebut justru akan membuat biaya fasilitas semakin 11

tinggi. Sebaliknya, tingkat pelayanan μ yang semakin rendah, akan menghasilkan biaya fasilitas yang semakin rendah, namun hal tersebut akan membuat biaya antri yang semakin tinggi. Oleh karena itu, kondisi μ optimal menjelaskan pilihan terbaik dimana biaya total kedua jenis biaya tersebut adalah dasar pertimbanganya. Tingkat Pelayanan Optimal Ketika arah dua macam biaya di dalam model antrian, yaitu biaya fasilitas dan biaya antri berlawanan arah, maka tingkat pelayanan yang diturunkan dari kondisi biaya total antrian minimum harus menjadi pertimbangan utama Biaya Antri Pada dasarnya, biaya antri terdiri atas dua macam, yaitu : o Biaya yang muncul pada pihak pelanggan, karena dia harus membuang waktu untuk antri. Biaya ini diukur melalui opportunity cost seorang pelanggan. Opportunity cost seorang manajer di garis tunggu tentu akan berbeda dengan opportunity cost seorang ibu rumah tangga atau mahasiswa o Biaya yang berupa kerugian pada organisasi, karena pelanggan harus keluar dari garis tunggu. Kerugian ini dapat diukur melalui berapa kerugian yang akan diderita jika satu pelanggan berkurang. Sejauh mana pelanggan akan masuk kedalam sistem, atau meninggalkan sistem sangat tergantung pada jumlah pelanggan di dalam sistem P S.

Semakin sedikit jumlah pelanggan di dalam sistem, semakin besar peluang pelanggan masuk kedalam sistem. oleh karena itu, jika biaya antri rata-rata setiap pelanggan adalah BA, maka : Biaya Antri = BAx PS

Biaya Antri = BA

λ (μ - λ)

Biaya Fasilitas Biaya fasilitas adalah biaya yang muncul karena organisasi harus mengadakan tambahan investasi guna menambah fasilitas pelayanan agar tingkat pelayanan μ meningkat. Biaya ini pada dasarnya terdiri dari biaya tetap untuk tambahan fasilitas dan biaya operasional. Karena tolok ukur kinerja penambahan fasilitas itu adalah penurunan tingkat pelayanan μ, maka satuan biaya tetap penambahan fasilitas dan satuan biaya operasional variabel harus diukur berdasarkan satuan tersebut. Konversi ini perlu dilakukan untuk menjaga agar model menghasilkan informasi seperti yang diharapkan. Dengan demikian, biaya fasilitas = BFx μ Dengan menjumlahkan biaya fasilitas dan biaya antri, akan diperoleh Biaya Total Antrian, dan dapat dituliskan dalam bentuk matematis sebagai berikut : BTA = (BFx μ) + BA

λ (μ - λ)

BTA : Biaya Total Antrian BF : Biaya Fasilitas BA : Biaya Antrian μ : Tingkat Pelayanan λ : Tingkat Kedatangan Dari persamaan Biaya Total Antrian, dapat ditentukan μyangmenunjukan tingkat pelayanan optimal atauμ optimal, yang akan menghasilkan Biaya Total Antrian minimum, dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

μoptimal = λ

+



B Ax λ BF 12

3.

MultiKanal Fase Tunggal (Multi Chanel Single Phase) Model dari Multi Kanal Fase Tunggal ini, dapat dilihat misalnya pada stasiun pengisian BBM yang memiliki beberapa mesin pompa dimana setiap pelanggan yang datang memiliki kebebasan pompa mana yang akan mengisi bahan bakarnya, dan setelah itu langsung keluar. Gambaran mengenai Multi Kanal Fase Tunggal ini dapat dilihat pada bagan berikut :

SISTEM ANTRIAN

PADAN WA PSDAN WS Ketika ada lebih dari satu fasilitas pelayanan, maka pelanggan akan segera masuk ke fasilitas yang kosong atau fasilitas yang baru saja ditinggalkan oleh pelanggan. Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan bentuk garis tunggu : a.

A

B

C

b.

A

B

C

c.

A

B

C

Bagaimanapun juga, setiap pilihan bentuk model garis tunggu, akan memiliki alasan yang berbeda. Namun yang jelas, ada dua kemungkinan : A. Tidak akan terbentuk antrian jika n ≤ k, atau jumlah pelanggan n paling banyak sama dengan jumlah fasilitas dan k yang tersedia B. Akan terbentuk antrian apabila n > k atau jumlah pelanggan n lebih banyak dibanding jumlah fasilitas k yang tersedia. D. Pengembangan Model Pengembangan model antrian pada dasarnya dapat dilakukan dengan meniadakan atau mengganti asumsi-asumsi dasarnya. 1. Panjang Garis Tunggu Terbatas Panjang garis tunggu terbatas, berarti jumlah pelanggan didalam garis tunggu dibatasi. Penyebab yang paling mungkin dari kasus ini adalah ruang tinggi pelanggan yang terbatas. Contohnya : tempat duduk di Apotik, salon, ruang reparasi mobil dan sebagainya. Jika panjang garis tunggu disebabkan karena ruang yang terbatas, maka pelanggan tidak akan masuk ke garis tunggu untuk memperoleh pelayanan kalau tidak 13

ada lagi tempat untuk menunggu. Jika didalam sistem ada M pelanggan termasuk yang sedang dilayani, maka keterbatasan ruang tunggu itu akan mempengaruhi P 0 secara langsung, dan dapat dinyatakan dengan rumusan :

1 -

λ μ

1 -

λ μ

P0 =

M+1

λ Jika tingkat kesibukan sistem μ P0 =

dinyatakan dalam ρ, maka persamaan menjadi :

1 - ρ 1 - (ρ)M+1

Formulasi untuk menentukan Pn(n≤ M)yaitu probabilitas bahwa ada didalam sistem, tidak berbeda dengan model dasar, yaitu :

n

pelanggan

Pn = (ρ) n Po Karena konsep keseimbangan sistem menjadi dasar bagi pengembangan modelsecara umum, maka demikian pula dengan kehadiran M pelanggan pada model ini. Dengan demikian, rata-rata pelanggan dalam sistem atau Ps adalah : ρ

 PS = 1 -ρ

M+1 (M + 1) (ρ) M+1 1 - (ρ)

Rata-rata pelanggan di garis tunggu PA adalah :

PA =

P s

(1 - P0)=

Waktu rata-rata pelanggan didalam sistem :

WS =

Ps

λ(1 – PM)

Waktu rata-rata pelanggan dalam garis tunggu :

WA =

PA

λ(1 – PM)

Keterbatasan kapasitas ruang tunggu yang dinyatakan dengan M, sebenarnya secara implisit menunjukan pula bahwa didalam sistem sedang ada yang menggunakan fasilitas pelayanan. Didalam model Kanal Tunggal Fase Tunggal, garis tunggu terbentuk kalau ada pelanggan yang sedang dilayani, karena pelanggan tidak akan masuk kedalam garis tunggu jika garis tunggu penuh, maka PM tidak lain adalah probabilitas bahwa didalam sistem ada M pelanggan yang sedang berada di garis tunggu dan pelanggan yang sedang dilayani. Oleh karena itu : PM = (ρ)M P0 14

Contoh : Suatu sistem memiliki fasilitas pelayanan dengan ruang tunggu maksimum 3 pelanggan. Apabila ruang tunggu itu penuh, maka tidak akan ada lagi pelanggan yang mau masuk. Setiap jam, pelanggan rata-rata datang 6 orang. Fasilitas yang tersedia mapu melayani pelanggan dengan kemampuan 3 pelanggan per jam. Analisis : Diketahui : λ = 6; μ = 3 dan M = 4 1. Probablilitas ketika sistem sedang kosong (P0), yang berarti tidak ada pelanggan yang dilayani, dan probabilitas ketika sistem sedang kosong dinyatakan dengan rumus :

P0 =

1 - ρ 1 - (ρ)

= M+1

1 -2 4+1

1 - 2

=

-1 - 31

P0 = 0,0323 = 3,23 %

2. Probabilitas sistem penuh atau PM 4 PM = (ρ)M P0 = (2) (0,0323) = 0,5161 = 51,61 %

3. Rata-rata pelanggan didalam sistem atau PS M+1 (M + 1) (ρ)

ρ

 PS = 1 -ρ PS =

M+1 1 - (ρ) 4+1 (4 + 1) (2)

2

 2-1

4+1 1 - (2)

=

- 2

(5)(32) 1 - 32

Jadi : PS = - 2 + 5,1613 = 3,1613 4. Rata-rata pelanggan di garis tunggu atau PA

PA =

Ps

(1 - P0) = 3,1613 – (1 – 0,0323)

=

PA = 2,1936

5. Waktu rata-rata pelanggan didalam sistem atau WS

WS =

Ps

=

λ(1 – PM)

3,1613 6 (1 – 0,5161)

=

3,1613 2,9034

Jadi WS = 1,0888 jam

6. Waktu rata-rata pelanggan didalam garis tunggu atau WA WA =

PA

=

2,1936

6 (1 – 0,5161) λ(1 – P ) Jadi WA = 0,7555Mjam Jika diperhatikan, selisih antara WS dan WA adalah sebesar 1/μ atau 20 menit

Pustaka : 1. Aminudin, “ Prinsip-Prinsip Riset Operasi “, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2005 15

2. Muhardi, Prof. Dr., “ Manajemen Operasi”, Bandung, Reliko Aditama, 2011 3. Noer, Bustanul Arifin, “ Belajar Mudah Riset Operasi”, Yogyakarta, Andi, 2010 4. Supranto, Johannes, Prof., MA, APU, “Riset Operasi Ungtuk Pengambilan Keputusan, Ed. Ketiga “ Jakarta, PT. RajaGrafindo Perrsada, 2013 5. Wijaya, Andi, “ Pengantar Riset Operasi “ Jakarta, Mitra Wacana Media, 2013 6. Siswanto, Drs, M.Sc, “ Operations Research, jilid 2, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2007

SOAL LATIHAN

1. Contoh : Sebuah Bank memasang mesin ATM di suatu lokasi. Berdasarkan catatan, diketahui ratarata tingkat kedatangan pelanggan 25 pelanggan per jam. Terdapat informasi juga bahwa setiap pelanggan raa-rata mengoperasikan ATM selama 2 menit. Manajer cabang lokasi tersebut sedang berpikir menambah ATM untuk mengurangi antrian. Harga sebuah mesin ATM diperkirakan sekitar Rp. 100 juta dengan biaya operasi per bulan sekitar Rp. 200 ribu rupiah. Menurut data nasabah, mereka yang menggunakan ATM di lokasi tersebut sebagian besar mahasiswa dan sebagian lainya adalah dosen dan karyawan. Setelah dilakukan penelitian, diperoleh gambaran bahwa opportunity cost mereka secara gabungan sekitar Rp. 20 ribu per jam. Sebagai tambahan informasi, mesin ATM ini secara ekonomis berumur 5 tahun. Analisis

λ μ BA

: : :

25 nasabah per jam ½ x 60 menit = 30 nasabah per menit Rp. 20.000

Biaya depresiasi per tahun sekitar Rp. 20 juta atau Rp. 228,94 per jam (dengan asumsi ATM bekerja 24 jam dan 1 tahun 365 hari). Biaya operasional per bulan Rp. 200.000 atau

16

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF