Suplemen Astrofisika

April 22, 2017 | Author: Muhammad Adam Dwiputra | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Suplemen Astrofisika...

Description

JudulBuku

: Supplemen Astrofisika

Penulis

: Dr. Chatief Kunjaya MSc

PerancangKulit

: Charlie Bronson Wuli

Foto Cover

: Muhammad Yusuf

Ilustrasi

: Arif Ridwan Abriyanto

Tata Letak

: Listya Dara Sunda Prabawa

Diterbitkan oleh

: PT Trisula Adisakti

PemegangHakCipta

: Dr. Chatief Kunjaya MSc. Hak cipta  2014

CetakanBuku

:

ISBN

:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA Pasal 72 KetentuanPidana SangsiPelanggaran 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin untukitu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulandan/ataudenda paling sedikitRp 1.000.000,00 (satujuta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagai mana dimaksud pada ayat (1), dipidanadenganpidanapenjara paling lama 5 (lima) tahundan/ataudenda paling banyakRp 500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah) Dilarang keras mengutip, menjiplak atau memfotokopi baik sebagian atau seluruh isi buku ini serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari Penulis.

KATA PENGANTAR

Angkasa luar adalah harapan bagi masa depan umat manusia, karena sumber daya di Bumi terbatas sementara populasi manusia semakin meningkat. Perubahan di Bumi antara lain juga dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di angkasa luar, sebagai contoh, perubahan aktivitas matahari mempengaruhi iklim di Bumi dan mempengaruhi hayat hidup orang banyak. Kebergantungan manusia pada angkasa luar juga semakin meningkat, telekomunikasi sangat bergantung pada keberadaan satelit komunikasi yang melayang-layang di angkasa luar. Itu adalah sedikit contoh betapa semakin penting kita mempunyai pengetahuan tentang angkasa luar, masih banyak contoh-contoh lain yang dapat ditampilkan. Beberapa decade lalu, ketika manusia baru mulai memasuki abad angkasa luar, pelajaran tentang ilmu-ilmu angkasa luar terasa dipentingkan keberadaannya sehingga menjadi mata pelajaran tersendiri di Sekolah Menengah Atas, yaitu ilmu Falak. Ironisnya, sekarang pada saat ilmu-ilmu angkasa luar seperti astronomi semakin berkembang pesat dan semakin penting, aplikasinya semakin banyak, manusia semakin bergantung kepada satelit-satelit di angkasa luar, justru pelajaran astronomi menjadi hilang dari kurikulum SMA. Materi astronomi dilempar sana lempar sini, pernah bergabung dengan Ilmu Bumi menjadi IPBA, pernah menjadi bagian dari Fisika akhirnya menjadi bagian dari pelajaran Geografi. Sebenarnya boleh saja astronomi masuk ke dalam pelajaran geografi, karena memang ada juga hubungannya. Namun penunjang utama astronomi adalah matematika dan fisika, sedangkan geografi merupakan bagian dari pelajaran IPS di kelas 3 SMA, sehingga kemungkinan guru geografi bisa kesulitan dalam mengajarkan aspek fisika dari materi astronomi. Ironisnya, pada kurikulum yang lalu siswa yang mempunyai dasar yang kuat untuk belajar astronomi yaitu siswa jurusan IPA tidak mendapat kesempatan untuk mendalami Astronomi di kelas 3, sementara siswa jurusan IPS yang tidak lagi belajar fisika harus mempelajari ilmu yang membutuhkan dasar pengetahuan fisika. Ironi berikutnya adalah siswa jurusan IPS yang di kelas 3 SMA belajar astronomi justru tidak dapat mendaftar ke jurusan astronomi di universitas, sedangkan yang siswa jurusan IPA yang tidak lagi belajar astronomi di kelas 3 SMA justru bisa mendaftar ke jurusan astronomi kalau mau.

iii

Untuk menjembatani hal ini, telah diusulkan kepada Badan Standard Nasional Pendidikan untuk menerapkan prinsip-prinsip fisika yang dipelajari di mata pelajaran fisika dalam problem-prolem bernuansa astronomi di dalam pelajaran fisika. Dengan demikian guru fisika tidak perlu mengajarkan materi astronomi secara tersendiri, melainkan tinggal melanjutkan ke contoh astronomi dari konsep fisika yang telah diajarkan. Di dalam kurikulum SMA 2013, sudah ada perubahan yang lebih positif, yaitu siswa dari peminatan berbeda masih ada kemungkinan mengambil pilihan pelajaran di peminatan yang lain. Buku ini ditulis dengan semangat yang searah dengan perubahan kurikulum SMA 2013. Dengan menggunakan buku ini para siswa yang ingin memperdalam fisika bisa melakukan pendalaman ke arah aplikasi astronomi dengan berpijak pada dasar pengetahuan fisika sebelumnya. Para siswa yang berminat berpartisipasi dalam olimpiade astronomi dapat menggunakan buku ini sebagai pegangan, karena seleksi daerah akan lebih memperhatikan kurikulum 2013. Para guru pembina olimpiade astronomi dapat lebih mampu membina siswanya dalam menghadapi seleksi daerah. Siswa yang mengambil peminatan ilmu-ilmu sosial dapat mendalami pelajaran geografinya ke arah astronomi dengan menggunakan buku ini. Sekolah-sekolah juga dapat membuat mata pelajaran astronomi tersendiri sebagai pendalaman mata pelajaran Fisika atau Geografi. Akhir kata, penulis menyampaikan puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas izinnya buku ini dapat diselesaikan, semoga bermanfaat bagi kemajuan belajar para siswa Indonesia di seluruh Indonesia. Bandung 28 Januari 2014

Penulis

iv

KATA PENGATAR

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

v

Bab 1 PENGUKURAN

1

Pendahuluan

1

Waktu

3

Panjang

5

Besaran Turunan dari Kecepatan dan Waktu

5

Massa

10

Temperatur

11

Soal-soal

12

Bab 2 GERAK MELINGKAR PADA BENDA LANGIT

13

Pendahuluan

13

Rotasi Benda Langit

15

Gerak Bulan

17

Gerak Satelit Buatan

19

Gerak Planet

20

Soal-soal

24

Bab 3 HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

27

Hukum Newton I

27

Hukum Newton II

29

Hukum Newton III

32

Hukum Newton Tentang Gravitasi

33

Medan Gravitasi

38

Hukum-Hukum Kepler

38

Penjelasan Hukum Kepler 1

39

Penjelasan Hukum Kepler 2

40

Penjelasan Hukum Kepler 3

41

Soal-soal

42

v

Bab 4 TEROPONG BINTANG

47

Pendahuluan

47

Prisma Sebagai Pengurai Cahaya

51

Lensa Sebagai Pengumpul Cahaya

53

Lensa Gravitasi

54

Teropong Bintang

56

Refraktor

56

Reflektor

62

Soal-soal

64

Bab 5 ENERGI GRAVITASI Pendahuluan

69

Orbit Satelit

72

Orbit Planet

75

Kecepatan Lepas

77

Energi Gravitasi Black Hole

78

Soal-soal

80

Bab 6 MOMENTUM

81

Pendahuluan

79

Impuls

82

Tumbukan

83

Soal-soal

86

Bab 7 ATMOSFER PLANET

87

Pendahuluan

87

Planet Venus dan Pemanasan Global

90

Tekanan Atmosfer

93

Soal-soal

94

Bab 8 ROTASI BENDA LANGIT

vi

69

95

Pendahuluan

95

Radius Girasi Bumi

98

Presesi

100

Soal-soal

103

DAFTAR ISI

Bab 9 RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

105

Pendahuluan

105

Hukum Radiasi Planck

107

Ukuran Terang Bintang

110

Kuadrat Kebalikan

111

Efek Doppler Pada Cahaya

114

Radiasi Gelombang Energi Tinggi di Alam Semesta

120

Soal-soal

123

Bab 10 MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

125

Magnet Bumi

125

Gerak Partikel Angin Matahari dalam Medan Magnet Bumi

126

Aurora

131

Magnet Matahari

132

Bintang Neutron

134

Medan Magnet Galaksi

136

Soal-soal

137

Bab 11 DATA DIGITAL BENDA LANGIT

139

Efek Foto Listrik

139

Kamera CCD

140

Perekaman Spektrum Bintang

143

Penyimpanan Citra Benda Langit

144

Soal-soal

146

Bab 12 RADIOAKTIVITAS DAN REAKSI INTI DI DALAM ASTRONOMI 147 Reaksi Inti di dalam Bintang

147

Sinar Kosmik

153

Soal-soal

155

REFERENSI

157

LAMPIRAN

159

DAFTAR ISI

vii

Bab 1

Satuan, Pengukuran dan Gerak Lurus Dalam Astronomi

Materi : Satuan dan Pengukuran, Gerak Lurus

Kelas X

Kompetensi dasar : X.3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsip-prinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian dan aturan angka penting) X.4.1 Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan teknik yang tepat untuk suatu penyelidikan ilmiah X.3.3 Menganalisis besaran-besaran fisis pada gerak lurus dengan kecepatan konstan dan gerak lurus dengan percepatan konstan

Pendahuluan Ketika kita melihat langit yang cerah dipenuhi bintang-bintang, apa yang ada dalam benak kita tentang alam semesta? Orang zaman dahulu memandang langit itu seperti sebuah kubah raksasa, bintang-bintang menempel di kubah yang berputar, tidak diketahui berapa jauhnya bintang-bintang itu, mungkin umumnya memikirkan bahwa jarak bintangbintang, planet dan Matahari kira-kira sama yaitu sama dengan jari-jari kubah raksasa itu. Tentu saja sekarang, setelah mempelajari astronomi, para ilmuwan mengetahui bahwa pemikiran itu salah. Betapa kecilnya alam semesta ini dalam alam pemikiran orang-orang zaman dahulu, dan mungkin juga menurut orang-orang zaman sekarang yang belum mempelajari astronomi. Setelah mempelajari astronomi, kita akan menyadari bahwa betapa besarnya alam semesta ini, dan betapa kecilnya Bumi tempat tinggal kita. Bumi ini jauh lebih kecil daripada Matahari, Matahari jauh lebih kecil daripada ukuran tata surya ini, ukuran tata surya sangat kecil dibanding ukuran galaksi dan seterusnya. Sementara itu di antara bintang-bintang yang terlihat dari Bumi ada yang berukuran raksasa, bahkan maharaksasa,

1

yang membuat ukuran matahari yang berdiameter 1,4 juta km menjadi nampak sangat kecil. Sebagai contoh bintang Antares di Rasi Scorpio diameternya lebih dari satu milyar km. Seandainya Matahari kita adalah bintang Antares maka Bumi ini berada di dalam bintang yang kitarinya. Jarak bintang-bintang sangat jauh, bahkan bintang terdekat pun jaraknya ratusan ribu kali jarak Bumi Matahari. Jarak Matahari dan bintang-bintang lain di dekatnya puluhan ribu kali lebih kecil daripada ukuran galaksi Bimasakti yang terdiri dari ratusan milyar bintang yang merupakan galaksi tempat Bumi dan Matahari ini berada. Galaksi Bimasakti ini bukan satusatunya benda yang memenuhi alam semesta, masih banyak galaksi-galaksi lain yang jaraknya jauh lebih besar daripada ukuran galaksi Bimasakti. Dengan mempelajari astronomi kita dapat menyadari, betapa besarnya kuasa Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Ilmu dasar pendukung Astronomi yang utama adalah fisika dan matematika. Besaran-besaran pokok fisika tentu digunakan juga di dalam astronomi, hanya satuan yang digunakannya bisa berbeda karena skala yang berbeda, bahkan besaran pokok yang sama di dalam astronomi bisa menggunakan satuan yang berbeda. Sebagai contoh, satuan panjang yang di dalam sistem SI adalah meter, di dalam astronomi bisa Angstrom, meter, kilometer, satuan astronomi (sa), parsek dan lain-lain bergantung pada besarnya obyek yang ditinjau. Saat menganalisis spektrum bintang, satuan panjang gelombang cahaya yang digunakan mungkin Angstrom atau nano meter, saat membahas ukuran asteroid, meter yang digunakan sebagai satuan, seperti di dalam sistem SI. Saat membahas jarak bintang, digunakan satuan tahun cahaya atau parsek. Jika kita menggunakan satu satuan untuk semua skala jarak, maka kita harus berurusan dengan angka yang rentangnya sangat lebar, dari 10-10 meter hingga 1022 meter dan kita kehilangan “rasa” tentang jarak itu. Demikian juga dengan ukuran waktu yang merentang dari jangka waktu yang sangat singkat, milidetik pada periode rotasi pulsar hingga milyar tahun pada usia galaksi dan alam semesta. Ukuran massa merentang dari massa sub atomik hingga massa alam semesta. Untuk massa yang besar, tidak lagi digunakan kilogram tapi lebih sering massa Matahari sebagai satuan. Jika massa Matahari disimbolkan dengan M, dan massa sebuah bintang dituliskan 5 M artinya massa bintang itu lima kali massa Matahari, atau 5 × 1,99 × 1030 kg = 9,95 × 1030 kg.

2

SATUAN DAN PENGUKURAN

Waktu Waktu yang dikenal oleh manusia, digunakan sehari-hari hingga kini di dalam berbagai ilmu pengetahuan berasal dari fenomena astronomi. Sejak dahulu kala, orang menghitung waktu sejak matahari terbit hingga terbit lagi sebagai satu hari. Dari purnama hingga purnama berikutnya sebagai satu bulan, dari musim hingga musim yang sama berikutnya sebagai satu tahun. Manakala manusia membutuhkan pecahan waktu yang lebih kecil digunakan sudut bayangan Matahari, atau untuk jangka yang lebih tetap dan konsisten, dipecahlah satu hari beberapa bagian yang lebih kecil. Pecahan hari yang digunakan sekarang adalah jam, jam dipecah menjadi 60 menit dan menit menjadi 60 detik. Detik inilah yang digunakan sebagai satuan waktu standar yang diakui oleh dunia, dan menjadi satuan besaran fisika yang paling banyak digunakan untuk menyatakan jangka waktu. Besaran turunan waktu yang paling dekat adalah periode, yaitu jangka waktu sejak suatu fenomena terjadi sampai fenomena yang sama berikutnya. Sebagai contoh, periode sejak Venus nampak sebagai bintang Timur, lalu menjadi bintang Barat lalu menjadi bintang Timur lagi disebut dengan periode sinodis Venus. Turunan lain dari waktu antara lain frekuensi yang merupakan kebalikan dari periode,

f

1 T

(1.1)

Frekuensi dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai kekerapan. Kekerapan menunjukkan seberapa sering suatu fenomena terjadi. Misalnya kekerapan gerhana adalah 4 kali per tahun, dapat dikatakan frekuensi gerhana adalah 4 gerhana/tahun, kekerapan jatuhnya meteor rata-rata saat hujan meteor adalah 10 meteor / jam dan lain-lain. Turunan dari besaran waktu yang lain adalah kombinasi dengan besaran lain. Sebagai contoh, besarnya kecepatan Bumi mengelilingi Matahari adalah 29 km/detik. Pada zaman sekarang, orang membutuhkan satuan waktu yang jauh lebih presisi sehingga menggunakan fenomena alam sehari-hari sebagi acuan pengukuran waktu dianggap tidak memadai lagi. Rotasi bintang neutron yang menyebabkan fenomena pulsar milidetik, sering dijadikan acuan waktu yang jauh lebih presisi. Bintang neutron dapat menjadi acuan waktu karena berrotasi sangat cepat dengan periode yang sangat akurat. Hal ini disebabkan bintang neutron bermassa besar, lebih besar dari Matahari, namun ukurannya kecil, hanya sekitar 10 sampai 15 km saja. Karena kekekalan momentum sudut, maka kecepatan rotasinya konstan. Dari Bumi, bintang neutron yang berrotasi

SATUAN DAN PENGUKURAN

3

cepat sering terdeteksi sebagai pulsar yaitu sumber gelombang radio atau sinar X yang perubahan cahayanya berupa pulsa-pulsa.

Gambar 1.1 Bintang neutron berotasi cepat yang sumbu rotasinya tidak berimpit dengan sumbu magnet. Dalam rotasinya, saat kutub magnet menghadap Bumi terjadi peningkatan intensitas pancaran gelombang radio.

Pulsa itu terdeteksi di Bumi karena sumbu rotasi dan sumbu magnetiknya tidak sejajar. Pada saat kutub magnet yang memancarkan radisi lebih besar mengarah ke Bumi, intensitas radiasi yang diterima Bumi melonjak, sehingga terdeteksi sebagai pulsa. Fenomena ini dapat dibandingkan dengan lampu sirene ambulans yang nampak berkelap-kelip karena lampu itu berputar. Fenomena yang sekarang dipakai sebagai acuan waktu standard adalah getaran atom sesium 133. Satu detik didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan atom sesium 133 untuk bergetar 9.192.631.770 kali. Ketelitian pengukuran waktu berdasarkan rotasi pulsar sangat tinggi, karena jumlah pulsa yang diterima pengamat dari pulsar sangat banyak dalam waktu yang singkat sehingga sampel pengukuran sangat banyak. Jika kita menggunakan pulsar di nebula kepiting yang mempunyai periode 0,033 detik sebagai acuan penentuan waktu misalnya, kita ambil dua pulsa berdekatan sebagai acuan, maka ketelitiannya kurang lebih sebesar jangka waktu antara dua pulsa itu. Akan tetapi pulsa yang dapat diterima antena radio di Bumi bisa sangat banyak, sehingga ketidak-pastian pengukuran bisa jauh lebih kecil dari 0,033 detik.

4

SATUAN DAN PENGUKURAN

Misalnya kita mengamati pulsar itu sepanjang malam, selama 6 jam. Banyaknya pulsa yang dapat direkam adalah 6 x 60 x 60 / 0,033 = 654545 pulsa. Andaikan yang data yang baik untuk digunakan ada 500 000 pulsa, maka ketelitian pengukuran waktu berdasarkan itu menjadi 0,033/500000 = 6 x 10-8 detik. Betapa akuratnya! Jauh lebih akurat dibandingkan dengan stopwatch, itu sebabnya pulsar dapat digunakan sebagai salah satu acuan penentuan waktu yang baik. Panjang Satuan panjang yang digunakan di dunia Astronomi, merentang dari yang paling pendek yaitu panjang gelombang elektromagnetik hingga yang paling panjang, jarak bintang, jarak galaksi, alam semesta. Oleh karena itu ada berbagai satuan panjang. Untuk ukuran diameter debu antar bintang misalnya, digunakan mikron, untuk diameter asteriod meter atau kilometer. Yang paling umum dipakai adalah satuan astronomi (sa) untuk skala jarak di dalam tata surya, dan parsek untuk skala jarak antar bintang. Besaran Turunan dari Kecepatan dan Waktu Dari besaran pokok dapat diturunkan besaran-besaran turunan yang merupakan kombinasi besaran-besaran pokok. Sebagai contoh, kecepatan adalah besaran turunan dari panjang dan waktu. Kecepatan didefinisikan sebagai besarnya perubahan posisi tiap satuan waktu,

v

x t

(1.2)

Dengan mengenal arti kecepatan, kita dapat menerapkannya untuk mengukur jarak, yang pada hakekatnya besaran panjang juga. Pengukuran jarak benda-benda langit yang relatif dekat dapat dilakukan dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. Sebagai contoh, pengukuran jarak bulan, planet Mars, planet Venus, dapat dilakukan dengan memancarkan sinar laser atau radar, kemudian dideteksi pantulannya. Jika pantulan diterima dalam waktu t detik setelah dipancarkan, maka jarak benda langit itu adalah :

x

ct 2

(1.3)

Dengan c adalah kecepatan cahaya di ruang hampa.

SATUAN DAN PENGUKURAN

5

Contoh : Untuk mengukur jarak bulan ditembakkan sinar laser ke Bulan, pantulan sinar laser itu diterima di Bumi setelah 2,565 detik. Ketelitian pengukuran waktu adalah 1/1000 detik. Jika diketahui kecepatan cahaya adalah 299.792.458 m/s berapakah jarak bulan pada saat diukur itu? Jawab : dengan menggunakan rumus diatas dapat dihitung x = 384 483 827 m. Karena ketidak pastian pengukuran waktu adalah 1/1000 detik dan dalam jangka waktu itu cahaya sudah menempuh kira-kira 299792 meter atau sekitar 300 km, maka hasil pengukuran dituliskan : (384500 ± 300) km. Satuan yang sering digunakan untuk menyatakan jarak bintang adalah parsek, parsek mempunyai arti paralax second. Artinya bintang yang jaraknya satu parsek adalah bintang yang paralaksnya satu detik busur. Apakah paralaks itu? Jika kita bergerak sambil memandang dua benda pada arah yang sama tapi jaraknya berbeda, kita akan melihat benda yang lebih dekat akan nampak lebih cepat bergerak berlawanan dengan arah gerak kita dibandingkan benda yang jauh. Fenomena ini adalah fenomena paralaks. Bumi yang bergerak mengelilingi Matahari juga menyebabkan fenomena paralaks pada bintang-bintang. Karena revolusi Bumi, bintang-bintang yang jaraknya relatif dekat seolah mempunyai gerak relatif tahunan di langit berbentuk elips dibandingkan dengan bintang-bintang yang sangat jauh. Pada gambar di bawah, p adalah sudut paralaks, d adalah jarak Matahari dari Bumi, d* adalah jarak bintang dari Matahari. Elips paralaktik adalah elips yang dibentuk oleh citra bintang dalam waktu setahun di langit, relatif terhadap bintang-bintang atau obyek latar belakang yang jauh. Dari gambar diatas dapat dituliskan :

tan p 

d d*

(1.4) Karena p adalah sudut yang sangat kecil, maka tan p ~ p sehingga dapat dituliskan :

p

6

d d*

(1.5)

SATUAN DAN PENGUKURAN



 





 Elips paralaktik

 p

d*

 Matahari

d

Bumi

Gambar 1.2 Bintang-bintang yang dekat nampak berubah posisi terhadap bintang-bintang yang jauh. Hal ini dimanfaatkan untuk mengukur jarak.

Asalkan p dalam satuan radian. Satuan yang umum digunakan oleh astronom untuk jarak Bumi-Matahari adalah Satuan Astronomi (sa=jarak Bumi-Matahari = 150 juta km). Jika satuan untuk jarak Bumi – Matahari adalah sa dan satuan untuk p adalah detik busur, maka satuan untuk d* disebut parsek. Dengan demikian hubungan antara sudut paralaks (dalam detik busur) dan jarak bintang (dalam parsek) adalah :

p

1 d*

(1.6)

Dari persamaan ini kita dapat melihat makna satu parsek yaitu jarak bintang yang paralaksnya satu detik busur. Bagaimana akurasi penentuan jarak bintang dengan cara ini ? Akurasinya tentu bergantung pada akurasi pengukuran paralaks. Satelit Hipparchos misalnya mempunyai ketelitian penentuan posisi benda langit hingga mili

SATUAN DAN PENGUKURAN

7

detik busur (mili arc second) atau seper seribu detik busur. Ketelitian penentuan jarak dapat ditentukan dengan metode penjalaran kesalahan :

d 

1 p p2

(1.7)

Contoh : Sebuah bintang diukur dengan paralaksnya menggunakan satelit yang mempunyai ketelitian pengukuran 0,001 detik busur. Ternyata diperoleh paralaksnya 0,037 detik busur. Berapakah jarak bintang itu? Berapa ketidak-pastian jarak itu? Jawab : Jarak :

Ketidak pastiannya:

Maka dilaporkan : d = 27,0 ± 0,7 parsek Besaran turunan panjang dan waktu yang lain adalah percepatan. Percepatan didefinisikan sebagai perubahan kecepatan tiap satuan waktu,

a

v t

(1.8)

Satuan percepatan tentu merupakan satuan kecepatan dibagi satuan waktu, misalnya (m/detik)/detik, dapat dituliskan m/dt2. Sebagai contoh, jika sebuah benda bergerak dengan kecepatan mula-mula 2 m/dt kemudian makin cepat sehingga setelah 4 detik menjadi 10 m/dt, maka perubahan kecepatannya adalah 8 m/dt, sehingga setiap detik kecepatannya berubah sebesar 2 m/dt2. Maka dikatakan percepatan gerak benda itu adalah 2 m/dt2. Karena ∆v adalah perubahan kecepatan yang artinya beda kecepatan antara dua waktu. Jika mula-mula kecepatan vo lalu berubah menjadi v, maka ∆v = v - vo. maka rumus untuk menghitung kecepatan benda setelah bergerak selama t menjadi:

v  vo  at

8

(1.9)

SATUAN DAN PENGUKURAN

Contoh nyata percepatan di alam adalah percepatan gravitasi di permukaan planet, misalnya percepatan gravitasi Bumi yang besarnya kurang lebih 9,8 meter/dt2, percepatan gravitasi di permukaan Bulan kirakira 1/6 percepatan gravitasi Bumi. Percepatan gravitasi ini sering diberi lambang g. Itulah sebabnya jika kita melempar benda vertikal ke atas, geraknya akan makin lambat, lalu berhenti di suatu ketinggian lalu bergerak makin cepat ke arah Bumi. Jika kita melepaskan sebuah batu dari jendela hotel yang tinggi, berapa kecepatan batu itu 2 detik setelah dilepaskan? Dengan menggunakan rumus (1.9), dengan a = g dan vo = 0 karena dilepaskan, diperoleh kecepatan setalah waktu t : v = gt = 9,8×2=19,6 m/dt. Untuk menghitung jarak yang ditempuh, digunakan rumus :

x  vot  12 at2

(1.10)

Karena kecepatan dan percepatan adalah besaran vektor, dalam menggunakan rumus tersebut harus diperhatikan arah. Jika arah kecepatan awal berlawanan, maka tandanya pun harus berlawanan. Sebagai contoh, jika kita melemparkan sebuah batu vertikal ke atas, maka arah kecepatan awal ke atas sedangkan percepatan ke bawah. Jika kita mendefinisikan arah ke atas positif, maka kecepatan awal positif, dan percepatan negatif. Maka kita bisa memodifikasi rumus (1.10) menjadi:

h  vot  12 gt2

(1.11)

Contoh : Seorang astronot di permukaan Bulan melompat vertikal ke atas dengan kecepatan awal 1,2 m/dt. Berapa tinggi maksimum yang dicapai astronot itu jika diketahui percepatan gravitasi di permukaan Bulan 1,6 m/dt2? Jawab : Di titik tertingginya, kecepatan astronot nol, maka

Sehingga dapat diperoleh waktu yang diperlukan hingga mencapai titik maksimum t = 1,2/1,6 = 0,75 detik. Dalam waktu 0,75 detik itu, ketinggian yang dapat dicapai :

= 0,45 meter

SATUAN DAN PENGUKURAN

9

Massa Massa planet biasanya dinyatakan dalam massa Bumi, massa bintang atau galaksi biasanya menggunakan satuan massa Matahari. Bagaimana manusia bisa mengukur massa Bumi? Massa Bumi ditentukan secara tidak langsung dengan menggunakan hukum Newton atau Kepler yang akan dibahas di dalam bab yang akan datang. Namun sebagai perkenalan, dapat disebutkan disini bahwa massa Bumi dapat diketahui dari periode Bulan mengelilingi Bumi dan jarak Bumi-Bulan. Jika jarak Bumi-Bulan diketahui (dapat diukur dengan radar secara langsung) dan periode revolusi Bulan diketahui (dari pengamatan jangka waktu fenomena bulan) maka massa Bumi dapat diperoleh dari Hukum Kepler III (akan dibahas di bab yang akan lain):

r 3 GM  T 2 4 2

(1.12)

Contoh : Periode orbit Bulan mengelilingi Bumi adalah 27⅓ hari, jarak Bumi Bulan (misalkan ditentukan dengan radar) adalah 384400 km. Berapakah massa Bumi ? (G = 6,67× 10-11Nm2/kg2). Jawab : Ubah satuan periode ke dalam detik :27⅓× 24 × 60 × 60 = 2361600, masukkan ke persamaan hukum Kepler 3:

Diperoleh massa Bumi M ≈ 6×1024 kg Dari periode revolusi Bumi mengelilingi Matahari dan jarak BumiMatahari, menggunakan metode yang sama dapat dihitung massa Matahari, yaitu 1,99×1030 kg. Untuk penentuan massa bintang ganda (dua bintang yang saling mengitari satu sama lain), hukum Kepler III juga dapat digunakan. Namun untuk bintang ganda yang massa kedua anggotanya setara sehingga massa bintang yang lebih kecil tidak dapat diabaikan, rumus yang digunakan adalah :

10

SATUAN DAN PENGUKURAN

r3 G(M1  M2 )  T2 4 2

(1.13)

Dengan M1 dan M2 adalah massa masing-masing bintang. Temperatur Satuan temperatur yang digunakan di dalam Astronomi sama dengan di dalam sistem SI yaitu Kelvin dan biasanya tidak menggunakan satuan lain seperti pada satuan massa dan panjang. Hal ini disebabkan rentang temperatur pada benda-benda angkasa tidak besar seperti pada massa dan panjang. Temperatur adalah suatu besaran kualitatif dari panas, bukan kuantitatif seperti massa dan panjang sehingga kurang bermakna jika kita sebut misalnya temperatur bintang A lima kali temperatur Matahari. Besaran kuantitatif dari panas adalah kalor, yang dapat disetarakan dengan energi, sehingga dapat ditambahkan atau dikurangkan dengan energi. Di laboratorium kita mengukur temperatur suatu benda dengan menggunakan thermometer, hal ini tidak dapat dilakukan pada bintang misalnya, karena bintang sangat jauh dan sangat panas. Oleh karena itu astronom memperkirakan temperatur bintang dengan cara tidak langsung, misalnya dengan mencocokkan distribusi panjang gelombang radiasi cahaya bintang dengan grafik pancaran radiasi benda hitam yang terkenal sebagai hukum Planck, atau dengan cara mengenali warna bintang yang diamati. Semakin biru bintang semakin tinggi temperaturnya, semakin merah semakin dingin. Berdasarkan temperaturnya, bintang-bintang dikelompokkan kedalam kelas spektrum. Bintang yang paling dingin adalah kelas M yang berwarna merah dengan temperatur permukaan berkisar 2500 Kelvin sedangkan yang paling panas adalah kelas O yang berwarna biru dengan temperatur permukaan diatas 30 000 Kelvin. Urutan kelas spektrum bintang berdasarkan temperaturnya dari yang paling panas ke yang paling dingin adalah O, B, A, F, G, K, M. Matahari tergolong bintang kelas G yang temperatur permukaannya berkisar 5000 K – 6000 K. Temperatur bagian dalam Matahari tentu lebih panas. Pusat Matahari diperkirakan bertemperatur antara 10 juta hingga 15 juta Kelvin.

SATUAN DAN PENGUKURAN

11

Soal-soal 1.

Untuk menentukan jarak satu SA, yaitu jarak Bumi Matahari, astronom menembakkan radar ke Venus dan mendeteksi pantulannya, dari sana, dengan geometri segitiga dapat dihitung jarak Bumi Matahari. Andaikan saat Venus berada di elongasi (jarak sudut dari Matahari, dilihat dari Bumi) terbesarnya ditembakkan radar ke Venus dan pantulannya tiba kembali di Bumi setelah 694 detik. Jika sudut elongasi terbesar Venus adalah 46º,dan orbit planet dianggap lingkaran, berapakah jarak Bumi-Matahari?

2.

Periode orbit Phobos mengelilingi Mars adalah 7,7 jam. Dari Bumi dapat diukur jarak Phobos dari Mars, diperoleh setengah sumbu panjang orbitnya adalah : 9830 km. Hitunglah massa planet Mars.

3.

Sebuah alat penting terlepas dari stasiun ruang angkasa ISS sehingga bergerak melayang di angkasa menjauhi stasiun dengan kecepatan 0,5 m/dt. Untuk mengambilnya, astronot yang sedang space walk, melompat kearah alat itu 2 detik setelah alat terlepas, dengan kecepatan 1,25 m/dt. Dalam waktu berapa lama alat itu dapat diraih? Pada jarak berapa meter alat itu dapat tertangkap?

4.

Astronot yang sedang berjalan di permukaan Bulan menemui jurang yang dalamnya 6 meter. Jika astronot itu berniat melompat masuk ke dalam jurang itu, dengan kecepatan berapa dia tiba di dasar jurang? Berapa lama waktu ia melayang dari bibir hingga dasar jurang? Diketahui percepatan gravitasi Bulan 1,6 m/dt.

12

SATUAN DAN PENGUKURAN

BAB 2

GERAK MELINGKAR PADA BENDA LANGIT

Materi : Gerak Melingkar

Kelas X

Kompetensi dasar : X.3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi X.4.5 Menyajikan ide / gagasan terkait gerak melingkar

Pendahuluan Banyak sekali benda langit mengalami gerak melingkar atau hampir melingkar, sehingga gerak melingkar merupakan gerak yang umum terjadi di alam semesta, oleh kerena itu pemahaman gerak melingkar mutlak harus dimiliki seorang astronom. Mari kita tinjau gerak Bumi mengelilingi Matahari. Periode orbit Bumi mengelilingi Matahari adalah satu tahun, atau lebih tepatnya 365,25 hari. Jejari orbit Bumi mengelilingi Matahari adalah jarak rata-rata BumiMatahari yang besarnya kira-kira 149,6 juta km. Jarak ini disebut satu SA (Satuan Astronomi). Berapa kecepatan linier gerak Bumi mengelilingi Matahari?

v  r

(2.1)

Dengan ω = kecepatan sudut revolusi Bumi r = jejari orbit Bumi atau jarak Bumi – Matahari Atau dapat juga dituliskan

v

2r T

(2.2)

Konversikan satuan waktu untuk periode orbit Bumi menjadi detik, dan angkanya dimasukkan ke persamaan diatas, diperoleh v = 30 km/detik atau 108 000 km/jam

13

Cepat sekali bukan? Jauh lebih cepat daripada pesawat tempur supersonik. Manusia yang berada di permukaan Bumi juga mengalami gerak melingkar beraturan karena rotasi Bumi. Manusia yang tinggal di daerah khatulistiwa misalnya, sebenarnya bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi karena rotasi Bumi, jika dihitung dengan rumus diatas dengan menganggap radius Bumi 6378 km dan periode rotasi Bumi 23 jam 56 menit diperoleh kira-kira 460 meter/detik atau 1670 km/jam, masih lebih cepat dari pada kecepatan pesawat terbang komersial antar benua. Jika sebuah pesawat terbang kearah Barat di sepanjang khatulistiwa, dengan kecepatan ini orang-orang di pesawat ini tidak akan mengalami pergantian siang dan malam. Jika misalnya mula-mula pilot pesawat melihat matahari sedang tenggelam di ufuk Barat, maka selama penerbangan dengan kecepatan tersebut kearah Barat, pilot akan selalu melihat Matahari berada di horizon Barat sedang tenggelam. Mengapa Bumi bisa terus menerus bergerak mengelilingi Matahari? Karena ada gaya tarik Matahari. Jika tidak ada gaya tarik Matahari maka sesuai dengan hukum Newton pertama, Bumi akan bergerak lurus dengan kecepatan konstan. Gaya tarik Mataharilah yang membuat lintasan Bumi terus-menerus membelok sehingga nampak sebagai lintasan lingkaran atau lebih tepatnya elips dengan kelonjongan kecil. Gaya gravitasi Matahari yang menyebabkan adanya gaya sentripetal sehingga orbit Bumi hampir lingkaran. Menurut mekanika, rumus percepatan sentripetal adalah :

acp 

v2 r

(2.3)

Karena percepatan gravitasi Matahari lah yang berperan sebagai percepatan sentripetal bagi gerak melingkar Bumi, maka gM=acp.

GM v2  r r2 GM 4 2r 2  2 r2 Tr

GM r 3  4 2 T 2

(2.4)

Ini adalah hukum Kepler yang ketiga.

14

GERAK MELINGKAR P ADA OBJEK LANGIT

Rotasi Benda Langit Kecepatan gerak suatu titik di permukaan Bumi karena rotasi Bumi berbeda-beda tergantung lintangnya. Semakin tinggi lintang suatu tempat semakin lambat geraknya. Jika kita melihat gerak Bumi dari langit ke arah Kutub Utara akan nampak seperti pada gambar 2.1. Titik A adalah sebuah titik di daerah khatulistiwa Bumi, B adalah sebuah titik di lintang tertentu. Karena Bumi berotasi sebagai benda tegar, kecepatan sudut titik A sama dengan kecepatan sudut titik B. Kecepatan linier di titik A (vA) lebih besar daripada di titik B (vB). Lihat gambar 2.2, yang ekivalen dengan gambar 2.1, tapi merupakan penampang lintang, dengan Bumi dilihat ke arah khatulistiwanya. Andaikan titik B berada di lintang φ. Kecepatan rotasi Bumi di titik B : vB

 vA cos .

Itu sebabnya pesawat

antariksa yang diluncurkan dari daerah khatulistiwa membutuhkan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kalau diluncurkan dari lintang tinggi, karena energi kinetik awalnya lebih besar di daerah khatulistiwa.

Gambar 2.1 Gerak titik di permukaan Bumi dilihat dari arah kutub langit (perpanjangan sumbu rotasi Bumi). Kecepatan gerak titik di lintang lebih tinggi lebih kecil daripada di khatulistiwa.

GERAK MELINGKAR P ADA BENDA L ANGIT

15

Gambar 2.2 Bola Bumi dilihat dari arah khatulistiwa langit.

Adanya rotasi Bumi ini membuat Bumi nampak agak pepat, keliling Bumi dalam arah katulistiwa lebih besar daripada kutub, seolah-olah ada percepatan keluar yang dialami oleh benda yang berada di khatulistiwa selain percepatan gravitasi Bumi ke dalam. Percepatan keluar itu sebenarnya percepatan semu yang dinamakan percepatan sentrifugal yang besarnya sama dengan percepatan sentripetal namun arahnya berlawanan. Periode rotasi Bumi tidak terlalu besar sehingga percepatan sentrifugal jauh lebih kecil daripada percepatan gravitasi dan kita tidak merasakan keberadaannya. Khatulistiwa langit adalah bidang khatulistiwa Bumi di langit. Lain halnya dengan asteroid, adanya percepatan sentrifugal bisa membuat situasi tidak memungkinkan mendarat di permukaan asteroid jika percepatan sentrifugalnya lebih besar dari percepatan gravitasi asteroid. Contoh : Jika ada asteroid berbentuk bola yang radiusnya 100 km dan massanya 2 × 1019 kg, maka dengan hukum gravitasi Newton percepatan gravitasi di permukaannya dapat dihitung sebesar 0,14 m/dt2. Jika periode rotasi asteroid itu 80 menit, Apakah pesawat antariksa dapat mendarat dipermukaannya?

16

GERAK MELINGKAR P ADA OBJEK LANGIT

Jawab : Percepatan sentrifugal di permukaan asteroid itu adalah :

Dengan memasukkan data radius dan periode rotasi ke dalam persamaan ini, diperoleh acf = 0,17 m/dt2 Ini lebih besar dari pada gaya gravitasi. Dengan percepatan sentrifugal seperti ini, pesawat yang mencoba mendarat akan terlontar kembali oleh rotasi asteroid. Matahari juga sama seperti Bumi dan Asteroid, berrotasi juga, hanya bedanya, karena Matahari berupa gas, bukan benda tegar seperti Bumi, ada perbedaan kecepatan sudut rotasi pada lintang yang berbeda. Lintang yang lebih tinggi kecepatan rotasinya lebih rendah. Jika diukur di daerah ekuatornya periode rotasi Matahari adalah 24,47 hari, tapi dilihat dari Bumi periode rotasi itu adalah 26,24 hari, karena Bumi tidak diam, tapi bergerak mengelilingi Matahari. Periode ini disebut periode sinodis rotasi Matahari. Periode rotasi pada lintang 26° adalah sekitar 27,275 hari dilihat dari Bumi. Rotasi Matahari pada posisi ini disebut Carrington Rotation, yang didasarkan pada pengamatan bintik Matahari yang umumnya muncul di lintang sekitar 26°. Gerak bulan Bulan bergerak mengelilingi Bumi dalam lintasan elips dengan eksentrisitas yang kecil dengan periode 27,3 hari, atau lebih tepatnya 27 hari 7 jam 43 menit. Tapi mengapa kita tidak melihat bulan purnama 27 hari sekali melainkan 29 atau 30 hari sekali? Jawabnya adalah karena Bumi bukan benda diam melainkan bergerak mengelilingi Matahari, jadi posisi Bumi terhadap Matahari selalu berubah, padahal fase-fase bulan juga bergantung pada arah datangnya sinar Matahari. Periode 29,5 hari atau lebih tepatnya 29 hari 12 jam 44 menit disebut periode sinodis. Bagaimana hubungan antara periode sideris dan sinodis Bulan ?

GERAK MELINGKAR P ADA BENDA L ANGIT

17

Andaikan  adalah symbol untuk Bumi dan L (Luna) adalah symbol untuk Bulan, TS adalah periode sinodis bulan yaitu jangka waktu sejak bulan baru hingga bulan baru berikutnya atau sejak suatu purnama hingga purnama berikutnya. Lihat gambar diatas, dalam waktu TS ketika mengelilingi Bumi, bulan sudah menempuh sudut sebesar 2π+Δθ dan jika kecepatan sudut Bulan adalah ωL maka diperoleh:

2    LTS

(2.5)

Gambar 2.3 Posisi Bumi, Bulan, dan Matahari saat Purnama (a), setelah 27,3 hari (b), dan pada saat purnama berikutnya (c).

Lihat gambar di atas, sudut Δθ juga adalah sudut yang ditempuh oleh Bumi dalam peredarannya mengelilingi Matahari selama waktu TS, sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan sbb : 18

GERAK MELINGKAR P ADA OBJEK LANGIT

2 TS  LTS

(2.6)

Ruas kiri dan kanan dibagi dengan 2π/TS, maka diperoleh :

1 1 1   TS T TL

(2.7)

Persamaan ini menunjukkan bahwa ternyata ada hubungan yang erat antara periode perubahan fasa Bulan, periode revolusi Bumi dan periode revolusi Bulan. Gerak Bulan yang lain adalah rotasi. Periode rotasi Bulan sama dengan periode revolusinya, akibatnya bagian permukaan Bulan yang menghadap Bumi selalu sama, artinya juga ada bagian permukaan Bulan yang tidak pernah terlihat dari Bumi. Gerak Satelit Buatan Satelit buatan ada yang mengelilingi Bumi melalui kutub, ada juga yang di khatulistiwa. Satelit yang mengorbit tidak jauh dari permukaan Bumi dapat terlihat sebagai titik cahaya seperti bintang yang bergerak cukup cepat di langit. Di dalam bab ini hanya akan dibahas satelit buatan tertentu saja yaitu satelit geostasioner, lainnya akan dibahas dalam bab yang membahas hukum Kepler. Satelit geostasioner dinamakan demikian karena dilihat dari Bumi, posisinya akan tetap di langit, tidak berpindah, tidak mengalami terbit dan terbenam. Mengapa demikian ? karena satelit itu mengelilingi Bumi diatas khatulistiwa dengan periode yang sama dengan periode rotasi Bumi. Satelit komunikasi adalah salah satu contoh satelit jenis ini. Ia harus berada di posisi yang tetap diatas wilayah yang dilayaninya agar penerimaan dan pengiriman sinyal dapat berlangsung 24 jam sehari tanpa henti. Contoh Soal: Ketinggian satelit geostasioner adalah sekitar 36000 km dari permukaan Bumi. Berapakah kecepatan satelit itu mengelilingi Bumi? Jawab : Periode satelit 24 jam, atau lebih tepatnya 23 jam 56 menit = 86160 detik. Ketinggiannya 36000 km. maka kecepatannya 2πx(36000+6400)/86160 ≈ 3 km/s

GERAK MELINGKAR P ADA BENDA L ANGIT

19

Gerak Planet Planet artinya pengembara, mengapa disebut pengembara? Karena planetplanet selalu berpindah tempat relatif terhadap bintang-bintang. Bintangbintang memang seolah beredar di langit namun itu disebabkan karena rotasi Bumi. Sendainya Bumi tidak berotasi maka bintang-bintang akan nampak tetap di tempatnya, tidak bergerak dan berada dalam formasi yang tetap. Orang-orang zaman dahulu membayangkan bahwa langit adalah sebuah bola raksasa yang berputar perlahan dan bintang-bintang menempel di permukaan dalam bola raksasa itu. Akan tetapi planet-planet mengembara diantara bintang-bintang, sehingga ada kalanya planet bisa menghalangi suatu bintang tertentu seperti Bulan menghalangi Matahari waktu gerhana Matahari total. Peristiwa terhalangnya suatu bintang oleh planet atau Bulan disebut okultasi. Pengembaraan planet tidak sembarangan tapi hanya disekitar suatu daerah tertentu yang berbentuk jalur melingkar di langit. Di jalur itu terdapat 13 rasi bintang yang termasuk zodiac, seperti Cancer, Taurus, Scorpio, Ophiucus dan lain-lain. Selain planet-planet, Matahari juga mengembara di jalur zodiac itu. Lintasan yang dilewati Matahari dalam peredaran tahunannya disebut lingkaran ekliptika. Kalau Matahari selalu berada di lingkaran ekliptika, tapi planet-planet beredar di sekitar lingkaran ekliptika, kadang-kadang melintasi lingkaran itu. Sebenarnya ekliptika ini adalah lingkaran peredaran Bumi mengelilingi Matahari, tapi karena kita merasa Bumi yang diam, seolah-olah Matahari yang beredar di ekliptika relatif terhadap bintang-bintang, sekali dalam setahun. Semua planet di Tata Surya kita nampak dari Bumi beredar di sekitar lingkaran ekliptika ini. Rasi-rasi bintang yang termasuk tiga belas rasi Zodiac seperti Taurus, Libra, Leo dan lain-lain dilalui lingkaran ekliptika.

Contoh Soal: Mengapa Matahari dan planet-planet mengembara disekitar suatu jalur sempit sekitar ekliptika di angkasa? Jawab : Karena sebenarnya Bumi dan planet-planet bergerak mengelilingi Matahari dengan orbit yang hampir sebidang, bidang itu disebut bidang ekliptika.

20

GERAK MELINGKAR P ADA OBJEK LANGIT

Gambar 2.4 Peta langit di sekitar Rasi Aquarius. Garis melintang di tengah adalah khatulistiwa langit, yang melintang dari kiri atas ke kanan bawah yang melalui rasi Pisces, Aquarius dan Capricornus adalah ekliptika. Di daerah dekat garis ekliptika itulah planet-planet selalu berada. Gambar diambil dari http://www.me-church.org/calendar.php

Info : Bidang edar Pluto mengelilingi Matahari menyimpang cukup jauh dari bidang ekliptika, itu salah satu sebabnya mengapa Pluto sekarang tidak diklasifikasikan sebagai planet. Menurut Hukum Kepler, planet-planet mengelilingi Matahari dalam orbit berbentuk elips. Akan tetapi umumnya eksentrisitas (ukuran kelonjongan) lintasan orbit planet tidak besar sehingga masih mirip dengan lingkaran, sehingga jika kita menerapkan rumus-rumus gerak melingkar pada gerak planet kesalahannya tidak terlalu besar. Eksentrisitas orbit Pluto lebih besar daripada planet lain, sehingga kadang jaraknya ke Matahari lebih dekat dibandingkan dengan Neptunus. Ini adalah salah satu alasan lain mengapa Pluto dikeluarkan dari kelompok planet dan masuk dalam kelompok planet kerdil.

GERAK MELINGKAR P ADA BENDA L ANGIT

21

Gambar 2.5 Orbit planet-planet mengelilingi Matahari, kurang lebih sebidang, sumber gambar : http://www.mmastrosociety.com/images/planets/orbit.jpeg

Berapa kecepatan linier planet? Diatas telah dihitung kecepatan linier Bumi mengelilingi Matahari. Bagaimana dengan planet lain? misalnya Jupiter? Periode orbit Jupiter adalah 11,86 tahun atau 4332 hari. Dengan menggunakan hukum Kepler III, yang akan dibahas pada bab berikutnya kita dapat menghitung jarak Jupiter dari Matahari yaitu 5,2 satuan astronomi. Dengan mengasumsikan orbit Jupiter sebagai lingkaran, kecepatan linier rata-rata Jupiter dapat dihitung sebagai berikut :

v

2a T

(2.8)

Dengan mengubah satuan panjang ke km dan periode ke detik, diperoleh v = 13 km/s. Seperti juga Bulan, planet juga mempunyai periode sideris dan sinodis. Periode sideris planet adalah periode planet mengelilingi Matahari, sedangkan periode sinodis adalah jangka waktu planet berada pada posisi yang sama di langit relatif terhadap Matahari dilihat dari Bumi. Misalnya jangka waktu sejak planet berada dekat Matahari di langit hingga kembali dekat Matahari disebut periode sinodis, atau sejak planet dalam keadaan oposisi (berlawanan pihak dengan Matahari dilihat dari Bumi) hingga oposisi berikutnya.

22

GERAK MELINGKAR P ADA OBJEK LANGIT

Dalam keadaan oposisi planet akan nampak paling terang karena paling dekat dengan Bumi dan juga paling lama terlihat karena posisinya yang berlawanan dengan Matahari. Dalam keadaan oposisi, planet akan terbit saat Matahari terbenam, dan planet akan nampak pada posisi paling tinggi di langit saat tengah malam. Mari kita tinjau gerak planet Mars.

Gambar 2.6 Mars mengelilingi Matahari dengan jejari orbit yang lebih besar dan kecepatan gerak yang yang lebih rendah dari pada Bumi.

Anggap orbit planet Mars mengelilingi Matahari berbentuk lingkaran. Karena eksentrisitas orbit planet Mars kecil, asumsi orbit lingkaran ini dapat dikatakan merupakan pendekatan yang cukup baik. Radius orbit Mars kira-kira 1,5 satuan astronomi (sa = au) atau 1,5 kali jarak rata-rata Bumi – Matahari. Saat oposisi, jarak Bumi-Mars hanya sekitar 0,5 sa, dan Mars akan Nampak sangat terang di langit. Saat konjungsi, Mars sangat redup karena jaraknya 2,5 sa (lima kali saat oposisi) dari Bumi, lagi pula Mars nampak dekat dengan Matahari sehingga sulit diamati. Karena Bumi lebih dekat ke Matahari, sesuai dengan hukum Kepler, kecepatan liniernya lebih besar daripada kecepatan linier Mars, demikian pula kecepatan angulernya. Maka setelah oposisi, Bumi akan meninggalkan Mars yang bergerak lebih lambat. Andaikan jangka waktu sejak oposisi pertama hingga oposisi berikutnya adalah TSM. TSM ini adalah periode sinodis Mars. Andaikan dalam jangka waktu TSM ini Mars sudah menempuh jarak sudut α = ωM × TSM, maka Bumi sudah menempuh satu lingkaran ditambah α, atau 2π + α. Dipihak lain

GERAK MELINGKAR P ADA BENDA L ANGIT

23

jarak sudut ini juga dapat dihitung dari kecepatan sudut Bumi dikali jangka waktu antara kedua oposisi.

2   TSM

(2.9)

2  MTSM  TSM

(2.10)

Kedua ruas dibagi dengan 2π/TSM, diperoleh :

1 1 1   TSM TM T

(2.11)

Jadi dengan mengamati waktu sejak oposisi Mars hingga oposisi berikutnya kita dapat mengetahui periode orbit Mars dan setelah itu dengan bantuan Hukum Kepler III kita dapat menghitung radius orbit Mars. Cara ini dapat juga diterapkan untuk planet-planet luar lainnya.

Soal-soal 1. (OSKK 2007) Periode rotasi Bulan sama dengan periode revolusinya mengelilingi bumi. Jika kita berada di suatu lokasi di permukaan Bulan, maka yang akan kita amati adalah: a. Panjang satu hari satu malam di Bulan sama dengan panjang interval waktu dari bulan purnama ke bulan purnama berikutnya jika diamati dari Bumi b. Bumi akan melewati meridian pengamat di Bulan setiap sekitar 29,5 hari sekali c. Bumi akan selalu diamati dalam fase purnama d. Matahari selalu bergerak lebih lambat dari Bumi e. Wajah Bumi yang diamati dari Bulan selalu sama dari waktu ke waktu 2. (OSKK 2008) Perioda sideris revolusi Venus dan Mars adalah masingmasing 225 dan 687 hari. Maka perioda sinodis Venus dilihat dari Mars. a. 169 hari

d. 617 hari

b. 462 hari

e. 912 hari

c. 335 hari

24

GERAK MELINGKAR P ADA OBJEK LANGIT

3.

(OSKK 2009) Pada jam 7.00 WIB, Superman mulai terbang pada ketinggian 130 km dan dengan kecepatan 1000 km/s. Apabila Bumi dianggap bulat sempurna dengan radius 6370 km, jam berapakah Superman akan menyelesaikan terbang satu putaran mengelilingi Bumi di atas ekuator ? a. Jam 15.34 WIB b. Jam 16.34 WIB c. Jam 17.34 WIB

d. Jam 18.34 WIB e. Jam 19.34 WIB

4. (OSP 2009) Teleskop ruang angkasa Hubble mengedari Bumi pada ketinggian 800 km, kecepatan melingkar Hubble adalah, a. 26 820 km/jam

d. 26 850 km/jam

b. 26 830 km/jam

e. 26 860 km/jam

c. 26 840 km/jam 5. (OSP 2009) Bianca adalah bulannya Uranus yang mempunyai orbit berupa lingkaran dengan radius orbitnya 5,92  104 km, dan periode orbitnya 0,435 hari. Tentukanlah kecepatan orbit Bianca. a. 9,89  102 m/s

d. 9,89  105 m/s

b. 9,89  103 m/s

e. 9,89 106 m/s

c. 9,89  104 m/s

GERAK MELINGKAR P ADA BENDA L ANGIT

25

Bab 3

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

Materi : Hukum Gerak dan Gravitasi

Kelas X

Kompetensi dasar : X.3.3 Menganalisis besaran-besaran fisis pada gerak lurus dengan kecepatan konstan dan gerak lurus dengan percepatan konstan X.3.4 Menganalisis hubungan antara gaya, massa dan gerakan benda pada gerak lurus Tingkat : kelas XI Kompetensi dasar : XI.3.2 Mengevaluasi pemikiran dirinya terhadap keteraturan gerak planet dalam tata surya berdasarkan hukum Newton XI.4.2 Menyajikan data dan informasi tentang satelit buatan yang mengorbit Bumi dan dampak yang ditimbulkannya

Hukum Newton I Hukum Newton yang pertama tentang gerak menyatakan bahwa jika pada sebuah benda tidak ada gaya yang bekerja atau jumlah gaya yang bekerja adalah nol, maka benda itu akan diam atau bergerak lurus dengan kecepatan konstan, bergantung pada keadaan awalnya. Pada benda yang diam dengan mudah kita menyetujui hukum ini, namun bagaimana kita dapat melihat keberlakuan hukum ini pada benda bergerak. Di dalam kehidupan sehari-hari kita melihat semua benda bergerak di sekitar kita pada akhirnya akan berhenti jika tidak diberi upaya untuk mempertahankan geraknya. Sebuah mobil yang bergerak di jalan mendatar lalu dinetralkan giginya dan dimatikan mesinnya akan bergerak melambat akhirnya akan berhenti. Jadi, dalam peristiwa nyata apakah kita bisa memperoleh bukti langsung keberlakuan hukum Newton I ini ? Sebelum menjawab, mari kita telaah dulu mengapa mobil yang bergerak dengan mesin mati itu dapat berhenti. Mobil menjadi melambat lalu berhenti karena ada gaya gesekan yang menghambatnya. Gesekan udara, gesekan antara ban dan jalan, gesekan

27

antara ban dan as dan lain-lain. Pada kenyataannya semua benda bergerak di permukaan Bumi mengalami gaya gesekan sehingga cenderung melambat dan berhenti. Jadi untuk melihat langsung keberlakuan hukum Newton pertama untuk benda bergerak kita harus berada di tempat yang tidak ada gesekan. Di udara? Tidak! Di udara masih ada partikel-partikel atmosfir yang dapat menghambat gerak benda, jadi masih ada gesekan. Kita harus pergi ke tempat yang tidak ada udara, yaitu angkasa luar. Disana, karena tidak ada udara, tidak ada gesekan yang menghambat gerak benda. Sebuah benda yang dilemparkan di angkasa luar akan cenderung bergerak lurus dengan kecepatan konstan atau mengalami Gerak Lurus Beraturan (GLB). Benda bergerak diangkasa luar baru akan berbelok lintasannya bila pergeraknnya diganggu oleh gravitasi benda angkasa seperti Matahari, planet, satelit dan lain-lain, itu pun biasanya dengan kelengkungan yang landai. Pesawat Voyager I dan II yang diluncurkan tahun 1977, bisa meluncur terus menjauhi Matahari hingga sekarang merupakan bukti nyata keberlakuan hukum Newton I. Kedua pesawat itu telah melayang di angkasa luar selama berpuluh-puluh tahun, bermilyar-milyar kilometer hingga keluar Tata Surya.

Gambar 3.1 Pesawat Voyager yang diluncurkan pada tahun 1977, hingga sekarang masih terus terbang menjauhi Matahari, pada tahun 2013 pesawat itu sudah keluar dari Tata Surya. http://www.jpl.nasa.gov/images/voyager/20110427/voyager20110427-full.jpg

28

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

Pada tahun 2012, Voyager I berada pada jarak 17,8 milyar km, sedangkan Voyager II 14,7 milyar km dari Matahari. Ini lebih jauh dari planet terjauh, Neptunus,bahkan lebih jauh dari planet kerdil Pluto. Kedua pesawat itu bergerak tanpa menggunakan bahan bakar. Bahan bakar nuklir yang ada di dalam pesawat bukan untuk bergerak, melainkan untuk menghidupkan komponen elektroniknya sehingga dapat berkomunikasi dengan Bumi. Ini adalah bukti nyata keberlakuan hukum Newton I untuk benda bergerak.

Hukum Newton II Hukum Newton yang kedua tentang gerak menyatakan bahwa pada sebuah benda yang dikenakan gaya akan terjadi percepatan yang dapat mengubah kecepatan benda itu. Jadi jika di angkasa luar ada sebuah benda, misalnya pesawat angkasa luar bermassa m, yang mula-mula diam, lalu roketnya dinyalakan, maka pesawat akan mendapat gaya konstan F dari roket ke arah yang berlawanan dengan arah semburan roket.

Gambar 3.2 Gerak roket berlawanan dengan arah semburan gas buangnya

Percepatan yang dialami pesawat adalah :

a

F m

(3.1)

Pesawat akan terus bergerak makin cepat selama roket dinyalakan. Jika pada saat kecepatannya v, roket dimatikan, pesawat tidak akan berhenti, melainkan akan bergerak terus dengan kecepatan konstan sebesar v. Jadi

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

29

saat roket menyala berlaku hukum Newton II, saat roket mati berlaku hukum Newton I. Bagaimana caranya kita menghentikan pesawat di angkasa luar? Caranya adalah dengan menyalakan roket dengan arah semburan yang persis searah dengan arah gerak, sehingga menimbulkan gaya yang berlawanan dengan arah gerak. Tepat pada saat kecepatan nol roket dimatikan, maka pesawat akan berhenti. Bagaimana halnya jika arah semburan roket tidak sejajar dengan arah gerak? Misalnya tegak lurus atau membentuk sudut tertentu? Pesawat akan berbelok, dan lajunya bisa saja tetap sama. Apakah ini tidak bertentangan dengan hukum Newton II bukankah harus timbul percepatan? Tidak bertentangan! Percepatan adalah perubahan kecepatan, kecepatan adalah besaran vektor yang mempunyai arah dan nilai. Jadi kalau karena roket dinyalakan pesawat menjadi belok tanpa berubah lajunya, kita tetap mengatakan pesawat itu mengalami percepatan, percepatan yang mengubah arah kecepatan, bukan nilainya, disebut percepatan sentripetal. Bagaimana halnya dengan bulan yang mengelilingi Bumi? Jika tidak ada Bumi, Bulan akan mengalami GLB. Tarikan gaya gravitasi Bumi lah yang membuat lintasan Bulan menjadi melengkung. Karena tarikan gravitasi Bumi cukup kuat karena Bulan cukup dekat dengan Bumi sementara kecepatan bulan tidak terlalu besar, lintasan bulan menjadi melengkung terus sehingga hampir lingkaran. Jika sebuah benda bergerak melingkar ada suatu gaya yang terus-menerus menarik benda itu sehingga geraknya terus melengkung. Pada pergerakan Bulan, yang menjadi gaya sentripetalnya adalah gaya gravitasi Bumi. Oleh karena itu gaya sentripetalnya harus sama dengan gaya gravitasi Bumi. Keterikatan secara gravitasi seperti ini bukan hanya berlaku pada sistem Bumi – Bulan, tapi juga pada planet-planet yang mengelilingi Matahari, pada bintang ganda, pada satelit yang mengelilingi planet dan lain-lain. Lintasan sistem dua benda yang terikat secara gravitasi ini tidak harus lingkaran, tapi pada umumnya berbentuk elips dan harus dalam sebuah bidang datar yaitu bidang orbit. Salah satu contoh akibat percepatan sentripetal adalah gerak benda angkasa mengelilingi benda angkasa yang lebih besar, misalnya bulan mengelilingi Bumi, satelit mengelilingi Bumi, planet mengelilingi Matahari, Callisto mengelilingi Jupiter dan lain-lain. Penyebab percepatan sentripetalnya adalah gaya gravitasi. Jadi gravitasi berperan sebagai gaya sentripetal. Lintasan Bumi mengelilingi Matahari yang tidak lurus melainkan hampir lingkaran (dapat diartikan terus-menerus berbelok) menunjukkan adanya

30

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

percepatan sentripetal yang terus menerus juga. Jika Matahari tiba-tiba hilang, gaya gravitasi hilang, percepatan hilang, maka gerak Bumi akan langsung berubah menjadi GLB. Jadi percepatan sentripetal itulah yang mempertahankan gerak melingkar, dan percepatan sentripetal itu disebabkan oleh gaya sentripetal:

Fcp 

mv2 r

(3.2)

Sehingga percepatan sentripetal :

v2 acp  r

(3.3)

Gambar 3.3 Revolusi Bumi mengelilingi Matahari dipertahankan oleh percepatan sentripetal yang disebabkan oleh gravitasi Matahari

Untuk kasus planet mengelilingi Matahari, penyebab gaya sentripetal adalah gaya gravitasi. Jika sebuah planet mengorbit matahari dengan lintasan lingkaran, artinya jarak ke Matahari selalu konstan, besarnya gaya sentripetal selalu konstan. Besarnya percepatan sentripetal juga tetap, arahnya selalu ke arah Matahari, artinya selalu tegak lurus terhadap lintasan dan selalu tegak lurus terhadap arah vektor kecepatan. Dalam keadaan ini laju gerak planet konstan. Waktu yang dibutuhkan planet untuk mengelilingi Matahari satu kali disebut periode revolusi.

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

31

Contoh : Berapakah kecepatan linier gerak Bumi mengelilingi Matahari jika diketahui Periode revolusi Bumi 365,25 hari dan jarak Bumi Matahari 150 juta km dan orbit Bumi dianggap berbentuk lingkaran? Jika Matahari tiba-tiba hilang bagaimanakah gerak Bumi? Jawab: Kecepatan gerak melingkar v = 2πr/T = 2π×150.000.000/(365,25×24×60×60) = 29,9 km/s Jika Matahari tiba-tiba hilang maka Bumi akan bergerak lurus dengan kecepatan 29,9 km/s

Periode revolusi Bumi adalah satu tahun atau lebih akuratnya 365,25 hari, periode revolusi Mars adalah 687 hari. Memang orbit Bumi mengelilingi Matahari tidak lingkaran sempurna, melainkan agak lonjong (elips), tapi kelonjongannya kecil, sehingga kalau dianggap lingkaran pun kesalahannya tidak terlalu besar. Selain laju linier kita bisa juga meninjau besarnya sudut yang ditempuh oleh planet dilihat dari Matahari tiap satuan waktu, besaran ini disebut kecepatan sudut ω. Misalnya dalam sehari Bumi menempuh sudut hampir 1° dalam revolusinya mengelilingi Matahari, atau lebih akuratnya dalam setahun (365,25 hari) menempuh sudut sebesar 360° atau kecepatan sudut Bumi kira-kira ω = 0,9856°/hari.

Hukum Newton III Hukum Newton yang ketiga menyatakan bahwa pada sebuah benda yang mengalami aksi (gaya) akan ada gaya reaksi yang besarnya sama tapi berlawanan arah. Pada sistem Bumi-Matahari, misalnya, bukan hanya Bumi yang ditarik oleh gravitasi Matahari tapi Matahari juga ditarik oleh Bumi tapi karena massa Bumi terlalu kecil dibanding Matahari, tarikan gravitasi Bumi tidak “terasa” oleh Matahari. Untuk dua benda yang massanya kurang lebih berimbang, gaya tarik kedua benda bisa berpengaruh pada pola gerak kedua benda, misalnya sistem Bumi – Bulan. Bukan hanya Bulan yang mengelilingi Bumi, tapi gaya tarik Bulan juga berpengaruh pada Bumi, misalnya dalam fenomena pasang surut air laut. Selain itu, sebenarnya karena gaya tarik Bulan, gerak Bumi mengelilingi Matahari tidak berbentuk elips sempurna melainkan elips yang bergelombang. Jika planet berukuran cukup besar dan cukup dekat ke bintang pusatnya tarikan gravitasi planet tersebut bisa berpengaruh cukup signifikan pada

32

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

pola gerak bintangnya. Hal ini dimanfaatkan oleh astronom yang mencari extra solar planet (planet yang mengelilingi bintang lain). Pengaruh gravitasi planet cukup besar menyebabkan bintang pusatnya menjauh mendekat secara periodik sehingga jika diamati secara spektroskopi, garisgaris pada spektrum bintang berpindah-pindah panjang gelombang secara periodik juga, sesuai dengan periode orbit planet.

Hukum Newton Tentang Gravitasi Pada dua benda yang berdekatan, ada gaya tarik menarik gravitasi yang besarnya berbanding lurus dengan masing-masing benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Secara matematis hal ini dapat dituliskan :

F G

m1m2 r2

(3.4)

Dengan G adalah konstanta gravitasi yang besarnya 6,67 × 10-11 N m2 / kg2, m1 dan m2 adalah massa benda pertama dan kedua, r adalah jarak antara kedua benda. Contoh : Jika diketahui massa Bumi adalah 5,97 × 1024 kg, jejarinya 6400 km, sebuah benda bermassa 3 kg di permukaan Bumi akan mendapat gaya sebesar :

Jika benda itu dibawa ke ketinggian 12800 km dari permukaan Bumi, maka gaya gravitasi Bumi yang dirasakan benda itu akan menjadi 1/9 semula, atau 3,24 N, karena jaraknya dari pusat Bumi menjadi 3 kali lipat semula. Jika kita menimbang benda itu dengan neraca pegas di ketinggian 12800 km, maka neraca akan menunjukkan angka 1/3 kg (mengapa?). Jika massa benda yang ditarik oleh gravitasi Bumi di dekat permukaan Bumi adalah satu satuan massa, misalnya 1 kg, maka gaya yang dialami adalah sama dengan percepatan gravitasi Bumi. Percepatan gravitasi juga dapat dipandang sebagai gaya gravitasi per satuan massa. Jadi percepatan gravitasi di permukaan Bumi dapat dituliskan :

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

33

ag 

Fg M  G 2 m R

(3.5)

Dapat dihitung besarnya percepatan gravitasi Bumi itu 9,8 m/dt2. Untuk benda yang agak jauh dari permukaan Bumi (misalnya pada jarak r dari pusat Bumi) percepatan gravitasi Bumi yang dialami benda itu :

ag  G

M r2

(3.6)

Sekarang marilah kita bandingkan dengan percepatan gravitasi Bulan, dengan menggunakan rumus yang sama, tapi massanya massa Bulan: 7,34 × 1022 kg, dan r adalah jejari orbit bulan mengelilingi Bumi: 384400 km, maka diperoleh percepatan gravitasi Bulan di Bumi = 3,32 × 10-5 m/dt2. Percepatan sentripetal yang dialami Bumi karena gaya gravitasi Matahari adalah percepatan gravitasi Matahari di posisi Bumi berada. Jika massa Matahari adalah 1,99 × 1030 kg, Jarak Bumi-Matahari 149,6 juta km dan G = 6,68 ×10-11 Nm2/kg2. Maka percepatan gravitasi Matahari di Bumi adalah :

gM 

GM = 5,94× 10-3 m/dt2 r2

(3.7)

Percepatan gravitasi Matahari inilah yang berfungsi sebagai percepatan sentripetal sehingga Bumi bisa bergerak melingkar mengelilingi Matahari dengan stabil selama berjuta-juta tahun. Kalau percepatan gravitasi Matahari lebih besar daripada Bulan, mengapa pasang surut air laut di Bumi lebih dipengaruhi oleh gravitasi Bulan dan bukan oleh gravitasi Matahari? Jawabnya adalah bahwa pasang-surut lebih dipengaruhi oleh perbedaan gaya gravitasi antara dua titik daripada gaya gravitasi itu sendiri. Sebaliknya, berapa percepatan gravitasi Bumi yang dirasakan oleh Bulan? Dengan menggunakan rumus diatas dan menggunakan massa Bumi dapat diperoleh g = 2,7× 10-3 m/dt2. Bagaimanakah pola gerak dua benda yang saling tarik-menarik karena gravitasi? Jika kedua benda mula-mula diam, maka keduanya akan cenderung saling mendekat karena gaya gravitasinya, akhirnya akan bertabrakan. Contoh kasus ini adalah benda jatuh bebas di atas permukaan Bumi. Benda akan ditarik oleh gravitasi Bumi hingga menabrak Bumi. Jika benda bergerak dalam pengaruh gravitasi Bumi mula-mula bergerak tidak dalam arah menuju ke arah Bumi, ada beberapa kemungkinan : 1. Jika kecepatan relatif keduanya sangat rendah, maka keduanya bisa saling mendekat dan kemungkinan bisa bertabrakan, contoh hal ini 34

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

adalah benda yang dilempar oleh manusia di atas permukaan Bumi. Benda tidak cukup cepat untuk bisa lepas dari tarikan gravitasi Bumi sehingga tak lama kemudian akan jatuh. Lintasan benda akan berbentuk parabola kecuali kalau dilempar tepat vertikal keatas.

Gambar 3.4a Benda yang dilemparkan diatas permukaan Bumi, lintasannya berbentuk Parabola

Peluru yang ditembakkan horizontal oleh pistol memang kecepatan awalnya cukup besar, akan terlontar jauh, tetapi lintasannya tetap akan berbentuk parabola.

Gambar 3.4b Peluru yang ditembakkan dari pistol secara horizontal juga akan menempuh lintasan parabola

2. Peluru kendali balistik ditembakkan dengan kecepatan awal besar sehingga jatuh ribuan kilometer dari tempat semula, biasanya lintasannya akan berbentuk elips, tapi hanya sebagian karena sebelum membuat lintasan elips lengkap, benda sudah jatuh. HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

35

Kecepatan awalnya tetap masih kurang tinggi untuk membuatnya lepas dari tarikan gravitasi Bumi, akhirnya jatuh.

Gambar 3.5 Lintasan peluru kendali balistik jarak menengah di dekat permukaan Bumi berbentuk elips yang tidak lengkap.

Gambar 3.6 Lintasan peluru kendali balistik jarak jauh di dekat permukaan Bumi berbentuk elips yang hampir lengkap.

36

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

3. Jika kecepatannya cukup tinggi, kedua benda bisa bergerak saling mengitari. Jika kedua benda itu adalah Bumi dan sebuah benda lain yang diluncurkan dari permukaan Bumi dengan kecepatan awal yang tinggi kemungkinan lintasan benda itu akan dapat berbentuk elips penuh, dan akan mengorbit Bumi, tidak jatuh ke permukaan. Contoh lain dari kasus ini adalah satelit telekomunikasi yang diluncurkan dari Bumi dan juga Bulan yang mengelilingi Bumi.

Gambar 3.7 Orbit satelit yang diluncurkan dari permukaan Bumi berbentuk elips yang lengkap.

4. Jika kecepatannya sangat tinggi, kedua benda bisa terpisah. Untuk kasus benda yang ditembakkan dari permukaan Bumi dengan kecepatan sangat tinggi, benda itu bisa lepas dari tarikan gravitasi Bumi. Lintasannya bisa berbentuk parabola atau hiperbola. Contoh kasus ini adalah pesawat-pesawat antariksa yang dikirim manusia menjelajahi tata surya hingga ke planet-planet lain atau hingga keluar Tata Surya. Kecepatan minimum yang dibutuhkan untuk lepas dari tarikan gravitassi Bumi disebut kecepatan lepas, yang besarnya

v

2GM R

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

(3.8)

37

Medan Gravitasi Kita bisa mempunyai cara pandang lain tentang gravitasi. Sebuah benda yang mempunyai massa mempunyai kemampuan untuk menarik benda lain yang berada di sekitarnya. Semakin besar benda itu semakin kuat kemampuan menarik benda lain itu. Kemampuan sebuah benda menarik benda lain di sekitarnya dapat digambarkan sebagai adanya medan gravitasi di sekitar benda tersebut. Semakin besar massa benda semakin kuat medan gravitasi di sekitarnya dan semakin jauh jangkauan medan gravitasi itu. Sebagai gambaran, medan garvitasi Matahari masih dapat dirasakan oleh planet-planet yang letaknya sangat jauh hingga bermilyar-milyar kilometer. Planet Neptunus dan planet kerdil Pluto masih dipengaruhi oleh gravitasi Matahari, terbukti keduanya masih mengelilingi Matahari meskipun jaraknya sangat jauh, bermilyar-milyar km. Bahkan kemudian masih ditemukan planet-planet kerdil lain yang lebih jauh yang mengelilingi Matahari. Medan gravitasi Matahari dapat menjangkau tempat yang demikian jauh karena massa Matahari sangat besar, yaitu sekitar 1,99× 1030 kg. Bagaimana kita menggambarkan medan gravitasi di sekitar sebuah benda? Kuat medan gravitasi dapat didefinisikan sebagai gaya yang dialami oleh satu satuan massa benda lain jika berada di dalam medan gravitasi itu. Gaya tersebut arahnya ke arah benda yang menjadi sumber medan gravitasi. Jadi di sekitar benda yang mempunyai massa dapat kita bayangkan ada medan gaya yang arahnya memusat. Semakin dekat ke pusat, kuat medannya semakin besar. Albert Einstein menggambarkan medan gravitasi sebagai kelengkungan ruang waktu.

Hukum-hukum Kepler Hukum-hukum Kepler dinyatakan oleh Johannes Kepler untuk menjelaskan pola gerak planet mengelilingi Matahari. Hukum-hukum ini diformulasikan secara empirik berdasarkan hasil pengamatan posisi planet selama berpuluh-puluh tahun oleh Tycho Brahe, dilanjutkan oleh Johannes Kepler dengan menggunakan alat ukur quadrant yang berukuran besar sehingga mempunyai presisi yang paling tinggi pada zamannya. Hasil pengamatan mereka cocok dengan pendapat Copernicus yang menyatakan bahwa planet-planet tidak mengelilingi Bumi melainkan mengelilingi Matahari. Bumi juga mengelilingi Matahari dan bukan Matahari yang mengelilingi Bumi.

38

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

Perbedaan hukum Kepler dari Copernicus adalah bahwa menurut Kepler orbit planet berbentuk elips, sedangkan menurut Copernicus berbentuk lingkaran. Sebenarnya asumsi orbit lingkaran ini tidak begitu cocok dengan hasil pengukuran posisi planet dari waktu ke waktu. Untuk membuatnya cocok, Copernicus menganggap bahwa planet-planet juga bergerak dalam lingkaran kecil yang disebut epicycle. Alat ukur yang digunakan oleh Kepler dan Tycho Brahe lebih presisi sehingga hasil-hasil penguklurannya lebih akurat. Maka penyimpangan hasil pengukuran posisi terhadap asumsi orbit lingkaran lebih meyakinkan berasal dari penyebab alam, bukan ketelitian alat ukur. Berdasarkan hal itulah Kepler yakin bahwa orbit planet bukan lingkaran sempurna, melainkan elips. Hasil pengamatan dan analisa Kepler disimpulkan dalam bentuk hukum-hukum berikut : Hukum Kepler 1 Planet-planet mengelilingi Matahari dalam lintasan berbentuk elips dengan Matahari di salah satu titik fokusnya.

Hukum Kepler 2 Garis hubung Matahari dan planet menyapu luas yang sama dalam selang waktu yang sama. Hukum Kepler 3 Jarak rata-rata planet dari Matahari pangkat tiga berbanding lurus dengan kuadrat periode orbit. Hukum-hukum ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, karenanya hukum Kepler dapat diturunkan dari hukum Newton. Akan tetapi Newton baru menyatakan hukum-hukumnya setelah Kepler tiada. Kepler meninggal tahun 1630 sedangkan Newton baru lahir tahun 1643. Hasil pekerjaan Kepler digunakan oleh Newton antara lain untuk mengkonfirmasi kebenaran formulasi hukum-hukumnya.

Penjelasan Hukum Kepler 1 Lintasan planet tidak berbentuk lingkaran melainkan elips, dengan Matahari di salah satu titik api atau titik fokusnya, bukan di pusat elips. Artinya planet mendekat dan menjauhi Matahari satu kali setiap kali perioda revolusinya. Saat planet berada paling dekat dengan Matahari, dikatakan bahwa planet berada di perihelion, sedangkan titik terjauh

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

39

disebut aphelion. Penurunan hukum ini dari membutuhkan kalkulus sehingga tidak dibahas disini.

Hukum

Newton

Gambar 3.8 Orbit planet mengelilingi Matahari berbentuk elips dengan Matahari sebagai salah satu titik fokusnya.

Penjelasan Hukum Kepler 2 Jika M adalah Matahari, jarak AB ditempuh dalam jangka waktu yang sama dengan jarak CD, luas AMB sama dengan luas CMD. Konsekuensi dari hukum ini adalah saat planet berada dekat dengan Matahari kecepatan liniernya lebih tinggi dibandingkan dengan saat jauh dari Matahari.

Gambar 3.9 Luas daerah yang disapu garis hubung Matahari-Planet per satuan waktu tetap.

40

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

Hal ini juga sesuai dengan hukum kekekalan momentum sudut. Selama planet mengelilingi Matahari momentum sudutnya konstan. Penurunan hukum ini dari hukum Newton juga membutuhkan kalkulus sehingga tidak dibahas disini. Penjelasan Hukum Kepler 3 Jika orbit planet lingkaran atau dianggap lingkaran (pada kenyataannya eksentrisitas atau kelonjongan orbit planet tidak besar sehingga masih cukup dekat dengan lingkaran), hukum Kepler 3 dapat diturunkan dari hukum Newton sebagai berikut : Yang berperan sebagai gaya sentripetal di dalam sistem Matahari – planet adalah gaya gravitasi, maka kita dapat memformulasikan gaya sentripetal sebagai berikut :

m

v2 Mm G 2 r r

(3.9)

Dengan G konstanta gravitasi m massa planet, M Massa Matahari v kecepatan orbit planet r radius orbit

2 r 2 r 2  GM r

(3.10)

4 2r3  GM T2

(3.11)

r 3 GM  T 2 4 2

(3.12)

Karena M adalah massa Matahari, harganya sama untuk semua planet, maka ruas kanan persamaan diatas konstan. Jadi terbukti bahwa jarak pangkat tiga sebanding dengan perioda kuadrat. Hukum Kepler 3 ini berlaku juga untuk lintasan elips, bukan hanya lingkaran. Jika diterapkan untuk elips, radius orbit r harus diganti dengan setengah sumbu panjang a.

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

41

Soal-soal 1. (OSKK 2008) Apabila Bumi jaraknya menjadi 3 AU dari Matahari, maka besarnya gaya gravitasi antara Bumi dan Matahari, menjadi, a. 3 kali daripada gaya gravitasi sekarang. b. 1,5 kali daripada gaya gravitasi sekarang. c. sama seperti sekarang. d. sepertiga kali daripada gaya gravitasi sekarang. e. sepersembilan kali daripada gaya gravitasi sekarang. 2.

(OSP 2007) Ilustrasi berikut menggambarkan wahana (space-probe) yang melakukan perpindahan orbit Hohmann (lingkaran ke lingkaran) dari Bumi ke Mars. Jika jarak rata-rata Mars-Matahari=1,52 SA. Perkirakan waktu yang dibutuhkan oleh wahana tersebut untuk sampai ke planet Mars.

3.

(OSN 2007) Mars mempunyai dua buah satelit Phobos dan Deimos. Jika diketahui Deimos bergerak mengelilingi Mars dengan jarak a = 23490 km dan periode revolusinya P = 30jam 18 menit. Berapakah massa planet Mars bila dinyatakan dalam satuan massa Matahari? Jika Periode revolusi Phobos 7jam 39menit, berapakah jaraknya dari Mars?

42

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

4. (OSKK 2008) Seorang astronot terbang di atas Bumi pada ketinggian 300 km dan dalam orbit yang berupa lingkaran. Ia menggunakan roket untuk bergeser ke ketinggian 400 km dan tetap dalam orbit lingkaran. Kecepatan orbitnya adalah, a. lebih besar pada ketinggian 400 km b. lebih besar pada ketinggian 300 km c. Kecepatannya sama karena orbitnya sama-sama berupa lingkaran d. kecepatannya sama karena dalam kedua orbit efek gravitasinya sama e. tidak cukup data untuk menjelaskan 5. Andaikan Matahari tiba-tiba runtuh menjadi sebuah black hole, maka Bumi akan a. Mengorbit lebih cepat tapi pada jarak yang sama b. Jatuh dengan cepat ke dalam black hole tersebut c. Radiasi gravitasional akan membuat Bumi juga menjadi black hole d. bergerak perlahan dalam lintasan spiral hingga akhirnya jatuh ke dalam black hole e. tidak mengalami perubahan orbit 6.

(OSN 2008) Seorang astronot mempunyai bobot 60 N di Bumi. Berapakah bobotnya pada sebuah planet yang mempunyai rapat massa yang sama dengan rapat massa Bumi tetapi radiusnya 2 kali radius Bumi. (Andaikan percepatan gravitasi Bumi= 9,6 m/s2) a. 102,0 N

d. 132,5 N

b. 112,5 N

e. 142,0 N

c. 120,0 N 7.

(OSKK 2009) Callisto yang merupakan bulannya planet Jupiter, mengedari planet Jupiter pada berjarak 1,88 juta kilometer dan dengan periode 16,7 hari. Apabila massa Callisto diabaikan, karena jauh lebih kecil daripada massa Jupiter, maka massa planet Jupiter adalah, a. 10,35 x 10-4 massa Matahari b. 9,35 x 10-4 massa Matahari Djoni N. Dawanas 2009 c. 8,35 x 10-4 massa Matahari d. 7,35 x 10-4 massa Matahari e. 6,35 x 10-4 massa Matahari

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

43

8. (OSKK 2009) Jika massa Matahari menjadi dua kali lebih besar dari sekarang, dan apabila planet-planet termasuk Bumi tetap berada pada orbitnya seperti sekarang, maka periode orbit Bumi mengelilingi Matahari adalah, a. 258 hari

d. 423 hari

b. 321 hari

e. 730 hari

c. 365 hari 9. (OSKK 2009) Sebuah satelit terbang di atas Bumi pada ketinggian 300 km dan dalam orbit yang berupa lingkaran. Dengan menggunakan roket, satelit tersebut bergeser ke ketinggian 400 km dan tetap dalam orbit lingkaran. Kecepatan orbitnya a. lebih besar pada ketinggian 400 km b. lebih besar pada ketinggian 300 km c. sama karena orbitnya sama-sama berupa lingkaran d. sama karena dalam kedua orbit efek gravitasinya sama e. tidak cukup data untuk menjelaskan

10. (OSKK 2009) Sebuah pesawat ruang angkasa mengelilingi Bulan dengan orbit yang berupa lingkaran pada ketinggian 1737 km dan dengan periode orbit sebesar 2 jam . Apabila gaya gravitasi yang disebabkan Bulan pada pesawat ruang angkasa ini sama dengan gaya sentrifugalnya, maka massa Bulan yang ditentukan berdasarkan kedua gaya ini adalah (konstanta gravitasi G = 6,67 x 10-11 m3 kg-1 s-2). a. 5,98 x 1026 kg b. 5,98 x 1024 kg c. 5,98 x 1022 kg d. 5,98 x 1020 kg e. Massa bulan tidak bisa ditentukan dengan cara ini

11. (OSKK 2009) Matahari mengorbit pusat galaksi Bima Sakti dengan setengah sumbu panjang orbitnya 1,8109 AU dan periodenya

2108

tahun. Apabila massa Matahari diabaikan terhadap massa Bima Sakti, dan hukum Kepler III berlaku, maka massa galaksi Bima Sakti adalah : a. 1,46107 kali massa Matahari b. 4,05107 kali massa Matahari

44

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

c.

1,461011kali massa Matahari

d. 4,051011kali massa Matahari e. 1,021019 kali massa Matahari 12. (OSP 2009) Dengan menggabungkan hukum Newton dan hukum Kepler, kita dapat menentukan massa Matahari, asalkan kita tahu: a. Massa dan keliling Bumi. b. Temperatur Matahari yang diperoleh dari Hukum Wien. c. Densitas Matahari yang diperoleh dari spektroskopi. d. Jarak Bumi-Matahari dan lama waktu Bumi mengelilingi Matahari. e. Waktu eksak transit Venus dan diameter Venus.

HUKUM GERAK DAN GRAVITASI

45

Bab 4

TEROPONG BINTANG

Materi : Alat optik

Kelas X

Kompetensi dasar : X.3.9 Menganalisis cara kerja alat optik menggunakan sifat pencerminan dan pembiasan oleh cermin dan lensa X.4.9 Menyajikan ide/rancangan sebuah alat optik dengan menerapkan prinsip pemantulan dan pembiasan pada cermin dan lensa

Pendahuluan Peristiwa pembelokan cahaya yang terjadi bila cahaya itu merambat melewati dua atau lebih medium yang kerapatannya berbeda disebut fenomena pembiasan atau refraksi. Mengapa cahaya itu bisa membelok? Karena jika cahaya merambat melalui dua medium yang kerapatannya berbeda kecepatannya berubah. Mengapa kecepatan rambat berubah harus membelok? Ilustrasi berikut ini diharapkan dapat memberikan penjelasan.

Gambar 4.1 Batu yang dijatuhkan di permukaan air akan membentuk lingkaranlingkaran konsentris yang semakin besar. Lingkaran-lingkaran itu adalah muka gelombang. Arah penjalaran gelombang yang menjauhi pusat adalah sinar gelombang.

47

Jika sebuah titik menjadi sumber cahaya, maka cahaya akan dipancarkan ke segala arah. Mari kita sebut arah rambat cahaya sebagai “sinar” yang berbeda pengertiannya dengan “cahaya”. Bagian cahaya yang dipancarkan pada saat yang sama membentuk muka gelombang yang semakin besar menjauhi sumber cahaya. Untuk memudahkan pemahaman tentang sinar dan muka gelombang ini, mari kita bandingkan dengan gelombang air. Jika kita menjatuhkan batu di air kolam yang tenang, tempat jatuhnya batu itu adalah sumber gelombang air. Kita akan melihat lingkaran-lingkaran yang bergerak makin besar menjauhi tempat jatuhnya batu. Lingkaran-lingkaran itu adalah muka gelombang. Arah gerak gelombang air itu menjauhi tempat jatuhnya batu. Jika kita tarik garis dari pusat gelombang ke luar mengikuti arah gerak muka gelombang, itulah sinar gelombang. Sinar gelombang selalu tegak lurus terhadap muka gelombang. Pada peristiwa perambatan gelombang air, medium perambatannya adalah dua dimensi yaitu permukaan air, maka muka gelombangnya berbentuk lingkaran yang makin lama makin besar. Pada cahaya, medium perambatannya 3 dimensi, sehingga muka gelombangnya berupa permukaan bola yang makin lama makin besar. Namun pada kedua peristiwa itu tetap berlaku aturan sinar gelombang tegak lurus terhadap muka gelombang. Jika cahaya merambat dan dalam perambatannya kecepatannya berubah karena berpindah medium, dan muka gelombang yang berfase sama tidak mengalami perubahan kecepatan itu secara bersamaan, maka sinar gelombang harus membelok, jika tidak, muka gelombang dan sinar gelombang tidak akan tegak lurus. Hal ini dijelaskan pada gambar 4.2 dan 4.3. Pada Gambar 4.2, andaikan cahaya dari udara masuk ke air tidak membelok, sementara kecepatan cahaya di air lebih kecil dari pada di udara. P dan R berada dalam muka gelombang yang sama. Saat sinar gelombang 1 mencapai P, sinar gelombang 2 mencapai R, setelah itu kecepatan sinar gelombang 2 lebih kecil dari sinar gelombang 2 padahal keduanya berada dalam muka gelombang yang sama. Saat sinar gelombang 1 menempuh jarak PQ, sinar gelombang 2 hanya menempuh jarak RS karena kecepatannya lebih rendah. Akibatnya muka gelombang QS tidak dapat tegak lurus terhadap sinar gelombang RS. Keadaan ini tidak diperbolehkan.

48

TEROPONG BINTANG

Gambar 4.2 Ilustrasi apabila cahaya datang dari udara ke air tidak membelok, maka muka gelombang dan sinar gelombang tidak dapat tegak lurus bila sudut datang tidak nol.

Pada gambar 4.3 diilustrasikan keadaan jika sinar gelombang harus dibuat tegak lurus terhadap muka gelombang, maka konsekuensinya sinar gelombang harus membelok di perbatasan antara dua medium. Itulah sebabnya mengapa perubahan kecepatan menyebabkan pembelokan pada cahaya yang masuk dari medium satu ke medium lain.

Gambar 4.3 Cahaya yang masuk dari udara ke air harus membelok sebagai konsekuensi dari perubahan kecepatannya

Dalam menganalisis besarnya pembelokan cahaya karena cahaya pindah medium, didefinisikan besaran indeks bias yang merupakan perbandingan kecepatan cahaya di ruang hampa dengan di medium:

n

c v

TEROPONG BINTANG

(4.1)

49

Andaikan indeks bias medium A adalah nA, dan medium B adalah nB, jika cahaya datang dari medium A dengan sudut datang i dan masuk ke medium B, meninggalkan perbatasan kedua medium dengan sudut r, berlaku :

nA sini  nB sinr

(4.2)

Jika cahaya datang dari udara, masuk ke kaca lalu keluar lagi pada di permukaan yang lain, dan jika kacanya datar, maka arah sinar datang masih sejajar dengan sinar yang keluar dari permukaan yang lain. Tapi kalau permukaan kaca tempat sinar datang dan permukaan lain tempat sinar keluar tidak sejajar, maka sinar datang umumnya tidak sejajar lagi dengan cahaya yang keluar dari bidang yang lain. Dengan kata lain cahaya itu dibelokkan oleh kaca. Contoh, jika cahaya menembus prisma maka sinar datang dan sinar yang keluar dari prisma tidak sejajar. Contoh lain, jika kaca itu berupa lensa cembung maka setiap berkas sinar datang akan dibelokkan sedemikian rupa sehingga akan mengumpul atau menyebar bergantung pada jarak sumber cahayanya. Jika semua berkas sinar datang sejajar, maka sinar yang keluar dari lensa akan dikumpulkan di titik fokus.

Medium A i

Medium B r

Gambar 4.4 Pembelokan cahaya ketika melewati medium yang berbeda

50

TEROPONG BINTANG

Di dalam bidang ilmu astronomi, salah satu contoh peristiwa pembiasan adalah cahaya yang datang dari bintang menuju pengamat di permukaan Bumi dan bintang tersebut tidak tepat diatas kepala. Cahaya bintang tidak datang tegak lurus terhadap permukaan Bumi. Cahaya itu akan mengalami pembelokan karena pembiasan oleh atmosfir Bumi. Hal ini disebabkan sebelum masuk ke atmosfir cahaya bintang datang dari ruang hampa udara. Ketika masuk atmosfir Bumi, yang lebih rapat, kecepatannya berkurang, mengalami pembiasan dan dapat sedikit membelok.

Gambar 4.5 Pembelokan cahaya bintang ketika memasuki atmosfir Bumi

Sebuah bintang yang nampak berada di horizon, sebenarnya sudah berada di bawah horizon sejauh 35 menit busur, jadi seharusnya tidak akan tampak jika Bumi tidak mempunyai atmosfir. Bintang itu masih dapat tampak oleh pengamat di Bumi karena cahayanya membelok.

Prisma Sebagai Pengurai Cahaya Jika sinar datang ke permukaan prisma, di dalam prisma cahaya akan dibelokkan karena perbedan indeks bias udara dengan kaca. Jika cahaya Matahari dilewatkan pada prisma, cahaya Matahari yang sebenarmya terdiri dari berbagai panjang gelombang (dideteksi sebagai warna oleh manusia) itu akan terurai.

TEROPONG BINTANG

51

Hal ini disebabkan indeks bias bergantung pada panjang gelombang, maka warna yang berbeda akan dibelokkan dengan ketajaman yang berbeda. Akibatnya cahaya matahari akan nampak terurai menjadi berbagai warna setelah melewati prisma.

Gambar 4.6 Cahaya Matahari yang melalui prisma akan diuraikan, karena kecepatan cahaya di dalam kaca bergantung pada panjang gelombang

Fenomena ini dimanfaatkan oleh para astronom untuk mempelajari komposisi cahaya Matahari dan bintang-bintang dengan lebih mendetail. Cahaya Matahari atau bintang diuraikan dengan prisma lalu direkam dan dianalisis. Rekaman hasil penguraian cahaya itu disebut spektrum. Alat untuk menguraikan cahaya disebut spektrograf. Ternyata spektrum benda langit mengandung banyak informasi tentang keadaan fisik benda langit, seperti temperatur, komposisi kimia, pola gerakan dan lain-lain. Pada masa kini, pengurai cahaya benda langit tidak lagi berupa prisma, karena daya urai prisma tidak begitu besar. Ada berbagai macam teknik penguraian cahaya benda langit yang menghasilkan berbagai macam dispersi, masing-masing mempunyai tujuan ilmiah tersendiri. Secara umum alat untuk menguraikan cahaya benda langit untuk menghasilkan spektrum disebut spektrograf saja.

52

TEROPONG BINTANG

Gambar 4.7 Contoh spektrum bintang, hasil penguraian oleh prisma atau kisi. Pola garis-garis pada bintang-bintang berbeda-beda, masing-masing mengandung informasi fisik tentang bintang yang diamati

Lensa sebagai pengumpul cahaya Lensa adalah benda transparan dari material tembus cahaya yang mempunyai indeks bias lebih besar dari udara, dengan permukaan lengkung. Lengkungnya permukaan lensa, membuat cahaya yang datang pada posisi yang berbeda di permukaan lensa akan dibiaskan dengan sudut yang berbeda. Setelah menembus lensa, di permukaan sebaliknya cahaya akan keluar dengan sudut yang berbeda pula, artinya cahaya membelok. Dua kali melalui batas melengkung dua medium itu akan memberi efek cahaya akan mengumpul atau menyebar. Jika lengkungan membuat lensa cembung, maka cahaya akan cenderung mengumpul, sedangkan lensa cekung akan membuat cahaya menyebar. Hasil pengumpulan atau penyebaran cahaya ini akan menentukan dimana posisi bayangan apabila ada benda di depan lensa, bergantung pada posisi fokus lensa. Posisi fokus lensa bergantung pada kelengkungan permukaan lensa. Jika jarak fokus pada sumbu utama dari lensa adalah f, jarak benda S dan jarak bayangan adalah S’ maka hubungan ketiga besaran itu adalah :

1 1 1   f S S'

(4.3)

Pada teropong bintang, jarak S sangat jauh dibandingkan dengan f, dengan demikian 1/S dapat diabaikan sehingga :

S'  f

(4.4)

Artinya, jika kita mengarahkan teropong ke suatu bintang, maka cahaya dari bintang itu akan dikumpulkan di titik fokus lensa obyektif. Sifat ini juga dapat kita lihat dengan jelas ketika menghadapkan lensa cembung ke Matahari pada siang hari dan di bawahnya diletakkan kertas. Jika posisi kertas tepat pada titik fokus, kertas itu dapat terbakar. Itu sebabnya titik fokus sering disebut juga titik api. Jika kita ingat peristiwa penguraian cahaya oleh prisma mungkin muncul juga pertanyaan, apakah panjang gelombang yang berbeda difokuskan TEROPONG BINTANG

53

pada jarak yang berbeda setelah melewati lensa, mengingat pembiasan bergantung pada panjang gelombang. Memang benar sebuah lensa bisa mempunyai jarak fokus yang sedikit berbeda untuk panjang gelombang yang berbeda. Gejala ini disebut aberasi kromatik. Namun pembuat lensa teropong bintang dengan berbagai teknik, misalnya menggunakan gabungan lensa, pemilihan bahan dan lain-lain, dapat mengurangi efek aberasi kromatik ini. Lensa yang tidak mempunyai aberasi kromatik ini disebut lensa apokromatik.

Lensa Gravitasi Kita mengenal lensa di Bumi yang dapat memfokuskan cahaya. Fenomena dasar yang dapat membuat sebuah lensa mengumpulkan cahaya adalah fenomena pembiasan, yaitu pembelokan cahaya yang merambat melalui dua medium yang berbeda sehingga kecepatannya berubah. Di alam semesta, pembelokan cahaya dapat terjadi bukan hanya disebabkan oleh proses pembiasan, tetapi juga oleh tarikan gravitasi yang sangat kuat. Peristiwa pembelokan cahaya oleh gravitasi pertama kali dikemukakan oleh Albert Einstein sebagai konsekuensi dari teori relativitas umum.

Gambar 4.8 Pembelokan cahaya bintang oleh gravitasi Matahari, sehingga bintang yang berada di belakang Matahari masih dapat diamati oleh pengamat di Bumi.

Kesempatan pertama untuk membuktikan pembelokan cahaya oleh gravitasi datang pada saat terjadi gerhana Matahari total tahun 1919.

54

TEROPONG BINTANG

Mengapa saat gerhana Matahari total? Karena pada saat itu permukaan Matahari yang menyilaukan tertutup Bulan sehingga bintang bisa kelihatan. Pembelokan cahaya oleh Matahari terhadap cahaya bintang yang berada di belakang Matahari membuat bintang menjadi bisa terlihat meski pun seharusnya tertutup oleh piringan Matahari. Penyebab pembelokan cahaya bintang itu adalah gaya tarik gravitasi Matahari. Bukti lain adanya peristiwa lensa gravitasi adalah dari citra gugus galaksi di bawah ini.

Gambar 4.9 Citra fenomena lensa gravitasi. Galaksi berwarna biru dan melengkung itu sebenarnya berada di belakang kumpulan galaksi besar di tengah, namun tarikan gravitasi besar itu membuat cahaya dari galaksi di belakang membelok ke arah pengamat. Sumber : Hubble Site

Karena jarak tempuh cahaya selama mengalami pelensaan jauh lebih kecil dibanding jarak sumber dengan pengamat, maka pembelokan cahaya oleh gravitasi umumnya mempunyai sifat-sifat yang sama dengan pembelokan cahaya oleh lensa tipis.

TEROPONG BINTANG

55

Teropong Bintang Salah satu alat optik yang digunakan untuk mengamati sumber cahaya yang redup dan sangat jauh adalah teropong bintang. Secara umum teropong bintang dibagi dalam dua golongan besar, refraktor dan reflektor. Teropong refraktor menggunakan lensa, sedangkan reflektor menggunakan cermin sebagai pengumpul cahaya utamanya. Teropong reflektor masih dibagi menjadi beberapa jenis lagi, misalnya Newtonian, Schmidt, Cassegrain dan lain lain.

Refraktor Teropong refraktor atau pembias menggunakan lensa sebagai komponen pengumpul cahayanya. Teropong jenis ini pertama kali diperkenalkan oleh Galileo Galilei tahun 1609 dengan ukuran yang kecil dan perbesaran yang kecil pula, hanya berkisar antara 3 hingga 30 kali. Pada zaman sekarang teropong refraktor itu sudah bisa dibuat dengan ukuran yang lebih teliti, perbesaran lebih besar dan ukurannyapun bisa jauh lebih besar. Sebagai contoh, teropong refraktor Zeiss di Observatorium Bosscha mempunyai lensa obyektif berdiameter 60 cm.

Gambar 4.10 Contoh teropong bintang jenis refraktor kecil yang mirip dengan teropong (kiri) Galileo dan mudah dirakit sendiri

56

Gambar 4.11 Galileo Galilei penemu teropong bintang dan bulan-bulan Jupiter

TEROPONG BINTANG

Pada teropong yang mempunyai perbesaran tinggi, diperlukan sebuah teropong yang lebih kecil, yang disebut finder, untuk mempermudah pencarian obyek langit yang diinginkan. Hal ini disebabkan perbesaran yang tinggi menyebabkan medan langit yang bisa dilihat menjadi kecil sehingga teropong meleset sedikit saja dari obyek yang dituju, obyek menjadi tidak nampak dalam medan pandang (field of view) teropong. Teropong finder mempunyai perbesaran yang kecil dan medan pandang yang lebih luas sehingga arah teropong meleset sedikit dari obyek tidak membuat obyek keluar dari medan pandang. Pada saat kita akan mengarahkan teropong ke suatu bintang, misalnya, biasanya kita melihat melalui finder, kemudian teropong digerakkan sedikit demi sedikit sehingga bintang berada tepat di tengah medan pandang finder. Jika sumbu teropong utama dan teropong finder sejajar, dapat dipastikan bintang yang berada tepat di tengah finder akan masuk ke dalam medan pandang teropong utama.

Gambar 4.12 Skema teropong refraktor

Lensa pengumpul cahaya disebut lensa obyektif. Cahaya bintang yang masuk ke dalam teropong melalui lensa obyektif merupakan cahaya yang sejajar dengan sumbu utama karena letak obyek yang sangat jauh, sehingga cahaya bintang akan terkumpul di fokus lensa obyektif tersebut. Citra yang terbentuk di fokus itu merupakan citra nyata. Agar citra bintang dapat dilihat dengan mata, diperlukan satu lensa lagi, yang disebut lensa okuler

TEROPONG BINTANG

57

atau eyepiece yang membuat citra menjadi maya. Agar cahaya yang melewati lensa okuler dan masuk ke mata sejajar, maka lensa okuler harus dipasang sedemikian rupa sehingga citra yang dikumpulkan oleh obyektif terletak di fokus lensa okuler. Pada saat kita memasang lensa okuler, dan kita lihat bintang melalui teropong kemungkinan citra yang dilihat nampak buram, artinya citra dari obyektif tidak tepat berada di fokus lensa okuler. Kita harus menggesergeser lensa okuler menjauhi atau mendekati obyektif sehingga diperoleh citra paling tajam. Proses ini disebut dengan focusing atau pengaturan fokus. Perbesaran teropong bintang adalah perbandingan panjang fokus obyektif dan okuler :

M

fobj fok

(4.5)

Contoh Soal Sebuah teropong refraktor mempunyai karakteristik sebagai berikut : Lensa obyektif : diameter 10 cm, panjang fokus 1,5 m Lensa okuler : diameter 0,5 cm, panjang fokus 1,5 cm Maka perbesaran teropong itu adalah : a. b. c. d. e.

10 kali 15 kali 20 kali 100 kali 200 kali

Jawab : d Penjelasan : perbesaran teropong ditentukan oleh perbandingan panjang fokus obyektif dan okuler :

Citra benda yang terlihat melalui teropong bintang sebenarnya terbalik, namun kita tidak merasakannya ketika meneropong bintang karena bintang adalah sumber cahaya titik. Namun jika kita menggunakan

58

TEROPONG BINTANG

teropong bintang untuk meneropong benda-benda yang ada di permukaan Bumi, maka citra benda yang kita lihat akan terbalik. Untuk membuat citra benda tegak kembali seperti semula diperlukan satu lensa tambahan yaitu lensa pembalik. Dengan melakukan itu sebenarnya kita memperoleh teropong medan. Jika teropong medan dibuat sepasang untuk mata kiri dan kanan kita akan memperoleh binokuler. Mengapa para pembuat teropong bintang membiarkan citra yang dihasilkan teropong bintang terbalik? Karena pada benda-benda angkasa tidak ada istilah atas dan bawah, mana atas mana bawah tidak jelas, semuanya diatas, sehingga membalik citra tidak mempunyai arti apa-apa malah merugikan. Mengapa merugikan? Karena tambahan lensa pembalik akan membuat harga teropong lebih mahal dan intensitas citra yang diperoleh sedikit lebih redup, karena serapan cahaya yang terjadi di lensa pembalik.

Gambar 4.13 Skema Lintasan cahaya pada teropong refraktor

Jika perbesaran hanya ditentukan oleh fokus obyektif dan okuler, apa peran diameter teropong? Mengapa orang membuat teropong yang semakin hari semakin besar kalau perbesaran hanya ditentukan oleh jarak fokus? Diameter teropong menentukan dua hal yaitu daya pisah (resolution) dan kecerlangan citra. Jika kita memperpanjang fokus obyektif teropong memang akan didapatkan citra yang berukuran lebih besar namun semakin redup, karena pencahayaan (iluminasi) yang kurang. Pencahayaan akan semakin tinggi apabila cahaya yang dikumpulkan semakin banyak, dan hal itu dapat diperoleh bila luas lensa obyektif teropong semakin besar. Jika pencahayaan dinyatakan dengan J dan diameter obyektif D maka:

D J     2

2

TEROPONG BINTANG

(4.6)

59

Sementara itu panjang citra berbanding lurus dengan panjang fokus obyektif fobj, sehingga luas citra berbanding lurus terhadap f2obj. Maka pencahayaan per satuan luas citra akan berbanding lurus terhadap kuadrat perbandingan fokus terhadap diameter. Perbandingan fokus terhadap diameter obyektif disebut focal ratio F:

F

f D

(4.7)

Dua teropong yang focal rationya sama akan memberikan kesan kecerlangan citra yang sama meskipun besar teropongnya berbeda. Focal ratio ini juga menjadi salah satu faktor yang menentukan lamanya waktu pemotretan atau kecepatan kamera. Focal ratio biasanya dituliskan dalam bentuk f/F, misalnya sebuah kombinasi teropong dan kamera mempunyai focal ratio 5, maka dituliskan f/5, untuk menunjukkan focal ratio 5. Ada juga yang mengatakan bahwa kamera yang focal rationya lebih kecil lebih cepat. Bagaimana hubungan diameter teropong dengan daya pisah? Yang dimaksudkan daya pisah adalah kemampuan teropong memisahkan dua titik cahaya yang berdekatan. Biasanya yang dimaksud berdekatan disini bukanlah berdekatan dalam ukuran panjang tapi dalam ukuran sudut, maka jaraknya pun dinyatakan dalam jarak sudut. Jarak sudut adalah besar sudut yang dibentuk oleh garis hubung antara pengamat dengan masing-masing titik. Daya pisah juga ditentukan oleh panjang gelombang cahaya yang diterima oleh pengamat dari kedua sumber. Semakin pendek panjang gelombang cahaya yang diamati semakin dekat jarak sudut kedua titik yang dapat dipisahkan. Besarnya daya pisah itu dapat dinyatakan oleh kriteria Rayleigh sbb :

min 1,22

 D

(4.8)

Dengan θmin adalah jarak sudut paling kecil yang dapat dipisahkan oleh teropong λ adalah panjang gelombang cahaya yang diterima pengamat dari kedua sumber.

60

TEROPONG BINTANG

Contoh Soal (OSP 2009 essay) Sebuah teleskop dengan diameter bukaan 0,5 meter memerlukan waktu 1 jam untuk mengumpulkan cahaya dari obyek astronomi yang redup agar dapat terbentuk citranya pada detektor. Berapa waktu yang diperlukan oleh teleskop dengan diameter bukaan 2,5 meter untuk mengumpulkan jumlah cahaya yang sama dari obyek astronomi redup tersebut? Jawab: Waktu yang diperlukan oleh sebuah teleskop untuk mengumpulkan sejumlah cahaya berbanding terbalik dengan luas bukaan. Jadi:

, dengan Ai : luas lingkaran dengan radius i

, dengan Ai : luas lingkaran dengan radius i





Dalam waktu 2,24 menit sebuah teleskop dengan diameter bukaan 2,5 meter dapat mengumpulkan cahaya yang sama dengan teleskop berdiameter 0,5 meter dalam waktu 1 jam.

TEROPONG BINTANG

61

Reflektor Komponen pengumpul cahaya utama pada teropong reflektor adalah sebuah cermin cekung dengan permukaan berbentuk paraboloida, sehingga cahaya yang sejajar dengan sumbu utama akan difokuskan di fokus cermin cekung itu. Bagaimana melihat citra yang difokuskan oleh cermin itu? Kalau kita melakukannya sama seperti pada teropong refraktor, maka kita harus meletakkan okuler di depan cermin dan pada saat kita meneropong, cahaya bintang akan terhalang oleh kepala kita, yang terlihat malah kepala kita, bukan bintang. Untuk mengatasi hal ini ada beberapa macam ide sehingga dilahirkan beberapa macam teropong reflektor. Issac Newton pada tahun 1668 mempunyai ide untuk memasang cermin kedua berukuran kecil di dekat fokus cermin utama yang dapat memantulkan cahaya dari cermin utama ke samping teropong. Lensa okuler dipasang tegak lurus terhadap sumbu utama cermin utama, menghadap ke cermin kedua, sehingga dapat menerima cahaya bintang yang dipantulkan oleh cermin utama dan cermin kedua, seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4.14 Lintasan cahaya pada teropong reflektor tipe Newton

Cara kedua adalah dengan membuat lubang ditengah cermin utama dan memasang cermin kedua menghadap ke cermin utama, sehingga cahaya bintang yang dipantulkan oleh cermin utama dan kedua kemudian masuk ke lubang di tengah cermin utama Di balik lubang cermin utama dipasang lensa okuler. Ide ini dipublikasikan oleh Laurent Cassegrain tahun 1672.

62

TEROPONG BINTANG

Dari ide Cassegrain ini telah muncul berbagai variasi rancangan yang berbeda-beda, seperti Schmidt-Cassegrain, Maksutov – Cassegrain, Ritchey Chrétien, Coudé dan lain-lain.

Gambar 4.15 Skema lintasan cahaya pada teropong reflektor jenis Cassegrain

Seperti juga lensa, cermin cekung pun mempunyai fokus. Ke titik fokus itulah cahaya yang berasal dari tempat yang jauh dipusatkan. Jika bentuk permukaan cermin seperti potongan bola, cahaya yang dipantulkan oleh bagian cermin yang berbeda akan dipusatkan di titik yang berbeda. Gejala ini disebut aberasi sferis. Untuk menghindari aberasi sferis, bentuk geometri permukaan cermin dibuat seperti potongan paraboloida. Pada teropong refraktor, semakin besar diamter lensa, ketebalannya pun semakin besar dan semakin sulit membuatnya. Teropong reflektor dapat dibuat sangat besar karena diameter cermin tidak mempengaruhi ketebalannya. Itulah sebabnya teropong-teropong raksasa seperti Subaru, Keck, Gemini dan lain-lain semua merupakan teropong reflektor.

TEROPONG BINTANG

63

Soal-soal 1. (OSKK 2008) Jarak antara lensa objektif dan lensa okuler sebuah teropong adalah 1,5 m. Jika panjang fokus okulernya 25 mm, berapakah panjang fokus lensa objektifnya? a. 2,5 x 10-2 m b. 0,6 m c. 1,475 m d. 6 m e. 15,95 m

2. (OSKK 2007) Pengaruh refraksi pada saat Matahari terbit/terbenam adalah: a. Bentuk Matahari terdistorsi sehingga nampak lebih kecil b. Kedudukan Matahari lebih tinggi dari yang seharusnya c. Pengaruhnya terlalu kecil sehingga bisa diabaikan d. Warna Matahari menjadi merah e. Tidak ada jawaban yang benar

3.

(OSKK 2008) Daya pisah (resolving power) sebuah teleskop lebih besar jika a. panjang fokus lebih besar b. diameter obyektif lebih besar c. panjang fokus lebih kecil d. hanya bekerja dalam cahaya merah e. diameter obyektif lebih kecil

4. (OSKK 2009) Perbedaan refraktor dan reflektor yang paling tepat adalah, a. Refraktor tidak mempergunakan lensa okuler sedang reflektor mempergunakannya b. Refraktor tidak memiliki panjang fokus sedang reflektor memiliki

64

TEROPONG BINTANG

panjang fokus c. Reflektor mempergunakan lensa pengumpul cahaya d. Kolektor radiasi refraktor adalah lensa, sedangkan untuk reflektor adalah cermin e. Tidak ada jawaban yang benar

5. (OSKK 2009) Sebuah teleskop dilengkapi dengan lensa obyektif dan okuler dan diarahkan ke bulan. Melalui lensa okuler dan dengan mengatur fokusnya, bulan terlihat begitu jelas kawahnya. Apabila kamu memotret bulan dengan menempelkan kamera di belakang lensa okuler, maka a. Citra kawah bulan tidak fokus sehingga tidak sama dengan yang dilihat dengan mata biasa b. Citra kawah bulan yang dipotret sama dengan yang dilihat melalui okuler c. Citra kawah bulan akan lebih kecil ukurannya dalam hasil potret d. Citra kawah bulan akan lebih besar ukurannya dalam hasil potret e. Citra kawah bulan yang dipotret lebih besar dari yang dilihat melalui okuler

6. (OSKK 2009) Jika kamu memiliki 2 buah teleskop dengan diameter 5 cm dan 10 cm, dan akan digunakan untuk mengamati sebuah bintang, maka dalam keadaan fokus, a.

Bintang akan tampak lebih besar dengan teleskop 10 cm

b.

Bintang akan lebih terang dengan teleskop diameter 5 cm

c.

Bintang tampak lebih besar dengan teleskop 5 cm

d.

Bintang tidak terlihat dengan teleskop 5 cm

e.

Bintang akan tampak sama besar ukurannya di kedua teleskop tersebut

7. (OSKK 2009) Sebuah teleskop dengan diameter 20 cm (f/D=10) dilengkapi lensa okuler. Dua buah lensa okuler yakni dengan panjang fokus 15 mm (okuler A)dan 40 mm (okuler B) digunakan untuk melihat planet Jupiter yang berdiameter sudut 40 detik busur. Hasil yang

TEROPONG BINTANG

65

diperoleh adalah a. Planet Jupiter akan tampak lebih besar dengan menggunakan okuler B b. Planet Jupiter akan sama besar baik dengan menggunakan okuler A maupun okuler B c. Planet Jupiter akan tampak lebih besar dengan menggunakan okuler A d. Planet Jupiter akan tampak sama redup di kedua okuler tersebut e. Planet Jupiter akan tampak sama terang di kedua okuler tersebut 8. (OSKK 2009) Bulan dengan diameter sudut 30 menit busur dipotret dengan sebuah teleskop dengan panjang fokus 5000 mm. Sebuah kamera dijital dengan ukuran bidang pencitraan 0,6 cm x 0,5 cm digunakan untuk memotret bulan tersebut. Hasil yang diperoleh adalah a. Setengah dari piringan bulan yang dapat dipotret b. Piringan bulan seutuhnya akan dapat dipotret c. Hanya sepertiga dari piringan bulan yang dapat dipotret d. Bulan tidak dapat dipotret e. Hanya sabit bulan yang dapat dipotret 9. (OSKK 2009) Komet merupakan obyek yang membentang dan bergerak cepat yang dicirikan oleh ekor dan koma. Untuk mengamati seluruh bentuk komet yang terang, instrumen yang tepat adalah, a.

Teleskop berdiameter besar dengan f/D besar

b.

Mata telanjang

c.

Teleskop berdiameter kecil dengan f/D besar

d.

Teleskop berdiameter besar dengan f/D kecil

e.

Teleskop berdiameter kecil dengan f/D kecil

10. (OSKK 2009) Apabila dibandingkan antara teleskop yang berdiameter efektif 10 meter dengan teleskop terbesar di Observatorium Bosscha yang berdiameter 60 cm, maka a. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m adalah 278 kali kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cmDjoni N. Dawanas 2009

66

TEROPONG BINTANG

b. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m adalah 0,0036 kali kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm c. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m adalah 17 kali kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm d. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m adalah 0,06 kali kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm e. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m, sama dengan kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm 11. (OSP 2009) Bulan yang berdiameter sudut 30 menit busur dipotret dengan sebuah teleskop berdiameter 50 cm (f/D=10). Untuk memotret bulan tersebut, teleskop dilengkapi dengan kamera dijital yang bidang pencitraannya berukuran 0,6 cm x 0,5 cm. Dari hasil pemotretan ini maka, a. Seluruh piringan Bulan dapat dipotret b. Hanya sebagian piringan Bulan yang dapat dipotret c. Hanya seperempat Bagian Bulan yang dapat dipotret d. Seluruh piringan Bulan tidak bisa dipotret e. Jawaban tidak ada yang benar 12. (OSP 2009) Untuk mengamati bintang ganda yang jaraknya saling berdekatan. Sebaiknya menggunakan teleskop. a. Diameter okuler besar b. diameter obyektif yang besar c. panjang fokus kecil d. hanya bekerja dalam cahaya merah e. diameter obyektif kecil

TEROPONG BINTANG

67

Bab 5

ENERGI GRAVITASI

Materi : Usaha dan Energi

Kelas XI

Kompetensi Dasar : XI.3.3 Menganalisis konsep energi, usaha, hubungan usaha dan perubahan energi untuk menyelesaikan permasalahan gerak dalam kehidupan sehari-hari XI.4.3 Memecahkan masalah dengan menggunakan metode ilmiah terkait dengan dengan konsep gaya dan kekekalan energi

Pendahuluan Jika kita berada di dekat permukaan Bumi, melempar batu misalnya, maka batu akan jatuh kembali ke permukaan Bumi karena tarikan gravitasi Bumi. Di dalam peristiwa itu ada gaya dan ada perpindahan, gayanya adalah gaya gravitasi, perpindahannya adalah beda posisi batu mula-mula dan kemudian. Kita dapat menghitung usaha yang bekerja pada benda yang bergerak itu sebagai berikut:

W  Fx

(5.1)

F adalah gaya yang bekerja, yaitu gaya gravitasi sehingga F=mg, Δx adalah perpindahan dalam arah F, yaitu Δh, sehingga usaha dapat ditulis sebagai :

W  mgh

(5.2)

Jadi benda yang berada pada ketinggian Δh dari permukaan Bumi berpotensi untuk melakukan usaha sebesar mgΔh jika jatuh ke permukaan Bumi. Usaha dapat diterjemahkan sebagai perubahan energi, tarikan gravitasi Bumi menyebabkan batu yang berada pada posisi tertentu mempunyai energi potensial gravitasi. Untuk benda yang melayang tidak jauh dari permukaan Bumi, praktis besarnya gaya gravitasi tetap. Perubahan energi potensial gravitasi yang terjadi jika benda berpindah dari satu tempat ke tempat lain, hanya bergantung pada perbedaan ketinggian dari permukaan Bumi. Andaikan sebuah benda bermassa m 69

berpindah dari titik A ke titik B, maka perubahan energy potensialnya adalah :

W  EP  mghB  mghA

(5.3)

Dengan : m = massa benda g = percepatan gravitasi Bumi hA dan hB adalah ketinggian benda di titik A dan titik B Grafik di bawah ini menyajikan suatu contoh gerak benda bermassa 0,2 kg di atas permukaan Bumi. Mula-mula benda berada pada ketinggian 2,5 m, lalu dilempar ke udara. Pada saat mencapai titik B yang tingginya 0,75 m, energi potensialnya berubah sebesar :

Ep  mg(hB  hA )

(5.4)

Dengan memasukkan angka-angka diatas dan mengasumsikan percepatan gravitasi Bumi 9,8 m/s2. Diperoleh:

EP  3,43 joule.

Tanda minus

artinya energi potensial berkurang. Pada contoh diatas permukaan Bumi telah digunakan sebagai acuan. Namun sebenarnya bidang acuan boleh dipilih, asalkan konsisten.

Gambar 5.1 Lintasan benda yang dilemparkan dari ketinggian tertentu.

70

ENERGI GRAVITASI

Misalnya, kalau ketinggian titik A kita anggap sebagai ketinggian nol, maka ketinggian titik B adalah minus 1,75 meter, maka perubahan energi potensial ΔEP yang didapat akan sama. Menurut hukum kekekalan energi, energi tidak dapat hilang begitu saja, maka berkurangnya energi potensial diatas harus menyebabkan pertambahan energi lain. Lazimnya dalam gerak benda seperti diatas, kecepatan benda akan makin lambat sebelum mencapai maksimum lalu makin cepat setelah melewati maksimum. Dalam kasus diatas, karena kecepatan bertambah dengan semakin rendahnya posisi benda, maka dapat diduga bahwa energi potensial berubah menjadi energi kinetik, maka pertambahan energi kinetiknya adalah +3,43 joule. Perubahan energi kinetik itu berhubungan dengan perubahan kecepatan melalui persamaan berikut :

EK  12 mvB2  12 mvA2

(5.5)

Dengan demikian kalau kita tahu kecepatan awal batu ketika dilemparkan dari titik A, maka dengan mudah kita dapat menghitung kecepatan batu itu di B. Jika kecepatan awal di A adalah 4,4 m/s, maka dengan menggunakan rumus energi kinetik itu dapat dihitung kecepatan di B, yaitu sekitar : 7,3 m/s. Dengan menggunakan cara perhitungan energi ini kita tidak perlu mengetahui bagaimana sudut elevasi atau pun lintasan batu itu, karena perhitungan energi tidak bergantung pada lintasan. Karena dalam peristiwa diatas hanya ada perubahan energi potensial menjadi energi kinetik dan sebaliknya, pengurangan energi potensial sama dengan penambahan energi kinetik, maka dapat dituliskan :

 EP  EK

(5.6)

 mg(hB  hA )  12 mvB2  12 mvA2

(5.7)

mghA  12 mvA2  mghB  12 mvB2

(5.8)

Rumus ini adalah representasi matematika dari hukum kekekalan energy mekanik. Titik A dan titik B bisa dimana saja asal tidak terlalu jauh dari permukaan Bumi. Jumlah energi potensial dan energi kinetik di suatu titik disebut energi mekanik. Rumus diatas dapat dibaca bahwa energi mekanik konstan selama batu melayang dari A ke B. Rumus energi potensial diatas sebenarnya merupakan rumus pendekatan, bukan rumus eksak. Rumus itu hanya berlaku jika medan gravitasi dapat diangap sama di semua titik yang ditinjau. Dengan demikian rumus

ENERGI GRAVITASI

71

tersebut hanya berlaku di dekat permukaan Bumi. Bagaimana halnya kalau benda bergerak sangat jauh di dalam medan gravitasi Bumi sehingga selama bergerak, benda melalui titik-titik yang percepatan gravitasinya berbeda? Dalam hal ini, akan lebih baik apabila digunakan bukan rumus pendekatan tapi perumusan yang lebih fundamental, yaitu :

EP  G

Mm r

(5.9)

Dengan : G adalah konstanta gravitasi M adalah Massa Bumi m adalah massa benda yang bergerak r adalah jarak benda dari pusat Bumi Dalam perumusan ini titik acuan untuk penentuan ketinggian adalah pusat Bumi, bukan permukaan Bumi, akan tetapi energi potensial nol bukan di pusat Bumi melainkan di suatu titik yang sangat jauh dari Bumi (r= ). Dalam perumusan ini pula kita melihat bahwa energi potensial gravitasi Bumi di semua titik adalah negatif kecuali di tempat yang sangat jauh atau di titik r = . Rumus energi potensial diatas dapat diperoleh dari rumus dasar :

W  Fx

(5.10)

Jika gerak benda yang ditinjau jauh sehingga gaya gravitasi yang dialaminya tidak dapat dianggap tetap maka perlu dilakukan integrasi untuk menghitung usaha, dan rumus gaya gravitasi yang digunakan harus rumus yang lebih fundamental yaitu gaya gravitasi Newton :

F  G

Mm r2

(5.11)

Tanda negatif artinya gaya tarik menarik. Proses integrasinya tidak diuraikan disini karena membutuhkan kalkulus yang belum diajarkan, namun sebagai petunjuk, kita dapat melihat bahwa perbedaan rumus EP dan F hanya pada penyebut yang pangkat satu pada rumus EP pangkat dua untuk rumus F. Jika F dikalikan dengan r maka kita akan mendapatkan EP, padahal di dalam rumus usaha diatas, F tidak dikalikan dengan r melainkan Δr, maka diperlukan proses integrasi untuk sampai pada rumus EP.

72

ENERGI GRAVITASI

Orbit Satelit Sebuah satelit yang bergerak mengelilingi Bumi, dalam orbit elips energi makaniknya tetap, meskipun jaraknya berubah-ubah dari Bumi. Maka dapat diduga bahwa kecepatan gerak satelit itu pun berubah-ubah bergantung pada jaraknya dari Bumi, pada saat jaraknya dekat kecepatannya tinggi, saat jaraknya jauh geraknya melambat. Hal ini sesuai dengan hukum Kepler ke dua. Pada saat satelit paling dekat dengan Bumi, dikatakan satelit itu berada di perigee, sedangkan pada saat paling jauh dikatakan berada di apogee. Dengan menggunakan rumus energi ini, kita dapat menghitung kecepatan orbit satelit, meskipun orbitnya elips, tanpa harus berurusan dengan persamaan elips. Energi total sebuah satelit yang mengorbit Bumi adalah :

E  G

Mm 2a

(5.12)

Dengan a adalah setengah sumbu panjang orbit elips dari satelit. Di dalam sebuah sistem yang terikat secara gravitasi, energi kinetik rata-rata gerak benda yang mengelilingi benda yang lebih masif adalah minus dua kali energi potensialnya. Pernyataan ini disebut teorema virial. Dapat juga dikatakan bahwa energi mekanik total adalah setengah dari energi potensial. Energi total itu harus sama dengan jumlah energi kinetik dan potensial, maka:

G

Mm 1 2 Mm  2 mv  G  2a r

(5.13)

Dengan demikian kecepatan satelit dalam orbitnya ketika jaraknya r dari pusat Bumi adalah :

2 1 v  GM     r a

(5.14)

Jika orbit satelit berbentuk lingkaran dengan jari-jari r, maka r = a = konstan, sehingga kecepatan gerak menjadi :

v

GM r

ENERGI GRAVITASI

(5.15)

73

Rumus-rumus kecepatan tersebut berlaku untuk satelit yang mengorbit tanpa membutuhkan energi, tidak berlaku untuk satelit yang mendapat dorongan roket. Satelit yang baru diluncurkan mendapat dorongan dari roket peluncur sehingga energi totalnya bertambah terus selama mendapat dorongan roket. Pesawat atau satelit yang diterbangkan ke angkasa luar dari permukaan Bumi hanya beberapa menit pertama terbangnya vertikal, kemudian akan berbelok agar dapat mengorbit Bumi. Untuk berpindah dari satu ketinggian ke ketinggian lain atau untuk lepas dari gravitasi Bumi dan masuk ke gravitasi Bulan atau planet lain pesawat antariksa melakukan transfer orbit. Apa yang disebut dengan transfer orbit? Transfer orbit artinya membuat orbit satelit pindah dari suatu jarak dari Bumi ke jarak lain. Cara transfer orbit ini membuat pemakaian energi menjadi lebih sedikit. Energi hanya digunakan saat mengubah kecepatan, pada sebagian besar lintasan tidak dibutuhkan energi.

Gambar 5.2 Skema proses transfer orbit pesawat antariksa dari Bumi ke Bulan

74

ENERGI GRAVITASI

Pada perjalanan pesawat antariksa dari Bumi ke Bulan, misalnya, setelah pesawat mengorbit Bumi pada ketinggian tertentu, roket dinyalakan untuk menambah kecepatan. Skema lintasan pesawat antariksa ke Bulan adalah seperti pada gambar 5.2. Posisi, saat dan lamanya roket dinyalakan harus dihitung dengan saksama agar dicapai kecepatan yang dapat membuat lintasan pesawat berubah menjadi sangat lonjong, dengan titik apogee (titik terjauh dari Bumi) berada di sekitar orbit bulan. Contoh : Sebuah satelit yang semula mengelilingi Bumi dengan orbit lingkaran dan jari-jari orbit 1 juta km, akan dipindahkan orbitnya ke ketinggian 2 juta km. Caranya adalah dengan menyalakan roket beberapa saat sehingga kecepatan gerak bertambah dan orbitnya menjadi elips,

dengan jarak terdekat ke Bumi (perigee) 1 juta km dan terjauh (apogee) 2 juta km. Selama satelit melambung hingga mencapai jarak 2 juta km roket mati. Untuk membuat orbit satelit lingkaran, di apogee roket dinyalakan lagi sehingga kecepatannya bertambah lagi secukupnya untuk membuat orbit satelit menetap di ketinggian 2 juta km. Pada saat radius orbit pesawat 1 juta km, itu kecepatan liniernya adalah:

Dengan massa Bumi M=5,97× 1024 kg dan G =6,68 × 10-11 Nm2/kg2. Untuk membuat orbitnya elips, roket dinyalakan beberapa saat untuk mempercepat geraknya menjadi sekitar 729 m/dt setelah mencapai kecepatan itu roket dimatikan dan dibiarkan melambung hingga jarak 2 juta km. Pada jarak itu kecepatan roket mencapai minimum yaitu 365 m/dt, kalau dibiarkan, pesawat akan bergerak makin cepat mendekati Bumi lagi. Jika kita ingin membuatnya mengorbit Bumi dalam orbit lingkaran dengan radius orbit 2 juta km, maka roket harus dinyalakan lagi beberapa saat hingga kecepatannya mencapai 447 m/dt, lalu matikan.

ENERGI GRAVITASI

75

Orbit Planet Hukum-hukum yang mengatur orbit satelit mengelilingi Bumi sama dengan yang mengatur orbit planet mengelilingi Matahari, maka rumus diatas juga berlaku untuk orbit planet, termasuk Bumi:

2 1 v  GM    r a

(5.16)

Dengan M adalah massa Matahari Contoh : berapakah kecepatan gerak Bumi mengelilingi Matahari saat Bumi di Perihelion jika eksentrisitas orbit Bumi 0,017? Jawab : Jarak perihelion adalah :

Maka kecepatan dapat dituliskan :

Dengan menggunakan : G = 6,67 x 10-11Nm2/kg2 ;

M =Massa Matahari = 1,99×1030kg Maka diperoleh v = 30,30 km/s. Berapa kecepatan gerak Bumi di aphelion? Dengan menggunakan rumus yang sama, dengan jarak aphelion

Diperoleh :

Kecepatan v = 29,28 km/s

76

ENERGI GRAVITASI

Bagaimana kecepatan geraknya ketika di tempat lain selain perihelion dan aphelion? Pasti antara 29,28 km/ s dan 30,30 km/s, karena jarak Bumi Matahari tidak bisa lebih dekat dari jarak perihelion dan tidak bisa lebih jauh dari jarak aphelion.

Kecepatan lepas Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada sebuah benda yang berada di dalam medan gravitasi benda lain, bergantung pada kecepatannya. Mungkin benda itu jatuh ke pusat gravitasi, mungkin mungkin mengorbit, mungkin terlepas dari medan gravitasi itu. Untuk bisa terlepas dari medan gravitasi kecepatan gerak benda harus cukup tinggi, melebihi suatu batas tertentu. Batas kecepatan itu disebut kecepatan lepas. Jika kecepatan gerak benda sama atau melebihi kecepatan lepas itu, maka benda akan lepas dari medan gravitasi benda pertama untuk selamanya kecuali kalau arah geraknya tepat menuju pusat gravitasi. Untuk mencari besarnya kecepatan lepas ini dapat digunakan konsep energi. Berdasarkan definisi, di tempat tak berhingga, energi

potensial gravitasinya nol. Jadi kecepatan yang

diperlukan adalah kecepatan yang dapat membuat benda mencapai tak berhingga, untuk itu energi total benda minimum nol.

Mm 0 r

(5.17)

Mm r

(5.18)

1 2

mv2  G

1 2

mv2  G

vesc 

2GM r

(5.19)

Inilah rumus untuk menghitung kecepatan lepas.

ENERGI GRAVITASI

77

Contoh : Berapakah kecepatan minimum sebuah benda dilontarkan dari permukaan Bumi agar dapat lepas dari pengaruh medan gravitasi Bumi? Jawab : Massa Bumi : 5,98 × 1024 kg, radiusnya : 6378 km, G = 6,67 × 10-11 Nm2/kg2. ≈ 11 km/s Jadi untuk meluncurkan pesawat ke angkasa luar diperlukan roket yang bisa mendorong pesawat hingga mencapai kecepatan lebih dari 11 km/s.

Energi Gravitasi Black Hole Sumber energi apakah yang paling efisien? Kita sudah membahas bahwa benda yang berada pada posisi yang tinggi mempunyai energi potensial gravitasi dan energi potensial ini dapat diubah menjadi bentuk energi lain yang dapat dimanfaatkan manusia. Sebagai contoh air sungai yang mengalir dari tempat tinggi dapat diambil energi potensialnya dan diubah menjadi energi listrik di dalam Pembangkit Listrik Tenaga Air. Mari kita bandingkan sumber energi ini dengan sumber energi lain. Agar perbandingan adil kita ambil jumlah massa yang sama dari masing-masing sumber energi, misalnya 1 kg. Energi potensial gravitasi yang dimiliki 1 kg air yang berada di permukaan bendungan yang tingginya 100 meter adalah:

Ep  mgh1101001000joule Selanjutnya kita bandingkan dengan bensin, berapa besar energi yang bisa dihasilkan oleh 1 kg bensin jika dibakar? 41800 kilo joule. Yang ketiga,

78

ENERGI GRAVITASI

bahan bakar nuklir, besarnya energi nuklir yang dapat dihasilkan jika 1 kg uranium di ubah melalui reaksi fisi? Kira-kira 2 × 1013 joule. Berapakah energy yang dilepaskan oleh 1 kg benda yang jatuh ke dalam lubang hitam? Ambil contoh lubang hitam yang massanya 100 kali massa Matahari (kita ambil contoh massa yang lebih besar juga sama saja). Energi dilepaskan hingga benda itu mencapai event horizon. Radius event horizon dapat dihitung dengan menggunakan rumus Scwarzchild:

rs 

2GM c2

(5.20)

Dengan memasukan G= 6,67×10-11 N m2 kg-2, massa Matahari 1,989×1030 kg dan kecepatan cahaya 3×108 m/dt, diperoleh radius event horizon 295 km. Jadi energi potensial yang dapat dikonversi adalah 4,4 × 1016 joule. Dari perbandingan

ini

dapat

disimpulkan

bahwa

energi

yang

dapat

dibangkitkan oleh lubang hitam per satuan massa bahan bakar lebih besar dari sumber energi nuklir, artinya lebih efisien. Mungkinkah di masa depan kita dapat memanfaatkan lubang hitam sebagai sumber energi? Jika meninjau teori fisika tentang massa lubang hitam, berdasarkan perhitungan teoretis, massa terkecil yang dapat dimiliki sebuah lubang hitam adalah 22 mikrogram. Jadi jika para ilmuwan dapat menemukan cara membuat lubang hitam bermassa kecil, mungkin di masa depan sumber energi lubang hitam dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan energi umat manusia.

ENERGI GRAVITASI

79

Soal-soal 1. (OSKK 2006) Seorang astronot terbang di atas Bumi pada ketinggian 300 km dan dalam orbit yang berupa lingkaran. Ia menggunakan roket untuk bergeser ke ketinggian 400 km dan tetap dalam orbit lingkaran. Kecepatan orbitnya adalah, a. lebih besar pada ketinggian 400 km b. lebih besar pada ketinggian 300 km c. Kecepatannya sama karena orbitnya sama-sama berupa lingkaran d. kecepatannya sama karena dalam kedua orbit efek gravitasinya sama e. tidak cukup data untuk menjelaskannya 2. Apabila Bumi mengkerut sedangkan massanya tetap, sehingga jejarinya menjadi 0,25 dari jejari yang sekarang, maka diperlukan kecepatan lepas yang lebih besar. Yaitu; a. 2 kali daripada kecepatan lepas sekarang. b. 1,5 kali daripada kecepatan lepas sekarang c. sama seperti sekarang. d. sepertiga kali daripada kecepatan lepas sekarang e. sepersembilan kali daripada kecepatan lepas sekarang 3. Sebuah satelit mengelilingi Bumi pada ketinggian 20000 km dengan orbit lingkaran. Jika satelit itu akan dinaikkan orbitnya menjadi satelit geostasioner dengan orbit lingkaran, berapa energi yang dibutuhkan dari roket? 4. (OSN 2013) Sebuah satelit dengan massa 500 kg mengorbit Bumi pada ketinggian 36.000 km dari pusat Bumi. Perbandingan energi kinetik terhadap energi potensial gravitasi satelit tersebut adalah A. – (1/2) B. 2 C. + (1/2) D. 5 E. – 2

80

ENERGI GRAVITASI

Bab 6

MOMENTUM

Materi : Momentum dan Tumbukan

Kelas XI

Kompetensi Dasar: XI.3.5 Menerapkan konsep momentum dan impuls, serta hukum kekekalan momentum dalam kehidupan sehari-hari

Pendahuluan Momentum didefinisikan sebagai massa dikalikan kecepatan:

p  mv

(6.1)

Karena v adalah besaran vektor dan m adalah skalar, maka momentum juga merupakan besaran vektor. Besaran ini memberikan gambaran tentang kekuatan gerakan suatu benda. Jika benda itu bermassa besar, tentu gerakannya mempunyai kekuatan yang besar. Demikian pula jika benda itu kecepatannya tinggi, juga ada kekuatan besar dalam gerakannya. Benda langit seperti bulan, karena massanya sangat besar, tentu gerakannya mengelilingi Bumi juga mengandung kekuatan yang besar. Jika massa bulan adalah 7,1 x 1022 kg, kecepatan Bulan 163 m/detik, momentum gerak bulan mengelilingi Bumi adalah : mv = 1,16 × 1025 kg m/detik, luar biasa besarnya! Peristiwa tumbukan benda langit yang sering teramati oleh manusia adalah tumbukan antara Bumi dengan asteroid atau pecahan komet. Tumbukan itu biasanya dikenal sebagai meteor, yang nampak sebagai garis cahaya sekejap di langit malam yang cerah. Meteor yang jatuh ke Bumi biasanya mempunyai kecepatan yang tinggi. Meskipun massanya kecil, kecepatannya yang sangat tinggi mempunyai daya rusak yang tinggi. Sebuah meteor yang ketika menumbuk Bumi besarnya sebesar bola tenis saja mampu merusak dan melubangi lantai beton. Sebagian besar meteormeteor habis dikikis dan dibakar di atmosfir Bumi, namun meteor yang

81

berukuran besar tidak habis dikikis partikel atmosfir dan sisanya bisa sampai permukaan Bumi. Batuan meteor yang tersisa sampai di permukaan Bumi disebut meteorit.

Impuls Impuls merupakan hasil kali gaya dengan waktu. Waktu yang dimaksud adalah lamanya gaya tersebut bekerja pada benda.

I  F  t

(6.2)

Benda yang dikenai gaya akan mengalami percepatan, artinya kecepatannya berubah, momentumnya berubah. Dapat dibuktikan bahwa impuls yang dialami sebuah benda akan sama dengan perubahan momentum benda itu selama tidak ada gaya lain. Jika ada gaya lain, maka semua gaya yang bekerja pada benda harus dijumlahkan dulu. Hubungan antara impuls dan momentum dapat dituliskan :

I  mv'mv

(6.3)

Peristiwa terdorongnya roket yang menyemburkan gas buang dapat juga dijelaskan dengan kekekalan momentum. Bahan bakar dibakar di dalam ruang pembakaran pada mesin roket, gas itu kemudian mengembang, tekanan menjadi tinggi. Gas akan keluar dari bagian belakang roket (nozzle), jadi ada materi gas yang bergerak ke belakang roket dengan kecepatan tinggi dan membawa momentum. Sesuai dengan hukum kekekalan momentum, momentum ke belakang itu harus diimbangi dengan momentum ke depan, yaitu dalam bentuk gerakan roket ke depan. Hal ini ekivalen dengan terjadinya gaya dorong roket ke depan. Andaikan ada pesawat antariksa yang massanya m1 sedang bergerak dengan kecepatan v1, dalam keadaan roket mati. Kemudian roket dinyalakan selama selang waktu ∆t. Kecepatan semburan gas roket ke belakang adalah vr, jumlah gas yang disemburkan adalah mr yang jauh lebih kecil daripada massa pesawat. Setelah selang waktu ∆t itu, kecepatan pesawat menjadi v2, maka hukum kekekalan momentum akan menghasilkan :

m1v1 m1v2  mrvr

(6.4)

Arah v2 dan vr berlawanan, sehingga tandanya harus berlawanan. Perubahan momentum roket adalah :

p  m1(v2  v1)

82

(6.5)

MOMENTUM

Besarnya perubahan momentum itu sama dengan impuls, maka gaya dorong roket :

F

m(v2  v1) mv  r r t t

(6.6)

Tanda negatif menunjukkan bahwa arah F dan momentum gas buang berlawanan. Jika arah semburan gas berlawanan dengan arah gerak roket, maka roket akan bergerak semakin cepat sedangkan kalau searah roket akan semakin lambat. Untuk membuat roket pindah orbit ke orbit yang lebih tinggi, dilakukan manuver sehingga arah semburan roket berlawanan dengan arah gerak roket, sedangkan untuk turun ke orbit yang lebih rendah, arah semburan roket harus searah dengan arah gerak. Saat roket dinyalakan selama selang waktu ∆t, pesawat mengalami gaya F dari semburan roket, maka hal ini ekivalen dengan pesawat mengalami impuls F∆t. Contoh Soal

Sebuah roket massanya 20 000 kg sedang terbang dengan kecepatan konstan di ruang antar planet. Kemudian roket pesawat dinyalakan. Jika kecepatan semburan gas ke belakang 1000 m/detik, dan dalam satu detik disemburkan 50 kg gas hasil pembakaran, berapakah percepatan yang dialami roket? Jawab: Perubahan momentum roket dalam satu detik :

F=50000 kg m/dt2

Tumbukan Di dalam setiap peristiwa tumbukan antara dua benda selalu berlaku hukum kekekalan momentum. Jumlah momentum dua benda sebelum bertumbukan akan sama dengan sesudah bertumbukan. Jika ada dua benda

Momentum

83

m1 dan m2 yang masing-masing bergerak dengan kecepatan v1 dan v2 bertumbukan, dan setelah tumbukan itu kecepatannya menjadi v1' dan v2', maka berlaku :

m1v1  m2v2  m1v1'  m2v2'

(6.7)

Jika tumbukan elastik sempurna akan berlaku hukum kekekalan energi : 1 2

m1v12  12 m2v22  12 m1v1'2  12 m2v2'2

(6.8)

Harus diingat bahwa momentum adalah besaran vektor, jadi perhitungan momentum ini harus juga memperhitungkan arah gerak. Peristiwa tumbukan pada benda langit biasanya bersifat tidak elastik, karena melibatkan kecepatan yang sangat tinggi sehingga tumbukan mengubah struktur kedua benda. Meteor yang jatuh di Bulan misalnya, tidak pernah terpantul balik dengan sempurna, melainkan melesak ke dalam Bulan, menghasilkan kawah bekas tumbukan. Itu sebabnya di permukaan Bulan kita melihat banyak kawah, meskipun tidak ada aktivitas vulkanik di Bulan. Kawah-kawah seperti itu sering disebut impact crater. Pada tumbukan tidak elastik sama sekali, kedua benda yang bertumbukan akan bersatu setelah tumbukan terjadi, dalam hal ini v1' dan v2' sama.

m1v1  m2v2  (m1  m2 )v'

(6.9)

Pada peristiwa tumbukan jenis ini jumlah energi kinetik tidak kekal, maka pasti ada perubahan energi ke dalam bentuk lain. Pada peristiwa jatuhnya meteor ke permukaan Bumi, sesaat setelah tumbukan suhu di kawah bekas tumbukan akan sangat panas. Hal itu disebabkan terjadinya perubahan energi kinetik menjadi energi kalor.

Contoh soal (OSN 2010) Massa Bulan adalah 7,1 x 1022 kg, orbit Bulan mengelilingi Bumi dianggap lingkaran dengan radius 384.400 km dan periode 27⅓ hari. Apabila pada suatu saat bulan bertabrakan dengan sebuah astroid besar bermassa 3,2 x 1018 kg, dengan arah tumbukan sentral, asteroid menghujam permukaan Bulan secara tegak lurus dengan kecepatan relatif 30 km/s terhadap bulan. Vektor kecepatan asteroid tepat berlawanan dengan vektor kecepatan Bulan dalam orbitnya mengelilingi Bumi. Berubah menjadi berapa lama periode orbit bulan?

84

MOMENTUM

Gambar 6.1 Ilustrasi soal OSN 2010

Jawab: Hukum Kepler III :



GM = 402065,86

Kecepatan Bulan mengelilingi Bumi adalah : 384400/(27⅓×24×60×60) = 0,162771 km/s Hukum kekekalan momentum :



v’=1021.3222 m/s

Energi total orbit Bulan karena gravitasi Bumi sebelum tumbukan :

Energi total orbit Bulan setelah tumbukan :

Perubahan Energi total Bulan sebelum dan sesudah tumbukan sama dengan perubahan energi kinetik, karena energi potensial tidak berubah

Momentum

85

Setengah sumbu panjang a = 383369477 m

Diperoleh T'= 27 hari 5 jam 22 menit, berarti sekitar 2,5 jam lebih singkat.

Soal-soal 1. Sebuah roket mula-mula bergerak dengan kecepatan 25 000 km/jam, menyemburkan gas dengan kecepatan semburan 2000 m/detik dengan debit 1 kg per detik. Jika massa roket 800 kg, berapa lama roket harus dinyalakan agar kecepatannya menjadi 26 000 km/jam? 2. Jarak Bumi Bulan 384400 km, massa Bulan 7,35 x 1022 kg dan periode sideris revolusi Bulan adalah 27,3 hari. Jika ada komet yang massanya 1 juta ton menumbuk bulan secara sentral dengan kecepatan 100 km/detik dengan arah tepat berlawanan dengan kecepatan tangensial bulan, menjadi berapakah periode orbit Bulan ?

86

MOMENTUM

BAB 7

ATMOSFER PLANET

Materi : Fluida statik, teori kinetik gas, pemanasan global global

Kelas X, XI

Kompetensi Dasar: X.3.7 Menerapkan hukum-hukum pada fluida statik dalam kehidupan sehari-hari XI.3.8 Memahami teori kinetik gas dalam menjelaskan karakteristik gas pada ruang tertutup XI.3.9 Menganalisis gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan XI.4.8 Menyajikan ide/gagasan pemecahan masalah gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan

Pendahuluan Planet lain, seperti juga Bumi, biasanya mempunyai atmosfer, ada yang tebal ada yang tipis. Ada juga planet yang berukuran kecil tidak mempunyai atmosfir karena gravitasi planetnya tidak cukup kuat mempertahankan gas untuk tidak lepas dari dekat permukaannya. Keberadaan atmosfir juga bergantung pada temperatur rata-rata diatas permukaan planet dan juga sumber gas. Planet yang dekat dengan Matahari, mendapat penyinaran yang kuat dari Matahari sehingga temperatur permukaannya bisa menjadi sangat tinggi. Menurut teori kinetik gas, semakin tinggi temperatur suatu gas, semakin tinggi pula laju rata-rata partikel gas itu. Hal itu dinyatakan oleh rumus berikut:

vrms 

3kT m

(7.1)

Dengan k adalah konstanta Boltzmann, T adalah temperatur gas dan m adalah massa satu partikel gas. Temperatur gas di atmosfer planet dipengaruhi terutama oleh temperatur permukaan planet itu. Temperatur rata-rata permukaan planet ditentukan oleh banyak faktor seperti albedo

87

(A = kemampuan untuk memantulkan cahaya) planet, temperatur bagian dalam planet dan lain-lain. Tetapi faktor yang paling besar pengaruhnya adalah temperatur permukaan Matahari dan jarak planet tersebut dari Matahari. Jika temperatur Matahari adalah T* radiusnya R dan jarak planet d, maka fluks energi radiasi matahari yang sampai di sekitar planet:

f

4R2T*4  R 2 4    T* 4d 2 d 

(7.2)

Jika radius planet adalah Rp dan albedonya A, energi matahari yang diserap planet :

Eserap  Rp2 (1 A) f

(7.3)

Jika planet dapat dianggap sebagai benda hitam sempurna, maka energi yang dipancarkannya adalah :

Erad  4Rp2Tp4

(7.4)

Karena temperatur rata-rata planet tidak berubah dari waktu ke waktu, energi yang diserap harus sama dengan yang dipancarkan, maka dapat diperoleh temperatur rata-rata planet :

Tp  T* 4

(1 A)R2 4d 2

(7.5)

Tentunya tidak semua partikel gas yang bertemperatur Tp itu mempunyai laju seperti pada rumus diatas, ada yang lajunya lebih rendah ada yang lebih tinggi, distribusi laju itu mengikuti distribusi Maxwell - Boltzmann. Makin jauh laju partikel dari laju vrms itu makin sedikit jumlahnya. Semakin tinggi temperatur, atmosfir semakin banyak partikel gas yang mempunyai laju tinggi. Di suatu planet, semakin tinggi temperatur rata-rata atmosfer, semakin banyak partikel yang mempunyai kecepatan melebihi laju lepas vesc.

vesc 

2GM r

(7.6)

Dengan G adalah konstanta gravitasi, M adalah massa planet dan r adalah radius planet. Kecepatan lepas adalah kecepatan minimum yang diperlukan suatu suatu benda atau partikel untuk bisa lepas dari ikatan gravitasi, menjadi partikel bebas. Diperkirakan di atmosfer sebuah planet akan makin lama makin tipis apabila : 88

ATMOSFER PLANET

1 vrms  vesc 6

(7.7)

Dengan demikian dapatlah dimengerti mengapa atmosfir planet Merkurius sangat tipis, pertama karena massanya planet itu kecil, kedua sangat dekat dengan Matahari sehingga temperatur rata-rata permukaannya tinggi. Sementara itu pada planet-planet raksasa seperti Jupiter, Saturnus dan lain-lain temperaturnya tidak terlalu tinggi karena jauh dari Matahari. Lagi pula massa planet sangat besar sehingga gas di atmosfir planet-planet itu mengalami gaya gravitasi yang besar. Itu sebabnya atmosfir planet-planet besar itu sangat tebal, unsur-unsur ringan bisa bertahan berada di atmosfir. Sebagian besar atmosfir planet-planet besar itu adalah hidrogen. Darimana datangnya hidrogen itu? Hidrogen itu adalah sisa pembentukan Tata Surya di masa lalu. Ketika Matahari dan anggota Tata Surya lain masih berupa gas, komposisi terbesar gas itu adalah hidrogen. Pada planet-planet yang dekat dengan Matahari gas hidrogen tidak dapat bertahan di atmosfirnya karena temperatur yang tinggi dan gravitasi yang lebih lemah. Di Bumi, hidrogen dapat merupakan sumber energi yang ramah lingkungan, karena hasil pembakaran hidrogen adalah air. Dengan fuel cell kita dapat langsung membangkitkan listrik dari gas hidrogen dan oksigen. Atmosfir planet raksasa umumnya lebih dari 90% komposisi kimianya adalah hidrogen, maka atmosfir planet-planet raksasa itu adalah sumber energi yang luar biasa besarnya, yang mungkin dapat dimanfaatkan di masa depan. Contoh Soal

Apakah molekul oksigen dan hidrogen di atmosfir Bumi akan makin lama makin tipis karena molekul oksigen itu sedikit demi sedikit lepas dari atmosfir ? Jawab : Temperatur rata-rata atmofir Bumi adalah 287 K, massa molekul oksigen (O2) 5,32 × 10-26 kg, massa molekul hidrogen (H2) 3,32 × 10-27 kg, konstanta Boltzmann 1,38 × 10-23 JK-1, massa Bumi 5,97× 1024 kg, radius Bumi 6378 km. Di atmosfir Bumi molekul oksigen relatif kekal sedangkan hidrogen akan semakin menipis karena lepas ke luar angkasa, hal ini ditunjukkan dengan perhitungan berikut: kecepatan lepas dari Bumi adalah :

ATMOSFER PLANET

89

Untuk oksigen yang massanya 32 SMA (Satuan Massa Atom): 473 m/s Sedangkan untuk hidrogen yang massanya 2 SMA: vrms = 1891 m/s, artinya kecepatan rata-rata molekul oksigen jauh lebih kecil dari sehingga oksigen tidak akan lepas dari atmosfir, sedangkan kecepatan hidrogen sedikit lebih besar dari . Itu sebabnya di atmosfir Bumi molekul H2 sangat sedikit sedangkan molekul O2 berlimpah.

Planet Venus dan Pemanasan Global Jika kita tinjau planet Venus dan membandingkannya dengan Bumi akan terasa ganjil, karena Venus mempunyai atmosfir yang lebih tebal daripada Bumi, yang tercermin dari tekanan udaranya yang sangat tinggi, hingga lebih dari 90 kali tekanan atmosfir Bumi, padahal Venus lebih kecil dan lebih dekat ke Matahari dibandingkan dengan Bumi. Atmosfir Venus didominasi oleh CO2. Apakah gas CO2 Venus mudah lepas dari atmosfirnya? Kecepatan lepas Venus :

vesc 

2GM  10359m/s r

Kecepatan CO2 :

vrms 

3kT  671m/s m

Nilai ini masih lebih kecil dari 1/6 kecepatan lepas. Maka CO2 di Venus akan abadi. Darimana datangnya CO2 itu ? Diperkirakan dari aktivitas vulkanik. Temperatur di permukaan planet Venus yang sangat tinggi terutama disebabkan oleh efek rumah kaca. Gas CO2 di atmosfir Venus memerangkap cahaya infra merah dari permukaan Venus, karena gas CO2 sukar ditembus 90

ATMOSFER PLANET

oleh sinar infra merah, sementara ada sebagian cahaya Matahari yang dapat menembus atmosfir sampai ke permukaan.

Gambar 7.1 Mekanisme terjadinya pemanasan global di planet Venus. Dikhawatirkan mekanisme yang sama terjadi di Bumi menyebabkan peningkatan suhu atmosfir Bumi.

Efek rumah kaca seperti di planet Venus ini yang dikhawatirkan terjadi di Bumi apabila jumlah CO2 di atmosfir Bumi semakin meningkat karena pembakaran bahan bakar fosil terus menerus. Temperatur atmosfir Bumi akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kadar CO2 di udara. Fenomena ini disebut pemanasan global atau global warming. Akibat dari pemanasan global ini pola iklim dapat berubah dan mengancam kehidupan di Bumi, termasuk manusia. Jika iklim berubah, pengaruhnya akan besar, misalnya pada musim hujan dan kemarau. Jika musim kemarau dan hujan menjadi tak menentu, kemungkinan petani bercocok tanam pada waktu yang salah menjadi besar dan menyebabkan kegagalan panen yang merugikan. Contoh akibat lainnya adalah kekuatan badai secara rata-rata menjadi lebih kuat dari sebelumnya menyebabkan kerusakan yang lebih besar. Salah satu

ATMOSFER PLANET

91

badai yang sangat hebat yang diduga dipengaruhi oleh pemanasan global adalah badai Katrina tahun 2005 yang merusak sebagian dari benua Amerika terutama di wilayah Amerika serikat, yang menimbulkan kerugian milyaran dollar dan korban nyawa manusia. Juga diduga badai dahsyat Haiyan yang melanda Filipina 2013 dan badai salju hebat yang melanda Amerika Serikat di awal 2014 disebabkan perubahan iklim. Oleh karena itu manusia sebaiknya semakin bijak dalam mengkonsumsi energi dan memelihara lingkungan. Berbagai negara telah melakukan upaya-upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menggalakkan penanaman pohon untuk meningkatkan penyerapan CO2 di udara. Akan tetapi ada juga pendapat lain tentang pemanasan global. Catatan sejarah menunjukkan bahwa ada korelasi antara perubahan pancaran cahaya Matahari dengan perubahan temperatur di Bumi. Maka ada pendapat bahwa pemanasan global yang terjadi beberapa dekade terakhir ini disebabkan perubahan aktivitas Matahari. Aktivitas matahari berubah dengan periode sekitar 11 tahun. Memang pada abad ke dua puluh ada kecenderungan amplitudo puncak aktivitas Matahari semakin meningkat seperti yang nampak pada gambar.

Gambar 7.2 Perubahan aktivitas Matahari yang tercermin dari banyaknya bintik Matahari, dalam 250 tahun terakhir. Sumber : http://spaceweather.com/glossary/sunspotnumber.html

92

ATMOSFER PLANET

Hingga dekade 60an puncak aktivitas terus meninggi, setelah itu hingga akhir abad ke 20 cenderung tinggi. Akan tetapi puncak aktivitas Matahari sejak akhir abad ke 20 hingga sekarang cenderung menurun. Akankah ini menjadi awal dari penurunan suhu Bumi pada tahun-tahun yang akan datang? Apa pun penyebab pemanasan global, tetap lebih bijaksana apabila kita hemat energi, menghemat sumber daya alam, menjaga kelestarian lingkungan dan menggalakkan penghijauan. Tekanan Atmosfer Tekanan atmosfir dapat dinyatakan oleh rumus hidrostatik berikut :

P  gh

(7.8)

Dengan ρ adalah massa jenis rata-rata, g adalah percepatan gravitasi dan h adalah ketebalan efektif atmosfir. Rumus ini berlaku untuk fluida, baik cair maupun gas. Rumus tekanan hidrostatik diatas berlaku umum untuk semua planet, oleh karena itu berlaku juga untuk Bumi. Jika diketahui, di Bumi, massa jenis udara 1,225 kg/m3, percepatan gravitasi Bumi 9,8 m/s2 dan tekanan atmosfir 101 kPa, maka dengan menggunakan rumus hidrostatik diatas, dapat dihitung ketebalan efektif (scale height) atmosfir Bumi sekitar 8,2 km. Artinya kalau tekanan ratarata atmosfir Bumi sama dengan tekanan di permukaan Bumi dan kerapatannya konstan sama dengan kerapatan (density) di permukaan Bumi, maka ketebalan atmosfir adalah sekitar 8,2 km. Pada kenyataannya kerapatan atmosfir tidak merata, melainkan semakin tinggi semakin renggang, dan batas antara atmosfir Bumi dan angkasa luar tidak jelas. Dengan penalaran yang sama kita juga dapat menghitung ketebalan atmosfir Venus. Dengan tekanan permukaan 9292 kPa, percepatan gravitasi permukaan 8,9 m/s2, kerapatan rata-rata atmosfirnya 67 kg/m3. Maka ketebalan efektif atmosfir Venus adalah sekitar 15,6 km, hampir dua kali lipat atmosfir Bumi. Jadi tekanan gas yang besar di Venus disebabkan oleh massa total dan kerapatan atmosfirnya memang besar.

ATMOSFER PLANET

93

Soal-soal 1. (OSK 2009) Titan, salah satu satelit planet Saturnus memiliki atmosfer yang sangat tebal, sementara planet Merkurius sama sekali tidak mempunyai atmosfer, hal ini disebabkan karena: a. Titan lebih masif dibanding Merkurius b. Gravitasi Matahari menyebabkan atmosfer Merkurius lepas c. Gas dingin di atmosfer Titan bergerak sangat lambat dibanding gas panas di atmosfer Merkurius d. Lebih banyak gas di Tatasurya luar, sehingga Titan lebih mempu mempertahankan keberadaan atmosfernya. e. Titan mirip dengan Bumi di masa depan. 2. (OSP 2009) Korona Matahari yang diamati pada waktu gerhana Matahari total adalah: a. gas renggang yang terdiri dari ion dan electron bertemperatur tinggi mencapai sejuta derajat K, terdapat ion besi dan kalsium terbungkus dalam debu dingin di sekitar Matahari b. gas pada atmosfer Bumi yang menyebarkan cahaya Matahari c. gas komet yang terbakar di sekitar Matahari d. gas dan debu antar planet di sekitar Bulan yang menyebarkan cahaya Matahari e. cahaya zodiac

94

ATMOSFER PLANET

Bab 8

ROTASI BENDA LANGIT

Materi : Momen Inersia, momentum sudut global

Kelas XI

Kompetensi Dasar : XI.3.6 Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari

Pendahuluan Benda-benda langit umumnya berevolusi dan berrotasi. Contoh yang terdekat adalah Bumi. Kita bisa mengetahui adanya rotasi Bumi dari fenomena siang dan malam. Karena Bumi berrotasi maka bagian permukaan yang menghadap Matahari berubah terus, yang menghadap Matahari menjadi wilayah yang mengalami siang, sedangkan yang membelakangi Matahari menjadi wilayah yang mengalami malam. Panjangnya siang dan malam ditentukan antara lain oleh seberapa cepat Bumi berrotasi, selain arah rotasi. Benda yang berrotasi mempunyai momen inersia. Untuk benda berbentuk bola pejal seperti Bumi, momen inersia dinyatakan oleh rumus :

I  52 MR2

(8.1)

Dengan M adalah massa benda berbentuk bola yang berrotasi dan R adalah radiusnya. Dari rumus diatas dapat disimpulkan juga bahwa satuan untuk momen inersia dalam sistem SI adalah kg m2. Sebagai contoh, Bumi yang massanya 5,97 × 1024 kg dan radiusnya 6378 km, jika Bumi dianggap benda pejal yang kerapatannya sama, dengan rumus diatas dapat dihitung momen inersianya adalah 9,71× 1037 kg m2. Nilai momen inersia ini sangat besar sehingga sangat sulit untuk mengubah periode rotasinya, dibutuhkan gaya dan momen gaya yang sangat besar untuk mengubahnya sedikit saja.

95

Revolusi Bumi mempunyai harga momen inersia yang berbeda dengan momen inersia rotasi. Momen inersia Bumi mengelilingi Matahari adalah :

I rev  Md2

(8.2)

Dengan d adalah jarak Bumi – Matahari. Dengan memasukkan massa Bumi dan jarak Bumi – Matahari 150 juta km, diperoleh : Irev = 1,34 × 1047 kg m2. Jadi momen inersia revolusi Bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan momen inersia rotasi Bumi. Benda yang berrotasi juga mempunyai momentum sudut yang bergantung pada momen inersia dan kecepatan sudut rotasinya :

L  I

(8.3)

Semakin cepat sebuah benda berrotasi semakin besar momentum sudutnya. Momentum sudut ini kekal selama tidak ada momen gaya dari luar yang bekerja pada benda itu. Oleh sebab itu dalam kurun waktu bermilyar tahun, kecepatan rotasi Bumi tidak jauh berbeda, karena tidak banyak momen gaya yang didapat Bumi dari luar. Salah satu yang mungkin dapat berkontribusi dalam mengubah rotasi Bumi adalah tumbukan meteor besar, namun itu pun sedikit sekali mengubah periode rotasi. Momentum sudut rotasi Bumi adalah

Lrot  Irot

2  7,061033kg m2 / s Prot

Kemana arah vektor momentum sudut ini? Karena Bumi berrotasi dari Barat ke Timur (sehingga kita merasa bahwa Matahari bergerak dari Timur ke Barat). Maka arah vektor momentum sudut Bumi adalah ke arah kutub langit utara, atau sejajar dengan sumbu rotasi Bumi. Dengan cara yang sama dapat dihitung momentum sudut revolusi Bumi sebesar 2,67× 1040 kg m2/s, dengan arah ke kutub ekliptika utara. Matahari juga sama seperti Bumi dan Asteroid, berrotasi juga, hanya bedanya, karena Matahari berupa gas, bukan benda tegar seperti Bumi, ada perbedaan kecepatan sudut rotasi pada lintang yang berbeda. Lintang yang lebih tinggi kecepatan rotasinya lebih rendah.

96

ROTASI BENDA L ANGIT

Gambar 8.1 Matahari, bola gas panas yang berrotasi

Jika diukur di daerah ekuatornya periode rotasi Matahari adalah 24,47 hari, tapi dilihat dari Bumi periode rotasi itu adalah 26,24 hari, karena Bumi tidak diam, tapi bergerak mengelilingi Matahari. Periode ini disebut periode sinodis rotasi Matahari. Sebagai contoh, periode rotasi Matahari pada lintang 26° adalah sekitar 27,275 hari dilihat dari Bumi. Rotasi Matahari pada posisi ini disebut Carrington Rotation, yang didasarkan pada pengamatan bintik Matahari yang umumnya muncul di lintang sekitar 26°. Untuk benda seperti Matahari, menghitung momen inersianya lebih rumit, karena Matahari adalah bola gas yang kerapatannya tidak merata dan kecepatan rotasi berbeda-beda antara satu titik dengan titik lainnya. Namun dapat dipastikan momen inersia Bumi tidak ada artinya dibandingkan dengan Matahari karena massa dan radius Matahari jauh lebih besar dibandingkan dengan Bumi. Bintang-bintang juga seperti Matahari, berrotasi, ada yang berrotasi cepat ada yang lambat. Mengapa Matahari dan bintang-bintang dapat berrotasi? Dari momentum sudut yang dibawanya sejak masih berupa awan gas antar bintang.

ROTASI BENDA L ANGIT

97

Contoh Seandainya Matahari berasal dari awan gas antar bintang yang total massanya sama dengan Matahari tapi radiusnya sangat besar, misalnya 100 satuan astronomi. Diketahui Massa Matahari 1,98 × 1030 kg dan bahwa momentum sudut Tata Surya sebagian besar berada di planet-planet, sedangkan Matahari yang mempunyai 99% massa Tata Surya hanya memiliki 1% momentum sudutnya. Berapa kecepatan rotasi rata-rata awan gas antar bintang cikal bakal Matahari ? Jawab: Radius Matahari sekarang 700 000 km dan periode rotasinya 25 hari. Anggap Matahari adalah benda pejal dan materi antar bintang berbentuk bola. Kecepatan sudut rotasi Matahari :



Momentum sudut sekarang = momentum sudut dahulu Momentum sudut Matahari sekarang : =1,045 × 1042 kgm2s-2 Momentum sudut Tata Surya : 1,045 × 1044 kgm2s-2 Massa Tata Surya : 100/99 × 1,98 × 1030 kg = 2 × 1030 kg Radius materi antar bintang 100 au = 1,5 × 1013 m Momentum sudut awan antar bintang : =1,045 × 1042 kgm2s-2 Maka periode rotasi rata-ratanya kira-kira 954 hari.

Radius Girasi Bumi Radius Girasi atau jari-jari girasi adalah jari-jari gerak melingkar sebuah benda titik yang massanya dan momen inersianya sama dengan massa dan momen inersia benda yang berotasi terhadap pusat massanya

98

ROTASI BENDA L ANGIT

Mrg2  I pm

(8.4)

I pm M

(8.5)

Atau

rg 

Sebagai contoh radius girasi Bumi adalah :

9,52×1031 rg   4034km 5,971024 Jadi momen inersia Bumi sama dengan momen inersia sebuah titik yang massanya sama dengan massa Bumi yang bergerak melingkar dengan jarijari 4034 km. Radius girasi ini tentu berbeda dengan radius revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Dalam revolusinya mengelilingi Matahari, karena radius Bumi jauh lebih kecil dibandingkan dengan radius orbit Bumi, maka Bumi dapat dipandang sebagai benda titik. Radius girasi revolusi Bumi kira-kira sama dengan radius revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Contoh Soal Sebuah Meteor besar berbentuk kira-kira bundar dengan radius 1 km dan massa jenis kira-kira sama dengan massa jenis Bumi, yaitu 5500 kg/m3 menumbuk sebuah gunung di Bumi. Arah datang Meteor itu tepat sejajar dengan permukaan Bumi dan berhenti setelah menabrak gunung itu. Lokasi gunung yang ditumbuk meteor itu berada di dekat daerah khatulistiwa dan arah datang meteor itu tepat dari Timur, dengan kecepatan 20 km/detik relatif terhadap permukaan Bumi. Jika dianggap tumbukan itu tidak berpengaruh pada revolusi Bumi, berapa besar perubahan periode rotasi Bumi? Massa dan radius Bumi adalah 5,97x1024kg dan 6378 km. Jawab: Momen inersia Bumi :

ROTASI BENDA L ANGIT

99

Momentum sudut bumi mula-mula

Momentum sudut Meteor sesaat sebelum menumbuk gunung = Keterengan : kecepatan sesaat ketika tumbukan sama dengan kecepatan sesaat jika meteor itu mengelilingi Bumi dekat permukaan Bumi dengan kecepatan linier 20 km/detik Momentum sudut total mula-mula :

Keterangan : arah kecepatan meteor berlawanan dengan arah rotasi Bumi di permukaan Bumi Momentum sudut total akhir :

Keterangan : Bumi dan meteor bersatu setelah tumbukan. Karena momentum sudut awal = momentum sudut akhir, maka :

Maka pertamabahan periode rotasi Bumi hanya enam per sejuta detik.

Presesi Pernahkah kamu memperhatikan gerakan gasing yang diputar? Suatu saat mungkin kita melihat sumbu putar gasing itu tetap tegak lurus terhadap permukaan Bumi. Akan tetapi di saat lain kita mungkin melihat sumbu putar gasing itu bergeser perlahan-lahan sehingga ujung sumbu gasing

100

ROTASI BENDA L ANGIT

bergerak perlahan membentuk lingkaran. Gerak perubahan sumbu rotasi ini disebut presesi. Hal ini disebabkan ada gaya gravitasi Bumi yang menggeser arah vektor rotasi. Lalu mengapa gasing tidak langsung jatuh saja ditarik gravitasi Bumi? Karena benda berotasi mempunyai momentum sudut dan momentum sudut ini harus kekal selama tidak ada momen gaya atau torka (torque) yang mengubahnya (hukum kekekalan momentum sudut). Kalau ada presesi artinya momentum sudut berubah, lalu mana torkanya? Torka merupakan perkalian antara gaya dan lengannya. Gaya yang bekerja adalah gaya gravitasi Bumi, sedangkan lengannya adalah jarak antara pusat massa gasing dan titik tumpu. Perkalian vektor antara gaya dan lengannya itu:

Q  Fr

(8.6)

menghasilkan vektor torka Q yang tegak lurus terhadap gaya dan lengannya. Karena arah momentum sudut segaris dengan lengan maka Q juga tegak lurus terhadap momentum sudut. Bandingkan dengan gerak linier, jika sebuah benda bergerak dengan momentum p mendapat gaya F yang selalu tegak lurus p, maka lintasan benda menjadi melingkar. Maka dapat dimengerti mengapa arah momentum sudut juga akan berubah mengikuti lintasan lingkaran jika mendapat torka yang tegak lurus.

Gambar 8.2 Gerak presesi gasing karena momentum sudut diganggu gaya gravitasi

Peristiwa presesi seperti pada gasing itu juga terjadi pada sumbu rotasi Bumi. Sumbu rotasi Bumi berubah orientasi perlahan secara periodik dengan periode sekitar 25000 tahun. Karena arah sumbu rotasi berubah,

ROTASI BENDA L ANGIT

101

maka orientasi lingkaran khatulistiwa Bumi dan khatulistiwa langit juga berubah perlahan. Khatulistiwa langit, terutama titik potongnya dengan lingkaran ekliptika, merupakan acuan penentuan koordinat bintang. Karena presesi maka posisi titik acuan ini juga berubah. Jika titik acuannya berubah, tentu angka koordinat bintang-bintang juga berubah. Maka koordinat bintang dalam sistem koordinat khatulistiwa (equator) sebenarnya terus berubah perlahan. Bukan posisi bintangnya yang berubah, melainkan acuannya. Dalam jangka waktu satu atau dua tahun perubahan koordinat itu tidak begitu berarti, namun menjadi berarti dalam jangka waktu puluhan tahun. Oleh karena itu dalam menuliskan koordinat bintang dalam sistem koordinat khatulistiwa, biasanya dicantumkan juga angka tahun (disebut juga epoch), artinya koordinat itu untuk tahun tersebut. Contoh, jika koordinat sebuah bintang dituliskan sebagai berikut: α2000 = 2h34m51s, δ2000=-23°11’08”, artinya itu adalah koordinat bintang itu pada tahun 2000. Cara ini biasanya tidak diterapkan untuk menuliskan koordinat obyek langit bergerak seperti planet, bulan, asteroid, komet dan lain-lain, karena posisinya berubah terus, melainkan, koordinat dituliskan dengan mencantumkan tanggal dan waktu.

Gambar 8.3 Presesi Bumi yang disebabkan momentum sudut rotasi Bumi diganggu oleh gaya gravitasi Matahari

Gaya apa yang menyebabkan presesi Bumi? Gaya gravitasi Matahari! Gaya gravitasi Matahari itu membentuk sudut tertentu terhadap arah momentum sudut Bumi. Sehingga menyebabkan perubahan arah momentum sudut rotasinya. Presesi ini membuat titik acuan penentuan koordinat di dalam sistem koordinat ekuator (khatulistiwa), yaitu titik musim semi (Vernal Equinox) menjadi bergeser terus. Dahulu titik acuan 102

ROTASI BENDA L ANGIT

ini sering disebut titik Aries, karena berada di rasi bintang Aries. Namun sekarang titik tersebut sudah berada di rasi Pisces.

Soal-soal Soal 1 Sebuah Asteroid yang berbentuk agak lonjong seperti bola rugby bermassa 1 juta ton, berotasi dengan periode 1,2 jam, dengan radius girasi 2 km. Manusia berniat membuat astreoid itu berhenti berrotasi dengan cara menembakkan bola besi bermassa 10 ton ke permukaan asteroid hingga bola besi itu melesak ke dalamnya, pada posisi 2 km dari pusat massa, dengan arah yang tepat dapat menghentikan rotasi asteroid itu. Dengan kecepatan berapakah bola besi itu harus ditembakkan untuk menghentikan rotasi asteroid?

Soal 2 Berapakah besar momen gaya yang menyebabkan presesi Bumi?

ROTASI BENDA L ANGIT

103

Bab 9

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Materi : Gelombang Elektromagnetik

Kelas XI, XII

Kompetensi Dasar : XI.3.10 Menganalisis gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum XII.3.1 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi XII.3.7 Mengevaluasi pemikiran dirinya tentang radiasi elektromagnetik, pemanfaatannya dalam teknologi dan dampaknya pada kehidupan XII.4. Menyajikan hasil analisis tentang radiasi elektromagnetik, pemanfaatannya dalam teknologi dan dampaknya pada kehidupan

Pendahuluan Benda langit yang paling banyak bisa kita lihat di langit adalah bintangbintang. Bintang yang paling dekat ke Bumi adalah Matahari. Bintangbintang, termasuk Matahari, bisa memproduksi energi sendiri, lalu energi itu dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Kita bisa melihat keberadaan bintang-bintang itu karena mata kita bisa menerima sebagian kecil gelombang elektromagnetik itu yaitu cahaya tampak. Akan tetapi sebenarnya selain cahaya tampak masih jauh lebih banyak gelombang elektromagnetik yang tidak dapat ditangkap oleh mata, misalnya, Sinar X, Ultraviolet, gelombang radio dan lain-lain. Panjang gelombang cahaya tampak adalah antara 4000 Å (Angstrom) hingga 8000 Å. Satu Angstrom sama dengan 10-10 meter. Gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih pendek daripada cahaya tampak antara lain sinar Ultra violet, sinar X dan sinar Gamma. Sedangkan yang lebih panjang antara lain sinar infra merah yang dapat kita rasakan sebagai gelombang panas, gelombang mikro dan gelombang radio. Bintang-bintang, jika dilihat dengan panjang gelombang berbeda, akan beda pula penampakannya. Sebagai contoh citra Matahari nampak sangat berbeda pada panjang gelombang sinar X, UV, cahaya tampak dan gelombang radio, bahkan ukurannya pun bisa berbeda.

105

Selain dengan panjang gelombang, jenis radiasi elektromagnetik juga dapat diidentifikasi dengan frekuensinya karena ada hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi sbb :



c



(9.1)

Dengan c adalah kecepatan cahaya yang besarnya 2,997925 × 108 meter dan  adalah frekuensi. Astronom radio yang biasa mengamati bintang dengan teropong radio, biasanya lebih suka menggunakan domain frekuensi daripada panjang gelombang. Sebagai contoh, jika gelombang radio yang panjang gelombangnya 1 meter sering dinyatakan sebagai gelombang berfrekuensi 300 megahertz (MHz), menggunakan hubungan 9.1.

Gambar 9.1 Matahari dalam berbagai panjang gelombang. Dalam sinar X dari sateli YOHKOH (A), dalam ultraviolet dari satelit SOHO (B), dalam cahaya tampak menggunakan neutral density filter (C), dalam panjang gelombang 6563 Å menggunakan filter Hα (D), dalam infra merah (E), dalam gelombang radio (F). Sumber : http://coolcosmos.ipac.caltech.edu.

Astronom yang bidang kerjanya menganalisis sinar X atau sinar Gamma dari benda langit sering kali tidak menggunakan domain panjang gelombang atau frekuensi, melainkan energi. Penggunaan domain energi ekivalen dengan panjang gelombang atau frekuensi, karena frekuensi foton dapat dikonversikan menjadi energi foton dengan hubungan:

E  h

106

(9.2)

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Dengan h adalah konstanta Planck yang besarnya 6,626 × 10-34 kg m2/s. Gelombang berfrekuensi tinggi mempunyai energi yang tinggi juga untuk tiap fotonnya, maka bidang astrofisika yang mempelajari sifat-sifat benda langit pada panjang gelombang yang pendek seperti sinat X dan sinar Gamma, disebut bidang ilmu Astrofisika Energi Tinggi (High Energy Astrophysics). Tabel 9.1 menunjukkan berbagai macam radiasi gelombang elektromagnetik. Tabel 9.1

Sumber : http://csep10.phys.utk.edu/astr162/lect/light/spectrum.html

Benda umumnya bintang memancarkan gelombang elektromagnetik dalam berbagai panjang gelombang dengan intensitas yang berbeda-beda. Dalam mempelajari macam-macam radiasi yang dipancarkan benda didefinisikan suatu konsep yang disebut benda hitam yang perilakunya mengikuti suatu aturan yang sederhana sehingga mudah dimengerti, dimanipulasi, diaplikasikan dan dihubungkan dengan besaran fisis lain secara matematis. Tidak ada benda yang pancaran radiasinya 100% memenuhi definisi benda hitam, namun ada yang sifatnya cukup dekat dengan definisi tersebut.

Hukum Radiasi Planck Suatu ciri dari benda hitam adalah bahwa benda itu memancarkan berbagai macam panjang gelombang cahaya, namun mengikuti suatu kecenderungan umum. Mula-mula intensitasnya meningkat jika kita merunut dari panjang gelombang cahaya yang paling pendek menuju yang lebih panjang. Pada panjang gelombang tertentu mencapai puncak, lalu

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

107

menurun lagi untuk panjang gelombang yang lebih panjang lagi. Secara skematis kecenderungan itu dapat diilustrasikan seperti pada gambar 9.2. Planck telah menemukan suatu perumusan matematis untuk mendeskripsikan kecenderungan tersebut sebagai berikut :

B (T ) 

2hc2

 e 5

1 hc / kT

1

(9.3)

Panjang gelombang puncak dari grafik diatas dapat memberikan informasi tentang temperatur benda hitam yang sedang diamati. Persamaan Planck ini menyajikan intensitas cahaya yang dipancarkan oleh satu satuan luas permukaan benda hitam bertemperatur T, pada panjang gelombang tertentu, setiap satuan waktu.

Gambar 9.2 Distribusi energi radiasi menurut hukum Planck

Pancaran radiasi dari bintang-bintang kebanyakan mengikuti pola ini, ada yang cukup dekat ada juga yang agak jauh dari pola ini. Artinya permukaan bintang memiliki sifat-sifat benda hitam yang memancarkan energi ke segala arah secara radiatif. Salah satu beda distribusi energi yang dipancarkan bintang dengan distribusi Planck adalah, pada spektrum pancaran radiasi bintang-bintang biasanya ada garis-garis serapan,

108

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

sementara distribusi Planck nampak mulus. Juga, pada spektrum beberapa bintang tertentu bisa muncul garis-garis emisi. Dari posisi puncak distribusi energi spektrum kita dapat memperkirakan secara kasar temperatur permukaan bintang yang diamati. Bintang yang puncak distribusi radiasinya berada pada frekuensi yang lebih tinggi (atau pada panjang gelombang lebih pendek) temperaturnya lebih tinggi, sebaliknya jika puncak itu berada pada frekuensi yang lebih rendah artinya temperaturnya lebih rendah. Kemudian, karena semakin tinggi temperatur permukaan bintang puncak distribusi energinya semakin bergeser kearah panjang gelombang pendek, maka bintang yang bertemperatur lebih tinggi akan nampak lebih biru. Wien memberikan hubungan sederhana antara posisi puncak distribusi dengan temperatur. Jika Temperatur dinyatakan dalam Kelvin dan panjang gelombang dalam cm, maka hubungan antara panjang gelombang maksimum dan temperature adalah sebagai berikut:

max 

0,2898 T

(9.4)

Energi dipancarkan secara radiatif dari permukaan bintang ke ruang antar bintang, sedangkan kita tahu bahwa energi radiasi yang dipancarkan bintang berasal dari reaksi nuklir di pusat bintang. Bagaimana energi yang dibuat di pusat itu bisa sampai ke permukaan? Kita mengetahui tiga cara perpindahan energi yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan energi panas secara konduksi memang terjadi di dalam bintang namun sangat kecil dibandingkan cara perpindahan energi lain. Konveksi terjadi di bagian lapisan yang lebih luar dari bintang. Konveksi ini dapat teramati di permukaan matahari jika kita mengamati permukaan Matahari dengan menggunakan filter Hα, yaitu filter yang hanya dapat melewatkan cahaya yang panjang gelombangnya sekitar 6563 Ǻ, yaitu panjang gelombang tempat terbentuknya garis Balmer α. Sedangkan perpindahan energi secara radiasi dominan terjadi di bagian yang lebih dalam dari bintang, lalu di atas fotosfir hingga ruang antar bintang. Jika kita ingin mengetahui jumlah pancaran total untuk seluruh panjang gelombang, maka kita harus menjumlahkan pancaran radiasi dari setiap panjang gelombang. Secara matematis hal ini dapat dilakukan dengan perhitungan integrasi fungsi Planck B terhadap λ. Hasilnya, energi radiasi total yang dipancarkan benda itu yang berbanding lurus terhadap temperatur pangkat empat. Secara matematis dituliskan:

B  T4

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

(9.5)

109

Dengan σ adalah sebuah konstanta yang besarnya 5,67 × 10-8 W m-2 K-4. Persamaan 9.5 disebut persamaan Stefan-Boltzmann dan konstanta σ disebut dengan konstanta Stefan-Boltzmann.

Ukuran Terang Bintang Para astronom mempunyai kebiasaan menyatakan terang bintang dengan magnitudo. Kebiasaan ini sudah berlangsung selama lebih dari 2000 tahun, yaitu sejak Hipparchus pada abad kedua sebelum masehi mengelompokkan bintang menjadi 6 kelompok. Kelompok pertama adalah bintang-bintang yang paling terang, disebut bintang-bintang golongan magnitude satu. Golongan kedua yang lebih redup disebut magnitudo dua, hingga bintangbintang yang paling redup yang masih bisa dilihat dengan mata disebut magnitude enam. Ternyata mata manusia bersifat logaritmik ketika mendeteksi cahaya. Menyadari hal ini, Pogson pada tahun 1856 mencoba menyatakan pengelompokan kecerlangan bintang Hipparchus ini dalam bentuk pernyataan matematika. Jika ada dua bintang yang magnitudonya m1 dan m2, fluks cahaya yang diterima pengamat dari kedua bintang itu f1 dan f2, maka hubungan antara magnitudo dan fluks dapat dinyatakan sebagai :

m1  m2  2,5log

f1 f2

(9.6) Dengan menggunakan pernyataan (9.6), bintang-bintang paling terang akan mempunyai magnitudo sekitar 1 dan yang paling redup sekitar 6, sesuai dengan pengelompokan Hipparchus, namun dapat lebih teliti dalam membedakan kecerlangan satu bintang dengan yang lain. Contoh soal Sebuah bintang yang magnitudonya 1,8 diketahui fluksnya 10-8 watt/m2. Berapakah fluks bintang yang magnitudonya 4,3? Jawab :

Diperoleh : f2 ≈ 10-9 watt/m2.

110

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Kuadrat Kebalikan Jika kita melihat sumber cahaya dari dekat yang cukup terang, sumber cahaya itu akan terasa meredup ketika kita menjauhinya. Hal ini disebabkan cahaya menyebar ke semua arah. Andaikan kita membuat bola yang berpusat di sumber cahaya itu dan jari-jarinya sama dengan jarak mata kita kesana, dan andaikan jumlah energi radiasi yang menembus seluruh permukaan bola itu tiap detik adalah L. Besaran L ini sama dengan energi total yang dipancarkan sumber tiap satuan waktu dan disebut luminositas. Jika kita menjauh, luas permukaan bola itu akan membesar, namun energi radiasi total yang menembus bola itu tetap L karena adanya hukum kekekalan energi. Satu satuan luas permukaan bola akan mendapat bagian radiasi sebesar pancaran energy radiasi total dibagi luas permukaan bola:

E

L 4r2

(9.7)

Faktor 4πr2 adalah luas permukaan bola berjari-jari r. E adalah energy yang menembus satu satuan luas permukaan, sering disebut juga fluks. Dari persamaan 9.7 jelas bahwa besarnya fluks ini berbanding terbalik dengan jarak kuadrat. Maka rumus diatas sering disebut juga hukum kuadrat kebalikan. Sebenarnya besaran E inilah yang ditangkap oleh mata kita, itulah sebabnya mengapa semakin jauh sumber cahaya nampak semakin redup dan peredupannya berbanding terbalik terhadap r2. Hal ini berlaku baik jika kita mengambil panjang gelombang tertentu saja, maupun energi total asalkan tidak ada proses serapan selama cahaya merambat. Pada kenyataannya jika cahaya atau gelombang EM pada umumnya merambat di dalam medium yang bukan ruang hampa, fluks cahaya yang diterima pengamat dari sumber diredupkan bukan hanya oleh jarak tetapi juga oleh proses serapan oleh medium yang dilalui. Contoh soal Menurut hukum radiasi, benda hitam akan memancarkan energi total yang sebanding dengan temperatur pangkat empat. Jika setiap lapisan Matahari dianggap memancarkan radiasi seperti benda hitam, temperatur permukaan Matahari adalah 5800 K dan diameternya 1,4 juta km, berapakah temperatur Matahari pada kedalaman 525 000 km dari permukaannya?

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

111

Jawab : Radius Matahari RM = 700 000 km. Luminositas Matahari :

Total energi yang keluar dari Matahari lapisan dalam Matahari juga harus sama karena harus memenuhi hukum kekekalan energi. Pada kedalaman 525 000 km, total energi yang keluar dari pusat adalah total energi yang keluar dari bola dengan radius R’ = 700 000 – 525 000 = 175 000 km.

T'=11600 K Jika kita mengambil sedikit cahaya Matahari, melewatkannya pada prisma, maka cahaya Matahari itu akan terurai menjadi berbagai warna. Jika uraian warna itu kita potret, kita akan mendapat spektrumnya. Kita akan melihat adanya berbagai warna cahaya seperti pelangi, karena cahaya matahari diuraikan menurut panjang gelombangnya. Akan nampak bahwa intensitas cahaya biru relatif lebih lemah. Semakin ke kanan, artinya ke arah panjang gelombang yang lebih panjang, intensitasnya semakin tinggi, mencapai puncak pada warna hijau kekuningan, lalu menurun lagi. Kalau kita grafikkan intensitas terhadap panjang gelombang, maka akan diperoleh grafik seperti pada gambar 9.3. Pola yang mirip juga ada pada spektrum bintang-bintang yang mirip dengan distribusi Planck, namun dihiasi dengan banyak garis serapan. Radiasi yang pola distribusi energinya mirip grafik Planck sering disebut juga radiasi thermal.

112

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Bintang-bintang dikelompokkan berdasarkan antara lain temperaturnya atau lebih lazim kelas spektrumnya, dan setiap kelas spektrum diberi nama dengan huruf. Urutan kelas spektrum bintang dari yang paling panas hingga yang paling dingin adalah O, B, A, F, G, K dan M. Temperatur bintang kelas O berkisar 30 000 – 50 000 K sedangkan kelas M sekitar 2000 Kelvin. Jadi spektrum seperti gambar 9.3 bukan hanya dihasilkan dari cahaya Matahari, tetapi juga bintang-bintang sekelas Matahari yaitu kelas G. Secara umum grafik ini mempunyai kemiripan dengan kurva Planck, bedanya, grafik spektrum bintang ini mengandung derau sehingga tidak mulus seperti kurva Planck. Selain itu pada grafik spektrum terdapat palungpalung tajam seperti stalagtit. Pada citra spektrum hal ini nampak sebagai garis-garis gelap, oleh karena itu disebut garis-garis absorpsi. Hal ini disebabkan adanya atmosfir bintang yang menyerap cahaya dari dalam bintang pada panjang gelombang panjang gelombang tertentu saja. Garis garis absorpsi ini disebabkan oleh elektron yang mengalami eksitasi di dalam atom atau ion, karena menyerap foton.

Spektrum Bintang Kelas G 140 120

K+H Lines  G band 

Intensitas

100 80 60 40 20 0 3500

H H H

4000

H

4500

Mg I

5000

Mg I

5500

6000

H

6500

Panjang Gelombang (Å)

Gambar 9.3 Spektrum bintang kelas G, sekelas dengan Matahari, yang temperatur permukaannya sekitar 6000 K. Gambar bawah adalah contoh citra spektrum bintang kelas G, grafik diatasnya adalah grafik hasil perunutan spektrum tersebut.

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

113

Untuk bintang jenis lain, misalnya bintang kelas A, kita akan melihat puncak grafik agak lebih ke kiri, dan garis-garis serapannya nampak lebih gelap pada citra spektrum dan lebih dalam pada grafik spektrum. Karena puncak grafik bintang kelas A lebih ke kiri (sekitar 4000 – 4100Å), sedangkan pada bintang kelas G di sekitar 4500 - 4700 Å. Hal ini menunjukkan bahwa temperatur bintang kelas A lebih tinggi dari bintang kelas G. Bintang kelas A akan nampak lebih biru daripada kelas G.

Spektrum Bintang Kelas A 200

H H H H H 

180 160

Intensitas

140

H H

120 100

H

80 60 40 20 0 3500

4000

4500

5000

5500

6000

6500

Panjang Gelombang (Å)

Gambar 9.4 Spektrum bintang kelas A, yang temperatur permukaannya sekitar 6000K. Gambar bawah adalah contoh citra spektrum bintang kelas A, grafik diatasnya adalah grafik hasil perunutan spektrum tersebut. Perhatikan garis garis gelap pada bintang kelas A lebih jelas daripada kelas G dan puncak distribusinya lebih ke kiri

Efek Doppler Pada Cahaya Berubahnya panjang gelombang atau frekuensi gelombang yang diterima oleh pengamat dari sumber yang menjauh atau mendekat disebut efek Doppler. Sebagai contoh, suara mobil balap yang mendekati penonton di sebuah sirkuit akan terdengar bernada lebih tinggi ketika mobil mendekat

114

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

hingga saat mobil itu melintas di depan penonton itu lalu terdengar lebih rendah setelah melintas, meskipun kecepatannya tetap. Hal ini disebabkan ketika mobil mendekat, panjang gelombangnya suara mobil yang diterima penonton memendek dan frekuensi meninggi dibandingkan saat dipancarkan dan sebaliknya saat menjauh. Karena cahaya juga adalah gelombang, maka cahaya juga dapat mengalami efek doppler, namun karena kecepatan cahaya sangat tinggi, jauh lebih tinggi daripada kecepatan suara, efek doppler itu tidak terdeteksi apabila sumber bergerak hanya secepat mobil balap. Diperlukan kecepatan yang jauh lebih tinggi dan detektor yang lebih sensitif untuk dapat mendeteksi efek doppler pada cahaya. Besarnya perubahan panjang gelombang karena kecepatan relatif antara pengamat dan sumber dapat dinyatakan oleh persamaan berikut :

v    c

(9.8)

Dengan v adalah kecepatan radial relatif antara sumber dan pengamat, c adalah kecepatan cahaya dan λ adalah panjang gelombang yang dipancarkan oleh sumber. Jika ada sebuah bintang bergerak menjauhi Bumi dengan kecepatan konstan sebesar v maka sesuai dengan rumus diatas, garis spektrum yang di dalam laboratorium berada pada panjang gelombang λ akan muncul di dalam spektrum pada panjang gelombang λ'=λ+Δλ.

a  b  c  Gambar 9.5 Gambar spektrum bintang. Gambar (b) adalah spektrum bintang jika bintang tidak bergerak relatif (diam) terhadap pengamat. Gambar (a) adalah spektrum bintang yang sama jika bergerak mendekati pengamat, sedangkan gambar (c) jika bintang bergerak menjauh.

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

115

Jika kita tahu panjang gelombang diam suatu garis spektrum, misalnya dari spektrum pembanding atau perhitungan mekanika kuantum, dan kita dapat mengukur panjang gelombang garis itu dari hasil pengamatan spektroskopi, maka kecepatan radial (menjauh atau mendekat) bintang itu dapat dihitung dengan rumus 9.8. Contoh sumber efek doppler pada cahaya bintang yang dapat diamati adalah akibat dari revolusi Bumi, yaitu berupa pergeseran garis-garis spektrum bintang-bintang yang berada di dekat bidang ekliptika (ekliptika adalah bidang edar Bumi mengelilingi Matahari). Kecepatan gerak revolusi Bumi dapat dihitung dari data periode revolusi Bumi, yaitu 365,25 hari dan jarak Bumi – Matahari sekitar 150 juta km. Diperoleh kecepatan revolusi Bumi sekitar 30 km/detik. Ini jika kita sudah tahu jarak Bumi – Matahari. Sebaliknya, jarak Bumi - Matahari dapat dihitung dari pengamatan pergeseran doppler tahunan bintang-bintang di sekitar ekliptika. Karena Bumi bergerak mengelilingi Matahari, maka relatif terhadap bintang-bintang di sekitar ekliptika, Bumi bergerak setengah tahun mendekat dan setengah tahun menjauh. Akibatnya garis-garis spektrum bintang bergeser dari panjang gelombang diamnya karena efek Doppler. Dari besarnya pergeseran maksimum panjang gelombang itu dapat dihitung kecepatan revolusi Bumi. Kecepatan ini jika dikalikan dengan jumlah detik dalam satu tahun akan menghasilkan keliling orbit Bumi, sehingga jari-jari orbit Bumi dapat dihitung. Pengukuran kecepatan radial 30 km/detik membutuhkan teropong yang cukup besar dengan spektrograf resolusi tinggi, karena pada spektrum, kecepatan radial 30 km/detik didapat dari pergeseran doppler sekitar 0,5 Angstrom untuk panjang gelombang garis di sekitar cahaya tampak 5000 Angstrom.

Contoh soal Dari hasil eksperimen di laboratorium garis Balmer Hβ semestinya muncul pada panjang gelombang 4861,3 Ǻ. Pada spektrum sebuah bintang, garis ini muncul pada panjang gelombang 4863,7 Ǻ. Berapakah kecepatan radial bintang itu terhadap pengamat ? menjauh atau mendekat? Jawab : Δλ = 4863,7 – 4861,3 = 2,4 Ǻ.

116

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Dengan asumsi bahwa kecepatan cahaya di ruang hampa 300 000 km/detik, maka dapat diperoleh v = 148,1 km/s, menjauh. Alasan : panjang gelombang teramati lebih besar dari pada panjang gelombang diam. Garis spektrum bintang bisa juga bergerak bolak-balik bukan karena gerak revolusi Bumi melainkan karena bintang itu merupakan anggota pasangan bintang ganda, saling mengitari satu sama lain, asalkan bidang orbitnya tidak tegak lurus terhadap garis pandang yang menghubungkan pengamat dengan bintang. Komponen kecepatan yang menyebabkan efek Doppler adalah komponen kecepatan radial, sedangkan kecepatan tangensial tidak berpengaruh.

Gambar 9.6 Vektor kecepatan gerak bintang diuraikan atas kecepatan radial dan tangensial

Di dalam orbitnya kecepatan radial relatif anggota bintang ganda itu terhadap Bumi bisa berubah-ubah, ada kalanya menjauh ada kalanya mendekat dengan teratur dan mempunyai periode tertentu. Jika kita plot kecepatan terhadap waktu, diperoleh kurva kecepatan radial.

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

117

Gambar 9.7 Pada gambar stage 1 bintang primer menjauhi pengamat sehingga garis-garis spektrumnya bergeser ke arah merah dan bintang sekunder mendekati pengamat sehingga garis-garis spektrumnya bergeser ke arah biru. Pada gambar stage 2 dan 4 kedua bintang bergerak secara tangensial terhadap pengamat sehingga garis-garis spektrumnya bergabung dan tidak bergeser. Gambar stage 3 berkebalikan dari stage 1.

118

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Hasil pengamatan efek doppler pada galaksi-galaksi pernah membuat perubahan besar pada pengetahuan manusia tentang alam semesta. Mulamula manusia berpikir bahwa alam semesta ini statis. Namun ketika Edwin Hubble mengamati banyak galaksi secara spektroskopi, ia mendapati bahwa garis-garis spektrum galaksi-galaksi mengalami efek doppler. Garisgaris spektrum hampir semua galaksi, kecuali beberapa galaksi tetangga, bergeser ke arah yang lebih merah. Fenomena itu disebut pergeseran merah atau redshift. Semakin redup dan kecil citra galaksi (sehingga diperkirakan lebih jauh) pergeseran doppler ke arah merahnya semakin besar. Berdasarkan azas doppler, dapat dipastikan galaksi-galaksi itu bergerak menjauhi Bumi, semakin jauh suatu galaksi kecepatannya semakin tinggi. Berarti antara galaksi yang dekat dan yang jauh masingmasing juga menjauh satu terhadap yang lain. Galaksi-galaksi yang berada dalam arah berbeda juga saling menjauh satu terhadap yang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alam semesta ini mengembang karena setiap galaksi menjauhi galaksi lain. Kalau semua galaksi menjauhi Bumi, artinya jarak antar galaksi semakin besar, artinya alam semesta ini mengembang. Hal ini berarti di masa lalu jarak antar galaksi lebih dekat daripada sekarang, semakin lampau, semakin dekat jarak antar galaksi sehingga diduga pada awalnya galaksigalaksi itu merupakan suatu kesatuan. Maka lahirlah teori ledakan besar atau big bang yang menyatakan bahwa alam semesta ini lahir dari sebuah ledakan besar. Hubungan antara kecepatan menjauh dan jarak adalah :

v  Hd

(9.9)

H disebut konstanta Hubble, yang besarnya sekitar 70 km/s/Mpc. Artinya, jika kita bandingkan dua galaksi yang jaraknya berbeda 1 mega parsek, beda kecepatan radialnya kira-kira 70 km/s. Pada grafik kecepatan v terhadap jarak d hasil pengamatan tidak persis berimpit pada garis lurus, hal ini karena ada gerak diri galaksi-galaksi yang bersifat acak. Kecepatan acak ini sering disebut kecepatan pekuliar (peculiar velocity).

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

119

Gambar 9.8 Grafik Hubungan antara Kecepatan dan jarak berdasarkan hasil pengamatan galaksi-galaksi yang dipublikasikan oleh Hubble dan Humason pada tahun 1931. Sumber: http://certificate.ulo.ucl.ac.uk

Radiasi Gelombang Energi Tinggi di Alam Semesta Di alam semesta ini ada juga radiasi yang non thermal, sebagai contoh, pancaran sinar X dari sekitar lubang hitam atau bintang neutron. Pancaran radiasi tersebut disebut radiasi synchrotron. Radiasi jenis ini dipancarkan oleh elektron yang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Polanya tidak mengikuti grafik Planck, maka disebut juga radiasi non thermal. Di langit ada banyak sumber sinar X, tetapi sinar X tidak dapat menembus atmofir Bumi, sehingga tidak dapat diamati dari permukaan Bumi. Oleh karena itu era astronomi sinar X baru dimulai ketika manusia dapat meluncurkan satelit yang membawa teropong sinar X ke angkasa luar dan mengendalikannya dari Bumi untuk merekam sinar X dari benda-benda angkasa. Teropong yang dapat terbang sambil mendeteksi sinar X di atas atmosfir Bumi pertama kali diluncurkan tahun 1962. Setelah itu berbagai satelit sinar X diluncurkan oleh negara-negara maju untuk mempelajari berbagai sumber sinar X di angkasa. Contoh sumber sinar X di angkasa yang menarik antara lain pulsar sinar X yang memancarkan sinar X berupa pulsa-pulsa dengan periode yang sangat pendek. Misalnya Hercules X-1, sumber sinar X pertama yang ditemukan di

120

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

rasi bintang Hercules, memancarkan pulsa-pulsa dengan periode sekitar 1,24 detik. Contoh lain adalah Centaurus X-3, sumber sinar X ketiga yang ditemukan di rasi Centaurus, periode denyutannya sekitar 4, 48 detik, tetapi periode itu berubah secara teratur dengan periode 2,09 hari. Hal ini menunjukkan bahwa Centaurus X-3 merupakan anggota pasangan bintang ganda. Perubahan periode setiap 2,09 hari menunjukkan periode orbit bintang ganda tersebut. Pendapat ini diperkuat dengan fakta lain bahwa kuat pancaran sinar X itu mengalami penurunan setiap 2,09 hari. Penyebabnya adalah sumber sinar X itu terhalang bintang pasangannya ketika melintas di belakangnya dalam orbitnya.

Gambar 9.9 Kiri atas, ilustrasi bintang ganda yang terdiri dari sebuah bintang normal dan bintang kompak (lubang hitam atau bintang neutron). Materi yang disedot dari bintang normal membentuk piringan akresi bertemperatur tinggi disekitar bintang kompak, dan memancarkan sinar X. Kanan, bintang neutron yang sumbu magnetnyatidak berimpit dengan sumbu rotasi. Pancaran sinar X maksimum terjadi saat kutub magnet menghadap pengamat.

Mekanisme pembangkitan sinar X yang berpulsasi adalah sebagai berikut. Sumbernya adalah pasangan bintang ganda yang terdiri dari sebuah bintang normal atau raksasa dan sebuah bintang neutron. Gravitasi bintang neutron yang mengorbit di dekat bintang itu menyedot materi dari bintang. Sebelum jatuh ke permukaan bintang neutron itu, materi bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi mengitari bintang neutron sehingga temperaturnya menjadi sangat tinggi sehingga mampu memancarkan foton

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

121

sinar X. Karena medan magnet bintang neutron yang kuat, gas akan mengalir menuju kutub magnetnya dan bagian kutub magnet itulah tempat jatuhnya materi, sehingga pancaran sianar X akan lebih banyak dipancarkan oleh kutub magnet. Sumbu magnet tidak berimpit dengan sumbu rotasi, sehingga arah kutub magnet selalu berputar. Saat muncul pulsa sinar X adalah saat kutub magnet menghadap Bumi. Contoh lain adalah sinar X dari pusat-pusat galaksi dengan lubang hitam super massif di pusatnya. Ketika lubang hitam menghisap gas di sekitarnya, gas akan bergerak berputar membentuk piringan dengan kecepatan sangat tinggi mendekati kecepatan cahaya sebelum masuk ke lubang hitam. Kecepatan yang sangat tinggi itu mengakibatkan temperatur yang sangat tinggi sehingga terpancar sinar X. Contoh radiasi non thermal lain, di Bumi ada radiasi sinar Gamma yang dipancarkan oleh atom radio aktif ketika mengalami peluruhan. Ada juga benda langit yang memancarkan sinar Gamma dengan intensitas yang sangat tinggi dalam waktu sangat singkat. Peristiwa itu disebut Gamma Ray Burst (GRB, kilatan sinar Gamma). Hingga saat ini peristiwa ledakan pada Gamma Ray Burst ini diketahui sebagai ledakan yang paling dahsyat di alam semesta, setelah big bang. Energi yang dipancarkan oleh GRB lebih besar daripada yang dipancarkan ledakan bintang supernova yang beberapa puluh tahun yang lalu masih dianggap sebagai ledakan terdahsyat. Penyebab Gamma Ray Burst masih belum disepakati, ada yang berpendapat itu adalah hipernova, ledakan bintang yang sangat masif. Ada juga yang berpendapat bahwa itu adalah tumbukan dua bintang neutron. Namun mekanisme sebenarnya dari Gamma Ray Burst masih terus diselidiki. Kesulitan mempelajarinya antara lain karena jangka waktu terjadinya sangat pendek, hanya dalam orde menit. Oleh karena itu dibutuhkan beberapa satelit detektor sinar Gamma yang selalu siaga merekam kilatan sinar Gamma dari arah manapun di langit. Total energy yang dipancarkan dalam waktu beberapa menit itu setara dengan total energi yang dipancarkan Matahari selama hidupnya yang sepuluh milyar tahun.

122

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Soal-soal 1.

(OSN 2008) Puncak spektrum pancaran bintang A terdeteksi pada panjang gelombang 2000 Angstrom, sedangkan puncak spektrum bintang B berada pada panjang gelombang 6500 Angstrom, berdasarkan data ini maka a. Bintang A 0,31 kali lebih terang daripada bintang B b. Bintang B 0,31 kali lebih terang daripada bintang A c. Bintang A 3,25 kali lebih terang daripada bintang B d. Bintang B 3,25 kali lebih terang daripada bintang A e. Bintang A sama terangnya dengan bintang B

2. (OSN 2008) Temperatur efektif Matahari adalah 5800 K. Berdasarkan hukum Stefan-Boltzmann, energi yang dipancarkan permukaan Matahari ke ruang angkasa persatuan waktu untuk tiap meter persegi adalah a. 6,42  107 J b. 3,29  10-4 J c. 5,99  10-26 J d. 5,01  10-23 J e. 4,01  103 J 3. (OSKK 2009) Bintang Sirius dikenal sebagai bintang ganda, bintang primernya disebut Sirius A, dan bintang sekundernya disebut Sirius B yang merupakan bintang katai putih. Temperatur efektif Sirius A adalah 9 200 K dan radiusnya adalah 1,76 kali radius Matahari, sedangkan temperatur efektif Sirius B adalah 27 400 K dan radiusnya adalah 0,0070 kali radius Matahari. Perbandingan luminositas antara Sirius A dengan Sirius B adalah, a. Luminositas Sirius B adalah 800 kali luminositas Sirius A b. Luminositas Sirius A adalah 800 kali luminositas Sirius B c. Luminositas Sirius A adalah 80 kali luminositas Sirius B d. Luminositas Sirius A adalah 80 kali luminositas Sirius B e. Luminositas Sirius A sama dengan luminositas Sirius B

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

123

4. (OSKK 2009) Bintang Sirius dikenal sebagai bintang ganda, bintang primernya disebut Sirius A, dan bintang sekundernya disebut Sirius B yang merupakan bintang katai putih. Temperatur efektif Sirius A adalah 9 200 K dan radiusnya adalah 1,76 kali radius Matahari, sedangkan temperatur efektif Sirius B adalah 27 400 K dan radiusnya adalah 0,0070 kali radius Matahari. Perbandingan luminositas antara Sirius A dengan Sirius B adalah, a.

Luminositas Sirius B adalah 800 kali luminositas Sirius A

b. Luminositas Sirius A adalah 800 kali luminositas Sirius B c. Luminositas Sirius A adalah 80 kali luminositas Sirius B d. Luminositas Sirius A adalah 80 kali luminositas Sirius B e. Luminositas Sirius A sama dengan luminositas Sirius B 5. (OSKK2009) Sebuah bintang dengan temperatur permukaannya 10500 K akan memancarkan spektrum benda hitam yang berpuncak pada panjang gelombang a. 2,76  10-7 meter b. 2,76  10-7 nanometer c. 2,76  10-5 meter d. 2,76  10-5 nanometer e. 2,76  10-5 centimeter 6. (OSN 2008) Sebuah galaksi yang sangat jauh terdeteksi oleh sebuah detektor yang berada di sebuah satelit di luar atmosfer Bumi mempunyai kecepatan radial 3000 km/s. Pada panjang gelombang berapakah garis Lyman Alpha terdeteksi oleh detektor ini? pilih yang paling dekat! a. 1216,21 Angstrom b. 1200,21 Angstrom c. 1228,16 Angstrom d. 1216,01 Angstrom e. 1220,01 Angstrom

124

RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Bab 10

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

Materi : Gejala kemagnetan

Kelas XII

Kompetensi Dasar : XII.3.4 Menganalisis induksi magnet dan gaya magnetik pada berbagai produk teknologi XII.4.4 Melaksanakan pengamatan induksi magnet dan gaya magnetik di sekitar kawat berarus listrik

Magnet Bumi Bumi mempunyai medan magnet, hal ini dapat diketahui dari arah yang ditunjuk jarum kompas. Jarum kompas adalah magnet, orientasinya akan dipengaruhi medan magnet di tempatnya berada. Jarum kompas akan selalu menunjuk ke kutub magnet Bumi, kutub utara kompas akan menunjuk ke kutub Selatan magnet Bumi, yang berada di dekat kutub Utara geografis, sedangkan kutub selatan kompas akan menunjuk ke kutub Utara magnet Bumi yang berada di dekat Kutub Selatan geografis. Letak kutub-kutub magnet Bumi tidak sama dengan kutub Bumi, tapi letak keduanya relatif dekat. Titik kutub magnet Bumi juga tidak selalu tetap, tapi bisa bergeser setiap tahun. Apa yang menyebabkan Bumi mempunyai medan magnet sedangkan Bulan tidak? Diduga, medan magnet Bumi terjadi karena adanya pusaran logam cair di dalam perut Bumi. Sebagaimana kita ketahui perut Bumi adalah tempat yang sangat panas, sehingga logam pun dapat meleleh. Dalam bentuk cair, karena rotasi Bumi, logam cair itu menjadi berpusar. Medan magnet Bumi, meskipun tidak terlalu kuat, rata-rata hanya sekitar 0,5 gauss, mempunyai peran penting sebagai pelindung Bumi dari hantaman partikel bermuatan dari langit. Partikel bermuatan itu bisa berasal dari Matahari, bintang-bintang lain, supernova atau pusat galaksi.

125

Gambar 10.1 Pola medan magnet Bumi

Partikel bermuatan berkecepatan tinggi itu, yang kebanyakan berupa proton dapat menumbuk inti atom yang berada di dalam partikel atmosfir seperti oksigen, nitrogen dan lain-lain. Tumbukan berkecepatan tinggi itu dapat membuat inti atom pecah menghasilkan partikel-partikel lain yang lebih elementer namun berusia sangat pendek. Partikel-partikel tersebut terdeteksi di Bumi dalam bentuk pancaran sinar kosmik. Jika partikel bermuatan dari langit itu langsung mengenai manusia, kesehatan manusia dan mahluk hidup akan terganggu bahkan menyebabkan kematian. Sulit dibayangkan apakah akan ada mahluk hidup di Bumi apabila tidak ada medan magnet.

Gerak Partikel Angin Matahari dalam Medan Magnet Bumi Angin Matahari yang memasuki medan magnet Bumi akan mengalami gaya Lorentz karena angin Matahari itu terdiri dari partikel-partikel bermuatan seperti elektron dan proton. Ilustrasi dasar gaya Lorentz itu dapat dilihat pada mekanisme siklotron seperti pada gambar di bawah ini. Jika sebuah partikel bermuatan positif, misalnya proton masuk ke dalam medan magnet B yang ditimbulkan oleh dua buah logam magnetik, maka partikel itu akan mengalami gaya Lorentz :

126

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

Gambar 10.2 Partikel bermuatan yang masuk ke dalam medan magnet akan mendapat gaya Lorentz

F  qv  B

(10.1)

Dengan q adalah muatan yang masuk, v adalah kecepatan partikel bermuatan ketika berinteraksi dengan medan magnet, B adalah kuat medan magnet F adalah gaya yang dialami partikel bermuatan, arahnya tegak lurus terhadap arah v dan juga terhadap arah B. Pada gambar diatas, medan magnet di dalam ruang antara kedua tablet magnet itu ke bawah, arah datang proton dari kanan ke kiri, maka gaya Lorentz yang dihasilkan adalah ke tegak lurus B dan tegak lurus v ke arah pengamat. Jika arah datang partikel bermuatan tepat tegak lurus terhadap garis gaya magnet yang uniform, maka lintasan partikel dapat menjadi berbentuk lingkaran. Besarnya radius lintasan partikel itu adalah:

R

mv qB

(10.2)

Jika arah datang partikel bermuatan itu sejajar dengan medan magnet, maka, menurut rumus gaya Lorentz diatas,gaya yang dialami partikel itu nol, atau tidak mengalami gaya Lorentz. Akan tetapi jika arah datang partikel tidak tepat tegak lurus terhadap garis gaya magnet, kita perlu menguraikan komponen kecepatan menjadi dua yaitu yang tegak lurus

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

127

terhadap medan magnet dan yang sejajar medan magnet. Jika arah kecepatan v membentuk sudut sebesar α terhadap medan magnet B, maka komponen v yang tegak lurus terhadap B adalah v sinα sedangkan yang sejajar dengan B adalah v cosα.

Gambar 10.3 vektor kecepatan v diuraikan menjadi komponen yang sejajar dengan B dan tegak lurus B. Hasil perkalian silangnya adalah vektor F yang tegak lurus terhadap v dan B dan arahnya keluar dari bidang gambar menuju pengamat.

Komponen v yang tegak lurus terhadap B, akan cenderung membuat partikel berputar dalam lintasan lingkaran, sementara komponen v yang sejajar dengan B akan membuat partikel bergerak lurus mengikuti garis gaya magnet B. Resultan dari dua macam gerak itu akan membuat partikel bergerak dalam lintasan helix.

Gambar 10.4 Lintasan helix partikel dalam medan magnet. Arah medan magnet B adalah arah z. Vektor kecepatan tidak tepat tegak lurus terhadap medan magnet, melainkan ada komponen yang sejajar z. Arah perpindahannya partikel adalah arah z, sedangkan bidang putarnya bidang xy

128

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

Jika ditinjau perpindahannya saja, maka partikel akan berpindah mengikuti garis gaya magnet. Itu yang dapat terjadi pada partikel bermuatan pada angin Matahari yang masuk ke dalam medan magnet Bumi. Jika ditinjau secara global, resultan lintasan partikel bermuatan dari Matahari akan mengikuti garis gaya magnet Bumi ke arah kutub. Karena di kutub medan magnet lebih kuat maka semakin ke kutub jejari lintasan helix semakin kecil, frekuensi gerak helix semakin tinggi. Semakin mendekat ke Kutub semakin mendekat ke permukaan Bumi, semakin tinggi kerapatan atmosfir yang dilalui partikel bermuatan itu dan semakin besar probabilitas untuk terjadinya tumbukan antara partikel bermuatan itu dengan partikel atmosfir. Sebaliknya, angin Matahari pun menyebabkan medan magnet karena angin Matahari terdiri dari partikel-partikel bermuatan yang bergerak sehingga dapat dipandang sebagai arus listrik dan arus listrik menghasilkan medan magnet. Karena pengaruh magnet yang dibawa angin Matahari, medan magnet Bumi pun terdistorsi, memanjang menjauhi Matahari.

Gambar 10.5 Lintasan partikel bermuatan dai Matahari yang masuk ke dalam medan magnet Bumi bergerak dalam lintasan helix mengikuti garis gaya magnet Bumi kearah kutub magnet Bumi.

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

129

Gambar 10.6 Angin Matahari yang terdiri dari partikel bermuatan mendistorsi medan magnet Bumi menjadi memanjang searah dengan arah angin Matahari. Sumber : http://stargazers.gsfc.nasa.gov/images/geospace_images/magnet_in_space/Plasma _fountain.jpg

Contoh soal Sebuah proton masuk ke daerah khatulistiwa Bumi. Pada saat ketinggiannya 20 km dari permukaan Bumi, kecepatan proton itu 0,5 kali kecepatan cahaya dengan arah tegak lurus terhadap permukaan Bumi diatas khatulistiwa Bumi. Apakah proton itu dapat mencapai permukaan Bumi jika tidak menumbuk partikel lain? Diketahui massa proton : 1,6726 × 10-27 kg, muatan proton : 1,6 × 10-19 Coulomb dan medan magnet Bumi 0,6 gauss. Jawab: Karena medan magnet Bumi, gerak proton akan mendapat gaya ke arah Timur sehingga lintasannya akan melengkung dengan jejari :

Dengan memasukkan angka-angka diatas diperoleh R ≈ 26 km. Karena ketinggiannya lebih kecil dari R maka proton itu akan sampai ke permukaan Bumi meski pun membelok.

130

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

Aurora Pada saat partikel bermuatan angin Matahari menumbuk partikel atmosfir Bumi, terjadi eksitasi atau ionisasi pada molekul atau atom di atmosfir, kemudian dapat terjadi pelepasan gelombang elektromagnetik pada saat elektron yang tereksitasi kembali ke tingkat energi yang lebih rendah atau terjadi rekombinasi pada unsur yang terionisasi. Karena unsur terbanyak di atmosfir adalah oksigen dan nitrogen, maka tumbukan dengan kedua jenis unsur itulah yang paling sering sehingga menghasilkan warna khas yang dipancarkan oleh proses deeksitasi elektron-elektron kedua unsur itu. Karena kerapatan partikel angin matahari semakin tinggi saat mendekati kutub, maka probabilitas tumbukan semakin besar ketika semakin dekat dengan permukaan Bumi sehingga cahaya Aurora yang relatif dekat dengan permukaan Bumi yang bisa nampak dengan mata telanjang. Pada lokasi yang lebih tinggi, tumbukan yang terjadi relatif sedikit karena rendahnya kerapatan atmosfir sehingga cahaya yang dipancarkan tidak cukup terang untuk ditangkap oleh mata. Pada lokasi yang terlalu dekat dengan permukaan Bumi, sisa partikel sinar kosmik yang dapat mengeksitasi atau mengionisasi partikel atmosfir praktis sudah habis diserap di tempat yang lebih tinggi, sehingga tidak ada lagi yang dapat menyebabkan eksitasi atau ionisasi, dan di tempat yang dekat sekali dengan permukaan Bumi tidak ada lagi cahaya aurora yang terpancar. Rata-rata ketinggian Aurora yang dapat dilihat dengan mata telanjang adalah 80 km dari permukaan Bumi.

Gambar 10.7 Cahaya aurora apabila dilihat dari angkasa luar, membentuk lingkaran yang mengelilingi kutub magnet Bumi. Sumber: http://spacemath.gsfc.nasa.gov/

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

131

Gambar 10.8 Cahaya Aurora yang dilihat dari Bumi di wilayah yang dekat dengan lingkaran kutub. Sumber : http://apod.nasa.gov/apod/ap071009.html Foto diambil oleh Bud Kuenzli, [email protected], dipublikasikan di APOD tgl 9 Okt 2007.

Magnet Matahari Matahari mempunyai medan magnet, karena banyaknya arus partikel bermuatan disana. Struktur medan magnet Matahari tidak sederhana dan juga selalu berubah-ubah. Di tempat tertentu kadang-kadang terbentuk medan magnet yang lebih kuat dibandingkan dengan daerah lain. Kekuatan medan magnet yang terkonsentrasi di suatu daerah dapat membuat daerah tersebut bertemperatur lebih rendah sehingga nampak lebih gelap. Daerah itu disebut bintik Matahari (sunspot). Di dalam bintik Matahari temperatur berkisar 4500 K, tapi bisa juga lebih rendah dari itu. Temperatur ini lebih rendah dibandingkan dengan temperatur rata-rata permukaan Matahari yaitu sekitar 5800 K. Kuat medan magnet di dalam sunspot adalah sekitar 2000 hingga 4000 gauss, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di luar bintik yang rata-rata hanya sekitar satu gauss. Banyaknya bintik Matahari di permukaan Matahari berubah-ubah. Dalam jangka panjang, ada suatu keteraturan dalam penampakan bintik Matahari yaitu banyaknya bintik meningkat dan menurun dengan secara cukup teratur periode sekitar 11 tahun. Periode perubahan aktivitas Matahari ini disebut siklus Matahari. Pada saat banyak bintik di permukaan Matahari aktivitas Matahari meningkat dan kita akan dapat mengamati lebih banyak terjadi flare, lontaran massa korona, prominensa dan aktivitas lain. Flare adalah ledakan dahsyat di permukaan Matahari. Daerah yang mengalami flare akan nampak jauh lebih terang daripada sekitarnya karena temperaturnya sangat tinggi. Kejadiannya dapat dibandingkan dengan terjadinya halilintar di Bumi, tapi dalam skala yang jauh lebih

132

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

besar. Flare ini terjadi karena hubungan pendek (rekoneksi) medan magnet yang berlawanan polaritasnya. Prominensa adalah jilatan lidah api yang menjulang tinggi keluar dari permukaan Matahari. Biasanya dasar dari prominensa ini di permukaan Matahari adalah bintik Matahari yang berpasangan dan beda polaritas. Materi bermuatan mengalir dari satu bintik ke bintik pasangannya dengan mengikuti garis gaya magnet yang menghubungkan keduanya. Selama mengalir mengikuti garis gaya magnet itu materi berpendar karena panasnya sehingga dapat terlihat dengan jelas dari Bumi dengan menggunakan teropong matahari yang dilengkapi dengan filter Hα.

Gambar 10.9 Pola Medan Magnet Matahari, garis-garis gaya pada gambar adalah dibuat untuk memberikan gambaran tentang keadaan garis gaya disana. Sumber: http://spacefellowship.com/wpcontent/uploads/2010/08/sunmaglines.jpg

Gambar 10.9 adalah citra Matahari dengan gambaran garis gaya magnet di sekitarnya. Nampak bahwa medan magnet di atmosfir matahari ternyata tidak sederhana bentuknya, hal ini karena matahari terdiri dari gas panas bermuatan yang terus bergerak mengalir, sehingga disana-sini terjadi

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

133

pusaran. Pusaran-pusaran itu akan mengakumulasikan medan magnet. Semakin kuat medan magnet, tekanan magnetik semakin tinggi, membuat probabilitas terjadinya rekoneksi magnetik (flare) juga semakin tinggi.

Bintang Neutron Bintang neutron adalah bintang yang komponen dasarnya adalah neutron, diameternya berkisar 10 - 15 km, sementara massanya lebih besar dari massa Matahari. Dapat dibayangkan bahwa bintang neutron merupakan kumpulan neutron yang berdesak-desakan seperti proton dan neutron di dalam inti atom, berbeda dengan atom yang sebagian besar isinya merupakan ruang kosong. Maka dapat dimengerti bahwa kerapatan bintang neutron sangat tinggi, ratusan juta ton per cm3. Bintang neutron dihasilkan dari peristiwa runtuh gravitasi inti bintang. Runtuh gravitasi ini disebabkan tekanan gas atau tekanan elektron tidak mampu menahan pengerutan bintang karena gaya gravitasi dirinya, sehingga bintang mengerut dengan cepat. Peristiwa runtuh gravitasi bisa terjadi melalui dua cara, yaitu pada bintang bermassa besar yang mengalami ledakan supernova di akhir riwayatnya atau bintang katai putih yang menyedot massa dari bintang pasangannya sehingga massanya melebihi batas Chandrasekar dan tekanan gas dan elektron tidak mampu melawan tarikan gravitasi. Bintang neutron mula-mula terdeteksi sebagai sumber pulsa gelombang radio yang sangat teratur dan kuat, oleh karena itu ketika ditemukan disebut Pulsars (pulsating radio sources).Pulsa-pulsa itu mula-mula ditemukan oleh Jocelyn Bell pada tahun 1967 melalui pengamatan menggunakan teropong radio. Penemuan pulsar itu kemudian membuat pembimbing Jocelyn Bell, yaitu Antony Hewish memenangkan hadiah nobel pada tahun 1974 karena berhasil menunjukkan bahwa sumber pulsa-pulsa itu adalah bintang neutron, sekaligus membuktikan keberadaan bintang neutron secara observasi. Bagaimana pulsa-pulsa gelombang radio itu dapat terjadi? Perhatikan ilustrasi bintang neutron pada gambar 10.10. Sumbu magnet bintang neutron tidak sama dengan sumbu rotasinya, sehingga arah kutub magnet berubah secara periodik sesuai dengan periode rotasinya. Kalau kebetulan dalam rotasinya arah kutub magnet menyapu arah ke Bumi, saat kutub magnet bintang neutron tepat mengarah ke Bumi terjadi lonjakan sinyal radio. Lonjakan sinyal radio itu yang terdeteksi sebagai pulsa oleh teropong radio.

134

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

Gambar 10.10 Pola garis gaya magnet bintang neutron atau pulsar, sumbu rotasi bisa saja tidak berimpit dengan sumbu magnetik.

Bagaimana menghadapnya kutub magnet pulsar ke Bumi bisa menghasilkan lonjakan gelombang radio? Mari kita tinjau salah satu ilustrasi berikut. Seandainya kita dapat memasang sebuah batang magnet yang dihubungkan dengan sebuah pemutar sehingga kutub-kutub batang magnet itu dapat berputar dengan kecepatan anguler konstan. Pada bidang putar ditempatkan sebuah kawat berbentuk lingkaran atau solenoida yang sumbunya berimpit dengan garis hubung magnet dan pusat lingkaran. Pada saat salah satu kutub menyapu lingkaran kawat, pada bidang yang dilingkupi lingkaran kawat itu terjadi perubahan fluks magnet. Fluks magnet paling rapat pada saat sumbu magnet berimpit dengan sumbu lingkaran. Saat itu juga terjadi perubahan fluks magnet yang terbesar.

Gambar 10.11 Pulsa arus dapat terjadi pada kawat apabila magnet di dekatnya berotasi. Puncak arus terjadi saat kutub magnet tepat menghadap kawat.

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

135

Menurut hukum Faraday perubahan fluks magnet di bidang lingkaran akan menghasilkan arus listrik disepanjang kawat. Tegangan yang dihasilkan disebut GGL induksi :

  N

d dt

(10.3)

Saat kutub magnet menyapu kawat saat itulah terjadi pulsa tegangan. Analogi dengan peristiwa itu, saat kutub magnet pulsar menghadap Bumi, dideteksi pulsa gelombang radio oleh teropong radio. Dibandingkan dengan kekuatan magnet batang, tentu kekuatan magnet bintang neutron jauh lebih besar. Medan magnet di permukaan bintang neutron rata-rata sekitar 9 x 1013 gauss. Bintang neutron yang medan magnetnya jauh lebih kuat dari rata-rata disebut magnetar. Kuat medan magnet magnetar dapat mencapai 2 x 1015 gauss! Akan tetapi nampaknya pulsa yang dapat terjadi seperti mekanisme diatas terlalu kecil, karena jarak pulsar yang sangat jauh. Para astronom lebih mempercayai terjadinya pancaran gelombang radio di sekitar kutub berasal dari pusaran elektron di sekitar kutub magnet bintang neutron.

Medan Magnet Galaksi Dari pengamatan materi antar bintang diketahui bahwa di dalam ruang antar bintang yang nyaris hampa itu ternyata ada medan magnet. Medan magnet ini mempengaruhi perilaku materi antar bintang yang dilalui cahaya, sehingga ketika cahaya itu ditangkap oleh detector di Bumi, tandatanda pengaruh medan magnet tertangkap juga. Medan magnet menyebabkan bulir debu materi antar bintang yang tidak simetri bola menjadi mempunyai kecenderungan orientasi tertentu. Akibatnya cahaya bintang yang dihamburkan cenderung mempunyai polarisasi kearah tertentu. Dengan mempelajari polarisasi cahaya bintang yang disebabkan materi antar bintang dari berbagai penjuru galaksi, dapat dipelajari struktur medan magnet galaksi. Besarnya medan magnet ini jauh lebih kecil dibanding medan magnet Bumi, akan tetapi cukup berpengaruh terhadap gerak materi antar bintang, sinar kosmik galaksi dan lain-lain. Karena gerak partikel dipengaruhi medan magnet, dalam skala besar, struktur galaksi juga akan terpengaruh, misalnya dalam pembentukan lengan spiral, pembentukan batang, kelengkungan bidang galaksi dan lain-lain.

136

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

Medan magnet galaksi yang lemah memang hanya membelokkan partikel sinar kosmik dengan sudut yang sangat kecil. Akan tetapi karena skala jarak yang begitu besar, satu kali pembelokan yang kurang dari satu detik busur pun dapat menyebabkan penyimpangan lintasan jauh lebih besar dari ukuran tata surya. Oleh karena itu jika sepanjang lintasannya sinar kosmik galaksi selalu dipengaruhi oleh medan magnet yang lemah, tentu pembelokan totalnya menjadi signfikan.

Soal-soal 1. (OSP 2004) Bintik Matahari berwarna gelap disebabkan oleh …………… a. planet dan asteroid melintas Matahari b. medan magnetik kuat c. aliran gas ke atas d. awan di Matahari e. reaksi nuklir di dalam Matahari

2. (OSKK 2007) Partikel angin Matahari dapat ditangkap oleh Magnetosfer Bumi. Ketika partikel-partikel ini bergerak secara spiral di sepanjang medan magnet, akan menghasilkan peristiwa ... a. Efek rumah kaca b. Tropical storms (daerah dimana udara berotasi dengan cepat) c. Warna kemerah-merahan yang sering kita lihat ketika Matahari terbenam d. Aurora (cahaya di arah utara dan selatan) e. Kualitas program di televisi di belahan Bumi utara menjadi terganggu

3. (OSP 2013) Sebuah proton datang dari angkasa luar ke arah khatulistiwa Bumi. Arah gerak proton tegak lurus terhadap permukaan Bumi. Proton akan dibelokkan oleh gaya Lorentz yang disebabkan oleh medan magnet Bumi. Apakah proton itu dapat mencapai permukaan Bumi jika tidak bertumbukan dengan partikel lain di udara? a. Dapat jika kecepatannya sangat tinggi melebihi kecepatan cahaya.

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

137

b. Dapat jika kecepatannya sangat tinggi melebihi kecepatan suara. c. Dapat jika kecepatannya sangat tinggi sehingga jejari pembelokannya sangat besar sehingga lintasannya memotong permukaan Bumi. d. Dapat jika kecepatannya sangat tinggi, sehingga perisai magnetik Bumi dapat ditembus oleh proton itu. e. Tidak dapat karena gaya Lorentz akan membelokkan proton ke arah Timur sebelum proton mencapai tanah. 4. Jika ada suatu elektron yang karena fenomena angin Matahari dilontarkan dari Matahari ke arah Bumi, lintasannya tepat tegak lurus terhadap permukaan Bumi diatas provinsi Riau. Bagaimana lintasan elektron itu ketika masuk ke magnetosfir bumi ? a. terus lurus menuju permukaan Bumi hingga sampai permukaan Bumi b. dibelokkan ke arah Barat c. dipantulkan oleh mangnetosfir sehingga berbalik ke arah Matahari d. dibelokkan ke arah Timur e. lintasannya tidak dapat diprediksi

138

MEDAN MAGNET BENDA ANGKASA

Bab 11

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

Materi : Efek fotolistrik, data digital

Kelas XII

Kompetensi dasar : XII.3.8 Memahami efek fotolistrik dan sinar X dalam kehidupan sehari-hari XII.3.9 Memahami transmisi dan penyimpanan data dalam bentuk digital dan penerapannya dalam teknologi informasi dan komunikasi XII.4.8 Menyajikan hasil analisis data tentang penerapan efek fotolistrik dan sinar X dalam kehidupan sehari-hari XII.4.9 Menyajikan hasil penelusuran informasi tentang transmisi dan penyimpanan data dalam bentuk digital dan penerapannya dalam teknologi informasi dan komunikasi

Efek Fotolistrik Efek fotolistrik adalah peristiwa timbulnya akumulasi muatan atau arus listrik pada suatu bahan yang disinari cahaya. Hal ini disebabkan electron yang terlepas dari ikatan atom atau ion karena ditumbuk oleh foton. Efek fotolistrik ini memberi petunjuk bahwa cahaya juga mempunyai sifat partikel. Jika cahaya bersifat gelombang, mestinya semakin besar intensitas semakin banyak elektron yang terlepas dari ikatannya. Akan tetapi pada kenyataannya berbeda, besarnya arus listrik yang ditimbulkan lebih bergantung pada frekuensi atau panjang gelombang cahaya yang menyinarinya. Ada suatu frekuensi yang menjadi batas antara ada arus dan tidak ada arus. Jika frekuensi cahayanya lebih dari batas itu ada arus, meskipun intensitas cahaya tidak tinggi. Jika frekuensi cahaya kurang dari batas itu tidak ada arus sama sekali, meskipun intensitas cahayanya tinggi. Memang ada kebergantungan kuat arus pada intensitas cahaya. Semakin tinggi intensitas cahayanya semakin besar arusnya, tapi itu hanya berlaku untuk frekuensi diatas frekuensi batas. Hal adanya frekuensi batas ini dapat dijelaskan sebagai berikut, elektron yang terikat membutuhkan energi minimum tertentu untuk bisa lepas dari

139

ikatan dan menjadi arus listrik. Cahaya merupakan paket-paket seperti partikel-partikel yang masing-masing energinya h. Kalau h ini lebih besar daripada energy minimum yang dibutukan elektron untuk lepas, maka paket h ini dapat menumbuk elektron hingga terpental dari ikatannya. Sedangkan jika energy tiap fotonnya lebih kecil dari h, foton-foton itu tidak dapat melepaskan elektron meskipun paket-paket fotonnya banyak. Efek fotolistrik ini kemudian mulai dimanfaatkan di dunia Astronomi dengan dibuatnya photoelectric photometer menggunakan bahan yang sensitive terhadap cahaya. Fotometer ini adalah alat untuk mengukur kuat arus suatu sumber cahaya. Cahaya dari sumber itu dijatuhkan pada suatu material yang memiliki sifat efek fotolistrik. Sumber cahaya yang kuat menimbulkan kuat arus yang besar. Maka, dengan mengukur kuat arus, dapat diperoleh harga fluks cahaya relatif, kemudian melalui kaliberasi didapatkan harga pengukuran fluks. Kemudian, para ilmuwan dapat memperkecil ukuran detektor hingga berukuran micron. Dengan demikian banyak detektor kecil dapat disusun dalam bentuk matriks. Setiap detector disebut pixel dan setiap pixel dapat diukur kuat arusnya, dari sana lahirlah kamera CCD.

Kamera CCD Teropong bintang membantu astronom untuk melihat bintang atau obyek langit lain secara lebih teliti. Untuk keperluan analisis dan penelitian lebih lanjut, obyek langit yang dilihat itu perlu direkam. Sebelum manusia mengenal alat untuk merekam, obyek yang terlihat melalui teropong bintang itu digambar dengan tangan. Setelah ditemukan zat kimia, khususnya emulsi yang sensitif terhadap cahaya, ilmuwan membuat pelat fotografi dengan melapisi kaca atau plastik dengan emulsi tersebut untuk merekam citra benda langit. Kemudian setelah ditemukannya efek fotolistrik, manusia membuat kamera elektronik, diantaranya yang paling banyak dipakai di dunia astronomi adalah kamera CCD (Charge Coupled Device). Kamera CCD adalah alat yang dapat merekam cahaya sehingga menghasilkan citra. Bagian utama kamera CCD yang sensitif terhadap cahaya adalah chip. Chip ini terdiri dari ribuan pixel yang sensitif terhadap cahaya. Sebuah chip CCD yang terdiri dari 1024 baris x 1024 kolom pixel misalnya, mempunyai lebih dari satu juta pixel. Setiap pixel adalah titik yang sensitif terhadap cahaya yang mandiri, yang dapat melepaskan elektron jika mendapat iluminasi cahaya. Semakin tinggi intensitas cahaya yang jatuh pada pixel semakin banyak elektron yang dapat lepas dari pixel.

140

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

Gambar 11.1 Chip CCD KAF 1001-E buatan SBIG, gambar kanan adalah ilustrasi sebagian kecil chip CCD. sumber: http://astronomyonline.org/astrophotography/ccd.asp

Elektron yang lepas dan ditampung di dalam pixel chip itu kemudian dapat dideteksi (dibaca) secara elektronik dan direkam sebagai angka dengan konversi tertentu, misalnya, setiap 5 elektron dihitung sebagai 1 count, ditulis 5e-/ADU, ADU adalah singkatan dari Analog-Digital Unit. Daya tampung setiap pixel tentu saja terbatas, maka pada pixel CCD ada batas saturasi. Misalkan dalam sebuah chip setiap pixel maksimum hanya dapat menampung kira-kira 459000 elektron pada kamera 16 bit, jumlah count maksimum yang dapat direkam untuk setiap pixel adalah 459000e/65535 ADU, maka faktor konversinya adalah kira-kira 7e-/ADU. Ketika citra itu direkam menjadi file citra di dalam memori komputer, sebenarnya yang direkam adalah deretan angka-angka jumlah count dari setiap pixel. Citra sebuah bintang mungkin menempati beberapa pixel. Semakin terang sebuah bintang, semakin banyak foton yang diterima chip dari bintang itu, membuat lebih banyak pixel yang menerima foton, membuat citra bintang semakin besar dan angka count yang diterima pixelpixel itu juga semakin tinggi.

Gambar 11.2 Ilustrasi cara penyimpanan data dalam file hasil rekaman dari kamera CCD. Angka count itu berbanding lurus dengan jumlah foton yang tiba pada pixel yang terkena sinar.

DATA DIGITAL BENDA L ANGIT

141

Untuk mengukur kuat cahaya bintang, secara prinsip sangat mudah, yaitu tinggal menjumlahkan angka-angka count pada pixel-pixel yang menerima foton dari bintang yang dipotret. Akan tetapi pada prakteknya masih ada koreksi-koreksi yang harus dilakukan, misalnya karena pengaruh temperatur, karena perbedaan sensitivitas antara satu pixel dengan yang lain, karena pengaruh cahaya langit latar belakang dan lain-lain. Setelah koreksi-koreksi itu dilakukan, barulah angka-angka cacah foton dari beberapa pixel yang mendapat cahaya bintang dapat dijumlahkan dan kemudian dikonversikan menjadi satuan kecerlangan bintang, magnitudo seperti yang telah dijelaskan di bab 9. Kemungkinan melakukan koreksi ini membuat kamera CCD menjadi lebih unggul dari pelat fotografi. Pada pemotretan dengan pelat fotografi, cahaya yang diterima oleh pelat bukan hanya cahaya bintang, melainkan juga cahaya langit yang berasal dari permukaan Bumi dan disebarkan oleh partikel-partikel atmosfir. Gangguan cahaya dari permukaan Bumi ini akan semakin buruk di lingkungan perkotaan yang mempunyai banyak sumber cahaya. Banyaknya cahaya permukaan Bumi yang disebarkan oleh atmosfir yang mengganggu citra benda langit disebut polusi cahaya. Citra bintang menjadi lebih suram dan cahaya bintang yang diukur kecerlangannya merupakan jumlah cahaya yang berasal dari bintang dan dari atmosfir. Pada pemotretan dengan pelat fotografi kita tidak dapat melakukan koreksi yang mengompensasi polusi cahaya ini. Akan tetapi pada citra elektronik yang didapat dari kamera CCD, kita dapat mengukur cacah foton rata-rata di bagian-bagian yang tidak mengandung bintang pada citra. Ini disebut cacah foton langit latar belakang (sky background photon count). Angka-angka pada pixel-pixel yang mengandung cahaya bintang kemudian dikurangkan dengan angka cacah foton langit latar belakang ini, diperoleh citra bersih benda langit. Citra hasil koreksi ini akan nampak lebih bersih dan lebih kontras dibanding semula. Contoh soal Sebuah bintang diamati dengan teropong dan kamera CCD, setelah dilakukan koreksi dan semua pixel yang dianggap menampung cahaya bintang itu dijumlahkan diperoleh cacah foton total 28971 count. Sedangkan bintang lain yang udah diketahui magnitudonya 3,6 cacah fotonnya 97853 count. Berapakah magnitudo bintang itu? Jawab: Dengan mengingat bahwa cacah foton sebanding dengan fluks, maka kita

142

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

dapat menggunakan persamaan (9.6) dengan mengganti fluks dengan cacah foton

m1 = 4,9

Perekaman Spektrum Bintang Hasil pengamatan spektrum bintang bisa juga direkam di dalam kamera CCD. Cahaya bintang yang diuraikan oleh spektrograf dapat dijatuhkan pada permukaan chip kamera CCD dan direkam. Salah satu contoh hasil perekaman adalah seperti pada gambar 11.3. Citra bagian bawah adalah citra yang direkam pada kamera CCD. Jika kita merunut pixel-pixel citra spektrum itu dari kiri ke kanan, artinya kita merunut menurut perubahan panjang gelombang. Tetapi jika kita merunut dari atas ke bawah, pixel-pixel pada kolom yang sama memuat informasi fluks dari panjang gelombang yang sama. Oleh karena itu kita dapat menjumlahkan angka-angka pada spektrum yang kolomnya sama karena merupakan informasi tentang panjang gelombang yang sama. Penjumlahan angka cacah foton pada kolom yang sama ini meningkatkan jumlah cacah foton sehingga meningkatkan ketelitian pengukuran. Jika hasil penjumlahan cacah foton per kolom itu digrafikkan diperoleh representasi spektrum dalam bentuk grafik seperti pada gambar 11.3 bagian atas. Spektrum dalam bentuk grafik ini akan memudahkan peneliti menyerap informasi dari spektrum. Seperti misalnya perhitungan kecepatan gerak bintang, perhitungan lebar garis, kuat garis dan lain-lain. Lagipula ukuran data spektrum dalam bentuk grafik lebih kecil dibandingkan dalam bentuk citra, oleh karena itu sekarang umumnya spektrum bintang disajikan dalam bentuk grafik.

DATA DIGITAL BENDA L ANGIT

143

Spektrum Bintang Kelas G 140 120

K+H Lines  G band 

Intensitas

100 80 60 40 20 0 3500

H H

H

Mg I

Mg I

H

H

4000

4500

5000

5500

6000

6500

Panjang Gelombang (Å)

Gambar 11.3 Contoh spektrum bintang. Bagian bawah adalah hasil perekaman dengan kamera CCD, bagian atas adalah grafik hasil perunutan spektrum.

Penyimpanan Citra Benda Langit Hasil pemotretan dengan kamera CCD disimpan secara elektronik di dalam CD ROM atau di dalam Hardisk atau Solid State Hardisk atau alat penyimpanan elektronik (storage) lain. Dengan berkembangnya teknologi alat penyimpan data bisa mempunyai kapasitas semakin lama semakin besar dengan ukuran yang relatif kecil. Data citra benda langit dapat disimpan dalam bentuk data digital, kombinasi antara 0 dan 1 yang disebut bit. Pada sistem penyimpanan 32 bit misalnya, satu huruf atau karakter dapat disajikan dalam kombinasi 0 atau 1 sebanyak 32 buah, dan disebut satu bita (byte). Hardisk berukuran 100 giga byte (GB), misalnya, dapat menyimpan kira-kira 1011 huruf. Bagaimana dengan penyimpanan data gambar? Pada dasarnya gambar foto disimpan dalam bentuk byte juga, satu pixel bisa disimpan dalam 1, 2 atau 4 byte bergantung pada gradasi, warna dan sistem penyimpanannya. Seandainya data satu pixel disimpan dalam 4 byte, maka file citra hasil pemotretan dari satu chip CCD berukuran 736 x 1024 pixel, akan

144

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

mempunyai ukuran file kira-kira 3 megabyte. Akan tetapi sekarang ada teknologi kompresi sehingga ukuran file citra yang disimpan bisa diperkecil. Misalnya, jika dengan teknologi kompresi, file 3 megabyte dapat dimampatkan menjadi 1 megabyte saja, maka hardisk 100 gigabyte yang berukuran sebesar sebuah telefon genggam dapat menyimpan kira-kira 100 000 citra. Jika citra itu dalam bentuk pelat fotografi, maka diperlukan sebuah gudang untuk menampungnya. Betapa besar daya tampung sebuah storage elektronik pada masa kini. Penyimpanan data dalam bentuk elektronik ini juga mempermudah pengiriman dan penggandaan. Melalui internet, data dapat dikirim, disimpan jarak jauh, diunduh dengan mudah. Kecepatan transfer data melalui internet juga semakin lama semakin tinggi sehingga dapat mempercepat proses pengiriman dan pengambilan data ke dan dari tempat yang jauh. Sementara itu fasilitas pengamatan benda langit di berbagai negara semakin lama semakin banyak, membuat data citra dan katalog hasil pengamatan semakin banyak juga. Untuk memudahkan para astronom dan masyarakat pada umumnya memanfaatkan data itu, telah dibuat banyak pusat data astronomi hasil pengamatan, baik oleh teropong di permukaan Bumi maupun oleh satelit dari angkasa luar. Pusat data citra benda langit yang dapat diakses oleh masyarakat melalui internet itu sering disebut virtual observatory (observatorium maya). Para astronom dapat mengunduh data citra atau data numerik benda langit yang sudah diolah dan dikoreksi, untuk keperluan penelitian atau pendidikan atau keperluan lain. Contoh observatorium virtual adalah Sloan Digital Sky Survey (SDSS) dengan alamat web : http://www.sdss.org dan Simbad dengan alamat http://simbad.u-strasbg.fr/simbad. Data dari berbagi observatorium itu juga dapat dikombinasikan dengan software peta bintang sehingga bersifat lebih interaktif, edukatif dan menarik seperti pada software World Wide Telescope yang dapat diunduh melalui alamat web http://www.wwt.com

DATA DIGITAL BENDA L ANGIT

145

Soal-soal

1. (IOAA 2009) Diberikan citra hasil pengamatan bintang yang sudah diolah sehingga bersih, berukuran 50 × 50 pixel, disana nampak citra 5 buah bintang. Tabel angka cacah foton tiap pixel diberikan dalam bentuk matriks. Tiga buah bintang diketahui magnitudonya. Siswa diminta menghitung magnitudo dua bintang lainnya dengan menggunakan aperture berbentuk bujur sangkar. 2. Berapa byte ukuran sebuah citra benda langit yang terdiri dari 756 × 948 pixel yang data setiap pixelnya disimpan dalam memory 4 byte?

146

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

Bab 12

RADIOAKTIVITAS DAN REAKSI INTI DI DALAM ASTRONOMI

Materi : Inti Atom

Kelas XII

Kompetensi dasar : XII.3.10 Memahami karakteristik inti atom, radioaktivitas dan pemanfaatannya dalam teknologi

Reaksi Inti di Dalam Bintang Matahari dan bintang-bintang menciptakan energi di pusatnya. Proses pembangkitan energi itu berupa reaksi inti yang sebagian besar merupakan reaksi Hidrogen dengan Hidrogen menjadi Helium. Jadi reaksi ini merupakan reaksi penggabungan inti yang lebih ringan menjadi inti yang lebih berat. Jenis reaksi inti seperti ini disebut reaksi fusi. Salah satu contoh teaksi fusi yang pernah terjadi di Bumi adalah ledakan Bom hidrogen. Selain reaksi fusi ada juga jenis reaksi inti yang membelah inti berat menjadi inti-inti yang lebih ringan, reaksi ini disebut reaksi fisi. Mekanisme ledakan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki adalah contoh ledakan reaksi fisi. Reaksi fisi tidak terjadi di dalam bintang. Reaksi penggabungan inti Hidrogen menjadi Helium tidaklah sederhana, reaksi ini membutuhkan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi, mengapa? Karena ketika dua proton saling mendekat, akan segera menjauh lagi karena gaya elektrostatik yang saling tolak diantara kedua proton. Diperlukan kecepatan gerak saling mendekat yang sangat tinggi agar kedua proton bisa berada sangat dekat sebelum gaya tolak elektrostatik membuat kedua proton terpental. Hal ini dapat dibandingkan dengan kalau kita berupaya menumbukkan kutub-kutub yang sama dari dua batang magnet (misalnya kutub utara dengan utara). Kalau kecepatan mendekat kedua kutub itu rendah, sebelum sampai bersentuhan, gaya tolak kedua kutub akan mendorong

147

kedua magnet saling menjauh. Tetapi kalau kita menggerakkan kedua magnet saling mendekat dengan kecepatan yang tinggi, kedua kutub utara bisa sampai saling menyentuh sebelum tertolak lagi. Pada dua buah proton yang saling mendekat, jika kedua proton bisa sangat dekat, ada suatu jenis gaya yang disebut gaya kuat inti (strong nuclear force) yang bisa membuat kedua proton tarik menarik sehingga saling terikat. Gaya kuat inti ini adalah gaya yang mengikat proton dan neutron di dalam inti atom. Jangkauan gaya ini sangat pendek, yaitu sekitar 10-15 meter, lebih dari itu gaya tidak terasa oleh partikel. Oleh karena itu kecepatan proton harus sangat tinggi sehingga dua proton bisa melawan gaya tolak elektrostatik dan saling mendekat sedekat 10-15 m agar dapat bereaksi. Kecepatan gerak proton bergantung pada temperaturnya, semakin tinggi temperatur semakin cepat proton bergerak. Ternyata dibutuhkan temperatur jutaan derajat kelvin agar gerak mendekat dua proton bisa membuatnya bersatu. Reaksi proton proton menjadi helium sebenarnya tidak sederhana, melainkan melalui dari beberapa tahap. Tahap pertama adalah : 1H1

+ 1H1→1D2 + e+ + ν

(12.1)

Dengan 1H1adalah Hidrogen, 1D2 adalah deuterium, yaitu isotop Hidrogen yang mempunyai satu proton dan satu neutron di dalam intinya, e+ adalah positron yang massanya sama dengan elektron namun bermuatan positif seperti proton dan ν adalah neutrino yang bermassa seperti elektron tapi tak bermuatan. Jadi ini adalah reaksi dua inti hidrogen menjadi satu deuterium. Positron yang dilepaskan akan bertabrakan dengan elektron bebas di dalam bintang, saling menghilangkan (anihilasi) dan menciptakan sinar γ. Pada tahap kedua, inti Deuterium yang terbentuk dapat bereaksi lagi dengan inti Hidrogen (proton) yang lain membentuk inti Helium 2He3 yaitu inti yang bermassa 3 satuan massa atom karena terdiri dari dua proton dan satu neutron 1D2

+ 1H1 → 2He3 + γ

(12.2)

Pada tahap ketiga, dua inti 2He3 bergabung menghasilkan inti 2He4 yang terdiri dari dua proton dan dua neutron, ditambah dengan pancaran sinar γ. Tentu untuk reaksi ini dibutuhkan kecepatan yang lebih tinggi karena gaya tolak intinya menjadi empat kali lipat dibandingkan dengan reaksi proton-proton. Artinya dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi. Kelebihan

148

RADIO AKTIVITAS DAN REAKSI INTI

dua proton kemudian dilepaskan untuk kelak bisa bereaksi kembali pada reaksi proton – proton atau proton – deuterium yang lain. 2He

3

+ 2He3 → 2He4 + 21H1

(12.3)

Gambar 12.1 Diagram rangkaian reaksi proton-proton

Ketiga reaksi diatas, secara efektif merupakan reaksi penggabungan empat proton menjadi satu helium dengan melepaskan dua positron, neutrino dan sinar γ 41H1 → He4 + 2e+ +  + γ

(12.4)

Reaksi berantai yang disebut reaksi proton proton (PP) ini menghasilkan energi yang sangat besar, karena ada massa yang berubah menjadi energi, sehingga cenderung meningkatkan temperatur. Besarnya massa yang diubah menjadi energi dapat diketahui dari perbedaan massa empat proton dengan satu helium. Massa 4 proton adalah 4 x 1,0079 sma = 4,0316 sma. Sma adalah Satuan Massa Atom (Atomic Mass Unit) yang setara dengan 1,66 x 10-27 kg. Massa satu inti Helium (yang terdiri dari 2 proton dan 2 neutron) adalah 4,0026 sma. Artinya ada massa yang hilang menjadi energi sebesar 0,029 sma atau sekitar 0,7% dari massa empat proton. Kemudian energi yang tercipta dapat dihitung dengan menggunakan rumus kesetaraan massa dan energi yang merupakan konsekuensi dari teori relativitas umum Einstein:

E  mc2

RADIO AKTIVITAS DAN REAKSI INT

(12.5)

149

Di dalam rumus itu m adalah massa yang hilang ketika terjadi reaksi inti dan c adalah kecepatan cahaya di ruang hampa. Temperatur yang lebih tinggi membuat kecepatan gerak rata-rata partikel menjadi lebih tinggi sehingga kecepatan reaksi menjadi lebih tinggi lagi. Kecepatan reaksi lebih tinggi akan membuat produksi energi semakin cepat dan cenderung membuat temperatur lebih tinggi lagi dan seterusnya. Sementara itu, sebagian energi yang dihasilkan dipancarkan keluar sehingga cenderung menurunkan temperatur. Pada saat laju energi yang tercipta dari reaksi inti menjadi sama dengan laju energi yang terpancar keluar, laju reaksi menjadi konstan. Pancaran radiasi yang diterima Bumi yang relatif tetap saat ini menunjukkan bahwa Matahari berada dalam keadaan kesetimbangan, artinya laju reaksi fusi konstan. Reaksi Hidrogen menjadi Helium di pusat Matahari dan bintang-bintang dapat juga dipercepat oleh karbon, nitrogen dan oksigen kalau di dalam bintang terdapat banyak unsur-unsur tersebut. Akhir reaksinya sama yaitu hidrogen menjadi helium, unsur C, N dan O hanya berfungsi sebagai katalis yang mempercepat reaksi hidrogen menjadi Helium dengan mengembalikan C, N dan O, oleh karena itu siklus reaksi itu disebut siklus CNO. Reaksi proton menjadi helium yang melalui siklus CNO ini diperkenalkan oleh Bethe pada tahun 1939. Rangkaian reaksi inti siklus CNO ini adalah sebagai berikut: 6C12

+ 1H1 → 7N13 + γ

(12.6)

7N13

→ 6C13 + e+ + ν

(12.7)

6C13

+ 1H1 → 7N14 + γ

(12.8)

7N14

+ 1H1 → 8O15 + γ

(12.9)

8O15

→ 7N15 + e+ + γ

(12.10)

7N15

+ 1H1 → 6C12 + 2He4

(12.11)

Siklus ini membutuhkan temperatur yang lebih tinggi untuk bisa terjadi, oleh karena itu reaksi ini hanya bisa terjadi pada bintang-bintang populasi I yang bermassa besar dan temperatur pusatnya lebih tinggi. Bintangbintang populasi I yang banyak terdapat di bidang galaksi banyak mengandung unsur C, N dan O yang diproduksi bintang-bintang generasi sebelumnya, oleh karena itu bintang-bintang disana yang bermassa besar bisa mengalami siklus ini dan ber-evolusi lebih cepat. Pada bintang-bintang bermassa kecil seperti Matahari, reaksi intinya hanya sampai Helium dan tidak akan mengalami rantai reaksi CNO. Kumpulan massa nebula yang lebih kecil lagi mungkin malah tidak dapat mencapai suhu yang cukup tinggi untuk memulai reaksi proton-proton,

150

RADIO AKTIVITAS DAN REAKSI INTI

sehingga tidak dapat menjadi bintang yang bersinar. Apabila di dalam awan antar bintang itu banyak terdapat unsur-unsur yang lebih berat yang diproduksi bintang-bintang generasi sebelumnya, maka unsur-unsur berat itu akan cenderung berkumpul di tempat yang lebih dalam, hidrogen di bagian luar. Kita dapat melihat planet-planet raksasa seperti Jupiter, Saturnus dan lainlain atmosfirnya sebagian besar terdir dari hidrogen, sementara di bagian dalamnya diyakini terkumpul unsur-unsur yang lebih berat. Oleh karena itu, diduga planet terbentuk dari pengerutan awan antar bintang dengan proses yang sama dengan Matahari, namun tidak dapat sampai pada temperatur yang cukup tinggi untuk terjadinya reaksi fusi di pusatnya. Dari rangkaian reaksi ini dapat kita lihat bahwa atom karbon yang pertama bereaksi dengan H kembali dihasilkan di akhir reaksi, sementara di dalam proses, ada tambahan 3 atom H yang ikut bereaksi sehingga, secara neto, yang bereaksi adalah : 41H1 → 2He4 + 2e+ +  + γ

(12.12)

Pada reaksi ini tidak ada perubahan jumlah karbon. Jadi pada dasarnya reaksi ini sama dengan reaksi proton-proton diatas, hanya saja, siklus ini menggunakan karbon, nitrogen dan oksigen sebagai katalis yang mempercepat reaksi. Pada temperatur 10 juta Kelvin hanya siklus PP saja yang dapat berlangsung karena pada temperatur tersebut inti karbon dan inti hidrogen belum dapat bereaksi. Siklus PP ini termasuk siklus yang lambat, lambatnya reaksi ini merupakan salah satu penyebab panjangnya umur bintang bermassa kecil. Pada temperatur 13 juta Kelvin, siklus CNO baru mulai dapat berkontribusi. Pada temperatur 18 juta Kelvin energi yang dihasilkan oleh siklus PP dan CNO kira-kira sama. Diatas temperatur itu siklus CNO mendominasi, menjadi proses yang lebih banyak, dan proses reaksi pembentukan helium dari hidrogen menjadi lebih cepat. Oleh karena itu bintang yang bermassa lebih besar yang temperatur pusatnya lebih tinggi, lebih cepat berevolusi, dan umurnya lebih pendek. Di pusat bintang panas, siklus CNO berlangsung dengan lebih cepat dibandingkan dengan PP. Pada bintang yang lebih masif lagi, temperatur di pusatnya bisa lebih tinggi lagi antara lain karena cepatnya produksi energi oleh reaksi siklus PP dan terutama siklus CNO. Jika temperatur di pusat bintang mencapai orde ratusan juta derajat, Helium bisa bereaksi menghasilkan unsur yang lebih berat seperti karbon dan oksigen, misalnya melalui rangkaian reaksi yang disebut reaksi triple alpha : 2He4

+ 2He4 → 4Be8

RADIO AKTIVITAS DAN REAKSI INT

(12.13)

151

4Be

8

+ 2He4 → 6C12 + γ

(12.14)

Dinamakan triple alpha karena melibatkan tiga inti helium, sedangkan inti helium ini yang pernah dideteksi sebagai sinar asing yang dinamakan sinar alpha. Pada temperatur yang lebih tinggi lagi bisa terjadi reaksi pembentukan oksigen sebagai berikut : 6C

12

+ 2He4 → 8O16 + γ

(12.15)

Dengan demikian pada inti bintang yang bermassa lebih besar dari Matahari dapat terjadi produksi unsur-unsur yang lebih berat dari Helium. Jika mengingat bahwa atom-atom yang pertama terbentuk di alam semesta ini setelah ledakan besar adalah hidrogen, sementara di dalam tubuh kita banyak terdapat atom karbon, nitrogen, oksigen dan lain-lain, dapat diduga bahwa unsur-unsur selain hidrogen di dalam tubuh kita dahulu dibentuk di pusat bintang masif. Jumlah energi yang dihasilkan dari reaksi inti tiap satuan waktu di pusat bintang sama dengan daya yang dipancarkan (luminositas) Matahari. Dengan demikian, jika kita dapat mengukur jumlah energi Matahari yang sampai atmosfir Bumi tiap detik tiap meter persegi, maka kita dapat menghitung energi total yang diproduksi oleh pusat Matahari setiap detik, dan kemudian dapat juga menghitung laju pengurangan massa Matahari karena diubah menjadi energi. Fluks energi (daya per satuan luas) Matahari di sekitar Bumi, yang disebut juga konstanta Matahari adalah kurang lebih f = 1380 joule/(m2 dt). Maka daya total yang menembus bola yang berpusat di Matahari dan berjari-jari sama dengan jarak Bumi-Matahari adalah :

L  4d 2 f

(12.16)

Di dalam persamaan diatas 4πd2 adalah luas permukaan bola yang berjarijari d yaitu jarak Bumi-Matahari, yang sekitar 150 juta km. Dengan demikian kita dapat menghitung daya Matahari. Jumlah ini sama dengan yang diproduksi oleh pusat Matahari dari reaksi hidrogen menjadi helium, sebab Matahari berada dalam keadaan setimbang thermal. Yang dimaksud dengan setimbang thermal adalah temperatur di setiap lapisan Matahari kurang lebih konstan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Selain memproduksi helium reaksi ini juga mengubah 0,7% massanya menjadi energi, sehingga massa yang hilang tiap satuan waktu dapat dihitung dan banyaknya hidrogen yang berubah menjadi helium juga dapat dihitung. Akhir riwayat bintang adalah ketika 10% massa hidrogen sudah berubah menjadi helium, dengan demikian kala waktu hidup Matahari dapat dihitung.

152

RADIO AKTIVITAS DAN REAKSI INTI

Contoh Soal: Dari pengukuran fluks energi Matahari di Bumi, dan rumus kesetaraan massa - energi Einsten dan perkiraan bahwa Matahari berada di akhir riwayat hidupnya ketika massa helium yang terkumpul di pusatnya 10% dari massa matahari, para astronom dapat memperkirakan kala hidup matahari. Berapakah usia matahari ketika riwayatnya berakhir, dihitung sejak kelahirannya? Jawab : Fluks energi radiasi matahari di sekitar Bumi f = 1380 joule/(m2dt) Maka Luminositas Matahari : Lʘ = 4πd2f=3,9×1026 joule/detik Energi ini berasal massa yang hilang dari reaksi fusi, jadi massa yang hilang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Einstein : E=mc2 diperoleh massa yang hilang tiap detik 4,3 juta ton atau 1,37 × 1017 kg/tahun. Massa matahari Mʘ = 1,99 × 1030 kg. Sepuluh persen dari Massa ini 1,99 × 1029 kg. Prosentase massa yang hilang dari reaksi hidrogen menjadi helium adalah 0,7%, maka banyaknya massa yang berubah menjadi energi selama hidup Matahari adalah 0,7% × 1,99 × 1029 kg = 1,39 × 1027 kg Massa sejumlah itu dihabiskan dalam waktu :

atau 10 milyar tahun.

Sinar kosmik Sinar kosmik sebenarnya adalah partikel subatomik yang datang dari angkasa. Sinar kosmik yang terdeteksi di Bumi kebanyakan merupakan partikel yang terbentuk di atmosfir atas, dari tumbukan partikel bermuatan dari angkasa luar. Partikel bermuatan yang berasal dari Matahari atau dari bintang-bintang di galaksi menghantam atmosfir Bumi dengan kecepatan sangat tinggi. Kecepatan angin Matahari berkisar antara 1,2 juta hingga 3 juta km/jam, kecepatan proton yang berasal dari bintang-

RADIO AKTIVITAS DAN REAKSI INT

153

bintang lain di galaksi jauh lebih tinggi lagi sehingga ketika menumbuk partikel di atmosfir, bisa terjadi pecahan berupa partikel lain yang lebih kecil dan berumur pendek. Partikel-partikel berumur pendek itulah yang kebanyakan kita kenal sebagai sinar kosmik, dan dapat terdeteksi oleh kamera pada saat kita memotret benda langit lain. Awal penemuan sinar kosmik adalah ketika kadang orang mendeteksi adanya berkas cahaya berupa garis tipis dan terang pada film di dalam kamera, padahal shuter kamera dalam keadaan tertutup, artinya ada berkas cahaya yang dapat menembus shutter dan dinding kamera. Makin tinggi posisi orang yang membawa kamera, semakin sering pula terdeteksi berkas sinar itu, sehingga orang yakin bahwa sinar itu berasal dari angkasa, itu sebabnya disebut sinar kosmik. Sinar kosmik jelas bukan gelombang cahaya, karena dapat menembus shutter kamera dan tidak menyebar, melainkan lebih mirip benda kecil yang melintas. Namun karena sudah terlanjur dianggap sebagai sinar, maka penamaannya tetap sinar kosmik. Sifat-sifat benda kecil sinar kosmik itu berbeda dengan partikel-partikel elementer yang dikenal seperti proton, elektron dan neutron. Orang menduga bahwa partikel sinar kosmik itu adalah pecahan inti atom. Maka mulailah orang memanfaatkan sinar kosmik untuk mempelajari partikelpartikel yang merupakan komponen pembentuk proton, dan neutron. Sinar kosmik yang datang dari angkasa tidak menentu, kadang ada, kadang tidak, arah datangnya pun tidak bisa diprediksi. Hal ini menyulitkan pengukuran dalam penelitian. Kemudian orang mencoba membuat sinar kosmik buatan dengan cara mempercepat gerak proton sehingga setara dengan proton yang datang dari angkasa luar ke atmosfir, lalu menumbukkannya dengan proton lain. Dengan cara itu para fisikawan bisa mendapatkan partikel seperti partikel sinar kosmik dengan lebih terkendali dan dalam jumlah banyak, tanpa harus menunggu datangnya sinar kosmik dari langit yang tidak menentu. Bagaimana cara mempercepat proton? Para fisikawan partikel pun merancang akselerator yaitu alat untuk mempercepat partikel. Saat ini akselerator partikel terbesar di dunia adalah LHC (Large Hadron Collider) di perbatasan Swiss dan Perancis. Keliling akselerator itu adalah 27 km. Kemampuannya luar biasa hebat, dapat mempercepat proton hingga 99,999999% kecepatan cahaya. Setelah mencapai kecepatan itu ditembakkan proton-proton lain dari arah berlawanan. Sebagian kecil dari proton-proton itu akan bertumbukan dan pecah. Pecahannya itu kemudian dideteksi dan diukur karakteristiknya, seperti massanya, muatannya, kala hidupnya dan lain-lain.

154

RADIO AKTIVITAS DAN REAKSI INTI

Soal-soal 1. (OSKK 2010) Energi Matahari dibangkitkan oleh reaksi fusi thermonuklir dibagian pusatnya. Proses thermonuklir mengubah empat inti “A” menjadi inti lebih berat dan mengeluarkan sejumlah energi. Apakah inti “A” itu ? a. b. c. d. e.

Hidrogen Helium Oksigen Karbon Uranium

2. (OSKK 2010) Sumber energi bintang berkaitan dengan a. reaksi atom di korona bintang b. reaksi nuklir di inti bintang c. reaksi atom di atmosfer bintang d. pembakaran elemen hingga menjadi radioaktif e. pembakaran unsur berat

RADIO AKTIVITAS DAN REAKSI INT

155

Lampiran DAFTAR RUMUS 1. Luminositas matahari :

L  4  R2 Tef4

Luminositas bintang :

L  4  R2 Tef4

2.

3. Fluks pancaran yang diterima di bumi

E

L 4d 2

, L = luminositas

bintang, d = jarak bintang. 4. Kecepatan gerak sebuah benda dalam lintasan elips dengan setengah sumbu panjang a, dan pada jarak r dari M:

2 1 v2  2GM    r a 5. Jarak terjauh dua benda yang saling mengitari dengan lintasan elips yang eksentrisitasnya e adalah r = a (e+1) 6. Jarak terdekat dua benda yang saling mengitari dengan lintasan elips yang eksentrisitasnya e adalah r = a (e-1) 7. Beda magnitudo dua bintang:

m1  m2  2.5log

E1 , E2

dimana: m1 & m2 masing-masing adalah magnitudo semu bintang 1 & 2; E1 & E2 adalah fluks bintang 1 & 2 yang diterima pengamat. 8. Modulus jarak:

m  M  5 5logd , dimana: m, M & d masing-masing adalah magnitudo semu, magnitudo absolut & jarak bintang. 9. Hukum Wien

max[cm] 

0,2898 T[o K] 159

DAFTAR KONSTANTA Massa Bumi ( MB )

5,97 x 1024 kg

Massa Matahari ( M )

1,99 x 1030 kg

Massa Bulan

7,34 x 1022 kg

Massa Mars

6,424 × 1023 kg

Radius Bulan

1738 km

Radius Mars

3396 km

Radius Jupiter

71492 km

Radius Bumi

6,37 x 106 m

Radius Matahari

6,96 x 108 m

Satu tahun sideris

365,256 hari = 3,16 x 107 detik

Temperatur efektif Matahari

5880º K

Kecepatan orbit Bumi (mengitari matahari)

2,98 104 meter/det

Tahun cahaya, ly

9,5 1015 menit

Jarak bumi – matahari (1SA)

150 juta km

Jarak Matahari-Jupiter rata-rata

5,2 SA

Jarak rata-rata bumi – bulan

384 000 km

Jejari matahari

700 000 km

Jejari bumi

6378 km

Konstanta gravitasi umum (G)

6,68 x 10-11 Nm2/kg2

Daya pisah mata manusia

15 detik busur

Kecepatan cahaya di ruang hampa

300 000 km/detik

Percepatan gravitasi di permukaan Bumi

9,8 meter/detik2

Fbolometrik Matahari

6,28 x 107 J dt–1 m–2

Konstanta radiasi Matahari

1,368 x 103 J m–2

Konstanta Stefan Boltzmann, 

5,67 x 10–8 J dt–1 m–2 K–4

LAMPIRAN

160

Tabel Konversi 1Å

0.1 nm

1 barn

10-28 m2

1 gauss

10-4 tesla

1 erg = 1dyne cm

10-7 Joule

1 watt

1 J s-1 = 1 kg m2 s-3

1 esu

3.3356  10-10 C

1 amu (atomic mass unit)

1.66061024 g

1 atm (atmosphere)

101,325 Pa = 1.01325 bar

1 dyne

10-5 N

LAMPIRAN

161

REFERENSI

Abdullah M., 2006, Fisika 1A SMA dan MA untuk kelas X Semester I, Penerbit ESIS, Jakarta Abdullah M., 2006, Fisika 1B SMA dan MA untuk kelas X Semester II, Penerbit ESIS, Jakarta Abdullah M., 2006, Fisika 2B SMA dan MA untuk kelas XI Semester II, Penerbit ESIS, Jakarta Abdullah M., 2006, Fisika 3A SMA dan MA untuk kelas XII Semester I, Penerbit ESIS, Jakarta Abdullah M., 2007, Fisika 3B SMA dan MA untuk kelas XII Semester II, Penerbit ESIS, Jakarta Aprilia, Indrajaya B., Dermawan B. et al., 2013, Soal dan Jawaban Olimpiade Astronomi 1, editor Chatief Kunjaya, Penerbit Trisula Adisakti, Jakarta Kanginan M., 2006, Fisika 2 untuk SMA/MA kelas XI, Penerbit Erlangga, Jakarta Kunjaya C., Herdiwijaya D., Dawanas D.N. et al., 2013, Soal dan Jawaban Olimpiade Astronomi 2, editor Chatief Kunjaya, Penerbit Trisula Adisakti, Jakarta Kunjaya, C., Suhardja, D.W., Dawanas N.D., Radiman I., Siregar S., dan Herdiwijaya D., 2010, Bahan Ajar Menuju Olimpiade Sains Nasional/Internasional

Astronomi,

Tim

Pembina

Olimpiade

Astronomi, Bandung. Sutantyo W., 2009, Bintang-bintang di Alam Semesta, Penerbit ITB, Bandung

157

Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan no. 69 tahun 2003 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah http://apod.nasa.gov/apod/ap071009.html http://astronomyonline.org/astrophotography/ccd.asp http://certificate.ulo.ucl.ac.uk http://coolcosmos.ipac.caltech.edu. http://csep10.phys.utk.edu/astr162/lect/light/spectrum.html http://hubllesite.org/ http://spacemath.gsfc.nasa.gov/ http://spaceweather.com/glossary/sunspotnumber.html http://stargazers.gsfc.nasa.gov/images/geospace_images/magnet_in_space/ Plasma_fountain.jpg http://www.jpl.nasa.gov/images/voyager/20110427/voyager20110427full.jpg http://www.me-church.org/calendar.php http://www.mmastrosociety.com/images/planets/orbit.jpeg

REFERENSI

158

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF