tanaman mengandung flavonoid

May 23, 2019 | Author: Idayu Windriyana | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

flavonoid...

Description

1.

Mahkota Dewa

Tumbuhan ini tergolong kedalam keluarga Thymelaece, tinggi batang berkisar 1,5 meter sampai 2,5 meter. Berdaun tunggal. Daunnya berbentuk lonjong dan lancip pada bagian ujung. Buahnya berwarna merah tua jika sudah matang. Buah ini mengandung Alkaloid, Saponin, Flavonoid, tannin, sterol dan terpen.

Mahkota Dewa berkhasiat sebagai detoksifikasi, meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi kadar gula darah, anti radang, mencegah pertumbuhan kanker, menurunkan asam urat. Buahnya bersifat sitotoksit terhadap sel kanker rahim dan sel leukemia. Hampir semua bagian dari tumbuhan ini dapat dijadikan obat, mulai dari daging buah, kulit buah sampai daun. Daun dan kulit buah bisa digunakan dalam keadaan segar atau yang telah dikeringkan, sedangkan buahnya (daging buah) dapat digunakan setelah dikeringkan.

Selain khasiat yang telah disebutkan di atas, kulit dan daging buah dapat digunakan untuk mengobati disentri, psoriasis dan jerawat. Daun dan bijinya dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit seperti ekzim dan gatal-gatal. Tetapi harus diwaspadai, karena bagian buah Mahkota Dewa mengandung racun terutama bijinya. Jika buah segar langsung dimakan dapat menyebabkan mulut bengkak, sariawan, mabuk, kejang hingga pingsan

FLAVONOID PADA TUMBUHAN CERMAI

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu angiospermae (Markham, 1988) Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan ialah adanya kecenderungan kuat bahwa tetumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi, i nformasi yang berguna tentang  jenis flavonoid yang mungkin ditemukan pada tumbuhan yang sedang ditelaah sering kali dapat diperoleh dengan melihat pustaka mengenai telaah flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau suku yang sama (Markham, 1988). Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tak berwarna, tetapi flavonoid yang menyerap sinar UV barangkali penting juga dalam mengarahkan serangga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk tumbuhan yang mengandungnya adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Sifat berbagai golongan flavonoid. Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar dan seperti kata pepatah lama suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya flavonoid larut cukupan dalam 11  pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan klor oform (Markham, 1988). ^Kandungan Kimia Tumbuhan Ceremai Kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan ceremai adalah sebagai  berikut: daun, kulit batang dan kayu ceremai mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol. Akar mengandung saponin, asam galus, zat samak, dan zat beracun (toksik). Sedangkan buah mengandung vitamin C (Dalimartha, 1999). ^Manfaat Tumbuhan Ceremai Daun ceremai berkhasiat untuk batuk berdahak, menguruskan badan, mual, kanker, dan sariawan. Kulit akar berkhasiat untuk mengatasi asma dan sakit kulit. Biji  berkhasiat untuk mengatasi sembelit dan mual akibat perut kotor (Dalimartha, 1999).

Nama tanaman: Kemboja, kamboja, samoja, semboja Nama botani: Plumeria

acuminata 

Famili: Apocynaceae Kalau dilihat bunga kemboja terlihat sangat cantik, tapi karena tanaman ini lebih banyak menghiasi kuburan, maka tanaman kemboja ini belum umum dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Meski begitu telah banyak kerabat kemboja yang dijadikan tanaman hias, diantaranya adenium, pachypodium, dan mandevila (Mandevilla spp). Pohon kemboja rata-rata memiliki tinggi yang sedang saja, batangnya berkayu keras, tidak silindri s & sering berbonggol-bonggol, kulit mengeluarkan getah putih jika dilukai. Cabang-cabang mudanya lunak dan terdapat totol-totol bekas tumpuan daun yang sudah rontok. Bentuk daunnya lonjong dan meruncing di bagian ujung-ujung tangkai. Tanaman ini bisa tumbuh dengan mudah, tidak memerlukan perawatan khusus dan daunnya tidak cepat meranggas. Perbanyakan tanaman kamboja bisa dilakukan baik secara vegetatif maupun generatif. Secara vegetatif perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan stek ataupun cangkok batang. Sedangkan secara generatif dilakukan dengan biji buah kamboja kering yang disemaikan pada media tanam. Kandungan kimia Tanaman kamboja memiliki kandungan senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan dan hampir semua bagian tanaman ini memiliki manfaat penyembuhan. Tanaman kamboja mengandung senyawa agoniadin, plumierid, asam plumerat, lipeol, dan asam serotinat, plumierid merupakan suatu zat pahit beracun. Kandungan kimia getah tanaman ini adalah damar dan asam plumeria C10H10O5 (oxymethyl dioxykaneelzuur) sedangkan kulitnya mengandung zat pahit beracun. Akar dan daun kemboja mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan polifenol, selain itu daunnya juga mengandung alkaloid. Tumbuhan ini mengandung fulvoplumierin, yang memperlihatkan daya mencegah pertumbuhan bakteri, selain itu juga mengandung minyak atsiri antara lain geraniol, farsenol, sitronelol, fenetilalkohol dan linalool. Kulit batang kamboja mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol. Senyawa fulvoplumierin yang terdapat pada bagian daun, batang dan akar kamboja dapat dipakai untuk menghambat perkembangan kuman TBC, menghambat disentri, radang saluran pernafasan dan hepatitis. Pemanfaatan Di Indonesia, tanaman kemboja masih belum banyak dimanfaatkan, orang-orang hanya mengenalnya sebagai tanaman penghias pekuburan. Di Bali, tanaman kamboja telah banyak dimanfaatkan untuk

tanaman hias, pelengkap upacara keagamaan, diyakini memiliki kekuatan penerang jiwa, dan bahkan digunakan sebagai hiasan di tubuh. Bunga kamboja sebenarnya termasuk jenis bunga yang dapat dimakan seperti layaknya bunga pepaya dan bunga turi, namun manfaat ini belum banyak diketahui orang. Bunga kamboja juga berkhasiat meredakan demam, menghentikan batuk, melancarkan keluarnya air seni, menghentikan mencret karena disentri, mencegah pingsan karena hawa panas dan menyembuhkan sembelit (jika dikonsumsi dalam jumlah banyak). Dalam mengkonsumsi bunga kamboja, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, harus mencucinya dengan bersih dan dibuat menjadi layu terlebih dul u dengan tujuan agar getahnya hilang lalu dimakan mentah atau dikukus. Cara lain yang dapat dilakukan yaitu mengambil mahkotanya saja, karena di sana tidak ada getah. Bagian tangkai bunga (tempat menguncupnya bunga), harus dibuang sebelum dimakan karena merupakan sumber getahnya. Selain dikonsumsi dengan cara langsung memakannya, dapat juga dengan merebus bunga kamboja dan meminum air rebusannya sebanyak 3 kali sehari. Batang kemboja: Mengandung getah putih yang mengandung damar, kautscuk, senyawa sejenis karet, senyawa triterpenoid amytin dan lupeol. Khusus pada kulit batang berkhasiat untuk menghilangkan rasa sakit karena bengkak dan pecah-pecah pada telapak kaki. Mengandung senyawa plumeirid, yakni senyawa glikosida yang bersifat racun. Karena bersifat racun dan bisa mematikan kuman. Getah kamboja dengan dosis yang tepat berguna sebagai obat sakit gigi atau obat luka, dan berkhasiat pula bagi penderita frambusia. Namun getah ini jangan sampai kena mata karena bisa mengakibatkan kebutaan. Bunga kemboja: Bunga kemboja dapat bermanfaat untuk mencegah rematik atau asam urat (digunakan sebagai teh), meredakan demam, menghentikan batuk, melancarkan keluar air seni, menghentikan mencret karena disentri, mencegah pingsan karena hawa panas dan menyembuhkan sembelit (jika dikonsumsi dalam  jumlah banyak). Oleh sebab itu wangi bunga kamboja dapat digunakan sebagai bahan campuran sabun, obat nyamuk, dan minyak wangi. Berikut adalah beberapa contoh pemanfaatan tanaman kemboja: 1. Teh bunga kemboja Bunga kamboja yang diseduh bersama teh atau tanpa teh dipercaya bermanfaat memberikan efek adem, sejuk dan baik bagi pencernaan. Sehingga teh bunga kamboja ini sang at baik dikonsumsi secara rutin bagi seseorang yang ingin sehat secara alami. 2. Pelengkap sayuran

Bunga kamboja segar yang dimasak sebagai pelengkap sayuran memberikan cita rasa sedap, memberikan efek terapi dan bermanfaat bagi kesehatan. 3. Sebagai Antibiotik  Karena bersifat racun dan bisa mematikan kuman, getah kamboja dengan dosis yang tepat dapat dimanfaatkan sebagai antibiotik. Dalam getah kemboja terkandung alkaloid, tanin, flavonoid dan tripterpenoid, tapi yang terdeteksi pada ekstrak getah hanya triterpenoid pentasiklik. 4. Mengobati bisul Daun bunga kamboja bisa dimanfaatkan sebagai obat bisul. Cara pemakaian; daun kamboja yang masih muda dan segar dipanaskan diatas api sampai layu, kemudian olesi dengan sedikit minyak zaitun. Selanjutnya daun tersebut ditempelkan pada bisul selagi masih panas. Ulangi hingga bisul mengempes. 5. Mengobati kaki bengkak  Sementara itu akar dan batangnya dipercaya bisa mengatasi kaki bengkak dan tumit pecah-pecah. Caranya: akar dan daun bunga kamboja direbus hingga mendidih, kemudian tambahkan garam mineral secukupnya. Gunakan air rebusan tersebut untuk merendam kaki dua kali sehari. 6. Mengobati sakit gigi Untuk menghilangkan rasa sakit pada gigi berlubang. Ambillah beberapa tetes getah kamboja dengan menggunakan kapas, kemudian letakkan si kapas di gigi yang sakit. Hati-hati, jangan sampai mengenai gigi yang tidak sakit. Dosisnya 1-2 kali sehari. Namun, pengobatan dengan getah ini hanya bersifat sementara saja, dan tak bisa menyembuhkan secara tuntas. 7. Mengobati frambusia Untuk obat frambusia, ambillah kulit batang kamboja sebanyak 3 telapak tangan, kemudian dicuci dan dipotong-potong. Rebus dengan air bersih sebanyak kira-kira 3 liter sampai mendidih, selama 15 menit. Tunggu sampai hangat atau suam-suam kuku. Selanjutnya, manfaatkan air rebusan ini untuk mandi atau berendam. 8. Gonorrhoea / kencing nanah  Ada yang meyakini bahwa dengan meminum rebusan akar semboja, penderita penyakit menular seksual (PMS) kencing nanah atau gonorrhoea / GO dapat disembuhkan. 9. Borok 

Oleskan getah kamboja pada borok yang sudah dicuci dengan air hangat. 10. Kutil Oleskan 1 sendok teh getah pohon kamboja pada kulit beberapa kali selama beberapa hari sampai kutil hilang. 11. Mengeluarkan duri Oleskan getah kamboja pada bagian yang sakit, maka benda yang masuk akan keluar. 12. Tumit pecah-pecah Sepotong kulit kamboja direbus dengan 3 liter air sampai mendidih. Hangat-hangat rendamkan kaki yang sakit

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI BEBERAPA TANAMAN OBAT DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara mega biodiversity dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam, namun hanya sebagian kecil yang telah diekplorasi, diteliti serta dimanfaatkan. Penyakit degeneratif seperti kanker, tekanan darah tinggi, penyakit gula, dan lain sebagainya semakin banyak dan mudah ditemui di kalangan masyarakat kita, pada dasarnya penyakit degeneratif tersebut diakibatkan karena proses metabolisme tubuh yang menghasilkan radikal bebas berlebihan sehingga mengakibatkan kerusakan pada fungsi selsel tubuh (Helliwel dan Gutteridge, 1989 dalam Akhmad). Berbagai macam jenis obat telah diproduksi, baik merupakan hasil sintesis kimia maupun dari sumber daya alam. Tanaman merupakan sumber kekayaan alam yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar kita. Setiap akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa kimia yang berbeda. Senyawa kimia inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kini penggunaan dan permintaan terhadap tanaman obat tradisional bertambah sehingga penelitian ke arah obat-obatan tradisional semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena efek samping obat tradisional yang lebih kecil daripada obat modern (Heinnermen, 2003 dalam Astiti, 2009). Tanaman obat merupakan jenis tanaman yang dipercaya masyarakat mempunyai khasiat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Obat tradisional digunakan untuk berbagai macam tujuan seperti menjaga kesegaran dan kesehatan tubuh secara keseluruhan, menyembuhkan penyakit tertentu, mengatur kehamilan dan kosmetik (Liu, 1999 dalam Astiti, 2009).

Tanaman obat di Indonesia telah lama dikenal dan gunakan secara turun temurun dan diwariskan dari satu geerasi ke generasi berikutnya, namun hanya sebagian kecil yang telah diteliti secara tuntas perihal kandungan senyawa aktifnya, aktivitasnya (baik secara in vitro maupun in vivo) maupun cara kerjanya. Perkembangan pengetahuan saat ini menunjukkan hubungan antara kimiawi radikal dengan keterlibatannya pada proses biologi normal ataupun pada beberapa penyakit yang dihubungkan dengan ketuaan. Stres oksidatif, yang diinduksi oleh radikal, diketahui sebagai salah satu faktor penyebab penyakit degeneratif. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Kekhawatiran terhadap efek samping antioksidan sintetik  (Rohdiana, 2001 dalam Titik et al ., 2007) maka antioksidan alami menjadi alternatif yang terpilih. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/ spesies nitrogen reaktif (ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan (Halliwell and Gutteridge, 2000 dalam Abdul, 2005). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat penyakit degeneratif serta mampu menghambat  peroksidasi lipid pada makanan. Beberapa tahun terkhir terjadi peningkatan minat untuk  mendapatkan antioksidan alami. Studi menunjukkan senyawa fenolik seperti flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan penangkap radikal (Cos et al., 2001 & Gulcin et al ., 2004 dalam Titik et al ., 2007). Antioksidan sintetik seperti BHA, (butil hidroksi anisol), BHT (butil hidroksi toluen), PG (propil galat), dan TBHQ (tert -butil Hidrokuinon) dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Amarowicz et al., 2000 dalam Abdul, 2005) sehingga penggunaan antioksidan alami mengalami peningkatan. Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi antioksidan fenolik alami yang terdapat dalam buah, sayur mayur, dan tanaman serta produk-produknya mempunyai manfaat besar terhadap kesehatan yakni dapat mengurangi resiko terjadinya  penyakit jantung koroner (Ghiselli et al ., 1998). Hal ini disebabkan karena adanya kandungan  beberapa vitamin (A,C,E dan folat), serat, dan kandungan kimia lain seperti polifenol yang mampu menangkap radikal bebas (Gillet al ., 2002 dalam Abdul, 2005). Senyawa-senyawa polifenol seperti flavonoid dan galat mampu menghambat reaksi oksidasi melalui mekanisme penangkapan radikal (radical scavenging ) dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang (Pokorny et al., 2001dalam Abdul, 2005). Secara in vitro, flavonoid merupakan inhibitor yang kuat terhadap peroksidasi lipid, sebagai penangkap spesies oksigen atau nitrogen yang reaktif, dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan siklooksigenase (Halliwell and Gutteridge, 2000 dalam Abdul, 2005). BAB II

PEMBAHASAN

Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang bisa dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan biji. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan  pitanya terserap kuat pada daerah panjang UV-vis. 1. Daun Kepel Aktivitas antioksidan penangkap radikal DPPH semua isolat yang diperoleh dari hasil  pemisahan secara kromatografi (isolat A1, B2, B3, B4a dan B4b) menunjukkanbahwa isolat A1 dan B4b mempunyai aktivitas antioksidan penangkap radikal yang relatif lebih tinggi dibandingkan ketiga isolat yang lain (Gambar 1). Kedua isolat tersebut pada konsentrasi 32 μg/mL mempunyai aktivitas  penangkap radikal lebih dari 90%. Tiga isolat yang lain pada konsentrasi sama menunjukkan aktivitas yang lebih rendah. Isolat B3 dan B4a pada konsentrasi larutan uji 32 μg/mL bahkanbelum mampu menangkap 50% radikal DPPH.

Berdasarkan profil data yang diperoleh, maka hanya isolat yang pada rentang kadar  1-32 μg/mL mampu menunjukkan aktivitas lebih dari 50.% saja yang dihitung nilai EC50, sedangkan isolat yang pada rentang kadar tersebut diatas menunjukkan aktivitas kurang dari 50% tidak dilakukan ekstrapolasi. Hasil pengujian menunjukkan isolat B4b mempunyai  potensi antioksidan penangkap radikal dengan EC 50 6,43 μg/mL. Aktivitas isolat B4b yang  paling tinggi dibandingkan keempat isolat yang lain meskipun dengan isolat A1 selisih nilai EC50 hanya sebesar 0,42 μg/mL. Aktivitas antioksidan isolat B2 lebih rendah dibandingkan A1 dan B4b. Dua isolat yang kurang aktif sebagai antioksidan penangkap radikal adalah isolat B3 dan B4a. Nilai EC50 masing-masing isolat terli hat pada Tabel I. Perbedaan aktivitas ini kemungkinan disebabkan masing-masing isolat yang diduga flavonoid tersebut mempunyai gugus hidroksi dengan jumlah dan lokasi pada kerangka flavonoid yang berbeda. Gulcin et al . (2004) dan Pokorni et al ., (2001) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan dari senyawa alamiah yang berasal dari tanaman seperti flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksi pada struktur molekulnya. Flavonoid dengan gugus hidroksi bebas mempunyai aktivitas penangkap radikal dan adanya gugus hidroksi lebih dari satu terutama pada cincin B akan meningkatkan aktivitas antioksidannya.

Hasil identifikasi isolat A1, B2 dan B3 pada kromatografi kertas memberikan data tercantum pada Tabel II. Masing-masing isolat setelah hidrolisis menghasilkan bercak dengan nilai hRf yang berbeda dengan isolat awalnya. Hal ini menunjukkan ketiga isolat tersebut merupakan O-glikosida. Warna biru terang isolat A1 dibawah sinar UV 366 nm dan menjadi  biru kehijauan setelah diberi uap amoniak kemungkinan suatu flavon, flavanon tanpa 5-OH atau flavonol tanpa 5-OH tetapi tersubstitusi pada 3-OH. Warna bercak isolat B2 dan B3  berwarna ungu gelap dibawah sinar UV 366 nm dan setelah diberi uap amoniak menjadi coklat kemungkinan suatu 5-OH flavon, flavanon atau flavonol (tersubstitusi pada 3OH).

Dari daun S. burahol. diperoleh isolat yang semuanya mempunyai aktivitas antioksidan  penangkap radikal dan B4b merupakan isolat paling aktif dengan EC50 6,43

μg/mL. Identifikasi B4b dengan spektrum ultraviolet, menunjukkan 3,7,3',4'- tetrahidroksi-5-metil flavon.

infra

merah

dan

1H-NMR

2. Kacang kedelai Karakterisasi senyawa hasil isolasi yang dilakukan dengan analisis spektrofotometri UV-Vis menghasilkan data panjang gelombang absorpsi dan absorbansi yang dipaparkan  pada Tabel 1.

Berdasarkan spektrum UV-Vis dari isolat dalam MeOH dihasilkan 2 pita serapan, yaitu pita I terletak pada panjang gelombang 312,9 nm dan pita II terletak pada panjang gelombang 268,2 nm. Dari spektrum yang diperoleh diduga isolat ini mengandung senyawa flavon atau isoflavon, karena kedua senyawa tersebut memberikan rentang serapan pada pita I 310 nm-350 nm dan pita II 250 nm-280 nm (flavon) dan pita I 310 nm-330 nm dan pita II 245 nm-275 nm (isoflavon), namun dari warna yang ditunjukkan pada uji fitokimia menunjukkan bahwa isolat mengandung senyawa flavonoid golongan isoflavon. 3. Tempuyung Kromatografi kertas yang dilakukan menghasilkan 5 buah pita yang terpisah secara  jelas yang memberikan flouresensi yang berbeda-beda di bawah lampu UV dan sinar tampak 366 nm dengan bantuan uap amoniak. Dari warna-warna yang timbul di dapat petunjuk kemungkinan-kemungkinan flavonoid yang terdapat masing-masing pita berdasarkan literature (9, 13). Uraian pita tersebut adalah :

Dari ke-5 pita tersebut, kemudian dilihat profil kromatogramnya menggunakan spektrometri UV-vis, ternyata kromatogram pita 2 sesuai dengan data literature. Gambar spektrum pita 2 tersebut dapat dilihat di bawah ini.

Gambar2. Spektrum pita 2 Keterangan : Pita 2, Puncak 1 = 343 nm, Puncak 2 = 254 nm

Dari pendugaan warna dan pola puncak spektrum, maka dapat dikatakan bahwa golongan senyawa flavonoid pita 2 adalah flavon/flavonol. Penambahan NaOH, puncak 1 mengalami pergeseran batokromik sebesar +57 nm mengarah pada substitusi posisi 4’ -OH. Sementara itu penambahan natrium asetat, menyebabkan puncak 2 mengalami pergeseran  batokromik sebesar +12. Dari data tersebut, dapat diduga bahwa pita 2 adalah senyawa flavonoid golongan flavon, yaitu 7,4’ -hidroksi flavon dengan struktur kimia sebagai berikut:

BAB III

  

KESIMPULAN Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen 1. reaktif/ spesies nitrogen reaktif (ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal  bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan. Senyawa-senyawa polifenol seperti flavonoid dan galat mampu menghambat 2. reaksi oksidasi melalui mekanisme penangkapan radikal (radical scavenging ) dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom 3. karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan  pitanya terserap kuat pada daerah panjang UV-vis. Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat antioksidan. Tanaman obat yang 4. mengandung flavonoid antara lain : Daun kepel Kacang kedelai Tempuyung

DAFTAR PUSTAKA Abdul Rohman & Sugeng Riyanto. 2005.  Daya antioksidan ekstrak etanol Daun Kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) secara in vitro. majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 136-140. Akhmad Darmawan, Andini Sundowo, Sofa Fajriah & Nina Artanti. Uji Aktivitas Antioksidan Dan Toksisitas Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Benalu.Pusat Penelitian Kimia  –   Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kawasan PUSPIPTEK, Ser pong –  Tangerang. Astiti Asih, I. A. R. 2009. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang  Kedelai (Glycine max). Jurnal Kimia 3 (1), 33-40. Sriningsih, Hapsoro Wisnu Adji, Wahono Sumaryono, Agung Eru Wibowo, Caidir, Firdayani, Susi Kusumaningrum, Pertamawati Kartakusum. Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba

Tempuyung (Sonchus arvensis L.).Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika Deputi Bidang TAB BPPT &Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Titik Sunarni, Suwidjiyo Pramono & Ratna Asnah. 2007.  Flavonoid Antioksidanpenangkap radikal dari daun kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. & Th.). Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 111-116.

Kandungan Kimia Tanaman Herbal Belimbing Wuluh

Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) mempunyai kandungan senyawa aktif baik pada batang, buah dan daun yang berpotensi sebagai antibakteri - Pada batang mengandung senyawa saponin , -pada buah mengandung senyawa flavonoid, triterpenoid dan -daun mengandung senyawa aktif tannin, flavonoid, terpenoid. Senyawa-senyawa tersebut yang diduga sebagai senyawa antibakteri.,Daun belimbing wuluh juga mengandung senyawa peroksida yang dapat berpengaruh terhadap antipiretik, peroksida merupakan senyawa pengoksidasi dan kerjanya tergantung pada kemampuan pelepasan oksigen aktif dan reaksi ini mampu membunuh banyak mikroorganisme. Pengujian Staphylococcus

secara aureus

in (S.

vitro

pada

aureus),

bakteri

Escherichia

Micrococcus

luteus

coli

(M.

(E.

luteus)

coli), dan

Pseudomonas fluorescens (P. fluorescens) menunjukkan potensi yang aktif sebagai antibakteri. Adanya potensi antibakteri yang terdapat dalam tanaman belimbing wuluh, menjadikan peluang untuk dikembangkan penelitian-penelitian lebih lanjut sebagai obat diare atau pengawet alami pengganti formalin. Banyak hasil penelitian yang menyebutkan potensi suatu tanaman dalam mengobati penyakit tertentu ataupun sebagai antibakteri. Pengembangan sebagai antibakteri dimanfaatkan sebagai bahan pengawet.  Antibakteri adalah bahan pengawet yang berfungsi untuk menghambat kerusakan pangan akibat aktivitas mikroba. Penggunaan pengawet bertujuan untuk menjaga agar makanan tidak mudah rusak, tahan lama tidak merubah struktur atau tekstur makanan tersebut. Penggunaan pengawet sintesis yang cenderung membawa dampak negatif misalnya formalin menjadi masalah tersendiri. Oleh karena itu, tanaman belimbing wuluh ini, dengan kandungan senyawa aktif yang terkandung didalamnya mempunyai potensi sebagai antibakteri untuk dikembangkan sebagai pengawet alami sehingga daun belimbing wuluh memiliki nilai ekonomis tinggi.

Tanaman belimbing wuluh, baik pada batang, buah dan daun, berdasarkan hasil pengujian secara in  vitro pada bakteri Escherichia coli (E. coli), Staphylococcus aureus (S. aureus), Micrococcus luteus

(M. luteus) dan Pseudomonas fluorescens (P. fluorescens) menunjukkan potensi yang aktif sebagai antibakteri. Senyawa aktif yang diduga yang terdapat pada tanaman belimbing wuluh yang bersifat sebagai antibakteri antara lain: senyawa-senyawa metabolit skunder tannin, flavonoid, alkaloid, tannin, terpenoid, saponin. Senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim  bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel (Volk dan Wheller, 1993).

Xanthorrhizol dalam temulawak mampu membasmi bakteri patogen penyebab karang gigi. “Kami menemukan xanthorrizol yang diisolasi dari Curcuma xanthorrhiza memiliki aktivitas anti kariogenik dan anti inflammatory,”

kata Prof. Jae Kwan Hwang dari Departemen Bioteknologi Universitas Yonsei, Korea Selatan dalam acara Simposium Internasional Pertama Temulawak bertajuk „Curcuma xanthorrhiza as an Essential Indonesian Herbal Medicine toward Healthy Life‟ Selasa (27/5) yang digelar Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB di IPB International Convention Center (IICC). Kandungan xanthorrhizol dalam temulawak sebanyak 21 persen. Kelebihan senyawa xanthorrhizol antara lain tidak berwarna, tidak berbau, tidak volatil (menguap), tahan panas dan keasaman. Sayangnya senyawa ini rasanya sangat pahit. Prof. Jae Kwan menjelaskan hasil penelitian menunjukkan Xanthorrhizol memiliki aktivitas antibakeri tertinggi dalam melawan bakteri jenis Streptococcus. Khususnya Streptococcus mutans, penyebab karies gigi. Hanya dengan dua mikro gram per milliliter, Xanthorrhizol berhasil membasmi Streptococcus mutans dalam semenit. Xanthorrhizol juga membasmi  Actinomyces viscosus dan Porphyromonas gingivalis penyebab penyakit periodontitis (gigi berdarah dan lepasnya gigi). Temulawak atau dalam Bahasa Inggris disebut java turmeric ini, secara tradisional digunakan untuk menyembuhkan penyakit perut, hati , konstipasi, pembuluh darah pecah, demam anak-anak, kulit kasar, disentri dan sebagainya. Dilaporkan curcuma xanthorrhizol juga memiliki kemampuan antitumor, anti kanker, anti diabetes, hipotriceriakademik, anti inflamantori, hepatoprotective, anti mikroba, dan anti lemak. “Dengan teknologi modern, Korea Selatan telah me mproduksi pasta gigi, minuman dan makanan fungsional,

produk kosmetik, disinfektan, obat-obatan dan berbagai peralatan rumah tangga berbahan baku temulawak,”  jelas Prof. Jae Kwan. Di Korea Selatan temulawak dikenal dengan nama yellow curcuma. Tantangan pengembangan industri obatan-obatan berbahan dasar temulawak di Indonesia yang p erlu diperhatikan, kata Prof. Jae Kwan, antara lain: budidaya dan standar temulawak yang sesuai industri, teknologi ekstraksi dan penghilang flavour yang kuat, formulasi yang tepat, serta keamanan dan uji klinis pada manusia. Prof. Jae Kwan menyarankan didirikannya Pusat Studi Temulawak Nasional. Prof. Ikuo Saiki dari Bagian Pharmacognosy Departemen Natural Medicine, Universitas Toyama Jepang menyampaikan kemampuan kunyit dalam menghambat dan membunuh sel kanker. Hepatocellular carcinoma

(HCC), salah satu tumor paling terkenal di dunia, dan penyakit kanker ketiga yang menyebabkan kematian kaum pria di Jepang.

“Kami mendemonstrasikan secara oral pada mencit yang terkena HCC. Hasiln ya temulawak berhasil mendorong proses penghambatan metastatis dan sel tumor,” kata Prof. Ikuo Saiki. Sedangkan dengan metode in vitro,

temulawak menyebabkan perubahan formasi stress fiber (urat stress) dalam sel kanker. Ini berarti temulawak mungkin telah menghambat satu atau beberapa protein penghambat. Protein (protein binding) tersebut dikenal dengan Rho family Glucose Tri Phosphate. Protein ini menutup aktivasi protein kinase C (PKC). Namun demikian, menurut Prof. Ikuo, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi temuan ini. Sementara itu, Kepala Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, Prof. Lathifah K. Darusman mengatakan simposium internasional pertama ini diikuti lebih dari 250 peserta dari berbagai negara, diantaranya; Cina, India, Singapura, Malaysia, Belanda, Korea, dan Jepang . “Dalam simposium ini akan menampilkan sepuluh pembicara kunci dari berbagai negara tersebut. Selain itu menampilkan 28 presentasi penelitian dan 54 presentasi poster,” ujar Prof.

Latifah. Dalam sambutannnya, Rektor IPB, Dr. Herry Suhardiyanto menjelaskan masyarakat Indonesia terbiasa menggunakan bahan alami dari pengetahuan nenek moyangnya. Rektor mencontohkan penggunaan tanaman obat, hewan dan mikroba sebagai pencegah dan penyembuh alternatif, termasuk sebagai food suplement. ” IPB yang memiliki core competences di bidang pertanian tropis juga turut berkontribusi dalam pengembangan teknologi dan penelitian biofarmaka di Indonesia.” Salah satunya, menurut Rektor dengan mendirikan pusat studi

yang fokus pada pengembangan biofarmaka. IPB bekerjasama dengan pemerintah berkontribusi dalam menetapkan kebijakan nasional biofarmaka di Indonesia. “Sebagai bentuk nyata peran IPB tersebut pada hari

Kebangkitan Jamu Nasional yang jatuh pada tanggal 27 Mei ini, IPB menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, dan University of Chinese Medicine dari Cina,” kata Rektor.

Kerjasama ini mencakup investigasi seleksi obat-obatan herbal yang digunakan di Indonesia dan Cina, training obat-obatan herbal, dan pengembangan kurikulum pendidikan obat-obatan h erbal di Indonesia. Dalam rangka kerjasama ini, IPB diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di istana negara hari itu juga. Simposium dan Ekspo yang terselenggaran berkat kerjasama dengan Departemen Kesehatan, Kementrian Koordinasi Ekonomi, Departemen Pertanian, Departemen Pendidikan, Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (Badan POM), Kementrian Koordinasi Kesejahteraan, Asosiasi Obat-obatan Tradisional dan Herbal Indonesia, Universitas Yonsei Korea Selatan dan Universitas Pakuan ini berlangsung tiga hari. (ris)

MANFAAT TEMULAWAK UNTUK KESEHATAN IKLAN POS April 10, 2012 | Posted by admin http://iklanpos.co.id

Khasiat temulawak memang banyak sekali, mulai dari meringankan penyakit berat seperti lever, hingga sebagai minuman untuk menambah stamina tubuh. Orang-orang dahulu sering menggunakan tanaman ini sebagai bumbu dalam masakan atau  juga menggunakannya untuk menambah nafsu makan. Temulawak yang memiliki nama latin Curcuma Xanthorrhiza, merupakan salah satu dari herbal Indonesia yang sudah masuk ke dalam golongan fitofarmaka, dimana khasiatnya sudah bisa di pertanggungjawabkan, herbal ini sudah diuji secara klinis dan terjamin keamanannya. Dalam dunia fitotherapi temulawak digolongkan sebagai adaptogen, yakni bahan yang tidak berbahaya dan dapat meningkatkan daya tahan untuk melawan racun bagi tubuh. Senyawa a ktif yang terkandung dalam temulawak antara lain, kurkumin, xanthorrizhol dan germakron. Anti kolesterol merupakan salah satu dari khasiat temulawak, orang yang terkena kolesterol akan beresiko untuk terkena penyakit stroke ataupun jantung. Dengan mengkonsumsi temulawak secara rutin maka kolesterol akan teratasi dan tentu saja resiko untuk terkena stroke juga akan berkurang. Xanthorrhizol yang terkandung pada rimpang temulawak sangat bagus sebagai antimikroba dan antibakteri. Temulawak dapat digunakan sebagai benteng pertahanan terhadap gigi. Bakteribakteri seperti streptococcus, actinomyces viscocus dan porphyromonas gingivalis dapat dibunuh dengan ekstrak temulawak. Selain bakteri tersebut, temulawak juga mampu membunuh bakteri propionibacterium acnes, yakni bakteri yang menyebabkan timbulnya jerawat. Xanthorrhizol juga efektif melawan berbagai jamur penyebab penyakit, seperti aspergillus flavus, aspergillus fumigatus, beberapa spesies candida dan jamur lainnya. Temulawak dapat digunakan sebagai pelindung hati, pemberian kapsul temulawak pada penderita hepatitis kronis dapat menurunkan nilai SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase) dan SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) sampai mendekati nilai normal. Penderita sirosis hati  juga dianjurkan untuk rutin meminum temulawak. Osteoarthtritis merupakan penipisan sendi yang disebabkan turunnya kadar glukosamin dan kandroitin dalam tulang rawan, yang menyebabkan

terjadinya radang sendi. Penyakit ini biasanya menyerang para lanjut usia, temulawak dapat mencegah radang sendi, karena memiliki efek anti inflamasi.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF