Tax Planning PPh21 New
September 3, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Tax Planning PPh21 New...
Description
Tax Planning PPH Pasal 21/26 Tax Planning: Upaya mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang optimal melalui: perencanaan, melalui: perencanaan, pengorganisasian, pengorganisasian, pelaksanaan pelaksanaan dan pengendalian perpajakan
PPh Pasal 21 PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, dengan nama dan dala da lam m bent bentuk uk apa apa pun pun se sehu hubu bung ngan an de deng ngan an pe peke kerj rjaa aann at atau au jabatan, jasa,dalam dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. PPh pasal 21 diberlakukan kepada WPOP sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), apabila penerima penghasilan adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) selain BUT (Badan Usaha Tetap), maka akan dikenai PPh 26.
PPh Pasal 21/26 Berikut merupakan dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 yang mulai berlaku tahun 2009:
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
PMK No No.. 25 250/ 0/PM PMK. K.03 03/2 /200 008 8 tent tentan angg Besa Besarn rnya ya Bi Biay ayaa Ja Jaba batan tan atau Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiun.
PM PMK K No No.. 252/ 252/PM PMK. K.03 03/2 /200 008 8 te tent ntan angg Pe Petu tunj njuk uk Pe Pela laks ksan anaa aann Pemoton onggan Pajak atas Penghasi sillan Sehubu ubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
PMK No. 254/PMK.03/2008 tentang Peneta tappan bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan, serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
PE PERR-Di Dirj rjen en Pa Paja jakk No Nomo mor: r: 31/P 31/PJ/ J/20 2009 09 tent tentan angg Pe Pedo doma mann Teknis Tata Penyetoran dan Pelaporan Pajak Peng Pe ngha hasi sila lann Cara Pasa Pasall Pemotongan, 21 Dan/ Dan/At Atau au Pa Paja jakk Pe Peng ngha hasi sila lann Pa Pasa sal l 26 Sehu Se hubu bung ngan an De Deng ngan an Pe Peke kerj rjaa aan, n, Ja Jasa sa,, da dann Ke Kegi giat atan an Or Oran angg Prib Pr ibad adi, i, yang yang ke kemu mudi dian an dire direvi visi si de deng ngan an PE PERR-Di Dirj rjen en Pa Paja jakk Nomor: 57/PJ/2009.
PER-Dirjen Pajak Nomor: 31/PJ/2009 ten tentang tang Pedoman teknis teknis Tat ataa Ca Cara ra Pem emot oton onga gann, Pen enye yeto tora rann dan Pe Pela lapo pora rann Paj ajak ak Peng Pe ngha hasi sila lann Pa Pasa sall 21 da dan/ n/at atau au Paja Pajakk Pe Peng ngha hasi sila lann Pa Pasa sall 26 Sehu Se hubu bung ngan an De Deng ngan an Pe Peke kerj rjaa aan, n, Ja Jasa sa,, da dann Ke Kegi giata atann Or Oran angg Pribadi.
Pemotong PPh Pasal 21 Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesuai PerDirjen Pajak No. PER-31/PJ./2012 meliputi:
Pemberi kerja yang yang terdiri terdiri dari: dari: a. Orang pribadi atau badan b. Cabang perwakilan
Bendahara atau pemegang pemegang kas pemerintah
Dana pensiun badan penyelenggara penyelenggara jaminan jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
Orang pr pribadi ibadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Penyelenggara kegiatan.
Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah: 1.
Kantor perwakilan negara asing.
2.
Organisasi-organisasi internasional yang telah diterapkan oleh
3.
Menteri Keuangan. Pem Pember berii kerja kerja orang orang pribadi pribadi yang tid tidak ak mel melaku akukan kan kegiatan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Subjek Pemotongan PPh Pasal 21/26 Subjek Pajak yang dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26, atau disebut Subjek Pemotongan adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa atau kegiatan. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesu se suai ai Pe Perr-Di Dirj rjen en Pa Paja jakk No No.. PE PERR-31 31/P /PJ. J./2 /201 012 2 ad adal alah ah or oran angg pr prib ibad adii ya yang ng merupakan: 1. Pe Pega gawa waii 2. Peneri Penerima ma uang pesangon pensiu pensiunn atau uang manfaa manfaatt pens pensiun, iun, tunjan tunjangan gan hari tua, atau jaminan hari termasuk warisnya. 3. Bu Buka kan n pe pega gawa waii ya yang ng tua, me mene neri rima ma at atau auahlime memp mper erol oleh eh pe peng nghas hasil ilan an se sehu hubu bung ngan an dengan pekerjaan jasa. 4. An Angg ggot otaa de dewa wann ko komi misa sari riss at atau au de dewa wann pe peng ngaw awas as ya yang ng tida tidakk me mera rang ngka kapp sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama. 5. Mantan pegawa pegawaii 6. Peser Peserta ta kegia kegiatan tan yang mener menerima ima atau mempe memperoleh roleh penghasi penghasilan lan sehubung sehubungan an dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.
Objek PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut: Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal •
•
26 sesuai Per-Dirjen Pajak No. Penghasilan yang dipotong PPh PER-31/PJ./2012 Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh: a. bersifat Waji Wajib b Pa Paja jakk yang yang dike dikena naka kann Pa Paja jakk Pe Peng ngha hasi sila lann ya yang ng final, b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berd be rdas asar arka kann no norm rmaa Pe Peng ngh hitun itunga gann kh khus usus us (deemed profit ). ).
Objek PPh Pasal 21 Dalam
hal penghasilan penghasilan d diterima iterima atau diperoleh dalam mata uang asing penghitungan PP PPh h Pasal 21 dan/atau PPh PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (Kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.
Penghitungan enghitun gan
PPh PPh Pasal Pasal 21 dan/atau dan/a tau PPh PPh Pasal Pasal 26 atas penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk antara dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang diberikan.
Non Objek PPh Pasal 21 Yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong dipoto ng PPh Pasal 21 sesuai Per-Dirjen pajak No. PER-31/PJ./2012 adalah:
Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa.
Penerimaan dalam dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind )),, kecuali natura atau kenikmatan yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, atau diberikan oleh WP yang dikenakan PPh final atau dikenakan PPh berdasarkan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit )).. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
Zakat yang olehdibentuk orang pribadi yang berhak badan atau lembaga amilditerima zakat yang atau disahkan olehdari pemerintah; atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Beasiswa. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi pekerja.
Metode Pemotongan PPh Pasal 21 Dilihat dari siapa yang menanggung beban, maka kebijakan/metode pemotongan PPh Pasal Pasal 21 dapat dipilih oleh Wajib Pajak, yaitu : 1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (potong gaji) Metode ini lazimnya disebut METODE GROSS. Dalam hal ini jumlah PPh Pasal 21 yang terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah bahwa PPh Pasal Pasal 21 dipotong oleh perusahaan. (ditanggung) 2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan (ditanggung) Metode ini lazimnya disebut METODE NET. Dalam hal ini, jumlah PPh Pasal 21 yang terutang akan ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh Pasal Pasal 21 karena perusahaanlah yang menanggung biaya/beban PPh Pasal 21. Penghitungan PPh Pasal 21 tersebut tidak dilakukan dengan cara gross up. PPh P Pasal asal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan karena tidak dimasukkan sebagai faktor penambahan pendapatan dalam SPT SP T PPh Pasal Pasal 21.
3.
PPh PPh Pasal Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan tunjangan (ditunjang) Metode ini lazimnya disebut METODE GROSS UP. Jika PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk Tunjangan, Tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh Pasal 21. Dalam hal ini penghitungan PPh PPh dilakukan dengan cara gross up di mana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan. Sepintas lalu kebijakan PPh Pasal 21 jenis ini akan terlihat memberatkan perusahaan karena jumlah penghasilan karyawan akan bertambah besar sebagai akibat dari penambahan tunjangan pajak. Namun demikian beban perusahaan tersebut akan tereliminasi karena PPh Pasal Pasal 21-nya dapat dibiayakan.
Di samping memberikan m emberikan tunjangan PPh PPh Pasal 21 yang besarnya sama dengan PPh PPh terutang untuk masing-masing karyawan (metode gro gross ss up), perusahaan juga bisa memberikan tunjangan PPh PPh Pasal 21 yang besarnya berbeda dengan PPh PPh terutang.
Dalam hal besarnya PPh Pasal 21 yang terutang lebih besar daripada tunjangan PPh PPh Pasal 21, maka ma ka kekurangannya bisa ditanggung karyawan (dipotong) dari karyawan atau ditanggung perusahaan. Jika kekurangannya ditanggung oleh perusahaan, maka perlakuan perpajakannya menjadi non deductible expenses.
Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21 Dasar Pengenaan Pajak (DPP): a. Pengha Penghasilan silan Kena PPajak ajak b berlaku erlaku bagi: 1. Pegawai Tetap Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan – PTKP
2. Penerima Pensiun Berkala Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto - Biaya Pensiun – PTKP
3. Pegawai Tidak Tetap Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto - PTKP
Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21 4. Bukan Pegawai, meliputi: - Distributor MLM atau direct atau direct selling - Petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus pegawai - Penjaja barang dagangan yang tidak berstatus pegawai - Penerima penghasilan bukan pegawai
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto – PTKP yang dihitung bulanan
Pengurangan yang Diperbolehkan a. Biaya Jabatan
Peng Pe ngur uran anga gann in inii dipe diperb rbol oleh ehka kann tanp tanpaa mema memand ndan angg apak apakah ah ya yang ng bers bersan angk gkut utan an memiliki jabatan atau tidak. b. Biaya Pensiun Hanya boleh dikurangkan dari penghasilan bruto seorang pensiunan yang berupa uang pensiun yang dibayarkan secara berkala (bulanan) karena dianggap sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiunan. c. Iuran yang terkait dengan gaji Yaitu iuran yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disa disahka hkann oleh oleh Mente Menteri ri Ke Keua uanga ngann atau atau badan badan pe penye nyele lengg nggara ara tu tunja njanga ngann hari hari tu tuaa atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dengan dana pensiun pensiun yang pendiriannya setelah disahkan oleh Menteri Keuangan. d. Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam penghitungan PPh Pasal 21 merupakan batasan penghasilan yang tidak dikenai pajak bagi orang pribadi yang berstatus sebaga seb agaii pegawai pegawai,, baik pegawai pegawai tetap, tetap, termasuk termasuk pensiunan pensiunan;; peg pegawai awai tidak tetap, tetap, pemagang, dan calon pegawai; termasuk juga pegawai harian lepas, dan distributor multileve mult ilevell market marketing ing atau direct direct sellin selling g maupu maupunn kegia kegiata tann se sejen jenis isnya nya,, de deng ngan an ketentuan yang berbeda-beda.
Besaran PTKP Untuk Tahun Pajak 2016 Berdasarkan Peraturan Dirjendan Peraturan pajak No : PER-16/PJ/2016 PMK No.101/PMK.010/2016 N0.102/PMK.010/2016 Penerima PTKP Untuk Untu k pega pegawa waii (Wajib Pajak)
yang yang
be bers rsan angk gkut utan an
Setahun
Sebulan
54.000.000
4.500.000
Tambahan untuk pegawai yang kawin
4.500.000
375.000
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis aris ke ketturun urunan an lu lurrus, us, sert serta a an anak ak angkat yang menjad adii tanggungan sepenuhnya (max 3 orang)
4.500.000
375.000
Tarif arif Pajak ajak 1. Tarif Pasal 17 UU No. 36 T Tahun ahun 2008 yang berlaku mulai 1 Januari 2009: Lapis Lap isan an Penghasilan Kena Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000 di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250..000.0000 di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.00 500.000.0 0.000 00 di at atas as Rp 50 500. 0.0 000 00..00 000 0 →
→
Tarif Pajak
Tarif Non NPWP (mulai berl be rlak aku u 1 Ja Janua nuari ri 20 2009 09 berd be rdas asar ark kan Pas asal al 21 Ayat 5A UU PP PPh h 2008 2008))
5%
120% x 5% = 6%
15%
120% x 15% = 18%
25% 30%
120% x 25% = 30% 120% x 30% = 36%
→
→
2. Tarif Pajak P Penghasilan enghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pes Pesangon angon sesuai Per-Menkeu Per-Menkeu No. 16/PMK.03/2010 ditentukan sebagai berikut: Sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000; Sebesa Sebesarr 5% ata atass pengha penghasila silan n bruto bruto di ata atass Rp 50.0 50.000.0 00.000 00 sam sampai pai dengan Rp 100.000.000; Sebesar Sebesar 15% atas penghasilan penghasilan brut bruto o di atas Rp 100.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000; Sebesar 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000 •
•
•
•
3. Tarif Pajak Peng Penghasilan hasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun ensiun,, Tunja unjanga ngan n Hari Hari Tua, Jamina Jaminan n Hari Hari tua ditent ditentuka ukan n sebaga sebagaii berikut: Sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000; Sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 Honorariu Honorarium m dan imbalan lain, dengan dengan nama apa pun yang diterim diterima a oleh Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri, yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang diba di baya yarrkan kan kepa kepada da PN PNS S golon longa gan n II d ke bawa bawah h dan dan angg anggo ota TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Tingkat Satu ke bawah. •
•
•
Penghitungannya dilakukan dengan menerapkan tarif 15% x penghasilan bruto.
Rekonsilasi Objek PPh Pasal 21 Untuk meyakinkan bahwa atas seluruh objek PPh Pasal 21 telah tela h dipo dipoton tong g paja pajaknya knya,, perlu perlu dilakuka dilakukan n reko rekonsil nsiliasi iasi antara antara data dat a lapor laporan an keuan keuanga gan, n, ba baik ik yan yang g be bera rasa sall dari dari akun akun nerac neraca a maupu mau pun n aku akun n bi biay aya. a. Reko ekonsi nsilia liasi si ini sa sang ngat at bergu berguna na dala dalam m rangk ra ngka a pe pela laks ksan anaa aan n pe penge ngenda ndali lian an dan dan pe pembu mbukti ktian an bahw bahwa a selu se luru ruh h ob obje jek k pa paja jak k ke keti tika ka di dipe peri riks ksa a ol oleh eh petu petuga gass paja pajak k nantinya. Hubung Hubu ngan an kerj kerja a an anta tara ra ka kary ryaw awan an de deng ngan an peru perusa saha haan an berlak ber laku u pri prinsi nsip p um umum, um, ya yait itu u taxability-deductibility. Jika bagi karyawan merupakan taxable income (penghasilan yang menj me njad adii ob obje jek k PP PPh) h),, di pe peru rusa saha haa an me menj njad adii deductible expense (biaya), dan sebaliknya jika bagi karyawan merupakan non taxable income (penghasilan yang bukan objek PPh), maka di perusahaan menjadi non deductible expense (bukan biaya).
Taxability dan Deductibility Objek PPh Pasal 21
Strategi Memaksimalk Strategi Memaksimalkan an Pengurangan engurangan (Maximizing Deductions)
Prinsip Taxability Deductibility adalah prinsip yang menjelaskan Prinsip Taxability tentang pos-pos yang dapat/tidak dapat dikenai pajak penghasilan (objek pajak dan bukan objek pajak paja k penghasilan) dan pos-pos yang dapat/tidak dapat dibayarkan (pengurang penghasilan bruto), yang mekanismenya: jika pada pihak pemberi kerja pemberian imbalan/penghasilan dapat dibiayakan (pengurang penghasilan bruto), maka pada pihak karyawan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Sebaliknya jika pada pihak karyawan pemberian imbalan/penghasilan tersebut bukan merupakan penghasilan, maka pada pihak pemberi kerja tidak dapat dibiayakan (bukan pengurang penghasilan bruto).
Prinsip Taxability Deductibility merupakan prinsip dasar yang lazim dipakai dalam perencanaan pajak, yang pada umumnya meng me ngub ubah ah/m /men enkon konve vers rsik ikan an yang peng pengha hasi sila lan n yang yang meru meatau rupa pakan kan obje objek k pajak menjadi penghasilan tidak objek pajak sebaliknya mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat pengubahan/konversi tersebut. Apakah perubahan jumlah pajak terutang akan menjadi lebih besar atau lebih kecil atau sama atau sama deng dengan an juml jumlah ah paja pajak k teru teruta tang ng akib akibat at korek koreksi si fiska fiskal, l, apabila dilakukan pengubahan tersebut, tentunya harus dipe di pert rtim imba bang ngka kan n mana ana alte altern rnat atiif yan yang lebi lebih h meng mengun untu tung ngka kan n perusahaan. Jika kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan baik dan kinerja perusahaan menghasilkan laba besar, maka salah satu alternatif yang dire di reko kome men ndasi dasika kan n adal adala ah denga engan n men mengkaj gkajii man mana yang yang lebih bih menguntungkan antara memberikan kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk tunjangan (uang) atau dalam natura (benefit in kind)
1.
HUBU HU BUNG NGAN AN BIA BIAY YA DI PPH PPH BAD BADAN AN DA DAN N PPH PPH PASAL 21
PPh Pasal 21
PPh Badan
Contoh
TI
DE
Biaya Gaji
NTI
NDE
Pemberian kenikmatan/natura
NTI
DE
Makan Bersama
TI
NDE
Hadiah uang atas lomba Family Day
Pilihlah 1. NTI vs DE 2. TI vs DE, bila tarif PPh 21 < PP PPh h Badan 3. NTI vs NDE, bila tarif PPh 21 > PP PPh h Badan …
Hindari TI vs NDE
…
2. ASPEK PAJAK ATAS KEBIJAKA KEBIJAKAN N PILIHAN PILIHAN BIA BIAY YA PEGAWAI
1. Makan bersama atau tunjangan makan 2. Antar jemput karyawan atau tunjangan transport 3. Fasilitas kendaraan perusahaan atau tunjangan kendaraan 4. Fasilitas handphone Fasilitas handphone atau tunjangan tunjangan handphone handphone 5. Uang saku perjalanan dinas atau uang perjalanan dinas secara lump sum 6. Pemberian bonus dari laba ditahan ditahan atau biaya 7. Pemberian tunjangan tunjanga n PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan 8. Pemberian tunjangan pengobatan atau fasilitas pengobatan 9. Dan seterusnya
Pili Pi liha han n Transa ansaks ksii & Damp Dampak ak Pajak ajakny nya a
1.
Makan Bersama
Vs.
Tunj. Makan
Antar jemput Karyawan
Vs.
Tunj. Transport
NTI Vs DE
TI Vs DE
2.
Kendaraan, Hand Phone
Vs.
3.
NTI Vs. DE (50%) Akomodasi, Uang Sa Saku
Vs.
TI u/ uang saku Vs DE 4.
5.
Bonus dari R/E TI Vs NDE Tunj. PPh 21
TI Vs DE
TI Vs DE
Lump‐sump
TI Vs DE Vs
Bonus sbg biaya
Vs.
TI Vs DE PPh 21 Ditanggung Persh.
TI Vs DE Tunj. Kesehatan
Tunj. Kendaraan, HP
NTI Vs. NDE Vs.
Fasilitas Pe Pengobatan NT
BIAYA TRANSPORTASI :
Kendar Ken daraa aan n Umum Umum Non Taxab Taxable le - Deductib Deductible le Anta An tarr Jemp Jemput ut Non Taxab Taxable le - Deductib Deductible le Mobil dinas Non Taxable–Deductible (50%)
Lumpsum Uang Taxable axable - Deductib Deductible le Reimbursement Non Taxab Taxable le - Deductib Deductible le
View more...
Comments