SWAMEDIKASI UNTUK FLU DAN BATUK.docx
September 5, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download SWAMEDIKASI UNTUK FLU DAN BATUK.docx...
Description
SWAMEDIKASI UNTUK FLU DAN BATUK
1) 2) 3)
4)
5)
6)
Pendahuluan Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit tanpa resep/nasihat tenaga medis (Anderson, 1979). Penggunaan obat dalam pengobatan sendiri merupakan perilaku kesehatan. Menurut Green et al. (1980), setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari pengaruh kolektif faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan faktor yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku, mencakup pengetahuan, sikap, dan keyakinan. Faktor pemungkin (enabling factors) merupakan faktor yang memudahkan suatu motivasi terlaksana, antara lain ketersediaan dan keterjangkauan berbagai sumber daya, misalnya, ketersediaan dana, jarak, dan transportasi. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor yang menentukan apakah perilaku memperoleh dukungan lingkungan sosial atau sebaliknya. Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan obat dalam pengobatan sendiri adalah sebagai berikut. Umur balita dan umur lanjut lebih banyak mengeluh sakit dan lebih banyak mengkonsumsi obat (Crooks dan Christopher, 1979). Jenis kelamin wanita lebih sering melakukan pengobatan sendiri (Crook dan Christopher, 1979), dan lebih banyak menggunakan obat resep dan obat bebas daripada pria (Leibowitz, 1989). Orang yang berpendidikan tinggi lebih banyak menggunakan obat, lebih banyak menyimpan obat, dan lebih besar belanja obat (Leibowitz, 1989). Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan pengobatan sendiri (Khaldun, 1995). Orang dengan status ekonomi yang tinggi lebih banyak menyimpan obat dan lebih banyak belanja obat (Leibowitz, 1989). Ada hubungan yang bermakna antara bekerja dan pengobatan sendiri (Khaldun, 1995). Lokasi yang dekat dengan sumber obat berhubungan dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri (Zaky, 1997). Diduga penduduk yang berlokasi di kota jaraknya lebih dekat untuk menjangkau sumber penjualan obat bebas sehingga lebih mudah mendapatkan obat daripada penduduk di desa. Orang yang mengeluh demam dan atau sakit kepala lebih sesuai dengan aturan menggunakan obat daripada keluhan lainnya. Ada hubungan yang bermakna antara ada/ tidaknya keluhan dan pemilihan penggunaan obat atau obat tradisional dalam pengobatan sendiri (supardi, et al., 1997). Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan perundangan, antara lain pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (SK Menkes No.2380/1983). Semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pemakaian, dosis, dan pernyataan lain yang diperlukan (SK Menkes No.917/ 1993). Ada batas lama pengobatan sendiri untuk keluhan
tertentu. Semua kemasan obat bebas terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK Menkes No.386/1994). Jadi, simpulan pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan adalah penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas sesuai dengan keterangan yang wajib tercantum pada brosur atau kemasan obatnya. Kemudian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan Pengawas Obat dan Makanan) pada tahun 1996 menerbitkan buku Kompendia Obat Bebas sebagai pedoman masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan. Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan dalam buku tersebut antara lain mencakup kriteria tepat golongan, yaitu menggunakan golongan obat bebas, dan tepat obat, yaitu menggunakan kelas terapi obat yang sesuai dengan keluhannya (Depkes, 1996). Batuk Badalah suatu reflek pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran pernapasan. Obat bebas yang digunakan mengandung zat berkhasiat Gliseril Guaiakolat, Bromheksin, Ammonium Klorida, Dekstrometorfan HBr, Difenhidramin, lama pengobatan sendiri tidak boleh lebih dari 3 hari. Patofisiologi batuk Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas. Ada 4 fase mekanisme batuk, yaitu fase iritasi, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspulsi/ekspirasi. Iritasi salah satu ujung saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar atau sera aferen cabang faring dari nervus glossofaringeal dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang. Rangsang pada reseptor batuk dialirkan ke pusat batuk ke medula, dari medula dikirim jawaban ke otot-otot dinding dada dan laring sehingga timbul batuk (Aditama, 1993; Yunus 1993).
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang ter-tutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah (Aditama, 1993). Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50- 100 mmHg.
Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk (Aditama, 1993). Batuk sebenarnya merupakan gejala gangguan pernafasan dan bukan suatu penyakit. Batuk adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi di samping gejala pernafasan lainnya seperti sesak nafas, berdahak dan nyeri dada. Dalam praktek kedokteran, batuk merupakan keluhan yang paling sering membawa pasien datang berobat. Sebenarnya batuk adalah cara tubuh menjaga agar tenggorok serta jalan nafas tetap bersih. Pada dasarnya batuk merupakan mekanisme perlindungan tubuh khususnya saluran nafas untuk membersihkan jalan nafas dari benda asing atau partikel yang masuk lewat pernafasan manusia. Sehingga batuk bisa terjadi saat kondisi sehat dan sakit. Dalam kondisi sehat, banyak partikel dan debu yang masuk ke saluran nafas sehingga kita ingin mengeluarkannya. Pada saat tersedak makanan atau minuman, kita juga secara refleks akan batuk. Sedangkan saat sedang sakit, akan ada peradangan di saluran nafas yang mengakibatkan iritasi dan rangsang refleks batuk serta upaya nafas mengelurakan lendir yang lebih banyak dan kental. Batuk bisa dibedakan berdasarkan lamanya. Pertama batuk akut yang terjadi kurang dari tiga minggu pada keadaan sebelumnya tidak ada keluhan, dapat terjadi iritasi, penyempitan saluran nafas akut, dan infeksi akut virus dan bakteri. Kedua, batuk kronik yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Pada infeksi akut pernafasan akibat virus sering diikuti dengan batuk lama sekitar tiga sampai delapan minggu akibat kerusakan epitel saluran nafas, karena itu ada juga istilah batuk subakut yang berkisar tiga sampai delapan minggu. Ketiga, batuk berdahak atau produktif dan keempat, batuk kering atau non produktif. Batuk produktif disebabkan sistem pernafasan perlu mengeluarkan lendir yang banyak dan berlebihan. Untuk pengobatan diciptakan lingkungan yang hangat, minum air hangat yang cukup, istirahat yang cukup, makan sayur dan buah, makan makanan yang bergizi, serta mengkonsumsi obat batuk-pilek. Jika takut dengan obat-obatan yang mengandung banyak bahan kimia, dapat mencoba alternatif dengan terapi udara bersih. Terapi Non Farmakologi
Penderita-penderita dengan batuk tanpa gangguan yang disebabkan oleh penyakit akut dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat (Yunus, 1993). Pada umumnya batuk berdahak/produktif maupun tidak berdahak/non produktif dapat dikurangi dengan cara sering minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak, mengurang iiritasi atau rasa gatal serta menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan dan udara malam yang dingin (BPOM RI, 2002). Menghirup uap mentol atau minyak atsiri juga dapat meringankan batuk produktif, tatpi cara pengobatan ini tidak boleh diberikan kepada anak-anak di bawah usia 2 tahun karaena dapat myebabkan kejanglarynx (Tjay dan Rahardja, 2002). Terapi Farmakologi a. Pengobatan spesifik Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnostik yang terpadu, pada hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya. Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya : Asma diobati dengan bronkodilator atau dengan kortikosteroid.Postnasal drip karena sinusitis diobati dengan antibiotik, obat semprot hidung dan kombinasi antihistamin - dekongestan; postnasal drip karena alergi atau rinitis nonalergi ditanggulangi dengan menghindari lingkungan yang mempunyai faktor pencetus dan kombinasi antihistamin - dekongestan. Refluks gastroesophageal diatasi dengan meninggikan kepala, modifikasi diet, antasid dan simetidin. Batuk pada bronkitis kronik diobati dengan menghentikan merokok. Antibiotik diberikan pada pneumonia, sarkoidosis diobati dengan kortikosteroid dan batuk pada gagal jantung kongestif dengan digoksin dan furosemid. Pengobatan spesifik juga dapat berupa tindakan bedah seperti reseksi paru pada kanker paru, polipektomi, menghilangkan rambut dari saluran telinga luar (Yunus, 1993). b. Pengobatan simptomatik Diberikan baik kepada penderita yang tidak dapat ditentukan penyebab batuknya maupun kepada penderita yang batuknya merupakan gangguan, tidak berfungsi baik dan potensial dapat menimbulkan komplikasi. Batuk produktif Emolliensia Memperlunak rangsangan batuk, memperlicin tenggorokan agar tidak kering, dan melunakan selaput lendir yang teriritasi untuk tujuan ini banyak digunakan sirup, zat-zat lendir, dan gulagula, seperti, drop, permen, pastilles isap. Ekspektoransia
Memperbanyak produksi dahak (yang encer) dan demikian mengurangi kekentalannya, sehingga mempermudah pengeluarannya dengan batuk, misalnya guaiakol, radix Ipeca, dan ammonium klorida dalam obat batuk hitam yang terkenal. Mukolitika Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggamenurunkan mukus. Asetilsistein, karbosistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol.
viskositas
Batuk non produkttif Usaha yang terbaik adalah dengan menekan susunan saraf pusat yang menjadi pusat batuk, yaitu dengan obat penekan batuk. Obat-obat yang berdaya menekan rangsangan batuk: zat-zat pereda : kodein, noskapin, dekstrometorfan. Antihistaminika : prometazin, difenhidramin, dan d-klorfeniramin. Obat-obat ini sering kali efektif pula berdasarkan efek sedatifnya dan terhadap perasaan menggelitik pada tenggorokan. Anestetika lokal : pentoksiverin. Obat ini menghambat penerusan rangsangan batuk ke otak (Tjay dan Rahardja, 2002).
Flu Flu adalah infeksi virus, dengan gejala demam, sakit kepala, sakit otot, pilek, batuk, kering tenggorokan, kadang-kadang disertai diare. Obat bebas yang digunakan mengandung kombinasi zat berkhasiat analgetika/antipiretika, antihistamin, obat batuk dan dekongestan, lama pengobatan sendiri tidak boleh lebih dari 3 hari. Flu disebabkan oleh serangan Virus influenza tipe A atau B. Virus ditularkan melalui air liur terinfeksi yang keluar pada saat penderita batuk atau bersin; atau melalui kontak langsung dengan sekresi (ludah, air liur, ingus) penderita. Patofisiologi flu Transimisi virus flu lewat partikel udara dan lokalisasinya ditraktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) tang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran nafas. Pada dosisi infeksius 10 virus/droplet 50% orang-orang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam tapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuman Gram negatif (Nelwan, 2006).
Gejal flu timbul dalam waktu 24-48 jam setelah terinfeksi dan bisa timbul secara tibatiba. Kedinginan biasanya merupakan petunjuk awal dari influenza. Pada beberapa hari pertama sering terjadi demam, bisa sampai 38,9-39,4 Celsius. Banyak penderita yang merasa sakit sehingga harus tinggal di tempat tidur; mereka merasakan sakit dan nyeri di seluruh tubuhnya, terutama di punggung dan tungkai. Sakit kepala seringkali bersifat berat, dengan sakit yang dirasakan di sekeliling dan di belakang mata. Cahaya terang bisa memperburuk sakit kepala. Pada awalnya gejala saluran pernafasan relatif ringan, berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa panas di dada, batuk kering dan hidung berair. Kemudian batuk akan menghebat dan berdahak. Kulit teraba hangat dan kemerahan, terutama di daerah wajah. Mulut dan tenggorokan berwarna kemerahan, mata berair dan bagian putihnya mengalami peradangan ringan. Kadang-kadang bisa terjadi mual dan muntah, terutama pada anak-anak. Setelah 2-3 hari sebagian besar gejala akan menghilang dengan segera dan demam biasanya mereda, meskipun kadang demam berlangsung sampai 5 hari. Bronkitis dan batuk bisa menetap sampai 10 hari atau lebih, dan diperlukan waktu 6-8 minggu ntuk terjadinya pemulihan total dari perubahan yang terjadi pada saluran pernafasan. Pengobatan flu yang utama adalah istirahat dan berbaring di tempat tidur, minum banyak cairan dan menghindari kelelahan. Tirah baring sebaiknya dilakukan segera setelah gejala timbul sampai 24-48 setelah suhu tubuh kembali normal. Untuk penyakit yang berat tetapi tanpa komplikasi, bisa diberikan asetaminofenn, aspirin, ibuprofen atau naproksen. Obat lainnya yang biasa diberikan adalah dekongestan hidung dan penghirupan uap. Berikut ini adalah fakta-fakta yang harus ditahu mengenai pengobatan dokter akan penyakit batuk dan flu : Penyakit influenza atau batuk flu adalah penyakit yang disebabkan virus dan belum ditemukan obat yang ampuh ces pleng untuk membasmi tuntas ke akar-akarnya. Pengobatan yang dilakukan adalah menekan gejala-gejala yang muncul saja, sedangkan si virus tidak bisa dibunuh tuntas. Penggunaan antibiotic untuk membunuh virus efektifitasnya menurun setiap saat, dalam hal ini dosis harus selalu bertambah karena virus semakin kebal. Penggunaan obat batuk ternyata hanya berfungsi menyamankan dengan cara menekan syaraf untuk batuk, sedangkan virusnya sendiri tidak dibunuh, dan penyakit masih bercokol dalam tubuh. Padahal Batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh. Penggunaan parasetamol adalah untuk menurunkan panas akibat demam yang menyertai batuk flu. Padahal demam juga hanya symptom atau gejala peringatan dari tubuh akan adanya masalah pada system tubuh kita. Kesimpulannya, pengobatan flu dan batuk secara konvensional hanyalah menekan gejala yang ada, namun asal penyakitnya tidak diatasi dengan tuntas. Selain fakta tersebut, efek samping dari kombinasi obat batuk flu dokter (anti allergic, antibiotic dan paracetamol) adalah sebagai berikut:
Menurunnya respon tubuh untuk meningkatkan antibody dari dalam tubuh sendiri akibat pemakaian antibiotic yang membunuh organisme baik dan buruk sekaligus. Pemakaian parasetamol menekan demam ternyata menurunkan kemampuan tubuh untuk memberikan peringatan dini akan penyakit yaitu demam sehingga tubuh semakin kurang respon akan penyakit sehingga system pertahanan tubuh alami tidak berjalan dengan baik. Pemakaian anti allergic atau anti batuk menekan syaraf di otak agar tidak batuk, sehingga syaraf tersebut kehilangan fungsi untuk memerintahkan tubuh untuk mengeluarkan penyakit melalui batuk. Kerja hati dalam mengeluarkan zat kimia obat tersebut semakin keras, sehingga efektifitas dan fungsinya semakin lama semakin menurun. Sisa zat tambahan kimia lainnya yang tidak dapat dicerna tubuh akan mengendap dalam tubuh dan menjadi radikal bebas yang bersifat toxin kepada tubuh. Tumpukan ini akan bertambah terus dan menimbulkan masalah jangka panjang semacam kanker di masa depan. Terapi Non Farmakologi Influenza umumnya dapat sembuh sendiri oleh daya tahan tubuh. Beberapa tindakan yang dianjurkan untuk meringankan gejala influenza antara lain: a.
Beristirahat antara 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan.
Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang tinggi akan menambah daya tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang banyak mengandung vitamin. b.
Banyak minum air, teh, sari buah akan mengurangi rasa kering ditenggorokan mengencerkan dahak dan membantu menurunkan demam. c.
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. d.
Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. e.
Hidung tersumbat dapat diatasi dengan menghirup uap hangat yang dihasilkan dari air hangat di wadah bermulut lebar (panci), ditetesi dengan beberapa tetes minyak atsiri. Minyak atsiri yang ditambahkan bisa berupa minyak mint (berasal dari daun menta piperita), minyak kayu putih, minyak adas, atau tea tree oil (berasal dari penyulingan daun eucalyptus) f.
Minum minuman pelega tenggorokan/pengencer dahak dan pelancar aliran darah seperti jahe, lemongrass/sereh, kayu manis, mint,chamomil (Depkes RI, 1997, Rasmaliah, 2004, Puspitasari, 2007). g.
Terapi Farmakologi a.
Antipiretik untuk mengatasi panas/demam
Parasetamol / Asetaminofen Parasetamol mempunyai khasiat analgetik dan antipiretik, tetapi tidak antiinflamasi. Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat sitesa prostaglandin di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai inhibitor prostaglandin perifer. Farmakokinetik Level serum. 10-20 mg/L (66-132 µmol/L) kerusakan hati dapat terjadi setelah penggunaan over dosis akut dengan konsentrasi serum > 300 mg/L (2 mmol/L) setelah 4 jam atau 45 mg/L (300 µmol/L) setelah 12 jam setelah over dosis akut dengan kerusakan hati, sedangkan keracunan kemungkinan tidak akan terjadi bila level < 120 mg/L (800 µmol/L) setelah 4 jam atau 30 mg/L (200 µmol/L) setelah 12 jam. Absorpsi dan Distribusi. Absorpsi cepat dari trakstus GI, konsentrasi plasma puncak tercapai pada 0.5-2 jam. Pada dosis terapi, obat dalam bentuk tak terikat plasma protein; pada over dosis 20-50% terikat protein. Metabolisme dan Ekskresi. Dalam hati, parasetamol diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi denngan kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat. Efek samping Efek samping antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronik dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis diatas 6 g mengakibatkan necrose hati yang tidak reversibel. Dosis Untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5- 1 g, maksimum 4 g/hari, pada penggunaan kronis maksimum 2,5 g/hari. Anak-anak 4-6 dd 10 mg/kg, yakni rata-rata usia 3-12 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-14 tahun 240-360 mg, 4-6 x sehari. Rektal 20 mg/kg setiap kali, dewasa 4 dd 0,5-1 g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120mg, 1-4 tahun 2-3 dd 240 mg, 4-6 tahun 4 dd 240 mg, dan 7-12 tahun 2-3 dd 0,5 g (Tjay dan Rahardja, 2002; Chairun, 2006).
Ibuprofen Ibuprofen adalah NSAID yang memiliki aktivitas analgetik dan antipiretik. Ibuprofen merupakan inhibitor non-selektif cyclo-oxygenase-1 (COX-1) dan COX-2. Farmakokinetik Level serum. 10 mg/L untuk efek antipiretik. Konsentrasi serum diatas 200 mg/L satu jam setelah over dosis akut kemungkinan karena keracunan hebat. Absorpsi Secara cepat diabsoprsi dari traktus GI dengan bioavailabilitas diatas 80%. Kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Terikat kuat, lebih dari 99% dengan plasma protein. Metabolisme dan Ekskresi. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau konjugasinya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi. Dosis Nyeri (haid), demam, rema, permulaan 400 mg p.c/d.c, lalu 3-4 dd 200-400 mg, demam pada anak-anak 6-12 bulan 3 dd 50 mg, 1-3 tahun 3-4 dd 50 mg, 4-8 tahun 3-4 dd 100 mg, 9-12 tahun 3-4 dd 200 mg (Wilmana, 2004; Tjay dan Rahardja, 2002; Chairun, 2006) .
b. Dekongestan nasal / pelega hidung Dekongestan nasal dipasarkan dalam bentuk obat oral dan bentuk spray hidung. Beberapa jenis obat dekongestan nasal: Fenilpropanilamin (PPA) Fenilpropanolamin adalah derivat tanpa gugus –CH pada atom N dengan khasiat yang menyerupai efedrin. Kerjanya lebih panjang; efek sentral dan efek jantung lebih ringan. Dosis oral 3-4 dd 15-25 mg. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid dari tumbuhan Ephedra vulgaris. Penggunaan utamanya adalah pada asam berkat efek bronchodilatasi kuat (β2), sebagai decongestivum dan midriatikum yang kurang merangsang dibandingkan dengan adrenalin. Resorpsinya dari usus baik, bronchodilatasi sudah nampak dalam 15-60 menit dan bertahan 2-5 jam. Plasma t ½ nya 3-6 jam tergantung dari pH. Dalam hati sebagian zat dirombak; ekskresinya berlangsung lewat urin khusus secara utuh. Dosis pada asma 3-4 dd 25-50 mg (-HCl), anak-anak 2-3 mg/kg sehari dalam 4-6 dosis. Tetes hidung larutan-sulfat 0,5-2%, dalam tetes mata 3-4%. Pseudoefedrin Pseudoefedrin adalah isomer-dekstro dengan khasiat yang sama. Daya bronchodilatasi lebih lemah, efek samping terhadap SSP dan jantung juga lebih ringan. Plasma t ½ nya 7 jam. Oksimetazolin Derivat imidazolin ini bekerja langsung terhadap reseptor alfa tanpa efek atas reseptor beta. Setelah diteteskan di hidung, adalm waktu 5-10 menit terjadi vasokontriksi mukosa yang bengkak dan kemampatan hilang. Efeknya bertahan 5 jam. Efek sampingnya dapat berupa rasa terbakar dan teriritasi dari selaput lendir hidung dengan menimbulkan bersin. Dosis anak-anak daiats 12 tahun dan dewasa 1-3 dd 2-3 tetes larutan 0,05% (HCl) disetiap lubang hidung, anakanak 2-10 tahun larutan 0,025%. Xilometazolin Derivat imidazolin dengan daya kerja dan penggunaan sama. Derivat imidazolin khususnya digunakan sebagai dekongestivum pada selaput lendir bengkak di hidung dan mata, pilek, selesma, hay fever,sinusitis. Dosis nasal 1-3 dd 2-3 tetes larutan 0,1% (HCl), maks 6 x sehari. Anak-anak 2-6 tahun larutan 0,05%. Namun, ditemukan juga bentuk pelega hidung berbentuk inhaler yang berisi mentol, camphor, metil salisilat ditambah dengan minyak atsiri seperti minyak pumilio pine.
c.
Virustatika Virustatika digunakan sebagai prevensi atau meringankan gejala penyakit, bila terjadi infeksi.
Amantadin dapat digunakan selama 10 hari bersama suntikan vaksin influenza guna melindungi terhadap virus-A2 selama masa vaksin belum aktif (masa inkubasi 10 hari), terutama pada orangorang dengan daya tangkis lemah.
Zanamivir termasuk kelompok zat baru neuramidase-inhibitor yang ternyata efektif untuk mencegah dan menangani influenza. Obat ini menghambat enzim neuramidase pada permukaan virus. Dengan demikian, pelepasan partikel virus keluar sel tuan rumah dihindarkan, sehingga sel-sel berdekatan dalam saluran nafas tidak ditulari. Digunakan sebagai inhalasi 1-2 dd 10 mg. Oseltamivir 2 x 75 mg sehari selama 5 hari akan memperpendek masa sakit. d. Antibiotika Hanya digunakan pada orang yang beresiko tinggi dengan daya tangkis lemah, seperti penderita bronkhitis kronis, jantung atau ginjal. Mereka mudah dihinggapi infeksi sekunder dengan bakteri, khususnya radang paru (pneumonia), yang tak jarang berakhir fatal. Oleh karena itu, di Eropa orang yang berisiko tinggi dianjurkan untuk setiap tahun pada permulaan musim dingin melindungi diri dengan injeksi virus influenza. e.
Vitamin C Vitamin C denagn dosis tinggi (3-4 dd 1000 mg) berkhasiat meringankan gejala dan mempersingkat lamanya infeksi, berdasarkan stimulasi perbanyakan serta aktivitas limfo-T dan makrofag pada dosis di atas 2,5 g sehari.
f.
Seng-glukonat Seng-glukonat dalam bentuk tablet hisap dengan 13,3 mg Zn yang digunakan sedini mungkin pada permulaan infeksi 5-6 x sehari dapat mempersingkat lamanya masa sakit. Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan blokade dari tempat-tempat di permukaan virus yang dapat mengikat pada sel-sel tubuh atau juga atas dasar daya ion Zn untuk mneghambat pembelahan polipeptida virus serta aktivasi limfosit (Tjay dan Rahardja, 2002).
Pengobatan Batuk Flu yang Aman Pengobatan Herbal 1. Madu Minum Madu akan meningkatkan kekebalan tubuh, karena penyakit batuk dan flu disebabkan oleh virus, dengan meningkatkan kekebalan tubuh maka virus akan diusir oleh system pertahanan tubuh alami. Caranya sediakan bahan sebagai berikut : a. Madu 2 sendok makan b. Air jeruk nipis 1 sendok makan c. Air matang 2 sendok makan
Campur ketiga komponen tersebut ke dalam cangkir, kukus, setelah dingin minum 1-2 sendok teh untuk anak dan 1-2 sendok makan untuk dewasa, Berikan 5 kali sehari. 2. Jahe Jahe seibu jari dicuci dan dimemarkan, rebus dengan dua gelas air hingga airnya tinggal setengah. Setelah menjadi hangat, tambahkan madu, kemudian minum air rebusan tersebut sekaligus. Obat Batuk/ Flu Bebas Hanya Untuk 4 Tahun Ke Atas Semakin muda usia anak, makin rentan anak tersebut terhadap efek samping dan bahaya penggunaan obat bebas ini. Karena itu biasanya brosur/ label yang terdapat pada obat bebas tersebut tidak menganjurkan penggunaan obat pada bayi/ anak bila usianya masih di bawah 2 tahun. Jika usia kurang dari 2 tahun dianjurkan mengikuti petunjuk dokter. Kini batas minimal umur yang aman untuk penggunaan obat bebas tersebut akan dinaikkan lagi. Pabrik Farmasi di Amerika Serikat kini bersepakat bahwa obat bebas (OTC) untuk batuk dan flu yang mereka produksi hanya diperuntukkan untuk anak usia 4 tahun ke atas, tidak lagi untuk 2 tahun ke atas seperti yang berlaku saat ini. Karena itu, tulisan "untuk anak usia 2 tahun ke atas" seperti yang tertera pada banyak obat batuk dan flu berbentuk sirup yang dijual bebas akan berganti menjadi "untuk 4 tahun ke atas". FDA melarang anak di bawah 6 tahun menggunakan obat batuk dan obat flu bebas ketika mereka sakit. Ada beberapa alasan mengapa obat bebas tersebut dinaikkan batasan umur penggunaannya. Pertama, belum ada bukti ilmiah obat bebas tersebut memang sudah bermanfaat buat anak-anak usia 6 tahun ke bawah. Ke dua, sudah banyak kejadian efek samping/ kecelakaan yang membahayakan nyawa anak-anak karena penggunaan sembarangan obat bebas tersebut. Hal ini diduga karena dosis anjuran pada label obat bebas tersebut menggunakan umur sebagai patokan, bukan berat badan. Sebenarnya flu bisa sembuh sendiri (self-limiting). Dalam 4-7 hari penyakit akan sembuh sendiri tergantung dari daya tahan tubuh dan pola hidup seseorang, serta tidak adanya komplikasi. Sangat dianjurkan untuk meringankan gejala flu tanpa pengobatan, yaitu dengan beristirahat 2-3 hari, banyak minum air dan memberi asupan makanan yang tinggi kalori dan protein. Buah dan sayuran segar yang mengandung banyak vitamin, terutama vitamin C juga disarankan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Berkumur dengan air garam atau minum air perasan kencur akan mengurangi rasa sakit pada tenggorokan. Obat flu hanya meringankan gejala saja, tidak boleh digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Segera konsultasikan ke dokter apabila dalam 3 (tiga) hari tidak sembuh atau ada gejala lain yang menyertainya. Obat ini pada umumnya dapat diperoleh tanpa resep dokter, baik yang dijual secara bebas (bertanda lingkaran hijau) atau terbatas di apotek dan toko obat berijin (bertanda lingkaran biru). Komposisinya sebagian besar terdiri dari kombinasi beberapa macam obat, yaitu :
Pelega hidung tersumbat (dekongestan) : fenilpropanolamin, fenilefrin, pseudoefedrin dan efedrin Penghilang sakit/penurun panas (analgesik/antipiretik) : parasetamol Pada beberapa merek, diberi tambahan : Obat batuk berdahak (ekspektoran): ammonium klorida, bromheksin, gliseril guaiakola Obat batuk kering (antitusif) : difenhidramin HCl, dekstrometorfan HBr Antialergi (antihistamin) : klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat
Sebelum minum obat flu, perhatikan komposisinya dan disesuaikan dengan gejala yang dirasakan. Minumlah sesuai aturan pakainya. Beberapa pilihan bentuk sediaan sudah ada di pasaran, baik yang berbentuk tablet, kapsul maupun sirup sehingga memudahkan bila diminum anak kecil. Minum lebih dari satu merek obat flu sangat tidak diperbolehkan, karena komposisinya yang hampir sama dapat meningkatkan efek samping obat. Jangan lupa, bacalah klaim peringatan pada box warning di setiap kemasan obat, karena obat flu juga mempunyai efek yang tidak diinginkan, misalnya : antihistamin menyebabkan kantuk sehingga tidak dianjurkan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin Tidak dianjurkan penggunaannya pada anak usia di bawah 6 tahun, ibu hamil dan menyusui, kecuali atas petunjuk dokter Penyakit flu sebagian besar disebabkan oleh virus. Pemahaman yang keliru bila masyarakat memadukan obat flu dengan antibiotik. Penggunaan antibiotik diindikasikan untuk infeksi karena kuman, bila digunakan secara tidak tepat akan meningkatkan resistensi terhadap kuman dan dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Selain itu juga akan meningkatkan biaya pengobatan. Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan antibiotik. Beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman, antara lain : pada posisi berbaring atau tidur agar diletakkan yang nyaman, bila perlu kepala ditinggikan untuk menghindari batuk karena berkumpulnya lendir di tenggorokan. Namun, sebaiknya batuk jangan ditahan, karena merupakan upaya pengeluaran lendir agar tidak masuk ke paru-paru segera beri obat penurun demam jika disertai demam dan jangan memakai pakaian tebal serta tidak perlu diolesi dengan obat gosok perbanyak minum air putih Upaya pengobatan sendiri pada penyakit flu harus dilakukan secata tepat dan rasional sehingga dapat meminimalkan biaya pengobatan, dan yang terpenting memperkecil risiko terjadinya komplikasi penyakit. Pengobatan sendiri mempunyai beberapa dampak positif diantaranya masyarakat dapat mengatasi masalah kesehatannya secara dini, keberhasilannya akan mengurangi beban pusatpusat pelayanan kesehatan, biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah, serta memberi kesempatan kepada banyak pihak untuk terlibat dalam bisnis obat.
Ada beberapa aspek yang perlu diwaspadai agar pengobatan sendiri dapat dilakukan secara bermutu yaitu tepat, aman, dan rasional. Garis besarnya adalah sebagai berikut :
A. Kenali gejala penyakit atau keluhan kesehatan yang diderita. B. Tentukan obat yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan tersebut : Pilih produk dengan formula yang paling sederhana dengan memperhatikan komposisi dan dosis. Secara umum komposisi tunggal lebih dianjurkan. Pilih obat yang mengandung dosis efektif, serta mencantumkan komposisi dan jumlahnya. Dianjurkan menggunakan produk generik bila tersedia. Berhati-hatilah terhadap iklan yang melebihkan efek obat dibanding produk sejenis yang lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk pemberian pada anak-anak, terutama mengenaidosis, bentuk sedian, dan rasa. C. Perhatikan waktu penggunaan obat dengan kesembuhan atau berkurangnya keluhan penyakit, bila dalam beberapa hari tidak terdapat perubahan sebaiknya meminta bantuan dokter atau tenaga medis lainnya. Unsur tertentu dari produk OTC (obat bebas) harus dihindari atau digunakan dengan hati-hati pada pasien tertentu karena dapat memperparah masalah kesehatan yang sudah ada sebelumnya atau dapat berinteraksi dengan pengobatan yang diresepkan yang sedang diminum pasien. Banyak unsur dari OTC yang lebih poten yang ”tersembunyi” dalam produk dimana keberadaanya sebenarnya dapat tidak diharapkan. Kesadaran yang rendah akan komposisi yang terdapat dalam produk OTC dan keyakinan dokter bahwa produk OTC adalah ”inefektif atau harmless” dapat membingungkan diagnosis dan mengganggu terapi. DAFTAR PUSTAKA Aditama, T.Y . 1993. Patofisiologi batuk. Cermin Dunia Kedokteran Indonesia. No. 84. Hal. 57. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05PatofisiologiBatuk 084.pdf/05PatofisiologiBatuk084.html [Diakses tanggal 16 September 2008].
Amin, Z. 2006. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan kelainan sistem pernafasan. Dalam: Aru W. Sudoyo [et al.], editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ke-2. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal.959-963.
Andra. 2006. Kenali batuk pada anak. http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=297 [Diakses tanggal 16 September 2008].
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2002. Infeksi saluran nafas dan penanganannya. InfoPOM Vol. 3 Ed.2. Hal 14.http://118.97.48.164:8796/public/publikasi/infopom0202.pdf [Diakses tanggal 16 September 2008].
Cerdas Memilih Obat Flu Penyakit flu merupakan penyakit yang umum terjadi dan dapat menyerang siapa saja, baik dewasa maupun anak-anak. Seseorang yang terkena penyakit flu biasanya merasa tidak perlu datang ke dokter dan dapat membeli obat sendiri. Apalagi, obat flu dijual dengan bebas dan dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat flu tidak hanya dijual di apotek tapi juga di toko obat bahkan di warung dengan berbagai merek. Permasalahan yang sering timbul adalah cara pemilihan obat flu yang tepat. Masyarakat menganggap bahwa semua kandungan obat flu sama, padahal ada beberapa perbedaan. Oleh karena itu, pada bahasan mengenai obat flu kali ini akan dipaparkan bagaimana cara bijak untuk memilih obat flu sesuai dengan kebutuhan, sehingga walaupun pengobatan dilakukan secara mandiri (swamedikasi), tetap rasional, tepat dan tidak berlebihan. Sekilas
Tentang
Penyakit
Flu
Flu merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus (coronavirus, influenza virus) pada saluran pernapasan bagian atas. Penularan flu biasanya terjadi melalui kontak dengan sekret mukosa hidung orang yang terkena flu (dengan memegang tangan atau gagang pintu atau gagang telepon yang terkena sekret). Pada umumnya infeksi dapat sembuh dengan sendirinya dengan meningkatkan daya tahan tubuh melalui istirahat yang cukup, asupan gizi dan banyak minum air. Namun demikian gejala yang ditimbulkan seringkali mengganggu aktivitas. Untuk meringankan gejala flu dapat dilakukan swamedikasi menggunakan obat bebas yang mengandung satu atau lebih zat yang berkhasiat dekongestan, antihistamin, antipiretik, analgesik, antitusif atau ekspektoran. Pengobatan flu tidak memerlukan antibiotik. Gejala flu antara lain sebagai berikut :
Sakit tenggorokan yang diikuti oleh hidung tersumbat, berair, bersin dan batuk
Menggigil, sakit kepala, lemas, nyeri otot, dan demam ringan
Gangguan pada hidung terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 dan batuk (tidak selalu) muncul pada hari ke-4 atau ke-5
Penanggulangan Flu
Terapi
non
obat
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa penyakit flu dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menggunakan obat. Terapi non obat yang dapat dilakukan untuk meredakan gejala flu diantaranya:
Peningkatan asupan cairan dengan banyak minum air, teh, sari buah. Asupan cairan dapat mengurangi rasa kering di tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu menurunkan demam.
Istirahat yang cukup.
Makan makanan bergizi yaitu makanan dengan kalori dan protein tinggi yang akan menambah daya tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang banyak mengandung vitamin.
Mandi dengan air hangat dan berkumur dengan air garam.
Untuk bayi, dapat dilakukan dengan membersihkan saluran hidung dengan hati-hati. Pada umumnya, anak dengan usia di bawah 4 tahun tidak dapat mengeluarkan sekret (ingus) sendiri, oleh karena itu membutuhkan bantuan untuk membersihkan hidung. Pada bayi, dapat dilakukan irigasi hidung dengan menggunakan tetes larutan garam isotonik.
Terapi
Obat
Apabila penyakit flu tidak membaik setelah pemberian terapi non obat, maka disarankan melakukan terapi obat. Obat flu yang dapat diperoleh bebas bisa merupakan sediaan analgetik/antipiretik tunggal atau kombinasi dengan beberapa zat aktif lain, yang termasuk golongan antitusif, ekspektoran, dekongestan, dan antihistamin. Berikut akan dijelaskan kegunaan masing-masing golongan. 1. Analgesik/antipiretik Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan demam dan biasanya juga mempunyai efek pereda nyeri (analgesik). Antipiretik/analgesik yang biasa digunakan dalam pengobatan flu antara lain parasetamol, ibuprofen, dan asetosal. Obat flu umumnya sudah mengandung antipiretik/analgesik sehingga tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi obat antipiretik/analgesik tunggal bersamaan dengan obat flu yang telah mengandung antipiretik/analgesik, misalnya mengkonsumsi tablet parasetamol bersamaan dengan mengkonsumsi obat lain yang mengandung ibuprofen atau asetosal. Oleh karena itu, perhatikan komposisi zat berkhasiat yang terkandung dalam kedua obat tersebut. 2.
Dekongestan
Dekongestan merupakan obat untuk mengurangi hidung tersumbat. Dekongestan bekerja dengan cara menyempitkan pembuluh darah di daerah hidung sehingga melegakan hidung tersumbat karena pembengkakan mukosa. Obat-obat yang termasuk ke dalam dekongestan antara lain fenil propanol amin (PPA), fenilefrin , pseudoefedrin, dan efedrin. Hati-hati penggunaan dekongestan pada pasien hipertensi, hipertiroid, penyakit jantung koroner, penyakit iskemia jantung, glaukoma, pembesaran kelenjar prostat, diabetes. Penggunaan pada kondisi tersebut hanya dilakukan atas saran dokter. Sebelum menggunakan obat ini disarankan untuk membaca aturan pemakaian pada kemasan obat terlebih dahulu.
3.
Antihistamin
Antihistamin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati batuk atau pilek akibat alergi. Obat ini efektif untuk pilek yang disebabkan oleh alergi, namun hanya memiliki sedikit manfaat untuk mengatasi hidung tersumbat. Oleh karena itu, pada beberapa produk antihistamin dikombinasikan dengan dekongestan. Beberapa antihistamin yang dapat diperoleh tanpa resep dokter antara lain klorfeniramin maleat/klorfenon (CTM), prometazin, tripolidin, dan difenhidramin. Obat flu yang mengandung antihistamin dapat menyebabkan mengantuk, oleh karena itu, setelah menggunakan obat flu jangan menjalankan mesin atau mengendarai kendaraan bermotor. 4.
Antitusif
Antitusif merupakan obat batuk yang bekerja dengan menekan pusat batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Zat berkhasiat yang termasuk ke dalam antitusif diantaranya adalah dekstrometorfan HBr, noskapin, dan difenhidramin HCl. 5.
Ekspektoran
Ekspektoran juga merupakan obat untuk mengatasi batuk dengan meningkatkan sekresi cairan saluran napas, sehingga mengencerkan dan mempermudah pengeluaran sekret (dahak). Cara menggunakan obat yang tepat adalah di samping menggunakan ekspektoran, minum air dalam jumlah banyak untuk membantu mengencerkan dahak dari saluran napas. Zat berkhasiat yang termasuk ke dalam ekspektoran diantaranya gliseril guaiakolat, amonium klorida, bromheksin, succus liquiritiae. Hentikan swamedikasi dan konsultasikan segera ke dokter, jika:
Demam masih timbul selama lebih dari 3 hari setelah pengobatan.
Sakit di tenggorokan bertambah parah selama lebih dari 2 hari pengobatan dan diikuti gejala lain seperti demam, sakit kepala, mual dan muntah.
Batuk tidak membaik setelah 7-14 hari mengkonsumsi obat.
Nyeri otot tidak kunjung hilang atau bertambah parah selama 10 hari (dewasa) atau 5 hari (anak-anak) pengobatan.
KESIMPULAN Penyakit flu merupakan penyakit yang umum terjadi dan dapat sembuh dengan sendirinya. Gejala flu dapat dikurangi dengan terapi non obat seperti minum air putih yang banyak atau istirahat dengan cukup. Namun, apabila setelah dilakukan terapi non obat, gejala flu tersebut tidak kunjung sembuh dan semakin berat, maka disarankan untuk menggunakan terapi obat. Obat flu pada umumnya mengandung zat aktif golongan antipiretik/analgesik, antitusif, ekspektoran, dekongestan, dan antihistamin. Sebagian produk ada yang mengandung semua zat aktif tersebut atau hanya kombinasi sebagian zat aktif. Sebaiknya jika hendak mengkonsumsi obat flu, perhatikan terlebih dahulu komposisi zat aktif yang terkandung didalamnya dan pastikan bahwa zat aktif yang terkandung sesuai dengan gejala yang dirasakan. Perlu diingat bahwa obat flu
hanya meredakan gejala yang timbul dan bukan mengobati, sehingga agar tidak mudah terkena flu disarankan untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengatur pola makan sehat, berolahraga dan istirahat yang cukup.
Memilih Obat Batuk yang Tepat untuk Pengobatan Diri Sendiri “Swamedikasi” Hafshah 23 December 2016 Dispensing Leave a comment 1,806 Views
Artikel Terkait
Posisi dan Peran Apoteker dalam Keamanan Pangan 5 days ago
Beberapa Kasus Kesalahan Pemberian Obat yang Berakibat Fatal 5 days ago
Absennya Apoteker dalam Peringatan Hari Pangan Sedunia Tahun 2017 1 week ago
Majalah Farmasetika (V1N10 – Desember 2016). Musim pilek dan flu adalah saat-saat dimana Apoteker akan menemukan banyak pasien mendatangi rak-rak obat untuk mencari obat yang tepat dalam menangani batuknya. Pasien bebas memilih obat yang diinginkan karena terdapat banyak produk obat bebas (OTC) saat ini, tetapi apoteker berada dalam posisi yang ideal untuk menilai dan membantu pasien dalam memilih produk obat batuk untuk pengobatan diri sendiri atau swamedikasi, serta mendorong pasien untuk berobat lebih lanjut jika diperlukan. Daftar Isi [hide]
Klasifikasi Batuk
Penyebab Batuk
Obat Bebas (Over-the-Counter, OTC) untuk Menangani Batuk
o
Ekspektoran (Protusif)
o
Antitusif
o
Dekstrometorfan
o
Difenhidramin
o
Kodein
o
Antitusif lainnya
Peran apoteker dalam swamedikasi obat batuk
Related
Klasifikasi Batuk Batuk adalah gejala penyakit yang paling banyak terjadi yang kemudian menyebabkan pasien merasa perlu berobat. Selain itu, batuk merupakan gejala umum yang dikeluhkan pasien di klinik-klinik umum dan puskesmas. Batuk dapat digolongkan ke dalam batuk akut atau kronik dan kemungkinan disebabkan oleh paparan terhadap iritan atau alergen, kondisi medis tertentu, atau penggunaan obat-obat tertentu. Batuk akut biasanya berlangsung kurang dari 3 minggu. Batuk subakut berlangsung 3 hingga 8 minggu, sedangkan batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu. Selain itu, batuk dapat dideskripsikan sebagai batuk produktif dan tidak produktif. Meskipun sebagian besar batuk pulih dengan sendirinya, beberapa jenis batuk seperti batuk kronis dapat terasa mengganggu dan berpengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien dengan mengganggu tidurnya dan menyebabkan kelelelahan, nyeri atau ketidaknyamanan pada muskuloskeletal, suara serak, sakit kepala, gangguan saluran urin, nyeri dada, dan lesu. Pasien penderita batuk kronik harus diperiksa untuk menemukan penyebab batuk dan mendiagnosa kondisi kesehatan yang serius.
Penyebab Batuk
Terdapat beberapa kemungkinan penyebab batuk. Pada batuk akut, penyebab yang mungkin di antaranya infeksi saluran pernapasan atas oleh virus (pilek atau flu), terpapar alergen atau iritan, dan pneumonia. Pada batuk subakut, penyebab yang mungkin di antaranya asma, batuk pasca infeksi, atau sinusitis bakteri. Batuk kronis kemungkinan disebabkan oleh penyakit refluks gastroefageal, asma, merokok, penyakit paru obstruktif kronis, penggunaan obat-obat ACEI atau betabloker, kelainan ventricular kiri, cystic fibrosis,sarcoidosis, kanker paru, dan sebagainya.
Obat Bebas (Over-the-Counter, OTC) untuk Menangani Batuk Tujuan utama swamedikasi pada batuk adalah untuk meredakan batuk dan mencegah komplikasi. Karena pengobatan batuk bersifar simptomatik, penyebab awalnya harus diidentifikasi dan diobati. Untuk swamedikasi dan manajemen batuk, terdapat sangat banyak produk obat bebas, meliputi antitusif oral, ekspektoran, dan antitusif topikal, yang tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, baik dalam bentuk produk tunggal maupun kombinasi agen protusif dan antitusif.
Ekspektoran (Protusif) Guaifenesin adalah satu-satunya ekspektoran, atau disebut juga protusif, yang disetujui oleh FDA. Guaifenesin diindikasikan untuk pereda simptomatik batuk produktif tak-efektif akut. Meskipun farmakokinetika guaifenesi belum jelas, agen ini diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral, dengan perkiraan waktu paruh sekitar 1 jam. Penggunaan guaifenesin tidak menyebabkan interaksi dengan obat lainnya yang diketahui serta umumnya ditoleransi dengan baik. Akan tetapi, terdapat laporan beberapa efek samping yang jarang terjadi, seperti pusing,, sakit kepala, ruam, mual, muntah, dan gangguan pencernaan. Ekspektoran tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, meliputi obat cair, sirup, serbuk granul, tablet, dan kapsul. Guaifenesin tidak boleh digunakan untuk mengobati batuk kronik yang menyertai penyakit saluran pernapasan bawah kronik, seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), emfisema, dan batuk perokok.
Baca : Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNPAD Kembali Meraih Akreditasi A
Antitusif Antitusif oral bebas yang disetujui FDA yang saat ini tersedia meliputi kodein, dekstrometorfan, dan difenhidramin dalam berbagai formulasi dosis untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Dekstrometorfan Sebagian besar obat bebas supresan mengandung dekstrometorfan, yang diindikasikan untuk menekan batuk nonproduktif yang disebabkan oleh iritasi saluran pernapasan oleh bahan kimia atau secara
mekanis. Contoh sediaan dekstrometorfan meliputi sirup, larutan, suspensi, kapsul gel berisi cairan, granul, dan tablet hisap. Dekstrometorfan diserap dengan baik pada pemberian obat dengan onset kerja 15 hingga 30 menit dan durasi kerja 3 hingga 6 jam. Meskipun tidak lazim, beberapa efek samping yang pernah dilaporkan di antaranya mual, mengantuk, muntah, rasa tidak nyaman pada perut, dan konstipasi. Berdasarkan National Institute of Drug Abuse, dekstrometorfan adalah salah satu dari dua obat batuk yang paling banyak disalahgunakan, terutama di kalangan remaja. Jika dikonsumsi dalam jumlah banyak, obat ini dapat menyebabkan euforia dan halusinasi. Penyalahgunaan deksrometordan dapat mengganggu fungsi motorik dan menyebabkan rasa kebas, mual, muntah, takikardia, hipertensi, peningkatan suhu tubuh, dan kelebihan asam dalam tubuh. Tenaga kesehatan dihimbau untuk berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hal ini.
Difenhidramin Difenhidramin digolongkan ke dalam senyawa antihistamin nonselektif generasi pertama dengan sifat sedasi dan antikolinergik yang kuat. Meskipun disetujui oleh FDA sebagai agen antitusif, difenhidramin tidak disarankan digunakan sebagai antitusif first-line, namun ditemukan dalam banyak produk pereda pilek dan alegi bersama dengan bahan aktif lainnya. Difenhidramin bekerja secara sentral di dalam medulla untuk meningkatkan ketahanan terhadap batuk. Difenhidramin diindikasikan untuk menekan batuk nonproduktif yang disebabkan oleh iritasi kimia atau mekanis pada saluran pernapasan. Efek samping yang paling sering terjadi di antaranya mengantuk, depresi pernapasan, pandangan kabur, retensi urin, dan mulut kering.
Kodein Pada dosis antitusif, kodein digolongkan sebagai narkotika kategori 5. Kodein diindikasikan untuk menekan batuk nonproduktif yang disebabkan oleh iritasi kimia atau mekanis pada saluran pernapasan. Kodein bekerja secara sentral pada medulla untuk meningkatkan ketahanan terhadap batuk dan, jika diberikan pada dosis antitusif, memiliki toksisitas dan risiko kecanduan yang rendah. Efek samping kodein pada dosis antitusif yang paling banyak terjadi di antaranya mual, muntah, kantuk, pusing, dan konstipasi. Obat ini harus digunakan dengan peringatan pada penderita asma, PPOK, depresi pernapasan, dan kecanduan obat terlarang.
Antitusif lainnya Kamfer dan mentol, dua agen antitusif topikal yang disetujui oleh FDA, dapat ditemukan dalam bentuk salep dan obat hirup (inhalasi). Pasien harus diberikan informasi penggunaan obat ini dengan tepat dan disarankan untuk mengikuti instruksi pabrik pembuat obat. Mentol juga digunakan pada banyak tablet hisap pereda batuk.
Baca : Absennya Apoteker dalam Peringatan Hari Pangan Sedunia Tahun 2017
Peran apoteker dalam swamedikasi obat batuk Sebelum merekomendasikan produk obat batuk bebas (OTC), apoteker harus memastikan apakah swamedikasi tepat dilakukan dan harus selalu mencatat riwayat alergi pasien, riwayat kesehatan, dan catatan pengobatan terakhir untuk memantau interaksi dan kontraindikasi obat yang mungkin terjadi. Perempuan hamil dan menyusui serta penderita penyakit kronis harus selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan obat batuk OTC. Selama berkonsultasi, pasien harus diingatkan untuk membaca brosur informasi obat dan memeriksa komposisinya sebelum menggunakan, terutama jika menggunakan banyak produk, untuk menghindari pemberian obat ganda atau dosis yang berlebih. Penting bagi pasien untuk mematuhi aturan dosis dan pemberian obat serta durasi penggunaan obat. Penting pula bagi apoteker untuk mengingatkan keluarga atau perawat pasien untuk selalu menggunakan alat pengukur yang terkalibrasi saat memberikan obat larutan dan untuk membaca informasi obat sebelum memberikan obat pada anak-anak untuk memastikan ketepatan dan kesesuaian dosis. Keluarga dan perawat hanya boleh memberikan produk obat bebas untuk anak yang diproduksi secara khusus untuk populasi pediatric dan harus mematuhi rekomendasi produsen obat, terrutama berkaitan dengan batas usia penggunaan obat. Jika merasa ragu terkait kesesuaian atau dosis obat, keluarga harus selalu berkonsultasi pada dokter anak atau apoteker. Pasien yang mengalami satu atau beberapa gejala berikut harus berkonsultasi dengan dokter dan tidak boleh melakukan swamedikasi.
Riwayat gejala yang berkaitan dengan batuk kronik, seperti PPOK, gagal jantung kongestif, asma, dan bronkhitis kronik
Batuk yang menghasilkan lendir berwarna atau darah
Batuk yang disebabkan oleh golongan obat tertentu
Batuk yang disertai demam >38,6oC, napas pendek, nyeri dada, berkeringat, menggigil, sakit kepala berat, atau pembengkakan pergelangan kaki atau kaki
Batuk yang memburuk atau tidak reda setelah mengalami infeksi saluran pernapasan atas oleh virus, seperti pilek atau flu Batuk merupakan gejala banyak penyakit akut dan kronis sehingga swamedikasi dapat menyamarkan identifikasi dan pengobatan penyebab dasarnya. Pasien yang mengalami batuk kronik harus disarankan untuk berobat ke dokter, terutama jika penyebabnya tidak diketahui atau batuknya tidak membaik atau memburuk. Dalam banyak kasus, batuk akan membaik atau berhenti jika akar penyebabnya diobati atau dihindari.
Batuk yang kemungkinan disebabkan oleh penggunaan obat (misalnya ACEI) harus berkonsultasi dengan dokter atau apoteker untuk memperoleh rekomendasi obat lain yang tidak menyebabkan batuk. Harus diperhatikan bahwa ACEI menyebabkan batuk kering pada sekitar 20% pasien yang mengonsumsinya. Selain itu, beta-adrenergik bloker sistemik dan optalmik juga dapat menyebabkan batuk pada pasien penderita asma atau PPOK. Pasien yang mengalami batuk akibat merokok direkomendasikan untuk mengikuti program berhenti merokok. Sumber: Yvette C. Terrie. Proper Use of OTC Cough Medications: Back to the Basics. . www.pharmacytimes.com/publications/issue/2016/november2016/proper-use-of-otc-cough-medicationsback-to-the-basics
View more...
Comments