Tantangan Guru Dalam Menghadap Era Millennial

March 23, 2019 | Author: BayuZar El Kufi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

makalah ini ditujukan dalam memenuhi tugas pengembangan kurikulum...

Description

Tantangan guru dalam menghadap era millennial (tinjauan filsafat ilmu)

Profesi guru dewasa ini sangat jauh berbeda profesi guru zaman kemerdekaan sampai tahun 1960-an atau bahkan 1970-an. Dulu orang ditawari untuk menjadi guru atau bahkan mau diangkat menjadi PNS dia lebih memilih kata “tidak”. Entah kenapa? mungkin yang jelas, dan semoga jawaban ini salah gaji s aat itu masih terbilang sangat minim (rendah). Bahkan terkadang dia mencibir dengan kata-kata yang kurang mengenakkan. Guru mendapat penilaian termasuk golongan kelas bawah. Bukan dinilai vigur yang mulia yang biasa menjadi salah satu penentu maju mundurnya suatu  bangsa. Karena bagaimanapun Sumber Daya Manusia (SDM) sanat diperlukan diperlukan bagi bagi suatu bangsa atau Negara. Dan gurulah yang bias mewarnai anak bangsa untuk menjadi individu yang berkualitas, siap baik lahir maupun batin. Pemberian transfer ilmu pengetahuan, pendidkan ketrampilan dan lain-lain diberikan guru dengan tanpa pamrih untuk kebaikan dan keberhasilan anak didiknya. Lain halnya dengan profesi guru dewasa ini. Sejak pemerintah sudah mulai ada perhatian khusus di dunia pendidikan. Bantuan-bantuan untuk operasional, gedung, sarana prasarana dengan berbagai macam bantuan kebutuhan pendidikan. Termasuk bantuan untuk guru itu sendiri baik yang berbentuk insentif, kesra tunjangan fungsional dan tunjangan profesi. Sehingga profesi guru sekarang ini menjadi tarjet rebutan manyarakat Indonesia. Sehingga banyak mayarakat yang tadinya enggan untuk kuliah lagi, mereka giat penuh semangat melanjutkan kuliah walaupun setangah dipaksakan. Ada yang mengambil D II, ada yang dari D II transfer melanjutkan S 1  – nya nya dan ada pula yang mengambil akta  –   IV. Dengan harapan mereka bisa mengambil celah masuk menjadi tenaga pendidikan yang titik kulminasinya adalah “PNS”. Wacana ini mungkin saja tidak sepenuhnya benar. Karena masih banyak kita jumpai guru-guru dipedesaan, pinggiran ataupun  pedalaman dengan gaji yang pas-pasanatau bahkan sangat minim namun mereka  jalani dengan penuh kesabaran dan ketelatenan serta punya etos dan dedikasi sebagai pendidik tanpa pengaruh oleh berbagai berita yang berkembang di dunia  pendidikan Indonesia.

Guru sebagai profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat  pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma yang berlaku. Kekuatan dan eksistensi  profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga  profesional dengan kepercayaan publik ( public trust ). Studi tentang mutu  pendidikan dasar di Indonesia menunjukkan bahwa mutu pendidikan yang lebih tinggi di daerah perkotaan ditandai dengan lebih besarnya efek faktor luar sekolah dibandingkan dengan faktor sekolah, sedangkan di pedesaan mutu pendidikannya cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor sekolah. 1 Terkait dengan guru, secara umum tantangan yang dihadapi guru di era globalisasi dan multicultural ini adalah bagaimana pendidikan mampu mendidik dan menghasilkan siswa yang memiliki daya saing tinggi (qualified) dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan yang penuh dengan kompetensi dalam  berbagai sector, mampu menghadapi tantangan di bidang politik dan ekonomi, mampu melakukan risett secara koperhensif di era reformasi serta mampu membangun kualitas kehidupan sumber daya manusia. Di samping itu, dilihat dari segi aktualisasinya pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik) dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Guru, siswa dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama  pendidikan. Ketiganya membentuk triangle, yang jika hilang salah satunya, maka hilang pulalah hakikat pendidikan. Namun demikian, dalam situasi tertentu tugas guru dapat dibantu oleh unsur lain, seperti media teknologi tetapi tidak dapat digantikan. Oleh karena itulah, tugas guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional. 2 Sejak kini hingga masa depan tantangan profesi keguruan semakin meningkat. Dalam Mengangkat Citra dan Martabat Guru suatu tantangan yang harus siap dihadapi guru dan pada saat yang sama harus dicarikan solusinya oleh

1 Ace Suryadi dan Wiana Mulyana, (1992), Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan Pembinaan Kemampuan Profesional Guru, Bandung: Candimas Metropole, hal. 1 2 Nana Syaodih Sukmadinata, (1997), Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek , Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 191.

 berbagai pihak terkait (birokrasi dan organisasi kependidikan). Salah satunya  berkaitan dengan masalah ekologi profesi bagi guru. Pekerjaan guru (mendidik) yang mulia dan seharusnya menyenangkan, seringkali malah menjadi sumber ketegangan lantaran iklim dan kondisi kerja yang terlalu sarat dengan beban tugastugas birokrasi, beban sosial-ekonomi dan tantangan kemajuan karir yang terkait erat dengan jaminan hak-hak kesejahteraan guru. Dalam hal beban birokrasi, guru harus berhadapan dengan pekerjaan pekerjaan rutin administrasi yang bukan tugas-tugas profesional. Beban sosial antara lain terkait dengan tuntutan masyarakat yang masih memandang bahwa guru adalah sosok manusia serba tahu dan serba bisa. Tidak sedikit orangtua yang memiliki tuntutan yang melampaui kemampuan guru agar anak mereka menjadi serba bisa sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, kondisi objektif di lapangan sangat mungkin guru menghadapi pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi -termasuk masalah kependidikan, yang menuntut dirinya harus lebih profesional dan bahkan siap 'bersaing' dengan peserta didik dalam hal itu. Beban-beban yang sudah berat itu, makin menjadi kompleks manakala guru (SD) -terutama yang hidup dikota - juga harus berjuang meningkatkan kemampuan finansial dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang memang masih jauh dapat dipenuhi dengan gaji mereka. Kondisi semua ini, dapat diprediksi kuat akan sangat berpengaruh timbale balik terhadap profil psikologis guru. Era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan  pendidikan menghadapi ufuk globalisasi sebagai berikut: 1.

Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan  produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai

upaya

untuk

memelihara

dan

meningkatkan

pembangunan

 berkelanjutan (continuing development). 2.

Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisionalagraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta

 bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM. 3.

Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

4.

Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi. Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan

 berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang  berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner ), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar. 3 Berdasarkan paparan di atas, setidaknya kita dapat memperoleh gambaran tentang apa dan bagaimana karakteristik masyarakat pada abad 21 dan apa peran  pendidikan pada masa yang akan datang serta tantangan bagi seorang guru untuk menyikapinya. Pendidikan pada dasarnya tidak terlepas dari peran penting guru sebagai tulang punggung dan penopang utama dalam proses penyelenggaraan  pendidikan. Tantangan guru profesional untuk menghadapi masyarakat abad 21 tersebut dapat dibedakan menjadi tantangan yang bersifat internal dan eksternal. 1.

Tantangan Internal a.

Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa Krisis yang berkepanjangan memberi kesan keprihatinan yang dalam dan menimbulkan berbagai dampak yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hal itu terutama dapat dilihat mulai adanya gejala menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat, menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa hormat dengan orang tua, sering terjadinya benturan fisik antara peserta didik, dan mulai adanya

3 Kurniawan, Khaerudin, “ Arah Pendidikan Nasional Memasuki Milenium Ketiga”, Suara Pembaharuan, Januari 1999. Hal 43

indikasi tidak saling menghormati antara sesama teman, yang pada akhirnya dikhawatirkan dapat mengancam kesatuan dan persatuan sebagai  bangsa. Pendidikan berupaya menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik dan tantangan nyata bagi guru adalah bagaimana seorang guru memilikikepribadian yang kuat dan matang untuk dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika serta meyakinkan peserta didik terhadap  pentingnya rasa kesatuan sebagai bangsa. Rasa persatuan yang telah  berhasil ditanam berarti bahwa seseorang merasa bangga menjadi bangsa Indonesia yang berarati pula bangsa terhadap kebudayaan Indoensia yang menjunjung tinggi etika dan nilai luhur untuk siap menjadi masyarakat abad 21 yang kuat dan dapat mewujudkan demokrasi dalam arti sebenarnya.  b.

Pengembangan nilai-nilai demokrasi Demokrasi dalam bidang pendidikan adalah membangun nilai-nilai demokratis, yaitu kesamaan hak setiap warga negara untuk memperoleh  pendidikan yang layak dan juga kewajiban yang sama bagi masyarakat untuk membangun pendidikan yang bermutu. Dalam pengertian ini, guru sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan itu sendiri mempunyai tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri  peserta didik menjadi manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan tidak sekedar menjadi manusia yang selalu mengekor seperti ‘bebek’ yang hanya menerima petunjuk dari atasan dalam mewujudkan pendidikan yang demokratis, perlu dilakukan berbagai penyesuaian dalam sistem  pendidikan nasional. Sejalan dengan itu, pemberlakuan otonomi daerah memberikan  peluang melakukan berbagai perubahan dalam penataan sistem pendidikan yang pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan lebih besar kepad adaerah dan sekolah untuk mengembangkan proses pendidikan yang  bermutu sesuai dengan potensi yang dimilikinya, termasuk potensi

masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu meningkatkan mutu pendidikan. c.

Fenomena rendahnya mutu Pendidikan Berbagai hasil studi dan pengamatan terhadap mutu pendidikan pada  berbagai negara menunjukkan bahwa secara makro mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan bahkan secara nilai rata-rata di bawah  peringkat negara Asean lainnya. Walaupun demikian, secara individual ada beberapa diantara peserta didik mampu menunjukkan prestasinya di lomba-lomba bertaraf internasional, seperti pada Olimpiade Fisika. Untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, diperlukan proses pendidikan yang  bermutu dan kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah mutu guru. Proses pendidikan dalam masyarakat abad 21 adalah suatu interaksi antara guru dengan peserta didik sesuai dengan kemajuan ilmu  pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat yang demokratis dan terbuka. Masyarakat yang demikian menuntut adanya pelayanan yang  profesional dari para pelakunya dan guru adalah seorang profesional dalam masyarakat seperti itu. Dengan kata lain, guru dituntut untuk berperlaku dan memiliki karakteristik profesional oleh karena tuntutan dan sifat  pekerjaanya dan bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Dalam masyarakat abad 21, hanya akan menerima seorang yang profesional dalam bidang pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat abad 21 adalah bagaimana menjadi seorang guru yang profesional untuk membangun masyarakat yang mandiri, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, berprestasi, saling menghormati atas dasar kemampuan individual, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan mematuhi nilai-nilai hukum yang berlaku dan disepakati bersama.

2.

Tantangan Eksternal Kecenderungan kehidupan dalam era globalisasi adalah mempunyai dimensi domestik dan global, yaitu kehidupan dalam dunia yang terbuka dan seolah tanpa batas, tetapi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Dengan

situasi kehidupan demikian, akan melahirkan tantangan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup bagi masyarakatnya, termasuk para guru yang  profesional. Kehidupan global yang terbuka, seakan-akan dunia seperti sebuah kampuang dengan ciri perdagangan bebas, kompetisi dan kerjasama yang saling menguntungkan, memerlukan manusia yang bermutu dan dapat bersaing dengan sehat. Dalam melakukan persaingan, diperlukan mutu individu yang kreatif dan inovatif. Kemampuan individu untuk bersaing seperti itu, hanya dapat dibentuk oleh suatu sistem pendidikan yang kondusif dan memiliki guru yang profesional dalam bidangnya. Untuk itu, tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan demikian para sisiwa mempunyai  bekal yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter d an kepribadian yang kuat sebagai bangsa Indonesia. Beberapa

tantangan

globalisasi

yang

harus

disikapi

guru

dalam

menjalankan peran-perannya dengan mengedepankan profesionalisme menurut Kunandar dalam bukunya adalah sebagai berikut: 1.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar. Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan responsif, arif, dan bijaksana. Responsive artinya guru harus bisa menguasai dengan baik  produk IPTEK, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti  pembelajaran dengan menggunakan multimedia.

2.

Krisis moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia Akibat pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh iptek dan globalisasi. Dikalangan remaja sangat begitu terasa akan pengaruh iptek

dan globalisasi. Pengaruh hiburan baik cetak maupun elektronik yang menjurus  pada hal-hal pornografi telah menjadikan remaja tergoda dengan kehidupan yang menjurus pada pergaulan bebas dan materialisme. 3.

Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul masalahmasalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat  bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secara pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi korban ganasnya industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan guru untuk merespon realitas ini, terutama dalam dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga  pendidikan formal dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus mampu menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi  bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi solusi dari suatu masalah sosial (kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan) bukan menjadi  bagian bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.

4.

Krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia Sebagai bangsa dan negara di tengah bangsa-bangsa di dunia membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk setiap eksisnya bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa  berkorban untuk bangsa dan negara. Dewasa ini ada kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti kurang apresiasinya generasi muda pada kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih kebarat-baratan, dan beberapa indikator lainnya. Melihat realitas di atas guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

5.

Adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia.

Kondisi di atas membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari segi kualitas sumber daya manusia. Dibutuhkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang handal dan unggul yang siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dunia pendidikan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam menciptakan SDM (Sumber Daya Manusia) yang digambarkan seperti di atas. Oleh karena itu, dibutuhkan guru yang visioner, kompeten, dan berdedikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta didik dengan sejumlah kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang sedang dan terus berubah. 4 Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu: 1.

Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki  beragam budaya dengan kompetensi multi bahasa.

2.

Teaching for the construction of meaning , mengajar untuk mengkonstruksi makna (konsep).

3.

Teaching for active learning , mengajar untuk pembelajaran aktif.

4.

Teaching and technology, mengajar dan teknologi.

5.

Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru mengenai kemampuan.

6.

Teaching and choice, mengajar dan pilihan.

7.

Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas. Lebih lanjut, Yahya (2010) menambahkan tantangan guru di Abad 21 yaitu:

1.

Pendidikan yang berfokus pada character building 

2.

Pendidikan yang peduli perubahan iklim

3.

Enterprenual mindset

4.

Membangun learning community

5.

Kekuatan bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan  bertindak (hard skills- soft skills) Solusi Menghadapi Tantangan Guru dalam Perkembangan Teknologi dan

Informasi. Untuk menghadapi tantangan guru pada saat ini, maka sangat diperlukan

4 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 37-40.

guru yang profesional agar dapat mencetak sumber daya manusia (SDM) yang  berkualitas. Dalam konteks ini Makagiansar menawarkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global yaitu: 1.

Kemampuan antisipasi Kemampuan antisipasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang  pendidik untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya masalah baik dalam  proses

pembelajaran

maupun masalah

yang mungkin timbul diluar

 pembelajaran. Misalnya kemampuan antisipasi dapat dilakukan dengan cara guru mempersiapkan sarana prasarana dan segala sesuatunya agar tidak te rjadi kendala dalam proses KBM. 2.

Kemampuan mengenali dan mengatasi masalah Seorang pendidik perlu melakukan pendekatan terhadap peserta didiknya untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh  peserta didiknya baik itu yang berkaitan dengan akademi maupun non akademi. Tidak hanya berhenti pada mengenali masalah saja, namun juga dilakukan follow up pemilihan solusi dari masalah yang dihadapi siswa dan melaksanakan solusi tersebut sehingga masalah peserta didik dapat teratasi.

3.

Kemampuan mengakomodasi Seorang guru harus mampu mengakomodasi perbedaan yang terdapat pada  peserta didiknya. Perbedaan disini dapat berupa kebutuhan antara satu individu dengan individu lain. Guru dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik dalam kaitannya dengan pembelajaran seperti menyediakan kebutuhan akan ilmu, dan sarana prasarana bila mampu.

4.

Kemampuan melakukan reorientasi Sikap terhadap suatu hal. Guru perlu menentukan acuan-acuan apa saja yang akan dicapai Sebagai pendidik, guru harus mampu melakukan reorientasi yaitu meninjau kembali suatu wawasan dan menetukan dan membuat peserta didiknya yakin dan termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut.

5.

Kompetensi generic (generic competences) Kemampuan generik merupakan kemmapuan yang harus dimiliki seorang  pendidik yang didalamnya mencakup strategi kognitif, dan dapat pula dik enal

dengan sebutan kemampuan kunci-kunci, kemampuan inti (core skill), kemampuan essensial, dan kemampuan dasar. Kemampuan generik antara la in meliputi: keterampilan komunikasi, kerja tim, pemecah masalah, inisiatif dan usaha (initiative dan enterprise), merencanakan dan mengorganisasi, menegemen diri, keterampilan belajar dan keterampilan teknologi (Gibb dalam Rahman, 2008) 6.

Keterampilan mengatur diri (managing self skills), Mendorong diri sendiri untuk mau mengatur semua unsur kemampuan  pribadi, mengendalikan kemauan untuk mencapai hal-hal yang baik, dan mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar lebih sempurna. Bagaimana seseorang guru bisa menjadi seorang guru yang professional dan  berbudi luhur kalau ia tidak dapat mendorong, mengatur, mengendalikan, dan mengembangkan semua sumber daya pribadinya. Oleh karena itu keterampilan mengatur diri bagi seorang guru adalah sangat mutlak diperlukan agar dapat menjalankan segala tugasnya dengan baik.

7.

Keterampilan berkomunikasi (communicating skills), Keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan utama yang harus dimiliki untuk mampu membina hubungan yang sehat dimana saja, di lingkungan sosial, sekolah, usaha dan perkantoran, di kebun atau dimana saja. Sebagian besar masalah yang timbul dalam kehidupan sosial adalah masalah komunikasi. Jika keterampilan komunikasi dimiliki maka akan sangat besar membantu meminimalisasi potensi konflik sekaligus membuka peluang sukses

8.

Kemampuan mengelola orang dan tugas (ability of managing people and tasks) Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat mengelola  peserta didiknya sekaligus tugas keguruanya agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Mengelola orang dengan mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Stephen Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif. Dari segi

tugas guru berfungsi memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat belajar lebih giat, dan memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan kemampuan dan  perbedaan individual peserta pendidik. 9.

Kemampuan mobilisasi pengembangan dan perubahan (mobiliz ing innovation and change). Kemampuan mobilisasi perkembangan dan perubahan yaitu guru berfungsi melakukan kegiatan kreatif, menemukan strategi, metode, cara-cara, atau konsep-konsep yang baru dalam pengajaran agar pembelajaran bermakna dan melahirkan pendidikan yang berkualitas. Guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan dan guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

10. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat kompetitif juga meruapakan hal penting bagi guru-guru yang profesional karena diharapkan mereka dapat membawa atau mengantarkan peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki era global yang melek ilmu pengetahuan dan teknolog, dan sangat kompetitif.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF