Sutra Teratai
April 17, 2017 | Author: Tonny | Category: N/A
Short Description
Download Sutra Teratai...
Description
Bab 01 Pendahuluan
Demikianlah yang ku dengar (Ananda berbicara). Pada suatu saat Sang Buddha berada di Rajagraha, di gunung Gridhrakuta, beserta 12,000 bhiksu. Semuanya telah mencapai tingkat Arahat yang tiada cela, yang tiada risau, yang telah sadar, yang tak terbelenggu dan yang telah bebas pikirannya. Diantaranya adalah: Ajanata Kaundinya – Maha Kasyapa – Uruvilva Kasyapa – Gaya Kasyapa ‐ Nadi Kasyapa – Sariputra – Maha Maudgalyayana – Katyayana – Aniruddha – Kapphina – Gavampati – Revata – Pilindavasta – Vakkula – Maha Kaushthila – Nanda – Sundara Nanda – PurnaMaitrayani putra – Subhuti – Ananda – dan Rahula. Demikianlah para Arahat agung yang telah dikenali oleh orang banyak. Hadir pula: 2,000 orang Saiksha (Pelajar) dan Asaiksha (Terpelajar). Bhiksuni Mahaprajapati (ibu asuh Sang Buddha) yang didampingi oleh 6,000 pengikutnya. Ibunda Rahula, yaitu bhiksuni Yasodhara, yang juga didampingi oleh para pengikutnya. 80,000 Bodhisatva‐Mahasatva yang semuanya pantang mundur akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi (Tiada tara – Sama rata – Pandangan benar bahwa segenap mahluk tidak melainkan diri sendiri). Semuanya telah mencapai Dharani, senang dan fasih menceramahkan Dharma, memutar roda Dharma yang tiada surut dan telah pula memuliakan ratusan ribu Buddha yang tak terjumlah. Dihadapan para Buddha tersebut, mereka telah menanam akar‐akar kebajikan, senantiasa dipuji oleh para Buddha. Berwelas asih, mendalami kebijaksanaan Buddha, mereka telah memperoleh pengetahuan agung dan telah mencapai pantai seberang. Kemasyhuran mereka telah tersebar luas di 10 penjuru alam semesta. Mereka mampu menyelamatkan ratusan ribu para mahluk yang tak terhitung. Diantaranya adalah: Bodhisatva Manjusri – Bodhisatva Avalokitesvara – Bodhisatva Mahastamaprapta – Bodhisatva Sarvathanaman – Bodhisatva Nityadyukta – Bodhisattva Anikshiptadhura ‐ Bodhisatva Ratnapani – Bodhisatva Baishagyaraga – Bodhisatva Pradanasura – Bodhisatva Ratnakandra – Bodhisatva Ratnaprabha – Bodhisatva Rurnakandra – Bodhisatva Mahavikramin – Bodhisatva Trilokavikramin – Bodhisatva Bhadrapala Anantavikrama – Bodhisatva Mahapratibhana – Bodhisatva Satatasamitabhiyukta – Bodhisatva Dharanidhara – Bodhisatva Akshayamati – Bodhisatva Padmasri – Bodhisatva Nakshatraya – Bodhisatva Simha. Demikianlah Bodhisatva Mahasatva sejumlah 80,000. Pada waktu itu hadir pula:
Sakra Dewa Indra disertai 20,000 putera dewata. Diantaranya adalah putera dewata Candra ‐ putera dewata Surya ‐ putera dewata Samantaganda ‐ putera dewata Ratnaprabha. (Surga tingkat 2 dipuncak gunung Sumeru) Ke 4 Maharaja Langit yaitu Maharaja Dhrtarashtra – Maharaja Viradhuka – Maharaja Virupaksha – Maharaja Vaisravana disertai 10,000 putera dewata. (Surga tingkat 1 diantara puncak dan kaki gunung Sumeru) Dewa Brahma Isvara dan dewa Brahma Mahesvara disertai 30,000 putera dewata. (Puncak kesurgaan diatas gunung Sumeru, dimana para Brahma menikmati samadhi yang mendalam) Penguasa dunia Saha yaitu, Maharaja Brahma Sikhin dan Maharaja Brahma Gyatipraba, disertai 12,000 Putera Dewata. Ke 8 raja Naga yaitu Raja Naga Nanda – Raja Naga Upananda – Raja Naga Sagara – Raja Naga Vasuki – Raja Naga Takshaka – Raja Naga Anavatapta ‐ Raja Naga Manasvin – Raja Naga Utpalaka – Raja Naga Utpalaka. Masing‐masing disertai ratusan ribu pengikutnya.
Ke 4 raja Kimnara yaitu Raja Kimnara Dharma ‐ Raja Kimnara Dharma Takjub ‐ Raja Kimnara Maha Dharma – Raja Kimnara Pentaat Dharma. Masing‐masing disertai ratusan ribu pengikutnya. (Mahluk‐mahluk kesurgaan yang pandai menyanyi dan menari) Ke 4 raja Gandharva: Raja Gandharva Menyenangkan – Raja Gandharva Suara Menyenangkan – Raja Gandharva Merdu – Raja Gandharva Suara Merdu. Masing‐masing disertai ratusan ribu pengikutnya. (Pemain musik kesurgaan) Ke 4 raja Asura: Raja Asura Balin – Raja Asura Kharaskhandha – Raja Asura Vemachitrin ‐ Raja Asura Rahu. Masing‐masing disertai ratusan ribu pengikutnya. (Mahluk‐mahluk yang senang bertengkar) Ke 4 raja Garuda: Raja Garuda Mahatega ‐ Raja Garuda Mahakaya – Raja Garuda Mahapurna – Raja Garuda Maharddiprapta. Masing‐masing disertai ratusan ribu pengikutnya. (Burung‐burung raksasa) Putera Vaidehi, Raja Ajatashatru, disertai ratusan ribu pengikutnya. Masing‐masing bersujud dihadapan Sang Buddha, kemudian mengundurkan diri dan duduk disamping. Pada saat itu Sang Buddha dikelilingi oleh ke 4 golongan pengikut (1.Bhiksu 2.Bhiksuni 3.Upasaka 4.Upasika), dimuliakan dan disanjung. Demi para Bodhisatva, Sang Buddha menceramahkan Sutra Kendaraan Besar berjudul Dharmaparyaya (Makna Tiada Batas), Dharma petunjuk bagi para Bodhisatva, Dharma yang dilindungi dan diingati oleh para Buddha. Sesudah menceramahkan Sutra ini, Beliau duduk bersila dan memasuki samadhi Dharmaparyaya, dimana raga dan pikiran tiada bergerak. Pada saat itu dari langit turun berhujankan bunga Mandarava, Maha Mandarava, Manjushaka, dan Maha Manjushaka (Maha: Besar. Mandarava: Bunga kesurgaan berwarna
merah. Manjusaka: Bunga kesurgaan berwarna putih) yang tertabur diatas Sang Buddha dan pesamuan agung itu. Seketika itu semua Buddhaloka (alam‐alam Buddha) di 10 penjuru alam semesta bergetar dalam 6 cara berbeda (3 macam dentuman + 3 macam goncangan). Kemudian pesamuan para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika serta para dewata, naga, yaksha (mahluk halus), gandharva (pemain musik kesurgaan), asura (alam pertengkaran), garuda (burung rakshasa), kimnara (mahluk kesurgaan bertanduk satu), mahoraga (mahluk berbadan manusia namun berkepala ular), manusia dan yang bukan manusia; serta raja‐raja kecil (pemimpin negara) dan raja‐raja Cakravartin (raja pemutar roda Dharma penguasa 4, 3, 2, ataupun 1 benua disekeliling gunung Sumeru). Semua mahluk‐mahluk tersebut mengalami apa yang belum dialami sebelumnya. Dengan penuh gembira dan tangan terkatup, mereka menatap ke arah Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha dari lingkaran rambut putih diantara ke 2 alisNya, memancarkan cahaya yang menerangi 18,000 dunia diarah timur, sehingga tiada yang tak tersinari, kebawah sampai pada neraka Avichi dan keatas sampai pada surga Akanishtha. Dari dunia Saha (dunia ini) terlihat para mahluk dalam 6 alam samsara (Alam 1.Dewata 2.Manusia 3.Asura 4.Hewan 5.Setan lapar 6.Neraka). Terlihat pula para Buddha yang ada di (18,000) dunia‐dunia itu. Terdengar pula para Buddha yang sedang menceramahkan bermacam‐macam Sutra. Terlihat pula para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika dengan berbagai pelaksanaan mencapai Jalan (1.Jalan Sravaka 2.Jalan Pratyekabuddha 3.Jalan Buddha). Terlihat pula para Bodhisatva Mahasatva dengan berbagai macam sebab musabab, keyakinan dan penjelmaan melaksanakan KeBodhisatvaan. Terlihat pula para Buddha memasuki PariNirvana. Terlihat pula stupa‐stupa yang didirikan dari 7 benda berharga (1.Emas 2.Perak 3.Lapis lazuli 4.Batu bulan 5.Batu mulia 6.Mutiara 7.Cornelian) sebagai penempatan relik‐relikNya. Kemudian Sang Bodhisatva Maitreya merenungkan: ‘Kini Sang Buddha telah menampakkan kegaiban demikian. Apakah sebab musabab dari tanda sinar cahaya ini? Akan tetapi Sang Buddha telah memasuki Samadhi. Kepada siapakah kami dapat bertanya mengenai sinar gaib ini? Siapakah yang dapat menjawabnya? Sang Bodhisatva Maitreya berpikir lagi: ‘Bodhisatva Manjushri telah mengabdi kepada para Buddha terdahulu yang tak terjumlah. Ia pasti pernah menyaksikan kegaiban semacam ini. Baiklah! Sekarang kutanyakan kepadanya. Kemudian seluruh anggota pesamuan agung para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika, serta para dewata, naga, mahluk halus dan sebagainya, semuanya merenungkan: ‘Kepada siapakah kami dapat bertanya mengenai sinar gaib ini?’ Kemudian Bodhisatva Maitreya yang berkehendak memecahkan keraguannya sendiri serta keraguan yang timbul didalam batin para hadirin, maka bertanyalah ia kepada Manjusri: “Apakah sebab musabab sinar gaib ini yang menerangi 18,000 dunia di arah timur, sehingga terlihat kemuliaan dan keindahan alam‐alam Buddha tersebut?”
Kemudian Bodhisatva Maitreya berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdaIah ia dengan syair: Wahai Sang Manjusri! Mengapakah Guru kami memancarkan sinar demikian dari lingkaran rambut putih diantara ke 2 alisNya? Hujan bunga Mandarava dan Manjushaka yang wanginya harum semerbak cendana sungguh menyenangkan hati kami. Berkat pancaran gaib ini, seluruh bumi (dunia Saha ini) terhias bersih dan bergoncang dalam 6 cara berbeda; Menyenangkan ke 4 golongan pengikut baik dalam jiwa maupun raga, karena mengalami apa yang belum dialami sebelumnya. Pancaran sinar cahaya dari urna Sang Buddha menerangi arah timur 18,000 dunia sehingga semuanya menjadi warna keemasan. Dari alam neraka Avichi hingga puncak surga KeBrahmaan; Dimana terlihat para mahluk dalam 6 alam samsara, tempat kelahiran maupun tempat kematiannya, serta prilaku mereka – yang baik maupun yang buruk Buah karma mereka – yang baik maupun yang buruk Berkat pancaran sinar ini, semuanya terlihat dengan jelas. Terlihat pula para Buddha, para Guru Suci, Sang Simba menceramahkan dan memaklumi ajaran‐ajaran Sutra yang menakjubkan, halus dan termulia! Dengan suara BrahmaNya yang jernih dan lembut, para Buddha menceramahkan Dharma kepada berkoti‐koti Bodhisatva yang tiada hitungan. Suara BrahmaNya yang dalam mempersona menggembirakan semua yang mendengarnya. Dengan berbagai cara bijaksana, sebab musabab dan perumpamaan yang tak terhitung, para Buddha memaklumi ajaran Dharma, membina para mahluk menuju penerangan sempurna. Bagi mereka yang terbelenggu oleh derita, muak akan 1.Lahir 2.Usia tua 3.Sakit 4.Mati,
Buddha mempertunjukannya Jalan Nirvana. Bagi mereka yang memperoleh keberuntungan berkat persembahan yang telah mereka berikan kepada para Buddha di kehidupan lampau; Buddha mempertunjukkannya Jalan Pratyekabuddha. Bagi putera‐putera Buddha yang sedang menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan, berkehendak mencapai kebijaksanaan sempurna, maka Buddha mempertunjukkannya Jalan KeBuddhaan. Wahai Sang Manjusri! Dari sini ku saksikan dan ku dengar beribu‐ribu koti hal demikian. Biarlah ku jelaskan secara singkat: Terlihat di dunia‐dunia itu, para Bodhisatva bagaikan pasir di sungai Gangga, dengan berbagai sebab musabab dan cara bijaksana, melaksanakan Jalan KeBuddhaan. Terlihat pula mereka yang mempersembahkan emas, perak, batu karang, mutiara, permata manikam, intan serta benda berharga lainnya. Terlihat pula mereka yang mendanakan kereta bertandu permata serta kereta kuda dengan pelayannya. Semua ini dipersembahkan dengan hati ikhlas demi Jalan KeBudhaan yang senantiasa dipuji oleh para Buddha. Terlihat pula para Bodhisatva yang mempersembahkan kereta kuda lengkap dengan dudukan dan sandarannya yang dihias mewah dan meriah. Terlihat pula para Bodhisatva merelakan daging, tangan dan kakinya sendiri, maupun istri dan anak‐anaknya demi Jalan Sempurna. (Tiada lagi ke‐akuan dalam pencapaian Jalan Sempurna) Terlihat pula para Bodhisatva dengan gembiranya merelakan kepala, mata dan tubuhnya sendiri demi Jalan KeBuddhaan. Wahai Sang Manjusri! Terlihat pula raja‐raja mengunjungi para Buddha, meniggalkan kedudukan dan kerajaannya, istana, para menteri dan prameswarinya, mencukur rambut dan mengenakan jubah Dharma, demi Jalan KeBuddhaan.
Terlihat pula para Bodhisatva mengenakan jubah Dharma menjadi bhiksu, mengasingkan diri dari khalayak ramai, mendalami samadhi dan tekun membaca Sutra. Terlihat pula Bodhisatva menjelajahi pegunungan hutan, membebaskan diri dari jaringan belenggu, tenteram sentosa dalam samadhi kesunyataan, hingga memperoleh 5 daya kekuatan gaib. (1.Penjelmaan 2.Penglihatan dewata 3.Pendengaran dewata 4.Membaca pikiran 5.Mengetahui kehidupan lampau.) Terlihat pula para Bodhisatva, dengan tangan terkatup melaksanakan meditasi, dan dengan puluhan ribu syair memuja Dharma. Terlihat pula para Bodhisatva, mencapai kebijaksanaan yang mendalam, pandai bertanya kepada Buddha, dan mentaati seluruh yang didengarnya. Terlihat pula putera‐putera Buddha mendalami meditasi dan dengan berbagai cara bijaksana dan perumpamaan yang tiada hitungan, menceramahkan Dharma kepada orang banyak, senantiasa membimbing para Bodhisatva, menaklukkan tentara‐tentara Mara, seraya menabuh genderang Dharma. Terlihat pula para Bodhisatva, damai dan tenteram dalam samadhi, meski dipuja oleh para dewata dan naga, namun tiada terpengaruhi oleh keangkuhan. Terlihat pula para Bodhisatva, bersemedi di pedalaman hutan, memancarkan sinar cahaya kewelas asihan, menyelamatkan para penghuni neraka, membimbing mereka memasuki Jalan Buddha. (Bodhisatva Kstigarbha dan sebagainya) Terlihat pula putera‐putera Buddha mengembara dalam hehutanan tanpa tidur, siang dan malam melaksanakan samadhi demi Jalan KeBuddhaan.
Terlihat pula putera‐putera Buddha, tekun mentaati sila, murni ibarat mutiara, demi Jalan Buddha. Terlihat pula putera‐putera Buddha, tabah menahan segala cacian dan maki dari orang‐orang angkuh dan sombong, teguh menahan segala macam serangan demi Jalan KeBuddhaan. Terlihat pula para Bodhisatva, menjauhi teman‐teman sembrono, bergaulan dengan orang‐orang bijaksana, mengendalikan dan memusatkan pikirannya, mendalami meditasi di pegunungan hutan selama puluhan ribu koti tahun demi Jalan KeBuddhaan. Terlihat pula para Bodhisatva, mempersembahkan segala macam hidangan obat‐obatan, jubah dan pakaian‐pakian berharga, kepada Buddha dan SanghaNya. Dipersembahkan pula puluhan ribu koti macam biara yang didirikan dari kayu cendana, lengkap dengan perabotan‐perabotan tidur kepada Buddha dan SanghaNya. Dipersembahkan pula taman indah permai berhiaskan bermacam‐macam bunga, buah‐buahan, pancuran air dan kolam renang, kepada Buddha dan SanghaNya. Semua persembahan ini dipersembahkan dengan hati ikhlas demi Jalan KeBuddhaan. Terlihat pula para Bodhisatva, menceramahkan Jalan KeSravakaan, dengan berbagai cara dan petunjuk, membimbing para mahluk yang tiada hitungan mencapai pantai seberang (kebebasan), dan terbebas dari segala belenggu. Terlihat pula para Bodhisatva, mencapai Dharma Kesunyataan, menyadari bahwa segala perwujudan
bukan merupakan dua hal yang berlawanan, menyadari bahwa segala perwujudan hanyalah sunyata bagaikan kehampaan angkasa. Terlihat pula putera‐putera Buddha yang batinnya telah bebas dari segala belenggu. Dengan kebijaksanaan demikian menuju Jalan Sempurna. Wahai Sang Manjusri! Terlihat pula para Bodhisatva, mendirikan stupa dan candi yang jumlahnya bagaikan pasir di sungai Gangga, untuk menempati dan memuliakan relik‐relik Buddha setelah kemokshaanNya. Stupa‐stupa tersebut dibuat megah, setinggi 5,000 yojana (1 yojana = 18 kilometers), dengan panjang dan lebar yang sama, yaitu 2,000 yojana. Setiap stupa dihias indah dan meriah, dengan ribuan panji dan bendera, disertai tirai korden permata yang gemerlapan, dengan genta lonceng permata yang berpadu merdu syadhu. Para dewata, naga, mahluk halus, manusia dan yang bukan manusia, senantiasa memuliakannya dengan dedupaan, bunga, alunan musik dan sebagainya. Wahai Sang Manjusri! Putera‐putera Buddha ini, memuliakan relik‐relik Buddha, menghias stupa‐stupa tersebut indah menakjubkan bagaikan raja pohon kesurgaan ketika berbunga. Sang Buddha memancarkan pancaran sinar cahaya dari lingkaran rambut putih diantara kedua alisNya, sehingga kami dapat menyaksikan semua peristiwa yang luar biasa ini. Kegaiban Sang Buddha sungguh menakjubkan; Memancarkan sinar yang cemerlang ini, semuanya terlihat jelas. Kami yang menyaksikannya telah memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya.
Wahai Sang Manjusri, putera Buddha! Sudilah kiranya engkau menjawab keraguan mereka. Ke 4 golongan pengikut menatapmu dengan penuh harapan. Mengapa Sang Buddha memancarkan sinar gemerlapan ini? Wahai Sang Manjusri! Kini waktunya. Jawablah segenap keraguan kami agar kami bersuka cita. Apakah makna dan manfaat dari pancaran sinar ini? Apakah Sang Buddha berkehendak menceramahkan Dharma menakjubkan yang dicapaiNya ketika duduk di Teras KeBodhian? Apakah Sang Buddha berkehendak memberi ramalan? Beliau telah menampakkan alam‐alam Buddha dengan segala keindahan dan hiasannya. Terlihat pula para Buddha ditengah‐tengahnya. Ini bukanlah hal sepele. Wahai Sang Manjusri! Ketahuilah ke 4 golongan pengikut, para naga serta mahluk‐mahluk lainnya menatapmu dengan penuh harapan. Kemudian Manjusri menyapa Bodhisatva Mahasatva Maitreya serta seluruh anggota pesamuan agung itu, seraya berkata: “Wahai putera‐puteri baik! Sang Buddha kini berkehendak menceramahkan Dharma Kendaraan Besar, menghujankan hujan Dharma, meniup terompet Dharma, menabuh genderang Dharma dan membentangkan Dharma Kendaraan Besar. Wahai putera‐puteri baik! Aku telah menyaksikan hal yang serupa dari para Buddha terdahulu. Mereka memancarkan sinar cahaya semacam ini dan kemudian menceramahkan Dharma Kendaraan Besar. Maka begitu pula dengan Sang Buddha hari ini. Beliau berkehendak membentangkan Dharma yang sulit dipercayai oleh seluruh dunia. Oleh karenanya, Beliau memancarkan sinar cahaya ini. (Para Buddha dengan 4 cara menyelamatkan mahluk, yaitu 1.Dharma 2.Rupa 3.Kegaiban 4.Nama) “Wahai putera‐puteri baik! Asamkhyeya kalpa dahulu silam yang tak terhitung, tak terbatas dan tak terhingga lamanya, terdapat Sang Buddha yang bergelar Candrasuryapradipa (Kecemerlangan Mentari Rembulan) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung (Semua Buddha memiliki 10 titel ini). Buddha Candrasuryapradipa menceramahkan Dharma benar yang sempurna pada awalnya, sempurna pada tengahnya dan sempurna pada akhirnya. Dharma yang diceramahkanNya bermakna dalam dan luas. Beliau menceramahkannya dengan kefasihan yang menakjubkan. Murni, tiada cela bagaikan Brahma. Bagi mereka yang
menghendaki Kendaraan Sravaka, Beliau menceramahkan Dharma 4 Kesunyataan Mulia, menyebabkannya menyeberangi lautan samsara 1.Lahir 2.Usia 3.Sakit 4.Mati. Bagi mereka yang menghendaki Kendaraan Pratyekabuddha, Beliau menceramahkan Dharma Ke 12 Mata Rantai Penyebab. Bagi para Bodhisatva yang menghendaki Kendaraan Buddha, Beliau menceramahkan Dharma Ke 6 Paramita (1.Dana 2.Sila 3.Tabah 4.Tekun 5.Samadhi 6.Kebijaksanaan) menyebabkannya mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. “Terdapat Buddha berikutnya yang juga bergelar Candrasuryapradipa, dan kemudian Buddha berikutnya yang juga bergelar Candrasuryapradipa. Demikianlah berturut‐ turut munculnya 20,000 Buddha yang semuannya dijuluki Candrasuryapradipa. Mereka juga memiliki nama keluarga yang serupa, yaitu Bharadvaja (Lekas). Wahai Bodhisatva Maitreya! Ketahuilah bahwa Buddha yang pertama sampai pada Buddha yang terakhir, semuanya mempunyai gelar yang sama, yaitu Candrasuryapradipa dengan 10 titel KeBuddhaan. Dharma yang diuraikanNya sempurna pada awalnya, sempurna pada tengahnya dan sempurna pada akhirnya. Buddha yang terakhir itu, sebelum meninggalkan kerajaannya, mempunyai 8 putera: 1. Samali (Berniat); 2. Anantamati (Niat Baik); 3. Ratnamati (Niat Abadi); 4. Viseshamati (Niat Berarti); 5.Vimatisamudghatin (Niat Meningkat); 6. Goshamati (Niat Tiada Ragu); 7. Dharmamati (Niat Berpengaruh); 8. Agita (Niat Dharma). Mereka berkebajikan luhur dan berkewibawaan agung. Masing‐masing menguasai 4 benua (disekeliling gunung Sumeru). “Ketika mendengar Sang ayah meninggalkan rumah menjadi bhiksu demi pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambuddha, semuanya meninggalkan pula kerajaannya masing‐masing, mengikuti jejak Sang ayah menjadi bhiksu dan berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi, senantiasa menjalankan KeBrahmaan serta menjadi Guru Dharma. Ke 8 putera tersebut telah menanam akar‐akar kebajikan yang mendalam dihadapan puluhan ribu koti para Buddha. “Kemudian Buddha Candrasuryapradipa menceramahkan Dharma Kendaraan Besar berjudul Dharmaparyaya (Makna Tiada Batas), Dharma petunjuk bagi para Bodhisatva, Dharma yang senantiasa dilindungi dan diingat oleh para Buddha. Sesudah itu, Beliau duduk bersila di tengah‐tengah pesamuan agung, memasuki samadhi Dharmaparyaya, dimana jiwa dan ragaNya tiada bergerak. Seketika itu, dari langit turun berhujankan bunga mandara, maha mandarava, manjusaka dan maha manjusaka yang tertabur diatas Buddha Candrasuryapradipa dan seluruh pesamuan agung itu. Semua Buddhaloka (alam‐alam Buddha) bergetar dalam 6 cara berbeda. “Kemudian para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika, serta para naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia; serta raja‐ raja kecil dan raja‐raja Cakravartin, semuanya mengalami apa yang belum pernah dialami sebelumnya. Dengan penuh gembira dan tangan terkatup, mereka menatap Buddha Candrasuryapradipa. Kemudian Beliau (Candrasuryapradipa) dari lingkaran rambut putih diantara kedua alisNya, memancarkan sinar cahaya yang menerangi 18,000 Buddhaloka di arah timur. Sehingga tiada yang tak tersinari, persis seperti halnya sekarang.
“Wahai Sang Maitreya! Pada saat itu terdapat 20 koti (1 koti = 1 juta) bodhisatva yang berkehendak untuk mendengarkan Dharma. Menyaksikan pancaran sinar cahaya yang menyinari seluruh Buddhaloka, mereka mengalami apa yang belum pernah dialami sebelumnya. Mereka berhasrat menelusuri sebab musabab tanda sinar tersebut. “Pada saat itu terdapat Bodhisatva bernama Varaprabha (Cahaya Menakjubkan) yang mempunyai 800 pengikut. Kemudian Buddha Candrasuryaprdipa bangkit dari samadhiNya. Demi Bodhisatva Varaprabha dan sebagainya, Beliau menceramahkan Sutra Kendaraan Besar berjudul ‘Saddharma Pundarika’ (Keajaiban Dharma Bunga Teratai), Dharma petunjuk bagi para Bodhisatva, Dharma yang senantiasa dilindungi dan diingati oleh para Buddha. Beliau menceramahkan Sutra ini selama 60 kalpa kecil (1 kalpa kecil = 16.8 juta tahun) tanpa bangkit sekalipun dari dudukNya. Para hadirin duduk pula mendengarkan Dharma selama 60 kalpa kecil dimasa mana terasa oleh mereka bagaikan hanya sejenak waktu makan saja dan tak seorangpun merasa letih baik raga maupun jiwa. “Sesudah Buddha Candrasuryapradipa menceramahkan Sutra ini selama 60 kalpa kecil, Beliau mengumumkan kepada kelompok brahma, mara, shramana, brahmana, serta para dewata, manusia, dan asura, seraya berkata: ‘Pada tengah malam ini juga, Aku akan memasuki Nirvana mutlak (Nirvana abadi).’ “Pada saat itu hadir pula Bodhisatva Srigarbha (Kaya Bajik). Kemudian Buddha Candrasuryapradipa menyapa para bhiksu, seraya berkata: ‘Bodhisatva Srigarbha ini kelak menjadi Buddha berikutnya, dengan julukan Vimalacakranetra (Raga Suci), Tathagata, Arahat, Samyak‐Sambuddha.’ “Sesudah memberi ramalan demikian, Buddha Candrasuryapradipa pada tengah malam itu juga memasuki Nirvana mutlak. “Sesudah kemokshaan Buddha Candrasuryapradipa, Bodhisatva Varaprabha menjunjungi Sutra Teratai ini selama 80 kalpa kecil, serta menceramahkannya kepada orang banyak. Ke 8 putera Buddha Candrasuryapradipa berguru pada Bodhisatva Varaprabha yang membina dan membimbing mereka dalam pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Ke 8 putera tersebut memuliakan ratusan ribu koti para Buddha yang tak terjumlah. Satu per satu meraih KeBuddhaan dan yang terakhir (Ke 8) ialah Dipamkara (Obor Terang). “Diantara ke 800 siswa itu terdapat seorang siswa yang bernama Yasaskama (Tamak akan Kemasyhuran). Ia serakah akan kemashyuran dan keuntungan. Meski Ia telah membaca berbagai macam Sutra, namun tiada yang dikuasai dan dihafalnya, bahkan sebagian besar dilupakannya. Oleh karenanya, ia dijuluki Yasaskama. Akan tetapi, Ia telah menanam akar‐akar kebajikan yang mendalam sehingga ia menjumpai ratusan ribu koti para Buddha yang tak terjumlah. Ia memuliakan, menyanjung serta memujaNya semua. “Wahai Sang Maitreya! Siapakah Bodhisatva Varaprabha pada saat itu? Ia tidak melainkan aku (Manjusri) sendiri. Sedang Bodhisatva Yasaskama adalah engkau (Maitreya) sendiri. Sinar kegaiban yang kita saksikan pada hari ini tidaklah berbeda dengan yang terdahulu
itu. Maka ketahuilah bahwa Sang Buddha kini berkehendak menceramahkan Sutra Kendaran Besar berjudul Keajaiban Dharma Bunga Teratai. Dharma petunjuk bagi para Bodhisatva. Dharma yang senantiasa dilindungi dan diingati oleh para Buddha.” Kemudian Manjusri berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah ia dengan syair: Ku ingat pada dahulu silam, berkalpa‐kalpa yang tak terhitung lamanya muncul Sang Buddha Tathagata yang bergelar Candrasuryapradipa. Beliau menceramahkan Dharma, membimbing para mahluk dan Bodhisatva yang tiada hitungan agar memasuki kebijaksanaan Tathagata. Sebelum Buddha ini meninggalkan kerajaannya, ia telah mempunyai 8 putera. Melihat Sang ayah meninggalkan kedudukannya, mereka mengikuti pula jejaknya, dengan tekun melaksanakan keBrahmaan. Pada saat itu Buddha Candrasuryapradipa menceramahkan Sutra Kendaraan Besar berjudul Dharmaparyaya (Makna Tiada Batas) Ditengah‐tengah pesamuan agung, Beliau memakluminya secara panjang lebar. Sesudah menceramahkan Sutra (Dharmaparyaya) ini, Beliau duduk bersila diatas singgasana Dharma dan memasuki samadhi Dharmaparyaya Seketika itu langit berhujankan bunga‐bunga mandarava, Sedang genderang kesurgaan tertabuh sendirinya Para dewata, naga serta mahluk‐mahluk halus, semuanya memuliakan Yang Maha Agung. Alam‐alam Buddha bergetar dalam 6 cara berbeda. Kemudian Beliau (Candrasuryapradipa) dari urnaNya, yaitu lingkaran rambut putih diantara kedua alisNya, memancarkan sinar cahaya yang menerangi 18,000 Buddhaloka di arah Timur. Terlihat segenap mahluk dalam 6 alam Samsara, maupun tempat kelahiran dan kematiannya masing‐masing.
Terlihat pula kemuliaan alam‐alam Buddha, terhias dengan berbagai macam benda berharga. Lapis lazuli dan kristal yang berkilau gemerlapan, Berkat pancaran sinar ini, semuanya terlihat jelas. Terlihat pula para dewata, manusia, naga, mahluk halus, yaksha, gandharva, kimnara memuliakan Buddhanya masing‐masing. Terlihat pula para Tathagata secara alami mencapai KeBuddhaan. Tubuh keemasanNya bagaikan gunung emas; Seperti halnya rupang emas yang dilapisi lapis lazuli. Demi segenap mahluk, para Buddha menceramahkan Dharma yang bermakna dalam, halus dan luas. Terlihat pula para sravaka tiada hitungan, serta penghuni alam‐alam Buddha tersebut. Berkat pancaran sinar ini, semuanya terlihat jelas. Terlihat pula para bhiksu menjelajahi pegunungan hutan, dengan tekun mentaati sila suci, ibarat menjaga ratna mutu manikam Terlihat pula para Bodhisatva bagaikan pasir disungai Gangga melaksanakan ke 6 paramita. Berkat pancaran sinar ini, semuanya terlihat jelas. Terlihat pula para Bodhisatva mendalami samadhi dimana jiwa dan raga tiada bergerak demi Jalan KeBuddhaan. Terlihat pula para Bodhisatva menyadari kesunyataan akan segala perwujudan, menceramahkan Dharma didunianya masing‐masing demi Jalan KeBuddhaan. Pada saat itu ke 4 golongan yang menyaksikan kegaiban sinar Buddha Candrasuryapradipa; Semuanya bersuka cita dan saling bertanya akan sebab musabab hal tersebut. Kemudian Buddha (Candrasuryapradipa) bangkit dari samadhiNya seraya memuji Bodhisatva Varaprabha.
Engkau adalah mata bagi seluruh dunia, pembimbing segenap mahluk! Engkaulah yang sanggup menjunjungi seluruh kekayaan DharmaKu. Hanya engkaulah yang dapat meresapi seluruh ajaran DharmaKu. Setelah memuji Bodhisatva Varaprabha dan membuatnya bersuka cita, Beliau menceramahkan Sutra Teratai ini selama 60 kalpa kecil tanpa bangkit dari dudukNya. Bodhisatva Varaprabha menerima serta menjunjungi keseluruhannya. Setelah menceramahkan Sutra Teratai ini, dan membuat para hadirin bersuka cita, pada hari itu juga Buddha Candrasuryapradipa mengumumkan kepada para dewata, manusia dan lainnya: ‘Telah Ku jelaskan kepada kalian kesunyataan akan segala perwujudan. Pada tengah malam ini juga, Aku akan memasuki Nirvana. Curahkanlah dirimu dengan penuh semangat, dan jauhilah segala kelalaian. Munculnya Sang Buddha jarang ditemui. Berkoti‐koti kalpa barulah ditemui sekali’ Mendengar tentang kemokshaan Sang Guru Buddha, semuanya berduka cita dan menjadi cemas. ‘Mengapakah Sang Guru Buddha begitu lekasnya moksha?’ Kemudian Buddha (Candrasuryapradipa) menenangkan para hadirin yang tiada hitungan itu, seraya berakata: ‘Janganlah khawatir! Sebab Bodhisattva Srigarbha (Kaya Bajik) ini telah sepenuhnya menyadari kesunyataan akan segala perwujudan. Ia kelak menjadi Buddha berikutnya dengan gelar Raga Suci, dan akan menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan. Kemudian Buddha (Candrasuryapradipa) pada tengah malam hari itu juga, memasuki kemoksaan mutlak, bagaikan api yang padam ketika kayunya habis terbakar (Kayu bakar ialah mahluk‐mahluk yang hendak diselamatkan olehNya) Kemudian relik‐relikNya disebarluaskan, dan didirikan pula stupa‐stupa yang tak terhitung.
Para bhiksu dan bhiksuni yang jumlahnya bagaikan pasir disungai Gangga mencurahkan diri dengan 2 kali lipat ketekunan. Bodhisatva Varaprabha menjunjungi seluruh kekayaan Dharma, secara meluas menceramahkan Sutra Teratai ini selama 80 kalpa kecil. Ke 8 putera yang dibina dan dibimbing oleh Varaprabha, semuanya bertekad akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Di kemudian hari, mereka kelak menjumpai para Buddha yang tak terhitung jumlahnya, memuliakan dan mengagungkanNya semua, serta menjalankan Dharma Kendaran Besar. Satu per satu kelak menjadi Buddha. Secara bergiliran mereka akan meramalkan penerusnya. Yang terakhir (ke 8) mencapai KeBuddhaan adalah Sang Maha Dewa dengan julukan Buddha Dipamkara. Guru bagi para dewata, Ia menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan. Pada saat itu Guru Dharma Varaprabha mempunyai seorang siswa pelalai yang tamak akan kemasyhuran dan keuntungan. Ia tiada henti‐hentinya mencari nama dan keuntungan, berkunjung dan bergaulan dengan tokoh‐tokoh bernama, mengabaikan semua yang telah dipelajarinya. Tidak satu Sutra pun yang dikuasai dan dihafalnya. Oleh karenanya, ia dijuluki Yasaskama (Pencari Nama). Namun demikian, ia senantiasa menanam akar‐akar kebajikan. sehingga ia menjumpai para Buddha yang tak terhitung jumlahnya. Ia memuliakanNya semua, melaksanakan Jalan Kendaraan Besar, serta menyempurnakan ke 6 paramita. (1.Dana 2.Sila 3.Tabah 4.Tekun 5.Samadhi 6.Prajna) Kini ia telah menemui Sang Simba, Sakyamuni dan kelak menjadi Buddha berikutnya. Di masa mendatang, Ia akan menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan. (Sementara ini, Maitreya berkediaman di Surga Tusita bagian dalam. Surga tingkat 4) Sesudah kemokshaan Buddha Candrasuryapradipa, si pelalai itu adalah engkau (Maitreya) sendiri.
Guru Dharma Varaprabha adalah saya (Manjushri) sendiri. Pada dahulu silam, saya menyaksikan Buddha Candrasuryapradipa memancarkan sinar cahaya yang sedemikian rupa. Maka ketahuilah bahwa kini Sang Buddha berkehendak untuk menceramahkan Sutra Teratai. Sinar gaib ini serupa dengan yang terdahulu itu. Demikianlah cara bijaksana Sang Tathagata. Sang Buddha memancarkan sinar cahaya ini, demi menampakkan makna sesungguhnya. Kini seluruh umat manusia akan mendengarnya. (Umat pada masa itu, sekarang dan mendatang) Marilah kita mengatupkan ke 2 tangan dan dengan hati takzim menanti penjelasannya. Sang Buddha berhasrat menghujankan hujan Dharma demi memuaskan semua yang menghendaki Jalan. (Jalan Sravaka, Prayekabuddha dan Buddha) Bagi mereka yang terjerumus ke dalam jaring keraguan, Sang Buddha akan mengakhirinya, sehingga tiada lagi (keraguan) yang tersisa.
Bab 02 Jalan Bijaksana Pada saat itu Sang Buddha dengan tenteram bangkit dari samadhinya dan menyapa Sariputra, seraya berkata: “Kebijaksanaan para Buddha Tathagata dalam tak terhingga. Pintu kebijaksanaan ini sulit dipahami dan diselami. Tiada Sravaka maupun Pratyekabuddha yang dapat memahaminya. Karena betapapun juga Sang Buddha telah melayani dan mengabdi pada ratusan ribu koti para Buddha yang tak terjumlah. Dibawah naungan para Buddha tersebut, Ia senantiasa melaksanakan Dharma yang tiada hitungan. Ia telah mencurahkan diri dengan berani dan penuh semangat sehingga kemasyhuranNya tersebar luas. Ia telah berhasil mencapai Dharma mendalam dan menceramahkannya sesuai dengan apa yang tepat. Namun demikian makna sesungguhnya sulit dipahami. “Wahai Sariputra! Semenjak menjadi Buddha, Aku dengan berbagai sebab musabab dan perumpamaan menceramahkan Dharma dan dengan cara‐cara bijaksana yang tiada hitungan membimbing para mahluk, menyebabkannya terbebas dari segala belenggu. Karena betapapun juga Sang Tathagata telah menyempurnakan paramita kebijaksanaan yang tak terbatasi dan tak terhalangi. Kekuatannya tiada kenal gentar (tiada lagi ke‐akuan). Meditasi, kebebasan serta samadhinya tak terbatasi. Ia telah mencapai Dharma yang belum dicapai sebelumnya. “Wahai Sariputra! Singkat kata, Dharma yang tidak diketahui sebelumnya, yang tak terhitung dan yang tak terhingga, telah Ku capai seluruhnya. “Wahai Sariputra! Kita berhenti disini saja. Tiada perlu lagi melanjutkannya. Karena betapapun juga Dharma yang telah Ku capai ini bermakna dalam dan sulit dipahami. Hanya Buddha dan Buddha sajalah yang dapat memahami Dharma Anuttara‐Samyak‐Sambodhi ini, yaitu Dharma yang memiliki sedemikian rupa, sifat, badan, kekuatan, pengaruh, sebab, kondisi, akibat dan buah karma. Demikianlah dari awal sampai akhir.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Pahlawan Dunia, Yang Tak Tertandingi. Diantara para dewata, manusia dan segenap mahluk, tiada yang dapat memahami kebijaksanaan Sang Buddha. Daya kekuatan Sang Buddha tiada kenal gentar. Kebebasan, samadhi maupun Dharma yang telah dicapaiNya tiada yang dapat menulusuri. Dibawah naungan para Buddha yang tak terjumlah, Ia telah menyempurnakan Dharma mendalam, yang sulit dipahami maupun dicapai. Selama berkoti‐koti kalpa yang tak terhitung lamanya, Ia telah melaksanakan berbagai macam Jalan KeBodhisatvaan. Kemudian pada Teras KeBodhian, Ia meraih keberhasilan. Aku telah sepenuhnya menyadari segala akibat serta buah karma yang sedemikian besarnya! Dharma yang memiliki sedemikian rupa, sifat dan sebagainya,
hanya Aku dan para Buddha di 10 penjuru alam semesta yang dapat memahaminya dengan sempurna. Dharma ini tiada dapat dituturkan, sebab tiada percakapan untuk mengutarakannya. Diantara segenap mahluk, tiada yang dapat memahaminya, terkecuali para Bodhisatva yang teguh keyakinannya. Siswa‐siswa Sravaka yang telah memuliakan para Buddha, yang tiada cela dan yang telah dalam inkarnasi terakhirnya; Orang‐orang demikian pun tiada sanggup memahaminya. Seandainya dunia penuh dengan Sravaka semacam Sariputra, (Sariputra ialah siswa Sang Buddha yang terkemuka) berpadu dalam pikiran, tidak juga mereka dapat menelusurinya. Seandainya 10 penjuru alam semesta penuh dengan Sravaka semacam Sariputra dan siswa‐siswa Sravaka lainnya, berpadu dalam pikiran, tidak juga mereka dapat menelusurinya. Bahkan Pratyekabuddha dengan kebijaksanaannya yang tiada cela, yang telah dalam inkarnasi terakhirnya memenuhi 10 penjuru alam semesta bagaikan hutan bamboo yang padat, berpadu dalam pikiran selama berkoti‐koti kalpa, tidak juga mereka dapat menelusurinya. Bodhisatva yang baru saja berbodhicita, yang telah memuliakan sejumlah banyak Buddha, yang telah meresapi makna dari berbagai macam Dharma, yang pandai dan fasih menceramahkannya; Bodhisatva‐Bodhisatva semacam ini pun yang banyaknya bagaikan padi dan jerami, bamboo dan ilalang, memenuhi 10 penjuru alam semesta, berpadu dalam pikiran, dengan kebijaksanaannya yang menakjubkan, selama banyak kalpa bagaikan pasir di sungai Gangga, tidak juga mereka dapat menelusurinya. Bahkan Bodhisatva Avivartika (Bodhisatva pantang mundur) sejumlah pasir di sungai Gangga, berpadu dalam pikiran, tidak juga mereka dapat menelusurinya. Kemudian Sang Buddha berkata lagi kepada Sariputra: ‘Dharma yang tiada cela ini, yang demikian dalam dan menakjubkan, telah Ku capai sepenuhnya. Hanya Aku dan para Buddha di 10 penjuru alam semesta yang dapat memahami Dharma Kesunyataan ini. (Dharma Anuttara‐Samyak‐Sambodhi) Wahai Sang Sariputra! Ketahuilah bahwa
ucapan para Buddha tiada kelirunya maupun berbeda. Yakinilah dengan sepenuh hati akan uraian Sang Tathagata. Setelah sekian lama menceramahkan Dharma, kini Sang Buddha berkehendak untuk menyatakan yang sesungguhnya. Dharma sebelumnya, Ku ceramahkan demi mereka yang menghendaki Kendaraan Sravaka ataupun Pratyekabuddha, menyebabkannya terbebas dari lautan samsara. Buddha dengan kebijaksanaanNya yang sempurna, mempertunjukkan ke 3 macam Kendaraan, yaitu Kendaraan Sravaka, Pratyekabuddha dan Buddha, membebaskan segenap mahluk dari segala belenggu. Kemudian seluruh anggota pesamuan agung itu merenungkan: ‘Mengapakah Sang Buddha tiada henti‐hentinya memuji kebijaksanaan Buddha dan menyatakan bahwa Dharma yang telah dicapaiNya dalam dan sulit dipahami sehingga tiada Sravaka maupun Pratyekabuddha yang dapat memahaminya. Bilamana Sang Buddha menyatakan bahwa hanya ada Satu pembebasan tunggal, maka kami pun dapat mencapai Nirvana. Akan tetapi kini kami tidak mengerti apa yang dimaksud Sang Buddha.’ Pada saat itu Sariputra yang menyadari adanya keraguan dalam batin ke 4 kelompok (1.Bhiksu 2.Bhiksuni 3.Upasaka 4.Upasika) dan karena dirinya belum pula memahaminya, maka bertanyalah Ia kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Mengapakah Beliau terus memuji‐muji kebijaksanaan para Buddha yang begitu dalam, halus dan sulit dipahami? Semenjak dahulu kala, kami tiada pernah mendengarkan ceramah semacam ini dari Sang Buddha. Kini ke 4 kelompok, semuanya terjerumus dalam jaring keraguan. Oleh karenanya, sudilah kiranya Beliau untuk menjelaskannya. Mengapakah Yang Maha Agung terus memuji‐muji kebijaksanaan Buddha yang begitu dalam, halus, menakjubkan dan sulit dipahami?” Kemudian Shariputra berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah ia dengan syair: Duhai Mentari Kebijaksanaan, Yang Maha Suci dan Termulia! Akhirnya juga Beliau berkehendak membentangkan Dharma ini. Sang Buddha telah menyatakan bahwa Beliau telah memperoleh kekuatan, keberanian, samadhi, kedamaian, kebebasan, serta Dharma yang sulit dipahami. Bahwa Dharma yang telah dicapaiNya di Teras kebodhian, tiada yang dapat menanyakannya! Tanpa ditanyakan, Sang Buddha sendiri bersabda dan memuji Jalan yang telah Beliau tempuh, serta kebijaksanaanNya yang mendalam dan halus itu. Para Arahat yang tak tercela, serta mereka yang menghendaki Jalan Nirvana,
kini telah terjerumus kedalam jaring kebimbangan. Mengapa Sang Buddha bersabda demikian? Sedang mereka yang menghendaki Jalan Pratyekabuddha maupun para bhiksu dan bhiksuni, para dewata, naga dan mahluk halus, para gandarva dan sebagainya, saling memandang dalam kebimbangan menanti penjelasanMu. Apakah kiranya makna dari semua ini? Sudilah kiranya Sang Buddha untuk menjelaskannya. Beliau telah menyatakan bahwa aku (Sariputra) adalah ketua dari siswa‐siswa Sravaka. Namun kini Aku dengan kebijaksanaanku sendiri tiada mampu memahaminya. Apakah aku telah mencapai yang mutlak, atau apakah aku masih di perjalanan? Putera‐putera Buddha yang terlahir dari mulutNya (ajaranNya) dengan tangan terkatub dan penuh harapan menanti penjelasanMu. Sudilah kiranya Sang Buddha dengan suara BrahmaNya membentangkan dan menjelaskan mengenai peristiwa ini. Para dewata, naga, mahluk halus dan sebagainya sejumlah pasir di sungai Gangga (sungai panjang di India); 80,000 Bodhisatva yang menghendaki Jalan Buddha, (Para Bodhisatva agung yang telah tiba, bab 01) serta raja‐raja Cakravartin yang berdatangan dari puluhan ribu koti dunia. (Istana‐istana mereka terbang dengan kelajuan kilat) Semuanya berkehendak untuk mendegarkan Jalan Sempurna. Pada saat itu Sang Buddha menjawab Sang Sariputra: “Cukuplah, cukuplah! Tiada perlu lagi melanjutkannya. Jika Ku bentangkan hal ini, maka seluruh alam semesta para dewata dan asura akan menjadi bimbang dan ragu.” Sariputra bermohon lagi kepada Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Berkenanlah kiranya Beliau untuk membentangkannya! Sudilah kiranya Beliau untuk memakluminya! Karena betapapun juga didalam pesamuan agung ini, telah hadir ratusan ribu laksa koti asamkhyeya para mahluk yang tak terjumlah dan yang telah menjumpai para Buddha. Mahluk‐mahluk demikian memiliki kebijaksanaan dan indera tajam. Mereka akan meyakini uraian Sang Buddha dengan takzim.” Kemudian Sang Sariputra berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah ia dengan syair: Duhai, Raja Dharma Yang Tak Tertandingi! Sudilah kiranya Beliau untuk membentangkannya tanpa keraguan. Didalam pesamuan agung ini terdapat mereka
yang dapat meyakininya dengan takzim. Lalu, Sang Buddha menghentikan Sariputra: “Jika Ku bentangkan hal ini, maka seluruh alam semesta para dewata dan asura akan menjadi bimbang dan ragu. Para bhiksu yang angkuh akan terjerumus ke api neraka (bilamana mereka menfitnah Sutra ini, bab 03).” Kemudian Sang Buddha mengulanginya dengan syair: Cukuplah! Cukuplah! Tidak perlu lagi Ku teruskan. Dharma yang telah Ku capai ini dalam dan sulit dipahami. Sedang mereka yang berhati angkuh tidak akan menerimanya dengan takzim. Kemudian Sang Sariputra bermohon lagi kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Berkenanlah kiranya Beliau untuk menjelaskannya! Sudilah kiranya Beliau untuk memakluminya! Didalam pesamuan agung ini terdapat ratusan ribu laksa koti para mahluk yang sebanding tingkat denganku. Dikehidupan demi kehidupan, mereka telah dibina dan dibimbing oleh Sang Buddha. Oleh karenanya, mereka akan meyakininya dengan takzim dan sepanjang malam akan memperoleh ketenteraman dan banyak manfaat.” Kemudian Sariputra berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah ia dengan syair: Yang Maha Agung, Yang Tiada Tara! Sudilah kiranya Beliau untuk menjelaskannya. Hamba sebagai putera senior Sang Buddha, bermohon kepada Beliau untuk menjelaskannya. Didalam pesamuan agung ini terdapat banyak umat tak terhitung jumlahnya yang akan menerimanya dengan takzim. Karena betapapun juga, mereka telah dibina oleh Beliau dikelahiran demi kelahiran. Semuanya mengatupkan tangan dan dengan sepenuh hati menanti penjelasanMu. Berkenanlah kiranya Beliau untuk membentangkannya kepadaku dan kepada 1,200 pengikut Sravaka ini, serta mereka yang menghendaki Kendaraan Buddha. Sesudah mendengarnya, mereka akan bersuka cita. Kemudian Sang Buddha menjawab Sang Sariputra, seraya berkata: “Karena engkau dengan tulus telah mengulangi permohonanmu sebanyak 3 kali, maka bagaimana mungkin Aku menolakmu. Sekarang dengarkanlah baik‐baik! Renungkan dan ingatilah! Kini akan Ku bentangkan.” (Dengan demikian Sang Buddha menyaring siswa‐siswa yang berkebajikan dari yang tidak)
Ketika Sang Buddha bersabda demikian, didalam pesamuan agung itu terdapat 5,000 bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang bangkit dari duduknya. Kemudian mereka bersujud kepada Sang Buddha dan mengundurkan diri. Karena betapapun juga mereka ternodai oleh akar buruk yang mendalam dan keangkuhan yang amat, sehingga mereka menganggap dirinya telah mencapai apa yang belum dicapainya. Oleh karenanya, mereka tidak bertetap disitu. Namun Sang Buddha pun tidak menghentikannya. Kemudian Sang Buddha menyapa Sariputra, seraya berkata: “Kini pesamuan ini telah bersih dari ranting dan dedaunan, terkecuali mereka yang murni dan sejati. Keberangkatan mereka merupakan suatu hal yang baik. Sekarang dengarkanlah dengan cermat. Akan Ku maklumi kepada kalian.” Sariputra menjawab, seraya berkata: “Biarlah begitu, Yang Maha Agung! Kami berhasrat mendengarkannya.” Sang Buddha menyapa Sariputra, seraya berkata: “Dharma menakjubkan semacam ini diceramahkan oleh para Buddha Tathagata hanya pada kesempatan yang langka, seperti halnya bunga Udumbara (bunga ini hanya mekar sekali dalam 3,000 tahun). Wahai Sang Sariputra dan para hadirin sekalian! Ketahuilah bahwa ajaran Buddha tiada beda maupun kelirunya. “Wahai Sang Sariputra! Para Buddha menceramahkan Dharma sesuai dengan apa yang tepat, namun makna sesungguhnya sulit dipahami. Oleh karenanya, Aku pun dengan berbagai macam cara bijaksana, sebab musabab dan perumpamaan menceramahkan Dharma. Namun Dharma yang telah Ku capai ini tidak mungkin dapat dianalisakan. Hanya Buddha dan Buddha saja yang dapat memahaminya. Karena betapapun juga munculnya para Buddha di dunia hanya demi satu tujuan tunggal saja. Wahai Sariputra, mengapa Ku katakan demikian? “Para Buddha berkehendak agar segenap mahluk mencapai kesucian dan kebijaksanaan Buddha. Oleh karenanya, mereka muncul di dunia. Karena berkehendak mempertunjukkan kepada segenap mahluk akan kebijaksanaan Buddha, maka mereka muncul di dunia. Karena berkehendak memaklumi kepada segenap mahluk akan kebijaksanaan Sang Tathagata, maka mereka muncul di dunia. Karena berkehendak membimbing segenap mahluk memasuki kebijaksanaan Buddha, maka mereka muncul di dunia. Hanya demi satu tujuan tunggal ini saja mereka muncul di dunia.” Kemudian Sang Buddha menyapa Sariputra lagi, seraya berkata: “Para Buddha hanya membina Bodhisatva saja (Sravaka dan Pratyekabuddha juga adalah Bodhisatva. Hanya saja belum disadarinya. Bab 03). Apapun yang dilakukan (para Buddha) hanya demi satu tujuan tunggal ini saja, yaitu demi mempertunjukkan kebijaksanaan Sang Buddha kepada segenap mahluk. “Wahai Sang Sariputra! Tathagata hanya dengan Satu Kendaraan Buddha membina para mahluk. Tiada kendaraan ke 2 maupun ke 3. Wahai Sariputra! Begitu pula dengan para Buddha di 10 penjuru alam semesta. “Wahai Sang Sariputra! Para Buddha terdahulu, dengan cara bijaksana yang tiada hitungan, dan dengan berbagai macam sebab musabab dan perumpamaan menceramahkan Dharma kepada para mahluk. Semua ajaran tersebut hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha saja, yaitu agar segenap mahluk mencapai kebijaksanaan sempurna. “Wahai Sang Sariputra! Para Buddha mendatang, juga dengan cara bijaksana yang tiada hitungan, dan dengan berbagai macam sebab musabab dan perumpamaan menceramahkan Dharma kepada para mahluk. Semua ajaran tersebut hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha saja, yaitu agar segenap mahluk mencapai kebijasanaan sempurna.
“Wahai Sang Sariputra! Para Buddha di 10 penjuru alam semesta, di ratusan ribu laksa koti alam Buddha yang tiada hitungan, memberi manfaat yang melimpah ruah kepada para mahluk. Para Buddha tersebut juga dengan cara bijaksana yang tiada hitungan, dan dengan berbagai macam sebab musabab dan perumpamaan menceramahkan Dharma kepada para mahluk. Semua yang diceramahkan hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha saja, yaitu agar segenap mahluk mencapai kebijasanaan sempurna. “Wahai Sang Sariputra! Para Buddha hanya membina Bodhisatva saja. Mereka berkehendak mempertunjukkan kepada segenap mahluk akan kebijaksanaan Buddha. Mereka berkehendak menyadarkan segenap mahluk akan kebijaksanaan Buddha. Mereka berkehendak membimbing segenap mahluk memasuki kebijaksanaan Buddha. “Wahai Sang Sariputra! Demikian pula denganKu. Karena mengamati kemelekatan para mahluk yang beraneka ragam, maka sesuai dengan sifat dan kemampuan mereka masing‐masing, Aku dengan berbagai cara bijaksana yang tiada hitungan, dan dengan berbagai macam sebab musabab dan perumpamaan menceramahkan Dharma, sehingga mereka dapat mencapai kebijaksanaan Buddha. “Wahai Sang Sariputra! Di 10 penjuru alam semesta tiada kendaraan ke 2 maupun ke 3. Wahai Sang Sariputra! Para Buddha muncul di dunia 5 kekotoran ini, yaitu kekotoran kalpa (usia pendek), kekotoran batin (kerisauan), kekotoran mahluk (kejahatan), kekotoran pandangan (sesat) serta kekotoran hidup (penyakit). “Wahai Sang Sariputra! Didalam masa kekotoran kalpa, batin umat manusia ternodai, serakah dan penuh iri hati sehingga mereka terjerumus dalam tindakan angkara. Oleh karenanya, para Buddha dengan cara bijaksana membentangkan Satu Kendaraan Buddha menjadi tiga. “Wahai Sang Sariputra! Bilamana siswaKu mengaku dirinya sebagai Arahat ataupun Pratyekabuddha, akan tetapi tidak menyadari bahwa para Buddha hanya membina Bodhisatva saja, maka mereka sesungguhnya bukannlah siswaKu, bukanlah Arahat maupun Pratyekabuddha. “Wahai Sang Sariputra! Bilamana bhiksu maupun bhiksuni mengaku dirinya sebagai Arahat, bahwa mereka telah menjelajahi inkarnasi terakhirnya, bahwa mereka telah mencapai Nirvana mutlak, dan tidak lagi mencurahkan diri untuk mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, maka ketahuilah bahwa mereka adalah orang‐orang angkuh. Karena betapapun juga jika bhiksu sesungguhnya telah mencapai tingkat Arahat, maka tidak mungkin mereka tidak mempercayai Dharma ini. Terkecuali sesudah kemokshaan Buddha, tanpa adanya Buddha didunia. Oleh karenanya, sesudah kemokshaan Sang Buddha, alangkah langkanya bagi mereka yang dapat menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan serta memahami Sutra semacam ini. Bilamana seseorang menjumpai Buddha lainnya, barulah ia dapat memahami Sutra ini. “Wahai Sang Sariputra dan para hadirin sekalian! Yakinilah dengan sepenuh hatimu akan uraian‐ uraian Sang Buddha. Terima dan junjungilah ajaran‐ajaran Buddha. Karena betapapun juga ucapan para Buddha Tathagata tiada kelirunya. Sesungguhnya, tiada kendaraan lainya. Hanya Satu Kendaraan Buddha saja.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Para bhiksu dan bhiksuni yang angkuh, upasaka dan upasika yang tak berkeyakinan; Ke 4 golongan seperti ini sejumlah 5,000.
Mereka tidak menyadari kekurangannya akan paramita Sila, dalam‐dalam terpancang pada pandangan keliru. Mereka yang berkebijaksanaan dangkal telah pergi, berkat daya kekuatan gaib agung Sang Buddha. (agar mereka tidak menfitnah Sutra ini) Orang‐orang tersebut berkebajikan sekelumit, sehingga tiada dapat menerima Dharma ini. Pesamuan ini telah bersih dari ranting dan dedaunan, terkecuali mereka yang murni dan sejati. Wahai Sang Sariputra! Dengarkanlah baik‐baik. Para Buddha menceramahkan Dharma kepada segenap mahluk dengan berbagai macam cara bijaksana yang tiada hitungan. Lubuk hati mereka, Jalan yang ditempuh mereka, keinginan serta sifat mereka yang beraneka ragam, karma yang telah mereka perbuat dikehidupan lampau, yang baik maupun yang buruk; Sang Buddha mengetahuinya dengan sempurna. Oleh karenanya, Beliau dengan berbagai macam istilah, sebab musabab dan cara bijaksana membuat segenap mahluk bersuka cita. Terkadang Beliau menceramahkan Dharma, terkadang Beliau menceritakan kisah tentang siswa‐siswaNya pada kehidupan lampau ataupun tentang dirinya sendiri, Terkadang Beliau mengisahkan tentang hal‐hal yang belum pernah didengar sebelumnya. Beliau juga mengajar dengan berbagai macam sebab musabab, perumpamaan dan upadesa (syair). Bagi mereka yang menyenangi Kendaraan kecil, yang dalam‐dalam terjerat pada roda samsara; Dihadapan para Buddha yang tak terjumlah, tidak melaksanakan Jalan Sempurna yang ditunjuk. Tertimpa oleh berbagai macam masalah. Bagi orang‐orang demikian, Ku tunjukkan Jalan Nirvana. Dengan cara‐cara bijaksana demikian, Ku bimbing mereka memasuki Jalan Buddha. Namun belum pernah Ku katakan bahwa kalian akan memcapai Jalan keBuddhaan. Sebab waktunya belum tiba. Namun kini tepat waktunya untuk menceramahkan Dharma Kendaraan Besar ini.
Ke 9 bagian Sutra yang Ku ajarkan sebelumnya hanyalah cara‐cara bijaksana demi membimbing kalian memasuki Dharma Kendaraan Besar ini. Bilamana siswa‐siswa Buddha berhati suci, berlemah lembut dan cerdas; Dihadapan para Buddha yang tak terjumlah telah melaksanakan Jalan Sempurna; Bagi putera‐putera Buddha demikian, Ku ceramahkan Sutra Kendaraan Besar ini. Karena ingat akan Sang Buddha dan tekun mentaati Sila. maka Aku ramalkan bahwa orang‐orang demikian kelak mencapai KeBuddhaan. Mendengar ramalan demikian, hati mereka diliputi dengan rasa suka cita yang amat. Sang Buddha mengetahui lubuk hati serta prilaku mereka, oleh karenanya Beliau menceramahkan Dharma Kendaraan Besar kepadanya. Ketika para Sravaka dan Bodhisatva mendegar Dharma yang Ku ceramahkan ini, meski hanya sesyair, semuanya kelak mencapai KeBuddhaan. Seluruh Buddhaloka di 10 penjuru alam semesta hanya mempunyai Satu kendaraan Buddha saja, tiada ke 2 maupun ke 3, terkecuali Jalan Bijaksana yang diterapkan oleh Sang Buddha, dengan nama‐nama sementara dan berbagai macam istilah membimbing para mahluk memasuki kebijaksanaan Buddha. Munculnya para Buddha di dunia hanyalah demi Satu Tujuan saja, Kendaraan ke 2 dan ke 3 bukanlah yang sesungguhnya. Buddha tiada pernah membina para mahluk dengan tujuan Kendaraan Kecil. Buddha sendiri telah meraih keberhasilan melalui Kendaraan Besar, maka dengan Kendaraan (Besar) ini beserta samadhi, kebijaksanaan dan kekuatan, Ku bimbing segenap mahluk. Aku sendiri memberi kesaksian akan Jalan Sempurna, Dharma Kendaraan Besar dengan mana segala perwujudan ialah sama rata (sunyata). Jika Aku membina meski seseorang dengan tujuan Kendaraan Kecil maka Aku akan terlibat dalam kekikiran dan keserakahan. Namun hal demikian tidak mungkin terjadi. Jika seseorang yakin pada Buddha, maka Beliau tidak akan menipunya. Karena betatapun juga, Beliau tiada lagi keserahkaan maupun iri hati. Ia telah mengakhiri segala kekeliruan. Hatinya tiadak kenal gentar.
Begitu pula dengan para Buddha di 10 penjuru alam semesta. RagaKu yang berhiaskan tanda‐tanda khusus gemerlapan menerangi seluruh dunia (secara batin). Akulah yang dimuliakan oleh para mahluk dan demi mereka, Ku ceramahkan kesunyataan akan segala perwujudan. Wahai Sang Sariputra! Ketahuilah bahwa pada awalnya, Aku berikrar membuat segenap mahluk mencapai apa yang telah Ku capai, tanpa perbedaan. Dan kini ikrarKu ini telah terpenuhi; Mereka telah Ku bimbing masuk ke Jalan Buddha. Bilamana mereka yang berkebijaksanaan dangkal mendengarkan tentang Jalan Buddha, maka mereka akan menjadi heran dan dalam kebimbangannya akan menolak Dharma ini. Aku ketahui bahwa mahluk‐mahluk demikian tiada pernah menanam akar kebajikan, dan dalam‐dalam terjerat oleh ke 5 ketamakan. (Ketamakan 5 organ 1.Mata 2.Telinga 3.Hidung 4.Lidah 5.Tubuh) Kebodohan dan kebelengguan mereka mengakibatkan kesengsaraan sendiri. Adapun mereka yang terjerumus ke 3 alam sengsara. (1.Neraka 2.Setan lapar 3.Hewan) Terus menerus mereka tumimbal lahir di 6 alam samsara, (Alam 1.Dewata 2.Manusia 3.Asura 4.Hewan 5.Setan lapar 6.Neraka) tertimpa oleh segala macam penderitaan. Terlahir sebagai bayi didalam rahim, mereka kemudian tumbuh menjadi tua di kelahiran demi kelahiran. Karena berkebajikan sekelumit, maka tiada henti‐hentinya mereka tertindas oleh berbagai macam derita. Berpedoman pada ke 62 pandangan keliru, ‘ada’ ataupun ‘tiada’. (Buddha tidak lagi termelekat pada pandangan ‘ada’ maupun ‘tiada’) Memegangnya dengan erat tanpa melepaskannya. Penuh keangkuhan, serong dan tak jujur, selama ribuan koti kalpa, mereka tak (berkesempatan) mendengar nama Buddha maupun Dharma Sejati; Orang‐orang demikian sulit diselamatkan. Wahai Sang Sariputra! Oleh karenanya, Aku menerapkan cara bijaksana, menceramahkan ke 4 Kesunyataan Mulia dan mempertunjukkan Nirvana (sementara). Meski Ku ajarkan Nirvana, akan tetapi itu bukanlah Nirvana mutlak. Dengan tekun menjalankannya, putera‐putera Buddha ini lambat laun kelak mencapai KeBuddhaan.
Aku dengan cara bijaksana mempertunjukkan 3 Kendaraan. Namun para Buddha sesungguhnya hanya menceramahkan Satu Kendaraan Buddha saja. Para haridin sekalian, janganlah ragu! Ucapan para Buddha tiada keliru maupun bedanya. Hanya Satu kendaraan Buddha saja, tiada yang ke 2. Pada dahulu silam, berkalpa‐kalpa yang tak terhitung lamanya, beratus ribu laksa koti aneka ragam para Buddha yang telah moksha dan yang tak terjumlah; Buddha‐Buddha tersebut juga dengan berbagai macam perumpamaan, serta cara‐cara bijaksana yang tiada hitungan, menceramahkan Dharma Kesunyataan Kendaraan Besar ini. Semuanya menceramahkan Satu Kendaraan Buddha, demi membimbing para mahluk memasuki Jalan Buddha. Mengamati lubuk hati segenap mahluk, para Buddha dengan berbagai cara bijaksana memaklumi makna Sutra terkemuka ini. Bilamana terdapat para mahluk yang telah menjumpai para Buddha, telah mendengarkan Dharma serta melaksanakan ke 6 Paramita; (1.Dana 2.Sila 3.Tabah 4.Tekun 5.Samadhi 6.Kebijaksanaan) Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan. Sesudah kemokshaan para Buddha, orang‐orang yang berlemah lembut dan penuh kasih sayang; Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan. Sesudah kemokshaan para Buddha, mereka yang memuliakan relik‐relikNya, mendirikan beribu‐ribu koti ragam stupa, dari emas, perak dan kristal, batu bulan dan lapis lazuli, dihias indah dan meriah; Mereka yang mendirikan candi‐candi dari batu, kayu cendana dan kayu gaharu, kayu elang dan dari kayu‐kayu lainnya, dari bata, genteng dan tanah liat; Mereka yang dalam hutan belantara menumpukkan tanah menjadi candi‐candi Buddha; bahkan anak‐anak dalam permainannya, mengumpulkan pasir membentuk stupa Buddha; Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhan. Bilamana orang‐orang memuliakan para Buddha, dengan membuat patung‐patungNya, mengukir dan menghiasnya dengan tanda‐tanda kemuliaan Buddha.
Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan. Mereka yang membuat patung‐patung Buddha dari 7 benda berharga, dari kuningan, tembaga merah, dan tembaga putih, dari campuran timah hitam dan putih, dari kayu, besi dan tanah liat; Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan. Mereka yang dengan berbagai macam wewangian, mengoles patung‐patung Buddha; Mereka yang dengan berbagai macam hiasan, memperindah patung‐patung Buddha. Mereka yang melukis gambaran‐gambaran Buddha dengan ratusan tanda kemuliaanNya; Baik melukisnya sendiri maupun membuat orang lain melukisnya; Semuanya telah mencapai Jalan KeBudhaan. Bahkan anak‐anak yang sedang bermainan, baik dengan rerumputan, kayu, alat tulis maupun dengan kuku jarinya menggambar lukisan Buddha; Orang‐orang demikian sedikit demi sedikit menanam akar‐akar kebajikan dan menyempurnakan jiwa kewelas asihan. Semuanya telah mencapai Jalan KeBudhaan. Melalui pembinaan para Bodhisatva, para Buddha menyelamatkan segenap mahluk. Bilamana terdapat mereka yang memuliakan lukisan Buddha, stupa dan candi, dengan bebungaan, dedupaan, bendera dan paying; Bilamana mereka membuat orang lain memainkan alunan musik, manabur genderang, meniup terompet, seruling dan pluit, memainkan kecapi, dan harpa, gitar, gong dan canang; Yang semuanya dimaksud sebagai pujaan atapun dengan hati gembira menyanyikan lagu seraya memuja jasa‐jasa para Buddha, meski dengan suara lemah lembut; Semuanya telah mencapai Jalan KeBudhaan. Bahkan seseorang yang dengan pikiran risau, mempersembahkan meski hanya sekuntum bunga kepada rupa Buddha, maka ia tahap demi tahap akan menjumpai para Buddha yang tak terjumlah. Bilamana mereka bersujud ataupun memberi penghormatan dengan mengatupkan ke 2 tangan, mengangkat 1 tangannya ataupun menundukkan kepalanya; Dengan demikian memuliakan bentuk rupa Buddha, maka ia tahap demi tahap akan menjumpai para Buddha yang tiada hitungan.
Semuanya kelak mencapai Jalan KeBuddhaan dan menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan. Pada akhirnya ia akan memasuki Nirvana mutlak bagaikan api yang padam ketika kayunya habis terbakar (Kayu bakar ialah para mahluk yang berjodoh denganNya, yang hendak diselamatkannya) Jika seseorang memasuki sebuah stupa maupun candi, dan meski dengan pikiran risau menyebutkan, ‘Namo Buddhaya!’ Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan. Dimasa para Buddha terdahulu baik yang masih hidup maupun yang telah moksha – Bilamana terdapat mereka yang mendengarkan Dharma ini; Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan. Buddha‐Buddha mendatang yang tiada hitungan, mereka pun akan menceramahkan Dharma dengan berbagai macam cara bijaksana. Para Buddha dengan cara bijaksana yang tiada hitungan, menyelamatkan dan membimbing para mahluk, memasuki kebijaksanaan Buddha. Mereka yang mendengarkan Dharma – Tidak satupun yang gagal mencapai KeBuddhaan. Para Buddha berkehendak agar segenap mahluk mencapai tingkat KeBuddhaan yang telah mereka capai. Buddha‐Buddha mendatang meski menceramahkan beraneka ragam pintu Dharma yang tiada hitungan, sesungguhnya hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha. Para Buddha, Yang Termulia, telah menyadari sepenuhnya bahwa segala perwujudan tiada sifat yang berketetapan, dan bibit KeBuddhaan tumbuh dari suatu sebab. Oleh karenanya mereka menceramahkan Satu Kendaraan Buddha. Akan tetapi segala perwujudan tidak melainkan Kesunyataan abadi; Para Buddha telah memahami sepenuhnya di Teras KeBodhian, dan menceramahkannya dengan berbagai macam cara bijaksana. Buddha‐Buddha di 10 penjuru alam semesta yang pada saat ini dimuliakan oleh para dewata dan manusia yang jumlahnya bagaikan pasir di sungai Gangga, juga dengan cara demikian menceramahkan Dharma. Karena menyadari akan kedalaman Dharma Kesunyataan Utama, yang tiada mungkin dapat diutarakan dalam percakapan, maka para Buddha menerapkan cara bijaksana dan mempertunjukkan berbagai Jalan yang semuanya berakhir pada Satu Kendaraan Buddha. Para Buddha dengan sempurna mengetahui
prilaku para mahluk serta lubuk hati mereka masing‐masing, karma yang telah diperbuat mereka pada kehidupan lampau, kemelekatan, sifat, semangat maupun kemampuan mereka yang beraneka ragam, maka para Buddha dengan berbagai macam sebab musabab, istilah dan cara‐cara bijaksana, menceramahkan Dharma sesuai dengan apa yang tepat. Demikian pula dengan Ku. Demi membahagiakan segenap mahluk, Aku menerapkan berbagai pintu Dharma dalam mempertunjuk Satu Jalan Buddha. Aku dengan daya kebijaksanaan Ku yang sempurna mengetahui lubuk hati serta keinginan para mahluk dan dengan cara bijaksana menceramahkan Dharma, membuat segenap mahluk bersuka cita. Ketahuilah Sang Sariputra! Aku dengan mata Buddhaku mengamati segenap mahluk di 6 alam samsara, yang miskin (batinnya), tak berkebijaksanaan, terjerumus dalam roda hidup dan mati, tiada henti‐hentinya mengalami penderitaan. Dengan eratnya terjerat pada 5 ketamakan (organ) seperti halnya lembu yang terpikat pada ekornya sendiri. Terjerat oleh keserahkaan dan kemelekatan, seperti halnya orang buta yang tiada dapat melihat. Mereka tak berkehendak memperoleh daya kekuatan Sang Buddha, tak berkehendak pula menempuhi Jalan pengakhiran derita. Dengan eratnya terjerat pada pandangan keliru, mereka bersusah payah dan dengan sia‐sianya mengakhiri penderitaan dengan penderitaan. Mahluk‐mahluk demikian patut dikasihani. Ketika duduk di Teras KeBodhiaan, Aku memandang pohon Bodhi seraya mengitarinya selama 21 hari. Aku merenungkan demikian: ‘Kebijaksanaan yang telah Ku capai ini sungguh dalam dan menakjubkan. Akan tetapi para mahluk yang tak berkebijaksanaan, senantiasa terbutakan oleh ketamakan dan kebodohan. Bagaimakah Aku dapat menyelamatkan mahluk‐mahluk semacam ini? Kemudian para Raja Brahma beserta Sang Sakra, dan ke 4 raja dewata pelindungi dunia,
begitu pula dewa Sang Maharaja Agung, bersama mahluk‐mahluk kesurgaan lainnya, (1.Dewata 2.Naga 3.Yaksha 4.Gandharva 5.Asura 6.Garuda 7.Kimnara 8.Mahoraga) yang masing‐masing disertai ratusan ribu laksa pengikutnya, dengan tangan terkatup dan takzim bermohon kepadaKu: ‘Sudilah kiranya Beliau memutar roda Dharma.’ Segera Aku merenungkan demikian: ‘Bilamana Aku hanya memuji Kendaraan Buddha ini, maka mereka yang terjerat pada keterikatan duniawi tak akan menerima dan mempercayai Dharma ini. Mereka hanya akan mencela dan merusak Dharma, sehingga terjerumus ke 3 alam sengsara. (Alam 1.Neraka 2.Setan Lapar 3.Hewan) Maka sebaiknya Aku tidak menceramahkannya, tetapi segera masuk saja ke Nirvana.’ Seketika itu, Aku teringat pada Buddha‐Buddha terdahulu yang dengan pandainya menerapkan cara‐cara bijaksana. Jalan yang telah Ku capai ini hendaknya Ku ajarkan pula sebagai 3 Kendaran. (Kendaraan 1.Sravaka 2.Pratyekabuddha 3.Buddha) Ketika Aku merenungkan demikian, Buddha‐Buddha di 10 penjuru alam semesta Semuanya menampakkan diri dan dengan suara Brahma memujiKu, seraya berkata: ‘Bagus sekali, Sang Sakyamuni! Guru Pemimpin Utama! Setelah mencapai Dharma Terunggul ini, Engkau mengikuti jejak para Buddha, menceramahkannya dengan cara bijaksana. Kami pun (para Buddha) telah mencapai Dharma Utama yang manakjubkan ini. Namun demi para mahluk yang beraneka ragam sifat, kami membentangkannya sebagai 3 Kendaraan. (Kendaraan 1.Sravaka 2.Prayekabuddha 3.Buddha) Bagi mereka yang menghendaki Kendaraan Kecil, tidak yakin bahwa dirinya mampu mencapai KeBuddhaan, Kami (para Buddha) dengan cara bijaksana mempertunjukkan berbagai buah, yaitu buah Sravaka, buah Prayekabuddha dan buah KeBuddhaan. Meski Kami menceramahkan ke 3 macam Kendaraan, akan tetapi itu hanyalah Jalan Bijaksana yang Kami terapkan dalam mengajar dan membina para Bodhisatva.’ (Sravaka dan Pratyekabuddha juga adalah Bodhisatva, hanya saja belum disadarinya. Bab 04) Ketahuilah, Sang Sariputra!
Ketika Aku mendengar para Buddha, Simba Suci dengan suara BrahmaNya yang dalam menakjubkan, segera Ku sebut, ‘Namo Buddhaya!’ Aku merenungkan pula demikian: ‘Aku telah muncul di dunia angkara yang penuh kekotoran (batin). Dan seperti apa yang telah diterapkan oleh para Buddha, Aku pun harus mengajar sesuai dengan apa yang tepat. Setelah merenungkan demikian, Aku dengan segera berangkat menuju ke Varanasi (suatu kota di India). Kesunyataan akan segala perwujudan tiada dapat diungkapkan, maka Aku dengan cara bijaksana bersabda kepada ke 5 bhiksu: ‘Inilah yang disebut memutar roda Dharma.’ Maka munculah istilah ‘Nirvana’, ‘Arahat’, ‘Sangha’ dan sebagainya. Semenjak banyak kalpa, Aku senantiasa menunjukkan Jalan Nirvana, mengakhiri segala derita lahir dan mati. Senantiasa Aku bersabda demikian. Ketahuilah, Wahai Sang Sariputra! Aku mengamati putera‐putera Buddha yang tiada hitungan bertekad untuk mencari Jalan Buddha, dengan takzim berkunjung ke tempat Buddha, untuk mendengarkan berbagai macam ajaran bijaksana. Segera Ku sadari bahwa alasan mengapa Aku lahir didunia Saha ialah demi mempertunjukkan Kebijaksanaan Buddha itu. Kini tepat waktunya. (Kini tepat masanya) Ketahuilah, Wahai Sariputra! Orang‐orang angkuh yang tak berkebijaksanaan, tiada akan mempercayai Dharma ini. Kini Aku dihadapan para Bodhisatva dengan hati gembira dan tiada gentar, menyampingkan Jalan Bijaksana dan membentangkan yang sesungguhnya! Para Bodhisatva ketika mendengarkan Dharma ini akan terbebas dari segala keraguan. Ke 1,200 Arahat ini pun kelak mencapai KeBuddhaan. Seperti yang telah dilakukan oleh Buddha pada 3 masa, (Buddha terdahulu, sekarang dan mendatang) Aku pun harus menceramahkan Dharma dengan cara yang serupa. Munculnya para Buddha didunia merupakan suatu kelangkaan, dan meskipun Mereka muncul didunia,
sulit pula untuk menceramahkan Dharma ini. (Sebab mereka mengajar sesuai dengan apa yang tepat untuk masa itu) Hingga berkalpa‐kalpa yang tak terhitung lamanya, alangkah sulitnya untuk mendengarkan Dharma ini. Langka pula mereka yang dapat mendengarkan Dharma ini, bagaikan bunga Udumbara (yang mekar hanya sekali dalam 3,000 tahun) yang digemari dan disenangi oleh para dewata dan manusia. Bilamana seseorang mendengar Dharma ini, dan kemudian mengucapkan pujian, meski dengan sepatah kata saja, maka ia telah memuliakan pula Buddha pada 3 masa. (Sebab semua Buddha meraih keberhasilan melalui Sutra ini, bab 10) Orang‐orang demikian (mereka yang memuji Sutra Teratai ini) lebih langka lagi dari munculnya bunga Udumbara. Wahai para hadirin, janganlah ragu! Aku sebagai Raja Dharma kini menyimpulkan bahwa Aku hanya dengan Satu Kendaraan Buddha membina para Bodhisatva. Aku tiada siswa Sravaka. (Sebab siswa Sravaka sesungguhnya juga adalah Bodhisatva, bab 04) Wahai Sariputra, para Sravaka dan Bodhisatva! Ketahuilah bahwa Dharma yang menakjubkan ini ialah kerahasiaan dan inti pokok Dharma para Buddha. Di dunia angkara penuh 5 kekotoran ini, mahluk‐mahluk yang dalam‐dalam terjerat pada ketamakan, tidak akan menempuhi Jalan Buddha. Bilamana orang‐orang angkara mendengar ajaran Buddha tentang Satu Kendaraan, mereka tidak akan mempercayai dan menerimanya, bahkan mencela sehingga terjerumus ke alam sengsara. Bagi mereka yang telah bertobat dan mempunyai penyesalan, berhati ikhlas dan bertekad untuk mencapai Jalan Buddha; Demi mereka bentangkan dan pujilah Kendaraan Buddha ini. Ketahuilah, Wahai Sang Sariputra! Demikianlah para Buddha menceramahkan Dharma; Dengan puluhan ribu koti cara bijaksana, para Buddha mengajar sesuai dengan apa yang tepat. Namun mereka yang tidak mengetahuinya tidak akan memahaminya. Kini kalian telah mengetahui cara‐cara bijaksana yang diterapkan oleh para Buddha, para Simba; Tiada lagi keraguan ataupun kebimbangan dan dengan hati penuh suka cita, ketahuilah bahwa kalian pun kelak mencapai KeBuddhaan!
Bab 03 Perumpamaan Pada saat itu Sariputra dengan gembira bangkit dari duduknya dan dengan tangan terkatup, memandang Sang Buddha, seraya berkata: “Mendengar suara Dharma Yang Maha Agung, hati kami diliputi rasa suka cita karena telah memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya. Semenjak dahulu, kami telah mendengar para Bodhisatva memperoleh reramalannya. Sedang kami sendiri tidak diberi ramalan demikian. Oleh karenanya kami bersedih hati, kiranya kami telah kehilangan kebijaksanaan Buddha. “Yang Maha Agung! Senantiasa aku berdiam sendirian dibawah pepohonan hutan. Baik duduk maupun berjalan senantiasa ku merenungkan demikian: ‘Kami bersama‐sama telah memasuki Dharma. Namun mengapa Sang Tathagata membina kami dengan Kendaraan Kecil. Ternyata ini ialah kesalahan kami sendiri, dan bukan salahnya Sang Buddha. Karena bila kami sabar menunggu, maka Beliau akan menceramahkan kepada kami Dharma Anuttara‐Samyak‐Sambodhi yang tiada tara itu; Beliau akan membina kami dengan Kendaraan Besar. Sebelumnya kami tidak mengerti bahwa Sang Buddha mengajar sesuai dengan apa yang tepat, maka semula ketika mendengarkan Dharma Kendaraan Sravaka yang disabdakan Sang Buddha, dengan segera kami menerimanya, dan menganggap diri sendiri telah mencapai yang mutlak. “Yang Maha Agung! Semenjak dahulu, baik siang maupun malam, senantiasa aku mencela diri sendiri. Namun kini kami telah mendengar apa yang belum kami dengar sebelumnya, dan segenap keraguan kami telah sirna, sehingga kami tenteram baik raga maupun jiwa. Kini kami memahami bahwa kami sesungguhnya adalah putera Sang Buddha. Lahir dari ajaran Buddha. Dibina oleh DharmaNya. Memperoleh bagian Dharma.” Kemudian Sariputra berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah ia dengan syair: Mendengar suara Dharma Sang Buddha, Kami memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya. Hati kami penuh rasa bahagia, diliputi rasa suka cita yang amat. Segenap keraguan kami telah lenyap. Semenjak dahulu, kami belum kehilangan Kendaraan Besar. Alangka langkanya suara Sang Buddha yang dapat membebaskan para mahluk dari kebelengguannya. Berkat ceramah Sang Buddha, Aku telah mencapai tingkat Arahat yang tak tercela ini, dan segala kebelengguanku telah berakhir pula. Dahulu kala, ketika aku berkediaman di pengunungan hutan baik duduk maupun berkelena senantiasa aku merenungkan: ‘Kami juga adalah putera‐putera Buddha, bersama‐sama telah mencapai tingkat Arahat yang tiada cela. Mengapa kami belum juga memperoleh kebijaksanaan Sang Buddha? Tubuh keemasan, 32 tanda kemuliaan, 10 kesaktian dan 8 kebebasan;
Semua ini tersimpul dalam Satu Ajaran, tetapi mengapa belum juga kami memperolehnya? Begitu juga dengan ke 80 tanda keluhuran dan ke 18 sifat khusus; Apakah aku telah kehilangan semua manfaat itu.’ Ketika aku menyendiri baik duduk maupun berdiri, senantiasa ku renungkan terus hal ini. Sang Buddha dengan kemasyhuranNya yang tersebar di 10 penjuru, menceramahkan Dharma dan memberi manfaat yang kian melimpah ruah bagi segenap mahluk. Kiranya aku telah kehilangan kesempatan itu dan tertipu oleh Buddha. (Sariputra berkehendak menjadi Buddha) Sepanjang malam, ku renungkan terus akan hal ini. Ingin ku tanyakan kepada Beliau, ‘Apakah aku telah kehilangan kesempatanku itu?’ Senantiasa ku saksikan Sang Buddha memuji para Bodhisatva. Siang dan malam ku renungkan terus akan hal ini. Manakah bagianku (ramalan)? Ketika mendengar suara Sang Buddha, Aku secara perlahan menyadari bahwa Beliau mengajar sesuai dengan apa yang tepat. Pada semula, Beliau mengajar siswa‐siswa SravakaNya, membina dan membimbingnya memasuki Nirvana. Pada awalnya, Aku terjerat pada pandangan keliru, menjadi Guru bagi para Brahmana. Oleh karenanya, Sang Buddha membentangkan Nirvana agar aku terhindar dari pandangan keliru, dan dengan segera memperoleh kebebasan. Namun kini telah ku sadari bahwa itu bukanlah kemokshaan. Bilamana seseorang telah mencapai KeBuddhaan, maka akan diperolehnya 32 tanda kemuliaan, dimuliakan oleh para dewata, manusia, yaksha, naga dan sebagainya. Dengan demikian, maka boleh dikatakan telah mencapai yang mutlak. Sang Buddha dihadapan para mahluk telah menyatakan bahwa aku kelak menjadi Buddha. Setelah mendengarnya, segenap keraguanku telah sirna. Pada awal, ketika mendengar Buddha menceramahkan Dharma, dalam hatiku timbul kekhawatiran dan keraguan. Mungkinkah Mara (iblis) menyamar sebagai Buddha, mengacau dan menyesatkan pikiranku. Akan tetapi, setelah mendengar suara Sang Buddha dengan berbagai sebab musabab, perumpamaan, dan dengan pandainya menceramahkan Dharma,
ku yakinkan bahwa ini bukanlah Mara. Seketika itu hatiku tenteram sentosa bagaikan laut dan segenap keraguanku telah berakhir. Sang Buddha menyatakan bahwa Para Buddha terdahulu yang tiada hitungan, juga menerapkan berbagai Jalan bijaksana, dalam membina para mahluk mencapai Jalan Buddha. Demikian pula dengan Buddha sekarang dan mendatang. Dengan berbagai macam Jalan bijaksana, Mereka membimbing segenap mahluk mencapai Jalan Buddha. Yang Dipuja Dunia sekarang ini, semenjak lahir hingga meninggalkan rumah dan mencapai Jalan, juga dengan berbagai Jalan bijaksana memutar roda Dharma, membimbing para mahluk mencapai Jalan KeBuddhaan. Sang Buddha mempertunjukkan Jalan Benar, sedang Mara tiada mungkin berbuat demikian. Maka ku sadari bahwa ini bukanlah Mara. Pada awalnya kami terjerat dalam jaring keraguan, dan menganggap bahwa itu ialah perbuatan Mara. Ketika mendengar Sang Buddha dengan suara BrahmaNya yang dalam, lemah lembut dan menakjubkan menceramahkan Dharma, hatiku bersuka cita, tenteram dan nyaman sentosa. Karena betapapun juga segala keraguanku telah sirna. Sesungguhnya Aku berada di Jalan Benar. Aku pun kelak menjadi Buddha, dimuliakan oleh para dewata dan manusia, memutar roda Dharma yang sempurna itu, membina dan membimbing para Bodhisatva. Pada saat itu Sang Buddha menyapa Sariputra, seraya berkata: “Sekarang ditengah‐tengah persamuan agung para dewata, manusia, shramanera, brahmana dan sebagainya, Ku umumkan bahwa pada dahulu silam dihadapan 20,000 ribu koti (1 koti = 1 juta) para Buddha, Aku telah membina dan membimbingmu. Sedang engkau sepanjang malam mengikuti ajaranKu. Oleh karenanya, kini engkau terlahir ditengah‐tengah masa DharmaKu. “Wahai Sariputra! Semenjak dahulu silam, Aku telah menyebabkanmu bertekad untuk mencapai Jalan Buddha. Akan tetapi kini engkau telah melupakannya dan menganggap dirimu telah mencapai kemokshaan mutlak. Demi mengingatkan kembali tekad ikrarmu yang semula itu, maka kini akan Ku ceramahkan Sutra Kendaraan Besar ini, berjudul Keajaiban Dharma Bunga Teratai, Dharma petunjuk bagi para Bodhisattva, Dharma yang senantiasa dilindungi dan diingati oleh para Buddha. “Wahai Sariputra! Berkalpa‐kalpa dimasa mendatang yang tak terhitung lamanya, engkau akan mengabdi pada puluhan ribu koti para Buddha, mempertahankan dan menjunjungi Dharma para Buddha tersebut, serta menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan. Kemudian engkau akan menjadi
Buddha dengan gelar Padmaprabha (Bunga Berkilau) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. AlamNya disebut Viraga (Bersih Dari Kekotoran). Suci dan berhiaskan. Buminya terbuat dari ratna manikam; Datar dan rata bagai telapak tangan. (Karena betapapun juga para penghuninya) Tenteram, damai, makmur dan bahagia. Senantiasa dihuni oleh para dewata dan manusia. Terdapat 8 jalan bersimpangan yang dibatasi dengan tali kencana emas. Pada setiap jalan, berdiri sejejer pepohonan dari 7 permata yang senantiasa berbuah dan berbunga. Tathagata Padmaprabha pun akan membina dan membimbing segenap mahluk dengan 3 macam Kendaraan. (Kendaraan 1.Sravaka 2.Pratyekabuddha 3.Buddha) “Wahai Sariputra! Meski tidak dalam masa angkara, namun Buddha Padmapraba akan menceramahkan Dharma 3 Kendaraan karena tekad ikrarnya semula. KalpaNya akan disebut Maha‐ Ratna‐Pratimandika (Berhiaskan Permata Mulia). Mengapa disebut demikian? Karena pada alam itu, para Bodhisatva dibagaikan permata mulia. Jumlah para Bodhisatvanya tak terhingga dan tak terbatas, sehingga diluar perhitungan. Terkecuali kebijaksanaan Buddha, tiada yang dapat mengetahui jumlahnya. Senantiasa mereka akan menginjak bunga permata pada setiap langkanya. Mereka bukanlah Bodhisattva awam, akan tetapi semenjak lama semuanya telah menanam akar‐akar kebajikan. Dihadapan ratusan ribu laksa koti para Buddha yang tak terjumlah, senantiasa mereka melaksanakan keBrahmaan (petapaan keras), senantiasa dipuji oleh para Buddha. Dengan penuh semangat, mereka akan mendalami kebijaksanaan Buddha, menyempurnakan daya kekuatan gaib serta menyelami segala pintu Dharma; Berwatak jujur dan murni, bertekad teguh dan tegas. Bodhisatva‐bodhisatva demikian memenuhi alamNya. “Wahai Sariputra! Usia Buddha Padmaprabha akan berlangsung selama 12 kalpa kecil ( 1 kalpa kecil = 16.8 juta tahun). Tidak termasuk masa ketika ia hidup sebagai pangeran dan sebelum Ia menjadi Buddha. Usia para penghuninya akan berlangsung selama 8 kalpa kecil. Sesudah 12 kalpa kecil itu, Buddha Padmaprabha akan meramalkan Bodhisatva Dhritiparipurna (Tekad Teguh) sebagai Buddha berikutnya dengan gelar Padmavrishabhavikrama, Tathagata, Arahat, Samyak‐Sambuddha. Demikian pula alamnya. (Mirip dengan alam Buddha Padmaprabha) “Wahai Sariputra! Sesudah kemokshaan Buddha Padmaprabha, Dharma Benarnya (asli) akan berlangsung di dunia tersebut selama 32 kalpa kecil, sedang Dharma Semunya (pudar) akan berlangsung selama 32 kalpa kecil.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Jauh di masa mendatang, berkoti‐koti kalpa yang tak terhitung lamanya, Sang Sariputra kelak menjadi Buddha dengan gelar Padmaprabha Ia akan menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan; Memuliakan para Buddha yang tak terjumlah, menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan, Ke 10 Daya Kekuatan dan sebagainya. Kemudian Ia akan mencapai Jalan Sempurna. Kalpamu itu akan disebut Maha‐Ratna‐Pratimandika. Sedang alammu akan disebut Viraga; Suci, bersih tak ternodai. Buminya dari lapis lazuli.
Setiap jalanannya dibatasi tali kencana emas. Dengan pepohonan dari 7 benda berharga yang senantiasa berbunga dan berbuah. Para Bodhisatva pada alam tersebut, bertekad teguh dan sempurna daya gaibnya. Dihadapan para Buddha yang tak terjumlah, mereka telah lama menjalankan KeBodhisatvaan. Para Bodhisatva demikian dibina oleh Buddha Padmaprabha. Ketika menjadi putera raja, ia meninggalkan kedudukannya. Dalam inkarnasinya yang terakhir itu, Ia akan menjadi bhiksu hingga mencapai KeBuddhaan. Usia Buddha Padmaprabha akan berlangsung selama 12 kalpa kecil. Sedang usia para penghuninya akan berlangsung selama 8 kalpa kecil. Sesudah kemokshaan Buddha Padmapraba, Dharma Benarnya akan bergema selama 32 kalpa kecil dimasa mana banyak mahluk akan terselamatkan. Sesudah itu, Dharma Semunya akan bertahan selama 32 kalpa kecil. Relik‐relik dari Buddha Padmaprabha akan tersebarluaskan, dimuliakan oleh para dewata dan manusia. Demikianlah halnya Buddha Padmaprabha. Yang Maha Sempurna itu adalah dirimu sendiri. Bersuka citalah atas keberuntunganmu itu. Pada saat itu ke 4 golongan (bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika), para dewata, yaksha, ghandarva, asura, garuda, kimnara, mahoraga dan sebagainya, setelah mendengar ramalan Sang Sariputra, semuanya diliputi dengan rasa suka cita yang amat. Melepaskan jubahnya masing‐masing, mereka mempersembahkannya kepada Sang Buddha. Sedang Sakra Dewendra, dewa Raja Brahma dan para putera dewata yang tiada hitungan mempersembahkan pula pakaian‐pakaian kesurgaan serta bunga‐bunga mandarava, maha mandarava dan sebagainya kepada Sang Buddha. Pakaian‐pakaian kesurgaan berkibaran di langit. Sedang puluhan ratus ribu aneka ragam alunan musik kesurgaan bermainkan. Turun bertaburan pula bermacam‐macam bunga kesurgaan. Kemudian dari langit terdengar ucapan: “Dahulu kala di Benares, Sang Buddha memutarkan roda Dharma. Kini Beliau memutar lagi roda Dharma Kendaraan Besar yang tiada taranya.” Kemudian para putera dewata berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah mereka dengan syair: Dahulu kala di Benares (India), Beliau memutar roda Dharma; menceramahkan Dharma 4 Kesunyataan Mulia, tentang timbul lenyapnya skhanda. Kini Beliau memutar lagi roda Dharma menakjubkan yang tiada taranya itu.
Dharma ini bermakna dalam dan halus, sulit untuk mempercayainya. Semenjak awal mendengar ceramah Sang Buddha, belum pernah kami mendengarkan Dharma semacam ini. Mendegar Dharma demikian, kami penuh rasa suka cita. Sang Sariputra telah memperoleh ramalannya; Kami yakin kami pun kelak menjadi Buddha. Yang Termulia Diseluruh Dunia, Yang Tiada Taranya! Kebijaksanaan Buddha sulit dipahami. Oleh karenanya, Beliau menceramahkannya dengan berbagai macam Jalan Bijaksana. Segala karma pahala yang telah kami peroleh baik dikehidupan ini maupun dikehidupan lampau, serta kebajikan dari pertemuan dengan Sang Buddha ini, semuanya akan kami manfaatkan demi Jalan KeBuddhaan. Pada saat itu Sariputra menghadap Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Kini aku tiada lagi keraguan. Dihadapan Sang Buddha sendiri, aku telah memperoleh ramalanku. Akan tetapi, 1,200 Arahat yang telah bebas pikirannya ini, juga telah dibina oleh Beliau, mencapai Nirvana dan terbebas dari roda samsara. Setiap orang darinya, baik Saiksya (pelajar) maupun Asaiksya (terpelajar), karena mengira dirinya telah terbebas dari pandangan ‘Aku’, ‘Ada’, ‘Tiada’, sehingga menganggap dirinya telah mencapai Nirvana mutlak. Namun kini dihadapan Sang Buddha, mereka mendengar apa yang belum didengar mereka sebelumnya. Kini semuanya terjerumus ke dalam jaring keraguan. “Baiklah, Yang Maha Agung! Sudilah kiranya Beliau memaklumi sebab musabab peristiwa ini agar mereka terbebas dari segenap keraguan.” Kemudian Sang Buddha menjawab Sariputra, seraya berkata: “Tidakkah telah Ku jelaskan sebelumnya, bahwa para Buddha, Yang Maha Agung, dengan berbagai macam sebab musabab, perumpamaan, percakapan dan cara‐cara bijaksana menceramahkan Dharma. Namun semua itu hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha. Semua yang diceramahkan ialah demi membina dan membimbing para Bodhisatva mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. (Menyelamatkan para mahluk tanpa pandangan 1.Aku 2.Orang 3.Mahluk 4.Waktu) “Baiklah, wahai Sariputra! Kini akan Ku jelaskan dengan sebuah perumpamaan. Karena melalui perumpamaan, ia yang berbijaksana akan memperoleh pemahaman. “Wahai Sariputra! Seandainya dalam suatu kerajaan, disuatu negara terdapat seorang bijaksana (Sang Buddha) yang telah lanjut usia. Kekayaannya melimpah ruah. Ia memiliki ladang, rumah, pekerja dan pembantu. Rumahnya (roda samsara) sangat besar dan luas, tetapi hanya terdapat satu pintu keluar (Satu Kendaraan Buddha). Rumah ini dihuni oleh seratus, dua ratus bahkan lima ratus orang. Semua serambi dan ruangannya telah usang dan rusak. Dinding‐dindingnya melengkung. Dasar‐dasar tiangnya pun sudah rapuh. Sedang atapnya hampir roboh. Keadaan yang sungguh menyeramkan. “Pada waktu bersamaan dari setiap sisi, tiba‐tiba api (Mara) menyerang dan membakar rumah tersebut. Anak‐anak orang bijaksana itu, sepuluh, dua puluh ataupun tiga puluh berada didalam rumah tersebut (Buddha memandang segenap mahluk sebagai anaknya sendiri). Orang bijaksana itu
menyaksikan api yang berkobrar dimana‐mana. Dengan cemasnya, ia merenungkan: ‘Meksi Aku dapat keluar dari rumah ini dengan aman, akan tetapi anak‐anakku asyik bermain saja didalam tanpa menyadarinya, tanpa mengerti, tanpa cemas. Walau terancam oleh api yang demikian ganasnya, mereka tidak berkehendak untuk lekas keluar.’ “Wahai Sariputra! Orang bijaksana itu merenungkan: ‘Saya bertenaga kuat. Saya mampu mengangkat mereka keluar dengan bangku. Akan tetapi pintunya hanya satu dan sempit. Anak‐anakku mudah, tak berpengalaman. Mereka tak mengenal bahaya. Harus ku peringatkan mereka untuk lekas keluar dari rumah terbakar ini. ‘ “Segera Ia mengakalkan suatu rencana dan sesuai dengan yang direncanakannya, Ia menyaut: “Keluarlah kalian semua!” Meski Sang Ayah dengan belas kasihan memberi nasehat, akan tetapi anak‐ anaknya tetap saja asyik bermain, tanpa menghiraukannya, tiada gelisah maupun berniat untuk lekas keluar. Mereka bahkan tak mengerti apa yang disebut api, apa yang disebut rumah dan apa yang disebut cedera. Mereka tetap berlarian kian kemari, terus bermain‐main, memandang Sang Ayah tanpa menghiraukannya. “Kemudian Sang Ayah merenungkan: ‘Bila aku dan anak‐anakku tidak segera keluar dari rumah ini, maka kita akan terbakar hangus. Baiklah akan ku terapkan cara bijaksana agar supaya anak‐anakku terhindar dari malapetaka ini.’ “Mengamati kehendak anaknya masing‐masing, Sang Ayah lalu berkata kepada mereka: ‘Permainan yang kalian gemari, begitu langka dan sulit dicari; Sekarang telah ku sediakan diluar rumah ini. Jika kalian tidak segera keluar, kalian akan menyesalinya dikemudian hari. Kini telah ku siapkan bermacam‐macam kereta domba, kereta rusa dan kereta lembu diluar pintu ini. Segera keluarlah dari rumah terbakar ini dan perolehlah kereta sesuai kehendakmu masing‐masing.’ “Setelah mendengar tentang permainan‐permainan langka yang diceritakan oleh Sang Ayah, mereka menjadi penuh semangat, sambil dorong‐mendorong dan saling dahului‐mendahului, semuanya tergesa‐gesa keluar dari rumah tersebut. “Kini anak‐anaknya telah selamat, duduk di 4 persimpangan (4 KeSunyataan Mulia), tidak lagi dalam bahaya. Kini hati Sang Ayah damai tenteram. Lalu, anak‐anaknya menghampiri ayahnya: ‘Ayah! Manakah kereta‐kereta yang ayah janjikan tadi. Kereta domba, kereta rusa, kereta lembu. Berikanlah kepada kami sekarang juga.’ “Wahai Sariputra! Sang Ayah kemudian memberikan kepada anaknya masing‐masing sejenis kereta besar yang tingginya sama rata; Semuanya berhiaskan barang‐barang berharga dan terlindungi pagar disekelilingnya. Bergelantungan genta‐lonceng pada ke 4 sisinya; Dilengkapi tenda yang berhiaskan benda‐benda berharga dan disambungi dengan tali‐temali; Digantungi pula rangkaian‐ rangkaian bunga yang indah dan beralaskan dudukan sofa yang nyaman; Dibubuhi bantalan merah; Kereta itu dihelai oleh lembu gagah putih perkasa yang terawat bersih dan bertenaga kuat; Didampingi pula penjaga yang mengawasinya. (Pelindung Dharma) “Mengapa Sang Ayah berbuat demikian? Sebab kekayaannya tiada batasnya dan gudang hartanya pun melimpah ruah. Orang bijak itu berpikir demikian: ‘Kekayaanku tiada habisnya. Tak pantas jika kuberikan masing‐masing anakku kereta kecil. Aku sama rata menyayangi anak‐anakku. Biarlah kuberikan mereka kereta besar. Karena betapapun juga, kereta besar yang kumiliki tak terhitung jumlahnya. Meski kuhadiahkan kepada setiap orang diseluruh negeri, tiada pula habisnya; Lebih‐lebih lagi jika kuberikan kepada anak‐anakku.’
“Kemudian anak‐anak itu masing‐masing mengendarai kereta besar, memperoleh apa yang belum pernah diperoleh mereka sebelumnya. Wahai Sariputra! Bagaimanakah pendapatmu! Apakah Sang Ayah bersalah ketika memberikan kepada masing‐masing anaknya kereta besar (Kendaraan besar) itu?” Sariputra menjawab: “Tentu tidak, Yang Maha Agung! Karena betatapun juga Sang Ayah berkehendak menyelamatkan anak‐anaknya dari rumah kebakaran. Bilamana ia tidak memberikan kepada anak‐anaknya kereta kecil pun, Ia tidak bersalah. Sebab dengan menerapkan cara bijaksana, Ia telah menyelamatkan nyawa mereka. Lebih‐lebih lagi, ia menghadiahkan kereta besar kepada masing‐ masing anaknya. Bijaksana sekali tindakan Sang Ayah itu.” Sang Buddha menyapa Sariputra, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali! Seperti yang telah engkau katakan. Wahai Sariputra! Demikian pula dengan Sang Buddha yang bagaikan Ayah bagi seluruh dunia. Beliau telah bebas dari rasa takut, putus asa, cemas, ketidaktahuan dan segela kegelapan batin; Telah sempurna dalam pengetahuan, kekuatan batin; DimilikiNya kesaktian dan kebijaksanaan; Sempurna cara bijaksanaNya; Kewelas asihanNya tiada pernah terputus; Senantiasa memberikan yang terbaik bagi segenap mahluk. “Sang Buddha muncul dalam Triloka (1.Alam pikiran dan rupa 2.Alam pikiran namun tiada rupa 3.Alam tanpa pikiran maupun rupa) yang sedang terbakar oleh lahir, usia, penyakit, mati, kecemasan, kesengsaraan, kebodohan, kegelapan batin, dan ke 3 racun (1.Keserahkaan 2.Kebencian 3.Kebodohan), demi membina dan membimbing segenap mahluk mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. “Beliau mengamati segenap mahluk terbakar oleh api lahir, usia, penyakit, mati, cemas, kesengsaraan dan berbagai derita yang disebabkan oleh 5 ketamakan (Ketamakan 5 organ). Oleh karenanya, mereka mengalami berbagai macam penderitaan dikehidupan sekarang dan kemudian di alam neraka, setan lapar dan hewan. Sekalipun mereka terlahir di alam surga ataupun sebagai manusia, mereka tertimpa oleh berbagai macam belenggu, yaitu ketidakpuasan, terpisah dari yang dicintainya, bertemu dengan yang dibenci dan sebagainya. “Tertimpa oleh belenggu‐belenggu demikian, masih saja mereka besenang‐senang tanpa menyadari, tanpa mengerti, tiada cemas dan tiada mencurahkan diri untuk mencari kebebasan, tetapi berlarian terus kian kemari dalam rumah kebakaran. Meski terancam oleh segala derita, mereka tiada pernah cemas. “Wahai Sariputra! Sang Buddha yang mengamati semua ini, merenungkan: ‘Aku adalah Ayah bagi segenap mahluk. Oleh karenanya, akan Ku selamatkan mereka dari segala derita dan menghadiahkan mereka kebahagian dari kebijaksanaan Buddha itu.’ “Wahai Sariputra! Sang Buddha merenungkan demikian: ‘Bilamana Aku hanya mempergunakan daya gaibKu, tanpa menerapkan cara bijaksana; Bilamana Aku hanya memuji kebijaksanaan, kekuatan dan kemuliaan Sang Tathagata, maka mereka tak akan terselamatkan. Mengapa? Karena betapapun juga mahluk‐mahluk ini belum terbebas dari derita lahir, usia, penyakit dan mati; Tetapi terperangkap dalam kebakaran Triloka Samsara. Bagaimana mungkin mereka dapat mengerti tentang kebijaksanaan Buddha?’ “Wahai Sariputra! Demikian pula dengan Sang Ayah itu. Meski bertenaga kuat, ia hanya dengan kebijaksanaan yang tepat menyelamatkan anak‐anaknya dari rumah kebakaran itu. Kemudian menghadiahkan masing‐masing anaknya kereta besar yang berhiaskan benda‐permata berharga. Begitu pula halnya dengan Sang Tathagata; Meski dimilikiNya daya kekuatan gaib, namun Ia tidak
menggunakannya. Beliau hanya dengan cara bijaksana yang tepat menyelamatkan segenap mahluk dari kebakaran rumah Triloka; Menceramahkan ke 3 macam Kendaraan, yaitu Kendaraan Sravaka, Kendaraan Pratyekabuddha dan Kendaraan Buddha. “Dengan bersabda demikian: ‘Janganlah kalian bertetap dalam rumah Triloka ini. Janganlah termelekat pada 1.Rupa 2.Suara 3.Bau 4.Citra rasa dan 5.Sensasi. Jika kalian tidak melepasnya, maka kalian akan terbakar olehnya. Bebaskanlah dirimu dari Triloka dan perolehlah ke 3 macam Kendaraan ini. Sekarang Ku jaminkan kalian akan hal ini. Tidak mungkin keliru. Bersemangatlah kalian semua.’ “Dengan cara bijaksana demikian, Sang Tathagata menarik perhatian segenap mahluk dan kemudian mengumumkan: ‘Kendarailah ke 3 macam kereta ini agar kalian bebas, tanpa perlu mengandalkan yang lainnya. Kendarailah ke 3 macam kereta dan perolelah kenikmatan samadhi, kebebasan, ketenteraman dan kebahagiaan yang tiada cela.’ (Tiada terikat oleh segala perwujudan) “Wahai Sariputra! Bilamana terdapat para mahluk yang berkebijaksanaan, telah mendengarkan Dharma yang diceramahkan oleh Buddha, meyakini dan menerimanya; Tekun melaksanakannya. Berkehendak membebaskan diri dari kebakaran Triloka dan mencapai Nirvana; Mereka adalah anak‐ anak yang menghendaki Kendaraan Sravaka, bagaikan anak‐anak yang keluar dari rumah terbakar untuk memperoleh kereta domba. (Domba mencari makanan hanya untuk dirinya sendiri). “Bilamana terdapat para mahluk yang telah mendengarkan Dharma dari Buddha, meyakini dan menerimanya; Tekun melaksanakannya. Berkehendak memperoleh kebijaksanaan alami. Senantiasa mengasingkan diri, menyelami samadhi. Menikmati ketenteraman dan kedamaian batin; Sungguh‐ sungguh memahami sebab musabab akan Dharma (kesunyataan akan segala perwujudan); Mereka adalah anak‐anak yang menghendaki Kendaraan Pratyekabuddha, bagaikan anak‐anak yang keluar dari rumah terbakar untuk memperoleh kereta rusa (Rusa adalah hewan bermandiri yang mampu mencari makanannya sendri). “Bilamana terdapat para mahluk yang telah mendengarkan Dharma dari Buddha, meyakini dan menerimanya; Tekun melaksanakannya. Berkehendak memperoleh kebijaksanaan Buddha yang sempurna, alami, tanpa guru; Serta pengetahuan, kekuatan dan keberanian Sang Tathagata. Berwelas asih dan berkehendak menyelamatkan segenap mahluk; Berhasrat membebaskan para dewata, manusia dan sebagainya; Mereka adalah anak‐anak yang menghendaki Kendaraan Besar, bagaikan anak‐anak yang keluar dari rumah terbakar untuk memperoleh kereta lembu. (Lembu adalah hewan bertenaga kuat yang mampu menghela kereta besar). Oleh karenanya, mereka disebut Bodhisatva‐Mahasatva. “Wahai Sariputra! Sang Ayah yang mengamati anak‐anaknya telah selamat keluar dari mara bahaya rumah kebakaran itu, kemudian menghadiahkan masing‐masing anaknya sebuah kereta besar. Begitu pula dengan Sang Tathagata. Beliau, sebagai ayah bagi segenap mahluk, mengamati para mahluk yang telah terbebas dari kebakaran Triloka dan mencapai Nirvana; Kemudian Beliau merenungkan: ‘Ku miliki kebijaksanaan, kekuatan, keberanian serta harta kekayaan Dharma yang tak terbatasi. Sedang segenap mahluk adalah anakku sendiri. Maka akan Ku hadiahkan kepada mereka masing‐masing Kendaraan Besar yang sama rata, agar tiada yang memperoleh Nirvana pribadi (Nirvana Sravaka); Tetapi semuanya akan memperoleh Nirvana Tathagata. “Mahluk‐mahluk yang telah terbebas dari Triloka, semuanya diberikan benda permainan Tathagata, yaitu meditasi, kebebasan dan sebagainya. Semuanya ialah serupa dan sejenis, dapat menghasilkan kebahagiaan dan kenikmatan murni, senantiasa dipuji oleh para Buddha.
“Wahai Sariputra! Seperti halnya dengan Sang Ayah. Pada awalnya Ia dengan 3 macam kereta memikat hati anak‐anaknya untuk keluar dari rumah kebakaran tersebut, kemudian hanya dengan kereta lembu besar berhiaskan mewah dan meriah, menghadiahkan masing‐masing anaknya. Namun Sang Ayah tidak bersalah; Demikian pula dengan Sang Tathagata. Pada awalnya Beliau membentangkan ke 3 macam Kendaraan membina para mahluk. Kemudian Beliau hanya dengan Kendaraan Besar membebaskan mereka. Sang Tathagata memiliki kebijaksanaan, kekuatan, keberanian dan sebagainya. Beliau dapat memberikan Dharma Kendaraan Besar kepada segenap mahluk. Namun tidak semuanya mampu menerimanya. Oleh karenanya, para Buddha dengan cara bijaksana menceramahkan Satu Kendaraan Buddha menjadi tiga.” kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Seandainya terdapat seorang bijaksana yang memiliki sebuah rumah tua. Serambi‐serambinya telah usang. Tiang‐tiangnya rapuh pada dasarnya. Jendela dan tangganya telah rusak. Dinding dan kusennya telah hancur. Sedang atapnya rusak dan berlubang. Pagar disekelilingnya hampir rumbang. Sampah berserakan dimana‐mana. Terdapat 500 orang yang tinggal didalamnya. Burung rajawali, burung hantu, burung elang, serta burung‐burung lainnya; Cicak, kecoa, kutu, cacing, kobra, kalajengking, kelabang, serta bermacam‐macam ular berbisa; Anjing, tikus, bajing dan sebagainya berlarian kian kemari. Rumah itu penuh dengan tinja dan air kencing senantiasa dihinggapi oleh serangga dan lalat, diinjak oleh serigala dan anjing liar yang merobek mayat, membuang tulang kian kemari. Binatang‐binatang yang kurus meraung kelaparan; Berlarian sambil mencari makanan dan merebut sisa tulang. Rumah menyeramkan ini dihuni oleh hantu dan mahluk‐mahluk halus yang memangsa daging manusia dan binatang. Binatang‐binatang buas merangkak dimana‐mana. Burung‐burung membuat sarang dan bertelur; Menjaga dan menyembunyikan bayinya, hanya saja dirampas dan disantap oleh setan lapar. Setan‐setan yang sudah kenyang menjadi ganas sambil berteriak‐teriakan;
Suara jeritannya sungguh menyeramkan. Iblis‐iblis menyeret kedua kaki anjing dan memukulinya hingga kehilangan suara; Menginjak leher anjing sebagai hiburan. Terdapat pula iblis bertelanjang yang bertubuh besar dan hitam, semuanya menjerit‐jerit kelaparan. Terdapat pula iblis‐iblis bertenggorokan jarum, berkepala kerbau, menyantap daging manusia dan memangsa anjing; Rambutnya kusut berantakan; Berlarian mencari santapan sambil menjerit‐jerit. Mahluk‐mahluk halus, burung dan binatang buas yang kelaparan menyerang dari segala arah; Terdapat pula mereka yang mengintip dari jendela. Rumah yang tua dan lapuk ini dimiliki oleh orang bijaksana itu. Sewaktu Ia keluar, rumahnya secara tiba‐tiba terbakar; Dari ke 4 arah, api berkobar membakar tiang, rusuk penyangga dan sekatnya patah roboh dengan suara dentuman. Bermacam‐macam iblis dan mahluk halus meneriakkan suara‐suara tangisan. Rajawali, elang dan burung‐burung lainnya panik dan penuh ketakutan tiada dapat keluar. Binatang‐binatang berbisa bersembunyi didalam lubang. Setan dan iblis terbakar oleh api saling menyerang, sambil menghisap darah dan menyantap daging manusia. Mayat serigala dan sejenisnya dimangsa oleh binatang buas. Asap bau tinja tersebar ke setiap sudut rumah. Ular‐ular berbisa karena kepanasan api terpaksa keluar dari sarang lubangnya, dan dengan malangnya dimangsa oleh iblis‐iblis keji. Mahluk‐mahluk halus yang kelaparan berlarian kian kemari ketakutan. Rumah yang sungguh menakutkan; Pada saat itu si pemilik rumah itu berada diluar pagar dan mendengar kabar: ‘Beberapa saat yang lalu, anak‐anakmu asyik bermain kedalam rumah itu. Mereka awam, tak berpengertian, dalam‐dalam terjerat oleh permainannya.’ Mendengar kabar demikian, Sang Ayah segera menerobos masui ke dalam rumah demi menyelamatkan anak‐anaknya dari kebakaran.
Ia menasehati mereka dan menjelaskan tentang mara bahaya serta iblis setan yang menghuni rumah itu; Adapun api yang menjilat ke mana‐mana. Ular berbisa, setan‐setan keji, serigala, anjing, rajawali, elang, kalajenking dan sebagainya. Keadaan yang suram dan menyeramkan. Rumah itu tidak layak dihuni oleh manusia. Lebih‐lebih lagi, api yang berkobrar pada setiap sisi. Tetapi anak‐anaknya awam, tak berpengertian, asyik bermain‐main tanpa menghiraukan nasehat Sang Ayah. Orang bijaksana itu merenungkan demikian: ‘Anak‐anakku ini berkelakuan demikian, sehingga membuatku cemas dan risau. Di dalam rumah ini, tiada yang menyenangkan, tetapi anak‐anakku terjerat pada permainannya, Jika tak mengikuti nasehatku, mereka akan tertelan api.’ Kemudian terpikir oleh Sang Ayah suatu akal bijaksana. Ia mengumumkan, seraya berkata: ‘Ayah memiliki kereta‐kereta langka dan menakjubkan; Kereta domba, kereta rusa dan kereta lembu. Telah ku sediakan diluar pintu rumah ini. Keluarlah dan pilih sesusai kehendakmu’ Mendengar hal ini, mereka saling dahului‐mendahului, tergesa‐gesa lari keluar mencapai lapangan terbuka, bebas dari segala malapetaka dan mara bahaya. Ketika melihat anak‐anaknya terbebas dari rumah itu, berdiri aman di empat persimpangan jalan, Sang Ayah dengan tenteram menduduki singgasananya seraya merenungkan: ‘Kini Aku bersuka cita dan berpuas hati. Anak‐anakku telah Ku selamatkan dengan susah payahnya. Mudah, bodoh dan tak berpengalaman, mereka masuk ke dalam rumah terbakar itu; Dihuni oleh binatang‐binatang buas berbisa setan lapar dan hantu‐hantu keji Meski api berkobrar pada setiap sisi, akan tetapi anak‐anakku masih saja terus bermain. Namun kini telah Ku selamatkan mereka dari mara bahaya. Oleh karenanya, kini Aku senang dan berpuas hati.’ Melihat Sang Ayah duduk nyaman, anak‐anak menghampirinya, seraya bermohon: ‘Dimanakah ke 3 macam kereta yang dijanjikan Ayah.
Berikanlah kepada kami. Kini tepat waktunya.’ Sang Ayah memiliki harta kekayaan yang melimpah; yaitu kereta‐kereta besar yang dihias indah dan meriahnya dengan emas, perak, permata dan mutiara, lempengan logam berharga dan perhiasan lainnya; Karangan bunga bergelantungan pada setiap sudut, Genta lonceng bergelenting merdu syadu. Dudukannya lengkap dengan bantalan. Masing‐masing kereta dihela oleh lembu yang tampan, bersih dan gagah perkasa; Didampingi banyak pelayan yang menjaganya. Kereta‐kereta menakjubkan inilah yang diberikan kepada masing‐masing anaknya. Seketika itu anak‐anaknya dengan girangnya berdansa dan melompat‐lompat; Mereka menaiki kereta masing‐masing, dan dengan penuh gembira mengendarainya ke segenap jurusan tanpa hambatan. Wahai Sariputra! Sekarang Ku katakan padamu. Aku pun seperti orang bijaksana ini, bagaikan ayah bagi seluruh dunia, sedang segenap mahluk adalah anakku sendiri. Akan tetapi mereka bersenang‐senang saja dalam keduniawian. Triloka ini penuh mara bahaya, tiada amannya; Seperti rumah terbakar yang penuh dengan segala macam derita. Tertimpa oleh berbagai derita hidup, usia, penyakit dan mati. Bagaikan api yang tiada henti‐hentinya berkobrar pada setiap sudut. Aku, sebagai Ayah bagi seluruh dunia, telah tenteram dan bebas dari Triloka ini. Tetapi Triloka ini ialah kediamanKu sendiri, sedang para mahluk yang ada didalamnya ialah anakKu. Hanya Aku yang dapat menyelamatkan mereka. Meski Aku telah memberi nasehat, akan tetapi mereka tidak menghiraukannya, sebab batin mereka terpancang oleh kemelekatan. Oleh karenanya, Aku menerapkan Jalan bijaksana, mempertunjukkan 3 macam Kendaraan agar semuanya dapat mencapai kebebasan. Dengan sungguh‐sungguh menjalankannya, mereka akan memperoleh ke 3 ilmu dan 6 kegaiban, menjadi Pratyekabuddha ataupun Bodhisatva tiada mundur. Wahai Sariputra! Demi segenap mahluk,
Aku dengan berbagai perumpamaan membentangkan Satu Kendaraan Buddha. Bilamana kalian meyakini dan menerimanya, maka semuanya akan mencapai Jalan KeBuddhaan. Kendaraan ini bermakna halus, menakjubkan dan tiada taranya. Dipuja dan direstui oleh para Buddha. Kalian semua! Puji dan muliakanlah Sutra ini. Kendaraan ini dilengkapi dengan kekuatan, samadhi, kebebasan, kebijaksanaan serta kemulian‐kemulian para Buddha. Bilamana putera‐putera Buddha memperoleh Kendaraan ini, maka tiada henti‐hentinya mereka akan memperoleh kenikmatan, dan dengan segera menuju ke Teras KeBodhian. Kini Ku beritahukan bahwa sesungguhnya tiada Kendaraan lain dijurusan manapun juga, terkecuali Jalan Bijaksana yang ditunjuk oleh Sang Buddha. Wahai Sariputra! Kalian semua adalah anak‐anakKu sendiri. Semenjak lama kalian telah terbakar oleh derita Samsara. Akan tetapi, Aku akan selamatkan kalian dari Triloka ini. Nirvana yang Ku uraikan pada semula, bukanlah yang sesungguhnya. Itu hanyalah pengakhiran dari lahir dan mati. Semua yang Ku lakukan hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha. Dengarkanlah dengan sepenuh hatimu mengenai Dharma yang diceramahkan oleh para Buddha. Para Buddha senantiasa menerapkan Jalan bijaksana; Dan semua yang dibina olehnya adalah Bodhisatva. Mereka yang berkebijaksanaan dangkal, dalam‐dalam terjerat oleh kemelekatan; Bagi mereka Ku jelaskan tentang 4 Kesunyataan Mulia, membuatnya gembira dan memperoleh apa yang belum mereka peroleh sebelumnya. 4 Kesunyataan yang dibentangkan oleh para Buddha, semuanya benar, tiada keliru maupun berbeda. Bilamana para mahluk tidak memahami akan sebab musabab penderitaan, terpancang dengan eratnya pada sebab dari derita, tanpa rela melepaskannya; Bagi mereka Ku terapkan cara bijaksana. Segala derita berasal dari ketamakan dan kebodohan. Bilamana ketamakan dan kebodohan dimusnahkan, maka segenap derita akan segera berakhir. Inilah yang Ku sebut tahap ke 3 dari 4 Kesunyataan.
Dengan tekun melaksanakannya, kalian akan terbebas dari segala derita. Akan tetapi itu hanya akhir dari roda lahir dan mati. Sang Buddha telah menyatakan bahwa sesungguhnya mereka belum mencapai kemoshaan mutlak, karena betapapun juga belum dicapainya Jalan Sempurna. Aku tidak berkenan agar mereka mencapai Nirvana pribadi. Aku adalah Raja Dharma; sekehendakKu sebagaimana Ku perlakukan dengan Dharma. Aku muncul didunia demi membahagiakan segenap mahluk. Wahai Sariputra! DharmaKu ini Ku bentangkan demi memberi manfaat bagi seluruh dunia. Janganlah sembrono memaparkannya. Jika terdapat mereka yang mendengarkannya, dan kemudian menerimanya dengan gembira dan takzim, maka ketahuilah bahwa mereka itu adalah Avivartika. (Bodhisatva pantang mundur. Sepadan dengan Bodhisatva tingkat 8 dari 10) Jika ada yang menerima Sutra ini dengan penuh keyakinan, maka ketahuilah bahwa orang‐orang demikian telah menjumpai para Buddha terdahulu, telah memuliakan para Buddha tersebut, dan telah mendengarkan pula Dharma ini. Jika terdapat mereka yang mempercayai uraianmu tentang Sutra ini, maka ketahuilah bahwa mereka telah melihatKu, melihatmu dan begitu pula para bhiksu lainnya, serta para Bodhisatva yang kini hadir dalam pesamuan agung ini. Sutra Teratai ini dibentangkan kepada mereka yang berkebijaksanaan dalam; Sebab mereka yang berkebijaksanaan dangkal hanya akan ragu, tanpa memahaminya. Diantara seluruh Sravaka dan Pratyekabuddha tiada satupun yang sanggup memahaminya. Wahai Sariputra! Bahkan engkau sendiri dapat (Sariputra adalah siswa Sang Buddha yang terkemuka) memasuki Sutra ini berkat keyakinanmu tehadap Sang Buddha; Lebih‐lebih lagi, siswa Sravaka lainnya. Mereka dapat menerima Sutra ini semata‐mata berkat keyakinannya terhadap ucapanKu; Bukanlah dengan kebijaksanaannya sendiri. Lagi, Sariputra! Bagi mereka yang berhati angkuh dan lalai; Janganlah menceramahkan Sutra ini kepadanya.
Bagi mereka yang berkebijaksanaan dangkal, dalam‐dalam terjerat pada 5 ketamakan, ketika mendengarnya tidak akan memahaminya. Janganlah menceramahkan Sutra ini kepadanya. Bilamana seseorang menolak dan mencela Sutra ini, maka ia akan merusak bibit KeBuddhaan di seluruh dunia. Ataupun ia mengerutkan dahinya dengan penuh ragu; Dengarkanlah karma yang akan ditanggung olehnya. Baik ketika Buddha masih hidup di dunia ataupun sesudah kemokshaanNya, Bilamana seseorang mencela Sutra ini, menghina, ber iri‐hati ataupun dendam terhadap mereka yang membaca, menghafalkan, menulis dan menjunjungi Sutra ini, maka demikianlah akibat karma buruknya; Setelah meninggal dunia, ia akan segera terjerumus ke alam neraka Avici. Ia akan berulang kali terlahir kembali disana hingga berkalpa‐kalpa yang tak terhitung lamanya. Sekalipun terbebas dari alam neraka, ia akan terjerumus ke alam hewan, menjadi anjing ataupun serigala yang berbadan kurus, hitam dan berbisulan. Senantiasa dipermainkan orang‐orang; Mengalami kelaparan dan kehausan yang amat hingga tulang dan dagingnya kurus bertulang; Seumur hidup tiada henti‐hentinya menderita. Mati pun, ia akan dikubur dibawah bebatuan. Karena merusak bibit KeBuddhaan, ia akan mengalami penderitaan demikian. Jika terlahir menjadi unta ataupun keledai, ia akan dipaksa memikul beban berat dan dicambuk. Hanya air dan rerumputan yang dikehendaknya, tanpa memahami yang lainnya. Karena ia memfitnah Sutra ini, maka inilah hukumannya. Jika terlahir menjadi serigala, ia akan bertubuh nanah dan bermata satu. Dihina dan disiksa oleh anak‐anak hingga mati. Sesudah itu, ia akan terlahir kembali sebagai ular sepanjang 500 yojana, tuli, dungu tanpa kaki, melata dan merayap diatas perut;
Dikerumuni dan digigit oleh serangga‐serangga kecil, Siang dan malam tiada henti‐hentinya menderita. Karena memfitnah Sutra ini, maka inilah hukumannya. Jika mereka terlahir sebagai manusia, ia akan menjadi bodoh dan dungu. Ke 6 inderanya tidak normal; kerdil, pincang, cacat, bungkuk, buta dan tuli. Ucapannya tiada akan dipercayai, nafasnya berbau busuk; Seringkali ia akan kesurupan iblis dan setan keji. Miskin, hina, senantiasa ia akan diperbudak orang. Terjangkit oleh berbagai macam penyakit. Namun tiada seorang pun yang dapat diandalkannya. Meskipun ia mencari bantuan, tiada yang akan menghiraukannya. Apa pun yang diperolehnya akan segera terhilangkan. Meski ia mempelajari ilmu ketabiban, namun ia tiada akan mampu menyembuhkan penyakitnya sendiri, lebih‐lebih lagi penyakit orang lain, ia bahkan akan menyebabkan kematian pasiennya. Jika ia terjatuh sakit, tiada seorang pun yang akan merawatnya. Meski ia pergi berobat, hal tersebut hanya akan memperburuk kondisinya. Seringkali ia ditipu dan dirampok. Karena karmanya yang demikian berat, senantiasa ia tertimpa oleh segala macam malapetaka. Orang durhaka semacam ini tiada akan menjumpai Buddha maupun mendengar ajaranNya. Senantiasa mereka akan terlahir dalam kesulitan; Sinting, tuli, bingung, tiada berkesempatan mendengarkan Dharma. Selama banyak kalpa bagaikan pasir di Sungai Gangga, ia akan terlahir tuli, dungu dan berindera cacat; Senantiasa terlahir di alam sengsara. Terkadang, ia akan terlahir sebagai untah, keledai, babi, anjing dan sebagainya – Karena ia mencela Sutra ini, maka inilah hukumannya. Meskipun terlahir sebagai manusia, ia akan menjadi tuli, buta dan dungu; Terlahir miskin, cacat dan berpenyakitan. Tubuhnya berbau busuk dan kotor. Senantiasa dihinggapi oleh kemarahan dan kebencian, serta hawa nafsu yang tak bermoral,
hingga berhubungan birahi dengan hewan. Karena ia memfitnah Sutra ini, maka inilah hukumannya. Wahai Sariputra! Jika Ku tuturkan hukumannya, sepenuh satu kalpa pun, tiada akan tuntasnya. Oleh karenanya, janganlah memaparkannya kepada orang‐orang yang berkebijaksanaan dangkal. Bagi mereka yang cerdas dan berindera tajam, berbijaksana dan berpengertian, terpelajar dan mempunyai daya ingatan yang kuat, berkehendak mencapai Jalan KeBuddhaan; Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Bagi mereka yang telah menjumpai ratusan ribu koti Buddha, telah menanam akar‐akar kebajikan dihadapan para Buddha tersebut, bertekad teguh dan kokoh; Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Bagi mereka yang berwelas asih, tekun, tanpa menghiraukan dirinya sendiri; Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Bagi mereka yang mempunyai rasa hormat, tidak menghiraukan kesenangan duniawi, menjauhi teman‐teman bodoh, mengasingkan diri dalam pegunungan hutan; Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Bagi mereka yang menghindari teman‐teman sembrono, bergaulan hanya dengan teman‐teman baik; Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Bagi putera‐putera Buddha yang tekun mentaati sila, murni ibarat permata, berkehendak memperoleh Sutra Kendaraan Besar; Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Bagi mereka yang penuh ketabahan, tiada pernah marah, berwatak lurus, tegak dan jujur, senantiasa menyayangi segenap mahluk, takzim menghormati para Buddha; Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Lagi, bagi putera‐putera Buddha yang di tengah‐tengah pesamuan besar (orang banyak), dengan pikiran dan batin murni, menerapkan berbagai macam sebab musabab, perumpamaan dan cara bijaksana, menceramahkan Dharma tanpa rintangan;
Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Bilamana terdapat para bhiksu yang menghendaki kebijaksanaan sempurna. Dengan takzim mengatupkan tangan, menerima hanya Sutra‐Sutra Kendaraan Besar; Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Bagi mereka yang menghendaki Sutra Kendaraan Besar, seperti menghendaki relik‐relik Sang Buddha, dan kemudian menerimanya dengan penuh rasa syukur, tiada minat mencari kitab‐kitab beraliran lainnya. Demi orang‐orang demikian uraikanlah Sutra ini. Ketahuilah Wahai Sariputra! Jika Ku tuturkan satu per satu, mereka yang menghendaki Jalan Buddha, sepenuh satu kalpa pun, tiada akan tuntasnya. Orang‐orang demikian dapat meyakini dan memahaminya. Demi mereka uraikanlah Sutra yang menakjubkan ini!
Bab 04 Pemahaman Sesudah mendengar ramalan tersebut, Sang Subuti, Maha Katyayana, Maha Kasyapa dan Maha Maudgalyayana dengan penuh gembira bangkit dari duduknya, merapikan pakian, dan membentangkan bahu kanan (sebagai perhomatan), serta membungkukkan badan sambil mengatupkan kedua tangan masing‐masing. Kemudian memandang Sang Buddha, mereka menyapaNya seraya berkata: “Kami adalah ketua Sangha yang sudah lanjut usia. Kami menganggap diri sendiri telah mencapai Nirvana mutlak sehingga tiada lagi yang perlu dicapai. Oleh karenanya kami tidak lagi mencurahkan diri untuk mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. “Sang Buddha telah lama menceramahkan Dharma dan selama itu kami duduk ditempat; Badan kami letih. Yang kami renungkan hanyalah kesunyataan (kekosongan), sehingga kami tidak melakukan selebihnya. Mengenai paramita KeBodhisatvaan, daya kekuatan gaib, penyempurnaan alam Buddha dan penyelamatan para mahluk, hati kami tidak sedikit pun bersuka cita. Oleh karenanya, Sang Buddha membiarkan kami, membina kami mencapai Nirvana (Sravaka) agar kami terbebas dari Triloka. “Kini kami telah lanjut usia. Ketika mendengar Dharma tentang Anuttara‐Samyak‐Sambodhi yang diterapkan bagi para Bodhisatva, hati kami tiada rasa gembira. Namun kini dihadapan Sang Buddha, kami telah mendengar ramalan Sang Sariputra sehingga hati kami diliputi dengan kegembiraan yang meluap‐meluap. Kami telah memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya. Kami telah mendengar Dharma yang tidak pernah kami harapkan hingga hari ini juga. Oleh karenanya, kami bersyukur telah memperoleh manfaat yang kian melimpah ruah; Bagaikan permata berharga yang diperoleh tanpa diharapkan. “Yang Maha Agung! Kini kami berkenan menerapkan suatu perumpamaan untuk memaklumi hal tersebut. Seandainya terdapat seorang mudah yang meninggalkan ayahnya. Ia mengembara kian kemari selama 10, 20, hingga 50 tahun. Semakin tua, ia menjadi semakin miskin. Ia mengembara ke segenap jurusan demi memperoleh sandang dan pangan. Tanpa diduganya, ia menuju ke arah tempat asalnya. “Ayahnya terus mencari anak ini, namun gagal menemuinya. Sementara itu, ia berkediaman di suatu kota, dimana ia menjadi kaya raya. Rumahnya penuh dengan harta benda berharga yang melimpah, yaitu emas, perak, lapis lazuli, kerang, amber, kristal dan permata‐permata lainnya. Ia mempunyai banyak pelayan, pembantu dan pegawai. Di milikinya pula kereta gajah dan kereta kuda serta lembu dan domba yang tiada hitungan. Usahanya tersebar di segenap negeri. Orang‐orang yang berdagang dengannya serta pelanggannya pun luar biasa banyaknya. “Pada saat itu si anak malang mengembara dari desa ke desa, menjelajahi banyak kota, hingga pada akhirnya ia sampai di kota dimana ayahnya berkediaman. Ayahnya selalu merindukan anak ini. Meski telah terpisah darinya selama 50 tahun, akan tetapi ia belum pernah memberitahukan kepada siapapun mengenai hal tersebut. Namun hatinya penuh penyesalan dan rindu pada anaknya. Ia menyadari akan usianya yang sudah lanjut. Karena betapapun juga, ia memiliki harta kekayaan yang melimpah, emas dan perak yang memenuhi gudangnya. Tetapi Ia tidak mempunyai anak. Suatu hari bila ia wafat, tiada yang mewarisi harta kekayaannya. “Oleh karenanya ia selalu memikirkan anaknya seraya merenungkan; ‘Bilamana Aku menemui anakku maka Aku dapat mewariskan harta kekayaanKu kepadanya. Sesudah itu, barulah aku tenteram tanpa kekhawatiran lagi.’
“Sementara itu si anak malang bekerja dari tempat ke tempat dan tanpa diduganya ia tiba di rumah ayahnya. Sambil berdiri di samping gerbang, ia melihat dari kejauhan ayahnya yang sedang duduk di sebuah singgasana (kursi berbentuk singa). Kakinya diatas penunjang kaki yang bertatakan manikam; Dikelilingi oleh Brahmana, ksatria dan penduduk lainnya. Seluruh tubuh ayahnya berhiaskan untaian mutiara seharga ratusan ribu. Sedang kanan kirinya didampingi oleh pelayan‐pelayan yang memegang kipas putih. Diatas kepalanya terdapat tirai permata yang bergelantungan rangkaian‐ rangkaian bunga. Percikan parfum wanginya harum semerbak. Tumpukan bunga yang indah tersebar di mana‐mana. Benda‐benda berharga berderetkan. Demikianlah kemuliaan dan keagungannya. “Ketika si pemuda melihat ayahnya yang nampak begitu berwibawa, ia timbul rasa takut dan menyesali kedatangannya ke tempat tersebut. Ia merenungkan demikian, ‘Disini seperti istana kerajaan. Ini bukanlah tempat dimana aku dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Sebaiknya aku segera pergi ke desa terpencil, dimana bila aku bekerja keras, maka aku dengan mudah akan memperoleh sandang dan pangan. Jika berdiam disini, aku akan diperbudakkan.’ Menerungkan demikian, ia segera berangkat pergi dari situ. “Pada saat itu ayahnya yang duduk di atas singgasana melihat dan mengenali anaknya dari kejauhan. Ia bersuka cita dan merenungkan: ‘Kini telah ku temui puteraku. Senantiasa aku merindukannya. Kini ia telah muncul sesuai kehendakku. Meski telah lanjut usia, aku masih peduli akan harta kekayaanku.’ “Segera ia mengutus pengawalnya untuk mengejar anaknya dan membawanya kembali. Kemudian pengawal itu bergegas menangkapnya. Si pemuda miskin terkejut dan ketakutan. Segera ia menyaut: ‘Saya tidak berbuat kesalahan apapun. Mengapa saya ditangkap.’ Tetapi utusan itu menggenggamnya dengan lebih erat dan menyeretnya kembali.’ “Pada saat itu si pemuda itu berpikir: ‘Saya tidak bersalah, akan tetapi saya telah ditangkap menjadi tawanan. Pasti saya akan dihukum mati.’ Karena ketakutan ia jatuh pingsan. “Ayahnya yang melihat dari kejauhan kejadian ini, kemudian memerintahkan utusannya, ‘Saya tidak perlu lagi orang ini. Jangan memaksanya kembali. Siramkan air dingin pada wajahnya agar ia sadar kembali. Jangan bicara apapun lagi padanya.’ “Mengapa ia berbuat demikian? Karena betapapun juga sang ayah mengetahui watak anaknya yang rendah, sedang kedudukannya akan sulit diterima oleh anaknya. Ia yakin bahwa ini adalah anaknya, akan tetapi dengan kebijaksaannya, ia tak memberitahukan kepada siapapun akan hal tersebut. “Utusan itu berkata kepada si pemuda miskin: ‘Kini engkau aku lepaskan. Pergilah sebebasmu.’ Si pemuda miskin itu sangat bersuka cita karena telah dibebaskan. Kemudian ia berdiri dan melanjutkan perjalannya ke sebuah pedusunan miskin untuk mencari sandang dan pangan. “Pada saat itu Sang ayah yang ingin memikat hati anaknya, memutuskan untuk menerapkan suatu akal bijaksana. Segera ia mengirim utusan mata‐mata yang tak berwibawa: ‘Carilah si anak malang itu dan dekatilah ia secara sederhana. Beritahukan ia bahwa disini ada pekerjaan untuknya, dimana ia dapat memperoleh upah 2 kali lipat. Jika ia menyetujuinya, maka bawalah ia kembali dan berikanlah ia pekerjaan. Jika ia bertanya apa yang akan dilakukannya, maka jawablah bahwa ia akan dipergunakan untuk membersihkan kotoran dan kalian berdua akan bekerja bersamanya.’ “Kemudian kedua utusan itu berangkat pergi mencari si pemuda miskin itu, dan setelah menemuinya, mereka menyampaikan kepadanya seperti apa yang telah dipesan oleh orang kaya itu. Si
pemuda miskin meminta agar upahnya dibayar terlebih dahulu dimuka. Selanjutnya ia bergabung bersama mereka membersihkan kotoran. “Ayahnya yang memperhatikan anaknya dari kejauhan, tercekam oleh rasa kasihan dan heran terhadapnya. Pada suatu hari, ia mengamati melalui jendela, raga anaknya yang kurus dan terkotori tumpukan tinja, kotoran, keringat dan debu. Kemudian Sang ayah melepaskan untaian permatanya serta pakaian dan perhiasannya. Lalu ia mengenakan pakaian sobek dan kotor; Melumuri tubunya dengan kotoran dan mengambil sebuah alat pembersih kotoran ditangan kanannya serta dengan lagak yang kasar ia menyapa anaknya, seraya berkata: ‘Bekerjalah dengan tekun! Janganlah melalai!’ Dengan (cara bijaksana) demikian, ia mendekati anaknya. “Selanjutnya ia berkata lagi kepada anaknya: ‘Wahai anak mudah! Teruslah bekerja dan janganlah tinggalkan tempat ini. Aku akan menambah upahmu. Segala kebutuhanmu seperti mangkok, perabotan masak, beras, gandum, garam dan cuka sudah ku sediakan. Engkau tak perlu lagi mengkhawatirkannya. Aku mempunyai seorang pembantu tua. Bila perlu, engkau boleh meminjamnya. Janganlah risau. Anggaplah aku seperti ayahmu sendiri dan janganlah ada kekhawatiran lagi. Mengapa? Sebab aku telah lanjut usia. Sedang engkau mudah perkasa. Selama bekerja, saya mengamati bahwa engkau tiada pernah menipu, melalai, marah ataupun mencela. Engkau tidak memiliki sifat buruk seperti yang dimiliki pekerja‐pekerja lainku. Mulai sekarang, engkau akan ku anggap seperti anakku sendiri.’ (Sang Buddha menganggap kita semua sebagai anaknya sendiri) “Kemudian orang kaya itu memberikannya nama baru dan menyebutnya seperti anaknya. Meski si pemuda itu bersuka cita diperlakukan demikian, akan tetapi ia masih juga menganggap dirinya sebagai pekerja rendahan. Oleh karenanya, ayahnya menugaskannya agar terus membersihkan kotoran tinja selama 20 tahun. Sesudah itu, anaknya mulai merasa dipercayai dan ia dapat keluar masuk sekehendaknya. Namun ia tetap tinggal ditempatnya semula. “Suatu hari, si orang tua itu mendadak jatuh sakit dan menyadari bahwa ajalnya sudah kian mendekat. Ia berkata kepada anaknya: ‘Aku memiliki banyak emas, perak, dan harta benda lainya yang memenuhi gudang. Kini aku ingin engkau mengaturnya dengan baik. Ini adalah kehendakku. Mengapa? Karena mulai sekarang, aku dan engkau bukanlah dua orang yang melainkan. Kita adalah sejiwa. Jagalah harta kekayaanku dengan cermat. Jangan sampai ada kehilangan.’ “Setelah mendengar pesan‐pesan demikian, si pemuda itu mengambil ahli pengawasan segala harta benda, yaitu emas, perak dan sebagainya. Akan tetapi ia cuma mengharapkan upahnya yang kecil tanpa adanya gagasan untuk memperoleh harta kekayaan itu sedikitpun. Lagipula, ia masih tinggal ditempat semula dan menganggap dirinya sebagai pekerja rendahan. “Beberapa saat kemudian, ayahnya mengetahui bahwa anaknya dikit demi dikit mulai menjadi percaya diri. Tekadnya kian hari kian berkembang dan ia mulai memandang remeh pemikirannya yang terdahulu. “Menyadari bahwa ajalnya telah tiba, si orang tua menyuruh anaknya mengumpulkan sanak saudaranya, raja setempat, para menteri, para ksatriya serta pekerja‐pekerja seisi rumah. Sesudah mereka berkumpul, ia mengumumkan: ‘Tuan‐tuan dan para hadirin sekalian! Ketahuilah bahwa ini adalah puteraku yang terlahir dariku. Disuatu kota, ia telah meninggalkanku dan selama 50 tahun mengalami banyak kesulitan. Namanya semula ialah demikian, dan namaku ialah demikian. Dulu ketika berkediaman di kota asalku, aku mencarinya, namun gagal menemuinya. Kini tanpa diduganya, aku telah menemuinya. Ia sesungguhnya adalah puteraku dan aku sesungguhnya adalah ayahnya. Sekarang segala
harta kekayaan yang ku miliki, aku wariskan kepadanya. Seluruh pengeluaran dan pemasukan terdahulu sudah diketahui olehnya.’ “Setelah mendengar hal demikian, si anak bersuka cita atas keberuntungannya itu, karena ia telah memperoleh apa yang belum diperoleh sebelumnya. Ia merenungkan demikian: ‘Pada awalnya saya tidak pernah mengharapkan semua ini. Namun harta kekayaan ini telah datang sendirinya.’ “Yang Maha Agung! Si orang tua kaya itu adalah Sang Tathagata sendiri dan kita semua adalah putera‐putera Buddha. Tathagata selalu memberitahu bahwa kita adalah anaknya sendiri. Akan tetapi karena tercekam oleh ke 3 macam racun (1.Keserahkaan 2.Kebencian 3.Kebodohan), roda samsara, cemas dan ketidaktahuan, maka kita dengan segera mencari kebebasan melalui Kendaraan Kecil. Kini Sang Tathagata berkenan agar kita meninggalkan pemikiran rendah terdahulu itu. “Pada semula kita mencurahkan diri untuk mencapai Nirvana, seperti upah sehari. Ketika mencapainya, kita merasa gembira dan puas. Kami menganggap: ‘Karena kami telah bekerja keras maka kami telah berhasil mencapai pengertian yang kian luasnya.’ “Sang Buddha mengetahui pemikiran rendah yang dalam‐dalam termelekat dibatin kami, maka Beliau membiarkan kami dan tak memberitahu bahwa kami akan memperoleh kekayaan Dharma Sang Buddha. Beliau dengan cara bijaksana membina kami mencapai Nirvana yang seperti upah sehari. Kami pun merasa puas sehingga tidak mencurahkan diri untuk berlanjut. “Walaupun kami mengajar dan membentangkan tentang kebijaksanaan Sang Tathagata kepada para Bodhisatva, akan tetapi kami sendiri tidak mencurahkan diri untuk mencapainya. Oleh karenanya, Sang Buddha membina dan membebaskan kami melalui Kendaraan Kecil. Pada semula kami tidak menyadari bahwa kami sesungguhnya adalah putera‐putera Buddha yang pantas memperoleh kekayaan Raja Dharma. “Kini kami telah menyadari bahwa Beliau tiada pernah kikir terhadap kebijaksanaan Buddha. Semenjak dahulu kala, kami semua adalah putera‐putera Buddha, akan tetapi kami hanya menyenangi Kendaraan Kecil. Bilamana kami mempunyai jiwa kemuliaan, maka Sang Buddha akan mempertunjukkan Kendaraan Besar kepada kami. “Didalam Sutra ini, Buddha hanya membentangkan Satu Kendaraan Buddha. Dahulu ketika dihadapan para Bodhisatva, Sang Buddha mencela para Sravaka sebagai siswa‐siswa Kendaraan Kecil, sesungguhnya Beliau berkehendak mengarahkan kami menuju ke Jalan Besar. Meskipun kami tidak pernah mengharapkannya, namun kini harta kekayaan Sang Raja Dharma telah datang sendirinya. Sebagai putera‐putera Buddha, kami pantas memperoleh semua kekayaan itu.” Kemudian MahaKasyapa berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah ia dengan syair: Kini kami telah mendengar uraian Sang Buddha, dan hati kami penuh rasa suka cita karena telah memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya. Sang Buddha meramalkan bahwa seluruh siswa‐siswa SravakaNya kelak mencapai KeBuddhaan. Harta kekayaan Dharma yang tiada tara
telah datang sendirinya tanpa dicari. Seperti halnya dengan si pemuda miskin; Belum dewasa dan pelalai, ia meninggalkan ayahnya dan pergi ke kota lain yang jauh. Mengembara kian kemari dari negeri ke negeri selama 50 tahun. Ayahnya dengan penuh kekhawatiran mencarinya ke segenap penjuru. Letih dengan pencariannya, Ia berkediaman disuatu kota, dimana ia membangun tempat tinggalnya dan memuaskan ke 5 hasratnya. Istananya dibangun mewah dan luas; Terpenuhi dengan emas, perak, batu‐batu berharga, permata dan mutiara‐mutiara langka, serta ratna mutu manikam yang tak ternilai. Ia juga mempunyai banyak peliharaan, yaitu gajah, kuda, lembu, domba. Dimilikinya pula tandu dan kereta, perkebunan, pelayan dan pembantu dan banyak pekerja‐pekerja lainnya. Usahanya tersebar di segenap negeri. Pedagang dan pelanggannya terdapat dimana‐mana. Seluruh rakyat menyanjung dan memuliakannya. Ia pun akrab dengan Raja setempat. Para menteri dan bangsawan menyanjungnya. Tamunya dari segala negeri datang berkunjungan. Demikianlah kekayaan dan kekuasaannya. Semakin tua, ia semakin cemas terhadap anaknya yang hilang. Siang dan malam ia terus merenungkan akan hal ini. ‘Kini ajalku sudah kian mendekat. Sudah lebih dari 50 tahun semenjak anakku meninggalkanku. Apa yang akan ku lakukan dengan harta kekayaanku? Sementara itu, si anak malang mengembara kian kemari demi mencari sandang dan pangan, dari kota ke kota, dari negri ke negri. Terkadang ia beruntung, terkadang tidak. Kelaparan hingga kurus. Tubuhnya kotor penuh kudisan. Mengembara dari tempat ke tempat, ia secara tidak sengaja tiba di kediaman ayahnya.
Ketika itu, ayahnya sedang duduk diatas singgasana, dikelilingi oleh pengawal dan penjaganya. Beberapa diantaranya sedang sibuk menghitung emas, perak dan harta benda lainnya. Sedang yang lain menghitung keluar masuknya harta benda, sambil mencatat buku kas dan nota‐nota pinjaman. Si pemuda miskin yang melihat keadaan itu berkesimpulan bahwa ia adalah seorang raja ataupun setara dengannya. Ia menyesali kedatangannya kemari, seraya berpikir: ‘Jika bertetap disini, aku hanya akan diperbudakkan.’ Dengan tergesa‐gesa, ia lari dari tempat itu dan pergi ke pedusunan miskin untuk mencari pekerjaan. Seketika itu, ayahnya yang sedang duduk di singgasana melihat anaknya dari kejauhan dan diam‐diam mengenalnya. Segera ia mengutus seorang pengawal untuk mengejar dan membawanya kembali. Si pemuda miskin terkejut dan ketakutan hingga terjatuh pingsan. Dalam ingauannya, si anak malang berkata: ‘Pengawal ini telah menangkapku. Pasti aku akan dihukum mati. Mengapa nasibku begini malang.’ Orang kaya itu merenungkan demikian: ‘Ia tidak akan mempercayai bahwa aku adalah ayahnya.’ Maka dengan cara bijaksana, ia mengutus 2 orang untuk menyampaikan pesannya. Salah satu darinya hanya bermata satu, sedang yang satunya lagi bertubuh kecil dan pendek; sama sekali tidak berkewibawaan. ‘Beritahulah ia bahwa disini ada pekerjaan untuknya. Ia boleh membantuku membersihkan kotoran dan sampah, dan aku akan mengupahnya 2 kali lipat.’ Ketika mendengar pesan ini, si pemuda itu bersuka cita. Segera ia kembali bersama ke 2 utusan itu ke istana ayahnya dimana ia bekerja membersihkan kotoran dan sampah. Ayahnya yang mengamati anaknya melalui jendela dari kejauhan, heran mengapa anaknya itu senang melakukan pekerjaan rendah. Terkadang orang tua itu mengenakan pakaian sederhana dan kotor, menggenggam alat pembersih kotoran di tangan kanannya. Dengan cara bijaksana demikian, ia dapat mendekati anaknya. Orang tua itu menyuruh anaknya rajin bekerja: ‘Aku akan menaikkkan upahmu. Aku telah menyiapkan untukmu minyak kaki,
dan sandang dan pangan yang cukup. Begitu pula tikar yang tebal dan hangat.’ Terkadang orang tua itu menegur anaknya: ‘Bekerjalah dengan tekun!’ Terkadang orang tua itu berkata dengan lembut: ‘Engkau ku anggap seperti anakku sendiri.’ Si orang tua itu memperbolehkan anaknya keluar masuk rumahnya sekehendaknya. Sesudah 20 tahun, ia mulai menyuruh anaknya untuk mengurus rumah tangganya, mempertunjukkan kepadanya emas, perak, mutiara dan kristal, serta keluar masuknya harta benda lainnya. Akan tetapi anaknya tetap bertempat tinggal di pondok luar dan memandang dirinya sebagai pekerja rendahan, tanpa adanya gagasan untuk memperoleh harta benda tersebut. Setelah beberapa saat kemudian ayahnya mengamati bahwa tekad anaknya kian hari kian berkembang. Karena berkehendak mewariskan harta kekayaannya, maka si orang tua mengumpul sanak saudaranya, raja setempat, para menteri, para bangsawan maupun seluruh pekerja rumah tangganya. Kemudian dihadapan mereka, sang ayah mengumumkan: ‘Ini adalah anakku sendiri yang telah meninggalkanku selama 50 tahun. Semenjak anakku kembali telah 20 tahun berlalu. Pada dahulu, di suatu kota, aku kehilangan anakku. Dengan susah payahnya, aku mencarinya ke segenap penjuru sampai tibalah aku di kota ini. Semua harta kekayaan yang ku miliki, rumahku dan pembantuku, sekarang ku serahkan kepadanya. Ia bebas memperlakukan sekehendaknya.’ Si pemuda itu ingat akan rasa rendahnya pada masa lalu. Tapi kini ia telah memperoleh warisan yang demikian besarnya. Ia bersuka cita telah memperoleh apa yang belum diperoleh sebelumnya. Demikian pula halnya dengan Sang Buddha. Karena mengetahui bahwa kami menyenangi hal‐hal rendah, maka Beliau tidak pernah mengatakan: ‘Kalian akan mencapai KeBuddhaan.’ Tetapi Sang Buddha mempertunjukkan kepada kami Jalan Sravaka. Kemudian Beliau memerintahkan kami untuk menceramahkan Jalan Sempurna agar supaya kami dapat mencapai KeBudhaan.
Kami menerima dan mengikuti petunjuk Sang Buddha, dan dengan berbagai sebab musabab, istilah perumpamaan menceramahkan Jalan Sempurna. Putera‐putera Buddha yang mendengarkan dan menerima ajaran‐ajaran kami – Siang dan malam, terus menerus mereka merenungkan dan melaksanakannya. Saat itu Buddha meramalkan mereka: ‘Dimasa mendatang nanti kalian kelak menjadi Buddha.’ Bagi para Bodhisatva, para Buddha membentangkan Dharma yang sesungguhnya. Bukanlah dibentangkan kepada mereka yang menghendaki Kendaraan Kecil. Seperti halnya dengan si pemuda miskin. Meski ia diberi wewenang untuk mengurus harta kekayaan ayahnya, namun si pemuda itu tiada pernah mempunyai gagasan untuk memanfaatkannya. Seperti halnya dengan kami. Meski kami menceramahkan tentang Dharma Sang Buddha, namun kami sendiri tiada niat untuk memperolehnya. Mencapai Nirvana (Sravaka) yang bagaikan upah sehari, kami menganggap bahwa itu sudah cukup. Meski kami mendengar tentang penyempurnaan tanah suci Buddha dan tentang pembinaan para mahluk, kami tiada pernah bersuka cita. Mengapa? Karena betapapun juga kami merenungkan: ‘Segala perwujudan ialah sunyata, tiada lahir maupun akhir, tidak besar maupun kecil, tiada muncul maupun kelakuan.’ Sehingga kami tidak lagi mencurahkan diri untuk memperoleh Kebijaksanaan Buddha. Kami menganggap diri sendiri telah mencapai yang mutlak. Agar terbebas dari Triloka dan segala derita, sepanjang malam kami menjalankan 4 KeSunyataan Mulia, Kini kami berada dalam inkarnasi terakhir. (Kehidupan terakhir segabai manusia). Dengan mencapai 4 Kesunyataan Mulia, kami menganggap bahwa ini sudah cukup, bahwa kami telah membalas budi agung Sang Buddha Meski kami menceramahkan tentang Jalan KeBodhisatvaan, membina putera‐putera Buddha mencapai Jalan KeBuddhaan, namun kami sendiri tiada pernah berkehendak untuk mencapainya. Oleh karenanya, Sang Buddha membiarkan kami,
karena Beliau mengetahui lubuk hati kami. Pada semula Sang Buddha tidak membentangkan kepada kami yang sesungguhnya (Kendaraan Buddha). Seperti halnya dengan orang kaya itu. Ia menyadari pemikiran anaknya yang rendah. Oleh karenanya, ia dengan cara bijaksana membina anaknya agar menerima harta kekayaannya yang melimpah ruah. Demikian pula dengan Sang Buddha. Beliau dengan cara bijaksana membina siswa‐siswaNya dan kemudian Ia menceramahkan tentang kebijaksanaan Buddha. Kini kami telah memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya; Apa yang tidak pernah kami harapkan sebelumnya telah datang sendirinya. Kami seperti si pemuda miskin itu yang kemudian memperoleh semua harta kekayaan itu. Yang Maha Agung! Kini kami telah memperoleh buah Sravaka (Arahat) dan dengannya mata batin yang tiada cela. Sepanjang malam kami mentaati sila yang telah diterapkan oleh Sang Buddha, sehingga kini kami mencapai buahnya. Di tengah‐tengah Dharma Sang Buddha, kami telah sekian lama melaksanakan KeBrahmaan; Kini kami telah memperoleh buah (Arahat) yang tiada cela. Kini kami sadar bahwa kami sesungguhnya adalah putera Sang Buddha. Hendaknya kami bentangkan Jalan Buddha ini kepada segenap mahluk. Kini kami telah menjadi Arahat yang dipuja dan dimuliakan oleh para dewata, manusia, iblis, setan dan brahmana. Sang Buddha dengan penuh welas asih menerapkan cara bijaksana dalam membina kami. Siapakah yang dapat membalas budiNya? Meski mempersembahkan tangan dan kaki kami, memuliakanNya dengan segala macam persembahan, belum pula kami dapat membalas budiNya. Meski mengangkatNya diatas kepala kami, dan memikulNya diatas pundak kami, selama banyak kalpa bagaikan pasir di sungai Gangga, menyanjung dan memuliakanNya dengan sepenuh hati; Meski kami mempersembahkanNya dengan segala macam kelezatan, jubah dan pakian, perabotan tidur dan obat‐obatan; Membangun untukNya candi‐candi dari segala macam permata yang sekelilingnya ditaburkan jubah dan pakaian permata;
Meski kami demikian memuliakanNya selama banyak kalpa bagaikan pasir di sungai Gangga; Belum pula kami dapat membalas budiNya. Para Buddha memiliki daya kekuaatan gaib yang tak terbatas, tak terhingga dan tak tertandingi; Sebagai Raja Dharma, Mereka memaklumi ajaranNya dengan penuh ketabahan dan kebijaksanaan. Senantiasa mengajar sesuai dengan apa yang tepat; Bagi para mahluk yang terjerat pada perwujudan, Mereka pun mengajar sesuai dengan apa yang tepat. Para Buddha menceramahkan Dharma sekehendakNya. Mereka memahami kehendak para mahluk yang beraneka ragam, serta tujuan dan kemampuan mereka masing‐masing. Maka dengan berbagai cara bijaksana dan perumpamaan, Para Buddha membina dan membimbing segenap mahluk. Dengan memanfaatkan akar‐akar kebajikan yang telah ditanam oleh para mahluk pada kehidupan lampau, mengamati akar‐akar kebajikan yang dimiliki para mahluk, baik yang sudah matang maupun yang belum, Para Buddha membentangkan Satu Kendaraan Buddha, dan sesuai dengan apa yang tepat, menceramahkannya sebagai tiga.
Bab 05 Tetumbuhan Pada saat itu Sang Buddha menyapa Mahakasyapa dan siswa‐siswa lainnya, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali, Kasyapa! Engkau telah memaklumi dengan baik tentang jasa‐jasa mulia Sang Tathagata. Seperti yang engkau katakan. Berkah pahala Sang Tathagata tiada batasnya. Meski mentuturkannya selama berkoti‐koti kalpa yang tak terbatas, tidak mungkin kalian dapat mentuntaskannya. “Ketahuilah wahai Kasyapa! Sang Tahtagata adalah Raja Dharma. Apapun yang diceramahkan Beliau, tiada yang tersia‐siakan. Terhadap berbagai macam Dharma, Beliau menerapkan Jalan Bijaksana dalam menceramahkannya. Oleh karenanya, apapun yang diceramahkanNya menuju ke tingkat Kebijaksanaan Sempurna. Sang Tahtagata mengamati dan memahami akhir dari segala ajaran. Beliau sedalam‐dalamnya memahami pula lubuk hati segenap mahluk, menembusinya dengan sempurna tanpa hambatan. Terhadap segala Dharma, Beliau telah sepenuhnya mencapai penerangan dan membentangkan keseluruhannya kepada para mahluk. “Wahai Kasyapa! Seperti halnya dalam milyaran dunia terdapat tetanaman, pepohonan, semak‐ semak dan tumbuhan obat‐obatan dari bermacam‐macam jenis, dengan nama dan warna berbeda‐beda yang bertumbuhan di pegunungan, disepanjang sungai, ditebing lembah, dan di daratan. Gumpalan awan tebal terbentang luas diatasnya, melingkupi seluruh milyaran dunia dan mencurahkan hujannya secara merata dan serentak. Hujan ini membasahi seluruh tetanaman, pepohonan, semak‐semak dan tumbuhan obat‐obatan sampai ke akar‐akarnya yang kecil, batang‐batangya yang kecil, ranting‐ rantingnya yang kecil dan daun‐daunnya yang kecil; Ke akar‐akarnya yang sedang, batang‐batangnya yang sedang, ranting‐rantingnya yang sedang, dan daun‐daunnya yang sedang; ke akar‐akarnya yang besar, batang‐batangnya yang besar, ranting‐rantingnya yang besar, daun‐daunnya yang besar. Setiap pohon baik yang besar maupun yang kecil, sesuai dengan kapasitasnya yang tinggi, sedang, ataupun rendah, menerima bagiannya masing‐masing. Hujan yang berasal dari satu awan ini menyuburkan seluruh tetumbuhan itu sehingga semuannya berkembang dan berbuah. Meski seluruh tetumbuhan itu tumbuh di atas tanah yang sama dan dibasahi oleh hujan yang sama pula, akan tetapi masing‐masing mempunyai sifat dan kapasitas yang berbeda. “Ketahuilah wahai Kasyapa! Demikian pula dengan Sang Tathagata. Beliau muncul di dunia bagaikan gumpalan awan di langit. SuaraNya terdengar oleh para dewata, manusia dan asura di seluruh alam semesta, seperti awan yang tersebar luas di milyaran dunia. Di hadapan segenap mahluk, Beliau bersabda: ‘Akulah Sang 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham, 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung (Semua Buddha memiliki 10 titel ini). Mereka yang belum selamat, akan Ku selamatkan. Mereka yang belum bebas, akan Ku bebaskan. Mereka yang belum tenteram, akan Ku tenteramkan. Mereka yang belum mencapai Nirvana, akan Ku bimbing agar mencapai Nirvana. Aku memahami keadaan yang sesungguhnya baik dikehidupan ini maupun dikehidupan mendatang. Akulah yang mengetahui, melihat, memahami segalanya dan menceramahkannya sesuai kemampuan dan kapasitas masing‐masing. Kemari dan dengarkanlah Dharma!’ “Pada saat itu para mahluk yang berkoti‐koti aneka ragam datang berkunjung ke tempat Sang Buddha untuk mendengarkan Dharma. Sang Tathagata mengamati kemampuan, kecerdasan dan
semangat mereka masing‐masing dan kemudian menceramahkan Dharma kepada mereka dengan cara yang berbeda‐beda sehingga semuanya bersuka cita dan memperoleh manfaat besar. “Setelah mendengarkan Dharma, semuanya memperoleh kedamaian dan kenyamanan di kehidupan ini dan kemudian terlahir dalam keadaan baik, dimana mereka dapat mendengarkan Dharma; Setelah mendengar Dharma, mereka akan terbebas dari segala hambatan dan rintangan, sehingga mereka dapat menjalankan Dharma dengan sepenuhnya, dan lambat laun memasuki Jalan (KeBuddhaan). Seperti halnya dengan gumpalan awan tebal yang menghujani tetumbuhan itu. Setiap tetumbuhan menerima bagiannya masing‐masing sehingga tiada yang tidak berkembang. “Dharma yang diuraikan oleh Sang Tathagata ialah serupa dan sejenis, yaitu demi kebebasan dari belenggu yang pada akhirnya mencapai kebijaksanaan sempurna. Ketika para mahluk mendengarkan Dharma yang diuraikan Sang Buddha, meski mereka menerima, membaca, menghafalkan, dan melaksanakannya, akan tetapi mereka tidak menyadari manfaat yang kelak diraihnya. Mengapa demikian? Karena betapapun juga hanyalah Sang Tathagata yang dengan sempurna memahami jenis, rupa, hakekat dan sifat para mahluk. Ia mengetahui apa yang dihendaki mereka, apa yang direnungkan mereka, dan apa yang dilaksanakan mereka. Ia mengetahui sebagaimana mereka menghendakinya, sebagaimana mereka merenungkannya, dan sebagaimana mereka melaksanakannya. Ia mengetahui Dharma yang dihendaki mereka, Dharma yang direnungkan mereka, Dharma yang dilaksanakan mereka, dan melalui Dharma apa mereka mencapai Dharma apa. “Para mahluk berada dalam keadaan yang berbeda‐beda. Namun hanya Sang Tathagata yang melihat keadaan sesungguhnya dan memahami sepenuhnya tanpa hambatan. Seperti tetumbuhan yang tidak mengetahui kemampuan mereka sendiri; Tinggi, sedang ataupun rendah. Akan tetapi Sang Tathagata mengetahui bahwa Dharma ini ialah sejenis, serupa, serasa, yaitu kebebasan, kenirvanaan, kedamaian, ketenteraman dan kemokshaan yang semuanya berakhir pada kesunyataan. Sang Buddha memahami seluruhnya. Namun Sang Buddha memahami kehendak yang terpendam dalam‐dalam di batin para mahluk, maka Beliau melindungi mereka dan tidak segera membentangkan Kebijaksanaan Sempurna itu kepadanya. “Wahai Kasyapa dan para hadirin sekalian! Alangkah langkanya kalian dapat meyakini dan memahami sebagaimana Sang Tathagata menceramahkan Dharma sesuai dengan apa yang tepat. Karena betapapun juga sulit diyakini dan dipahami bahwa Sang Tathagata menceramahkan Dharma sesuai dengan apa yang tepat.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Raja Dharma, pemusnah segala kecemasan. Menurut kehendak masing‐masing mahluk, Beliau muncul di dunia dan menceramahkan Dharma dengan berbagai macam cara bijaksana. Sang Tathagata yang Maha Mulia memiliki kebijaksanaan yang luas dan mendalam. Sudah sekian lama Beliau mengrahasiakannya, tiada tergesa‐gesa membentangkannya.
Mereka yang berkebijaksanaan akan meyakini dan memahaminya, ketika mendengarnya. Akan tetapi mereka yang tak berkebijaksanaan, hanya akan ragu dan bimbang ketika mendengarnya. Wahai Mahakasyapa! Oleh karenanya, Beliau menceramahkan Dharma sesuai dengan kemampuan para mahluk, memanfaatkan benih‐benih yang telah ditanam mereka pada kehidupan lampau, membinanya agar memperoleh pandangan benar (Sambodhi). Ketahuilah Wahai Kasyapa! Beliau bagaikan awan besar yang meliputi segalanya. Gumpalan awan yang mulia ini penuh kelembaban; Cahaya kilat memancarkan sinarnya yang menyilaukan. Suara guntur menggelegar dan menggembirakan semuanya. Sinar cahaya Sang mentari diselubungi awan sehingga bumi menjadi teduh dan sejuk. Awan kian merendah, seakan‐akan dapat disentuh. Air hujan turun berhujankan secara merata di setiap sudut, meliputi seluruh bumi, mengalir turun disegala belahan bumi, dimana tumbuh subur tetanaman, semak, tumbuhan obat, pepohonan besar maupun pepohonan kecil, biji‐bijian, padi, tanaman tebu dan anggur. Sang awan menyuburkan seluruhnya, sehingga tiada yang tidak menerima bagiannya. Bumi yang kering tersiramkan dimana‐mana. Semua tetanaman berkembang subur. Air yang dihujani ialah sejenis dan serasa, akan tetapi masing‐masing tetanaman menyerapnya dengan berbeda‐beda. Tetumbuhan, baik yang berkapasitas tinggi, sedang maupun rendah memperoleh bagiannya masing‐masing dan berkembang subur. Akar, batang, ranting dan daun tumbuh segar, berbunga dan berbuah dengan indahnya. Air hujan yang diterima ialah serupa dan serasa, akan tetapi setiap tanaman tumbuh dengan caranya masing‐masing. Demikian pula dengan Sang Buddha. Beliau muncul di dunia bagaikan gumpalan awan besar yang meliputi seluruhnya. Demi segenap mahluk, Sang Tathagata membentangkan Dharma dengan cara yang berbeda‐beda.
Dihadapan para dewata, manusia dan segenap mahluk, Beliau bersabda: ‘Akulah Sang Tathagata yang Dimuliakan dunia. Aku muncul di dunia bagaikan gumpalan awan besar, menghujani segenap mahluk yang kering kehausan, sehingga semuanya terbebas dari penderitaan, memperoleh kedamaian dan kenyamanan, baik kenikmatan dalam dunia maupun kenikmatan Nirvana. Wahai para dewata dan manusia! Degarlah dengan cermat dan sepenuh hati. Kemari dan amatilah Yang Maha Agung. Akulah Yang Maha Agung, yang tak tertandingi (Anuttara). Demi membawa ketenteraman dan kenyamanan bagi para mahluk, Aku telah muncul di dunia, dan demi kelompok pesamuan agung ini, Aku mencurahkan kesejukan Dharma murni. Dharma ini sejenis dan serasa, yaitu kebebasan Nirvana. Dengan suara yang sejenis menakjubkan, Aku menceramahkan dan membentangkannya; Demi Satu Kendaraan Buddha, Aku terapkan berbagai macam sebab musabab. Akulah Maha Pengasih yang sama rata menyayangi segenap mahluk tanpa membeda‐bedakan. (Samyak) Aku tiada lagi keserahkaan, gentar maupun rintangan. (Buddha tiada lagi ke‐Akuan maupun gentar) Setiap saat aku mencurahkan hujan Dharma yang sama rata baik untuk satu orang maupun untuk orang banyak. Senantiasa Aku menceramahkan Dharma, tiada pernah berbuat lainnya, baik datang, pergi, duduk mapun berdiri; Tiada pernah letih maupun berputus asa. Senantiasa aku memberi kepuasan bagi umat manusia, bagaikan hujan yang mencurahkan hujan Dharma. Baik mereka yang berkapasitas tinggi maupun rendah. baik mereka yang mentaati sila maupun melanggarnya, baik mereka yang berkelakuan baik maupun angkara, baik mereka yang berpandangan benar maupun keliru, baik mereka yang cerdas maupun bodoh; Demi segenap mahluk, Aku tiada henti‐hentinya mencurahkan hujan Dharma yang sama rata. Para mahluk dari lingkungan yang berbeda‐beda, menerima bagiannya masing‐masing.
Beberapa diantaranya terlahir di alam manusia ataupun di alam surga. Beberapa diantaranya terlahir sebagai raja Cakravatin, Sakra, Brahma ataupun raja‐raja lainnya; Mereka ini ibarat tetanaman rendah. Beberapa diantaranya sunguh‐sunguh memahami Dharma Kesunyataan, mencapai Nirvana, memperoleh 6 kegaiban dan 3 pemahaman ataupun mengasingkan diri di pegunungan hutan, menyelami berbagai tingkat meditasi, mencapai tingkat Pratyekabuddha; Mereka ini ibarat tetanaman sedang. Beberapa diantaranya berkehendak menjadi Buddha, dengan tekun melaksanakan meditasi; Mereka ini ibarat tetanaman besar. Beberapa diantaranya berwelas asih, berkendak menjadi Buddha dan mencurahkan diri dengan sepenuhnya; Mereka ini ibarat pepohonan kecil. Beberapa diantaranya tenteram dalam kegaiban, memutar roda Dharma Suci yang tiada surut, menyelamatkan berkoti‐koti mahluk yang tiada hitungan. Mereka ini ibarat pepohonan besar. Ajaran Buddha diumpamakan sebagai hujan yang serasa. Sesuai kemampuannya masing‐masing, mereka menerimanya secara berbeda‐beda. Seperti halnya dengan tetanaman dan pepohonan yang masing‐masing menerimanya secara berbeda. Sang Buddha dengan berbagai cara bijaksana dan perumpamaan mencurahkan hujan Dharma, menceramahkan Dharma Satu Kendaraan Buddha. Akan tetapi apa yang diresap oleh masing‐masing mahluk, hanyalah setetes dari samudra kebijaksanaan Sang Buddha. Aku menurunkan hujan Dharma, memuaskan seluruh dunia, Akan tetapi Dharma yang satu rasa ini, hendaknya dilaksanakan sesuai kemampuan masing‐masing. Seperti halnya dengan pepohonan dan tetumbuhan obat, yang menurut ukuran mereka masing‐masing, semuanya berkembang subur dan cantik. Dharma yang diceramahkan oleh para Buddha senantiasa serasa, memuaskan segenap mahluk.
Dengan melaksanakannya tahap demi tahap, semua akan meraih keberhasilan. Para Sravaka dan Pratyekabuddha yang berkediaman di pegunungan hutan, yang telah dalam inkarnasi terakhirnya, yang mendengarkan Dharma dan memperoleh buahnya; Mereka ini kita sebut tetumbuhan obat yang berkembang dengan caranya masing‐masing. Bodhisatva yang teguh kebijaksanaannya yang telah sepenuhnya memahami Triloka, (Menyadari kesunyataan akan segala perwujudan) menghendaki Kendaraan Agung; Mereka ini kita sebut pepohonan kecil yang masih sedang bertumbuh dan berkembang. Mereka yang mendalami meditasi, memperoleh daya kekuatan gaib, bersuka cita akan Kesunyataan. Demi menyelamatkan segenap mahluk, memancarkan sinar cahaya yang tak terhitung; Mereka ini kita sebut pepohonan besar yang telah berhasil tumbuh berkembang. Seperti inilah Kasyapa! Dharma yang diceramahkan oleh Sang Buddha ibarat hujan Dharma yang serasa, membasahi segala tetanaman mahluk, sehingga semuanya berkembang dan berbuah. Ketahuilah wahai Kasyapa! Dengan berbagai macam sebab musabab dan perumpamaan, Aku membentangkan dan mempertunjukkan Jalan Buddha. Inilah cara bijaksana yang Ku terapkan, dan demikian pula dengan para Buddha lainnya. Demi kalian semua, kini Ku ajarkan kebenaran mulia. Tiada Sravaka yang telah mencapai kemokshaan. Jalan yang kalian tempuh ialah Jalan Kebodhisatvaan. Dengan mempelajari dan melaksanakannya, kalian semua kelak mencapai KeBuddhaan!
Bab 06 Reramalan Sesudah mengucapkan syair ini, Sang Buddha menyapa seluruh pesamuan agung, seraya bersabda: “Siswaku, Sang Mahakasyapa, dimasa mendatang akan mengabdi, memuja dan memuliakan 3,000 milyaran Buddha, membabarkan Dharma para Buddha tersebut. Kemudian dalam inkarnasi terakhirnya, ia akan menjadi Buddha dengan gelar Rasmiprabhasa (Sinar Cemerlang), 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. AlamNya disebut Bajik Cemerlang dan kalpaNya disebut Maha Berhiaskan. Usia Buddha itu sepanjang 12 kalpa kecil (1 kalpa kecil = 16.8 juta tahun). Dharma BenarNya akan bergema selama 20 kalpa kecil, sedang Dharma SemuNya akan bertahan selama 20 kalpa kecil pula. “AlamNya berhiaskan mewah dan indah. Bersih dari segala kekotoran maupun kejahatan, tiada sampah maupun kekotoran tinja. Tanahnya datar dan rata bak telapak tangan, tanpa gundukan maupun lubang. Buminya terbuat dari lapis lazuli, berderetkan pepohonan permata. Jalanannya dibatasi tali kencana emas. Bunga‐bunga permata bertaburkan dimana‐mana. Alamnya suci dan bersih. Para penghuni Bodhisatva dan SravakaNya tak terhitung jumlahnya. Di alam tersebut tiada perbuatan Mara. Meski terdapat Mara dan para pengikutnya pada alam itu, namun semuanya akan melindungi DharmaNya (Sang Rasmiprabhasa).” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Kini Ku umumkan kepada para bhiksu: Dengan mata BuddhaKu, Aku mengamati Kasyapa dimasa mendatang, sesudah banyak kalpa yang tak terjumlah, pada akhirnya mencapai KeBuddhaan. Dimasa mendatang, siswaKu Kasyapa akan mengabdi kepada 3,000 milyaran Buddha, memuja, memuji serta memuliakanNya. Demi mencapai Jalan KeBuddhaan, Ia akan tekun menjalankan KeBrahmaan (petapaan), memuliakan para Buddha, Yang Maha Agung. Setelah menyempurnakan segala macam kebijaksanaan, pada inkarnasi terakhirnya, ia kelak menjadi Buddha. Alamnya suci dan bersih. Buminya dari lapis lazuli. Jalanannya berderetkan pepohonan permata, dan dibatasi tali kencana emas. Semua yang melihatnya, tiada yang tidak bersuka cita. Alam tersebut wanginya harum semerbak. Bunga yang indah tersebar dimana‐mana. Tanahnya datar dan rata bak telapak tangan,
tanpa pegunungan maupun belahan bumi. Para penghuni BodhisatvaNya tiada hitungan. Batinnya terkendali dan berlemah lembut, serta memperoleh daya kekuatan maha gaib. Semuanya menjunjungi Dharma Kendaraan Besar. Para Sravaka yang tiada cela, dan yang telah dalam diinkarnasi terakhir; Putera‐putera Buddha demikian tak terhitung banyaknya. Bahkan dengan mata dewata pun, tiada akan dapat mengetahui jumlahnya. Usia Buddha tersebut sepanjang 12 kalpa kecil. Dharma BenarNya akan bergema selama 20 kalpa kecil. sedang Dharma SemuNya akan bertahan selama 20 kalpa kecil. Demikianlah halnya Buddha Maha Terang, Sang Rasmiprabhasa. Kemudian Sang Maha Maudgalyayana, Subhuti, Mahakatyayana, semuanya dengan hati gembira dan tangan terkatup memandang wajah Sang Buddha, seraya mengucapkan syair: O’ Pahlawan Besar Yang Maha Agung! Raja Dharma dari Sakya. Kasihanilah kami. O’ Sang Buddha, berikanlah kami ramalan. Seandainya Beliau memahami lubuk hati kami, dan memberikan kami ramalan KeBuddhaan, maka hati kami akan segera puas, ibarat orang demam dianugerahi embun sejuk. Seperti halnya orang dari suatu daerah kelaparan yang tiba‐tiba diundang untuk menjamu pesta besar. Namun hatinya masih ada keraguan dan rasa takut, sehingga ia tidak berani menyantapnya. Akan tetapi jika diperintah oleh Sang Baginda Raja, barulah ia berani menyantap hidangan tersebut. Demikian pula dengan kami. Meski kami menyadari akan kekurangan Kendaraan Kecil, akan tetapi kami tidak mengetahui bagaimana cara untuk memperoleh kebijaksanaan Sang Buddha. Meskipun kami telah mendengar Beliau menyatakan bahwa kami kelak menjadi Buddha, akan tetapi hati kami masih ragu dan takut, seperti halnya dengan orang yang tidak berani menyantap hidangan itu sebelum diberi perintah. Andaisaja Sang Buddha berkenan memberi kami ramalan, maka hati kami akan segera puas dan bersuka cita.
O’ Pahlawan Besar Yang Maha Agung! Beliau senantiasa mententeramkan dunia. Oleh karenanya, berikanlah kami ramalan seperti menawarkan orang lapar hidangan. Pada saat itu Sang Buddha yang mengamati pikiran dalam batin siswa‐siswa utamaNya, kemudian mengumumkan demikian kepada para bhiksu: “SiswaKu Sang Subhuti, dimasa mendatang nanti, akan mengabdi pada 300 puluhan ribu koti nayuta para Buddha, memuji dan memuliakanNya. Ia akan senantiasa menjalankan keBrahmaan dan menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan. Pada inkarnasi terakhirnya, ia akan mencapai KeBuddhaan dengan gelar Sasiketu (Rupa Langka) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. KalpaNya disebut Penuh Permata, sedang alamNya akan disebut Penghasil Permata. Buminya datar dan rata, terbuat dari kristal dan berhiaskan pepohonan permata. Tiada gunung maupun lubang. Tiada pula batu, duri maupun kekotoran tinja. Bebungaan permata tersebar diseluruh bumi. AlamNya suci dan bersih. Para penghuni alam tersebut, semuanya berkediaman pada teras‐teras permata, menara dan pavilyun yang menakjubkan. Jumlah SravakaNya tiada lagi dapat diutarakan dalam hitungan. Kelompok BodhisatvaNya sejumlah beribu‐ribu koti nayuta yang tak terjumlah. Usia Buddha itu sepanjang 12 kalpa kecil. Dharma BenarNya akan berlangsung selama 20 kalpa kecil. Dharma SemuNya akan bertahan selama 20 kalpa kecil. Buddha Sasiketu akan senantiasa menceramahkan Dharma ditengah‐tengah langit, menyelamatkan para Bodhisatva dan Sravaka yang tiada hitungan.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Wahai para bhiksu sekalian! Kini Ku umumkan kepada kalian. Dengarkanlah baik‐baik. Siswa utamaku ini, Sang Subhuti, kelak menjadi Buddha dengan gelar Sasiketu. Ia akan memuja dan mengabdi pada puluhan ribu koti Buddha yang tak terjumlah. Mengikuti jejak para Buddha tersebut, Ia secara perlahan akan menyempurnakan Jalan Agung. Pada inkarnasi terakhirnya, ia akan mencapai KeBuddhaan dan memperoleh 32 tanda kemuliaan. Mengesankan dan menakjubkan, ibarat gunung permata. AlamNya indah, suci dan bersih; Semua yang melihatnya, tiada yang tidak bersuka cita. Buddha Sasiketu akan menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan. Dalam masa Dharma Buddha tersebut, terdapat sejumlah banyak Bodhisattva, yang semuanya berindera tajam,
memutar roda Dharma yang tiada surut. AlamNya senantiasa dihuni oleh Bodhisatva demikian. Jumlah siswa SravakaNya diluar hitungan, yang semuanya telah memperoleh 3 pemahaman dan 6 daya kekuatan gaib, teguh dalam 8 kebebasan, berkewibawaan agung dan berkebajikan luhur. Dharma yang diceramahkan oleh Buddha tersebut akan disertai dengan segala macam kegaiban dan transformasi yang menakjubkan. Para dewata dan manusia sejumlah pasir di sungai Gangga, dengan tangan terkatup akan mendengarkan Dharma yang diceramahkan oleh Buddha Sasiketu. Usia Buddha tersebut sepanjang 12 kalpa kecil. Dharma BenarNya akan berlangsung selama 20 kalpa kecil. Sedang Dharma SemuNya akan bertahan selama 20 kalpa kecil. Pada saat itu Yang Maha Agung menyapa kelompok para bhiksu, seraya berkata: “Kini Ku katakan kepada kalian. SiswaKu MahaKatyayana ini, dimasa mendatang, akan memuliakan dan mengagungkan 8,000 koti para Buddha. Sesudah kemokshaan para Buddha tersebut, ia akan mendirikan sebuah stupa untuk masing‐masing Buddha, setinggi 1,000 yojana (1 yojana = 18 kilometers) dengan panjang dan lebar yang sama, yaitu 500 yojana; Terbuat dari 7 benda berharga, 1.Emas 2.Perak 3.Lapis lazuli 4.Batu bulan 5.Batu mulia 6.Mutiara dan cornelian. Dipersembahkannya pula bebungaan, kalung, salep dedupaan, bubuk dedupaan, dupa, tirai, pita dan bendera. Kemudian ia akan memuliakan dan mengabdi pada 20,000 ribu koti para Buddha dengan cara yang serupa. “Sesudah itu, ia akan menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan dan menjadi Buddha dengan gelar Jambunada Prabhasa (Kilauan Jambu Keemasan) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10. Buddha Yang Maha Agung. “AlamNya datar dan rata. Buminya terbuat dari kristal, berhiaskan pepohonan permata. Jalanannya dibatasi tali kencana emas. Bebungaan yang menakjubkan tersebar diseluruh bumi. AlamNya suci dan bersih, menyenangkan semua yang melihatnya. Pada alam tersebut terdapat banyak dewata dan manusia, namun tiada ke 4 alam sengsara (1.Neraka 2.Setan lapar 3.Hewan 4.Asura). Para penhuni Sravaka dan BodhisatvaNya sejumlah puluhan ribu koti yang tak terjumlah. Usia Buddha tersebut sepanjang 12 kalpa kecil. Dharma BenarNya akan bergema selama 20 kalpa kecil. Dharma SemuNya akan bertahan selama 20 kalpa kecil.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Para bhiksu sekalian! Dengarkanlah dengan cermat. Karena apa yang Ku katakan tiada yang keliru. SiswaKu Katyayana ini akan memberi bermacam‐macam pujaan kepada para Buddha. Sesudah kemokshaan para Buddha tersebut,
ia akan mendirikan stupa‐stupa dari 7 benda berharga dan memuliakannya dengan bebungaan dan dedupaaan. Pada inkarnasi terakhirnya, ia akan meraih kebijaksanaan Buddha, mencapai penerangan sempurna. AlamNya suci dan bersih. Ia akan menyelamatkan puluhan ribu koti mahluk dan dimuliakan pula oleh mahluk dari segenap penjuru. KecemerlanganNya tak tertandingi. Gelar BuddhaNya ialah Jambunada Prabhasa. Bodhisatva dan Sravaka tak terhitung jumlahnya, yang semuanya telah bebas dari segala perwujudan, akan menghuni alam Buddha Jambunada Prabhasa. Pada saat itu Sang Buddha menyapa pesamuan agung itu, seraya berkata: “Kini Ku umumkan kepada kalian! SiswaKu Maha Maudgalyayana akan memuliakan dan mengagungkan 8,000 Buddha. Sesudah kemokshaan para Buddha tersebut, ia akan mendirikan sebuah stupa untuk masing‐masing Buddha, setinggi 1,000 yojana dengan panjang dan lebar yang sama, yaitu 500 yojana; Terbuat dari 7 benda berharga, 1.Emas 2.Perak 3.Lapis lazuli 4.Batu bulan 5.Batu mulia 6.Mutiara dan cornelian. Dipersembahkannya pula bebungaan, kalung, salep dedupaan, bubuk dedupaan, dupa, tirai, pita dan bendera. Kemudian ia akan memuliakan dan mengabdi pada 200 puluhan ribu koti para Buddha dengan cara yang serupa. “Sesudah itu, ia akan menjadi Buddha dengan gelar Tamalapatra Candanaghanda (Heharuman Kayu Cendana) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. KalpaNya disebut Penuh Bahagia. Sedang alamNya disebut Kegembiraan Batin. Buminya rata dan datar, terbuat dari kristal dan berhiaskan pepohonan permata. Mutiara dan bebungaan tersebar diseluruh bumi. AlamNya suci dan bersih, menyenangkan semua yang melihatnya. Pada alam tersebut terdapat banyak dewata dan manusia, namun tiada ke 4 alam sengsara (1.Neraka 2.Setan lapar 3.Hewan 4.Asura). Jumlah penghuni Bodhisatva dan SravakaNya tak terhitung banyaknya. Usia Buddha tersebut sepanjang 24 kalpa kecil. Dharma BenarNya akan berlangsung selama 40 kalpa kecil. Sedang Dharma SemuNya akan bertahan selama 40 kalpa kecil.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: SiswaKu ini, Maha Maudgalyayana, sesudah inkarnasinya ini akan menjumpai 8,000 para Buddha, kemudian 200 puluhan ribu koti Buddha. Demi Jalan KeBuddhaan, ia akan memberi bermacam‐macam pujaan kepada para Buddha tersebut, memulikan serta mengagungkanNya.
Dihadapan para Buddha tersebut, Ia akan senantiasa menjalankan KeBrahmaan, dan selama banyak kalpa yang tak terhitung, ia akan menjunjungi Dharma dari para Buddha itu. Dan sesudah kemokshaan para Buddha tersebut, Ia akan mendirikan stupa‐stupa dari 7 benda berharga, dihias indah, serta dimuliakan dengan bebungaan, dedupaan dan alunan musik. Tahap demi tahap, ia akan menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan. Pada akhirnya, ia akan menjadi Buddha dengan gelar Tamalapatra Candanaghanda. Usia Buddha tersebut sepanjang 24 kalpa kecil, Demi segenap para dewata dan manusia, Ia akan menceramahkan Jalan KeBuddhaan. Para Sravaka yang tiada hitungan, bagaikan pasir di sungai Gangga, dengan 3 pemahaman dan 6 kegaiban, senantiasa mempertunjukkan kewibawaan dan kebajikannya. Para Bodhisatva yang tak terhitung jumlahnya akan mencurahkan diri dengan penuh semangat, dan tiada mundur dari Jalan KeBuddhaan. Setelah kemokshaan Buddha Tamalapatra, Dharma BenarNya akan berlangsung selama 40 kalpa kecil, dan Dharma SemuNya akan bertahan selama 40 kalpa kecil. 500 siswa‐siswaKu ini, sempurna kewibawaan dan kebajikannya, masing‐masing akan memperoleh ramalan demikian. Dimasa mendatang, semuanya kelak menjadi Buddha. Mengenai sebab musabab hubungan kita pada kehidupan lampau, akan Ku jelaskan sekarang juga. Dengarkanlah dengan baik!
Bab 07 Kota Gaib Sang Buddha menyapa para bhiksu, seraya berkata: “Pada dahulu silam, asamkhyeya kalpa yang tak terhitung dan tak terhingga lamanya, terdapat Sang Buddha yang bergelar Mahabhignagnanabhibhu (Maha Bijaksana Universal Sempurna) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Alamnya disebut Rupa Baik. Kalpanya disebut Maha Rupa. “Wahai para bhiksu sekalian! Semenjak kemokshaan Buddha itu telah berlalu sang waktu yang sangat panjang. Seandainya saja seseorang menghancurkan unsur‐unsur bumi dalam milyaran dunia (1 dunia = 1 gunung Sumeru + 4 benua disekelilingnya) menjadi bubuk tinta dan kemudian melewati seribu dunia, ia meneteskan sebutir bubuk tinta itu, dan melewati seribu dunia lagi, ia meneteskan sebutir lagi. Demikianlah seterusnya hingga semua bubuk tintanya usai. Bagaimanakah pendapatmu? Mungkinkah para ahli matematika atau murid‐muridnya dapat menghitung jumlah dunia yang dilaluinya?” “Tidak mungkin, Yang Maha Agung!” “Wahai para bhiksu sekalian! Seandainya dunia‐dunia yang telah dilewati oleh orang itu, baik yang ditetesi tinta maupun yang tidak, seluruhnya dihancurkan lagi menjadi debu dan setiap debu itu diumpamakan menjadi satu kalpa (1 kalpa = 4 kalpa sedang x 20 kalpa kecil x 16.8 juta tahun). Sang waktu yang telah berlalu semenjak kemokshaan Buddha itu melampaui jumlah debu yang dijelaskan tadi dengan puluhan ratus ribu koti asamkhyeya kalpa yang tak terhitung, yang tak terbatas, dan yang tak terhingga jumlahnya. Akan tetapi dengan mata BuddhaKu, kini Ku saksikan peristiwa tersebut seolah‐ olah kejadian hari ini juga." Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Aku ingat pada dahulu silam berkalpa‐kalpa yang tak terbatas lamanya, terdapat Buddha yang bergerlar Mahabhignagnanabhibhu. Seandainya seseorang menghancurkan bumi dalam milyaran dunia menjadi bubuk tinta. Setiap melewati seribu dunia, ia meneteskan sebutir bubuk dan seterusnya hingga seluruh butirannya usai. Seandainya seluruh dunia baik yang ditetesi tinta maupun yang tidak dihancurkan pula menjadi debu, dan setiap butir diumpamakan menjadi satu kalpa. Ketahuilah bahwa sang waktu yang telah lewat semenjak kemokshaan Buddha Maha Bijak melampaui jumlah kalpa yang tak terhitung itu. Akan tetapi Aku dengan kebijaksanaan Tathagata yang sempurna dan tak terintangi,
menyaksikan kemokshaan Buddha tersebut, para Sravaka dan para BodhisatvaNya seolah‐olah kejadian hari ini juga. Ketahuilah para bhiksu sekalian! Kebijaksanaan Sang Buddha suci dan sempurna, tak tercela dan tak terintangi, menembus banyak kalpa yang tiada hitungan. Kemudian Sang Buddha menyapa para bhiksu, seraya berkata: “Usia Buddha Mahabhignagnanabhibhu ialah sepanjang 540 puluhan ribu koti nayuta kalpa. Pada awalnya Buddha tersebut duduk diatas tahta KeBodhian menaklukkan tentaranya Mara. Selama 1 kalpa hingga 10 kalpa kecil (1 kalpa kecil = 16.8 juta tahun), ia duduk bersila dimana jasmani dan rohani tiada bergerak. Namun demikian, belum juga ia mencapai penerangan sempurna. “Kemudian para dewata dari alam kesurgaan Trayatrimsha (surga tingkat 2) mempersembahkan kepadanya sebuah singgasana setinggi 1 yojana (1 yojana = 18 kilometers) dibawah pohon bodhi, yang dimaksud untuk pencapaianNya akan Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Ketika Beliau menduduki singgasana itu, para raja Brahma menghujani bunga‐bunga kesurgaan seluas 100 yojana. Sewaktu‐waktu angin yang wanginya harum semerbak meniup bunga‐bunga yang layu dan kemudian turun berhujankan yang baru. Begitu terus, tiada henti‐hentinya selama 10 kalpa kecil sebagai pujaan kepada Buddha tersebut. Bahkan sampai kemokshaannya, bunga‐bunga kesurgaan itu terus menerus turun bertaburkan. Ke 4 raja dewata (surga tingkat 1) tiada henti‐hentinya pula menabuh genderang kesurgaan sebagai pujaan kepada Buddha itu. Para dewata memainkan pula alunan musik kesurgaan selama 10 kalpa kecil. Demikianlah halnya sampai mokshanya Buddha tersebut. “Wahai para bhiksu sekalian! Sesudah 10 kalpa kecil, Sang Mahabhignagnanabhibhu akhirnya meraih pencerahan sempurna, mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Sebelum meninggalkan kerajaannya, Beliau mempunyai 16 putera. Putera yang pertama bernama Gnanakara (Kumpulan Bijaksana). Masing‐masing puteranya memiliki beraneka ragam mainan berharga. Ketika mendengar Sang ayah mencapai pencerahan sempurna, mereka segera menyingkirkan segala jenis benda langka yang dimilikinya untuk pergi menemui Buddha Mahabhignagnanabhibhu. Masing‐masing ibu dari ke 16 putera bertangis dan mengikut serta (Ibu mereka tidak berkenan puteranya meninggalkan istana untuk menjadi bhiksu). “Kakek mereka, Sang Cakravartin (raja Pemutar Roda Dharma), disertai ratusan menteri dan puluhan ratus ribu koti rakyatnya, mengikut serta ke Teras Penerangan. Semuanya berkenan mendekati Sang Mahabhignagnanabhibhu, memuja dan memuliakanNya. Sesudah tiba ditempat, mereka bersujud dihadapan Buddha Maha Bijak, mengitariNya dan kemudian dengan tangan terkatup memandangNya, seraya mengucapkan syair: Buddha Yang Maha Bijak! Berkewibawaan agung dan berkebajikan luhur. Demi menyelamatkan segenap mahluk, Beliau telah meraih KeBuddhaan. Segala tekad ikrarmu telah tercapai.
Tiada keberuntungan yang melampauinya. Alangkah langkanya munculnya Sang Buddha. Selama 10 kalpa kecil, raga dan jiwaNya tiada bergerak. Dan pada akhirnya, Beliau mencapai pencerahan sempurna. Kami turut bersuka cita dan mengucapkan selamat. Semenjak lama para mahluk terus menderita. Terbutakan, tanpa pembimbing. Tanpa menyadari Jalan untuk mengakhiri derita. Tidak mengetahui cara mencapai kebebasan. Jalan kejahatan kian hari kian meningkat, sehingga penghuni surga terus berkurang; Para mahluk terjerumus dalam kegelapan, tiada berkesempatan mendengar nama Buddha. Kini Sang Maha Bijak telah mencapai pencerahan sempurna, tenteram abadi dalam Dharma yang tiada cela. Kami, para dewata dan manusia, kini telah memperoleh manfaat termulia. (Berkesempatan menjumpai Buddha Maha Bijak) Oleh karenanya, kami bersujud dan mengabdi padaNya. Kemudian ke 16 pangeran bermohon kepada Sang Buddha Mahabhignagnanabhibhu untuk memutar roda Dharma, seraya berkata: “Yang Maha Bijak! Ceramahkanlah Dharma. Dengan berbuat demikian, Beliau akan membawa ketenteraman dan kenyamanan, menguntungkan para dewata dan manusia secara meluas.” Kemudian mereka mengulangi permohonan mereka dengan syair: O’ Pahlawan Dunia yang tak tertandingi! Beliau disertai ratusan tanda‐tanda kemuliaanNya, telah berhasil mencapai kebijaksanaan sempurna. Demi seluruh dunia umat manusia, sudilah kiranya Beliau menceramahkan Dharma. Selamatkanlah kami dan para mahluk lainnya. Maklumilah (Dharma) secara panjang lebar, Cerahkanlah kami agar kami dapat mencapai kebijaksanaan. Kami yakin kami pun mampu mencapainya, dan begitu pula dengan segenap mahluk. O’ Yang Maha Bijak, Beliau sedalam‐dalamnya mengetahui lubuk hati mereka, serta jalan yang ditempuh mereka. Kemampuan dan kecerdasan mereka masing‐masing. Berkah pahala yang telah diperbuat mereka. Prilaku mereka pada kehidupan lampau; Yang Maha Bijak, semua ini telah Beliau ketahui!
Putarlah roda Dharma yang tiada tara itu! Kemudian Sang Buddha menyapa para bhiksu, seraya berkata: “Ketika Sang Mahabhignagnanabhibhu mencapai penerangan sempurna, 500 puluhan ribu koti Buddhaloka di 10 penjuru, semuanya bergetar dalam 6 cara berbeda. Tempat‐tempat gelap diantara batasan‐batasan itu dimana cahaya Sang mentari dan rembulan tiada dapat menembusi, semuanya tersinar menjadi cemerlang, sehingga para mahluk ditengah‐tengahnya dapat saling melihat. Serempak mereka berseru: ‘Dari manakah munculnya mahluk‐mahluk ini?’ “Lagipula istana‐istana di berbagai tingkat kesurgaan dalam kawasan itu, dan begitu pula istana‐ istana KeBrahmaan (tingkat surga tertinggi dimana para Brahma menikmati samadhi yang mendalam) tergoncang dalam 6 cara berbeda. Sedang cahaya yang terang benderang memancar dimana‐mana, menerangi seluruh alam semesta. Pancaran cahaya itu melampaui sinar kesurgaan. “Pada saat itu 500 puluhan ribu koti dunia di kawasan timur, istana‐istana surga KeBrahmaan seluruhnya tersinari cahaya yang 2 kali lipat dari kecemerlangannya biasa. Masing‐masing raja surga KeBrahmaan itu berpikir: ‘Apakah sebabnya istana‐istana kami kini terang benderang melampaui sebelumnya.’ “Kemudian para raja surga KeBrahmaan itu saling berkunjung untuk merundingkan hal tersebut. Diantara raja‐raja Brahma yang berkumpul pada saat itu terdapat Maharaja Brahma yang bernama Penyelamat. Demi kelompok raja Brahma, ia bersabda dengan syair: Seluruh istana‐istana kami terang benderang tidak seperti dulunya. Apakah sebab musabab cahaya ini? Marilah kita bersama‐sama menyelidikinya. Apakah dewa maha bajik telah dilahirkan? Apakah Buddha telah muncul di dunia sehingga sinar cahaya ini menerangi seluruh alam semesta? “Pada saat itu raja‐raja surga KeBrahmaan dari 500 puluhan ribu koti dunia mengendarai kereta istana mereka masing‐masing, seraya melepaskan jubah dan mengisinya dengan bunga‐bunga kesurgaan. Lalu mereka pergi bersama‐sama ke arah barat untuk menyelidiki hal (sinar) tersebut. Disana mereka menyaksikan Sang Tathagata Maha Bijak pada Teras Penerangan duduk bersila diatas singgasana dikaki sebuah pohon bodhi, dikelilingi serta dimuliakan oleh para dewata, raja naga, gandharva, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia. Mereka menyaksikan pula ke 16 puteranya bermohon kepada Sang Maha Bijak untuk memutar roda Dharma. “Segera raja‐raja Brahma tersebut bersujud dihadapan Sang Maha Bijak, mengitariNya sebanyak 100,000 kali (mereka hanya perlu sekejap waktu untuk melakukan hal tersebut), dan kemudian menaburkan bunga‐bunga kesurgaan diatasNya. Bunga‐bunga itu tertumpuk bagaikan gunung Sumeru (namun tak terlihat oleh umat awam). Bunga‐bunga kesurgaan ditaburkan pula pada pohon bodhiNya yang tingginya 10 yojana. Kemudian mereka mempersembahkan istananya masing‐masing kepada Buddha Maha Bijak, seraya berkata, ‘Kasihanilah kami dan sudilah kiranya Beliau menerima istana‐istana yang kami persembahkan ini.’
“Kemudian raja‐raja surga KeBrahmaan dihadapan Sang Maha Bijak, dengan sepenuh hati serempak mengucapkan syair: Kemunculan Yang Maha Agung merupakan suatu kelangkaan! Sesuatu kesempatan yang sulit ditemui. Berkah pahalaNya tiada batasnya. Beliau mampu menyelamatkan segenap mahluk. Maha Guru bagi para dewata dan manusia, Beliau mengasihi dan mententeramkan dunia, sehingga para mahluk di 10 penjuru memperoleh manfaat. Kami telah meninggalkan samadhi yang mendalam, untuk datang memuliakan Sang Maha Bijak. Berkat pahala yang telah kami tanam pada kehidupan lampau, istana‐istana kami terhias dengan indahnya. (kemegahan dan kemewahan yang luar biasa) Kini kami dengan hati ikhlas mempersembahkannya kepada Sang Maha Bijak. Sudilah kiranya Beliau menerimanya. “Kemudian mereka bermohon kepada Sang Maha Bijak, seraya berkata: ‘Sudilah kiranya Beliau memutar roda Dharma, membuka pintu Nirvana dan menyelamatkan segenap mahluk.’ “Kemudian raja‐raja Brahma itu dengan sepenuh hati mengucapkan syair: O’ Pahlawan Dunia Yang Termulia! Sudilah kiranya Beliau menceramahkan Dharma. Dengan kekuatan kewelas asihanMu yang maha agung, selamatkanlah para mahluk dari deritanya! “Seketika itu Sang Tathagata Maha Bijak diam‐diam menyetujuinya. Lagi para bhiksu sekalian! Di 500 puluhan ribu koti dunia di kawasan tenggara (selatan timur), masing‐masing raja surga KeBrahmaan mengamati istananya tersinari cahaya yang 2 kali lipat dari kecemerlangannya biasa. Diliputi dengan kegembiraan yang tidak pernah mereka alami sebelumnya, semuanya saling berkunjung untuk merundingkan hal tersebut. “Diantara raja‐raja Brahma yang berkumpul pada saat itu terdapat Maharaja Brahma yang bernama Maha Belas Kasih. Demi kelompok raja Brahma, ia mengucapkan syair: Apakah yang menyebabkan timbulnya tanda ini? Seluruh istana‐istana kami terang benderang tidak seperti dulunya. Apakah dewa maha bajik telah dilahirkan? Apakah Buddha telah muncul di dunia?
Belum pernah kami menyaksikan cahaya yang sedemikian cemerlang. Meski kami harus melalui puluhan ribu koti dunia, kami akan bersama‐sama menelusurinya. Kiranya Sang Buddha telah muncul di dunia demi menyelamatkan para mahluk dari derita. “Pada saat itu raja‐raja surga KeBrahmaan dari 500 puluhan ribu koti dunia mengendarai kereta istananya masing‐masing, seraya melepaskan jubah dan mengisinya dengan bunga‐bunga kesurgaan. Lalu mereka pergi bersama‐sama ke arah tenggara (utara barat) untuk menyelidiki tanda tersebut. Disana mereka menyaksikan Sang Tathagata Maha Bijak pada Teras Penerangan duduk bersila diatas singgasana dikaki sebuah pohon bodhi, dikelilingi serta dimuliakan oleh para dewata, raja naga, gandharva, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia. Mereka menyaksikan pula ke 16 puteranya bermohon kepada Sang Buddha untuk memutar roda Dharma. “Segera raja‐raja Brahma itu bersujud dihadapan Sang Maha Bijak, mengitariNya sebanyak 100,000 kali, kemudian menaburkan bunga‐bunga kesurgaan diatasNya. Bunga‐bunga itu tertumpuk bagaikan gunung Sumeru. Bunga‐bunga kesurgaan ditaburkan pula pada pohon bodhi yang tingginya 10 yojana. Kemudian mereka mempersembahkan istana mereka masing‐masing kepada Buddha Maha Bijak, seraya berkata, ‘Kasihanilah kami dan sudilah kiranya Beliau menerima istana‐istana yang kami persembahkan ini.’ “Kemudian raja‐raja surga KeBrahmaan dihadapan Sang Mahabhignagnanabhibhu, dengan sepenuh hati serempak mengucapkan syair: Yang Maha Suci, Raja dari para dewata, dengan suara semerdu Kalavinka. (Burung Kalavinka di pegunungan Himalaya, India) Penyayang dan pengasih segenap mahluk! Kini kami menyajung dan memuliakanMu. Alangkah langka munculnya Sang Buddha. 180 kalpa telah berlalu tanpa munculnya Buddha, sehingga ke 3 alam sengsara menjadi penuh, sedang penghuni surga kian hari kian berkurang. Kini Sang Mahabhignagnanabhibhu telah muncul sebagai mata bagi segenap mahluk. Seluruh dunia akan mengabdi padaNya, dan Beliau akan menyelamatkan semuanya. Ia akan menjadi Ayah bagi segenap mahluk yang menyayangi dan mengasihi semuanya. Berkat berkah pahala dari kehidupan lampau, kini kami berkesempatan bertemu dengan Yang Maha Sempurna, Sang Maha Bijak.
“Kemudian mereka masing‐masing bermohon kepada Sang Maha Bijak, seraya berkata: ‘Sudilah kiranya Sang Maha Bijak mengasihi dan mententeramkan segenap mahluk. Berkenanlah Beliau memutar roda Dharma dan menyelamatkan segenap mahluk.’ “Kemudian raja‐raja surga KeBrahmaan dengan sepenuh hati serempak mengucapkan syair: Yang Maha Suci! Putarlah roda Dharma Bentangkanlah hakekat Dharma, selamatkanlah para mahluk dari derita, agar mereka dapat memperoleh kebahagian. Mereka yang mendengar Dharma ini akan mencapai Jalan Benar ataupun terlahir di alam surga; Sedang mahluk di 3 alam sengsara akan berkurang, dan mereka yang tabah dalam kebaikan akan meningkat. “Saat itu Sang Tathagata Mahabhignagnanabhibhu diam‐diam menyetujuinya. Lagi para bhiksu sekalian! 500 puluhan ribu koti dunia di kawasan selatan, masing‐masing raja surga KeBrahmaan mengamati istananya tersinari cahaya yang 2 kali lipat dari kecemerlangannya biasa. Diliputi dengan kegembiraan yang tidak pernah mereka alami sebelumnya, semuanya saling berkunjung untuk merundingkan hal tersebut, seraya berkata: ‘Apakah sebabnya istana‐istana kami menjadi kian cemerlang?’ “Diantara raja‐raja Brahma yang berkumpul pada saat itu terdapat Maharaja Brahma yang bernama Dharma Menakjubkan. Demi kelompok raja Brahma, ia bersabda dengan syair: Seluruh istana‐istana kami tersinari cahaya yang melebihi sebelumnya. Tidaklah mungkin tanpa suatu sebab. Marilah kita menyelidiki asal usul cahaya ini. Semenjak ratusan, ribuan kalpa, belum pernah kami menyaksikan cahaya yang sedemikian cemerlang. Apakah dewa maha bajik telah dilahirkan? Apakah Buddha telah muncul didunia? “Pada saat itu raja‐raja surga KeBrahmaan dari 500 puluhan ribu koti dunia mengendarai kereta istananya masing‐masing, seraya melepaskan jubah dan mengisinya dengan bunga‐bunga kesurgaan. Lalu mereka pergi bersama‐sama ke arah utara untuk menyelidiki tanda tersebut. Disana mereka menyaksikan Sang Tathagata Maha Bijak pada Teras Penerangan duduk bersila diatas singgasana dikaki sebuah pohon bodhi, dikelilingi serta dimuliakan oleh para dewata, raja naga, gandharva, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia. Mereka menyaksikan pula ke 16 puteranya bermohon kepada Sang Buddha untuk memutar roda Dharma. “Segera raja‐raja Brahma itu bersujud dihadapan Sang Maha Bijak, mengitariNya sebanyak 100,000 kali, kemudian menaburkan bunga‐bunga kesurgaan diatasNya. Bunga‐bunga itu tertumpuk
bagaikan gunung Sumeru. Bunga‐bunga kesurgaan ditaburkan pula pada pohon bodhi yang tingginya 10 yojana. Kemudian mereka mempersembahkan istananya masing‐masing kepada Sang Maha Bijak, seraya berkata: ‘Kasihanilah kami dan sudilah kiranya Beliau menerima istana‐istana yang kami persembahkan ini.’ “Kemudian raja‐raja surga KeBrahmaan dihadapan Sang Maha Bijak dengan sepenuh hati serempak mengucapkan syair: Alangkah langka munculnya Sang Buddha, Pemusnah segala derita dunia! 130 kalpa telah lewat tanpa munculnya Sang Buddha. Bagi para mahluk yang kehausan, Beliau mencurahkan hujan Dharma. Yang belum pernah kami jumpai sebelumnya, Yang berkebijaksanaan sempurna, ibarat bunga Udumbara, akhirnya muncul dihadapan kami. Berkat pancaran sinar cahayaMu, istana‐istana kami menjadi terang benderang. Sudilah kiranya Sang Maha Bijak menerimanya. “Kemudian mereka masing‐masing bermohon kepada Sang Maha Bijak, seraya berkata: ‘Sudilah kiranya Yang Maha Bijak memutar roda Dharma, mententeramkan dan membebaskan seluruh alam semesta para dewata, mara, raja surga KeBrahmaan, shramana dan Brahmana.’ “Kemudian raja‐raja surga KeBrahmaan dengan sepenuh hati serempak mengucapkan syair: Sudilah kiranya Yang Maha Bijak memutar roda Dharma. Tabuhkanlah genderang Dharma, tiupkanlah terompet Dharma, hujankanlah hujan Dharma, dan selamatkanlah segenap mahluk. Kami yakin padamu! Bentangkanlah suara DharmaMu. “Saat itu Sang Tathagata Maha Bijak diam‐diam menyetujuinya. Lagi para bhiksu sekalian, di barat daya (selatan barat) hingga di kawasan bawah, seluruhnya terjadi peristiwa yang sama (10 penjuru: utara, timur, selatan, barat, 4 ditengah‐tengahnya, atas dan bawah). “Saat itu 500 puluhan ribu koti dunia di kawasan atas, masing‐masing raja surga KeBrahmaan menyaksikan istananya tersinari cahaya yang 2 kali lipat dari kecemerlangannya biasa. Diliputi dengan kegembiraan yang tidak pernah mereka alami sebelumnya, semuanya saling berkunjung untuk merundingkan hal tersebut, seraya berkata: ‘Apakah sebabnya istana‐istana kami menjadi kian cemerlang?’
“Sementara itu diantara raja‐raja Brahma yang berkumpul terdapat Maharaja Brahma yang bernama Sikhin. Demi kelompok raja Brahma, ia mengucapkan syair: Apakah sebabnya seluruh istana‐istana kami cemerlang melampaui sebelumnya? Tanda menakjubkan semacam ini belum pernah kami alami sebelumnya. Apakah dewa maha bajik telah dilahirkan? Apakah Buddha telah lahir didunia? “Pada saat itu raja‐raja surga KeBrahmaan dari 500 puluhan ribu koti dunia mengendarai kereta istananya masing‐masing, seraya melepaskan jubah dan mengisinya dengan bunga‐bunga kesurgaan. Lalu mereka pergi bersama‐sama ke arah bawah untuk menyelidiki tanda tersebut. Disana mereka menyaksikan Sang Tathagata Maha Bijak pada Teras Penerangan duduk bersila diatas singgasana dikaki sebuah pohon bodhi, dikelilingi serta dimuliakan oleh para dewata, raja naga, gandharva, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia. Mereka menyaksikan pula ke 16 puteraNya bermohon kepada Sang Buddha untuk memutar roda Dharma. “Segera raja‐raja Brahma itu bersujud dihadapan Sang Maha Bijak, mengitariNya sebanyak 100,000 kali, kemudian menaburkan bunga‐bunga kesurgaan diatasNya. Bunga‐bunga itu tertumpuk bagaikan gunung Sumeru. Bunga‐bunga kesurgaan ditaburkan pula pada pohon bodhi yang tingginya 10 yojana. Kemudian mereka mempersembahkan istananya masing‐masing kepada Buddha Maha Bijak, seraya berkata, ‘Kasihanilah kami dan sudilah kiranya Beliau menerima istana‐istana yang kami persembahkan ini.’ “Kemudian raja‐raja surga KeBrahmaan dihadapan Sang Maha Bijak, dengan sepenuh hati serempak mengucapkan syair: Alangkah beruntungnya kami dapat menjumpai Buddha, Yang Maha Suci, Penyelamat Dunia, yang mampu membebaskan para mahluk dari segala derita Triloka! Yang Maha Bijaksana, yang dimuliakan para dewata dan manusia, yang berbelas kasih terhadap para mahluk yang menderita. Bentangkanlah pintu curahan embun, menyelamatkan segenap mahluk. Berkalpa‐kalpa yang tak terhitung lamanya telah terlewat tanpa munculnya Sang Buddha. Sementara itu 10 penjuru berada dalam kesuraman. Para mahluk di 3 alam sengsara kian meningkat, dan begitu pula dengan alam asura. Sedang penghuni surga kian hari kian berkurang. Di akhir hidupnya, banyak yang terjerumus ke alam sengsara. (Alam neraka, setan kelaparan dan hewan)
Tiada kesempatan mendengar Dharma, senantiasa mereka mengikuti jalan keliru, kebijaksanaan mereka terus merosot. Karena perbuatan‐perbuatan angkara, mereka kehilangan segala kebahagiaan. Berpedoman pada ajaran‐ajaran keliru, mereka tiada mengetahui prilaku susila. Tanpa bimbingan Sang Buddha, senantiasa mereka terjerumus ke alam sengsara. Sesudah sekian lama, akhirnya Beliau muncul sebagai mata bagi seluruh dunia. Demi mententeramkan segenap mahluk, Sang Maha Bijak telah muncul didunia. Beliau telah membebaskan diri dari Triloka dan mencapai penerangan sempurna; Hati kami penuh rasa gembira dan kagum, Kami dan seluruh anggota pesamuan agung turut bersuka cita dan bergembira atas apa yang belum kami ketahui sebelumnya. Berkat pancaran sinar cahaya Beliau, seluruh istana kami menjadi terang benderang. Kini kami persembahkan kepada Beliau. Berkenanlah kirannya Beliau menerimanya. Semoga jasa dari persembahan ini tersebar luas ke segenap mahluk, agar kami semua mencapai KeBuddhaan. “Kemudian mereka masing‐masing bermohon kepada Sang Maha Bijak, seraya berkata: ‘Sudilah kiranya Yang Maha Bijak memutar roda Dharma dan mententeramkan segenap mahluk.’ “Kemudian raja‐raja surga KeBrahmaan dengan sepenuh hati serempak mengucapkan syair: Sudilah Yang Maha Bijak memutar roda Dharma. Tabuhkanlah genderang Dharma. Selamatkanlah para mahluk dari deritanya. Kasihanilah kami! Bentangkanlah Jalan Nirvana! Dengan suaraMu yang dalam dan menakjubkan, bentangkanlah Jalan yang telah Beliau tempuh semenjak banyak kalpa yang tak terhitung lamanya. “Pada saat itu Sang Tathagata Maha Bijak menerima permohonan dari ke 16 puteraNya dan juga dari 10 penjuru raja surga KeBrahmaan. Dengan segera, Beliau memutar roda Dharma dari 12 bagian sebanyak 3 kali. Tiada shramana, brahmana, dewata, mara dan brahma maupun manusia yang mampu
memutarnya. Demikianlah ceramahNya: ‘Inilah penderitaan. Inilah sebab penderitaan. Inilah pemusnahan penderitaan. Inilah Jalan pemusnahan penderitaan.’ “Kemudian Beliau menguraikan Dharma 12 rantai penyebab, yaitu: 1. Ketidaktahuan menyebabkan perbuatan karma. 2. Perbuatan karma menyebabkan kesadaran. 3. Kesadaran menyebabkan nama dan rupa. 4. Nama dan rupa menyebabkan enam indera. 5. Enam indera menyebabkan kontak. 6. Kontak menyebabkan perasaan. 7. Perasaan menyebabkan nafsu. 8. Nafsu menyebabkan kemelekatan. 9. Kemelekatan menyebabkan keberadaan. 10. Keberadaan menyebabkan kelahiran. 11. Kelahiran menyebabkan kelapukan, kematian, kecemasan, kesedihan, penderitaan, kesengsaraan. 12. Kelapukan, kematian, kecemasan, kesedihan, penderitaan, kesengsaraan adalah akibat dari kelahiran. Inilah Jalan pemusnahan penderitaan: 1. Bila ketidaktahuan dimusnahkan maka perbuatan karma akan lenyap. 2. Bila perbuatan karma dimusnahkan maka kesadaran akan lenyap. 3. Bila kesadaraan dimusnahkan maka nama dan rupa akan lenyap. 4. Bila nama dan rupa dimusnahkan maka enam indera akan lenyap. 5. Bila enam indera dimusnahkan maka kontak akan lenyap. 6. Bila kontak dimusnahkan maka perasaan akan lenyap. 7. Bila perasaan dimusnahkan maka nafsu akan lenyap. 8. Bila nafsu dimusnahkan maka kemelekatan akan lenyap. 9. Bila kemelekatan dimusnahkan maka keberadaan akan lenyap. 10. Bila Keberadaan dimusnahkan maka kelahiran akan lenyap. 11. Bila kelahiran dimusnahkan maka kelapukan, kematian, Kecemasan, kesedihan, penderitaan, kesengsaraan akan lenyap. 12. Lenyapnya kelapukan, kematian, kecemasan, kesedihan, penderitaan dan kesengsaraan adalah akibat dari pemusnahan kelahiran. “Ketika Sang Buddha menceramahkan Dharma demikian, 600 puluhan ribu koti nayuta orang, karena tidak lagi termelekat pada perwujudan dan karena batin mereka terbebas dari segala noda, maka semuanya mencapai tingkat samadhi yang mendalam, memperoleh 3 pemahaman (3 dari 6 kegaiban), 6 kegaiban (1.Penjelmaan 2.Penglihatan Dewata 3.Pendengaran Dewata 4.Kemampuan mengetahui pikiran mahluk 5.Kemampuan melihat kehidupan lampau 6.Bebas dari kebodohan) dan 8 kebebasan. Ketika Beliau menceramahkan Dharma ini untuk ke 2, ke 3 dan ke 4 kalinya, para mahluk sejumlah pasir
di puluhan ribu koti sungai Gangga, karena tidak lagi termelekat pada perwujudan, maka batin mereka terbebas dari segala noda. Semenjak itu, kelompok para Sravaka (Arahat) menjadi tak terbatas dan tak terhingga sehingga tiada lagi dapat diutarakan dalam hitungan. “Sementara itu ke 16 puteraNya, semuanya meninggalkan kerajaannya masing‐masing untuk menjadi shramanera (bhiksu mudah). Ke 16 shramanera tersebut berkebijaksanaan, cerdas dan memiliki panca indera yang tajam. Sebelumnya mereka telah melayani dan mengabdi pada puluhan ratus ribu koti Buddha, telah menjalankan KeBrahmaan tanpa cela, serta berjuang mencapai Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi. Dengan serempak mereka menyapa Sang Mahabhignagnanabhibhu, seraya berkata: ‘Yang Maha Bijak! Seluruh Sravaka yang tak terhitung ini telah meraih keberhasilan. Yang Maha Bijak! Kini tiba waktunya. Ajarkanlah kami Dharma Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Sesudah mendengarkannya, kami akan turut melaksanakannya. Karena betapapun juga kami bertekad untuk mencapai kebijaksanaan agung Sang Tathagata. Kami yakin Yang Maha Bijak mengetahui lubuk hati kami.’ “Pada saat itu 80 ribu koti pengikut raja Cakravartin yang menyaksikan ke 16 pangeran meninggalkan kerajaannya (untuk menjadi bhiksu), semuanya berhasrat pula berbuat demikian. Sang raja Cakravartin segera menyetujuinya (dan memberi dukungan untuk keperluan mereka sehari‐hari). “Sesudah 20 ribu kalpa, Sang Mahabhignagnanabhibhu dihadapan pesamuan agung para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika akhirnya menceramahkan Sutra Kendaraan Besar berjudul Keajaiban Dharma Bunga Teratai, Dharma petunjuk bagi para Bodhisatva, Dharma yang senantiasa dilindungi dan diingati oleh para Buddha. Demi pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, ke 16 shramanera menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, membaca dan meresapinya. Beberapa diantara pengikut Sravaka juga mempercayai dan meresapinya. Namun beribu‐beribu koti ragam para mahluk menjadi ragu dan bimbang (terhadap Dharma Anuttara‐Samyak‐Sambodhi ini). “Sang Mahabhignagnanabhibhu menceramahkan Sutra ini selama 8,000 kalpa penuh. Kemudian memasuki sebuah ruangan sunyi, Beliau bersemedi selama 84,000 kalpa. “Ke 16 shramanera Bodhisatva yang mengetahui Sang Mahabhignagnanabhibhu telah memasuki samadhi, masing‐masing menduduki tahta Dharma dan selama 84,000 kalpa menceramahkan Sutra Teratai ini secara panjang lebar kepada ke 4 golongan pengikut. Ke 16 Bodhisatva itu masing‐ masing menyelamatkan para mahluk sejumlah pasir di 600 puluhan ribu koti nayuta sungai Gangga, menguntungkan, menggembirakan serta menyebabkannya bertekad untuk mencapai Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi. “Sesudah 84,000 kalpa, Sang Mahabhignagnanabhibhu bangkit dari samadhiNya dan pergi menuju ke tahta Dharma. Dengan tenteram, Beliau menduduki singgasana dan kemudian menyapa seluruh pesamuan agung, seraya berkata: ‘Alangkah langkanya Ke 16 Bodhisatva ini. Berkebijaksanaan dalam, cerdas dan memiliki panca indera yang tajam, sebelumnya mereka telah melayani dan mengabdi pada puluhan ratu ribu koti para Buddha yang tak terjumlah. Di hadapan para Buddha tersebut, mereka senantiasa menjalankan KeBrahmaan, menerima dan menjunjungi Dharma kebijaksanaan para Buddha, menceramahkannya kepada para mahluk dan membimbing mereka memasukinya. Wahai para hadirin sekalian! Ikuti dan muliakanlah ke 16 Bodhisatva ini. Mengapa? Karena betapapun juga, bilamana Sravaka, Pratyekabuddha dan Bodhisatva dapat meyakini ajaran‐ajaran Sutra yang diceramahkan oleh ke 16 Bodhisatva ini, menerima serta menjunjunginya dengan takzim, maka semuanya kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi.’” (Tingkat KeBuddhaan dimana tiada lagi pandangan aku, orang, mahluk, maupun waktu)
“Sang Mahabhignagnanabhibhu menyapa para bhiksu, seraya berkata: ‘Ke 16 Bodhisatva ini senantiasa berhasrat menceramahkan Sutra Teratai ini. Para mahluk yang dibina oleh masing‐masing Bodhisatva ini sejumlah pasir di 600 puluhan ratus ribu koti nayuta sungai Gangga. Di kelahiran demi kelahiran, mereka terlahir kembali bersama ke 16 Bodhisatva ini, mendengar Dharma darinya, menerima serta meresapinya. Oleh karenanya, mereka tiada henti‐hentinya menjumpai 40 ribu koti para Buddha hingga hari ini. “Ketahuilah para bhiksu sekalian! Ke 16 shramanera Bodhisatva ini, semuanya telah mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Di setiap 10 penjuru kawasan, masing‐masing sedang menceramahkan Dharma kepada puluhan ratus ribu koti para Bodhisatva dan para Sravaka yang tiada hitungan. Dua diantaranya telah menjadi Buddha di kawasan timur. Satu bernama Akshobhya yang berkediaman di Alam Kegembiraan, sedang yang satunya lagi bernama Puncak Sumeru. Dua diantaranya telah menjadi Buddha di kawasan tenggara. Satu bernama Deruan Singa, sedang yang satunya lagi bernama Rupa Singa. Dua diantaranya telah menjadi Buddha di kawasan utara. Satu bernama Samadhi Sunyata, sedang yang satunya lagi bernama Pemadam Dosa. Dua diantaranya telah menjadi Buddha di kawasan barat daya. Satu bernama Kewibawaan Sakra, sedang yang satunya lagi bernama Rupa Kebrahmaan. Dua diantaranya telah menjadi Buddha di kawasan barat. Satu bernama Amitabha, sedang yang satunya lagi bernama Penyelamat Dunia. Dua diantaranya telah menjadi Buddha di kawasan barat laut. Satu bernama Kegaiban Haruman Cendana, sedang yang satunya lagi bernama Rupa Sumeru. Dua diantaranya telah menjadi Buddha di kawasan utara. Satu bernama Kebebasan Awan, sedang yang satunya lagi bernama Raja Awan Bebas. Dua diantaranya telah menjadi Buddha di kawasan timur laut. Satu bernama Pembasmi Kecemasan, sedang yang satunya lagi ialah Aku sendiri, Buddha Shakyamuni, yang telah mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi di dunia Saha ini. (Dunia Saha ini ialah alam suci Buddha Shakyamuni) “Para bhiksu sekalian! Dulu sebagai shramanera, kami masing‐masing membina dan membimbing para mahluk sejumlah pasir di puluhan ratus ribu koti sungai Gangga, menyebabkannya mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Beberapa diantaranya telah berhasil mencapai buah Sravaka (Arahat). Namun kami terus menerus membina dan membimbingnya dalam pencapaian Anuttara‐ Samyak‐Sambodhi agar melalui Dharma ini mereka secara perlahan memasuki Jalan Buddha. Mengapa Ku katakan demikian? Karena kebijaksanaan Buddha sulit diyakini dan dipahami. Para mahluk sejumlah pasir dipuluhan ratus ribu koti sungai Gangga yang dibina pada saat itu adalah kalian para bhiksu (lanjutan bab 06) dan juga siswa‐siswa SravakaKu dimasa mendatang nanti (seluruh sangha dan umat Theravada). “Sesudah kemokshaanKu nanti, akan terdapat siswa‐siswa yang tidak mendengar Sutra ini maupun mengetahui tindak‐tanduk keBodhisatvaan. Akan tetapi berkat pahala yang telah diperbuatnya pada kehidupan lampau, mereka akan memasuki apa yang dianggapnya sebagai Nirvana. “Pada saat itu Aku akan berada di dunia lain dengan gelar Buddha yang berbeda. Sedang siswa‐ siswa SravakaKu ini akan terlahir kembali dalam masa DharmaKu. Karena berkehendak memperoleh kebijaksanaan Buddha, mereka akan (berkesempatan) mendengar Sutra ini. Hanya melalui Kendaraan Buddha saja, barulah mereka dapat mencapai kemokshaan (sejati). Tiada kendaraan lain. Karena betapapun juga, berbagai macam ajaran yang diceramahkan oleh para Tathagata hanyalah Jalan Kebijaksanaan. (Demi Satu Kendaraan Buddha) “Wahai para bhiksu sekalian! Bilamana Sang Tathagata mengetahui bahwa sudah tiba saatnya
untuk memasuki Nirvana dan bilamana siswa‐siswaNya telah suci batinnya, teguh keyakinannya, kokoh pengertiannya dan dalam samadhinya, maka Beliau akan mengumpul para Bodhisatva dan SravakaNya dan kemudian menceramahkan Sutra ini kepadanya. (Sang Buddha dengan daya kekuatan gaibNya dapat mengumpul para mahluk tanpa memanggilnya) Tiada kendaraan ke 2 maupun ke 3 untuk mencapai kemokshaan. Hanya dengan Satu Kendaraan Buddha saja untuk mencapai kemokshaan. “Wahai para bhiksu sekalian! Sang Tathagata dengan sempurna memahami sifat dan lubuk hati para mahluk. Beliau mengetahui beberapa diantaranya menyenangi Kendaraan Kecil dan dalam‐dalam terjerat pada 5 ketamakan. Oleh karenanya, Beliau membentangkan Nirvana dengan sedemikian cara agar supaya mereka yang mendengarnya dengan segera dapat mempercayai dan menerimanya. “Seandainya terdapat suatu jalan rusak sepanjang 500 yojana (500 x 18 km = 9,000 km), curam dan sulit ditempuh, padang belantara dan terpencil, tanpa penduduk di sekitarnya. Dan seandainya rombongan besar berhasrat melewati jalanan itu mencapai harta karun. Mereka mempunyai pemimpin jalan yang bijaksana dan cerdas. Ia mengetahui jalan ini dengan baik, dimana yang dapat dilalui dan yang tidak. Ia siap menuntun rombongan itu menempuh jalanan sulit yang penuh mara bahaya ini. “Rombongan yang ia tuntun, ditengah‐tengah jalan berputus asa dan berkata: ‘Kami sudah letih dan merasa takut. Kami tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan ini. Jalan yang terbentang didepan masih kian jauh. Hendaknya kami pulang kembali saja.’ “Sang pemimpin yang penuh kebijaksanaan berpikir: ‘Alangka sayangnya bila mereka menyerah dipertengahan jalan dan berputar kembali (roda samsara).’ Setelah merenungkan demikian, Ia memutuskan untuk menerapkan suatu cara bijaksana. Sekitar 300 yojana di pertengahan jalan, ia dengan daya kekuatan gaibnya menciptakan sebuah kota dan kemudian menyapa rombongan itu, seraya berkata: ‘Janganlah khawatir! Janganlah kalian berputus asa. Tidak jauh dari sini terdapat sebuah kota besar dimana kalian dapat beristirahat dan memuaskan segala keinginan kalian. Masuklah kedalam kota itu agar kalian tenteram dan nyaman sentosa. Bilamana kalian sudah pulih kembali, barulah kita melanjutkan perjalanan.’ “Para anggota rombongan yang letih itu dengan penuh gembira berseru: ‘Kini kami bebas dari jalan yang menyeramkan ini dan memperoleh kenyamanan.’ Segera, mereka maju melangkah ke dalam kota. Karena telah terselamatkan dari mara bahaya, mereka merasa tenteram dan nyaman sentosa. “Setelah beberapa saat kemudian, Sang Pemimpin yang mengamati bahwa rombongan itu telah pulih dan bugar kembali, segera melenyapkan kota gaib tersebut dan berkata kepada mereka: ‘Marilah kita melanjutkan perjalanan. Letaknya harta karun sudah kian mendekat. Kota gaib tadi hanya suatu khayalan yang aku ciptakan sebagai tempat peristirahatan.’ “Wahai para bhiksu sekalian! Demikian pula halnya dengan Sang Tathagata. Beliau adalah pemimpin agung kalian. Ia mengetahui jalan roda hidup dan mati yang curam itu panjang dan sulit ditempuh; Akan tetapi harus dilewati, harus disebrangi. Bilamana para mahluk hanya mendengar tentang Satu Kendaraan Buddha, mereka tidak akan berhasrat untuk menemui Sang Buddha maupun mendekatiNya, tetapi berpikir: ‘Jalan Buddha begitu jauh dan panjang. Kami harus bersusah payah, menempuh banyak kesulitan sebelum mencapai tujuan.’ “Sang Buddha mengetahui bahwa para mahluk lemah tekadnya. Oleh karenanya, Beliau dengan kebijaksanaanNya membentangkan 2 Nirvana sebagai tempat peristirahatan di pertengahan jalan. Bilamana mereka telah beristirahat di ke 2 Nirvana ini, maka Sang Tathagata akan mendorongnya seraya
berkata: ‘Apa yang dicapai kalian belumlah tuntas. Harta kebijaksanaan Sang Buddha sudah kian mendekat. Sedang Nirvana yang telah kalian capai, bukanlah yang sesungguhnya. Itu hanyalah cara bijaksana yang diterapkan oleh Sang Tathagata, dimana Satu Kendaraan Buddha dibentangkan menjadi tiga.’ “Sang Buddha seperti Sang pemimpin itu, yang menyediakan tempat peristirahatan dengan menciptakan sebuah kota besar. Ketika mengamati bahwa mereka telah beristirahat, ia mengumumkan: ‘Letaknya harta karun sudah dekat. Kota ini bukanlah yang sesungguhnya, tetapi hanya ciptaan gaibKu.’” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Sang Mahabhignagnanabhibhu duduk berisla di Teras Penerangan selama 10 kalpa kecil, akan tetapi belum juga dicapainya kesadaraan Buddha. Para dewata, raja naga, asura dan lainnya senantiasa menghujankan bunga‐bunga kesurgaan sebagai pujaan kepada Sang Maha Bijak. Para dewata menabuhkan genderang kesurgaan serta memainkan segala macam alunan musik. Angin yang wanginya harum semerbak meniup bunga‐bunga layu, dan kemudian bunga‐bunga baru turun berhujankan. Sesudah 10 kalpa kecil, Beliau akhirnya mencapai penerangan sempurna. Para dewata dan seluruh dunia umat manusia turut bersuka cita. Ke 16 pangeran disertai puluhan ribu koti pengikutnya, semuanya datang mengunjungi Sang Maha Bijak. Mereka bersujud dan memohonNya untuk memutar roda Dharma: ‘Sang Simba Maha Suci! Hujankanlah hujan DharmaMu. Puaskanlah kami dari kehausan.’ Alangkah langka munculnya Sang Tathagata. Demi menyadarkan segenap mahkluk, Beliau menggoncangkan kawasan dimana‐mana (tanpa merusaknya). 500 puluhan ratus ribu dunia di kawasan timur, istana‐istana surga KeBrahmaan menjadi terang benderang tak seperti dulunya. Menyaksikan tanda demikian, para raja Brahma datang berkunjung ke tempat Buddha, menaburkan bunga‐bunga kesurgaan sebagai pujaan, dan mempersembahkan pula istana‐istana mereka, seraya bermohon kepada Sang Maha Bijak untuk memutar roda Dharma dan memujaNya dengan syair. Sang Mahabhignagnanabhihbu mengetahui bahwa belum tiba waktunya untuk menceramahkan Dharma. Meski mereka bermohon, Beliau tetap duduk berdiam saja.
Di 3 arah lainnya maupun 4 arah ditengah‐tengahnya, atas dan bawah, terjadi hal yang serupa. Raja‐raja surga KeBrahmaan (dari setiap arah tersebut) datang berkunjung, menaburi bebungaan, dan mempersembahkan istana‐istana mereka, seraya bermohon kepada Sang Maha Bijak untuk memutar roda Dharma: ‘Sang Tathagata sulit ditemui. Sudilah kiranya Beliau membentang buka pintu embun manis dan mumutar roda Dharma yang tiada tara.’ Sang Mahabhignagnanabhibhu, Yang Maha Bijak, menyetujui permohonan mereka. Beliau membentangkan berbagai macam ajaran, yaitu Dharma 4 Kesunyataan Mulia, ke 12 mata rantai penyebab. memakluminya secara panjang lebar. ‘Pahamilah sebab akan segala derita dan cemas.’ Ketika Beliau menceramahkan Dharma ini, 600 puluhan ribu koti trillion para mahluk terbebas dari belenggu dan mencapai tingkat Arahat. Ketika Beliau menceramahkan Dharma untuk ke 2 kalinya, para mahluk sejumlah pasir di ribuan puluhan ribu sungai Gangga, karena tidak lagi termelekat pada perwujudan, semuanya terbebas dan mencapai tingkat Arahat. Semenjak itu, para mahluk yang mencapai Jalan tiada lagi dapat diutarakan dalam jumlah – Meski dihitung selama puluhan ribu koti kalpa pun, tiada mungkin dapat mentuntaskan jumlahnya. Pada saat itu ke 16 pangeran meninggalkan kerajaannya masing‐masing untuk menjadi shramanera. Bersama‐sama mereka bermohon kepada Sang Maha Bijak untuk menceramahkan Dharma Kendaraan Besar, seraya berkata: ‘Kami beserta pendamping kami berhasrat pula mencapai Jalan Buddha. Kami pun berkehendak memperoleh mata batin suci yang telah dimiliki Sang Maha Bijak.’ Sang Mahabhignagnanabhibhu mengetahui watak kekanak‐kanakan mereka serta prilaku mereka pada kehidupan lampau. Maka Beliau dengan berbagai macam cara bijaksana, sebab musab, istilah dan perumpamaan, menceramahkan ke 6 paramita
(1.Dana 2.Sila 3.Tabah 4.Tekun 5.Samadhi 6.Kebijaksanaan) dan hal‐hal mengenai daya kekuatan gaib, membentangkan Dharma yang sesungguhnya, serta tindak‐tanduk KeBodhisatvaan, menceramahkan Sutra Teratai ini secara panjang lebar. Sesudah itu, Sang Mahabhignagnanabhibhu masuk bermeditasi dalam ruangan sunyi selama 84,000 kalpa, dimana jasmani dan rohani tiada bergerak. Ke 16 shramanera yang mengetahui bahwa Sang Maha Bijak belum bangkit dari samadhiNya, masing‐masing menduduki tahta Dharma, dan memaklumi Sutra Teratai ini secara panjang lebar. Tiada henti‐hentinya mereka menceramahkan Dharma, membimbing para mahluk memasuki Jalan Buddha. Ke 16 shramanera Bodhisatva ini menyelamatkan para mahluk sejumlah pasir di 600 ratu puluhan ribu koti sungai Gangga. Sesudah kemokshaan Sang Mahabhignagnanabhibhu, mahluk‐mahluk yang mendengarkan Dharma (dari ke 16 shramanera Bodhisatva) senantiasa terlahir kembali dihadapan Gurunya masing‐masing. Ke 16 Bodhisatva ini telah menyempurnakan Jalan KeBuddhaanNya, dan kini berkediaman di alam Buddha masing‐masing. Orang‐orang yang pada saat itu mendengarkan Dharma, semuanya terlahir kembali dihadapan salah satu ke 16 Buddha. Sedang mereka yang berketetapan di tingkat Sravaka secara perlahan dibimbing agar masuk ke Jalan Buddha. Aku, sendiri, adalah salah satu dari ke 16 (Buddha), yang semenjak dahulu silam telah mengajar dan membina kalian. Oleh karenanya, Aku akan terapkan cara bijaksana dalam menuntun kalian mencapai harta kebijaksanaan Buddha. Karena sebab musabab terdahulu ini, kini Aku menceramahkan Sutra Teratai ini, membimbing kalian memasuki Jalan Buddha. Dengarkanlah dengan cermat! Janganlah khawatir! Seandainya di suatu daerah terpencil terdapat sepanjang jalan buruk yang curam, dihuni oleh hewan‐hewan buas, tanpa air maupun rerumputan, ditakuti oleh orang‐orang. Rombongan puluhan ratusan ribu koti orang berhasrat melewatinya, akan tetapi jalan ini terbentang jauh, sepanjang 500 yojana. Pada saat itu terdapat seorang pemimpin,
berpengetahuan dan berbijaksana, yang memahami jalan tersebut dengan baik. Ia mampu menyelamatkan orang‐orang dari mara bahaya. Anggota rombongan ini dipertengahan jalan menjadi letih dan berputus asa, seraya berkata kepada pemimpin mereka: ‘Kini kami tidak lagi sanggup melanjutkan perjalanan ini. Hendaknya kami berputar kembali saja.’ Sang pemimpin merenungkan demikian: ‘Orang‐orang ini patut dikasihani! Jika mereka berputar kembali, maka mereka akan kehilangan harta karun yang terletak didepan.’ Sang pemimpin yang berkebijaksanaan itu memutuskan untuk menggunakan daya kekuatan gaibnya. Dengan segera, ia menciptakan sebuah kota besar disertai 2 lapis pintu gerbang dan dikelilingi tembok. Dalamnya berhiaskan tetanaman, semak‐semak, saluran air dan kolam‐kolam mandi, serta menara‐menara yang menjulang tinggi, yang semuanya dihuni oleh laki‐laki dan perempuan. (Buddha menjelma sebagai para penghuni) Sesudah menciptakan khayalan demikian, Sang pemimpin menenangkan seluruh rombongan itu, seraya berkata: ‘Janganlah kalian cemas! Masuklah kedalam kota ini dan nikmatilah sepuasmu.’ Ketika rombongan itu masuk ke dalam kota, semuanya diliputi dengan rasa suka cita yang amat, karena memperoleh apa yang belum diperoleh sebelumnya. Semuanya menjadi tenteram dan nyaman sentosa, menganggap dirinya telah terselamatkan. Sang pemimpin yang mengetahui bahwa mereka telah beristirahat, kemudian memanggil seluruh rombongan itu seraya mengumumkan: ‘Marilah kita melanjutkan perjalanan – Ini hanyalah sebuah kota khayalan. Mengamati bahwa kalian telah letih dan berputus asa, aku dengan daya kekuatan gaibku menciptakan kota ini sebagai tempat peristirahatan. Sekarang majulah dengan penuh semangat agar bersama‐sama kita mencapai letaknya harta karun.’ Demikian pula denganKu. Sebagai penuntun segenap mahluk, Aku mengamati para umat
yang berputus asa di pertengahan jalan, tak mampu melewati jalan curam hidup dan mati. Oleh karenanya, Aku menerapkan Jalan Bijaksana, membentangkan 2 Nirvana di pertengahan jalan, sebagai tempat peristirahatan, seraya berkata: ‘Kini kalian telah bebas dari segala derita. Kalian telah mentuntaskan apa yang harus dilakukan.’ Ketika mengamati kalian telah mencapai Nirvana (tingkat Arahat), maka akan Ku kumpulkan seluruh rombongan dan menceramahkan Dharma yang sesungguhnya. Para Buddha dengan cara bijaksana membentangkan satu tujuan sebagai 3 (tahap). Namun sesungguhnya hanyalah demi Satu Kendaraan Buddha saja. Ke 2 Nirvana itu dibentangkan hanya sebagai tempat peristirahatan. Namun kini Aku menceramahkan yang sesungguhnya. Apa yang telah kalian capai bukanlah kemokshaan. Demi pencapaian kebijaksanaan Sang Buddha, Bersemangatlah dengan sepenuhnya! Bilamana kalian memperoleh pencerahan dalam Dharma Sang Buddha, disertai kebijaksanaanNya yang sempurna, 10 daya kekuatan gaib dan 32 tanda kemuliaan, maka itu barulah kemokshaan yang sesungguhnya. Sebagai penuntun segenap mahluk, para Buddha membentangkan Nirvana sebagai tempat peristirahatan. Bilamana mengamati para mahluk telah beristirahat, Beliau segera menuntunnya masuk kedalam kebijaksanaan Buddha.
Bab 08 Reramalan Pada saat itu Purna putera dari Sang Maitreyani, setelah mendengar ceramah Sang Buddha yang sedemikian bijaksana, sempurna dan tepat, setelah mendengar reramalan siswa‐ siswa terkemuka, dan setelah mendengar tentang sebab musabab hubungan mereka pada kehidupan lampau dan mendengar tentang kebebasan dan kekuatan gaib para Buddha, ia (Purna) mengalami apa yang belum pernah dialami sebelumnya. Hatinya tersucikan dan bersuka cita. Seketika itu ia bangkit dari duduknya, pergi menghadap Sang Buddha dan bersujud dikakinya. Kemudian ia mengundurkan diri ke samping sambil memandang Sang Buddha dengan sepenuh hati, seraya merenungkan: ‘Alangka luar biasa Yang Maha Agung! Alangkah langka tindak tandukNya, mengajar sesuai dengan apa yang tepat, menerapkan Jalan Bijaksana dalam menceramahkan Dharma, menyebabkan para mahluk terbebas dari kebelengguannya. Berkah pahalaNya tiada dapat dituturkan. Hanya Sang Buddha, Yang Maha Agung, yang dapat memahami sepenuhnya lubuk hati kami.’ Kemudian Sang Buddha menyapa para bhiksu, seraya berkata: ‘Lihatkah kalian siswaKu Sang Purna Maitreyaniputra ini? Senantiasa Aku memujinya sebagai penceramah Dharma yang terkemuka. Dan Aku senantiasa memuji pula jasa‐jasanya yang beraneka ragam. Purna senantiasa bersemangat dalam melindungi, mempertahankan, membantu dan membabarkan DharmaKu. Kemampuannya dalam menjelaskan, menguntungkan dan menggembirakan ke 4 golongan pengikut, kecermatannya dalam memahami Dharma yang diceramahkan oleh Sang Buddha, jasanya yang melimpah dalam membina mereka yang menjalankan KeBrahmaan (petapaan). Terkecuali Sang Tathagata, tiada yang mampu menyamai kesaksamaannya dalam menceramahkan Dharma. “Sang Purna tidak hanya melindungi, mempertahankan, membantu dan membabarkan DharmaKu saja. Dihadapan 90 koti para Buddha terdahulu, ia juga melindungi, menegakkan, membantu dan membabarkan Dharma para Buddha tersebut. Diantara para penceramah Dharma pada saat itu, ia jugalah yang terkemuka. “Lagi, Sang Purna memahami dengan jelas dan cermat mengenai Dharma Kesunyataan yang diceramahkan oleh para Buddha. Ia telah memperoleh 4 macam pengetahuan yang tak terbatasi, dan senantiasa menceramahkan Dharma, tanpa keraguan maupun kebimbangan. Karena betapapun juga, ia telah menyempurnakan kegaiban KeBodhisatvaan. Selama hidupnya, ia senantiasa menjalankan KeBrahmaan, sehingga para umat pada masa Buddha tersebut, semuanya berpikir: ‘Inilah Sravaka sejati!’ “Dengan cara bijaksana sedemikian, Sang Purna telah memberi manfaat besar bagi ratusan ribu para mahluk yang tak terhitung, dan telah membina asamkhyeya orang yang tak terbatas, menyebabkannya menuju pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Demi menghias Buddhalokanya (alam Buddha), ia senantiasa melaksanakan tugas Buddha, membina dan membimbing para mahluk. “Wahai para bhiksu sekalian! Sang Purna juga merupakan siswa terkemuka diantara para penceramah Dharma dimasa 7 Buddha (Shakyamuni adalah Buddha yang ke 7). Ia juga adalah yang terkemuka diantara para penceramah Dharma dihadapanKu sekarang. Ia juga akan
menjadi penceramah Dharma yang terkemuka dibawah naungan para Buddha mendatang dalam kalpa Bijaksana ini (terdapat 1,000 Buddha yang muncul berturut‐turutan didalam kalpa Bijaksana ini. Shakyamuni adalah Buddha yang ke 4. Maitreya yang ke 5), senantiasa melindungi, mempertahankan, membantu dan membabarkan Dharma para Buddha tersebut. Dimasa mendatang, ia juga akan melindungi, mempertahankan, membantu dan membabarkan Dharma para Buddha yang tak terjumlah, senantiasa mengajar, membina dan menguntungkan para mahluk yang tiada hitungan serta menyebabkannya menuju pencapaian Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi. Demi menghias Buddhalokanya, ia senantiasa mencurahkan diri dengan penuh semangat, membina dan membimbing para mahluk. “Tahap demi tahap, ia akan menyempurnakan tugas KeBodhisatvaan, dan setelah asamkhyeya kalpa yang tak terbatas, di alamnya itu ia kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi dengan gelar Dharmaprabhasa (Dharma Cemerlang) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10. Buddha Yang Maha Agung. “Buddha tersebut akan mempunyai milyaran dunia sejumlah pasir di sungai Gangga sebagai BuddhalokaNya! Buminya terbuat dari 7 permata. Tanahnya rata dan datar bak telapak tangan, tanpa gundukan, selokan, jurang ataupun belahan bumi (sebab para penghuninya tenteram sentosa). Dimana‐mana terdapat teras dan menara dari 7 permata. Istana‐istana kesurgaan akan terletak dekat di langit, dimana para manusia dan para dewata akan dapat saling melihat dan berkomunikasi. Dialamnya itu tiada alam sengsara (tiada alam 1.Neraka 2.Setan lapar 3.Hewan) ataupun jenis wanita (wanita terlahir disana sebagai pria). Seluruh mahluk akan terlahir secara transformasi (dari bunga teratai) tanpa kebelengguan birahi. Mereka akan memperoleh kekuatan maha gaib, dengan tubuh yang berkilau cemerlang, dan mereka akan bebas terbang sekehendaknya. Bertekad teguh, bersemangat dan berbijaksana, semuanya akan mempunyai raga keemasan disertai 32 tanda kemuliaan. Semua mahluk dalam alam tersebut akan senantiasa menyantap 2 macam hidangan, yaitu kegembiraan dalam Dharma dan kenikmatan samadhi. AlamNya akan dihuni oleh asamkhyeya, puluhan ribu koti nayuta Bodhisatva yang tak terhitung. Para Bodhisatva tersebut akan memperoleh daya kekuatan maha gaib dan 4 macam pengetahuan yang tak terbatasi, pandai dalam mengajar dan membina beraneka ragam mahluk. Jumlah para Sravakanya tiada dapat diutarakan dalam hitungan maupun jumlahan. Semuanya sempurna dengan 6 Kegaiban (1.Penjelmaan 2.Penglihatan Dewata 3.Pendengaran Dewata 4.Membaca Pikiran 5.Mengetahui kehidupan lampau 6.Bebas dari kebodohan), 3 Pemahaman (3 dari 6 Kegaiban) dan 8 Kebebasan (batin). “Demikianlah Buddhalokanya. Kalpanya akan disebut Ratnavabhasa (Permata Cemerlang). Buddhalokanya disebut Suvisuddha (Suci Sempurna). Usia Buddha itu sepanjang asamkhyeya kalpa yang tak terbatas. Dharmanya akan bertahan lama. Sesudah kemokshaan Buddha Dharmaprabhasa, menara dari 7 permata akan didirikan diseluruh BuddhalokaNya.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Waha para bhiksu sekalian! Jalan Bijaksana yang ditempuh oleh putera‐putera Buddha,
sungguh menakjubkan, tak terbayangkan. Mengetahui lubuk hati para mahluk, serta mereka yang menyenangi Kendaraan Kecil, takut akan kebijaksanaan Tathagata. Oleh karenanya, para Bodhisatva menyamar sebagai pengikut Sravaka ataupun Prayekabuddha, menerapkan Jalan Bijaksana yang tiada hitungan, dalam membina beraneka ragam mahluk. Menyebut dirinya sebagai Sravaka dan menyatakan bahwa dirinya masih kian jauh dari Jalan KeBuddhaan. Dengan cara demikian membina para mahluk yang tak terbatas banyaknya, sehingga semuanya meraih keberhasilan. Meski berkemauan kecil, lengah dan lalai, para mahluk dibina dan dibimbing agar supaya tahap demi tahap semuanya mencapai Jalan Buddha. Didalam batin mereka terahasiakan jiwa dan tindak tanduk keBodhisatvaan, namun mereka nampak sebagai Sravaka. Mereka seolah‐olah hanya membebaskan diri dari roda samsara, namun sesungguhnya mereka menghias Buddhaloka. Siswa‐siswaKu dengan cara bijaksana demikian, menyelamatkan segenap mahluk. Jika Ku tuturkan prilaku, tindak‐tanduk, serta penjelmaan yang dilaksanakan mereka dalam membina beraneka ragam mahluk, maka mereka yang mendengarnya akan menjadi ragu dan bimbang. Kini Ku nyatakan bahwa semenjak dahulu silam, Sang Purna telah melaksanakan Jalan dengan penuh semangat dibawah naungan ribuan koti para Buddha, mempertahankan dan membabarkan Dharma yang diceramahkan oleh para Buddha tersebut. Demi pencapaian kebijaksanaan sempurna, ia senantiasa mengunjungi para Buddha. Berpengetahuan dan berkebijaksanaan luas, ia menjadi guru bagi para pengikut Buddha. Kefasihan ceramahnya tiada kenal gentar. Senantiasa, ia menggembirakan para pendengar, Tiada pernah lengah ataupun berputus asa dalam membantu tugas para Buddha. Ia telah memperoleh kekuatan maha gaib
serta 4 macam pengetahuan yang tak terbatasi. Ia mengetahui kemampuan pendengarnya, baik mereka yang cerdas ataupun yang tidak dan senantiasa menceramahkan Dharma yang suci, menceramahkan prinsip semacam ini, membina kelompok ribuan koti umat, menyebabkannya berteguh dalam Kendaraan Besar, sedang dirinya memperindah Buddhaloka. Dimasa mendatang, ia akan memuliakan para Buddha yang tak terhitung jumlahnya, melindungi, membantu dan membabarkan Dharma Benar para Buddha tersebut, sedang dirinya menghias Buddhaloka. Senantiasa ia menerapkan berbagai macam cara bijaksana, menceramahkan Dharma tanpa gentar, menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan, menyebabkannya mencapai kebijaksanaan sempurna. Ia akan memuliakan para Buddha Tathagata, melindungi dan mempertahankan kekayaan Dharma. Kemudian ia akan menjadi Buddha dengan gelar Dharmaprabhasa. AlamNya akan disebut Ratnavabhasa terbentuk dari 7 permata, sedang kalpaNya akan disebut Sovisudha. Kelompok para BodhisatvaNya sejumlah berkoti‐koti yang tak terbatas banyaknya. Semuanya akan memperoleh kekuatan maha gaib, berkewibawaan agung, berkebajikan luhur dan penuh semangat. Bodhisatva‐Bodhisatva demikian akan memenuhi alamnya. Jumlah para pengikut SravakaNya tiada hitungan. Semuanya akan memperoleh 3 pemahaman, 8 kebebasan, dan 4 macam pengetahuan (Dharma) yang tak terbatasi. Demikianlah kelompoh SanghaNya. Seluruh penghuni alam tersebut akan bebas dari kebirahian. Mereka akan terlahir suci secara transformasi, dengan segala tanda kemuliaan yang menghias tubuhnya. Dengan ke 2 macam hidangan yaitu kegembiraan dalam Dharma dan kenikmatan samadhi, mereka tiada akan memikirkan santapan lainnya. Tiada jenis wanita ataupun ke 3 alam sengsara. Demikianlah berkah pahalanya (Sang Purna). Ia akan memperoleh alam sedemikian, senantiasa dihuni oleh para arif bijaksana. Mengenai siswaKu Purna Maitrayaniputra,
kini hanya Ku tuturkan secara singkat. Lalu 1,200 Arahat yang telah bebas pikirannya merenungkan demikian: ‘Kami bersuka cita mendengar apa yang belum kami dengar sebelumnya. Bilamana Yang Maha Agung memberi kami ramalan seperti yang telah Beliau berikan kepada siswa‐siswa utamaNya, maka tidakkah itu suatu sebab yang menggembirakan?’ Kemudian Sang Buddha menyapa Sang MahaKasyapa, seraya berkata: “Ketahuilah 1,200 Arahat dihadapanKu ini satu per satu kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Diantara pesamuan ini, siswa utamaKu bhiksu Kaundinya akan memuliakan 62 ribu koti para Buddha, dan kemudian menjadi Buddha dengan gelar Samantaprabhasa 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Ke 500 Arahat, yaitu Uruvilva Kasyapa, Gaya Kasyapa, Nadi Kasyapa, Kalodayin, Udayin, Aniruddha, Revata, Kapphina, Vakkhula, Cunda, Svagata dan sebagainya, semuanya kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Mereka akan memiliki gelar yang serupa, yaitu Samantaprabhasa.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Bhiksu Kaundinya akan menjumpai para Buddha yang tak terjumlah. Sesudah asamkhyeya kalpa yang tak terhitung, ia akan berhasil meraih pencerahan sempurna. Senantiasa ia akan memancarkan sinar cahaya. Sempurna daya kekuatan gaibNya, dan kemasyhuranNya tersebar luas diseluruh alam semesta. Dipuja dan dimuliakan oleh segenap mahluk. Senantiasa Ia akan menceramahkan Jalan Sempurna; Oleh karenanya, Ia disebut Kecemerlangan Universal. Alamnya bersih tak ternodai. (Karena para penghuni berbatin suci). Para Bodhisatvanya berani dan bersemangat. Semuanya akan menaiki menara‐menara menakjubkan, mengunjungi para Buddha disetiap 10 penjuru, untuk memberi bermacam‐macam pujaan. Kemudian dengan hati gembira, mereka akan kembali ke tanah Buddha asalnya. Demikianlah daya kekuatan gaibnya. Usia Buddha tersebut ialah sepanjang 60 ribu kalpa, Dharma Benarnya akan bergema 2 kali lipat masa itu, sedang Dharma Semunya akan bertahan 2 kali lipatnya lagi. Ketika DharmaNya berakhir, para dewata dan manusia akan berduka cita.
Ke 500 bhiksu, satu per satu kelak menjadi Buddha, Semuanya akan mempunyai gelar yang serupa, yaitu Samantaprabhasa, Mereka akan meramalkan penerusnya masing‐masing, seraya berkata: ‘Sesudah kemokshaanKu nanti, siswaKu ini kelak menjadi Buddha. Alamnya akan seperti punyaKu sekarang ini.’ Kemuliaan alam mereka masing‐masing, kegaiban mereka yang beraneka ragam, jumlah para pengikut Bodhisatva dan SravakaNya, masa Dharma Benar dan masa Dharma SemuNya, serta jangka panjang usiaNya; Semuanya akan seperti yang telah Ku jelaskan tadi. Wahai Kasyapa! Sekarang engkau telah mengetahui reramalan ke 500 Arahat yang telah bebas batinnya. Demikian pula dengan siswa‐siswa Sravaka lainnya. Bagi mereka yang tiada hadir dalam pesamuan ini, ceramahkan dan maklumilah Sutra Teratai ini! Kemudian ke 500 Arahat dihadapan Sang Buddha, setelah menerima reramalan demikian, semuanya bersuka cita dalam Dharma. Segera mereka bangkit dari duduknya masing‐ masing, menghadap Sang Buddha dan bersujud dikakiNya. Kini mereka menyesali akan kekurangannya masing‐masing, mencela dirinya seraya bersabda: “Yang Maha Agung! Kami senantiasa menganggap diri sendiri telah mencapai kemokshaan mutlak. Mengapa? Karena meski kami mampu mencapai kebijaksanaan Sang Tathagata, akan tetapi kami puas akan kebijaksanaan Kendaraan Kecil. “Yang Maha Agung! Seperti halnya seseorang yang mengunjung ke rumah sahabatnya (Sang Buddha), dan disitu ia mabuk tertidur (kegelapan batin). Sementara itu, sahabatnya yang harus pergi menjalankan tugas kantor (tugas Buddha), menjahit sebuah permata berharga (Sutra Teratai ini) yang tak ternilai ke dalam jubahnya dan kemudian berangkat meninggalkannya. Namun kawannya yang mabuk tertidur tidak menyadari sedikitpun akan hal ini. Ketika terbangun, ia meneruskan perjalanannya, mengembara kian kemari dari negeri ke negeri. Demi mencari sandang dan pangan, ia mengalami banyak kesulitan dan puas dengan sedikit yang diperolehnya. “Beberapa saat kemudian, Sang sahabat (kita mempunyai hubungan akrab dengan Sang Buddha, sebab Beliau telah membimbing kita di kehidupan demi kehidupan) kebetulan menjumpainya dan berkata: ‘Mengapa engkau demikian bersusah payah demi mencari sandang dan pangan? Demi memastikan kenyamanan serta memenuhi kepuasanmu, maka dahulu pada waktu itu, aku telah mengikatkan sebuah permata yang tak ternilai ke dalam pakaianmu. Aku yakin permata itu masih didalam pakaianmu. Akan tetapi engkau tidak menyadarinya, sehingga cemas dan menyusahkan diri demi kebutuhanmu sehari‐hari. Sekarang tukarlah permata itu sesuai kehendakmu, tanpa mengalami kemiskinan maupun kekurangan lagi.’
“Demikian pula dengan Sang Buddha. Ketika menjalankan KeBodhisatvaannya, Beliau mengajar dan membina kita, mengembangkan dalam batin kita kebodhicitaan untuk memperoleh kebijaksanaan sempurna. Akan tetapi telah kami lupakan, tanpa menyadari ataupun mengetahuinya. Ketika mencapai buah Arahat, kami menganggap diri sendiri telah mencapai kemokshaan. Mengalami banyak kesulitan dan puas dengan sedikit yang kami peroleh. Namun kami belum kehilangan kebodhicitaan untuk memperoleh kebijaksanaan sempurna. Kini Yang Maha Agung menyadarkan kami seraya berkata: ‘Para bhiksu sekalian! Apa yang kalian capai, bukanlah kemokshaan yang sesungguhnya. Semenjak lama Aku senantiasa menyebabkan kalian menanam benih‐benih KeBuddhaan. Aku sebagai cara bijaksana menunjukkan Jalan Nirvana. Namun kalian menganggapnya sebagai Nirvana sejati.’ “Yang Maha Agung! Kini kami paham. Sesungguhnya kami adalah Bodhisatva yang telah memperoleh reramalan kami akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Oleh karenanya, kami diliputi kegembiraan yang amat, karena telah memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya.” Kemudian Ajnata‐Kaundinya dan siswa‐siswa lainnya berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah mereka dengan syair: Kami telah mendengar reramalan ini, menjamin kami ketenteraman yang tiada taranya. Kami bersuka cita telah memperoleh apa yang belum kami peroleh sebelumnya, dan bersujud kepada Sang Buddha yang berkebijaksanaan sempurna. Kini dihadapan Yang Maha Agung, kami sungguh‐sungguh menyesali kekurangan kami. Dari kekayaan Dharma Sang Tathagata yang melimpah, kami hanya memperoleh sekelumit Nirvana, dan seperti orang bodoh segera menjadi puas. Kami seperti orang miskin yang pergi mengunjung ke rumah sahabat akrab. Sahabatnya itu kaya raya dan menyajikan segala macam kelezatan dihadapannya. Kemudian Sang sahabat menjahit sebuah permata berharga ke dalam pakaian orang miskin dan diam‐diam berangkat pergi. Temannya yang sedang mabuk tertidur, tidak menyadari akan hal tersebut. Ketika terbangun, ia mengembara kian kemari dari negeri ke negeri demi mencari sandang dan pangan untuk kelangsungan hidupnya. Ia mengalami banyak kesulitan,
dan puas dengan sedikit yang diperolehnya tanpa mengharapkan selebihnya. Ia tidak menyadari permata yang telah terjahit didalam pakaiannya itu. Kemudian Sang sahabat secara kebetulan menjumpai si orang miskin itu dan dengan pahit mencelanya, menunjukkan permata yang telah terjahit ke dalam pakaiannya itu. Ketika melihat permata yang berkilauan itu, si orang miskin diliputi dengan kegembiraan yang amat, karena kini ia kaya raya, memiliki harta kekayaan yang melimpah, dapat mencukupi segala kebutuhannya, dan memuaskan ke 5 inderanya. Kami pun seperti orang miskin itu. Sepanjang malam, Yang Maha Agung senantiasa mengasihi, mengajar dan membina kami, menyebabkan kami menanam benih‐behih KeBodhian. Karena ketidaktahuan kami, maka kami tidak menyadarinya. Memperoleh hanya sekelumit Nirvana, kami berpuas hati dan tidak menghendaki selebihnya. Namun kini Sang Buddha menyadarkan kami, seraya berkata: ‘Ini bukanlah kemokshaan yang sesungguhnya. Bilamana kalian telah memperoleh kebijaksanaan Buddha, maka itu barulah kemokshaan yang sesungguhnya.’ Kini kami telah mendengar dari Sang Buddha tentang reramalan dan kemegahan alam Buddha, dan sebagaimana masing‐masing meramalkan penerusnya. Oleh karenanya, hati kami penuh rasa gembira!
Bab 09 Reramalan Pada saat itu Ananda dan Rahula merenungkan demikian: ‘Alangkah menyenangkan jika kami diberi ramalan KeBuddhaan!’ Dengan segera, mereka bangkit dari duduknya, pergi menghadap Sang Buddha, bersujud dikakiNya, dan kemudian menyapa Sang Buddha seraya berkata: “Yang Maha Agung! Kami berhasrat pula memperoleh bagian (ramalan) kami! Kami dengan sepenuhnya meyakini Yang Maha Agung dan kemasyhuran kami telah tersebar disegenap penjuru. Ananda senantiasa melayani Sang Buddha, melindungi dan mempertahankan kekayaan Dharma, sedang Rahula adalah putera Sang Buddha. Jika Beliau memberikan kami ramalan KeBuddhaan, maka keinginan kami akan terkabulkan dan harapan para hadirin juga akan terpuaskan.” Lalu ke 2,000 Sravaka, baik Saiksha (Pelajar) maupun Asaiksha (Terpelajar), semuanya bangkit dari duduknya masing‐masing, membentangkan bahu kanannya (sebagai penghormatan), maju ke hadapan Sang Buddha, dan dengan tangan terkatup memandang Yang Maha Agung, seraya mengucapkan kehendak Ananda dan Rahula. Kemudian Sang Buddha bersabda kepada Ananda: “Dimasa mendatang, engkau kelak menjadi Buddha dengan gelar Sagara Paradara Buddhi Viridhi Tabigna 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Engkau akan memuliakan 62 koti para Buddha, melindungi dan mempertahankan kekayaan Dharma para Buddha tersebut, dan kemudian mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Engkau akan mengajar dan membina para Bodhisatva sejumlah pasir di 20 ribu puluhan ribu koti sungai Gangga, menyebabkan mereka semua mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Alamnya akan disebut Anavanamita Vaigayanta (Bendera Merdeka Abadi). Buminya suci dan bersih, terbuat dari lapis lazuli. Kalpanya disebut ManognaSabdaBhigargita (Suara Takjub Menyeluruh). Usia Buddha tersebut sepanjang ribuan, puluhan ribu, koti asamkhyeya kalpa. Meski orang‐orang menghitungnya selama ribuan, puluhan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tak terbatas, tiada akan pula mereka dapat mentuntaskannya. Dharma BenarNya akan bergema 2 kali lipat dari masa usia Buddha tersebut, sedang Dharma SemuNya akan bertahan 2 kali lipatnya lagi. Wahai Ananda! Buddha Sagara Paradara Buddhi Viridhi Tabigna akan dipuji oleh Tathagata sejumlah pasir di ribuan, puluhan ribu koti sungai Gangga yang tak terbatas. Semuanya akan menyanjung jasa‐jasaNya.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Kini Aku katakan kepada para bhiksu sekalian bahwa Sang Ananda si penjunjung Dharma, akan memuliakan 62 koti para Buddha, dan kemudian meraih Pencerahan Sempurna. Gelarnya ialah Sagara Paradara Buddhi Viridhi Tabigna. Alamnya suci dan bersih, disebut Anavanamita Vaigayanta. Ia akan mengajar dan membina para Bodhisatva sejumlah pasir di sungai Gangga. Berkewibawaan agung dan berkebajikan agung,
kemasyhuranNya tersebar luas di 10 penjuru. UsiaNya tak terbatasi karena Ia mengasihi segenap mahluk. Dharma BenarNya akan berlangsung 2 kali lipat masa usiaNya. Dharma SemuNya akan bertahan 2 kali lipatnya lagi. Para mahluk bagaikan pasir di sungai Gangga yang tak terjumlah, akan menanam benih‐behih menuju ke Jalan Buddha. Pada saat itu ke 8,000 Bodhisatva yang telah berbodhicita mencapai Pencerahan Sempurna, semuanya merenungkan: ‘Kami belum pernah mendengar satu Bodhisatva pun diramalkan demikian. Apakah sebabnya Sravaka ini memperoleh reramalan demikian?’ Kemudian Sang Buddha yang mengetahui lubuk hati para Bodhisatva itu, maka bersabdalah Beliau: “Wahai para hadirin sekalian! Dahulu silam, ketika Aku dan Ananda berguru pada Buddha Dharmagahanabhyudgataraga (Raja KeSunyataan), kita berdua serempak bertekad untuk mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Ananda senantiasa senang mendengarkan Dharma (pelajar), sedang Aku senantiasa mencurahkan diri dengan penuh semangat (pelaksana). Oleh karenanya, Aku telah berhasil mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi (terlebih dahulu), sedang Ananda melindungi dan mempertahankan DharmaKu. Ia juga akan melindungi kekayaan Dharma para Buddha mendatang, mengajar, membina dan menguntungkan kelompok para Bodhisatva yang tak terhitung jumlahnya. Demikianlah ikrarnya semula. Oleh karenanya, ia telah memperoleh ramalan demikian.” Ketika Ananda dihadapan Sang Buddha mendengar tentang ramalan yang diberikan kepadanya, dan mendengar tentang kemegahan alam yang kelak diperolehnya, seluruh tekad ikrarnya (seolah‐olah) tercapai dan hatinya bersuka cita, karena telah memperoleh (mendengar) apa yang belum ia peroleh (dengar) sebelumnya. Tiba‐tiba, ia teringat kekayaan Dharma yang telah diceramahkan oleh ribuan, puluhan ribu koti para Buddha terdahulu (diantara siswa‐siswa Sang Buddha, Ananda mempunyai daya ingatan terunggul). Dan ia dapat meresapi seluruhnya tanpa hambatan, seolah‐olah ia baru saja mendengarkannya. Ia teringat pula tekad ikrarnya semula. Kemudian Sang Ananda bersabda dengan syair: Alangka langkahnya munculnya Sang Buddha. Beliau telah menyebabkan aku mengingat Dharma yang telah diceramahkan oleh para Buddha terdahulu, seakan‐akan aku mendengarnya pada hari ini juga. Kini aku tiada lagi keraguaan, tetapi teguh di Jalan Buddha. Dengan cara bijaksana, Aku mengabdi, melayani, melindungi dan mempertahankan Dharma para Buddha. Kemudian Sang Buddha bersabda kepada Rahula (putera Sang Buddha): “Dimasa mendatang, engkau akan menjadi Buddha dengan gelar Sapta Ratnapadma Vikranta Gamin 1.Tathagata 2.Pantut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Engkau akan memuliakan para Buddha Tathagata sejumlah debu di 10 dunia (1 dunia = 1 gunung Sumeru + 4 benua disekililingnya), dan engkau akan selalu menjadi putera pertama dari para Buddha tersebut, persis seperti halnya sekarang (Rahula adalah putera kandung pertama dari Sang
Buddha). Kemegahan alam Buddhamu, panjang usia, jumlah siswa, masa Dharma Benar dan masa Dharma Semunya tidak akan berbeda dengan Buddha Dharmagahanabhyudgataraga (Ananda). Pada inkarnasi terakhirmu, engkau akan menjadi putera pertama dari Buddha Dharmagahanabhyudgataraga (Ananda), dan kemudian mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Sebelum Aku meninggalkan istanaKu, Rahula adalah putera pertamaKu. Kini Aku mencapai KeBuddhaan, Ia pun menerima ajaranKu sebagai putera DharmaKu. Di inkarnasi mendatang, ia akan menemui berkoti‐koti para Buddha yang tak terjumlah. Sebagai putera pertama dari para Buddha tersebut, ia akan tekun melaksanakan Jalan Buddha. Tindak‐tanduk kerahasiaan Sang Rahula, (Rahula tidak suka memperlihatkan jasa‐jasanya) hanya Aku yang dapat mengetahuinya. Dikelahiran demi kelahiran, ia pun akan menjadi putera pertama dari para Buddha tersebut. Kini ia juga menjadi putera pertamaKu. Dengan jasa‐jasanya yang tak terhingga, ia kokoh tenteram dalam Dharma Sang Buddha, dan senantiasa menghendaki Jalan Sempurna. Pada saat itu Sang Buddha mengamati ke 2,000 siswa, baik Saiksha maupun Asaiksha, yang berlemah lembut, suci dan murni. Semuanya memandang Sang Buddha dengan sepenuh hati. Kemudian Sang Buddha berkata kepada Ananda: “Lihatkah engkau ke 2,000 Saiksha dan Asaiksha ini?” “Ya, saya melihatnya.” “Wahai Ananda! Siswa‐siswaKu ini akan memuliakan para Buddha Tathagata sejumlah debu di 50 dunia, memuliakan dan menyanjungNya, serta melindungi dan mempertahankan kekayaan Dharma para Buddha tersebut. Pada inkarnasinya terakhirnya, semuanya akan serempak menjadi Buddha di 10 penjuru alam semesta dan mempunyai gelar yang serupa, yaitu Ratnaketu (Tanda Permata) 1.Tathagta 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Usia para Buddha tersebut sepanjang 1 kalpa (20 x 4 x 16.8 juta tahun = 1,344 juta tahun). Kemegahan Buddhaloka, jumlah para pengikut Sravaka dan BodhisatvaNya, masa Dharma Benar dan masa Dharma Semu Mereka, semuanya akan serupa.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: 2,000 Sravaka yang kini berada dihadapanKu –
Aku ramalkan bahwa mereka dimasa mendatang kelak bersamaan menjadi Buddha. Para Buddha yang dipuja dan dimuliakan mereka Ialah sejumlah debu di 50 dunia. Mereka akan melindungi dan mempertahankan kekayaan Dharma para Buddha tersebut, dan kemudian meraih pencerahan sempurna. Masing‐masing akan memiliki alam Buddha disalah satu 10 penjuru. dan semuanya akan mempunyai gelar yang serupa. Semuanya akan serempak menduduki Teras KeBodhian, dan mencapai kebijaksanaan sempurna. Semuanya akan disebut Ratna Ketu. Kemegahan alam, jumlah para pengikut, masa Dharma Benar dan masa Dharma Semu Mereka, semuanya akan serupa, tanpa perbedaan. Semuanya akan memanfaatkan kegaiban Mereka, dalam menyelamatkan segenap mahluk di 10 penjuru. (Buddha dengan 4 cara menyelamatkan para mahluk yaitu: 1.Dharma 2.Rupa 3.Kegaiban 4.Nama BuddhaNya masing‐masing) KemasyhuranNya akan tersebar luas diseluruh alam semesta. Pada akhirnya, Mereka akan bersamaan memasuki Nirvana. Ketika ke 2,000 siswa, baik Saiksha maupun Asaiksha, mendengar ramalan tersebut, semuanya diliputi kegembiraan yang amat hingga melompat‐lompat, seraya berkata: Yang Maha Agung, Pelita Kebijaksanaan. Mendengar reramalan demikian, hati kami diliputi penuh rasa gembira, seolah‐olah termandikan embun manis!
Bab 10 Guru Dharma Pada saat itu Sang Buddha menyapa Bodhisatva Bhaisajaraja (Raja Pengobat), dan melaluinya juga 80 ribu pengikutnya, seraya berkata: “Wahai Bhaisajaraja! Apakah engkau melihat pesamuan para dewata, raja naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia, begitu juga para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika, maupun mereka yang menghendaki Kendaraan Sravaka, Kendaraan Pratyekabuddha serta Kendaraan Buddha? Mereka yang dihadapan Buddha mendengar sebait syair ataupun sepatah kata dari Sutra Teratai ini dan menerimanya dengan penuh gembira, meski hanya sesaat, maka Aku ramalkan bahwa mereka semua kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi.” Sang Buddha menyapa Bodhisatva Bhaisajaraja: “Lagi, jika sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, terdapat mereka yang mendengar sebait syair ataupun sepatah kata dari Sutra Teratai ini dan menerimanya dengan penuh gembira, meski hanya sesaat, maka Aku ramalkan bahwa mereka pun kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Lagi, jika terdapat mereka yang menjunjungi, membaca, menghafal, memaklumi dan menulis Sutra Teratai ini, meski hanya sebait syair, dan memuliakan Sutra ini seolah‐olah memuliakan Sang Buddha, memuliakannya dengan bebungaan, dedupaan, kalungan, bubuk dedupaan, salep dedupaan, dupa, tirai, panji dan bendera, jubah dan alunan musik, serta mengatupkan kedua tangan dengan takzim, maka ketahuilah Bhaisajaraja bahwa orang‐orang demikian telah memuliakan ratusan ribu koti para Buddha dan dihadapan para Buddha tersebut telah memenuhi tekad ikrarnya. Karena berbelas kasih terhadap para mahluk, mereka telah terlahir didunia ini. “Wahai Bhaisajaraja! Bilamana seseorang bertanya mahluk‐mahluk manakah yang kelak mencapai KeBuddhaan dimasa mendatang, maka jawablah bahwa orang‐orang demikian dimasa mendatang kelak mencapai KeBuddhaan. Mengapa? Karena bilamana putera‐puteri baik menjunjungi, membaca, menghafalkan, memaklumi dan menulis Sutra Teratai ini, meski hanya sebait syair, memuliakan Sutra ini dengan segala macam pujaan seperti bebungaan, dedupaan, kalungan, bubuk dedupaan, salep dedupaan, dupa, tirai, panji dan bendera, jubah dan alunan musik, mengatupkan kedua tangan dengan takzim, maka orang‐orang demikian akan disanjung dan dimuliakan oleh seluruh dunia. Persembahan akan diberikan kepada mereka seolah‐olah diberikan kepada Sang Tathagata. Ketahuilah bahwa orang‐orang demikian adalah Bodhisatva Mahasatva yang menyempurnakan Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi. Karena mengasihani para mahluk, mereka terlahir didunia angkara murka demi memaklumi Sutra Teratai ini secara panjang lebar. Lebih‐lebih lagi mereka yang menerima keseluruhan Sutra ini dan memuliakannya dengan segala macam pujaan. “Wahai Bhaisajaraja! Ketahuilah bahwa orang‐orang demikian dengan penuh belas kasihan merelakan jasa pahalanya dan terlahir didunia angkara ini demi memaklumi Sutra Teratai ini secara panjang lebar. Jika sesudah kemokshaanKu nanti, terdapat putera‐puteri baik yang dapat memaklumi Sutra Teratai ini, meski hanya sebait syair, kepada satu orang pun, maka ketahuilah bahwa mereka adalah utusan Sang Tathagata. Mereka telah diutus oleh Sang Tathagata untuk melaksanakan tugas Sang Tathagata. Lebih‐lebih lagi, mereka yang memakluminya secara panjang lebar dihadapan pesamuan besar (orang banyak). “Wahai Bhaisajaraja! Seandainya terdapat seorang durhaka yang selama 1 kalpa penuh, mengutuk dan mencerca Sang Buddha, maka dosa yang ditanggungnya masih ringan dibanding
seseorang yang meski hanya dengan satu perkataan busuk, mengutuk ataupun mencemarkan para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang membaca dan menghafalkan Sutra Teratai ini. (Sang Buddha telah mencapai KeBuddhaan, maka Beliau tidak akan lagi tersinggung. Akan tetapi Beliau akan bersedih hati jika siswa‐siswa BodhisatvaNya difitnah) “Wahai Bhaisaja Raja! Ketahuilah bahwa mereka yang membaca dan menghafalkan Sutra Teratai ini, menghias dirinya dengan hiasan Sang Buddha; Mereka dipanggul dipundak Sang Tathagata (Sang Buddha akan bersama‐sama memikul bebannya). Kemanapun mereka pergi, bersujudlah kepadanya, katupkan tangan dengan hormat, puji dan muliakanlah mereka dengan bebungaan, dedupaan, kalungan, bubuk dedupaan, salep dedupaan, dupa, tirai, panji dan bendera, pakaian, segala kelezatan dan alunan musik. Muliakanlah mereka dengan segala macam persembahan. Harta karun kesurgaan patut ditaburkan kepadanya sebagai persembahan. Mengapa Ku katakan demikian? Karena orang‐orang demikian senang menceramahkan Dharma dan ia yang mendengarnya, meski hanya sesaat, kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Jika berhasrat mencapai Jalan Buddha dan memperoleh kebijaksanaan alami, maka senantiasa berilah persembahan kepada mereka yang menjunjungi Sutra Teratai. Jika hendak dengan lekas mencapai kebijaksanaan sempurna, maka junjungilah (laksanakanlah) Sutra Teratai ini, serta muliakanlah si penjunjung Sutra Teratai. Jika terdapat mereka yang dapat menjunjungi Sutra Teratai ini, maka ketahuilah bahwa mereka adalah utusan Sang Buddha, yang mengasihani para mahluk. Mereka yang menjunjungi Sutra Teratai ini, merelakan jasa pahalanya dari alam suci; Karena mengasihani para mahluk, mereka terlahir disini. Orang‐orang demikian terlahir sesuai kehendaknya dan terlahir didunia angkara ini demi memaklumi Sutra Teratai ini secara panjang lebar. Bebungaan dan dedupaan surgawi serta harta karun kesurgaan, patut dipersembahkan kepada si penceramah Dharma. Sesudah kemokshaanKu nanti, jika terdapat mereka yang menjunjungi Sutra ini, maka katupkanlah tanganmu dengan takzim, dan muliakanlah mereka seolah‐olah memuliakan Sang Buddha! Persembahkanlah mereka dengan segala kelezatan dan pakaian, dengan penuh harapan untuk mendengar ceramah mereka. Dimasa mendatang nanti, ketahuilah bahwa mereka yang menerima (mempercayai) dan menjunjungi Sutra Teratai ini,
adalah utusan yang Ku kirimkan untuk melaksanakan tugas Sang Buddha. Seandainya selama 1 kalpa penuh, seorang durhaka, dengan penuh rasa dendam mengutuk Sang Buddha, maka ia akan menanggung dosa yang tak terhingga beratnya. (Seperti halnya Devadatta yang terjerumus ke alam neraka) Akan tetapi jika terhadap mereka yang membaca, menghafalkan dan menjunjungi Sutra Teratai ini, seseorang mengutuknya, meski hanya sesaat saja, maka karma buruk yang ditanggungnya akan jauh lebih berat. Seandainya selama 1 kalpa penuh, seseorang demi Jalan KeBuddhaan, mengatupkan kedua tangan dihadapanKu serta memujiKu dengan syair‐syair yang tak terhitung, maka ia akan memperoleh berkah pahala yang tak terhingga. Akan tetapi jika seseorang memuji dan menyanjung mereka yang menjunjungi Sutra Teratai ini, maka berkah pahalanya akan jauh lebih besar! (Sang Buddha telah mencapai KeBuddhaan. Ia tidak lagi terpengaruhi oleh sanjungan ataupun pujian. Tetapi calon‐calon Buddha ini akan terdorong untuk lebih bergiat bila diberi persembahan) Selama 80 koti kalpa, dengan rupa dan suara yang paling menakjubkan, dengan segala keharuman, kelezatan dan pakaian nyaman, persembahkanlah kepada si penjunjung Sutra Teratai. Jika engkau telah membuat persembahan demikian, dan telah mendengar ceramahnya meski hanya sesaat, maka bersuka citalah atas keberuntunganmu itu, seraya berkata: ‘Saya telah memperoleh manfaat besar!’ Wahai Bhaisajaraja! Kini Aku katakan kepadamu, Aku telah menceramahkan berbagai macam Sutra dan diantaranya, Sutra Teratai inilah yang terkemuka! Kemudian Sang Buddha menyapa lagi Bodhisatva Mahasatva Bhaisajaraja, seraya berkata: “Sutra‐Sutra yang telah Ku ceramahkan sejumlah ribuan, puluhan ribu, koti yang tak terbatas. Diantara Sutra‐Sutra yang Aku ceramahkan pada 3 masa (1.Terdahulu 2.Sekarang 3.Mendatang), Sutra Teratai inilah yang paling sulit dipercayai dan paling sulit dipahami. Wahai Bhaisajaraja! Sutra Teratai ini adalah rahasia kekayaan para Buddha. Janganlah sembrono menurunkannya. Ketika Sang Tathagata masih hidup didunia pun, Sutra ini telah banyak menimbulkan permusuhan dan rasa iri. Lebih‐lebih lagi setelah kemokshaannya nanti. “Wahai Bhaisajaraja! Sesudah kemokshaanKu nanti, jika terdapat mereka yang menulis, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra Teratai ini, memuliakannya dengan segala macam pujaan serta memakluminya kepada orang lain, maka Sang Tathagata akan mengenakannya dengan
jubahNya (kesabaran) sendiri, dan mereka akan senantiasa dilindungi dan diingati oleh para Buddha yang kini sedang berada di kawasan‐kawasan lainnya. Orang‐orang demikian akan memiliki keyakinan teguh, cita‐cita agung serta kekuatan akar kebajikan. Ketahuilah bahwa orang‐orang demikian berada di ruangan (belas kasihan) yang sama dengan Sang Tathagata, dan Beliau membelai (memberkati) ubun kepala mereka. “Wahai Bhaisajaraja! Dimanapun juga Sutra ini diuraikan, dibaca, dihafalkan, ditulis, dan dimanapun juga Sutra ini berada, maka disana dirikanlah stupa dari 7 benda berharga, dibuat lapang pada dasarnya dan meruncing tinggi, serta dihias indah. Tiada perlu mengisinya dengan relik‐relik Buddha. Mengapa? Karena betapapun juga didalam stupa‐stupa tersebut telah hadir seluruh raga Sang Tathagata. Muliakanlah stupa‐stupa tersebut dengan segala macam bebungaan, dedupaan, kalungan, tirai, panji, bendera dan alunan musik. Bilamana orang‐orang melihat stupa‐stupa tersebut, kemudian bersujud dan memuliakannya, maka ketahuilah bahwa orang‐orang demikian telah mendekati Anuttara‐ Samyak‐Sambodhi. “Wahai Bhaisajaraja! Bilamana bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika tidak berkenan untuk menerima, membaca, menghafalkan, menulis, menjunjungi dan memuliakan Sutra Teratai ini, maka ketahuilah bahwa orang‐orang tersebut belum menjalankan KeBodhisatvaan dengan pantas. Akan tetapi, jika mereka berkenan untuk mendengar dan menerima Sutra Teratai ini, maka barulah mereka dapat menjalankan KeBodhisatvaan dengan pantas. Jika diantara mahluk‐mahluk yang menghendaki Jalan KeBuddhaan, terdapat mereka yang melihat dan mendengar Sutra Teratai ini, dan kemudian dapat meyakini, memahami dan menjunjunginya, maka ketahuilah bahwa orang‐orang demikian dapat mendekati Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. “Wahai Bhaisajaraja! Seandainya terdapat seorang haus yang sangat membutuhkan air. Kemudian ia menggali sebuah sumur. Akan tetapi ia hanya melihat tanah kering dan menyadari bahwa mata air masih jauh. Namun, ia tidak berputus asa. Sedikit demi sedikit, ia mulai melihat tanah basah, sampai akhirnya ia mencapai tanah lumpur. Kini ia bertekad untuk melanjutkannya, karena ia berkesimpulan bahwa mata air sudah dekat. “Demikianlah pula Jalan KeBodhisatvaan. Bilamana seseorang belum mendengar, memahami, maupun melaksanakan Sutra Teratai ini, maka ketahuilah bahwa ia masih jauh dari Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi. Bilamana seseorang mendengar, memahami, merenungkan dan melaksanakan Sutra ini, maka ketahuilah bahwa ia telah mendekati Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Mengapa? Karena betapapun juga semua Bodhisatva mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi melalui Sutra ini. Sutra ini membuka pintu Jalan Bijaksana dan mempertunjukkan yang sesungguhnya. Kekayaan Dharma Sutra Teratai ini terpendam dalam dan jauh sehingga tiada seorang pun yang dapat mencapainya. Namun demi mengajar, membina dan menguntungkan para Bodhisatva, Sang Buddha kini membentangkannya. “Wahai Bhaisajaraja! Bilamana terdapat Bodhisatva yang setelah mendengar Dharma Sutra Teratai ini, kemudian menjadi terkejut, bimbang ataupun takut, maka ketahuilah bahwa mereka adalah Bodhisatva yang baru saja memulaikan Jalan KeBodhisatvaannya. Bilamana terdapat Sravaka yang setelah mendengarkan Sutra Teratai ini menjadi terkejut, bimbang dan takut, maka ketahuilah bahwa mereka adalah orang‐orang yang berhati angkuh. “Wahai Bhaisajaraja! Bilamana putera‐puteri baik, sesudah kemokshaan Sang Tathagata, berkehendak memaklumi Sutra Teratai ini kepada ke 4 golongan pengikut (1.Bhiksu 2.Bhiksuni 3.Upasaka 4.Upasika), maka bagaimanakah ia patut memakluminya? Putera‐puteri baik ini patut
memasuki ruangan Sang Tathagata, mengenakan jubah Sang Tathagata serta menduduki tahta Sang Tathagata. Kemudian demi ke 4 golongan pengikut, maklumilah Sutra Teratai ini secara panjang lebar. “Ruangan Sang Tathagata ialah kewelas asihan terhadap segenap mahluk. Jubah Sang Tathagata ialah hati yang lembut dan tabah. Tahta Sang Tathagata ialah kesunyataan akan segala perwujudan. Dengan berpegang teguh pada semua ini, maklumilah Sutra Teratai ini secara panjang lebar kepada ke 4 golongan. “Wahai Bhaisajaraja! Akan Ku kirimkan orang‐orang gaibKu (Sang Buddha dapat menjelma dalam bentuk rupa apapun juga) untuk mengumpulkan para pendengar. Dan akan Ku kirimkan pula para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika gaibKu untuk pergi menghadiri ceramahnya. Mereka akan mempercayai, menerima dan mentaatinya tanpa pelanggaran. Jika si penceramah Dharma sedang berada ditempat terpencil yang sunyi, maka akan segera Ku kirimkan kelompok besar para dewata, naga, mahluk halus, gandharva, asura dan lainnya untuk pergi menghadiri ceramahnya. Meski Aku berada di dunia‐dunia lainnya, sewaktu‐waktu Aku akan menampakkan diriKu kepadanya. Bilamana ia lupa akan bagian dari Sutra ini, maka seketika itu Aku akan muncul dan mengingatkannya sehingga ia dapat menguasai keseluruhan Sutra ini dengan sempurna.” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Jika berkehendak menyingkirkan segala kelalaian, maka dengarkanlah Sutra Teratai ini. Merupakan suatu kelangkaan mendengar Sutra ini! Sulit pula meyakini dan menerimanya. Seandainya terdapat seorang haus yang menggali sebuah sumur, akan tetapi yang dilihatnya hanyalah tanah kering, dan ia menyadari bahwa mata air masih kian jauh. Sedikit demi sedikit, ia mulai melihat tanah basah dan lumpur, dan berkesimpulan bahwa mata air sudah dekat. Wahai Bhaisajaraja! Demikian pula dengan para umat. Bilamana mereka belum mendengar Sutra Teratai ini, maka mereka masih jauh dari kebijaksanaan Buddha. Tetapi jika mereka dapat mendengar Sutra menakjubkan ini, yang menentukan Dharma bagi para Sravaka, (Tiada Dharma lain untuk mencapai kemokshaan sejati) dan jika setelah mendengarkan Sutra Teratai ini, kemudian mereka merenungkannya dengan cermat, maka ketahuilah bahwa orang‐orang demikian sudah mendekati kebijaksanaan Sang Buddha. Jika seseorang berkehendak memaklumi Sutra ini, maka masukilah ruangan Sang Tathagata, kenakanlah jubah Sang Tathagata, dan dudukilah tahta Sang Tathagata, kemudian dihadapan pesamuan besar (orang banyak),
maklumilah Sutra ini secara panjang lebar. Kewelas asihan sebagai ruangan. Hati yang lembut dan tabah sebagai jubah. Kesunyataan akan segala perwujudan sebagai tahta. Dengan berpegang teguh pada semua ini, maklumilah Dharma kepada para mahluk. Bila ketika memaklumi Sutra Teratai ini, seseorang mengutuk dan mencercanya, ataupun menyerangnya dengan pedang, tongkat, kreweng atau batu, maka ingatlah pada Sang Buddha, dan biarlah ia bersabar hati. Dari ribuan, puluhan ribu koti dunia, akan Aku nampakkan ragaKu yang suci dan abadi; Selama berkoti‐koti kalpa yang tak terbatas, menceramahkan Dharma kepada para mahluk. Bila sesudah kemokshaanKu nanti, terdapat mereka yang dapat memaklumi Sutra ini, maka akan Ku kirimkan ke 4 golongan gaibKu, (Shakyamuni menjelma sebagai bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika) yang berkeyakinan suci dan murni, untuk datang memuliakan si penceramah Dharma. Akan mereka kumpulkan para mahluk untuk menghadiri ceramah Dharmanya. Bilamana seseorang dengan niat buruk berhasrat menyerang si penceramah Dharma dengan pedang, tongkat, kreweng dan batu, maka akan segera Ku kirimkan orang‐orang gaibKu, untuk mengawasi dan melindungi mereka. Bilamana si penceramah Dharma berdiam sendirian disuatu tempat terpencil dalam kesunyian dimana tiada terdengar suara manusia, ia membaca dan menghafalkan Sutra ini, maka seketika itu Aku akan menampakkan ragaKu padanya. Bilamana ia lupa akan kalimat atau sepatah kata dari Sutra ini, maka Aku akan mengingatkannya sehingga ia dapat menguasai keseluruhan Sutra ini dengan sempurna. Jika ia memaklumi Sutra ini kepada ke 4 golongan pengikut, maka seketika itu Aku akan menampakkan ragaKu yang suci cemerlang ini kepadanya. Bilamana si penceramah Dharma berdiam sendirian disuatu tempat terpencil dalam kesunyian,
maka segera Aku akan kirimkan para dewata, raja naga, yaksha, mahluk halus dan lainnya, untuk pergi menghadiri dan mendengar ceramahnya. Orang‐orang demikian akan senang menceramahkan Dharma, memakluminya tanpa mengalami hambatan. Karena dilindungi dan diingati oleh para Buddha, ia akan dapat menggembirakan para pendengarnya. Dengan mendekati guru Dharma demikian, ia akan lekas mencapai Jalan KeBodhisatvaan. Dengan mengikuti dan mempelajari dari guru Dharma demikian, ia akan menjumpai para Buddha sejumlah pasir di sungai Gangga.
Bab 11 Stupa Permata Pada saat itu dihadapan Sang Buddha muncul dari dataran tanah sebuah stupa dari 7 benda berharga setinggi 500 yojana (1 yojana = 18 kilometers) dengan panjang dan lebar yang sama, yaitu 250 yojana yang melayang tinggi ke langit. Stupa permata itu berhiaskan segala macam benda berharga dan disertai 5,000 sandaran, ribuan ruangan, serta panji dan bendera yang tak terhitung banyaknya. Tergantungi untaian‐untaian permata dan ribuan koti genta‐lonceng manikam padanya. Ke 4 sisinya menebarkan heharuman kayu cendana tamalapatra yang wanginya semerbak memenuhi dunia. Bendera dan tirai‐tirainya yang terbuat dari 7 benda berharga, 1.Emas 2.Perak 3.Lapis lazuli 4.Batu bulan 5.Batu mulia 6.Mutiara 7.Cornelian, tinggi hingga mencapai istana‐istana kesurgaan di 4 raja dewata (surga tingkat 1). Para dewata dari surga Trayastrimsha (surga tingkat 2) menaburi bunga‐bunga mandarava sebagai pujaan kepada stupa permata tersebut. Para dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia, dalam rombongan ribuan, puluhan ribu koti mempersembahkan segala macam bebungaan, dedupaan, kalungan, panji, tirai dan alunan music sebagai pujaan kepada stupa permata tersebut, menyanjung, memuliakan serta memujinya. Kemudian dari tengah‐tengah stupa permata itu terdengar suara lantang yang memuji, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali. Buddha Shakyamuni! Yang Maha Agung dapat membentangkan kebijaksanaan Buddha, yaitu Sutra Teratai, Dharma petunjuk bagi para Bodhisatva, Dharma yang senantiasa dilindungi dan diingati oleh para Buddha, menceramahkannya kepada pesamuan agung ini! Begitulah, begitulah Shakyamuni, Yang Maha Agung! Semua yang Beliau uraikan adalah yang sebenarnya!” Pada saat itu ke 4 golongan pengikut memandang ke arah stupa permata itu dan mendengar suara‐suara tersebut. Semuanya bersuka cita dalam Dharma dan mengagumi akan kejadian yang belum pernah mereka alami itu. Segera mereka bangkit dari duduknya dan dengan tangan terkatup mengundurkan diri ke samping. Sementara itu Bodhisatva Mahasatva Mahapratibana (Suka Cita Berceramah) yang mengetahui adanya kebimbangan dalam batin para dewata, asura serta beraneka ragam mahluk lainnya, maka bertanyalah ia pada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Apakah sebabnya stupa permata ini menjulang tinggi ke langit? Apakah sebabnya suara ini keluar dari tengah‐tengahnya?” Kemudian Sang Buddha menjelaskan: “Wahai Bodhisatva Mahapratibana! Didalam stupa permata ini telah hadir seluruh raga Sang Tathagata. Pada dahulu silam, jauh diarah timur ribuan, puluhan ribu koti asamkhyeya dunia yang tak terhitung, terdapat sebuah alam yang bernama Ratnavisuddha (Suci Permata), dan Sang Tathagata yang bergelar Prabhutaratna (Harta Melimpah). Ketika Buddha Prabhutaratna sedang menjalankan KeBodhisatvaannya, Beliau berikar: ‘Setelah Aku menjadi Buddha dan setelah kemokshaanKu nanti, didunia manapun juga di 10 penjuru terdapat suatu tempat dimana Sutra Teratai ini diceramahkan, maka disana stupaKu akan segera muncul demi mendengarkan Sutra Teratai ini, menjamin kemurniannya, serta memujanya.’ “Ketika Buddha itu telah mentuntaskan Jalan KeBuddhaanNya dan hampir tiba saatnya moksha, ditengah‐tengah pesamuan para dewata dan manusia, Beliau mengumumkan kepada para bhiksu: ‘Sesudah kemokshaanKu nanti, bagi mereka yang berhasrat memuliakan seluruh ragaKu, maka
dirikanlah buatKu sebuah stupa besar.’ Buddha Prabhutaratna dengan kegaiban dan kekuatan ikrarNya, menjamin didunia manapun juga di 10 penjuru terdapat suatu tempat dimana Sutra Teratai ini diceramahkan, maka disana stupaNya akan segera muncul dan dari dalamnya Beliau akan memuji: ‘Bagus sekali, bagus sekali!’ “Wahai Mahapratibana! Kini Sang Prabhutaratna karena telah mendengar ceramah Sutra Teratai ini, maka stupaNya telah muncul dari bumi seraya memuji: ‘Bagus sekali, bagus sekali!’” Bodhisatva Mahapratibana yang mengetahui daya kekuatan gaib Sang Tathagata, bermohon kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Kami berhasrat melihat raga Buddha tersebut.” Kemudian Sang Buddha menjawab Bodhisatva Mahapratibana: “Buddha Prabhutaratna telah berikrar demikian: ‘Ketika stupaKu muncul dihadapan salah satu Buddha yang sedang menceramahkan Sutra Teratai ini, dan bilamana Beliau berhasrat mempertunjukkan ragaKu kepada ke 4 golongan pengikut, maka biarlah seluruh raga yang berasal dari Buddha itu kembali berkumpul di satu tempat. Hanya sesudah itu, barulah Aku akan menampakkan diriKu.’ Wahai Mahapratibana! Oleh karenanya, kini Aku (Shakyamuni) akan mengumpulkan seluruh raga‐ragaKu yang kini sedang menceramahkan Dharma di 10 penjuru.” Bodhisatva Mahapratibana berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Aku dan lainnya berhasrat pula melihat seluruh raga Beliau, serta memuliakannya.” Kemudian Sang Buddha memancarkan sinar dari lingkaran rambut putih dari tengah‐tengah alis mataNya. Segera terlihat para Buddha di kawasan timur dalam dunia yang jumlahnya bagaikan pasir di 500 puluhan ribu koti nayuta sungai Gangga. Bumi dari dunia‐dunia terbuat dari kristal, berhiaskan pepohonan permata dan jubah‐jubah permata yang semuanya dihuni oleh ribuan, puluhan ribu koti para Bodhisatva. Dimana‐mana bergelantungan tirai‐tirai permata yang teringkupi untaian‐untaian permata. Para Buddha yang berada di dunia‐dunia tersebut menceramahkan berbagai macam ajaran Dharma dengan suara Brahma yang dalam dan menakjubkan. Terlihat pula puluhan ribu koti para Bodhisatva yang tak terjumlah sedang menceramahkan Dharma dihadapan pesamuan agung. Demikian pula, di kawasan selatan, barat, utara, 4 ditengah‐tengahnya, atas dan bawah. Di jurusan manapun tersinari pancaran cahaya Sang Buddha, terlihat hal yang serupa (setiap 10 penjuru satu per satu tersinari oleh Sang Buddha). Kemudian seluruh raga Shakyamuni di 10 penjuru, masing‐masing menyapa kelompok BodhisatvaNya seraya berkata: “Putera‐puteri baik! Kini Aku harus pergi menghadap Buddha Shakyamuni di dunia Saha serta memuliakan stupa Sang Prabhutaratna.” Seketika itu juga, dunia Saha terhias menjadi bersih dan suci. Buminya dari lapis lazuli dan berhiaskan pepohonan permata. Ke 8 jalan rayanya terbatasi tali kencana emas. Tiada pedusunan, perkampungan, desa, kota, lautan besar, sungai besar, pegunungan, aliran sungai kecil ataupun hehutanan; Dedupaan harumnya wangi semerbak. Seluruh bumi bertaburkan bunga‐bunga mandarava. Jaringan permata dan tirai tersebar diatas yang bergelantungan genta‐genta permata. Disana hanya hadir pesamuan agung itu, karena para dewata dan manusia telah dipindahkan (dengan daya kekuatan gaib Shakyamuni) ke kawasan lainnya. Kemudian seluruh raga Shakyamuni yang masing‐masing didampingi oleh Bodhisatva Mahasatva tiba di dunia Saha ini. Masing‐masing Buddha maju ke kaki sebuah pohon permata. Setiap pepohonan permata itu setinggi 500 yojana, berhiaskan dedahanan, dedaunan, bebungaan dan buah‐buahan sesuai dengan proporsinya masing‐masing. Dibawah setiap pepohonan permata itu terdapat tahta singa
setinggi 5 yojana dan berhiaskan manikam‐manikam besar. Kemudian para Buddha (Shakyamuni) menempati duduknya masing‐masing diatas tahta singa tersebut. Dengan demikian tahta‐tahta singa itu memenuhi milyaran dunia, namun raga‐raga Shakyamuni yang berdatangan dari satu jurusan pun belum juga tuntas. Pada saat itu Buddha Shakyamuni yang berkehendak menyediakan ruangan bagi seluruh raga‐ ragaNya (yang belum tiba), kemudian mentransformasi 200 puluhan ribu koti nayuta dunia di setiap 8 arah, membuatnya menjadi bersih dan suci tanpa alam neraka, setan lapar, hewan ataupun asura. Ia memindahkan pula para dewata dan manusia dari dunia‐dunia tersebut ke kawasan lainnya. Bumi di dunia‐dunia itu, seluruhnya terbuat dari lapis lazuli. Berhiaskan pepohonan permata setinggi 500 yojana dengan dedahanan, dedaunan, bebungaan dan buah‐buahan sesuai dengan proporsinya masing‐masing. Dibawah setiap pepohonan permata itu terdapat tahta singa setinggi 5 yojana yang terhiasi dengan segala jenis benda berharga. Tiada lautan besar ataupun aliran sungai kecil, pegunungan tinggi seperti gunung Muchilinda, gunung MahaMuchilinda, gunung Lingkaran Besi, gunung Lingkaran Besi Besar ataupun gunung Sumeru. Seluruhnya terbentang lapang menjadi satu Buddhaloka. Buminya datar dan rata, terbuat dari permata. Dimana‐mana bergelantungan bendera dan terpal, serta tirai‐tirai permata yang teringkupi untaian‐untaian permata. Sedang dupa yang terbakar harumnya wangi semerbak. Seluruh bumi bertaburkan bunga‐bunga permata kesurgaan. Buddha Shakyamuni yang berkehendak menyediakan ruangan bagi seluruh raga‐ragaNya, sekali lagi mentransformasi 200 puluhan ribu koti nayuta dunia di setiap 8 arah, membuatnya menjadi bersih dan suci tanpa alam neraka, setan lapar, hewan ataupun asura. Ia memindahkan pula para dewata dan manusia dari dunia‐dunia tersebut ke kawasan lainnya. Bumi di dunia‐dunia itu, seluruhnya terbuat dari lapis lazuli. Berhiaskan pepohonan permata setinggi 500 yojana dengan dedahanan, dedaunan, bebungaan dan buah‐buahan sesuai dengan proporsinya masing‐masing. Dibawah setiap pepohonan permata itu terdapat tahta singa setinggi 5 yojana yang terhiasi dengan segala jenis benda berharga. Tiada lautan besar ataupun aliran sungai kecil, pegunungan tinggi seperti gunung Muchilinda, gunung MahaMuchilinda, gunung Lingkaran Besi, gunung Lingkaran Besi Besar ataupun gunung Sumeru. Seluruhnya terbentang lapang menjadi satu Buddhaloka. Buminya datar dan rata, terbuat dari permata. Dimana‐mana bergelantungan bendera dan terpal, serta tirai‐tirai permata yang teringkupi untaian‐ untaian permata. Sedang dupa yang terbakar harumnya wangi semerbak. Seluruh bumi bertaburkan bunga‐bunga permata kesurgaan. Pada saat itu raga‐raga Shakyamuni yang berasal dari jurusan timur, yaitu para Buddha sejumlah pasir di ratusan, ribuan, puluhan ribu koti nayuta sungai Gangga, yang sedang menceramahkan Dharma, Semuanya telah datang berkumpul disini. Begitulah secara bergantian seluruh raga‐raga Shakyamuni dari setiap 10 penjuru, Semuanya datang berkumpul. Masing‐masing Buddha (Shakyamuni) menempati duduknya diatas tahta‐tahta singa, sehingga 400 ( 200 + 200 ) puluhan ribu koti nayuta dunia disetiap 8 arah itu terpenuhi oleh raga‐raga Shakyamuni. Kemudian para Buddha (raga‐raga Shakyamuni), yang sedang duduk bersila diatas tahta‐tahta singa disetiap kaki pepohonan permata, masing‐masing mengutus Bodhisatva pendampingNya untuk pergi menyambut Buddha Shakyamuni. Masing‐masing Buddha menyerahkan segenggam bunga permata kepada Bodhisatva pendampingNya seraya berkata: “Wahai putera baik! Temuilah Buddha Shakyamuni di gunung Gridhrakuta dan sampaikanlah pesan saya ini: ‘Apakah Beliau sehat dan baik‐baik saja? Apakah batin Beliau dalam keadaan baik? Apakah para Bodhisatva dan SravakaNya tenteram dan
baik‐baik saja?’ Lalu, taburkanlah bunga‐bunga permata ini diatas Buddha Shakyamuni sebagai pujaan, dan berkatalah demikian: ‘Kami para Buddha berhasrat pula mengikut serta dalam upacara pembukaan stupa permata ini.’” Masing‐masing Buddha mengutus Bodhisatva pendampingNya untuk berbicara demikian. Pada saat itu Buddha Shakyamuni menyaksikan seluruh raga‐ragaNya datang berkumpul, masing‐masing duduk bersila diatas sebuah singgasana dan mendengar semua Buddha tersebut menyatakan kehendakNya untuk mengikut serta dalam upacara pembukaan stupa permata. Kemudian Beliau bangkit dari duduknya dan terbang ke langit. Seluruh pesamuan 4 golongan pengikut itu berdiri dan dengan tangan terkatup memandang Sang Buddha. Kemudian Buddha Shakyamuni dengan jari tangan kananNya membuka pintu stupa permata itu. Seketika itu terdengarlah bunyi keras bak bunyi deritnya engsel dari sebuah pintu gerbang kota besar ketika dibuka. Seluruh anggota pesamuan itu menyaksikan Buddha Prabhutaratna duduk bersila didalam stupa permataNya. Seluruh pesamuan itu mendengarNya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali, Sang Shakyamuni! Beliau telah menceramahkan Sutra Teratai ini dengan penuh semangat dan Aku pun telah datang kemari demi mendengarkan Sutra Teratai ini.” Pada saat itu ke 4 golongan pengikut menyaksikan Buddha Prabhutaratna yang telah moksha pada ribuan, puluhan ribu koti kalpa yang tak terbatas dahulu silam, berkata demikian. Semuanya kagum akan hal yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Kemudian mereka menggenggam bunga‐ bunga kesurgaan (yang tertumpuk dipermukaan bumi, bab 07) dan menaburkannya diatas Buddha Prabhutaratna dan Buddha Shakyamuni. Segera Buddha Prabhutaratna menawarkan setengah dudukannya didalam stupa permata itu kepada Buddha Shakyamuni, seraya berkata: “Shakyamuni! Duduklah disini.” Sang Buddha dengan segera memasuki stupa tersebut dan menempati setegah dudukan itu. Seluruh pesamuan agung yang menyaksikan ke 2 Tathagata itu duduk bersila diatas singgasana dalam stupa 7 permata itu, semuanya merenungkan: ‘Ke 2 Buddha duduk jauh dilangit! Andaisaja Sang Tathagata mengizinkan kami untuk bergabung denganNya di langit.’ Dengan daya kekuatan gaibNya Sang Buddha segera memindahkan seluruh pesamuan agung itu ke langit! Dengan suara BrahmaNya yang mendalam, Beliau menyapa ke 4 golongan pengikut seraya berkata: “Siapakah yang dapat memaklumi Sutra Teratai ini secara meluas? Kini waktunya! Sebab tidak lama lagi, Sang Tathagata akan memasuki Nirvana. Sang Buddha berkehendak mempercayakan Dharma Sutra yang menakjubkan ini kepada kalian (agar dipertahankan dan diperluas).” Kemudian Sang Buddha berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Yang Maha Suci, Yang Maha Agung ini, meski sudah kian lama moksha, duduk didalam stupa 7 permataNya, untuk datang kemari demi mendengarkan Sutra ini. Para hadirin sekalian! Mengapa kalian tidak bertindak demikian? Buddha ini telah kian lama moska, berkalpa‐kalpa yang tak terbatas,
namun Beliau hadir dimanapun Dharma diceramahkan, sebab kesempatan demikian jarang ditemui. Pada awalnya, Buddha ini berikrar: ‘Sesudah kemokshaanKu nanti, kemanapun Aku pergi, di tempat manapun juga, tujuanKu hanya demi mendengarkan Dharma!’ Lagipula, seluruh raga yang berasal dariKu, para Buddha sejumlah pasir di sungai Gangga, telah datang berkumpul disini demi mendengarkan Dharma, dan mengunjungi Buddha Prabhutaratna. Masing‐masing telah meninggalkan alamNya yang menakjubkan, beserta kelompok siswa‐siswaNya, para dewata, manusia, naga dan mahluk halus, serta pujaan‐pujaan yang dipersembahkan mereka, untuk datang berkumpul di sini, agar supaya Dharma (ini) dapat dipertahankan. Demi menyediakan tempat bagi seluruh raga‐ragaKu, Aku dengan daya kekuatan gaibKu, telah memindahkan kelompok para mahluk yang tak terhitung banyaknya, mentransformasi sekian banyak dunia, membuatnya menjadi bersih dan suci, sedang para Buddha yang berasal dariKu, menempati dudukNya masing‐masing diatas tahta Dharma pada setiap kaki pepohonan permata, ibarat bunga teratai menghiasi kolam bersih. Raga‐raga Shakyamuni yang cemerlang, ibarat obor‐obor besar yang membara dikegelapan malam hari. Tubuh para Buddha harumnya wangi semerbak, menebar ke 10 penjuru alam semesta. Para mahluk yang diselimuti heharumannya menjadi penuh rasa gembira, bagaikan angin kencang yang menghembus ranting‐ranting dari pepohonan kecil. Dengan cara bijaksana demikian, mereka hendak memastikan agar Dharma dipertahankan. Oleh karenanya, Aku umumkan kepada pesamuan agung: Sesudah kemokshaanKu nanti, siapakah yang dapat mempertahankan, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra Teratai ini?
Kini dihadapan Sang Buddha, biarlah ia maju ke depan dan mengucapkan ikrarnya! Buddha Prabhutaratna ini, meskipun telah kian lama moksha, karena ikrar agungNya, berseru bak Simba berseru. (Menandakan keberanian sejati) Buddha Prabhutaratna dan Aku sendiri, begitu pula raga‐ragaKu yang berkumpul disini, semuanya bertujuan serupa. Putera‐putera Buddha sekalian! Siapakah yang dapat mempertahankan Dharma ini? Biarlah ia mengucapkan ikrar agungnya, agar supaya Dharma lama bertahan. Mereka yang mempertahankan Sutra ini, telah memuliakanKu dan Buddha Prabhutaratna. (Menggembirakan hati Shakyamuni dan Prabhutaratna) Buddha Prabhutaratna ini bersemeyam dalam stupa permataNya, senantiasa berkelena ke 10 penjuru demi mendegarkan Dharma Sutra ini. Ia yang mempertahankan Dharma Sutra ini, telah memuliakan pula para Buddha yang berasal dariKu. Ia yang memaklumi Sutra Teratai ini, akan dapat melihatKu dan Buddha Prabhutaratna, serta seluruh raga‐raga Buddha yang berasal dariKu. Para hadirin sekalian! Renungkanlah dengan baik. Hal ini memang sulit – Oleh karenanya buatlah ikrar agung! Sutra‐Sutra lainnya sejumlah pasir di sungai Gangga; Tidaklah sukar untuk menceramahkan Sutra‐Sutra itu. Seandainya seseorang menggenggam gunung Sumeru, melemparnya ke alam‐ Buddha yang tak terbatas jauhnya, demikian pula tidaklah sukar. Seandainya seseorang dengan ujung jari kakinya memindahkan (dengan daya kekuatan gaibnya) milyaran dunia dan melemparnya jauh ke dunia lainnya, demikian pula tidaklah sukar. Seandainya seseorang berdiri di puncak Surga KeBrahmaan, dan demi seluruh pesamuan agung, menceramahkan berbagai macam Sutra lainnya, demikian pula tidaklah sukar.
Tetapi sesudah kemokshaan Sang Buddha, didalam masa angkara itu (masa sekarang ini), bagi mereka yang dapat memaklumi Sutra ini, maka demikian barulah sulit. Seandainya seseorang menggenggam kehampaan langit dalam telapak tangannya, dan kemudian berkelena kian kemari dengannya, demikian pula tidaklah sukar. Tetapi sesudah kemokshaanKu nanti, bagi mereka yang dapat menulis dan (mengukir dalam‐dalam dibatin) menjunjungi Dharma Sutra ini, serta menyebabkan orang lain menulisnya, (memperbanyak serta melestarikannya) maka demikian barulah sulit. Seandainya seseorang mengangkat bumi besar diatas ibu jari kakinya, kemudian naik ke surga KeBrahmaan, demikian pula tidaklah sukar. Tetapi sesudah kemokshaanKu nanti, dimasa angkara itu, bagi mereka yang dapat membaca Sutra ini, meski hanya sementara saja, maka demikian barulah sulit. Seandainya, dunia berkobrar diakhir kalpa (kiamat), seseorang memikul jerami kering dan memasuki lautan api tanpa terbakar, demikian pula tidaklah sukar. Tetapi sesudah kemokshaanKu nanti, bagi mereka yang dapat menjunjungi Sutra Teratai ini, dan memakluminya meski hanya kepada satu orang, maka demikian barulah sulit. Seandainya seseorang berpegang teguh pada seluruh 84,000 doktrin, ke 12 bagian Sutra, menceramahkannya kepada orang banyak, sehingga mereka memperoleh 6 kegaiban, demikian pula tidaklah sukar. Tetapi sesudah kemokshaanKu nanti, bagi mereka yang dapat mendengarkan dan menerima Dharma Sutra ini, kemudian menanyakan maknanya, maka demikian barulah sulit.
Seandainya seseorang mentuturkan Dharma, menyebabkan ribuan, puluhan ribu koti para mahluk yang tak terhitung banyaknya mencapai tingkat Arahat dan 6 kegaiban, demikian pula tidaklah sukar. Tetapi sesudah kemokshaanKu nanti, bagi mereka yang dapat memuliakan dan menjunjungi Sutra‐Sutra (Kendaraan Besar) semacam ini, maka demikian barulah sulit. Semenjak dahulu kala, Aku telah menceramahkan sekian banyak Sutra, namun diantaranya, Sutra inilah yang terkemuka! Mereka yang menjunjungi Sutra ini, menjunjungi pula raga Sang Buddha. (Raga Dharma Sang Buddha) Wahai para hadirin sekalian! Sesudah kemokshaanKu nanti, siapakah yang dapat menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini? Sekarang dihadapan Sang Buddha, biarlah ia maju ke depan dan mengucapkan ikrarnya. Sutra ini sulit di junjungi. Bila terdapat mereka yang dapat menjunjunginya, meski hanya sementara, maka Aku akan bersuka cita, dan begitu pula dengan para Buddha lainnya. (Para Buddha 1.Terdahulu 2.Sekarang dan 3.Mendatang) Mereka yang berbuat demikian, akan senantiasa dipuji oleh para Buddha. Inilah yang dimaksud semangat dan ketekunan. Inilah yang disebut sila dan pelaksanaan Dhuta. Dengan lekas, mereka akan mencapai Jalan Buddha. Dimasa mendatang, ketahuilah bahwa mereka yang membaca dan menjunjungi Sutra ini, sungguh‐sungguh adalah putera Buddha, tenteram dan kokoh dalam tingkat kebaikan suci. Sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, mereka yang dapat memahami makna Sutra ini, akan menjadi mata bagi seluruh dunia para dewata dan manusia. Di dalam masa angkara itu, mereka yang dapat memaklumi Sutra ini, meski hanya sementara, patut dimuliakan oleh seluruh para dewata dan manusia.
Bab 12 Devadatta Pada saat itu Sang Buddha menyapa para Bodhisatva, dewata, manusia, dan ke 4 golongan, seraya berkata: “Pada dahulu silam berkalpa‐kalpa yang tak terbatas lamanya, tiada henti‐hentinya aku mencari Sutra Teratai ini. Selama banyak kalpa itu, Aku senantiasa menjadi seorang raja yang berikrar untuk mencapai KeBodhian sempurna, dengan tekad teguh tak tergoyahkan. Karena berhasrat menyempurnakan ke 6 paramita, ia senantiasa memberi derma, tiada pernah berhati kikir. Ia memberi derma berupa gajah, kuda, 7 benda berharga, negeri, kota, istri, anak, pembantu, pelayan, bahkan kepala, mata, sumsum, otak, daging tubuhnya, kaki maupun tangan. Ia tiada peduli terhadap hidup dan nyawanya sendiri. Pada saat itu usia manusia sangatlah panjang. Demi mencari Sutra Teratai ini, ia meninggalkan kedudukannya dan menyerahkannya kepada putra mahkota. Kemudian ia menabuhkan genderang dan mengumumkan ke 4 penjuru: ‘Bagi siapa yang dapat menceramahkan Dharma Kendaraan Besar kepadaku, maka aku akan melayaninya seumur hidupku.’ “Ketika itu seorang petapa menghampirinya seraya berkata: ‘Hamba mempunyai Sutra Kendaraan Besar berjudul Keajaiban Dharma Bunga Teratai. Bila engkau mematuhi hamba, maka hamba akan menceramahkannya kepadamu.’ “Ketika mendengar apa yang diucapkan si petapa itu, ia dengan penuh gembira melompat‐ lompat. Segera ia mendampingi si petapa itu, melayani segala kebutuhannya, mengumpulkan buah‐ buahan, mengantar air, menyediakan kayu bakar, sajian, bahkan memperlakukan tubuhnya sendiri sebagai dudukan tanpa mengeluh sedikitpun. Demikianlah ia melayani si petapa itu selama 1,000 tahun. Semua itu demi Dharma. Senantiasa ia melayaninya sehingga si petapa tidak kekurangan apapun.” (Si petapa melatih ketabahannya) Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Teringat pada dahulu silam, demi mencari Sutra Kendaraan Besar, Aku sebagai raja kerajaan, tiada pernah mendambakan ke 5 hasrat (1.Kekayaan 2.Kekuasaan 3.Santapan 4.Birahi 5.Tidur) Menabuh genderang di ke 4 penjuru, Aku mengumumkan: ‘Siapakah yang memiliki Sutra Kendaraan Besar? Bagi siapa yang dapat mengajarkannya kepadaku, maka aku akan melayaninya seumur hidupku.’ Ketika itu seorang petapa bernama Asita (pelihat) menghampirinya seraya berkata: ‘Aku mempunyai Dharma menakjubkan yang jarang diketahui di dunia ini. Jika engkau sanggup menjalankan disiplin ketat,
maka aku akan mengajarkannya kepadamu.’ Ketika ia mendengar apa yang diucapkan oleh si petapa itu, hatinya menjadi penuh rasa gembira. Segera ia mendampingi si petapa itu, melayani segala kebutuhannya, menyediakan kayu bakar, buah‐buahan dan sajian senantiasa mempersembahkannya dengan takzim. Demi Sutra Teratai ini, ia tiada pernah berputus asa. Demi segenap mahluk dimanapun juga, ia tiada henti‐hentinya mencari Sutra Kendaraan Besar, tanpa menghiraukan dirinya sendiri, ataupun mendambakan ke 5 hasrat. Meski sebagai raja penguasa dari kerajaan besar, ia dengan tekun berhasil memperoleh Dharma ini, dan pada akhirnya mencapai KeBuddhaan. Sang Buddha berkata kepada para bhiksu: “Raja pada waktu itu adalah Aku sendiri, sedang si petapa itu adalah Devadatta. Berkat persahabatan baikKu dengan Sang Devadatta (melenyapkan segenap ke akuan nya), Aku dapat menyempurnakan ke 6 paramita, belas kasihan, suka cita dalam dana, beserta 32 tanda mulia, 80 jenis keistimewaan, warna kulit ungu keemasan, 10 kekuasaan, 4 macam keberanian, 4 cara persahabatan, 18 ciri khusus, daya kekuatan gaib dan keteguhan dalam Jalan. PencapaianKu akan pencerahan sempurna dan kemampuanKu menyelamatkan para mahluk secara meluas, semuannya ialah berkat persahabatanKu dengan Devadatta.” Kemudian Sang Buddha mengumumkan kepada ke 4 golongan: “Sang Devadatta sesudah berkalpa‐kalpa yang tak terbatas lamanya kemudian kelak mencapai KeBuddhaan dengan gelar Devaraja (Raja Kesurgaan). 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Alamnya disebut Devasopanna (Jalan Kesurgaan). Usia Buddha tersebut sepanjang 20 kalpa sedang (1 kalpa sedang = 20 kalpa kecil. 1 kalpa kecil = 16.8 juta tahun). Secara meluas, Beliau akan menceramahkan Dharma menakjubkan kepada segenap mahluk. Para mahluk sejumlah pasir di sungai Gangga akan mencapai Jalan Sravaka. Para mahluk yang tiada hitungan akan mencurahkan diri mencapai Jalan Pratyekabuddha. Para mahluk sejumlah pasir di sungai Gangga akan mencurahkan diri mencapai Jalan Sempurna, Kebenaran Tiada Lahir dan tingkat tiada mundur (Bodhisatva tingkat ke 8 dari 10). Sesudah PariNirvanaNya, Dharma Benarnya akan berlangsung selama 20 kalpa sedang. Relik dari seluruh tubuhNya akan ditempatkan dalam stupa dari 7 benda berharga, setinggi 60 yojana (1 yojana = 18 kilometers) dengan panjang dan lebar yang sama, yaitu 40 yojana. Semua para dewata dan manusia akan memuliakannya dengan segala macam bebungaan, bubuk dedupaan, dupa, salep dedupaan, pakaian, kalungan, panji dan bendera, tirai permata, alunan musik dan lagu‐lagu pujian sebagai pujaan kepada stupa 7 permata itu. Para mahluk yang tiada hitungan akan mencapai buah Arahat. Para mahluk tak terbatas banyaknya akan mencapai buah Pratyekabuddha. Para mahluk tak terhingga jumlahnya akan berbodhicita serta mencapai tingkat tiada mundur.” Lalu Sang Buddha menyapa para bhiksu, seraya berkata: “Dimasa mendatang nanti, bilamana terdapat putera‐puteri baik yang mendengar kisah tentang Sang Devadatta ini, kemudian dapat
mempercayai dan menerimanya dengan sepenuh hati, tanpa keraguan, maka tidak akan mereka terjerumus ke 3 alam sengsara, yaitu alam neraka, setan lapar dan hewan. Senantiasa mereka akan terlahir dihadapan para Buddha di 10 penjuru. Dimanapun juga mereka terlahir, mereka akan mendengarkan Sutra Teratai yang menakjubkan ini. Bilamana terlahir dialam manusia ataupun dialam dewata, maka akan dinikmatinya kegembiraan yang menakjubkan. Bilamana terlahir dihadapan Buddha, maka mereka akan terlahir secara transformasi dari bunga teratai.” Pada saat itu diantara pengikut Buddha Prabhutaratna terdapat Bodhisatva yang bernama Pragnakuta (Kumpulan Bijaksana). Ia bertanya kepada Buddha Prabhutaratna, seraya berkata: “Sudah bolehkah kita pulang ke dunia kita?” Buddha Shakyamuni berkata kepada Bodhisatva Pragnakuta: “Putera baik! Tunggulah sebentar. Di sini telah hadir Bodhisatva Manjushri. Temuilah ia dan rundinglah Dharma bersamanya. Sesudah itu barulah kalian pulang ke dunia kalian.” Pada saat itu Bodhisatva Manjushri menduduki bunga teratai berdaun seribu, sebesar roda kereta. Para Bodhisatva pendampingnya duduk pula diatas bunga teratai permata. Sang Manjushri, yang telah muncul secara alami dari istana raja naga Sagara dari dalam samudera, terbang tinggi ke langit. Menuju ke puncak gunung Gridhrakuta, ia melangkah turun dari bunga teratainya, maju ke hadapan Sang Buddha dan Buddha Prabhutaratna, bersujud dikaki ke 2 Yang Maha Agung itu. Sesudah memberi penghormatan demikian, ia pergi menemui Bodhisatva Pragnakuta, saling menyambut, kemudian mengundurkan diri dan duduk pada satu sisi. Bodhisatva Pragnakuta bertanya pada Sang Manjushri, seraya berkata: “Tuan bijaksana! Sejak engkau pergi ke istana naga, berapa banyakkah mahluk yang telah engkau bina dan selamatkan?” Bodhisatva Manjushri menjawab: “Jumlahnya tak terbatas, tiada lagi dapat diutarakan dalam perhitungan. Tunggu sebentar dan segera akan ada bukti.” Sebelum ia selesai berbicara, para Bodhisatva tak terhitung jumlahnya yang sedang menduduki bunga‐bunga teratai permata muncul dari dalam lautan samudera menuju ke puncak gunung Gridhrakuta, dimana mereka terbang tinggi dilangit. Semua Bodhisatva ini telah dibina dan diselamatkan oleh Sang Manjushri. Semenjak lama, mereka telah menjalankan KeBodhisatvaan. Semuanya saling merundingkan tentang ke 6 paramita (1.Dana 2.Sila 3.Tabah 4.Tekun 5.Samadhi 6.Kebijaksanaan). Mereka yang pada awalnya menghendaki Jalan Sravaka, kini semuanya menjalankan Dharma Kesunyataan Kendaraan Besar (Anuttara‐Samyak‐Sambodhi). Kemudian Sang Manjushri berkata kepada Bodhisatva Pragnakuta: “Demikianlah banyaknya mahluk yang telah aku bina dan selamatkan dalam samudera.” Kemudian Bodhisatva Pragnakuta memujanya dengan syair: Yang Maha Bajik, Pemberani Perkasa! Engkau telah membina dan menyelamatkan sekian banyak mahluk yang tak terhitung. Kini pesamuan agung ini dan aku sendiri telah menyaksikannya sendiri. Engkau menceramahkan makna sesungguhnya, membentangkan Satu Kendaraan Buddha, membimbing segenap mahluk mencapai KeBodhian.
Sang Manjushri bersabda: “Ditengah‐tengah samudera, yang Aku ceramahkan hanyalah Sutra Teratai saja.” Bodhisatva Pragnakuta bertanya kepada Sang Manjushri: “Sutra ini sangat dalam, halus dan menakjubkan, merupakan mutiara dari segala Sutra, suatu kelangkaan didunia. Apakah terdapat mahluk yang dengan tulus dan tekun melaksanakan Sutra ini, lekas mencapai KeBuddhaan?” Sang Manjushri menjawab: “Terdapat seorang puteri raja naga Sagara yang baru berusia 8. Ia mempunyai akar kebijaksanaan yang mendalam. Ia memahami dengan sempurna prilaku para mahluk. Ia telah mencapai berbagai macam dharani, menjunjungi seluruh kekayaan Dharma yang diceramahkan oleh para Buddha. Ia telah mendalami berbagai macam tingkat samadhi serta meresapi makna kekayaan Dharma. Dalam sekejap waktu, ia bertekad akan KeBodhian, mencapai tingkat pantang mundur (Bodhisatva tingkat ke 8 dari 10). Kefasihannya tak terintangi. Dengan hati penuh welas asih, ia memandang segenap mahluk bagaikan anaknya sendiri. Sempurna dengan segala kebajikan, ceramahnya pun halus, menakjubkan, cermat dan menyeluruh. Berbelas kasih, mulia, tabah dan berlemah lembut, ia mampu mencapai Bodhi.” Bodhisatva Pragnakuta berkata: “Aku menyaksikan Buddha Shakyamuni semenjak berkalpa‐ kalpa yang tak terbatas lamanya telah menjalankan pelaksanaan Dhuta, menanam akar‐akar kebajikan, dan tiada henti‐hentinya menjalankan KeBodhisatvaan. Aku mengamati tiada suatu tempat pun dalam milyaran dunia dimana Bodhisatva ini tidak mengorbankan raga dan nyawanya demi para mahluk (sesudah berbuat demikian, segera ia terlahir sebagai raja Brahma, Sakra ataupun Cakravartin). Hanya setelah berbuat demikian barulah ia mencapai KeBuddhaan. Bagaimana mungkin puteri naga ini dapat mencapai pencerahan sempurna dalam waktu begitu singkat.” Sebelum ia selesai berbicara, puteri raja naga itu tiba‐tiba muncul dihadapan Sang Buddha, bersujud dikakinya, kemudian mengundurkan diri ke samping. Puteri naga memuja Sang Buddha dengan syair: Beliau sedalam‐dalamnya memahami tanda‐tanda kesalahan maupun keberuntungan, dan menerangi 10 penjuru alam semesta. Raga DharmaNya halus menakjubkan, disertai dengan 32 tanda kemuliaan. 80 jenis keistimewaan menghias raga DharmaNya. Para dewata dan manusia memandangNya dengan kagum. Para naga dan mahluk haluls memuliakanNya. Diantara para mahluk tiada yang tidak menyanjungNya. Berkat bimbinganNya, Aku telah mencapai KeBodhian. Hanya Sang Buddha yang dapat memberi kesaksian akan hal ini. Aku membentangkan Dharma Kendaraan Besar demi menyelamatkan para mahluk dari derita. Kemudian Sang Sariputra menyapa puteri naga, seraya berkata: “Engkau menyatakan bahwa dalam waktu yang begitu singkat, engkau telah berhasil mencapai kebijaksanaan sempurna. Namun hal
ini sulit dipercayai. Mengapa? Karena betapapun juga tubuh seorang wanita kotor dan ternodai, bukanlah pembuluh yang pantas untuk Dharma. Bagaimana mungkin engkau dapat mencapai KeBodhian sempurna? Sedang perjalanan KeBuddhaan kian panjang dan jauh. Hanya sesudah berkalpa‐ kalpa yang tak terbatas, menempuh segala macam derita, mengumpul kebajikan, dan melaksanakan bermacam‐macam paramita, barulah seseorang dapat mencapai KeBuddhaan. Lebih‐lebih lagi, seorang wanita terintangi oleh 5 hambatan. 1. Ia tiada dapat menjadi raja surga KeBrahmaan 2. Ia tiada dapat menjadi raja Shakra 3. Ia tiada dapat menjadi raja Mara 4. Ia tiada dapat menjadi Cakravartin 5. Ia tiada dapat menjadi Buddha. Bagaimana mungkin engkau dengan begitu lekas dapat mencapai KeBuddhaan?” Pada saat itu Sang puteri naga memiliki sebuah mutiara seharga milyaran dunia (setiap naga menggenggam dimulutnya sebuah mutiara yang dihargai bagaikan nyawanya sendiri) yang ia persembahkan kepada Sang Buddha. Segera Sang Buddha menerimanya. Si puteri naga menyapa Bodhisatva Pragnakuta dan Sang Shariputra, seraya berkata: “Aku persembahkan mutiaraku ini dan Yang Maha Agung pun telah menerimanya. Tidakkah cepat?” Mereka menjawab: “Cepat sekali, cepat sekali!” Si puteri naga berkata: “Gunakan mata batin kalian dan saksikanlah Aku mencapai KeBuddhaan dalam waktu yang lebih singkat.” Kemudian seluruh anggota pesamuan agung itu menyaksikan si puteri naga tiba‐tiba menjelma menjadi pria, menyempurnakan tindak‐tanduk KeBodhisatvaan, dan segera pergi menuju ke Dunia Tanpa Kekotoran yang terletak di kawasan selatan, menduduki bunga teratai permata dan mencapai penerangan sempurna. Dengan 32 tanda kemuliaan dan 80 jenis keistimewaan, Ia menceramahkan Dharma menakjubkan (Sutra Teratai) kepada segenap mahluk di 10 penjuru. Pada saat itu dunia Saha para Bodhisatva, Sravaka, dan 8 kelompok pelindung Dharma (1.Dewata 2.Naga 3.Yaksha 4.Gandharva 5.Asura 6.Garuda 7.Kimnara 8.Mahoraga), manusia dan yang bukan manusia, semuanya menyaksikan dari kejauhan Sang puteri naga menjadi Buddha, menceramahkan Dharma kepada segenap umat manusia dan para dewata. Semuanya diliputi rasa suka cita yang amat dan bersujud kepadaNya (dari kejauhan dunia Saha). Di Dunia Tanpa Kekotoran, para mahluk tak terhitung banyaknya mendengarkan ceramah Dharma, mencapai tingkat tiada surut (Bodhisatva tingkat ke 8 dari 10). Para mahluk tak terbatas banyaknya memperoleh ramalannya (secara menyeluruh). Sedang Dunia Tanpa Kekotoran bergetar dalam 6 cara berbeda (tidak merusak seperti halnya gempa bumi). 3,000 mahluk di dunia Saha berbodhicita dan memperoleh ramalannya. Bodhisatva Pragnakuta, Sariputra dan seluruh pesamuan agung itu diam‐diam mempercayai dan menerima hal tersebut. (Mereka menyaksikan peristiwa tersebut dengan mata batin mereka masing‐ masing)
Bab 13 Penjunjungan Pada saat itu Bodhisatva Mahasatva Bhaisajaraja, Bodhisatva Mahasatva Mahapratibana (Suka Cita Berdharma, bab 11) disertai 20,000 Bodhisatva pendampingnya, semuanya dihadapan Sang Buddha berikrar demikian: “Janganlah Sang Guru Buddha khawatir! Sesudah kemokshaan Sang Buddha, kami akan memuliakan, menjunjungi, membaca, menghafalkan serta memaklumi Sutra Teratai ini. Dimasa durhaka nanti, para mahluk yang mempunyai kebajikan kian hari kian berkurang. Sedang keangkuhan yang sangat akan meningkat. Tamak akan kekayaan dan penghormatan, tindak tanduk (buruk) mereka akan jauh tergeser dari Jalan kebebasan. Meskipun akan sulit untuk mengajar dan membina mereka, kami akan berusaha sesabar mungkin dalam membaca dan menghafalkan Sutra ini, menjunjungi, menulis, serta memuliakannya dengan segala macam persembahan, tanpa menghiraukan hidup ataupun nyawa kami sendiri.” Kemudian ke 500 Arahat yang telah memperoleh ramalannya (bab 08) didalam pesamuan agung itu menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Kami berikrar untuk menyiarkan Dharma Sutra Teratai ini.” Lagi 8,000 orang, baik Saiksha maupun Asaiksha, yang juga telah memperoleh reramalannya didalam pesamuan agung itu, bangkit dari duduknya masing‐masing dan dengan tangan terkatup menatap Sang Buddha, seraya berikar: “Yang Maha Agung! Kami juga akan menyiarkan Sutra Teratai ini di dunia‐dunia lainnya. Mengapa? Karena betapapun juga umat manusia di dunia Saha ini terlibat dalam tindakan angkara, bertingkah congkak, berkebajikan sekelumit, lekas marah, risau, ber iri hati, benci, serong dan tidak bertulus hati.” Kemudian saudara dari ibu Sang Buddha, bhiksuni Mahaprajapati (Ibu asuh Sang Buddha), dengan 6,000 bhiksuni pendampingnya, baik Saiksha maupun Asaiksha, bangkit dari duduknya masing‐ masing, dan dengan tangan terkatup menatap Sang Buddha. Yang Maha Agung menyapa Mahaprajapati, seraya berkata: “Mengapa engkau memandang Sang Tathagata dengan wajah muram? Apakah engkau hendak mendengar ramalanmu? Tetapi Mahaprajapati, Aku telah meramalkan (secara menyeluruh, bab 08) bahwa seluruh pengikut SravakaKu dalam pesamuan agung ini, semuanya kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Bilamana engkau berhasrat mengetahui ramalanmu, maka kini akan Ku nyatakan bahwa dimasa mendatang, ditengah‐ tengah masa Dharma 68 ribu koti para Buddha, engkau akan menjadi guru Dharma besar (disertai banyak pengikut dan pendengar), sedang 6,000 bhiksuni akan mendampingimu sebagai guru Dharma. Dengan demikian, secara bertahap engkau akan menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan hingga menjadi Buddha dengan gelar Sarvasattvapriyadharsana (Digemari Segenap Mahluk), 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Wahai Mahaprajapati! Buddha Sarvasattvapriyadharsana ini akan memberi ramalan kepada 6,000 Bodhisatva pendampingnya, yang secara bergiliran meramalkan penerusnya masing‐masing akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi.” Kemudian ibunda Rahula, yaitu bhiksuni Yasodhara (istri Shakyamuni) merenungkan: ‘Yang Maha Agung dalam ramalannya telah meninggalkan namaku saja!’ Sang Buddha yang mengetahui pikiran Yasodhara segera menyapanya, seraya berkata: “Dimasa mendatang, ditengah‐tengah masa Dharma ratusan, ribuan, puluhan ribu koti para Buddha, engkau akan
menjalankan KeBodhisatvaan, menjadi guru Dharma besar dan pada akhirnya mencapai KeBuddhaan. Di alam suci yang bernama Kebaikan, engkau kelak menjadi Buddha dengan gelar Rasmisatasahasraparipurnadvaga (Puluhan Ribu Koti Kecemerlangan) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Usia Buddha tersebut sepanjang asamkhyeya kalpa yang tak terbatas.” Mendengar ramalan demikian, Sang Mahaprajapati, Yasodhara dan ke 6,000 pendampingnya, semuanya diliputi rasa gembira yang amat, mengalami apa yang belum dialami sebelumnya. Segera mereka menyapa Sang Buddha dengan syair: Yang Maha Agung, Sang Pemimpin dan Guru Dharma! Engkau mententeramkan segenap dewata dan manusia. Kami telah mendengar ramalan demikian, sehingga hati kami damai dan puas. Setelah mengucapkan syair demikian, para bhiksuni itu (ke 6,000 bhisuni pendamping) berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Kami akan menyiarkan pula Sutra Teratai ini di dunia‐dunia lainnya.” Kemudian Sang Buddha mengamati ke 800 ribu koti nayuta para Bodhisatva Mahasatva, yang semuanya telah mencapai tingkat Avivartika (Bodhisatva tingkat ke 8 dari 10), memutar roda Dharma tiada surut, dan telah mencapai bermacam‐macam dharani (samadhi). Mereka bangkit dari duduknya masing‐masing, menghadap Sang Buddha, dan dengan tangan terkatup merenungkan: ‘Andaisaja Yang Maha Agung mentitahkan kami untuk menjunjungi dan menceramahkan Sutra ini, maka kami akan menyiarkannya sesuai kehendak Sang Buddha. Akan tetapi kini Sang Buddha berdiam saja dan tidak memberi kami perintah demikian, lalu apa yang harus kami lakukan?’ Kemudian para Bodhisatva tersebut berhasrat menuruti kehendak Sang Buddha dan karena berhasrat pula memenuhi ikrar mereka, maka segera mereka menghadap Sang Buddha dan dengan suara lantang bagaikan deruan singa, mereka mengucapkan ikrar seraya berkata: “Yang Maha Agung! Sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, kami akan berkelena kian kemari, ke 10 penjuru demi membimbing para mahluk dalam menulis Sutra Teratai ini, menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkannya, serta memahami dan menceramahkannya, melaksanakan dan meresapinya. Semua ini akan tercapai berkat daya kekuatan gaib Sang Buddha. Sudilah kiranya Yang Maha Agung mengawasi dan melindungi kami dari kejauhan (dunia lainnya).” Kemudian seluruh Bodhisatva serempak berpadu suara dengan syair: Janganlah Yang Maha Agung khawatir! Sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, didalam masa angkara yang menyeramkan itu, kami akan menyebarluaskan Dharma Sutra Teratai ini. Meskipun orang‐orang yang dalam ketidaktahuannya, akan mengutuk dan mencerca kami, menyerang kami dengan pedang dan pentungan, namun kami akan tabah menahan semua ini.
Di masa durhaka itu, akan terdapat para bhiksu yang berhati serong dan angkuh, mengaku dirinya telah mencapai apa yang belum dicapainya. Akan terdapat para bhiksu yang berkediaman dalam hehutanan, mengenakan pakaian bertembel, dan mengasingkan diri di pegunungan hutan, menyatakan bahwa dirinya berada di Jalan Benar, dan memandang remeh seluruh umat manusia. Tamak akan keuntungan dan dukungan, mereka akan menceramahkan Dharma, dan dimuliakan oleh seluruh dunia, bagaikan Arahat yang memiliki 6 kegaiban. Orang‐orang yang berhati serong ini senantiasa memikirkan hal‐hal keduniawian, menyanjung dirinya sebagai petapa sejati, dan memfitnah kami seraya berkata: “Bhiksu‐bhiksu ini tamak akan keuntungan dan dukungan, oleh karenanya mereka menceramahkan ajaran kolot, serta mengarang Sutra mereka sendiri, demi memperdayakan umat diseluruh dunia. Karena hendak memperoleh kemasyhuran, mereka menceramahkan Sutra ini secara panjang lebar.” Ditengah‐tengah pesamuan agung (orang banyak), mereka senantiasa mencemarkan kami. Dihadapan para pemimpin, menteri, Bhramaha, rakyat belaka dan kelompok para bhiksu, mereka akan menfitnah dan mengutuk kami seraya berkata: “Orang‐orang ini menceramahkan ajaran‐ajaran keliru.” Namun karena kami hormat terhadap Sang Guru Buddha, maka kami akan tabah menahan semua ini. Meski difitnah dan diperlakukan demikian, namun kami akan tabah menahannya. Didalam masa durhaka itu, akan banyak terjadi hal‐hal demikian. Orang‐orang yang kesurupan iblis, akan mengutuk, mencerca dan mengfitnah kami. Namun kami dengan penuh keyakinan terhadap Sang Guru Buddha, akan mengenakan tameng kesabaran Sang Tathagata. Demi menceramahkan Sutra Teratai ini, kami akan tabah menahan segala cacian itu. tanpa menghiraukan hidup maupun nyawa kami sendiri, karena yang kami kehendak hanyalah Jalan Sempurna. Dimasa mendatang, kami akan melindungi serta menjunjungi
apa yang telah dipercayakan Sang Tathagata kepada kami. Kami yakin Sang Buddha mengetahui lubuk hati kami. Bhiksu‐bhiksu durhaka di masa korup itu, karena tidak memahami Jalan Kebijaksanaan yang diterapkan oleh Sang Tathagata, bahwa Beliau mengajar sesuai dengan apa yang tepat, maka tiada henti‐hentinya mereka mengutuk kami dengan muka masam, mengusir kami jauh‐jauh ke samping negeri. Akan tetapi karena kami mematuhi tihta‐tihta Sang Buddha, maka kami akan menahan semua itu. Dimanapun juga terdapat mereka yang menghendaki Dharma, baik di pedusunan, perkampungan, kota kecil, maupun kota besar, maka segera kami akan kesana untuk menceramahkan Dharma yang telah dipercayakan Sang Tathagata kepada kami. Kami akan menjadi utusan Yang Maha Agung, menghadapi pesamuan tanpa gentar. Semua ini agar Sang Guru Buddha tenteram. Dihadapan Sang Buddha dan para Buddha yang berasal dariNya, kami mengucapkan tekad ikrar ini. Sang Buddha tentunya mengetahui lubuk hati kami!
Bab 14 Kedamaian Pada saat itu Bodhisatva Mahasatva Manjushri menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Bodhisatva‐Bodhisatva ini telah berbuat tekad ikrar agung. Karena takzim dan patuh pada Sang Guru Buddha, mereka telah berikrar untuk melindungi, menjunjungi, membaca, menghafalkan dan memaklumi Sutra Teratai ini. Yang Maha Agung! Didalam masa angkara nanti, bagaimanakah para Bodhisatva Mahasatva patut memaklumi Sutra Terata ini?” Sang Buddha menjawab Sang Manjushri: “Bilamana Bodhisatva Mahasatva, didalam masa angkara nanti, hendak memaklumi Sutra Teratai ini, maka taatilah 4 tata KeBodhisatvaan. Pertama yaitu tindakan dan pergaulan pantas bagi Bodhisatva. Wahai Manjushri! Apakah yang dimaksud tindakan Bodhisatva Mahasatva? Bilamana seorang Bodhisatva senantiasa berlemah lembut, tidak bertindak keras, tiada pernah gusar pikirannya dan tidak terpengaruhi oleh segala perwujudan, tetapi menyadari kesunyataan akan segala perwujudan, tanpa membeda‐bedakannya; Maka inilah yang disebut tindakan Bodhisatva Mahasatva. “Lagipula seorang Bodhisatva Mahasatva tidak berhubungan dekat dengan para raja, pemimpin, pangeran, menteri ataupun pejabat (tidak mencari kekuasaan maupun kemasyhuran). Tidaklah mereka berhubungan dekat dengan (agar tidak terpengaruhi oleh) penganut aliran lainnya seperti Brahmana, Nirgranthas, Lokayata dan anti‐Lokayata. Tidak pula mereka bergaulan dengan pengarang buku aliran lain dan pengarang buku sekuler kesusasteraan. Tidak pula mereka terlibat dalam hiburan‐hiburan keji seperti tinju dan pergulatan. Tidak pula mereka berhubungan dekat dengan para sandiwara, Chandala, peternak babi, domba, unggas dan anjing. Tidak pula mereka berhubungan dekat dengan pemburu, nelayan ataupun mereka yang terlibat dalam tindakan angkara. Bilamana orang‐orang demikian sewaktu‐waktu menghampirinya, maka ajarkanlah Dharma kepadanya tanpa mengharapkan sesuatu pun darinya. Lagi, janganlah mereka bergaulan dengan bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang menghendaki Kendaraan Sravaka. Jangan pula bertanya kepadanya ataupun mengunjunginya. Janganlah tinggal didalam ruangan yang sama dengannya, baik di tempat olah raga maupun di aula ceramahnya (Sang Buddha berkehendak agar kita semua mengikuti Dharma Kendaraan Besar). Janganlah terlibat dalam kegiatan‐kegiatan mereka. Bila sewaktu‐waktu mereka datang mengunjunginya, maka ajarkanlah Dharma sesuai dengan apa yang tepat, tanpa mengharapkan sesuatu pun darinya. “Wahai Manjushri! Seorang Bodhisatva Mahasatva ketika memaklumi Dharma kepada wanita, janganlah menceramahkannya dengan sedemikian cara sehingga menimbulkan nafsu kebirahian. Janganlah ia senang memandangnya. Ketika memasuki ke dalam rumah orang lain, maka janganlah ia senang berbicara dengan gadis, perawan ataupun janda. Janganlah ia berhubungan dekat dengan ke 5 macam waria. Janganlah sendirian memasuki rumah seseorang. Bilamana karena sesuatu alasan ia terpaksa memasukinya sendirian, maka ingatilah dengan sepenuh hati akan Sang Buddha. Ketika mengajarkan Dharma kepada seorang wanita, janganlah ia memperlihatkan senyumannya ataupun menampakkan bidang dadanya. Janganlah ia berhubungan intim dengannya meski demi Dharma, lebih‐ lebih lagi dengan alasan lainnya. “Janganlah ia senang memelihara siswa‐siswa muda, shramanera, anak‐anak kecil, ataupun berguru pada guru Dharma yang sama dengannya. Biarlah ia senantiasa mendalami meditasi didalam
suasana yang sunyi, menenangkan pikiran batinnya. Wahai Manjushri! Inilah pergaulan pertama yang pantas bagi seorang Bodhisatva Mahasatva. “Selanjutnya, seorang Bodhisatva Mahasatva menyadari kesunyataan akan segala perwujudan, melihat yang sesungguhnya; Tiada terbalik, tiada bergerak, tiada bersurut, tiada berputar. Seperti halnya kehampaan angkasa, tiada isi, bahkan tidak dapat diutarakan dengan percakapan. Tidak lahir, tidak muncul, tidak timbul, tidak bernama, tidak berbentuk, tiada wujudnya, tiada voluma, tiada batas, tiada hambatan, tiada rintangan. Hanya karena adanya sebab musabab barulah perwujudan timbul, menjadi terbalik (dari sesungguhnya), dan terlahir. Maka kini Ku katakan seorang Bodhisatva Mahasatva semestinya senantiasa senang demikian mengamati segala perwujudan. Inilah pergaulan kedua yang pantas bagi seorang Bodhisatva Mahasatva.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Jika didalam masa angkara nanti terdapat Bodhisatva yang berkehendak menceramahkan Sutra ini dengan hati tiada gentar, maka taatilah tindakan dan pergaulan yang pantas bagi Bodhisatva. Pada setiap saat, hindarilah raja dan para pemimpin, pangeran kerajaan, menteri, pejabat, maupun mereka yang terlibat dalam hiburan keji. Jauhi pula para Chandala, Brahmana dan penganut agama lainnya Janganlah bergaul dengan orang‐orang angkuh, bhiksu‐bhiksu yang melanggar Sila, mereka yang menyamar sebagai Arahat, para bhiksuni yang senang bergurau dan bercanda, para wanita yang terjerat pada 5 ketamakan (ketamakan 5 organ yaitu 1.Mata 2.Telinga 3.Hidung 4.Lidah 5.Tubuh) ataupun mereka yang menghendaki kemokshaan Sravaka – Janganlah bergaul dengan orang‐orang semacam ini. Bilamana orang‐orang tersebut dengan niat baik datang mengunjunginya untuk mendengarkan Dharma, maka dengan hati tiada gentar dan tanpa mengharapkan sesuatu pun, ceramahkanlah Dharma Kendaraan Besar kepadanya. Tetapi para janda, perawan dan ke 5 macam waria – Janganlah bergaulan dengan orang‐orang semacam ini, ataupun berhubungan intim dengannya. Jangan pula berhubungan dekat dengan penjagal daging, penjual daging, pemburu, nelayan, mereka yang membunuh dan bertindak angkara ataupun mereka yang memperdayakan gadis demi mencari keuntungan – Jauhilah orang‐orang demikian. Olahragawan keji, pegulat dan sebagainya,
wanita yang menimbulkan nafsu birahi – Janganlah bergaul dengan orang‐orang semacam ini. Jangan pernah sendirian masuk ke dalam ruangan tertutup untuk menceramahkan Dharma kepada wanita. Ketika menceramahkan Dharma, janganlah ia bergurau ataupun bercanda. Saat berpindapatta (meminta makanan), bawalah seorang bhiksu pendamping. Bila tiada bhiksu yang menemaninya, maka dengan sepenuh hati ingatlah akan Sang Guru Buddha. Inilah yang disebut tindakan dan pergaulan yang pantas bagi Bodhisatva. Dengan sungguh‐sungguh mentaatinya, maka ia akan menceramahkan Dharma dengan damai. Janganlah membeda‐bedakan Dharma, yang tinggi, sedang ataupun rendah (Seluruh Dharma sesungguhnya sama rata, yaitu demi Satu Kendaraan Buddha.) yang berkondisi ataupun yang tidak, yang benar ataupun yang tidak. Lagipula, janganlah ia membeda‐bedakan umat: “Inilah pria” atau “Inilah wanita.” Janganlah menganalisakan perwujudan dalam bentuk apapun juga, maupun coba memahami dan melihatnya. (Kesunyataan tiada dapat dianalisakan, tetapi disadari.) Inilah yang disebut tindakan Bodhisatva. Karena betapapun juga segala perwujudan adalah sunyata, tiada wujudnya maupun keberadaan, tiada timbul dan tiada pula musnah, tiada awal dan tiada pula akhir. (Tiada lagi ruang waktu pada tingkat KeBuddhaan) Inilah yang disebut pergaulan orang bijaksana. Karena pandangan yang terbalik, maka mulailah kita membeda‐bedakan ada dan tidak adanya perwujudan, benar dan tidak benarnya perwujudan, timbul dan tidak timbulnya perwujudan. Berdiamlah di suasana sunyi dan tenangkanlah pikiranmu, tenteram sentosa, tak tergoyahkan bagaikan gunung Sumeru. Sadarilah bahwa segala perwujudan tiada keberadaannya, seperti halnya kehampaan angkasa tanpa kekerasan, tiada terlahir, tiada muncul, tiada timbul, tak bergerak, tak bersurut, senantiasa serupa. Sadarilah kesunyataan akan segala perwujudan.
Sesudah kemokshaanKu nanti, jika terdapat bhiksu yang taat pada tata tindakan dan pergaulan ini, maka ketika menceramahkan Sutra ini hati mereka tiada akan terintangi maupun gentar. Jika seorang Bodhisatva sewaktu‐waktu, memasuki ruangan sunyi untuk bermeditasi, mengamati kesunyataan akan segala perwujudan, kemudian bangkit dari samadhinya, demi para raja, pemimpin, pangeran, menteri, rakyat belaka, para Brahmana dan sebagainya, ia menceramahkan dan memaklumi Sutra ini, maka hatinya akan damai dan tenteram, bebas dari segala kekhawatiran. Wahai Manjushri! Inilah yang disebut tata KeBodhisatvaan yang pertama, agar ia dapat menceramahkan Sutra ini dengan damai. “Lagi Sang Manjushri! Sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, didalam masa akhir Dharma (tahun ke 2,000 ‐ 12,000 sesudah meninggalnya Sang Buddha), jika seseorang berhasrat menceramahkan Sutra ini, maka taatilah tata tindakan demikian. Ketika berbicara ataupun menguraikan Dharma, janganlah ia membicarakan tentang kesalahan orang lain ataupun kesalahan kitab lainnya. Jangan pula memandang remeh penceramah‐penceramah lain ataupun kekurangan orang lain. Janganlah ia menyebut nama seorang Sravaka, menyiarkan kesalahannya ataupun memujanya (sebab Sang Buddha berkehendak agar kita menganut Dharma Kendaraan Besar). Janganlah membiarkan batinnya ternodai oleh dendam maupun kebencian. Karena hatinya demikian damai, maka tiada yang akan menolaknya. Kepada mereka yang menanyakan persoalan rumit, maka janganlah ia menjawabnya dengan Dharma Kendaraan Kecil, tetapi jawablah dengan Dharma Kendaraan Besar agar mereka dapat mencapai kebijaksanaan sempurna.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Seorang Bodhisatva senantiasa bersuka cita menceramahkan Dharma dengan hati damai. Bentangkanlah tikar (dudukannya) diatas tanah yang bersih. Lalu, oleskanlah tubuhnya dengan minyak, bersihkanlah tubuhnya dari kekotoran, kenakanlah jubah bersih dan sucikanlah batinnya. Kemudian duduk nyaman diatas tahta Dharma, ceramahkanlah Dharma sesuai pertanyaan. Bilamana terdapat para bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, para raja, pemimpin dan pangeran,
menteri, pejabat maupun orang‐orang lainnya, yang datang dengan wajah lemah lembut, maka ceramahkanlah Dharma yang halus dan menakjubkan kepadanya. Jika ada pertanyaan‐pertanyaan rumit, maka jawablah mereka sesuai ajaran Dharma, dengan berbagai sebab musabab, perumpamaan, menceramahkan dan memakluminya. Dengan cara‐cara bijaksana demikian menyebabkan para pendengarnya berbodhicita mencapai penerangan, tahap demi tahap menguntungkan mereka agar memasuki Jalan Buddha. Singkirkanlah segala kelalaian, bebaskanlah dirinya dari segala kecemasan, dan dengan penuh welas asih ceramahkanlah Dharma. Siang dan malam, senantiasa menceramahkan Jalan Sempurna. menerapkan berbagai macam cara bijaksana, sebab musabab dan perumpamaan, dalam membina para mahluk dan membuatnya bersuka cita. 1.Pakaian 2.Perabotan tidur 3.Santapan 4.Obat‐obatan – Janganlah mengharapkannya, tetapi ingatilah dengan sepenuh hati akan alasan untuk menceramahkan Dharma, yaitu demi mentuntaskan Jalan KeBuddhaan, dan menyebabkan para mahluk agar mencapainya pula. Itu akan membawa manfaat yang besar bagi mereka, yaitu persembahan kedamaian (batin). Sesudah kemokshaanKu nanti, jika terdapat para bhiksu yang dapat menceramahkan Sutra ini, maka mereka akan terbebas dari kecemburuan dan kebencian, dari segala kegelisahan maupun rintangan. Tiada yang akan mempersulit mereka, mencerca ataupun mengutuknya. Mereka tiada akan kenal gentar, tiada serangan berupa pedang, pentung dan sebagainya; (Senantiasa mereka diawasi oleh pelindung Dharma) Tiada akan pula mereka diusir ataupun diasingkan, karena betapapun juga mereka berteguh dalam ketabahan. Orang‐orang bijaksana akan demikian membina pikirannya dan berteguh dalam tata kedamaian seperti yang telah Ku jelaskan tadi.
Berkah pahala yang diraih orang‐orang demikian adalah diluar hitungan maupun perumpamaan; Ribuan, puluhan ribu koti kalpa pun, tiada akan tuntas mentuturkannya. “Wahai Manjushri! Bilamana didalam masa akhir Dharma nanti (masa sekarang ini), terdapat Bodhisatva yang menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra Teratai ini, maka janganlah ia berhati dusta maupun ternodai rasa iri. Jangan pula ia memandang remeh para pengikut Sang Buddha ataupun mengincar kelengahan mereka (ia yang berbatin suci tidak akan mengincar kesalahan orang lain). “Janganlah membuat umat menjadi ragu dan sesal, seraya berkata: ‘Kalian masih jauh tergeser dari Jalan dan tidak akan mencapai kebijakasanaan sempurna. Karena kalian adalah pelalai yang acuh dan lengah.’ “Lagipula, janganlah ia terlibat dalam perdebatan sembrono mengenai ajaran‐ajaran Dharma ataupun percecokkan yang tidak berguna (pelaksanaan Dharma lebih penting daripada percecokkan theori). Pandanglah segenap mahluk dengan penuh belas kasihan. Junjungilah para Tathagata sebagai ayah yang bermurah hati. Sanjungilah para Bodhisatva sebagai guru‐guru mulia. Bersujudlah kepada para Bodhisatva Mahasatva di 10 penjuru. Ceramahkanlah Dharma secara merata. Bagi mereka yang menyenangi Dharma, bukanlah berarti ia patut mengajarkannya secara berlebihan (pelaksanaan Dharma bukanlah kemelekatan terdahap theori saja). “Wahai Manjushri! Didalam masa akhir Dharma nanti, bilamana mereka melaksanakan tindakan damai yang ke 3 ini, maka ketika menceramahkan Dharma mereka akan terbebas dari segala kegelisahan dan kebimbangan. Mereka akan memperoleh siswa‐siswa yang membaca dan menghafalkan Sutra ini dengannya. Mereka akan memperoleh banyak pendengar yang datang untuk mendengar dan menyetujuinya. Sesudah mendengarnya, mereka akan menerimanya. Sesudah menerimanya, mereka akan menghafalkannya. Sesudah menghafalkannya, mereka akan menceramahkannya. Sesudah menceramahkannya, mereka akan menulisnya, serta menyebabkan orang lain menulisnya dan memuliakan Sutra ini dengan persembahan, menyanjung, menghormati serta memujinya.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Jika berhasrat menceramahkan Sutra ini, maka singkirkanlah kecemburuan, kebencian, keangkuhan maupun hati dusta. Senantiasa berwatak tegak, lurus dan jujur. Janganlah memandang remeh para umat, ataupun terlibat dalam perdebatan sembrono mengenai ajaran‐ajaran Dharma. Janganlah membuat orang lain menjadi ragu dan sesal, seraya berkata: “Kalian tidak akan pernah mencapai KeBuddhaan.”
Ketika menceramahkan Dharma, senantiasa berlemah lembut, tabah, dan berwelas asih terhadap segenap mahluk. Tiada pernah melalai ataupun berhati angkuh! Para Bodhisatva Mahasatva di 10 penjuru yang melaksanakan Dharma demi segenap mahluk – Hormati dan muliakanlah mereka sebagai guru‐guru mulia. Terhadap para Buddha, Yang Maha Agung – Pandanglah Mereka sebagai ayah yang tiada tara. Singkirkanlah hati yang sombong dan angkuh. Ceramahkanlah Dharma tanpa rintangan. Demikianlah tata Bodhisatva ke 3. Orang yang berkebijaksanaan patut mengingat dan mentaatinya. Dengan berpegang teguh pada tata tindakan demikian, ia akan disanjung oleh kelompok para mahluk yang tak terjumlah. (Beraneka ragam mahluk, baik yang terlihat maupun yang tidak) “Wahai Manjushri! Didalam masa akhir Dharma nanti, bilamana terdapat mereka yang menerima dan menjunjungi Sutra ini, maka senantiasa berwelas asihlah terhadap para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang menghendaki Kendaraan Kecil, dan renungkanlah demikian: ‘Orang‐orang ini patut dikasihani! Meski Sang Tathagata sebagai Jalan Bijaksana menceramahkan Dharma sesuai dengan apa yang tepat, akan tetapi mereka tidak mendengar, mengetahui, menyadari, menanyakan, maupun mempercayai Sutra ini. Bilamana aku telah mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, maka dimanapun juga aku berada, Aku dengan daya kekuatan gaibKu akan menyebabkan mereka memasuki Dharma ini (Jalan Buddha). “Wahai Manjushri! Sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, bilamana terdapat Bodhisatva Mahasatva yang dapat menjalankan tata tindakan ke 4 ini, maka ketika menceramahkan Dharma, mereka tidak akan berbuat kesalahan. Para bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, dan para raja, pemimpin, menteri, pejabat, rakyat belaka, maupun para Brahmana dan penduduk akan senantiasa menyanjung, memuja dan memuliakannya dengan persembahan yang terbaik. Para dewata di langit, demi mendengarkan Dharma, akan senantiasa mendampingi dan melayaninya (memberikannya persembahan). Bilamana mereka berada di sebuah pedusunan, kota, tempat terpencil ataupun di hutan belantara, kemudian orang‐orang menghampirinya hendak mengajukan pertanyaan‐pertanyaan rumit kepadanya, maka siang dan malam para dewata akan senantiasa melindunginya, dan menyebabkan para pendengarnya bersuka cita. Mengapa? Karena betapapun juga Sutra ini dilindungi oleh daya kekuatan gaib para Buddha terdahulu, mendatang dan sekarang. “Wahai Manjushri! Bahkan didalam dunia‐dunia yang tak terhitung jumlahnya, judul dari Sutra ini pun tiada dapat terdengar, lebih‐lebih lagi mereka yang melihat, menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan keseluruhannya! Wahai Manjushri! Seandainya seorang raja Cakravartin (Sang Buddha) yang maha berkuasa hendak menaklukkan negeri‐negeri lainnya, akan tetapi raja (mara) dari negeri‐negeri itu tidak mematuhinya. Seketika itu, raja Cakravartin mengerahkan bala tentaranya untuk pergi menyerang. Bilamana Sang raja melihat tentaranya meraih kemenangan dalam pertempuran itu,
maka ia bersuka cita dan segera menghadiahkan mereka sesuai dengan jasanya masing‐masing. Memberi mereka derma berupa ladang, perumahan, pedusunan, kota ataupun pakaian, perhiasan serta 7 benda berharga (1.Emas 2.Perak 3.Lapis lazuli 4.Batu bulan 5.Batu mulia 6.Coral 7.Amber) ataupun gajah, kuda, kereta, pembantu, pelayan dan sebagainya. Hanya mutiara mahkota yang terletak diastas kepalanya yang tidak ia berikan. Mengapa? Karena betapapun juga mutiara tunggal ini (Satu Kendaraan Buddha) hanya terdapat diatas kepala seorang raja (Buddha). Jika Sang raja memberikannya, maka para pengikutnya akan menjadi heran dan terkejut. “Wahai Manjushri! Demikian pula halnya dengan Sang Tathagata. Beliau dengan daya samadhi dan kebijaksanaanNya meraih wilayah‐wilayah Dharma dan memerintah sebagai Raja Dharma di seluruh Triloka (1.Alam pikiran dan rupa 2.Alam pikiran tanpa rupa 3.Alam tanpa pikiran maupun rupa). Akan tetapi raja‐raja mara tidak mematuhiNya. Oleh karenanya, Sang Tathagata mengutus jenderal‐jenderal kebijaksanaanNya untuk pergi menindas mereka. Ketika jenderal dan tentaraNya menang perkasa, Sang Buddha bergembira dan kemudian ditengah‐tengah ke 4 golongan pengikut (1.Bhiksu 2.Bhiksuni 3.Upasaka 4.Upasika), Beliau menceramahkan berbagai macam Sutra dan membuat mereka bersuka cita. Beliau menghadiahkan mereka kekayaan Dharma berupa meditasi, emansipasi, akar kebajikan dan kekuatan yang tiada cela. Beliau menghadiahkan pula mereka dengan kota Nirvana, menyatakan bahwa mereka telah mencapai kemokshaan, membina dan membuat mereka semua bersuka cita. Namun belum juga Beliau menceramahkan Sutra ini kepada mereka. “Wahai Manjushri! Ketika Sang Cakravartin mengamati prajuritnya meraih kemenangan agung, ia amat bersuka cita sehingga ia menghadiahkan mutiara mahkota yang tidak pernah ia berikan secara sembrono. Demikian pula dengan Sang Tathagata. Beliau adalah Raja Dharma dari seluruh Triloka. Beliau mengajar dan membina segenap mahluk, mengamati prajurit kebijaksanaanNya memerangi mara 5 komponen (ketamakan 5 organ 1.Mata 2.Telinga 3.Hidung 4.Lidah 5.Tubuh), mara kebelengguan dan mara kematian. Ketika mereka berhasil mengendalikan ke 3 racun (1.Ketamakan 2.Kebencian 3.Kebodohan), bebas dari Triloka (6 alam samsara), menaklukkan jaringan mara (keegoisan), Sang Tathagata pun sangat bersuka cita. Sutra Teratai ini dapat menyebabkan segenap mahluk memperoleh kebijaksanaan sempurna. Didalam masa akhir Dhrama nanti, Sutra ini akan menimbulkan banyak permusuhan dan sulit dipercayai. Apa yang belum pernah dibentangkan sebelumnya, kini Aku bentangkan. “Wahai Manjushri! Sutra inilah yang terkemuka diantara segala Sutra yang telah diceramahkan oleh para Tathagata. Sutra Teratai ini merupakan ajaran yang paling menakjubkan dan diberikan pula pada akhirnya, seperti halnya sang Cakravartin menghadiahkan mutiara cemerlang yang telah ia lindungi sekian lamanya. “Wahai Manjushri! Sutra Teratai ini merupakan harta kerahasiaan para Buddha Tathagata dan merupakan pula Sutra terunggul. Sepanjang malam, senantiasa Aku menlindunginya dan tidak pernah sembrono membentangkannya. Tetapi kini, untuk pertama kalinya, Aku bentangkan kepada kalian.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Demi segenap mahluk, ceramahkanlah Sutra (Teratai) yang dipuji oleh para Buddha Tathagata di 10 penjuru. Didalam akhir masa mendatang nanti,
mereka yang menjunjungi Sutra ini, terhadap para biarawan dan umat awam, maupun terhadap para pengikut Sravaka, berwelas asih dan renungkanlah demikian: ‘Mereka yang tidak mendengar ataupun mempercayai Sutra ini patut dikasihani. Bilamana aku telah mencapai Jalan Buddha, maka aku dengan berbagai jalan bijaksana, akan menceramahkan Dharma kepada mereka, serta menyebabkannya memasuki Jalan Buddha.’ Seandainya seorang raja Cakravartin mempunyai prajuri‐prajurit yang telah meraih kemenangan dalam pertempuran, maka ia dengan gembira menghadiahkan mereka derma berupa: Gajah, kuda, kereta, maupun perhiasan‐perhiasan pribadi, ladang, perumahan, pedusunan dan kota, pakaian dan benda‐benda berharga lain, serta pembantu, pelayan dan sebagainya – Memberikan seluruhnya dengan gembira. Bagi sang pahlawan, keberanian perwira, yang berhasil meraih kemenagan agung, sang raja kemudian menghadiahkannya mutiara yang telah kian lama terletak diatas kepalanya. Demikian pula dengan Sang Tathagata yang bertindak sebagai Raja Dharma. Beliau memiliki daya kekuatan maha gaib, serta harta kekayaan kebijaksanaan. Dengan penuh kasih sayang, Beliau membina dan mengajar para mahluk sesuai dengan apa yang tepat. Beliau mengamati para mahluk mengalami berbagai macam duka dan kegelisahan, mencari kebebasan, menaklukkan tentara mara. Demi mahluk‐mahluk demikian, Beliau dengan cara bijaksana, menceramahkan berbagai macam Sutra. Ketika Beliau mengamati mahluk‐mahluk ini Telah memperoleh kekuatan melalui ajaran‐ajaran tersebut, maka barulah Beliau menceramahkan Sutra Teratai ini kepadanya. Seperti halnya dengan sang raja yang memberikan mutiara mahkota! Sutra ini dijunjung tertinggi diantara segala Sutra. Aku senantiasa menjaga dan melindunginya, tiada pernah ceroboh membentangkannya.
Namun kini tepat waktunya (masanya) untuk menceramahkan Sutra Teratai ini kepada kalian. Sesudah kemokshaanKu nanti, bilamana seseorang berkehendak mencapai Jalan Buddha, dan berhasrat menceramahkan Sutra ini dengan hati damai, maka taatilah 4 tata KeBodhisatvaan seperti yang dijelaskan tadi. Mereka yang tekun membaca Sutra Teratai ini, akan terbebas dari segala kegelisahan, duka dan penyakit. Wajahnya cerah dan segar bugar. Mereka tidak akan terlahir dalam keadaan miskin, sederhana ataupun nista. Semua mahluk akan gemar memandangnya, dan menyanjungnya sebagai arif bijaksana. Putera‐putera dewata dilangit akan senantiasa mendampingi dan melayaninya. Tiada serangan berupa pisau, pedang, tongkat dan sebagainya. Racun tiada akan berdaya mencederainya. Bila seseorang bermaksud untuk mencemarkannya, maka mulut mereka akan segera terbungkam dan tertutup. Ia akan berkelena tiada gentar bagaikan sang samba, raja hutan. Kecemerlangan kebijaksanaannya akan bersinar bagaikan sang surya. Dalam mimpinya pun, ia hanya akan melihat hal‐hal yang menakjubkan. Ia akan melihat Sang Buddha duduk bersila diatas singgasana, menceramahkan Dharma kepada kelompok SanghaNya. Ia akan melihat dirinya menceramahkan Dharma kepada para naga, mahluk halus, asura dan mahluk‐mahluk lainnya, sejumlah pasir di sungai Gangga yang semuanya mendengarkan Dharma dengan tangan terkatup. Lagi, ia akan menyaksikan para Buddha dengan raga keemasanNya menerangi seluruhnya, dan dengan suara BrahmaNya menceramahkan Dharma. Lagi, Sang Buddha menceramahkan Dharma kepada ke 4 golongan; Ia akan melihat dirinya ditengah‐tengah pesamuan agung itu memuja Sang Buddha dengan takzim dan tangan terkatup. Ia akan melihat dirinya mendengarkan Dharma dengan penuh gembira dan kemudian memuliakan Sang Buddha dengan segala macam pujaan. Ia akan mencapai dharani (samadhi) serta bukti kebijaksanaan yang tiada surut. (Bodhisatva tingkat ke 8 dari 10) Sang Buddha yang mengetahui tekadnya akan Jalan KeBuddhaan, kemudian memberikannya ramalan: “Engkau dimasa mendatang kelak mencapai kebijaksanaan sempurna.
Alammu berhiaskan dan suci. Luasnya tak tertandingi. Dihuni oleh ke 4 golongan pengikut yang senantiasa mendengarkan Dharma dengan tangan terkatup.” Lagi, ia akan melihat dirinya ditengah‐tengah hutan pegunungan mendalami Dharma Kebijaksanaan, memahami kesunyataan akan segala perwujudan, menyelami tingkat samadhi dan melihat para Buddha di 10 penjuru, yang Semuanya bertubuh keemasan dan berhiaskan ratusan tanda karunia, ia akan melihat dirinya dihadapan para Buddha tersebut, mendengarkan ceramah Dharma dan kemudian menceramahkannya kepada orang banyak – Demikianlah yang dimimpinya. Lagi, ia akan bermimpi dirinya menjadi seorang raja yang meninggalkan kerajaannya, pelayan, pembantunya, istana dan 5 kenikmatan inderanya untuk pergi ke Teras Penerangan, menduduki singgasana dibawah sebuah pohon bodhi. Setelah 7 hari 7 malam, ia mencapai kebijaksanaan Tathagata, dan kemudian memutar roda Dharma yang tak tercela, menceramahkannya kepada ke 4 golongan pengikut selama ribuan, puluhan ribu koti kalpa, menyelamatkan para mahluk yang tiada hitungan. Kemudian ia akan memasuki Nirvana, seperti usainya asap ketika apinya padam. (Buddha hanya dapat menyelamatkan para mahluk yang berjodoh denganNya) Jika didalam masa angkara nanti (masa sekarang ini), seseorang menceramahkan Sutra terkemuka ini, maka akan diperolehnya manfaat besar, berkah pahala seperti yang telah dijelaskan tadi.
Bab 15 Kemunculan Pada saat itu para Bodhisatva Mahasatva yang telah berkumpul dari dunia yang jumlahnya melampaui jumlah pasir di 8 sungai Gangga, semuanya berdiri ditengah‐tengah pesamuan agung itu. Dengan tangan terkatup, mereka bersujud dan berkata: “Yang Maha Agung! Andaisaja Beliau mentitahkan, maka sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, kami akan senantiasa membaca, menghafalkan, menulis dan memuliakan Sutra ini serta menyiarkannya diseluruh dunia Saha.” Kemudian Sang Buddha menyapa para Bodhisatva Mahasatva itu, seraya berkata: “Cukuplah putera‐puteriKu yang baik! Tiada perlu lagi kalian melindungi Sutra ini didalam dunia Saha ini. Mengapa? Karena betapapun juga didalam dunia sahaKu ini terdapat para Bodhisatva Mahasatva sejumlah pasir di 60 ribu sungai Gangga yang masing‐masing disertai oleh para pengikut sejumlah pasir di 60 ribu sungai Gangga. Sesudah kemokshaanKu nanti, mereka akan melindungi, membaca, menghafalkan dan secara meluas menyiarkan Sutra Teratai ini.” Ketika Sang Buddha baru saja selesai bersabda demikian, seluruh bumi pertiwi bergetar dalam 6 cara berbeda dan terbelah buka. Dari tengah‐tengahnya muncul ribuan, puluhan ribu koti para Bodhisatva Mahasatva yang tak terjumlah (tidak terlihat oleh manusia awam). Tubuh dari para Bodhisatva ini, seluruhnya berwarna keemasan dengan 32 tanda kemuliaan dan kecemerlangan yang tiada taranya. Sebelumnya, mereka berkediaman dalam kehampaan dunia Saha ini. Ketika mendengar suara Sang Shakyamuni berceramah, semuanya muncul dari kawasan bawah. Masing‐masing Bodhisatva Mahasatva ini membawa dengannya para pengikut sejumlah pasir di 60 ribu sungai Gangga. Lebih‐lebih lagi mereka yang membawa para pengikut sejumlah pasir di 50 ribu, 40 ribu, 30 ribu, 20 ribu ataupun 10 ribu sungai Gangga. Lebih‐lebih lagi mereka yang membawa para pengikut sejumlah pasir di satu, setengah, seperempat, seperseribu, sepersepuluhribu ataupun seperkoti sungai Gangga. Lebih‐lebih lagi mereka yang membawa 10 ribu koti (1 koti = 1 juta) pengikut, 10 koti pengikut, 1 koti pengikut, ataupun 10 ribu pengikut. Lebih‐lebih lagi mereka yang membawa 1,000 penganut, 100 penganut, 10 penganut, 5 penganut, 4 penganut, 3 penganut, 2 penganut atupun hanya 1 penganut. Lebih‐lebih lagi mereka yang datang sendirian. Para Bodhisatva demikian tak terbatas, tak terhingga, diluar hitungan maupun perumpamaan. Seluruh kelompok Bodhisatva ini terbang ke langit menuju ke stupa permata didalam mana Buddha Prabhutaratna dan Buddha Shakyamuni duduk bersila. Kemudian mereka bersujud dihadapan ke 2 Yang Maha Agung serta para Buddha yang berasal dari Shakyamuni. Sesudah itu, mereka mengitari ke 2 Tathagata sebanyak 3 kali, mengatupkan tangan dan memujaNya dengan segala macam lagu pujian KeBodhisatvaan selama 50 kalpa kecil (1 kalpa kecil = 16.8 juta tahun) disaat mana Buddha Shakyamuni duduk tiada bergerak baik jiwa dan raga, dan begitu pula dengan ke 4 golongan pendengar (bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika). Berkat daya kekuatan gaib Sang Buddha, 50 kalpa kecil itu bagaikan hanya setengah hari saja. Sesudah masa itu, seluruh kelompok para Bodhisatva tersebut berdiri pada satu sisi dan memandang ke arah Buddha Shakyamuni dan Buddha Prabhutaratna dengan penuh gembira. Pada saat itu ke 4 golongan pendengar, juga karena berkat daya kekuatan gaib Sang Buddha, menyaksikan seluruh kelompok para Bodhisatva memenuhi langit di ratusan, ribuan, puluhan ribu koti kawasan yang tak terjumlah. Diantara kelompok Bodhisatva yang muncul itu terdapat 4 pemimpin
terkemuka. Pertama adalah Visishtakaritra (Terunggul). Kedua adalah Anantakaritra (Tiada Batas). Ketiga adalah Visudhakaritra (Murni). Kempat adalah Supratishthitakaritra (Teguh). Ke 4 Bodhisatva Mahasatva tersebut adalah ketua terkemuka dan merupakan guru pemimpin diantara seluruh kelompok Bodhisatva yang bermunculan dihadapan pesamuan agung itu. Masing‐masing Bodhisatva dengan tangan terkatup memandang Buddha Shakyamuni, seraya bertanya: “Yang Maha Agung! Apakah Beliau baik‐baik saja? Apakah Beliau cemas? Apakah Beliau nyaman sentosa? Apakah mereka yang hendak Beliau selamatkan siap menerima ajaranMu? Apakah usaha‐usaha tersebut tidak membuat Beliau menjadi letih?” Kemudian ke 4 Bodhisatva Mahasatva itu berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah mereka dengan syair: Apakah Yang Maha Agung nyaman sentosa, tanpa penyakit ataupun kecemasan? Apakah Beliau tidak lelah dalam mengajar dan membina para mahluk? Apakah para mahluk bersedia menerima ajaran Beliau? Apakah usaha‐usaha tersebut tidak membuat Beliau menjadi letih? Kemudian ditengah‐tengah pesamuan agung para Bodhisatva tersebut, Sang Buddha bersabda demikian: “Begitulah, begitulah, putera‐puteriKu yang baik! Sang Tathagata baik‐baik saja, tanpa penyakit maupun kecemasan. Umat‐umat ini mudah dibina dan diselamatkan. Aku pun tidak lelah maupun letih. Mengapa? Karena betapapun juga umat‐umat ini di kehidupan demi kehidupan telah dibina olehKu. Lagipula, mereka telah memuliakan para Buddha terdahulu serta menanam akar‐akar kebajikan. Maka ketika mendengar ceramahKu, semuanya dapat menerimanya dengan penuh keyakinan dan segera memasuki ke dalam kebijaksanaan Sang Tathagata, terkecuali mereka yang pada awalnya menjalankan Kendaraan Kecil. Namun kini, Aku akan menceramahkan Sutra Kendaraan Besar ini dan membina mereka masuk kedalam kebijaksanaan Buddha.” Kemudian ke 4 Bodhisatva Mahasatva mengucapkan syair: Bagus sekali, bagus sekali, Pahlawan Agung, Yang Maha Mulia! Mahluk‐mahluk ini mudah dibina dan diselamatkan. Mereka dapat menanyakan tentang kebijaksanaan Buddha yang mendalam itu. Dan sesudah mendengarnya, mereka dapat mempercayai dan memahaminya. Oleh karenanya, kami turut bersuka cita. Kemudian Yang Maha Agung memuji ke 4 Bodhisatva Mahasatva pemimpin, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali, putera‐puteriKu yang baik! Kalian dapat turut bersuka cita untuk Sang Tathagata.”
Kemudian Bodhisatva Mahasatva Maitreya berserta kelompok para Bodhisatva yang jumlahnya bagaikan pasir di 8 ribu sungai Gangga, semuanya merenungkan: ‘Semenjak dahulu kala, belum pernah kami menyaksikan ataupun mendengar kelompok besar para Bodhisatva Mahasatva yang sedemikian banyaknya tiba‐tiba muncul dari bumi. Semuanya berdiri dihadapan Yang Maha Agung dan dengan tangan terkatup memuliakan Sang Tathagata!’ Kemudian Bodhisatva Mahasatva Maitreya yang menyadari pikiran dibatin mereka dan karena berhasrat pula memecahkan keraguannya sendiri, maka dengan tangan terkatup ia menghadap Sang Buddha, seraya mengucapkan syair: Ribuan, puluhan ribu koti Bodhisatva yang tak terhitung, Semuanya belum pernah kami temui sebelumnya – Berkenanlah Sang Buddha untuk menjelaskan asal usul mereka. Apakah sebab musabab munculnya Bodhisatva‐Bodhisatva ini sehingga semuanya datang berkumpul disini? Tubuh mereka demikian besarnya, Dimilikinya kekuatan maha gaib dan kebijaksanaan yang tak terbayangkan. Mereka adalah Bodhisatva yang mempunyai tekad teguh, penuh semangat dan digemari para mahluk – Dari manakah mereka berdatangan? Masing‐masing Bodhisatva ini membawa dengannya para pengikut sejumlah pasir di sungai Gangga. Terdapat mereka yang memimpin para pengikut sejumlah pasir di 60 ribu sungai Gangga. Semuanya dengan sepenuh hati menghendaki Jalan Buddha. Para pemimpin agung demikian sejumlah pasir di 60 ribu sungai Gangga. Semuanya telah datang berkumpul demi memuliakan Sang Buddha, melindungi dan menjunjungi Sutra Teratai ini. Lebih‐lebih lagi mereka yang membawa pengikut sejumlah pasir‐pasir di 50 ribu, 40 ribu, 30 ribu, 20 ribu, 10 ribu, 1 ribu, 100 ataupun 1 sungai Gangga. Lebih‐lebih lagi mereka yang membawa pengikut sejumlah pasir‐pasir di setengah, sepertiga, seperempat hingga sepersepuluh ribu koti sungai Gangga. Lebih‐lebih lagi mereka yang membawa 10 ribu koti pengikut, 10 koti pengikut, 1 koti pengikut, ataupun 10 ribu pengikut. Lebih‐lebih lagi mereka yang membawa 1,000 penganut, 100 penganut, 10 penganut, 5 penganut, 4 penganut, 3 penganut, 2 penganut ataupun 1 penganut. Lebih‐lebih lagi mereka yang datang sendirian. Para Bodhisatva tersebut tak terbatas jumlahnya. Meski seseorang menghitungnya selama
banyak kalpa bagaikan pasir di sungai Gangga, tidak mungkin ia dapat mentuntaskannya. Kelompok para Bodhisatva tersebut, berkewibawaan agung dan berkebajikan luhur – Siapakah yang mengajar dan membina mereka? Dari siapakah mereka berbodhicita untuk pertama kalinya? Dharma Buddha manakah yang dipuja mereka? Sutra Buddha manakah yang dijunjungi mereka? Para Bodhisatva tersebut memiliki daya kekuatan gaib dan kebijaksanaan. Bumi di 4 penjuru bergetar dan terbelah buka, dan dari tengah‐tengahnya muncul kelompok Bodhisatva Mahasatva yang tak terhitung jumlahnya. Yang Maha Agung, semenjak dahulu kala, belum pernah aku (Maitreya) menyaksikan hal demikian. Sudilah kiranya Beliau untuk menjelaskan kepada kami asal usul mereka. Aku senantiasa berkelena kian kemari dari dunia ke dunia, namun belum pernah aku menyaksikan hal demikian. Dari seluruh kelompok Bodhisatva agung ini tiada satupun yang ku kenal. Dan semuanya tiba‐tiba muncul dari bumi – Berkenanlah Beliau untuk menjelaskan sebab musabab hal ini. Seluruh anggota pesamuan agung ini sejumlah ratusan ribu koti yang tak terbatas, semuanya berhasrat mengetahui sebab musabab hal ini. Bagamanakah jalan kisahnya Bodhisatva‐Bodhisatva ini? Wahai Yang Maha Agung, Sang Maha Bajik Yang Tiada Tara! Sudilah kiranya Beliau memecahkan segenap keraguan kami. Setiap Bodhisatva pedamping yang telah tiba dari puluhan ribu koti dunia (bab 11), bertanya kepada Buddhanya (raga‐raga Buddha yang berasal dari Shakyamuni) masing‐masing: “Yang Maha Agung, kelompok besar Bodhisatva yang tak terhitung, tak terbatas dan tak terhingga ini, dari manakah mereka datang?” Kemudian masing‐masing Buddha menjawab Bodhisatva pendampingnya: “Wahai putera‐ puteriKu yang baik! Tunggulah sebentar. Bodhisatva Mahasatva Maitreya telah diramalkan oleh Buddha Shakyamuni sebagai Buddha berikutnya (Maitreya berada di antara Bodhisatva tingkat 10 dan keBuddhaan. Sementara ini, ia berkediaman di surga Tusita bagian dalam. 1 hari di surga Tusita = 400 tahun didunia Saha ini). Ia telah menanyakan tentang peristiwa ini dan kini Sang Buddha akan menjawabnya. Dengarkanlah dengan baik.” Pada saat itu Buddha Shakyamuni menjawab Bodhisatva Maitreya: “Bagus sekali, bagus sekali, Ajita (Tak Tertandingi)! Engkau telah menanyakan Sang Buddha mengenai peristiwa penting ini. Curahkanlah diri kalian dengan sepenuhnya. Kini Sang Tathagata hendak membentangkan kebijaksanaan
Buddha, daya kekuatan gaib Buddha, kekuatan gaib Buddha yang bagaikan Sang simba, kekuatan gaib Buddha yang ganas dan tiada gentar.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Curahkanlah diri kalian dengan sepenuhnya, karena kini Aku hendak menjelaskannya. Janganlah ragu ataupun bimbang – Kebijaksanaan Sang Buddha tak terbayangkan. Berteguhlah dalam keyakinan, ketabahan dan kedamaian. Dharma yang belum pernah didengar sebelumnya, akan kalian dengar sekarang juga. Janganlah ragu ataupun gelisah. Apa yang diucapkan Sang Buddha tiada lain, terkecuali kebenaran belaka! KebijaksanaanNya tak terbatasi. Dharma terkemuka yang telah diperolehNya, dalam tak terbayangkan dan tiada dapat dianalisakan. Namun kini Beliau hendak membentangkannya – Dengarkanlah dengan sepenuh hati. Kemudian Yang Maha Agung menyapa Bodhisatva Maitreya, seraya berkata: “Wahai Ajita! Sekarang Aku nyatakan kepada kalian semua. Bodhisatva Mahasatva agung yang jumlahnya sekian asamkhyeya tak terhitung dan tak terbatas ini, yang telah muncul dari tengah‐tengah bumi pertiwi dan yang belum pernah kalian temui sebelumnya; Semenjak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi di dunia Saha ini, Aku senantiasa mengajar, membina dan membimbing seluruh kelompok Bodhsiatva ini, menyebabkan mereka berbodhicita di Jalan KeBuddhaan. Seluruh kelompok Bodhisatva ini telah kian lama berkediaman didalam kehampaan bumi dibawah dunia Saha ini. Semuanya membaca, menghafalkan dan memahami berbagai macam Sutra, merenungkan, menjelaskan serta meresapinya. “Wahai Ajita! Para Bodhisatva ini tidak suka berketetapan dan berbincang‐bincang (bergossip) diantara khalayak ramai. Mereka senantiasa menyenangi tempat‐tempat sunyi dimana mereka mencurahkan diri dengan penuh semangat. Mereka tiada pernah melalai diantara para dewata maupun manusia, tetapi senantiasa menyenangi kebijaksanaan mendalam, bebas dari segala rintangan. Dengan penuh semangat, mereka menghendaki Jalan KeBuddhaan.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Wahai Ajita! Ketahuilah bahwa seluruh kelompok Bodhisatva agung ini semenjak sekian banyak kalpa yang tak terbatas lamanya telah melaksanakan kebijaksanaan Sang Buddha. Semuanya telah dibina olehKu.
Akulah yang membimbing mereka memasuki Jalan Agung. Mereka adalah putera‐puteriKu. Semuanya berkediaman didalam kehampaan bumi, senantiasa menjalankan pelaksanaan dhuta (latihan keras), mengasingkan diri dan menjauhi khalayak ramai, tiada pernah suka berbincang‐bincang. Dengan demikian putera‐puteriKu ini, mengikuti dan menjalankan DharmaKu. Siang dan malam, mereka mencurahkan diri dengan sepenuhnya di Jalan KeBuddhaan, berkediaman didalam kehampaan bumi, mendalami berbagai tingkat samadhi, senantiasa menghendaki kebijaksanaan sempurna, dan menceramahkan Dharma tanpa gentar. Tidak jauh dari kota Gaya (di India), Aku duduk dibawah pohon Bodhi, mencapai pencerahan sempurna. Kemudian Aku memutar roda Dharma yang tiada tara, mengajar dan membina mereka, menyebabkan semuanya berbodhicita di Jalan Buddha. Kini mereka telah mencapai tingkat tiada surut (Bodhisatva tingkat 08 dari 10) dan semuanya kelak mencapai KeBuddhaan. Apa yang Ku tuturkan kini adalah yang sesungguhnya – Yakinilah dengan sepenuh hatimu! Semenjak dahula kala, Aku telah mengajar dan membina seluruh kelompok Bodhisatva Mahasatva ini. Pada saat itu Bodhisatva Mahasatva Maitreya, beserta para Bodhisatva lainnya, menjadi ragu dan bimbang. Mereka heran akan hal yang tidak mereka ketahui sebelumnya dan merenungkan: ‘Bagaimana mungkin Yang Maha Agung dalam waktu yang begitu singkat telah mengajar dan membina sekian banyak para Bodhisatva yang tiada hitungan, serta menyebabkan semuanya bertekad akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi?’ Kemudian Bodhisatva Maitreya bertanya kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Tidaklah lama semenjak Beliau meninggalkan istana Shakya untuk pergi ke Teras Penerangan dan kemudian mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Semenjak waktu itu belumlah berlalu 40 tahun. Yang Maha Agung! Bagaimana mungkin dalam waktu begitu singkat Beliau dapat melaksanakan tugas‐tugas Buddha yang sedemikian melimpah ruah? Apakah berkat daya gaib Sang Buddha atau apakah berkat karunia Sang Buddha sehingga Beliau dapat mengajar dan membina kelompok para Bodhisatva agung yang tak terjumlah serta menyebabkan mereka bertekad akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi? Yang Maha Agung! Seandainya seseorang menghitungnya selama ribuan, puluhan ribu koti kalpa, namun belum juga ia dapat mentuntaskannya. Semenjak dahulu silam, para Bodhisatva agung ini telah
menanam akar‐akar kebajikan, menjalankan KeBodhisatvaan, dan melaksanakan KeBrahmaan dihadapan para Buddha yang tak terjumlah. Oleh karenanya, sulit dipercayai bahwa seluruh kelompok para Bodhisatva yang telah muncul dari dalam bumi dan yang tak terbatas jumlahnya ini, semuanya telah dibina dan dibimbing oleh Sang Buddha (Shakyamuni). “Seandainya saja terdapat seorang pemuda yang berusia 25 tahun, berwajah tampan dan berambut hitam. Kemudian ia menunjuk seorang yang berusia 100 tahun seraya berkata: “Ini adalah anakku!” Dan orang yang berusia 100 tahun itu juga menunjuk si pemuda seraya berkata: “Ini adalah ayah yang mengasuh dan membesarkanku.” Maka hal ini sulit dipercayai, seperti apa yang dikatakan oleh Sang Buddha sekarang ini. “Belum begitu lama semenjak Sang Buddha mencapai KeBuddhaan. Namun kelompok besar para Bodhisatva agung ini, semenjak lama telah mencurahkan diri di Jalan KeBuddhaan. Mereka telah menyelami serta mencapai ratusan, ribuan, puluhan ribu koti samadhi yang tak terbatas. Mereka telah pula memperoleh daya kekuatan maha gaib. Semenjak lama mereka telah melaksanakan KeBrahmaan. Tahap demi tahap, mereka telah melaksanakan berbagai ajaran Dharma. Mereka pandai menjawab pertanyaan‐pertanyaan rumit. Para Bodhisatva semacam ini jarang ditemui, bagaikan permata diantara manusia. Namun kini Yang Maha Agung, menyatakan kepada kami bahwa Beliau telah mengajar, membina, membimbing serta menyebabkan seluruh kelompok para Bodhisatva ini untuk pertama kalinya berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. “Yang Maha Agung! Belum begitu lama semenjak Beliau mencapai KeBuddhaan. Namun demikian, Beliau telah melaksanakan tugas‐tugas Buddha yang kian melimpah ruah. Kami yakin terhadap Sang Buddha, bahwa Beliau menceramahkan Dharma sesuai dengan apa yang tepat, bahwa ajaran‐ajaran Beliau tiada keliru, bahwa pengetahuan Sang Buddha kian luas dan menyeluruh. Akan tetapi, sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, bilamana Bodhisatva (awam) yang baru saja memulaikan Jalan KeBodhisatvaannya mendengar tentang pernyataan ini, maka mereka tidak akan meyakini ataupun menerimanya, tetapi menolak apa yang telah disabdakan oleh Sang Buddha. Oleh karenanya, Yang Maha Agung! Sudilah kiranya Beliau untuk menjelaskannya agar segenap keraguan kami sirna dan agar putera‐puteri baik digenerasi mendatang nanti tidak akan timbul keraguan dibatin mereka ketika mendengar peristiwa ini.” Kemudian Bodhisatva Mahasatva Maitreya berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah ia dengan syair: Tidak begitu lama semenjak Sang Buddha meninggalkan istana Shakya, dan berangkat pergi ke Teras KeBodhian tidak jauh dari kota Gaya. Namun demikian putera‐puteri Buddha ini, Bodhisatva‐Bodhisatva yang tak terbatas jumlahnya semenjak lama telah melaksanakan Jalan KeBuddhaan, dan memperoleh daya kegaiban dan kebijaksanaan. Mereka tekun melaksanakan KeBodhisatvaan, tak ternodai, bagaikan bunga teratai didalam kolam. (Meski berakar dikolam yang kotor, namun bunganya bersih berkilau.) Muncul dari tengah‐tengah bumi pertiwi, semuanya berdiri dengan takzim dihadapan Yang Maha Agung.
Hal yang sulit dibayangkan – Bagaimana mungkin seseorang dapat mempercayainya? Sang Buddha baru saja mencapai Jalan Agung, namun Beliau telah membawa keberhasilan yang kian melimpah ruah bagi para Bodhisatva yang tak terbatas jumlahnya. Sudilah kiranya Beliau menjawab segenap keraguan kami. Hal ini seperti seorang pemuda berusia 25 tahun yang menunjuk seorang tua berusia 100 tahun dengan rambut yang telah memutih dan wajah yang berkeriput, seraya berkata: “Akulah pengasuhnya!” Si orang tua juga berkata kepada si pemuda: “Inilah ayahku!” Sang ayah muda dan anaknya tua – Tiada yang akan mempercayainya. Demikian pula dengan Yang Maha Agung. Baru saja Beliau mencapai KeBuddhaan, namun seluruh kelompok para Bodhisatva ini bertekad teguh, bukanlah kekanak‐kanakan. Semenjak sekian kalpa yang tak terbatas, mereka tekun menjalankan KeBodhisatvaan. Para Bodhisatva ini pandai menjawab pertanyaan‐pertanyaan rumit. Mereka bertekad teguh dan bersemangat; Berwatak jujur dan berkebajikan luhur. Senantiasa para Buddha di 10 penjuru memuji kepandaian mereka dalam menceramahkan Dharma sesusai dengan apa yang tepat. Tiada pernah mereka berketetapan diantara khalayak ramai, tetapi senantiasa bermeditasi, mendalami tingkat‐tingkat samadhi. Demi Jalan KeBuddhaan, senantiasa mereka berkediaman didalam kehampaan bumi. Kami yang mendengar hal ini dapat meyakininya. Tetapi demi segenap umat digenerasi mendatang, sudilah kiranya Beliau untuk menjelaskannya. Jika seseorang ragu dan berpaling dengan Sutra ini, maka ia akan terjerumus ke 3 alam sengsara. (1.Neraka 2.Setan lapar 3.Hewan) Oleh karenanya, berkenanlah Beliau untuk menjelaskannya. Para Bodhisatva yang tak terjumlah ini – Bagaimanakah Beliau dalam waktu yang sedemikian singkat mengajar dan menyebabkan mereka berbodhicita, hingga mencapai tingkat pantang mundur?
Bab 16 Usia Shakyamuni Pada saat itu Sang Buddha menyapa seluruh pesamuan agung itu, seraya bersabda: “Wahai para hadirin sekalian! Yakinilah ucapan Sang Tathagata.” Lalu, Sang Buddha bersabda lagi: “Yakinilah ucapan Sang Tathagata.” Dan kembali Sang Buddha bersabda lagi: “Yakinilah ucapan Sang Tathagata.” Kemudian seluruh pesamuan agung itu dipimpin oleh Bodhisatva Mahasatva Maitreya, bersama‐ sama mengatupkan tangan dan bermohon kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Berkenanlah Beliau menjelaskannya. Kami akan meyakini dan menerima sabda Sang Buddha.” Mereka mengulangi permohonan mereka sebanyak 3 kali. Kemudian sekali lagi mereka bermohon: “Berkenanlah Beliau menjelaskannya. Kami akan meyakini dan menerima sabda Sang Buddha.” Kemudian Sang Buddha menjawab: “Dengarkanlah dengan cermat tentang kerahasiaan dan daya kekuatan gaib Sang Tathagata. Para dewata, manusia dan asura, semuanya mengira bahwa Buddha Shakyamuni kini baru saja mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi di Teras Penerangan tidak jauh dari kota Gaya. Akan tetapi sesungguhnya sudah ratusan, ribuan, puluhan ribu, koti nayuta kalpa yang tak terbatas dan tak terhingga semenjak Aku menjadi Buddha! “Seandainya seseorang menghancurkan 500 ribu puluhan ribu koti nayuta asamkhyeya milyaran dunia menjadi debu (1 dunia = 1 gunung Sumeru + 4 benua disekelilingnya). Kemudian ke arah timur, setiap melalui 500 ribu puluhan ribu koti nayuta asamkhyeya dunia, ia menjatuhkan setitik debu. Dengan demikian, ia terus melanjutkan perjalanannya sampai seluruh debu‐debu tersebut usai. Bagaimanakah pendapat kalian? Apakah jumlah dunia yang dilaluinya dapat diperkirakan ataupun dihitung?” Bodhisatva Mahasatva Maitreya dan lainnya, semuanya menjawab seraya berkata: “Yang Maha Agung! Jumlah dunia tersebut tak terbatas dan tak terhingga, sehingga tiada lagi dapat di hitung. Bahkan seluruh pengikut Sravaka dan Pratyekabuddha dengan kebijaksanaannya yang tak tercela pun, tiada akan dapat mengetahui jumlahnya. Meskipun kami telah mencapai tingkat Avivartika (Bodhisatva tingkat ke 8 dari 10), akan tetapi kita pun tiada dapat mengetahui jumlahnya. Yang Maha Agung! Jumlah dunia tersebut tak terhitung jumlahnya.” Kemudian Sang Buddha menyapa kelompok Bodhisatva Mahasatva seraya berkata: “Wahai putera‐puteraKu yang baik! Kini akan Ku jelaskan kepada kalian. Seandainya seluruh dunia itu, baik yang ditandai (setitik debu) maupun yang tidak, sekali lagi dihancurkan menjadi debu, setiap debu dibagaikan satu kalpa (20 x 4 x 16.8 juta tahun), namun waktu semenjak Aku mencapai KeBuddhaan masih melampaui semua itu dengan ratusan, ribu, puluhan ribu koti nayuta asamkhyeya kalpa. “Semenjak itu, Aku senantiasa di dunia Saha menceramahkan Dharma, mengajar dan membina para mahluk. Lagipula, Aku telah membina dan menguntungkan para mahluk di ratusan, ribuan, puluhan ribu koti nayuta asamkhyeya dunia! “Selama itu, Aku menceritakan tentang Buddha Obor Menyala maupun tentang Buddha‐Buddha lainnya, sebagaimana Mereka memasuki Nirvana. Dengan cara bijaksana demikian, Aku membina para mahluk memasuki Jalan Buddha (mendengar tentang kemokshaan Buddha, mereka mencurahkan diri dengan semangat yang melebihi sebelumnya). “Wahai putera‐puteri baik! Bilamana terdapat para umat yang menghampiriKu, maka Aku dengan mata batin BuddhaKu mengamati keyakinan, kecerdasan serta kemampuan mereka masing‐
masing. Kemudian Aku muncul diberbagai tempat berbeda‐beda dan mengajar mereka dengan julukan Buddha yang berbeda‐beda, serta menceritakan tentang masa Dharma Benar dan masa Dharma Semu ajaranKu (agar para mahluk sadar akan kesempatan yang langka untuk mendengarkan Dharma). Terkadang Aku muncul menyatakan KemokshaanKu. Dengan cara bijaksana demikian, Aku menceramahkan Dharma yang halus dan menakjubkan ini, membuat para mahluk bersuka cita. “Wahai putera‐puteri baik! Sang Tathagata mengamati bahwa diantara para mahluk terdapat mereka yang menyenangi Kendaraan Kecil. Bagi orang‐orang demikian, Aku menyatakan bahwa Aku belum lama meninggalkan istanaKu dan mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Namun sesungguhnya telah sekian lama banyak kalpa yang tak terhingga, semenjak Aku mencapai Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi, seperti yang telah Ku jelaskan tadi. Dengan cara bijaksana demikian, Aku mengajar, membina dan membimbing segenap mahluk, menyebabkan mereka memasuki Jalan Buddha. “Wahai putera‐puteri baik! Dharma yang diceramahkan oleh Sang Tathagata semuanya adalah demi untuk menyelamatkan dan membebaskan para mahluk. Terkadang Aku menceritakan tentang diriKu sendiri maupun tentang para Buddha lainnya (sebagai contoh); Terkadang Aku menceritakan kisah tentang diriKu sendiri maupun tentang para Buddha lainnya; Terkadang Aku mempertunjukkan prilakuKu sendiri maupun prilaku para Buddha lainnya. Apapun yang Aku sabdakan adalah kebenaran belaka, tanpa kekeliruan. “Mengapa Aku berbuat demikian? Sang Tathagata melihat askpek Triloka yang sesungguhnya, persis seperti apa adanya. Bagi Beliau tiada lagi kelahiran maupun kematian, tiada keberadaan maupun kemokshaan. Tiada voluma maupun kehampaan, tidak berkonsisten maupun bervariasi. Bukan seperti apa yang dipandang orang awam. Semuanya ini Sang Tathagata melihat dengan sempurna. “Tetapi karena para mahluk mempunyai sifat, keinginan, prilaku dan pandangan yang berbeda‐ beda, dan karena Aku berkehendak agar mereka menanam akar‐akar kebajikan, maka Aku dengan berbagai macam sebab musabab, perumpamaan dan cara bijaksana, menceramahkan Dharma (Satu Kendaraan Buddha). Tugas Buddha ini tiada pernah Aku abaikan. “Semenjak Aku menjadi Buddha, sang waktu yang telah berlalu ialah asamkhyeya kalpa yang tak terhingga dan semenjak itu Aku senantiasa berkelena kian kemari, tiada pernah moksha. Wahai putera‐ puteri baik! Usia Buddha yang telah Aku peroleh dengan menjalankan KeBodhisatvaan pada dahulu kala belumlah usai, akan tetapi akan berlangsung 2 kali lipat dari jumlah kalpa yang telah Ku jelaskan tadi! Namun kini Aku menyatakan kemokshaanKu. Inilah cara bijaksana yang diterapkan oleh Sang Tathagata dalam mengajar dan membina para mahluk. “Mengapa Ku katakan demikian? Karena betapapun juga bilamana Sang Buddha berketetapan di dunia, maka orang‐orang yang berkebajikan dangkal tiada akan mencurahkan diri untuk menanam akar‐ akar kebajikan, tetapi hidup dalam keadaan miskin dan sengsara, mereka terjerat pada 5 ketamakan (1.Kekayaan 2.Kekuasaan 3.Santapan 4.Birahi 5.Tidur) serta terperangkap dalam pandangan keliru. Bilamana mereka melihat Sang Tathagata terus berketetapan didalam dunia dan tidak juga moksha, maka mereka akan menjadi angkuh dan lalai. Mereka tidak akan menyadari betapa sulitnya untuk menemui Sang Buddha dan tidak akan berhasrat untuk mendekatiNya dengan takzim. “Oleh karenanya Sang Tathagata dengan cara bijaksana bersabda: ‘Wahai para bhiksu sekalian! Ketahuilah bahwa lahirnya dimasa Sang Buddha merupakan suatu kesempatan yang langka.’ Mengapa Beliau bersabda demikian? Karena orang‐orang berkebijaksanaan dangkal akan melalui ratusan, ribuan, puluhan ribu koti kalpa yang tak terhitung tanpa berkesempatan menjumpai satu Buddhapun. Oleh
karenanya Aku bersabda: ‘Wahai para bhiksu sekalian! Sang Tathagata sulit ditemui.’ Ketika mendengarnya, para mahluk akan rindu padaNya dan berusaha untuk menanam akar‐akar kebajikan. Maka Sang Tathagata meski tidak moksha, namun Beliau menyatakan kemokshaanNya. “Wahai putera‐puteri baik! Seandainya seorang tabib (Sang Buddha) bijaksana, cerdas dan pandai mengobati segala macam penyakit. Ia mempunyai banyak putera (Sang Buddha memandang segenap mahluk sebagai puteraNya sendiri), katakanlah 10, 20, bahkan 100. Karena sesuatu hal, ia terpaksa berangkat pergi ke negeri nun jauh. Sesudah keberangkatannya, anak‐anaknya tanpa sengaja meminum reramuan racun (Ketiga racun yaitu 1.Ketamakan 2.Kebencian 3.Kebodohan) yang menyebabkan mereka kesakitkan sehingga semuanya berguling diatas tanah. Beberapa diantaranya telah kehilangan daya ingatan. Ketika melihat Sang ayah pulang, semuanya bersuka cita dan berlutut seraya bermohon padanya: ‘Alangkah untungnya ayah telah kembali dengan selamat. Karena kebodohan kami, secara tidak sengaja kami telah meminum reramuan racun. Sudilah kiranya Sang ayah mengobatinya agar kami pulih kembali.’ “Sang ayah yang melihat anak‐anaknya dalam keadaan sengsara itu, segera membuat resep. Ia mengumpul berbagai macam tetumbuhan obat yang sesuai warna, bau dan rasanya. Ia menumbuk, mengayak, dan menyampurnya. Kemudian ia menawarkannya kepada anak‐anaknya, seraya berkata: ‘Reramuan obat‐obatan ini sungguh manjur dan istimewa pula warna, bau dan rasanya. Minumlah agar kalian segera sembuh dari penyakitmu.’ “Anak‐anaknya yang belum kehilangan ingatan, menyadari bahwa reramuan obat ini istimewa warna dan baunya, dan dengan segera meminumnya sehingga mereka pulih kembali. Mereka yang telah kehilangan ingatan turut bersuka cita ketika melihat Sang ayah pulang kembali dan bermohon kepadanya untuk menyembuhkan penyakit mereka. Akan tetapi mereka tidak berhasrat lagi untuk meminum reramuan obat yang ditawarkan Sang ayah. Mengapa demikian? Karena betapapun juga racun telah beredar dalam‐dalam diseluruh tubuh mereka. Meski reramuan obat itu istimewa warna dan baunya, akan tetapi mereka tidak menyadarinya. “Sang ayah merenungkan: ‘Anak‐anakku ini patut dikasihani! Mereka telah terpengaruhi oleh racun, sehingga tidak lagi waras. Meski bersuka cita melihatKu pulang kembali, namun mereka menolak reramuan obat istimewa yang ku tawarkan. Maka harus ku terapkan cara bijaksana agar mereka meminum reramuan obat ini.’ Kemudian ia berkata kepada mereka: ‘Ketahuilah bahwa aku sudah lanjut usia. Sedang ajalku pun sudah tiba. Reramuan obat yang istimewa ini akan aku tinggalkan disini. Minumlah agar kalian pulih kembali (pada dasarnya, kita semua memiliki sifat KeBuddhaan).’ Setelah memberi pesan‐pesan tersebut, ia kemudian berangkat pergi ke negeri lain, dimana ia mengirim pulang seorang utusan untuk mengumumkan: ‘Ayah kalian sudah meninggal (moksha)’ “Anak‐anaknya yang mendengar berita bahwa Sang ayah sudah wafat, semuanya diliputi rasa duka cita dan gelisah, seraya merenungkan: ‘Andaisaja Sang ayah masih hidup, maka ia akan mengasihani kami dan memastikan keselamatan kami. Namun kini ia telah meninggalkan kami dan mangkat di negeri nun jauh. Kini kami telah menjadi yatim piatu tanpa seorangpun diandalkan.’ “Duka yang terus‐menerus ini, akhirnya menyadarkan mereka akan reramuan obat yang istimewa warna, bau dan rasanya. Segera, mereka meminumnya sehingga racun yang dikandungnya menjadi pudar. Sang ayah yang mendengar bahwa anak‐anaknya telah sembuh, kemudian muncul sekali lagi dihadapan mereka. “Wahai putera‐puteri baik! Bagaimanakah pendapat kalian? Apakah ia bersalah akan dusta?”
“Tentu tidak, Yang Maha Agung!” Sang Buddha bersabda: “Demikian pula denganKu. Sesungguhnya telah ratusan, ribuan, puluhan ribu koti nayuta asamkhyeya kalpa yang tak terhitung semenjak Aku mencapai KeBuddhaan. Akan tetapi, Aku dengan cara bijaksana menyatakan kemoskhaanKu demi menyelamatkan segenap mahluk dari derita. Namun demikian, tiada yang dapat menyatakan kesalahanKu akan dusta.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Semenjak Aku mencapai KeBuddhaan sang waktu yang telah berlalu adalah ratusan, ribuan, puluhan ribu koti trillions asamkhyeya kalpa yang tak terhingga. Senantiasa Aku menceramahkan Dharma, mengajar, membina dan membimbing para mahluk yang tak terhitung banyaknya, menyebabkan mereka memasuki Jalan Buddha. Demi menyelamatkan segenap mahluk, Aku dengan Jalan Bijaksana mempertunjukkan kemokshaanKu. Sesungguhnya Aku senantiasa disini menceramahkan Dharma. Namun demikian, Aku tidak menampakkan ragaKu kepada para mahluk. Mereka yang menyaksikan kemokshaanKu, kemudian memuliakan relik‐relikKu secara meluas. Semuanya merindukanKu dan berharap memandangKu. Bilamana para mahluk penuh keyakinan, berwatak jujur, tegak, lurus dan berlemah lembut, dengan sepenuh hati berkehendak menjumpaiKu, tanpa menghiraukan hidup dan nyawanya sendiri, maka Aku dengan kelompok para bhiksu akan segera muncul diatas puncak gunung Gridhrakuta (bab17). Seketika itu, Aku bersabda kepada mereka bahwa Aku senantiasa disini, tiada pernah moksha. Akan tetapi dengan cara bijaksana, Aku mempertunjukkan kemokshaanKu. Bilamana terdapat para mahluk di dunia lain yang dengan takzim menghendaki Jalan Sempurna, maka Aku akan menceramahkan pula Sutra ini kepadanya. Namun sebelumnya, kalian mengira bahwa Aku telah moksha. Aku mengamati para mahluk tenggelam dalam lautan derita; Oleh karenanya, Aku menampakkan kemokshaanKu sehingga mereka menjadi rindu padaKu. Ketika mereka dengan sepenuh hati hendak melihatKu, maka barulah Aku muncul untuk menceramahkan Dharma kepadanya.
Demikianlah Jalan Bijaksana dan daya kekuatan gaibKu. Semenjak asamkhyeya kalpa yang tak terbatas lamanya, Aku senantiasa berkediaman di puncak gunung Gridhrakuta dan juga di dunia‐dunia lainnya. Ketika para mahluk menyaksikan lautan api di akhir kalpa (kiamat), duniaKu ini aman sentosa, senantiasa dihuni oleh para dewata dan manusia. Ruangan‐ruangan aula serta pavilyun‐pavilyun yang terletak ditengah‐tengah tetanaman dan semak‐semak terhiasi dengan berbagai macam permata. Pepohonan permata senantiasa berbunga dan berbuah, dimana para mahluk bersuka ria dengan nikmatnya. Para dewata menabuh genderang kesurgaan, senantiasa memainkan segala alunan musik. Bunga‐bunga mandarava turun berhujankan, menaburi Sang Buddha dan seluruh pesamuan agung itu. Alam SuciKu tiada pernah hancur lebur, tetapi para mahluk melihatnya tertelan oleh api, yaitu api kegelisahan, api kekhawatiran dan api derita lainnya. Mahluk‐mahluk angkara semacam ini, karena pelanggaran yang telah diperbuat mereka di kehidupan lampau selama sekian banyak asamkhyeya kalpa, tidak berkesempatan mendengar keTiga Mustika. (1.Buddha 2.Dharma 3.Sangha) Bagi mereka yang menempuhi Jalan Kebajikan, damai, berlemah lembut dan berwatak jujur, semuanya akan dapat melihatKu disini (gunung Gridhrakuta) senantiasa menceramahkan Dharma. Sewaktu‐waktu Aku jelaskan kepada mereka tentang jangka panjang usiaKu yang tak terbatas ini! Bagi mereka yang setelah sekian lama baru menjumpai Sang Buddha, Aku bersabda bahwa betapa langkanya munculnya Sang Tathagata. Demikianlah daya kebijaksanaanKu yang memancarkan sinarnya tanpa batas. Jangka usia BuddhaKu yang sedemikian panjang, telah Aku raih berkat pelaksanaan KeBodhisatvaanKu. (Ketika menjalankan KeBodhisatvaannya, Sang Buddha senantiasa mengorbankan nyawanya sendiri demi kelangsungan hidup para mahluk, bab 12) Janganlah ragu akan hal ini! Singkirkanlah segenap keraguanmu, karena apapun yang disabdakan oleh Sang Buddha hanyalah kebenaran belaka dan tiada kelirunya.
Beliau bagaikan tabib pandai yang menerapkan cara bijaksana demi menyembuhkan penyakit anak‐anaknya. Meskipun hidup, ia mengabarkan kematiannya. Namun demikian, tiada yang dapat menyatakan kesalahannya akan dusta. Aku adalah ayah bagi seluruh dunia yang menyelamatkan para mahluk dari segala derita. Bagi orang‐orang awam, Aku menyatakan kemokshaanKu. Bilamana mereka terus menerus melihat keberadaanKu, maka dihati mereka akan timbul keangkuhan dan keegoisan. Tanpa mengendalikan diri, mereka akan terjerat pada 5 ketamakan sehingga terjerumus ke 3 alam sengsara. Senantiasa Aku mengamati segenap mahluk, baik mereka yang melaksanakan Dharma maupun yang tidak. dan sesuai dengan apa yang tepat untuk pembebasan, Aku menceramahkan berbagai ajaran kepadanya. Senantiasa Aku merenungkan demikian: ‘Bagaimanakah agar supaya para mahluk memasuki Jalan Sempurna dan dengan lekas meraih KeBuddhaan?’
Bab 17 KeBuddhaan Ketika pesamuan agung itu mendengar sabda Sang Buddha mengenai jangka panjang usiaNya, asamkhyeya mahluk tak terhitung banyaknya memperoleh manfaat yang kian melimpah ruah. Kemudian Yang Maha Agung menyapa Bodhisatva Mahasatva Maitreya, seraya berkata: “Wahai Ajita! Ketika Aku memaklumi jangka panjang usiaKu, para mahluk sejumlah pasir di 680 puluhan ribu koti nayuta sungai Gangga mencapai Kebenaran Tiada Lahir. Lagi, Bodhisatva Mahasatva yang jumlahnya 1,000 kali lebih banyak mencapai dharani meresapi segala yang didengarnya. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu diseluruh dunia (1 Gunung Sumeru + 4 benua disekelilingnya) memperoleh kefasihan berceramah tanpa rintangan. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu diseluruh dunia mencapai dharani meresapi ratusan, ribuan, puluhan ribu koti ajaran Dharma yang tak terbatas. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu di milyaran dunia berkemampuan memutar roda Dharma yang tiada surut. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu di jutaan dunia berkemampuan memutar roda Dharma suci. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu di ribuan dunia terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi sesudah 8 kelahiran. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu di 4 dunia dari 4 benua terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi sesudah 4 kelahiran. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu di 3 dunia dari 4 benua terjamin akan pencapaian Anuttara‐ Samyak‐Sambodhi sesudah 3 kelahiran. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu di 2 dunia dari 4 benua terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi sesudah 2 kelahiran. Lagi, Bodhisatva Mahasatva sejumlah debu di 1 dunia dari 4 benua terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi sesudah 1 kelahiran. Lagi, para mahluk sejumlah debu di 8 dunia berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi.” Ketika Sang Buddha mentuturkan manfaat Dharma yang kian melimpah ruah, dari langit turun berhujankan bunga mandarava dan maha mandarava yang tertabur diatas stupa permata Buddha Prabhutaratna dan para Buddha yang berasal dari Buddha Shakyamuni. Bunga‐Bunga itu tertabur pula diatas seluruh kelompok Bodhisatva agung dan ke 4 gologan pengikut (1.bhiksu 2.bhiksuni 3.upasaka 4.upasika). Tertabur pula bubuk‐bubuk kayu cendana dan bubuk‐bubuk kayu gaharu. Dari tengah‐ tengah langit, terdengar tetabuhan genderang kesurgaan yang tertabuh sendirinya. Gaung merdu yang mendalam bergema jauh. Turun berhujankan pula ribuan ragam jubah kesurgaan yang bergelantungan bermacam‐macam jenis kalung, yaitu kalung permata, kalung mani, kalung permata pengkabul keinginan yang semuanya tersebar ke 9 arah (10 arah terkecuali arah bawah). Dalam anglo‐anglo pedupaan permata terbakar dedupaan berharga yang tak ternilai (terbakar sendirinya). Wanginya yang harum semerbak tersebar kemana‐mana sebagai persembahan kepada pesamuan agung itu. Dari langit muncul para Bodhisatva; Masing‐masing memegang spanduk dan tirai dalam barisan yang menjulang tinggi hingga mencapai surga KeBrahmaan. Seluruh Bodhisatva tersebut menyanyikan lagu‐lagu pujian dengan suara yang indah merdu sebagai pujaan kepada Buddha Prabhutaratna, Buddha Shakyamuni dan para Buddha yang berasal dariNya. Kemudian Bodhisatva Mahasatva Maitreya bangkit dari duduknya, membentangkan pundak kanannya dan dengan tangan terkatup menghadap Sang Buddha seraya mengucapkan syair: Sang Buddha telah menceramahkan Dharma
yang belum pernah kami dengar sebelumnya. Beliau memiliki daya kekuatan maha gaib dan jangka usiaNya pun tiada dapat terukur. Putera‐putera Buddha tak terhitung jumlahnya ketika mendengar tuturan Sang Tathagata mengenai keistimewaan manfaat Dharma yang kelak diperoleh mereka, semuanya diliputi dengan rasa suka cita yang amat. Terdapat diantaranya yang mencapai tingkat tiada surut, memperoleh kefasihan berbicara tanpa rintangan. Terdapat diantaranya yang mencapai dharani meresapi puluhan ribu koti ajaran Dharma. Para Bodhisatva sejumlah debu di milyaran dunia berkemampuan memutar roda Dharma yang tiada surut. Para Bodhisatva sejumlah debu di jutaan dunia berkemampuan memutar roda Dharma suci. Para Bodhisatva sejumlah debu di ribuan dunia terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi sesudah 8 kelahiran. Para Bodhisatva bagaikan debu di 4 dunia dari 4 benua (1 dunia = 1 gunung Sumeru + 4 benua disekelilingnya) terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi sesudah 4 kelahiran. Para Bodhisatva bagaikan debu di 3 dunia dari 4 benua terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi sesudah 3 kelahiran. Para Bodhisatva bagaikan debu di 2 dunia dari 4 benua terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi sesudah 2 kelahiran. Para Bodhisatva bagaikan debu di 1 dunia dari 4 benua terjamin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi sesudah 1 kelahiran. Ketika mendengar jangka panjang usia Buddha Shakyamuni, para mahluk memperoleh manfaat yang kian melimpah ruah, manfaat yang tak terbatas, tak terhingga dan tak tercela. (Buah KeBuddhaan merupakan berkah pahala yang tak terhingga) Lagi, para mahluk bagaikan debu di 8 dunia, berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Ketika Sang Buddha menguraikan Dharma menakjubkan, para mahluk yang memperoleh manfaat darinya, tak terhitung jumlahnya bagaikan langit yang terbentang luas! Bebungaan mandarava dan maha mandarava turun bertaburkan. (Bunga kesurgaan berwarna merah yang wanginya harum semerbak) Para Sakra dan Brahma bagaikan pasir di sungai Gangga berdatangan dari alam‐alam Buddha yang tak terhitung. Bubuk kayu cendana dan gaharu turun bertaburkan, bagaikan burung‐burung yang berterbangan turun dari langit, sebagai persembahan kepada para Buddha (Shakyamuni).
Bergema dari langit tetabuhan genderang kesurgaan. Puluhan ribu koti jubah kesurgaan berkibar dan berputar turun. Dalam anglo‐anglo pedupaan bertatah manikam, terbakar (dengan sendirinya) dedupaan yang tak ternilai. Heharumannya merembes kemana‐mana sebagai persembahan kepada seluruh raga Buddha Shakyamuni dan Prabhutaratna. Muncul kelompok para Bodhisatva agung dalam barisan yang menjulang tinggi hingga mencapai surga KeBrahmaan. Para Bodhisatva ini memegang puluhan ribu koti ragam spanduk dan tirai, yang semuanya berhiaskan 7 benda berharga, tinggi serta menakjubkan. Dihadapan masing‐masing raga Shakyamuni, bergelantungan spanduk‐spanduk pujian terbuat dari manikam asri. (Tertera kalimat‐kalimat pujian di bendera‐bendera tersebut) Dengan ribuan, puluhan ribu syair lagu‐lagu pujian mereka memuja Buddha Shakyamuni dan Prabhutaratna. Hal yang sedemikian beraneka ragam, belum pernah kami saksikan sebelumnya. Mendengar jangka usia Sang Buddha yang sekian panjang, para hadirin diliputi dengan rasa suka cita. Nama dari Buddha Shakyamuni terdengar di 10 penjuru, secara meluas menguntungkan para mahluk, sehingga semuanya tersuburkan dengan akar‐akar kebajikan dan berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. (Para Buddha dengan 4 cara menyelamatkan mahluk, yaitu 1.Dharma 2.Rupa 3.Kegaiban 4.Nama) Kemudian Sang Buddha menyapa Bodhisatva Mahasatva Maitreya, seraya berkata: “Wahai Ajita! Bilamana terdapat seseorang yang mendengar tentang jangka panjang usia Sang Buddha, kemudian dapat mempercayai dan memahaminya meski hanya sesaat, maka manfaat yang diperolehnya ialah tak terbatas! Seandainya terdapat putera‐puteri baik yang selama 800 ribu koti nayuta kalpa melaksanakan ke 5 macam paramita – yaitu 1.Dana paramita 2.Sila paramita 3.Kshanti paramita 4.Virya paramita 5.Samadhi paramita. Namun demikian manfaat yang diperolehnya tidak sampai satu per seratus, satu per seribu maupun satu per ratusan ribu puluh ribu koti dari manfaat yang diraih oleh orang pertama tadi. Sungguh diluar hitungan, perumpamaan maupun perbandingan. Karena betapapun juga tidaklah mungkin bagi ia (orang pertama tadi) yang telah meraih manfaat demikian (berkat mendengar jangka panjang usia Buddha Shakyamuni) untuk tidak mencapai Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Seandainya terdapat seseorang yang selama 800 ribu koti nayuta kalpa
melaksanakan ke 5 macam paramita, selama banyak kalpa itu melaksanakan dana paramita memberi persembahan kepada para Buddha dan BodhisatvaNya, maupun para pengikut Pratyekabuddha dan SravakaNya, mempersembahkan segala macam kelezatan dan minuman, serta jubah‐pakaian menakjubkan dan perabotan‐perabotan tidur, membangun biara‐biara terbuat dari kayu cendana dilengkapi dengan tetanaman dan semak‐semak; Lebih‐lebih lagi, ia melaksanakan sila paramita, mentaati keseluruhan sila dengan murni tanpa kekeliruan. Lebih‐lebih lagi, ia melakasanakan kshanti paramita senantiasa berlemah lembut menahan cacian, dengan hati tabah dan kokoh tak tergoyahkan, meski dipandang remeh oleh mereka yang berhati angkuh, yang mengaku dirinya telah mencapai apa yang belum dicapainya. Dihina, dikutuk, dicerca, diusik dan diremehkan olehnya; Lebih‐lebih lagi, ia melaksanakan virya paramita senantiasa mencurahkan diri dengan penuh semangat selama berkoti‐koti kalpa yang tak terhitung, sepenuhnya tanpa kelalaian, berkediaman di tempat terpencil yang sunyi; Lebih‐lebih lagi, ia melaksanakan samadhi paramita baik duduk maupun berkelena, mengerahkan seluruh ketekunan tanpa tidur, senantiasa memusatkan pikiran hingga mencapai berbagai tingkat samadhi dengan hati tenteram dan tiada pernah tergusar, seraya berkata: “Akan aku tuntaskan seluruh tingkat samadhi dan mencapai kebijaksanaan sempurna.” Seandainya seseorang selama 800 ribu koti nayuta kalpa melaksanakan ke 5 macam paramita seperti yang telah dijelaskan, namun ia yang mendengar tentang jangka panjang usiaKu dan dapat mempercayainya meski hanya sesaat, meraih manfaat berkah pahala yang melampaui orang tersebut. (Sebab ia kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi) Bilamana seseorang bebas sepenuhnya dari segala keraguan, dan jika dari sedalam‐dalam lubuk hatinya, ia meyakininya meski hanya sesaat, (tentang jangka panjang usia Shakyamuni) maka demikianlah manfaat berkah pahalanya! Para Bodhisatva yang telah sekian banyak kalpa menjalankan Dharma ketika mendengar pernyataan tentang jangka panjang usiaKu,
akan dapat mempercayai dan menerimanya dengan sepenuh hati. Dengan rasa syukur mereka akan menerima Sutra ini, seraya berkata: “Dimasa mendatang (ketika menjadi Buddha), kami pun dengan usia (Buddha) yang sedemikian panjangnya akan menyelamatkan para mahluk! Kini seperti halnya Sang Buddha, raja Shakya, menderu bak Sang simba menderu, ketika duduk di Teras KeBodhian menceramahkan Dharma tanpa gentar. Demikian pula kami dimasa mendatang dimuliakan dan dipuja oleh mahluk dari segenap jurusan, ketika duduk di Teras Penerangan, menyatakan jangka panjang usia kami yang sedemikian rupa.” Bagi mereka yang berkebijaksanaan berwatak lurus, tegak dan jujur, terpelajar dan mampu meresapi semua yang didengarnya, teguh meyakini sabdaan Sang Buddha maka orang‐orang demikian tiada akan ragu ketika mendengar tentang jangka panjang usiaKu. “Lagi Ajita, bilamana seseorang setelah mendengar tentang jangka panjang usiaKu dan kemudian dapat memahami maknanya, maka manfaat yang diperolehnya tiada terbatas ataupun terukur. Ia kelak mencapai kebijaksanaan sempurna Sang Tathagata. Lebih‐lebih lagi, jika secara meluas ia mendengar Sutra ini, serta menyebabkan orang lain mendengarnya, menjunjunginya (melaksanakannya) serta menyebabkan orang lain menjunjunginya, menulisnya (melestarikannya) serta menyebabkan orang lain menulisnya, memuliakannya dengan bebungaan, dedupaan, kalungan, panji, bendera, tirai, minyak wewangian, lampu berminyak harum sebagai pujuaan kepada Sutra ini. Maka manfaat berkah pahala yang diperolehnya ialah tak terhingga, akan dicapainya kebijaksanaan sempurna. “Wahai Ajita! Bilamana putera‐puteri baik setelah mendengar tentang jangka panjang usiaKu, dan dari lubuk hatinya yang sedalam‐dalam, mereka meyakini dan memahaminya, maka akan disaksikannya Sang Buddha yang senantiasa di puncak gunung Gridhrakuta menceramahkan Dharma kepada kelompok para Bodhisatva dan Sravaka. Akan disaksikannya pula dunia Saha ini, yang buminya berhiaskan lapis lazuli, rata dan datar, 8 jalanannya ditandai keemasan Jambunada dan dibatasi pepohonan permata, terlengkapi teras, menara dan serambi‐serambi permata. Ia akan saksikan pula kelompok para Bodhisatva yang menghuninya. Ia yang penuh keyakinan terhadap jangka panjang usiaKu akan dapat menyaksikannya. “Sesudah kemokshaan Sang Tathagata, jika terdapat mereka yang mendengar Sutra ini dan kemudian bersuka cita tanpa mencelanya, maka ketahuilah bahwa ini adalah petanda akan keyakinan mereka (terhadap sabdaan Sang Buddha). Lebih‐lebih lagi, mereka yang membaca, menghafalkan dan menjunjungi Sutra Teratai ini! Orang‐orang demikian sesungguhnya menjunjungi Sang Tathagata diatas kepalanya.
“Wahai Ajita! Putera‐puteri baik ini tidak perlu mendirikan stupa‐stupa, candi‐candi maupun biara‐biara untukKu. Mereka tidak perlu membuat ke 4 macam persembahan (1.Jubah & Pakaian 2.Perabotan tidur 3.Santapan & Minuman 4.Obat‐obatan) kepada komunita SanghaKu. Mengapa? Karena betapapun juga putera‐puteri baik ini dengan menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini (seolah‐olah) telah mendirikan buatKu stupa‐stupa. Mereka (seolah‐olah) telah membangun biara‐biara dan membuat ke 4 macam persembahan kepada komunita SanghaKu. Ketahuilah bahwa mereka (seolah‐olah) telah mendirikan stupa‐stupa berhiaskan 7 benda berharga (1.Emas 2.Perak 3.Lapis lazuli 4.Batu bulan 5.Batu mulia 6.Mutiara 7.Cornelian) untuk penempatan relik‐ relik Sang Buddha, lapang dan luas pada dasarnya dan menjulang tinggi hingga mencapai puncak surga KeBrahmaan, yang semuanya bergelantungan tirai‐bendera dan genta‐lonceng permata, lengkap dengan hiasan bebungaan, dedupaan, kalungan, bubuk dedupaan, salep dedupaan, dupa, genderang, alat‐alat musik, seruling, harpa, dan segala macam tarian dan lagu pujian yang menakjubkan! Mereka (seolah‐olah) telah memuliakanKu dengan pujaan‐pujaan demikian selama ribuan, puluhan ribu koti kalpa yang tak terbatas! “Wahai Ajita! Sesudah kemokshaanKu, jika terdapat mereka yang mendengarkan Sutra ini, kemudian menerima dan menjunjunginya, menulis serta menyebabkan orang lain menulisnya, maka mereka (seolah‐olah) telah membangun biara‐biara, dan dengan kayu cendana merah mendirikan pula 32 aula (ruangan) setinggi 8 pohon tala, lapang dan luas, untuk mengakomodasikan ratusan ribu biarawan. Biara‐biara tersebut dilengkapi dengan tetanaman, semak‐semak, kolam renang, kolam hiasan, taman olah‐raga, gua meditasi, pakaian, santapan, minuman, perabotan tidur, obat‐obatan dan segala macam kebutuhan lainnya. Ruangan dan biara‐biara demikian sejumlah ratusan, ribu, puluhan ribu koti yang tak terhitung. Semuanya ini (seolah‐olah) telah dipersembahkan kepadaKu dan SanghaKu. “Maka kini Ku katakan, sesudah kemokshaan Sang Tathagata, jika terdapat mereka yang menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini, memakluminya kepada orang lain, menulisnya sendiri maupun menyebabkan orang lain menulisnya, serta memuliakan Sutra ini dengan segala macam pujaan, maka mereka tidak perlu mendirikan stupa‐stupa, candi‐candi, biara‐biara ataupun membuat persembahan kepada komunita SanghaKu. Lebih‐lebih lagi, mereka yang menjunjungi Sutra ini serta mencurahkan diri untuk melaksanakan ke 6 paramita, yaitu 1.Dana 2.Sila 3.Tabah 4.Tekun 5.Samadhi 6.Kebijaksanaan. Kebajikan mereka adalah yang tertinggi, tak terbatas dan tak terhingga bagaikan langit yang terbentang luas di timur, barat, utara, selatan, 4 arah ditengah‐ tengahnya, atas dan bawah. Demikianlah berkah pahala yang diraih orang‐orang demikian. Dengan lekas mereka akan mencapai kebijaksanaan sempurna. “Jika seseorang membaca, menghafalkan, menerima dan menjunjungi Sutra ini, memakluminya kepada orang lain, menulis serta menyebabkan orang lain menulisnya, mendirikan stupa‐stupa, membangun biara‐biara, membuat persembahan kepada komunita SanghaKu. Dengan ratusan, ribu, puluhan ribu koti pemujaan memuja jasa‐jasa para Bodhisatva, dengan berbagai macam sebab musabab, perumpamaan dan cara bijaksana memaklumi Sutra Teratai ini, tekun mentaati sila, bergaul dengan mereka yang berlemah lembut, senantiasa tabah tiada pernah marah, bertekad teguh, tekun melaksanakan meditasi hingga mencapai berbagai tingkat samadhi, mencurahkan diri dengan penuh semangat, meresapi berbagai ajaran Dharma, cerdas dan berkebijaksanaan, pandai menjawab pertanyaan rumit – Wahai Ajita! Sesudah kemokshaanKu nanti, jika terdapat putera‐puteri baik yang menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini serta memiliki kebajikan demikian, maka
ketahuilah bahwa mereka telah maju ke Teras KeBodhian dan mendekati Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Wahai Ajita! Dimanapun juga putera‐puteri baik ini berada, baik duduk, berdiri, berkelena, berolah‐raga, maka disana dirikanlah sebuah stupa dan muliakanlah (stupa tersebut) dengan segala macam persembahan seolah‐olah memuliakan stupa Buddha sendiri!” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Sesudah kemokshaanKu nanti, jika seseorang memuliakan dan menjunjungi Sutra ini maka berkah pahala yang diraihnya luas tak terhingga, seperti yang telah Ku jelaskan tadi. Ia (seolah‐olah) telah memuliakanKu dengan segala macam pujaan, mendirikan buatKu stupa‐stupa berhiaskan 7 benda berharga untuk penempatan relik‐relik Sang Buddha, lapang dan luas pada dasarnya, dan menjulang tinggi hingga mencapai surga KeBrahmaan, bergelantungan puluhan ribu koti genta‐loncengan permata, yang bunyi merdu syadu (ketika tertiup angin). Dan selama berkalpa‐kalpa yang tak terbatas, ia (seolah‐olah) telah memuliakannya dengan segala macam bebungaan, dedupaan, kalungan, pakaian dan alunan musik, serta menyalakan lampu‐lampu berminyak wangi yang senantiasa menerangi sekelilingnya. Didalam masa akhir Dharma nanti (masa sekarang ini), jika terdapat mereka yang menjunjungi Sutra ini, maka mereka (seolah‐olah) telah memuliakanKu dengan segala macam pujaan seperti yang dijelaskan tadi. Mereka yang menjunjungi Sutra Teratai ini, (seolah‐seolah) telah membangun biara‐biara, dan dengan kayu cendana merah mendirikan 32 aula, setinggi 8 pohon tala, lapang dan luas, untuk mengakomodasikan ratusan ribu biarawan. Biara‐biara tersebut lengkap dengan tetanaman, semak‐semak, kolam renang, kolam hiasan, taman olah‐raga, gua meditasi, pakaian, santapan, minuman, perabotan tidur, obat‐obatan dan segala macam kebutuhan lainnya. Ruangan dan biara tersebut sejumlah ratusan, ribu, puluhan ribu koti yang tak terhitung. Semuanya ini (seolah‐olah) telah dipersembahkan kepadaKu dan SanghaKu. Jika seseorang dengan penuh keyakinan dan pemahaman, menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan Sutra ini, menulis serta menyebabkan orang lain menulisnya,
memuliakannya dengan segala macam bebungaan, dedupaan, bubuk dedupaan, senantiasa menyalakan lampu berminyak wangi dari bunga sumana, champaka, atimuktaka, maka berkah pahala yang diraihnya luas tak terhingga, bagaikan langit yang terbentang luas. Demikianlah berkah pahalanya. Lebih‐lebih lagi, jika ia menjunjungi Sutra Teratai ini, serta mencurahkan diri untuk melaksanakan ke 6 paramita, (1.Dana 2.Sila 3.Tabah 4.Tekun 5.Samadhi 6.Kebijaksanaan) memuliakan stupa‐stupa Sang Tathagata, behati rendah dihadapan Sangha, tiada pernah berhati angkuh, senantiasa mendalami kebijaksanaan, tiada marah ketika ditanyakan persoalan rumit, tetapi menjawabnya dengan penuh kelembutan – Maka berkah pahala yang diperolehnya ialah tak terbatas. Ketika menjumpai guru Dharma demikian, taburkanlah bunga‐bunga kesurgaan diatasnya, persembahkanlah ia dengan jubah dan pakaian kesurgaan, bersujudlah dihadapannya seolah‐olah menghormati Buddha sendiri. Kemudian renungkanlah demikian: ‘Tidak lama lagi ia akan maju ke Teras Penerangan mencapai tingkat samadhi yang tak tercela, memberi manfaat yang melimpah ruah bagi para dewata dan manusia.’ Dimanapun ia berada, baik berkelena, duduk maupun berbaring, membaca dan menghalfalkan meski hanya sesyair dari Sutra ini, maka disana dirikanlah sebuah stupa, dihias layak serta dimuliakan dengan segala macam pujaan. Dimanapun putera Buddha demikian berkediaman, maka Sang Buddha sendiri akan mempergunakannya, senantiasa berkelena, duduk dan berbaring ditengah‐tengahnya!
Bab 18 Berkah Pahala Pada saat itu Bodhisatva Mahasatva Maitreya menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Bilamana putera‐puteri baik mendengarkan Sutra Teratai ini, kemudian menerimanya dengan penuh gembira, maka berapakah besar berkah pahala yang diperolehnya?” Kemudian Maitreya mengulangi pertanyaannya dengan syair: Sesudah kemokshaan Yang Maha Agung, Bilamana putera‐puteri baik mendengarkan Dharma Sutra ini dan kemudian menanggapinya dengan penuh gembira, maka berapakah besar berkah pahala yang diperolehnya? Pada saat itu Sang Buddha menjawab Bodhisatva Mahasatva Maitreya, seraya berkata: “Wahai Ajita! Sesudah kemokshaan Sang Tathagata, seandainya terdapat bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika dan sebagainya, baik tua maupun muda, yang mendengarkan Dharma Sutra ini dan menanggapinya dengan penuh gembira, dan kemudian berangkat pergi ke suatu tempat, baik biara, tempat terpencil yang sunyi, kota, perhimpunan, pedusunan maupun pedesaan, dan sesuai dengan apa yang telah didengarnya, mereka memakluminya kepada ayah dan ibunya, sanak saudara‐saudarinya, teman‐teman nya maupun kenalannya. Orang‐orang tersebut mendengarkannya pula dengan penuh gembira dan kemudian meneruskan ajaran‐ajaran tersebut. Dengan demikian ajaran‐ajaran tersebut terus dilanjutkan dari satu ke yang lainnya sampai pada orang ke 50. (1.Ananda, siswa Sang Buddha 2.Kumarajiva, penerjemah dari bahasa India ke Cina) “Wahai Ajita! Sekarang akan Ku jelaskan manfaat berkah pahala yang diperoleh putera‐puteri baik ke 50 itu. Dengarkanlah dengan cermat! Bayangkanlah segenap mahluk di 6 alam samsara dalam 400 puluhan ribu koti asamkhyeya dunia, yaitu para mahluk dari ke 4 macam kelahiran, baik dari 1.telur 2.rahim 3.kelembaban maupun 4.transformasi. Baik mereka yang berbentuk maupun yang tidak, yang berpikiran maupun yang tidak, yang tanpa berpikiran maupun yang tidak tanpa berpikiran; Baik yang tidak berkaki, yang berkaki dua, tiga, empat maupun yang berkaki banyak. Dan seandainya seseorang berkehendak memenuhi segala keinginan mereka, mendermakan masing‐masing mahluk sejambudvipa (seisi dunia Saha) penuh dengan 7 benda berharga yaitu 1.Emas 2.Perak 3.Lapis lazuli 4.Batu bulan 5.Batu mulia 6.Mutiara 7.Cornelian serta batu‐batu permata lainnya. Menghadiahkan benda‐benda berharga tersebut selama 80 tahun penuh. Kemudian ia merenungkan: ‘Aku telah mendanakan benda‐ benda berharga ini sesuai kehendak mereka. Namun kini semuanya telah tua dan lanjut usia, berambut putih, berwajah keriput, dan ajal mereka pun tidak lama lagi. Harus ku ajarkan Dharma kepada mereka.’ “Segera, ia mengumpul seluruh mahluk itu untuk datang berkumpul. Kemudian, ia menceramahkan Dharma, mengajar, menguntungkan dan menggembirakan mereka semua. Dalam sekejap waktu, semuanya mencapai ke 4 tahap Arahat yaitu tingkat 1.Srota‐apanna 2.Sakridagamin 3.Anagamin 4.Arahat, mencapai samadhi mendalam dan tingkat tiada cela. Semuanya mencapai 8 kebebasan (batin). Bagaimanakah pendapat kalian? Tidakkah besar berkah pahala yang diraih oleh si pemberi amal ini?”
Bodhisatva Maitreya menjawab Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Manfaat berkah pahala yang diraih olehnya tiada batasnya. Meskipun ia hanya menghadiahkan mereka dengan benda‐benda berharga itu saja, manfaat berkah pahala yang diraih olehnya sudah tak terhingga. Lebih‐ lebih lagi, ia menyebabkan mereka mencapai buah Arahat!” Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Maitreya: “Sekarang akan Ku jelaskan kepada kalian mengenai peristiwa ini. Si dermawan menghadiahkan kepada segenap mahluk di 6 alam samsara dalam 400 puluhan ribu koti asamkhyeya dunia sejambudvipa penuh dengan benda berharga serta menyebabkan mereka semua mencapai buah Arahat. Akan tetapi, manfaat berkah pahala yang diraih olehnya tidaklah sebanding dengan berkah pahala yang diraih oleh pendengar ke 50 tadi yang mendengar meski hanya sesyair dari Sutra Teratai ini dan menerimanya dengan penuh suka cita (kegembiraan akan menghasilkan prilaku yang serupa). Manfaat berkah pahala yang diraih oleh si dermawan tersebut, tidak sampai seper seratus, seper seribu, seper seratus, seribu, puluhan ribu koti dari berkah pahala yang diraih oleh pendengar ke 50 tadi. Sungguh diluar hitungan, perumpamaan maupun perbandingan untuk mengutarakannya! (Sebab si pendengar yang menerimanya dengan penuh gembira kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, bab 10) “Wahai Ajita! Pendengar ke 50 tadi yang mendengarkan Dharma Sutra ini dengan penuh gembira meraih asamkhyeya berkah pahala yang tak terbatas! Lebih‐lebih lagi, pendengar pertama yang menerima Dharma Sutra ini dengan penuh gembira! Berkah pahala yang diraih olehnya (pendengar pertama) jauh melampauinya (pendengar ke 50) sehingga tiada lagi dapat diutarakan dalam jumlah maupun perumpamaan (sebab apa yang didengar oleh pendengar pertama sama persis dengan sabda Sang Buddha). “Lagi, wahai Ajita! Bilamana seseorang demi Sutra ini pergi mengunjungi suatu Vihara, baik duduk maupun berdiri, mendengarkannya meski hanya sementara dan menerimanya dengan penuh keyakinan. Maka pada kelahiran berikutnya, ia akan memperoleh kendaraan‐kendaraan mewah terpenuhi dengan berbagai macam benda berharga, dan kemudian ia akan menaiki istana kesurgaan. Seandainya seseorang duduk dimana Dharma (Kendaraan Besar) ini diceramahkan dan kemudian muncul datang seseorang; Orang pertama berhasil mengajaknya untuk duduk bersama‐sama mendengarkan ceramah Dharma. Maka pada kelahiran berikutnya, akan diperolehnya (si pengajak) kedudukan Sakra, kedudukan raja surga KeBrahmaan ataupun kedudukan Cakravartin. “Wahai Ajita! Seandainya seseorang berkata: ‘Terdapat suatu Sutra berjudul Sutra Teratai. Marilah kita bersama‐sama pergi untuk mendengarnya.’ Menurut nasehatnya, orang itu ikut serta pergi untuk mendengarkannya meski hanya sebentar. Maka pada inkarnasi berikutnya, ia (si penasehat) akan terlahir bersama dengan Bodhisatva dharani (Bodhisatva yang memiliki daya samadhi); Cerdas dan berkebijaksanaan. Selama ratusan, ribuan, puluhan ribu kehidupan mendatang, ia tidak akan pernah dungu. Mulutnya tidak berbau busuk. Ia tidak akan mengalami penyakit mulut maupun penyakit lidah. Giginya tidak ternodai, tidak pula hitam maupun kuning, tidak pula jarang maupun ompong, tidak pula miring maupun rusak. Bibirnya tidak akan menggantung, terpintal, kasar, pecah ataupun bersariawan; Tidak pula terlalu tebal ataupun terlalu besar, tidak pula hitam, pucat, ataupun sesuatu yang memuakkan. Hidungnya tidak terlalu lebar, pesek, miring ataupun melengkung. Wajahnya cerah. Tidak terlalu panjang, ciut, penyok, mencong ataupun sesuatu yang memuakkan. Bibir, lidah dan giginya semuanya gagah sempurna. Hidungnya mancung, tinggi dan lurus. Alis matanya panjang dan melengkung tinggi. Keningnya lebar, halus dan tegak. Ia akan memiliki raut wajah yang berisi dan
rupawan. Di setiap kelahiran, ia akan menjumpai Sang Buddha, mendengarkan Dharma serta meyakininya. “Wahai Ajita! Ketahuilah bahwa manfaat berkah pahala menyebabkan satu orang pun untuk pergi mendengarkan Dharma (Kendaraan Besar) ialah sedemikian besarnya! Lebih‐lebih lagi, jika ia dengan sepenuh hati mendengarkan Dharma Sutra ini, menceramahkannya kepada orang banyak, serta melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Sutra.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Jika seseorang didalam pesamuan Dharma, mendengar Dharma Sutra ini meski hanya sesyair, kemudian menerimanya dengan gembira, memakluminya kepada orang‐orang lain, sehingga ajaran Sutra ini terus berlanjut sampai pada orang ke 50; Kini akan Ku jelaskan mengenai berkah pahala yang diraih oleh orang ke 50 ini. Seandainya seorang dermawan menghadiahkan bermacam‐macam benda kepada para mahluk yang tak terhitung, sesuai kehendak mereka masing‐masing selama 80 tahun penuh. Mengamati para mahluk tersebut menjadi tua, berambut putih dan berwajah keriput, bergigi jarang dan ompong, maka ia berpikir: “Mereka sudah lanjut usia dan ajal mereka pun sudah tidak lama lagi; Kini harus Ku ajarkan mereka tentang Dharma!” Segera, ia menceramahkan kepada mereka tentang Dharma Kesunyataan Nirvana. “Tiada yang kekal di dunia ini. Karena betapapun juga segala perwujudan hanyalah bagaikan gelembung busa dan asap. Janganlah termelekat padanya. Bebaskanlah dirimu (batinmu) darinya!” Ketika para mahluk mendengarkan Dharma demikian, semuanya berhasil mencapai buah Arahat, sempurna dengan 6 daya kekuatan gaib, 3 pemahaman dan 8 kebebasan (batin). Namun demikian, orang ke 50 yang mendengar meski hanya sesyair dari Sutra Teratai ini, dan menerimanya dengan penuh gembira, meraih berkah pahala yang jauh melampauinya. Sungguh diluar perumpamaan maupun perbandingan.
Lebih‐lebih lagi, mereka yang pertama mendengarkan dan menerimanya dengan penuh gembira. Seandainya ia menasehati seseorang untuk pergi mendengarkan Sutra Teratai ini, seraya berkata: “Sutra Teratai ini sungguh menakjubkan, sulit ditemui dalam ribuan, puluhan ribu kalpa!” Sesuai nasehatnya, orang itu pergi mendengarnya meski hanya sesaat. Maka berkat kebajikan demikian, ia (si pengajak), tidak akan mengalami penyakit mulut maupun penyakit lidah di kelahiran demi kelahiran. Giginya tidak akan jarang, ompong, hitam maupun kuning. Bibirnya tidak akan menggantung, terpintal, kasar, pecah ataupun bersariawan; Tidak pula terlalu tebal, terlalu besar ataupun sesuatu yang memuakkan. Lidahnya tidak kering, hitam maupun terlalu pendek. Hidungnya tidak terlalu lebar, pesek, miring ataupun melengkung. Keningnya lebar, halus dan tegak. Matanya sempurna. Wajahnya tampan mengesankan dan digemari orang. Mulutnya senantiasa menebarkan heharuman bunga utpala. Seandainya seseorang pergi ke suatu Vihara demi Sutra Teratai ini, dan mendengarkannya dengan penuh gembira meski hanya sebentar – Kini akan Ku tuturkan berkah pahalanya. Dikelahiran demi kelahiran, ia akan memperoleh kendaraan‐kendaraan mewah terpenuhi dengan segala macam benda berharga, dan kemudian ia akan menaiki istana kesurgaan. Bilamana terdapat suatu tempat dimana Sutra ini diceramahkan, ia mengajak seseorang untuk pergi mendengarkannya, maka berkat jasa demikian, akan diperolehnya kedudukan Sakra, kedudukan raja surga KeBrahmaan ataupun kedudukan Cakravartin pada kelahiran berikutnya. Lebih‐lebih lagi, jika ia mendengarkannya dengan sepenuh hati, menceramahkan dan memaklumi maknanya, serta melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan. Manfaat berkah pahalanya tiada batasnya!
Bab 19 Karunia 6 Indera Kemudian Sang Buddha menyapa Bodhisatva Mahasatva Satatasamitabyukta (Penuh Semangat), seraya berkata: “Wahai Satatasamitabyukta! Bilamana putera‐puteri baik menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, membaca, menghafalkan, memaklumi serta menyalinnya, maka akan diperolehnya 800 karunia mata, 1,200 karunia telinga, 800 karunia hidung, 1,200 karunia lidah, 800 karunia tubuh dan 1,200 karunia pikiran, sehingga ke 6 inderanya terhias menjadi bersih sempurna. “Putera‐puteri baik ini, dengan organ mata yang dilahirkan dari ibunya, akan dapat melihat segalanya; Baik didalam maupun diluar milyaran dunia yaitu pegunungan, hehutanan, sungai dan lautan, kebawah sampai pada neraka Avici (neraka terdalam) dan keatas sampai pada puncak KeBrahmaan (surga tertinggi). Mereka akan dapat melihat segenap mahluk di tengah‐tengahnya, sebab musabab dan akibat dari prilaku mereka masing‐masing.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Jika ditengah‐tengah pesamuan besar (orang banyak), seseorang menceramahkan Sutra ini dengan hati tiada gentar , maka akan diperolehnya 800 karunia mata sehingga matanya menjadi bersih sempurna. Dengan mata yang dilahirkan dari ibunya, ia akan dapat melihat segalanya, baik didalam maupun diluar milyaran dunia, yaitu Gunung Meru, Gunung Sumeru, dan Gunung Lingkaran Besinya. (Gunung Sumeru dikelilingi oleh 4 benua. Bumi kita terletak di benua selatan.) serta seluruh pegunungan dan hehutanan lainnya. Lautan samodra, sungai dan aliran lainnya. Kebawah sampai pada neraka Avici, keatas sampai pada puncak KeBrahmaan. Ia akan melihat segenap mahluk yang ada ditengah‐tengahnya. Meski tidak dimilikinya penglihatan dewata, namun ia dapat melihat semua itu dengan kesempurnaan indera matanya! “Lagi, wahai Satatasamitabyukta! Bilamana putera‐puteri baik menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, membaca, menghafalkan, memaklumi serta menyalinnya, maka akan diperolehnya 1,200 karunia telinga sehingga telinganya terhias menjadi bersih sempurna. “Putera‐puteri baik ini, dengan organ telinga yang dilahirkan dari ibunya, akan dapat mendengar segala ragam suara dalam milyaran dunia, kebawah sampai pada neraka Avici dan keatas sampai pada puncak KeBrahmaan, baik didalam maupun diluarnya. Suara‐suara hewan yaitu gajah, kuda, lembu, kereta, tangisan, kesedihan, nafiri, genderang, gong dan genta. Suara‐suara tertawa, berbicara, pria, wanita, anak lelaki dan anak perempuan. Suara‐suara Dharma dan yang bukan Dharma. Suara‐suara
derita dan kesuka‐riaan. Suara‐suara orang awam dan orang suci. Suara‐suara yang senang dan yang tidak. Suara‐suara dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara dan mahoraga. Suara‐suara api, air dan angin. Suara‐suara neraka, setan lapar dan hewan. Suara‐suara bhiksu dan bhikshuni. Suara‐ suara Sravaka, Pratyekabuddha, Bodhisatva dan Buddha. Meski belum diperolehnya pendengaran dewata, namun ia dapat mendengar dan mengenal segala macam suara tanpa kekeliruan. Dengan demikian, ia dapat membeda‐bedakan segala ragam suara tanpa merusak indera pendengarannya.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Dengan telinga yang dilahirkan dari ibunya, ia akan dapat mendengar suara‐suara di milyaran dunia. Suara‐suara gajah, kuda, kereta dan lembu. Suara‐suara genta, gong, nafiri dan genderang. Suara‐suara kecapi, harpa, seruling dan peluit. Suara‐suara lagu suci merdu syadu. Ia dapat mendengar semua suara itu tanpa termelekat olehnya. Beraneka ragam suara manusia – Ia dapat mendengar dan memahaminya. Lagi, ia dapat pula mendengar suara‐suara mahluk kesurgaan, suara‐suara alunan lagu yang halus dan menakjubkan. Ia dapat mendengar suara‐suara pria dan wanita, suara‐suara anak lelaki (perjaka) dan anak perempuan (perawan). Ditengah‐tengah pegunungan, sungai dan lembah, suara‐suara burung kalavinka, burung jivakajivaka dan lainnya. Ia akan dapat mendengar suara‐suara itu secara terperinci. Suara‐suara derita di alam neraka, setan lapar dan hewan, Suara‐suara asura yang berkediaman dipantai samodra (Lautan samodra luas diluar bumi kita) ketika mereka saling berbincang‐bincang ataupun menjerit. (Para mahluk asura senantiasa menjerit dan bertengkar) Si penceramah Dharma akan dapat mendengar segala suara itu tanpa mencederai indera telinganya. Dunia‐dunia di 10 penjuru alam semesta, ketika hewan buas dan burung saling bersahutan, Si penceramah Dharma akan dapat mendengarnya dari kejauhan. Suara‐suara di surga KeBrahmaan, yaitu surga KeBrahmaan Cahaya Suara, surga KeBrahmaan Maha Suci sampai pada puncak surga KeBrahamaan. Si penceramah Dharma dapat mendengarnya secara terperinci. Seluruh kelompok bhiksu dan bhiksuni, baik sedang membaca, menghafalkan Sutra maupun sedang menceramahkannya kepada orang banyak – Si penceramah Dharma meski berkediaman disini
dapat mendengar suara‐suara tersebut dari kejauhan. Mereka yang membaca dan menghafalkan Sutra serta menceramahkannya kepada orang banyak, ataupun mereka yang memaklumi sebait dari Sutra ini – Si penceramah Dharma akan dapat mendengarnya. Ketika para Buddha dan guru‐guru bijaksana sedang menceramahkan Dharma yang menakjubkan ditengah‐tengah pesamuan besar (orang banyak), ia yang menjunjungi Dharma Sutra Teratai ini akan dapat mendengar suara‐suara itu secara terperinci. Segala macam suara baik didalam maupun diluar milyaran dunia, kebawah sampai pada neraka Avici dan keatas sampai pada puncak surga KeBrahmaan – Si penjunjung Sutra Teratai akan dapat mendengar segala suara itu tanpa mencederai indera telinganya. Dengan indera pendengarannya yang sedemikian tajam, ia dapat membeda‐bedakan dan memahami segala suara itu. Meski tidak dimilikinya pendengaran dewata, namun ia dapat mendengar segala suara itu dengan kesempurnaan indera telinganya! “Lagi, wahai Satatasamitabyukta! Bilamana putera‐puteri baik merima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, membaca, menghafalkan, memaklumi serta menyalinnya, maka akan diperolehnya 800 karunia hidung, sehingga hidungnya terhias menjadi bersih sempurna. “Putera‐puteri baik ini, dengan organ hidung yang dilahirkan dari ibunya, akan dapat mencium segala macam bebauan. Kebawah sampai pada neraka Avici dan keatas sampai pada puncak KeBrahmaan, baik didalam maupun diluar milyaran dunia, heharuman bunga sumana, jatika, mallika, champaka, patala, teratai merah, teratai biru, teratai putih, pepohonan yang sedang berkembang maupun yang sedang berbuah. Heharuman kayu cendana, kayu gaharu, kayu tamalapatra dan kayu tagara. Heharuman dedupaan dari ribuan, puluhan ribu ramuan. Heharuman dedupaan berupa bubuk, butiran maupun salep. Si penjunjung Sutra Teratai, meski berkediaman disini, akan dapat mencium dan membeda‐bedakan semua bebauan itu. “Lagipula, ia akan dapat mencium bebauan para mahluk, yaitu gajah, kuda, lembu, domba dan sebagainya. Bebauan pria, wanita, anak lelaki (perjaka) dan anak perempuan (perawan). Bebauan tetanaman, pepohonan, semak‐semak dan hehutanan. Baik dekat maupun jauh, ia dapat mengenal semua bebauan itu tanpa kekeliruan. “Ia yang menjunjungi Sutra ini, meski berkediaman disini, akan dapat mencium segala bebauan dari berbagai tingkat kesurgaan, bebauan pepohonan kesurgaan parijataka dan kovidara, bebauan bunga mandarava, maha mandarava, manjushaka dan maha manjushaka, bebauan kayu cendana, kayu gaharu, bubuk dedupaan, serta dedupaan dari bermacam‐macam bebungaan – bebauan kesurgaan dan segala macam ramuan. Tiada yang tidak dapat dicium dan dikenalnya.
“Ia akan dapat mengenal pula bebauan tubuh para mahluk kesurgaan, bebauan ketika raja Sakra Dewendra berkediaman dalam istananya, sedang menghibur dirinya dan memuaskan ke 5 inderanya, bebauan ketika ia menghadiri aula Dharma dan menceramahkan Dharma kepada mahluk‐mahluk kesurgaan Trayastrimsha (surga tingkat 2), bebauan ketika ia berkelena dengan riangnya di taman indah permai, maupun bebauan dari tubuh dewa dewi – Semua ini dapat tercium olehnya dari kejauhan. “Ia akan dapat mencium segala macam bebauan. Keatas sampai pada puncak KeBrahmaan, bebauan dari tubuh para mahluk kesurgaan maupun bebauan dupa kesurgaan. Lagipula, bebauan dari tubuh Sravaka, Pratyekabuddha, Bodhisatva dan Buddha – Ia dapat mengenal semua bebauan itu dari kejauhan dan mengetahui pula letak mereka masing‐masing. Ia dapat mencium segala bebauan itu tanpa merusak indera penciumannya. Ia dapat membeda‐bedakan dan menjelaskan segala bebauan itu, satu dari yang lainnya, tanpa kekeliruan.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Hidung orang demikian menjadi bersih sempurna. Segala bebauan didalam dunia, baik yang harum maupun yang busuk, bebauan bunga sumana dan jatika, tamalapatra, kayu cendana, kayu gaharu, kayu cassia, bebauan dari bebungaan dan buah‐buahan, ia akan dapat mengenal segala bebauan mahluk baik bebauan pria maupun bebauan wanita. Si penceramah Dharma dapat mengenalnya dari kejauhan dan mengetahui pula keberadaan mereka masing‐masing. Raja pemutar roda Dharma yang maha berkuasa, (Raja Cakravartin Emas penguasa 4 benua) raja‐raja pemutar roda kecil serta putera‐puteranya, (Raja Cakravartin penguasa 3 , 2 ataupun 1 benua) para menteri, pembantu dan pelayannya – Ia akan dapat mencium bebauan mereka dan mengetahui keberadaan mereka masing‐masing. Permata yang menghias tubuh mereka, harta karun yang terpendam dalam bumi, ratu maupun para prameswari dari raja pemutar roda – ia akan dapat mengenal dan mengetahui letak mereka. Perhiasan, pakaian dan kalungan yang dikenakan mereka, dan segala macam salep dedupaan ‐ Dengan indera penciumannya, ia dapat mengenal siapa pemakainya. Ketika para mahluk kesurgaan sedang berkelena, duduk, bersuka ria ataupun sedang mempertunjukkan kegaiban mereka, si penjunjung Sutra Teratai dapat mengetahui semua itu dengan daya penciumannya.
Mekarnya buah‐buahan dari pepohonan, maupun bebauan dari segala macam mentega – Si penjunjung Sutra Teratai dapat menciumnya dari kejauhan. Dalam pegunungan, ngarai dan cadas‐cadas gunung curam, pepohonan kayu cendana yang sedang bertumbuhan, para mahluk yang ada ditengah‐tengahnya – Dengan indera penciumannya, ia dapat mengetahui semua itu. Para mahluk dalam Gunung Lingkaran Besi (alam neraka) di samodra luas (alam asura) maupun didalam bumi (alam manusia). Si penjunjung Sutra Teratai, dengan indera penciumannya, dapat mengetahui keberadaan mereka masing‐masing. Asura kaum pria dan kaum wanita serta rombongan pengikutnya ketika saling bertengkar ataupun sedang menghibur dirinya – Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahui semua itu. Di padang rerumputan maupun jurang dimana berkeliaran singa, gajah, harimau, serigala, banteng, kerbau dan sebagainya – Dengan mencium bebauannya, ia dapat mengetahui letak mereka. Ketika seorang wanita sedang berhamil dan belum diketahui jenis kelamin anaknya, apakah anaknya akan terlahir dalam keaadaan normal atau tidak. Dengan daya penciumannya, ia segera mengetahuinya. Ia dapat mengetahui bilamana seorang wanita baru saja mengandung, apakah kandungannya akan berhasil atau tidak, apakah ia akan melahirkan dengan aman atau tidak, apakah anaknya akan terlahir dalam keadaan sehat atau tidak. Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahui apa yang direnungkan kaum pria dan kaum wanita, apakah mereka ternodai oleh hawa nafsu, kebodohan ataupun kebencian, dan ia dapat mengetahui pula kebajikan yang dilaksanakan oleh mereka. Harta benda yang terpendam dalam bumi, yaitu emas, perak, lapis lazuli dan sebagainya. Harta karun dalam peti tembaga. Bemacam‐macam jenis kalungan yang nilainya belum diketahui – Dengan daya penciumannya, ia segera mengetahui berharga atau tidaknya benda‐benda tersebut maupun sumber dan letaknya. Bunga‐bunga kesurgaan seperti mandarava dan manjushaka, pepohonan kesurgaan parijataka dan sebagainya – Dengan daya penciumannya, ia dapat mengenalnya dengan sempurna. Istana‐istana kesurgaan, baik diatas, ditengah‐tengah maupun dibawah, berhiaskan dengan segala macam rangkaian bunga kesurgaan – Dengan daya penciumannya, ia dapat mengenalnya secara terperinci. Tetanaman dan sesemakan kesurgaan, istana‐istana menakjubkan,
menara‐menara yang menjulang tinggi, serta aula‐aula Dharma, dan mereka yang berada ditengah‐tengahnya – Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahui semuanya. Ketika para mahluk kesurgaan sedang mendengarkan Dharma, ataupun sedang memuaskan ke 5 inderanya, Baik berkelena, berjalan, duduk maupun berbaring – Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahuinya secara terperinci. Jubah serta pakaian yang dikenakan para bidadari yang berhiaskan bebungaan indah dan berharumkan parfum, berkibaran tertiup angin ketika mereka bersuka ria – Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahui semua itu. Keatas sampai pada surga KeBrahmaan, baik mereka yang sedang bermeditasi maupun yang tidak – (Para mahluk surga KeBrahmaan senantiasa berkediaman dalam samadhi) Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahui secara terperinci. Surga KeBrahmaan Cahaya Suara, Maha Suci sampai pada puncak KeBrahmaan – Mereka yang baru saja terlahir maupun mereka yang baru saja meninggal. Kelompok Sangha yang senantiasa melaksanakan Dharma, baik duduk maupun berkelena, menghafalkan Sutra. Mereka yang sedang berkediaman dibawah pepohonan hutan senantiasa memusatkan pikiran dalam meditasi – Si penjunjung Sutra Teratai, dengan daya penciumannya, dapat mengetahui letak mereka masing‐masing. Bodhisatva yang bertekad teguh, mendalami meditasi, membaca Sutra ataupun menceramahkan Dharma kepada orang banyak. Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahui semua itu. Para Buddha Tathagata di 10 penjuru alam semesta, dengan penuh welas asih menceramahkan Dharma dimuliakan dan disanjung oleh para mahluk – Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahui semua itu. Para mahluk yang mendengarkan ceramah Buddha dengan penuh gembira, serta melaksanakan sesuai dengan apa yang disabdakan – Dengan daya penciumannya, ia dapat mengetahui semua itu. Meski belum dimilikinya indera penciuman Bodhisatva yang tak tercela, akan tetapi telah diperolehnya daya penciuman demikian! “Lagi, wahai Satatasamitabyukta! Bilamana putera‐puteri baik menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, membaca, menghafalkan, memaklumi serta menyalinnya, maka akan diperolehnya 1,200 karunia lidah. Segala macam santapan, baik yang lezat maupun yang pahit, ketika disantap olehnya akan segera menjadi kelezatan penuh citra rasa bagaikan embun manis kesurgaan, sehingga tiada yang tidak terasa enak.
“Jika dengan organ lidahnya yang kian sempurna, ia menceramahkan Dharma ditengah‐tengah pesamuan besar (orang banyak), maka suaranya yang dalam dan menakjubkan akan menggembirakan seluruh pendegarnya. Ketika dewa‐dewi, raja Sakra, Brahma dan mahluk‐mahluk kesurgaan lainnya, mendengar suaranya yang dalam dan menakjubkan, menceramahkan Dharma serta memakluminya tahap demi tahap, semuanya akan datang berkumpul untuk mendengarkannya. Para naga dan puteri‐ puterinya, para yaksha dan puteri‐puterinya, para gandharva dan puteri‐puterinya, para asura dan puteri‐puterinya, para garuda dan puteri‐puterinya, para kimnara dan puteri‐puterinya, para mahoraga dan puteri‐puterinya akan datang berkumpul untuk mendengarkan ceramah Dharmanya, menyanjung serta memuliakannya. Para bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, raja pemimpin, pangeran, menteri disertai rombongan pengikutnya, raja pemutar roda, baik yang maha berkuasa maupun yang kecil, disertai ribuan putera‐puteranya akan datang mengendarai istananya masing‐masing untuk mendengarkan Dharma. “Karena Bodhisatva ini fasih dan pandai menceramahkan Dharma, maka para Brahmana, penduduk dan seluruh rakyat akan siap mendampingi dan melayaninya untuk seumur hidupnya. Para Sravaka, Pratyekbuddha, Bodhisatva dan Buddha akan senantiasa gemar memandangnya. Dimanapun ia menceramahkan Dharma, maka para Buddha akan menghadap ke arahnya, sehingga ia dapat menerima dan menjunjungi seluruh kekayaan Dharma.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Indera lidah orang demikian akan menjadi bersih sempurna, sehingga tiada (santapan) yang terasa pahit olehnya. Tetapi semua yang disantap olehnya akan segera menjadi kelezatan surgawi. Dengan suara yang dalam dan mempersona, Ia akan menceramahkan Dharma kepada pesamuan besar, dengan berbagai sebab musabab, perumpamaan dan cara bijaksana dalam membina para mahluk. Semua yang mendengarnya akan bersuka cita dan memberikannya persembahan yang terbaik. Para dewata, naga, yaksha, asura dan sebagainya dengan hati takzim akan datang untuk mendengarkan Dharma. Sesuai kehendaknya, si penceramah Dharma dapat memenuhi seluruh milyaran dunia dengan suaranya yang indah menakjubkan. Raja pemutar roda, baik yang maha berkuasa maupun yang kecil, disertai ribuan putera‐puteranya dan rombongan pengikutnya, dengan tangan terkatup dan hati takzim akan senantiasa datang untuk mendengarkan Dharma. Para dewata, naga, yaksha, rakshasa dan pisacha dengan rasa suka cita akan senantiasa datang untuk memuliakannya (dengan persembahan). Raja‐raja surga KeBrahmaan, raja mara (iblis), mahluk‐mahluk dari surga KeBrahmaan Bebas dan Maha Bebas
dan seluruh kelompok mahluk kesurgaan akan senantiasa datang mengunjunginya. Para Buddha dan siswa‐siswaNya ketika mendengar suaranya menceramahkan Dharma, akan senantiasa mengawasi dan melindunginya, dan sewaktu‐waktu akan menampakkan diri kepadanya. “Lagi, wahai Satatasamitabyukta! Bilamana putera‐puteri baik menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, membaca, menghafalkan, memaklumi serta menyalinnya, maka akan diperolehnya 800 karunia tubuh bagaikan lapis lazuli murni sehingga para mahluk senang memandangnya. Para mahluk dimilyaran dunia, baik mereka yang baru saja terlahir maupun mereka yang baru saja meninggal, baik mereka yang terlahir di alam surga maupun mereka yang terlahir di alam sengsara, baik mereka yang terlahir dalam keadaan baik maupun mereka yang terlahir dalam keadaan buruk; Semuanya akan tercerminkan dalam tubuhnya yang jernih sempurna. Gunung‐gunung raksasa yaitu gunung Lingkaran Besi, gunung Lingkaran Besi Besar, gunung Meru maupun gunung Maha Meru, serta para mahluk yang ada ditengah‐tengahnya. Semuanya akan tercerminkan dalam tubuhnya. Kebawah sampai pada neraka Avici dan keatas sampai pada puncak KeBrahmaan, segenap kawasan serta para mahluk yang menghuninya; Semuanya akan tercerminkan dalam tubuhnya. Para Sravaka, Pratyekabuddha, Bodhisatva dan Buddha yang sedang menceramahkan Dharma; Semuanya akan tercerminkan dalam tubuhnya.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Jika seseorang menjunjungi Sutra Teratai ini, tubuhnya akan menjadi bersih sempurna seperti lapis lazuli murni – sehingga para mahluk senang memandangnya. Tubuhnya bagaikan cermin yang jernih cemerlang, dimana segala bentuk dan rupa akan dapat terlihat. Dengan tubuhnya yang bersih sempurna, Bodhisatva ini akan dapat menyaksikan segala peristiwa didunia; Ia sendiri akan dapat melihat apa yang tak terlihat oleh orang lain. Semua mahluk yaitu para dewata, manusia, asura, penghuni neraka, setan lapar dan hewan – Bentuk dan rupanya akan dapat tercerminkan dalam tubuhnya. Istana‐istana kesurgaan, ke atas sampai pada puncak Kesurgaan, gunung Lingkaran Besi, gunung Meru dan gunung Mahameru, laut samodra luas dan aliran air lainnya – Semuanya akan tercerminkan dalam tubuhnya. Para Buddha dan siswa‐siswa SravakaNya, putera‐putera Buddha dan para Bodhisatvanya, baik sedang sendirian maupun sedang menceramahkan Dharma Semuanya akan tercerminkan dalam tubuhnya.
Meski belum dimilikinya raga Dharma KeBodhisatvaan yang tak tercela, namun segala sesuatu akan tercerminkan dalam kejernihan tubuhnya. “Lagi, wahai Satatasamitabyukta! Bilamana putera‐puteri baik menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, membaca, menghafalkan, memaklumi serta menyalinnya, maka akan diperolehnya 1,200 karunia pikiran. Dengan kesempurnaan indera pikirannya yang bersih tak ternodai, ketika mendengar sesyair ataupun sebait kalimat, ia akan memahami makna yang tak terbatas. Dengan demikian ia dapat memakluminya selama 1 bulan, 4 bulan hingga 1 tahun. Apapun yang diuraikannya akan serasi dengan makna sesungguhnya dan tidak akan berpaling dengan kebenaran belaka. “Jika mereka menceramahkan tentang perihal‐perihal keduniawian, pemerintahan, ataupun sarana‐sarana mengenai harta kekayaan dan kehidupan sehari‐sehari, semuanya akan sesuai dengan kebenaran Dharma. Ia akan dapat memahami pula pemikiran para mahluk dalam milyaran dunia di 6 alam samsara, serta apapun yang direnungkan mereka. “Meski belum dimilikinya kebijaksanaan Bodhisatva yang tak tercela, namun indera pikirannya akan demikian sempurna, sehingga apapun yang direnungkan, perhitungkan, duga ataupun ucapkan akan senantiasa serasi dengan Dharma, tiada melenceng dari kebenaran belaka, dan sesuai pula dengan apa yang diajarkan oleh para Buddha terdahulu.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Indera pikirannya menjadi bersih sempurna, cerdas, tajam dan tak ternodai. Dengan indera pikiran yang menakjubkan ini, mereka dapat memahami seluruh Dharma, baik yang tinggi, sedang maupun yang rendah. (1.Kendaraan Buddha 2.Kendaraan Pratyekabuddha 3.Kendaraan Sravaka) Ketika mendengar sesyair ataupun sebait uraian, mereka dapat memahami makna yang tak terbatas, memakluminya tahap demi tahap sesuai kebenaran Dharma selama 1 bulan, 4 bulan ataupun 1 tahun. Segenap mahluk yang ada didalam maupun diluar dunia ini, para dewata, naga, manusia, yaksha, mahluk halus dan sebagainya – Si penjunjung Sutra Teratai akan memahami segala pemikiran mereka. Para Buddha di 10 penjuru alam semesta yang tak terhitung jumlahnya, dengan ratusan tanda kemuliaanNya, senantiasa menceramahkan Dharma kepada para mahluk – Si penjunjung Sutra Teratai akan dapat menerima dan menjunjungi seluruh yang didengarnya. Ia akan merenungkan makna yang tak terbatas, serta menceramahkannya dengan berbagai macam cara bijaksana yang tak terbatas, namun dari awal sampai akhir tiada pernah keliru,
karena betapapun juga ia menjunjungi Sutra Teratai. Memahami sifat dari segala perwujudan (kesunyataan), dan sesuai dengan makna sesungguhnya dan urutan sebenarnya, pandai dalam nama, istilah dan percakapan, memaklumi sesuai pemahamannya. Apapun yang diceramahkannya akan serasi dengan Dharma para Buddha terdahulu. Karena menceramahkan Dharma Sutra ini, maka hatinya tiada kenal gentar dihadapan pesamuan besar. Demikianlah indera pikiran si penjunjung Sutra Teratai. Meski belum dicapainya tingkat KeBodhisatvaan yang tak tercela, namun demikianlah kesempurnaan indera pikirannya. Ia yang menjunjungi Sutra Teratai ini, akan tenteram dan kokoh di tingkat langka, digemari dan disanjungi oleh segenap mahluk. Pandai dalam menerapkan ribuan, puluhan ribu ragam percakapan, memaklumi dan menceramahkan Dharma – Karena betapapun juga ia menjunjungi Sutra Teratai!
Bab 20 Sadaparibhuta Pada saat itu Sang Buddha menyapa Bodhisatva Mahasatva Mahastamaprapta (Maha Berkuasa), seraya berkata: “Jika seseorang mencerca bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang menjunjungi Sutra Teratai, mengutuk ataupun mencemarkannya, maka akan ditanggungnya hukuman yang seperti dituturkan sebelumnya (bab 03). Telah Ku jelaskan pula sebelumnya tentang kesempurnaan 6 indera (bab 19) yang diraih oleh penjunjung Sutra Teratai. “Wahai Mahastamaprapta! Dahulu silam, asamkhyeya kalpa yang tak terbatas, tak terhingga dan tak terhitung lamanya, terdapat Buddha yang bergelar Bhismagargitasuararaga (Raja Suara Mengagumkan) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10. Buddha Yang Maha Agung. Kalpanya disebut Vinirbhoga (Tiada Surut) dan alamnya disebut Mahasambhava (Prestasi Agung). “Pada saat itu Buddha Bhismagargitasuararaga menceramahkan Dharma kepada para dewata, manusia dan asura. Bagi mereka yang menghendaki Kendaraan Sravaka, Beliau menguraikan Dharma 4 Kesunyataan Mulia. Bagi mereka yang menghendaki Kendaraan Pratyekabuddha, Beliau menguraikan Dharma 12 Rantai Penyebab. Bagi para Bodhisatva yang menghendaki Kendaraan Buddha, Beliau menguraikan Dharma ke 6 Paramita, menyebabkan mereka mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. “Wahai Mahastamaprapta! Jangka panjang usia Buddha Bhismagargitasuararaga ialah banyak kalpa bagaikan pasir di 400 ribu koti nayuta sungai Gangga. Dharma Benarnya bergema di dunia sebanyak kalpa bagaikan debu diseluruh Jambudvipa (dunia Saha ini). Sedang Dharma Semunya bertahan di dunia sebanyak kalpa bagaikan debu di 4 benua (disekeliling gunung Sumeru). Sesudah menguntungkan para mahluk, kemudian mokshalah Beliau (Buddha hanya dapat menyelamatkan para mahluk yang berjodoh denganNya). “Ketika Dharma Benar dan Dharma Semunya berakhir, didunia muncullah Buddha yang juga bergelar Bhismagargitasuararaga 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Demikianlah berturut‐ turut muncul 20 ribu koti para Buddha. Semuanya memiliki gelar yang serupa. “Sesudah kemokshaan Buddha Bhismagargitasuararaga yang pertama dan setelah Dharma Benarnya berakhir, didalam masa Dharma Semunya, terdapat bhiksu‐bhiksu angkuh yang maha berkuasa. Pada saat itu hidup seorang bhiksu yang bernama Sadaparibhuta (Tiada Meremehkan). Mengapakah ia dijuluki Sadaparibhuta? Karena ia senantiasa menyanjung siapapun yang ditemuinya, baik bhiksu, bhiksuni, upasaka maupun upasika. Ia senantiasa menghormati mereka dengan menundukkan kepalanya, seraya berkata: ‘Saya hormat padamu dan tiada pernah berani meremehkanmu sebab kalian semua melaksanakan Jalan KeBodhisatvaan dan kelak mencapai KeBuddhaan.’ “Bhiksu Sadaparibhuta tidak mencurahkan diri untuk membaca dan menghafalkan Sutra, tetapi senantiasa ia menundukkan kepalanya kepada siapapun yang ditemuinya (seperti halnya di Jepang). Bilamana ia melihat ke 4 golongan dari kejauhan, maka segera ia menghampirinya dan bersujud kepadanya seraya berkata: ‘Saya tiada pernah berani merendahkanmu karena kalian kelak mencapai KeBuddhaan.’
“Diantara ke 4 golongan pengikut, terdapat mereka yang menjadi kesal karena kekotoran batinnya (Ia yang berbatin suci tidak akan pernah kesal maupun mengincar kesalahan orang lain), sehingga mereka mencerca dan mengutuknya, seraya berkata: ‘Bhiksu bodoh! Dari manakah ia datang, menganggap dirinya tidak meremehkan kami dan memberi kami reramalan KeBuddhaan? Kita tidak perlu mendengarkan reramalan yang tak berdasar!’ “Demikianlah ia terus‐menerus dicaci dan dimaki hingga bertahun‐tahun. Namun ia tidak pernah marah dan tetap saja berkata kepada mereka: ‘Kalian kelak mencapai KeBuddhaan.’ (Sadaparibhuta hendak menyelamatkan mereka semua). Mendengarnya berkata demikian, beberapa diantaranya memukulnya dengan pentung, tongkat dan kreweng, serta melempar batu padanya. Namun demikian, ia lari dikejauhan seraya bersaut: ‘Saya tiada pernah berani meremehkanmu karena kalian kelak mencapai KeBuddhaan.’ Oleh karenanya, para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika menjulukinya sebagai Sadaparibhuta (Tiada Meremehkan). “Ketika bhiksu ini mendekati ajalnya, ia mendengar dari langit 20 ribuan, puluhan ribu koti syair Sutra Teratai yang diceramahkan oleh Buddha Bhismagargitasuararaga, dan ia dapat menerima dan menjunjungi seluruhnya. Seketika itu, ia memperoleh kesempurnaan 6 indera seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (bab 19), sehingga usianya terperpanjangkan selama 200 puluhan ribu koti nayuta tahun, dimasa mana ia senantiasa menceramahkan Sutra Teratai ini secara meluas kepada para umat. “Ke 4 golongan pengikut yang berhati angkuh, yaitu para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang meremehkannya dan menjulukinya Sadaparibhuta ‐ ketika menyaksikan kegaiban, kefasihan berceramah, kemuliaan dan ketenteraman samadhi yang telah diperolehnya; Ketika mendengarnya berceramah, semuanya yakin terhadapnya dan menjadi para pengikutnya! “Bohisatva Sadaparibhuta menyelamatkan ribuan, puluhan ribu koti umat, menyebabkan mereka bertekad akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Sesudah usianya berakhir, ia menjumpai 2 ribu koti para Buddha yang semuanya bergelar Candrasuryapradipa (Kecemerlangan Mentari Rembulan) dan ditengah‐tengah masa Dharma para Buddha tersebut, ia menceramahkan Sutra Teratai ini. Karena sebab musabab demikian, ia menjumpai lagi 2 ribu koti para Buddha yang Semuanya bergelar Dundubhisvararaja (Raja Kebebasan Lampu Awan). Ditengah‐tengah masa Dharma para Buddha tersebut, ia menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan dan menceramahkan Sutra ini kepada ke 4 golongan pengikut. Oleh karenanya, ia memperoleh kesempurnaan 6 indera. Dihadapan ke 4 golongan pengikut, ia menceramahkan Dharma dengan hati tiada gentar. “Wahai Mahastamaprapta! Bodhisatva Mahasatva Sadaparibhuta memuliakan sekian banyak para Buddha, menyanjung, serta memujaNya. Sesudah menanam akar‐akar kebajikan demikian, ia kemudian menjumpai lagi ribuan puluhan ribu koti para Buddha, dan ditengah‐tengah masa Dharma para Buddha tersebut, ia menceramahkan Sutra ini, sehingga memperoleh manfaat dalam mencapai KeBuddhaan. “Wahai Mahastamaprapta! Bagaimanakah pendapatmu? Orang lainkah Bodhisatva Sadaparibhuta pada saat itu – Ia tidak melainkan Aku sendiri! Jika dikehidupan lampau, Aku tidak menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini serta menceramahkannya kepada para umat, maka Aku tidak akan sedemikian lekas mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Tetapi karena dihadapan para Buddha tersebut, Aku menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini,
serta menceramahkannya kepada para umat, maka Aku dengan lekas mencapai Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi. “Wahai Mahastamaprapta! Ke 4 golongan pengikut yang pada saat itu mencerca dan merendahkanKu, selama 200 koti kalpa tidak berkesempatan menjumpai satu Buddha pun, mendengarkan Dharma maupun menjumpai kelompok bhiksu (Ke 3 Mustika yaitu 1.Buddha 2.Dharma 3.Sangha). Selama 1,000 kalpa, mereka mengalami penderitaan yang amat di neraka Avici. Sesudah menebus dosa‐dosanya, mereka terlahir kembali dihadapan Bodhisattva Sadaparibhuta, yang membimbing mereka akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. “Wahai Mahastamaprapta! Bagaimanakah pendapatmu? Ke 4 golongan yang pada saat itu mencerca dan memandang remeh Bodhisatva Sadaparibhuta – Tidakkah kalian mengenalnya? Kini mereka hadir ditengah‐tengah pesamuan agung ini; Bhadrapala (Ketua Sangha) disertai 500 Bodhisatva pengikutnya. Simhakandra (Rembulan Simba) disertai 500 bhiksuni pengikutnya. Sugataketana (Renungan Buddha) disertai 500 upasaka pengikutnya. Semuanya tiada akan lagi mundur dari pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi! “Wahai Mahastamaprapta! Ketahuilah bahwa Sutra Teratai ini dapat memberi manfaat yang melimpah ruah bagi para Bodhisatva Mahasatva, menyebabkan mereka mencapai Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi (seperti yang dijelaskan di bab 17). Maka sesudah kemokshaan Sang Tathagata, sudah sepatutnya Bodhisatva Mahasatva menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan, memaklumi, menceramahkan dan menulis Sutra ini pada setiap saat.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Dahulu silam, hidup Sang Buddha yang bergelar Bhismagargitasuararaga Tathagata, dimilikinya daya kekuatan maha gaib dan kebijaksanaan agung, Pemimpin dan Pembimbing segenap mahluk. Para dewata, manusia, naga, mahluk halus, bersama‐sama memuliakan serta memujaNya. Sesudah kemokshaan Buddha tersebut, di akhir masa Dharma Semunya, terdapat seorang bhiksu bernama Sadaparibhuta. Ke 4 golongan pengikut pada saat itu mempelajari serta mentaati ajaran Dharma. Bhiksu Sadaparibhuta senantiasa menghampiri mereka, seraya berkata: ‘Aku tiada pernah meremehkanmu, karena kalian sedang melaksanakan Dharma dan kelak menjadi Buddha di kemudian hari.’ Ketika mendengar uraian‐uraian demikian, mereka memaki, mengutuk serta mencercanya. Namun demikian, bhiksu Sadaparibhuta tabah menahannya. Ketika tuntas menebus dosa‐dosanya, (Bertabah adalah cara yang lekas untuk menebus dosa)
dan ajalnya pun kian mendekat, bhiksu Sadaparibhuta mendengar dari langit Dharma Sutra Teratai ini sehingga ke 6 inderanya menjadi bersih sempurna. Berkat daya kekuatan gaibnya, usianya terperpanjangkan. Demi segenap umat, ia menceramahkan Sutra ini secara meluas. Orang‐orang yang pada saat itu mentaati Dharma, semuanya dibina oleh Bodhisatva Sadaparibhuta, yang menyebabkan mereka mencapai Jalan KeBuddhaan. Ketika usianya (Sadaparibhuta) berakhir, ia bertemu dengan para Buddha yang tak terjumlah. Karena ia menceramahkan Sutra ini, maka diperolehnya berkah pahala yang tak terbatas. (Manfaat berkah pahala KeBuddhaan) Tahap demi tahap ia memperoleh manfaat dan dengan lekas mentuntaskan Jalan KeBuddhaan. Sadaparibhuta pada saat itu tidak melainkan Aku sendiri. Ke 4 golongan pengikut yang pada saat itu mendengar Sadaparibhuta berkata: ‘Kalian kelak menjadi Buddha!’ Berkat sebab musab demikian, masing‐masing menjumpai para Buddha yang tak terjumlah – Kini mereka hadir didalam pesamuan agung ini; Bhadrapala beserta 500 Bodhisatva pengikutnya dan Ke 4 golongan pengikut dihadapanKu, yaitu putera‐puteri berkeyakinan teguh yang kini mendengarkan Dharma dihadapanKu. Pada kehidupan lampau, Aku menyebabkan orang‐orang ini untuk mendengarkan dan menerima Sutra terkemuka ini, membentangkan dan memakluminya kepada para umat, serta menyebabkan mereka mencapai kebebasan Nirvana. Oleh karenanya, di kelahiran demi kelahiran mereka menerima dan menjunjungi Sutra semacam ini. Berkoti‐koti puluhan ribu kalpa, sesudah waktu yang kian lama, barulah seseorang dapat mendengar Sutra Teratai ini. Berkoti‐koti puluhan ribu kalpa, sesudah waktu yang kian lama, barulah para Buddha Tathagata menceramahkan Sutra Teratai ini. (Sebab para Buddha menceramahkan Dharma sesuai dengan apa yang tepat untuk masa itu) Oleh karenanya, para umat sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, ketika mendengar Sutra semacam ini, janganlah ragu maupun bimbang, tetapi dengan sepenuh hati
ceramahkanlah Sutra ini secara meluas, sehingga dikelahiran demi kelahiran menjumpai para Buddha dan dengan lekas mentuntaskan Jalan KeBuddhaan.
Bab 21 Kegaiban Pada saat itu Bodhisatva Mahasatva yang bermunculan dari tengah‐tengah bumi pertiwi (bab 15), yang banyaknya tak terhingga, semuanya dengan tangan terkatup dan hati takzim memandang ke arah Yang Maha Agung, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Sesudah kemokshaan Sang Buddha, di dunia manapun hadir raga‐raga Buddha Shakyamuni dan dimanapun Beliau moksha, maka disana kami akan menceramahkan Sutra ini secara meluas. Mengapa? Karena betapapun juga kami berhasrat pula memperoleh kebenaran murni Dharma Kendaraan Besar ini, menerima, membaca, menghafalkan, menjelaskan, menceramahkan, menulis serta memuliakannya.” Kemudian Yang Maha Agung dihadapan Bodhisatva Manjushri, para Bodhisatva yang telah muncul dari tengah‐tengah bumi dan pesamuan agung itu, mempertunjukkan daya kekuatan gaib dengan mengulurkan lidahnya yang lebar keatas sampai pada surga KeBrahmaan (lidah panjang menunjukkan kejujuran dan keberuntungan). Dari seluruh pori‐porinya, Beliau memancarkan sinar cahaya yang tak terhitung banyaknya, menerangi 10 penjuru alam semesta. Seluruh raga‐raga Buddha Shakyamuni yang sedang duduk bersila dikaki pepohonan permata, masing‐masing mengulurkan pula lidahnya yang lebar keatas sampai pada surga KeBrahmaan selama 100 ribu tahun (dimasa mana seluruh anggota pesamuan agung terasa bagaikan sekejap waktu saja), dan sesudah masa itu Mereka menarik kembali lidahNya, batuk bersamaan, serta menderikkan jariNya masing‐masing. Ke 2 macam suara tersebut memenuhi seluruh alam Buddha di 10 penjuru alam semesta, yang buminya masing‐masing bergoncang dalam 6 cara berbeda (tidak merusak seperti halnya gempa bumi). Seluruh mahluk yang ada ditengah‐tengahnya, yaitu para dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia, berkat daya kekuatan gaib Buddha Shakyamuni, semuanya dapat menyaksikan peristiwa dalam dunia Saha ini; Buddha Shakyamuni dan Buddha Prabhutaratna yang sedang duduk bersila didalam stupa permata, seluruh raga‐raga Buddha Shakyamuni yang sedang duduk bersila dikaki pepohonan permata, para Bodhisatva yang telah muncul dari bumi pertiwi maupun ke 4 golongan pengikut yang mengelilingi Buddha Shakyamuni. Menyaksikan peristiwa‐peristiwa didunia Saha dari kejauhan alam Buddha masing‐masing, mereka diliputi rasa suka cita yang amat, karena telah mengalami apa yang belum dialami sebelumnya. Para mahluk kesurgaan di langit alam Buddhanya masing‐masing berteriak dengan suara yang lantang: “Ratusan, ribuan, puluhan ribu koti asamkhyeya dunia yang tak terjumlah dari sini, terdapat sebuah dunia bernama Saha, dimana Buddha Shakyamuni berkediaman. Demi para Bodhisatva Mahasatva, Beliau menceramahkan Sutra Kendaraan Besar berjudul Keajaiban Dharma Sutra Teratai, Dharma petunjuk bagi para Bodhisatva, Dharma yang senantiasa dilindungi dan diingati oleh para Buddha. Bersuka citalah kalian semua! Bersujud dan muliakanlah Buddha Shakyamuni!” Ketika mendengar suara‐suara teriakan itu dari langit, beraneka ragam mahluk dari alam‐ Buddhanya masing‐masing dengan tangan terkatup menghadap kearah dunia Saha, seraya memuja: “Namo Buddha Shakyamuni! Namo Buddha Shakyamuni!” Dari kejauhan alam Buddha masing‐masing, mereka serentak menaburkan segala macam bebungaan, dedupaan, kalungan, bendera dan tirai, serta perhiasan‐perhiasan pribadi kearah dunia Saha. Seluruh benda‐benda itu bertaburkan dari 10 penjuru dan terkumpul bagaikan gumpalan awan
yang terbentang menjadi tirai permata diatas seluruh raga‐raga Shakyamuni. Seketika itu, seluruh dunia di 10 penjuru alam semesta terbentang lapang menjadi satu Buddhaloka. Kemudian Sang Buddha menyapa Bodhisatva Visihtakaritra (Ketua pemimpin terkemuka, bab15) serta seluruh Bodhisatva yang telah muncul dari bumi pertiwi, seraya berkata: “Kegaiban Buddha, seperti yang telah kalian saksikan tiada batasnya. Jika dalam mempercayakan Sutra ini kepada umat, Aku dengan daya kegaibanKu ini mentuturkan manfaatnya selama ratusan, ribuan, puluhan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tak terhitung lamanya, namun demikian belum juga Aku dapat mentuntaskannya. Singkat kata, seluruh kekayaan Dharma Sang Tathagata, segala kegaiban Sang Tathagata, segala harta kerahasiaan Dharma Sang Tathagata, serta hal‐hal mendalam mengenai Sang Tathagata – Semuanya ini dibentangkan dan dimaklumi dalam Sutra ini. “Maka sesudah kemokshaan Sang Tathagata, sudah sepatutnya kalian dengan sepenuh hati menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan, memaklumi, menceramahkan, menulis serta melaksanakan Sutra Teratai ini. Dimanapun terdapat mereka yang menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan, memaklumi, menceramahkan, menulis serta melaksanakannya. Dan dimanapun Sutra ini dilestarikan, baik di suatu taman, hutan, dibawah sebuah pohon, didalam Vihara, kediaman umat, istana maupun dilembah pegunungan dan di hutan belantara, maka disetiap tempat demikian dirikanlah sebuah stupa dan muliakanlah dengan pujaan. Mengapa? Karena betapapun juga tempat‐tempat demikian adalah Teras KeBodhian, dan disanalah para Buddha mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, memutar roda Dharma, serta memasuki PariNirvana.” Kemudian Yang Maha Agung berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah Beliau dengan syair: Sang Buddha Tathagata, Penyelamat dunia Demi menggembirakan segenap mahluk, mempertunjukkan kegaiban yang tak terhingga. Lidah Mereka mencapai surga KeBrahmaan, Raga Mereka memancarkan sinar cahaya yang tak terhitung. Demi para umat yang menghendaki Jalan Buddha, Mereka mempertunjukkan kegaiban yang jarang disaksikan. Suara batuk dan bunyi derikan jari Mereka terdengar di 10 penjuru alam semesta. Bumi di semua alam Buddha tersebut bergoncang dalam 6 cara berbeda. Sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, jika terdapat mereka yang menjunjungi Sutra ini, maka seluruh Buddha yang berasal dariKu akan turut bersuka cita, serta mempertunjukkan kegaiban yang tak terbatas. Jika dalam mempercayakan Sutra ini kepada para umat, Aku dengan kegaibanKu ini mentuturkan manfaatnya selama ratusan, ribuan, puluhan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tak terhitung lamanya, namun demikian belum juga Aku dapat mentuntaskannya.
Manfaat yang diperolehnya tiada batasnya, bagaikan langit di 10 penjuru. Ia yang menjunjungi Sutra ini sesungguhnya telah melihatKu, Buddha Prabhutaratna dan para Buddha yang berasal dariKu. Dan ia juga melihatKu kini mengajar dan membina para Bodhisatva. Ia yang menjunjungi Sutra ini membuatKu, para Buddha yang berasal dariKu, serta Buddha Prabhutaratna yang telah sekian lama moksha, Semuanya bersuka cita! Para Buddha di 10 penjuru alam semesta, maupun para Buddha terdahulu dan mendatang – Ia akan menyaksikan pula Mereka, memuliakanNya serta membuatNya bersuka cita. Harta kerahasiaan Dharma yang diperoleh para Buddha di Teras KeBodhian – Ia yang menjunjungi Sutra ini akan memperolehnya dengan lekas. Ia yang menjunjungi Sutra ini akan bersuka cita menceramahkan Dharma, dengan berbagai macam cara bijaksana, istilah dan perumpamaan, bagaikan angin dilangit yang tak terintangi. Sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, ia akan mengetahui segala ajaran Sutra yang telah diceramahkan oleh Sang Buddha, sebab musabab serta urutannya masing‐masing, dan akan menceramahkan sesuai dengan makna sesungguhnya. Seperti halnya cahaya Sang mentari dan rembulan yang dapat menerangi segala kesuraman, dan begitu pula kelahiran orang ini didunia akan menyirnakan segala kegelapan batin, menyebabkan para Bodhisatva yang tiada hitungan, pada akhirnya mencapai Satu Kendaraan Buddha. Maka sesudah kemokshaanKu nanti, orang yang berkebijaksanaan ketika mendengar manfaat yang kian melimpah ruah, akan menerima dan menjunjungi Sutra ini. Orang demikian terjamin, tanpa keraguan, kelak mencapai Jalan KeBuddhaan.
Bab 22 Kepercayaan Pada saat itu Sang Buddha bangkit dari tahta DharmaNya. Kemudian dengan tangan kananNya, Beliau membelai (memberkati) ubun kepala para Bodhisatva Mahasatva, seraya berkata: “Semenjak ratusan, ribuan, puluhan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tak terbatas lamanya, Aku telah menjalankan Dharma Anuttara‐Samyak‐Sambodhi yang sulit dicapai ini. Kini Aku percayakan kepadamu. Sebarluaskanlah Dharma ini dengan sepenuh hatimu agar supaya manfaatnya tersebar jauh dan luas.” Tiga kali Beliau membelai (memberkati) ubun kepala para Bodhisatva Mahasatva, seraya berkata: “Semenjak ratusan, ribuan, puluhan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tak terbatas lamanya, Aku telah menjalankan Dharma Anuttara‐Samyak‐Sambodhi yang sulit dicapai ini. Kini Aku percayakan kepadamu (siapapun yang membaca Sutra ini). Maka sudah semestinya kalian menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan serta menyebarluaskannya, agar segenap mahluk dimanapun juga dapat mendengar dan memahami Dharma ini. Mengapa? Karena betapapun juga Sang Tathagata penuh belas kasih dan kewelas asihan, tiada pernah kikir maupun gentar. Beliau dapat menganugerahi kepada para mahluk kebijaksanaan Sang Buddha, kebijaksanaan Sang Tathagata dan kebijaksanaan Alami. Sang Tathagata adalah Maha Pengasih bagi segenap mahluk. Maka sudah sepatutnya kalian mempelajari dan melaksanakan Dharma Sang Tathagata ini. Janganlah kikir! “Di masa mendatang nanti, bilamana terdapat putera‐puteri baik yang penuh keyakinan terhadap kebijaksanaan Sang Tathagata, maka maklumilah Sutra Teratai ini kepadanya, sehingga mereka dapat mendengar, memahami dan memperoleh kebijaksanaan Buddha. Bilamana terdapat para umat yang tidak mempercayai dan menerimanya, maka bentangkanlah Dharma (Kendaraan Besar) lainnya dalam membina, menguntungkan dan menggembirakan mereka. Dengan berbuat demikian, maka kalian telah membalas budi para Buddha.” Ketika para Bodhisatva Mahasatva mendengar Sang Buddha bersabda demikian, semuanya diliputi dengan kegembiraan yang amat. Dengan ketakziman yang melampaui sebelumnya (berkat kegaiban Buddha Shakyamuni, bab 21), mereka bersujud dihadapan Sang Buddha dan dengan tangan terkatup menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Dengan penuh hormat, kami akan melaksanakan kehendak Sang Buddha. Janganlah Beliau khawatir!” Kelompok para Bodhisatva Mahasatva mengulangi pernyataannya sebanyak 3 kali, seraya berkata: “Dengan penuh hormat, kami akan melaksanakan kehendak Sang Buddha. Janganlah Beliau khawatir!” Kemudian Buddha Shakyamuni mempersilahkan seluruh raga yang berasal dariNya untuk pulang kembali ke dunia asalNya masing‐masing, seraya berkata: “Wahai para Buddha! Pulanglah Kalian dengan tenteram. Biarlah Stupa Buddha Prabhutaratna kembali ke tempatNya semula.” Seketika itu, seluruh raga Shakyamuni yang sedang menduduki tahta‐tahta singa dikaki pepohonan permata, begitu pula Buddha Prabhutaratna, Bodhisatva Visishtakaritra serta seluruh para Bodhisatva yang telah muncul dari tengah‐tengah bumi pertiwi, Sariputra dan Sravaka lainnya, ke 4 golongan pengikut, para dewata dan manusia, asura dan mahluk‐mahluk lainnya diseluruh alam semesta, mendengar apa yang telah disabdakan Sang Buddha, semuanya diliputi dengan kegembiraan yang amat.
Bab 23 Bhaisajaraja Pada saat itu Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna (Kumpulan Raja Bunga) menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Bagaimanakah Bodhisatva Bhaisajaraja (Raja Pengobat) berkelena di dunia Saha ini? Yang Maha Agung! Bodhisatva Bhaisajaraja telah menjalankan ratusan, ribuan, puluhan ribu koti nayuta pelaksanaan dhuta (latihan keras). Baiklah, Yang Maha Agung! Sudilah kiranya Beliau untuk menjelaskannya? Segenap para dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia, begitu pula kelompok para Sravaka dan Bodhisatva yang telah tiba dari dunia lainnya, semuanya menanti penjelasanmu.” Kemudian Sang Buddha menyapa Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna, seraya berkata: “Dahulu silam, berkalpa‐kalpa sejumlah pasir di sungai Gangga, terdapat Sang Buddha bergelar Kandravimalasuryaprabasasri (Kebajikan Mentari Rembulan Suci Cemerlang) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Beliau mempunyai 80 koti Bodhisatva Mahasatva pengikut dan kelompok para Sravaka sejumlah pasir di 79 sungai Gangga. Panjang usia Buddha Kandravimalasuryaprabasasri ialah 42 ribu kalpa, dan begitu pula usia para Bodhisattvanya. Di alam tersebut, tiada jenis wanita (sebab wanita terlahir di alam tersebut sebagai pria). Tiada pula alam neraka, setan lapar, hewan dan asura; Tiada godaan maupun penderitaan. Buminya rata datar bagaikan telapak tangan, dari lapis lazuli, berderetkan pepohonan permata, terselimuti oleh tirai‐tirai permata, bergelantungan bunga‐bunga permata, berhiaskan pot‐pot kembang dan anglo‐anglo permata. Terdapat pula menara dari 7 benda berharga, masing‐masing disertai sebuah pohon yang berjarak satu jangkauan anak panah darinya. Terdapat para Bodhisatva dan Sravaka yang berteduh dibawah pepohonan tersebut. Pada setiap menara permata terdapat ratusan koti mahluk kesurgaan yang memainkan segala macam alunan musik dan menyayikan lagu‐lagu pujian sebagai pujaan kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri. “Pada saat itu Buddha Kandravimalasuryaprabasasri menceramahkan Sutra Teratai kepada Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana (Digemari Mahluk), kelompok Bodhisatva dan kelompok Sravaka. Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana senantiasa menjalankan pelaksanaan dhuta. Didalam masa Dharma Buddha Kandravimalasuryaprabasasri, ia mencurahkan diri dengan sepenuhnya, berkelena kian kemari, mencari Jalan KeBuddhaan selama 12,000 tahun. Sesudah masa itu, ia berhasil mencapai samadhi Sarvarupasandarsana (Penjelmaan Segala Rupa). Setelah memperoleh samadhi tersebut, ia bersuka cita dan merenungkan demikian: ‘Keberhasilan ku akan pencapaian daya samadhi ini adalah semata‐mata berkat mendengar Dharma Sutra Teratai. Kini aku harus membuat persembahan kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri dan Sutra Teratai! “Segera, ia memasuki samadhi dan dari tengah‐tengah langit menghujankan bunga‐bunga mandarava dan maha mandarava, serta serbuk kayu cendana keras hitam yang memenuhi seluruh langit bagaikan gumpalan awan. Ia menghujankan pula dedupaan kayu cendana yang bertumbuhan hanya di pantai kawasan selatan. 6 karsha dari dedupaan ini seharga satu dunia Saha. Semua ini ia persembahkan kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri. “Sesudah itu, ia bangkit dari samadhinya dan merenungkan demikian: ‘Meski aku telah berbuat persembahan sedemikian kepada Sang Guru Buddha, namun tidaklah sepadan dengan persembahan tubuhku sendiri!’
“Selanjutnya ia menelan berbagai macam heharuman, dedupaan kayu cendana, kunduruka, turushka, prikka, gaharu dan dammar. Selama 1,200 tahun penuh, ia meminum pula minyak wewangian bunga champaka dan bunga‐bunga lainnya. Sesudah itu, ia meminyaki seluruh tubuhnya dengan segala macam wewangian dan kemudian pergi menghadap Buddha Kandravimalasuryaprabasasri. Mengenakan jubah kesurgaan dan menyiram tubuhnya dengan minyak haruman, kemudian ia dengan daya kekuatan gaibnya, membakar nyala tubuhnya sendiri. Kilauan dari tubuhnya menerangi seluruh alam semesta dunia yang jumlahnya bagaikan pasir di 80 koti sungai Gangga. Para Buddha yang berkediaman didalam dunia‐dunia tersebut serentak memuji: ‘Bagus sekali, bagus sekali, putera baik! Inilah yang disebut ketekunan sejati. Inilah yang disebut persembahan Dharma kepada Sang Tathagata. Meski seseorang memuliakan Sang Tathagata dengan bebungaan, dedupaan, kalungan, dupa bakar, bubuk dedupaan, salep dedupaan, tirai dan bendera kesurgaan, serta dedupaan dari kayu cendana yang bertumbuhan hanya di pantai kawasan selatan, namun demikian tidaklah sepadan dengan persembahan Dharma demikian! Meski seseorang mendanakan negeri, kota, istri dan anaknya, namun demikian tidaklah sepadan dengan persembahan Dharma demikian! Wahai putera baik, inilah persembahan yang termulia. Dari segala macam persembahan, inilah yang paling berharga (melenyapkan segenap ke‐akuan).’ “Sesudah bersabda demikian, para Buddha berdiam kembali. Dengan demikian, raga Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana membara selama 1,200 tahun (berkat daya samadhinya, ia tidak merasa sakit sedikitpun). Ketika usianya telah berakhir, ia terlahir kembali di alam Buddha Kandravimalasuryaprabasasri, dikediaman raja Vimaladatta (Kebajikan Suci). Duduk bersila, ia terlahir secara transformasi dan segera ia menyapa ayahnya (Vimaladatta), seraya berkata: Ketahuilah wahai raja agung! Ketika berkelena disuatu tempat, aku mencapai samadhi Penjelmaan Segala Rupa. Aku telah mencurahkan diri dengan sepenuhnya, mempersembahkan tubuh yang ku cintai ini! “Setelah mengucapkan syair ini, ia berkata lagi kepada ayahnya: ‘Sebelumnya, aku telah membakar tubuhku sebagai persembahan kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri sehingga aku mencapai dharani Pemahaman Segala Bahasa. Lagipula, aku telah mendengar Dharma Sutra Teratai ini dengan 800 ribuan, puluhan ribu koti nayuta, kankara, vivara, akshobhya syairnya. Wahai Sang raja agung! Kini aku berhasrat membuat persembahan yang lebih lanjut kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri.’ “Kemudian ia menaiki sebuah menara 7 benda berharga, mengendarainya ke langit setinggi 7 pohon tala, dan maju ke hadapan Buddha Kandravimalasuryaprabasasri, bersujud dihadapanNya, dan dengan tangan terkatup memuja dengan syair: Raut wajah yang langka dan menakjubkan, Sinar cahayaNya menerangi 10 penjuru alam semesta! Dikehidupan lampau aku telah memuliakanMu, dan kini aku kembali mendekatiMu.
“Kemudian ia berkata kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri: ‘Yang Maha Agung! Apakah Beliau masih hidup didunia ini?’ “Kemudian Buddha Kandravimalasuryaprabasasri menjawab Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana: ‘Wahai putera baik! Kini telah tiba waktuKu untuk memasuki Nirvana. Telah tiba kemokshaanKu. Sediakanlah tempat tidur yang nyaman, karena malam ini juga aku akan memasuki PariNirvana (Kemokshaan).’ “Beliau juga mentitahkan Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana, seraya berkata: ‘Wahai putera baik! Aku percayakan DharmaKu ini kepadamu. Begitu pula dengan para Bodhisatva dan siswa‐siswaKu, maupun Dharma Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, beserta alamKu dengan pepohonan permata dan menara‐ menara permata ‐ Semua ini Aku percayakan kepadamu. Aku serahkan pula relik‐relik dari tubuhKu setelah kemokshaan Ku. Sebarkanlah secara meluas dan muliakanlah dengan segala macam persembahan. Dirikanlah ribuan stupa untuk penempatan relik‐relikKu.’ “Sesudah memberi pesan‐pesan demikian kepada Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana, pada tengah malam itu juga, Buddha Kandravimalasuryaprabasasri memasuki Nirvana. “Kemokshaan Buddha Kandravimalasuryaprabasasri membuat Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana berduka cita yang sedalam‐dalamnya. Karena cinta dan rindunya terhadap Sang Guru Buddha Kandravimalasuryaprabasasri, ia segera menyediakan tumpukan kayu cendana dari pantai kawasan selatan dan dengannya mengkremasi mayatNya. Kemudian, ia mengumpulkan relik‐relikNya, menyediakan 84,000 pot permata, dan mendirikan 84,000 stupa, setinggi 3 dunia, di sertai tiang pusat yang berhiaskan tirai‐spanduk dan bergelantungan genta‐loncengan permata. “Kemudian Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana merenungkan lagi: ‘Meski Aku telah berbuat persembahan demikian, namun hatiku belum juga puas. Harus Ku buat persembahan yang lebih lanjut kepada relik‐relikNya.’ “Kemudian ia menyapa para Bodhisatva dan siswa‐siswa, para dewata, naga, yaksha serta seluruh anggota pesamuan agung itu, seraya berkata: ‘Perhatikanlah dengan baik! Kini akan ku buat persembahan yang lebih lanjut kepada relik‐relik Buddha Kandravimalasuryaprabasasri.’ “Kemudian dihadapan 84,000 stupa‐stupa tersebut, ia membakar nyala ke 2 lengannya dengan ratusan tanda‐tanda karunianya selama 72,000 tahun sebagai persembahan. Hal demikian menyebabkan mereka yang menghendaki Kendaraan Sravaka, beserta asamkhyeya manusia yang tak terjumlah, berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, dan semuanya berhasil mencapai samadhi Sasvarupasandarsana (Penjelmaan Segala Rupa). “Pada saat itu para Bodhisatva, dewata, manusia, asura dan lainnya yang menyaksikan hal tersebut menjadi terkejut dan bersedih hati, seraya berkata: ‘Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana adalah guru kami yang mengajar dan membina kami. Kini ia telah membakar lengannya sehingga tubuhnya tidak lagi utuh!’ “Kemudian ditengah‐tengah pesamuan agung itu, Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana berikrar: ‘Aku telah mempersembahkan ke 2 lenganku. Maka aku kelak memperoleh raga keemasan Buddha. Jika hal demikian benar dan tidak salah, maka ke 2 lenganku akan tumbuh kembali seperti semula!’ “Seketika itu ke 2 lengannya tumbuh kembali dengan sendirinya. Karena betapapun juga Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang melimpah dan mendalam. Pada saat itu alam tersebut bergoncang dalam 6 cara berbeda. Dari langit turun bertaburkan
bunga‐bunga permata. Seluruh dewata dan manusia mengalami apa yang belum mereka alami sebelumnya.” Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna: “Bagaimanakah pendapatmu? Siapakah Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana ini? Ia tidak melainkan Bodhisatva Bhaisajaraja sendiri! Ia telah mempersembahkan tubuhnya sedemikian cara berulang kali hingga ratusan, ribuan, puluhan ribu koti nayuta yang tak terhitung banyaknya. “Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna, jika seseorang telah bertekad akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, maka biarlah ia membakar satu jarinya atau satu ibu jari kakinya sebagai persembahan kepada Sang Buddha. Persembahan Dharma demikian melampaui persembahan berupa negeri, kota, istri, anak, maupun pegunungan, hehutanan, sungai dan danau dari milyaran dunia beserta segala harta benda didalamnya (sebab Sang Buddha tiada lagi ke‐aku‐an. Namun Beliau berkehendak agar kita mencapai KeBuddhaan). Meski seseorang memenuhi seluruh milyaran dunia dengan 7 benda berharga sebagai persembahan kepada Sang Buddha maupun kepada para Bodhisatva, Pratyekabuddha dan Arahat, akan tetapi manfaat yang diperolehnya tidak sepadan dengan mereka yang menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, meski hanya 4 kalimat syair dari Sutra Teratai! Menerima dan menjunjungi Sutra Teratai menghasilkan berkah pahala yang paling melimpah! (Sebab mereka kelak mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi) “Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Diantara saluran air, sungai, hulu dan air lainnya, maka samodra ialah yang terdalam. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini ialah yang terdalam dan terkemuka. Demikian juga, diantara pegunungan, yaitu Pegunungan Bumi, Pegunungan Hitam, Pegunungan Lingkaran Besi Kecil, Pegunungan Lingakaran Besi Besar, Pegunungan 10 Harta Karun, Pegunungan lain‐ lainya, maka Gunung Sumeru ialah yang tertinggi. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini ialah yang tertinggi dan terkemuka. Demikian juga, diantara bintang‐bintang, maka rembulan ialah yang paling cemerlang. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini ialah yang paling cemerlang dan terkemuka. Seperti halnya dengan Sang surya mentari yang dapat menyirnakan segala kegelapan, maka begitu pula dengan Sutra Teratai ini yang dapat menyirnakan segala kegelapan batin. “Demikian juga, diantara semua raja, maka raja Cakravartin (Pemutar Roda Dharma) adalah yang termulia. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini ialah yang termulia dan terkemuka. Demikian juga, diantara dewata kesurgaan 33 (Surga Trayastrimsha. 1 ditengah + 32 disekelilingnya), maka Sang Sakra adalah yang paling berkuasa. Begitu pula dengan Sutra Teratai ini yang merupakan raja dari segala Sutra. Lagi, seperti halnya raja kesurgaan Maha Brahma adalah bapak bagi segenap mahluk. Begitu pula dengan Sutra Teratai ini yang merupakan bapak bagi segenap Sravaka baik Saiksha (pelajar) maupun Asaiksha (terpelajar), arif bijaksana (Pratyekabuddha) dan mereka yang berbodhicita (Bodhisatva). Demikian juga, diantara seluruh umat awam, maka 1.Srotaapanna 2.Sakridagamin 3.Anagamin 4.Arahat dan 5.Pratyekabuddha adalah yang terkemuka. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai inilah yang terkemuka. Seseorang yang dapat menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini juga merupakan orang yang terkemuka diantara para mahluk. Demikian juga, diantara seluruh Sravaka dan PratyekaBuddha, maka Bodhisatva adalah yang
terkemuka. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini merupakan Sutra yang terkemuka. Lagi, seperti halnya Buddha adalah raja dari segala Dharma. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini merupakan raja dari segala Sutra. (Sebab Sutra ini menunjukkan Jalan KeBuddhaan) “Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Sutra ini dapat menyelamatkan segenap mahluk. Sutra ini dapat menyebabkan segenap mahluk terbebas dari segala macam derita maupun kesengsaraan. Sutra ini dapat memberi manfaat yang melimpah ruah bagi segenap mahluk, mengabulkan keinginan mereka, seperti halnya kolam jernih yang dapat memuaskan kehausan mahluk (bila diminum, bila dipraktekkan). Sutra ini bagaikan api bagi ia yang kedinginan, pakaian bagi ia yang telanjang, pemimpin bagi rombongan pedagang, ibu bagi seorang anak, perahu bagi ia yang hendak menyebrangi laut, tabib bagi seorang sakit, lampu bagi ia yang dalam kegelapan, harta karun bagi seorang miskin, raja bagi rakyat dan peta bagi pengembara laut. Sutra ini bagaikan obor yang menyirnakan segala kegelapan. Demikianlah Sutra Teratai ini. Sutra ini dapat menyirnakan segala kerisauan, segala penyakit dan derita. Sutra ini dapat melepaskan segala ikatan samsara. “Jika seseorang mendengar Sutra Teratai ini, jika ia menulisnya sendiri serta menyebabkan orang lain menulisnya, maka manfaat yang diperolehnya tiada terukur bahkan dengan kebijaksanaan Buddha. Jika seseorang menulis Sutra Terata ini dan memuliakannya dengan bebungaan, dedupaan, kalungan, dupa bakar, bubuk dedupaan, salep dedupaan, bendera, tirai, jubah, bermacam‐macam lampu seperti lampu mentega, lampu minyak, lampu haruman, lampu minyak bunga champaka, lampu minyak bunga sumana, lampu minyak bunga patala, lampu minyak bunga varshika maupun lampu minyak bunga navamalika, maka manfaat berkah pahala yang diperolehnya tiada batasnya! (Karena ia kelak mencapai KeBuddhaan) “Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Bilamana terdapat mereka yang mendengar kisah tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini, maka akan diperolehnya manfaat berkah pahala yang tak terbatas dan tak terhingga. Jika terdapat seorang wanita yang mendengar bab tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini, kemudian dapat menerimanya dengan penuh keyakinan serta menjunjunginya, maka ia tidak akan lagi terlahir dalam tubuh seorang wanita. “Sesudah kemokshaanKu nanti, didalam masa akhir 500 tahun (tahun ke 2,000‐2,500 setelah meninggalnya Sang Buddha), bilamana seorang wanita mendengar Sutra ini dan melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan, maka pada akhir hidupnya, ia akan segera menuju ke alam suci Damai dan Bahagia, dimana Buddha Amitayus dikelilingi oleh para Bodhisatva agung. Dan disana ia akan terlahir secara transformasi dari bunga teratai. Ia tidak akan lagi ternodai oleh ketamakan, kemelekatan, kebencian, kemarahan, kebodohan, ketidaktahuan, keangkuhan, kecemburuan dan sebagainya. Ia akan memperoleh daya gaib keBodhisatvaan dan menyadari kesunyataan akan segala perwujudan, sehingga daya penglihatannya menjadi bersih sempurna. Dengan daya penglihatan demikian, ia akan melihat para Buddha Tathagata sejumlah pasir di 712 ribu koti nayuta sungai Gangga. “Pada saat itu para Buddha Tathagata akan bersama‐sama memujinya dari kejauhan, seraya berkata: ‘Bagus sekali, bagus sekali, putera baik! Ditengah‐tengah masa Dharma Buddha Shakyamuni, engkau dapat menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan dan merenungkan Sutra ini, serta memakluminya kepada para mahluk. Berkah pahala yang engkau peroleh tiada batasnya, tiada akan
terbakar oleh api (kemarahan) maupun terhanyut oleh air (keserahkaan). Demikianlah manfaat berkah pahalamu sehingga seribu Buddha pun tidak akan tuntas dalam mentuturkannya. Kini engkau telah berhasil menaklukkan mara maupun tentaranya mara. Segala permusuhan dan dendam terhadapmu telah sirna (penagih utang karma telah memaafkannya). Wahai putera baik! Seratus, seribu Buddha akan bersama‐sama melindungimu. Diantara seluruh dunia para dewata dan manusia, tiada yang dapat menyamaimu. Terkecuali Sang Tathagata, tiada Sravaka, Pratyekabuddha maupun Bodhisatva yang dapat menyamai daya kebijaksanaan dan tingkat samadhimu!’ “Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Demikianlah manfaat dan daya kebijaksanaan yang diraih olehnya. “Bilamana terdapat seseorang yang mendengar bab tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini, kemudian dapat menerimanya dengan penuh gembira serta memujinya, maka dikehidupan ini juga mulutnya akan senantiasa menebarkan heharuman bunga teratai biru dan pori‐pori dari seluruh tubuhnya akan senantiasa menebarkan heharuman kayu cendana. Demikianlah manfaat berkah pahalanya. “Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Kini Aku percayakan kepadamu bab tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini. Sesudah kemokshaanKu nanti, didalam masa akhir 500 tahun (masa sekarang ini), sebarluaskanlah ke seluruh Jambudvipa (dunia Saha ini) dan janganlah sampai terputus. Jangan membiarkan mara serta tentaranya mara, para dewata, naga dan yaksha maupun iblis khumbhanda memperoleh kesempatannya! “Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Lindungilah Sutra ini dengan daya kekuatan gaibmu. Mengapa? Karena betapapun juga Sutra ini merupakan obat bagi segala macam penyakit di Jambudvipa. Jika seseorang terjangkit penyakit dapat mendengar Sutra ini, maka penyakitnya akan segera sembuh. Ia tidak akan mengalami (derita) usia tua ataupun (derita) kematian. “Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Bilamana engkau melihat seseorang yang menerima dan menjunjungi Sutra ini, maka muliakanlah ia dengan segala macam bebungaan dan wewangian. Kemudian renungkanlah demikian: ‘Tidak lama lagi, ia akan maju ke Teras KeBodhian dan menaklukkan tentaranya mara. Kemudian ia akan meniup nafiri Dharma, menabuh genderang Dharma serta membebaskan segenap mahluk dari lautan samsara!’ “Oleh karenanya, ketika melihat seseorang menerima dan menjunjungi Sutra ini, maka berilah ia penghormatan dan sanjungan yang sedemikian.” Ketika bab tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini diceritakan, 84,000 Bodhisatva mencapai dharani Pemahaman Segala Bahasa. Dari tengah‐tengah langit, Buddha Prabhutaratna memuja Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali, Sang Naksatraraja! Engkau telah meraih manfaat berkah pahala yang tak terhingga dalam mempertanyakan Buddha Shakyamuni mengenai peristiwa ini, sehingga menguntungkan para mahluk yang tiada hitungan!” (Para mahluk pada saat itu, sekarang dan mendatang)
Bab 24 Gadgasvara Kemudian Buddha Shakyamuni memancarkan sinar cahaya dari urnaNya (lingkaran rambut putih ditengah‐tengah kedua alisnya) yang menerangi seluruh Buddhaloka diarah timur sejumlah pasir di 180 ribu koti nayuta sungai Gangga. Jauh disebrang dunia‐dunia tersebut, terdapat sebuah dunia bernama Vairokanarasmipratimandita (Berhiaskan Kecemerlangan Suci). Di alam tersebut terdapat Sang Buddha yang bergelar Kamaladalavimalanashatrarajasankusumitabhigna (Kebijaksanaan Raja Kumpulan Bunga Suci), 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Pada saat itu, Beliau dikelilingi oleh sejumlah para Bodhisatva yang memuliakanNya dan demi mereka semua Beliau menceramahkan Dharma. Pancaran sinar cahaya dari Buddha Shakyamuni menerangi seluruh alam itu. Didalam alam tersebut terdapat Bodhisatva bernama Gadgasvara (Suara Menakjubkan), yang telah kian lama menanam akar kebajikan, melayani serta memuliakan ratusan, ribuan, puluhan ribu koti para Buddha yang tak terjumlah. Bodhisatva Gadgasvara telah berhasil mencapai beraneka ragam samadhi, yaitu samadhi Bendera Kemenangan Menakjubkan, Bunga Dharma, Bajik Suci, Kumpulan Aktif, Tiada Syarat, Tanda Kebijaksanaan, Pemahaman Segala Bahasa, Perkumpulan Segala Manfaat, Kemurnian, Daya Kegaiban, Obor Kebijaksanaan, Raja Berhiaskan, Kilauan Suci, Gudang Kesucian, Tiada Tara dan Kitaran Mentari. Ia telah memperoleh seluruh samadhi ini sejumlah pasir di ratusan, ribuan, puluhan ribu koti sungai Gangga. Ketika pancaran sinar cahaya Buddha Shakyamuni menerangi raga Bodhisatva Gadgasvara, ia segera berkata kepada Buddhanya: “Yang Maha Agung! Kini aku harus mengujungi dunia Saha, memuliakan Buddha Shakyamuni, serta menjumpai Bodhisatva Manjushri, pangeran Dharma, Bodhisatva Bhaisajaraja, Bodhisatva Pradanasura (Semangat Berdana), Bodhisatva Nakshatrarajasankusumitabhigna (Kumpulan Raja Bunga), Bodhisatva Visishtakaritra (Niat Sempurna), Bodhisatva Vyuharaja (Raja Berhiaskan) dan Bodhisatva Bhaisajarajasamudgata (Pengobat Terunggul).” Kemudian Buddha Kamaladalavimalanashatrarajasankusumitabhigna menjawab Bodhisatva Gadgasvara, seraya berkata: “Jangan memandang remeh dunia Saha itu (karena betapapun juga dunia Saha ini adalah alam suci Buddha Shakyamuni, bab 16), meskipun buminya tidak rata dan penuh kekotoran. Buddha Shakyamuni nampak bertubuh kecil dan begitu pula dengan para BodhisatvaNya. Sedang ragamu setinggi 42,000 yojana. Lebih‐lebih lagi ragaKu yang setinggi 6,800,000 yojana. Ragamu sempurna dengan ratusan, ribuan, puluhan ribu karunia dan kecemerlangan yang menakjubkan. Oleh karenanya, janganlah memandang remeh Buddha Shakyamuni dan para BodhisatvaNya ketika engkau mengunjungi dunia Saha itu.” Bodhisatva Gadgasvara berkata kepada Buddhanya: “Yang Maha Agung! Kunjungan ku ke dunia Saha ialah semata‐mata berkat daya kegaiban Buddha Shakyamuni, sebagai hiasan untuk jasa pahala dan kebijaksanaanNya.” Seketika itu, Bodhisatva Gadgasvara memasuki samadhi tanpa bangkit dari duduknya maupun menggerakkan raganya. Dengan daya gaib samadhi, ia memunculkan 84,000 bunga teratai permata tidak jauh dari gunung Gridhrakuta, yang semuanya berbatang keemasan Jambunada, berdaun perak putih, berbenang sari intan dan berkelopak manikam kimshuka.
Pada saat itu pangeran Dharma Manjushri yang melihat (dengan mata batinnya) bunga‐bunga teratai itu, berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Apakah sebab musabab munculnya bunga‐ bunga teratai ini, yang semuanya berbatang keemasan Jambunada, berdaun perak putih, berbenang sari intan dan berkelopak manikam kimshuka?” Buddha Shakyamuni menjawab Bodhisatva Manjushri: “Bodhisatva Gadgasvara disertai 84,000 para Bodhisatva pendampingnya, berhasrat untuk meninggalkan alam BuddhaNya Kamaladalavimalanakshatrarajasankusumitabhigna untuk datang berkunjung ke dunia Saha ini, dan memuliakanKu. Ia berhasrat pula mendengarkan dan memuliakan Sutra Teratai.” Bodhisatva Manjushri berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Apakah akar‐akar kebajikan yang telah ditanam oleh Bodhisatva Gadgasvara? Apakah manfaat yang telah dibinanya sehingga ia dapat memperagakan kegaiban sedemikian (memunculkan bunga‐bunga teratai)? Apakah samadhi yang dilaksanakannya? Sudilah kiranya Beliau menjelaskannya. Karena betapapun juga kami berkehendak untuk mencapainya pula. Dengan demikian, kami akan dapat mengamati rupa dan segi Bodhisatva Gadgasvara, serta prilaku dan tindak tanduknya. Sudilah kiranya Beliau mengundang Bodhisatva Gadgasvara untuk datang kemari agar kami dapat menjumpainya.” Buddha Shakyamuni berkata kepada Bodhisatva Manjushri: “Buddha Prabhutaratna (Harta Melimpah, bab 11) akan mempertunjukkan raganya kepadamu.” Kemudian Buddha Prabhutaratna menyapa Bodhisatva Gadgasvara, seraya berkata: “Wahai putera baik! Datanglah kemari. Pangeran Dharma Sang Manjushri berhasrat menjumpaimu.” Seketika itu juga Bodhisatva Gadgasvara tiba‐tiba menghilang dari alamnya, dan didampingi oleh ke 84,000 Bodhisatva, ia muncul didunia Saha ini. Semua dunia yang dilaluinya bergoncang dalam 6 cara berbeda, sedang bunga‐bunga teratai dari 7 permata turun bertaburkan, dan ratusan ribu alunan musik kesurgaan bermainkan (sendirinya). Mata dari Bodhisatva Gadgasvara besar dan lebar bagaikan dedaunan teratai biru. Ratusan, ribuan, puluhan ribu rembulan pun tiada dapat menyamai kesempurnaan wajahnya. Raganya berkeemasan murni, disertai ratusan ribu tanda karunia yang tak terbatas. Dengan kewibawaan dan kebajikan agung, raganya yang gemerlapan memancarkan beraneka ragam sinar cahaya, sempurna dengan tanda‐tanda khusus. Tubuhnya kekar bagaikan Narayana (dewata kesurgaan bertubuh kekar). Mengendarai menara 7 benda berharga, ia terbang ke langit setinggi 7 pohon tala. Kemudian dengan kelompok para Bodhisatvanya, ia menuju ke gunung Gridhrakuta didunia Saha ini. Sesudah tiba di dunia Saha, ia melangkah turun dari menara 7 permatanya, pergi menghadap Buddha Shakyamuni, bersujud dikakiNya, mempersembahkanNya kalung seharga ratusan ribu, dan kemudian menyapa Sang Buddha seraya berkata: “Yang Maha Agung! Buddha Kamaladalavimalanashatrarajasankusumitabhigna berhasrat menanyakan tentangMu. Apakah Beliau baik‐baik saja? Apakah Beliau nyaman sentosa? Apakah ke 4 unsur dalam tubuhMu dalam keadaan harmonis? Apakah Beliau sanggup menghadapi masalah‐masalah didunia Saha? Apakah para mahluk mudah diselamatkan? Tidakkah mereka ternodai oleh ketamakan, kebencian, kebodohan, kecemburuan, kekikiran dan ketidaktahuan? Apakah mereka menyayangi kedua orang tuanya? Apakah mereka mempunyai hormat terhadap shramana (petapa)? Tidakkah mereka berpandangan keliru dan bertindak angkara? Sanggupkah mereka mengendalikan ke 5 emosinya (5 ketamakan)? Yang Maha Agung! Mampukah mereka menaklukkan kejahatan mara (iblis)? Sudahkah Buddha Prabhutaratna yang telah kian lama moksha datang dalam stupa 7 permataNya untuk mendengarkan Dharma? Buddha Kamaladalavimalanashatrarajasankusumitabhigna berhasrat
menanyakan pula tentang Buddha Prabhutaratna, apakah Beliau tenteram, nyaman, tanpa penyakit, tabah dan berkenan untuk tinggal lama? Yang Maha Agung! Aku berhasrat melihat raga Buddha Prabhutaratna. Sudilah kiranya Sang Buddha menampakkanNya kepada kami!” Kemudian Buddha Shakyamuni menyapa Buddha Prabhutaratna, seraya berkata: “Bodhisatva Gadgasvara berkenan menjumpaiMu.” Kemudian Buddha Prabhutaratna menyapa Bodhisatva Gadgasvara, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali! Engkau telah datang kemari untuk memuliakan Buddha Shakyamuni, mendengar Dharma Sutra Teratai, serta menjumpai Sang Manjushri dan lainnya.” Seketika itu Bodhisatva Padmasri (Kebajikan Bunga) bertanya kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Sudilah kiranya Beliau menceritakan sedikit tentang Bodhisatva Gadgasvara. Apakah akar kebajikan yang telah ditanam oleh Bodhisatva Gadgasvara? Apakah manfaat yang telah dibina Bodhisatva Gadgasvara sehingga ia memiliki kegaiban sedemikian?” Sang Buddha menjawab Bodhisatva Padmasri, seraya berkata: “Dahulu silam terdapat Sang Buddha yang bergelar Megadundubhisvararaja (Raja Suara Gunturan Awan) Tathagata, Arahat, Samyak‐ Sambuddha. Alamnya disebut Sarvabuddhasandarsana (Penampakkan Segala Dunia), sedang kalpanya disebut Priyadarsana (Digemari). Selama 12,000 tahun, Bodhisatva Gadgasvara memainkan ratusan ribu alunan musik sebagai pujaan kepada Buddha Megadundubhisvararaja, dan mempersembahkanNya pula 84,000 mangkok dari 7 benda berharga. Berkat sebab musabab tersebut, ia telah terlahir di alam Buddha Kamaladalavimalanashatrarajasankusumitabhigna, serta memperoleh daya kekuatan gaib demikian. “Wahai Padmasri! Bagaimanakah pendapatmu? Bodhisatva yang pada saat itu membuat pujaan‐ pujaan demikian kepada Buddha Megadundubhisvararaja – Tidakkah engkau mengenalnya? Ia tidak melainkan Bodhisatva Mahasatva Gadgasvara yang kini hadir dihadapanKu! “Wahai Padmasri! Bodhisatva Gadgasvara telah melayani serta memberi pujaan kepada sejumlah para Buddha yang tak terhitung. Semenjak dahulu silam, ia telah menanam banyak akar kebajikan dan menjumpai ratusan, ribuan, puluhan ribu koti nayuta Buddha sejumlah pasir di sungai Gangga. “Wahai Padmasri! Ketahuilah bahwa Bodhisatva Gadgasvara menjelma dalam segala wujud dan menceramahkan Sutra ini kepada para mahluk diberbagai tempat yang berbeda‐beda. Terkadang ia menjelma sebagai raja surga KeBrahmaan, dewata Sakra, dewata Isvara, dewata Mahesvara, jenderal dewata maha perkasa, raja dewata Vaisravana, raja Cakaravartin (Pemutar Roda Dharma), raja‐raja kecil (kepala negara), orang kaya, tuan rumah, kepala menteri, Brahmana (bangsawan), bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, istri orang kaya, istri kepala menteri, istri Brahmana, anak laki‐laki (perjaka), anak perempuan (perawan), dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia. Dengan demikian, ia menceramahkan Sutra ini. Para mahluk di alam neraka, setan lapar, hewan dan sebagainya yang dalam keadaan sengsara, semuanya diselamatkan. Demi para prameswari dalam istana kerajaan, ia pun menjelma sebagai wanita dan menceramahkan Sutra ini kepada mereka. “Wahai Padmasri! Bodhisatva Gadgasvara dapat menyelamatkan dan melindungi beraneka ragam mahluk di dunia Saha. Bodhisatva Gadgasvara menjelma dalam berbagai rupa, menampakkan dirinya dalam berbagai wujud untuk menceramakan Sutra ini kepada para mahluk. Namun demikian, daya kekuatan gaib dan kebijaksanaannya tiada pernah surut. Ia (Bodhisatva Gadgasvara) memancarkan
sinar kebijaksanaannya sehingga segenap mahluk di dunia Saha dapat memperoleh pemahaman sempurna dan begitu pula dalam dunia di 10 penjuru alam semesta yang jumlahnya bagaikan pasir di sungai Gangga. “Bilamana wujud Sravaka diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai Sravaka dan menceramahkan Dharma. Bilamana wujud Pratyekabuddha diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai Pratyekabuddha dan menceramahkan Dharma. Bilamana wujud Bodhisatva diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai Bodhisatva dan menceramahkan Dharma. Bilamana wujud Buddha diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai Buddha dan menceramahkan Dharma. Bodhisatva Gadgasvara menjelma dalam beraneka ragam wujud sesuai dengan apa yang diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk. Bilamana kemokshaan diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia mewujudkan kemokshaan. “Wahai Padmasri! Bodhisatva Mahasatva Gadgasvara telah memperoleh daya kekuatan maha gaib serta daya kebijaksanaan sehingga ia dapat berbuat demikian.” Pada saat itu Bodhisatva Padmasri berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Bodhisatva Gadgasvara telah menanam akar‐akar kebajikan yang mendalam. Yang Maha Agung! Samadhi apakah yang dilaksanakan Bodhisatva Gadgasvara sehingga ia dapat mewujudkan penjelmaan‐penjelmaan demikian untuk menyelamatkan para mahluk?” Sang Buddha menjawab Bodhisatva Padmasri: “Wahai putera baik! Samadhi tersebut ialah Sarvarupasandarsana (Penjelmaan Segala Perwujudan). Bodhisatva Gadgasvara, dengan daya samadhi demikian, menguntungkan para mahluk yang tak terhitung.” Ketika Sang Buddha menceritakan kisah tentang Bodhisatva Gadgasvara ini, 84,000 Bodhisatva pendampingnya, semuanya mencapai samadhi Penjelmaan Segala Wujud, dan begitu pula dengan seluruh kelompok Bodhisatva yang telah hadir dalam dunia Saha ini. Sesudah memuliakan Buddha Shakyamuni dan stupa Prabhutaratna, Bodhisatva Gadgasvara pulang kembali ke alamnya. Semua dunia yang dilaluinya bergoncang dalam 6 cara berbeda, sedang bunga‐bunga teratai turun bertaburkan, dan ratusan, ribuan, puluhan ribu koti alunan musik bermainkan dengan sendirinya. Sesudah tiba di alamnya, Bodhisatva Gadgasvara disertai 84,000 Bodhisatva pendampingnya maju ke hadapan Buddha Kamaladalavimalanashatrarajasankusumitabhigna dan menyapaNya, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Aku telah berkunjung ke dunia Saha, menguntungkan para mahluk, menjumpai Buddha Shakyamuni dan Buddha Prabhutaratna, serta menyanjung dan memuliakanNya. Aku menjumpai pula Bodhisatva Manjushri, pangeran Dharma, serta Bodhisatva Bhaisajaraja, Bodhisatva Pradanasura dan lainnya. Aku telah pula menyebabkan ke 84,000 Bodhisatva ini mencapai samadhi Penjelmaan Segala Wujud.” Ketika Sang Buddha menceritakan kisah tentang Bodhsitva Gadgasvara ini, 42,000 putera‐putera dewata mencapai tingkat Kebenaran Tiada Lahir, sedang Bodhisatva Padmasri mencapai samadhi Dharma Bunga Teratai.
Bab 25 Avalokitesvara (Dewi Kwan Im) Pada saat itu Bodhisatva Akshayamati bangkit dari duduknya, membentangkan pundak kanannya (sebagai penghormatan), kemudian dengan tangan terkatup menghadap ke arah Sang Buddha, seraya bertanya: “Yang Maha Agung! Mengapakah Bodhisatva ini dijuluki sebagai Avalokitesvara (Pegamat Suara Dunia)?” Sang Buddha menjawab Bodhisatva Akshayamati: “Wahai putera baik! Bilamana ratusan, ribuan, puluhan ribu koti mahluk sedang mengalami penderitaan dan percobaan, dan bilamana mereka mendengar nama dari Bodhisatva Avalokitesvara dan dengan sepenuh hati menyebut namanya, maka dengan segera ia (Avalokitesvara) akan mengamati suara‐suara tersebut dan mereka (mahluk) akan terbebas dari penderitaannya. “Bilamana seseorang terjatuh ke dalam lautan api, dan jika ia dengan penuh keyakinan menyebut nama dari Bodhisatva Avalokitesvara, maka berkat daya kekuatan gaib Bodhisatva ini, api itu tiada akan dapat mencederainya. Bilamana seseorang terhanyut oleh ombak banjir, dan seketika itu ia menyebut nama dari Bodhisatva ini, maka segera ia akan terbawa ke tempat yang dangkal dan aman. “Bilamana terdapat ratusan, ribuan, puluhan ribu koti mahluk yang hendak menyebrangi lautan samodra untuk mencari emas, perak, lapis lazuli, batu bulan, batu mulia, mutiara dan cornelian dan harta benda lainnya, dan seandainya badai hitam meniup kapal nya ke kawasan iblis raksasa. Jika diantaranya, terdapat seseorang yang menyebut nama dari Bodhisatva Avalokitesvara, maka seluruh rombongan itu akan terbebas dari aniaya iblis‐iblis raksasa tersebut. Oleh karenanya, ia (Avalokitesvara) disebut Pengamat Suara Dunia. “Bilamana terancam oleh serangan, ia menyebut nama dari Bodhisatva Avalokitesvara, maka pedang dan pisau penyerang akan segera hancur lebur sehingga ia terselamatkan dari mara bahaya. “Bilamana yaksha dan raksasa dari milyaran dunia dengan niat buruk mendatanginya, dan jika mereka mendengarnya menyebut nama dari Bodhisatva Avalokitesvara, maka iblis‐iblis jahanam itu tiada akan dapat melihatnya, lebih‐lebih mencelakainya. “Seandainya seseorang, baik bersalah ataupun tidak, dipenjara dan terbelenggu oleh rantai besi. Jika ia menyebut nama dari Bodhisatva Avalokitesvara, maka segera rantainya akan terputus sehingga ia terbebas. “Seandainya disuatu tempat terpenuhi oleh para bandit, terdapat rombongan pedagang yang hendak membawa harta karun melewati sepanjang jalan curam berbahaya, dan jika seseorang diantaranya meneriakkan: ‘Putera‐puteri baik, janganlah khawatir! Sebutlah dengan sepenuh hati nama dari Bodhisatva Avalokitesvara. Bodhisatva ini dapat menganugerahi keberanian kepada para mahluk. Dengan menyebut namanya, kalian akan terselamatkan dari perampok ini.’ Ketika rombongan pedagang mendengar demikian, mereka bersama‐sama berteriak dengan suara lantang: ‘Namo Bodhisatva Avalokitesvara!’ Dengan demikian, mereka akan segera memperoleh kebebasan. Wahai Bodhisatva Akshayamati! Demikianlah daya kekuasaan dan kegaiban Bodhisatva Avalokitesvara! “Bilamana terdapat mereka yang terbelenggu oleh kebirahian dan kemelekatan, maka biarlah mereka dengan setulusnya dan penuh hormat senantiasa merenungkan keagungan Bodhisatva Avalokitesvara, maka mereka akan terbebas dari jaringan belenggu. Bilamana terdapat para mahluk
yang terselimuti oleh api kemarahan dan kebencian, maka biarlah mereka dengan setulusnya dan penuh hormat senantiasa merenungkan keagungan Bodhisatva Avalokitesvara, maka mereka akan terbebas dari api kemarahannya. Bilamana terdapat para mahluk yang ternodai oleh kebodohan dan ketidaktahuan, maka biarlah mereka dengan setulusnya dan penuh hormat senantiasa merenungkan keagungan Bodhisatva Avalokitesvara, maka mereka akan terbebas dari kebodohannya. “Wahai Bodhisatva Akshayamati! Bodhisatva Avalokitesvara memiliki sedemikian kekuasaan dan kegaiban, dan ia dapat menganugerahi beraneka ragam manfaat. Oleh karenanya, renungkanlah ia (Avalokitesvara) dengan sepenuh hati. “Bilamana terdapat seorang wanita yang menginginkan seorang putera, memuliakan Bodhisatva Avalokitesvara, maka ia akan dikaruniai seorang putera yang berkebajikan dan berkebijaksanaan. Bilamana terdapat seorang wanita, yang menginginkan seorang puteri, memuliakan Bodhisatva Avalokitesvara, maka ia akan dikaruniai seorang puteri yang rupawan, berkebajikan serta digemari dan dihormati oleh orang banyak. “Wahai Bodhisatva Akshayamati! Bodhisatva Avalokitesvara memiliki kekuasaan yang sedemikian. Bilamana terdapat mereka yang memuliakan Bodhisatva Avalokitesvara, maka upayanya tidak akan tersia‐siakan dan keberuntungan yang diperolehnya tidaklah sekelumit. Maka sudah sepantasnya kalian semua menerima dan menjunjungi nama dari Bodhisatva Avalokitesvara. “Wahai Bodhisatva Akshayamati! Seandainya terdapat seseorang yang menjunjungi nama dari para Bodhisatva sejumlah pasir di 62 koti sungai Gangga, dan semasa hidupnya, ia memuliakannya dengan derma berupa 1.Santapan dan minuman 2.Pakaian 3.Perabotan tidur, dan 4.Obat‐obatan. Bagaimanakah pendapatmu? Tidakkah putera‐puteri baik demikian memperoleh banyak manfaat?” Bodhisatva Akshayamati menjawab: “Tentunya banyak sekali, Yang Maha Agung!” Sang Buddha melanjutkan: “Seandainya terdapat seseorang yang menerima dan menjunjungi nama dari Bodhisatva Avalokitesvara, memuliakannya meski hanya sekali. Maka manfaat berkah pahala yang diperoleh ke 2 orang ini adalah sama tanpa perbedaan. Selama ratusan, ribuan, puluhan ribu koti kalpa pun, tidak akan usai. Wahai Bodhisattva Akshayamati! Bilamana seseorang menerima dan menjunjungi nama dari Bodhisatva Avalokitesvara, maka akan diraihnya manfaat berkah pahalah yang tak terbatas!” (Hingga manfaat berkah pahala keBuddhaan) Bodhisatva Akshayamati berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Bagaimanakah Bodhisatva Avalokitesvara berkelena dalam dunia Saha ini? Bagaimanakah ia menceramahkan Dharma kepada para mahluk? Jalan kebijaksanaan apakah yang diterapkannya?” Sang Buddha menjawab Bodhisatva Akshayamati: “Wahai putera baik! Bilamana wujud KeBuddhaan diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai Buddha dan menceramahkan Dharma kepada mereka. Bilamana wujud KePratyekabuddhaan diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai Pratyekabuddha dan menceramahkan Dharma kepada mereka. Bilamana wujud Sravaka diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai Sravaka dan menceramahkan Dharma kepada mereka. Bilamana wujud raja surga KeBrahmaan, dewata Sakra, dewata Isvara, dewata Mahesvara, jenderal dewata maha perkasa, raja dewata Vaisravana, raja Cakaravartin (Pemutar Roda Dharma), raja‐raja kecil (kepala negara), orang kaya, tuan rumah, kepala menteri, Brahmana (bangsawan), bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, istri orang kaya, istri kepala menteri, istri Brahmana, anak laki‐laki (perjaka), anak perempuan (perawan), dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia
diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai semua ini (sekaligus pada waktu bersamaan) dan menceramahkan Dharma kepada mereka. Bilamana wujud dewata pemegang Vajra diperlukan untuk menyelamatkan para mahluk, maka ia menjelma sebagai dewata pemegang Vajra dan menceramahkan Dharma kepada mereka. “Wahai Bodhisatva Akshayamati! Bodhisatva Avalokitesvara telah meraih manfaat yang sedemikian rupa, menampakkan diri dalam berbagai macam wujud, berkelena kian kemari demi menyelamatkan para mahluk. Maka sudah sepatutnya kalian dengan sepenuh hati memuliakannya (Bodhisatva Avalokitesvara). Bodhisatva ini dapat menganugerahi keberanian bagi mereka yang dalam mara bahaya. Oleh karenanya, ia disebut Penganugerah Keberanian.” Bodhisatva Akshayamati berkata kepada Sang Buddha: “Baiklah, Yang Maha Agung! Kini aku harus memberi persembahan kepada Bodhisatva Avalokitesvara.” Kemudian ia melepaskan sebuah kalung mutiara seharga ratusan ribu emas dan mempersembahkannya kepada Bodhisatva Avalokitesvara, seraya berkata: “Tuan! Sudilah kiranya engkau menerima kalung ini sebagai persembahan dalam Dharma.” Akan tetapi, Bodhisatva Avalokitesvara menolaknya. (Karena hormatnya terhadap Buddha Shakyamuni dan Buddha Prabhutaratna, Bodhisatva Avalokitesvara tidak berkenan untuk menerima persembahan terlebih dahulu) Bodhisatva Akshayamati bermohon kembali kepada Bodhisatva Avalokitesvara, seraya berkata: “Tuan! Kasihanilah kami dan terimalah persembahan kalung ini.” Kemudian Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Avalokitesvara: “Demi Bodhisatva Akshayamati dan ke 4 golongan pengikut, para dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia, terimalah persembahan kalung ini.” Karena berbelas kasih terhadap para mahluk, Bodhisatva Avalokitesvara menerima persembahan kalung tersebut dan membaginya menjadi 2 bagian. Yang satu ia persembahkan kepada Buddha Shakyamuni dan yang satunya lagi ia persembahkan kepada Buddha Prabhutaratna. Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Akshayamati: “Wahai putera baik! Demikianlah daya kekuasaan dan kegaiban Bodhisatva Avalokitesvara dalam pengembaraannya di dalam dunia Saha ini.” Kemudian Bodhisatva Akshayamati bertanya dengan syair: Yang Maha Agung sempurna dengan tanda‐tanda kemuliaanNya! Kini aku tanyakan kembali. Mengapakah putera Buddha ini disebut Avalokitesvara? Yang Maha agung menjawab Bodhisatva Akshayamati dengan syair: Dengarkanlah tindak‐tanduk Bodhisatva Avalokitesvara, sebagaimana ia menyelamatkan para mahluk. Ikrar kewelas asihannya yang mendalam bagaikan lautan samodra; Berkalpa‐kalpa telah terlewati, namun sulit dimengerti. (Kewelas asihan Bodhisatva Avalokitesvara tiada habisnya) Bodhisatva Avalokitesvara telah melayani ribuan koti para Buddha, berikrar agung dihadapan para Buddha tersebut.
Kini akan Ku ceritakan secara singkat kepada kalian – Ingatilah namanya. Amatilah raganya! Renungkanlah ia, tanpa menyia‐nyiakan waktu. Karena betapapun juga ia dapat melenyapkan segala derita. Seandainya seseorang mendorongmu kedalam lubang api. Renungkan dan sebutlah nama dari Bodhisatva Avalokitesvara, maka lubang api itu akan berubah menjadi kolam! Bilamana engkau terhanyut ditengah‐tengah samodra, dikepung oleh naga, ikan buas dan iblis‐iblis; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka gelombang ombak tiada akan dapat menelanmu. Seandainya engkau terdorong jatuh dari puncak gunung Sumeru; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka engkau akan terambang ditengah‐tengah langit seperti halnya Sang mentari! Seandainya terdesak oleh orang‐orang keji yang hendak mendorongmu jatuh dari gunung Permata; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka mereka tidak akan dapat mencelakaimu! Seandainya engkau terkepung oleh bandit‐bandit jahanam, masing‐masing hendak melukaimu dengan pisau; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka segera mereka akan berwelas asih! Seandainya mengalami perkara dengan hukum Sang raja, engkau dipenjara menjadi tahanan dan hendak dihukum mati; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka pedang sang algojo akan segera hancur lebur! Seandainya engkau dipenjara, terbelenggu oleh rantai besi; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka segera engkau akan terlepas bebas! Seandainya dengan kutukan dan racun, seseorang hendak mencederaimu; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka kutukan tersebut akan membalik pada pemulanya. Seandainya engkau terkepung oleh raksasa keji, naga berbisa, setan dan iblis lainnya; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka tiada yang akan berani melukaimu. Seandainya hewan‐hewan buas mengepungmu dengan taring dan cakaran yang menyeramkan; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka mereka akan segera mundur sendirinya. Seandainya ular buas dan kalajenking berbisa,
mendesakmu dengan nafas racun yang berkobrar; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka mereka akan segera kabur sendirinya. Seandainya awan mengguntur dan kilat bersambaran, hujan es dan hujan deras turun tiada henti‐hentinya; Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka segala malapetaka akan lenyap sendirinya. Daya kekuatan gaib Sang Bodhisatva Avalokitesva dapat menyelamatkan mahluk dari segala malapetaka. Karena betapapun juga ia sempurna dalam kegaibannya dan secara meluas menerapkan Jalan kebijaksanaan, menampakkan diri di 10 penjuru alam semesta. Segala macam penderitaan dan kesengsaraan, alam neraka, setan lapar dan hewan, maupun roda samsara hidup, tua, sakit dan mati – Segala belenggu, ia sedikit demi sedikit lenyapkan. Ia yang memiliki pandangan benar, pandangan suci, pandangan agung dan pandangan bijaksana, pandangan belas kasihan dan pandangan kewelas asihan – Senantiasa kami mengandalkan dan menyanjungnya. Kecemerlangan sinar cahayanya suci tak ternodai, bagaikan mentari kebijaksanaan yang menerangi kegelapan! Ia dapat menindas badai dan api kemalangan memancarkan sinarnya diseluruh dunia. Sila kewelas asihannya mengoncangkan kami bagaikan guntur. (Tiada yang tidak diselamatkan) Belas kasihannya bagaikan gumpalan awan besar, senantiasa menghujankan kesejukan Dharma, memadamkan api ketamakan dan keserahkaan. Ketika perkara hukum membawamu kehadapan Sang hakim, dan ketika terdesak ditengah‐tengah bala tentara, Renungkanlah akan kekuatan gaib Avalokitesvara, maka segala dendam dan kebencian akan segera lenyap. Suara Bodhisatva Avalokitesvara yang menakjubkan, bagaikan suara Brahma, suara gelombang – Suara Sang Avalokitesvara melampaui segala macam suara dunia. Oleh karenanya, senantiasa renungkanlah ia, pada setiap saat, tanpa menaruh ragu! Pengamat Suara Dunia, Sang arif bijaksana suci – Bagi mereka yang menderita dan dalam mara bahaya, Bodhisatva Avalokitesvara dapat memberi pertolongan. Sempurna dengan segala macam manfaat kemuliaan,
ia memandang segenap mahluk dengan penuh kasih sayang. Lautan berkah pahalanya tak terhingga dan tiada batasnya. Oleh karenanya, bersujudlah kepadanya! Seketika itu, Bodhisatva Dharanindhara (Pelindung Bumi) bangkit dari duduknya, maju ke hadapan Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Bilamana terdapat para mahluk yang mendengarkan kisah tentang Bodhisatva Avalokitesvara ini, mengenai penjelmaan dan kegaibannya, maka ketahuilah bahwa manfaat yang diperoleh mereka tidaklah sekelumit!” Ketika Sang Buddha menceritakan kisah tentang Bodhisatva Avalokitesvara ini, 84,000 orang didalam pesamuan agung itu, semuanya bertekad akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi.
Bab 26 Mantra Dharani Kemudian Bodhisatva Bhaisajaraja (Raja Pengobat) bangkit dari duduknya, membentangkan bahu kanannya (sebagai penghormatan) dan dengan tangan terkatup menghadap Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Bilamana terdapat putera‐puteri baik yang menerima dan menjunjungi Sutra Teratai, membaca dan menghafalkannya, meresapi maknanya serta menulisnya, maka berapa banyakkah manfaat berkah pahala yang diperolehnya?” Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Bhaisajaraja: “Bilamana putera‐puteri baik memuliakan para Buddha sejumlah pasir di 800 puluhan ribu koti nayuta sungai Gangga, bagaimanakah pendapatmu? Tidakkah banyak berkah pahala yang diperolehnya?” Bodhisatva Bhaisajaraja menjawab: “Banyak sekali! Yang Maha Agung.” Sang Buddha melanjutkan: “Bilamana terdapat putera‐puteri baik yang dapat menerima dan menjunjungi, meski 4 kalimat syair dari Sutra Teratai ini, membaca dan menghafalkannya, meresapi maknanya, serta melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan, maka manfaat berkah pahala yang diperolehnya akan jauh melampaui yang sebelumnya.” (Karena ia kelak mencapai KeBuddhaan) Kemudian Bodhisatva Bhaisajaraja menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Kini akan ku berikan mantra dharani sebagai pelindungan kepada mereka yang menjunjungi Sutra Teratai ini.” Kemudian ia mengucapkan mantra berikut: anye manye mane mamane chitte charite shame shamitavi shante mukte muktatame same avishame sama same kshaye akshaye akshine shante shame dharani alokabhashe – pratyavekshani nivishte abhyantaranivishte atyantaparishuddhi ukkule mukkule arade parade shukakshi asamasame buddhavilokite dharmaparikshite samghanirghoshani bhayabhayashodhani mantre mantrakshayate rute rutakaushalye akshaye akshayavanataya abalo amanyanataya “Yang Maha Agung! Mantra dharani gaib ini telah diucapkan oleh para Buddha sejumlah pasir di 62 koti sungai Gangga. Bilamana seseorang mencederai guru‐guru (Dharma) demikian, maka ia telah mencederai pula para Buddha tersebut!” Kemudian Sang Buddha memuji Bodhisatva Bhaisajaraja, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali, Bhaisajaraja! Karena berwelas asih terhadap guru‐guru Dharma, engkau telah mengucapkan mantra dharani ini demi melindungi mereka. Mantra dharani tersebut akan memberi manfaat besar bagi para mahluk.” Kemudian Bodhisatva Pradanasura (Semangat Berdana) menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Aku akan berikan pula mantra dharani sebagai pelindungan kepada mereka yang membaca, menghafalkan, menerima dan menjunjungi Sutra Teratai. Bilamana guru Dharma memperoleh mantra dharani tersebut, maka tiada yaksha, rakshasa, putana, kritya, kumbhanda maupun setan lapar yang dapat mencari kelengahannya.” Kemudian dihadapan Sang Buddha, ia mengucapkan mantra dharani berikut:
jvale mahajvale ukke mukke ade adavati nritye nrityavati ittini vittini chittini nrtiyani nrityavati “Yang Maha Agung! Mantra dharani tersebut telah diucapkan oleh para Buddha sejumlah pasir di sungai Gangga. Semuanya menanggapinya dengan penuh gembira. Bilamana seseorang mencederai guru‐guru (Dharma) ini, maka mereka telah mencederai pula para Buddha tersebut!” Kemudian raja kesurgaan Vaishravana (Dewa Kekayaan. Salah satu dari ke 4 raja dewata. Bodhisatva tingkat 8 dari 10), pelindung dunia, menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Aku dengan hati welas asih akan mengucapkan pula mantra dharani sebagai pelindungan bagi guru‐guru Dharma.” Kemudian ia mengucapkan mantra dharani berikut: atte natte nunatte anado nadi kunadi “Yang Maha Agung! Dengan mantra dharani ini, aku melindungi guru‐guru Dharma. Dan aku akan melindungi pula mereka yang menjunjungi Sutra Teratai ini, menjamin keamanan mereka dalam radius 100 yojana.” Kemudian raja dewata Virudhaka (Dewa Pelindung Negara. Juga salah satu dari ke 4 raja Dewata. Bodhisatva tingkat 8 dari 10) disertai oleh ribuan, puluhan ribu koti nayuta gandharva (pemain musik kesurgaan) maju ke hadapan Sang Buddha, dan dengan tangan terkatup menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Aku akan terapkan pula mantra dharani sebagai pelindungan bagi penjunjung Sutra Teratai.” Kemudian ia mengucapkan mantra dharani berikut: agane gane gauri gandhari chandali matangi janguli vrusani agasti “Yang Maha Agung! Mantra dharani tersebut telah diucapkan oleh 42 koti para Buddha. Bilamana seseorang mencederai guru‐guru Dharma, maka ia telah mencederai pula para Buddha tersebut!” Pada saat itu, hadir pula puteri‐puteri rakshasa iblis, yaitu 1.Lamba 2.Vilamba 3.Kutadanti 4.Puspadanti 5.Makutadanti 6.Kezini 7.Akala 8.Maladhani 9.Kunti 10.Sarvasattvogahani bersama‐sama Iblis Ibu Hariti, anak‐anaknya serta para pendampingnya. Semuanya maju ke hadapan Sang Buddha dan serempak menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Kami berhasrat pula melindungi mereka yang membaca, menghafalkan, menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini agar mereka terbebas dari segala mara bahaya. Bilamana seseorang mengincar kelengahan guru‐guru Dharma ini, kami akan mencegahnya sehingga ia tidak dapat memperoleh kesempatannya.” Kemudian dihadapan Sang Buddha, mereka mengucapkan mantra dharani berikut: itime itime itime atime itime nime nime nime nime nime ruhe ruhe ruhe ruhe stahe stahe stahe stuhe stuhe
“Meski mereka naik ke atas kepala kami, mereka tidak akan mempersulit guru‐guru Dharma ini! Baik yaksha, rakshasa, setan kelaparan, putana, kritya, vetada, skanda, umaraka, apasmaraka, kritya yaksha, kritya manusia, maupun demam 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari 7 hari dan yang terus‐ menerus; Baik pria, wanita, anak laki‐laki maupun anak perempuan dalam mimpi. Tiada yang dapat mengganggu mereka!” Kemudian dihadapan Sang Buddha, mereka mengucapkan syair demikian: Bilamana seseorang tidak mematuhi mantra ini, mempersulit dan mengganggu guru‐guru Dharma ini, maka kepalanya akan terbelah buka menjadi 7 bagian, bagaikan ranting‐ranting pohon arjaka. Kejahatan yang dilakukan mereka adalah seperti seorang durhaka yang membunuh ayah dan ibu sendiri, seperti penipu dengan timbangan berat yang palsu, ataupun seperti Devadatta yang mengacau keharmonisan Sangha. Demikianlah dosa‐dosa mereka! Kemudian puteri‐puteri rakshasa berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Dengan tubuh kami sendiri sebagai tameng, kami akan melindungi mereka yang menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan dan melaksanakan Sutra ini, sehingga mereka damai, tenteram dan aman sentosa. Kami akan meniadakan segala macam reramuan racun.” Sang Buddha berkata kepada puteri‐puteri rakshasa: “Bagus sekali, bagus sekali! Bahkan melindungi mereka yang menerima dan menjunjungi meski hanya judul dari Sutra Teratai ini saja, kalian telah meraih berkah pahala yang tak terbatas (terdapat suatu aliran di Jepang yang khusus hanya menyebut Namo Myoho Renge Kyo, judul dari Sutra Teratai). Lebih‐lebih lagi, jika kalian melindungi mereka yang menerima dan menjunjungi keseluruhan Sutra Teratai ini, dan mereka yang memuliakan Sutra ini dengan bebungaan, dedupaan, kalungan, bubuk dedupaan, salep dedupaan, dupa bakar, bendera, tirai, alunan musik, lampu minyak wangi dari bunga champaka, varshika, utpala, maupun dengan segala macam pujaan‐pujaan lainnya. Wahai Kunti! Lindungilah guru‐guru Dharma semacam ini!” Ketika Sang Buddha menceramahkan bab mantra Dharani ini, 68,000 orang mencapai Kebenaran Tiada Lahir.
Bab 27 Raja Subavyuha Pada saat itu Sang Buddha menyapa seluruh pesamuan agung, seraya berkata: “Pada dahulu silam, asamkhyeya kalpa yang tak terhitung lamanya, terdapat Sang Buddha yang bergelar Galadharagargitaghoshasusvaranaks Hatrarajasankusumitabhigna (Raja Suara Gunturan Awan Kumpulan Kebijaksanaan Bunga) Tathagata, Arahat, Samyak‐Sambuddha. Alamnya disebut Vairokanarasmipratimandita (Berhiaskan Cemerlang). Kalpanya disebut Priyadarsasna (Digemari). Ditengah‐tengah masa Dharma Buddha tersebut, terdapat seorang raja bernama Subavyuha (Berhiaskan Menakjubkan). Permaisuri raja itu bernama Vimaladatta (Kebajikan Murni). Ke 2 puteranya bernama Vimalagharba (Kekayaan Murni) dan Vimalanetra (Penglihatan Murni). Ke 2 putera tersebut memiliki kekuatan maha gaib, pahala, kebajikan dan kebijaksanaan; Semenjak lama, mereka telah menjalankan KeBodhisatvaan, melaksanakan segala macam paramita, yaitu 1. Dana 2.Sila 3.Tabah 4.Tekun 5.Samadhi 6.Kebijaksanaan 7.Jalan Bijaksana 8.Kewelas Asihan 9.Belas Kasihan 10.Suka Cita 11.Kemurahan hati 12.Ke 37 Prilaku. Semua paramita demikian telah mereka resapi dan kuasai. Mereka telah peroleh pula samadhi KeBodhisatvaan, yaitu 1.Murni 2.Kumpulan Mentari Rembulan 3.Cemerlang Murni 4.Warna Murni 5.Terang Murni 6.Berhiaskan Panjang 7.Maha Bajik 8.Gudang Bajik. Semua samadhi tersebut telah mereka kuasai. “Demi Raja Subavyuha dan segenap mahluk, Buddha Galadharagargita menceramahkan Sutra Teratai ini. Ke 2 putera 1.Vimalagharba dan 2.Vimalanetra pergi menghadap ibunya dan dengan tangan terkatup, mereka berkata kepada Sang ibu: ‘Marilah kita bersama‐sama pergi mengunjungi Buddha Galadharagargita. Karena kami pun berhasrat mendekati, melayani serta memuliakanNya. Mengapa? Karena betapapun juga Buddha Galadharagargita sedang menceramahkan Sutra Teratai ditengah‐ tengah kelompok para dewata dan manusia. Marilah kita bersama‐sama pergi untuk mendengarkannya.’ “Sang ibu menjawab ke 2 puteranya: ‘Ayah kalian berpedoman pada ajaran‐ajaran sesat. Temuilah ayahmu dan bujuklah ia agar pergi bersama‐sama kalian menemui Buddha Galadharagargita.’ “Ke 2 Vimalaputera berkata kepada ibunya: ‘Kami sesungguhnya adalah pangeran Dharma, akan tetapi kami telah lahir dalam keluarga yang berpandangan keliru!’ “Sang ibu berkata kepada ke 2 puteranya: ‘Kalian memang benar dan peduli terhadap orang tua. Peragakanlah kegaiban kepada ayahmu agar ia dapat mempercayaimu dan mengizinkan kalian untuk pergi menjumpai Buddha Galadharagargita.’ “Kemudian ke 2 putera melompat ke langit setinggi 7 pohon tala serta mempertunjukkan beraneka ragam kegaiban, dengan berjalan, berdiri, berduduk dan berbaring ditengah‐tengah langit. Memancurkan air dari batang tubuh mereka. Menghembuskan api dari kaki mereka. Menyemprot air dari kakinya dan memancarkan api dari batang tubuhnya. Membengkakkan tubuh mereka hingga memenuhi langit dan kemudian menciutkan kembali tubuh mereka. Menghilang dari langit dan muncul di permukaan bumi. Menyelam ke dalam bumi. Berjalan diatas permukaan air. Mereka mempertunjukkan kegaiban demikian sehingga Sang ayah menjadi yakin. “Seketika itu hati Sang ayah diliputi penuh rasa suka cita, karena telah mengalami (menyaksikan) apa yang belum pernah dialami (disaksikan) sebelumnya. Dengan tangan terkatup, Sang ayah bertanya kepada ke 2 puteranya, seraya berkata: ‘Siapakah guru kalian? Murid siapakah kalian sesungguhnya?’
“Ke 2 putera menjawab: ‘Raja Penguasa! Buddha Galadharagargita yang kini menduduki tahta Dharma dibawah pohon bodhi, menceramahkan Dharma Sutra Teratai kepada kelompok dewata dan manusia, adalah Guru kami.’ “Sang ayah berkata kepada ke 2 puteranya: ‘Aku berkenan menemui Guru kalian. Marilah kita bersama‐sama pergi mengunjungiNya.’ “Pada saat itu ke 2 putera dari langit mendarat kembali ke bumi, maju ke hadapan Sang ibu, dan dengan tangan terkatup berkata kepada Sang ibu: ‘Kini Sang ayah telah yakin dan paham. Ia dapat berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Kami telah melaksanakan tugas Buddha dalam membina ayah kami. Izinkanlah kami meninggalkan rumah (menjadi bhiksu) dan melaksanakan Dharma dibawah bimbingan Buddha Galadharagargita.’ “Pada saat itu ke 2 putera berkenan memaklumi kembali maksudnya, maka bersabdalah mereka dengan syair: Sudilah kiranya ibu mengizinkan kami untuk meninggalkan rumah dan menjadi shramanera. Alangkah sulitnya menjumpai Sang Buddha. Kami bersedia mengikuti dan belajar dariNya. Munculnya Buddha didunia lebih langka dari munculnya bunga Udumbara. Sulit pula untuk dapat terbebas dari belenggu – Maka izinkanlah kami untuk meninggalkan rumah. “Sang ibu berkata kepada mereka: ‘Saya mengizinkan kalian untuk meninggalkan rumah (menjadi bhiksu). Mengapa? Karena betapapun juga Sang Buddha sulit ditemui.’ “Ke 2 putera menyapa Sang ayah dan Sang ibu, seraya berkata: ‘Bagus sekali, ayah dan ibu! Marilah kita bersama‐sama pergi mengunjungi Buddha Galadharagargita, melayani serta memuliakanNya. Mengapa? Karena betapapun juga menemui Sang Buddha sama sulitnya menemui bunga Udumbara, ataupun sama sulitnya seekor kura‐kura bermata satu menemui lobang dari sebuah balok ditengah‐tengah lautan samodra. Berkat akar‐akar kebajikan yang telah kami tanam dari kehidupan lampau, kini kami telah beruntung terlahir ditengah‐tengah masa Dharma Sang Buddha. Oleh karenanya, sudilah kiranya ayah dan ibu mengizinkan kami untuk meninggalkan rumah. Mengapa? Karena betapapun juga munculnya Sang Buddha sulit ditemui.’ “Pada saat itu ke 84,000 prameswari istana kerajaan Subhavyuha, semuanya dapat menerima dan menjunjungi Sutra Teratai. Bodhisatva Vimalanetra semenjak lama telah menguasai samadhi Dharma Bunga Teratai, sedang Bodhisatva Vimalagharba semenjak lama telah menguasai samadhi Kebebasan Dari Alam Derita, karena betapapun juga ia berkehendak untuk membebaskan segenap mahluk dari alam derita. Sang ratu Vimaladatta telah pula memperoleh samadhi Pesamuan Para Buddha sehingga ia dapat meresapi dan memahami seluruh kekayaan Dharma kerahasiaan para Buddha. Ke 2 Vimala putera telah berhasil pula merubah dan membina Sang ayah untuk bersuka cita dalam Dharma. “Kemudian Sang raja Subavyuha beserta rombongan menteri dan pelayannya; disertai Sang ratu Vimaladatta, para prameswari dan selir‐selirnya; ke 2 Vimala putera, para menteri, pendamping dan 42,000 pelayannya, bersama‐sama pergi mengunjungi Sang Buddha Galadharagargita. Saat tiba, seluruh
anggota rombongan bersujud dihadapan Buddha Galadharagargita, serta mengitariNya sebanyak 3 kali, dan kemudian mengundurkan diri ke samping. “Pada saat itu Buddha Galadharagargita menceramahkan Dharma kepada Sang raja, membina dan membuatnya bersuka cita. “Kemudian Sang raja Subavyuha dan Sang ratu melepaskan kalung mutiara dari leher mereka masing‐masing dan menaburkannya di atas Buddha Galadharagargita sebagai persembahan. Ditengah‐ tengah langit, kalung‐kalung itu berubah menjadi sebuah menara permata berpilar empat. Di atas menara itu terbentang dudukan sofa berlapiskan ratusan, ribuan, puluhan ribu pakaian kesurgaan, dimana Sang Buddha Galadharagargita duduk bersila memancarkan sinar cahaya gemerlapan. “Kemudian Sang raja Subavyuha merenungkan demikian: ‘Alangkah langkanya raga Sang Buddha (Galadharagargita), luar biasa mengesankan dan berhiaskan, merupakan rupa yang paling menakjubkan!’ “Kemudian Buddha Galadharagargita menyapa ke 4 golongan pengikut, seraya berkata: ‘Wahai para hadirin sekalian! Lihatkah kalian Raja Subavyuha yang kini berdiri dengan tangan terkatup dihadapanKu? Ditengah‐tengah masa DharmaKu, ia akan menjadi bhiksu dan mencurahkan diri dengan sepenuhnya di Jalan KeBuddhaan. Ia kelak menjadi Buddha dengan gelar Salendraraja (Raja Pohon Sal). Alamnya disebut Cahaya Agung. Kalpanya disebut Raja Maha Tinggi. Buddha Salendraraja akan mempunyai kelompok para Bodhisatva dan Sravaka yang tak terjumlah. Alamnya rata dan datar. Demikianlah manfaat berkah pahalanya.’ “Tidak lama kemudian, Sang raja Subavyuha mewariskan kedudukan dan kerajaannya kepada adiknya. Sedang ia beserta ratu Vimaladatta, ke 2 Vimala putera dan seluruh kelompok pelayannya, semuanya meninggalkan istana kerajaan untuk melaksanakan Jalan dibawah bimbingan Buddha Galadharagargita. “Selama 84,000 tahun, Subavyuha mencurahkan diri dengan penuh semangat, senantiasa melaksanakan Dharma Sutra Teratai. Sesudah masa ini, ia berhasil mencapai samadhi Berhiaskan Segala Manfaat. Melayang ke langit setinggi 7 pohon tala, ia menyapa Buddha Galadharagargita, seraya berkata: ‘Yang Maha Agung! Ke 2 puteraku ini telah melaksanakan tugas Buddha dalam merubah diriku dari pandangan sesat dan membimbingku masuk ke Jalan Buddha, serta menyebabkanku menemui Yang Maha Agung. Ke 2 Vimala putera ini adalah sahabat baik ku. Demi membangkitkan akar‐akar kebajikan dari kehidupan lampau ku, mereka telah terlahir sebagai puteraku demi membina dan menguntungkan ku.’ (Pada kehidupan lampau, Subavyuha, Vimaladatta dan ke 2 Vimala putera adalah 4 sahabat baik. Subavyuha senantiasa menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh ke 3 petapa). “Pada saat itu Buddha Galadharagargita berkata kepada raja Subavyuha: ‘Demikianlah, demikianlah! Seperti yang telah kalian katakan. Bilamana putera‐puteri baik telah menanam akar‐akar kebajikan, maka dikelahiran demi kelahiran mereka akan memperoleh sahabat baik yang akan melaksanakan tugas Buddha dalam mengajar, membina, menguntungkan, menggembirakan serta menyebabkan mereka memasuki Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Wahai Sang raja! Ketahuilah bahwa sahabat baik adalah sebab musabab dengan mana seseorang dibimbing dan dibina agar berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Wahai Sang raja! Ketahuilah bahwa ke 2 Vimala putera ini telah memuliakan para Buddha sejumlah pasir di 65 ratus, ribuan, puluhan ribu koti nayuta sungai Gangga, telah mendekatiNya dengan takzim, dan dihadapan para Buddha tersebut telah menerima dan
menjunjungi Sutra Teratai, berwelas asih terhadap para mahluk yang berpandangan keliru, serta menyebabkan mereka memperoleh pandangan benar.’ “Kemudian Raja Subavyuha mendarat dari langit dan berkata kepada Sang Buddha: ‘Yang Maha Agung! Munculnya Sang Tathagata merupakan suatu kelangkaan. Berkat daya kebijaksanaanNya, urnaNya menerangi segalanya menjadi terang benderang. MataNya panjang, lebar, dan berwarna biru gelap. Lingkaran rambut putih ditengah‐tengah alis mataNya, yaitu UrnaNya, putih bagaikan rembulan kristal. GigiNya putih bersih, rapat dan gemerlapan. BibirNya merah dan indah bagaikan buah bimba.’ “Sesudah memuja ciri‐ciri kemuliaan Sang Buddha Galadharagargita, Raja Subavyuha kemudian mengatupkan kedua tangannya dan berkata kepadaNya: ‘Yang Maha Agung! Hal demikian belum pernah kami alami sebelumnya! Dharma yang disabdakan oleh Sang Tathagata sempurna dengan manfaat yang menakjubkan. Dimana Dharma dan silaNya ditaati, maka disana akan tenteram dan nyaman sentosa. Mulai hari ini, aku tidak akan bertindak sekehendakku saja, mengikuti pandangan keliru, maupun membiarkan batinku ternodai oleh keangkuhan, kebencian dan sifat buruk lainnya.’ “Sesudah berkata demikian, ia bersujud kepada Buddha Galadharagargita dan berangkat pergi.” Kemudian Sang Buddha menyapa seluruh pesamuan agung, seraya berkata: “Bagaimanakah pendapatmu? Tidakkah kalian mengenal Sang raja Subavyuha? Ia tidak melainkan Bodhisatva Padmasri (Kebajikan Bunga) sendiri. Sedang ratunya Sang Vimaladatta tidak melainkan Bodhisatva Vairokanarasmipratimanditaraga (Berhiaskan Tanda‐Tanda Cahaya) yang kini berada dihadapan Sang Buddha (Shakyamuni). Karena berbelas kasih dan berwelas asih terhadap raja Subavyuha dan para pengikutnya, ia (Sang ratu) terlahir ditengah‐tengah kerajaan Subavyuha. Ke 2 puteranya adalah Bodhisatva Bhaisajaraja (Raja Pengobat) dan Bodhisatva Bhaisajasamudgata (Pengobat Terunggul). “Ke 2 Bodhisatva Bhaisajaraja dan Bhaisajasamudgata telah menyempurnakan jasa‐jasa agung sedemikian, dan dihadapan ratusan, ribuan, puluhan ribu koti para Buddha telah menanam banyak akar kebajikan dan telah memperoleh manfaat berkah pahala yang tak terhingga. Bilamana seseorang mengenal nama dari ke 2 Bodhisatva ini, maka seluruh dunia para dewata dan manusia akan menyanjungnya.” Ketika Buddha Shakyamuni menceritakan kisah tentang raja Subavyuha ini, 84,000 orang terbebas dari segala kekotoran batin dan memperoleh mata batin suci terhadap segala perwujudan (kesunyataan akan segala perwujudan).
Bab 28 Samantabadra Pada saat itu Bodhisatva Samantabadra (Jasa Menyeluruh) masyhur akan daya kekuatan gaib, kewibawaan serta kebajikannya, didampingi para Bodhisatva agung yang tak terhitung jumlahnya, tiba dari kawasan timur. Semua dunia yang dilaluinya bergoncang dalam 6 cara berbeda. Bunga‐bunga permata turun bertaburkan. Ratusan, ribuan, puluhan ribu koti ragam alunan musik bermainkan. Rombongan para dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia, semuanya mengelilingi Bodhisatva Samantabadra serta mengagungkan kewibawaan, kebajikan serta kegaibannya. Sesudah tiba di puncak gunung Gridhrakuta di dunia Saha ini, ia (Bodhisatva Samntabadra) bersujud dihadapan Buddha Shakyamuni, mengitariNya sebanyak 7 kali, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Dari alam Buddha Ratnategobhyudgata (Keunggulan Raja Kewibawaan dan Kebajikan Permata ), aku terdengar Sutra Teratai diceramahkan dalam dunia Saha ini. Beserta kolompok ratusan, ribuan, puluhan ribu koti para Bodhisatva, aku telah hadir untuk mendengar dan menerimanya. Sudilah kiranya Beliau mengajarkan Sutra Teratai ini kepada kami. Sesudah kemokshaan Sang Buddha, bagaimanakah putera‐puteri baik dapat memperoleh Sutra Teratai ini?” Buddha Shakyamuni berkata kepada Bodhisatva Samantabadra: “Bilamana putera‐puteri baik memenuhi 4 persyaratan, maka mereka akan memperoleh Sutra Teratai ini. 1. Dilindungi oleh para Buddha Tathagata 2. Menanam akar‐akar kebajikan 3. Yakin akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐ Sambodhi 4. Bertekad untuk menyelamatkan segenap mahluk. Bilamana putera‐puteri baik memenuhi 4 persyaratan tersebut, maka sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, mereka akan memperoleh Sutra ini.” Kemudian Bodhisatva Samantabadra berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Didalam masa akhir 500 tahun nanti (tahun ke 2,000 – 2,500 sesudah kemokshaan Buddha Shakyamuni), bilamana seseorang menerima dan menjunjungi Sutra ini, maka aku akan mengawasi dan melindunginya dari segala mara bahaya sehingga ia damai dan tenteram, dan tiada siapapun yang dapat mengincar kelengahannya. Tiada mara (iblis), putera mara, puteri mara, tentaranya mara, maupun manusia kesurupan oleh mara yang dapat mempersulitkan mereka. Tiada pula yaksha, rakshasa, kumbhanda, pishacha, kritya, putana, vetada ataupun setan penggangu lainnya yang dapat memperoleh kesempatannya. “Baik berkelena maupun berdiri, bilamana seseorang membaca dan menghafalkan Sutra Teratai ini, maka seketika itu juga aku akan menunggang raja gajah putih bergading 6, beserta kelompok para Bodhisatva agung, untuk datang menghampirinya. Aku akan menampakkan diri, memuliakan, mengawasi serta melindunginya, sehingga ia memperoleh kenyamanan batin. Aku akan berbuat demikian karena aku berhasrat pula memuliakan Sutra Teratai ini. Bilamana seseorang duduk merenungkan Sutra Teratai ini, maka seketika itu aku akan menunggang raja gajah putih bergading 6 dan menampakkan diri padanya. Bilamana ia melupakan sebait ataupun sesyair dari Sutra Teratai ini, maka aku akan mengingatkannya dan membaca bersama‐samanya agar supaya ia memperoleh pemahaman. Sesudah menyaksikan ragaku, ia akan bersuka cita dan mencurahkan diri dengan semangat yang melebihi sebelumnya. Karena melihat ragaku, mereka akan segera mencapai samadhi
dan dharani, yaitu 1. Dharani Pengulangan 2. Dharani ratusan, ribuan, puluhan ribu koti Pengulangan 3. Dharani Kebijaksanaan Suara Dharma. Ia akan memperoleh dharani‐dharani sedemikian. “Yang Maha Agung! Didalam masa akhir 500 tahun angkara nanti (tahun ke 2,000‐2,500 sesudah kemokshaan Buddha Shakyamuni), bilamana terdapat bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika yang berkehendak melaksanakan Dharma Sutra ini, maka biarlah mereka mencurahkan diri dengan sepenuh hati pada Sutra ini selama 21 hari. Sesudah 21 hari itu terpenuhi, aku akan menunggang raja gajah putih bergading 6, didampingi para Bodhisatva agung yang tak terjumlah, aku akan muncul dihadapannya untuk menceramahkan Dharma kepadanya, mengajar, menguntungkan serta menggembirakannya. Aku akan memberikannya pula mantra dharani. Setelah memperoleh mantra dharani tersebut, tiada mara yang dapat mengganggunya maupun wanita yang dapat menggodanya. Aku sendiri akan senantiasa melindunginya. Yang Maha Agung! Maka izinkanlah kami mengucapkan mantra dharani ini.” Kemudian dihadapan Sang Buddha, ia mengucapkan mantra dharani berikut: adande dandapati dandavarte dandakushale dandasudhare sudhare sudharapati buddhapashyane sarvadharani‐avartani sarvabhashyavartani su‐avartani samghaparikshani samghanirghatani asamge samgapagate tri‐adhvasamgatulya – arate‐prapte sarvasamgasamatikrante sarvadharmasuparikshite sarvasattvarutakaushalyanugate simhavikridite “Yang Maha Agung! Bilamana seseorang mendengar mantra dharani ini, maka ketahuilah bahwa itu adalah berkat daya kekuatan gaib Sang Bodhisatva Samantabadra. Bilamana Sutra Teratai tersebarluaskan di seluruh Jambudvipa, terdapat mereka yang menerima dan menjunjunginya, maka ketahuilah bahwa itu juga adalah berkat daya kekuatan gaib Sang Bodhisatva Samantabadra! Bilamana terdapat mereka yang menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini, meresapinya dengan tepat, memahami maknanya, serta melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Sutra, maka ketahuilah bahwa mereka sedang melaksanakan tindak‐tanduk Samantabadra sendiri! Dihadapan para Buddha yang tak terjumlah, mereka telah menanam akar‐akar kebajikan yang mendalam dan telapak tangan para Buddha membelai (memberkati) ubun kepalanya. “Bilamana seseorang hanya menulis (menyalin & mencetak) Sutra Teratai ini, maka pada akhir hidupnya, mereka akan terlahir di alam surga Trayastrimsha (alam surga tingkat 2). Pada saat itu, 84,000 dewi kesurgaan dengan segala macam alunan musik kesurgaan akan datang menyambutnya. Ia akan mengenakan mahkota 7 permata dan bersuka ria ditengah‐tengah para bidadari tersebut. Lebih‐lebih lagi, jika ia menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini, meresapinya dengan tepat, memahami maknanya serta melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Sutra; Bilamana seseorang menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini serta memahami maknanya, maka pada akhir hidupnya, 1,000 Buddha akan mengulurkan tangan kepadanya sehingga ia tiada perlu khawatir terjerumus ke alam sengsara. Dengan segera, ia akan menuju ke alam surga Tushita (alam surga tingkat 4) dimana Bodhisatva Maitreya berkediaman. Bodhisatva Maitreya memiliki 32 tanda kemuliaan dan dikelilingi oleh kelompok para Bodhisatva agung. Ia (Maitreya) mempunyai ratusan, ribuan, puluhan ribu koti pelayan bidadari, dan orang demikian akan terlahir ditengah‐tengahnya. Demikianlah manfaat berkah pahala yang akan dinikmatinya.
“Maka sudah sepatutnya orang‐orang bijaksana menyalin (mengukir dalam‐dalam di batin mereka) Sutra ini dengan sepenuh hati serta menyebabkan orang lain menyalinnya, dan sudah sepatutnya mereka menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan, dan meresapinya dengan tepat, serta melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Sutra. Yang Maha Agung! Aku dengan daya kekuatan gaibku sendiri akan mengawasi dan melindungi Sutra ini. Sesudah kemokshaan Sang Tathagata, aku akan menyebarluaskannya di seluruh Jambudvipa, sehingga tiada pernah akan terputus.” Kemudian Buddha Shakyamuni memuji Bodhisatva Samantabadra, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali, Samantabadra! Engkau dapat melindungi dan mempertahankan Sutra ini, menyebabkan para mahluk memperoleh kedamaian (batin), kebahagiaan dan banyak manfaat. Engkau telah menyempurnakan jasa‐jasa yang tak terhingga, serta kewelas asihan yang mendalam. Semenjak dahulu silam, engkau telah berbodhicita akan pencapaian Anuttara‐Samyak‐Sambodhi, dan telah berikrar untuk melindungi Sutra ini dengan daya kekuatan gaibmu sendiri. Aku (Shakyamuni) akan melindungi pula mereka yang menerima dan menjunjungi namamu (nama dari Bodhisatva Samantabadra). “Wahai Samantabadra! Bilamana terdapat mereka yang menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini, meresapinya dengan tepat, melaksanakan dan menyalinnya, maka ketahuilah bahwa orang‐orang demikian telah menjumpai (raga Dharma) Buddha Shakyamuni. Mereka seolah‐ seolah mendengarkan Dharma Sutra ini dari mulut Sang Buddha sendiri! Ketahuilah bahwa mereka telah memuliakan (menggembirakan hati) Buddha Shakyamuni. Ketahuilah bahwa Sang Buddha telah memuji mereka, seraya berkata: ‘Bagus sekali, bagus sekali!’. Ketahuilah bahwa Buddha Shakyamuni telah membelai (memberkati) ubun kepalanya. Ketahuilah bahwa mereka telah dikenakan jubah (kesabaran) Buddha Shakyamuni. “Mereka tidak akan lagi termelekat pada kenikmatan duniawi ataupun menyukai kitab‐kitab ber‐aliran lain. Mereka tidak akan senang bergaulan dengan orang‐orang yang terlibat dalam okupasi‐ okupasi kejam, seperti penjagal daging, peternak babi, domba, unggas, maupun pemburu dan mereka yang memperdayakan gadis demi mencari keuntungan. Mereka akan berwatak tegak dan jujur, mempunyai daya ingatan benar, serta berkebajikan luhur. Mereka akan terbebas dari ke 3 racun (1.Ketamakan 2.Kebencian 3.Kebodohan), kecemburuan, keangkuhan, kesombongan dan kecongkakkan. Mereka akan senantiasa berpuas hati dan dengan sepenuhnya melaksanakan tindak‐tanduk Samantabadra. “Wahai Samantabadra! Sesudah kemokshaan Sang Tathagata didalam masa akhir 500 tahun nanti (masa sekarang ini), bilamana terdapat mereka yang menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra Teratai ini, maka renungkanlah demikian: ‘Tidak lama lagi, mereka akan maju ke Teras KeBodhian, menaklukkan tentaranya mara dan mencapai Anuttara‐Samyak‐Sambodhi. Mereka akan memutar roda Dharma suci, menabuh genderang Dharma, meniup nafiri Dharma, dan menghujankan hujan Dharma. Ia pantas duduk diatas singgasana Dharma ditengah‐tengah pesamuan agung para dewata dan manusia! “Wahai Samantabadra! Didalam masa mendatang nanti, bilamana terdapat mereka yang menerima, menjunjungi, membaca dan menghafalkan Sutra ini, maka orang‐orang demikian tidak akan serakah ataupun termelekat pada pakaian, perabotan tidur, santapan dan minuman maupun kebutuhan lainnya. Cita‐cita agung mereka akan tercapai dan terkabulkan. Didalam kehidupan ini juga, mereka akan memperoleh berkah keberuntungan. Bilamana terdapat seseorang yang menghina dan
meremehkannya, seraya berkata: ‘Kalian adalah orang‐orang dungu! Tiada gunanya berbuat demikian, karena pada akhirnya hanya akan sia‐sia saja!’ Maka sebagai hukumannya, ia akan terlahir buta dikelahiran demi kelahiran. Bagi siapa yang memuliakan dan memuji mereka, maka dikehidupan ini juga ia akan memperoleh manfaat berkah pahala. “Bilamana seseorang mencemarkan penjunjung Sutra ini, baik benar ataupun tidak, maka dikehidupan sekarang ini juga ia akan terjangkit penyakit leprasi putih. Bilamana seseorang meremehkan dan menertawakannya, maka dikelahiran demi kelahiran ia akan bergigi ompong dan jarang, berbibir jelek, berhidung pesek, bermata juling dan bertubuh cacat. Tubuhnya akan berbau busuk, berbopeng‐bopeng, bernanah darah, berperut kembung, bernafas berat dan penyakit bahaya lainnya. Wahai Samantabadra! Bilamana engkau menemui penjunjung Sutra Terata ini, maka berdiri dan sambutlah ia dari kejauhan seolah‐olah menyambut Sang Buddha sendiri.” Ketika bab Samantabadra ini diceramahkan, para Bodhisatva sejumlah pasir di sungai Gangga memperoleh dharani meresapi ratusan, ribuan, puluhan ribu koti ajaran Dharma. Bodhisatva sejumlah debu dimilyaran dunia menyempurnakan Jalan KeBodhisatvaan Samantabadra. Ketika Buddha Shakyamuni selesai menceramahkan Sutra ini, Bodhisatva Samantabadra dan para Bodhisatva lainnya, Sang Sariputra dan para Sravaka lainnya, beserta para dewata, naga, manusia dan yang bukan manusia – seluruh anggota pesamuan agung diliputi dengan rasa suka cita yang amat. Menerima dan menjunjungi uraian Sang Buddha, semuanya bersujud dan meninggalkan tempat.
View more...
Comments